18
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131 Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 1 PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN PUBLIK PERSPEKTIF IBN KHALDUN *Oleh : Agustri, S.H.I, M.E.Sy Abstract : The participation of Ibn Khaldun in the economy is very big. Ibn Khaldun has been revealing his mind of the public finance policy. Very diverse contribution of thought actually delivered by Ibn Khaldun in economic problems particularly economic Islam. In terms of policy concept according to Ibn Khaldun not the power ruler can be manifested except with the syari’ah implementation. Syari’ah can not be executed unless by the authorities, the ruler could not gain strength except that came from community the community could not be sustained unless by the riches wealth cannot be obtained unless from development. Development cannot be achieved through justice. Justice constituting a standard that will be evaluated by Allah SWT for people. Ruler can not participate except that came from the community. As for the tax as one of the country's revenue, according to Ibn Khaldun does really need to be applied to the concept of Justice. Without the concept of Justice, then the tax would be difficult as one source of public finance is fair for a country. Because according to Ibn Khaldun, the relationship between Government and society in a country must be completely entwined with the good. If a State does not pay attention to the condition of the people, rather than with tax number is picked, then this system ultimately will only hurt the country itself. Its mean, according to the thought of Ibn Khaldun, the progress of a country's economy and security is inseparable from prosperity on its own people. Key Words: Public finance, Tax, and the concept of Justice. Pendahuluan Negara berkembang seperti Indonesia sangat membutuhkan dana untuk membiayai pembangunannya. Dana pembangunan tersebut berasal dari berbagai macam sumber pendapatan negara, salah satunya adalah dari pajak. Menurut Soemitro, pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang belaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut undang- undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan kewajibannya (Rochmat Soemitro, 1992: 4). Departemen perpajakan merupakan jabatan penting dan selalu ada dalam sebuah negara ataupun kerajaan. Jabatan ini berkenaan dengan operasi pajak dan memelihara hak-hak negara dalam masalah pendapatan dan pengeluaran, menyensus nama semua tentara, menetapkan gaji mereka, serta menyerahkan upah tepat pada waktunya. Dalam hal ini sumbernya kembali kepada ketentuan yang telah ditata oleh kepala operasi pajak, dan para aparat lainnya. Semua itu telah ditulis daalam sebuah buku yang memuat seluruh perincian mengenai pemasukan dan pengeluaran berdasarkan bagian penting yang baik dari akutansi, yang hanya dikuasai oleh orang-orang yang memiliki kemiliki kemampuan mantap dalam operasi perpajakan(Ibn Khaldun, 2013: 299). Di Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menarik modal asing ke Indonesia untuk diinvestasikan dalam

PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

  • Upload
    lambao

  • View
    236

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 1

PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN PUBLIK

PERSPEKTIF IBN KHALDUN

*Oleh : Agustri, S.H.I, M.E.Sy

Abstract :

The participation of Ibn Khaldun in the economy is very big. Ibn Khaldun has been revealing his mind of the public finance policy. Very diverse contribution of thought actually delivered by Ibn Khaldun in economic problems particularly economic Islam. In terms of policy concept according to Ibn Khaldun not the power ruler can be manifested except with the syari’ah implementation. Syari’ah can not be executed unless by the authorities, the ruler could not gain strength except that came from community the community could not be sustained unless by the riches wealth cannot be obtained unless from development. Development cannot be achieved through justice. Justice constituting a standard that will be evaluated by Allah SWT for people. Ruler can not participate except that came from the community. As for the tax as one of the country's revenue, according to Ibn Khaldun does really need to be applied to the concept of Justice. Without the concept of Justice, then the tax would be difficult as one source of public finance is fair for a country. Because according to Ibn Khaldun, the relationship between Government and society in a country must be completely entwined with the good. If a State does not pay attention to the condition of the people, rather than with tax number is picked, then this system ultimately will only hurt the country itself. Its mean, according to the thought of Ibn Khaldun, the progress of a country's economy and security is inseparable from prosperity on its own people. Key Words: Public finance, Tax, and the concept of Justice.

Pendahuluan

Negara berkembang seperti Indonesia

sangat membutuhkan dana untuk

membiayai pembangunannya. Dana

pembangunan tersebut berasal dari

berbagai macam sumber pendapatan

negara, salah satunya adalah dari pajak.

Menurut Soemitro, pajak merupakan iuran

wajib bagi seluruh rakyat yang harus

dibayarkan kepada kas negara menurut

ketentuan undang-undang yang belaku

sehingga dapat dipaksakan dan tanpa

adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara

langsung, yang digunakan untuk membiayai

pengeluaran umum negara. Oleh karena itu,

semua rakyat yang menurut undang-

undang termasuk sebagai wajib pajak harus

membayar pajak sesuai dengan

kewajibannya (Rochmat Soemitro, 1992: 4).

Departemen perpajakan merupakan

jabatan penting dan selalu ada dalam

sebuah negara ataupun kerajaan. Jabatan

ini berkenaan dengan operasi pajak dan

memelihara hak-hak negara dalam masalah

pendapatan dan pengeluaran, menyensus

nama semua tentara, menetapkan gaji

mereka, serta menyerahkan upah tepat

pada waktunya. Dalam hal ini sumbernya

kembali kepada ketentuan yang telah ditata

oleh kepala operasi pajak, dan para aparat

lainnya. Semua itu telah ditulis daalam

sebuah buku yang memuat seluruh

perincian mengenai pemasukan dan

pengeluaran berdasarkan bagian penting

yang baik dari akutansi, yang hanya

dikuasai oleh orang-orang yang memiliki

kemiliki kemampuan mantap dalam operasi

perpajakan(Ibn Khaldun, 2013: 299).

Di Indonesia sendiri, pada masa

lampau pajak digunakan sebagai alat untuk

memberikan macam-macam insentif

kepada wajib pajak untuk mencapai tujuan

tertentu, seperti menarik modal asing ke

Indonesia untuk diinvestasikan dalam

Page 2: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 2

berbagai proyek yang mendukung

pembangunan di Indonesia. Pajak juga

dapat digunakan untuk mencapai tujuan

ekonomi, sosial, dan politik. Dan pada saat

terjadi inflasi, pajak dapat dijadikan sebagai

penghambat inflasi, atau dapat pula

digunakan untuk memberikan proteksi

terhadap produksi dalam negeri atau untuk

mendorong orang agar lebih bersikap sosial,

dan sebagainya.

Sistem pemungutan pajak merupakan

salah satu elemen penting yang menunjang

keberhasilan pemungutan pajak suatu

negara di era sekarang ini. Secara umum

terdapat tiga sistem pemungutan pajak,

yaitu official assessment system, self

assessment system, dan withholding

system (Diana Sari, 2013: 46). Seiring

dengan berjalannya waktu, sejak adanya

reformasi di bidang pajak tahun 1983,

Indonesia mulai menerapkan self

assessment system. Yang mana dalam

sistem ini, wajib pajak dituntut untuk

berperan aktif, mulai dari mendaftarkan

diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT (Surat

Pemberitahuan), menghitung besarnya

pajak yang terutang, dan menyetorkan

kewajibannya. Sedangkan aparatur

perpajakan berperan sebagai pembina,

pembimbing, dan pengawas pelaksanaan

kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak.

Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan

dengan baik apabila masyarakat memiliki

tingkat kesadaran perpajakan secara

sukarela (voluntary tax compliance) yang

tinggi. Apabila tingkat kesadaran mereka

tersebut masih rendah, tentunya hal ini

akan menimbulkan berbagai masalah dalam

perpajakan, diantaranya yaitu penggelapan

pajak (tax evasion). Penggelapan pajak ini

merupakan usaha yang digunakan oleh

wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban

yang sesungguhnya, dan merupakan

perbuatan yang melanggar undang-undang

pajak. Misalnya wajib pajak tidak

melaporkan pendapatan yang sebenarnya

kepada pejabat pajak yang berwenang

(Marihot P. Siahaan, 2010: 25).

Namun hal ini tentunya tidak hanya

boleh dilihat dari kesalahan yang dilakukan

oleh salah satu pihak saja. Sebab sesuatu hal

terjadi pasti karena ada hal-hal yang

penyebabnya. Bahkan dikatan orang-orang

telah menggelapkan pajak sejak pemerintah

mulai mengumpulkan pajak. Mereka

melakukan hal tesebut dikarenakan bahwa

pajak dipandang sebagai suatu beban yang

akan mengurangi kemampuan

ekonomisnya. Mereka harus menyisihkan

sebagian penghasilannya untuk membayar

pajak. Padahal, apabila tidak ada kewajiban

pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk

pajak bisa dipergunakan untuk menambah

pemenuhan keperluan hidupnya. Dan

belum lagi banyaknya hal-hal yang

dianggap oleh masyarakat sebagai ketidak

adilan dalam pemungutan dan penggunaan

dari hasil pajak itu sendiri. Dimana pajak

dipungut dan dugunakan untuk

pengeluaran dan pembiayaan pemerintah

yang bersifat umum, artinya pengeluaran

dan pembiayaan yang digunakan oleh

pemerintah dari hasil pajak ini ini harus

bermanfaat bagi masyarakat secara umum.

Namun faktanya di lapangan, masyarakat

banyak sekali melihat kecurangan-

kecurangan yang dilakukan oleh aparat

pemerintah yang menggunakan hasil

pungutan pajak untuk kepentingan pribadi.

Dan tentunya hal ini secara tidak langsung

berakibat malasnya masyarakat untuk

membayar pajak. Dan pada akhirnya yang

dirugikan bukan hanya masyarakat itu

sendiri, namun juga negara terkena

dampaknya.

Dalam masalah perpajakan ini,

sebagai bagian dari konsep keuangan

publik, Ibn Khaldun memiliki kontribusi

yang sangat besar di dalamnya. Dan yang

paling penting adalah bagaimana konsep ini

kemudian terimplementasi secara nyata

dalam dunia modern yang sekarang melalui

para pemikir barat yang kini dikenal dengan

Page 3: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 3

aliran Keynesian melalui pemikiran

ekonomi yang bertumpu pada kebijakan

fiscal dan juga “sisi penawaran” (M. Umer

Chapra, 2001: 22).

Ibn Khaldun merupakan salah

seorang pemikir dan cendekiawan, serta

pakar sosiologi dalam sejarah

perkembangan Islam. Kontribusi pemikiran

yang disampaikannya diakui oleh banyak

pihak meskipun dunia telah mengalami

rangkaian evolusi yang sangat panjang

selama berabad-abad. Sangat beragam

sebenarnya kontribusi pemikiran yang

disampaikan oleh Ibn Khaldun, karena

berbagai pemikirannya demi kemajuan

Islam merupakan konsep pemikiran yang

bersifat multidisipliner. Ini tidaklah

mengherankan, karena Ibn Khaldun sendiri

merupakan cendekiawan Islam yang banyak

belajar dalam berbagai hal semasa

mudanya, sehingga ilmu yang dimilikinya

juga bersifat multidisiplin. Ini dapat terlihat

dari rangkaian pemikirannya yang dikenal

dengan nama 8 kebijaksanaan yang terdiri

dari:

a. Kekuatan penguasa tidak dapat

diwujudkan kecuali dengan adanya

implementasi syari’ah.

b. Syari’ah tidak dapat dilaksanakan

kecuali oleh para penguasa.

c. Penguasa tidak dapat memperoleh

kekuatan kecuali yang datang dari

masyarakat.

d. Masyarakat tidak dapat ditopang

kecuali oleh kekayaan.

e. Kekayaan tidak dapat diperoleh

kecuali dari pembangunan.

f. Pembangunan tidak dapat dicapai

kecuali melalui keadilan.

g. Keadilan merupakan standar yang

akan dievaluasi oleh Allah SWT pada

hambaNya.

h. Penguasa dibebankan dengan adanya

tanggung jawab untuk mewujudkan

keadilan.

Dalam pandangan yang disampaikan

dalam buku karyanya yang terkenal, yaitu

kitab Muqaddimah, Ibn Khaldun

mengatakan bahwa “pada permulaan

berdirinya suatu negara, pajak banyak

sekali jumlahnya dan sedikit dari pajak itu

yang dibebankan kepada individu”.

Kemudian dikatakan pula oleh Ibn Khaldun

bahwa” pada akhir negara, pajak

jumlahnya sedikit dan justru banyak sekali

pembebanannya pada individu“. Alasan

dari pada konsep tersebut adalah bahwa

konsep perpajakan yang disampaikan oleh

Ibn Khaldun merupakan konsep dimana

negara mengikuti sunnah agama Islam, dan

negara membebankan pajak yang hanya

ditentukan dalam syariat Islam, yaitu pajak

derma, sedekah, pajak tanah (kharaj), dan

juga pajak pemberian suara. Semua pajak

yang disebutkan sebagai contoh tersebut

sudah memiliki batas yang tetap serta

jumlahnya tidak bisa ditambah lagi. Hal

yang berbeda justru terjadi bila konsep yang

ada di dalam suatu negara tidak menganut

konsep Islam, akan tetapi justru mengikuti

konsep politik dan juga solidaritas sosial.

Dalam sebuah negara, bila beban

pajak dan kewajiban pajak kepada rakyat

adalah kecil, maka mereka bersemangat dan

juga senang untuk bekerja. Hal ini

mengakibatkan banyak usaha yang dapat

berkembang. Ini sesuai dengan konsep yang

dikenal dalam ilmu ekonomi sekarang ini,

yaitu ”pajak yang rendah dapat menjadi

stimulus untuk kegiatan ekonomi”. Hal

yang sebaliknya akan terjadi bila pajak yang

dibebankan kepada masyarakat jumlahnya

besar dan banyak sekali. Hal ini akan

mengakibatkan kegiatan ekonomi menjadi

rendah. Kegiatan ekonomi yang rendah ini

akan berdampak pada kegiatan

perekonomian bagi negara itu sendiri.

Dalam tulisannya tentang Ibn

Khaldun, Jean David C Boulakia

Page 4: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 4

mengungkapkan bahwa uang yang

dibelanjakan oleh pemerintah pada

dasarnya berasal dari penduduk dan

didapatkan melalui pajak. Belanja yang

dilakukan oleh pihak negara (pemerintah)

akan dapat meningkat bila pemerintah

meningkatkan jumlah pajak yang harus

dibayar, dengan akibat bila hal itu

dilakukan akan terjadi tekanan fiskal yang

demikian tinggi kepada masyarakat. Pada

akhirnya, bila beban pajak demikian besar

kepada masyarakat, maka kegiatan

perekonomian lambat laun akan mengalami

stagnasi, dan masyarakat akan malas untuk

membuka kegiatan usaha yang produktif”.

Apa yang disampaikan oleh Ibn Khaldun ini

saat ini biasa disebut dengan siklus fiskal.

Dampak dari siklus fiskal dunia ekonomi

makro juga ada dan hal ini secara tersirat

juga disampaikan oleh Ibn Khaldun dalam

kitab Muqaddimahnya.

Ibn Khaldun menambahkan dalam

teori produksinya, bahwa harga suatu

produk terdiri dari tiga unsur yaitu gaji,

laba, dan pajak. Gaji adalah imbal jasa bagi

produser. Hal ini dikarenakan nilai suatu

produk adalah sama dengan jumlah tenaga

kerja yang dikandungnya, gaji merupakan

unsur utama dari harga barang-barang.

Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu

barang. Dan laba adalah imbal jasa bagi

pedagang. Dan bisa dikatakan juga bahwa

laba adalah selisih antara harga jual dengan

harga beli yang diperoleh oleh pedagang.

Namun selisih ini bergantung pada hukum

permintaan dan penawaran yang

menentukan harga beli melalui gaji dan

menentukan harga jual melalui pasar.

Sedangkan pajak adalah imbal jasa bagi

pegawai negeri dan penguasa. Pajak

bervariasi menurut kekayaan penguasa dan

penduduknya. Karenanya, jumlah pajak

ditentukan oleh permintaan dan penawaran

terhadap produk, yang pada gilirannya

menentukan pendapatan penduduk dan

kesiapannya untuk membayar (Adiwarman

A. Karim, 2004: 367).

Dan tentunya hal ini sangat berbeda

sekali dengan kondisi yang ada. Konsep

pajak yang diterapkan oleh suatu negara

tidak lagi sesuai dengan tujuan awal dari

dipungutnya pajak, diantaranya yaitu untuk

kepentingan pembangunan bagi suatu

negara yang imbasnya untuk kemakmuran

negara dan masyarakatnya sendiri dengan

cara menjunjung tinggi asas keadilan dalam

pemungutan pajak. Begitu banyaknya pajak

yang diberlakukan oleh pemerintah kepada

masyarakat, khususnya masyarakat yang

bergerak dalam bidang ekonomi mikro dan

makro mengakibatkan dampak negatif

terhadap semangat berproduksinya

masyarakat. Dan belum lagi tidak adanya

jaminan oleh negara terhadap masyarakat

yang telah membayarkan pajak ke

pemerintah, yang harus mengeluarkan uang

lagi kepada pemungut pajak liar.

Sejarah Perpajakan dalam Islam

1) Pemerintahan Rasulullah Saw

Pada masa-masa awal pemerintahan

di kota Madinah, pendapatan dan

pengeluaran hampir tidak ada. Pada masa

Rasulullah hampir seluruh pekerjaan oleh

pekerja tidak dikenakan upah. Mereka tidak

mendapat gaji secara tetap akan tetapi

diperolehkan mengambil sebahagian dari

rampasan perang. Sumber penerimaan

pada zaman Rasulullah Saw dapat

digolongkan menjadi tiga golongan besar

yaitu dari kaum Muslim, non-Muslim dan

lain. Dari kaum Muslim sumber

penerimaan negara, terdiri atas: kharaj

(pajak tanah), zakat, ushr (bea impor), zakat

fitrah, wakaf, infak dan shadaqah, amwal

fadhla (harta benda kaum Muslim yang

meninggal tanpa ahli waris, atau berasal

dari barang-barang seorang Muslim yang

meninggalkan negerinya), nawaib (pajak

yang jumlahnya cukup besar yang

dibebankan pada kaum Muslim dalam

rangka menutupi pengeluaran negara

selama masa darurat, ini pernah terjadi

Page 5: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 5

pada saat perang Tabuk), khumus atas rikaz

harta karun temuan pada periode sebelum

Islam. Sementra pendapat kaum non-

Muslim yakni jizyah, kharraj, ushr.

Sedangkan dari sumber penerimaan yang

lain yakni: ghanimah (harta rampasan

perang), fay (harta dari daerah taklukan),

uang tebusan untuk para tawanan perang,

kaffarah atau denda, hadiah, pinjaman dari

kaum Muslim dan non-Muslim (Umer

Chapra: 370).

2) Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq

Pada masa awal perkembangan dan

kemajuan Islam di masa Rasulullah SAW,

sudah ada beberapa jenis pajak yang

diberlakukan kepada umat Islam dan juga

kepada umat non Islam yang ada dan hidup

di dalam pemerintahan Islam. Hal ini juga

berlanjut di dalam masa pemerintahan

khalifah pengganti Rasulullah SAW, yaitu

para 4 khulafaur rasyidin. Pada masa

pemerintahan khalifah Abu Bakar ash-

Shiddiq, langkah-langkah yang dilakukan

dalam manajemen fiskalnya adalah:

1. Perhatian tehadap keakuratan

perhitungan zakat.

2. Pengembangan baitulmaal dan

penanggung jawab baitulmaal.

3. Menerapkan konsep balace budget

pada baitulmaal, dimana seluruh

pendapatan langsung didistribusikan

tanpa ada cadangan. Sehingga saat

beliau wafat hanya satu dirham yang

tersisa dalam perbendaharaan negara.

4. Melakukan penegakan hukum

terhadap pihak yang tidak mau

membayar zakat dan pajak kepada

pemerintah. Secara individu Abu Bakar

adalah seorang praktisi akad-akad

perdagangan (Umer Chapra: 373).

3) Pemerintahan Umar bin Khattab

Kebijakan yang telah dilakukan Umar

pada pemerintahannya adalah:

1. Reorganisasi baitumaal, dengan

menjadikan baitulmaal sebagai

lembaga negara resmi yang dikenal

dengan al-divan (sebuah kantor yang

ditujukan untuk membayar tunjangan-

tunjangan angkatan perang dan

pensiun serta tunjangan-tunjangan

lain), dimana seluruh karyawan digaji

menurut standar penggajian pada masa

tersebut. Serta adanya pengeluaran

dana pensiun bagi mereka yang

bergabung dalam kemiliteran.

2. Diberlakukannya sistem cadangan

darurat, dimana dari sumber

penerimaan yang ada tidak langsung

didistribusikan seluruhnya. Hal ini

untuk membiayai angkatan perang dan

kebutuhan darurat untuk umat.

3. Pemerintah bertanggung jawab

terhadap pemenuhan kebutuhan

minimum makanan dan pakaian

kepada warga negaranya.

4. Diversifikasi terhadap objek zakat,

dimana dilakukan objek yang dapat

dikenakan sebagai objek zakat yang

baru. Dalam bahasa fiskal saat ini biasa

dikenal dengan ekstensifikasi sumber-

sumber penerimaan negara.

5. Pengembangan ushr (pajak) pertanian

6. Undang-undang perubahan pemilikan

tanah (land reform), dimana tanah-

tanah yang tidak produktif dikuasai

negara untuk diolah oleh masyarakat

dan masyarakat membayarkan kharaj

atas tanah yang diolah tersebut.

Pengelompokan pendapatan negara

masa Umar terbagi dalam 4 bagian, yaitu:

Sumber Pendapatan

Pengeluaran

Zakat dan ushr Pendistribusian untuk masyarakat setempat, jika ada surplus maka surplus tersebut disimpan.

Page 6: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 6

Khums dan shadaqah

Fakir miskin dan kesejahteraan

Kharaj, fay, jizyah, ushr, sewa tetap

Dana pensiun, dana pinjaman (allowance)

Pendapatan dari semua sumber

Pekerja, pemelihara anak terlantar dan dana sosial

4) Pemerintahan Utsman bin Affan

Kebijakan Usman yang ditempuh

pada masa pemerintahaanya adalah:

1. Pembangunan irigasi pengairan.

2. Pembentukan organisasi kepolisian

untuk menjaga keamanan negara

terutama perdagangan.

3. Pembangunan gedung pengadilan,

guna penegakan hukum.

4. Kebijakan pembagian lahan luas milik

raja Persia kepada individu dan

hasilnya mengalami peningkatan dari

sembilan juta dirham pada masa Umar

menjadi lima puluh juta dirham pada

masa Usman.

5. Meningkatkan anggaran pertahan dan

kelautan serta meningkatkan dana

pensiun serta dana pembangunan di

wilayah taklukan baru. Membuat

beberapa perubahan administrasi dan

meningkatkan kharaj dan jizyah dari

Mesir (Umer Chapra: 370).

5) Pemerintahan Ali bin Abi Thalib

Secara umum beberapa perubahan

kebijakan yang dilakukan pada masa

Ali adalah:

1. Pendisribusian seluruh pendapatan

yang ada pada baitulmaal sama dengan

kebijakan yang dilakukan pada masa

Rasulullah dan Abu Bakar. Tetapi

berbeda dengan kebijakan Umar yang

menyisihkan untuk cadangan. Hari

pendisribusian adalah setiap hari

Kamis pada setiap minggunya.

2. Pengeluaran angkatan laut

dihilangkan, karena daerah pesisir

pantai dibawah penguasa Muawiyah.

Namun pengeluaran atau anggaran

untuk polisi tetap dipertahankan yang

bertujuan untuk menjaga keamanan

negara.

3. Adanya kebijakan pengetatan anggaran

negara.

Masalah wajib pajak di dalam

pemerintahan Islam ini menjadi

kontroversi karena dalam perkembangan

selanjutnya, akibat sengketa politik

pemerintahan Islam berubah menjadi

kerajaan dan banyaknya penguasa yang

kejam serta berkembangnya praktik korupsi

di dalam pemerintahan Islam. Sebagai

akibat dari itu semua, sebagian ulama di

zaman dahulu lalu banyak yang melarang

umat Islam untuk membayar pajak hingga

adanya perbaikan secara internal di dalam

tubuh pemerintahan Islam untuk kembali

menjadi pemerintahan yang adil dan tidak

korup (Umer Chapra: 335).

Meskipun begitu, pada dasarnya

pendirian ini tidak bisa diteruskan, karena

dengan begitu akan ada sebuah pertanyaan

mendasar yang muncul dari masalah ini,

yaitu ” bagaimana pemerintah Islam bisa

membangun dan melakukan pembiayaan

yang sangat besar seiring dengan semakin

kompleksnya masalah yang dihadapinya,

bila mereka sama sekali tidak diizinkan

untuk melakukan pemungutan pajak

kepada rakyatnya”. Atas dasar itulah,

mayoritas ulama Islam pada akhirnya hanya

menetapkan tiga kriteria yang sangat

penting dalam usaha pemungutan pajak

pajak yang dipungut haruslah digunakan

untuk membiayai berbagai hal yang benar-

benar dianggap perlu serta untuk

kepentingan masyarakat secara umum.

Beban pajak yang dipungut sama sekali

tidak boleh terlalu memberatkan

dibandingkan dengan kemampuan orang

yang ada untuk memikulnya, dan yang

penting juga adalah beban pajak tersebut

haruslah terdistribusi secara adil kepada

semua orang yang dianggap mampu untuk

Page 7: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 7

membayar pajak tersebut. Dan juga hasil

dari pajak yang ada harus dikeluarkan dan

dimanfaatkan oleh pemerintah dengan hati-

hati dan sesuai dengan tujuan awal dari

pengumpulan pajak tersebut.

Namun jabatan pengumpulan pajak

ini baru terbentuk pertama kalinya di

sebuah negara ketika kekuatan dan

superioritas, serta kepentingan mereka

dalam berbagai aspek kedaulatan dan di

dalam tata administrasi yang efisien telah

tegak dengan kokohnya. Orang pertama

yang menciptakan diwan di negara Islam

adalah Umar bin Khatab. Dikatakan bahawa

sebabnya adalah kedatangan Abu Hurairah

dari al-Bahrayn membawa uang. Dan uang

yang dibawa tersebut sangat banyak,

sehingga mereka susah untuk membagi-

bagikannya. Mereka mencoba menghitung

uang itu dan memikirkan bagaimana uang

itu dibayarkan untuk upah dan tuntutan-

tuntutan. Dalam peristiwa tersebut, Khalid

bin Walid mengemukakan pendapat supaya

dipergunakan diwan sebagaimana yang

telah diterapkan oleh raja-raja Syria pada

saat itu (Ibn Khaldun 300).

Dan kemudian seiring berjalannya

waktu, diwan ini pun berubah nama, dan

juga kegunaan dan fungsinyapun semakin

luas dan mempunyai peranan dan manfaat

yang sangat besar bagi sebuah negara

sampai sekarang ini.

Pemikiran Ibn Khaldun Tentang Konsep Pajak

Pemerintahan Islam bukanlah sebuah

pemerintahan yang tidak hanya

memberikan pelayanan kepada masyarakat,

akan tetapi juga pemerintahan yang harus

memainkan peranan yang efektif dan juga

sesuai dengan karakteristik yang ada di

dalam masyarakat Islam, yaitu dengan

adanya konsepsi moral dan spiritual. Atas

dasar itulah Islam sangat memandang

pentingnya peranan yang harus dijalankan

oleh negara, termasuk pengaturan tentang

keuangan publik yang ada di dalam negara

tersebut. Hal ini sebagaimana yang

diungkapkan oleh Ibn Khaldun bahwa

pentingnya menyatukan tujuan antara

pemerintah dan masyarakatnya dari segala

aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi

sebagai sarana penunjang utama dalam

meningkatkan pembangunan sebuah

negara. Dan lebih lanjut dikatakan juga

bahwasanya pajak adalah bagian dari

konsep keuangan publik yang telah

diterapkan oleh sebuah negara dari dulu

sampai sekarang ini (Ibn Khaldun: 47).

Dalam kitab Muqaddimah, Ibn

Khaldun telah menjelaskan konsepnya

tentang pajak sebagaimana yang telah

dibahas pada bab sebelumnya. Yang mana

menurut Ibn Khaldun, pajak pada dasarnya

merupakan sumber utama dari pemasukan

negara di dalam era modern sekarang ini.

Karena itulah baginya pajak harus dikelola

agar dapat memberikan hasil positif yang

maksimal. Ibn Khaldun juga menyatakan

bahwa lembaga perpajakan merupakan

lembaga yang sangat penting bagi negara.

Apabila pemerintah semakin besar nilai

belanjanya, atau semakin banyak

menggunakan anggaran yang dimilikinya

untuk kepentingan pembangunan, maka

dampaknya akan semakin baik bagi

perekonomian negara tersebut. Dengan

adanya anggaran yang cukup untuk

dipergunakan oleh negara, maka negara

dapat melakukan berbagai hal yang sangat

dibutuhkan oleh rakyatnya, termasuk untuk

menjamin stabilitas hukum, ekonomi dan

politik yang ada di negara tersebut (Euis

Amalia: 195).

Dari rangkaian pemikiran Ibn

Khaldun dalam konsep keuangan publik

dan perpajakan yang disampaikan dalam

karya besarnya tersebut, secara tersirat

beliau ingin menyatakan bahwa sangat

perlu adanya keterlibatan dari pihak

pemerintah dalam masalah pengaturan

kegiatan perekonomian ini. Hal ini dalam

Page 8: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 8

dunia ekonomi modern sekarang kemudian

dikenal dengan konsep kebijakan fiskal.

Adanya peranan pemerintah dalam bidang

ekonomi diakui memang seringkali menjadi

permasalahan dan juga pembahasan yang

sering dibahas dalam berbagai pemikiran

ekonomi. Dalam dunia ekonomi modern,

setelah masa para pemikir ekonomi dari

golongan Islam di dunia barat juga lahir

berbagai konsep ekonomi, diantaranya yang

pertama kali dikenal adalah konsep

ekonomi klasik yang biasa dikenal dengan

prinsip laissez-faire laissez-passe.

Dalam konsep yang dipelopori oleh

Adam Smith ini ditekankan bahwa dalam

kegiatan perekonomian seyogyanya

diusahakan adanya keterlibatan pemerintah

yang seminimal mungkin. Konsep ini pada

intinya ingin menekankan bahwa kegiatan

ekonomi akan berjalan dengan lebih baik

bila keterlibatan pemerintah dapat

dikurangi. Selama kurang lebih 200 tahun

lamanya, pemikiran ini banyak

mendominasi pemikiran para ekonom

dunia lainnya. Akan tetapi setelah masa

depresi besar yang melanda Amerika

Serikat pada tahun 1930-an, ada lagi

pemikiran ekonomi yang menekankan pada

pentingnya peranan pemerintah dalam

perekonomian. Paling tidak dengan adanya

peranan pemerintah, maka kerusakan

dalam perekonomian yang diakibatkan oleh

konsep pasar bebas dapat diatasi, meskipun

tidak akan bisa sempurna sama sekali. Akan

tetapi, paling tidak dampak buruk dari

kegagalan konsep ekonomi pasar bebas

yang selalu diagung-agungkan oleh para

penganut konsep klasik dalam

perekonomian dapat diatasi secara

sebagian. Landasan dari prinsip ini adalah

kebijakan fiskal yang berintikan pada

kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah

dalam bidang keuangan publik dan juga

pada sektor perpajakan. Disadari atau tidak

bahwa konsep ini merupakan pemikiran

dari Ibn Khaldun dalam bidang

perekonomian.

Ibn Khaldun percaya bahwa

pemerintah memainkan peran penting

dalam pertumbuhan ekonomi. Sementara

pengenaan pajak dapat mengurangi

produksi. Karena pemerintah merupakan

pasar yang besar bagi barang dan jasa,

maka pengurangan belanja pemerintah

bukan saja mengakibatkan melambatnya

aktivitas usaha dan penurunan laba namun

juga penurunan pendapatan pajak. Makin

banyak belanja pemerintah, maka makin

baik dampaknya bagi ekonomi.

Pembelanjaan pemerintah diperlukan

untuk kepentingan rakyat, menjaga

ketertiban, menegakkan aturan, dan

menstabilkan politik. Tanpa keteraturan

dan stabilitas politik, produsen tidak

terdorong untuk berproduksi (Umer

Chapra: 22).

Dalam sebuah negara, bila beban

pajak dan kewajiban pajak kepada rakyat

adalah kecil, maka mereka bersemangat dan

juga senang untuk bekerja. Hal ini

mengakibatkan banyak usaha yang dapat

berkembang. Ini sesuai dengan konsep yang

dikenal dalam ilmu ekonomi sekarang ini,

yaitu ”pajak yang rendah dapat menjadi

stimulus untuk kegiatan ekonomi”. Hal

yang sebaliknya akan terjadi bila pajak yang

dibebankan kepada masyarakat jumlahnya

besar dan banyak sekali. Hal ini akan

mengakibatkan kegiatan ekonomi menjadi

rendah. Kegiatan ekonomi yang rendah ini

akan berdampak pada kegiatan

perekonomian bagi negara itu sendiri. Ibn

Khaldun juga menjelaskan bahwa faktor

terpenting dalam membuat kemajuan usaha

adalah meringankan sedapat mungkin

beban pajak. Sehingga dapat mendorong

pengusaha bekerja lebih keras. Bila beban

pajak lebih ringan, orang akan

mendapatkan dorongan untuk lebih aktif

dalam bekerja. Dunia usaha akan

berkembang, akibatnya pendapatan pajak

juga akan naik karena lebih banyak orang

yang memiliki kemampuan membayar

Page 9: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 9

pajak. Dan hal tersebut dipertegas oleh Ibn

Khaldun:

Seandainya manusia mengetahui bahwa pendorong paling kuat bagi aktivitas kultural adalah mengadakan pengurangan sebisa mungkin atas jumlah kewajiban yang dipungut dari orang-orang yang ikut memberi andil dalam usaha kultural. Dengan demikian, secara psikologis orang-orang tersebut akan benar-benar memberikan andilnya dalam usaha tersebut, karena mereka yakin akan banyaknya manfaat di dalamnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Allah SWT bahwa “ditanganNyalah kekuasaan segala sesuatu”.

Ibn Khaldun dalam kitab

Muqaddimahnya juga menjelaskan bahwa

ketika negara terus dengan kekuasaannya,

dan para raja (presiden) berganti berkuasa,

mereka menjadi berpengalaman dalam hal-

hal duniawi. Sifat badawah, kesahajaan,

dan sifat-sifat badawi yang berupa sikap

tidak berlebihan dan tahan diri, lenyap

seluruhnya. Kedaulatan dengan tirani dan

budayanya yang mendorong pada

sofistifikasi, muncul semuanya. Rakyat

negara lalu akan mengambil sifat-sifat yang

berkaitan dengan kepintaran. Kebiasaan

dan kebutuhan mereka semakin beragam,

karena mereka (para aparat negara) sudah

tenggelam dalam kenikmatan dan

kemewahan. Akibatnya, kewajiban dan

pembebanan pajak atas rakyat meningkat.

Pajak yang berat kemudian menjadi sebuah

keharusan dan tradisi, sebab peningkatan

itu terjadi secara gradual sedikit demi

sedikit, dan tidak seorangpun secara khusus

mengetahui siapa yang meningkatkan

jumlah pajak tersebut. Dan hal ini seakan-

akan merupakan sebuah tradisi yang harus

ada.

Pembebanan pajak yang jauh

meningkat melampaui kewajaran,

mengakibatkan kepentingan rakyat dalam

usaha-usaha kultural akan lenyap dengan

sendirinya. Hal ini dikarenakan apabila

mereka membandingkan antara

pengeluaran dan pajak dengan pendapatan

mereka, serta melihat keuntungan kecil

yang mereka dapatkan, mereka kehilangan

semua harapan. Oleh karena itu sebagian

mereka tidak mau turut serta dalam seluruh

kegiatan kultural. Akibatnya pendapatan

pajak total hilang lenyap, bersama

menurunnya pembebanan individu.

Kadang-kadang setelah pengurangan itu

diketahui, jumlah kewajiban individu

mereka tambah lagi. Hal ini mereka

nyatakan sebagai kompensasi bagi

pengurangan itu. Hingga akhirnya, semua

kewajiban dan pembebanan sampai pada

puncaknya, dimana tak ada lagi ada

manfaat dan faedah dibelakangnya. Dan

pada saat itu, pengeluaran biaya untuk

aktifitas kultural sudah besar, pajak juga

semakin besar, serta keuntungan yang

diharapkan tidak terwujud. Jumlah pajak

masih terus berkurang, dan kadar

pembebanan dan kewajiban individu

bertambah, akibat dari keyakinan para

pemimpin bahwa dengan cara demikian

jumlah pemasukan akan tergantikan. Dan

akhirnya peradaban, ‘umran, hancur atas

lenyapnya perangsang untuk melakukan

aktifitas ekonomi. Demikian juga negara

akan menderita sebagai imbas atas situasi

yang terjadi.

Dalam bukunya yang terkenal tentang

Ibn Khaldun, Jean David C Boulakia

mengungkapkan bahwa uang yang

dibelanjakan oleh pemerintah pada

dasarnya berasal dari penduduk dan

didapatkan melalui pajak. Belanja yang

dilakukan oleh pihak negara (pemerintah)

akan dapat meningkat bila pemerintah

meningkatkan jumlah pajak yang harus

dibayar, dengan akibat bila hal itu

dilakukan akan terjadi tekanan fiskal yang

demikian tinggi kepada masyarakat. Pada

akhirnya, bila beban pajak demikian besar

kepada masyarakat, maka kegiatan

perekonomian lambat laun akan mengalami

stagnasi, dan masyarakat akan malas untuk

Page 10: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 10

membuka kegiatan usaha yang produktif

(Jean David C Boulakia:1105).

Apa yang disampaikan oleh Ibn

Khaldun sebagaimana yang dikutip dalam

bukunya David Boulakia ini, saat ini bisa

disebut dengan siklus fiskal. Dampak dari

siklus fiskal akan terlihat di dalam dunia

ekonomi makro. Artinya sumber belanja

(pendapatan) yang diperoleh oleh sebuah

negara salah satunya dari pajak tersebut

harus memperhatikan keadaan

perekonomian masyarakatnya. Pemerintah

tidak boleh sewenang-wenang menaikkan

jumlah pajak terhadap masyarakatnya.

Karena dengan banyaknya pembebanan

pajak terhadap masyarakat tidak hanya

akan berdampak negatif bagi

masyarakatnya dengan matinya produksi

dari masyarakat, namun juga akan

berdampak kepada pemerintahannya yaitu

kergian terhadap negara dalam hal

pemasukan khas negara akan berkurang.

Pada tahun 1978 Jude Wanniski

memperkenalkan istilah laffer curve yang

merupakan teori dari Arthur B. Laffer, yang

menyatakan bahwa pendapatan pajak akan

mencapai titik maksimum bila tarif yang

dikenakan dibawah 100 persen. Bila tarif

pajak sama dengan nol, maka tidak ada

pendapatan pajak yang diterima oleh

pemerintah. Tetapi apabila tarif pajak 100

persen, maka pendapatan pajak juga akan

nihil karena tidak ada masyarakat yang mau

bekerja kemudian pendapatannya semua

untuk membayar pajak. Dengan demikian

masyarakat mau bekerja pada tarif 0 hingga

100 persen. Laffer sendiri menyatakan

bahwa kurfa Laffer bukan ditemukan

olehnya sendiri. Namun ia mengutip

pemikiran dari Ibn Khaldun dan John

Maynard Keynes (Arthur B. Laffer, 2004).

Ibn khaldun juga menganalisis

pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap perekonomian. Dikatakannya,

pengurangan pengeluaran pemerintah

dapat menurunkan pendapatan pajak, yang

berakibat pada berkurangnya belanja

pemerintah. Karena pemerintah

merupakan pasar terbesar, pengurangan

belanja pemerintah dapat menyebabkan

menurunnya penjualan yang dilakukan oleh

dunia usaha sehingga labanya berkurang.

Akibat berikutnya adalah berkurangnya

penerimaan pajak. Ini sejalan dengan

pandangan Keynes pada awal tahun 1930an

yang merekomendasikan agar

perekonomian tidak diserahkan begitu saja

pada mekanisme pasar, sehingga pada batas

tertentu peran pemerintah tetap diperlukan

(Deliarnov, 1995: 151).

Pemerintah merupakan pasar yang

paling besar bagi dunia dan kemajuan

peradaban. Oleh sebab itu, apabila

pimpinan sebuah negara menahan dan

menyimpan uang yang dikumpulkan dari

pajak, dan mereka tidak mempunyai uang

untuk dibelanjakan, maka jumlah uang

yang ada di tangan para pemimpin-

pemimpin pemerintah tersebut dan para

pegawainya akan berkurang. Hal ini

dikarenakan mereka harus mengeluarkan

gaji para aparatur negaranya. Dan hal

tersebut akan berdampak kepada

perekonomian masyarakat yang ada di

bawah yang menjalankan perekonomian.

Pemasukan pemerintah dari pajak yang

dipungut dari para pedagang juga akan

berkurang. Dan negara akan menderita

dikarenakan kurangnya pendapatan dari

pajak.

Namun peran pemerintah tersebut

tentunya harus dijalankan dengan sangat

hati-hati. Sebab hal ini akan memunculkan

2 (dua) hal dampak akibat. Yang mana

dampak akibat ini bisa saja berupa hal yang

positif, dan bisa juga berupa hal yang

negatif, sebagaimana yang ada dalam

pemikiran Ibn Khaldun dan dituangkan

dalam bukunya, Muqaddimah dikatakan

bahwa ” kegiatan perdagangan yang

dilakukan oleh raja berbahaya bagi rakyat

dan akan dapat merusak pendapatan

dalam bidang perpajakan ”.

Page 11: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 11

Dalam bagian ini Ibn Khaldun

menyatakan bahwa negara dapat

mengalami kesulitan dalam bidang

keuangan karena adanya kebiasaan hidup

mewah yang dilakukan di dalam negara

tersebut, serta adanya budaya korupsi yang

ada di negara tersebut. Akan tetapi, ada satu

hal yang lebih berbahaya bagi

perkembangan negara, yaitu bila raja juga

melakukan kegiatan perdagangan dengan

tujuan dan dalih untuk meningkatkan

pendapatan dari dirinya. Ini dapat terjadi

karena raja merasakan bahwa hal itu

merupakan hal yang dapat memperkaya

dan memakmurkan rakyatnya. Bila bisa

dilakukan oleh rakyatnya, maka mengapa

tidak bisa dilakukan untuk dirinya juga,

demikian yang ingin disampaikan oleh Ibn

Khaldun dalam bukunya tersebut. Artinya

keinginan dan hasrat dari pimpinan seperti

ini menurut Ibn Khaldun hanya akan

membahayakan perekonomian

pemerintahan yang dipimpinnya.

Dalam konteks negara modern Ibn

Khaldun dapat melihat hal ini sebagai

kesalahan yang besar, dan mendatangkan

kerugian tidak hanya bagi rakyat, akan

tetapi juga bagi negara tersebut, yaitu

diantaranya adalah bagi para pengusaha

pada masa itu, yaitu para petani dan

pedagang saat itu sudah mendapatkan

kesukaran untuk dapat membeli ternak

serta berbagai barang dagangan, karena

rata-rata pada masa tersebut rakyat

memiliki jumlah kekayaan yang sama, atau

bahkan hampir sama. Hal itu menyebabkan

diantara mereka menjadi sulit untuk

berkompetisi. Akan tetapi, akan menjadi

lebih sulit bagi mereka untuk berkompetisi

bila raja juga menjadi pemain dalam

komoditi yang sama dengan yang mereka

usahakan. Dengan kata lain, Ibn Khaldun

ingin menyatakan bahwa bila penguasa

sudah mulai ikut berbisnis yang sama

dengan yang dilakukan oleh rakyatnya,

maka rakyat dalam menjalankan usahanya

mulai menjadi tidak tenang, dan banyak

dihinggapi oleh perasaan khawatir karena

bersaing dengan kepala negara mereka.

Kekhawatiran ini dikarenakan bahwa

kepala negara dapat melakukan bisnisnya

dengan secara paksa melalui proses

monopoli (trading by monopoly sistem).

Dalam konteks negara modern saat

ini, apa yang dikatakan oleh Ibn Khaldun

banyak menjadi kenyataan. Yang

dikhawatirkan sebagai akibat kejadian ini

adalah para pengusaha, dimana dalam buku

Muqaddimah karyanya disebutkan akan

menjadi apatis dalam melaksanakan

kegiatan perdagangan mereka. Sebagai

akibat sikap apatis yang mereka lakukan,

kegiatan perekonomian di dalam negara

tersebut menjadi melemah, berkurang dan

dampaknya akan mengakibatkan

penurunan bagi sektor perpajakan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn

Khaldun bahwa sebagian besar pendapatan

pajak datang dari para petani dan pedagang.

Bila para petani berhenti bekerja, dan para

pedagang tidak lagi berdagang, maka

pendapatan pajak akan hilang sama sekali,

atau akan mengalami kemerosotan yang

menakutkan.

Inilah kesalahan yang sering

dilakukan oleh sebuah negara.

Pemerintahan kurang memperhatikan

keadaan masyarakat kelas menengah ke

bawah. Seperti kelompok petani dan

pedagang. Khusus untuk kelompok petani

sering dirugikan dengan sistem pajak tanah,

penghasilan dan pajak surat izin lainnya.

Sehingga kemiskinan dan kemakmuran

masyarakat yang bekerja sebagai petani

terabaikan dan bahkan tertindas oleh

kebijakan pajak pemerintahannya. Dan

begitu juga kelompok para pedagang.

Masyarakat pedagang sangat banyak

dirugikan dengan pembebanan pajak yang

begitu banyak. Mulai dari pajak

penerangan, pajak pendapatan, pajak

tempat usaha, dan lain sebagainya. Dan

tentunya pembebanan pajak yang begitu

banyak ini mendorong para pedagang untuk

Page 12: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 12

menaikkan harga penjualan barangnya.

Dan tak jarang diantara mereka banyak

yang berbohong supaya mendapatkan

keuntungan. Nah inilah dampak yang akan

terjadi di lingkungan masyarakat kita akibat

sistem pajak yang tidak berpihak pada

masyarakatnya.

Menurut Ibn Khaldun, seorang kepala

negara seharusnya bisa membandingkan

dan melihat tentang hal ini dengan lebih

jelas, bahwa keuntungan yang diperolehnya

dari praktik monopoli perdagangan yang

dilakukannya tidak akan sebanding dengan

penurunan dari nilai pajak untuk negara

yang diperolehnya. Apabila raja

membandingkan pendapatan pajak yang

diperoleh dengan keuntungan yang sedikit

ini, dia akan tahu bahwa keuntungan yang

diperolehnya dari perdagangan dan

pertanian amat kecil bila dibandingkan

dengan pendapatan pajak. Meskipun dia

beruntung dalam berdagang, sebenarnya

dia kehilangan sejumlah besar pendapatan

pajak, sejauh hubungannya dengan jual

beli.

Dalam hal ini, Ibn Khaldun ingin

menyampaikan bahwa seorang pimpinan

sebuah negara, harus benar-benar

memperhatikan situasi yang ada dalam

masyarakat yang dipimpinnya. Dimana

perdagangan dan pertanian sebenarnya

adalah ruh dari pemasukkan kas sebuah

negara. Artinya keuntungan sebuah negara

tidak boleh hanya dilihat dari besarnya dan

banyaknya pajak yang bisa dipungut.

Namun sebenarnya kemakmuran dan

keadilan terhadap masyarakatlah yang akan

memperbesar pemasukkan kas sebuah

negara. Apabila masyarakat merasa aman

dan sejahtera dalam menjalankan bisnis

dan pertaniannya, maka mereka akan turut

andil dalam berkontribusi menambah

pemasukan kas negaranya. Dan sebaliknya,

apabila mereka tidak aman dan sejahtera,

maka mereka akan enggan untuk

berkontribusi dalam pemasukkan kas

negara. Atau mungkin juga mereka dipaksa,

namun mereka akan kucing-kucingan

dengan aparat pemerintah yang bertugas

mengumpulkan pajak.

Selain itu, dalam bukunya Ibn

Khaldun juga menyampaikan pemikiran

yang penting mengenai kapan seharusnya

seorang pemimpin negara juga merasakan

kemakmuran seiring dengan berhasilnya

pembangunan yang dilakukan di negaranya.

Seorang pemimpin negara selayaknya juga

baru merasakan kemakmuran seiring

dengan semakin majunya usia sebuah

negara. Ini akan terjadi seiring dengan

semakin berdaulatnya negara tersebut.

Dengan kata lain, Ibn Khaldun menyatakan

bahwa mustahil seorang pemimpin negara

akan langsung mendapatkan kemakmuran

bila negara yang dipimpinnya benar-benat

dari bawah dan masih harus membangun.

Hanya praktik korupsi dan ketidak jujuran

dalam siklus keuangan publik yang dapat

menyebabkan hal itu terjadi.

Dalam hal konsep pajak yang

ditawarkan oleh Ibn Khaldun dalam kitab

Muqaddimahnya sudah dibahas

sebelumnya. Yang mana konsep ini pada

dasarnya adalah bagian dari pembahasan

konsep keuangan publik. Konsep ini tidak

hanya berhubungan dengan persoalan

ekonomi makro saja, namun juga berbicara

dalam lingkup perekonomian makro. Pajak

yang merupakan salah satu dari konsep

keuangan publik, merupakan suatu hal yang

sangat fenomenal. Bahkan dengan bahasa

yang lebih ekstrimnya dikatakan bahwa dari

awal berdirinya sebuah negara, pajak

merupakan sumber pendapatan utama

untuk meningkatkan sistem pembangunan

di segala bidang pemerintahan. Artinya

secara tidak langsung peran keterlibatan

pemerintah dalam persoalan pajak sangat

erat sekali.

Menurut Ibn Khaldun, pajak yang

dipungat oleh pemerintah seharusnya tidak

boleh terlalu tinggi, dan juga tidak boleh

terlalu banyak dalam satu objek meskipun

biayanya rendah. Sebab pajak yang tinggi

Page 13: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 13

ataupun pajak yang banyak untuk satu

objek meskipun rendah akan berdampak

negatif terhadap sistem perekonomian yang

ada di sebuah negara. Artinya akan merusak

tatanan keuangan publik yang dibangun

atas dasar untuk bagaimana pemerintah

bisa menjalankan sistem

kepemerintahannya tanpa ada kendala

ekonomi dan masyarakat bisa merasakan

kemakmuran dalam menajalankan

kehidupan. Masyarakat akan malas untuk

berproduksi karena banyaknya pajak yang

harus mereka keluarkan. Apabila

masyarakat malas untu berproduksi, maka

akan terjadi gejolak pasar. Harga tidak akan

stabil akibat kelangkaan barang,

masyarakat para konsumen akan ketakutan

dengan melambungnya harga barang, dan

pada akhirnya pemerintah akan kewalahan

dengan persoalan yang ada hanya karena

persoalan pajak yang tinggi ataupun yang

banyak yang diterapkan oleh mereka.

Persoalan ini sesuai dengan teori asas daya

beli, yaitu Dasar keadilan terletak pada

akibat pemungutan pajak. Maksudnya

memungut pajak berarti menarik daya beli

dari rumah tangga masyarakat untuk rumah

tangga negara. Selanjutnya negara akan

menyalurkannya kembali ke masyarakat

dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan

masyarakat. Dengan demikian kepentingan

masyarakat lebih diutamakan (Mardiasmo :

4).

Persoalan keadilan dalam pajak ini

benar-benar sangat penting. Keadilan

merupakan pengakuan dan perlakuan yang

seimbang antara hak dan kewajiban. Seperti

ketika masyarakat memberikan kewajiban

mereka untuk membayarkan pajak, maka

sudah sewajarnya pula mereka

mendapatkan hak dari pemerintah apa yang

mereka tunaikan. Berdasarkan keasadaran

etis, manusia dituntut untuk tidak hanya

menuntut hak dan melupakan

kewajibannya. Jika manusia hanya

menuntut hak dan melupakan

kewajibannya, maka sikap dan tintakannya

akan cenderung mengarah kepada

pemerasan dan memperbudak orang lain.

Sebaliknya, jika manusia hanya

menjalankan kewajibannya dan lupa akan

haknya, maka akan mudah diperas dan

diperbudak oleh orang lain (Akhmad

Mujahidin, 2014: 52).

Oleh sebab itu, pemerintah harus

memberikan jaminan kepada masyarakat

dalam pesoalan pajak ini. Sesuai dengan

teori asuransi yang berhubungan dengan

persoalan pajak, yaitu negara melindungi

keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak

rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus

membayar pajak yang diibaratkan sebagai

suatu premi asuransi karena memperoleh

jaminan perlindungan tersebut. Dan negara

merupakan faktor penting dalam produksi,

artinya melalui pembelanjaannya yang akan

mampu meningkatkan produksi dan

melalui pajaknya akan dapat melemahkan

produksi. Pemerintah akan membangun

pasar terbesar untuk barang dan jasa yang

merupakan sumber utama bagi semua

pembangunan. Penurunan belanja negara

tidak hanya menyebabkan kegiatan usaha

menjadi sepi dan menurunnya keuntungan,

tetapi juga mengakibatkan penurunan

dalam penerimaan pajak. Semakin besar

belanja pemerintah, semakin baik

perekonomian karena belanja yang tinggi

memungkinkan pemerintah untuk

melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi

penduduk dan menjamin stabilitas hukum,

peraturan, dan politik. Oleh karena itu,

untuk mempercepat pembangunan kota,

pemerintah harus berada dekat dengan

masyarakat dan mensubsidi modal bagi

mereka seperti layaknya air sungai yang

membuat hijau dan mengaliri tanah di

sekitarnya, sementara di kejauhan

segalanya tetap kering. Faktor terpenting

untuk prospek usaha adalah meringankan

seringan mungkin beban pajak bagi

pengusaha untuk menggairahkan kegiatan

bisnis dengan menjamin keuntungan yang

lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea

Page 14: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 14

cukai yang ringan akan membuat rakyat

memiliki dorongan untuk lebih aktif

berusaha sehingga bisnis akan mengalami

kemajuan. Pajak yang rendah akan

membawa kepuasan yang lebih besar bagi

rakyat dan berdampak kepada penerimaan

pajak yang meningkat secara total dari

keseluruhan penghitungan pajak.

Dalam ranah ekonomi, posisi negara

seharusnya bisa memberikan motivasi

kepada individu untuk terus berusaha

dalam lapangan ekonomi, dengan

memberikan batasan dan norma hukum

tentang apa saja yang boleh dan apa saja

yang tidak boleh. Negara tidak

diperkenankan melakukan pembatasan

terhadap usaha-usaha kultural atau swasta

dengan pembebanan pajak atau bea cukai.

Dalam hal ini, kita bisa melihat ril kondisi

yang ada pada kebijakan pajak yang diambil

oleh sebuah negara yang ada sekarang ini.

Inilah yang mereka lakukan terhadap

masyarakat mereka sendiri. Pemerintah

membuat banyak kebijakan dalam

persoalan pembayaran pajak yang harus

dibayarkan oleh masyarakatnya, tanpa

harus mempertimbangkan apakah rakyat

setuju dengan kebijakan itu atau tidak. Dan

sistem-sistem serta kebijakan seperti inilah

penyebab kehancuran sebuah negara

menurut Ibn Khaldun. Dan hal inilah yang

terjadi sekarang ini di banyak negara yang

tidak pernah mempertimbangkan

persetujuan dari masyarakatnya. Banyak

negara yang sibuk berhutang ke negara lain

tanpa tau kapan mampu untuk

membayarnya. Dan parahnya lagi mereka

selalu optimis dengan kegagalan mereka.

Mereka beranggapan hutang mereka pasti

bisa mereka bayar dengan pungutan pajak

yang akan mereka dapatkan. Tapi mereka

lupa, pembebanan-pembebanan pajak yang

tidak memihak masyarakat pada akhirnya

akan terjadi perlawanan pajak oleh

masyarakat itu sendiri.

Kemudian, dengan berlalunya waktu,

kebutuhan-kebutuhan negara akan

meningkat dan nilai pajak naik untuk

meningkatkan hasil. Apabila kenaikan ini

berlangsung perlahan-lahan rakyat akan

terbiasa, namun pada akhirnya ada akibat

kurang baik terhadap insentif sehingga

aktivitas usaha mengalami kelesuhan dan

penurunan, demikian pula terhadap hasil

perpajakannya. Perekonomian yang

makmur di awal suatu pemerintahan

menghasilkan penerimaan pajak yang lebih

tinggi dari tarif pajak yang lebih rendah,

sementara perekonomian yang mengalami

depresi akan menghasilkan penerimaan

pajak yang lebih rendah dengan tarif yang

lebih tinggi. Alasan terjadinya hal tersebut

adalah rakyat yang mendapatkan perlakuan

tidak adil dalam kemakmuran mereka akan

mengurangi keinginan mereka untuk

menghasilkan dan memperoleh

kemakmuran. Apabila keinginan itu hilang,

maka mereka akan berhenti bekerja karena

semakin besar pembebanan maka akan

semakin besar efek terhadap usaha mereka

dalam berproduksi. Akhirnya, jika rakyat

enggan menghasilkan dan bekerja, maka

pasar akan mati dan kondisi rakyat akan

semakin memburuk serta penerimaan pajak

juga akan menurun.

Dan lebih lanjut, banyak persoalan

yang muncul dalam persoalan pajak ini,

yang sangat mengganggu kestabilan

keuangan publik, maka Ibn khaldun

penawarkan konsep keadilan pajak.

Dimana dalam konsep ini Ibn Khaldun

membatasi agar peran pemerintah tidak

terlalu jauh dalam persoalan pasar.

Termasuk di dalamnya persoalan

perpajakan. Pemungutan pajak harus

berdasarkan keadilan. Pajak yang adil

sangat berpengaruh terhadap kemakmuran

suatu negara. Kemakmuran cenderung

bersirkulasi antara rakyat dan pemerintah,

dari pemerintah ke rakyat, dan dari rakyat

ke pemerintah, sehingga pemerintah tidak

dapat menjauhkan belanja negara dari

rakyat karena akan mengakibatkan rakyat

menjauh dari pemerintah. Tidaklah sama

Page 15: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 15

kewajiban pajak antara satu perorangan

dengan yang lainnya, apabila berbeda

ruang, waktu, dan tempat.

Kesimpulan

Ibn Khaldun merupakan salah satu

diantara banyak pemikir Islam yang telah

memperkaya khazanah keilmuan dalam

bidang ekonomi. Meski Ibn khaldun hidup

setelah masa the great gap, namun

pemikirannya merupakan hasil kristalisasi

dari para memikir muslim sebelumnya. Ibn

Khaldun hidup pada masa kemunduran

Islam. perhatiannya pada maju mundurnya

peradaban bangsa-bangsa menghasilkan

pemikiran yang banyak dikaji oleh para

pemikir di era sekarang ini. Ia adalah

seorang pengamat yang cermat mengenai

fenomena-fenomena berbagai macam

bidang keilmuan khususnya bidang

ekonomi yang banyak berbicara tentang

konsep keuangan publik, salah satunya

adalah persoalan pajak.

Sebelum Ibn Khaldun, kajian-kajian

ekonomi di dunia Barat masih bersifat

normatif, adakalanya dikaji dari perspektif

hukum, moral dan adapula dari perspektif

filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh

para imuwan Barat, seperti ilmuwan Yunani

dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah,

karena pemikir zaman pertengahan

tersebut memasukkan kajian ekonomi

dalam kajian moral dan hukum. Sedangkan

Ibn Khaldun mengkaji problem ekonomi

masyarakat dan negara secara empiris. Ia

menjelaskan fenomena ekonomi secara

aktual. Muhammad Nejatullah Ash-

Shiddiqy, menuliskan poin-poin penting

dari materi kajian Ibn Khaldun tentang

ekonomi.

Paparan di atas menunjukkan bahwa

tak disangsikan lagi Ibn Khaldun adalah

Bapak ekonomi yang sesungguhnya. Dia

bukan hanya Bapak ekonomi Islam, tapi

bapak ekonomi dunia. Dengan demikian,

sesungguhnya beliaulah yang lebih layak

disebut Bapak ekonomi dibanding Adam

Smith yang diklaim Barat sebagai Bapak

ekonomi melalui buku The Wealth of

Nation. Karena itu sejarah ekonomi perlu

diluruskan kembali agar ummat Islam tidak

sesat dalam memahami sejarah intelektual

ummat Islam. Tulisan ini tidak bisa

menguraikan pemikiran Ibn Khaldun

secarfa detail, karena ruang yang terbatas

dan lagi pula pemikirannya terlalu ilmiah

dan teknis jika dipaparkan di sini. Teori

ekonomi Ibn Khaldun secara detail lebih

cocok jika dimuat dalam journal atau buku.

Dalam kitab muqaddimah nya, Ibn

Khaldun juga membahas persoalan pajak

sebagai konsep keuangan publik dan

pemasukan kas negara guna menjalankan

roda pemerintahannya. Dalam kitab ini Ibn

Khaldun mencurahkan pemikirannya.

Dimana Ibn Khaldun berpendapat bahwa

dalam pemungutan pajak, pemerintah

harus mengedepankan nilai-nilai keadilan.

Yang mana apabila nilai-nilai keadilan ini

bisa diterapkan dalam memungut pajak

terhadap masyarakatnya, maka pemerintah

dan masyarakatnya akan diuntungkan.

Namun sebaliknya, apabila nilai keadilan

tidak ditegakkan dalam memungut pajak,

maka yang dirugikan bukan hanya

masyarakat, namun juga pemerintahannya.

Masyarakat akan malas untuk berproduksi

karena beban pajak yang tinggi. Dan ketika

roda produksi tidak dijalankan, maka pasar

akan bermasalah, masyarakat akan

kebingungan, harga akan kacau, dan

akhirnya masyarakat menderita, dan pajak

tidak lagi bisa diambil oleh pemerintah.

Page 16: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 16

Daftar Pustaka

Ali, Mukti, Ibnu Khaldun dan Asal Usul

Sosiologi, Yayasan Nida,

Yogyakarta, 1970.

At-Tanji, Tawit, Muhammad Ibn,

Autobiography Ibnu Khaldun, yang

dikutip dalam bukunya At Ta‟rif bi

Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu

Gharban wa Sharqan. Cairo, 1951.

Bouthoul, Gaston, Teori-Teori Filsafat

Sosial Ibnu Khaldun, Titian Ilahi

Press, Yogyakarta, 1998.

Brotodihardjo, R. Santoso, Pengantar Ilmu

Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung,

1982.

Chapra, M Umar, Islam and The Economic

Challenge, The Islamic Foundation

and The International Institute of

Islamic Though, USA, 1416H/1995

M, Edisi terj. Oleh Ikhwan Abidin

Basri, Islam dan Tantangan

Ekonomi, Gema Insani Press &

Tazkia Institute, Jakarta, 2000.

Devas, dkk, Keuangan Pemerintahan

Daerah di Indonesia, UI Press,

Jakarta, 1989.

Fuad, Baali dan Wardi, Ali, Ibnu Khaldun

dan Pola Pemikirannya, Alih

Bahasa Ahmadie Thata, Pustaka

Firdaus, Jakarta, 1989.

Gazalba, Sidi, Islam dan Perubahan

Sosiobudaya. Pustaka Alhusna,

Jakarta, 1983.

Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Judisseno, Rimsky, Pajak dan Strategi

Bisnis, Gramedia, Jakarta, 1997.

Karim, Adiwarman Aswar, Ekonomi Islam

suatu Kajian Kontemporer, Gema

Insani Press, Jakarta, 2004.

Khaldun, Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldun,

Terj. Ahmadie Thaha, Pustaka

Firdaus, Jakarta, 2000.

Kudairi, Zainab, Filsafat Sejarah Ibnu

Khaldun, Pustaka, Bandung, 1987.

Mardiasmo, Perpajakan, Andi Offset,

Yogyakarta, 1987.

Munawir, H.s., Pengantar Ilmu Pajak,

Eresco, Bandung, 2000.

Mujahidin, Akhmad, Wewenang Hisbah

Dalam Transaksi Perdagangan,

Pekanbaru, Suska Press, 2007.

Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan,

Granit Jakarta, 2005.

Raliby, Osman, Ibnu Khaldun Tentang

Masyarakat Dan Negara, Bulan

Bintang, Jakarta, 1965.

Safi’i, Ahmad, Ma’arif, Ibnu Khaldun

Dalam Pandangan Penulis Barat

Dan Timur, Gema Issani Press,

Jakarta, 1996.

Sari, Diana, Konsep Dasar Perpajakan, PT.

Refika Aditama, Bandung, 2013.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara,

UI Press, Jakarta, 1993.

Soemitro, Rochmat, Pengantar Singkat

Hukum Pajak, Refika Aditama, Cet.

II, 1988.

Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan

Masyarakat, cet. I, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2006.

Suharto, Toto, Epistemologi Sejarah Kritis

Ibnu Khaldun, Fajar Pustaka Baru,

Yogyakarta, 2003.

Suandi,Erly, Hukum Pajak, Salemba

Empat, Jakarta, 2000.

Tjokrowinoto, Moeljarto, Pembangunan

Dilema dan Tantangan, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, 2001.

Waluyo, dan Ilyas. B.,Wiraman, Perpajakan

Indonesia, Salemba Empat, Jakarta,

2000.

Wibawa, Samodra, Evaluasi Kebijakan, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1994.

Yustika, Ahmad Erani, Perekonomian

Indonesia: Deskripsi, Preskripsi,

Kebijakan, Bayumedia, Malang,

2003.

Page 17: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 17

Zainuddin, A. Rahman, Kekuasaan dan

Negara Pemikiran Politik Ibn

Khaldun, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 1992.

Page 18: PAJAK SEBAGAI SALAH SATU KONSEP KEUANGAN ... Indonesia sendiri, pada masa lampau pajak digunakan sebagai alat untuk memberikan macam-macam insentif kepada wajib pajak untuk mencapai

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 18