Upload
fefioktavia
View
275
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
word
Citation preview
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
A. ANATOMI TELINGA
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga
luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran timpani.
Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah
liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua
pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat erat dan
berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan berbagai tonjolan dan
cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan
menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz.
Telinga tengah. Telinga tengah terdiri dari:
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
1. Membran Timpani. Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak
membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya
dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal.
Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt). Membran timpani
mempunyai tiga lapisan yaitu :
1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum3.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars
tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
2. Kavum Timpani. Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.
Atap kavum timpani. Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa
kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang
temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama.
Lantai kavum timpani. Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum
timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum
timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.
Dinding medial. Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam.
Dinding posterior. Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut
aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui
epitimpanum. Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior
dan sinus sigmoid.
Dinding anterior. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri
dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang
tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani
karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus
timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna1. Dinding
anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.
Kavum timpani terdiri dari :
1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).
2. Dua otot: otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulus
stapedius)
3. Saraf korda timpani: Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari
analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga
mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah
sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan
serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.
4. Saraf pleksus timpanikus: Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan
dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis
interna.
3. Prosesus Mastoideus. Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak
mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.
Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :
1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.
2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.
3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar
4. Tuba Eustachius. Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah,
depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba
terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu:
1. M. tensor veli palatini
2. M. elevator veli palatini
3. M. tensor timpani
4. M. salpingofaringeus
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga dalam
terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya yang kompleks.
Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan hanya mengalami pembesaran
seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin
tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam
pars petrosa os temporalis ( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin
tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea. Vestibulum merupakan bagian
yang membesar dari labirin tulang dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm.
Dinding medial menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding
medial terdapat dua cekungan yaitu spherical recessuntuk sakulus dan eliptical recess untuk
utrikulus. Di bawah eliptical recess terdapat lubang kecil akuaduktus vestibularis yang
menyalurkan duktus endolimfatikus ke fossa kranii posterior diluar duramater. Di belakang
spherical recess terdapat alur yang disebut vestibular crest. Pada ujung bawah alur ini terpisah
untuk mencakup recessus kohlearis yang membawa serabut saraf kohlea kebasis kohlea. Serabut
saraf untuk utrikulus, kanalis semisirkularis superior dan lateral menembus dinding tulang pada
daerah yang berhubungan dengan N. Vestibularis pada fundus meatus akustikus internus. Di
dinding posterior vestibulum mengandung 5 lubang ke kanalis semisirkularis dan dinding
anterior ada lubang berbentuk elips ke skala vestibuli kohlea.
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral
yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Bentuknya seperti dua pertiga lingkaran dengan
panjang yang tidak sama tetapi dengan diameter yang hampir sama sekitar 0,8 mm. Pada salah
satu ujungnya masing-masing kanalis ini melebar disebut ampulla yang berisi epitel sensoris
vestibular dan terbuka ke vestibulum. Ampulla kanalis superior dan lateral letaknya bersebelahan
pada masing-masing ujung anterolateralnya, sedangkan ampulla kanalis posterior terletak
dibawah dekat lantai vestibulum. Ujung kanalis superior dan inferior yang tidak mempunyai
ampulla bertemu dan bersatu membentuk crus communis yang masuk vestibulum pada dinding
posterior bagian tengah. Ujung kanalis lateralis yang tidak memiliki ampulla masuk vestibulum
sedikit dibawah cruss communis. Kanalis lateralis kedua telinga terletak pada bidang yang
hampir sama yaitu bidang miring ke bawah dan belakang dengan sudut 30 derajat terhadap
bidang horizontal bila orang berdiri. Kanalis lainnya letaknya tegak lurus terhadap kanal ini
sehingga kanalis superior sisi telinga kiri letaknya hampir sejajar dengan posterior telinga kanan
demikian pula dengan kanalis posterior telinga kiri sejajar dengan kanalis superior teling kanan.
Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35
mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala timpani dan skala
vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+4 mEq/l dan Na+139 mEq/l. Skala media
berada dibagian tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan
dinding lateral, berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K+144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l.
Skala media mempunyai potensial positif (+ 80 mv) pada saat istirahat dan berkurang secara
perlahan dari basal ke apeks.
Organ corti terletak di membran basilaris yang lebarnya 0.12 mm di bagian basal dan
melebar sampai 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Beberapa komponen penting
pada organ corti adalah sel rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensen’s,
Claudiu’s, membran tektoria dan lamina retikularis. Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang
terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh
pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel
rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000 berperan
dalam merubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.
B. FISIOLOGI PENDENGARAN
Beberapa organ yang berperan penting dalam proses pendengaran adalah membran tektoria,
sterosilia dan membran basilaris. Interaksi ketiga struktur penting tersebut sangat berperan dalam
proses mendengar. Pada bagian apikal sel rambut sangat kaku dan terdapat penahan yang kuat
antara satu bundel dengan bundel lainnya, sehingga bila mendapat stimulus akustik akan terjadi
gerakan yang kaku bersamaan. Pada bagian puncak stereosillia terdapat rantai pengikat yang
menghubungkan stereosilia yang tinggi dengan stereosilia yang lebih rendah, sehingga pada saat
terjadi defleksi gabungan stereosilia akan mendorong gabungan-gabungan yang lain, sehingga
akan menimbulkan regangan pada rantai yang menghubungkan stereosilia tersebut.Keadaan
tersebut akan mengakibatkan terbukanya kanal ion pada membran sel, maka terjadilah
depolarisasi. Gerakan yang berlawanan arah akan mengakibatkan regangan pada rantai tersebut
berkurang dan kanal ion akan menutup. Terdapat perbedaan potensial antara intra sel, perilimfa
dan endolimfa yang menunjang terjadinya proses tersebut. Potensial listrik koklea disebut koklea
mikrofonik, berupa perubahan potensial listrik endolimfa yang berfungsi sebagai pembangkit
pembesaran gelombang energi akustik dan sepenuhnya diproduksi oleh selrambut luar). Pola
pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan amplitudo maksimum
yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran
basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum
pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125kHz) mempunyai
pergeseran maksimum lebih kearah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi
sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah
dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat
meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan
membrane basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear amplifier.
Skema proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh telinga
luar, lalu menggetarkan membran timpani dan diteruskan ketelinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di proyeksikan
pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran.
C. INTENSITAS BUNYI = DESIBEL (dB)
Cakupan tekanan suara yang dapat diterima oleh telinga normal sangat luas sehingga sulit
untuk mengetahui angkanya. Dekat ambang dengar, bunyi mempunyai tekanan sebesar kira-kira
2/10.000 dyne/cm2. Tekanan ini harus dikalikan 10 juta kali untuk dapat menyebabkan rasa
nyeri di telinga. Skala desibel (dB) dipakai agar angka-angka dalam cakupan frekuensi itu dapat
diikuti. Hal ini dilakukan dengan memilih satu titik tertentu pada skala penekanan sebagai dasar,
dan menyatakan titik-titik lain pada skala sebagai rasio dari dasar ini, mengambil angka
logaritma dari rasio ini, kemudian angka logaritma tersebut dikalikan 20 (Bashiruddin, 2002).
Tidak akan ada artinya membicarakan desibel bila titik awalnya tidak ditentukan. Suatu
bunyi dengan tekanan tertentu dapat mempunyai beberapa nilai desibel, tergantung dari tekanan
mana yang dipilih sebagai angka nol untuk titik awal pada skala. Pada prakteknya, ada 3 titik
awal yang sering dipakai pada skala desibel. Pertama yakni 0.0002 dyne/cm , yang dipilih karena
dulu angka ini dianggap sebagai tekanan suara yang sesuai dengan pendengaran yang terbaik
manusia. Titik awal lain adalah ambang rata-rata pendengaran normal. Yang terakhir, 1 dyne/cm2
(1 mikrobar) sering dipakai sebagai tekanan pembanding, terutama untuk kalibrasi mikrofon.
Skala dengan titik awal 0.0002 dyne/cm2disebut skala tingkat tekanan suara (Sound Pressure
Level= SPL). Jadi 60 dB SPL berarti tekanan 60 dB diatas 0.0002 dyne/cm2. Skala berdasarkan
ambang pendengaran rata-rata normal disebut skala tingkat ambangdengar (Hearing Treshold
Level) atau skala ambang dengar (Hearing Level= HL). Jadi 60 dBHL berarti tekanan 60 desibel
diatas ambang tekanan standar pembanding yang sesuai dengan pendengaran normal rata-rata
frekuensi ini.
Perbedaan penting antara kedua skala ini adalah skala SPL berdasarkan suatu titik
awal fisika (0.0002 dyne/cm2), sedangkan skala HL berdasarkan titik awal ukuran psikologik
atau perilaku, yakni pendengaran normal rata-rata.
Tanda desibel pada angka gangguan pendengaran suatu audiometer mengikuti skala
ambang dengar (HL). Titik nol pada angka gangguan frekuensi tertentu adalah sebenarnya,
tingkat suara yang sesuai dengan rata-rata ambang dengar tersebut, seperti yang ditetapkan oleh
American National Standard Institute (ANSI).
D. PENGERTIAN OMSK DAN JENISNYA
Otitis media ialah peradangan sebagian atu selutuh mukosa tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Secara mudah otitis media terbagi atas 2 golongan dan masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis yaitu:
Otitis media supuratif: Otitis media akut (OMA) dan Otitis media supuratif kronik (OMSK)
Otitis media non-supuratif: Otitis media serosa akut (barotraumas = aerotitis) dan Otitis media serosa kronik
Otitis media spesifik: Otitis media tuberkulosa, Otitis media sifilitika, dan Otitis media adhesive
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik mukosa telinga tengah dan
kavum mastoid dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya cairan dari liang
telinga (otore)lebih dari dua bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK dapat dibagi
atas 2 tipe yaitu:
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala
klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Secara klinis penyakit
tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan
infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk
melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.
1.2. Penyakit tidak aktif
` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah
yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti
vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih
sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana
bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe
yaitu : a. Kongenital
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal.
teori itu adalah:
1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini ia
membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk menjadi
nekrotis, terangkat keatas.
2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi (metaplasia teori
menurut Wendt).
4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida ( attic retraction cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir
postero-superior berhubungan dengan kolesteatom
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma
OMSK BENIGNA OMSK MALIGNA
Proses peradangan terbatas pada mukosa Proses peradangan tidak terbatas pada mukosa
Proses peradangan tidak mengenai tulang Proses peradangan mengenai tulang
Perforasi membran timpani tipe sentral Perforasi membran timpani paling sering tipe
marginal dan atik. Kadang-kadang tipe subtotal
(sentral) dengan kolesteatoma.
Jarang terjadi komplikasi yang berbahaya Sering terjadi komplikasi yang berbahaya
Kolesteatoma tidak ada Kolesteatoma ada
E. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi kondisi sosial, ekonomi, suku,
tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan prevalensi
OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data
yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media supuratif
kronik dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yang terbanyak, terutama di negara-negara
berkembang, dengan prevalensi antara 1-46%. Di Indonesia antara 2,10-5,20%, Korea 3,33%
dan Madras India 2,25%. Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan
bangsa Indian di Amerika Utara.
F. ETIOLOGI
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan : Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden OMSK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi : Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas : Pada anak, semakin sering terkena infeksi saluran napas, makin tinggi resiko terkena OMA yang bila penanganannya dan terapinya terlambat dan tidak adekuat dapat berlanjut menjadi OMSK.
6. Autoimun
7. Alergi : Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius : Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK:
· Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.
· Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi.
· Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel.
· Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain:
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.
G. PATOGENESIS
Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dengan perforasi membrane timpani yang sudah terjadi lebih dari 2 bulan. Berdasarkan perubahan mukosa tengah maka terdapat 5 stadium terjadinya Otitis Media Akut (OMA) yang bila berlangsung terus-menerus selama 2 bulan dapat menjadi Otitis Media Supuratif Akut (OMSK).
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba yaitu gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini susah dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (pre-supuratif)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar dilihat.
3. Stadium supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar. Pada stadium ini pasien tampak sangat sakit,, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum tidak berkurang maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub-mukosa. Nekrosis ini pada membrane timpani tampak sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringitomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan pus keluar ke liang telinga luar.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya diberikan antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan pus mengalir keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anaknya yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tertidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal atau atik.
H. GEJALA KLINIS
1. Telinga Berair (Otorrhoe)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan
granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
3. Otalgia (Nyeri Telinga)
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
I. PEMERIKSAAN KLINIS
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :
Pemeriksaan Audiometri. Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas. Derajat ketulian nilai
ambang pendengaran
1. Normal : -10 dB sampai 26 Db
2. Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
3. Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
4. Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
5. Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
6. Tuli total : lebih dari 90 dB.
Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB
apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran
tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller. Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan
atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen3.
2. Proyeksi Mayer atau Owen. Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver. Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih
jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis.
Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan
adanya pembesaran akibat.
4. Proyeksi Chause III. Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom.
Bakteriologi. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie,
H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli,
Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
1. Bakteri spesifik. Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang
( kurang dari 1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media
tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang
tidak dipateurisasi.
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob. Bakteri aerob yang sering dijumpai
adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang
sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan
resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif
untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid dan
trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin
I. KOMPLIKASI
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hindrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
K. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat
dibagi atas : 1. Konservatif
2. Operasi
OMSK BENIGNA TENANG : Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila
fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF. Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2. Pemberian antibiotika : – topikal antibiotik ( antimikroba) dan sistemik.
Pemberian antibiotik topikal. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan
sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai
telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi
dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik
adalah:
1. Polimiksin B atau polimiksin E: Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif,
Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B.
fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin: Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus
aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.
3. Kloramfenikol: Obat ini bersifat bakterisid
Pemberian antibiotik sistemik. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi
2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat,
makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan
kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian
dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:
Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III
( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu
OMSK MALIGNA. Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:
1.Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran
yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
CONTOH KASUS OMSK
. IDENTITAS
Nama : Ny. H
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Alamat : Jln. Serawi putting RT. 02 No. 387 Binuang
Tanggal MRS : 25 Juni 2006
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Sakit pada telinga kiri
Riwayat Penyakit sekarang :
Sekitar 3 bulan SMRS pasien mengeluh sakit pada telinga kirinya dan berdenging.
Kemudian pasien juga mengeluh ada keluar cairan berwarna putih jernih, encer, tidak
terlalu banyak, tidak berbau, dan tidak bercampur darah, pada telinga sebelah kiri. Pasien
juga mengeluh sakit kepala sebelah kiri dan dibelakang telinga. Kurang lebih 1 bulan
SMRS pasien mengeluh cairan keluar lagi dari telinga kiri, agak kental, berwarna
kekuningan, tidak berbau, dan tidak bercampur darah. Pasien ada berobat ke Puskesmas
dan diberi obat, cairan pada telinga dirasa berkurang tetapi sakit pada telinga kiri dan sakit
kepala sebelah kiri masih tetap ada. Pasien juga panas hingga menggigil. Pasien mengeluh
pendengaran telinga kiri berkurang.
Pasien memiliki kebiasaan mengorek-ngorek telinga dengan rumput. Sekitar 1
minggu SMRS pasien sulit berbicara dan kadang kurang dapat dimengerti bila
berkomunikasi dengan keluarga. Pasien bila berbicara terdengar tidak jelas. Pasien ada
muntah 3x dalam satu hari ini, muntah berupa makanan dan minuman yang konsumsi,
pasien makan dan minum kurang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg N : 80x/mnt RR : 20x/mnt T : 37oC
Status lokalis
A. Telinga
Auricula Kanan Kiri
Bentuk dan ukuran N N
Tragus pain - +
Hematom - -
Canalis Auditorium eksterna
Serumen - -
Otorrhoe - -
Furunkel - -
Edema - -
Hiperemi - -
Sekret - Purulen
Membran timpani Kanan KiriRetraksi - -Bulging - -Perforasi - +, sentralConus of light + -
Tes pendengaranRinne + -Weber Lateralisasi ke kiriSwabach Sama
dengan pemeriksa
memanjang
B. Hidung
LuarBentuk N NInflamasi - -Nyeri tekan - +
Deformitas + -
Rhinoskopi ant.Vestibulum nasi N NDasar cavum nasiBentuk N NMukosa hiperemi - -Meatus nasi med.Mukosa hiperemi - -Sekret - -Konka nasi med. N NMeatus nasi inf.Mukosa hiperemi + -Edema + -Konka nasi inf.Edema + -Mukosa hiperemi + -Septum nasiDeviasi - -Benda asing - -Perdarahan - -Transluminasi Tidak dilakukan
C. Tenggorokan
Bibir : Mukosa bibir basahMulut : Mukosa mulut basah, bau mulut (+)Gigi : Tidak ada kariesLidah : Tidak ada ulcusUvula : Bentuk normal, hipertemi (-), edema (-),
membran normalPalatum mole : Ulkus (-), hiperemi (+)Arcus anterior Kanan KiriHiperemi (+) (+)Edema (-) (-)Arcus posteriorHiperemi (+) (+)Edema (-) (-)Tonsila palatinaBesar To ToWarna N NEdema (-) (-)Detritus (+) (+)Membran (-) (-)
Faring
Hiperemi (-) (-)Edema (-) (-)Reflek muntah (+) (+)Membran (-) (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
- Laboratorium : Darah rutin tanggal 25 Juni 2006
Hb : 11,2 g/dl
Eritrosit : 3,71.106/mmk
Leukosit : 9,63.103/mmk
Hct : 33,6%
Trombosit : 649.000/mmk
Neutropil : 68,6%
Lymphosit : 20,6%
Monosit : 7,0%
Eosinofil : 3,3%
Basofil : 0,5%
- Foto rontgen: Foto Mastoid posisi Schuller tanggal 26 Juni 2006
Mastoiditis kronis
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Otitis media supurativa kronis
2. Otits media akut
VI. DIAGNOSIS KERJA
Otitis media supuratif kronis
VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL : D5% (1:1) 24 tts/mnt
- Cefotaxim inj 2 x 1 gram
- Metamizole 3 x 1 amp
- Otopain tetes telinga 3 x III gtt
PEMBAHASAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan keradangan atau infeksi kronis
yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan
perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis menderita OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan
keluarnya cairan dari telinga kiri yang kumat-kumatan, dimana sekret awalnya berwarna
putih, encer dan tidak berbau, kemudian menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada telinga kiri, namun tidak rasa
berputar. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga kiri menurun, dimana dari
pemeriksaan tes pendengaran dengan garputala didapatkan tuli konduksi.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan
tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat
pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db yang
menandakan bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari
hasil pemeriksaan didapatkan perforasi sentral pada membran timpani.
Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa ke
dalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini ke daerah atik
mengakibatkan pembentukan kantong dan kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini
akan menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya destruksi
tulang, yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau.
Dari pemeriksaan penunjang X-ray yaitu foto mastoid posisi Schuller didapatkan
gambaran mastoiditis kronis. Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan
langsung melalui aditus ad antrum. Oleh karena itu, infeksi kronis telinga tengah yang
berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid yang dikenal dengan
istilah mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi
OMSK.
Prinsip pengobatan pasien OMSK benigna aktif adalah membersihkan liang
telinga dan kavum timpani serta pemberian antibiotika, baik topikal maupun sistemik.
Pasien diterapi secara konservatif. Pada stadium aktif dapat diberikan antibiotik, cuci
telinga dengan larutan H2O2 3%, dan dengan obat tetes telinga. Pemberian antibiotik
topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak
efektif.
Edukasi tak kalah penting untuk mencegah penyakit ini aktif kembali. Pada pasien
dengan OMSK benigna tenang tidak memerlukan pengobatan. Pasien diingatkan untuk
tidak mengorek telinga, menjaga agar air tidak masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang
berenang, dan segera berobat bila menderita ISPA. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
Pasien OMSK dengan mastoiditis kronis dapat dilakukan mastoidektomi. Tujuan
mastoidektomi adalah menghentikan infeksi secara permanen, mencegah terjadinya
komplikasi, dan sejauh mungkin mempertahankan fungsi pendengaran.