18
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut) dan otitis media supuratif kronis. 1 Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang. 2 Pada anak, makin sering anak tersering infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinan terjadi OMA. 1 Kondisi ini disebabkan oleh posisi tuba Eustachius anak pada fase perkembangan telinga tengah cenderung lebih pendek, lebar, dan terletak horizontal. Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko OMSA yaitu infeksi saluran napas atas, pajanan pada asap lingkungan, polusi iritan dan

OTITIS MEDIA AKUT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

otitis media akut

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli

membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Otitis media terbagi atas otitis

media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media

sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing

golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut

(otitis media akut) dan otitis media supuratif kronis.1

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit

ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan

70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun.

Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7

tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang.2 Pada anak, makin sering anak

tersering infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinan terjadi OMA.1

Kondisi ini disebabkan oleh posisi tuba Eustachius anak pada fase perkembangan

telinga tengah cenderung lebih pendek, lebar, dan terletak horizontal. Faktor lain

yang dapat meningkatkan risiko OMSA yaitu infeksi saluran napas atas, pajanan

pada asap lingkungan, polusi iritan dan bahan-bahan alergen, kurangnya waktu

pemberian ASI esklusif dan pemberian makan dalam posisi terlentang pada anak,

riwayat OMSA pada keluarga, kelainan kepala dan wajah, penurunan sistem

imun, dan aliran balik dari lambung dan esophagus.1,3

Penatalaksanaan OMA tanpa komplikasi mendapat sejumlah tantangan

unik. Pilihan terapi OMA tanpa komplikasi berupa observasi dengan

menghilangkan nyeri (menggunakan asetaminofen atau ibuprofen), dan / atau

antibiotik. Di Amerika Serikat (AS), kebanyakan anak dengan OMA secara rutin

mendapat antibiotik. Cepatnya perubahan spektrum patogen menyebabkan

sulitnya pemilihan terapi yang paling sesuai. Berkembangnya pengetahuan baru

tentang patogenesis OMA, perubahan pola resistensi, dan penggunaan vaksin baru

memunculkan tantangan yang lebih lanjut pada penatalaksanaan efektif pada

OMA.7 Food and Drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan vaksin

pneumokokus konjugat sebagai cara baru dalam menurunkan prevalensi OMA

dan mencegah sekuele dari infeksi telinga.2 Berdasarkan kejadian kasus yang

tinggi dan tantangan dalam penatalaksanaan penulis merasa tertarik untuk

membahas otitis media akut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Gambar 2.1 Anatomi Telinga4

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:1

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval

window),tingkap bundar (round window) dan

promontorium.

Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus

mastoideus, dan tuba eustachius.1,5

1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan

memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki

panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,

dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus

terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka

dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran

timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah

kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks

cahaya ( cone of ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1

a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan

mukosum.

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1

a. Pars tensa

Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang

tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada

sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.

Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida

dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

Plika maleolaris anterior (lipatan muka).

Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang

dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus

ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari

membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus

mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani

cabang dari nervus glossofaringeal.

Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.

Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari

arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri

timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid

cabang dari arteri aurikula posterior.

Gambar 2.2 Anatomi Membran Timpani4

2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau

vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani

mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,

dan posterior.

Kavum timpani terdiri dari :1,5,6

a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus

(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)

b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot

stapedius (muskulus stapedius).

c. Saraf korda timpani.

d. Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding

lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada

daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.1,5

Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani

berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan

kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36

mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak

dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

2.2 Definisi Otitis Media Akut

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1 Otitis media akut

didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat

dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal

dan sistemik. 2

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring

dan faring. Secara fisiologis terdapat mikroorganisme pencegahan masuknya

mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius , enzim dan

antibodi. 1

2.3 Epidemiologi

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran

pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada anak

berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di

Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis

media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga

kali atau lebih.2,7

Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur

sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai berkurang. Anak umur 6-11

bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih tinggi pada anak laki-

laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak menderita penyakit ini pada umur

yang sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat

individual dapat berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-

kadang, orang dewasa dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat

sakit pada telinga dapat menderita OMA.2 Otitis Media pada dewasa jarang

terjadi. Hanya sedikit informasi dan publikasi tentang manajemen infeksi telinga

tengah pada dewasa.8

2.4 Etiologi

Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari otitis

media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius terganggu, sehingga

pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga sehingga terjadi

peradangan. Hal-hal yang menyebabkan sumbatan pada muara tuba antara lain,

infeksi saluran pernafasan, alergi, perubahan tekanan udara tiba-tiba, tumor, dan

pemasangan tampon yang menyumbat muara tuba.1

Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor

penyebab yang paling sering. Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan

virus. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus

hemoliticus, Haemophilus Influenzae (27%), Staphylococcus aureus (2%),

Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus.1,2,4

Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma

pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia tracomatis. Broides et al

menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA adalah H.influenza 48%,

S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada

pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil. Sedangkan

Titisari menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM

dan RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu

S.aureus 78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.

Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA,

dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang

sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa

disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus,

adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab yang jarang yaitu

sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri

atau kombinasi dengan bakteri lain.2

Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar,

dan letaknya agak horisontal. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA,

makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA).1,2

2.5 Patofisiologi

Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.

Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya

penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula

pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan

terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya

tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga

supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).

Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya

OMA. 1,2

Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba

eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem kekebalan

tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar

dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke

telinga tengah.24 Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan

terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung

dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun.2

2.6 Stadium1,2,4

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,

bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba

Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi,

stadium perforasi dan stadium resolusi.

Gambar 2.3. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh

retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam

telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi

dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang.

Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain

retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan,

atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat

dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa

yangdisebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membrane timpani,

yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan

adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi

tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik.

Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi

kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien

mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin

masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum

timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

Gambar 2.4. Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau

bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada

mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.

Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran

timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien

akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga

bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat

disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat

disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani

dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya

nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah

yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena

kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan

nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau

yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan

miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada

membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang

telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan

apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.

Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.

Gambar 2.5. Membran Timpani Supurasi

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret

berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang

telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).

Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan

tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih

tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika membran timpani

tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga

minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua

keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua

bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

Gambar 2.6. Membran Timpani Perforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali

dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh

membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup

kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran

kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika

membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media

supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani

menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media

serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa

mengalami perforasi membran timpani.

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi

EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ketujuh. FKUI. 2014; hal

57-62.

2. Munilson,Jacky. Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media

Akut. Diunduh dari respository.unand.ac.id pada 6 Oktober 2015.

3. Mamonto ND, Porotu’o J, Waworuntu O. Pola Bakteri Aerob pada Pasien

dengan Diagnosis Otitis Media Supuratif Akut di Poliklinik THT-KL RSUP.

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3,

Nomor 1, Januari-April 2015.

4. Amriza TR. Otitis Media Akut Stadium Perforasi. Presentasi Kasus. Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2014.

5. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap

Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik

Medan. Medan : FK USU. 2005.

6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.

Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.

7. Epidemiology of acute otitis media. Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519

8. Donaldson, Jhon. 2014. Acute otitid media diakses pada

http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#aw2aab6b2b4aa. 6

Oktober 2015.

9.