Upload
adhistyrianto
View
284
Download
11
Embed Size (px)
TUGAS GENETIKA
OSTEOGENESIS IMPERFECTA
Disusun Oleh:
Retno Ayu Adhisty
NIM 0840709006
PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM DOUBLE DEGREE ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Osteogenesis Imperfecta (OI) adalah kelainan pembentukan jaringan ikat
bawaan dengan berbagai bentuk manifestasi klinis. Kelainan ini juga sering
disebut dengan "brittle bone disease". Kelainan ini pada umumnya ditandai
dengan tulang mudah patah, kelainan pada ligamen, kulit, sklera, gigi, ataupun
tuli. Kelainan bentuk yang paling ringan biasanya ditandai dengan osteoporosis
prematur, penderita bisa tidak mengalami patah tulang sampai masa dewasa,
sedang untuk kelainan OI yang berat adalah ditandai dengan fraktur multipel
dengan trauma ringan atau tanpa riwayat trauma sejak dalam kandungan.
Disebutkan kurangnya asupan gizi saat hamil, paparan lingkungan/ ekosistem,
dan ibu peminum alcohol meningkatkan risiko kejadian OI.1,2
EPIDEMIOLOGI
Osteogenesis Imperfecta diturunkan secara autosomal dominan. Kejadian
OI diperkirakan 1 per 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan menurut ras
dan jenis kelamin. Usia penderita saat gejala muncul bervariasi, terutama gejala
mudah patahnya tulang. Pada kasus minoritas dapat ditemukan penurunan
secara resesif yang disebabkan oleh mosaicism pada orangtua.1-3
KLASIFIKASI
Sejak tahun 1979, OI telah diklasifikasikan menjadi beberapa tipe oleh
David Sillence. Sistim klasifikasi ini dikelompokkan berdasarkan keturunan,
manifestasi klinis, dan gambaran radiologis. Klasifikasi OI bisa mencerminkan
prognosis dari seorang penderita tetapi tidak bisa memprediksi batas akhir
kemampuan seorang penderita. Klasifikasi awal ada 4 tipe yaitu tipe I sd. Tipe IV.
Dan ada tiga tipe tambahan dari OI yaitu tipe V, VI, dan VII. Namun klasifikasi
klinis lebih berguna berdasarkan manifestasi yang muncul pada bayi, anak-anak,
dan orang dewasa dengan gejala yang ringan, sedang sampai berat, dan jenis
yang mematikan.1-5
BAB II
1
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
ETIOLOGI
Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan struktural
atau mutasi 2 gen yaitu COL1A1 dan COL1A2 yang mengkode rantai kolagen
tipe 1 (prokolagen tipe 1), dimana COL1A1 dan COL1A2 merupakan komponen
protein utama matriks ekstraselular tulang. Bentuknya yang beragam ini karena
bisa terjadi pada lokus dan alel yang sangat heterogen. Manifestasi yang timbul
tergantung dari rantai prokolagen tipe 1 yang terkena, jenisnya, dan lokasi mutasi
dari lokusnya. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, terbukti tidak didapat
kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Hingga kini tidak diketahui dengan
jelas apakah kasus ini dikarenakankemampuan deteksi kurang atau karena
kelainan genetik yang heterogen.1,2,4,5
PATOGENESIS
Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks
tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea, sklera,
tendon, selaput otak dan dermis.2,5 Sekitar 30% berat badan manusia terdiri dari
prokolagen tipe I.2 Secara struktural, molekul prokolagen tipe I berbentuk triple
helix, terdiri dari 2 rantai proα1(I) (disebut COL1A1, dikode pada kromosom 17)
dan 1 rantai proα2(I) (disebut COL1A2, dikode pada kromosom 7). Masing-
masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y
yang berulang. Prolin sering berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau
hidroksilisin sering berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino
terkecil yang mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai
poros dari helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur
dan produksi helix. Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang
tidak normal sehingga matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak
beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga berkurang.
Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan
terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan (fraktur). 1,2,4
2
Gambar 1. Gen yang menyandi tipe I preprocollagen struktur rantai (atas) dan domain molekul procollagen (bawah). A, Sinyal urutan yang dibelah saat transit dari retikulum endoplasma kasar, B, propeptide N-terminal; C, non-triple-helix domain pendek, yang berisi situs pembelahan proteolitik peptida N-terminal; D, triple-helix domain yang penting, ditandai dengan mengulangi Gly-XY, E, Telopeptide, F, N-terminal propeptides yang mengandung ikatan disulfida. (Dikutip dari Beary JF, Chines A, dkk. Clinical features and diagnosis
ofosteogenesis imperfecta.www.Uptodate.com)
Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau
struktur prokolagen tipe I ditemukan pada penderita OI. Jika mutasi tersebut
menurunkan produksi/ sintesis prokolagen tipe I, maka terjadi OI fenotip ringan
(osteogenesis imperfecta tipe I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan
struktur prokolagen tipe I maka akan terjadi OI fenotip yang lebih berat (tipe II, III,
dan IV). Kelainan struktur itu pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu
85% karena point mutation akibat glisin digantikan oleh asam amino lain dan
sisanya karena kelainan single exon splicing. Struktur normal prokolagen tipe I.
Masing-masing rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke
ruang ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang
ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai, di tulang akan
mengalami mineralisasi. 1,2,4
Mutasi terbanyak OI diturunkan secara autosomal dominan oleh gen
kolagen tipe I, hanya sedikit yang resesif. Secara umum penyakit ini
menggambarkan kompleksitas genetik, namun jika terjadi mutasi gen akan
mempengaruhi struktur protein yang dirupakan dalam berbagai bentuk sub unit.
3
Bentuk phenotif yang ringan dari tipe I autosomal dominan, walaupun
molekul normal yang terbentuk hanya separoh dari keseluruhan, secara kualitas
akan tampak normal. Semakin berat mutasi yang terjadi akan tampak pada
stoichiometri pada pembentukan defek rantai proα1(I) kolagen tipe I yang terdiri
dari 2 rantai proα1 dan 1 rantai proα2. Jika separoh rantai proα1(I) adalah
abnormal, 3 dari 4 kolagen tipe I akan mempunya minimal 1 rantai abnormal.
Sebaliknya jika separoh rantai proα1(I) mengalami defek, maka yang terkena
mutasi hanya 1 dari 2 molekul. Mutasi pada rantai proα1(I) yang tampak pada
gambar 2 di bawah ini adalah dominant negative alelle (proα1M), karena mereka
mempengaruhi kerusakan kedua rantai yaitu proα1 dan proα2. Dengan kata lain
pengaruh mutan alel diperkuat dengan adanya betuk polimer alamiah dari
molekul kolagen, khususnya untuk penyakit autosomal dominan seperti OI ini,
akan lebih baik jika terjadi mutasi yang nantinya tidak memproduksi gene dari
pada harus menghasilkan produk gen abnormal. Meskipun mutasi yang
menghasilkan struktur abnormal rantai proα2 bisa menurunkan jumlah normal
molekul kolagen tipe 1 hingga separoh, penurunan jumlah ini tidak selamanya
jelek. Seperti pada kasus beberapa mutasi yang menyebabkan bentuk fenotip
perinatal yang letal, kebanyakan bayi dengan OI tipe II, bentuk letal mempunyai
dominasi mutasi yang baru, yang mana kaitannya dalam keluarga untuk terjadi
kejadian berulang sangat rendah.2,4
Cartilage-associated protein (CRTAP) merupakan protein yang
dibutuhkan untuk hidroksilasi prolil 3. Hilangnya CRTAP pada tikus
menyebabkan osteochondroplasia yang dikarakterisasi dengan osteoporosis
beratdan penurunan produksi osteoid. Pada manusia, mutasi CRTAP dapat
menyebabkan modifikasi post-translasional dari kolagen yang berlebihan
sehingga dapat menyebabkan gejala klinis yang mirip dengan OI.
4
Gambar 2. Pedegree dari keluarga dengan Osteogenesis Imperfecta yang terbanyak diturunkan secara autosomal dominan. (Diambil dari www.carolguz.com)
Gambar 3. Patogenesis kelas mayor mutasi dari prokolagen tipe 1. ( Dikutip dari Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and biochemical basis of genetic disease. Dalam:
Thompson and thompson genetic in medicine, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders, 2004;342 )
5
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Sistem klasifikasi yang paling sering dipakai untuk membedakan tipe OI
adalah yang dibuat oleh Sillence dkk. Klasifikasi tersebut didasarkan pada gejala
klinis, genetik, dan kriteria radiografi (tipe I sd. Tipe IV). Gejala klinisnya sangat
bervariasi antar penderita walaupun dalam tipe yang sama. Dan ada tiga tipe
tambahan dari OI yaitu tipe V, VI, dan VII. Namun klasifikasi klinis lebih berguna
berdasarkan manifestasi yang muncul pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa
dengan gejala yang ringan, sedang sampai berat, dan jenis yang mematikan. 1-4
Tabel 1. Tipe-OI dari tinjauan Genetik & Biomolekuler sebagai berikut :
Tipe Fenotif Diturunkan
secara
Defek Biomolekuler Defek
Genetika
Defek Produksi Kolagen Tipe I
I Ringan : sklera kebiruan, brittle bones , tetapi tdk ada deformitas tulang
Autosomal dominan
Biasanya : Susunan kolagen normal (alel normal), tetapi jumlah berkurang separoh
Biasanya: tidak punya alel, sehingga menggangu produksi rantai proα1(1), dan mengganggu sintesis mRNA
Defek struktural Kolagen Tipe I
II Perinatal letal: abnormalitas tulang yg berat (fraktur, deformitas), sklera gelap, meninggal usia 1 bulan
Autosomal dominan
Biasanya: produksi molekul kolagen abnormal ok. Substitusi dari Gly-X-Y dari tripel helix dominan, dgn beberapa bias ke separoh protein C-terminal
Biasanya :kesalahan mutasi tulang dalam kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2
III Deformitas progresif: fraktur, sering saat kelahiran, deformitas tulang progresif, tumbuh terbatas, sklera biru
Autosomal dominan
Molekul kolagen abnormal : substitusi glisin dari berbagai tipe triple helix, berada di sepanjang protein
Kesalahan mutasi pada kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2
IV Sklera normal, deformitas tulang : derajat ringan –sedang, perawakan pendek, fraktur
Autosomal dominan
Abnormal molekul kolagen: substitusi glisin dari berbagai tipe triple helix, berada di sepanjang protein
Kesalahan mutasi pada kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2
Modifikasi dari Byers PH: Disorder of collagen biosynthesis and structur. In Scriver CR, Beaudert AL (eds): The Metabolic Basis of Inheritance Disease, 6th ed. New York, Mc Graw Hill, 1989 pp 2805-2842 and Bayers PH: Brittle bones-fragile molecules: disorder of collagen structure and expression. Trends Genet 6:293-300, 1990
6
1. Tipe I (Ringan)
Merupakan bentuk OI yang paling ringan dan paling banyak ditemukan,
bahkan sering ditemukan dalam suatu pedigree keluarga yang besar. Diturunkan
secara autosomal dominan dan disebabkan karena menurunnya produksi atau
sintesis prokolagen tipe I (functional null alleles). Kebanyakan penderita tipe I
mempunyai sklera berwarna biru, fraktur berulang pada masa anak-anak tapi
tidak sering, dan tuli (30-60% pada usia 20-30 tahun). Fraktur terjadi karena
trauma ringan–sedang dan menurun setelah masa pubertas. Ada 2 subtipe, yaitu
subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis imperfecta, dan subtipe B bila disertai
dentinogenesis imperfecta. Kelainan lainnya yang bisa ditemukan antara lain
mudah memar, kelemahan sendi dan otot, kifoskoliosis, serta perawakan pendek
ringan dibanding anggota keluarga lainnya. 1-5
2. Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal)
Sering didapatkan bayi lahir mati atau meninggal pada tahun pertama
kehidupan dengan berat lahir dan panjang badan kecil untuk masa kehamilan.
Kematian disebabkan karena distres pernafasan, juga karena malformasi atau
perdarahan sistem saraf pusat. Terjadi karena mutasi baru yang diturunkan
secara autosomal dominan (jarang resesif) akibat penggantian posisi glisin pada
triple helix prokolagen tipe I dengan asam amino lain. Tulang rangka dan jaringan
ikat lain sangat rapuh. Terdapat fraktur multipel tulang panjang intrauterin yang
terlihat sebagai crumpled appearance pada radiografi. Selain itu bisa terjadi pada
tulang tengkorak/ vertebra. Tulang tengkorak tampak lebih besar dibanding
ukuran tubuh dengan pembesaran fontanela anterior dan posterior. Fraktur
multipel tulang iga membentuk gambaran manik-manik (beaded appearance),
thoraks yang sempit ikut berperan dalam terjadinya distres pernafasan. Penderita
mungkin mempunyai hidung yang kecil dan/ mikrognatia. Sklera warna biru
gelap-keabuan. 1-5
3. Tipe III (Berat/Progresif)
7
Merupakan tipe dengan manifestasi klinis paling berat namun tidak
mematikan dan menghasilkan gangguan fisik yang berat, berupa kelenturan
sendi, kelemahan otot, nyeri tulang kronis berulang, dan deformitas tengkorak.
Hal ini bisa terjadi karena point mutation atau frame shift mutation pada
prokolagen tipe I yang diturunkan secara autosomal dominan atau resesif. Berat
badan dan panjang lahir sering rendah. Fraktur sering terjadi dalam kandungan.
Setelah lahir, fraktur sering terjadi tanpa sebab dan sembuh sendiri dengan sisa
deformitas. Kebanyakan dari penderita berperawakan pendek, bentuk wajah
relatif triangular dan makrosefali. Sklera bervariasi dari putih hingga biru. Sering
dijumpai dentinogenesis imperfecta (80% pada anak usia < 10 tahun). Dari
gambaran radiologis didapatkan disorganisasi matriks tulang menyebabkan
gambaran popcorn pada metafisis.1-5
4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe)
Terjadi karena point mutation atau delesi kecil pada prokolagen tipe I yaitu
pada rantai COL1A2, kadang pada COL1A1. Merupakan tipe OI yang paling
heterogen karena memasukkan temuan-temuan pada penderita yang tidak
tergolong dalam 3 tipe sebelumnya. Fraktur bisa terjadi dalam rahim dengan
tulang panjang bawah bengkok yang kelihatan sejak lahir. Sering terjadi fraktur
berulang, kebanyakan penderita mempunyai tulang yang bengkok walau tidak
sering mengalami fraktur. Frekuensi fraktur berkurang setelah mencapai
pubertas. Penderita tipe ini memerlukan intervensi ortopedik dan rehabilitasi
tetapi biasanya mereka dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Penderita
mengalami perawakan agak pendek. Warna sklera biasanya putih. Kadang
dijumpai dentinogenesis imperfecta, sehingga beberapa penulis membedakan
tipe ini menjadi 2 subtipe yaitu subtipe A bila tidak disertai dentinogenesis
imperfecta dan subtipe B bila disertai dentinogenesis imperfecta. Gambaran
osteoporotik dan kompresi vertebra didapatkan dari radiologiknya. 1-5
Penelitian beberapa tahun terakhir dengan menggunakan penelitian
mikroskopik terhadap tulang penderita OI ditemukan tipe-tipe baru OI (tipe V, VI,
VII). Yang tidak berasal dari mutasi tipe 1 gene kolagen. Penyebab mutasi pada
tipe di atas belum dapat diidentifikasi, meskipun lokus dari OI tipe VII diketahui
berada di lengan pendek kromosom 3 dan diturunkan secara resesif. Bentuk lain
8
diturunkan secara dominan autosomal dan dapat dibedakan secara klinis atau
kelainan tulangnya tetapi gambarannya hampir sama dengan OI tipe IV . 2,4
Gambar 4. Wajah bulat dengan orbita dangkal, sclerae putih atau keabu-abuan, philtrum panjang, rhizomelic dari ekstremitas atas dan bawah dan posisi abduksi kaki. Di kutip dari Glorieux FH,. Experience With Bisphosphonates in Osteogenesis Imperfecta. Pediatrics 2007;119;S163-S165
(I) (II) (III)
9
Gambar 5. Gambaran radiologis (I) Fraktur mid diafise tampak obliq ri dari humerus kiri, (II) penipisan ringan dari tulang kepala, (III) fraktur proksimal femur bilateral dengan konsolidasi dan angulasi. Di kutip dari Glorieux FH,. Experience With Bisphosphonates in Osteogenesis Imperfecta. Pediatrics 2007;119;S163-S165
KLASIFIKASI LANJUTAN OSTEOGENESIS IMPERFECTA
Tipe V: Deformitas derajat sedang (disebut juga congenital brittle bones
dengan formasi kalus redundant ). Manifestasi klinis : kerapuhan tulang derajat
sedang, perawakan pendek ringan-sedang, sklera putih, tidak didapatkan
dentinogenesis imperfecta, diturunkan secara dominan. Gambaran radiologis
didapatkan dislokasi ujung tulang radius; mineralisasi membran interosseous;
hiperplasi kallus.
Type VI: Deformitas derajat sedang-berat ( Disebut juga congenital britlle
bones dengan defek mineralisasi. Manifestasi klinis : kerapuhan tulang derajat
sedang, perawakan pendek derajat sedang, sklera putih, tidak didapatkan
dentinogenesis imperfecta; tidak tampak skoliosis; tidak diketahui sifat
keturunannya. Gambaran histologisnya tampak akumulasi osteoid di jaringan
tulang, bentuk fish scale dari lamella tulang
Type VII: Deformitas derajat sedang (disebut juga congenital brittle bones
dengan rhizomelia. Gambaran klinis : kerapuhan tulang derajat sedang,
perawakan pendek derajat ringan, sklera putih, tidak didapatkan dentinogenesis
imperfecta; autosomal resesif; ditemukan hanya pada kelompok suku asli
Amerika Utara di northern Quebec. Gambaran radiologis tampaktulang humeri
and femora yang pendek; coxa vara
Type VIII: Defisiensi Prolyl 3-hydroxylase 1. Gambaran klinis tampak
sklera putih, wajah bulat, dada bentuk barrel chest pendek, tangan relatif lebih
panjang dibandingkan kaki, tulang phalang panjang, tulang metakarpal pendek;
diturunkan secara resesif. Gambaran radiologis tampak gracile, kadar mineral
tulang iga dan tulang panjang yang rendah, fraktur multipe pada saat lahir,
disorganisasi bulbus metafise dan matrixnya. 1-5
10
DIAGNOSIS
Diagnosis OI ditegakkan dari riwayat penyakit yang sama pada keluarga
dan atau manifestasi klinis yang berbeda-beda tiap penderita, dari tipe ringan
sampai berat, ditambah dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Manifestasi
klinis yang bisa ditemukan antara lain sering fraktur berulang, perawakan
pendek, sklera berwarna biru, masalah gigi (dentinogenesis imperfecta), dan
gangguan pendengaran yang makin progresif setelah masa pubertas.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan 1-4 :
1. Laboratorium biokimia dan molekular
Analisa sintesa kolagen didapat melalui kultur fibroblas dari biopsi
kulit, terutama untuk mendeteksi osteogenesis imperfecta tipe I,III dan
IV. Analisa mutasi DNA prenatal dilakukan pada kehamilan dengan resiko
OI, melalui kultur villus korion. Pemeriksaan kombinasi antara analisa
DNA dan biopsi kolagen akan mendeteksi hampir 90% dari semua tipe
mutasi gen pengkode prokolagen tipe I. 1-4
2. Pencitraan Radiografi pada tulang skeletal setelah lahir (bone survey)
Bentuk ringan (tipe I) tampak korteks tulang panjang yang
menipis, tidak tampak deformitas tulang panjang. Bisa menunjukkan
gambaran Wormian (Wormian bones) pada cranium. Bentuk sangat berat
(tipe II) tampak gambaran manik-manik (beaded appearance) pada tulang
iga, tulang melebar, fraktur multipel dengan deformitas tulang panjang.
Bentuk sedang dan berat (tipe III dan IV) tampak metafisis kistik atau
gambaran popcorn pada kartilago, tulang dapat normal atau melebar
pada awalnya kemudian menipis, dapat ditemukan fraktur yang
11
Gbr.6. Warna sclera penderita OI. Di ambil dari www.uptodate.com
menyebabkan deformitas tulang panjang, sering disertai fraktur
vertebra. Densitas mineral tulang (bone densitometry) diukur dengan
Dual-Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA) yang menghasilkan nilai
rendah pada penderita. Ultrasonografi prenatal pada minggu 15-18
kehamilan untuk mendeteksi kelainan panjang tulang anggota badan.
Yang tampak dapat berupa gambaran normal (tipe ringan) sampai
dengan gambaran isi intrakranial yang sangat jelas karena berkurangnya
mineralisasi tulang kalvaria atau kompresi kalvaria. Selain itu dapat juga
ditemukan tulang panjang yang bengkok, panjang tulang berkurang
(terutama tulang femur), dan fraktur iga multipel. USG prenatal ini
terutama untuk mendeteksi OI tipe II. 1-4
DIAGNOSIS BANDING
1. Child abuse dan penelantaran anak
Pada OI tipe ringan paling sulit dibedakan dengan kasus penelantaran anak.
Usia fraktur tulang yang berbeda-beda pada neonatus dan anak harus dicurigai
karena kasus penelantaran anak. Selain itu pada penelantaran anak juga
terdapat manifestasi klinis non skeletal, misalnya perdarahan retina, hematoma
organ visera, perdarahan intrakranial, pankreatitis dan trauma limpa. Tipe fraktur
pada penelantaran anak biasanya adalah fraktur sudut metafiseal yang jarang
ditemukan pada OI. Densitas mineral tulang pada penelantaran anak juga
normal, sedangkan pada OI rendah. 1-4
2. Osteoporosis juvenil idiopati (OJI)
Keadaan ini ditemukan pada anak yang lebih tua, terutama antara 8 – 11
tahun, yang mengalami fraktur dan tanda osteoporosis tanpa didasari penyakit
lainnya. Gejala biasanya nyeri tulang belakang, paha, kaki, dan kesulitan
berjalan. Fraktur khasnya berupa fraktur metafiseal, meski dapat juga terjadi
pada tulang panjang. Sering terjadi fraktur vertebra yang menyebabkan
deformitas dan perawakan pendek ringan. Tulang tengkorak dan wajah normal.
OJI akan membaik spontan dalam 3-5 tahun, namun deformitas vertebra dan
gangguan fungsi dapat menetap. Jika didapat riwayat keluarga dengan keluhan
yang sama maka harus dipikirkan suatu OI tipe ringan 1-4
12
3. Achondroplasia
Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan akibat
mutasi pada gen FGFR3. Gen ini bertanggung jawab pada pembentukan protein
yang berperan dalam pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan tulang
(osifikasi) dan jaringan otak. Klinis didapat sejak lahir berupa perawakan pendek,
termasuk tulang belakang, lengan dan tungkai terutama lengan dan tungkai atas,
pergerakan siku terbatas, makrosefali dengan dahi yang menonjol. Kejadian
fraktur berulang tak pernah terjadi. 1-4
4. Riketsia
Merupakan gangguan kalsifikasi dari osteoid akibat defisiensi metabolit
vitamin D. Walau jarang terjadi, riketsia juga bisa karena kekurangan kalsium dan
fosfor dalam diet. Klinis yang ditemukan antara lain hipotoni otot, penebalan
tulang tengkorak yang menyebabkan dahi menonjol, knobby deformity pada
metafisis dan dada (rachitic rosary), bisa terjadi fraktur terutama tipe greenstick
fracture. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar 25-hidroksi-vitamin D
serum, kalsium dan fosfor yang rendah, serta alkalin fosfatase meningkat.
Beberapa penyakit malabsorpsi intestinal berat, penyakit hati atau ginjal
menimbulkan gambaran klinis dan biokimia sekunder riketsia nutrisional. Pada OI
kalsium serum dan alkalin fosfatase normal. Kadar 25-hidroksi-vitamin D serum
penderita OI sering rendah menunjukkan defisiensi vitamin D sekunder akibat
kurangnya paparan terhadap sinar matahari yang sering dialami penderita OI. 1-4
13
PROGNOSIS
Osteogenesis imperfecta merupakan kondisi kronis yang membatasi
tingkat fungsional dan lama hidup penderita. Prognosis penderita OI bervariasi
tergantung klinis dan keparahan yang dideritanya. Bayi dengan OI tipe II
biasanya meninggal dalam usia bulanan - 1 tahun kehidupan. Sangat jarang
seorang anak dengan gambaran radiografi tipe II dan defisiensi pertumbuhan
berat dapat hidup sampai usia remaja. Penderita OI tipe III biasanya meninggal
karena penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40
tahun-an sedangkan penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih
panjang/ lama hidup penuh. Penderita OI tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda.
Dengan rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan
transfer dan melakukan ambulasi sehari-hari di rumah. Penderita OI tipe IV
biasanya dapat memiliki ketrampilan ambulasi di masyarakat juga tak tergantung
dengan sekitarnya. 1-5
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Marini JC. Osteogenesis imperfecta. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB,eds. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:
Saunders, 2004, 2336-8
2. Beary JF, Chines A, dkk. Clinical features and diagnosis of osteogenesis
imperfecta. review version 18.3: September 2010. Di dapat dari
www.Uptodate.com
3. Root AW, Diamond Jr FB. Disorders of calcium metabolism in the child
and adolescent. Dalam: Sperling MA, eds. Pediatric endocrinology, edisi
ke-2. Philadelphia: Saunders, 2002, 657-85.
4. Nussbaum RL, McInnes RR, Willard HF. The molecular and biochemical
basis of genetic disease. Dalam: Thompson and thompson genetic in
medicine, edisi ke-6. Philadelphia: Saunders, 2004, 229-346.
5. Chevrel G. Osteogenesis imperfecta. Didapat dari:
www.orpha.net/data/patho/GB/uk-OI.pdf
6. Smith R. Severe osteogenesis imperfecta: new therapeutic options? BMJ
2001;322:63-4. 16.
7. Dimeglio LA, Ford L, McClintock C, Peacock M. A comparison of oral and
intravenous biphosphonates therapy for children with osteogenesis
imperfecta. J Pediatr Endocrinol Metab 2005;18(1):43-5317.
8. Glorieux FH,. Experience With Bisphosphonates in Osteogenesis
Imperfecta. Pediatrics 2007;119;S163-S165
9. Cole DE. Psychosocial aspects of osteogenesis imperfecta: an update.
Am J Med Genet . 1993 ; 45:207.
15
10. Antoniazzi F, Mottes M, Fraschini P, et al. Osteogenesis imperfecta:
practical treatment guidelines. Paediatr Drugs . 2000; 2:465.
CRTAP AND LEPRE 1 MUTATIONS IN RECESSIVE OSTEOGENESIS
IMPERFECTA
PENDAHULUAN
Penderita Osteogeneis Imperfecta (OI) memiliki tulang yang rapuh sehingga
meningkatkan resiko terjadinya fraktur. OI diturunkan secara autosomal dominan
dan disebabkan oleh mutasi heterogenisitas pada gen COLIA1 dan COLIA2
(MIM #120150 dan #120160). Mutasi ini menyebabkan penurunan produksi
secara kuantitatif kolagen tipe 1 yang berstruktur normal sehingga menyebabkan
fenotip OI tipe yang paling ringan. Mutasi yang menyebabkan perubahan
struktural pada semua rantai prekolagen tipe 1 dapat mempengaruhi asosiasi
rantai, formasi tripel helix, sekresi dan atau formasi fibril dan secara keseluruhan
menghasilkan fenotip yang lebih berat, termasuk perinatal lethal OI phenotype.
Secara biokimia, abnormalitas struktur ini ditandai dengan peningkatan
modifikasi post-translasi rantai prekolagen tipe 1.
Perubahan proses post-translasi prekolagen tipe 1 tanpa adanya mutasi juga
dapat menyebabkan OI. Berdasarkan kejadian tersebut, mutasi pada CRTAP
(MIM #605497) dan LEPRE1 (MIM #610339) yang mengkode protein prolyl 3-
hydroxylase-1 (P3H1) dan protein leprecan dapat menyebabkan OI tipe resesif.
CRTAP, atau cartilage associated protein, membentuk molecular kompleks di
reticulum endoplasmik kasar dengan P3H1 dan cyclophilin B (MIM #123841,
CYPB atau peptidylprolyly isomerase B, PPIB) dalam rasio 1:1:1. Baik pada tikus
16
dan manusia, dengan adanya mutasi yang menyebabkan mutasi fungsi dari
CRTAP yang menyebabkan hilangnya 3-hydroxylase dari target residu proline
single di posisi 986 dalam domain triple helix atau residu 1164 yang diukur dari
methionine insiator di rantai proα(1)I. Prolyl 3-hydroxylase merupakan salah satu
dari beberapa modifikasi rantai proα yang berkontribusi terhadap proper folding,
stabilitas, dan sekresi prekolagen. Prolyl 4-hydroxylase penting untuk stabilitas
suhu dari triple helix sementara hidroksilasi lysyl dan glikosilasi hydroxylysyl
berkontribusi terhadap stabilitas crosslink extraseluler antara molekul. OI pada
manusia, homozigot atau compound heterozygot mutasi CRTAP dan LEPRE1
berhubungan dengan overmodifikasi post-translasi rantai kolagen tipe 1 yang
disintesis oleh kultur fibroblast secara in vitro, yang menyebabkan retardasi
mobilitas dalam elektroforesis. Walaupun semua molekul pada kelainan resesif
ini overmodifikasi, dan pada kelainan dominan hanya 2/4-3/4 tergantung dari
letak gen yang mengalami mutasi, sulit untuk membedakan kolagen
overmodifikasi dikarenakan mutasi struktural kolagen tipe 1 atau mutasi pada
kompleks prolyl 3-hydroksilasi.
Untuk mengidentifikasi mutasi yang mengganggu prolyl 3-hydroksilasi dan disaat
yang bersamaan mengkaji kontribusi mutasi CRTAP, LEPRE1 dan PPIB (yang
mengkode CYPB) pada patogenensis OI, kami menskrining DNA dari 78 pasien,
yang diidentifikasi baik in utero atau pada saat lahir. Pada penelitian kohort ini,
didapatkan 3 tambahan kejadian dimana OI disebabkan oleh mutasi CRTAP
termasuk missense mutation yang dilaporkan pertama kali. Kami juga
mengidentifikasi 16 kejadian dimana OI disebabkan oleh mutasi LEPRE1. 9 dari
11 mutasi LEPRE 1 adalah baru. Tidak didapatkan mutasi pada gen PPIB.
METODOLOGI
Subjek penelitian
Dipilih 78 subjek untuk skrining berdasarkan laporan hubungan darah, yang
berasal dari komunitas dimana didapatkan peningkatan frekuensi konsanguinitas,
adanya saudara kandung yang menderita OI atau adanya kegagalan dalam
mengidentifikasi mutasi gen COLIA1 dan COLIA2 walaupun kultur sel
menghasilkan protein yang abnormal. Beberapa subjek dipilih berdasarkan
fenotip klinis dan radiografik mirip dengan kasus mutasi positif yang pernah 17
dilaporkan. Dengan persetujuan Institutional review board, darah, fibroblast atau
jaringan diambil dari subjek terpilih dan DNA disiapkan dengan protokol standar.
PCR dan sequence analysis
7 exon CRTAP, 15 exon LEPRE1 dan 5 exon PPIB, termasuk region intronik
sekitar, diamplifikasi dari DNA genom dengan PCR dan dianalisis dengan
fluorescent dye-terminator sequencing. Hasil dianalisis menggunakan software
Sequncher 4.6 atau Mutation Surveyor. Sekuens subject dibandingkan dengan
sekuen gen ensemble ENSG00000117385, ENSG00000170275 dan
ENSG00000166794 untuk LEPRE1, CRTAP dan PPIB berturut-turut. SNPs
diidentifikasi menggunakan kartu gen (www.genecards.org). untuk CRTAP dan
LEPRE1, kami menggunakan penomoran kode sekuens konvensional dimana A
dari inisiator kodon methionine merupakan nukleotida pertama (+1), dan inisiator
metionin adalah asam amino +1. Hal ini menyebabkan poin referensi untuk kode
sekuens LEPRE1 berbeda dengan yang digunakan Cabral et al dimana
nukleotida pertama dari sekuens cDNA dinomori +1, dimana berdasarkan A pada
kodon inisiator metionin bernomor -41.
RT-PCR
RNA total diekstraksi dari fibroblast menggunakan trizol dan sintesis cDNA
dilakukan dengan Superscript III reverse trancriptase kit (Invitrogen). Real time
quantitative PCR dilakukan menggunakan versi Lightcycler 1.1. Konsentrasi
cDNA template ditentukan menggunakan Ribogreen dan untuk masing-masing q-
PCR menggunakan konsentrasi ekuivalen. Fluoresen ditangkap pada tiap akhir
siklus ekstensi (lebih dari 45 siklus). Poin penyilangan ditentukan oleh derivative
kedua algoritme intrinsic dari software Lightcycler dan dinormalisasi menjadi
ekspresi gen konstitutif (β2-microglobulin).
Spektrometri massa
18
3-hydroksilasi dari prolin pada posisi 986 dari triple helix di rantai α1(I) kolagen
tipe 1 ditentukan dari kolagen yang disiapkan dari jaringan tulang atau kultur sel
kulit fibroblast atau osteoblast tulang. CB peptide atau pepsinized collagens
diisolasi dengan SDS-PAGE dan tryptic digest untuk MS/MS. Electrospray MS
menggunakan LCQ Deca XP ion-trap mass spectrometer dengan in-line liquid
chromatography.menggunakan kolom kapiler C8 (300mm x 150mm) eluted 4.5
ml/mnt. Mobile gradient dibuat dari buffer A (0,1% formic acid ditambah 2% buffer
B dalam air milliQ) dan buffer B (0,1% formic acid dalam 3:1 acetonitrile:n-
propanol v/v). Electrospray Ionization Source (ESI) dibawah tekanan atmosfer
digunakan untuk emngenalkan sampel pada spectrometer massa. Voltase spray
adalah 3kV dan temperaratur inlet kapiler 1600C.
HASIL
Dari 78 individu, didapatkan 3 proband dengan mutasi CRTAP dan 16 proband
dengan mutasi gen LEPRE1. 2 dari proband merupakan heterozygous
sedangkan sisanya homozygous (table S1). Temuan ini menggambarkan adanya
kosanguinitas orangtua pada setidaknya 8 dari 19 probands. Semua probands
memiliki bentuk OI berat, baik tipe II (perinatal lethal OI) atau tipe III (severly
deforming OI). 7 meninggal 1 tahun pertama setelah lahir, 5 didiagnosa OI berat
in utero dan kehamilannya diterminasi, 5 proband dapat melewati 1 tahun
pertama kehidupan dengan usia paling tua adalah 16 tahun, dan 1 proband
masih hidup dengan usia 5 bulan.
Temuan radiologis pada proband dengan mutasi CRTAP dan LEPRE1
ditunjukkan pada gambar 1 dan 2. Pada saat foto diambil, proband 2 berusia 12
bulan, wanita, kaukasian yang merupakan compound heterozygous mutasi
CRTAP (c.278_293dup and c.822_826delAATACinsT). Kedua mutasi
memperkirakan frameshift dan downstream terminasi kodon prematur. Saat lahir,
dia memiliki fraktur multiple tulang iga, klavikula, humerus, radius, mandibular
dan ulna dengan sclerosis, poor definition dan pelebaran metafise tulang panjang
(gambar 1). Saat usia 12 bulan, dapat hidup tanpa alat bantu nafas. Proband 7
didapatkan homozygous untuk LEPRE1 nonsense kodon, c.392C>A, p.Ser131X.
saat lahir didapatkan fraktur multiple tulang panjang dan iga. (gambar 2A-D),
ekstremitas pendek, penurunan tonus dan distress nafas. Secara radiografis,
19
didapatkan osteopenia, rhizomelia, brachycephaly, penurunan ketebalan
calvaria, dan tulang iga yang tipis dengan fraktur multiple.
Gambaran radiologis pasien yang bertahan lebih dari 1 tahun pertama kehidupan
yang mengalami mutasi CRTAP dan LEPRE1 ditunjukkan pada gambar 3 dan 4
berurutan. Proband 3 merupakan homozygot dari missense mutation CRTAP,
c.200T>C(p.leu67Pro). proband ini merupakan keturunan iran yang menikah
dengan sepupu pertama. Pada saat studi ini diakukan, pasien ini berusia 9
tahun. Pasien ini mengalami fraktur multipel saat lahir dan menunjukkan
keterlambatan pertumbuhan segera setelah lahir. Sejak lahir hingga usia 7,5
tahun telah tercatat mengalami 16 kali fraktur (gambar 3), tetapi 18 bulan terakhir
tidak didapatkan. Pada saat usia 7,5 tahun, TB 71 cm (z= -12,87, P50 untuk usia
10,5 bulan) dan BB 11 kg (z= -7,91, P50 untuk usia 18 bulan). Fungsi parunya
normal dan sesuai untuk anak seukurannya. Pada anak ini juga didapatkan
skoliosis yang signifikan dan bengkok pada tulang panjangnya. Secara
radiografis, tulang ini terlihat gracile dan besar, bulbous “popcorn” epiphyses
(gambar 5A). Pasien ini tidak dapat berdiri atau berjalan, untuk mobilitas
menggunakan wheel bed, dan secara intelektual tergolong normal. Kehamilan
kedua pada keluarga ini diterminasi pada usia kehamilan 19 bulan dikarenakan
dari USG menunjukkan OI.hasil tes dari kehamilan ini tidak menunjukkan adanya
mutasi pada kolagen tipe 1, tetapi menunjukkan homozygositas missense mutasi
yang sama dari CRTAP pada proband 3 (c.200T>C; p.Leu67Pro). kedua
orangtuanya merupakan heterozygout untuk mutasi tersebut dan varian ini tidak
ditemukan pada 100 orang kelompok kontrol. Kadar CRTAP mRNA normal pada
fibroblast pasien (tabel 1). Residu asam amino pada CRTAP is evolutionary
conserved diantara sequen vertebrata, kecuali beberapa spesies ikan.
Proband 10 merupakan contoh lain yang usia hidupnya lama pada penelitian
kohort ini. Kasus ini sebelumnya dilaporkan oleh Cabral et al (2007) sebagai
proband 5 dan mutasi yang dicatat oleh Cabral et al (c.1656C>A; p.Tyr552X)
juga dikonfirmasi positif pada penelitian ini. Orang tuanya juga masih merupakan
sepupu dan memiliki kakek nenek yang sama. Selama kehamilan pertama,
didapatkan fraktur in utero dan pada saat lahir. Pada saat dievaluasi usia 6
tahun, anak ini tampak kecil, mobilitasnya menggunakan kursi roda dan memiliki
deformitas di semmua ekstremitas serta skoliosis yang signifikan. Pada saat usia
11 tahun, temuan klinis masih sama, tetapi pada temuan radiologisnya
20
didapatkan epifisis tulang panjang yang berbentuk bulbus dan besar dengan
regio ireguler (popcorn epiphyses) (gambar 4A-C, 5B).
Dua contoh proband yang usia hidupnya lama menunjukkan suatu striking
bulbous “popcorn” epiphyses (gambar 5) yang mungkin merupakan karakteristik
yang dapat membedakan oi tipe dominan dan resesif. Walaupun demikian, dari
kasus yang digambarkan diatas, fenotip proband dengan mutasi di CRTAP dan
LEPRE1 sulit untuk dibedakan. Kesimpulan ini digambarkan pada gambar 1-4
yang menunjukkan fenotip klinis proband 1 dengan mutasi CRTAP dan proband
4, 5, 14, 16 dan 17 dengan mutasi LEPRE1.
Diantara mutasi CRTAP dan LEPRE1 yang diidentifikasi pada peneitian ini
(gambar 6), 7 proband memiliki mutasi frameshift, dimana semuanya
mengakibatkan terminasi downstream kodon dan nonsense mediated decay
(NMD). Tujuh proband lainnya mengalami mutasi yang mengacaukan splice
donor sites dan diprediksi menyebabkan splicing abnormal. Semua proband
kecuali 2 (proband 18 dan 19), missplicing menyebabkan terminasi prematur dan
NMD. Ini termasuk proband 11, 12, 13, 14 yang semua homozygot mutasi
LEPRE1 pada keturunan west Africa, dan proband 15 yang merupakan
compound heterozygote dan mutasi nonsense. Empat proband lainnya memiliki
mutasi nonsense dimana proband ini diprediksi mengarah ke NMD, sementara
mutasi pada proband 9 (c.2041C>T) dalam 50 nukleotida terakhir dari exon
penultimate, yang dapat terhindar dari NMD. Proband 3 yang didiskusikan diatas
merupakan satu-satunya yang mengalami mutasi missense pada LEPRE1 atau
CRTAP. Sehingga, pada mayoritas kasus resesif OI berat, hilangnya stabilitas
mRNA mewakili konsekuensi primer dari mutasi.
Untuk mengkonfirmasi efek dari mutasi genomik pada stabilitas transkrip, RT-
PCR dilakukan setelah RNA dari kultur sel tersedia. Dari semua kasus dimana
frameshift, nonsense atau splice site mutation menyebabkan terminasi kodon
prematur, didapatkan reduksi signifikan dari kuantitas transkrip LEPRE1 atau
CRTAP dibanding kelompok kontrol yang konsisten dengan efek prediktif NMD
(tabel 1). Pada sel dari proband 3, yang homozygot untuk mutasi missense pada
CRTAP, tidak didapatkan reduksi jumlah transkrip. Sel dari proband 9, yang
homozygot untuk mutasi nonsense dalam 50 pasangan basa terakhir dari exon
penultimate LEPRE1, mengandung separuh dari jumlah normal transkrip, yang
bisa disimpulkan adanya sejumlah signifikan transkrip yang terhindar dari NMD.
21
Proband 18 dan 19 masing-masing homozygot untuk subtitusi pasangan tunggal
basa yang unik pada splice donor site pada permulaan intron 6 dari LEPRE1
(c.1170+2T>A dan c.1170+5G>C). Kedua mutasi ini menghasilkan kuantitas
normal transkrip mRNA (tabel 1), karena satu-satunya hasil splice yang jelas dari
sel dari kedua proband adalah melewati in frame dari exon 6 yang menghasilkan
delesi 90 nukleotida.
Untuk mengevaluasi efek biokimia dari mutasi, kadar 3-hydroxylase dianalisa
menggunakan spectrometri massa dari kolagen tipe 1 yang berasal dari
fibroblast-conditioned media, dan tulang. Dari semua sampel yang diperiksa
didapatkan penurunan kadar 3-hydroxylase prolin pada posisi 986 dari triplehelix
rantai α(I) kolagen tipe 1 yang berasal dari kultur fibroblast seperti pada table 1.
Kolagen fibroblast yang berasal dari proband 3, homozygote untuk missense
mutasi CRTAP, dan memiliki fenotip paling ringan dibandingkan proband yang
jumlah mRNAnya diprediksi hampir tidak ada, menghidroksilasi 79% dari taget
residu prolin. Sel dari proband 11, yang memiliki splice site mutasi LEPRE1 yang
menghasilkan beberapa produk, memiliki 4% 3-hydroxyproline dalam kolagen
fibroblast tetapi 55% 3-hydroxyproline pada kolagen tipe 1 dari bone derived cell
(gambar 7). Sebaliknya, proband 1, yang merupakan homozygote dari frameshift
mutasi CRTAP, memiliki 4% 3-hydroxyproline dalam kolagen fibroblast dan 2%
dalam tulang dibandingkan dengan kelompok control (gambar 7).
DISKUSI
Berdasarkan temuan fenotip dalam penelitian ini, hilangnya fungsi secara komplit
atau hampir komplit baik CRTAP maupun LEPRE1 memiliki efek terhadap
derajat OI, terutama tipe II dan III. Didapatkan 3 indentifikasi baru alel CRTAP
dan 9 identifikasi baru alel LEPRE1 yang memperluas spectrum alel mutant yang
ditemukan hingga saat ini (gambar 6). Proband 11, 12, 13 dan 14 homozygot,
dan proband 15 heterozygot untuk mutasi pada splice donor site di intron 5
LEPRE1 yang disebut sebagai “West African Allele”. Proband 2 merupakan
compound heterozygote mutasi CRTAP dan menurunkan 16 alel duplikasi
pasangan basa kepada infant 3 seperti dijelaskan pada Barnes et al.
Missense mutasi CRTAP, c.200T>C(p.Leu67Pro), pada proband 3 menjelaskan
gangguan pada sekuens asam amino dari CRTAP dapat menyebabkan OI, dan 22
pada kasus ini mirip walaupun lebih ringan dibandingkan kehilangan komplit dari
protein. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menetukan bagaimana
penggantian asam amino ini mengganggu fungsi CRTAP.
Adanya hilang fungsi alel LEPRE1 yang unik (c.232delC) pada 3 populasi Irish
Traveller dimana keluarganya tidak memiliki hubungan kerabat, memiliki implikasi
klinis dan epidemiologis penting pada komunitas ini. Populasi ini memiliki
konsanguinitas signifikan dan peningkatan kondisi penyakit genetik dan
metabolic yang diturunkan secara autosomal resesif, termasuk OI. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa OI pada komunitas ini tidak berhubungan
dengan 2 gen kolagen tipe 1, COLIA1 dan COLIA2. Peningkatan prevalensi OI
pada komunitas ini disebabkan karena tingginya frekuensi karier untuk mutasi
LEPRE1 sehingga tes untuk karier dapat diimplementasikan secara efektif.
Proband 4, salah satu anggta komunitas Irish Travellers yang memiliki usia hidup
lebih panjang dari perkiraan (pada saat penelitian berusia 5 tahun), yang memiliki
intelegensi normal dan mobilisasi menggunakan kursi roda, merupakan hasil
terapi yang didapat sejak lahir menggunakan bisphosphonates (IV pamidronate,
12 mg/kg/tahun dibagi menjadi dosis tiap 3 bulan) yang sering digunakan
sebagai terapi pada anak dengan OI berat. Atau merupakan gambaran latar
belakang genetic yang berbeda dimana homozygout mutasi LEPRE1
diekspresikan. Kami berspekulasi bahwa terapi dini dengan obat ini dapat
menurunkan perluasan terjadinya bentuk struktur bulbous epiphyses (popcorn
epiphyses), mengingat tidak tampaknya gambaran ini pada anak usia 5 tahun
yang mendapatkan terapi tetapi pada anak usia 6 tahun yang tidak mendapat
terapi, gambaran ini muncul.
Mutasi pada CRTAP dan LEPRE1 masing-masing dapat menyebabkan
gambaran klinis yang luas, dari mulai paling berat dan seringnya lethal seperti OI
tipe II/III sampai dengan yang ringan (OI tipe VII) yang terlihat pada mutasi
CRTAP yang masih dapat memproduksi beberapa protein normal.
Konsanguinitas orang tua merupakan feature yang membantu dalam
membedakan mereka yang dengan mutasi resesif CRTAP atau LEPRE1 dari
mutasi kolagen tipe 1 yang dimana parental mozaicism dapat menyebabkan
rekurensi yang menyerupai inheritan resesif. Diantara bayi dengan mutasi
CRTAP atau LEPRE1 yang menyisakan sedikit fungsional mRNA, presentasi
klinis sulit untuk dibedakan. Bayi0bayi ini sering terdiagnosis in utero dengan
23
penampakan mirip dengan bentuk lethal OI yang dihasilkan dari heterozygote
mutasi kolagen tipe 1 dan mungkin mengalami fraktur multiple dari tulang
panjang dan tulang iga saat lahir, berkurangnya mineralisasi calvaria, dan
penurunan pembentukan tulang. Cabral et al (2007) mengatakan bayi dengan
mutasi LEPRE1 berat berbeda dengan mutasi kolagen tipe 1 dimana pada bayi
dengan mutasi LEPRE1 memiliki sclera putih dibandingkan biru, wajah yang
bulat dibandingkan segitiga, dan dada barrel-shaped dibandingkan narrow.
Berdasarkan temuan kami, masih tidak jelas apakah temuan ini ditemukan
secara konsisten pada semua kasus dengan mutasi LEPRE1. Masih diperlukan
sampel yang lebih banyak lagi pada bentuk mutasi ini untuk dapat memastikan
adanya karakteristik yang khas. Didapatkan gamnbaran popcorn epiphyses pada
pasien yang memiliki homozygote missense mutasi dari CRTAP (proband 3,
gambar 5A) dan pasien yang memiliki homozygote null mutation P3H1 (proband
10, gambar 5B). epifise abnormal ini menggambarkan dysplasia kartilago pada
growth-plate sebagai akibat adanya defek pada formasi tulang yang disebabkan
oleh mutasi prolyl 3-hidroxilation complex. Spekulasi ini konsisten dengan
kolagen tipe II pada kartilago yang juga dimodifikasi oleh prolyl 3-hidroxilation,
dan cartilage CRTAP knock out mice yang tidak menunjukkan adanya prolyl 3-
hidroxilation.
Null mutation pada CRTAP dan LEPRE1 mungkin tidak memiliki hasil yang dapat
dibandingkan. Contohnya, sementara proband 1 dengan mutasi CRTAP memiliki
2-4% kadar 3-hydroxyroline, pasien lain yaitu proband 11 dengan mutasi
LEPRE1 memiliki sekitar 50% 3-hydroxyproline dari kultur osteoblast dan hanya
4% dari kultur dermal fibroblast rantai α1(I). hal ini menunjukkan kemungkinan
adanya kompensasi hilangnya fungsi dari P3H1 pada sel tulang, ke,umgkinan
oleh P3H2 atau P3H3. Dari penelitian ini tidak dapat dieksklusi adanya data dari
fibroblast kemungkinan suatu artefak atau mutasi LEPRE1 menyebabkan
keluaran hasil splicing yang berbeda antara di tulang dan fibroblast.
Mekanisme yang pasti dari mutasi CRTAP dan LEPRE1 dalam menyebabkan OI
semakin tidak jelas. Populasi produk protein dari LEPRE1 dapat berinteraksi
dengan protein CRTAP untuk membentuk kompleks dengan cyclophilin B.
protein ini mungkin merupakan “true” secreted protein leprecan yang
mengandung 2 situs glycosoglycan tambahan. Fungsi leprecan dan lokalisasinya
pada matriks ekstraseluler masih diteliti. Identifikasi sel dengan null mutation
24
dapat menyediakan alat untuk membedah fungsi elemen yang berbeda dari
protein kompleks tersebut. Pathogenesis molekulernya kemungkinan lebih
kompleks dibandingkan sekedar kekurangan 3-hydroxylation tipe 1 dan mungkin
kolagen lain.
Penelitian ini menunjukkan mutasi CRTAP dan LEPRE1 berkontribusi signifikan
terhadap kohort individual OI dengan fenotip berat dan resesif. Pada populasi
West Africa, bentuk berat dari OI disebabkan mutasi LEPRE1. Pada populasi ini
angka karier mencapai 1/100 – 1/280 dengan kemungkinan menghasilkan
keturunan dengan OI sebesar 1/40.000 kelahiran. Kemungkinan OI lethal
sebesar 1/50.000 – 1/60.000 kelahiran menunjukkan proporsi signifikan dari
populasi ini dapat disebabkan oleh allele tunggal saja dibandingkan parental
mosaicsm.
Dari penelitian ini timbul pertanyaan bagaimana sebaiknya mendiagnosis OI. Dari
14 subjek penelitian didapatkan sel yang mensintesa rantai prokolagen tipe 1
yang abnormal dan mengubah mobilitas elektroforesis. Tetapi sulit untuk
menentukan apakah semua rantai memiliki mobilotas abnormal, sehingga,
sementara studi protein mengidentifikasi abnormalitas sel dan mutasi dari
CRTAP, LEPRE1 dan gen prokolagen tipe 1, tes terhadap mutasi ini penting
untuk mengetahui pola inheritan, perkiraan resiko rekurensi dan menyediakan
fasilitas tes untuk parental mosaicsm pada gen kolagen. Data mutasi dapat
mendasari penelitian tentang genotip-fenotip, termasuk menetukan apakah
“popcorn epiphyses” merupakan tanda klinis khusus untuk menentukan
prognosis individu dengan mutasi CRTAP atau LEPRE1. Sampai semua situs
splicing bisa diidentifikasi, mengerti bagaiman prognosis dari adanya mutasi baru
hanya bisa berdasarkan gambaran klinis dan kerja RNA di sel. Implementasi dari
high density arrays akan memfasilitasi adanya delesi dan duplikasi subtle dan
dapat menjadi tambahan penting untuk diagnosis berdasarkan sequencing.
Untuk mengerti petogenesis molekuler, selain dibutuhkan sampel darah untuk
isolasi DNA juga dibutuhkan kultur sel dari jaringan target.
25
26
TELAAH KRITIS JURNAL
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang factor penyebab OI
tipe resesif dimana pada penelitian sebelumnya didapatkan gambaran klinis OI
tanpa adanya mutasi pada COLIA 1 dan COLIA 2 Tujuan dari penelitian tersebut
sudah sangat jelas didasarkan pada rumusan masalah yang ada
Teknik pengambilan sampel sudah dijelaskan dengan rinci, termasuk
adanya ”inform concent” untuk individu yang dijadikan sampel. Jumlah sampel
sudah jelas, karakteristik sampel jelas.
Metode untuk menganalisa data sudah dijelaskan secara rinci. Dari data-
data yang telah dianalisis dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah,
data-data tersebut sudah dapat dijadikan sumber informasi.
Hasil penelitian sesuai dengan data yang didapat, sudah dapat
memberikan gambaran/jawaban atas permasalahan yang ada.
Kesimpulan sudah diambil berdasarkan hasil penelitian.
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan kembali untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
27