Organisasi Bisnis Dan Lingkungan Bisnis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LBHK PPA

Citation preview

Organisasi Bisnis

Dan

Lingkungan Bisnis

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Lingkungan Bisnis dan Hukum KomersialOleh :

Eva Ulfah Rahayu

Suci IzdiharYuristira Putri

ORGANISASI BISNIS DAN LINGKUNGAN BISNIS

I. Organisasi Bisnis dan Lingkungan Bisnis

Mempelajari bisnis berarti menelaah sejarah kehidupan manusia dan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas dengan sumber-sumber yang terbatas. Kegiatan bisnis merupakan sebuah sistem operasional yang sangat terkait dengan lingkungan di sekitarnya. Dalam masyarakat kegiatan bisnis harus mampu bersikap fleksibel dan beradaptasi dengan perubahan yang ada. Oleh karena itu, mempelajari bisnis sama artinya mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya dalam suatu lingkungan dengan sumber-sumber yang terbatas.

Secara terminologis, bisnis merupakan sebuah kegiatan atau usaha. Bisnis dapat pula diartikan sebagai aktivitas terpadu yang meliputi pertukaran barang, jasa atau uang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud memperoleh manfaat atau keuntungan. Dengan demikian, bisnis merupakan proses sosial yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok melalui proses penciptaan dan pertukaran kebutuhan dan keinginan akan suatu produk tertentu yang memiliki nilai atau memperoleh manfaat keuntungan.

Dalam suatu lingkungan bisnis kita memerlukan suatu organisasi yang akan mengatur jalannya bisnis di dalamnya.Dalam masyarakat yang bergerak maju, organisasi harus dikelola secara efektif. Oleh sebab itu, dalam rangka memperoleh tujuan berbisnis tersebut diperlukan peran organisasi yang optimal. Pada dasarnya, organisasi yang mengelola interaksi masyarakat dapat dibedakan menjadi organisasi profit dan non profit. Organisasi nonprofit lebih berorientasi pada tujuan nilai sosial (social value) dengan lebih menekankan kegiatan pelayanan pada kelompok masyarakat. Organisasi yang terdiri dari organisasi profesi, keagamaan, politik, kebudayaan memiliki visi dan misi yang berbeda-beda. Contoh, organisasi nonprofit adalah LBH. LSM, Komnas HAM, dan sebagainya. Sedangkan organisasi bisnis lebih menekankan pada tujuan profit atau keuntungan, karena dengan keuntungan itu organisasi bisnis dapat mempertahankan kelangsungan operasinya.Organisasi bisnis dapat dipandang sebagai suatu system transformasi yang memiliki beberapa subsistem, yaitu subsistem input, proses, dan output. Pandangan ini sangat bermanfaat untuk menganalisis masalah-masalah yang berkaitan dengan output barang atau jasa dalam organisasi perusahaan. Setiap bisnis mengadakan transaksi dengan orang-orang, dan orang-orang tersebut memiliki kepentingan di dalamnya, oleh karena itu mereka disebut pemegang kepentingan utama atau orang yang mempunyai kepentingan dalam bisnis. Lima jenis pemegang kepentingan dalam bisnis tersebut antara lain pemilik, karyawan, kreditor, pemasok, dan pelanggan yang saling berkaitan.Lingkungan bisnis mempunyai ketergantungan dengan kehidupan ekonomi anggota masyarakat. Dengan lingkungan itulah bisnis mempunyai kepentingan untuk mengelola pihak-pihak yang berasal dari latar belakang sosial, budaya, dan politik yang berbeda. Organisasi bisnis yang peduli akan lingkungan tersebut akan selalu melakukan penyesuaian dengan lingkungan internalnya sesuai dengan perubahan yang terjadi. Penyesuaian-penyesuaian ini diperlukan agar organisasi bisnis dapat selalu menciptakan keseimbangan dengan lingkungan eksternalnya. Karena lingkungan eksternal selalu berubah, maka lingkungan internalnya pun juga harus berubah sesuai dengan arah perkembangan lingkungan eksternal sehingga terciptalah keseimbangan yang dinamis.II. Teori Lingkungan Bisnis Eksternal

Kaitan lingkungan eksternal dengan organisasi dapat dijelaskan dengan teori-teori seperti, teori ekologi-populasi (population ecology theory), teori kontinjensi (contingency theory), dan teori ketergantungan pada sumberdaya (resource dependence theory).

a. Teori pendekatan ekologi populasi menjelaskan bahwa kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan ditentukan oleh karakteristik lingkungan dimana perusahaan berada (Child, 1997). Model pendekatan ini membawa implikasi bahwa lingkungan eksternal mempunyai pengaruh langsung (direct effect) terhadap kinerja perusahaan tanpa memandang pilihan strategi yang dijalankan perusahaan (Wiklund, 1999)

b. Teori kontinjensi (contingency theory) menyatakan bahwa keselarasan antara strategi dengan lingkungan bisnis eksternal menentukan kelangsungan hidup dan kinerja perusahaan (Child, 1997; Lee & Miller, 1996). Teori kontijens juga bermakna bagaimana perencanaan strategi mampu memenuhi tuntutan lingkungan, yang mana jika tidak tercipta keselarasan antara perencanaan strategi dengan lingkungan bisnis eksternal dapat berakibat turunnya kinerja sehingga munculnya krisis organisasi atau perusahaan (Elenkov, 1997). Keselarasan antara strategi organisasi dengan lingkungan eksternalnya merupakan fokus kajian manajemen strategik. Pendekatan dengan menggunakan teori kontijensi ini mendapat dukungan dari banyak pakar. Bukti empiris yang ada pada umumnya menunjukkan bahwa perusahaan yang berhasil menyelaraskan strateginya dengan lingkungan eksternal yang dihadapinya akan memperlihatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang kurang berhasil menyelaraskan strateginya. (Beal, 2000; Elenkov, 1997).

c. Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya atauResource Dependence Theorydipelopori oleh Emerson (1962). Ia mengidentifikasikan pembahasan teori ini dalam hubungan kausalitas antara konsep kekuasaan dengan konsep ketergantungan yang diasumsikan terdiri atas A dan B; pengaruh A terhadap B didasarkan pada ketergantungan terhadap sumber daya. Ketergantungan B adalah seimbang dengan kepentingan B ditempatkan di atas tujuan A secara tidak langsung dan sebaliknya seimbang dengan kegunaan dari tujuan-tujuan tersebut pada B diluar hubungan AB. Emerson melihat bahwa ketergantungan dapat dipahami sebagai bagian utama dari kekuasaan. Organisasi mempunyai kekuasaan, yang berkaitan dengan lingkungan tugasnya, sejauh organisasi tersebut mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan unsur tersebut dan sejauh organisasi memonopoli kemampuan tersebut. Adanya kemungkinan bahwa bertambahnya ketergantungan dapat (lihat hubungan A-B) menghasilkan bertambahnya kekuasaan maka kemungkinan inilah yang menjadi dasar bagi koalisi. Argumen yang bertopang pada konsep yang dikemukakan oleh Richard Emerson (1962) di atas merupakan inti (core) dari argumen Resource Dependency Theory.

Organisasi bergantung secara eksternal terhadap resources. Untuk dapat mengurangi ketergantungan tersebut dapat dilakukan berbagai cara yang disebut sebagai tindakan politis. Hal ini dilakukan sebagai model politis yang secara eksplisit berfokus pada hubungan inter-organisasional ketimbang hubungan intra-organisasional. Beberapa strategi umum yang dipakai pada hubungan saling ketergantungan inter-organisasional dalam teori ini adalah:

1. Bargaining

Merupakan langkah awal strategi, lebih sering mencerminkan pembatasan dan pertahanan daerah organisasi (Scott,1983). Dapat juga termasuk tindakan seperti membangun alternatif penawaran sumber yang kritis. Namun penawaran seringkali termasuk negosiasi antara dua organisasi (Katz dan Kahn, 1978). Tingkah laku penawaran ditetapkan dengan aturan masing-masing personal dan hubungan kepercayaan mereka dengan keterkaitan mereka terhadap organisasi lain dan dengan anggota internal mereka.

2. Perjanjian atau Kontrak

Perjanjian adalah negosiasi dari sebuah perjanjian pertukaran performance di masa yang akan datang (Thompson, 1967). Mereka berusaha mengurangi ketidakpastian organisasi dengan tindakan koordinasi bersama organisasi lain di masa yang akan datang. Meskipun masih ada beberapa ketidakpastian inheren di beberapa kontrak (Williamson, 1975) tetapi mereka membantu membedakan obligasi antar partai. Juga kasus quasi legal mereka sering membuka jalan untuk negosiasi kembali dan penawaran di masa depan. Thompson (1967) membangun dalil bagi organisasi yang mengatakan bahwa apabila kapasitas dukungan seimbang terhadap permintaan yang terpusat, maka organisasi yang bersangkutan akan berusaha menangani ketergantungannya dengan cara mengadakan kontrak (contracting).

3. Kooptasi (Penyertaan)

Selznick (1949) pertama kali mendeskripsikan kooptasi sebagai badan perwakilan dari kelompok eksternal yang biasanya mengikut sertakan wakil-wakil dari lembaga keuangan dalam dewan direksi perusahaan untuk pengambilan keputusan internal atau struktur penasihat pada suatu organisasi. Belajar mengenai kepemimpinan sering terfokus pada kooptasi (penyertaan). Sering ditunjukkan bahwa perjanjian yang ada, biasanya membangun hubungan dengan bagian penting dari lingkungan dimana mereka tergantung. Hal ini dimaksudkan agar organisasi memperoleh sumber-sumber penting selama berlangsungnya persetujuan kerjasama tersebut. Cara pengikutsertaan lebih mengikat dibandingkan dengan kontrak karena mereka yang berada di dalamnya bisa mempertanyakan atau mempengaruhi berbagai aspek pada organisasi.

4. Perjanjian Hierarki

Stinchombe (1985) mengidentifikasi bentuk baru dari strategi yang dikombinasikan dengan rencana pengawasan dari hubungan otoritas. Biasanya pada titik kompleksitas tinggi dan saling ketergantungan yang tidak pasti (seperti perjanjian pertahanan keamanan antara kontraktor dan pemerintah). Perjanjian tersebut menjadi perantara bagi hak pengawasan terhadap rekan pertukaran yang normalnya akan berimplikasi terhadap pengambilan keputusan internal. Dengan demikian hak-hak hirarki mendasari kebebasan kontraktor yang dipahami sebagai semacam joint venture dengan sebuah pemerintahan. Biasanya dilakukan pada proyek dengan resiko yang besar dan tinggi seperti proyek pertahanan dan konstruksi yang besar.

5. Joint Venture

Pada Joint venture, dua atau lebih perusahaan menciptakan organisasi baru untuk mengejar hasil umum, meskipun sumber daya yang ada dan didapatkan lebih sedikit dibandingkan bila dengan merger. Joint venture dapat terjadi antara pesaing atau rekan pertukaran. Lebih sering terjadi pada organisasi yang tingkat persaingannya tinggi dan hubungannya singkat. Joint venture bisa dilakukan pada kegiatan seperti research dan development (R and D) atau kegiatan pengawasan terhadap kualitas yang bermanfaat untuk menutupi kelemahan masing-masing perusahaan.

6. Merger

Pada merger, lebih dari dua organisasi berhubungan untuk membentuk suatu organisasi. Tiga bentuk merger antara lain:

a. Vertical IntegrationOrganisasi pada tingkat proses produksi yang berbeda tetapi masih berada pada hubungan simbiotik dalam industri yang sama melakukan merger antara yang satu dengan yang lain. Lebih sering terjadi pada organisasi yang telah siap untuk saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain (Pfeffer, 1972).

b. Harizontal MergerBentuk organisasi yang sama bergabung pada suatu bentuk organisasi yang lebih besar. Hal ini terjadi jika kompetisi di antara organisasi-organisasi tersebut tinggi.8. Asosiasi

Asosiasi adalah kumpulan organisasi yang bersepakat untuk mengatur berbagai bentuk perijinan yang menyangkut kepentingan mereka. Hal ini dibuat bersama untuk mengejar tujuan yang diinginkan secara menguntungkan. Anggota dapat sama atau tidak sama, tergantung pada tujuan dari asosiasi. Organisasi individual bergabung dengan asosiasi untuk mengumpulkan sumber-sumber, informasi, menciptakan pengaruh atau untuk medapatkan legitimasi dan penerimaan.

9. Koneksi Pemerintah

Pemerintah mempengaruhi organisasi dengan menspesifikasi jenis perusahaan dan juga dapat menentukan jenis organisasi yang diijinkan. Dengan adanya organisasi maka pemerintah kemudian mempunyai berbagai tingkatan kekuasaan terhadapnya, meskipun organisasi ini dapat melebihi pemerintah untuk mempengaruhi baik secara demografis dan pembuatan keputusan, tetapi badan pemerintahan dapat menggunakan berbagai tingkatan monitoring dan mengenakan undang-undang terhadap organisasi yang memungkinkan tidak terjadinya resiko yang harus ditanggung oleh pemerintah (perlindungan terhadap lingkungan, sikap pilih kasih, membatasi kompetisi, menetapkan harga dan keuntungan, dan lain-lain). Ketika pemerintah menjalankan kewenangannya terhadap organisasi, mereka juga menyediakan sumber-sumber seperti keuntungan pajak, insentive, subsidi bagi pembeli suatu produk atau jasa partnernya. Disinilah konteks koneksi dengan pemerintah dibangun oleh organisasi, karena adanya hubungan yang saling menguntungkan. Thompson (1967) membangun dalil bagi praktek-praktek penggabungan antar organisasi dengan mengatakan bahwa apabila kapasitas dukungan terpusat dan seimbang terhadap permintaan yang terpusat, tetapi kekuasaan yang diperoleh melalui kontrak tidak mencukupi, maka organisasi yang bersangkutan akan mencoba untuk bergabung.III. Dinamika Lingkungan BisnisBisnis memiliki banyak masalah menarik untuk diteliti. Para pengambil putusan membutuhkan aktivitas perencanan dan pengendalian yang andal untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi. Namun dinamika lingkungan bisnis juga memiliki peranan yang signifikan dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan dari implementasi perencanaan dan pengendalian tersebut. Ketika sebuah organisasi gagal mencapai apa yang telah direncanakan karena perubahan lingkungan, konflik internal seringkali tidak terhindarkan. IV. Memberikan nilai bagi organisasi bisnis sesuai dinamika lingkungan

Lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan perlu dianalisis, maksudnya adalah untuk mencoba mengidentifikasi peluang (opportunities) bisnis yang perlu dengan segera mendapat tanggapan dan perhatian eksekutif, dan disaat yang sama diarahkan untuk mengetahui ancaman (threats) bisnis yang perlu mendapatkan antisipasi. Untuk itu dalam analisis lingkungan bisnis, manajemen berusaha untuk mengidentifikasi sejumlah variabel pokok yang berada diluar kendali perusahaan yang diperkirakan memiliki pengaruh nyata. Analisis lingkungan bisnis berusaha mengetahui implikasi manajerial (managerial implications) yang ditimbulkan baik langsung maupun tak langsung dari berbagai faktor eksternal yang telah diidentifikasi berpengaruh pada prospek perusahaan. Dengan ini diharapkan manejemen akan memiliki gambaran yang jelas dalam menyiapkan strategi bisnis yang diperlukan untuk mengantisipasi implikasi manajerial yang ditimbulkan oleh lingkungan bisnis. Saat ini pengenalan lingkungan eksternal secara tepat semakin penting karena (Siagian, 2001;63):1. Jumlah faktor yang berpengaruh tidak pernah konstan melainkan selalu berubah,

2. Intensitas dampaknya beraneka ragam,

3. Adanya faktor eksternal yang merupakan kejutan yang tidak dapat diperkirakan

sebelumnya betapapun cermatnya analisis SWOT dilakukan,

4. Kondisi eksternal berada diluar kemampuan organisasi untuk mengendalikannya.

Teori manajemen mengatakan analisis lingkungan bisnis terdiri dari dua komponen pokok, yakni analisis lingkungan makro (macro environment) dan lingkungan industri (competitive environment). Lingkungan makro terdiri dari kekuatan ekonomi, kekuatan politik dan hukum, kekuatan teknologi dan kekuatan sosial dan budaya (Wheelen et.al., 2000:13). Keseluruh kekuatan yang ada dalam lingkungan makro ini memiliki pengaruh yang langsung terhadap prospek perusahaan, namun disaat yang sama juga memiliki pengaruh tidak langsung melalui lingkungan industri (Suwarsono, 2000;23).

MODEL PENGELOLAAN BISNIS

Dengan cara bagaimana bisnis dapat dikelola, adalah pertanyaan awal yang selalu muncul pada setiap individu atau manusia. Apabila kita cermati lebih lanjut, telah terjadi perkembangan dalam model pengelolaan bisnis pada negara-negara maju yang selama ini menganut sistem ekonomi liberalisme-kapitalisme. Depresi besar yang ditandai dengan jatuhnya mekanisme pasar, telah mengubah cara dan model pengelolaan bisnis. Perbedaan yang mendasar dari kedua sistem besar dunia tersebut terletak pada mekanisme pengelolaan internal bisnis.

Komunisme adalah antitesis dari sistem ekonomi liberalistik-kapitalistik yang menolak sistem dikotomi. Penguasaan sumber- sumber secara penuh oleh pemilik modal harus dipecahkan oleh kelompok pekerja. Das kapital (1867) merupakan ide dari Karl Marx yang mengkritik model pengelolaan bisnis yang tidak seimbang (eksploitatif). Kemudian Eropa terpecah menjadi dua, yaitu Eropa Barat dan Timur. Eropa Timur menerapkan model pengelolaan bisnis yang bersifat sentralistik, yaitu kebijakan bisnis yang berada pada pemerintah.

Sistem dikotomi dalam hubungan bisnis di Amerika Serikat menemui anti-klimaks pada tahun 1930-an. Pengelolaan bisnis kemudian dipecahkan melaui metode penelitian dan pengembangan yang bersifat ilmiah, dimana peran manajer lebih dioptimalkan dan peran pemodal diminimalkan. Model-model manajemen mulai muncul dan berkembang pada abad ke-20 seiring modernisasi dalam teknologi produksi bisnis (perusahaan), seperti aliran perilaku, aliran situasional, aliran kooperatif, dll. Dan pada tahun 1985, Komunisme mengalami kehancuran melalui program Perestrotika yang disponsori oleh Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev. Terdapat perbedaan yang signifikan antara model pengelolaan bisnis negara-negara berkembang dibenua Asia dan Afrika dengan negara-negara maju.

Negara-negara berkembang itu merupakan negara bekas jajahan yang tidak mengalami proses pengelolaan bisnis yang matang. Hal ini disebabkan oleh perhatian kemerdekaan. Sebab selama masa penjajahan, hak-hak negara telah dirampas oleh negara-negara maju. Pengelolaan bisnis Indonesia telah dikuasai oleh negara kolonial Belanda, termasuk bentuk dan model bisnis yang diterapkan. Model dikotomi pengelolaan bisnis jelas tidak sesuai dengan jiwa dan kekeluargaan. Yang besar dalam kepribadian bangsa Indonesia Pada pasca kemerdekaan, terdapat dualisme dalam pengelolaan bisnis di Indonesia yang berasal dari peninggalan Belanda.

Bisnis dikelola secara kapitalistik dan kapitalistik campuran (mixed capitalistic) dengan melibatkan peran pemerintah yang cukup besar. Pengelolaan bisnis diatur melalui kebijakan yang ketat dan bisnis swasta sangat dibatasi pada industri tertentu. Pilihan model seperti ini merupakan ekses dari dua sistem ekonomi besar dunia, yaitu kapitalisme dan komunisme. Kedua sistem ekonomi itu pada awal pembangunan negara-negara berkembang (pasca kolonialisme) saling memperebutkan eksistensinya. Hal ini tidak dapat dielakkan karena ketergantungan negara berkembang para modal dan teknologi. Akibatnya, pengelolaan bisnis yang berkembang di Indonesia saat ini adalah berbentuk kapitalistik dengan sifat dikotomi.V. Issue Masyarakat Terkait dengan Organisasi BisnisPada masa moderen ini perusahaan tidak bisa lagi bersikap kurang peka atau tidak peduli pada isyu-isyu sosial. Dengan semakin kritisnya masyarakat, organisasi-organisasi yang kurang menganggap penting isyu sosial yang tengah beredar di masyarakat bisa mendapatkan konsekuensi yang amat pahit. Hal ini bisa terjadi karena jika sebuah isyu telah mengkristal dan dianggap oleh sebagian besar anggota masyarakat sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif yang harus dipertahankan maka pemerintah biasanya akan menyikapi hal tersebut dengan mengeluarkan peraturan atau perundang-undangan baru tentang hal itu. Salah satu contohnya adalah beberapa waktu yang lalu, surat kabar ramai memberitakan tentang kasus pencemaran lingkungan di Teluk Buyat oleh PT. Newmont. Kasus Newmont tersebut merupakan salah satu contoh yang harus dihadapi oleh perusahaan yang kurang sensitif terhadap suatu isyu yang beredar di masyarakat. Kita bisa melihat betapa besar harga yang harus dibayar. Bukan saja dari aspek finansial, tapi yang lebih penting lagi citra dan reputasi perusahaan bisa hancur di mata publiknya. Di negara-negara maju, salah satu dampak yang harus ditanggung oleh perusahaan yang tidak menyikapi isyu sosial secara tepat adalah merosotnya harga saham mereka di bursa efek. Tanggung Jawab Sosial ( Social Responbility ) merupakan Etika mempengaruhi perilaku pribadi di lingkungan kerja atau suatu usaha bisnis untuk menyeimbangi komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam lingkungannya. Contohnya adalah : bertanggung jawab terhadap investor, untuk memaksimalkan profit, karyawan, konsumen, dan bisnis lainnya.

1. Benturan Dengan Kepentingan MasyarakatProses produksi seringkali menyebabkan benturan kepentingan (masyarakat dengan perusahaan). Terjadi pada berbagai tingkat perusahaan (besar, menengah, maupun kecil). Benturan ini kerap kali karena perusahaan menimbulkan polusi (udara, air limbah, suara bahkan mental kejiwaan). Klasifikasi Aspek Pendorong Tanggung Jawab Sosial. Dalam menunaikan tanggung jawab sosial, perusahaan dituntut untuk mengindahkan etika bisnis. Hal-hal pendorong dilaksanakannya etika bisnis :1. Dorongan dari pihak luar, dari lingkungan masyarakat. Seringkali menghadapi kendala berupa adanya biaya tambahan yang kadang cukup besar bagi perusahaan dan diperhitungkan dalam untung-rugi perusahaan.2. Dorongan dari dalam bisnis itu sendiri, sisi humanisme pebisnis yang melibatkan rasa, karsa dan karya yang ikut mendorong diciptakannya etika bisnis yang baik dan jujur. Penerapan prinsip manajemen terbuka, hubungan industrialis Pancasila, Pengendalian mutu terpadu dengan gugus kendali mutunya merupakan contoh-contoh penerapan manajemen yang berorientasi hubungan kemanusiaan.

2. Dorongan Tanggung Jawab SosialKlasifikasi masalah sosial yang mendorong pelaksanaan tanggung jawab sosial pada sebuah bisnis sebagai berikut :

a. Penerapan Manajemen Orientasi Kemanusiaan

Kegiatan intern yang muncul bersifat sangat kaku, keras, birokratik, dan otoriter. Prosedur administrasi serta jenjang kewenangan yang berbelit-belit sering menyebabkan tekanan batin bagi para pebisnis maupun pihak lain yang berhubungan. Hubungan yang kurang manusiawi pun kerap terjadi antara perusahaan dengan pihak luar (pelanggan, masyarakat umum).

Manfaat Penerapan Manajemen Orientasi Kemanusiaan. Penerapannya akan menimbulkan hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara pelaku bisnis dan pihak luar. Secara rinci, manfaat tersebut adalah :

1. Peningkatan moral kerja karyawan yang berakibat membaiknya semangat dan produktivitas kerja.

2. Adanya partisipasi bawahan dan timbulnya rasa ikut memilki sehingga tercipta kondisi manajemen partisipatif.

3. penurunan absen karyawan yang disebabkan kenyaman kerja sebagai hasil hubungan kerja yang menyenangkan dan baik.

4. Peningkatan mutu produksi yang diakibatkan oleh terbentuknya rasa percaya diri karyawan.

5. kepercayaan konsumen yang meningkat dan merupakan modal dasar bagi perkembangan selanjutnya dari perusahaan.

b. Ekologi dan Gerakan Pelestarian Lingkungan

Ekologi yang menitikberatkan pada keseimbangan manusia dan alam lingkungannya banyak dipengaruhi oleh proses produksi. Sebagai contoh maraknya penebangan hutan sebagai bahan dasar industri perkayuan, perburuan kulit ular dan buaya yang diperuntukan untuk industri kerajinan kulit, penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak maupun racun yang merusak alam sekitar.

c. Penghematan Energi

Pengurasan secara besar-besaran energi yang berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti batubara, minyak, gas telah banyak terjadi. Kesadaran bahwa sumber daya tersebut tidak dapat diperbarui telah mendorong dilaksanakannya proses efisiensi serta mencari pengganti sumber daya tersebut. Yang dapat disebut dengan sumber daya alternatif diantaranya adalah pemanfaatan tenaga surya, nuklir, angin, air, serta laut.

d. Partispasi pembangunan bangsa

Kesadaran masyarakat pebisnis terhadap sukses pembangunan sangat diperlukan. Karena dengan adanya kesadaran tersebut, akan membantu pemerintah menangani masalah pengangguran dengan cara ikut melibatkan tenaga kerja yang ada, sebagai bentuk tanggung jawab sosial pada lingkungan sekitar perusahaan beroperasi.

e. Gerakan Konsumenrisme

Awal perkembangannya tahun 1960-an di Negara Barat yang berhasil memberlakukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang meliputi beragam aspek, mulai dari perlindungan atas praktik penjualan paksa sampai pemberian izin lisensi bagi petugas reparasi alat rumah tangga.

Tujuan dari gerakan konsumerisme ini adalah :

* Memperoleh perhatian dan tindakan nyata dari kalangan bisnis terhadap keluhan konsumen atas praktik bisnisnya.

* Pelaksanaan strategi advertensi/periklanan yang realistic dan mendidik serta tidak menyesatkan masyarakat.

* Diselanggarakan panel-panel diskusi antara wakil konsumen dengan produsen.* Pelayanan purna jual yang lebih baik.

* Berjalannya proses Public Relation (PR) yang lebih menitikberatkan pada kepuasan konsumen daripada konsumsi semata.

VI. Bidang-bidang pekerjaan dalam organisasi bisnis.Dalam Organisasi bisnis terdapt berbagai macam bidang-bidang organisasi yang saling berhubungan, yaitu meliputi:

1. Departemen Fungsional

Departemen Fungsional yang saling berhubungan. Departementasi fungsional merupakan jenis departementasi yang paling banyak dijumpai dalam organisasi, yaitu membagi unit-unit kerja berdasarkan fungsi atau aktivitas yang dikerjakan dalam sistem manajemen. Fungsi-fungsi atau akivitas yang terjadi dalam organisasi adalah pemasaran, produksi, keuangan, logistik, dan lain sebagainya. Gambar 1Departementasi Fungsional

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan departemen berdasarkan fungsi adalah: (1) Volume pekerjaan, (2) Tradisi, preferensi dan aturan kerja, (3) kemiripan funsgi dalam departemen yang berbeda, (4) Pemisahan fungsi untuk mencegah benturan kepentingan, (5) Penggabungan fungsi-fungsi yang tak sama untuk kepentingan koordinasi.2. Departemen Produk

Departemen berdasarkan jenis-jenis produknya, bahkan apabila produk tersebut sudah sangat berkembang akan menjadi unit-unit bisnis mandiri. Departementasi produk membagi sumber daya yang dimiliki menurut produk yang dihasilkan. Dengan semakin banyaknya produk yang dihasilkan perusahaan, maka akan semakin sulit untuk menkoordinasi kegiatan-kegiatan dalam perusahaan.

Gambar 2 Departementasi Produk

3. Departemen Lokasi

Departementasi jenis ini berdasarkan pertimbangan lokasi geografis yang cukup luas, punya karakteristik yang berbeda-beda sehingga dibentuk beberapa organisasi yang berdasarkan territorial, yang masing-masing memiliki peran khusus.

Gambar 3 Departementasi Lokasi

4. Departementasi Pelanggan

Departemen jenis ini terjadi apabila organisasi membutuhkan pelayanan yang berbeda untuk jenis pelanggan utama yang berbeda. Struktur ini berdasarkan asumsi bahwa pelanggan dapat dikenali dan dipisahkan dalam kategori yang logis.

Gambar 4 Departementasi Pelanggan

Departementasi berdasarkan produk, pelanggan dan lokasi, biasa disebut departementation by Purpose yang mempunyai keunggulan dan kelemahan sebagai berikut:

Keunggulan

1. Unit-unit organisasi memiliki kemandirian

2. Koordinasi internal dalam sebuah unit organisasi lebih mudah dilaksanakan

3. Unit-unit organisasi lebih adaptif pada perubahan lingkungan

4. Karena bersifat mandiri, hasil kerja dari setiap unit organisasi mudah untuk dievaluasi

5. Otonomi merupakan sumber motivasi yang kuat

Kelemahan

1. Kemandirian dapat menimbulkan masalah departementalisme

2. Memiliki peluang bagi terjadinya duplikasi kegiatan

Sedangkan keunggulan dan kelemahan departementasi berdasarkan proses atau fungsional adalah sebagai berikut:

Keunggulan

1. Struktur organisasi yang menjurus kearah spesialisasi dapat mendorong peningkatan kompetensi dan efisiensi

2. Organisasi tidak terbagi secara terkotak-kotak, keseluruhan organisasi merupakan kesatuan.

Kelemahan

1. Ruang gerak karyawan dibatasi oleh bidang spesialisasinya sehingga mereka kurang mengenal tujuan dan permasalahan dari keseluruhan organsisasi.

2. Untuk menjaga keterpaduan, diperlukan adanya kegiatan koordinasi yang intensif

3. Unit organisasi kurang dapat berfungsi sebagai tempat untuk mempersiapkan tenaga pimpinan, karena seseorang yang berkembang atas dasar spesialisasi belum tentu memiliki dan menguasai keahlian manajerial.

VII. Mengelola Isu Dalam Masyarakat Internasional

Perkembangan dunia kontemporer tidak lagi digerakkan oleh orang-orang tertentu dalam suatu negara, tetapi didorong oleh dinamika hubungan antara komunitas-komunitas lintas negara dalam sebuah relasi global. Membatasi perkembangan dunia hanya pada negara jelas terlalu sempit. Dunia masa kini berbeda dengan masa lalu. Dunia sekarang telah memungkinkan semua pihak berkomunikasi dan bertransaksi tanpa dibatasi regulasi ketat negara yang masih memegang teguh kedaulatan. Inilah dunia yang telah terglobalisasi. Sejak kemunculannya, globalisasi telah secara perlahan merombak pola relasi dalam hubungan internasional. Dahulu, orang hanya bisa terhubung dengan orang lain di sekitarnya. Tetapi, seiring dengan perkembangan alat komunikasi dan transportasi, hubungan antarmanusia semakin meluas melintasi batas-batas wilayah. Bersamaan dengan itu, negara-negara di dunia juga kian meningkatkan hubungannya. Terjangan proses globalisasi yang di satu sisi melemahkan peran negara dan di sisi lain menguatkan peran masyarakat internasional menjadi perhatian serius negara. Perkembangan semacam itu merupakan bagian dari proses globalisasi yang sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tahapan-tahapan periodik antara internasionalisme dan globalisasi.

Dalam Hubungan Internasional dikenal apa yang dinamakan kerja sama internasional. Dalam suatu kerja sama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri. Kerja sama internasional adalah sisi lain dari konflik internasional yang juga merupakan salah satu aspek dalam Hubungan Internasional. Isu utama dari kerja sama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan bersama yang diperoleh melalui kerja sama dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tidakan yang unilateral dan kompetitif. (Doughterty & Pfaltzegraff, 1997: 419).

Dengan kata lain, kerja sama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan dan keamanan. Hal tersebut memunculkan kepentingan yang beraneka ragam sehingga mengakibatkan berbagai masalah sosial. Untuk mencari solusi atas berbagai masalah tersebut maka beberapa negara membentuk suatu kerja sama internasional. (Holsti, 1992: 650).

Kerja sama internasional adalah usaha yang dilakukan dua negara atau lebih, dengan tidak didasari paksaan guna mencapai kepentingan dan tujuan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Salah satu perwujudan dari kerja sama internasional adalah dengan terbentuknya organisasi internasional, sesuai dengan konstitusi pendiriannya setiap organisasi memiliki lapangan kerja yang spesifik, dimana kegiatan-kegiatan tersebut merupakan pencerminan dari fungsi dan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dapat bersifat abstrak dan fleksibel sehingga dapat dikatakan sebagai situasi dan kondisi yang akan terwujud pada masa yang akan datang. (Coulumbis & Wolfe, 1999: 279).

Investasi di luar negeri biasanya didasari oleh pertimbangan strategis, pertimbangan perilaku dan pertimbangan ekonomis yang kompleks. Terdapat beberapa motif strategis mengapa perusahaan-perusahaan melakukan investasi ke luar negeri. Motif tersebut antara lain motif mencari pasar, mencari bahan baku, mencari efisiensi produksi, mencari keunggulan pengetahuan dan mencari keamanan secara politis. Perusahaan melakukan investasi ke luar negeri pada awalnya didorong oleh keinginan untuk memperoleh keinginan untuk memperoleh tambahan pendapatan dengan memasok barang produksinya kepasar yang baru salah satu upaya yang dilakukan dengan mengekspor maupun dengan memproduksi barang pada pasar tersebut. Namun yang lebih penting apakah investasi ke luar negeri tersebut merupakan bentuk dari proactive investment atau defensive investment. Proactive investment didesain untuk meningkatkan pertumbuhan dan keuntungan yang akan didapat oleh pelaku ekonomi, sedangkan defensive investment dilakukan untuk melindungi posisi pelaku dalam persaingan. Untuk melakukan investasi di luar negeri harus dipastikan bahwa investasi tersebut memiliki keuntungan komparatif yang memungkinkan untuk bersaing dengan pasar lokal.

Dalam perekonomian global saat ini, dimana faktor saling mempengaruhi dan ketergantungan sangat besar sekali artinya bagi perekonomian, bentuk investasi asing langsung merupakan bentuk yang paling diminati dan populer. Ini juga ditunjang dengan beberapa kelebihan yang diberikan oleh bentuk investasi ini, antara lain adalah (Jhingan, 1996:625) :

1.Investasi langsung memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi organisasi mutakhir kepada negara terbelakang (berkembang).

2.Investasi langsung pada gilirannya akan mendorong perusahaan lokal untuk berinvestasi sendiri atau bekerjasama dengan pihak asing.

3.Negara penerima modal memperoleh jumlah modal yang lebih besar. Dimana sebagian laba dari investasi langsung pada umumnya ditanamkan kembali kedalam pengembangan industri terkait.

4.Investasi swasta disalurkan pada penggunaan yang logis dan produktif karenanya investasi ini menambah kapasitas produksi negara penerima modal.

5.Dalam investasi langsung kemungkinan pelarian modal dari negara penerima modal sangat kecil.

6.Investasi langsung meringankan beban neraca pembayaran negara penerima modal pada tahap awal pembangunanya.

7.Investasi langsung yang mengalir ke negara berkembang mendorong para pengusahanya untuk menanamkan modal di negara terbelakang lainnya.

Beberapa hal yang mempengaruhi keputusan suatu perusahaan asing melakukan investasi atau perdagangan di negara lain adalah (Rudy, 2002:17-18) :

1. Kerangka ekonomi makro suatu negara.

2. Kebijakan moneter dan fiskal.

3. Stabilitas suatu negara, yang dilihat dari indikatornya antara lain: pertumbuhan, inflasi dan nilai tukar.

4. Faktor sumber daya yang tersedia. Meliputi diantaranya: Land (SDA), Labour (SDM), dan Capital (Modal).

5. Ukuran pasar, yang diukur dari jumlah populasi, GNP perkapita dan kecendrungan selera masyarakat.

6. Social Overhead Capital (biaya tambahan).

7. Pertimbangan neraca pembayaran dan stabilitas nilai tukar mata uang.

Masuknya investasi asing kedalam suatu negara sangat diperlukan dalam upaya mempercepat proses pembangunan negara tersebut, khususnya pada sektor ekonomi. Keberadaan investasi asing ini terutama sekali membantu dalam proses indrustrialisasi, mengakumulasikan modal pembangunan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, dengan investasi asing, maka negara donor dapat meningkatkan keunggulan komparatif mereka dalam perdagangan internasional dan mendapatkan keuntungan dari keunggulan tersebut.PELUANG DAN TANTANGAN GLOBALISASIa. Peluang Globalisasi

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang transportasi dan telekomunikasi telah membuat dunia terasa seolah tanpa batas dan sekat. Penemuan pesawat terbang dengan kecepatan sangat tinggi telah membuat orang bepergian ke luar negeri menjadi makin mudah, makin cepat, dan makin nyaman. Demikian pula halnya kemajuan teknologi telekomunikasi telah membuat hubungan komunikasi penduduk antar negara di berbagai belahan dunia menjadi semakin terbuka dan mudah. Seolah dunia ini kecil, orang dapat berkomunikasi setiap saat walaupun berada di belahan dunia dalam jarak yang amat jauh secara fisik, namun dengan kecanggihan alat komunikasi semuanya terasa dekat dan seolah tidak terpisahkan oleh tempat dan jarak yang berjauhan (Arief Furchan, 2009).Globalisasi di bidang ekonomi telah mendorong munculnya perdagangan bebas lintas negara. Perdagangan bebas adalah suatu situasi di mana arus lalu-lintas barang, jasa, dan manusia dari dan ke suatu negara di dunia ini tidak mengalami hambatan yang berarti. Berbagai bentuk perjanjian yang melibatkan banyak negara, seperti perjanjian antar negara mengenai perdagangan bebas antar negara-negara anggota : AFTA yang mulai berlaku pada tahun 2003; APEC yang mulai berlaku pada tahun 2010 untuk negara maju dan 2020 untuk negara berkembang. Pada tahun 2003, produk barang dan jasa serta tenaga kerja dari negara Asean tidak akan dipersulit untuk bekerja di Indonesia, demikian pula sebaliknya. Pada tahun 2010, negara maju yang tergabung dalam APEC harus membuka pintunya bagi arus masuk produk barang, jasa, dan tenaga kerja dari negara anggota APEC lainnya dan pada tahun 2020 semua negara anggota APEC harus menghilangkan segala hambatan bagi masuknya arus barang, jasa dan tenaga kerja. Keadaan seperti itu, akan menimbulkan peluang dan ancaman bagi bangsa Indonesia. Peluang itu berupa makin mudahnya barang dan jasa produksi Indonesia untuk memasuki pasaran luar negeri. Hambatan non-tarif (kuota, dan sebagainya) bagi produk Indonesia ke negara lain akan semakin hilang atau tidak berarti lagi. Demikian pula halnya dengan tenaga kerja Indonesia, mereka akan dapat bekerja dengan mudah di negeri asing tanpa hambatan peraturan imigrasi yang berarti. Namun di sisi lain, keadaan itu juga dapat menimbulkan ancaman bagi Indonesia: barang, jasa, dan tenaga kerja asing boleh masuk ke Indonesia dengan tanpa hambatan yang berarti. Akan terjadi persaingan kualitas barang, jasa, dan tenaga kerja dalam negeri dan luar negeri guna merebut pasar dalam negeri (Arief Furchan, 2009).

b. Tantangan Globalisasi

Globalisasi dapat pula dipandang sebagai suatu tantangan. Dalam konteks globalisasi sebagai tantangan merupakan cara pandang yang optimistis, dimana memandang globalisasi sebagai suatu yang menantang. Sesuatu yang menantang mengandung makna bahwa sesuatu tersebut harus disikapi dan dihadapi dengan barbagai upaya dan strategi.

Perdagangan atau pasar bebas, dapat dikatakan sebagai tantangan. Tantangan yang terkandung pada sistem pasar bebas adalah bagaimana kita dapat memanfaatkan sebaik-baiknya setiap peluang untuk mengembangkan industri dan menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing dan diserap pasar internasional. Guna menghadapi tantangan tersebut, maka sumber daya manusia yang berkualitas (masyarakat dan kalangan dunia usaha yang kreatif dan inovatif) sangat diperlukan untuk dapat memainkan peran sebagai pelaku aktif yang dapat bersaing atau bahkan keluar sebagai pemenang dalam persaingan global. Sumber daya manusia yang berkualitas juga sudah menjadi tuntutan dan keharusan untuk dapat menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam memperebutkan lapangan pekerjaan yang semakin sempit. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu bersaing dengan semua bangsa di dunia, maka semua komponen masyarakat terutama dunia pendidikan di tuntut perannya untuk meningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran.

Globalisasi tidak bisa ditolak atau dihindari, dia hadir seiring perkembangan peradaban manusia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah menghadapinya dengan seksama, turut serta memainkan peran dalam setiap tantangan dan peluang yang tersedia. Salah satu faktor yang menentukan dalam daya saing suatu produk adalah mutu produk. Mutu merupakan bagian isu kritis yang menantang dalam persaingan global. Tantangan lainnya dalam menghadapi pasar dan persaingan bebas adalah bagaimana menciptakan sektor pertanian dan industri yang efisien, efektif, dinamis dan berkelanjutan, penyebarluasan teknologi dan inovasi yang terkait dengan sistem produksi, packaging, serta pemasaran.PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS RIAU

2014