6
1 PENGAJIAN AHAD PAGI MASJID MARGO MULYO NAGAN TENGAH, PATEHAN, KRATON, YOGYAKARTA Orang yang “Beruntung dan Rugi” Banyak orang yang bertanya: Siapakah orang yang beruntung dan siapakah orang yang rugi?Jawabnya tentu saja bergantung pada persepsi (anggapan) masing-masing orang. Nah, sebagai seorang muslim, dalam kesempatan ini saya akan menjelaskan siapa saja yang bisa disebut orang beruntung dan orang yang rugi menurut ajaran Islam. Siapakah Orang Yang Beruntung? Dalam QS al-Baqarah misalnya -- dijelaskan bahwa “orang yang beruntung (al-Muflih ) adalah orang yang beriman kepada perkara ghaib, mendirikan shalat, menunaikan zakat. Termasuk pula (orang yang) beriman kepada kitab-kitab yang Allah turunkan. Allah berfirman, ۛ ۛ ۖ Kitab 1 (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa 2 , (yaitu) mereka yang beriman 3 kepada yang ghaib 4 , yang mendirikan 1 Tuhan menamakan al-Quran dengan al-Kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa al-Quran diperintahkan untuk ditulis. 2 Takwa, yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; (dan) tidak cukup diartikan dengan takutsaja. 3 Iman ialah: Kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.

Orang yang beruntung dan rugi

Embed Size (px)

Citation preview

1

PENGAJIAN AHAD PAGI

MASJID MARGO MULYO NAGAN TENGAH, PATEHAN, KRATON, YOGYAKARTA

Orang yang “Beruntung dan Rugi”

Banyak orang yang bertanya: “Siapakah orang yang beruntung dan siapakah orang yang rugi?” Jawabnya tentu saja bergantung pada persepsi (anggapan) masing-masing orang. Nah, sebagai seorang muslim, dalam

kesempatan ini saya akan menjelaskan siapa saja yang bisa disebut orang beruntung dan orang yang rugi menurut ajaran Islam.

Siapakah Orang Yang Beruntung?

Dalam QS al-Baqarah – misalnya -- dijelaskan bahwa “orang yang beruntung (al-Muflih) adalah orang yang beriman kepada perkara ghaib,

mendirikan shalat, menunaikan zakat. Termasuk pula (orang yang) beriman kepada kitab-kitab yang Allah turunkan”.

Allah berfirman,

“Kitab1 (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa2, (yaitu) mereka yang beriman3 kepada yang ghaib4, yang mendirikan

1Tuhan menamakan al-Quran dengan al-Kitab yang di sini berarti yang

ditulis, sebagai isyarat bahwa al-Quran diperintahkan untuk ditulis.

2Takwa, yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; (dan) tidak cukup diartikan dengan ‘takut’ saja.

3Iman ialah: “Kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.”

2

shalat5, dan menafkahkan sebahagian rezeki6 yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu7, serta mereka yakin

akan adanya (kehidupan) akherat8. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari

Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung9.” (QS al-Baqarah/2:

2-5)

Dalam sebuah hadits dijelaskan: ”Orang yang beruntung adalah

orang yang bersyukur atas nikmat Allah dan bersabar atas ujian Allah.” Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,

4Yang ghaib ialah: “Yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya

kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan (meyakini) adanya sesuatu yang maujud (ada) yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.

5Shalat menurut bahasa 'Arab: “Doa.” Menurut istilah syara' ialah: “ibadah yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusyu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.

6Rezeki: “Segala yang dapat diambil manfaatnya”. Menafkahkan sebagian rezeki, ialah: “Memberikan sebagian dari harta yang telah direzekikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.

7Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelum Muhammad s.a.w. ialah Kitab-kitab yang diturunkan sebelum al-Quran, seperti: “Taurat, Zabur, Injil dan Shuhuf-Shuhuf yang tersebut dalam al-Quran yang diturunkan kepada Para rasul.” Allah menurunkan kitab kepada Rasul ialah dengan memberikan wahyu kepada Jibril a.s., lalu Jibril menyampaikannya kepada para rasul.

8Yakin ialah: “Kepercayaan yang kuat dengan tidak dicampuri keraguan sedikit pun. Akherat lawan dunia. Kehidupan akherat ialah: “Kehidupan sesudah dunia berakhir. Yakin akan adanya kehidupan akhirat ialah: “Benar-benar percaya akan adanya kehidupan sesudah dunia berakhir. “

9Ialah: “Orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya.”

3

“Sungguh menakjubkan keadaan orang yang beriman, segala urusan baginya selalu baik. Dan hal itu tidak akan terjadi kecuali pada orang yang beriman; jika dia mendapat kesenangan dia bersyukur, dan hal itu baik baginya. Dan apabila tertimpa

kesulitan dia bersabar dan kesabaran itu baik pula baginya.” (Hadits Riwayat

Muslim dari Shuhaib, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 227, hadits no. 7692)

Siapakah Orang Yang Rugi?

Sementara itu, tentang siapa orang-orang yang rugi, bisa kita simak penjelasannya – misalnya – pada QS al-Kahfi/18: 103-106,

عمالا ﴿ ين أ خس

ين ضلذ ٣٠١قل هل ننبئكم بال سعيهم ف ﴾ الذ

ا ﴿ نذهم يسنون صنعائك ٣٠١الياة ادلنيا وهم يسبون أ ـ ول

﴾ أ

عمالهم فل نقيم لهم ين كفروا بآيات ربهم ولقائه فحبطت أ الذ

﴾ ذ ٣٠١يوم القيامة وزناا ﴿ هم ا ذوا لك هنذم بما كفروا واتذواا ﴿ ﴾٣٠١آيات ورسل ه

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya

dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia10, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka

pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-

Ku sebagai olok-olok.” (QS al-Kahfi/18: 103-106)

Dalam QS al-Kahfi 103-106 tersebut dijelaskan: “Siapa sajakah

orang yang menderita kerugian; yaitu: “Allah menceritakan tentang orang

yang paling rugi semasa hidupnya. Mereka adalah orang yang menyia-nyiakan semua amal perbuatannya. Mereka menyangka telah banyak

10Maksudnya: “Tidak beriman kepada pembangkitan di hari kiamat, hisab dan

pembalasan.”

4

berbuat amal kebaikan padahal di akhirat nanti Allah tidak akan memberikan penilaian pada semua amal kebaikan yang telah mereka

lakukan. Mereka akan dilemparkan kedalam neraka jahanam, dan semua amal kebaikan yang telah mereka kerjakan tidak memberi manfaat sediki

tpun kepada mereka.

Sementara itu, Rasulullah SAW menjelaskan tentang orang yang menderita kerugian itu dengan sebutan al-Muflis (Orang yang Bangkrut),

“Bahwa Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para

sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang

tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam

bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka

hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan

kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (Hadits

Riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 18, hadits

no. 6744; dan Hadits Riwayat at-Tirmidzi dari Abu Hurairah, Sunan at-

Tirmidzi, juz IX, hal. 270, hadits no. 2063)

Kesimpulan

Demikianlah penjelasan ringkas tetang siapa orang yang beruntung dan menderita kerugian, dalam pandangan syariat Islam. Orang yang

beruntung ialah: “Orang yang beriman dan beramal shaleh, dalam kaitannya dengan kewajibannya kepada Allah dan (kepada) sesama makhluk Allah

(hablun minallâh dan hablun minannâs)” secara utuh (timbal-balik). Sementara

5

itu orang yang menderita kerugian ialah: “Orang yang tidak beriman dan tidak beramal shaleh dalam kaitannya dengan kewajibannya kepada Allah

dan (kepada) sesama makhluk Allah (hablun minallâh dan hablun minannâs)”

secara utuh (timbal-balik).

Oleh karena itu, marilah kita bangun sikap dan perilaku yang

‘shaleh’ dengan pondasi iman kita yang kokoh, dalam semua aspek kehidupan (duniawi dan ukhrawi secara utuh), dan jangan sampai kita terjebak dalam perbuatan maksiat sekecil apa pun karena lemahnya iman

kita.

Ingat, bahwa setan akan selalu menggoda diri kita dari arah mana pun dengan berbagai cara. Dan mereka (setan) tak akan pernah mengenal

kata putus asa dalam menggoda umat manusia di mana pun dan kapan pun.

Al-‘Ibrah: “Mari Kita Menjadi Orang Yang Beruntung (Arb: al-Muflih, Jw.

‘Wong Bejo’)”

Kita perlu merenungkan kembali makna firman Allah yang dinyatakan dengan kalimat: "la'allakum tuflihûn", yang terungkap' sebanyak

11 kali di dalam kitab suci al-Quran. Ternyata semuanya bukan tanpa syarat. (QS al-Baqarah/2: 189; QS Āli ‘Imrân/3: 130; QS Āli ‘Imrân/3: 200; QS al-

Mâidah/5: 35; QS al-Mâidah/5: 90; QS al-Mâidah/5: 100; QS al-A’râf/7:

69; QS al-Anfâl/8: 45; QS al-Hajj/22: 77; QS an-Nûr/24: 31 dan QS al-

Jumu’ah/62: 10)

Keberuntungan, seperti kata sahabat saya -- M. Husaini – dalam sebuah buku (karya tulis)-nya yang berjudul: “Hidup Bahagia dengan Energi

Positif: Menyingkap Inspirasi Hikmah Keseharian” (Malang: Genius Media,

2014), tidak selalu bermula dari proses yang mudah dan menyenangkan,

apalagi serba kebetulan. Bahkan -- dalam banyak hal - berawal dari proses-proses yang sangat melelahkan.

Ada orang yang rumahnya terbakar, tetapi setelah itu berhasil membangun rumah baru yang jauh lebih megah.

Ada yang terkena PHK, tetapi setelah itu diterima bekerja di

perusahaan yang lebih bonafide.

Ada yang gagal mendapatkan seseorang yang sangat dicintai dan didambakan, setelah 'merasa sangat kecewa, ternyata -- pada akhirnya

-- mendapatkan 'jodoh' atau 'pasangan hidup'' yang jauh lebih setia, dan bahkan jauh lebih berkualitas.

Ada yang gagal untuk menembus kampus harapan, ternyata justeru ujung-ujungnya diterima di kampus yang kelak melambungkan karirnya.

6

Tetapi, yang terpenting adalah: "jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan keberuntungan apa pun tanpa upaya, karena 'ternyata' orang-

orang yang beruntung itu 'kebanyakan' dari mereka adalah orang-orang yang sebelumnya telah bekerja keras dengan cucuran keringat dan bahkan 'tetesan

darah pejuang' yang pada akhirnya meraih 'panen besar' karena kerja kerasnya.

Siapa yang menanam, dialah yang akan mengetam. Siapa yang

menabur beninh dan merawatnya dengan sebaik-baiknya, dialah yang akan

memanen dengan panen yang terbaik.

Untuk menjadi al-muflih (orang yang beruntung atau dalam istilah

Jawa: "Wong Bejo"), kita perlu "bekerja keras, cerdas dan ikhlas". Cobalah

'baca' kembali -- dengan cermat -- makna firman Allah yang berisi kalimat:

"la'allakum tuflihûn". insyâallâh kita akan semakin faham dan selanjutnya

lebih siap, 'mau dan berani' berbuat sesuatu, untuk menjadi orang yang

beruntung (Al-Muflih/‘Wong Bejo’).

Fastabiqul Khairât.

(Dikutip dan diselaraskan dari http://journalofannisya.blogspot.com/2013/06/orang-yang-beruntung-dan-

orang-yang.html)