78
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat (TU) dengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular SKRIPSI SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM 108102000025 FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JANUARI 2013

Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

  • Upload
    doandan

  • View
    248

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat

(TU) dengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada

Penggunaan Injeksi Intramuskular

SKRIPSI

SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

108102000025

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013

Page 2: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat

(TU) dengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada

Penggunaan Injeksi Intramuskular

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

108102000025

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013

Page 3: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sivia Nurulliana Septianingrum

NIM : 108102000025

Tanda Tangan :

Tanggal : 21 Januari 2013

Page 4: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

iv

HALAMAN PERSERUJUAN PEMBIMBING

Nama : Sivia Nurulliana Septianingrum

NIM : 108102000025

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat

(TU)

dengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada

Penggunaan

Injeksi Intramuskular

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Azifitria, M.Si., Apt. Yuni Anggraeni, M.farm., Apt.

NIP. 197211272005012004 NIP. 198310282009012008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt.

Page 5: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

v

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Sivia Nurulliana Septianingrum

NIM : 108102000025

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat

(TU)

dengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada

Penggunaan

Injeksi Intramuskular

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dr. Azifitria, M.Si., Apt. ( )

Pembimbing II : Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. ( )

Penguji I : Sabrina, M.Farm., Apt. ( )

Penguji II : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )

Penguji III : Supandi, M.Si., Apt. ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 21 Januari 2013

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. Dr. dr. (hc). MK. Tadjudin, Sp.And.

Page 6: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

vi

ABSTRAK

Nama : Sivia Nurulliana Septianingrum

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat

(TU) dengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada

Penggunaan Injeksi Intramuskular.

Mikroemulsi dipilih sebagai pembawa testosteron undekanoat dalam rangka

mencari formula alternatif injeksi intramuskular TU. Pada penelitian ini

perbandingan campuran minyak (isopropil miristat : minyak jarak : benzil bezoat)

untuk meningkatkan solubilisasi testosteron undekanoat diinvestigasi.

Selanjutnya, dibuat sediaan mikroemulsi dengan berbagai komposisi minyak, air

dan surfaktan dengan perbandingan campuran minyak (20 : 8 : 41) lalu dimasukan

ke dalam diagram fase pseudoterner. Formula yang paling stabil dievaluasi

meliputi cycling test, uji sentrifugasi, uji pH dan uji ukuran partikel serta

dilakukan uji difusi dan dibandingkan dengan sediaan kosolvensi yang beredar di

pasaran. Uji difusi menggunakan sel difusi Franz dengan membran otot tikus

galur Sprague dawley bagaian biceps femoris serta kompartemen reseptor berisi

phosphate buffer saline pH 7,4. Hasil evaluasi menunjukan sediaan mikroemulsi

terpilih adalah formula J yang terdiri dari fase air 3% air dan surfaktan (Tween

80) 28%, serta campuran fase minyak 69% memberikan stabilitas fisik yang baik

dengan range pH 6-7 dan ukuran partikel 90,1 nm. Setelah 8 jam pengujian difusi

didapatkan Persen TU terpenetrasi pada mikroemulsi dan kosolvensi yang beredar

dipasaran secara berturut–turut adalah 1,026 % ; 2,698% dan fluks secara

berturut-turut yaitu 63,95 μg/cm2.jam ; 170,476 μg/cm

2.jam. Dari hasil uji difusi

secara in vitro menunjukan mikroemulsi mempunyai penetrasi yang lebih rendah

dibandingkan dengan sediaan kosolvensi yang beredar di pasaran.

Kata kunci : Testosteron Undekanoat, Mikroemulsi, Diagram fase

pseudoterner, sel difusi Franz

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 7: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

vii

ABSTRACT

Nama : Sivia Nurulliana Septianingrum

Program Study : Pharmacy

Tittle : Optimization and Preparation Testosterone Undecanoate

(TU) Microemulsions with Optimum Strength

Intramuscular Injection Administration

Microemulsion chosen as the carrier of undekanoat testosterone in order to find an

alternative formula of TU intramuscular injection. In this study the mixing ratio of

oil (isopropyl myristate: castor oil: benzyl bezoat) to increase solubilization

undekanoat testosterone was investigated. Furthermore, microemulsions were

made with various compositions of oil, water and surfactant with oil mixture ratio

(20: 8: 41) and then inserted into the pseudoterner phase diagram. The most stable

formula was evaluated include cycling test, centrifugation test, pH test, particle

size test, and then difussion test and compared with cosolvensi preparations in the

marketplace. Diffusion test using Franz diffusion cells with membrane strain of

Sprague Dawley rat muscle biceps femoris and the receptor compartment is

containing phosphate buffered saline pH 7.4. The result of evaluations shown

formula J as the selected microemulsion preparation comprising water phase 3%,

and surfactant (Tween 80) 28%, also 69% oil phase mixture gave good physical

stability with pH range 6-7 and particle size 90.1 nm. After 8 hours of diffusion

tested, percentation of TU in microemulsion and cosolvensi in the marketplace

respectively were 1.026%, 2.698% and flux respectively were 63.95 μg/cm2.hour;

170.476 μg/cm2.hour. The result of in vitro diffusion test shown that

microemulsion had a lower penetration than cosolvensi preparations in the

marketplace.

Key Word : Testosterone Undecanoate, Microemulsions, Pseudo-Ternary

Phase Diagrams, Franz Diffusions Cell

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

viii

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بسم هللا الر

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas segala

rahmat dan karunia-Nya yang tidak terhimgga sehimgga saya dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan

bimbingan dari segala pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

skripsi ini, kiranya sulit bagi saya untuk menyelesaikan penulisan ini tepat pada

waktunya. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati saya

menyampaikan terimakasih yang tulus kepada:

1) Ibu Dr. Azifitria, M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Yuni

Anggraeni, M.farm, Apt. sebagai pembimbing kedua yang selalu sabar

membimbing dan memberi saran dalam penyusunan skripsi dan teknis

pengerjaan selama penelitian berlangsung sampai tersusunnya skripsi ini.

2) Bapak Prof. (hc) dr. MK. Tadjudin s.and., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3) Bapak Drs. Umar Mansur M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4) Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan bantuan

selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5) Kedua orang tua saya tercinta Bapak Suroso dan Ibu Rosmalarita atas doa,

nasehat, perhatian, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan baik moral

maupun materil yang diberikan kepada saya.

6) Adik-adik tersayang Hafina Rehana Jannah dan Shalscha Fatimah Az Zahra

yang selalu mendoakan dan menyemangati selama ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 9: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

ix

7) Seluruh karyawan dan laboran khususnya Eris Risenti Amd. yang telah

membantu saya selama penelitian di dalam laboratorium.

8) Ilham Adraviatma S.Kom. atas segala bantuan, saran, semangat dan doa yang

tiada henti kepada saya agar skripsi ini selesai tepat pada waktunya.

9) Teman-teman terbaik (Widya dwi arini, RR. Alvira Widjaya, Indah

Prihandini, Amalia Khairunnisa, Ade Fithrotinnadhiroh, Septi Purnamasari,

Yosseane Widia Kristi) yang tidak bosan untuk memberikan saran dan

semangat dan selalu mendorong saya untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.

10) Teman-teman satu perjuangan dalam labolatorium Dina Haryani, Dwi Nur

Astria, dan Mahmudah yang selalu membuat suasana di labolatorium menjadi

hangat seperti keluarga.

11) Teman-teman ALCOOLIQUE yang selalu mewarnai hari-hari selama masa

kuliah (yuni, endah, sinthi, nia, dian, fitri, dewa, ikhsan) dan semuanya yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

12) Seluruh teman-teman farmasi 2008 yang banyak membantu selama masa

perkuliahan maupun selama penelitian serta atas kebersamaan yang tidak akan

terlupa.

Saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Jakarta, Januari 2013

Penulis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 10: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

x

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sivia Nurulliana Septianiingrum

NIM : 108102000025

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya

yang berjudul :

Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat (TU) dengan

Kekuatan Sediaan yang Optimum Pada Penggunaan Injeksi Intramuskular.

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-

Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 21 Januari 2013

Yang menyatakan,

(Sivia Nurulliana Septianingrum)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 11: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISININALITAS ........................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v

ABSTRAK ....................................................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 3

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

2.1 Testosteron Undekanoat .................................................................. 5

2.2 Mikroemulsi ................................................................................... 7

2.2.1 Tipe-Tipe Mikroemulsi .......................................................... 8

2.2.2 Surfaktan ............................................................................... 9

2.2.3 Ko-surfaktan .......................................................................... 11

2.2.4 Komponen Mikroemulsi ........................................................ 11

2.2.4.1 Benzil Benzoat ............................................................. 11

2.2.4.2 Isopropil miristat (IPM) ................................................ 12

2.2.4.3 Minyak Jarak ( Castrol Oil ) ......................................... 13

2.2.4.4 Tween 80 ...................................................................... 13

2.3 Kestabilan Mikroemulsi .................................................................. 13

2.4 Sediaan Parenteral Intramuskular .................................................... 14

2.5 Uji Difusi ........................................................................................ 15

2.6 Hukum Fick .................................................................................... 15

2.7 Sel Difusi Statis (Franz Cell) .......................................................... 16

2.8 Prosedur dan Alat Pengujian Difusi ................................................ 17

2.9 Solubilisasi ..................................................................................... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 22

3.1 Alur Penelitian ................................................................................ 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 23

3.3 Alat dan Bahan ............................................................................... 23

3.3.1 Alat ....................................................................................... 23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 12: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

xii

3.3.2 Bahan .................................................................................... 23

3.4 Prosedur Kerja ................................................................................ 23

3.4.1 Percobaan Pendahuluan ......................................................... 23

3.4.2 Optimasi Formula Mikroemulsi dengan Variasi Konsentrasi ... 24

3.4.3 Pembuatan Mikroemulsi ........................................................ 26

3.4.4 Evaluasi Mikroemulsi ............................................................ 26

3.4.4.1 Cycling Test ............................................................... 26

3.4.4.2 Uji Sentrifugasi .......................................................... 26

3.4.4.3 Uji pH ........................................................................ 26

3.4.4.4 Uji Ukuran Partikel .................................................... 27

3.4.5 Uji Difusi ............................................................................... 27

3.4.5.1 Preparasi Cuplikan Uji Difusi dan Penetapan Kadar

Sampel Menggunakan KCKT ..................................... 28

3.4.5.2 Penetapan kadar Zat Aktif pada Sediaan Mikroemulsi

dan Kosolvensi yang Beredar di Pasaran .................... 28

3.4.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi ........................................ 28

3.4.6 Analisis Data ......................................................................... 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 30

4.1. HASIL ............................................................................................ 30

4.1.1 Percobaan Pendahuluan ......................................................... 30

4.1.2 Optimasi Formula Mikroemulsi dengan Variasi Konsentrasi .. 31

4.1.3 Pembuatan Mikroemulsi ........................................................ 32

4.1.4 Evaluasi Mikroemulsi Lanjutan ............................................. 32

4.1.4.1 Cycling Test ............................................................... 32

4.1.4.2 Uji Sentrifugasi .......................................................... 33

4.1.4.3 Uji pH ........................................................................ 33

4.1.4.4 Uji Ukuran Partikel .................................................... 33

4.1.5 Uji Difusi ............................................................................... 33

4.1.5.1 Kurva Kalibrasi Testosteron Undekanoat untuk

Cuplikan Uji Difusi .................................................... 33

4.1.5.2 Penetapan kadar Zat Aktif pada Sediaan Mikroemulsi

dan Kosolvensi yang Beredar di Pasaran .................... 34

4.1.5.3 Hasil Uji Difusi Sediaan Mikroemulsi dibandingkan

Sediaan Kosolvensi yang Beredar di Pasaran .............. 34

4.2. PEMBAHASAN ............................................................................. 36

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 46

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 46

5.2 Saran .............................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 13: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelarutan Testosteron Undekanoat pada Beberapa Pelarut ................. 6

Tabel 2.2 Kegunaan IPM dalam Formulasi Farmasetik ..................................... 12

Tabel 3.1 Perbandingan Campuarn Minyak ...................................................... 24

Tabel 3.2 Optimasi Formula Mikroemulsi ........................................................ 25

Tabel 4.1 Hasil Uji Kelarutan Testosteron Undekanoat dalam Campuran

Minyak ............................................................................................. 30

Tabel 4.2 Hasil Optimasi Kecepatan Pengadukan ............................................. 30

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Partikel Mikroemulsi ........................................... 33

Tabel 4.4 Penetapan kadar Zat Aktif pada Sediaan Mikroemulsi dan Kosolvensi

yang Beredar di Pasaran .................................................................... 34

Tabel 4.5 Persen Jumlah Kumulatif Testosteron Undekanoat yang Terpenetrasi

dari Sediaan Mikroemulsi dan Kosolvensi yang Beredar

di Pasaran ........................................................................................ 35

Tabel 4.6 Fluks Testosteron Undekanoat dari Sediaan ...................................... 36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 14: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat ....................................... 5

Gambar 2.2 Mekanisme Aksi Testosteron Undekanoat .................................... 6

Gambar 2.3 Tipe Sistem Dispersi Mikroemulsi ................................................ 9

Gambar 2.4 Molekul Surfaktan ........................................................................ 9

Gambar 2.5 Rumus Bangun Benzil Benzoat .................................................... 11

Gambar 2.6 Rumus Bangun Isopropil Miristat ................................................. 12

Gambar 2.7 Ketidakstabilan Emulsi ................................................................. 14

Gambar 2.8 Franz Diffusion Cell ..................................................................... 17

Gambar 2.9 Solubilisasi Sebagai Reaksi Permukaan ........................................ 21

Gambar 4.1 Diagram Fase pseudoterner .......................................................... 31

Gambar 4.2 Hasil Uji Cycling Test Mikroemulsi .............................................. 32

Gambar 4.3 Mikroemulsi Setelah Sentrifugasi ................................................. 33

Gambar 4.4 Kurva Kalibrasi Testosteron Undekanoat ...................................... 34

Gambar 4.5 Grafik Persen Jumlah Kumulatif Testosteron Undekanoat yang

Terpenetrasi dalam Sediaan Mikroemulsi dan Kosolvensi yang

Bereadar di Pasaran ..................................................................... 35

Gambar 4.6. Fluks Testosteron Undekanoat dari Sediaan Mikroemulsi dan

Sediaan Kosolvensi yang beredar di Pasaran Selama 8 jam ........... 36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 15: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Konsentrasi dan AUC dari Kurva Kalibrasi .......................... 51

Lampiran 2 Contoh Perhitungan Jumlah Testosteron Undekanoat yang

Terpenetrasi dari Sediaan Komersil Jam ke-3 ............................... 52

Lampiran 3 Contoh Perhitungan persen Zat Aktif yang Terpenetrasi dari

Sediaan Kosolvensi Terhadap Kadar yang diaplikasikannya ......... 52

Lampiran 4 Contoh Perhitungan Fluks Testosteron Undekanoat dari Sediaan

Mikroemulsi ................................................................................. 53

Lampiran 5 Perhitungan Kadar testosteron Undekanoat Sebenarnya yang

dimasukan ke Dalam Persamaan Regresi Linear Kurva

Kalibrasi 1 .................................................................................... 54

Lampiran 6 Hasil Uji Penetrasi Testosteron Undekanoat dalam Larutan

Phosphate Buffer Saline pH 7,4 dari Sediaan Mikroemulsi dan

Sediaan Komersi yang Beredar ..................................................... 55

Lampiran 7 Gambar Hasil Optimasi Formula .................................................. 56

Lampiran 8 Gambar Alat dan Bahan yang Digunakan ..................................... 57

Lampiran 9 Gambar Hasil Distribusi Ukuran Partikel Sediaan Sebelum

Cycling Test ................................................................................ 58

Lampiran 10 Kromatogram TU dalam Sediaan Mikroemulsi ............................. 59

Lampiran 11 Kromatogram TU dalam Sediaan Kosolvensi yang Beredar .......... 59

Lampiran 12 Kromatogram TU dalam PBS ....................................................... 60

Lampiran 13 Kromatogram Blangko Medium PBS ........................................... 60

Lampiran 14 Certificate of Analysis Testosteron Undekanoat ........................... 61

Lampiran 15 Certificate of Analysis Benzil Benzoat ......................................... 62

Lampiran 16 Certificate of Analysis Minyak Jarak ............................................ 63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 16: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelarutan suatu zat berkhasiat memerankan peran penting dalam formulasi

suatu sediaan farmasi (Kim CK, & Park KM, 1999 dalam Rahmawati J., 2004).

Rendahnya kelarutan suatu zat hidrofobik menyebabkan kecilnya penetrasi obat

tersebut dalam tubuh sehingga kegunaan obat menjadi tidak efisien (Lawrence, &

Ress, 2000).

Testosteron undekanoat (3-Oxoandrost-4-en-17β-yl undecanoate) bersifat

hidrofobik dengan nilai kelarutan dalam air 0,00052 mg/ml (Saraswati A., 2012)

dan nilai koefisien partisi [n-oktanol/air] (log P) sebesar 6,91+ 0,49 (Azifitria,

2012). Secara klinik testosteron undekanoat (TU) digunakan untuk pengobatan

hypogonadism dan sedang dikembangkan sebagai kontrasepsi hormonal pada pria

(Kamischke A., 2005 dalam Wistuba J., 2005).

Sifat testosteron undekanoat yang sangat hidrofobik menyebabkan

tantangan dalam memformulasikannya. Salah satu sediaan komersil TU yang

beredar di pasaran adalah dalam bentuk kapsul lunak dengan dosis 40 mg tetapi

dosis yang dibutuhkan 80 mg sehingga pasien harus meminum 2 kapsul. Setiap

kapsul mempunyai berat sekitar 777 mg sehingga jika diminum 2 kapsul

menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien (Muchow M., 2011). Pemberian

secara oral mempunyai kelemahan dalam hal mempunyai waktu paruh yang

pendek setelah dikonsumsi (Nieschlag E., 2006).

Berdasarkan keterbatasan sediaan oral tersebut maka dikembangkan

formula testosteron undekanoat dalam bentuk injeksi intramuskular. Pemberian

Injeksi intramuskular testosteron undekanoat mempunyai waktu paruh yang

panjang (+ 70 hari) sehingga pemberianya dapat dilakukan setiap 3 bulan

(Zitzmann M., 2006). Pengembangan formulasi obat-obat hidrofobik yang

ditujukan untuk penggunaan parenteral lebih sulit dibanding dengan

pengembangan obat hidrofobik untuk penggunaan oral (Date, A.A. &

Nagarsenker, M.S., 2008) karena keterbatasan kelarutannya.

Page 17: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Injeksi intramuskular testosteron undekanoat yang beredar di pasaran

diformulasi dalam bentuk kosolvensi minyak jarak. Formula testosteron

undekanoat belum berkembang banyak, hanya sebatas penggantian minyak yang

menjadi pembawanya. Di negara China minyak yang digunakan adalah minyak

biji teh. Akan tetapi, penggunaan minyak biji teh mengharuskan penyuntikan

dalam volume besar karena kelarutan testosteron undekanoat kecil pada minyak

biji teh.

Formulasi dengan pembawa minyak mempunyai kelemahan yaitu dapat

menimbulkan nyeri saat disuntikan. Oleh karena itu, formula injeksi testosteron

undekanoat perlu dikembangkan lebih lanjut untuk menghasilkan sediaan yang

dapat mengurangi rasa nyeri saat penyuntikan.

Salah satu teknologi formulasi yang dapat dijadikan sebagai sediaan

parenteral adalah mikroemulsi. Mikroemulsi mempunyai kelebihan yaitu dapat

meningkatkan solubilisasi zat aktif lipofilik dan meningkatkan bioavailibilitas

obat dalam sirkulasi sistemik. Mikroemulsi stabil secara termodinamika,

transparan, viskositasnya rendah, preparasi mudah (Date, A.A. & Nagarsenker,

M.S., 2008) serta mempunyai ukuran partikel yang kecil (10-100 nm) (Myers D.,

2006). Selain itu, peningkatan profil farmakokinetik terlihat pada pengembangan

formulasi paclitaxel yang dibuat dalam bentuk mikroemulsi dibandingkan dengan

kosolven. Nilai Area Under Curve (AUC) mikroemulsi paclitaxel adalah 34,98

gmL-1

.h sedangkan dalam kosolven 21,98 gmL-1

.h (He L et al., 2003).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Retno Kemala Dewi

(2010), testosteron undekanoat dapat dijadikan dalam bentuk mikroemulsi yang

stabil selama 2 bulan penyimpanan. Namun, mikroemulsi yang dibuat

menggunakan ko-surfaktan etanol. Azrifitria (2011) membuat mikroemulsi

testosteron undekanoat dalam bentuk kombinasi dengan MPA. Namun dalam

mikroemulsi tersebut belum diketahui kapasitas maksimal testosteron undekanoat

yang dapat tersolubilisasi. Kemampuan mikroemulsi dalam mensolubilisasi zat

aktif berhubungan dengan volume pemberian. Hal ini dikarenakan pemberian

secara intramuskular harus memenuhi syarat pemberian maksimal untuk sediaan

intramuskular yaitu 4 mL (TPC,92; Lachman 1992). Jika diberikan lebih dari

Page 18: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

volume maksimal akan mengakibatkan nyeri bahkan dapat menyebabkan

nekrosis.

Penelitian yang dilakukan Afrini (2012) memperlihatkan kelarutan

testosteron undekanoat pada beberapa pelarut antara lain isopropil miristat,

minyak jarak, benzil benzoat, tween 80, dan air. Hasilnya menunjukan kelarutan

testosteron undekanoat paling besar pada benzil benzoat dan peningkatan benzil

benzoat dalam sediaan mikroemulsi dapat meningkatkan kelarutan testosteron

undekanoat.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk membuat

mikroemulsi TU sesuai dosis klinis 1000 mg dengan memperhatikan volume

maksimal pemberian intramuskular (4 mL) mikroemulsi yang dibuat dengan

komponen isopropil miristat, minyak jarak, benzil benzoat sebagai fase minyak,

tween 80 sebagai surfaktan dan air sebagai fase airnya dengan variasi konsentrasi

fase minyak dan surfaktan. Selanjutnya, mikroemulsi yang dibuat dievaluasi

meliputi cycling test, uji pH, uji sentrifugasi, uji ukuran partikel serta dilakukan

uji difusi secara in vitro yang dibandingkan dengan uji difusi sediaan kosolvensi

yang beredar di pasaran.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah mikroemulsi yang dibuat dapat meningkatkan solubilisasi

testosteron undekanoat di dalamnya?

2. Bagaimanakah profil uji difusi testosteron undekanoat dalam sediaan

mikroemulsi dan sediaan kosolvensi yang beredar di pasaran?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan formula mikroemulsi TU yang dapat meningkatkan

solubilisasi TU.

2. Membandingkan laju difusi hormon testosteron undekanoat dari sediaan

mikroemulsi yang dibuat dengan sediaan kosolvensi yang beredar di

pasaran.

Page 19: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mendapatkan formula mikroemulsi testosteron

undekanoat yang dapat meningkatkan solubilisasi testosteron undekanoat

sehingga dapat dibuat sesuai dosis klinis serta mengetahui profil difusi

mikroemulsi dan sediaan kosolvensi yang beredar di pasaran.

Page 20: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Testosteron Undekanoat

Gambar 2.1. Rumus Bangun Testosteron Undekanoat

(H.M Behre et al., 2000)

Testosteron undekanoat (3-Oxoandrost-4-en-17β-yl undecanoate; 17β-

Hydroxyandrost-4-en-3-one undecanoate) mempunyai 30 atom C, 48 atom H dan

3 atom O (C30H48O3) serta mempunyai bobot molekul 456,7. Secara organoleptis

testosteron undekanoat berbentuk kristal atau serbuk kristal tidak berbau dan tidak

berwarna atau putih serta tidak berasa. Testosteron undekanoat merupakan derivat

testosteron yang berbentuk ester yang dihasilkan melalui esterifikasi testosteron

alami pada posisi 17β.

Panjangnya rantai atom karbon yang dimiliki testosteron undekanoat

menyebabkan hormon ini bersifat sangat hidrofobik. Estserifikasi mengurangi

kepolaran suatu zat namun meningkatkan kelarutan terhadap minyak/lemak.

Kelarutan testosteron undekanoat yaitu sangat mudah larut dalam metanol dan

larut dalam minyak nabati dan etanol. Testosteron undecanoat stabil di bawah

suhu dan temperatur normal.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Saraswati 2012

diketahui kelarutan tu pada beberapa komponen

Page 21: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1 Kelarutan Testosteron Undekanoat pada Beberapa Pelarut

Pelarut TU (mg/mL)*

Benzil Benzoat 544,17096 ± 19,52971

Isopropil Miristat 289,59857 ± 16,90818

Minyak jarak 162,06436 ± 55,68066

Tween 80 37,95878 ± 4,72130

Air 0,00052 ± 0,00012

Mekanisme kerja TU berawal dari hidrolisis terhadap gugus ester. Hasil

hidrolisis kemudian berikatan dengan reseptor spesifik dari hormon testosteron

membentuk kompleks. Kompleks hormon-resrptor tersebut masuk ke dalam inti

sel dimana ia akan memodulasi transkripsi gen-gen tertentu setelah terikat dengan

DNA.

Gambar 2.2. Mekanisme Aksi Testosteron Undekanoat

(Ilyas, 2008)

Tujuan utama dari pemberian testosteron adalah mempertahankan

tingginya tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria yang ikut dalam

kontrasepsi pria. Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis sehingga

terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama

namun bersifat aman, efektif, reversibel, dan aseptibel (Ilyas, 2008).

Spermatogenesis memerlukan kerja stimulasi dari kedua hormon

gonadotropin di hipofisis yaitu LH dan FSH. LH berfungsi untuk menstimulasi sel

leydig untuk memproduksi testosteron dan mempertahankan kadar testosteron

Page 22: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

agar tetap tinggi di dalam testis yang dibutuhkan untuk spermatogenesis.

Sedangkan FSH berfungsi untuk menginisiasi proses spermatogenesis.

Kontrasepsi hormonal bekerja menghambat sekresi GnRH yang ada pada

hipotalamus sehingga kadar testosteron intra-testikuler menjadi rendah yang

mengakibatkan mengurangi atau mencegah spermatogenesis. Pemberian

testosteron dari luar menyebabkan kadar testosteron dalam darah tetap tinggi

menyebabkan reaksi umpan balik negatif terhadap hipofisis sehingga produksi

FSH dan LH menurun sehingga proses spermatogenesis terhambat.

Bioavailibilitas TU hanya sekitar 7% di dalam tubuh (Muchow, Maincent,

Muller, & Keck 2011) Testosteron ester lambat diabsorbsi ke dalam peredaran

darah dan secara cepat berubah menjadi metabolit aktif yang tidak teresterifikasi.

Ekskresi testosteron 90% melalui urin, 6% melalui feses dalam bentuk asal,

metabolit dan konjugat. Hanya 30% dari 17-ketosteroid yang diekskresi melalui

urin, dengan demikian kadar 17-ketosteroid urin tidak menggambarkan jumlah

sekresi androgen oleh testis tetapi terutama oleh korteks adrenal (Katzung, 2004;

Ilyas, 2008).

2.2 Mikroemulsi

Mikroemulsi adalah sistem dispersi minyak dan air yang secara

termodinamika stabil, transparan atau jernih yang distabilkan oleh lapisan

antarmuka dari molekul surfaktan (El-Laithy, 2003). Mikroemulsi terdiri dari

empat komponen yaitu minyak, air, surfaktan dan kosurfaktan. Hampir semua

penggunaan tunggal surfaktan baik ionik maupun nonionik tidak dapat

menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dan air yang mendekati nol. Oleh

karena itu, kosurfaktan dibutuhkan dalam pembuatan mikroemulsi (Kim, &

Cherng-ju, 2004).

Dalam prakteknya, kunci perbedaan antara emulsi dan mikroemulsi adalah

pembentukannya. Emulsi cenderung membentuk dua lapisan di fasa awal

sedangkan mikroemulsi tidak dan mikroemulsi bersifat stabil secara

termodinamik. Selain itu, secara penampilan emulsi terlihat keruh sedangkan

mikroemulsi terlihat jernih dan transparan (Lawrence et al., 2000). Penggunaan

surfaktan pada emulsi biasanya 0,1% sedangkan mikroemulsi sedikitnya 10%.

Page 23: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari segi ukuran droplet (tetesan), emulsi memiliki ukuran diatas 103 nm

sedangkan mikroemulsi memiliki ukuran 10 nm–100 nm (Myers D., 2006).

Mikroemulsi terbentuk dari dua cairan tak tercampurkan yang saling

menguntungkan dimana salah satunya secara spontan terdispersi ke dalam cairan

lainnya dengan bantuan satu atau lebih surfaktan dan kosurfaktan (Rakshit dan

Satya, 2008). Hubungan perilaku fase di dalam mikroemulsi dapat terlihat dengan

bantuan diagram fase (Phase Diagram). Diagram fase ini berguna untuk

menentukan komposisi yang tepat dari fase air, minyak dan surfaktan yang akan

membentuk suatu sistem mikroemulsi. Perilaku fase sederhana sistem

mikroemulsi dapat dipelajari dengan bantuan diagram tiga fase (pseudo-ternary

phase diagram) yang setiap sudut diagram mewakili 100 % tiap komponen

mikroemulsi (air, minyak,surfaktan) (Bakan, J.A., 1995).

Mikroemulsi dapat diberikan secara parenteral. Kelebihan mikroemulsi

jika digunakan untuk parenteral adalah sebagai berikut: a) ukuran droplet yang

kecil sehingga jika masuk ke dalam sirkulasi darah tidak menghambat peredaran

darah, b) stabil secara termodinamika, c) kemampuan mensolubilisasi yang besar,

d) viskositas yang rendah, e) dapat disterilkan dengan filtrasi, f) mengurangi rasa

sakit pada injeksi jika dibandingkan dengan sediaan pelarut campur, g)

mikroemulsi air dalam minyak dapat digunakan untuk penghantaran obat

terkontrol.

2.2.1 Tipe-Tipe Mikroemulsi

Ada tiga tipe sistem dispersi yang dibentuk oleh mikroemulsi yaitu tipe

minyak dalam air (M/A atau O/W), tipe air dalam minyak (A/M atau W/O) dan

tipe kesetimbangan air dan minyak (bicountinous structure). Tipe sistem dispersi

mikroemulsi tersebut terbentuk tergantung komposisi dari komponen mikroemulsi

itu sendiri.

Page 24: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.3. Tipe Sistem Dispersi Mikroemulsi

(Lawrence dan Rees, 2000)

Mikroemulsi tipe M/A atau O/W akan terbentuk jika volume fraksi

minyak lebih sedikit dari volume fraksi air. Sebaliknya, mikroemulsi tipe A/M

atau W/O akan terbentuk jika volume fraksi minyak lebih banyak dari volume

fraksi air. Sedangkan mikroemulsi tipe kesetimbangan air dan minyak

(bicountinous structure) akan terbentuk jika volume fraksi minyak sama banyak

dengan volume fraksi air (Lawrence dan Rees, 2000).

2.2.2 Surfaktan

Surfaktan atau zat aktif antarmuka adalah suatu zat yang dapat

menurunkan tegangan antarmuka (Martin, 1993). Surfaktan mempunyai struktur

bipolar yaitu bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik.

Hal ini menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fase

yang berbeda derajat polaritasnya.

Gambar 2.4. Molekul Surfaktan

(Gevarsio,1996)

Ada empat jenis surfaktan berdasarkan ionisasinya dalam larutan air yaitu

anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik (Myers, 2006).

Page 25: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada gugus

hidrofilik atau aktif permukaan (surface-active), seperti gugus karboksilat sulfat

atau sulfonat. Secara luas, surfaktan ini banyak digunakan karena harganya yang

murah. Namun, surfaktan ini dapat menyebabkan iritasi dan toksik sehingga

hanya digunakan untuk sediaan luar. Surfaktan ini hanya menghasilkan emulsi

A/M. Contoh surfaktan ionik yaitu: Garam Na, K, atau ammonium dari asam

lemak rantai panjang seperti sodium stearat, Sodium lauril sulfat dan sebagainya

(Matheson, 1996; Rosen, 2004).

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus

hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface active). Surfaktan ini memiliki

sifat toksik sehingga cenderung digunakan untuk formula krim antiseptik.

Contohnya surfaktan kationik yaitu cetrimide, cetrimonium bromide

benzalkonium klorida dan quarternery ammonium salt (QUAT) (Matheson, 1996;

Rosen, 2004).

Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negatif

pada molekulnya, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH rendah

akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi akan bermuatan positif (Matheson,

1996; Rosen, 2004).

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak

terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus

oksigen eter atau hidroksil. Surfaktan nonionik mempunyai kemampuan

melarutkan senyawa yang kurang larut dan memiliki toksisitas rendah. Contoh

surfaktan nonionik yaitu: Glikol dan gliserol ester, Sorbitan ester, Polysorbate,

PEG, Poloxalkol (Matheson, 1996; Rosen, 2004).

Surfaktan membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi pada

antar muka, dengan menurunkan tegangan interfasial dan bekerja sebagai

pelindung agar butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu

terbentuknya emulsi dengan 3 jalan yaitu (Mayers D., 2006): 1) penurunan

tegangan antar muka (stabilisasi termodinamik), 2) terbentuknya film antar muka

yang kaku (pelindung mekanik terhadap koalesen), 3)Terbentuknya lapisan ganda

listrik, merupakan pelindung listrik dari partikel.

Page 26: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3 Ko – Surfaktan

Kosurfaktan merupakan molekul kecil bersifat amfifilik, sebuah alkohol

rantai pendek hingga medium (C2-C10). Surfaktan dalam keadaan sendiri tidak

dapat menurunkan tegangan antarmuka air-minyak secara cukup untuk

menghasilkan sebuah mikroemulsi. Penambahan kosurfaktan dapat membantu

menghasilkan tegangan antarmuka mendekati nol. Tegangan antarmuka yang

mendekati nol mengakibatkan diameter globul menjadi sangat kecil. Secara luas

molekul yang dapat berfungsi sebagai kosurfaktan meliputi surfaktan nonionik,

alkohol, asam alkanoat, alkanediol dan alkil amina (Lawrence, 2000).

2.2.4 Komponen Mikroemulsi

2.2.4.1 Benzil Benzoat

Benzil benzoat adalah ester dari benzil alkohol dan asam benzoat, dengan

rumus C14H12O2. Sinonim benzil benzoat adalah benzil ester, benzyl benzene

carboxylate, benzylis benzoas, benzil phenylformate, phenylmethyl benzoate.

Benzil benzoat adalah larutan yang jernih dengan bau yang khas. Untuk menjaga

kejernihannya maka benzil benzoat disimpan pada suhu 17oC. Benzil benzoat

larut dalam aseton dan benzen, praktis tidak larut dalam gliserin dan air dan dapat

bercampur dalam kloroform, etanol (95%), eter dan minyak esensial. Benzil

Benzoat merupakan pelarut yang non polar dengan nilai logP 3.7. Benzil benzoat

terutama digunakan sebagai pelarut yang banyak digunakan untuk sediaan

intramuskular dengan kadar 0,01-46% v/v. Selain itu benzil benzoat digunakan

juga pada berbagai macam produk kosmetik seperti sampo, kondisioner, parfum,

pelembab dan cat kuku (Rowe, Paul, & Marian, 2009). Penggunaan benzyl benzot

tidak boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan reaksi anafilaksis.

Gambar 2.5. Rumus Bangun Benzil Benzoat

(Rowe, Paul, & Marian, 2009)

Page 27: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.4.2 Isopropil Miristat (IPM)

Gambar 2.6. Rumus Bangun Isopropil Miristat

(Rowe, Paul, & Marian, 2009)

Isopropil Miristat atau 1-Methylethyl tetradecanoate merupakan sebuah

solven yang bersifat lipofilik dengan bobot jenis sama dengan 0,846 – 0,854

g/cm3. Isopropil miristat (IPM) berbentuk cairan bening atau jernih berbau lemah.

IPM larut dalam aseton, kloroform, etanol, etil asetat, lemak, lemak alkohol,

campuran minyak, larutan hidrokarbon, toluen dan lilin. Praktis tidak larut dalam

gliserin, propilenglikol dan air (Rowe, Paul, & Marian, 2009).

Tabel 2.2 Kegunaan IPM dalam Formulasi Farmasetik

Kegunaan IPM Konsentrasi (%)

Deterjen 0,003-0,03

Olic Suspension 0,024

Mikroemulsi < 50

Krim dan Lotio Topikal 1,0 – 10,0

Isopropil miristat (IPM) merupakan pelarut non air pada sediaan parenteral

yang memiliki toksisitas rendah (Rowe, Paul, & Marian, 2009). Selain itu, IPM

tidak menimbulkan aktivitas karsinogenik, mutagenik dan toksisitas akut rendah

dari studi toksisitas secara oral, dermal, inhalasi atau parenteral. IPM tunggal

dapat meningkatkan solubilisasi progesteron 3300 kali dibanding kelarutanya

dalam air. Solubilisasi progesteron dalam IPM dan air berturut – turut adalah 17,0

mg/mL dan 0,007 mg/mL (Nandi, Bahri, Joshi, 2003).

Page 28: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.4.3 Minyak Jarak (Castrol Oil )

Minyak jarak adalah minyak kental yang berwarna kuning pucat dengan

bau yang sedikit khas dan mempunyai rasa yang sedikit tajam. Minyak jarak

sedikit larut di dalam kloroform, etanol, eter, metanol, sangat mudah larut dalam

etanol (95%) dan petroleum eter, tidak larut dalam minyak mineral kecuali kalau

dicampur dengan minyak nabati. Minyak jarak harus disimpan pada wadah kedap

udara pada suhu tidak lebih dari 15º C (Rowe, Paul, & Marian, 2009).

Minyak jarak biasanya digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan

formulasi farmasetik. Dalam formulasi farmasetik, minyak jarak umumnya

digunakan untuk krim dan salep sediaan topical dengan konsentrasi 5-12,5%.

Namun, minyak jarak juga digunakan pada tablet oral dan formulasi berbentuk

kapsul serta digunakan juga sebagai pelarut pada sediaan injeksi intramuskular.

Penggunaan minyak jarak dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi

farmasi umumnya tidak toksik dan tidak mengiritasi jika digunakan sebagai zat

tambahan.

2.2.4.4 Tween 80

Tween 80 atau polisorbat 80 merupakan surfaktan nonionik yang memiliki

toksisitas rendah sehingga dapat digunakan untuk penggunaan oral dan parenteral.

Tween 80 berbentuk cairan berwarna kuning dengan bau khas lemah. Tween 80

memiliki bobot jenis 1,08 g/cm3

dan nilai HLB 15 . Nilai HLBnya 14,9. Tween 80

larut dalam etanol dan air. Selain itu, tidak larut dalam minyak mineral dan

minyak nabati. Dalam sediaan farmasetik tween 80 digunakan sebagai agen

pengemulsi, solubilisator, pembasah, dan agen pensuspensi atau pendispersi.

Dosis tween 80 yang dapat digunakan di dalam tubuh selama sehari (acceptable

daily intake) yaitu 25 mg/kgbb (Rowe, Paul, & Marian, 2009).

2.3 Kestabilan Mikroemulsi

Ada empat fenomena yang terjadi jika sebuah emulsi tidak stabil yaitu

flokulasi, creaming, koalesen dan pemisahan sempurna (breaking). Hal tersebut

pun bisa terjadi pada sebuah sediaan mikroemulsi (Im-Emsap, 2002).

Page 29: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Flokulasi terjadi jika partikel-partikel terdispersi saling berikatan

membentuk kelompok lebih besar, tapi jika dengan pengocokan yang cukup

sediaan akan kembali terdispersi. Terjadinya flokulasi disebabkan oleh kurangnya

jumlah surfaktan dan volume fase terdispersi yang terlalu tinggi.

Creaming adalah pemisahan suatu emulsi ke dalam dua daerah yang

berbeda dimana salah satunya lebih kaya dengan fase dispersi dibandingkan yang

lain. Creaming ini tidak begitu serius karena mudah dihomogen lagi dengan

pengocokan. Creaming mengindikasikan ketidakstabilan pada emulsi sehingga

harus dicegah pembentukanya.

Koalesen terjadi pada kelompok partikel terdispersi yang membentuk

kelompok yang lebih besar lagi dan bersifat irreversibel, hal ini dapat terjadi

akibat keringnya air yang terdapat pada lapisan tipis antarmuka atau pecahnya

lapisan tipis antarmuka.

Breaking adalah proses pemisahan sempurna dari emulsi menjadi masing-

masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut terjadi dalam 2 tahap yaitu

flokulasi dan koalesen.

Gambar 2.7. Ketidakstabilan Emulsi

(Im-Emsap W, 2002)

2.4 Sediaan Parenteral Intramuskular

Injeksi intramuskular adalah injeksi volume kecil yang diinjeksikan ke

dalam otot rangka, biasanya pada otot deltoid di bahu atau otot gluteal di bokong.

Suspensi dan larutan berminyak serta injeksi dengan pembawa air dapat diberikan

melalui rute ini. Perbedaan tempat injeksi membuat menyebabkan perbedaan

volume maksimal pemberian. Jika disuntikan pada otot .bagian deltoid maka

Page 30: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

volume pemberian maksimal 2ml sedangkan jika diberikan pada otot bagian

gluteeal volume pemberian maksimal adalah 5ml (TPC,92; Lachman 1992) tetapi

biasanya 4 ml.

Persyaratan injeksi intramuskular yaitu dapat diberikan sediaan injeksi

dengan pembawa air ataupun non-air yang dapat bercampur atau tidak dengan air,

suspensi atau larutan koloid, dan emulsi. Tujuan suatu obat diberikan secara

intramuskular adalah mendapatkan efek obat yang tidak terlalu cepat ataupun

untuk sistem depo dimana obat dilepaskan secara lambat sehingga obat dapat

bertahan lama di dalam tubuh seperti contohnya obat-obat KB.

2.5 Uji Difusi

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul

suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan

dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,

misalnya suatu membran polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk

menyelidiki proses difusi (Martin, 1983).

Difusi adalah proses menjadi difus atau tersebar luas, gerakan molekul

spontan atau partikel dalam larutan, disebabkan gerakan acak suhunya, sehingga

kadarnya sama di seluruh larutan, proses itu tidak memerlukan penambahan

energi terhadap sistem. Pada dasarnya difusi ada 2 macam yaitu difusi aktif dan

difusi pasif. Perbedaan dari keduanya ada pada penggunaan energi. Difusi aktif

memerlukan energy dalam perpindahanya sedangkan difusi pasif tidak

memerlukan energi untuk perpindahan zat. Difusi bebas atau traspor pasif suatu

zat melalui cairan, zat padat, atau melalui membran adalah suatu proses yang

sangat penting dalam ilmu farmasi (Martin, 1983).

2.6 Hukum Fick

Mengacu kepada hukum Fick tentang difusi, jumlah materi M (satuan =

gram atau mol) yang melintasi suatu unit area (satuan = cm2) per satuan waktu

(satuan = detik) dikenal sebagai aliran J, digambarkan sebagai berikut :

𝐽 =𝑑𝑀

𝑆. 𝑑𝑡

Page 31: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada gilirannya, aliran bersifat proposional terhadap gradien konsentrasi

𝐽 = 𝑎 − 𝑑𝐶

𝐷𝑥

Di mana dC/dx adalah perubahan konsentrasi dalam sebuah jarak kecil tak

berhingga. Untuk merubah tanda proporsional menjadi tanda sama dengan maka

sebuah konstanta ditambahkan

𝐽 = −𝐷𝑑𝐶

𝑑𝑥

Yang mana D diketahui sebagai koefisien difusi atau difusifitas (satuan =

cm2/det). Koefisien difusi adalah ukuran laju permeabilitas dari molekul melintasi

suatu area. Tanda negatif menunjukkan bahwa konsentrasi berkurang sebagai

fungsi dari jarak. Bagaimanapun, aliran selalu memiliki nilai positif (Amiji, M.

M., 2003).

2.7 Sel Difusi Statis (Franz Cell)

Franz Cell/ sel difusi statis dengan satu ruang (One Chambered Cell)

pertama kali dibuat oleh Franz. Difusi Franz Cell mungkin adalah sel difusi yang

paling banyak digunakan dan telah tersedia secara komersil (Crown Glass

company, Somerville, New Jersey) selama bertahun-tahun. Hal-hal yang perlu

diperhatikan tentang Sel Difusi Franz adalah sebagai berikut (Bronaugh and

Raymond, 1984):

a) Volume Reseptor

Volume reseptornya dapat dibuat bervariasi dengan diameter peletakan membran.

Volume reseptor Sel Franz tidak harus dimodifikasi seperti pada Flow Through

Cell karena volume reseptor yang relaitf besar (Bronaugh and Raymond, 1984).

b) Pemeliharaan Suhu

Air yang dipanaskan biasanya digunakan untuk mempertahankan suhu fisiologis,

meskipun ada perdebatan mengenai suhu yang sesuai untuk studi difusi. Sel harus

dipanaskan dengan air pada suhu yang diinginkan. Pada umumnya air dengan

Page 32: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

suhu 37oC disirkulasikan melalui sel Franz untuk menjaga suhu sesuai dengan

keadaan fisiologis tubuh (Bronaugh and Raymond, 1984).

c) Tempat Peletakan Membran

Membran diletakkan diantara pertemuan dua bagian gelas utama dan direkatkan

dengan penjepit logam. Biasanya pada pertemuan kedua gelas utama ini terdapat

karet O ring. Pada saat pengujian karet ini harus dilepas karena dapat

mengabsorbsi bahan-bahan yang bersifat lipofil (Bronaugh and Raymond, 1984).

d) Pencampuran Isi Reseptor

Magnetic stirrer biasanya digunakan untuk mengaduk medium reseptor pada sel

Franz. Magnetic stirrer ini digunakan agar senyawa yang ada dalam medium

difusi tetap tercampur homogen (Bronaugh and Raymond, 1984).

Gambar 2.8. Franz Diffusion Cell

(Pjanovic, Rada, 2009)

2.8 Prosedur dan Alat Pengujian Difusi

Sel dengan konstruksi yang sederhana, seperti yang telah dilaporkan oleh

Aguiar dan Weiner, diduga paling baik untuk pekerjaan difusi. Sel tersebut dibuat

dari gelas atau plastik terang, yang mudah untuk dirakit dan dibersihkan, dan

memberikan kemudahan untuk melihat cairan dan pengaduk yang berputar. Alat-

alat seperti itu dilengkapi dengan alat untuk mengumpulkan sampel dan uji secara

otomatis. Kompartemen sebelah atas atau kompartemen donor diisi dengan

Page 33: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

larutan obat. Larutan reseptor dipompa dari tempat yang lebih rendah. Sampel

dikumpulkan dalam suatu tabung di dalam alat pengumpul fraksi otomatis,

kemudian berturut-turut ditentukan kadarnya secara spektrofotometri. Percobaan

bisa dilakukan selama berjam-jam pada kondisi yang terkontrol ini (Martin,

Swarbrick, Cammarata, 1983).

Biber dan Rhodes membuat suatu konstruksi sel difusi tiga kompartemen

dari pleksiglas untuk penggunaan baik dengan membran sintetis maupun

membran biologis yang diisolasi. Obat tersebut dibiarkan berdifusi dari kedua

kompartemen donor sebelah luar ke dalam suatu ruang reseptor pusat. Hasilnya

dapat direproduksi dan dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Sel dengan

desain tiga-kompartemen menciptakan pemukaan membran yang lebih besar dan

memperbaiki sensitivitas analitik (Martin, 1983).

Permeasi uap air dan senyawa organik aromatik dari larutan air melalui

lapisan (film) plastik bisa diselidiki dalam sel gelas dengan dua-ruang serupa

dengan desain yang digunakan untuk menyelidiki larutan obat pada umumnya.

Nasim et al. melaporkan tentang permeasi senyawa 19 aromatik dari larutan

dalam air melalui lapisan (film) polietilena. Higuchi dan Auguiar menyelidiki

permeabilitas uap air melalui bahan yang bersalut enterik dengan menggunakan

sel difusi gelas dan ukuran McLeod untuk mengukur perubahan tekanan melewati

lapisan tersebut (Martin, 1983).

Dalam menyelidiki absorpsi melalui kulit, yang biasanya diperoleh dengan

cara autopsi, digunakan kulit manusia atau hewan. Scheuplein menerangkan suatu

sel untuk percobaan penetrasi kulit, dibuat dari Pireks dan terdiri dari dua belahan.

Ruang donor dan ruang reseptor dipisahkan oleh sampel kulit yang ditunjang pada

piring berlubang-lubang dan disekrup kencang di tempatnya. Cairan dalam

reseptor diaduk dengan batang magnet yang dilapis teflon. Alat ini direndam

dalam bejana yang mempunyai temperatur konstan. Sampel diambil secara

periodik dan diuji dengan cara yang sesuai. Untuk senyawa seperti steroida,

penetrasinya lambat. Telah ditemukan metode radioaktif yang diperlukan untuk

menentukan konsentrasi yang rendah tersebut (Martin, 1983).

Wurster et al. mengembangkan suatu sel permeabilitas untuk menyelidiki

difusi melalui lapisan kornea (lapisan kornea diambil dari manusia), dari berbagai

Page 34: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

zat yang berpermeasi, termasuk gas, cairan dan gel. Selama percobaan difusi alat

tersebut dijaga pada temperatur konstan dan perlahan-lahan diaduk pada daerah

sekitar membran. Sampel diambil dari ruang reseptor pada waktu-waktu tertentu

dan dianalisis zat yang berpermeasi melalui mebran tersebut (Martin, 1983).

2.9 Solubilisasi

Istilah 'solubilisasi' diperkenalkan oleh McBain untuk menunjukkan

peningkatan kelarutan dari senyawa tertentu, terkait dengan kehadiran surfaktan

misel atau kebalikannya misel dalam larutan. Proses solubilisasi yang paling

populer adalah transfer molekul minyak ke dalam inti surfaktan misel. Dengan

demikian, minyak yang tidak memiliki kelarutan (atau kelarutan terbatas) dalam

fasa air menjadi larut dalam air dalam bentuk tersolubilisasi di dalam misel.

Proses ini memiliki kepentingan khusus untuk menghilangkan kumpulan

minyak dari permukaan padat dan media berpori, dan untuk menghilangkan

campuran minyak yang tersebar di air. Praktik paling penting dari solubilisasi

berkaitan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari: detergen dalam

merawat diri dan rumah tangga, juga sama pentingnya dalam berbagai proses

industri (Christian DD., Scamehorn, 1995 dalam Kralchevsk, Peter A., 2005).

Pelaku utama dalam proses solubilisasi yaitu misel dari surfaktan ataupun

kopolimer. Kemampuan mereka untuk menyelimuti minyak adalah hal yang

sangat penting. Penambahan kopolimer yang membentuk campuran misel dengan

surfaktan, adalah cara untuk mengontrol dan meningkatkan kinerja solubilisasi

oleh misel. Mekanisme utama kinetik dari solubilisasi telah dibangun, dengan

keefektifan yang tergantung pada sistem tertentu (Kralchevsk, Peter A., 2005).

Solubilisasi sebagai reaksi massal: disolusi molekul dan difusi minyak

ke dalam fasa air terjadi, dengan penyerapan molekul minyak oleh surfaktan dan

selanjutnya menjadi misel. Mekanisme ini Operatif untuk minyak (seperti

benzena, heksana, dll), yang menunjukkan kelarutan cukup tinggi dalam air

murni. Pertama, molekul minyak larut dari permukaan tetesan minyak ke dalam

air. Kinetika, proses ini dapat ditandai dengan koefisien perpindahan massa.

Berikutnya, oleh difusi, molekul minyak menembus dalam fasa air, yang mana

Page 35: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mereka bereaksi dengan misel. Dengan demikian, konsentrasi molekul minyak

bebas berkurang dengan jarak dari antarmuka minyak-air. Dengan kata lain,

solubilisasi terjadi dalam zona terbatas di sekitar tetesan (Kralchevsk, Peter A.,

2005).

Solubilisasi sebagai reaksi permukaan. Ini adalah mekanisme utama

solubilisasi untuk minyak yang tidak larut dalam air. Pengambilan minyak

tersebut tidak dapat terjadi dalam sebagian besar fasa air. Solubilisasi dapat terjadi

hanya pada antarmuka minyak-air. Mekanisme yang mungkin terjadi termasuk (i)

misel adsorpsi, (ii) minyak yang terselimuti, dan (iii) desorption dari misel yang

mengembang. Sejalan dengan itu, secara teoritis proses ini dapat digambarkan

dengan 3 langkah berturut-turut. Jika misel kosong agregat seperti batang panjang,

di atas solubilisasi mereka biasanya berhenti sejenak untuk agreagat lebih kecil

bulat. Untuk beberapa sistem (terutama solubilizates padat), tahap menengah di

solubilisasi proses mungkin melibatkan penetrasi surfaktan solusi ke fase

berminyak dan pembentukan kristal fase cair pada antarmuka. Untuk beberapa

sistem (kebanyakan solubilisasi padat), tahap menengah dari proses solubilisasi

mungkin melibatkan penetrasi larutan surfaktan ke fase berminyak dan

pembentukan fase kristal cair pada antarmuka (Kralchevsk, Peter A., 2005).

Dalam kasus solubilisasi sebagai reaksi permukaan, mekanisme kinetik

rinci bisa menjadi beraneka ragam. Beberapa penulis mengharapkan bahwa

surfaktan berada di antarmuka sebagai bentuk monomernya. Kemudian, pada fase

pengikatan campuran (atau menggembang) agregat misel terbentuk, akhirnya

terjadi desorbsi. Model ini tampaknya cocok untuk solubilisasi padat, karena

hemimisel dapat terbentuk pada permukanya, bahkan pada konsentrasi surfaktan

di bawah konsentrasi misel kritis (cmc). Konsep lainnya disajikan oleh Plucinski

dan Nitsch, termasuk langkah parsial fusi misel dengan antarmuka dari minyak-

air, diikuti oleh langkah pemisahan. Mekanisme tersebut bisa berlangsung pada

kasus droplet microemulsion, bukan misel, yang bertanggung jawab untuk

terjadinya solubilisasi (Kralchevsk, Peter A., 2005).

Page 36: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.9. Solubilisasi Sebagai Reaksi Permukaan: Proses dapat dimodelkan

Sebagai Urutan Tiga Langkah: (A) Adsorpsi Misel Kosong Pada Antarmuka

Minyak-Air; (B) Pengambilan Minyak dicapai Sebagai Reaksi Permukaan: Misel

Kosong Mengambil Minyak dan Terbagi Menjadi Beberapa Gembung Misel; (C)

Desorption Misel Gembung. Molekul Dengan Tiga Ekor (Solubilizate) Menurut

Gambar Mewakili Trigliserida.

Page 37: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alur Penelitian

Formulasi Mikroemulsi

Testosteron Undekanoat.

Uji Ukuran Partikel Uji Sentrifugasi

Uji Cyling Test

Mikroemulsi TU Kosolvensi (Produk Pasaran)

Pengujian Laju Difusi dengan Franz Diffusion

Cell dengan Medium Posphate Buffer Saline

Dianalisis dengan KCKT

Evaluasi Sediaan Mikroemulsi

Uji pH

1. Variasi

Konsentrasi

Pelarut

2. Diagram fase

pseudoterner

Page 38: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioavailability Bioequivalence

(PBB), dan Laboratorium Medical Research, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium

Balai Inkubator Teknologi (BIT) kawasan PUSPIPTEK Serpong. Penelitian

berlangsung selama 8 bulan, terhitung dari bulan Mei 2012 sampai dengan

Desember 2012.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ultimate 3000 Dionex®) yang terdiri

dari pompa, kolom (Dionex®), injektor dan ultraviolet detektor, penyaring

membran 0,45 µm (Filtrex®), alat-alat gelas (Iwaki Pyrex

®), timbangan analitik

(AND GH-202®), pipet mikro (Eppendorf

®), lemari pendingin (Sanyo

Medicool®), Oven (France Etuves C 3000

®), pengaduk magnetik (Nuova

Stirrer®), hot plate (Advantec SRS710HA), Centrifuge (Eppendrof SH7R),

perangkat alat uji difusi Franz, potongan melintang otot tikus.

3.3.2 Bahan

Testosteron Undekanoat (Jinan Yunxiang Co. Ltd), Benzil Benzoat

(Aldrich Chemistry), Isopropil Miristat (Merck), Castor Oil (Aldrich Chemistry),

Tween 80 (Merck), Aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas), Aquadest for

HPLC (Merck), Asetonitril (Merck), Methanol (Merck), Posphate Buffer Saline

(PBS).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari konsentrasi campuran

minyak yang dapat mensolubilisasi testosteron undekanoat sesuai kekuatan yang

paling besar. Selain itu, dilakukan optimasi kondisi pembuatan mikroemulsi yaitu

kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan.

Page 39: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pencarian konsentrasi campuran minyak dilakukan dengan mencampurkan

semua komponen minyak hingga tercampur homogen. Setelah itu ke dalam

campuran minyak ditambahkan zat aktif sedikit demi sedikit hingga jenuh. Setiap

penambahan zat aktif dilakukan pencatatan jumlah yang ditambahkan. Jumlah zat

aktif yang dapat tersolubilisasi oleh perbandingan campuran minyak adalah

jumlah zat aktif hingga sebelum jenuh. Perbandingan campuran minyak yang

dipilih adalah yang dapat mensolubilisasi zat aktif paling besar. Perbandingan

campuran minyak dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perbandingan Campuran Minyak

No IPM Minyak Jarak BB

1 20 8 43

2 20 8 41

3 22 5 44

4 25 5 41

Perbandingan campuran minyak ini didapatkan dari hasil optimasi formula

yang akan jadi mikroemulsi. Formula pada tabel 3.1 merupakan formula yang

dapat membentuk mikroemulsi sehingga selanjutnya ditentukan formula mana

yang dapat meningkatkan solubilisasi testosteron undekanoat paling besar.

Optimasi kondisi yang dilakukan yaitu kecepatan penggadukan dilakukan

pada kecepatan yaitu 100-200rpm, 750 rpm dan 1000-1500rpm. Waktu percobaan

dihitung setelah penambahan air lalu terbentuk mikroemulsi dan dilanjutkan

hingga terlihat adanya kabut-kabut putih yang menandakan pada waktu tersebut

mikroemulsi sudah tidak stabil. Waktu yang terpilih adalah waktu yang dapat

menghasilkan mikroemulsi yang jernih, transparan dan stabil.

3.4.2 Optimasi FormulaMikroemulsi dengan Variasi Kosentrasi

Setelah mendapatkan persentase fase minyak maka dilakukan optimasi dan

digambarkan dengan diagram fase pseudoterner. Diagram fase pseudoterner

membantu mendapatkan konsentrasi optimum fase minyak, surfaktan, kosurfaktan

dan air daerah yang menghasilkan mikroemulsi yang jernih, transparan dan tetap

Page 40: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

stabil. Diagram Fase dibuat dengan variasi konsentrasi minyak dan surfaktan.

Persamaan yang digunakan untuk komposisi diagram fase adalah :

% A (Tween 80)+% B (minyak jarak + IPM + benzil benzoat)+% C (Air) = 100%

% A = Surfaktan %B = Fase minyak %C = Air

Tabel 3.2 Optimasi Formula Mikroemulsi

Nama

Formula Tween 80

Benzil

Benzoat

Isopropil

Miristat

Minyak

Jarak Air

A 3 55,46 27,26 11,48 3

B 10 51,33 25,23 10,44 3

C 15 48,38 23,78 9,48 3

D 20 45,43 22,33 9,24 3

E 22 44,25 21,75 9 3

F 23 43,66 24,46 8,88 3

G 24 43,07 21,17 8,76 3

H 25 42,48 20,88 8,64 3

I 27 41,3 20,3 8,4 3

J 28 41 20 8 3

K 29 40,12 19,72 7,806 3

L 30 39,53 19,43 7,68 3

M 33 37,46 18,56 7,68 3

N 37 35,76 17,4 7,2 3

O 45 21,32 10,4 4,16 3

P 30 36,58 17,96 7,44 5

Q 30 36,84 17,97 7,19 8

R 25 35,4 17,4 4,8 15

S 20 17,7 8,7 3,6 50

T 30 11,8 5,8 2,4 50

U 40 11,8 5,8 2,4 40

Page 41: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3 Pembuatan Mikroemulsi

Prosedur pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan cara benzil benzoat

dimasukan ke dalam gelas piala, kemudian ke dalamnya ditambahkan IPM dan

minyak jarak. Campuran tersebut diaduk hingga homogen (+ 2 menit). Lalu

ditambahkan komponen lain (Tween 80) sambil diaduk dengan menggunakan

pengaduk magnetik hingga homogen. Aqua bidestilata kemudian ditambahkan ke

dalam campuran sedikit demi sedikit hingga didapatkan larutan yang jernih dan

transparan. Awal penambahan air akan terbentuk gumpalan-gumpalan putih yang

lama kelamaan akan menghilang dan terbentuk mikroemulsi yang jernih.

Penambahan zat aktif dilakukan sebelum penambahan surfaktan. Mikroemulsi

dibuat dengan kekuatan sediaan Testosteron Undekanoat 250 mg/ml.

3.4.4 Evaluasi Mikroemulsi

3.4.4.1 Cycling Test

Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu dingin 4°C selama 24 jam lalu

dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40°C selama 24 jam (1 siklus). Percobaan

ini dilakukan sebanyak 6 siklus. Kejernihan dan kekeruhan mikroemulsi selama

percobaan dibandingkan dengan sediaan sebelumnya (Azrifitria, 2012).

3.4.4.2 Uji Sentrifugasi

Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian

dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 9000 rpm selama 20 menit (Moreno, MA.,

2001).

3.4.4.3 Uji pH

pH diukur dengan menggunakan pH meter. Pengukuran dilakukan pada

awal dan akhir cycling test.

Page 42: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.4.4 Uji Ukuran Partikel

Ukuran partikel diukur dengan alat DelsaTM

Nano C (Particle Analyzer).

Sampel yang akan diukur adalah sediaan mikroemulsi suhu ruang dan sediaan

yang telah diuji cycling test. Mikroemulsi didilusi 1:100 dengan aquades sebelum

pengukuran

3.4.5 Uji Difusi

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji difusi statis Franz

Cell. Sebanyak 0,5 mL sampel ditempatkan pada kompartemen donor.

Temperatur pada saat pengujian diatur konstan pada suhu 37 + 0,5oC dengan

menggunakan thermostat.

Sebagai barier digunakan potongan melintang otot bagian Biceps Femoris

tikus jantan Sprague-Dawley dengan berat + 380 gram dengan ketebalan otot

yang digunakan 2mm + 0,3 mm dan luas membran 2,46 cm2. Untuk mendapatkan

otot tikus terlebih dahulu tikus dilakukan anestesi menggunakan eter. Selanjutnya

kulit yang melapisi otot dipisahkan dengan perlahan agar otot tidak terluka karena

ditakutkan akan berpengaruh kepada penetrasi zat aktif. Lemak dan pembuluh

darah yang ada pada bagian dalam ataupun luar otot dibersihkan agar tidak

mengganggu penetrasi obat melalui otot. Otot disimpan di dalam lemari pendingin

sebelum digunakan tetapi sebaiknya digunakan otot yang masih segar, otot dapat

digunakan dalam rentan waktu kurang dari 24 jam agar otot masih segar dan tidak

mempengaruhi penetrasi obat

Untuk menciptakan kondisi sink, digunakan medium difusi Phosphate

Buffer Saline sebanyak 21 mL dan diaduk dengan pengaduk magnetik dengan

kecepatan 1500 rpm. Pada interval waktu yang telah ditentukan (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,

8 jam) diambil cuplikan sebanyak 2 ml dengan menggunakan syringe dan segera

digantikan dengan larutan Phosphate Buffer Saline sejumlah volume yang sama.

Uji difusi dilakukan terhadap mikroemulsi dan sediaan kosolvensi yang beredar di

pasaran. Penentuan kadar TU pada sampel dilakukan dengan menggunakan

metode KCKT.

Page 43: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.5.1 Preparasi Cuplikan Uji Difusi dan Penetapan Kadar Sampel

Menggunakan KCKT

Preparasi sampel cuplikan uji difusi dan penetapan kadar sampel dilakukan

menggunakan KCKT. Cuplikan dari medium uji difusi diambil sebanyak 100 μL,

dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL. Ditambahkan larutan fase gerak hingga 5

ml. Kemudian disaring menggunakan syringe filter lalu dimasukkan ke dalam vial

HPLC. Sampel yang telah dipreparasi diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT

dengan fase gerak (Metanol dan Acetonitril (90:10) waktu alir 1,2 mL/menit.

Temperatur kolom ± 25oC. Volume injeksi 20 µL. Detektor UV-Vis diatur pada

panjang gelombang 245 nm (Irma, 2010).

3.4.5.2 Penetapan Kadar Zat Aktif pada Sediaan Mikroemulsi dan

Kosolvensi yang Beredar di Pasaran

Penetapan kadar zat aktif dilakukan menggunakan KCKT. Sampel diambil

sebanyak 5 µL dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL. Ditambahkan larutan fase

gerak hingga 5 ml. Kemudian disaring menggunakan syringe filter lalu

dimasukkan ke dalam vial HPLC. Sampel yang telah dipreparasi diinjeksikan ke

dalam instrumen KCKT dengan fase gerak (Metanol dan Acetonitril (90:10)

waktu alir 1,2 mL/menit. Temperatur kolom ± 25oC. Volume injeksi 20 µL.

Detektor UV-Vis diatur pada panjang gelombang 245 nm (Irma, 2010).

3.4.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan induk standar testosteron undekanoat dibuat dengan konsentrasi

50 ppm yang dilarutkan di dalam fase gerak Metanol dan Asetonitril (90:10).

Larutan induk dibuat dalam volume 25 mL. Ditimbang 1,25 mg testosteron

undekanoat dan dilarutkan dalam larutan fase gerak metanol dan asetonitril

(90:10) digenapkan hingga 25 mL.

Kurva kalibrasi testosteron undekanoat dibuat dengan mengencerkan

larutan induk testosteron undekanoat 50 ppm menjadi 8 seri konsentrasi yaitu 0,3

– 2,4 ppm lalu diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT dengan fase gerak

Metanol : Asetonitril (90:10), laju alir 1,2 mL/menit, temperatur kolom 25oC,

volume injeksi 20 µL. detektor UV-Vis diatur pada panjang gelombang 245 nm

(Irma, 2010).

Page 44: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.6 Analisis Data

Data yang dianalisis pada penelitian ini yaitu persentase testosteron

undekanoat yang terakumulasi dan Fluks laju difusi (J).

Persen testosteron undekanoat yang terpenetrasi didapatkan dari jumlah

akumulasi testosteron undekanoat yang terpenetrasi dibagi dengan dosis yang

diplikasikan (125mg) dikali 100%. Jumlah testosteron undekanoat yang

terpenetrasi dihitung dengan rumus:

𝑄 = { 𝐶𝑛. 𝑉 + 𝐶𝑛−1𝑖=1 . 𝑆}

(Raditya, Iswandana., 2012)

Q = Jumlah akumulatif testosteron undekanoat yang terpenetrasi

Cn = Konsentrasi TU(μg/ml) pada sampling Jam ke-n

V = Volume sel difusi Franz = 21 ml

𝐶𝑛−1𝑖=1 = Jumlah konsentrasi testosteron undekanoat (μg/ml) pada sampling

pertama (jam ke-1) hingga sebelum jam ke-n

S = Volume sampling 2 ml

Kemudian dilakukan perhitungan fluks (kecepatan penetrasi obat tiap

satuan waktu) dengan rumus :

𝐽 =𝑀

𝑆 × 𝑡

(Martin, Swarbrick, Cammarata, 1983)

Dimana:

J = Fluks (μg cm-2

jam-1

)

M = Jumlah kumulatif testosteron undekanoat yang melalui membran (μg)

S = Luas area difusi (cm2)

t = Waktu (jam)

Page 45: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari konsentrasi campuran

minyak yang dapat mensolubilisasi testosteron undekanoat sesuai kekuatan

sediaan yang paling besar. Selain itu, optimasi kondisi pembuatan mikroemulsi

yaitu suhu, kecepatan pengadukan dan waktu pengadukan.

Hasil percobaan pendahuluan kali ini didapatkan perbandingan konsentrasi

campuran minyak yang mensolubilisasi testosteron undekanoat paling besar yaitu

formula 2 dengan perbandingan 20:8:41 (IPM : Minyak Jarak : BB).

Tabel 4.1 Hasil Uji Kelarutan Testosteron Undekanoat dalam Campuran Minyak

Formula IPM Minyak Jarak BB TU yang dapat terlarut (mg)

1 20 8 43 310

2 20 8 41 340

3 22 5 44 331

4 25 5 41 330

Berdasarkan optimasi kondisi pembuatan didapatkan kondisi optimal

pembuatan mikroemulsi yang jernih dan stabil adalah, kecepatan pengadukan +

750 rpm, dengan lama pengadukan + 30 menit.

Tabel 4.2 Hasil Optimasi Kecepatan Pengadukan

Kecepatan (Rpm) Hasil

100-200 Tidak terbentuk mikroemulsi

750 Mikroemulsi yang terbentuk jenih dan

transparan

1000-1500 Mikroemulsi berbusa dan tidak stabil

Page 46: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.2 Optimasi Formula Mikroemulsi dengan Variasi Konsentrasi

Optimasi formula mikroemulsi dilakukan dengan variasi konsentrasi tetapi

persen fase minyak dihitung berdasarkan perbandingan campuran minyak yang

paling besar kemampuan mensolubilisasi testosteron undekanoat yaitu formula 2

(20 : 8 : 41). Besarnya perbandingan lalu dijadikan dalam bentuk 100% sehingga

didapatkan pesentase masing-masing yaitu 12% untuk minyak jarak, 29% untuk

isopropil miristat dan 59% untuk benzil benzoat. Persentase ini digunakan untuk

menghitung jumlah masing-masing minyak dari jumlah minyak yang dibutuhkan

dalam pembuatan mikroemulsi.

Hasil optimasi formula digambarkan dengan digram fase pseudoterner.

Diagram fase pseudoterner dibaut dengan komposisi: A. Surfaktan; Tween 80, B.

Fase minyak; minyak jarak, IPM, benzil benzoat, dan C. air. Diagram fase

pseudoterner dapat dilihat pada Gambar 4.1.

60 70 80 90 100

100 0

AIR MINYAK0 10 20 30 40 50

80 20

90 10

60 40

3070

60

50 50

20 80

30 70

SURFAKTAN

0 100

10 90

40

Gambar 4.1. Diagram fase pseudoterner

Keterangan: Surfaktan (Tween 80) + Minyak (benzil benzoat + IPM + minyak jarak) + Air dengan perbandingan konsentrasi benzil benzoate : IPM : minyak jarak =

41:20:8

Krim; Emulsi; Mikroemulsi; 2 Lapisan

Page 47: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pembuatan diagram fase membantu mendapatkan konsentrasi optimum

fase minyak, surfaktan dan air. Berdasarkan diagram fase pseudoterner didapatkan

rentan pembuatan mikroemulsi yaitu konsentrasi dari surfaktan; 28-30%, fase

minyak 67-69%, dan fase air 3%. Pada diagram terlihat mikroemulsi terdapat di

daerah sebelah kanan diantara fase surfaktan dan minyak. Hal ini menunjukan

mikroemulsi yang terbentuk tipe a/m (air dalam minyak).

4.1.3 Pembuatan Mikroemulsi

Formula J, K, dan L ,meghasilkan mikroemulsi yang jernih, stabil dan

transparan. Akan tetapi, hanya formula J yang akan digunakan untuk evaluasi

selanjutnya dan uji difusi. Formula J mengandung surfaktan paling kecil yaitu

28% dan viskositasnya tidak terlalu kental serta dalam penyimpanan selama 1

bulan mikroemulsi tetap stabil. Selanjutnya formula ini dibuat untuk dosis

manusia (250 mg/mL) dan dilakukan evaluasi serta uji difusi. Kondisi pembutan

dilakukan dengan kecepatan pengadukan 750rpm dengan lama pengadukan +

30menit dan pada temperatur ruang yaitu 27oC.

4.1.4 Evaluasi Mikroemulsi

4.1.4.1 Cycling Test

Hasil cycling test mikroemulsi tetap stabil, warna yang sama dengan warna

mikroemulsi sebelum cycling test, tidak ditemukan adanya pertumbuhan kristal,

kejernihan yang sama dengan sebelum perlakuan dan tidak terjadi pemisahan fase

yang menunjukan sediaan tetap stabil. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.2. Hasil Uji Cycling Test Mikroemulsi

Page 48: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.4.2 Uji Sentrifugasi

Setelah disentrifugasi mikroemulsi tetap stabil, jernih dan tidak terjadi

pemisahan fase (creaming). Hasil terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.3. Mikroemulsi Setelah Sentrifugasi

4.1.4.3 Uji pH

Hasil pengukuran pH setelah pembuatan 6,240; sebelum cycling test

6,357; setelah cycling test 6,368 dan sesudah penyimpanan selama 2 bulan 6,403.

4.1.4.4 Uji Ukuran Partikel

Hasil pengukuran dapat dilihat pada table 4.2.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Partikel Mikroemulsi

Formula Terpilih Ukuran (nm)

Sebelum cycling test 91,4 + 26,2

Sesudah cycling test 86,8 + 24,2

4.1.5 Uji Difusi

4.1.5.1 Kurva Kalibrasi Testosteron Undekanoat untuk Cuplikan Uji Difusi

Pembuatan kurva kalibrasi diperoleh dari seri konsentrasi dan data luas

area. Luas area tiap konsentrasi testosteron undekanoat setelah diukur

menggunakan KCKT dapat dilihat pada lampiran 2 serta kurva kalibrasi

testosteron undekanoat pada gambar 4.4.

Dari tabel kurva kalibrasi testosteron undekanoat (Lampiran 2) dimasukan

ke dalam perhitungan statistik (intersep, slope dan pearson) pada Microsoft exel

Page 49: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

hingga diperoleh variable a, b dan r yaitu, a = 0,010763, b = 0,721795 dan r2=

0,999766 sehingga diperoleh persamaan 𝑦 = 0,010763 + 0,721795.𝑥

Gambar 4.4. Kurva Kalibrasi Testosteron Undekanoat (TU)

4.1.5.2 Hasil Penetapan Kadar Zat Aktif pada Sediaan Mikroemulsi dan

Kosolvensi yang Beredar di Pasaran

Perhitungan konsentrasi sebenarnya didapat dari konsentrasi sediaan

dikalikan dengan faktor pengenceran yaitu 1000x (5µL sediaan diencerkan

menjadi 5 mL).

Tabel 4.4 Kadar Zat Aktif dalam Sediaan Mikroemulsi dan Kosolvensi yang

Beredar di Pasaran

AUC Konsentrasi

sediaan (ppm)

Konsentraasi

sebenarnya

mg/mL

Sediaan yang

beredar

143,751 + 0,803 248,654 + 1.3321 248,654 + 1,3321

mikroemulsi 141,708 + 0,476 245,267 + 0,7889 245,267 + 0,7889

4.1.5.3 Hasil Uji Difusi Sediaan Mikroemulsi dibandingkan Sediaan

Kosolvensi yang Beredar di Pasaran

Profil difusi testosteron undekanoat per satuan waktu dalam sediaan

mikroemulsi dan kosolvensi yang beredar di pasaran.

y = 0,721795x - 0,010763R² = 0,999766

0.0000

0.5000

1.0000

1.5000

2.0000

0.3 0.9 1.5 2.1 2.4

AU

C (

mA

U*m

in)

Konsetrasi (ppm)

AUC

Linear (AUC)

Page 50: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Persen Jumlah Kumulatif Testosteron Undekanoat yang Terpenetrasi

dari Sediaan Mikroemulsi dan Kosolvensi yang Beredar di Pasaran

Jam

Mikroemulsi Sediaan yang beredar

Jumlah

terakumulasi(µg)

(%) Zat yang

Terakumulasi

dari dosis

yang

diaplikasikan

Jumlah

terakumulasi(µg)

(%) Zat yang

Terakumulasi

dari dosis

yang

diaplikasikan

1 64,911 0,053 392,067 0,315

2 175,783 0,143 512,286 0,412

3 274,815 0,224 739,273 0,595

4 425,361 0,347 1386,334 1,115

5 528,340 0,431 1837,518 1,478

6 801,994 0,654 2273,700 1,829

7 962,441 0,785 2823,872 2,271

8 1258,528 1,026 3354,958 2,698

Gambar 4.5. Grafik Persen Jumlah Kumulatif Testosteron Undekanoat yang

Terpenetrasi dalam Sediaan Mikroemulsi dan Kosolvensi yang Beredar di

Pasaran

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

1 2 3 4 5 6 7 8(%) P

erse

n t

esto

ster

on

un

dek

ano

at y

ang

terp

enet

rasi

Jam

Mikroemulsi Kosolvensi di Pasaran

Page 51: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fluks mikroemulsi dan sediaan kosolvensi yang beredar.

Tabel 4.6 Fluks TU dari sediaan mikroemulsi dan sediaan komersial

Gambar 4.6. Fluks Testosteron Undekanoat dari Sediaan Mikroemulsi dan

Sediaan Kosolvensi yang Beredar di Pasaran Selama 8 Jam

4.2 PEMBAHASAN

Mikroemulsi adalah suatu sistem dispersi antara 2 carian yang tidak

tercampurkan yang stabil secara termodinamika, jernih, transparan dan terbentuk

secara sepontan (El-Laithy, 2003). Mikroemulsi dipilih sebagai pembawa karena

keuntungan pembuatan mikroemulsi yaitu stabil secara termodinamika,

pembentukan yang mudah (tegangan antarmuka yang kecil dan terbentuk secara

spontan), serta dapat distrerilisasi dengan filtrasi,(Talegaonkar, Sushama et al.,

2008).

Percobaan pendahuluan kali ini dilakukan optimasi campuran minyak

dengan tujuan mencari perbandingan komposisi minyak yang dapat meningkatkan

solubilisasi testosteron undekanoat di dalam mikroemulsi. Hal ini diperlukan

karena testosteron undekanoat mempunyai kelarutan yang sangat kecil di dalam

63.95

170.476

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Sediaan

Flu

ks(μ

g cm

-2ja

m-1

)

Mikroemulsi

Sediaan kosolvensi

Sediaan

Fluks

(μg cm-2

jam-1)

Mikroemulsi 63,950

Sediaan kosolvensi 170,476

Page 52: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

air (0,00052 mg/ml) (Saraswati A., 2012) tetapi kelarutanya besar di dalam

pelarut minyak. Selain itu, pemberian testosteron undekanoat ditujukan untuk efek

depo maka pemberian testosteron undekanoat dilakukan melalu injeksi

intramuskular.

Injeksi intramuskular adalah injeksi yang disuntikan ke dalam lapisan otot

di bawah jaringan subkutan dan tidak langsung masuk ke dalam pembuluh darah.

Pemberian injeksi intramuskular dapat diberikan pada otot bagian deltoid ataupun

bagian gluteus. Perbedaan tempat injeksi menyebabkan perbedaan volume

maksimal pemberian. Injeksi testosteron undekanoat diberikan melalui otot bagian

gluteus. Pemberian pada otot gluteus mempunyai volume maksimal pemberian

yaitu 4ml. Pemberian dengan volume melebihi volume maksimal akan

menyebabkan nyeri dan terkadang bisa menyebabkan nekrosis. Perlu dicari

perbandingan campuran minyak yang dapat mensolubilisasi testosteron undeknoat

yang paling besar sehingga dapat memenuhi syarat volume pemberian melalui

otot gluteus.

Perbandingan campuran minyak yang digunakan mempertimbangkan

keamanan zat tersebut dalam penggunaan injeksi intramuskular dan kelarutan

testosteron undekanoat pada masing-masing komponen. Dari penelitian yang

sudah dilakukan Saraswati, 2012 menunjukan kelarutan testosteron undekanoat

pada komponen mikroemulsi paling besar pada benzil benzoat selanjutnya

isopropil miristat lalu pada minyak jarak. Sehingga benzil benzoat mempunyai

bagian yang lebih besar dalam campuran.

Berdasarkan hasil penelitian ini perbandingan campuran minyak yang

dapat mensolubilisasi testosteron undekanoat paling besar yaitu 41:20:8 ( benzil

benzoat : ipm : minyak jarak) dapat mensolubilisasi testosteron undekanoat

mencapai 340 mg/ml. Meskipun demikian ke 4 formula tersebut sudah mampu

meningkatkan solubilisasi testostern undekanoat dan dapat dibuat sesuai dosis

(250 mg/mL).

Pada penggunaan injeksi intramuskular minyak yang digunakan harus

memenuhi syarat yang berada pada Farmakope Indonesia. Syaratnya adalah

Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9. Bilangan iodium.

tidak kurang dari 79 dan tidak lebih dari 128. Bilangan penyabunan tidak kurang

Page 53: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dari 185 dan tidak lebih dari 200. Pada penelitian kali ini belum diketahui nilai

bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan dari masing-masing

komponen minyak yang digunakan. Akan tetapi, berdasarkan studi literatur

komponen tersebut merupakan komponen yang biasa digunakan untuk

penggunaan intramuskular.

Selain optimasi perbandingan campuran fase minyak dilakukan optimasi

kondisi pembuatan mikroemulsi agar dihasilkan mikroemulsi yang jernih dan

stabil. Kondisi yang penting untuk diperhatikan adalah kecepatan pengadukan dan

waktu. Pengadukan konstan dalam pembuatan mikroemulsi kali ini dilakukan

menggunakan pengaduk magnet. Awalnya pengadukan dilakukan dengan

kecepatan 100-200 rpm tetapi bahan yang ada tidak dapat bercampur sehingga

mikroemulsi tidak dapat terbentuk (2 lapisan). Selanjutnya, kecepatan pengadukan

ditingkatkan antara 1000-1500 rpm menghasilkan mikroemulsi yang berbusa dan

setelah didiamkan 3 jam membentuk 2 lapisan. Mikroemulsi yang jernih dan

stabil dapat terbentuk ketika kecepatan pengadukan diturunkan menjadi + 750

rpm. Dengan demikian, kecepatan + 750 rpm merupakan kecepatan yang

optimum untuk pembentukan mikroemulsi dan selanjutnya mikroemulsi dibuat

dengan kecepatan + 750 rpm.

Pembuatan mikroemulsi kali ini dilakukan dengan teknik titrasi dimana

salah satu fase ditambahkan secara perlahan ke dalam fase yang lain dengan

adanya pengadukan yang konstan. Pengadukan bertujuan untuk mendispersikan

fase terdispersi ke dalam medium pendispersi. Proses pengadukan tidak boleh

terlalu cepat atau terlalu lambat. Jika terlalu cepat, akan terjadi turbulensi dimana

tetesan-tetesan mikroemulsi semakin mudah berbenturan dan mengakibatkan

ukuran partikel mikroemulsi yang dihasilkan menjadi lebih besar (Lachman et al.,

1994). Selain itu, karena adanya surfaktan pengadukan yang terlalu cepat dapat

menghasilkan busa yang lebih banyak. Sedangkan pengadukan yang terlalu

lambat akan menyebabkan bahan yang ada sulit untuk menjadi homogen sehingga

mikroemulsi sulit terbentuk (Jufri, M, 2009).

Pengadukan dilakukan selama 30 menit dengan kecepatan + 750 rpm.

Dengan waktu kurang dari 25 menit masih terdapat butiran-butiran fase

terdispersi. Jika pengadukan dilakukan lebih dari 30 menit mikroemulsi yang

Page 54: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tadinya jernih menjadi keruh. Lamanya waktu pengadukan juga mempengaruhi

pembentukan mikroemulsi. Jika terlalu lama pengadukan yang dilakukan maka

mikroemulsi yang tadinya jernih akan menjadi keruh akibat adanya kabut-kabut

halus karena penggumpalan partikel-partikel terdispersi (Lachman et al., 1994).

Jika pengadukan terlalu lama maka globul-globul yang ada mudah bergabung dan

terjadi koalesensi karena perubahan diameter yang semakin kecil akan

menghasilkan energi bebas permukaan yang tinggi sehingga sistem menjadi tidak

stabil.

Komposisi komponen pembentuk mikroemulsi juga merupakan hal

penting dalam pembuatan mikroemulsi. Umumnya mikroemulsi terdiri dari fase

minyak, air, surfaktan, dan kosurfaktan/kosolven (Bakan, J.A., 1995). Pada

penelitian ini hanya menggunakan air, surfaktan dan minyak. Surfaktan yang

digunakan adalah tween 80, sedangkan minyak yang digunakan adalah campuran

dari benzil benzoat, isopropil miristat dan minyak jarak. Benzil benzoat

mempunyai fungsi tambah yaitu dapat menurunkan tegangan permukaan. Hal ini

terbukti pada penelitian yang dilakukan Saraswati, 2012 yaitu tegangan

antarmuka benzil benzoat terhadap air lebih rendah dibandingkan dengan

komponen minyak yang lain. Sehingga jumlah benzil benzoat membantu

menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air.

Pada optimasi formula mikroemulsi dibuat dengan variasi konsentrasi

minyak dan surfaktan. Perbandingan minyak yang digunakan adalah hasil dari

optimasi campuran minyak yang dapat mensolubilisasi testosteron undekanoat

paling besar. Formula A, B,C, D dan T sejak awal pembuatan terbentuk 2 fase

yang tidak tercampur. Hal ini diduga karena fase minyak yang ada masih terlalu

besar mengakibatkan surfaktan yang ada belum mampu menurunkan tegangan

antarmuka antara fase terdispersi dan pendispersi. Formula E sampai O saat

pembuatan mikroemulsi terbentuk mikroemulsi yang jernih. Sedangkan formula P

dan S sejak awal terbentuk emulsi serta formula Q, R dan U terbentuk krim.

Pembentukan krim disebabkan terlalu banyaknya fase air yang digunakan.

Formula E-O dilakukan pengamatan stabilitas penyimpanan pada suhu

normal selama satu bulan. Hasilnya formula E, F, G, H, N, dan O terjadi breaking

yaitu pemisahan sempurna dari mikroemulsi menjadi 2 lapisan yang benar-benar

Page 55: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terpisah. Pada pemisahan ini Formula M bebeda dengan formula sebelumnya,

meskipun saat pembuatan terbentuk mikroemulsi yang jernih tetapi setelah

penyimpanan 1 bulan mikroemulsi tidak terlihat jernih (translucent). Terjadinya

translucent akibat adanya penggabungan partikel kecil mejadi partikel yang lebih

besar tetapi tidak sampai terjadi pemisahan adanya pengocokan tidak

mengembalikan mikroemulsi. Ketidakstabilan mikroemulsi ini biasa disebut

koalesen. Sedangkan formula yang tetap stabil selama penyimpanan 1 bulan

adalah formula J, K dan L.

Diagram fase pseudoternar mempermudah untuk menemukan kisaran

konsentrasi dari setiap komponen untuk pembentukan mikroemulsi (Mei Piao et

al., 2010 p.312).Tipe mikroemulsi tergantung kepada persentase komposisi fase

minyak dan air. Dari diagram fase yang dibuat terlihat pembentukan mikroemulsi

berada disisi kanan dimana tipe mikroemulsi adalah a/m (water/oil). Informasi

yang diperoleh dari pembuatan diagram fase pseudoterner didapatkan range

pembentukan mikroemulsi yang sempit yaitu konsentrasi dari surfaktan; 28-30% ,

fase minyak 67-69%, dan fase air 3%.

Formula J selanjutnya dipreparasi sesuai dosis klinis yaitu (250 mg/mL)

dan pada formula tersebut dilakukan evaluasi serta uji difusi. Formula ini dipilih

karena formula ini selama pengamatan satu bulan tetap stabil, tidak terjadi

pemisahan,tidak terlalu kental dan mempunyai persentase surfaktan paling kecil.

Penggunaan surfaktan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas.

Penggunaan tween 80 pada formula ini masih berada dibawah nilai ADI

(Acceptable Daily Intake) (ADI tween 25mg/kg berat badan) (Rowe et al., 2009).

Konsentrasi yang dipilih harus memperhatikan konsentrasi yang diperbolehkan

untuk penggunaan injeksi intramuskular.

Pada pembuatan mikroemulsi zat aktif ditambahkan ke dalam campuran

minyak. Pengadukan zat aktif ke dalam campuran minyak dapat menigkatkan

solubilisasi dibandingkan dengan pelarutan zat aktif pada satu-satu komponen.

Saat penambahan air, campuran akan berwarna putih tetapi dengan pengadukan

konstan lama kelamaan akan terbentuk mikroemulsi yang bening dan transparan.

Pembentukan mikroemulsi ini terjadi secara spontan (phase titration method)

(Mandal, S., 2011).

Page 56: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Evaluasi yang dilakukan diantaranya adalah uji stabilitas dipercepat yaitu

uji cycling test dan uji sentrifugasi. Selain itu dilakukan pula pegukuran partikel

mikroemulsi dan uji pH sediaan. Uji dipercepat dimaksudkan untuk mendapatkan

informasi yang diinginkan pada waktu sesingkat mungkin dengan cara

memperlakukan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat

terjadinya perubahan yang biasa terjadi pada kondisi normal.

Cycling test atau uji shock bertujuan untuk melihat kestabilan pada

sediaan emulsi, krim, dan larutan, apakah akan terjadi kristalisasi dan

pengendapan. Reaksi yang terjadi bersifat reversibel atau sebaliknya. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa sediaan dapat melewati minimal 6 siklus dengan

baik. Pada suhu 4oC mikroemulsi tetap jernih, transparan dan tidak terjadi

pembentukan krital setelah ditempatkan pada suhu 40oC formula mikroemulsi

tetep jernih dan transparan. Hal ini menunjukan reaksi yang terjadi reversible dan

jika dibandingan dengan sediaan mikroemulsi yang disimpan pada suhu ruang

27oC sifat makroskopiknya tidak terlihatan jauh berbeda.

Mikroemulsi terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai bobot jenis

yang berbeda dan menjadi suatu campuran utuh. Kecendrungan setiap fase untuk

bergabung sesamanya sangat besar. Komponen yang mempunyai bj lebih kecil

mempunyai kecendrungan unruk memisah atau menggumpal ke ata permukaan

dan pristiwa ini biasa disebut creaming. Creaming merupakan salah satu tanda

ketidakstabilan mikroemulsi maka untuk menguji stabilitas fisik yang biasanya

terbentuknya creaming dilakukan uji sentrifugasi. Dengan pengujian sentrifugasi

pada kecepatan 9000 rpm selama 20 menit mikroemulsi tetap stabil dan tidak

terjadi creaming. Hal ini menunjukan mikroemulsi tetap terdispersi sempurna,

tetap mengalir dengan baik dan stabil.

Pengamatan pH mikroemulsi dilakukan saat setelah dibuat, sebelum

cycling test, sesudah cycling test dan setelah pengamatan selama 2 bulan. Hasil

pengamatan menunjukan adanya penaikan pH yang tidak terlalu besar. Sehingga

dapat dikatakan sediaan mikroemulsi tetap stabil secara kimia dan fisika. Terlihat

mikroemulsi mempunyai pH berkisan antara 6-7 sehingga memenuhi syarat pH

untuk penggunaan injeksi intramuskular.

Page 57: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada pemberian melalui intramuskular ada persyaratan pH sediaan. Syarat

pH sediaan yang diberikan secara intramuskular adalah 4-12 (Strickley, Robert G.,

2004). Jika pH terlalu asam akan menyebabkan nyeri pada saat pemberian

sehingga pH sediaan tidak boleh kurang dari 4. Hal ini menunjukan pH sediaan

mikroemulsi yang dibuat masih diperbolehkan sebagai sediaan injeksi

intramuskular.

Pengukuran ukuran partikel suatu mikroemulsi bertujuan untuk

mengetahui karakteristik sediaan tersebut. Mikroemulsi yang diukur adalah

sampel sebelum uji cycling test dan setelah cycling test. Hasil pengukuran

partikel menunjukan ukuran partikel sebelum cycling test adalah 91,4 + 26,2 nm

dan setelah cycling test adalah 86,8 + 24,4 nm. Hasil tersebut tidak menunjukan

perbedaan yang jauh, sehingga dikatakan stabil. Walaupun demikian, ukuran

tersebut masih masuk dalam kriteria mikroemulsi yang mempunyai ukuran

partikel 10-100 nm (Myers D., 2006). Pengukuran partikel dilakukan dengan

mendispersikan mikroemulsi ke dalam air. Sehingga yang terukur adalah partikel

minyaknya. Hal ini beranggapan bahwa, di dalam tubuh setelah disuntikan akan

terjadi pengenceran dengan cairan fisiologis tubuh sehingga minyak akan menjadi

droplet-droplet yang kecil. Ukuran partikel ini mempengaruhi laju pelepasan obat

dan bioavailibilitas. Dengan ukuran yang kecil diharapkan obat lebih mudah

melintasi barier sehingga mudah masuk dalam sistem sirkulasi untuk mencapai

reseptor.

Uji difusi dapat dilakukan secara in vivo ataupun secara in vitro. Dalam

penelitian ini, dilakukan uji difusi atau penetrasi zat aktif secara in vitro

menggunakan sel difusi Franz. Pengujian dilakukan untuk mengetahui jumlah

testosteron undekanoat yang dapat berdifusi melalui membran selama interval

waktu tertentu.

Kompartemen reseptor yang digunakan adalah larutan Phosphate Buffer

Saline dengan pH 7,4. Larutan ini dipilih sebagai simulasi kondisi pH cairan

tubuh manusia. Pada kompartemen reseptor dilakukan pengadukan yang berfungsi

sebagai homogenisasi zat yang sudah terpenetrasi. Pengadukan dilakukan dengan

menggunakan pengaduk magnet dengan kecepatan konstan yaitu 1500 rpm. Suhu

yang digunakan harus sama dengan kondisi suhu tubuh (37oC). Suhu uji difusi

Page 58: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

harus dijaga karena suhu berpengaruh terhadap penetrasi obat. Semakin tinggi

suhu maka obat yang berdifusi dalam kompartemen reseptor akan semakin banyak

(Ansel, 1989). Suhu dijaga 37 + 1oC karena harus sesuai dengan suhu tubuh.

Membran yang digunakan harus kontak dengan larutan reseptor agar sediaan yang

diberikan pada membran (barier) dapat berpenetrasi langsung menembus otot

menuju cairan reseptor dalam hal ini tidak diperbolehkan adanya gelembung

antara reseptor dan membran. Adanya gelembung dapat menyebabkan penetrasi

yang tidak stabil.

Berdasarkan uji pendahuluan diketahui Phosphate Buffer Saline dapat

melarutkan testosteron undekanoat hingga 4 ppm dan diketahui pada jam ke-8

cuplikan mengandung sekitar 2,4 ppm testosteron undekanoat. Dalam

menciptakan sink condition digunakan volume reseptor 21 ml Phosphate Buffer

Saline. Pemilihan 8 jam ditujukan agar tidak terjadi penjenuhan pada cairan

reseptor sehingga tidak mempengaruhi penetrasi zat aktif pada cairan reseptor.

Perbedaan perlakuan dapat memberikan hasil yang berbeda. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini diusahakan untuk mengkondisikan perlakuan yang sama

kepada kedua sediaan tersebut. Hal yang diperhatikan adalah seperti ketebalan

otot, kecepatan pengadukan dan titik pengambilan cuplikan. Semakin tebal otot

maka akan semakin sulit obat yang terpenetrasi mencapai cairan reseptor maka

ketebalan otot yang digunakan hampir sama yaitu sekitar 2mm. Kecepatan

pengadukan berpengaruh kepada homogenitas dari cairan reseptor sehingga

kecepatan pengaukan diatur konstan yaitu 1500 rpm. Hasil uji penetrasi juga

dipengaruhi tempat pengambilan sampel maka titik pengambilan sampel

diusahakan hampir sama pada setiap jam dalam semua perlakuan.

Perhitungan kadar zat aktif dilakukan menggunakan KCKT. Sebelum

pengujian kadar zat aktif dilakukan preparasi sampel cuplikan hasil difusi. Sampel

dilakukan pengenceran menggunakan fase gerak.Pengukuran kadar zat aktif yang

terpermeasi ke dalam medium diukur menggunakan instrument KCKT dengan

fase gerak metanol:asetonitril (90:10), laju alir 1,2 mL/menit, volume injeksi 20

µL dan pada panjang gelombang 245 nm (Irma, 2010). Pengukuran dilakukan

menggunakan KCKT karena KCKT mempunyai selektifitas yang tinggi dan

KCKT dapat menghitung kadar suatu zat yang sangat kecil.

Page 59: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kadar dalam sediaan mikroemulsi dan sediaan yang beredar secara

berturut-turut adalah 245,267 + 0,7889 mg/mL dan 248,654 + 1,3321 mg/mL.

Pengujian kadar dilakukan menggunakan KCKT. Dalam uji difusi, konsentrasi

zat aktif mempengaruhi penetrasi suatu obat. Semakin tinggi kadar zat aktif maka

penetrasinya akan semakin besar. Sehingga kadar yang tidak terlalu jauh masih

dapat digunakan dalam uji difusi kali ini.

Hasil pengujian jumlah kumulatif testosteron undekanoat yang terpenetrasi

melalui membran otot tikus untuk sediaan mikroemulsi dan sediaan kosolvensi

berturut turut adalah 1258,528 μg dan 3354,958 μg. Berdasarkan jumlah

testosteron undekanoat yang terpenetrasi dapat dihitung persentase jumlah

testosteron undekanoat dari dosis yang diaplikasikan. Persen testosteron

undekanoat yang terpenetrasi dari sediaan mikroemulsi dan sediaan kosolvensi

yang beredar di pasaran secara berturut-turut yaitu 1,026% dan 2,698%. Adapun

fluks dari kedua sediaan, yaitu mikroemulsi dan sediaan kosolvensi secara

berturut-turut adalah 50,101 μg/cm2.jam dan 133,557 μg/cm

2.jam. Berdasarkan

hasil tersebut dapat dilihat bahwa dari sediaan kosolvensi yang beredar di pasaran

memiliki kecepatan penetrasi obat yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan

mikroemulsi. Hasil jumlah akumulatif testosteron undekanoat yang terpenetrasi

dapat dilihat pada gambar 4.4. serta fluks dari kedua sediaan dapat dilihat pada

gambar 4.5.

Dari hasil pengujian tersebut ternyata sediaan kosolvensi memiliki

kecepatan penetrasi testosteron undekanoat yang lebih besar jika dibandingkan

dengan sediaan mikroemulsi. Dalam pemberian mikroemulsi diharapkan

terjadinya inversi fasa setelah mikroemulsi bercampur dengan cairan intersitial.

Sehingga diharapkan luas permukaannya semakin besar agar penetrasinnya

semakin besar. Metode yang digunakan ini mempunyai kelemahan yaitu tidak

adanya kontak mikroemulsi dengan cairan intersitial sehingga inversi fasa yang

diharapkan terjadi tidak terbentuk. Sehingga penenetrasi mikroemulsi masih

rendah.

Jumlah obat yang melintasi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

partisi obat terhadap pembawa dan cairan fisologi yang terdapat di jaringan,

penyebaran obat pada area pemberian dan volume pemberian. Pelepasan obat dari

Page 60: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pembawanya. Bergantung pada aktivitas termodinamik obat terkait formulasi.

Kecepatan pelepasan obat yang kecil berhubungan dengan rendahnya

biovailabilitas dari formula yang digunakan. Umumnya, konsentrasi formula obat

yang kecil dengan kelarutan obat yang besar akan menahan obat pada permukaan

otot dan memiliki kecepatan pelepasan obat yang kecil. Oleh karena itu,

karakterisasi dari pelepasan obat dari suatu formulasi akan memberikan informasi

berharga mengenai strategi dan pemilihan formula (Krista dan Bucks, 2003). Luas

area penetrasi obat berbanding lurus dengan jumlah obat yang terpenetrasi

sehingga semakin luas daerah penyebaran maka akan semakin banyak obat yang

terpenetrasi. Volume pemberian mempengaruhi absorbs obat karena volume

pemberian berpengaruh kepada luas area penyebaran obat (Susan Weng Larsen

and Claus Larsen1, 2009).

Terapi menggunakan testosteron termasuk terapi pengganti androgen.

Terapi pengganti androgen harus sama dengan produksi fisologis normal

testosteron yaitu 3-10 mg/hari (Leichtnam et al., 2006 dalam Rania M. Hathout et

al., 2010). Kadar testosteron normal dalam darah berfungsi memelihara dan

mempertahankan spermatogenesis untuk menghambat spermatogenesis kadar

testosteron harus diatas kadar fisiologis tubuh (kadar testosteron normal tubuh

300-900 ng/dL). Sehingga formulasi sediaan yang ditujukan sebagai terapi

pengganti androgen seperti contoh kontrasepsi hormonal testosteron harus dapat

mempertahankan kadar testosteron sesuai produksi normal fisiologis tubuh.

Page 61: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Formula mikroemulsi dengan komposisi BB 41%; IPM 20%; minyak jarak

8%; tween 80 20%; dan Air 3% menghasilkan ukuran partikel minyak

91,4 + 26,2 dan dapat meningkatkan solubilisasi testosteron undekanoat

hingga sesuai dosis injeksi intramuskular.

2. Pada uji in vitro, persentase jumlah akumulatif testosteron undekanoat

terpenetrasi pada mikroemulsi dan pada sediaan kosolvensi yang beredar

di pasaran berturut turut sebesar 1,026% dan 2,698% dengan fluks sebesar

50,101 (μg cm-2

jam-1

) dan 133,557 (μg cm-2

jam-1

).

5.2 Saran

Perlu dicari metode lain yang lebih tepat untuk uji in vitro penetrasi obat

dalam otot dan untuk mendapatkan gambaran kondisi di dalam tubuh dan melihat

efek pemberian mikroemulsi testosteron undekanoat perlu dilakukan uji secara in

vivo

Page 62: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Anderson RA, Baird DT. 2002. Male Contraception.Endocrine Reviews

23(6):735–762

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi keempat.

Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, oleh Ibrahim,

Farida. UI-Press. Jakarta: 143;376-390

Azrifitria. 2012. Formula Mikroemulsi Kombinasi Testosteron Undekanoat dan

Medroksiprogesteron Asetat serta Profil Farmakokinetik dan Farmakodinamik

pada Tikus Jantan Sprague-Dawley. Disertasi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Bakan, J.A. 1995. Microemulsion. Dalam. Swarbrick, J., J.C. Boylan (eds.). 1995.

Encyclopedia of pharmaceutical technology. Volume Marcel Dekker Inc, New

York: 335-369.

Behre H M, K. Abshagen, M. Oettel, D. Hübler and E. Nieschlag. Intramuscular

Injection of Testosterone Undecanoate for the Treatment of Male Hypogonadism :

Phase I Studies. European Journal of Endocrinology 140, 414-419, 1999.

Germany

Bronaugh, Robert L and Raymond F Stewart. 1984. Methods for In Vitro

Percutaneous Absorption Studies IV : The Flow Through Diffusion Cell. Journal

of Pharmaceutical Sciences Vol. 74 No 1. January 1985

Date, A.A., Nagarsenker, M.S. 2008. Parenteral Microemulsion: An Overview.

International Journal of Pharmaceutics. 355: 19–30

Depkes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Jakarta

El-Laithy, H.M. 2003. Preparation and physicochemical characteristic of dioctyl

sodium sulfosuccinate (aerosol OT) microemulsion for oral drug delivery. AAPS

Pharmscitech. 4(1) Article 11

Gandjar, I. G dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Relajar. Yogyakarta

Gervasio, G.C. 1996. Detergwncy. Di dalam Baileys’ Industrial Oils and Fats

Product, Wiley Interscience Publisher, New York-USA

Gu YQ, Tong JS, Wang XH, Tang WH, Bremner WJ. 2004 . Male Hormonal

Contraception : Effect of Injection of Testosterone Undecanoate and Depot

Medroxyprogesterone Acetate at Eight-Week Intervals in Chinese Men: The

Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 89(5):2254–2262

He L, Wang G, Zhang Q. 2003. An alternative paclitaxel microemulion

formulation: hypersensitivity evaluation and pharmacokinetic profile.

International Journal Pharmacy 250 : 45-50

Page 63: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ilyas, S. 2008 Efektivitas kontrasepsi hormonal pria yang menggunakan

kombinasi testosteron undekanoat dan noretisteron enantat. Jurnal Biologi

Sumatera. 3 (1) : 23-28..

Im-Emsap Wandee, et al. Disperse system. Dalam: Banker G.S., Rhodes C.T..

2002. Modern Pharmaceutis Fourth Edition, revised and expanded. Marcel

Dekker Inc, New York.

Iswandana, Raditya. 2012. Tesis : Preparasi Nanogel Verapamil Hidroklorida

Menggunakan Metode Gelasi Ionik Antara Kitosan – Natrium Tripolifosfat

Sebagai Sediaan Antihipertensi. Depok. FMIPA Universitas Indonesia

J. T. Watson . 2007. Introduction to Mass Spectrometry, 4th ed. Philadelphia, PA:

Lippincott-Raven.

Jufri M., Binu A., Rahmawati J. 2004. Formulasi gameksan dalam bentuk

mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 (3): 160 – 174.

Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI . EGC. Jakarta.

Kemala Dewi, Retno. 2010. Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron

Undekanoat. FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Kim, Cherng-ju. 2004. Advaced Pharmaceutics Phsicochemical Principles. CRC

Press LLC. Wshington DC.

Krakhvsky, Peter A,. Denkov, Nikolai D., 2005. Molecular Interfacial Phenomena

of Polymers and Biopolymer. Compatible oodhead Publishing

Kyung-Mi Park, Chong-Kook Kim. 1999. Preparation and evaluation of

flurbiprofen-loaded microemulsion for parenteral delivery. International Journal

of Pharmaceutics. 181: 173–179.

Lawrence M.J., Rees G.D. 2000. Microemulsion-based media as novel drug

delivery systems. advanced drug delivery reviews. Adv. Drug Del. Rev. 45: 89-

121.

Lachman, L., Lieberman, Herbert A., Kanig, Joseph L. 1994. Teori dan Praktek

Farmasi Industri 1 dan 2 Edisi III. Terjemahan dari The Theory and Practise of

Industrial Pharmacy, oleh Suyatmi, Siti. UI-Press. Jakarta.

Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik Jilid 2 Edisi III.

Terjemahan dari Physical Pharmacy, Physical Chemical Principles in the

Pharmaceutical Sciences, oleh Yoshita, UI-Press. Jakarta: 940-1010.

Matheson. K.L. 1996. Surfactan Raw Material. Clasification, Synthesis, uses. In

Soap and Detergent, A Theoritical and Practical Review. USA; AOCS Press

Meriggiola, M.C., Cerpolini, S., Bremner, W.J., Mbizvo, M.T., Vogelsong, K.M.,

Martorana, G., Pelusi , G. 2006. Acceptability of an injectable male contraceptive

regimen of norethisterone enanthate and testosterone undecanoate for men.

Human Reproduction Vol.21, No.8 pp. 2033–2040

Page 64: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Meriggiola MC, Constantino A, Saad F, D’Emidio L, Morsselli AM, Bertacini.

Norethisterone Enanthate Plus Testosterone Undecanoate for Male Contraception:

Effect of Various Injection Intervals on Spermatogenesis, Reproductive

Hormones, Testis and Prostate. J. Clin Endocrinol Metabolisme. 2005; 90:2005-

14

M. Muchow, P. Maincent, R.H. Muller and C.M. Keck. 2011. Production and

characterization of testosteron undecanoate-loaded NLC for oral bioavailibility

enhancement. USA : Informal Healthcare.

Moelok N, Asmarinah, Nuryati Chairani Siregar and Syafruddin Ilyas.

Testosterone Undecanoate and Depo Medroxyprogesterone Acetate Induced

Azoospermia Through Increased Expression of Spermatogenic Cell Caspade 3.

Medical Journal Indonesia, hal 149-156, Vol. 7, No. 3 July-September 2008,

Jakarta.

Myers D. 2006. Surfactant science and technology (3th

). John Wiley & Sons Inc,

New Jersey. 186-189

Nandi, I., M. Bari, H. Joshi. 2003. Synergistic Effect of PEG-400 and

Cyclodextrin to Enhance Solubility of Progesterone. AAPS PharmSciTech. 4 (1):

artikel 5.

Nieschlag E., 2006. Testosterone treatment comes of age: new options for

hypogonadal men. Journal Compilation Clinical Endocrinology. 65: 275–281.

Blackwell Publishing Ltd

Park KM., Kim CK., Preparation and Evaluation of Flurbifropen-Loaded

Microemlsions For Parenteral Delivery. International Journal Pharm. 1999 ; 181

; 173-179

Paul, B.K., S.P. Moulik. 2001. Uses and applications of microemulsions. Current

Science. 80 (8): 990-1001.

Putra, Efendy D. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang

Farmasi. USU Digital Library. Medan.

Rahmawati, J. 2003. Percobaan Pendahuluan Pembuatan Sedian Mikroemulsi

dengan Gameksan sebagai Model Obal. Skripsi Program Sarjana Farmasi,

FMIPA-UI. Depok.

Rakshit AK, Satya PM. 2008. Physicochemistry of o/w microemulsion :

formation, stability and droplet clustering. Journal of Microemulsions Properties

and Application. 144.

Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopeia 21th edition. The

Pharmaceutical Press. London: 1416-1417

Ritonga, Muhardi. 2012. Optimasi Uji Difusi Kombinasi Testosteron Undekanoat

(Tu) Dan Medroksi Progesteron Asetat (Mpa) Dalam Sediaan Mikroemulsi. FKIK

UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Page 65: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi untuk Analisa Obat. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Roselina P dan Eko Suhartono. 2005. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Pria

Kombinasi Testosterone Enantat (TE) dan Medroksiprogesteron Asetat Terhadap

Pembentukan Radikal Bebas. Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Kalimantan Selatan.

Saraswati, Afrini. 2011. Evaluasi Pengaruh Benzil Benzoat Pada Mikroemulsi

Kombinasi Testosteron Undekanoat Dan Medroksiprogesteron Asetat. FKIK UIN

Syarif Hidayatullah. Jakarta

Stickley, Robert G., 2004. Solubilizing Excipients In Oral and Injectable

Formulation. Review Article Pharmaceutical Research Vol 21, No 2 Februari

2004.

Suherman S.K. 2008. Estrogen dan Progestin, Agonis dan Antagonisnya. Dalam:

Farmakologi dan Terapi edisi 5 FKUI. Gaya Baru. Jakarta: 455-467

Surjyanarayan Mandal dan Snigtha S. Mandao. 2011. Microemulsions Drug

Delivery System : A Platform for Improving Dissolution Rate of Poorly Water

Soluble Drug. Vandodera. Intearnational Journal of Pharmaceutical Sciences

Nanotechnology

Susan Weng Larsen, and Claus Larsen. 2009. Critical Faktor Influencing The in

Vitro Perfoemance of Long-Acting Lipophilic Solution – Impact on In Vitro

Release Method Design. The AAPS Jurnal Vol.11

Rowe Raymond C., Paul J., Marian E Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical

Excipients 6th

edition. The Pharmaceutical Press. London: 82-83; 204-205; 243-

244; 267-268; 355-361; 375-378; 473-476

Wisatuba J, Luetjens CM, Kamischke A, GU Y-Q, Schlatt S, Simoni M,

Nielschlag E. Pharmacokinetics and pharmacodynamics of injectable testosterone

udecanoate in castrated cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) are

independent of different oil vehicles. J Med Primatol. 2005.

Zitzmann M, Nieschlag E. Long term experience of more than 8 years

with a novel formulation of testosterone undecanoate (nebido) in substitution

therapy of hypogonadal men. Aging Male. 2006; 9; 5

Page 66: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

51

LAMPIRAN 1

Data Konsentrasi dan AUC dari Kurva Kalibrasi

Data Konsentrasi dan Luas Area Testosteron Undekanoat untuk sampel uji

difusi.

Konsentrasi AUC

0 0

0,300 0,249

0,900 0,643

1,500 1,106

2.100 1,517

2,400 1,748

Dibuat pula kurva kalibrasi testosteron undekanoat untuk mengetahui

kadar zat aktif dalam sediaan. Dari tabel kurva kalibrasi testosteron undekanoat 2

dimasukan ke dalam perhitungan statistik (intersep, slope dan pearson) pada

Microsoft exel hingga diperoleh variable a, b dan r yaitu, a = -6,0750 , b =

0,6026 dan r2 = 0,9994 sehingga diperoleh persamaan 𝑦 = 0,6026𝑥 − 6,0750

Data Konsentrasi dan Luas Area Testosteron Undekanoat untuk kadar

sediaan.

Konsentrasi AUC

0 0

50,000 29,061

100,000 50,974

200,000 104,134

400,000 234,490

800,000 478,880

Setelah didapatkan AUC dari hasil analisis lalu dimasukan kepersamaan

𝑦 = 0,6026𝑥 − 6,0750 sehingga didapatkan konsentrasi sediaan (ppm).

Konsentrasi sebenarnya didapatkan dari konsentrasi sediaan dikalikan dengan

factor pengenceran yaitu 1000x (5µL sediaan diencerkan menjadi 5 mL).

Page 67: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

52

Tabel Perhitungan Kadar Testosteron Undekanoat dalam Sediaan

AUC Konsentrasi

sediaan (ppm)

Konsentraasi

sebenarnya

mg/mL

Sediaan yang

beredar

143,751 + 0,803 248,654 + 1.3321 248,654 + 1,3321

mikroemulsi 141,708 + 0,476 245,267 + 0,7889 245,267 + 0,7889

LAMPIRAN 2

Contoh Perhitungan Jumlah Testosteron Undekanoat yang Terpenetrasi

dari Sediaan Komersil Jam ke-3

𝐴𝑈𝐶 (𝑦) = 0,462 𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥

𝑦 = 0,010763 + 0,721794𝑥

𝑥 = 0,625

Faktor pengenceran (FP) = Volume labu terukur : Volume sampling (100 μL)

= 5ml : 0,1mL = 50x

Konsentrasi terpenetrasi = 𝑥 × 𝐹𝑃

= 0,625 × 50 = 31,237 𝜇𝑔/𝑚𝐿

Rumus jumlah kumulatif yang terpenetrasi

𝑄 = { 𝐶𝑛. 𝑉 + 𝐶𝑛−1

𝑖=1. 𝑆}

Cn = Konsentrasi TU(μg/ml) pada sampling Jam ke-3= 31,237 μg/ml

V = Volume sel difusi Franz = 21 ml

𝐶𝑛−1𝑖=1 = Konsentrasi terpenetrasi pada sampling jam sebelumnya yaitu Jam ke-

1dan ke-2 secara berturut-turut adalah 18,6718,67 μg/ml dan 22,617 μg/ml

S = Volume sampling 2 ml

𝑄 = 31,237 𝜇𝑔

𝑚𝑙× 21𝑚𝑙 + 18,6718,67

μg

ml× 2𝑚𝑙 + 22,617 × 2𝑚𝑙

= 739,273 𝜇𝑔

∴ Jadi jumlah testosteon undekanoat yang terpenetrasi dari sediaan komersial pada

jam ke-3 adalah 739,273 μg

LAMPIRAN 3

Contoh Perhitungan Persen Zat Aktif yang Terpenetrasi dari Sediaan

Kosolvensi Terhadap Kadar yang Diaplikasikan

Persentase kadar yang terpenetrasi dihitung dengan rumus :

% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑝𝑒𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑄

𝑃× 100%

Dimana :

Page 68: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

53

Q = Jumlah kumulatif testosteron undekanoat yang terpenetrasi

P = Kadar sediaa zat aktif yang diaplikasikan untuk sediaan yang beredar

= (0,5 x 248,654 mg/m =124,327 mg)

Persentase kadar yang terpeetrasi pada sediaan kosolvensi jam ke 3:

Diketahui

Q = 739, 273 μg P = 124,327 mg = 124327 μg

% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑒𝑟𝑝𝑒𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 = 739,273

124327× 100% = 0.595 %

∴ 𝐽𝑎𝑑𝑖 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑒𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒 3 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 0,595%

LAMPIRAN 4

Contoh Perhitungan Fluks Testosteron Undekanoat dari Sediaan

Mikroemulsi

Kecepatan penetrasi testosteron undekanoat (fluks; J, μg cm-2 jam-1) dihitung

dengan rumus:

𝐽 =𝑀

𝑆 × 𝑡

Dimana:

J = Fluks (μg cm-2

jam-1

)

M = Jumlah kumulatif testosteron undekanoat yang melalui membran (μg)

S = Luas area difusi (cm2)

t = Waktu (jam)

Diketahui :

M = 1258,528 μg S = 2,46 cm2

t = 8 jam

𝐽 =𝑀

𝑆 × 𝑡

=1258,528 µ𝑔

2,46 𝑐𝑚2 × 8 𝑗𝑎𝑚= 63,95 µ𝑔𝑐𝑚−2𝑗𝑎𝑚−1

∴ 𝑗𝑎𝑑𝑖 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑒𝑚𝑢𝑙𝑠𝑖 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 50,101 µ𝑔𝑐𝑚−2𝑗𝑎𝑚−1

Page 69: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

54

LAMPIRAN 5

Perhitungan Kadar Tesosteron Undekanoat Sebenarnya yang dimasukan ke

dalam Persaam Regresi Linear Kurva Kalibrasi 1.

𝑦 = 0,010763 + 0,721794𝑥

A. Dalam Sediaan Komersil

Waktu AUC (mAU*min) rata-rata C cuplikan (ppm)

C sebenarnya (ppm)** Sampling A B AUC

1 0,269 0,291 0,28 0,373 18,67

2 0,366 0,308 0,337 0,452 22,617

3 0,489 0,434 0,462 0,625 31,237

4 0,846 0,882 0,864 1,182 59,106

5 0,938 1,247 1,093 1,499 74,927

6 1,03 1,449 1,294 1,777 88,844

7 1,517 1,575 1,546 2,127 106,327

8 1,639 1,891 1,765 2,43 121,49

B. Dalam Mikroemulsi

Waktu AUC (mAU*min) rata-rata C cuplikan (ppm)

C sebenarnya (ppm)* Sampling A B AUC

1 0,042 0,068 0,055 0,062 3,091

2 0,107 0,147 0,127 0,162 8,076

3 0,163 0,205 0,184 0,24 12,023

4 0,296 0,245 0,271 0,361 18,047

5 0,308 0,325 0,317 0,425 21,232

6 0,42 0,531 0,476 0,645 32,241

7 0,54 0,544 0,542 0,736 36,811

8 0,728 0,662 0,695 0,948 47,404

Ket :

** Kadar sebenarnya yatiu C cuplikan X fp (50x)

Page 70: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

55

LAMPIRAN 6

Hasil Uji Penetrasi Testosteron Undekanoat dalam Larutan Phosphate Buffer

Saline pH 7,4 dari Sediaan Mikroemulsi dan Sediaan Komersi yang Beredar

Tabel jumlah akumulatif zat yang terpenetrasi

Grafik jumlah kumulatif tesosteron undekanoat yang terpenetrasi dari sediaan

mikroemulsi dan sediaan kosolvensi yang beredar

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

1 2 3 4 5 6 7 8

Jum

lah

Zat

ter

pen

etra

si (µ

g)

Jam

Sediaan Komersil

Mikroemulsi

Waktu (Jam)

Jumlah Testosteron Undekanoat yang

terpenetrasi (µg)

mikroemulsi Sediaan komersil

1 64,911 392,067

2 175,783 512,286

3 274,815 739,273

4 425,361 1386,334

5 528,340 1837,518

6 801,994 2273,700

7 962,441 2823,872

8 1258,528 3354,958

Page 71: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

56

LAMPIRAN 7

Gambar Hasil Optimasi Formula Mikroemulsi

Hasil optimasi formula A-H

Hasil optimasi formula I-O

Formula yang tetaep stabil Formula J dibuat dalam jumlah banyak

Page 72: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

57

LAMPIRAN 8

Gambar Alat dan Bahan yang Digunakan

Refrigerator (Sanyo

Medicool®)

Oven (France Etuves C

3000®

)

Timbangan analitik

(AND GH-202®)

Hot Plate Stirrer (Advantec

SRS710HA)

Centrifuge (Eppendrof

SH7R)

Psa Analyser

Bagian Otot tiku yang

digunakan

Minor set bedah

Alat Difusi Franz Cell

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Ultimate 3000 Dionex®)

Keterangan Gambar

A= Wadah Fase Gerak B = Pompa

C = Injektor D = Kolom

E = Detektor UV F = Monitor

Page 73: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

58

LAMPIRAN 9

Hasil Distribusi Ukuran Partikel Sediaan Sebelum Cycling Test

Page 74: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

59

LAMPIRAN 10

Kromatogram TU dalam Sediaan Mikremulsi

LAMPIRAN 11

Kromatogram TU dalam Sediaan Kosolvensi yang Beredar

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

-200

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600STANDAR TU BESAR #15 me 5mikro 1 UV_VIS_1mAU

min

1 - 0.2332 - 0.2733 - 0.3074 - 0.5735 - 0.8536 - 0.9137 - 1.020

8 - 1.913

9 - 2.553 10 - 3.30711 - 3.61312 - 3.86713 - 4.17314 - 4.49315 - 4.920

16 - 5.287

17 - Testosteron undekanoat - 5.653

WVL:240 nm

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

-200

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600STANDAR TU BESAR #23 nebido 5 mikro UV_VIS_1mAU

min

1 - 0.2332 - 0.3203 - 0.3734 - 0.4335 - 0.4806 - 0.5277 - 0.5478 - 1.0809 - 1.433

10 - 1.920

11 - 2.573 12 - 3.32713 - 3.64714 - 3.88715 - 4.20716 - 4.52717 - 4.940

18 - 5.340

19 - Testosteron undekanoat - 5.707

WVL:240 nm

Page 75: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

60

LAMPIRAN 12

Kromatogram TU dalam PBS

LAMPIRAN 13

Kromatogram Blangko Medium PBS

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

-1.00

1.25

2.50

3.75

5.00

6.25

8.00FIX STANDAR TU #74 Kelarutan tu pbs UV_VIS_1mAU

min

1 - 0.0332 - 0.593

3 - 1.280

4 - 1.433

5 - 1.927

6 - 2.333

7 - 2.9738 - 3.2809 - 3.527

10 - 4.973

11 - 5.353

12 - TU - 5.713

13 - 6.607

WVL:245 nm

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

-1.0

2.0

4.0

6.0

9.0PENDAHULUAN DIFUSI #21 PBS BLANK 3 UV_VIS_1mAU

min

1 - 0.3932 - 0.4933 - 0.5404 - 0.6075 - 0.9736 - 1.1477 - 1.2078 - 1.3609 - 1.473

10 - 1.620

11 - 1.767

12 - 3.113

13 - 5.04014 - 5.20015 - 5.30716 - 5.92017 - 6.00018 - 6.120

WVL:245 nm

Page 76: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

61

LAMPIRAN 14

Certificate of Analysis Testosteron Undecanoat

JINAN YUNXIANG CHEMICAL CO., LTD.

RM 2401, BUILDING A,NO.1825 HUALONG ROAD LICHENG AREA,JINAN,SHANGDONG PROVICE,CHINA

TEL: 0086-531-82375937 FAX:0086-531-88775825

CERTIFICATE OF ANALYSIS

(Director):余毅 (tester):肖华 (Retester):李传宏

Product Name Tesosteron Undecanate L ot no 011222

MFG. Date 2010.12.22 2010.12.23

Test Items Specification Test Results

Appearance White or almost white crystalline powder 符合

L oss on drying ≦0.5% 0.24%

Optical rotation +68° ~+72° 70.3°

Melting Point 60~65°C 61-63°C

HPLC)Assay 97-103.0% 98.81%

Free acid 0.5%max 0.35%

Conclusion The aboye product conforms analysis standard

Page 77: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

62

LAMPIRAN 15

Certificate of Analysis Benzil Benzoat

Page 78: Optimasi Formula Mikroemulsi Testosteron Undekanoat · PDF filedengan Kekuatan Sediaan yang Optimum pada Penggunaan Injeksi Intramuskular . SKRIPSI. SIVIA NURULLIANA SEPTIANINGRUM

63

LAMPIRAN 16

Certificate of Analysis Minyak Jarak