Upload
doandan
View
319
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe) DENGAN METODE MASERASI
Santi Rahmadani1, Siti Sa’diah
2, Sri Wardatun
3
1, 3 Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK 2 Pusat Studi Biofarmaka LPPM. IPB ,
2 Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB
ABSTRAK
Jahe merah merupakan jenis rimpang yang banyak digunakan sebagai salah satu bahan obat tradisional
di Indonesia. Khasiat jahe merah telah banyak dikaji diantaranya efektif sebagai anti bakteri, anti inflamasi dan
anti emetik. Salah satu komponen utama jahe merah adalah golongan senyawa gingerol dan shogaol. Penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan cara ekstraksi yang paling optimal untuk menghasilkan kadar golongan
gingerol (6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol) dan 6-shogaol. Metode ekstraksi dibedakan dari tiga jenis pelarut
etanol yaitu 96%, 70%, dan 30% pada perbandingan bahan baku pelarut 1:10 yang dimaserasi selama 2×24 jam.
Penentuan kadar senyawa aktif menggunakan HPLC UFLC (Ultra Fast Liquid Chromatograph) Shimadzu
dengan kolom ODS (Okta Desil Silika) C 18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% jahe
merah dengan metode maserasi memiliki kadar 6-gingerol , 8-gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol yang paling
tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70% dan 30% kadar 6-gingerol sebesar 35,36 mg/g, 8-gingerol
sebesar 8,04 mg/g, 6-shogaol sebesar 3,07 mg/g, dan 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g.
Kata kunci : Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe), maserasi, gingerol, shogaol.
ABSTRACT
The red ginger is one of the rhizome types that is commonly used for making traditional herbal
medicines in Indonesia. The efficacy of red ginger zingiber officinale has been studied. It can, among others
serve as the antibacterial agent, anti-inflammantory agent, and antiemetic agent. One of the main components of
red ginger is gingerol compound and shogaol. The purpose of the research is to find out the most effective
extraction to obtain the gingerol compound (6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol) and 6-shogaol. The extraction
methods are differentiated by using three different ethanol solution, 96%, 70%, and 30%. The composition of
the solvent is 1:10, and it is macerated for 2×24 hours. The active compound is determined by using HPLC
UFLC (Ultra Fast Liquid Chromatograph) shimadzu with C18 ODS (Octadecyl Silica) column. The research
result shows that the extraction of 96% Zingiber officinale ethanol gained out of maceration process method has
6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol and it indicates that 10-gingerol has the highest extraction compared to 70%,
and 30% ethanol extraction using the similar method with the same percentage of 6-gingerol: it has 35.36 mg/g,
8-gingerol has 8.04 mg/g, 6-shogaol has 3.07 mg/g, and 10-gingerol has 11,37 mg/g.
Key word : Zingiber officinale, maceration, gingerol, shogaol.
PENDAHULUAN
Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe)
termasuk salah satu komoditas obat dan rempah
yang termasuk dalam temu-temuan. Pemakaian jahe
sebagai tanaman obat semakin berkembang pesat
seiring dengan mulai berkembangnya pemakaian
bahan-bahan alami untuk pengobatan. Pemanfaatan
jahe berkembang secara komersial dengan
pengolahan yang menggunakan teknologi tepat
guna. Jahe segar telah lama dimanfaatkan sebagai
rempah obat tradisional yang diketahui memiliki
aktivitas antikanker. Penelitian Mustarofah (2008)
mengenai aktivitas ekstrak jahe merah uji invitro
terhadap sel THP-2-sel leukimia, menunjukkan
pemberian ekstrak jahe merah dengan pelarut n-
heksan, etil asetat, metanol, dan air, sama-sama
mampu menghambat pertumbuhan sel kanker.
Komponen senyawa kimia yang
terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap,
minyak tidak menguap dan pati. Minyak atsiri
termasuk minyak menguap dan merupakan
komponen yang memberi bau khas, sedangkan
oleoresin, yang terdiri dari gingerol, zingiberen,
shogaol, termasuk minyak tidak menguap yang
memberi rasa pahit dan pedas (Ravindran dan Babu,
2005). Penyulingan minyak jahe dan oleoresin yang
berasal dari rimpang jahe semakin berkembang
untuk dijadikan bahan baku pembuatan obat pada
perusahaan farmasi.
Gingerol dilaporkan dapat menghambat
replika virus human immune deficiency virus-1
(HIV-1) pada kultur sel limfosit T manusia (MT4)
(Lee et al., 2008). Gingerol merupakan bahan alam
yang terkandung didalam oleoresin jahe yang
dibutuhkan dalam modifikasi pati. Gingerol tidak
tahan terhadap suhu tinggi karena pada suhu tinggi
gingerol akan berubah menjadi shogaol, oleh karena
itu ekstraksi gingerol dari rimpang jahe segar
dilakukan pada suhu rendah dengan menggunakan
pelarut n-heksan yang memiliki titik didih rendah
(Zancan et al., 2002). Pelarut n-heksan umumnya
inert tetapi sangat toksik karena dapat menyerang
susunan syaraf pusat, sehingga apabila akan
diaplikasikan ke dunia farmasi, dibutuhkan pelarut
yang inert dan lebih aman seperti etanol.
Pengambilan gingerol merupakan cara yang
efektif untuk memanfaatkan produk perkebunan
jahe, akan tetapi gingerol yang beredar di pasaran
masih berkualitas rendah, karena proses ekstraksi
yang tidak sesuai. Oleh karena itu perlu dipelajari
metode ekstraksi yang efisien dan aman sehingga
menghasilkan ekstrak gingerol yang berkualitas
tinggi.
Gingerol dapat terdekomposisi menjadi
shogaol pada suhu 60°C sehingga ekstraksi jahe
merah dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi
(Chrubarsi et al., 2005). Tririzqi (2013) telah
melakukan maserasi bertingkat senyawa gingerol
dari rimpang jahe menggunakan pelarut heksan, etil
asetat, dan etanol 96%. Rendemen ekstrak kasar
tertinggi diperoleh saat ekstraksi tingkat ketiga
menggunakan pelarut etanol 96% selama 6 jam
sebesar 15%. Menurut penelitian Daryono (2012),
ekstraksi oleoresin jahe emprit dengan pelarut etanol
70% pada suhu ekstraksi 40°C dan waktu ekstraksi
3 jam didapatkan kadar gingerol sebesar 33,23%.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui
bahwa konsentrasi pelarut pengekstraksi
berpengaruh pada jumlah gingerol yang terekstraksi
oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan metode ekstraksi maserasi untuk
mendapatkan kadar gingerol tertinggi dengan
perbedaan konsentrasi pelarut etanol yaitu 96%,
70%, 30% dan pelarut metanol.
BAHAN DAN METODE
Alat yang digunakan: erlenmeyer, botol
coklat, timbangan analitis,cawan uap, corong, gelas
ukur, rotarry evaporator, moisture balance, kertas
saring, plat tetes, penangas air, tabung reaksi, kapas,
HPLC UFLC Shimadzu.
Bahan yang digunakan: jahe merah segar,
kloroform, aquadest, asam klorida encer, etanol 96
%, etanol 70 %, dan etanol 50 %, etanol 80 %,
etanol 95 %, asam sulfat encer, asam klorida 2N,
pereaksi Dragendorf, pereaksi Bouchardat, pereaksi
Mayer, natrium klorida 10 %, gelatin, natrium
klorida+gelatin, feri klorida 3 %, metanol,
petroleum eter, etil asetat, serbuk seng, serbuk
Magnesium, asam klorida 2N, asam klorida pekat,
asetonitril.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Sampel
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale
Roscoe) yang berasal dari Ciampea Bogor.
Pembuatan Simplisia Rimpang Jahe Merah
Jahe merah segar dikumpulkan dan
dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel
yang tak terlihat secara kasat mata dan dibuang dari
bagian rimpang yang tidak terpakai (busuk, kering,
dll), kemudian dicuci dengan menggunakan air yang
mengalir sampai bersih, dan ditiriskan untuk
membebaskan dari partikel-partikel air. Rimpang
jahe merah yang telah bersih dan bebas dari air
cucian dikeringkan dengan cara dijemur dibawah
sinar matahari. Setelah simplisia kering, kemudian
disortasi untuk membuang bagian-bagian yang tidak
dapat dibersihkan pada saat sortasi sebelumnya.
Simplisia yang sudah disortasi kering kemudian
digrinder dan diayak dengan ayakan mesh 30, lalu
disimpan dalam wadah tertutup rapat. Rendemen
simplisia dapat dihitung dengan cara :
Uji Parameter Simplisia
Uji parameter dilakukan terhadap simplisia
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe),
meliputi :
Penetapan Kadar Air Simplisia
Dimasukkan lebih kurang 2 gram simplisia
timbang seksama dalam wadah yang telah ditara.
Dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan
ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang
pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%
(DepKes RI, 2000).
Penetapan Kadar Abu
Sebanyak 2 gram simplisia jahe merah (Zingiber
officinale Roscoe) yang telah ditimbang dimasukkan
kedalam silika yang telah dipijar dan ditara,
diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, didinginkan dan ditimbang, jika dengan cara
ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air
panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Sisa
kertas saring dipijarkan dalam krus, diuapkan,
dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbang. Kadar
abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
diudara (DepKes RI, 2000).
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Simplisia
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total,
didihkan dengan 25 mL asam klorida encer selama 5
menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan. Kemudian disaring melalui krus kaca
masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air
panas, lalu dipijarkan hingga bobot tetap dan
timbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara
(DepKes RI, 2000).
Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Simplisia
Dimaserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak
selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform LP
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 mL
filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu
105°C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam
persen senyawa yang larut dalam air, dihitung
terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 1989).
Penetapan Kadar Sari Larut dalam Alkohol
Simplisia
Dimaserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak
selama 24 jam dengan 100 mL etanol (95%),
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian
dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk
menghindarkan penguapan etanol, kemudian
diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan
dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu
dipanaskan pada suhu 150°C hingga bobot tetap.
Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut
dalam etanol (95%). Dihitung terhadap ekstrak awal
(DepKes RI, 1989).
Uji Kualitatif Simplisia
Uji kualitatif dilakukan terhadap simplisia
rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe),
meliputi :
Identifikasi Alkaloid
Ditimbang 500 mg simplisia, ditambahkan
1 mL asam klorida 2 N dan 9 ml, dipanaskan di atas
penangas air selama 2 menit, didinginkan dan
disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji,
ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP. Jika pada
kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk
tidak mengandung alkaloid. Jika dengan Mayer LP
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau
kuning yang larut dengan metanol P dan dengan
Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat
sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat
alkaloid (DepKes RI, 1989).
Identifikasi Tanin Simplisia dididihkan dengan 20 mL air lalu
disaring, ditambahkan beberapa tetes feriklorida 1%
dan terbentuknya warna coklat kehijauan, biru
kehitaman menunjukan adanya tanin (Edoga et al.,
2005).
Identifikasi Glikosida Sebanyak 0,5 g simplisia ditambahkan 2
mL etanol 70% diuapkan diatas penangas air,
dilarutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P.
Ditambahkan 10 tetes asam sulfat P, akan terjadi
warna biru atau hijau menunjukkan adanya
glikosida (Padmasari dkk, 2013).
Identifikasi Saponin
Dimasukkan 0,5 g simplisia ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air panas,
didinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama
10 detik. (Jika zat diperiksa berupa sediaan cair,
diencerkan 1 mL sediaan yang diperiksa dengan 10
mL air dan kocok kuat-kuat selama 10 menit);
terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang
dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada
penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak
hilang (DepKes RI, 1989).
Indentifikasi Triterpenoid Dan Steroid
Identifikasi triterpenoid dan steroid
dilakukan dengan menggunakan reaksi Liebermann
Burchard. 0,5 g simplisia ditambahkan 2 mL etanol
70% diuapkan dalam cawan porselen. Residu
dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, setelah itu
ditambahkan dengan asam asetat anhidrat sebanyak
0,5 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 mL asam sulfat
pekat melalui dinding tabung. Adanya triterpenoid
ditandai dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau
violet pada perbatasan larutan, sedangkan adanya
steroid ditandai dengan terbentuknya cincin biru
kehijauan (Padmasari dkk, 2013).
Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 500 mg simplisa dalam cawan
ditambahkan 2 mL etanol 7% kemudian diaduk,
ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes
HCl pekat. Hasil positif menunjukkan terbentuknya
warna kuning sampai merah.
Pembuatan Ekstrak Jahe Merah
Sebanyak 50 gram serbuk simplisia
dimasukkan ke dalam botol coklat, dituangi dengan
250 mL etanol 96%, 70%, 30% ditutup, dan
dibiarkan selama 24 jam, dilakukan pengocokan tiap
1 jam sekali agar terdistribusi merata. Sari lalu di
tuang, ampas diperas, dipisahkan dalam botol lain.
Sisa ampas ditambah etanol 96%, 70%, 30%,
sebanyak 250 mL lalu dimaserasi ulang selama 24
jam, diaduk dan diserkai, hasil maserasi disatukan,
sehingga akan diperoleh seluruh sari sebanyak 250
mL. Botol ditutup dan didiamkan selama 1 hari,
kemudian dienaptuangkan. Maserat dikumpulkan
dan dilakukan penguapan rendah suhu 50oC dengan
syncore dan dilanjutkan dengan vaccum dry
memakai evaporator, sehingga diperoleh ekstrak
kental. Rendemen ekstrak dihitung dengan
membandingkan berat awal simplisia dan berat
akhir ekstrak yang dihasilkan.
Penentuan Kadar Larutan Standar 6-gingerol, 8-
gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol Disiapkan campuran larutan standar berisi
6-gingerol 1000 ppm, 8-gingerol 500 ppm, 6-
shogaol 1000 ppm, dan 10-gingerol 1000 ppm.
Dengan cara menimbang standar 6-gingerol 10 mg,
8-gingerol 5 mg, 6-shogaol 10 mg, dan 10-gingerol
10 mg, dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL lalu
ditera dengan metanol. Dipipet 5 mL diencerkan
pada labu 100, ditera dengan metanol sampai batas.
Disonikator selama 30 menit, setelah itu didiamkan
selama 15 menit, disonikator kembali selama 30
menit, kemudian disaring menggunakan kertas
saring whatman 0,45 µm, lalu diinjeksikan kedalam
alat HPLC (Lee et al, 2007).
Preparasi Larutan Sampel Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan
dengan 80 mL metanol, disonikator selama 30
menit, setelah itu didiamkan selama 15 menit,
disonikator kembali selama 30 menit, kemudian
disaring, dimasukkan ke dalam labu 100 ml lalu
ditara dengan metanol, larutan disaring
menggunakan kertas saring Whatman 0.45 µm, lalu
diinjeksikan ke dalam alat HPLC dengan kolom
(Shimpack ODS VO C18 150 ×4.6 mm) dengan
sistem gradien dengan suhu kolom 40°C. Digunakan
detektor UV dengan panjang gelombang 280 nm
dan laju alir gerak 1mL/menit.Fase gerak untuk
penentuan 6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol, dan
6-shogaol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi fasa gerak untuk penentuan 6-
gingerol, 8-gingerol,10 gingerol, dan 6-shogaol (Lee
et al, 2007).
Waktu
(menit) Asetonitril % Air %
0 40 60
10.0 40 60
40.0 90 10
40.5 100 0
45 100 0
45.5 40 60
50 40 60
Rumus perhitungan kadar gingerol adalah sebagai
berikut :
Konsentrasi Gingerol =
Kadar mg/g =
Alat HPLC UFLC Shimadzu Alat yang digunakan adalah HPLC UFLC
Shimadsu series, yang dioperasikan pada suhu
ruang. Data diproses dengan LC solution software.
Kondisi untuk preparativ HPLC adalah fase diam
kolom Shimpack ODS VO C18 150 ×4.6 mm dan
fase gerak pelarut asetonitril dan air, dengan volume
injeksi sampel 20 µL mengikuti sistem gradien
dengan suhu kolom 40°C. Digunakan detektor UV
dengan panjang gelombang 280 nm dan laju alir
gerak 1mL/menit.
Uji Parameter Ekstrak
Metode sama dengan pengujian parameter
simplisia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Tanaman
Sampel pengujian yang diidentifikasi di
Herbarium Bogorinase Bidang Botani Pusat
Lembaga Penelitian Biologi-LIPI menunjukkan
sampel Zingiber officinale Roscoe dari suku
Zingiberaceae.
Hasil Rendemen Serbuk Simplisia Jahe Merah
Bahan yang digunakan adalah jahe merah
segardiperoleh dari daerah Ciampea, Bogor. Jahe
merah segar sebanyak 9,5 kg, bobot akhir serbuk
simplisia yang diperoleh sebanyak 1,1860 kg.
Rendemen simplisia sebanyak 12,48%.
Hasil Pembuatan Ekstrak Jahe Merah
Pembuatan ekstrak menggunakan pelarut
metanol dan etanol dengan konsentrasi 96%, 70%,
dan 30%. Ekstrak kental yang diperoleh berwarna
coklat kehitaman, beraroma khas jahe dan masih
tercium aroma pelarut.
Tabel 3. Hasil bobot ekstrak dan rendemen ekstrak
Ekstrak Bobot
Ekstrak(g)
Rendemen
Ekstrak(%)
Etanol 30% 7,3130 15,43
Etanol 70% 5,0820 10,72
Etanol 96% 9,6218 20,44
Metanol 4,7438 10,06
Rendemenekstrak yang terbesar didapat
pada konsentrasi 96% dengan hasil bobot ekstrak
sebesar 9,6218 g dan hasil rendemen ekstrak sebesar
20,44% .
Hasil Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air simplisia maupun
ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode
gravimetriyang merupakan analisis kimia secara
kuantitatif dimana jumlah analit ditentukan dengan
mengukur bobot substansi murni yang hanya
mengandung analit (Skoog et al., 2004). Hasil kadar
air simplisia yang didapat sebesar 6,08%,
memenuhi persyaratan menurut DepKes RI (1979)
yaitu kurang dari 10%.Kadar air ekstrak dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. kadar air ekstrak
Konsentrasi ekstrak % kadar air
Etanol 30% 0,87%
Etanol 70% 0,55%
Etanol 96% 0,10%
Metanol 0,33%
Semakin besar kadar air yang diperoleh
maka semakin banyak pula mikroorganisme yang
mungkin tumbuh dan akan menyebabkan kerusakan
pada simplisia tersebut. Penghilangan kadar air
hingga jumlah tertentu berguna untuk
memperpanjang daya tahan simplisia selama proses
penyimpanan (Depkes RI, 2000).
Hasil uji karakteristik simplisia
Penetapan kadar abu dan kadar abu tidak
larut asam dilakukan dengan pengabuan ekstrak
dalam krus di dalam tanur pada suhu 700°C.
Pemanasan bahan pada temperatur tersebut
menyebabkan organik dan turunannya terdestruksi
dan menguap, sehingga yang tertinggal hanya unsur
mineral dan anorganik. Hasil ini memberikan
gambaran kandungan mineral internal daneksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak. Selain itu penetapan kadar abu juga
dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar
benda-benda organik seperti tanah, pasir yang
seringkali terikut dalam sediaan nabati (DepKes RI,
2000).
Penetapan kadar sari merupakan metode
kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam
simplisia maupun ekstrak yang dapat tersari dalam
pelarut tertentu. Penetapan kadar sari dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari larut air
dan kadar sari larut alkohol. Kedua cara ini
didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung
dalam simplisia maupun ekstrak (DepKes RI, 1979).
Tabel 5. Hasil pengujian karakteristik simplisia
Uji Kadar(%)
Parameter
(Depkes RI,
1979)
kadar abu ±3,71 <5,00%
kadar abu tidak
larut asam ±2,00 3,90%
kadar sari larut air ±2,21 15,60%
kadar sari larut
alkohol ±1,84 4,30%
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat
bahwa hasil pengujian karakteristik simplisia
memenuhi persaratan menurut DepKes RI (1979).
Hasil Skrining Fitokimia Komponen yang terdapat dalam sampel
dianalisis golongan senyawanya dengan tes uji
warna dengan beberapa pereaksi untuk golongan
senyawa alkaloid, tanin, saponin, flavonoid,
glikosida, terpenoid dan steroid. Pereaksi-pereaksi
spesifik yang digunakan kebanyakan bersifat polar
sehingga bisa berinteraksi dengan sampel
berdasarkan prinsip live dissolve like.
Tabel 6. Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Jahe
Merah
Golongan
senyawa
kimia
Parameter Uji
simplisia
Uji
ekstrak
Alkaloid
Endapan putih –
jingga + +
Flavonoid
Warna kuning –
merah + +
Saponin Terbentuk buih + +
Tanin Terbentuk endapan + +
Glikosida Warna biru atau hijau - -
Steroid Cincin biru kehijauan - -
Triterpenoid
Terbentuk cincin
kecoklatan atau violet + +
Keterangan: (+) = mengandung golongan senyawa
(-) = tidak mengandung golongan senyawa
Hasil uji fitokimia yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa dalam sampel mengandung
alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan triterpenoid.
Reaksi positif yang terjadi pada uji alkaloid adalah
terbentuknya endapan menggumpal putih pada
pereaksi mayer dan endapan warna coklat pada
pereaksi bouchardat, hal tersebut terjadi karena
adanya reaksi penggantian ligan. Alkaloid yang
memiliki atom nitrogen yang mempunyai pasangan
elektron bebas dapat mengganti ion iodo dalam
pereaksi-pereaksi tersebut (Sangi dkk, 2008).
Alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari
sistem sikliknya serta mengandung substituen yang
bervariasi seperti gugus amina, amida, fenol, dan
metoksi sehingga alkaloid bersifat semipolar.
Flavonoid umumnya lebih mudah larut
dalam air atau pelarut polar dikarenaka memiliki
ikatan dengan gugus gula (Makham, 1988),
flavonoid terutama berupa senyawa yang larut
dalam air dan senyawa aktifnya dapat diekstraksi
dengan etanol 70% (Harborne, 1987). Uji flavonoid
hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna
kuning- merah amil alkohol. Penambahan serbuk
magnesium dan asam klorida pada pengujian
flavonoid akan menyebabkan tereduksinya senyawa
flavonoid yang ada sehingga menimbulkan reaksi
warna kuning yang merupakan ciri adanya flavonoid
pada sampel (Robinson, 1995).
Saponin pada umumnya berada dalam
bentuk glikosida sehingga cenderung bersifat polar
(Harborne, 1987). Uji saponin menunjukkan hasil
positif dengan adanya busa pada sampel. Hal
tersebut terjadi karena saponin memiliki gugus polar
dan non polar yang akan membentuk misel. Pada
saat misel terbentuk maka gugus polar akan
mengendap ke luar dan gugus non polar menghadap
ke dalam dan keadaan ini lah yang tampak seperti
busa (Robinson, 1991; Sangi dkk, 2008).
Tanin merupakan senyawa fenolik
cenderung bersifat polar (Harborne, 1987). Hasil
pengujian tanin menunjukkan bahwa tanin yang
terkandung di dalam ekstrak etanol merupakan tanin
terkondensasi karena terbentuk warna hijau
kehitaman setelah ditambahkan dengan FeCl3(Sangi
dkk, 2008).
Uji yang banyak digunakan untuk
mengetahui kandungan triterpenoid dan steroid ialah
reaksi Liberman-Bouchard (anhidrat asetat- H2SO4
pekat) yang menunjukkan hasil positif berupa warna
hijau-biru pada pengujian triterpenoid dan
terbentuknya cincin biru kehijauan pada pengujian
steriod. Sampel menunjukan hasil positif pada uji
teriterpenoid dengan adanya cincin ungu sedangkan
pada uji steroid tidak menunjukan terbentuknya
cincin biru kehijauan (Harborne, 1987).
Hasil Penetapan Kadar Gingerol
Profil HPLC sampel waktu retensi sama
dengan profil HPLC pada standar yang
menunjukkan empat puncak yang berasal dari
serapan senyawa golongan gingerol. Keempat
puncak tersebut terdiri dari senyawa 6-gingerol, 8-
gingerol, 6-shogaol, dan 10-gingerol. Standar yang
disuntikkan mengandung 4 senyawa ke 4 senyawa
tersebut dijadikan satu dalam satu standar.
Berdasarkan pola kromatogram yang ada dapat
dilihat dengan kondisi elusi yang digunakan secara
gradien dengan sistem fase terbalik dengan
komposisi fase gerak semi polar asetonitril dan air.
Suhu kolom dengan diatur temperatur 40oC, dengan
mengikuti sistem gradien, tekanan kolom bervariasi
dari 1300 ke 1800 psi. Panjang gelombang 280 nm.
Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk
mendeteksi banyak senyawa dengan range yang
lebih luas. Panjang gelombang deteksi digunakan
untuk 4 analit berkisar 225-284 nm (Lee et al,
2007).
Senyawa utama dalam jahe merah segar
adalah serangkaian homolog fenolik keton dikenal
sebagai gingerol. Senyawa gingerol terbanyak
adalah 6-gingerol sedangkan 8-gingerol dan 10-
gingerol terjadi pada jumlah yang sedikit (lee et al.,
2007) Pada kromatogram peak yang muncul
pertama adalah senyawa 6-gingerol, peak kedua
senyawa 8-gingerol, peak ketiga senyawa 6-shogaol,
dan peak ke empat senyawa 10-gingerol, dengan
berdasarkan pola kromatogram yang ada dengan
kondisi elusi secara gradien dengan sistem fase
terbalik maka senyawa polar yang terlebih dahulu
terbaca oleh kolom.
Waktu retensi standar 6-gingerol muncul
pada menit ke 12,880, untuk standar 8-gingerol
muncul pada wakturetensipada menit ke 24,270.
Untuk standar 6-shogaol muncul pada Waktu retensi
pada menit ke 25,836 untuk, untuk standar 10-
ginerol muncul pada waktu retensi pada menit ke
31,410 untuk. Hasil dari standar tersebut sebagai
acuan pembacaan hasil dari sampel yang didapat.
Gambar 6. Kromatogram standar gingerol yang
diperoleh dengan mengunakan alat HPLC UFLC
Shimadsu (λ = 280 nm, a.6-gingerol di 12,880
menit, b.8-gingerol di 24,270 menit, c.6-shogaol di
25,801 menit, dan d.10-gingerol di 31,410 menit).
Menurut penelitian Lee (2007) ,
senyawa 6-gingerol muncul pada menit ke 10,3,
senyawa 8-gingerol muncul pada menit ke 20,4,
senyawa 6-shogaol muncul pada menit ke 20,6,
dan 10-gingerol muncul pada menit ke 30,1.
Hasil tersebut menunjukkan waktu retensi tidak
jauh berbeda dengan standar yang didapat.
Gambar Kromatogram dapat di lihat dibawah
ini.
Gambar 7. Kromatogram 6-gingerol menit ke 10,3,
senyawa 8-gingerol menit ke 20,4, senyawa 6-
shogaol menit ke 20,6, dan 10-gingerol menit ke
30,1 (Lee et al., 2007).
Sampel bahan yang diinjeksikan kedalam
HPLC adalah ekstrak etanol 30%, 70%, 96% dan
ekstrak metanol jahe merah
Tabel 7. Hasil kadar senyawa gingerol dan shogaol
eksrak jahe merah konsentrasi pelarut etanol,
30%, 70%, 96%, dan pelarut metanol.
Kode
sampel Seny senyawa ¤ Ppm
Kadar
(mg/g)
JE-30-M 66-gingerol
11,83 1,68
88-gingerol
0,79 0,12
66-shogaol
0,63 0,09
110-gingerol
0,50 0,07
JE-70-M 66-gingerol
54,63 5,85
88-gingerol
11,18 1,19
66-shogaol
4,32 0,46
110-gingerol
12,46 1,33
JE-96-M 66-gingerol
174,51 35,36
88-gingerol
39,65 8,03
66-shogaol
15,15 3,07
110-gingerol
56,13 11,37
JM 66-gingerol 152,22 15,26
88-gingerol 34,83 3,51
66-shogaol 12,87 1,29
110-gingerol 43,92 4,42
Keterangan: JE-30-M = jahe etanol 30% maserasi,
JE-70-M = jahe etanol 70% maserasi, JE-96-M=
jahe etanol 70% maserasi. JM= jahe metanol.
Pada sampel ekstrak jahe merah
konsentrasi pelarut 30% etanol didapatkan hasil
kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama pada
waktu retensi 12,913, 8-gingerol pada puncak kedua
waktu retensi 24,303 6-shogaol pada puncak ketiga
pada waktu 25,836, dan 10-gingerol pada puncak
keempat pada waktu 31,449. Dengan rata-rata
presentase kadar 6-gingerol 1,84 mg/g, 8-gingerol
0,12 mg/g, 6-shogaol 0,10 mg/g, 10-gingerol 0,08
mg/g. Kromatogram sampel JE30-M dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 8. kromatogram ekstrak sampel jahe merah
konsentrasi etanol 30%
Keterangan : JE30-M : ekstrak jahe merah
konsentrasi 30% etanol
a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-shogaol d.10-gingerol
Pada sampel ekstrak jahe merah
konsentrasi pelarut 70% etanol didapatkan hasil
kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama pada
waktu retensi 12,867, 8-gingerol pada puncak kedua
waktu retensi 24,267, 6-shogaol pada puncak ketiga
pada waktu 25,790, dan 10-gingerol pada puncak
keempat pada waktu 31,407. Dengan rata-rata
presentase kadar 6-gingerol 5,85 mg/g, 8-gingerol
1,20 mg/g, 6-shogaol 0,46 mg/g, 10-gingerol 1,33
mg/g. Kromatogram JE70-M dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 9. kromatogram ekstrak sampel jahe merah
konsentrasi etanol 70 %
Keterangan : JE70-M : ekstrak jahe merah
konsentrasi 70% etanol
a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-shogaol d.10-gingerol
Pada sampel ekstrak jahe merah
konsentrasi pelarut 96% etanol didapatkan hasil
kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama pada
waktu retensi 12,658, 8-gingerol pada puncak kedua
waktu retensi 24,146 6-shogaol pada puncak ketiga
pada waktu 25,680, dan 10-gingerol pada puncak
keempat pada waktu 31,311. Dengan rata-rata
presentase kadar 6-gingerol 35,36 mg/g, 8-gingerol
8,04 mg/g, 6-shogaol 3,04 mg/g, 10-gingerol 11,37
mg/g. Kromatogram ekstrak sampel jahe merah
konsentrasi 96% dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
Gambar 10. kromatogram ekstrak sampel jahe
merah konsentrasi etanol 96%
Keterangan : JE96-M : ekstrak jahe merah
konsentrasi 30% etanol
a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-
shogaol d.10-gingerol
Pada sampel ekstrak jahe merah pada
pelarut metanol dengan kode sampel JM didapatkan
hasil kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama
pada waktu retensi 12,892, 8-gingerol pada puncak
kedua waktu retensi 24,296, 6-shogaol pada puncak
ketiga pada waktu 25,823, dan 10-gingerol pada
puncak keempat pada waktu 31,459. Dengan rata-
rata presentase kadar 6-gingerol 15,36 mg/g, 8-
gingerol 3,52 mg/g, 6-shogaol 1,30 mg/g, 10-
gingerol 4,43 mg/g. Pada konsentrasi Kromatogram
sampel metanol presentase kadar 6-gingerol lebih
tinggi dari pada kadar 8-gingerol, 6-shogaol, dan 10-
gingerol. Kromatogram ekstrak sampel jahe merah
dengan pelarut metanol dapat dilihat pada gambar
dibawah
c d
ini.
Gambar 11. kromatogram ekstrak sampel jahe
merah pelarut metanol
Keterangan : JM : ekstrak jahe merah pelarut
metanol
a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-
shogaol d.10-gingerol
Berdasarkan data di atas diperoleh kadar 6-gingerol,
8-gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol tertinggi
terdapat pada pelarut etanol konsentrasi 96% dengan
presentasi kadar yaitu 6-gingerol sebesar 35,36
mg/g, 8-gingerol sebesar 8,04 mg/g, 6-shogaol
sebesar 3,07 mg/g, 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g,
dibandingkan dengan pelarut etanol konsentrasi
70%, etanol konsentrasi 30% dan pada pelarut
metanol presentasi kadar 6-gingerol, 8-gingerol, 6-
shogaol, dan 10-gingerol sangat kecil, dengan waktu
ekstraksi maserasi selama 48 jam untuk pelarut
etanol konsentrasi 30%, 70%, dan 96% dan maserasi
selama 24 jam untuk palarut metanol. Berdasarkan
hasil penelitian Lee (2007), pelarut metanol
memberikan presentasi kadar 6-gingerol, 8-gingerol,
6-shogaol dan 10-gingerol paling tinggi yaitu 9,7
mg/g, 1,7 mg/g, 2,4 mg/g, dan 2,2 mg/g,
dibandingkan dengan pelarut metanol air 50:50,
etanol, heksan, dan air. Hal ini disebabkan karena
waktu ekstraksi ekstrak yang menggunakan pelarut
metanol lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak
yang menggunakan pelarut etanol. Dapat diketahui
bahwa waktu ekstraksi yang berbeda, metode
ekstraksi yang berbeda dan pelarut yang digunakan
untuk pengekstraksian berbeda kepolarannya
mempengaruhi presentasi kadar senyawa gingerol
yang didapat.
Kadar 6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol,
10-gingerol ditemukan lebih tinggi pada konsentrasi
pelarut etanol 96%, dibandingkan dengan
konsentrasi pelarut etanol 70%, dan konsentrasi
pelarut etanol 30% ini disebabkan oleh semakin
pekat konsentrasi suatu pelarut semakin tinggi
konstanta dielektriknya sehingga senyawa gingerol
lebih berikatan pada etanol dan bukan pada air,
karena metode ekstraksi maserasi digunakan dengan
cara dingin gingerol tidak dapat terdekomposisi
menjadi shogaol, 6-shogaol yang merupakan
dehidrasi dari gingerol. Shogaol terbentuk dari
perubahan bentuk gingerol selama proses
pemanasan (Wohlmuth et al., 2005).
Hasil Uji Karakteristik Ekstrak Etanol 96%
Uji karakteristik pada ekstrak yang diuji
adalah ekstrak etanol dengan konsentrasi pelarut
96%, hasil uji dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 8. Hasil uji karakteristik ekstrak etanol 96%.
Uji Kadar
(%)
Parameter
(DepKes RI,
1979)
kadar abu ±0,21 1,000%
kadar abu tidak larut asam ±0,10 0,004%
kadar sari larut air ±0,02 0,022%
kadar sari larut alkohol ±0,01 -
Dari hasil di atas pengujian kadar abu
memenuhi persaratan menurut DepKes RI (2008),
kadar abu tidak larut asam tidak memenuhi
persaratan menurut DepKes RI (1979) hasil yang
didapat sangat besar dari ketentuan yaitu 0,1000%,
kadar abu tidak larut asam diperoleh dari perlakuan
kadar abu dengan penambahan asam klorida encer
yang dimaksudkan untuk mengevaluasi ekstrak
terhadap kontaminasi bahan-bahan yang
mengandung siilika, seperti tanah dan pasir.
Pengujian kadar sari larut air memenuhi persyaratan
menurut DepKes RI (1979).
Kesimpulan
Ekstrak etanol 96% dengan metode
maserasi 2×24 jam memiliki kadar 6gingerol, 8-
gingerol, 6-shogaol, dan 10-gingerol yang paling
tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70%, dan
30% dengan metode yang sama, dengan kadar 6-
gingerol sebesar 35,36 mg/g, kadar 8-gingerol
sebesar 8,04 mg/g, kadar 6-shogaol sebesar 3,07
mg/g, dan kadar 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g.
Saran
Melakukan tahap pemurnian lebih lanjut
dari eksrak etanol 96% sehingga dapat diperoleh
senyawa murni 6-gingerol untuk bahan baku
standar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Ginger root (Zingiber officinale).
http://wellsphere.comdiakses Desember 2014
Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi. Airlangga
University Press. Surabaya.
Chrubasik,S.,M.H.Pitler, and B.D.Roufogalis. 2005.
Zingiberis rhizome: Comprehensive review on
the ginger effect and efficacy profiles,
Phytomedine, International Journal of
Phytotherapy & Phytopharmacology. vol. 12,
pp 684- 701.
Daryono, D.E. 2012, oleoresin jahe menggunakan
proses ekstraksi dengan pelarut etanol. Jurusan
Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri.
Institut Teknologi Nasional. Malang.
http://www.scribd.com/doc/199638517/77-
261-1-PB#scribd. Diaksess April 2015.
Halaman 1-5.
Dean, J.M. 1998. Extraction Methods for
Environmental Analysis. John Wiley and Sons
Ltd., London.
Departemen Kesehatan RI. 1978. Materia Medika
Indonesia, Jilid II. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 113-
115.
_______________________1979. MateriaMedika
Indonesia, Jilid III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
_______________________1989. Materia Medika
Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 536-
553.
_______________________2000. Parameter
Standar Umum Ekstrak. Direktorat
Pengawasan Obat Dan Makanan. Cetakan
Pertama. Jakarta.
_______________________2008. Farmakope
Herbal Indonesia, edisi 1. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Edoga, H.O., D.E Okwu & B.O. Mbaebie. 2005.
Phytochemical Constituen of Some Nigerian
Medicinal plants. African jurnal of
Biotechnology. 4 (7). Pp 685-688.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Terbitan Kedua: Penerbit ITB. Bandug. Hal.
239.
Harmita. 2006. Analisis Fitokimia. UI : Departemen
Farmasi. Depok. Hal 115 – 143.
Lee, S., Khoo, C. Halstead, C.W., Huynh, T and
Bensoussan, A. 2007. Liquid chromatographic
determination of 6-, 8-, 10-gingerol, and 6-
shogaol in ginger (Zingiber officinale) as the
herb and dried aqueous ekstract. Journal of
AOAC International. Vol. 90, No. 5.
Lee, HS. Kim GJ, Lee JS, Kim EJ, Jong HK, 2008.
Anti Viral Effect Of Gingerol During HVI-
Ireplication In MT4 Human Tlymphocytes.
Anti viral research (78): A1-A76.
Makham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi
Flavonoid: penerbit ITB. Bandung. Hal.21,
27, 39.
Mishra, P. 2009. Insalation, spectroscopic
characterization and molecular modeling
studies of mixture of curcuma longa, ginger
and seeds offenugrek.International Jurnal Of
Pharmtech Research. 1:79-95.
Moestarofah, A., Cahya K.A Dan Gustiar H. 2008.
Pengaruh Antioksidan Ekstrak Jahe Merah
(Zingiber Officinale Var. Sunti) Terhadap
Poliverasi Sel Leukimia (THP-1). Penulisan
Ilmiah. Departemen Ilmu Dan Teknologi
Pangan . Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. IPB. Bogor.
Moestofa, A. 1981. Aspek Teknis Pengolahan
Rempah-Rempah Menjadi Oleoresin Dan
Minyak Atsiri II. 20-22 April 1979.
Departemen Perindustrian. Balai Penelitian
Kimia. IPB
Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghuderi, N., & Vahidi
pour, H. R. 2003. Phytochemical screening of
some species of iranian plants. Iranian
Journal Of Pharmaceutical Research. PP. 77-
82.
Padmasari, P.D., K.W Astuti & N.K. Warditiani.
2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70 %
Rimpang Bangle (Zingiber Purpureum
Roxb.). Jurusan Farmasi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Udayana. Bali. www.e-journal skrining
fitokimia ekstrak etanol 70% rimpang bangle
(Zingiber purpureum Roxb). Diakses April
2015. Halaman 1-3.
Ratna, W., K. 2009. Analisis Kandungan Fenol
Total Jahe (Zingiber officinale Roscoe).
Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.
Depok.
Rehmen, R., M. Aktar, Q. Jabeen , T. Saeed,
S.M.A. Shah, k. Ahmed, G. Shaheen dan H.M
Asif. 2011. Zingiber officinale Roscoe
(Pharmacological activity). Journal Of
Medicinal Plants Research. 5:344-348.
Revindran, P. N., and Babu, K. N. 2005, Ginger
The Genus Zingiber, (RC Press, New York,
hal. 87-90).
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan
Tingkat Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Pp.
152-196.
Sangi, M., M.R.J. Runtuwene.,H.E.I. Simbala.,
V.M.A. Makang. 2008. Analisis Fitokimia
Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa
Utara. Chem. Prog. 1(1):47-53.
Skoog, DA. West DU, Holler FJ, Crouch SR. 2004.
Fundamentals Of Analytical Chemistry. Ed.
Ke-8. Belmont: thomson learning.
Sudjadi, 1986. Metode Pemisahan. Kanisius.
Yogyakarta.
Tim Trubus, 2013. Herbal Indonesia Berkhasiat.
Bukti Ilmiah Dan Cara Racik. Vol. 10. hal
163-167. ISSN 0216-7638. PT. Trubus
Swadaya. Jakarta.
Tririzqi, F. 2013. Ekstraksi Senyawa Gingerol Dari
Rimpang Jahe Dengan Metode Maserasi
Bertingkat. Departemen Industri Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor: Bogor. 11-26.
Wohlmuth, H., D.N. Leach, M.K. Smith dan S.P.
Myers. 2005 Gingerol content of diploid dan
terpenoid clones of ginger (Zingiber officinale
Roscoe). J. Agric. Food Chem. 53 : 5772-5778.
Zancan, K.C., Marques, M.O.M., Petenate, A.J., and
Meireles, M.A.A.,2002, Extraction of ginger
(Zingiberofficinale Roscoe) oleoresin With
CO2 and co-solvents: a study of the
antioxidant action of the extracts. Journal of
Supercritical Fluids.vol 24.hal. 59.