10
OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe) DENGAN METODE MASERASI Santi Rahmadani 1 , Siti Sa’diah 2 , Sri Wardatun 3 1, 3 Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK 2 Pusat Studi Biofarmaka LPPM. IPB , 2 Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB ABSTRAK Jahe merah merupakan jenis rimpang yang banyak digunakan sebagai salah satu bahan obat tradisional di Indonesia. Khasiat jahe merah telah banyak dikaji diantaranya efektif sebagai anti bakteri, anti inflamasi dan anti emetik. Salah satu komponen utama jahe merah adalah golongan senyawa gingerol dan shogaol. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara ekstraksi yang paling optimal untuk menghasilkan kadar golongan gingerol (6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol) dan 6-shogaol. Metode ekstraksi dibedakan dari tiga jenis pelarut etanol yaitu 96%, 70%, dan 30% pada perbandingan bahan baku pelarut 1:10 yang dimaserasi selama 2×24 jam. Penentuan kadar senyawa aktif menggunakan HPLC UFLC (Ultra Fast Liquid Chromatograph) Shimadzu dengan kolom ODS (Okta Desil Silika) C 18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% jahe merah dengan metode maserasi memiliki kadar 6-gingerol , 8-gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol yang paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70% dan 30% kadar 6-gingerol sebesar 35,36 mg/g, 8-gingerol sebesar 8,04 mg/g, 6-shogaol sebesar 3,07 mg/g, dan 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g. Kata kunci : Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe), maserasi, gingerol, shogaol. ABSTRACT The red ginger is one of the rhizome types that is commonly used for making traditional herbal medicines in Indonesia. The efficacy of red ginger zingiber officinale has been studied. It can, among others serve as the antibacterial agent, anti-inflammantory agent, and antiemetic agent. One of the main components of red ginger is gingerol compound and shogaol. The purpose of the research is to find out the most effective extraction to obtain the gingerol compound (6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol) and 6-shogaol. The extraction methods are differentiated by using three different ethanol solution, 96%, 70%, and 30%. The composition of the solvent is 1:10, and it is macerated for 2×24 hours. The active compound is determined by using HPLC UFLC (Ultra Fast Liquid Chromatograph) shimadzu with C18 ODS (Octadecyl Silica) column. The research result shows that the extraction of 96% Zingiber officinale ethanol gained out of maceration process method has 6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol and it indicates that 10-gingerol has the highest extraction compared to 70%, and 30% ethanol extraction using the similar method with the same percentage of 6-gingerol: it has 35.36 mg/g, 8-gingerol has 8.04 mg/g, 6-shogaol has 3.07 mg/g, and 10-gingerol has 11,37 mg/g. Key word : Zingiber officinale, maceration, gingerol, shogaol. PENDAHULUAN Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) termasuk salah satu komoditas obat dan rempah yang termasuk dalam temu-temuan. Pemakaian jahe sebagai tanaman obat semakin berkembang pesat seiring dengan mulai berkembangnya pemakaian bahan-bahan alami untuk pengobatan. Pemanfaatan jahe berkembang secara komersial dengan pengolahan yang menggunakan teknologi tepat guna. Jahe segar telah lama dimanfaatkan sebagai rempah obat tradisional yang diketahui memiliki aktivitas antikanker. Penelitian Mustarofah (2008) mengenai aktivitas ekstrak jahe merah uji invitro terhadap sel THP-2-sel leukimia, menunjukkan pemberian ekstrak jahe merah dengan pelarut n- heksan, etil asetat, metanol, dan air, sama-sama mampu menghambat pertumbuhan sel kanker. Komponen senyawa kimia yang terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, minyak tidak menguap dan pati. Minyak atsiri termasuk minyak menguap dan merupakan komponen yang memberi bau khas, sedangkan oleoresin, yang terdiri dari gingerol, zingiberen, shogaol, termasuk minyak tidak menguap yang memberi rasa pahit dan pedas (Ravindran dan Babu, 2005). Penyulingan minyak jahe dan oleoresin yang berasal dari rimpang jahe semakin berkembang untuk dijadikan bahan baku pembuatan obat pada perusahaan farmasi. Gingerol dilaporkan dapat menghambat replika virus human immune deficiency virus-1 (HIV-1) pada kultur sel limfosit T manusia (MT4) (Lee et al., 2008). Gingerol merupakan bahan alam yang terkandung didalam oleoresin jahe yang dibutuhkan dalam modifikasi pati. Gingerol tidak tahan terhadap suhu tinggi karena pada suhu tinggi gingerol akan berubah menjadi shogaol, oleh karena itu ekstraksi gingerol dari rimpang jahe segar dilakukan pada suhu rendah dengan menggunakan pelarut n-heksan yang memiliki titik didih rendah

OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

  • Upload
    doandan

  • View
    319

  • Download
    17

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe) DENGAN METODE MASERASI

Santi Rahmadani1, Siti Sa’diah

2, Sri Wardatun

3

1, 3 Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK 2 Pusat Studi Biofarmaka LPPM. IPB ,

2 Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, FKH IPB

ABSTRAK

Jahe merah merupakan jenis rimpang yang banyak digunakan sebagai salah satu bahan obat tradisional

di Indonesia. Khasiat jahe merah telah banyak dikaji diantaranya efektif sebagai anti bakteri, anti inflamasi dan

anti emetik. Salah satu komponen utama jahe merah adalah golongan senyawa gingerol dan shogaol. Penelitian

ini bertujuan untuk mendapatkan cara ekstraksi yang paling optimal untuk menghasilkan kadar golongan

gingerol (6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol) dan 6-shogaol. Metode ekstraksi dibedakan dari tiga jenis pelarut

etanol yaitu 96%, 70%, dan 30% pada perbandingan bahan baku pelarut 1:10 yang dimaserasi selama 2×24 jam.

Penentuan kadar senyawa aktif menggunakan HPLC UFLC (Ultra Fast Liquid Chromatograph) Shimadzu

dengan kolom ODS (Okta Desil Silika) C 18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% jahe

merah dengan metode maserasi memiliki kadar 6-gingerol , 8-gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol yang paling

tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70% dan 30% kadar 6-gingerol sebesar 35,36 mg/g, 8-gingerol

sebesar 8,04 mg/g, 6-shogaol sebesar 3,07 mg/g, dan 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g.

Kata kunci : Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe), maserasi, gingerol, shogaol.

ABSTRACT

The red ginger is one of the rhizome types that is commonly used for making traditional herbal

medicines in Indonesia. The efficacy of red ginger zingiber officinale has been studied. It can, among others

serve as the antibacterial agent, anti-inflammantory agent, and antiemetic agent. One of the main components of

red ginger is gingerol compound and shogaol. The purpose of the research is to find out the most effective

extraction to obtain the gingerol compound (6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol) and 6-shogaol. The extraction

methods are differentiated by using three different ethanol solution, 96%, 70%, and 30%. The composition of

the solvent is 1:10, and it is macerated for 2×24 hours. The active compound is determined by using HPLC

UFLC (Ultra Fast Liquid Chromatograph) shimadzu with C18 ODS (Octadecyl Silica) column. The research

result shows that the extraction of 96% Zingiber officinale ethanol gained out of maceration process method has

6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol and it indicates that 10-gingerol has the highest extraction compared to 70%,

and 30% ethanol extraction using the similar method with the same percentage of 6-gingerol: it has 35.36 mg/g,

8-gingerol has 8.04 mg/g, 6-shogaol has 3.07 mg/g, and 10-gingerol has 11,37 mg/g.

Key word : Zingiber officinale, maceration, gingerol, shogaol.

PENDAHULUAN

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe)

termasuk salah satu komoditas obat dan rempah

yang termasuk dalam temu-temuan. Pemakaian jahe

sebagai tanaman obat semakin berkembang pesat

seiring dengan mulai berkembangnya pemakaian

bahan-bahan alami untuk pengobatan. Pemanfaatan

jahe berkembang secara komersial dengan

pengolahan yang menggunakan teknologi tepat

guna. Jahe segar telah lama dimanfaatkan sebagai

rempah obat tradisional yang diketahui memiliki

aktivitas antikanker. Penelitian Mustarofah (2008)

mengenai aktivitas ekstrak jahe merah uji invitro

terhadap sel THP-2-sel leukimia, menunjukkan

pemberian ekstrak jahe merah dengan pelarut n-

heksan, etil asetat, metanol, dan air, sama-sama

mampu menghambat pertumbuhan sel kanker.

Komponen senyawa kimia yang

terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap,

minyak tidak menguap dan pati. Minyak atsiri

termasuk minyak menguap dan merupakan

komponen yang memberi bau khas, sedangkan

oleoresin, yang terdiri dari gingerol, zingiberen,

shogaol, termasuk minyak tidak menguap yang

memberi rasa pahit dan pedas (Ravindran dan Babu,

2005). Penyulingan minyak jahe dan oleoresin yang

berasal dari rimpang jahe semakin berkembang

untuk dijadikan bahan baku pembuatan obat pada

perusahaan farmasi.

Gingerol dilaporkan dapat menghambat

replika virus human immune deficiency virus-1

(HIV-1) pada kultur sel limfosit T manusia (MT4)

(Lee et al., 2008). Gingerol merupakan bahan alam

yang terkandung didalam oleoresin jahe yang

dibutuhkan dalam modifikasi pati. Gingerol tidak

tahan terhadap suhu tinggi karena pada suhu tinggi

gingerol akan berubah menjadi shogaol, oleh karena

itu ekstraksi gingerol dari rimpang jahe segar

dilakukan pada suhu rendah dengan menggunakan

pelarut n-heksan yang memiliki titik didih rendah

Page 2: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

(Zancan et al., 2002). Pelarut n-heksan umumnya

inert tetapi sangat toksik karena dapat menyerang

susunan syaraf pusat, sehingga apabila akan

diaplikasikan ke dunia farmasi, dibutuhkan pelarut

yang inert dan lebih aman seperti etanol.

Pengambilan gingerol merupakan cara yang

efektif untuk memanfaatkan produk perkebunan

jahe, akan tetapi gingerol yang beredar di pasaran

masih berkualitas rendah, karena proses ekstraksi

yang tidak sesuai. Oleh karena itu perlu dipelajari

metode ekstraksi yang efisien dan aman sehingga

menghasilkan ekstrak gingerol yang berkualitas

tinggi.

Gingerol dapat terdekomposisi menjadi

shogaol pada suhu 60°C sehingga ekstraksi jahe

merah dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi

(Chrubarsi et al., 2005). Tririzqi (2013) telah

melakukan maserasi bertingkat senyawa gingerol

dari rimpang jahe menggunakan pelarut heksan, etil

asetat, dan etanol 96%. Rendemen ekstrak kasar

tertinggi diperoleh saat ekstraksi tingkat ketiga

menggunakan pelarut etanol 96% selama 6 jam

sebesar 15%. Menurut penelitian Daryono (2012),

ekstraksi oleoresin jahe emprit dengan pelarut etanol

70% pada suhu ekstraksi 40°C dan waktu ekstraksi

3 jam didapatkan kadar gingerol sebesar 33,23%.

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui

bahwa konsentrasi pelarut pengekstraksi

berpengaruh pada jumlah gingerol yang terekstraksi

oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan metode ekstraksi maserasi untuk

mendapatkan kadar gingerol tertinggi dengan

perbedaan konsentrasi pelarut etanol yaitu 96%,

70%, 30% dan pelarut metanol.

BAHAN DAN METODE

Alat yang digunakan: erlenmeyer, botol

coklat, timbangan analitis,cawan uap, corong, gelas

ukur, rotarry evaporator, moisture balance, kertas

saring, plat tetes, penangas air, tabung reaksi, kapas,

HPLC UFLC Shimadzu.

Bahan yang digunakan: jahe merah segar,

kloroform, aquadest, asam klorida encer, etanol 96

%, etanol 70 %, dan etanol 50 %, etanol 80 %,

etanol 95 %, asam sulfat encer, asam klorida 2N,

pereaksi Dragendorf, pereaksi Bouchardat, pereaksi

Mayer, natrium klorida 10 %, gelatin, natrium

klorida+gelatin, feri klorida 3 %, metanol,

petroleum eter, etil asetat, serbuk seng, serbuk

Magnesium, asam klorida 2N, asam klorida pekat,

asetonitril.

METODE PENELITIAN

Pengumpulan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah rimpang jahe merah (Zingiber officinale

Roscoe) yang berasal dari Ciampea Bogor.

Pembuatan Simplisia Rimpang Jahe Merah

Jahe merah segar dikumpulkan dan

dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel

yang tak terlihat secara kasat mata dan dibuang dari

bagian rimpang yang tidak terpakai (busuk, kering,

dll), kemudian dicuci dengan menggunakan air yang

mengalir sampai bersih, dan ditiriskan untuk

membebaskan dari partikel-partikel air. Rimpang

jahe merah yang telah bersih dan bebas dari air

cucian dikeringkan dengan cara dijemur dibawah

sinar matahari. Setelah simplisia kering, kemudian

disortasi untuk membuang bagian-bagian yang tidak

dapat dibersihkan pada saat sortasi sebelumnya.

Simplisia yang sudah disortasi kering kemudian

digrinder dan diayak dengan ayakan mesh 30, lalu

disimpan dalam wadah tertutup rapat. Rendemen

simplisia dapat dihitung dengan cara :

Uji Parameter Simplisia

Uji parameter dilakukan terhadap simplisia

rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe),

meliputi :

Penetapan Kadar Air Simplisia

Dimasukkan lebih kurang 2 gram simplisia

timbang seksama dalam wadah yang telah ditara.

Dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan

ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang

pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2

penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%

(DepKes RI, 2000).

Penetapan Kadar Abu

Sebanyak 2 gram simplisia jahe merah (Zingiber

officinale Roscoe) yang telah ditimbang dimasukkan

kedalam silika yang telah dipijar dan ditara,

diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang

habis, didinginkan dan ditimbang, jika dengan cara

ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air

panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Sisa

kertas saring dipijarkan dalam krus, diuapkan,

dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbang. Kadar

abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

diudara (DepKes RI, 2000).

Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Simplisia

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total,

didihkan dengan 25 mL asam klorida encer selama 5

menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan. Kemudian disaring melalui krus kaca

masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air

panas, lalu dipijarkan hingga bobot tetap dan

timbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara

(DepKes RI, 2000).

Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Simplisia

Page 3: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

Dimaserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak

selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform LP

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian

dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 mL

filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar

rata yang telah ditara. Residu dipanaskan pada suhu

105°C hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam

persen senyawa yang larut dalam air, dihitung

terhadap ekstrak awal (DepKes RI, 1989).

Penetapan Kadar Sari Larut dalam Alkohol

Simplisia

Dimaserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak

selama 24 jam dengan 100 mL etanol (95%),

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian

dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk

menghindarkan penguapan etanol, kemudian

diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu

dipanaskan pada suhu 150°C hingga bobot tetap.

Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut

dalam etanol (95%). Dihitung terhadap ekstrak awal

(DepKes RI, 1989).

Uji Kualitatif Simplisia

Uji kualitatif dilakukan terhadap simplisia

rimpang jahe merah (Zingiber officinale Roscoe),

meliputi :

Identifikasi Alkaloid

Ditimbang 500 mg simplisia, ditambahkan

1 mL asam klorida 2 N dan 9 ml, dipanaskan di atas

penangas air selama 2 menit, didinginkan dan

disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji,

ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP. Jika pada

kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk

tidak mengandung alkaloid. Jika dengan Mayer LP

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau

kuning yang larut dengan metanol P dan dengan

Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat

sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat

alkaloid (DepKes RI, 1989).

Identifikasi Tanin Simplisia dididihkan dengan 20 mL air lalu

disaring, ditambahkan beberapa tetes feriklorida 1%

dan terbentuknya warna coklat kehijauan, biru

kehitaman menunjukan adanya tanin (Edoga et al.,

2005).

Identifikasi Glikosida Sebanyak 0,5 g simplisia ditambahkan 2

mL etanol 70% diuapkan diatas penangas air,

dilarutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P.

Ditambahkan 10 tetes asam sulfat P, akan terjadi

warna biru atau hijau menunjukkan adanya

glikosida (Padmasari dkk, 2013).

Identifikasi Saponin

Dimasukkan 0,5 g simplisia ke dalam

tabung reaksi, ditambahkan 10 mL air panas,

didinginkan dan kemudian kocok kuat-kuat selama

10 detik. (Jika zat diperiksa berupa sediaan cair,

diencerkan 1 mL sediaan yang diperiksa dengan 10

mL air dan kocok kuat-kuat selama 10 menit);

terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang

dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada

penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak

hilang (DepKes RI, 1989).

Indentifikasi Triterpenoid Dan Steroid

Identifikasi triterpenoid dan steroid

dilakukan dengan menggunakan reaksi Liebermann

Burchard. 0,5 g simplisia ditambahkan 2 mL etanol

70% diuapkan dalam cawan porselen. Residu

dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, setelah itu

ditambahkan dengan asam asetat anhidrat sebanyak

0,5 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 mL asam sulfat

pekat melalui dinding tabung. Adanya triterpenoid

ditandai dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau

violet pada perbatasan larutan, sedangkan adanya

steroid ditandai dengan terbentuknya cincin biru

kehijauan (Padmasari dkk, 2013).

Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 500 mg simplisa dalam cawan

ditambahkan 2 mL etanol 7% kemudian diaduk,

ditambahkan serbuk magnesium 0,5 g dan 3 tetes

HCl pekat. Hasil positif menunjukkan terbentuknya

warna kuning sampai merah.

Pembuatan Ekstrak Jahe Merah

Sebanyak 50 gram serbuk simplisia

dimasukkan ke dalam botol coklat, dituangi dengan

250 mL etanol 96%, 70%, 30% ditutup, dan

dibiarkan selama 24 jam, dilakukan pengocokan tiap

1 jam sekali agar terdistribusi merata. Sari lalu di

tuang, ampas diperas, dipisahkan dalam botol lain.

Sisa ampas ditambah etanol 96%, 70%, 30%,

sebanyak 250 mL lalu dimaserasi ulang selama 24

jam, diaduk dan diserkai, hasil maserasi disatukan,

sehingga akan diperoleh seluruh sari sebanyak 250

mL. Botol ditutup dan didiamkan selama 1 hari,

kemudian dienaptuangkan. Maserat dikumpulkan

dan dilakukan penguapan rendah suhu 50oC dengan

syncore dan dilanjutkan dengan vaccum dry

memakai evaporator, sehingga diperoleh ekstrak

kental. Rendemen ekstrak dihitung dengan

membandingkan berat awal simplisia dan berat

akhir ekstrak yang dihasilkan.

Penentuan Kadar Larutan Standar 6-gingerol, 8-

gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol Disiapkan campuran larutan standar berisi

6-gingerol 1000 ppm, 8-gingerol 500 ppm, 6-

shogaol 1000 ppm, dan 10-gingerol 1000 ppm.

Dengan cara menimbang standar 6-gingerol 10 mg,

8-gingerol 5 mg, 6-shogaol 10 mg, dan 10-gingerol

10 mg, dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL lalu

ditera dengan metanol. Dipipet 5 mL diencerkan

Page 4: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

pada labu 100, ditera dengan metanol sampai batas.

Disonikator selama 30 menit, setelah itu didiamkan

selama 15 menit, disonikator kembali selama 30

menit, kemudian disaring menggunakan kertas

saring whatman 0,45 µm, lalu diinjeksikan kedalam

alat HPLC (Lee et al, 2007).

Preparasi Larutan Sampel Sebanyak 100 mg ekstrak ditambahkan

dengan 80 mL metanol, disonikator selama 30

menit, setelah itu didiamkan selama 15 menit,

disonikator kembali selama 30 menit, kemudian

disaring, dimasukkan ke dalam labu 100 ml lalu

ditara dengan metanol, larutan disaring

menggunakan kertas saring Whatman 0.45 µm, lalu

diinjeksikan ke dalam alat HPLC dengan kolom

(Shimpack ODS VO C18 150 ×4.6 mm) dengan

sistem gradien dengan suhu kolom 40°C. Digunakan

detektor UV dengan panjang gelombang 280 nm

dan laju alir gerak 1mL/menit.Fase gerak untuk

penentuan 6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol, dan

6-shogaol dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi fasa gerak untuk penentuan 6-

gingerol, 8-gingerol,10 gingerol, dan 6-shogaol (Lee

et al, 2007).

Waktu

(menit) Asetonitril % Air %

0 40 60

10.0 40 60

40.0 90 10

40.5 100 0

45 100 0

45.5 40 60

50 40 60

Rumus perhitungan kadar gingerol adalah sebagai

berikut :

Konsentrasi Gingerol =

Kadar mg/g =

Alat HPLC UFLC Shimadzu Alat yang digunakan adalah HPLC UFLC

Shimadsu series, yang dioperasikan pada suhu

ruang. Data diproses dengan LC solution software.

Kondisi untuk preparativ HPLC adalah fase diam

kolom Shimpack ODS VO C18 150 ×4.6 mm dan

fase gerak pelarut asetonitril dan air, dengan volume

injeksi sampel 20 µL mengikuti sistem gradien

dengan suhu kolom 40°C. Digunakan detektor UV

dengan panjang gelombang 280 nm dan laju alir

gerak 1mL/menit.

Uji Parameter Ekstrak

Metode sama dengan pengujian parameter

simplisia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Determinasi Tanaman

Sampel pengujian yang diidentifikasi di

Herbarium Bogorinase Bidang Botani Pusat

Lembaga Penelitian Biologi-LIPI menunjukkan

sampel Zingiber officinale Roscoe dari suku

Zingiberaceae.

Hasil Rendemen Serbuk Simplisia Jahe Merah

Bahan yang digunakan adalah jahe merah

segardiperoleh dari daerah Ciampea, Bogor. Jahe

merah segar sebanyak 9,5 kg, bobot akhir serbuk

simplisia yang diperoleh sebanyak 1,1860 kg.

Rendemen simplisia sebanyak 12,48%.

Hasil Pembuatan Ekstrak Jahe Merah

Pembuatan ekstrak menggunakan pelarut

metanol dan etanol dengan konsentrasi 96%, 70%,

dan 30%. Ekstrak kental yang diperoleh berwarna

coklat kehitaman, beraroma khas jahe dan masih

tercium aroma pelarut.

Tabel 3. Hasil bobot ekstrak dan rendemen ekstrak

Ekstrak Bobot

Ekstrak(g)

Rendemen

Ekstrak(%)

Etanol 30% 7,3130 15,43

Etanol 70% 5,0820 10,72

Etanol 96% 9,6218 20,44

Metanol 4,7438 10,06

Rendemenekstrak yang terbesar didapat

pada konsentrasi 96% dengan hasil bobot ekstrak

sebesar 9,6218 g dan hasil rendemen ekstrak sebesar

20,44% .

Hasil Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air simplisia maupun

ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode

gravimetriyang merupakan analisis kimia secara

kuantitatif dimana jumlah analit ditentukan dengan

mengukur bobot substansi murni yang hanya

mengandung analit (Skoog et al., 2004). Hasil kadar

air simplisia yang didapat sebesar 6,08%,

memenuhi persyaratan menurut DepKes RI (1979)

yaitu kurang dari 10%.Kadar air ekstrak dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. kadar air ekstrak

Konsentrasi ekstrak % kadar air

Etanol 30% 0,87%

Etanol 70% 0,55%

Etanol 96% 0,10%

Metanol 0,33%

Semakin besar kadar air yang diperoleh

maka semakin banyak pula mikroorganisme yang

Page 5: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

mungkin tumbuh dan akan menyebabkan kerusakan

pada simplisia tersebut. Penghilangan kadar air

hingga jumlah tertentu berguna untuk

memperpanjang daya tahan simplisia selama proses

penyimpanan (Depkes RI, 2000).

Hasil uji karakteristik simplisia

Penetapan kadar abu dan kadar abu tidak

larut asam dilakukan dengan pengabuan ekstrak

dalam krus di dalam tanur pada suhu 700°C.

Pemanasan bahan pada temperatur tersebut

menyebabkan organik dan turunannya terdestruksi

dan menguap, sehingga yang tertinggal hanya unsur

mineral dan anorganik. Hasil ini memberikan

gambaran kandungan mineral internal daneksternal

yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak. Selain itu penetapan kadar abu juga

dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar

benda-benda organik seperti tanah, pasir yang

seringkali terikut dalam sediaan nabati (DepKes RI,

2000).

Penetapan kadar sari merupakan metode

kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa dalam

simplisia maupun ekstrak yang dapat tersari dalam

pelarut tertentu. Penetapan kadar sari dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari larut air

dan kadar sari larut alkohol. Kedua cara ini

didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung

dalam simplisia maupun ekstrak (DepKes RI, 1979).

Tabel 5. Hasil pengujian karakteristik simplisia

Uji Kadar(%)

Parameter

(Depkes RI,

1979)

kadar abu ±3,71 <5,00%

kadar abu tidak

larut asam ±2,00 3,90%

kadar sari larut air ±2,21 15,60%

kadar sari larut

alkohol ±1,84 4,30%

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat

bahwa hasil pengujian karakteristik simplisia

memenuhi persaratan menurut DepKes RI (1979).

Hasil Skrining Fitokimia Komponen yang terdapat dalam sampel

dianalisis golongan senyawanya dengan tes uji

warna dengan beberapa pereaksi untuk golongan

senyawa alkaloid, tanin, saponin, flavonoid,

glikosida, terpenoid dan steroid. Pereaksi-pereaksi

spesifik yang digunakan kebanyakan bersifat polar

sehingga bisa berinteraksi dengan sampel

berdasarkan prinsip live dissolve like.

Tabel 6. Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Jahe

Merah

Golongan

senyawa

kimia

Parameter Uji

simplisia

Uji

ekstrak

Alkaloid

Endapan putih –

jingga + +

Flavonoid

Warna kuning –

merah + +

Saponin Terbentuk buih + +

Tanin Terbentuk endapan + +

Glikosida Warna biru atau hijau - -

Steroid Cincin biru kehijauan - -

Triterpenoid

Terbentuk cincin

kecoklatan atau violet + +

Keterangan: (+) = mengandung golongan senyawa

(-) = tidak mengandung golongan senyawa

Hasil uji fitokimia yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa dalam sampel mengandung

alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan triterpenoid.

Reaksi positif yang terjadi pada uji alkaloid adalah

terbentuknya endapan menggumpal putih pada

pereaksi mayer dan endapan warna coklat pada

pereaksi bouchardat, hal tersebut terjadi karena

adanya reaksi penggantian ligan. Alkaloid yang

memiliki atom nitrogen yang mempunyai pasangan

elektron bebas dapat mengganti ion iodo dalam

pereaksi-pereaksi tersebut (Sangi dkk, 2008).

Alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari

sistem sikliknya serta mengandung substituen yang

bervariasi seperti gugus amina, amida, fenol, dan

metoksi sehingga alkaloid bersifat semipolar.

Flavonoid umumnya lebih mudah larut

dalam air atau pelarut polar dikarenaka memiliki

ikatan dengan gugus gula (Makham, 1988),

flavonoid terutama berupa senyawa yang larut

dalam air dan senyawa aktifnya dapat diekstraksi

dengan etanol 70% (Harborne, 1987). Uji flavonoid

hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna

kuning- merah amil alkohol. Penambahan serbuk

magnesium dan asam klorida pada pengujian

flavonoid akan menyebabkan tereduksinya senyawa

flavonoid yang ada sehingga menimbulkan reaksi

warna kuning yang merupakan ciri adanya flavonoid

pada sampel (Robinson, 1995).

Saponin pada umumnya berada dalam

bentuk glikosida sehingga cenderung bersifat polar

(Harborne, 1987). Uji saponin menunjukkan hasil

positif dengan adanya busa pada sampel. Hal

tersebut terjadi karena saponin memiliki gugus polar

dan non polar yang akan membentuk misel. Pada

saat misel terbentuk maka gugus polar akan

mengendap ke luar dan gugus non polar menghadap

ke dalam dan keadaan ini lah yang tampak seperti

busa (Robinson, 1991; Sangi dkk, 2008).

Tanin merupakan senyawa fenolik

cenderung bersifat polar (Harborne, 1987). Hasil

pengujian tanin menunjukkan bahwa tanin yang

terkandung di dalam ekstrak etanol merupakan tanin

terkondensasi karena terbentuk warna hijau

kehitaman setelah ditambahkan dengan FeCl3(Sangi

dkk, 2008).

Page 6: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

Uji yang banyak digunakan untuk

mengetahui kandungan triterpenoid dan steroid ialah

reaksi Liberman-Bouchard (anhidrat asetat- H2SO4

pekat) yang menunjukkan hasil positif berupa warna

hijau-biru pada pengujian triterpenoid dan

terbentuknya cincin biru kehijauan pada pengujian

steriod. Sampel menunjukan hasil positif pada uji

teriterpenoid dengan adanya cincin ungu sedangkan

pada uji steroid tidak menunjukan terbentuknya

cincin biru kehijauan (Harborne, 1987).

Hasil Penetapan Kadar Gingerol

Profil HPLC sampel waktu retensi sama

dengan profil HPLC pada standar yang

menunjukkan empat puncak yang berasal dari

serapan senyawa golongan gingerol. Keempat

puncak tersebut terdiri dari senyawa 6-gingerol, 8-

gingerol, 6-shogaol, dan 10-gingerol. Standar yang

disuntikkan mengandung 4 senyawa ke 4 senyawa

tersebut dijadikan satu dalam satu standar.

Berdasarkan pola kromatogram yang ada dapat

dilihat dengan kondisi elusi yang digunakan secara

gradien dengan sistem fase terbalik dengan

komposisi fase gerak semi polar asetonitril dan air.

Suhu kolom dengan diatur temperatur 40oC, dengan

mengikuti sistem gradien, tekanan kolom bervariasi

dari 1300 ke 1800 psi. Panjang gelombang 280 nm.

Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk

mendeteksi banyak senyawa dengan range yang

lebih luas. Panjang gelombang deteksi digunakan

untuk 4 analit berkisar 225-284 nm (Lee et al,

2007).

Senyawa utama dalam jahe merah segar

adalah serangkaian homolog fenolik keton dikenal

sebagai gingerol. Senyawa gingerol terbanyak

adalah 6-gingerol sedangkan 8-gingerol dan 10-

gingerol terjadi pada jumlah yang sedikit (lee et al.,

2007) Pada kromatogram peak yang muncul

pertama adalah senyawa 6-gingerol, peak kedua

senyawa 8-gingerol, peak ketiga senyawa 6-shogaol,

dan peak ke empat senyawa 10-gingerol, dengan

berdasarkan pola kromatogram yang ada dengan

kondisi elusi secara gradien dengan sistem fase

terbalik maka senyawa polar yang terlebih dahulu

terbaca oleh kolom.

Waktu retensi standar 6-gingerol muncul

pada menit ke 12,880, untuk standar 8-gingerol

muncul pada wakturetensipada menit ke 24,270.

Untuk standar 6-shogaol muncul pada Waktu retensi

pada menit ke 25,836 untuk, untuk standar 10-

ginerol muncul pada waktu retensi pada menit ke

31,410 untuk. Hasil dari standar tersebut sebagai

acuan pembacaan hasil dari sampel yang didapat.

Gambar 6. Kromatogram standar gingerol yang

diperoleh dengan mengunakan alat HPLC UFLC

Shimadsu (λ = 280 nm, a.6-gingerol di 12,880

menit, b.8-gingerol di 24,270 menit, c.6-shogaol di

25,801 menit, dan d.10-gingerol di 31,410 menit).

Menurut penelitian Lee (2007) ,

senyawa 6-gingerol muncul pada menit ke 10,3,

senyawa 8-gingerol muncul pada menit ke 20,4,

senyawa 6-shogaol muncul pada menit ke 20,6,

dan 10-gingerol muncul pada menit ke 30,1.

Hasil tersebut menunjukkan waktu retensi tidak

jauh berbeda dengan standar yang didapat.

Gambar Kromatogram dapat di lihat dibawah

ini.

Gambar 7. Kromatogram 6-gingerol menit ke 10,3,

senyawa 8-gingerol menit ke 20,4, senyawa 6-

shogaol menit ke 20,6, dan 10-gingerol menit ke

30,1 (Lee et al., 2007).

Sampel bahan yang diinjeksikan kedalam

HPLC adalah ekstrak etanol 30%, 70%, 96% dan

ekstrak metanol jahe merah

Tabel 7. Hasil kadar senyawa gingerol dan shogaol

eksrak jahe merah konsentrasi pelarut etanol,

30%, 70%, 96%, dan pelarut metanol.

Kode

sampel Seny senyawa ¤ Ppm

Kadar

(mg/g)

JE-30-M 66-gingerol

11,83 1,68

88-gingerol

0,79 0,12

66-shogaol

0,63 0,09

110-gingerol

0,50 0,07

JE-70-M 66-gingerol

54,63 5,85

Page 7: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

88-gingerol

11,18 1,19

66-shogaol

4,32 0,46

110-gingerol

12,46 1,33

JE-96-M 66-gingerol

174,51 35,36

88-gingerol

39,65 8,03

66-shogaol

15,15 3,07

110-gingerol

56,13 11,37

JM 66-gingerol 152,22 15,26

88-gingerol 34,83 3,51

66-shogaol 12,87 1,29

110-gingerol 43,92 4,42

Keterangan: JE-30-M = jahe etanol 30% maserasi,

JE-70-M = jahe etanol 70% maserasi, JE-96-M=

jahe etanol 70% maserasi. JM= jahe metanol.

Pada sampel ekstrak jahe merah

konsentrasi pelarut 30% etanol didapatkan hasil

kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama pada

waktu retensi 12,913, 8-gingerol pada puncak kedua

waktu retensi 24,303 6-shogaol pada puncak ketiga

pada waktu 25,836, dan 10-gingerol pada puncak

keempat pada waktu 31,449. Dengan rata-rata

presentase kadar 6-gingerol 1,84 mg/g, 8-gingerol

0,12 mg/g, 6-shogaol 0,10 mg/g, 10-gingerol 0,08

mg/g. Kromatogram sampel JE30-M dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Gambar 8. kromatogram ekstrak sampel jahe merah

konsentrasi etanol 30%

Keterangan : JE30-M : ekstrak jahe merah

konsentrasi 30% etanol

a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-shogaol d.10-gingerol

Pada sampel ekstrak jahe merah

konsentrasi pelarut 70% etanol didapatkan hasil

kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama pada

waktu retensi 12,867, 8-gingerol pada puncak kedua

waktu retensi 24,267, 6-shogaol pada puncak ketiga

pada waktu 25,790, dan 10-gingerol pada puncak

keempat pada waktu 31,407. Dengan rata-rata

presentase kadar 6-gingerol 5,85 mg/g, 8-gingerol

1,20 mg/g, 6-shogaol 0,46 mg/g, 10-gingerol 1,33

mg/g. Kromatogram JE70-M dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 9. kromatogram ekstrak sampel jahe merah

konsentrasi etanol 70 %

Keterangan : JE70-M : ekstrak jahe merah

konsentrasi 70% etanol

a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-shogaol d.10-gingerol

Pada sampel ekstrak jahe merah

konsentrasi pelarut 96% etanol didapatkan hasil

kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama pada

waktu retensi 12,658, 8-gingerol pada puncak kedua

waktu retensi 24,146 6-shogaol pada puncak ketiga

pada waktu 25,680, dan 10-gingerol pada puncak

keempat pada waktu 31,311. Dengan rata-rata

presentase kadar 6-gingerol 35,36 mg/g, 8-gingerol

8,04 mg/g, 6-shogaol 3,04 mg/g, 10-gingerol 11,37

mg/g. Kromatogram ekstrak sampel jahe merah

konsentrasi 96% dapat dilihat pada gambar dibawah

ini.

Gambar 10. kromatogram ekstrak sampel jahe

merah konsentrasi etanol 96%

Keterangan : JE96-M : ekstrak jahe merah

konsentrasi 30% etanol

a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-

shogaol d.10-gingerol

Pada sampel ekstrak jahe merah pada

pelarut metanol dengan kode sampel JM didapatkan

hasil kromatogram 6-gingerol pada puncak pertama

pada waktu retensi 12,892, 8-gingerol pada puncak

kedua waktu retensi 24,296, 6-shogaol pada puncak

ketiga pada waktu 25,823, dan 10-gingerol pada

puncak keempat pada waktu 31,459. Dengan rata-

rata presentase kadar 6-gingerol 15,36 mg/g, 8-

gingerol 3,52 mg/g, 6-shogaol 1,30 mg/g, 10-

gingerol 4,43 mg/g. Pada konsentrasi Kromatogram

sampel metanol presentase kadar 6-gingerol lebih

tinggi dari pada kadar 8-gingerol, 6-shogaol, dan 10-

gingerol. Kromatogram ekstrak sampel jahe merah

dengan pelarut metanol dapat dilihat pada gambar

dibawah

c d

Page 8: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

ini.

Gambar 11. kromatogram ekstrak sampel jahe

merah pelarut metanol

Keterangan : JM : ekstrak jahe merah pelarut

metanol

a.6-gingerol b.8-gingerol c.6-

shogaol d.10-gingerol

Berdasarkan data di atas diperoleh kadar 6-gingerol,

8-gingerol, 6-shogaol dan 10-gingerol tertinggi

terdapat pada pelarut etanol konsentrasi 96% dengan

presentasi kadar yaitu 6-gingerol sebesar 35,36

mg/g, 8-gingerol sebesar 8,04 mg/g, 6-shogaol

sebesar 3,07 mg/g, 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g,

dibandingkan dengan pelarut etanol konsentrasi

70%, etanol konsentrasi 30% dan pada pelarut

metanol presentasi kadar 6-gingerol, 8-gingerol, 6-

shogaol, dan 10-gingerol sangat kecil, dengan waktu

ekstraksi maserasi selama 48 jam untuk pelarut

etanol konsentrasi 30%, 70%, dan 96% dan maserasi

selama 24 jam untuk palarut metanol. Berdasarkan

hasil penelitian Lee (2007), pelarut metanol

memberikan presentasi kadar 6-gingerol, 8-gingerol,

6-shogaol dan 10-gingerol paling tinggi yaitu 9,7

mg/g, 1,7 mg/g, 2,4 mg/g, dan 2,2 mg/g,

dibandingkan dengan pelarut metanol air 50:50,

etanol, heksan, dan air. Hal ini disebabkan karena

waktu ekstraksi ekstrak yang menggunakan pelarut

metanol lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak

yang menggunakan pelarut etanol. Dapat diketahui

bahwa waktu ekstraksi yang berbeda, metode

ekstraksi yang berbeda dan pelarut yang digunakan

untuk pengekstraksian berbeda kepolarannya

mempengaruhi presentasi kadar senyawa gingerol

yang didapat.

Kadar 6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol,

10-gingerol ditemukan lebih tinggi pada konsentrasi

pelarut etanol 96%, dibandingkan dengan

konsentrasi pelarut etanol 70%, dan konsentrasi

pelarut etanol 30% ini disebabkan oleh semakin

pekat konsentrasi suatu pelarut semakin tinggi

konstanta dielektriknya sehingga senyawa gingerol

lebih berikatan pada etanol dan bukan pada air,

karena metode ekstraksi maserasi digunakan dengan

cara dingin gingerol tidak dapat terdekomposisi

menjadi shogaol, 6-shogaol yang merupakan

dehidrasi dari gingerol. Shogaol terbentuk dari

perubahan bentuk gingerol selama proses

pemanasan (Wohlmuth et al., 2005).

Hasil Uji Karakteristik Ekstrak Etanol 96%

Uji karakteristik pada ekstrak yang diuji

adalah ekstrak etanol dengan konsentrasi pelarut

96%, hasil uji dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 8. Hasil uji karakteristik ekstrak etanol 96%.

Uji Kadar

(%)

Parameter

(DepKes RI,

1979)

kadar abu ±0,21 1,000%

kadar abu tidak larut asam ±0,10 0,004%

kadar sari larut air ±0,02 0,022%

kadar sari larut alkohol ±0,01 -

Dari hasil di atas pengujian kadar abu

memenuhi persaratan menurut DepKes RI (2008),

kadar abu tidak larut asam tidak memenuhi

persaratan menurut DepKes RI (1979) hasil yang

didapat sangat besar dari ketentuan yaitu 0,1000%,

kadar abu tidak larut asam diperoleh dari perlakuan

kadar abu dengan penambahan asam klorida encer

yang dimaksudkan untuk mengevaluasi ekstrak

terhadap kontaminasi bahan-bahan yang

mengandung siilika, seperti tanah dan pasir.

Pengujian kadar sari larut air memenuhi persyaratan

menurut DepKes RI (1979).

Kesimpulan

Ekstrak etanol 96% dengan metode

maserasi 2×24 jam memiliki kadar 6gingerol, 8-

gingerol, 6-shogaol, dan 10-gingerol yang paling

tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 70%, dan

30% dengan metode yang sama, dengan kadar 6-

gingerol sebesar 35,36 mg/g, kadar 8-gingerol

sebesar 8,04 mg/g, kadar 6-shogaol sebesar 3,07

mg/g, dan kadar 10-gingerol sebesar 11,37 mg/g.

Saran

Melakukan tahap pemurnian lebih lanjut

dari eksrak etanol 96% sehingga dapat diperoleh

senyawa murni 6-gingerol untuk bahan baku

standar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Ginger root (Zingiber officinale).

http://wellsphere.comdiakses Desember 2014

Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi. Airlangga

University Press. Surabaya.

Chrubasik,S.,M.H.Pitler, and B.D.Roufogalis. 2005.

Zingiberis rhizome: Comprehensive review on

the ginger effect and efficacy profiles,

Phytomedine, International Journal of

Page 9: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

Phytotherapy & Phytopharmacology. vol. 12,

pp 684- 701.

Daryono, D.E. 2012, oleoresin jahe menggunakan

proses ekstraksi dengan pelarut etanol. Jurusan

Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri.

Institut Teknologi Nasional. Malang.

http://www.scribd.com/doc/199638517/77-

261-1-PB#scribd. Diaksess April 2015.

Halaman 1-5.

Dean, J.M. 1998. Extraction Methods for

Environmental Analysis. John Wiley and Sons

Ltd., London.

Departemen Kesehatan RI. 1978. Materia Medika

Indonesia, Jilid II. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 113-

115.

_______________________1979. MateriaMedika

Indonesia, Jilid III. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

_______________________1989. Materia Medika

Indonesia, Jilid V. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 536-

553.

_______________________2000. Parameter

Standar Umum Ekstrak. Direktorat

Pengawasan Obat Dan Makanan. Cetakan

Pertama. Jakarta.

_______________________2008. Farmakope

Herbal Indonesia, edisi 1. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Edoga, H.O., D.E Okwu & B.O. Mbaebie. 2005.

Phytochemical Constituen of Some Nigerian

Medicinal plants. African jurnal of

Biotechnology. 4 (7). Pp 685-688.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun

Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,

Terbitan Kedua: Penerbit ITB. Bandug. Hal.

239.

Harmita. 2006. Analisis Fitokimia. UI : Departemen

Farmasi. Depok. Hal 115 – 143.

Lee, S., Khoo, C. Halstead, C.W., Huynh, T and

Bensoussan, A. 2007. Liquid chromatographic

determination of 6-, 8-, 10-gingerol, and 6-

shogaol in ginger (Zingiber officinale) as the

herb and dried aqueous ekstract. Journal of

AOAC International. Vol. 90, No. 5.

Lee, HS. Kim GJ, Lee JS, Kim EJ, Jong HK, 2008.

Anti Viral Effect Of Gingerol During HVI-

Ireplication In MT4 Human Tlymphocytes.

Anti viral research (78): A1-A76.

Makham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi

Flavonoid: penerbit ITB. Bandung. Hal.21,

27, 39.

Mishra, P. 2009. Insalation, spectroscopic

characterization and molecular modeling

studies of mixture of curcuma longa, ginger

and seeds offenugrek.International Jurnal Of

Pharmtech Research. 1:79-95.

Moestarofah, A., Cahya K.A Dan Gustiar H. 2008.

Pengaruh Antioksidan Ekstrak Jahe Merah

(Zingiber Officinale Var. Sunti) Terhadap

Poliverasi Sel Leukimia (THP-1). Penulisan

Ilmiah. Departemen Ilmu Dan Teknologi

Pangan . Fakultas Teknologi Pertanian.

Institut Pertanian Bogor. IPB. Bogor.

Moestofa, A. 1981. Aspek Teknis Pengolahan

Rempah-Rempah Menjadi Oleoresin Dan

Minyak Atsiri II. 20-22 April 1979.

Departemen Perindustrian. Balai Penelitian

Kimia. IPB

Mojab, F., Kamalinejad, M., Ghuderi, N., & Vahidi

pour, H. R. 2003. Phytochemical screening of

some species of iranian plants. Iranian

Journal Of Pharmaceutical Research. PP. 77-

82.

Padmasari, P.D., K.W Astuti & N.K. Warditiani.

2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70 %

Rimpang Bangle (Zingiber Purpureum

Roxb.). Jurusan Farmasi Fakultas Matematika

Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas

Udayana. Bali. www.e-journal skrining

fitokimia ekstrak etanol 70% rimpang bangle

(Zingiber purpureum Roxb). Diakses April

2015. Halaman 1-3.

Ratna, W., K. 2009. Analisis Kandungan Fenol

Total Jahe (Zingiber officinale Roscoe).

Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia.

Depok.

Rehmen, R., M. Aktar, Q. Jabeen , T. Saeed,

S.M.A. Shah, k. Ahmed, G. Shaheen dan H.M

Asif. 2011. Zingiber officinale Roscoe

(Pharmacological activity). Journal Of

Medicinal Plants Research. 5:344-348.

Revindran, P. N., and Babu, K. N. 2005, Ginger

The Genus Zingiber, (RC Press, New York,

hal. 87-90).

Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan

Tingkat Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Pp.

152-196.

Sangi, M., M.R.J. Runtuwene.,H.E.I. Simbala.,

V.M.A. Makang. 2008. Analisis Fitokimia

Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa

Utara. Chem. Prog. 1(1):47-53.

Skoog, DA. West DU, Holler FJ, Crouch SR. 2004.

Fundamentals Of Analytical Chemistry. Ed.

Ke-8. Belmont: thomson learning.

Page 10: OPTIMASI EKSTRAKSI JAHE MERAH (Zingiber officinale …perpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/e-jurnal santi 066110002.pdf · terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap, ... penelitian

Sudjadi, 1986. Metode Pemisahan. Kanisius.

Yogyakarta.

Tim Trubus, 2013. Herbal Indonesia Berkhasiat.

Bukti Ilmiah Dan Cara Racik. Vol. 10. hal

163-167. ISSN 0216-7638. PT. Trubus

Swadaya. Jakarta.

Tririzqi, F. 2013. Ekstraksi Senyawa Gingerol Dari

Rimpang Jahe Dengan Metode Maserasi

Bertingkat. Departemen Industri Pertanian.

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut

Pertanian Bogor: Bogor. 11-26.

Wohlmuth, H., D.N. Leach, M.K. Smith dan S.P.

Myers. 2005 Gingerol content of diploid dan

terpenoid clones of ginger (Zingiber officinale

Roscoe). J. Agric. Food Chem. 53 : 5772-5778.

Zancan, K.C., Marques, M.O.M., Petenate, A.J., and

Meireles, M.A.A.,2002, Extraction of ginger

(Zingiberofficinale Roscoe) oleoresin With

CO2 and co-solvents: a study of the

antioxidant action of the extracts. Journal of

Supercritical Fluids.vol 24.hal. 59.