34
LAPORAN PENDAHULUAN OPEN FRAKTUR TIBIA-FIBULA (CRURIS) SINISTRA GRADE II A. PENGERTIAN Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. (Suratun, dkk. 2008). Fraktur terbuka merupakan salah satu klasifikasi jenis fraktur. fraktur terbuka (compound) dalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit (Corwin, Elizabeth J. 2009). Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat/ grade (pusponegoro A.D.,2007), yaitu: Derajat I : terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari tusukkan fragmen- fragmen tulang dari dalam. Derajat II : luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang-kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka. Derajat III : luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II. Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot saraf tepi. Jadi, Open fraktur tibia-fibula (cruris) sinistra grade II adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

OPEN FRAKTUR TIBIA-FIBULA (CRURIS) SINISTRA GRADE II

Citation preview

Page 1: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

LAPORAN PENDAHULUAN

OPEN FRAKTUR TIBIA-FIBULA (CRURIS) SINISTRA GRADE II

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan

ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur cruris adalah

terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada

tulang tibia dan fibula. (Suratun, dkk. 2008).

Fraktur terbuka merupakan salah satu klasifikasi jenis fraktur. fraktur terbuka

(compound) dalah fraktur yang menyebabkan robeknya kulit (Corwin, Elizabeth J.

2009). Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat/ grade

(pusponegoro A.D.,2007), yaitu:

Derajat I : terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini di dapat dari

tusukkan fragmen-fragmen tulang dari dalam.

Derajat II : luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit subkutis. Kadang-

kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka.

Derajat III : luka lebih besar dibandingkan dengan luka pada derajat II.

Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot

saraf tepi.

Jadi, Open fraktur tibia-fibula (cruris) sinistra grade II adalah terputusnya

kontinuitas jaringan tulang yang menembus kulit samapai lapisan subkutis pada

tulang tibia dan fibula di bagian kaki kiri.

Page 2: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

B. ANATOMI EKSTREMITAS BAWAH

Ekstremitas bawah terdiri dari tulang pelvis, femur, tibia, fibula, tarsal, metatarsal,

dan tulang-tulang phalangs.

Page 3: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Pelvis

Pelvis terdiri atas sepasang tulang panggul (hip bone) yang merupakan tulang

pipih. Masing-masing tulang pinggul terdiri atas 3 bagian utama yaitu ilium, pubis

dan ischium. Ilium terletak di bagian superior dan membentuk artikulasi dengan

vertebra sakrum, ischium terletak di bagian inferior-posterior, dan pubis terletak di

bagian inferior-anterior-medial. Bagian ujung ilium disebut sebagai puncak iliac

(iliac crest). Pertemuan antara pubis dari pinggul kiri dan pinggul kanan disebut

simfisis pubis. Terdapat suatu cekungan di bagian pertemuan ilium-ischium-pubis

disebut acetabulum, fungsinya adalah untuk artikulasi dengan tulang femur.

Page 4: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Femur

Femur merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal berartikulasi dengan

pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia melalui condyles. Di daerah

proksimal terdapat prosesus yang disebut trochanter mayor dan trochanter minor,

dihubungkan oleh garis intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat

condyle lateral dan condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan

untuk tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa intercondylar.

Tibia

Tibia merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih medial dibanding

dengan fibula. Di bagian proksimal, tibia memiliki condyle medial dan lateral di

mana keduanya merupakan facies untuk artikulasi dengan condyle femur.

Terdapat juga facies untuk berartikulasi dengan kepala fibula di sisi lateral. Selain

itu, tibia memiliki tuberositas untuk perlekatan ligamen. Di daerah distal tibia

membentuk artikulasi dengan tulang-tulang tarsal dan malleolus medial.

Fibula

Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral dibanding

dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia. Sedangkan di

bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk artikulasi

dengan tulang-tulang tarsal.

Tarsal

Tarsal merupakan 7 tulang yang membentuk artikulasi dengan fibula dan tibia 

di proksimal dan dengan metatarsal di distal. Terdapat 7 tulang tarsal, yaitu

calcaneus, talus, cuboid, navicular, dan cuneiform (1, 2, 3). Calcaneus berperan

sebagai tulang penyanggah berdiri.

Metatarsal

Metatarsal merupakan 5 tulang yang berartikulasi dengan tarsal di proksimal dan

dengan tulang phalangs di distal. Khusus di tulang metatarsal 1 (ibu jari) terdapat

2 tulang sesamoid.

Phalangs

Phalangs merupakan tulang jari-jari kaki. Terdapat 2 tulang phalangs di ibu jari

dan 3 phalangs di masing-masing jari sisanya. Karena tidak ada sendi pelana di

ibu jari kaki, menyebabkan jari tersebut tidak sefleksibel ibu jari tangan.

C. ETIOLOGI

Page 5: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Penyebab fraktur meliputi pukulan langsung, gaya remuk, gerakan punter mendadak,

dan kontraksi otot ekstrim. fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari pada diabsorpsinya. fraktur pada tulang dapat menyebabkan edema jaringan

lemak, persarafan ke otot dan sendi terganggu, dislokasi sendi, rupture tendon,

kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.

D. PATOFISIOLOGI

Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang

dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau

pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan

perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari

fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkan masalah

keperawatan berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulang

dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur

sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang

berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan

penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga

akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera

dihentikan.

Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas

pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada

area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki

keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada area

deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa gangguan

mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan masalah

keperawatan berupa nyeri.

Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan

melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme

otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen

tulang ke tingkat yang lebih parah. Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan

pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang

mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga muncul perpindahan

cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial

Page 6: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang

berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar

atau interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau

penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut

mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan

masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan.

Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen

tulang itu sendiri. Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang

meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh

melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin

berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga asam-

asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli dalam

pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan mengganggu perfusi

jaringan.

Page 7: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II
Page 8: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

E. MANISFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala fraktur adalah sebagai berikut (Lukman & Ningsih, 2011):

1. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti

normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan

deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan

membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat

melekatnya otot.

3. Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya

terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur

4. Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus

akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai

akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi

setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera.

F. PENANGANAN FRAKTUR

Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:

1. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan

selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat

kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa

yang terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui

pemeriksaan dan keluhan dari klien

2. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)

a. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna

(missal pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)

b. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace,

bidai dan fiksator eksterna

Page 9: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

3. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi

penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna

4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:

a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

b. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan

c. Memantau status neuromuskuler

d. Mengontrol kecemasan dan nyeri

e. Latihan isometric dan setting otot

f. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur meliputi (Suratun, dkk. 2008 dan Black,

J.M, et al, 1993):

1. Komplikasi awal:

a. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema. Shock

terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi

pada fraktur

b. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah

komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES

terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke

aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang

ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,

demam.

c. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini

disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan

pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan

embebatan yang terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom

kompartemen dikenal dengan 5P, yaitu:

Page 10: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

1) Pain (nyeri)

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,

ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling

penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan

klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan

analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada

kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2) Pallor (pucat)

Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

3) Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)

4) Parestesia (rasa kesemutan)

5) Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf

yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom

kompartemen.

d. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma

pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)

dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa

juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat

e. Koagulopati intravaskuler diseminata

2. Komplikasi lanjut

a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

d. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran

darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang

dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia

e. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Page 11: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

H. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk

itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga

dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses

keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien

digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang

menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut

sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian

Page 12: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme

terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt

beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan

kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,

pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan

obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya

dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,

Donna D,1995).

Page 13: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan

lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi

terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab

masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi

yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar

matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,

warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan

atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,

sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.

Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana

lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan

obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

(5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang

lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

Page 14: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D,

1995).

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul

gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.

Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna

D, 1995).

(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu

juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini

bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih

mendalam.

Page 15: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,

seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat

dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena

tidak terjadi perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

atau nyeri tekan.

(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

Page 16: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan

lainnya.

(4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan

lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

(3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

(m)Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

BAB.

b) Keadaan Lokal

Page 17: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama

mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem

muskuloskeletal adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti

bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini

merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik

pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

proksimal,tengah, atau distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang

terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga

diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat

benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,

pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan

ukurannya.

(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Page 18: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan

dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan

nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi

dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini

menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.

Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada fraktur meliputi:

1. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya

fraktur/trauma.

2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur.

Pemeriksaan penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

4. Hitung darah lengkap

Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun

(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).

Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.

5. Kreatinin

Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

6. Profil koagulasi

Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera

hati

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN & FOKUS INTERVENSI

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan fraktur antara lain

(Donges Marilynn, E. (2000):

1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder terhadap fraktur.

Page 19: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Tujuan : Klien menyatakan nyeri hilang, menunjukkan penggunaan

ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi.

Intervensi :

a. Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri. Gunakan skala peringkat nyeri.

b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring sampai fraktur

berkurang.

c. Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong.

d. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

e. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.

f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.

g. Ajarkan teknik relaksasi, contoh : distraksi, stimulasi kutaneus.

h. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, misal : ubah posisi.

i. Kolaburasi pemberian analgesik.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler.

Tujuan : Klien mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal,

mempertahankan posisi fungsional, menunjukkan teknik mampu melakukan

aktivitas.

Intervensi :

a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan.

b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik.

c. Instruksikan klien untuk/bantu klien dalam rentang gerak pasif/aktif pada

ektremitas yang sakit dan yang tidak sakit.

d. Awasi tekanan darah dan perhatikan keluhan pusing.

e. Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan napas dalam.

f. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap

fraktur.

Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri secara sederhana dan mandiri.

Intervensi :

a. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.

b. Tingkatkan harga diri dan penentuan diri selama aktivitas perawatan diri.

c. Tingkatkan partisipasi optimal.

Page 20: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

d. Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.

e. Libatkan keluarga/orang dekat dalam membantu klien melakukan perawatan

diri.

4. Aktual/resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai penyembuhan

luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.

Intervensi :

a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan

warna kelabu, memutih.

b. Massage kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas

kerutan.

c. Ubah posisi dengan sering (4 jam sekali).

d. Amati kemungkinan adanya tekanan pada bagian luka khususnya pada pinggir

atau bawah bebat.

e. Anjurkan klien untuk menggerakkan bagian anggota tubuh lain yang tidak sakit.

5. Aktual/resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan.

Tujuan : Klien akan menunjukkan penyembuhan luka sesuai waktu dengan bukti

luka tidak terdapat pus.

Intervensi :

a. Observasi keadaan umum luka.

b. Pantau penyembuhan luka dengan memperhatikan hal berikut : bukti luka tidak

terdapat pus.

c. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan berbicara.

d. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal / eritema

ekstremitas cedera.

e. Lakukan perawatan luka aseptik dan antiseptik.

f. Lakukan prosedur isolasi.

g. Tutup luka dengan kasa steril.

6. Ansietas berhubungan dengan gangguan status kesehatan/krisis situasi.

Tujuan : Klien tidak rewel, terlihat tenang dan relaks, ikut serta dalam aktivitas.

Page 21: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

Intervensi :

a. Pantau tingkat ansietas klien.

b. Berikan penekanan penjelasan dokter mengenai pengobatan dan tujuannya,

klarifikasi kesalahan konsep.

c. Berikan dan luangkan waktu untuk mengungkapkan perasaan.

d. Ajarkan dan bantu dalam teknik penatalaksanaan stress.

e. Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku yang telah

berhasil digunakan untuk mengatasi pengalaman yang lalu.

f. Berikan dorongan untuk berinteraksi dengan orang terdekat, teman serta

saudara.

g. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan, libatkan klien dalam perencanaa,

berikan pilihan, berikan dorongan untuk membuat keputusan yang aman.

7. Resiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan

defisit pengetahuan tentang tindakan perawatan diri saat pulang, kurang sistem

pendukung yang adekuat.

Tujuan : Klien mampu :

Mengungkapkan pengertian, prognosis, pengobatan, & program rehabilitasi.

Memperagakan kemampuan untuk merawat alat bantu imobilisasi.

Mengekspresikan pengetahuan tentang gejala, potensial komplikasi.

Intervensi :

a. Tekankan pentingnya rencana rehabilitasi aktivitas, istirahat, dan latihan.

b. Berikan dan tinjau ulang instruksi diet pengenai tipe dan jumlah, perlunya

menghindari penambahan berat badan bila mungkin.

c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, tujuan, jadwal, dosis, dan efek samping.

d. Diskusikan tanda dan gejala untuk dilaporkan pada dokter : nyeri hebat,

perubahan suhu badan, warna, atau sensasi pada ekstremitas, bau yang

menyengat atau drainase dari luka.

e. Jelaskan tentang gips, bebat, slang sesuai indikasi.

f. Berikan dorongan untuk melakukan kunjungan tundak lanjut pada dokter.

Page 22: Open Fraktur Tibia-fibula (Cruris) Sinistra Grade II

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.

Suratun, dkk. (2008). Klien Gangguan System Musculoskeletal: Seri Asuhan Keperawatan.

Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.

Saunder Company, 1995

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara,

Jakarta, 1995

Donges Marilynn, E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC