Upload
rizka-maulida-alqadrie
View
84
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
oma perforasi
BAB I
PENDAHULUAN
Telinga adalah salah satu alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar
suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi
apa yang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita
sendiri. Anatomi dan fisiologi ini perlui dipahami untuk dapat menjelaskan secara
detail posisi atau letak terjadinya kelainan, maupun fungsi dari organ-organ yang
terkait didalamnya.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat
pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media media serosa,
otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-
masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif
akut (otitis media akut=OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK/OMP).
Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut
(barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga
otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika.
Otitis media yang lain ialah otitis media adhesive.
Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut
atau tiba-tiba.1 Otitis media akut merupakan salah satu kelainan telinga tengah
yang paling sering ditemukan terutama pada anak-anak. Meskipun masih dalam
penelitian dalam pencegahan dan terapi, angka kejadian penyakit ini terus
meningkat. Sekitar 25 juta orang pertahun mengunjungi dokter akibat otitis media
akut.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga
2.1. Anatomi Telinga
Telinga kita terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan
bagian dalam.
Gambar 1. Telinga Luar, Telinga Tengah, Telingan Dalam
1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara,
auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit.
Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya
dipersarafi oleh N.facialis.2 Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga
membentuk suatu bentuk unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk
2
huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis,
crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada
di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di
belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran,
angulus conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi
kepala, crus helix yang berada di atas tragus, cymba conchae merupakan ujung
terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk
dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif
di dekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga,
incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang
berada di bagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di
depan meatus akustikus eksternus.
Gambar 1. Bagian-bagian dari auricula telinga luar
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang
telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang
menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan
untuk memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang.
Pada anak kecil auricula ditarik lurus ke belakang, atau ke bawah dan belakang.
3
Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga
bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi
oleh kulit, dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan
glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat
yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini
merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing.2
2. Anatomi Telinga Tengah
Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membrane
timpanidan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya
beserta penunjangnya, tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid. Bagian
ini dipisahkandari dunia luar oleh suatu membrane timpani dengan diameter
kurang lebih setengah inci.3
Gambar 3. Anatomi Telinga Tengah
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa (membranpropria). Parsflaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi olehsel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran napas.
4
Pars tensamempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagendansedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.3
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebutsebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light)
kearah bawah yaitu pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membrane timpani kanan. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan
menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehinggadidapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran
timpani.3
Gambar 2. Membrana Timpani
5
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkat lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang pendengaran merupakan persendian. Pada
pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempaat ini terdapat aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah.3
Gambar 4. Tulang – Tulang Pendengaran3. Telinga Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah
rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari
sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus.2
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan
bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.2
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan
berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus
terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga
6
ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan
ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini saling
berhubungan dengan bebas.2
Gambar 5. Telinga Dalam
2.1.2 Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga dan
mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang
jugamenggerakkan perilimf dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui
membrane Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah
bawah, perilimf dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame
rotundum) terdorongke arah luar.Skala media yang menjadi cembung mendesak
endolimf dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung ke bawah
dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel
rambut berkelok-kelok, dandengan berubahnya membran basal ujung sel rambut
menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium
dan ion Natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII,
yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran diotak
( area 39-40) melalui saraf pusat yang ada dilobus temporalis.3
7
2.2 Otitis Media
1. Otitis Media Akut
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di daerah nasofaring
dan faring. Secara fisiologik nterdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi.3
Otitis media akut (OMA) biasanya terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini
terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan factor penyebab utama dari
otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjadi peradangan.3
Selain itu, pencetus lain adalah infeksi saluran napas atas. Pada anak, makin
sering anak terkena infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachiusnya
pendek, lebar dan letaknya agak horizontal, dan juga adenoid pada anak relatif
lebih besar dibanding orang dewasa. 3
1) Patologi
Kuman utama penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptokokus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang ditemukan
juga Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus unhemolitikus, Proteus
vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan
pada anak dibawah 5 tahun.3
2) Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium3 :
1. Oklusi tuba Eustachius.
2. Hiperemis (pre supurasi).
3. Supurasi.
4. Perforasi.
5. Resolusi.
8
a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Stadium oklusi tuba Eustachius terdapat sumbatan tuba Eustachius yang
ditandai oleh retraksi membrana timpani akibat tekanan negatif dalam telinga
tengah karena terjadinya absorpsi udara. Selain retraksi, membrana timpani
kadang-kadang tetap normal atau hanya berwarna keruh pucat atau terjadi efusi.
Stadium oklusi tuba Eustachius dari otitis media supuratif akut (OMA) sulit
kita bedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan virus dan
alergi.
b. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
Stadium hiperemis (pre supurasi) akibat pelebaran pembuluh darah di
membran timpani yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,
edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.
c. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen (nanah).
Selain itu edema pada mukosa telinga tengah makin hebat dan sel epitel
superfisial hancur. Ketiganya menyebabkan terjadinya bulging (penonjolan)
membrana timpani ke arah liang telinga luar.
Pasien akan tampak sangat sakit, nadi & suhu meningkat dan rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Anak selalu gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak tertangani dengan baik akan
menimbulkan ruptur membran timpani akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna
kekuningan. Nekrosis ini disebabkan oleh terjadinya iskemia akibat tekanan
kapiler membran timpani karena penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil.
Keadaan stadium supurasi dapat kita tangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan membuat luka insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan mudah menutup kembali sedangkan ruptur
lebih sulit menutup kembali. Bahkan membran timpani bisa tidak menutup
kembali jika membran timpani tidak utuh lagi.
9
d. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu menurun dan
bisa tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
(nanah) tetap berlangsung selama lebih 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama
lebih 1,5-2 bulan maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).
e. Stadium Resolusi
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen tidak ada lagi.
Stadium ini berlangsung jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh
baik, dan virulensi kuman rendah. Stadium ini didahului oleh sekret yang
berkurang sampai mengering.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik (OMSK). Kegagalan stadium ini berupa membran timpani
tetap perforasi dan sekret tetap keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut (OMA) dapat menimbulkan gejala sisa (sequele)
berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.
3) Gejala Klinik OMA
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium
penyakit dan umur penderita. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan
suhu tubuh menurun pada stadium perforasi.
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) berdasarkan umur penderita,
yaitu :
1. Bayi dan anak kecil. Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 390C (khas pada
stadium supurasi), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur, mencret, kejang-
10
kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Jika terjadi rupture
membrane timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh menurun
dan anak tertidur tenang.
2. Anak yang sudah bisa bicara. Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam
telinga, suhu tubuh tinggi, dan riwayat batuk pilek.
3. Anak lebih besar dan orang dewasa. Gejalanya : rasa nyeri dan gangguan
pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang).
4. Penatalaksanaan
Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya3:
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius dari sumbatan,
sehingga tekanan negatif di telinga tengah menghilang. Diberi obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atauh HCl efedrin 1%
dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang
dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan bila
penyebab penyakit adalah kuman, buka oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Pemberian antibiotika yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau ampisilin.
Ampisilin dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis atau
amoksisilin 40mg/kgB per hari dibagi dalam 3 dosis. Bila pasien alergi terhadap
penisilin dapat diberi eritromisin dengan dosis 40mg/kgBB per hari. Pemberian
antibiotika dianjurkan diberi selama 7 hari. Selain itu dapat diberikan obat tetes
hidung dan analgetika.
3. Stadium supurasi
Pemberian antibiotika disertai miringotomi bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini sekret banyak keluar dan terkadang keluar secara berdenyut,
sekret yang banyak ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman,
oleh karena itu sangat perlu dilakukan pencucian tellinga untuk menghilangkan
11
sekret. Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotika yang adekuat.
5. Stadium Resolusi
Bila tidak terjadi stadium resolusi biasanya sekret akan terus mengalir melalui
perforasi membran timpani. Pada keadaan ini mpemberian antibiotika dapat
dilanjutkan smapai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih
terlihat banyak keluar maka kemungkinan telah terjadi komplikasi mastoiditis.
4) Miringotomi
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Miringotomi
merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan secara a-vue (dilihat
langsung), anak harus tenang, dan dapat dikuasai, sehingga membran timpani
dapat dikuasai dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior
inferior karena didaerah ini tidak didapatkan tulang pendengaran. Untuk tindakan
ini harus menggunakan lampu kepala yang mempunyai sinar cukup terang,
memakai corong telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan
steril
5) Komplikasi
Otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub-periosteal
sampai komplikasi yang berat yaitu meningitis dan abses otak. Komplikasi ini
biasanya terjadi akibat komplikasi otitis media supuratif kronis (OMSK).
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
Identitas
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 29 Tahun
Alamat : Jl. Amanah, Komplek Star Borneo Residence, Tanjung
Raya 2
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal periksa : 16 September 2014
Anamnesis dilakukan pada pukul 10.15
Keluhan Utama
Telinga kanan keluar cairan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh keluar cairan dan berdengung di sebelah kanan sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluh sakit di telinga kanan, akan tetapi
setelah keluar cairan berwarna putih kekuningan, telinga pasien tidak lagi
terasa sakit. Pasien juga mengeluh adanya penurunan pendengaran mengaku
pernah mengorek telinga.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah pilek 1 minggu yang lalu.
13
Alergi (+)
Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
3.2 PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal : 16 September 2012
Kedaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda-tanda Vital
1. Tekanan darah : 110/80 mmHg
2. Nadi : 96 x / menit
3. Napas : 24 x / menit
4. Suhu : 37,2 oC
STATUS LOKALIS
Telinga
Inspeksi, Palpasi
Telinga Kanan Telinga kiri
Aurikula
Hiperemis : -
Edema : -
Massa : -
Hiperemis : -
Edema : -
Massa : -
Preaurikula
Hiperemis : - fistula : -
Edema : - abses : -
Massa : -
Hiperemis : - fistula : -
Edema : - abses : -
Massa : -
Retroaurikula
Hiperemis : - fistula : -
Edema : - abses : -
Massa : -
Hiperemis : - fistula : -
Edema : - abses : -
Massa : -
14
Palpasi
Nyeri pergerakan : -
Nyeri tekan tragus : -
Nyeri tekan aurikula : -
Nyeri pergerakan : -
Nyeri tekan tragus : -
Nyeri tekan aurikula : -
Otoskopi :
Telinga Kanan Telinga Kiri
MAE
Edema : -
Hiperemis : -
Massa : -
Furunkel : -
Sekret : (+) kental
Serumen : -
Edema : -
Hiperemis : -
Massa : -
Furunkel : -
Sekret : -
Serumen : -
Membran
Timpani
Perforasi : (+) sentral
Warna : normal
Hiperemis : -
Refleks Cahaya : (-)
Perforasi : -
Intak : (+)
Warna : Normal
Hiperemis : -
Refleks Cahaya : (+)
Tes Pendengaran Fungsional (Tes Pendengaran / Garpu Tala)
Telinga Kiri Telinga Kanan
Tes Rinne Positif Negatif
Tes Weber Lateralisasi ke kanan
Tes Swchwabach Normal Memanjang
Kesan : Tuli konduktif
15
Hidung dan Sinus Paranasal
Inspeksi, Palpasi :
- Deviasi tulang hidung ( - )
- Bengkak daerah hidung dan sinus paranasal ( - )
- Krepitasi tulang hidung ( - ), nyeri tekan hidung dan sinus
paranasal(-)
Rinoskopi Anterior :
16
Cavum Nasi
dextra
Cavum Nasi
sinistra
Mukosa
Hidung
Hiperemis : -
Massa : -
Sekret : -
Atrofi : -
Mukus : -
Pucat : -
Hiperemis : -
Massa : -
Sekret : -
Atrofi : -
Mukus : -
Pucat : -
SeptumDeviasi : -
Dislokasi : -
Deviasi : -
Dislokasi : -
Konka
Inferior
dan Media
Hipertrofi : -
Atrofi : -
Sekret : -
Hipertrofi : -
Atrofi : -
Sekret : -
Meatus
inferior
dan media
Sekret : -
Polip : -
Sekret : -
Polip : -
Rinoskopi Posterior : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Tenggorokan
Inspeksi
Mukosa
Orofaring :
hiperemis ( - )
massa ( - )
Tonsil T1 – T1
Laringoskopi Indirek : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.3 RESUME
Ny. S, 29 tahun datang ke poli THT RSUD Dr. Soedarso pada tanggal 16
September 2014 dengan keluhan telinga kanan keluar cairan sejak 2 minggu yang
lalu. 1 minggu yang lalu pasien mengalami pilek. Kemudian telinga kiri terasa
sakit. Sejak 2 minggu yang lalu telinga kanan berdengung dan terasa penuh.
Pendengaran pasien menurun. Ada riwayat mengorek telinga. Berdasarkan
pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok di dapatkan hasil pada telinga kanan
terdapat sekret berwarna putih serta perforasi membran timpani, sedangkan pada
telinga kiri hasilnya normal. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan
pemeriksaan tenggorokan tidak ditemukan kelainan.
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIUSULKAN
Audiometri
Timpanometri
17
3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
- Otitis Media Akut Dextra Stadium Perforasi
Diagnosis Banding :
- Otitis Media Supuratif Kronik Dekstra
3.6 TATALAKSANA
- Non-Medikamentosa :
Edukasi : menjaga kebersihan telinga, jangan mengorek-ngorek telinga, antibiotik
yang di berikan harus dihabiskan, jika pilek, sakit tenggorokan, demam segera
berobat ke dokter.
- Medikamentosa :
Antihistamin oral : Cetirizine
Antibiotik : ciprofloxaxine
3.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanactionan : Dubia ad Bonam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang perempuan, usia 29 tahun, datang ke poli THT dengan keluhan telinga
kiri keluar cairan sejak 2 minggu yang lalu. Sebelumnya, 1 minggu yang lalu
pasien pilek. Sekarang selain keluar cairan, pasien juga mengeluh telinga
berdengung dan terasa penuh. Berdasarkan pemeriksaan fisik dengan otoskopi
tampak perforasi membran timpani dextra dan ditemukan sekret.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan etiologi dari otitis media yang dialami
pasien adalah infeksi dengan di tandai adanya pilek. Setelah pilek berkurang,
pasien tidak lagi merasakan nyeri pada telinga, dan diikuti dengan keluarnya
cairan yang diakibatkan adanya perforasi dari membran timpani dextra. Adanya
cairan menandakan bahwa terdapat penimbunan cairan ditelinga tengah, sehingga
pasien merasa telinga terasa penuh dan berdengung.
Timbunan cairan di telinga tengah dapat menyebabkan otitis media supuratif
atau otitis media non-supuratif (otitis media efusi). Berdasarkan penemuan
melalui otoskopi, yakni ditemukannya perforasi pada membrane timpani dan
adanya gejala-gejala infeksi dan otalgia merupakan gejala khas pada otitis media
supuratif. Berdasarkan onset terjadinya perforasi yaitu 2 minggu maka pasien ini
termasuk dalam fase akut.
Tatalaksana pasien ini dengan non medikamentosa dan medikamentosa.
menjaga kebersihan telinga, jangan mengorek-ngorek telinga, antibiotik yang
diberikan harus dihabiskan, jika pilek, sakit tenggorokan, demam segera berobat
ke dokter. Terapi medikamentosa dengan pemberian antihistamin yaitu cetirizine
serta antibiotik yaitu ciprofloxaxin.
19
BAB V
KESIMPULAN
Seorang perempuan, usia 29 tahun, datang ke poli THT dengan keluhan telinga
kiri keluar cairan didiagnosis menderita OMA dextra. Tata laksana dilakukan
dengan dua cara yaitu terapi non medikamentosa dengan cara menjaga kebersihan
telinga, jangan mengorek-ngorek telinga, antibiotik yang diberikan harus
dihabiskan, jika pilek, sakit tenggorokan, demam segera berobat ke dokter serta
terapi medikamentosa yaitu Cetirizine dan Ciprofloxaxin.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta; Penerbit FKUI; 2004..
2. Snell Richard : Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.
Edisi 6. Penerbit: EGC. Jakarta 2006.
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan THT. Edisi Keenam. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 2010.
21