57
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard. Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi granuler yang menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. 1,2 Pada infark miokard Ustable Angina Pektoris (UAP)/Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada dan perubahan EKG (ST elevasi pada STEMI dan ST depresi,T inversi atau normal pada NSTEMI) disertai tes cardiac status (kualitatif) atau tes cardiac reader (kuantitatif). Pada angina biasa tidak ada perubahan dengan EKG dan tidak terdapat kenaikan enzim jantung. 1 Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari 7 juta orang meninggal 1

NSTEMI baru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NSTEMI baru

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang

disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom

koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara

luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui

berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.

Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan

pelepasan isi granuler yang menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut,

vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. 1,2

Pada infark miokard Ustable Angina Pektoris (UAP)/Non ST Elevation

Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada dan perubahan EKG

(ST elevasi pada STEMI dan ST depresi,T inversi atau normal pada NSTEMI)

disertai tes cardiac status (kualitatif) atau tes cardiac reader (kuantitatif). Pada

angina biasa tidak ada perubahan dengan EKG dan tidak terdapat kenaikan

enzim jantung.1

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari

7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002, angka ini

diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Di Indonesia,

berdasarkan data survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001

menunjukkan tiga dari 1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun

2007 terdapat sekitar 400 ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung

koroner menjadi pembunuh nomor satu di dalam negeri dengan tingkat

kematian mencapai 26%.3

American Heart Association pada tahun 2004 memperkirakan

prevalensi PJK di Amerika Serikat sekitar 13.200.000. Angka kematian karena

PJK di seluruh dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara

berkembang terdapat 39 juta.4

1

Page 2: NSTEMI baru

Menurut ESC (European Society Of Cardiology), sekurang-kurangnya

15 juta penderita gagal jantung di 51 negara Eropa. Prevalensi gagal jantung

asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada

usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10-20%. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung

koroner merupakan penyebab utama dari gagal jantung.4

B. Tujuan penulisan

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan

mengetahui definisi, faktor resiko, pathofisiologi, gejala klinis, diagnosis,

pemeriksaan penunjang, pengobatan dan prognosis Ustable Angina Pektoris

(UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI).

2

Page 3: NSTEMI baru

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Umur : 71 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Sudah tidak bekerja

Agama : Islam

Alamat : Sukoharjo

Tanggal Masuk : 17 November 2012

No RM : 1975xx

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri dada

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 17 November 2012

jam 12.17 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak ± 1 minggu. Sesak nafas

dirasakan tidak berkurang dengan perubahan posisi. 1 hari pasien

mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada yang menjalar kebagian

leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti ini sudah dirasakan

sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui sudah

minum obat namun sakit tidak berkurang.

Pasien mengatakan bahwa sesak napas dan nyeri dada biasanya timbul saat

beraktivitas dan hilang saat beristirahat. Keluhan sesak napas dan nyeri

dada tidak disertai mual dan muntah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit serupa : diakui

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

3

Page 4: NSTEMI baru

Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat Hipertensi : diakui, ibu pasien memiliki riwayat hipertensi

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok : diakui

Riwayat minum alcohol : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Compos mentis, lemas

Vital Sign : TD : 120/80 mmHg

N : 104x/menit

Rr : 36x/menit

T : 36° C

Kepala : Normocephale

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Thorax : Cor : Inspeksi : iktus cordis tak tampak, dinding

dada simetris kanan dan kiri

Palpasi : iktus cordis di SIC V linea

midclavicularis

Perkusi : Batas atas jantung SIC III linea

parasternalis sinistra, batas jantung

bawah SIC V linea

midclavicularis.

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising

(-)

Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri,

ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

4

Page 5: NSTEMI baru

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri,

ketinggalan gerak (-)

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),

Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Perkusi : Tympani, nyeri ketok kostovertebral (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor elastisitas kulit

normal

Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambar 1. EKG tanggal 17 November 2012

5

Page 6: NSTEMI baru

Hasil EKG: QRS rate 97x/menit, Aksis Normal, Gelombang P morfologi

normal, durasi 0,12 detik, PR interval 0,2’’, Kompleks QRS durasi 0,12’’,

Q patologis II,III dan aVf, T inverted I, aVL

Kesimpulan : EKG : NSR, OMI inferior dan Ischemic high lateral

Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin (17 Desember 2012)

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin pada tanggal 17

Desember 2012 ditemukan Hb 12,4 gr/dL, eritrosit 5,07 mL, hematokrit

37,2%, MCV 73,4 fL, MCH 24,5 pg, MCHC 33,3%, Leukosit 9.500,

Trombosit 26.700 dan golongan Darah pasien “B”

V. DIAGNOSIS

- Obs. Dypsneu

- dd UAP/NSTEMI

VI. TERAPI

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x1

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Cek EKG

Lapor Sp.PD

6

Page 7: NSTEMI baru

VII.FOLLOW-UP

Tanggal 18 November 2012

S/ sesak napas (+), nyeri dada (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAB (+),

BAK (+), nafsu makan ↓

O/ Vital sign : TD : 100/70 mmHg

N : 80x/menit

Rr : 20x/menit

T : 36,40C

KU : CM, lemas

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ Rawat ICU

Diet jantung

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x1

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Tanggal 19 Nov ember 2012

S/ sedikit sesak nafas, nyeri dada (+) namun sudah berkurang, pusing

berputar (+), nafsu makan ↓

O/Vital sign : TD : 110/70 mmHg

7

Page 8: NSTEMI baru

N : 80x/menit

Rr : 20x/menit

T : 36,30C

KU : CM, lemas

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ Diet jantung

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x1

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Tanggal 20 Nov ember 2012

S/ sesak berkurang, nyeri dada (+) namun sudah berkurang, pusing (+), mual

(+), nafsu makan ↓, BAB (-), BAK (+)

O/ Vital sign : TD : 110/70 mmHg

N : 76x/menit

Rr : 20x/menit

T : 360C

KU : CM, sedang

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

8

Page 9: NSTEMI baru

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ Diet jantung

O2

Infuse RL 16 tpm

Furosemid 1A/12 jam

Ranitidine 1A/12 jam

Antalgin 1A/8 jam

Enoksaparin 0,6/12 jam

ISDN 3x½

Clopidogrel 1x1

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 1-0-1

Tanggal 21 Novemb er 2012

Vital sign : TD : 110/70 mmHg

N : 84x/menit

Rr : 20x/menit

T : 36,10C

S/ sesak (-), nyeri dada (-), pusing (+) sudah berkurang, mual (-), muntah (-),

sudah mau makan, BAB (+), BAK (+)

O/ KU : CM, sedang

Kepala : CA(-/-), SI (-/-)

Thorax : Cor : BJ I-II regular, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)

Extremitas : Akral hangat, oedema (-)

A/ dd UAP/NSTEMI

P/ ISDN 3x½

Clopidogrel 1x1

9

Page 10: NSTEMI baru

Antasid 3xC1

Alprazolam 0,5 0-0-1

Rawat jalan

10

Page 11: NSTEMI baru

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindroma Koroner Akut

Sindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan

kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang

disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, sindrom ini meliputi

unstable angina pectoris sampai perkembangan menjadi miokard infark akut.

Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak aterosklerosis dengan

diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.5

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit

jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok

iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan

suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor

serta saling terkait.6

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh

karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot

jantung (Fenton, 2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang

kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan

luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah

kolateral.7

Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih

dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi

(EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20

menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG

yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan

inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein

intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi

sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.8

11

Page 12: NSTEMI baru

B. ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

1. Definisi

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan sebagian

dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris

tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.9

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri

koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).

Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena

dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan

kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. 10

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat

biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara

cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor

seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.11

Oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang

pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan

miokard yang terjadi bergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran

darah, ada atau tidaknya kolateral dan luas wilayah miokard yang

diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.12

2. Diagnosis

a. Anamnesis

Pasien yang dating dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan

anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau

dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dadanya berasal dari jantung perlu

dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu

dianamnesis pula apakah ada riwayat infark mokard sebelumnya serta

factor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia,

merokok stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.9

12

Page 13: NSTEMI baru

Pada hampir setengah kasus, terdapat factor pencetus sebelum

terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit

medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau

malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam

setelah bangun tidur.9

b. Nyeri dada

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien

SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari

sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu

mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada

lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan

pasien SKA.9

Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :

1) Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial

2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda

berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

3) Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/

interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.

4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah

makan

6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,

dan lemas.10

c. Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam

menentukan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi ST

dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi

reperfusi. Jika EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tapi pasien tetap

simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan

interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinu

harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen

13

Page 14: NSTEMI baru

ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil

untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.13

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal STEMI mengalami

evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis

sebagai infark miokard gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi

infark miokard non-gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total,

obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya

tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami

angina tidak stabil atau non-STEMI.13

d. Laboratorium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang

dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific

troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus

digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai

kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti

peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,

terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung

pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal

menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).

1) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4

hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat

meningkatkan CKMB

2) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2

jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan

cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I

setelah 5-10 hari

3) Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic

dehidrogenase (LDH), reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard

adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam

14

Page 15: NSTEMI baru

setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat

mencapai 12.000-15.000/uL.10

3. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat,

menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi

yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet,

pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.14

Penanganan kegawat daruratan.

a. Tatalaksana awal:

Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner,

pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen 4L/

menit (saturasi dipertahankan > 90%), Nitrat diberikan 5mg SL (dapat

diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri, Aspirin 160mg (dikunyah), Morfin

iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.13

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda

reperfusi).

1) Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

2) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.

3) Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).

4) Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.

Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB

maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48

jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 – 70s.

Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH

dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia <

75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-

laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).13

4. Komplikasi

1. Disfungsi ventrikuler

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam

bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan

15

Page 16: NSTEMI baru

non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan umumnya

mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan

bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri

mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al;

slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan

dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen

noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi

zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi

dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark

pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik

yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.

Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan

terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi

ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE

harus diberikan.9

2. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama

kematian dirumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia

mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan

mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis

yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3

dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering jumpai kongersi paru.9

5. Prognosis

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut

Klas Definisi Mortalitas (%)

I

II

III

IV

Tak ada gagal jantung kongestif

+ S3 dan/atau ronki basah

Edema paru

Syok kardiogenik

6

17

30-40

60-80

16

Page 17: NSTEMI baru

Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana; S3

gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.9

Tabel 2. Klasifikasi forrester untuk Infark Miokard Akut

Klas Indeks Kardiak

(L/min/m2)

PCWP (mmHg) Mortalitas (%)

I

II

III

IV

>2,2

>2,2

<2,2

<2,2

<18

>18

<18

>18

3

9

23

51

Klasifikasi forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung

dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).9

Tabel 3. Risk score untuk Infark Miokard dengan Elevasi STEMI

Factor resiko (Bobot) Skor

resiko/mortalitas

30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin)

Usia >75 tahun (3 poin)

Diabetes mellitus/ hipertensi atau angina (1 poin)

Tekanan darah sistolik <100 mmHg (3 poin)

Frekuensi jantung >100 mmHg (2 poin)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)

Berat <67 kg (1 poin)

Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin)

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin)

Skor resiko = total poin (0-14)

0 (0,8)

1 (1,6)

2 (2,2)

3 (4,4)

4 (7,3)

5 (12,4)

6 (16,1)

7 (23,4)

8 (26,8)

>8 (35,9)

TIMI Risk score adalah system prosnostik paling akhir yang

menggabungkan anamnesis sederhana dan pemeriksaaan fisis yang dinilai

pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik.9

17

Page 18: NSTEMI baru

C. Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction

(NSTEMI)

1. Definisi

Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard akut tanpa

elevasi ST (NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan

kemiripan patofisiologi dan gejala klinis sehingga pada prinsipnya

penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan

jika pasien dengan manifestasi klinis UAP menunjukkan bukti adanya

nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.15

Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard

yang lebih disukai karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional

seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal

troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2

minggu.15

Menurut pedoman American College of Cardiology (ACC) dan

American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark

tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul

cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,

sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis

angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada

kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG

untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar

atau adannya gelombang T yang negatif.12

2. Etiologi

Ustable Angina Pektoris (UAP) / Non ST Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh adanya aterioklerosis, spasme

arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta Insufisiensi.16

Patofisiologi lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya angina

pektoris tidak stabil :

18

Page 19: NSTEMI baru

a. Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting penyebab

angina pektoris tidak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau

total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan

yang minimal. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung

banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang

tidak stabil terdiri dari inti banyak mengandung lemak dan adanya

infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang

berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan

lemak. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus

menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi

segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya

menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angin tak stabil.

b. Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar

terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu

disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,

makrofag dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam

pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan

sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi

faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah,

faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade

reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet

dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang

lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukkan trombus. Faktor sistemik

dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan

koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada

angina tak stabil.

19

Page 20: NSTEMI baru

c. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina

tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif

yang diproduksi oleh platelet berperan pada perubahan dalam tonus

pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir

seperti pada angina prinzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil,

dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

d. Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

poliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan

endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot

polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan

keluhan iskemia.

e. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi

sistemik.16

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan

Complication) Pada Plak Aterosklerosis.16

3. Patofisiologi

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada

ketidakadekuatan suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan

20

Page 21: NSTEMI baru

karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner

(arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab

arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang

bertanggung jawab atas perkembangan arteriosklerosis. Pada saat beban

kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat.

Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri

koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke

otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau

menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon

terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia

(kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya endotel yang cedera

mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat oksid) yang berfungsi untuk

menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini

dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner

yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard

berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang

begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75%

serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan

berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai menggunakan

glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses

pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya

asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan

nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-

sel jantung berkurang, suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot

kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini

tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam

laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris

adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat.17

4. Klasifikasi

21

Page 22: NSTEMI baru

Pada tahun 1989 Brauwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya

ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan

keadaan klinik.18

a. Berdasarkan angina :

1) Kelas I: angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah

beratnya nyeri dada

2) Kelas II: angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam I

bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam 48 jam terakhir

3) Kelas III: adanya serangan angina waktu istirajat dan terjadinya secara

akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.18

b. Keadaan klinis:

1) Kelas A: angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi

lain atau febris

2) Kelas B: angina tak stabil primer, tak ada faktor ekstrakasdiak

3) Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.18

c. Intensitas pengobatan:

1) tak ada pengobatan atau hanya mendapatkan pengobatan minimal

2) timbul keluhan walaupun telah mendapat terapi yang standar

3) masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan

yang maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis

kalsium.18

5. Diagnosis

a. Anamnesis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan

angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa

tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau

timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan

sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat

dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.19

b. Pemeriksaan Fisik

22

Page 23: NSTEMI baru

Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat

terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks.

Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap, atau meningkat pada

waktu serangan angina.20

c. Pemeriksaan Penunjang

1) EKG

EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG

istirahat normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun

sepeda ergometer. Tujuan dari stress test adalah:

a) menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak

b) menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada

pembuluh darah utama akan

c) memberi hasil positif kuat.20

Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen

ST, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen

ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan

gelombang T. perubahan EKG pada ATS berdifat sementara dan

masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan.

Perubahan tersebut imbul di saat serangan angina dan kembali ke

gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam

waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau

terjadi elevasi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.20

2) Enzim LDH, CPK, dan CK-MB

Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau

meningkat tetapi tidak melebihi 50% di atas normal. CK-MB

merupakan enzim yang paling sensitive untuk nekrosis otot miokard,

tetapi kadar dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan

pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untung

menyingkirkan adanya IMA.20

6. Skor Risiko TIMI

23

Page 24: NSTEMI baru

Skor resiko merupakan suatu metode untuk stratifikasi resiko, dan

angka faktor resiko. Insidens outcome yang buruk (kematian, (re) infark

miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari sekitar antara 5% dengan

skor resiko 0-1, sampai 41% dengan skor resiko 6-7.skor resiko ini berasal

dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi

pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya

skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif pada

terapi dengan LMWH versus UFH, dengan platelet GP IIb/IIIa receptor

blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus konservatif.16

Pada pasien untuk semua level skor resiko TIMI, penggunaan

clopidogrel menunjukkan penurunan outcome yang buruk relatif sama. Skor

resiko juga efektif dalam memprediksi outcome yang buruk pada pasien

setelah pulang.16

Tabel 4. Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI

- Usia > 65 tahun

- > 3 faktor risiko PJK

- Stenosis sebelumnya > 50%

- Deviasi ST

- > 2 kejadian angina < 24 jam

- Aspirin dalam 7 hari terakhir

- Peningkatan petanda jantung

Skor Resiko TIMI untuk UAP/NSTEMI.16

7. Penatalaksanaan

a. Tindakan Umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif

koroner, pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan

oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih

merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.21

b. Terapi Medika Mentosa

1) Obat anti-iskemia

24

Page 25: NSTEMI baru

a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan

arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload

sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen

(Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan

vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah

kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat

diberikan secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian

intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali maka dapat

diganti dengan per oral.

Preparat :

Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual

Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit

Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit

Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual

Isodil 5-10 mg tablet sublingual

Cedocard 5-10 mg tablet sublingual

b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium

melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi

miokardium. Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol,

metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta

antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.

c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan

menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis

kalsium :

- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat

dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit

dan efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)

- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki

survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom

koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang

berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada

25

Page 26: NSTEMI baru

golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan

faal jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem). 21

2) Obat anti-agregasi trombosit

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam

pengobatan angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST

segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti bermanfaat

seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.

a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat

mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun

non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak

stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur

hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80

sampai 325 mg/hari.

b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang

merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila

pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus

diperhatikan efek samping granulositopenia.

c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang

dapat menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari

tiklopidin . Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok,

infark dan kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300

mg/hari dan selanjutnya75 mg/hari.

d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa

Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah

ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP

IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan

fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada

saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :

- absiksimab suatu antibodi mooklonal

- eptifibatid suatu siklik heptapeptid

- tirofiban suatu nonpeptid mimetik

26

Page 27: NSTEMI baru

Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak

stabil maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama

pada kasus-kasus angina tak stabil. 21

3) Obat anti-trombin

a) Unfractionated Heparin

Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi

rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas

antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat

dengan heparin akan bekerja menghambat trombin dan dan faktor

Xa. Heparin juga mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel

yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga

diperlukan pemeriksaan trombosit untuk mendeteksi adanya

kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).

b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)

LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida

heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH

mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas

lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin,

nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian

LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan

secara subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan

laboratorium.

c) Direct Thrombin Inhibitors

Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan

karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah,

tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.

Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,

tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui

untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang

menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan

27

Page 28: NSTEMI baru

heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin

(HIT). 21

4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien

dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada

pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3

pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan

operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah

sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan

penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau

bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan

utama.17

Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal

coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat

menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik

didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam

arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah

berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter

digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan

arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat,

dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke

bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh

baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena

safena atau arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau

stent ke dalam arteri agar tatap terbuka kadang-kadang dilakukan

dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah pintas koroner

menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi

mortalitas jangka-panjang.17

c. Terapi Non Medika Mentosa

1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah

(penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat

28

Page 29: NSTEMI baru

(penurunan kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja

jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk

adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya

berbaring, meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi

peningkatan volume diastolik akhir, volume sekuncup dan curah

jantung.

2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

8. Pencegahan

a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain),

penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.21

b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi,

hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.22

c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui

mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.17

d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga

untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi

serangan jantung.21

9. Komplikasi

a. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi

akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon

letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel

miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan

oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP

secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.22

b. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering

didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah

jantung dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran

darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.21

c. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu

memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan

nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.

29

Page 30: NSTEMI baru

Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung

sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).

Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada

ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard. 21

10. Prognosis

Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan

cepat serta memberikan pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat

menghasilkan prognosis yang baik. Namun bila tidak dapat menimbulkan

kematian.

30

Page 31: NSTEMI baru

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan

keluhan sesak nafas sejak ± 1 minggu. Sesak nafas dirasakan tidak berkurang

dengan perubahan posisi dan pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri

dada yang menjalar kebagian leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti

ini sudah dirasakan sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui

sudah minum obat namun sakit tidak berkurang.

Pasien mengatakan bahwa sesak napas dan nyeri dada biasanya timbul saat

beraktivitas dan hilang saat beristirahat. Keluhan sesak napas dan nyeri dada tidak

disertai mual dan muntah.

Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales

(T1-12), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung

biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral

averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di

daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di

bagian perifer. Nyeri dada memiliki lokasi yang khas yaitu substernal atau

kadangkala diepigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat,

perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi

presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala khas

rasa tidak enak didada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala

tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri dilengan,

epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar

pada pasien-pasien yang berusia lebih dari 65 tahun.

Yang dimasukkan ke dalam angina tidak stabil, yaitu :

1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup

berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari

2. pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumya angina stabil,

lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya,

sedangkan faktor prespitasi makin ringan

31

Page 32: NSTEMI baru

3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Pada pemeriksaan penunjang EKG ditemukan QRS rate 97x/menit, Aksis

Normal, Gelombang P morfologi normal, durasi 0,12 detik, PR interval 0,2’’,

Kompleks QRS durasi 0,12’’, Q patologis II,III dan aVf, T inverted I, aVL, maka

pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis banding UAP/NSTEMI.

Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi

resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru

menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga

menunjukkan salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST

kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik

untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%

mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.

Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah pasien dengan

UAP/NSTEMI harus diterapi dengan regimen awal yang sama dengan STEMI

dengan satu pengecualian: tidak ada bukti keuntungan pemberian fibrinolitik.

Anti-iskemik dan analgetik

- Oksigen

- Nitrogliserin

- Morfin

- Penyekat beta

Anti-platelet

- Aspirin

- Clopidogrel

- GP IIb/IIIa inhibitor

Diberikan pada pasien dengan rencana PCI.

Anti-koagulan

Heparin : tiga keuntungan penggunaan low molecular weight (LMW) dibanding

unfractioned heparin (UFH):

- Insidensi trombositopenia yang lebih rendah

- Kemudahan untuk administrasi tanpa monitoring

32

Page 33: NSTEMI baru

- Derajat aktivasi platelet yang lebih sedikit

Sebelum terapi reperfusi, terapi awal yang diberikan adalah penghilang

nyeri (analgetik) injeksi Antalgin, selain itu diberikan juga isosorbid dinitrat

ISDN disini untuk vasodilatasi perifer, terutama pada vena, dengan bekerja pada

otot polos vascular yang mencakup pembentukan nitrat oksida. Ini penting untuk

menghilangkan nyeri dan menenangkan pasien karena bila pasien kesakitan dan

cemas maka akan terjadi takikardia yang dapat meningkatkan beban kerja jantung.

Terapi awal lain adalah pemberian Oksigen.

Enoxaparin digunakan untuk membatasi perluasan thrombosis koroner.

Enoxaparin diabsorbsi secara cepat setelah pemberian melalui subkutan dengan

ketersedian hayati mencapai 100%. Aktifitas plasma puncak tercapai antara 1-5

jam. Waktu paro eliminasi antara 4-5jam tetapi aktifitas Xa bertahan sampai 24

jam setelah pemberian dosis 40 mg, mempunyai aktivitas anti‐faktor Xa lebih

besar. Enoxaparin dimetabolisme di hati dan dieksresi dalam urin, sebagai obat

yang tidak berubah dan metabolitnya. Bila usia <75 thn dan kreatinin < 2,5

mg/dL maka diberikan bolus ntravena 30 mg dan dilanjukan 1 mg/kgBB per 12

jam. Bila usia di atas 75 thn dan CCT < 30 ml maka dosis bolus 0,75 mg/kgBB

dan dosis pemeliharaan diberikan satu kali sehari.

Antiplatelet untuk Mengurangi agregasi trombosit, adhesi platelet dan

pembentukan trombus melalui penekanan sintesis tromboksan A2 dalam

trombosit. Mengurangi risiko infark miokard pada stenocardia yang tidak stabil.

Obat ini efektif untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan pencegahan

sekunder infark miokard. Obat ini dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan

mengurangi plasma konsentrasi vitamin K dalam faktor-faktor koagulasi (II, VII,

IX, X).

33

Page 34: NSTEMI baru

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 71 tahun dengan keluhan dengan

keluhan sesak nafas sejak ± 1 minggu. Sesak nafas dirasakan tidak berkurang

dengan perubahan posisi dan pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri

dada yang menjalar kebagian leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti

ini sudah dirasakan sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui

sudah minum obat namun sakit tidak berkurang. Pada pemeriksaan fisik keadaan

umum baik compos mentis, pernapasan 36x/menit, tekanan darah palpasi 120/80,

Nadi 104x/menit.

Telah ditegakkan diagnosa atas pasien ini yaitu UAP/NSTEMI, pasien

diberikan terapi heparin dan antiangina untuk menghilangkan nyeri pada jantung

dan antiplatelet untuk memperbaiki perfusi O2 ke jantung dan tidak terjadi

pembentukan trombus pada pembuluh darah jantung. Setelah dilakukan perawatan

dan pengobatan padanya, keadaan pasien membaik dan diizinkan pulang.

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai dengan teori

penatalaksanaan UAP/NSTEMI.

34

Page 35: NSTEMI baru

DAFTAR PUSTAKA

1. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without ST

elevation : implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358: 1533-8

2. Patrono C, Renda G. Platelet activation and inhibition in unstable coronary

syndromes. Am J Cardiol 1997; 80(5A): 17E-20E

3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2011

Nov Available from URL :

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf

4. Boedi-Darmojo R, Epidemiology of atherosclerotic disease: Special focus on

cardiovascular disease. Dalam: Tanuwidjojo S, Rifqi S. Atherosklerosis from

theory to clinical practice, Naskah lengkap cardiology-update.Semarang:

Badan Penerbit Undip.2003.p.1-1

5. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of

Medical Students and Faculty.Edisi Keempat.Baltimore-Philadelpia.

Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 225-243.

6. Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the

management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial

infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart

Association Task Force on Practice Guidelines 50:e1. Diunduh dari:

www.acc.org/qualityandscience/ clinical/statements.htm (accessed September

18, 2007).

7. Irmalita, 1996. Infark Miokard. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo

Karo, S., Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakart.Gibler, WB.

Evaluation of chest pain in the emergency department. Ann Intern Med 1995;

123:315;.

8. Patel, N.R., Jackson. G., 1999. Serum markers in myocardial infarction. J

Clin Pathol. Diambil dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1. Di akses

Desember 20,2012

35

Page 36: NSTEMI baru

9. Alwi, I. 2006. Infark miokard akut dengan elevasi ST dalam Aru W.S.,

Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.

10. Antman, E.M., Braunwald, E., ST-Segment Elevation Myocardial Infarction.

In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L.,

Jameson, J. L., (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed.

USA. 2005. pp.1532-44

11. Brown, T.C., Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,

L.M., (ed.) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC.

Jakarta. 2006. Hal : 580-587

12. Barriento, Aida Sua´rez; Romero, Pedro Lo´pez; Vivas, David and et al.

Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011.

Accessed 9 Nov 2011. Avalaibale form:

http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011-

CircadianVariations.pdf

13. Chou, T., Electrocardiography in Clinical Practice Adult and Pediatric:

Myocardial Infarction, Myocardial Injury, and Myocardial Ischemia. 4th ed.

Pennsylvania: W. B. Saunders Company. 1996.

14. Irmalita, dkk. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen

ST. In: Irmalita, Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S.,,

(ed). Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh

Darah Harapan Kita Edisi 3.2009; 12-16

15. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA

Guidelines for The Management of Patients with ST Elevation Myocardial

Infarction. Cardiac Cath Conference

16. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST

dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.

17. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.

36

Page 37: NSTEMI baru

18. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S.,

Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.

19. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised

Circulation, 2000. Accssed 9 Nov 2011. Avalaible from:

www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm

20. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC

Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov

2011. Avalaible form: http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-

guidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx

21. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna

Publishing;2009.hal.1728-34.

22. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC;2000.

37