Upload
hadiep
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Nomor :
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RDPU KOMITE III DPD RI DENGAN NARASUMBER
MASA SIDANG IV TAHUN SIDANG 2015-2016
I. KETERANGAN
1. Hari : Senin
2. Tanggal : 18 April 2016
3. Waktu : 13.56 WIB – Selesai
4. Tempat : R.Sidang 2 C
5. Pimpinan Rapat :
Pimpinan Rapat
1. Drs. Hardi Selamat Hood (Ketua Komite III)
2. Fahira Idris, SE (Wakil Ketua Komite III)
3. Ir. Abraham Liyanto (Wakil Ketua Komite III)
6. Acara : Permasalahan Sistem Pembukuan di Indonesia dengan
menghadirkan :
1. Dra. Opong Sumiati, M.Si. (Pustakawan)
2. Aris Hilman Nugraha (Penerbit)
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 1
II. JALANNYA RAPAT :
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Bismillahirrohmanirrohim.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat sore.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Bapak, Ibu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Bapak Aris
Hilman Nugraha dan Ibu Opong Sumiati yang berbahagia.
Pertama dan utama mari kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan kita untuk silaturahim pada petang ini, sore ini. Yang kedua, kita berharap pada
sore hari ini juga kita dapat berdiskusi bersama terhadap persoalan-persoalan yang kita
anggap saat ini menjadi penting bagi berkenaan dengan permasalahan sistem perbukuan di
Indonesia. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran Bapak Aris
Hilman Nugraha dan Bapak Opong Sumiati kalau asal usulnya kayaknya dua-dua orang
Sunda ya. Ibu ya, Ibu Opong oh salah. Dua-duanya orang Sunda ya. Saya lama disana tapi
tidak bisa berbahasa Sunda.
Bersama Ibu Opong dan Pak Aris hari ini adalah tim kecil dari Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia yang kami diberikan tugas untuk memberikan telaah terhadap
Rancangan Undang-Undang yang masuk ke kami di Komite III tentang sistem perbukuan.
Jadi Undang-Undang ini adalah Undang-Undang yang kami terima berdasarkan dari Dewan
Perwakilan Rakyat jadi bukan kami pada posisi pengusul. Nah dalam kebiasaan di dalam tata
kerja antara DPD dan DPR kami diberikan kesempatan untuk memberikan pandangan
pendapat terhadap Rancangan Undang-Undang tersebut sebab itulah kehadiran Ibu Opong
Sumiati dan Bapak Aris Hilman menjadi sangat penting pada sore hari ini karena kami
berharap kami mendapat pencerahan dari bapak/ibu sekalian sekaligus akhirnya kami dapat
juga menyusun pandangan dan pendapat yang tentu saja sumbernya nanti adalah dari Bapak
Haris dan Ibu Opong. Lalu yang menjadi, Bapak Haris dan Ibu Opong ketahui bahwa
dihadapan bapak/ibu sekalian kami adalah Komite III yang salah satu tugasnya adalah
sebenarnya di bidang perpustakaan. Jadi di bidang perpustakaan sebab itulah kami rasa erat
kaitannya dengan Ibu Opong sebagai kepala pusat pengembangan pustakawan dan Bapak
Haris Hilman Nugraha yang mempunyai pengalaman sebagai salah satu penerbit yang saya
kira juga berkaitan dengan persoalan perbukuan. Tim kecil ini sengaja dibentuk karena kami
di Komite III ini hanya berjumlah 33 orang namun demikian 2 dari anggota satu pimpinan
dan satu meninggal dunia pada bulan lalu sehingga posisi kami pada 32 orang dan kami
membagi tim menjadi saat ini ada yang sedang melakukan pengawasan tenaga kerja
Indonesia karena berkaitan dengan tenaga kerja dan nanti ada tim yang berkaitan dengan
kebudayaan karena bersamaan dengan ini kami juga mendapat limpahan dari Dewan
Perwakilan Rakyat terhadap rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Oleh karena itu
izinkanlah kami memperkenalkan sahabat kami pertama adalah Utadz Abdurrahman dari
Gorontalo, sebelah kanan dan Ibu Maria Goreti ini dari Kalimantan Barat. Kalau soal
pengalaman di parlemen Ibu Maria ini ranking satu karena dia 3 kali berturut turut jadi
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.56 WIB
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 2
hatrick dia saya sudah 2 kali dan Pak Abdurrahman pada saat ini. Nah Ibu Opong dan Bapak
Haris oleh karena itu kami sangat berharap ibu dan bapak dapat menyampaikan beberapa
pokok-pokok pemikiran yang kiranya pokok-pokok pemikiran itu terkait pada sistem
perbukuan dalam Rancangan Undang-Undang sehingga pada poin-poin mana yang kiranya
menjadi titik perhatian kita untuk diberikan penekanan atau penguatan atau mungkin ada
yang harus dihapuskan atau dihilangkan akan menjadikan masukan buat kami dan Insya
Allah pandangan pendapat itu akan kami lanjutkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
Bapak/Ibu jam sudah menunjukkan pukul 14.37 WIB kita berharap dalam waktu 60
menit kita dapat bersidang pada lakukan rapat pertemuan pada saat ini. Oleh karena itu
masing-masing kami persilakan sekitar 15 sampai 20 menit untuk menyampaikan beberapa
pemikirannya terhadap sistem perbukuan setelah itu kita akan diskusi dan selanjutnya kita
Insya Allah paling lambat mungkin pukul 16.00 WIB atau sebelum itu kita sudah dapat
mengakhiri pertemuan ini. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih dan izinkanlah saya
membacakan biodata untuk diketahui oleh yang terhormat Bapak Abdurrahman dan Ibu
Maria bahwa di depan kita adalah Ibu Opong Sumiati, Kepala Pusat Pengembangan
Pustakawan Perpustakaan Nasional Indonesia, lahir di Cianjur karena perempuan saya tidak
bacakan tanggal lahirnya. Wah, rumahnya dekat rumah saya ini, Salemba Raya Nomor 28A
Jakarta Pusat. Kemudian nomor Handphone di 081611311091, S2 di Ilmu Perpustakaan.
Kemudian Bapak Haris Hilman Nugraha, Direktur Republika Penerbit di PT. Pustaka Abdi
Bangsa lahir di Bandung karena laki-laki boleh dibacakan tanggal lahirnya 28 Mei Tahun
1968, di Warung Buncit di Jakarta Selatan di 0811189568 kemudian aktif di PPWI dan
pernah menjadi Wapemred Republika dan saat ini di Direktur Operasional PT. Republika
Media Mandiri. Terima kasih sekali lagi Bapak Haris dan Ibu Opong. Oleh karena itu apakah
Ladys First atau mau ibu dulu atau bapak dulu yang tidak boleh serentak karena kalau
serentak ini. Ya silakan ibu Opong Sumiati dipersilakan.
PEMBICARA : OPONG SUMIATI (KEPALA PUSAT PENGEMBANGAN
PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN NASIONAL INDONESIA)
Bismillahirohmanirrohim.
Yang terhormat Bapak Ketua Dewan dan ibu/bapak anggota, Bapak Hardi ya, Bapak
Hardi kemudian Ibu Maria dan Pak Abdurrahman.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat siang, terima kasih.
Syukur Alhamdulillah, saya panjatkan kehadirat Allah SWT dapat berjumpa dengan
bapak, ibu di ruangan ini dan selanjutnya terima kasih sebesar besarnya atas undangan yang
saya peroleh dari Bapak Sekretaris Jenderal. Dalam hal ini hari ini diminta untuk posisi saya
sebagai seorang pustakawan melihat RUU Sistem Pembukuan. Baik, saya sampaikan materi
paparan ya mungkin itu bahwa saya tidak akan bacakan semuanya bapak, hanya mungkin
kalau bapak, ibu ingin banyak tahu latar belakang atau siapa sih atau apa sih perpustakaan
yang saya geluti saat ini apa hubungannya dengan buku mungkin saya akan coba baca
sepintas ya bapak/ibu.
Baik, saya awali dengan peraturan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan dengan perpustakaan, ke pustakawanan dan saya kaitkan juga dengan ini nantinya
dengan Undang-Undang sistem perbukuan. Banyak sebenarnya peraturan perundangan yang
terkait akan tetapi ini yang lebih dekat dan utama yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1990 tentang serah simpan, karya cetak dan karya rekam. Ini di ada PP nya yaitu ada 2, tahun
1991 dan 1999. Ini sangat terkait saya pikir dengan sistem pembukuan ini karena mau tidak
mau penerbit harus menyerahkan, punya kewajiban untuk menyerahkan terbitannya setiap
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 3
judul itu dua eksemplar. Nanti kita coba lihat. Baik, selanjutnya selain Undang-Undang
Nomor 4 ada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 ini masih baru dan PP nya adalah
masih tahun masih baru sekali yaitu tahun 2014. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 ini
yaitu tentang perpustakaan mudah-mudahan ini menjadi acuan juga untuk ada Undang-
Undang nomor 43 tahun 2007. Selanjutnya untuk karena di lingkungan perpustakaan
terutama perpustakaan di instansi pemerintah ada jabatan fungsional pustakawan ya. Bapak
Ibu. Nah ini yang menjadi kitab sucinya atau aturannya adalah Permenpan. Permenpan
Peraturan Menpan RB Nomor 9 yang ini yang terakhir tahun 2014 tentang jabatan fungsional
perpustakawan dan angka kreditnya, di sini diatur tentang perolehan angka kredit bagi para
pejabat fungsional pustakawan. Baik, ini adalah PP Perber-nya, peraturan bersamanya yaitu
tahun yang sama 2014 juga yang ditandatangani oleh Perpusnas dan Kepala BKN. Itu yang
peraturan perundang-undangan yang utama. Sepintas juga ini pengertian bapak-ibu, mungkin
ini hanya agar bapak-ibu melihat, apa keterkaitannya dengan RUU sistem perbukuan ini
pengertian dari perpustakaan ini ada dalam Undang-Undang 43 adalah institusi pengelola
koleksi karya cetak, karya tulis, karya cetak dan atau karya rekam secara profesional dengan
sistem yang baku, guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi
para pusatakawan. Otomatis yang di yang diurus atau dikelola adalah koleksi diantaranya
adalah buku bentuknya tertulis tercetak atau terekam. Mungkin nanti bisa apakah ini bisa
diacu dengan istilah-istilah ini yang berasal dari Undang-Undang 43. Selanjutnya siapa
pustakawan? Yaitu orangnya, yang mengelola, yang melaksanakan pengelolaan pelayanan
perpustakaan ini terserah mau di swasta atau di negeri sama tetapi untuk PNS yang saya
sampaikan tadi jabatan fungsional pustakawan ini sama, mengelola yang objek yang sama
yaitu koleksi akan tetapi kerjanya di lingkungan PNS pemerintahan. Apa itu kepustakawanan
adalah saya ulangi, pengelolaan perpustakaan, pelayanan perpustakaan dan pengembangan
sistem pustakawanan. Nah ini koleksi perpustakaan itu apa, semua informasi dalam bentuk
ada karya tuis karya cetak dan atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan. Jadi yang masuk ke perpustakaan adalah yang dihimpun oleh perpustakaan
adalah yang memiliki nilai pendidikan. Baik, perpustakaan nasional memiliki kewajiban
untuk mengoleksi koleksi nasional yaitu yang terbitan baik dari dalam negeri maupun dari
luar negeri tentang Indonesia. Baik, fungsi perpustakaan sebagai wahana pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan
keberdayaan keberdayaan bangsa. Saya lihat dari RUU ini juga ending-nya atau tujuan
akhirnya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga kami yakin perpustakaan
RUU ini satu visi, satu nafas. Tujuan perpustakaan, saya lewat. Nah ini minimal, syarat
minimal pembentukan perpustakaan otomatis harus ada koleksi perusakan, koleksi
perpustakaan itu diantaranya adalah buku. Tanpa buku baik itu secara fisik atau nantinya
digital bukanlah perpustakaan. Jadi buku adalah aset utama atau modal dasar sebuah
perpustakaan otomatis kami inginkan bahwa disini juga ada instansi perpustakaannya yang
yang disebut karena saya lihat di dalam ini perpustakaan tidak ada disebutkan di dalam sini
padahal mungkin ini sangat erat kaitannya ya. Baik ini dan saya kemukakan tentang sekolah
karena saya lihat ada istilah yang berbeda antara yang di RUU dengan di Undang-Undang
Perpustakaan. Perpustakaan sekolah wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang
ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah
yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik. Kemudian
mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan nanti bisa
bisa dilihat dari matriks apa hubungannya dengan perpustakaan sekolah. Kemudian
perguruan tinggipun demikian harus memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah
exemplarnya yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Kami yakin tujuan utama dari bapak/ibu disini juga untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga dan yang digaet atau yang digandeng adalah
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 4
selain perpustakaan sebagai wahana untuk pendidikan seumur hidup atau sepanjang hayat
juga pendidikan tinggi dan sekolah. Ini terkait dengan perpustakaan nasional terutama
memiliki kewajiban untuk mendorong terbentuknya budaya membaca atau gemar kegemaran
membaca. Ini dapat bapak/ibu lihat, pemberdayaan kegemaran membaca pada keluarga
difasilitasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah melalui buku murah. Jadi diharapkan
buku yang nanti diterbitkan itu murah tapi berkualitas karena memang terutama untuk
perpustakaan diharapkan buku itu semurah-murah mungkin. Kemudian disatuan pendidikan
dengan mengembangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai proses pembelajaran dan
pada masyarakat dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempat-tempat umum
yang mudah dijangkau dan murah dan bermutu kemudian mendorong tumbuhnya taman
bacaan masyarakat dan rumah baca pemerintah dan pemerintah daerah mendorong
pembudayaan kepada membaca dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah di sini di
ulangi lagi murah tapi bermutu, murah dan berkualitas ini diharapkan dari pihak
perpustakaan. Baik, gerakan buku murah, buku penerjemahan, penerbitan buku berkualitas
dan ini sangat akan membantu mendorong terciptanya budaya gemar membaca masyarakat.
Nah ini saya baca juga ada ternyata tidak semua boleh masuk sebenarnya ke perpustakaan
untuk terbitan-terbitan yang dilarang. Ini masih berlaku itu barang-barang cetakan yang
isinya dapat mengganggu ketertiban umum khusus mengenai buletin, surat kabar harian,
majalah dan penerbitan berkala akan tetapi untuk kepentingan penelitian dan pengembangan
keilmuan bahan perpustakaan yang dilarang oleh dan Undang-Undang yang perundang-
undangan disimpan sebagai koleksi khusus ini dilayangkan kepada pemustaka yang khusus
yang mengadakan penelitian dan sebagainya, tidak sembarang, tidak dibuka secara umum.
Nah tadi terkait dari Undang-Undang 43 tentang Perpustakaan sekarang yang terkait dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 yaitu tentang simpan karya rekam, karya cetak adalah
saya lihat dari menimbang cukup bagus ini bahwa Undang-Undang 1945 mengamanatkan
upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional bahwa
karya cetak dan karya rekam merupakan salah satu hasil budaya bangsa yang sangat penting
dalam menunjukkan pembangunan nasional pada umumnya khususnya pengembangan
pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan penyebaran
informasi serta pelestarian kekayaan budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila bahwa
dalam rangka pemanfaatan hasil budaya bangsa tersebut karya cetak dan karya rekam perlu
dihimpun, disimpan, dipelihara dan dilestarikan di suatu tempat tertentu sebagai koleksi
nasional dalam hal ini di perusahaan nasional dan di perpustakaan Provinsi bagi penerbit di
provinsi ada perpustakaan provinsi akan tetapi tetap perpustakaan nasional mengirim Baik,
itu ini tujuannya mulia sekali untuk dilestarikan hasil karya budaya bangsa. Baik ini saya
belum lihat di dalam ini tentang terkait dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 ini ini
pengertian karya cetak itu apa, saya lewat, penerbit juga nanti kita lihat lagi. Nah ini yang
perlu diketahui oleh setiap penerbit adalah ini setiap penerbit yang berada di wilayah Negara
Republik Indonesia wajib menyerahkan 2 buah cetakan dari setiap judul, bukan setiap judul
itu 2 eksemplar karya cetak yang dihasilkan kepada perpustakaan nasional dan sebuah
kepada perpustakaan daerah di ibukota provinsi yang bersangkutan nah selambat-
selambatnya 3 bulan setelah terbitan nah ini belum semua penerbit melakukan ini. Mungkin
dengan adanya ditempel di sini tolong bapak/ibu agar diketahui dijadikan kewajiban bersama
untuk bangsa Indonesia ya bukan untuk perpustakaan nasional tapi untuk generasi berikutnya
Insya Allah di perpustakaan nasional atau perpustakaan umum provinsi dilestarikan dengan
sebaik-baiknya karena ini amanat rakyat atau amanat dari bangsa, hasil karya. Baik,
kemudian selain penerbit juga setiap orang yang memasukkan karya cetak dan atau karya
rekam mengenai Indonesia di luar negeri lebih dari 10 buah setiap judulnya, jadi bukan
eksemplar, judulnya macam-macam tapi satu judul eksemplarnya minimal 10, tidak dibalik
jumlah judulnya dengan maksud untuk diperdagangkan wajib menyerahkan sebuah setiap
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 5
jadi satu setiap judulnya kepada Perusahaan Nasional selambat-lambatnya satu bulan setelah
diterima oleh yang bersangkutan, ini belum berjalan berjalan dengan baik. Kemudian setiap
orang yang memasukan karya cetak dan atau karya rekam mengenai Indonesia dari luar
negeri kurang dari 10 buah setiap judul tetapi dalam jangka 2 tahun memasukkan lagi karya
yang sama sehingga jumlahnya menjadi 10 buah maka berlaku ketentuan di atas. Jadi tetap
harus. Nah ini setiap penerbit dan pengusaha rekaman wajib menyerahkan daftar judul
terbitan atau rekamannya kepada perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah di provinsi
yang bersangkutan sekali di setiap 6 bulan, setiap 6 bulan sekali apa yang diterbitkannya
masih. Jadi daftarnya saja dalam hal karya rekam yang berupa karya ini kalau tidak salah
tidak memungkinkan tidak harus di Perusahaan Nasional tapi di badan lain yang ditunjuk. Ini
rangkaian kegiatan di Perusahaan Nasional, perpustakaan apapun itu perpustakaan nasional
perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perusahaan
khusus selalu melakukan ini yaitu pengadaan, pengolahan, pelayanan, perawatan akan tetapi
untuk perusahaan nasional dan perpustakaan umum provinsi ditambah dengan deposit
dengan fungsi deposit menyimpan karya tulis, karya rekam titipan dari para penerbit.
Ini tahapan yang terkait dengan pengadaan mulai harus ada kebijakan, kebijakan ini
nanti dilihat ditentukan kualitas fisik, kualitas isi ini untuk para selektor, para pustakawan
yang menyeleksi buku akan memperhatikan hal-hal tersebut dan kreatibilitas pengarang dan
penerbit tentunya juga harga menjadi pertimbangan dengan kualitas yang bagus harganya
lebih rendah akan diambil yang lebih rendah. Baik seleksi, kemudian tahapan seleksi yaitu
diperlukan ada alat seleksi disini terutama yang banyak dipakai oleh perpustakaan-
perpustakaan ya selain perusahaan nasional itu adalah daftar terbitan, daftar terbitan dari para
penerbit atau daftar katalog para toko buku ini dipakai ketika seleksi bahan perpustakaan atau
buku dan disusun, disedarata atau bibliografi yang akan diadakan dan pengadaan pun bisa
langsung membeli ke toko buku atau melalui penerbit lelang pihak ketiga dan diadakan
registrasi, pencatatan dan penandaan kepemilikan. Nah untuk tahap pengolahan ini saya garis
besarnya sebenarnya banyak ya yang tahapannya tapi yang mungkin bapak/ibu sedikit
banyak tahu istilah kata registrasi ya, ada klasifikasi, ada sub klasifikasi apa untuk ada 00 dan
sebagainya kan perpustakaan ada nomor-nomor ya, baik dan elemen yang ada dalam katalog
itu harus ada pengarang, judul, penerbit, kolasi atau keterangan fisik, seri, catatan, ISBN iya
baik. Kemudian materi perpustakaan mulai dari buku sampai sumber daya berkelanjutan atau
di sini adalah majalah yang secara periodik terbitnya. Baik. Nah ini bapak/ibu, mungkin yang
ini yang sebenarnya bapak/ibu tunggu setelah saya lihat, kami melihat bahwa di RUU ini
terutama Pasal 1, di Pasal 1 buku adalah ini adalah pengertian, dipengertian buku adalah
publikasi dalam bentuk cetakan dan atau digital terdiri dari lembaran-lembaran berupa teks
gambar, audio, dan video atau gabungan dari semuanya yang diterbitkan tidak berkala secara
nasional maupun internasional. Nah ini dari perspektif kepustakawan atau seorang
pustakawan atau yang berlaku di area perpustakaan ini saya lihat ada terdiri, biasanya terdiri
atas ya ini mungkin ini hanya kata saja. Namanya buku diklasifikasikan menjadi sebagai
namanya monograf dan buku itu kalau dilihat dari definisi, pengertian selalu harus terjilid
mungkin bisa dimasukkan yang terjilid dan kalau di perpustakaan yang namanya buku ini, ini
dari UNESCO harus sekurang-kurangnya 49, tapi kalau, sepertinya berat kalau ada halaman
dimasukkan tapi kalau di perpustakaan untuk yang pustakawan itu kalau menulis buku dapat
angka kredit, itu sekurang-kurangnya harus 49 itu dapat angka kredit sesuai dengan bobot
untuk menyusun buku, penulis buku. Kalau mau ditaruh di sini silakan tapi sepertinya berat
karena ada yang, mungkin ada beberapa halaman tapi tetap disebut buku akan tetapi buku itu
harus terjilid. Baik.
Kemudian penerbit. Di RUU Pasal 1, penerbit itu adalah lembaga pemerintah atau
lembaga swasta yang menyelenggarakan, maaf salah ketik, kegiatan pencetakan. Kalau ini
bapak/ibu bisa ambil, penerbit adalah setiap orang, persekutuan badan hukum baik milik
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 6
negara maupun swasta yang menerbitkan karya cetak. Ini dari Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1990. Kemudian di RUU sistem pembukuan juga ini saya lihat ada azas dari
penyelenggaraan sistem pembukuan akan lebih, mungkin kami lihat akan lebih luwes apabila
kebangsaannya di atas, ini hanya urutan, dikelompokkan mana yang mendekati karena akan
lebih alurnya enak begitu. Kemudian mungkin bapak/ibu bisa melihat juga azas di
perpustakaan apabila memungkinkan silakan dilihat adanya pembelajaran sepanjang hayat
demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran itu dan kemitraan, itu adalah
azas yang untuk perpustakaan, yang dipakai di perpustakaan. Nah untuk sistem pembukuan
di RUU bentuk buku ini terdiri atas cetak dan digital kalau di dunia perpustakaan kami
mengenal ada karya tulis, karya cetak, karya rekam ini ada di Undang-Undang 43 maupun di
Undang-Undang Nomor 4 ya baik tapi untuk karya tulis, karya cetak ini tidak fokus untuk
perpustakaan, untuk buku akan tetapi untuk seluruh koleksi perpustakaan baik majalah ini
masuk kesini. Baik.
Kemudian ini adalah pengklasifikasian pembagian kategori untuk RUU ada jenis
buku itu terdiri dari buku umum dan buku pendidikan. Kami juga paham ini yang
menyusunnya mungkin sebagian besar dari Diknas sehingga pendidikan muncul akan tetapi
yang kami kenal di dunia kepustakawanan adalah diklasifikasikan berdasarkan informasinya
atau kandungan informasinya itu adalah fiksi, non fiksi dan referensi. Nah di fiksi ini
kemudian saya ingat lagi di ayat (2)-nya buku umum itu yang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di RUU Perbukuan ada buku pengetahuan, buku agama, buku cerita fiksi dan non
fiksi bersumber ,buku pengetahuan praktis dan buku hiburan. Kami pikir ini sedikit tumpang
tindih ya tapi ya ini nanti kami serahkan lagi kepada bapak/ibu. Berarti ini maksudnya adalah
non fiksi dan fiksi itu bisa referensi juga dan kalau di perpustakaan, non fiksi itu
dikelompokkan menjadi yang 10, 00900 begitu ya itu persubyek. Kemudian buku pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi teks buku pengayaan, buku referensi dan buku
panduan pendidikan ini saya tambahkan tadi, mohon bapak/ibu tempat bapak/ibu mungkin
akan berbeda saya tambahkan karena saya mau lihat ada di PP bahwa ternyata ada istilah
buku wajib untuk mata kuliah sehingga yang pendidikan itu kan ini seolah-olah hanya untuk
SD sampai SLTA tapi perguruan tinggi itu apakah termasuk pendidikan atau bukan saya
kurang paham ya kalau memang itu pendidikan berarti ada istilah buku wajib mata kuliah
kalau di SD sampai SLTA mungkin ada buku teks pelajaran kalau di dua-duanya ada buku
referensi, buku lain yang mendukung atau pengayaan ini. Baik dan mungkin bapak/ibu
perhatikan untuk di perguruan tinggi itu yang mendukung pelaksanaan selain pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, ada bacaan wajib, bacaan pengayaan wawasan
keilmuwan yang terkait dengan mata kuliah yang disajikan.
Kemudian bagian kesembilan, percetakan atau usaha digitalisasi dan penerbitan ini
kalau di Undang-Undang 43 ya penerbit dan pengusaha rekaman istilahnya. Kemudian ini
kami mohon ya sebelum mencetak ini terkait dengan ini penerbit wajib mengajukan
permohonan, ini tidak ada di Undang-Undang 43 akan tetapi ini memang dilaksanakan di
perusahaan nasional. Permohonan kepada perusahaan nasional RI untuk dibuatkan katalog
dalam terbitan karena ini. Ini sebenarnya yang ada beberapa yang nakal penerbit itu membuat
sendiri katalognya ya, bukan dari produk perusahaan nasional tapi ditekankan mungkin
bapak/ibu bisa menyampaikan bahwa yang membuat KDT itu adalah perusahaan nasional
dan ISBN. Ini sekalian ini layanan kami adalah membuat KDT sekalian memberikan ISBN
pada buku untuk terbitan yang akan mau naik cetak ya. Baik. Kemudian dimohon juga
mungkin ada menyisipkan untuk mengingatkan kembali untuk mentaati para penerbit ini
mentaati Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang serah, simpan karya cetak dan karya
rekam yang menyerahkan 2 atau 1 eksemplar tadi, 1 eksemplar setiap judul. Kemudian yang
kedelapan yang kami tinjau adalah naskah buku meliputi karangan asli, terjemahan, saduran
dan ciptaan asli. Ini ternyata kalau di Undang-Undang 43 memungkinkan untuk terjemahan,
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 7
selain terjemahan juga ada alih aksara, ada alih suara dari suara ketulisan, ahli media atau
trans media. Baik, itu bisa saya sampaikan sebagai penutup menyimpulkan bahwa buku
merupakan modal dasar atau utama untuk mendirikan suatu perpustakaan. Isi RUU sistem
pembukuan sudah sudah kami baca secara format maupun isi komprehensif ya akan tetapi
mungkin ada yang masih belum menyangkut pada instansi kami. Kemudian Undang-Undang
sistem pembukuan mendorong mencapai tujuan tugas dan fungsi perpustakaan. Insya Allah
dengan ada Undang-Undang ini akan mendorong apalagi adanya Undang-Undang Nomor 4
Tahun ’90 dimasukkan akan akan mengayakan koleksi perpustakaan nasional atau
perpustakaan umum provinsi sehingga dapat tugas dan fungsi perpustakaan bisa kemudian
Undang-Undang sistem pembukuan dan perpustakaan memiliki tujuan yang sama tadi saya
sudah sampaikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baik, bapak/ibu yang saya hormati. Terima kasih atas perhatiannya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Terima kasih Ibu Opung Sumiati telah memberikan juga pemaparan kepada kita
sangat komprehensif. Untuk Ibu Opong dan Pak Aris kami juga ingin memperkenalkan
sahabat-sahabat kami yang baru hadir. Samping kanan saya ada Bapak Habib Hamid
Abdullah Kalimantan Selatan. Sebelah kiri saya ada Bapak Abdul Aziz, SH dari Sumatera
Selatan dan Bapak Mervin Sadipun Komber dari Papua Barat ya, Raja Ampat pak bu, nah ini
yang ini raja kelima dia yang datang. Bu Opong tamat dari mana Bu, S1 nya Unpad ya luar
biasa nih tidak banyak orang mau mengambil ilmu perpustakaan. Bapak Aris Hilman
Nugraha sekaligus kami persilakan kepada bapak yang mempunyai ini pengalaman sebagai
penerbit sekaligus pernah menjadi Wapemred Republika. Waktu tersedia juga sekitar 15
sampai 20 menit, silakan.
PEMBICARA : ARIS HILMAN NUGRAHA (PENERBIT)
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat sore. Salam sejahtera.
Sebelumnya kami saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan
untuk bisa hadir di sini dalam rapat dengar pendapat dan Komite III tentang sistem saya
ingin cerita sedikit kebetulan saya tidak membuatkan presentasi power point tetapi saya
menuliskannya. Tadinya saya pikir akan banyak orang disini ternyata hanya kami berdua.
Saya adik kelasnya Ibu Opong di Unpad tapi beda jurusan wajar Ibu Opong duluan. Saya
berangkat dari peristiwa tahun lalu bulan Oktober, Bapak-bapak dan Ibu-ibu ketika kita
menjadi tamu kehormatan pada Frankfurt Book Fair 2015 kebetulan saya juga hadir di sana
atas undangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu acara yang luar biasa besar
dan nama kita disebut dengan luar biasa di sana walaupun sebagian besar yang kita tampilkan
adalah budaya bukan sekedar perbukuan karena acara Frankfrut Book Fair memang sudah
menyangkut segala macam aspek kebudayaan mudah-mudahan ada Pak di tahun ini ya Pak
ya karena tiap bulan Oktober biasanya Frankfrut itu. Frankfrut Book Fair adalah pameran
buku terbesar di dunia seperti juga tahun lalu itu hadir sampai 100 negara, kemudian seperti
saya tulis ada 4.000 mata acara ada 7.100 exhibitor di sana, ada 270.000 pengunjung, dan
bukan semata-mata pengunjung pembeli tetapi terutama adalah penerbit-penerbit buku
perpustakaan juga pemerintahan yang hadir di sana, jadi 270.000 pengunjung yang sangat
terseleksi berkelas begitu. Itu peristiwa luar biasa dan Indonesia itu mendapatkan kesempatan
yang sangat langka, Asia Tenggara yang pertama negara menjadi tamu kehormatan di acara
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 8
tersebut sampai-sampai sejumlah negara kemudian iri pada Indonesia dan mereka bertanya-
tanya kenapa Indonesia menjadi tuan rumah karena nama Indonesia toh tidak terlalu dikenal
sebenarnya di dunia perbukuan internasional. Nah dengan liputan yang luar biasa ada ribuan
wartawan di situ dari puluhan, ratusan ribu pengunjung kemudian juga pengunjungnya
kelasnya memang kelas intelektual kemudian apa sih sebenarnya yang kita dapatkan dari
keikutsertaan kita di sana? Seharusnya dalam bayangan saya adalah kita bisa seperti Turki
kita bisa seperti Korea Selatan begitu setelah menjadi tamu kehormatan nama negara menjadi
melambung dan kemudian buku kita itu menjadi sasaran dari penerbit-penerbit asing untuk
terjemahkan ke dalam bahasa asing. Ini memang sudah kita mulai sejak 3 tahun sebelumnya
pemerintah menyeleksi sejumlah buku untuk dibiayai untuk diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dan bahasa Jerman itu adalah pintu begitu buku Indonesia sudah masuk dalam bahasa
Inggris maka bahasa-bahasa lain akan ikut tetapi kalau kita hanya berbuku berbahasa
Indonesia maka akan sulit bagi kita untuk diterjemahkan misalnya kedalam bahasa Latin,
maaf yang masih dipakai karena untuk ke Amerika Latin, ke Jepang, ke bahasa Spanyol dan
lain-lainnya tetapi begitu buku kita diterjemahkan masuk ke Frankfrut Book Fair maka
terbuka peluang ke seluruh negera untuk penerjemahan tetapi satu hal berbeda dengan Turki,
berbeda dengan Korea Selatan menurut saya Indonesia tidak cukup siap dari sudut dunia
perbukuan untuk menerima dampak dari kehadiran kita yang begitu luar biasa di Frankfurt
ini jadi yang saya bayangkan adalah kemudian orang-orang akan tertarik untuk datang ke
Indonesia dan menerjemahkan buku-buku Indonesia tetapi ternyata infrastruktur di kita tidak
memadai buku-buku kita ternyata belum bisa diterjemahkan ke dalam bahasa asing.
Yang pertama adalah disini yang saya sorot jumlah penerbit kita sangat sedikit hanya
1.400 penerbit, jumlah produksi buku kita juga sangat sedikit. Yang saya dapatkan ini data
dari IKAPI waktu itu yang saya dapatkan adalah setahun hanya 18.000 hingga buku 24.000
judul buku di Indonesia terbit dan itu kalau diperbandingkan dengan jumlah penduduk kita
250 juta maka hanya 72 buku per 100.000. Dengan perbandingan yang sama antara produk
buku dan jumlah penduduk maka angka Thailand adalah 156 artinya dua kali lipat dari
Indonesia, Jepang 531 artinya mungkin 8 kali lipat dari Indonesia. Minat baca, itu yang
terutama di Indonesia kita berada pada posisi ke-96 setara dengan Bahrain, Malta, dan
Suriname jadi sangat rendah. Sebagai negeri terbesar, Indonesia hanya punya tadi 1.217
penerbit dan mungkin berkurang dan hanya punya, sekitar 1.400 toko buku, turun tadinya
mencapai 5.000 toko buku. Jadi luar biasa penurunannya ini dan angka cetak biasanya kami
kalau mencetak itu satu edisi cetakan itu sekarang ini hanya 2.000-3.000 eksemplar saja
untuk satu judul. Angka ini turun dari rata-rata sebelumnya yang mencapai 4.000 hingga
5.000 cetakan pertama. Jadi kenapa karena memang daya serapnya rendah itu tadi ada
beberapa persoalan. Perhatian pemerintah terhadap dunia perbukuan juga rendah. Kalau
Alhamdulillah sebenarnya sejak tahun lalu beberapa tahun ini perhatian terutama dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah agak lebih baik tetapi buku bukan hanya
urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada Kementerian Agama juga disitu
karena pasar buku agama, juga ada mungkin buku yang terkait dengan pariwisata begitu, ada
buku-buku lain yang sifatnya spesifik baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
tahun lalu misalnya untuk acara di Indonesia namanya Indonesia Internasional Book Fair itu
memberikan subsidi ketika IKAPI mengadakan pameran di Jakarta Convention Centre.
biaya untuk berpameran di sana terlalu tinggi untuk bisa dijangkau oleh penerbit. Saya
sampaikan disitu ada definisi UMKM terutama karena ingin saya sampaikan bahwa sebagian
besar penerbit buku adalah usaha kecil dan menengah dengan jumlah karyawan mungkin
hanya belasan orang, mungkin dibawah 10 yang jelas di bawah 99 sehingga termasuk
kategori paling tidak perusahaan menengah, usaha menengah sehingga ketika harus
berpameran di JCC itu tidak mampu mereka karena biaya akan lebih tinggi daripada yang di
dapatkan. Pemerintah kemudian memberikan subsidi tetapi karena ada subsidi dari
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 9
pemerintah maka panitia tidak boleh memungut biaya masuk untuk pengunjung pameran.
Tahun ini juga semacam itu akan ada pameran JCC dan pemerintah kalau tidak salah sudah
bersedia untuk memberikan, Kemendikbud subsidi dari angka 1,9 juta rupiah permeter ini
bisa turun menjadi 1,4 pameran dan saya yakin itu tetap tidak akan cukup untuk peserta
pameran karena biaya yang keluar akan tetap lebih tinggi daripada hasil dari berpameran
tersebut sehingga ini hanya untuk kepentingan inikan branding dari penerbit bukan untuk
berjualan buku. Kalau pameran yang benar-benar berjualan buku baru di Indonesia baru ada
Islamic Book Fair Book Fair itu pengunjungnya sekitar 400 ribu orang lebih banyak daripada
Frankfrut Book Fair tetapi memang benar-benar retail berjualan dan di situ 400 pamerannya
pun di Istora dengan biaya sewa yang rendah. Jadi masih bisa berhitung berjualan buku
disitu. Karena berbeda dengan pameran yang lain kalau buku sudah berpameran itu jujur
kalau diskon 20% benar-benar itu diskon jadi tidak kalau jualan kendaraan dan lain-lain
mungkin tidak ada diskon tetap laku. Kalau buku sudah pasti kalau pameran dia akan
memberikan diskon 20 sampai 60 betul-betul dilakukan ini dan hitungannya benar-benar tipis
sekali. Republika misalnya pada Islamic kemarin itu kalau dihitung sebenarnya lebih banyak
keluar uangnya daripada mendapatkan uang tapi kita memang perlakukan itu akhirnya
sebagai branding saja. Nah jadi yang diperlukan adalah dukungan pemerintah yang kuat
terhadap kegiatan perbukuan tersebut yang antara lain berupa pameran buku. Nah
masalahnya adalah memang pandangan terhadap ibu itu seakan-akan agak terlalu
membesarkan kami. Maksudnya begini ah mereka kan pengusaha begitu. Kalau saya
diundang untuk Frankfrut misalnya untuk hadir disana kenapa penerbit itu harus undang kan
mereka berangkat sendiri dengan upaya bayar sendiri. Saya perlu ceritakan itu tidak betul ya,
tidak semua penerbit itu mampu untuk mengirimkan orang-orangnya yang dilakukan adalah
kami berpatungan ketika misalnya ada 5 orang yang di undang oleh pemerintah pada saat itu
dan mendapatkan semacam apa ya insentif perjalanan ke sana yang dilakukan adalah
memotong sebagian insentif ini sehingga yang bisa berangkat ke Frankfurt waktu itu saya
ingat sekali misalnya dari 10 orang 10 persen dipotong itu untuk mengajak teman penerbit
yang lain. Jadi seperti itulah sebenarnya kondisi penerbitan di Indonesia. Nah satu hal yang
disini menjadi sorotan kami adalah beban berganda berupa pajak. Beli kertas kami kena
pajak kemudian mencetak di percetakan kami kena pajak, penulis kami beri honor atau
royalti kena pajak, kemudian yang terutama adalah ketika buku itu dijual juga kena pajak.
Jadi pajak berganda itu saya sebutkan. Ini sudah IKAPI sudah perjuangkan sejak lama dan
memang belum lolos 100 persen. Saya kebetulan juga menjabat di koran di koran Republika
dan itu juga hal yang sama terjadi di koran kalau di Inggris begitu koran muncul pada abad
ke- 17 sudah langsung ada kampanye no tax on knowledge tidak boleh ada pajak sebenarnya
kalau untuk pengetahuan. Nah buku ini lebih tinggi kelasnya dari pada koran, kenapa? Kalau
koran kan masih mendapatkan dari iklan kalau buku kan tidak tetapi buku ternyata mendapat
perlakuan yang sama jadi pajak berganda. Ini sudah sudah kami sampaikan kepada Pak
Menteri Mendikbud dan beliau berjanji memang perlu waktu dan saya rasa juga momentum
karena ada Undang-Undang RUU Perbukuan yang juga bisa mengarah ke sana. Walaupun
sebenarnya ini bukan sesuatu yang sulit seharusnya karena pada tahun lalu di sini saya
sampaikan fotokopian Pak Presiden Jokowi mengeluarkan bailout untuk membebaskan PPN
untuk tontonan. Jadi kita bayangkan bahwa membeli buku harus bayar pajak tetapi untuk
penonton musik, penonton tari, pergelaran busana, binaraga, kontes kecantikan, pameran,
diskotek, karaoke, kelab malam, sirkus, akrobat, pacuan kuda, pertandingan olahraga,
macam-macam itu semuanya sudah bebas PPN sejak tahun lalu. Ini sudah keluar dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.158/PMK010/58 mulai tanggal 12 Agustus 2015. Jadi
bayangkan saja yang termasuk tontonan sudah dibebaskan dari pajak tanpa pengecualian dan
tanpa proses apapun. Buku masih harus melakukan proses tertentu untuk mendapatkan
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 10
pembebasan pajak. Jadi bisa mendapatkan kebebasan pajak tetapi prosesnya agak rumit
dibandingkan tontonan yang boleh dibilang tanpa ketentuan apapun.
Disini saya ingin bicara soal ekosistem dan iklim penerbitan. Ekosistem perbukuan
itu sering disebut-sebut oleh Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah bagaimana biar
kita negara ini masyarakatnya banyak membaca begitu, semua orang membaca dan itu
menurut beliau akan secara otomatis membuat buku jadi laku dan indutri penerbitan pun
akan tumbuh. Ada beberapa catatan tentang hal ini, yang pertama adalah begini ini terkait
juga dengan perpustakaan. Jadi kalau kita lihat mungkin di Jakarta kita tidak ada kesulitan
dalam mendapatkan buku jadi begitu ekosistem bukunya terbentuk masyarakat, suka
membaca, orang Jakarta tidak kesulitan untuk mendapatkan buku kalaupun tidak membeli
bisa datang ke perpustakaan-perpustakaan tetapi kita bayangkan mungkin di pelosok
perbatasan ini itu kesulitan, kenapa? Karena pada dasarnya juga misalnya TNI sudah
melakukan juga upaya-upaya di perbatasan untuk mendongkrak minat baca antara lain
dengan menggunakan buku-buku digital yang disediakan hanya IPAD, Android kemudian
penerbit memasok secara online sehingga bisa dijangkau di perbatasan, di pelosok tanpa
harus ada pengiriman lagi. Kalau dengan buku cetak kita bayangkan berapa biayanya dan
bukunya tidak bisa aktual karena pasti akan ada pengiriman berlanjut. Nah ini yang kita
bayangkan adalah bagaimana agar distribusi buku ini sampai ke seluruh wilayah Indonesia.
Di Jakarta juga kita dimudahkan dengan adanya pameran-pameran buku tetapi penerbit yang
sebagian besar berada di Jakarta dan Bandung itu kesulitan untuk misalnya mengadakan
pameran di daerah. Di Gorontalo misalnya itu Pak Gubernur nya meminta ada pameran
sebenarnya kita tidak keberatan tetapi untuk sampai ke sana perlu mengirim tentu perlu
ongkos kargo dan begitu buku tidak laku tidak mungkin kita tarik lagi kesini sehingga
biasanya yang berlaku adalah kerjasama dengan pemerintah setempat kalau tidak laku maka
diserap oleh pemerintah daerah untuk menjadi koleksi. Di Kalimantan juga sering bu
pameran diselenggarakan oleh pemerintah daerah begitu bukunya terserap maka, tidak terbeli
maka diserap oleh pemerintah. Namun itu juga sebenarnya bukan berarti ada keuntungan
karena begitu diserap oleh pemerintah itu pendekatan proyek kan lain lagi setidaknya diskon
buku 60 sampai 65 persen sebenarnya hanya untuk menghabiskan buku tetapi tidak ada lagi
margin disitu dan yang kurang beruntung itu nantinya antara lain adalah penulis, kenapa?
Karena itu pendekatannya proyek maka sesuai perjanjian royalti yang didapatkan adalah dari
net, harga nett bukan lagi dari cover price, beda kalau kita menjual buku ke toko buku royalti
adalah 10 persen rata-rata dari harga bukunya jadi dari harga gros bukan dari harga nett tapi
begitu masuk ke perpustakaan daerah itu menggunakan harga nett.
Ada beberapa hal yang juga perlu saya sampaikan saat ini kesulitan ada dua, yang
pertama tanpa maksud meyinggung toko buku. Sejumlah toko itu mengambil rabbat sangat
tinggi sampai 60 persen dari dari buku. Saya sebutkan komponen penerbitan buku, biaya
produksi itu rata-rata 20 sampai 25 persen. Jadi kalau kami menerbitkan buku biaya
produksinya katakanlah 20 ribu maka harga jual itu rata-rata adalah 80 ribu, tinggal kami
kalikan 4 jadi kira-kira biaya produksi itu adalah 25 persen. Royalti untuk penulis sampai
dengan 7 sampai dengan 13 %. Rabat atau untuk distributor atau toko buku itu 40 sampai 60
persen dan ada PPN 10% dari harga nett. Promosi, distribusi dan lain-lain 1 sampai dengan 5
persen. Dengan komposisi ini wajar kalau industri buku di Indonesia tidak bisa besar, akan
selalu kesulitan sehingga salah satu yang kita minta adalah pembebasan PPN tanpa
pengecualian. Kemudian yang kedua, tadi yang toko buku memang sangat besar, meminta
rabat. Yang kedua adalah soal pajak. Ada beberapa catatan kami terhadap pada Pasal 43 Ayat
(2) tentang pemerintah bertanggung jawab memfasilitasi kegiatan perbukuan. Itu adalah tadi
yang kegiatan perbukuan adalah pameran-pameran tersebut. Jadi yang kita perlukan adalah
dukungan pemerintah sehingga terjangkau semuanya. Yang terjadi adalah karena
ketidakjelasan juga dalam hal ini maka ada sebagian yang mengatakan ya tadi itu untuk apa
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 11
membantu industry mereka sudah punya uang sendiri. Yang kedua yang perlu disorot adalah
soal pembebasan PPN. Ini saya tadi, mohon maaf sebenarnya ada lampiran tapi saya lupa
sampaikan tentang Peraturan Menteri Keuangan pembebasan buku pelajaran umum, kitab
suci dan buku pelajaran agama dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Prosesnya adalah
seperti ini kami menerbitkan buku kalau sudah menerbitkan buku kemudian pemerintah akan
mengundang, hai penerbit anda punya buku apa kami akan seleksi berikan surat bebas wajib
pajak. Masalahnya yang pertama, undangan untuk seleksi tersebut itu sifatnya bukan sesuatu
yang terus menerus kadang setahun sekali, kadang setahun dua kali sementara kami
menerbitkan buku tidak bisa berhenti. Mungkin ada penerbit yang bisa sampai seminggu itu
sampai 50 buku tetapi tidak bisa diseleksi karena memang tidak ada undangan untuk
pembebasan pajak, seleksi pembebasan pajak. Jadi kami harus menunggu kalau ada
undangan baru kami serahkan buku-buku produksi kami tahun itu sementara sebelum masuk
ke situ berarti buku tersebut kena pajak. Nah ketika ternyata bebas pajak baru ini bisa
dibebaskan dari pajak. Suratnya biasanya keluar misalnya buku dapat dimasukkan dalam
kategori jadi untuk bebas pajak harus masuk kategori buku pelajaran umum sehingga
dibebaskan dari pajak nanti kami ngurus ke kantor pajak dengan daftar buku tersebut. Nah itu
yang pertama. Tidak ada waktu yang tetap dari pusat kurikulum perbukuan untuk menyeleksi
buku-buku yang bisa dikategorikan sebagai buku pelajaran umum. Maka yang berikutnya
adalah bayangkan saja ini sebuah kepanitiaan yang menurut saya sih Ad hoc ya karena hanya
bekerja sesekali begitu anggarannya ada. Yang kedua, Puskurbuk kan sibuk dengan buku
pelajaran sehingga buku umum itu akan sangat sulit jumlahnya sangat banyak pegawai di
Puskurbuk sedikit yang terjadi adalah kualitas seleksi saya yakin tidak bisa maksimal. Saya
punya buku ini namanya penulisnya Tere Liye ini penulis sangat-sangat populer di di
kalangan anak muda, kami sudah menerbitkan 15 buku karya Tere Liye. Gramedia sudah
menerbitkan 8 buku karya Teri Liye. Semua buku itu kami proses dan mendapatkan kategori
dari Dikbud sebagai buku penunjang pelajaran artinya buku ini menjadi bebas pajak, buku
karya Teri Liye yang sebelumnya tetapi begitu kami memasukkan buku ini tidak lolos
kenapa tidak lolos? Karena menurut sinopsisnya adalah tentang mafia di balik sebuah negara
yang seakan-akan ini bahwa kepemimpinan di Indonesia itu berada di balik bayang-bayang
mafia ekonomi. Memang begitu tapi yang terjadi adalah akhirnya buku ini tidak lolos, buku
ini tidak lolos di Puskurbuk padahal semua buku yang lain lolos. Jadi kami bertanya-tanya
kenapa tidak lolos karena isinya bagus, buku ini best seller dan ini nomine buku terbaik di
pameran buku. Boleh, silakan pak ini masih buku best seller pak dalam waktu sekian bulan
saja ini sudah puluhan ribu, di semua toko buku ada pak. Ini adalah ensiklopedia tetapi cara
penulisannya adalah she. Jadi memang ini ensiklopedia untuk perempuan begitu tetapi buku
ini memang lebih buku eksperimen secara desain. Ini yang buat adalah mahasiswa Binus,
lulusan Binus University dengan desain yang luar biasa menurut kami jadi tidak seperti buku
biasa tapi ini benar-benar ensiklopedia tentang perempuan. Jadi menurut kami ini adalah
buku pengetahuan juga, ini adalah buku pelajaran juga ya. Bagaimana cerita misalnya soal
perempuan tentang Jurassic Park misalnya dia cerita, tentang kesehatan, segala macam tetapi
ini tidak lolos. Kami tidak habis pikir bahwa buku ini bisa tidak lolos. Bisa bu, bisa ini
bukunya memang populer bu untuk pendekatannya bahasanya ya ini bahasanya juga bahasa
ini untuk perempuan dan memang muda sekali tapi karena lihatlah desainnya seperti ini. Ini
saya menduga, saya menduga juga karena isinya gaya bahasanya, gaya bahasa anak muda
sehingga ini tidak lolos juga di pusat kurikulum perbukuan padahal ini buku tentang
pengetahuan, bagaimana perempuan itu, bagaimana tentang perempuanlah misalnya. Nah
disini dalam PMK tersebut memang ada ketentuan ketentuan begini, ini juga yang
menyulitkan kami. Yang berhak mendapatkan pembebasan adalah satu buku pelajaran maaf
buku pelajaran umum, dua kitab suci, tiga buku pelajaran agama. Yang dimaksud dengan
buku pelajaran umum adalah fiksi dan non fiksi. Ini menurut kami adalah fiksi, pelajaran
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 12
umum. Kenapa? Karena dia untuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa yang
merupakan satu buku pelajaran pokok, dua buku penunjang, dan tiga buku kepustakaan.
Semua buku produksi kami itu menunjang kepustakaan, semuanya masuk ke perpustakaan.
Artinya sebenarnya masuk dalam kategori yang seharusnya dibebaskan. Yang kedua, yang
tidak mendapatkan pembebasan otomatis sebenarnya terbatas hanya 12 kategori buku, satu
buku hiburan, dua buku music, tiga buku roman populer percintaan dan sebagainya buku
sulap iklan, promosi usaha, katalog di luar keperluan pendidikan dan karikatur, horoskop
horor, komik, reproduksi lukisan. Untuk 12 jenis buku bisa juga dibebaskan dari pajak tetapi
harus ngurus ke Dikbud baru nanti dapat surat dari Puskurbuk. Jadi seharusnya karena buku
kami ini tidak termasuk dalam 12 ini seharusnya kami tidak perlu menguruskan ke Dikbud
toh bukan buku yang 12 itu seharusnya kami secara otomatis masuk ke buku pelajaran
penunjang perpustakaan, kepustakaan dan buku penunjang pelajaran karena bukan misalnya
ini, ini bukan roman populer ini bukan komik, ini bukan musik bukan horor, bukan
reproduksi, bukan karikatur dan sebagainya tetapi kenapa kami terpaksa menguruskan
pembebasan juga ke Dikbud karena itulah yang terjadi sekarang semua penerbit seperti itu
daripada ditanyain duluan soal pajak ya sudah deh kita ke Dikbud padahal seharusnya tidak
multitafsir ini seharusnya adalah otomatis buku ini buku yang tidak usah diurus pembebasan
pajaknya begitu. Tetapi yang terjadi semua penerbit melakukan itu terpaksa mengurus dulu
mencari aman begitu. Saya mendengar bahwa buku yang beredar di Indonesia itu sebagian
besar adalah buku pelajaran. Jadi katanya ini perlu dicek bahwa dari sekitar 5 triliun itu 60%
nya adalah buku pelajaran. Kemudian sebagian besarnya lagi itu adalah buku penunjang
pelajaran sehingga yang disebut sebagai buku yang 12 kategori yang harus bayar pajak itu
sebenarnya nilainya hanya sedikit sekali sehingga apa signifikansinya di pemerintah untuk
mengail pendapatan dari buku karena nilainya kecil. Menurut saya jauh lebih kecil
dibandingkan tontotan karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat penonton bukan
masyarakat pembaca buku yang baik begitukan. Nah itu yang kita harapkan adalah nanti ke
depan sistem perbukuan akan menjamin bahwa untuk bebas pajak itu tidak perlu diurus
macam-macam lagi dan itu hanya bisa kalau tidak ada penafsiran ganda tentang Peraturan
Menteri Keuangan tersebut.
Tentang Dewan Perbukuan. Pada dasarnya dulukan pernah ada Dewan Perbukuan
Nasional tetapi waktu itukan ketuanya presiden terus pengurusnya itu menteri ya siapalah
yang akan kerja kalau seperti itu. Jadi sudah ada perbaikan pada rancangan saat ini dengan
anggota 9 yang terdiri ini memang dari pemerintah ada, dari masyarakat perbukuan ada
begitu dan saya lihat secara komposisi semuanya sudah terwakili hanya memang yang perlu
dicermati adalah nanti pihak seleksi juga harus lihat-lihat karena ada penulis yang terikat
dengan penerbitan juga penerbitan itu punya percetakan, percetakan itu juga punya toko buku
bayangkan saja dari hulu ke hilir ada sehingga kalau itu menyatu dalam satu Dewan
Perbukuan yang terjadi adalah kepentingan yang mengelompok pada satu pihak saja. Ini
yang harus kita cermati dari dari Dewan Perbukuan tersebut tapi di luar persoalan itu
komposisinya sudah tepat.
Kemudian ini memang penilaian pribadi saya bahwa sebagai penerbit bahwa RUU ini
lebih banyak mengatur kegiatannya di hilir daripada di hulu aktifitas kami. Kalau misalkan di
situ ada penerbit diberi jaminan kemudahan bahan baku. Kami tidak pernah persoalan
dengan masalah bahan penulis banyak, ilustrator banyak, desainer banyak jadi yang kami
perlukan justru tadi di hilirnya misalnya persoalan pajak, persoalan promosi buku, persoalan
keterlibatan kita di dunia internasional adalah sesuatu yang sifatnya di hilir setelah buku kita
terbit kalaupun ada dukungan misalnya di hulu yang terhadap percetakan, kami bukan
percetakan, kami penerbitan adalah sesuatu yang berbeda dari percetakan. Jadi mungkin juga
ada semacam koreksi bu untuk Bu Opong tadi yang dimaksud dengan Pasal 1 sebenarnya
adalah penerbitan adalah kegiatan penerbitan buku bukan pencetakan. Nah di luar persoalan
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 13
itu pada dasarnya kami sangat mendukung apa yang disampaikan juga Ibu Opong, semua
yang masuk ke perpustakaan buku kami adalah buku-buku yang memang mempunyai nilai
pendidikan, tidak untuk yang lainnya, semuanya untuk kecerdasan bangsa betul ada teks
pelajaran dan sebagian juga kami menerbitkan koleksi yang mendukung pelaksanaan
kurikulum. Yang kami garisbawahi juga tadi adalah soal fasilitasi pemerintah. Saya rasa itu
perlu penegasan karena disini hanya disebutkan pemerintah memfasilitasi tapi apa itu
memfasilitasi? Akan sangat sulit tapi bahwa ketika ditegaskan membuat buku menjadi murah
menjadi berkualitas itulah yang kami inginkan.
Di makalah saya juga disebutkan soal perbedaan kategorisasi jenis buku antara RUU
dan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) itu akan menjadi persoalan tersendiri. Yang lainnya
sudah kami lakukan termasuk juga Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 rata-rata penerbit
memang menyerahkan buku ke perpustakaan untuk serah simpan. Barangkali itu sebagai
pengantar Pak Ketua dan Bapak-bapak, Ibu Anggota yang terhormat.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Terima kasih ya. Terima kasih Pak Aris Hilman Nugraha dan tadi kita sudah dengar
bersama versi langsung sebagai pengalaman beliau, sebagai pelaku, sebagai penerbit dari
buku. Saya kira persoalan-persoalan yang sampaikan oleh Pak Aris pasti akan dialami oleh
juga oleh semua penerbit. Oleh karena itu tentu kita akan diskusikan dalam rangka
pengayaan bagi pandangan pendapat kita. Saya juga penulis pak sudah ada 4 buku saya tulis
ya, buku saya ini setiap terbit pasti laris pak karena saya bagi secara gratis. Nanti saya bagi
kepada bapak, dan ini saya tidak tahu kategorinya apa ini adalah kalender pantun, jadi
kalender setiap hari ada pantunnya. Jadi kalau bapak setahun lagi jumpa saya Insya Allah
bisa berpantun ini.
Kawan-kawan sekalian ini kesempatan baik kita semua, kita ada waktu sekitar 20
menit, jam 4 dari jam 16 namun bila kawan-kawan merasa memerlukan perpanjangan waktu
tentu kita akan juga lakukan bersama.
Bapak Habib Hamid Abdullah, silakan pak.
PEMBICARA : H. HABIB HAMID ABDULLAH, SH., MH (KALSEL)
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Rekan-rekan senator yang saya hormati.
Bapak, ibu narasumber.
Menarik sekali apa yang disampaikan bapak/ibu karena terus terang saya baru
pertama kali ini mendengar nama tentang perbukuan ini meskipun kita sering ke toko buku
dan sebagainya ternyata banyak sekali, beragam sekali bentuk-bentuk dan permasalahan dari
segi pajak dan lain-lain. Kemudian saya tertarik dengan masalah tadi dikemukakan bapak
tentang minat baca. Ini apakah ada upaya pemerintah supaya minat baca ini paling tidak
sejajarlah dengan bangsa-bangsa lain di dunia, negara-negara katakanlah Eropa,
misalkanyakan itu kemana-mana dia pergi selalu bawa buku, di pesawat, dimana, saya juga
sudah biasa melihat wah ini pasti orang-orang memang berminat sekali menambah
pengetahuan dan sebagainya, dan kira-kira itu tergantung pada minat baca ini tadi. Nah
mungkin mereka dari kecil, dari mungkin TK ya, SD dan sebagainya itu diberikan semacam
apa itu supaya nanti begitu dia tua atau remaja, dan sebagainya itu memang minat bacanya
juga luar biasa hingga saya kira ini nanti akan menambah, tentu orang membaca kan
pengetahuannya bertambah begitu, orang yang tidak membaca mungkin tidak tahu apa-apa.
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 14
Jadi itu minat baca ini apakah ada semacam seminar dan sebagainya? Apa penyebabnya
sebenarnya sampai minat baca Indonesia itu rendah.
Kemudian yang kedua, yang terkait dengan ini kemarin pas kita ada acara di
Banjarmasin pak dengan para mahasiswa. Mahasiswa itu mengeluh bahwa di perpustakaan
mereka itu bukunya buku lama, Pak tolong dibantu kami ini bagaimana caranya supaya
pemerintah itu isa mendrop buku ke kami ini buku-buku yang baru, terbitan baru dan isinya
itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan menunjang kemampuan mahasiswa untuk
mengetahui hal-hal yang terbaru, bukan buku-buku lama, ini puluhan tahun perpustakaan
kami ini katanya belum ada buku-buku baru. Jadi itu mungkin ibu/bapak tahu di mana
peluang-peluang ini untuk supaya mereka itu di drop buku, apakah dari pendidikan,
Mendikbud misalnya atau dari mana-mana yang bisa memberikan buku tentang hal-hal yang
kemarin terkait dengan perikanan pak, mereka mahasiswa perikanan itu yang banyak, yang
mengeluh itu.
Mungkin dua itu saja dari saya. Terima kasih.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Iya persoalan buku baru. Saya punya pengalaman pak karena saya sedang kuliah dan
sudah mau selesai sebenarnya S3 di Malaysia. Di Malaysia itu literaturnya karena ini saya
belajar ilmu sosial dia tidak mau kalau yang lebih dari 5 tahun. Referensinya itu kalau 5
tahun kalau sekarang 2015 langkap kalau kita pakai 2003 mereka tidak mau, cari yang lebih
baru pak itu yang juga persoalan tapi ternyata di perpustakaan mereka ada.
Ibu Maria dipersilakan.
PEMBICARA : MARIA GORETI, S.Sos., M.Si (KALBAR)
Terima kasih ketua.
Ibu, bapak anggota Komite III, Bapak Aris dan Ibu Popong.
Saya juga ingin pendalaman dengan apa yang disampaikan dua narasumber kita pada
sore hari ini. Saya rasa spirit kita sama ya pak bahwa Undang-Undang Perbukuan ini wajib
dan mendesak untuk Bangsa Indonesia. Itu digambarkan oleh Pak Aris tadi bahwa apa
namanya ada tumpang tindih mengapa misalnya Dewan Perbukuan Nasional itu kemarin di
apa namanya ya itu di anulir atau di apa begitu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dan kali ini semoga kita memiliki Undang-Undang lalu kita juga kemudian memiliki Dewan
Perbukuan sebagai konsekuensi logis dari sebuah Undang-Undang yang ada di Republik
Indonesia kalau itu jadi dan sebenarnya kalau menurut saya pak, kami juga sehari-hari, kami
satu tahun itu 4 kali reses pak dalam satu kali reses itu ada 15 sampai 20 kali pertemuan. Kita
melihat, saya melihat bahwa buku itu menjadi barang langka, apanamanya sekolah-sekolah
itu ada tulisan perpustakaan tapi ketika kita lihat di sana tidak ada bukunya pak. Jadi bagi
saya buku itu menjadi satu hal yang sangat elite sekali sekarang ini. Saya juga tidak terlalu
meyakini bahwa minat baca itu kurang pak karena saya ini termasuk orang yang meskipun
sudah tadi disebutkan oleh Pak Ketua 3 periode begitu tetapi saya masih mencari-cari buku
justru saya buku lama pak sehingga pertanyaan saya yang kedua begini sudah berapa judul ya
Bu Opong buku yang ada di Perpustakaan Nasional kita sejak orde lama dulu sudah berapa?
Kemudian dimana celah supaya kita generasi yang sekarang ini misalnya seperti saya dulu
masih kelas 3 SD ketika saya baru pertama kali pandai membaca itu saya membaca buku
namanya Sarinah Bu, masih pake ejaan lama pak dan sekarang buku itu masih ada kalau
Bapak Aris dan Ibu Opong berkenaan ke tempat saya dirumah kami itu masih ejaan lama tapi
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 15
sudah kena ngengat itu Buku Sarinah. Nah bapak juga buku Bung Karno itu konon pak yang
kemudian apa namanya Toserba Sarinah kan yang di Thamrin itu. Nah demikian juga buku-
buku lainnya. Bisa tidak kita ya Pak mencari celah mendaur ulang buku-buku itu karena
sekarang ini kita khawatir dan prihatin saya dengan anak-anak zaman sekarang pak tidak
tahu dengan sejarahnya. Sedikit berbeda dengan Pak Habib dan Pak Ketua kalau menggemari
buku-buku baru karena menurut saya buku-buku baru ini sudah banyak yang kehilangan akar
budaya kita sebagai Bangsa Indonesia bagi saya spiritnya adalah mesti ada mendaur ulang
buku-buku lama itu dan dipaksakan harus dibacakan pada generasi muda pak. Jadi kalau Ibu
Opong ini pakai terminologi pemberdayaan tadi saya 3 detik itu bu wah Ibu Opong pakai
terminologi pemberdayaan kegemaran membaca pasti ada satu pikiran dibelakang ini kok
pakai terminologi pemberdayaan kalau saya menggencarkan kegemaran membaca jadi apa ya
pembudayaan ya, Ibu pakai kalimat pemberdayaan ya, kalau pembudayaan cocok dengan
saya Bu Opong karena menurut saya juga guru-guru sekarang mesti memaksa murid-
muridnya untuk senang membacakan karena konon kalau membaca dan menulis kalau
menulis kan katanya mengikat ilmu ya pak. Kalau membaca itu menyusun pikiran kaya kita
di komputer itu mendefrag itu loh pak, komputer itu menyusun otak generasi muda yang
sekarang ini supaya dia bicara teratur, tidak plitat plitut, tidak seperti artis yang baru kena
sanksi itu. Burung Garuda katanya lambang negara kita bebek nungging kaya begitu-begitu
memprihatinkan ya pak terlepas dari dia sekarang bagaimana jadi spiritnya pak daur ulang.
Kemudian yang lain lagi saya ingin bertanya apa pendapat bapak tentang buku-buku
Pramoedya Anantatur apakah sama dengan yang barusan Pak Aris sampaikan dengan nasib
judulnya pulang dan yang itu yang pink sekali itu tadi. Buku-buku Pramoedya Anantatur kan
bagus pak kenapa ya apa namanya sangat dibenci kali ya, saya tidak menemukan terminologi
lain kecuali pemerintah kita membenci buku-buku ini dan terus terang pak saya mencarinya
sampai hari ini baru 3 judul yang dapat itu pun membelinya di Utan Kayu dan orang yang
menjualnya pun "jangan bilang-bilang ya" pakai kalimat seperti itu padahal kita, negara kita
kan tidak dalam ancaman apa-apa ya pak. Kira-kira apa ya yang ada di dalam benak orang
sehingga ada hal seperti itu padahal kalau kita buka saja buku-buku Pram itu saya rasa kita
akan menjadi bahasa yang kritis, yang membacanya paling tidak.
Dewan perbukuan, IKAPI. IKAPI pak, Ikatan Penerbit Indonesia ini apakah memang
hanya ada di Jakarta pak? Saya juga melihat begini sekarang ini ada fenomena beberapa hal
yang strategis itu terlalu sentralistik pak jadi hanya ada di ibukota negara, Jakarta. Mestinya
di sini kalau tidak salah 9 orang anggotanya ya bisa tidak di bawa misalnya orang-orang dari
daerah sehingga memperkuat barisan ikatan penerbit kita ini begitu pak dan saya setuju
spiritnya bahwa penerbit jangan dibiarkan jalan sendiri, pemerintah harus menggandeng
penerbit-penerbit ini apalagi saya lihat di sini kalau omongkan IKAPI pasti ada Republika
dibelakangnya begitu, jangan-jangan bapak tahu begitu ada korelasi signifikan apa gitu tetapi
mungkin belum bicara kepada kami tentang IKAPI ini dengan di Republika gemar sekali
sepertinya menggandeng pengurus IKAPI.
Mungkin itu saja pak ingin pendalaman dari saya. Terima kasih. Pak Ketua, saya
kembalikan.
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Oke. Bapak, silakan. Iya banyak juga tidak apa-apa pak.
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 16
PEMBICARA : H. ABDURRAHMAN ABUBAKAR BAHMID, Lc (GORONTALO)
Kedua narasumber yang sangat luar biasa kami dapat banyak pengetahuan baru dan
ilmu baru, terima kasih banyak. Saya sangat sepakat bahwa membuat saya tergelitik prihatin
dengan keadaan Indonesia yang punya minat baca sangat rendah dibandingkan dengan
bangsa-bangsa lain bahkan seperti Suriname juga begitu. Suriname bahkan lebih tinggi dari
kita dan saya yakin bahwa untuk mengembalikan kembali minat baca Indonesia supaya jadi
bangsa yang lebih beradab dan lebih maju itu harus melakukan rekayasa ulang re-
engineering dan untuk itu perlu ada intervensi pemerintah. Saya di Mesir selama kurang
lebih 4 tahun disana ada sebuah program oleh ibu negara, istri dari diktator Hoesni Mubarak
Susana yang sangat bagus namanya Al Qiro Aliljami membaca, untuk bukunya dicetak
sangat murah sangat murah buku yang sama kita beli itu bisa sampai 4 kali lipat 5 terlipat
dari buku yang dicetak oleh negara. Memang kualitas kertasnya diambil kertas-kertas murah
akan tetapi kualitas isinya itu sangat bagus dan dijual sangat murah di masyarakat. Di zaman
awal-awal Islam ledakan ilmu pengetahuan itu diantaranya di mulai dari zaman Abasia itu
diantaranya adalah melakukan penerjemahan besar-besaran yang dibiayai oleh negara dan
penghargaan yang besar kepada para penerjemah dan para alim ulama dan ilmuwan. Nah ini
yang sekarang sepertinya pemerintah tidak melakukannya bahkan diberikan pajak yang
sangat luar biasa. Mudah-mudahan RUU ini bisa menjadi upaya untuk mendesak pemerintah
memberikan perhatian yang besar terhadap masalah ini.
Yang berikut ini masalah teknis. Tadi diantara item ya yang menjadikan buku kita
sangat mahal adalah dan itu yang paling besar adalah keuntungan buat buku ya, toko buku
ya. Kalau misalnya penerbit ya menjual secara online tapi bukan buku digital ini mungkin
bisa menjadi salah satu solusi sehingga memangkas toko buku, itu menurut bapak bagaimana
mohon masukan.
Lalu yang berikut ini juga masalah kepustakaan kepada ibu. Tadi Ibu belum melihat
belum membicarakan, belum menyinggung masalah manuskrip. Nasib manuskrip kita yang
ada di Indonesia. Kalau kita keperpustakaan-perpustakan di, saya belum ke Belanda yang
konon ceritanya disana begitu banyak manuskrip justru tentang Indonesia. Saya pernah ke
perpustakaan di Al Azhar tempat saya belajar itu di bawah manuskrip yang ribuan tahun itu
masih tersimpan rapi dijaga. Nah bagaimana nasib manuskrip yang ada di Indonesia ini
mohon pencerahan dari ibu/bapak berdua.
Lalu mengenai klasifikasi buku. Saya mohon mungkin penjelasan lagi dari Ibu Opong
ya. Klasifikasi buku ini yang saya tidak paham ini di RUU itu buku ada buku cetak begitu
dan buku digital ya. Oleh ibu bagusnya dibagi menjadi buku karya tulis, karya cetak dan
karya rekam. Ini yang saya kurang paham yang karya cetak sama karya tulis itu bedanya apa
begitu dan yang terakhir mohon juga dibenarkan, apa dibetulkan, diluruskan. Saya melihat
perbedaan antara buku lama sama buku sekarang itu sepertinya buku-buku sekarang itu yang
laku laris, yang laris manis itu adalah buku yang bahasanya ringan, populer tapi juga
bahasanya, kontennya juga ringan, tidak berat-berat. Kalau buku yang konten berat apalagi
bahasanya sangat akademik itu hampir pasti tidak akan laku. Paling laku karena dosennya
maksa karena untuk jadi referensi hanya itu. Jadi mohon diluruskan buku-buku yang laris dan
ini yang saya khawatirkan bangsa ini juga diarahkan untuk hal-hal yang ecek-ecek karena
buku-bukunya juga buku yang ecek-ecek, bukan dari sisi bahasanya ya tapi dari sisi
kontennya itu yang saya khawatirkan mohon bisa diluruskan. Itu saja dari saya.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 17
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Terima kasih Ustadz Abdurrahman.
Kita kembalikan ke narasumber untuk menjawab 3 pertanyaan dari 3 orang yang
bertanya dan kembali kami persilakan kalau tadi Ibu Opong sekarang Bapak Aris yang lebih
dahulu. Silakan pak. Saya mohon izin saya ke belakang sebentar.
PEMBICARA : ARIS HILMAN NUGRAHA (PENERBIT)
Terima kasih Pak Ketua.
Soal minat baca dari Pak Habib Hamid Abdulah. Ini memang saya sitir sedikit disini
bahwa masyarakat Indonesia tidak pernah memasuki masa pustaka. Dulu kita suka menonton
sekarang kita suka menonton. Dulu kita nonton wayang sekarang kita nonton televise, nonton
pertunjukan begitu. Jadi bu masa pustaka tidak pernah benar-benar masuk dalam dunia kita
begitu. Makanya kalau sesuatu yang ditunjukkan pasti ramai tetapi sesuatu yang sifat tulisan
itu di kita tidak terlalu ramai, ya betul. Nah terkait dengan hal itu tadi pertanyaan soal upaya
pemerintah ya pak ya sebenarnya Pak Anis Baswedan itu kan sudah meminta sekolah untuk
meluangkan waktu berapa 15 menit sebelum pelajaran di sekolah sekarang untuk membaca
buku apa pun bukan buku pelajaran. Jadi misalnya ada ensiklopedia ini itu boleh dibaca di
dalam kelas 15 menit pertama sebelumnya siswa belajar. Jadi inilah yang ya betul. Jadi apa
yang di kebetulan kami cukup intens berdiskusi dengan Pak Mendikbud soal perbukuan ini
dan kami menyambut baiklah kebijakan Pak Mendikbud untuk mewajibkan. Kalau
beliaukan dari SD sampai SMA ya pak karena untuk keperguruan tinggi ada lagi menteri
yang lain. Ini adalah apa yang disebut sebagai upaya memperbaiki ekosistem perbukuan kita
begitu jadi masyarakatnya harus mau membaca agar ya penerbit bisa tumbuh, penulis juga
bisa tumbuh begitukan ya. Jadi begitu ekosistem bagus maka yang lain pun akan tumbuh dan
upaya dengan mewajibkan membaca yaitu hal yang sangat mulia menurut kami yang telah
dilakukan oleh Pak Mendikbud. Jadi sudah oke pak sebenarnya pemerintah saatnya tapi kan
bukan hanya urusannya Mentri Pendidikan dan Kebudayaan ini adalah urusan pemerintah
secara keseluruhan begitu kan. Saya ingat waktu nah ini saya cerita juga waktu tadi karena
terkait dengan gadget begitu ya. Mahasiswa Indonesia yang waktu itu saya temui di di
Frankfurt Book Fair itu mengaku saya waktu datang kesini selalu lihat, selalu bawa Hp
untuk melihat-lihat di atas kereta dan kemudian saya malu karena penumpang yang lain
bukan lihat-lihat Hp mereka baca buku sehingga begitu mereka sudah sekian bulan di Jerman
akhirnya mereka berubah sikap sehingga bukan lagi membuka Hp tetapi membaca buku di
atas kereta. Ketularan pak jadi memang harus di tularkan dari-dari yang lain tidak di sana
saja tetapi juga di Indonesia.
Betul Pak di daerah itu yang menjadi konsern kita bukunya memang buku lama ya
pak. Ini hampir disemuanya pak. Yang menjadi masalah adalah tadi yang terkait juga
pertanyaan dari Bu Maria mungkin tentang IKAPI. IKAPI yang aktif memang yang terutama
adalah yang ada di Pulau Jawa kenapa karena jumlah penerbitnya memang banyak
kebanyakan paling banyak itu Bandung, Jakarta, Bandung, Yogya begitu ya Jawa Tengah
sudah sampai situ saja begitu di tempat lain tidak ada sehingga yang terjadi adalah begitu
harus mengirim ke luar Jawa itu itu menjadi mahal bukunya ya. Nah sehingga memang
sedikit koleksi yang bisa sampai. Salah satu yang sebenarnya Kalimantan itu termasuk rajin
Kalimantan Selatan misalnya itu termasuk rajin pemerintah daerah tingkat duanya. Terakhir
kami misalnya ke Banjar ya kabupaten, ya Kabupaten Banjar itu memang bupatinya pak
yang mengundang IKAPI. Nah masalahnya adalah yang di undang IKAPI DKI untuk
mengadakan pameran di sana. Begitu kami pameran di sana bukunya diserbu tapi tetap ada
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 18
sisa, yang sisa itu diserap untuk proyek pengadaan perpustakaan begitu. Nah sebenarnya
kampus-kampus harusnya bisa meniru langkah semacam ini dan terakhir kami membawa
penulis ke sana dan sabutnya luar biasa di Kabupaten Banjar ini untuk Buku Ayat-Ayat Cinta
dari Habiburrahman El Shirazy dan pembelinya luar biasa tetapi kan memang sangat terbatas
hanya itu saja sebenarnya peluang di daerah itu untuk mendapatkan buku beda dengan disini.
Yang namanya Islamic Book Fair itu kalau bapak dan ibu pernah melihat dI Istora itu
pengunjung setiap hari itu ribuan, puluhan ribu dan itu anak-anak sekolah. Ada yang naik bus
dari Cirebon rombongan 4 bis begitu, ada yang dari Serang, ada yang dari Rumpin Bogor,
ada yang dari Bandung menggunakan bis. Itu anak-anak sekolah jadi betapa buku itu
pameran tidak lagi sekedar pameran buku tetapi benar-benar menjadi destinasi wisata
sebenarnya buku itu. Jadi saya setuju tadi dengan Pak Abdurahman, Ustad bahwa memang
disitu sebenarnya begitu kita berhasil memicu ya triggers anak-anak untuk membaca, orang-
orang untuk membaca itu kebudayaan tumbuh. Islamic Book Fair di Jakarta ini
penyelenggaranya adalah IKAPI DKI. Kalau penyelenggara Indonesia Internasional Book
Fair penyelenggaranya adalah IKAPI Pusat. Beda, di daerah itu juga sama ada IKAPI daerah
penyelenggara acara untuk misalnya di Bandung ada penyelenggaraan IKPAI daerah tetapi
yang besar memang di Jakarta Indonesia Internasional Book Fair yang diselenggarakan oleh
IKAPI pusat dan Islamic Book Fair yang diselenggaran oleh IKAPI DKI. Nah jadi menurut
kami ya peluangnya adalah dengan mengadakan pameran di daerah yang sayangnya memang
ditangani kebanyakan oleh IKAPI DKI sebenarnya. Misalnya untuk 2016 IKAPI DKI
mendapat undangan dari Gubernur NTB untuk menyelenggarakan pameran di Lombok, di
Mataram bertepatan dengan ada nanti MTQ disana disana di bulan Agustus. Jadi panitianya
dari IKAPI DKI bukan IKAPI NTB karena kita tidak tahu IKAPI NTB ada atau tidak juga
tuh tidak tahu. Nah yang bawa buku kesana adalah pengurus IKAPI DKI dan lagi-lagi pola
skemanya adalah buku itu tidak usah kembali kesini, dikirim kesana, dijual kepada
masyarakat sisanya masuk ke perpustakaan begitu. Sampai ke maaf ke Maluku Utara itu juga
ada undangan semacam itu jadi sampai ke Indonesia pun undangan-undangan untuk itu yang
melayani adalah IKAPI DKI yang paling aktif.
Nah kemudian Pak Ketua tadi menyinggung soal Malaysia ini pak. Malaysia ini
secara perbukuan di belakang kita pak sebenarnya mereka. Kemarin minggu lalu hari Kamis
saya menerima rombongan dari sebuah universitas di Malaysia ingin belajar dunia perbukuan
dia datang mereka bertanya kenapa industri perbukuan bisa rupanya di sana memang sulit
buku berkembang tetapi dukungan pemerintahnya justru kuat dukungan pemerintah antara
lain penulis yang digaji oleh pemerintah misalnya itu ada kita mana ada penulis yang di
pemerintah dan itu independen tidak boleh kemudian karena dibiayai kemudian pemerintah
ikut campur. Yang kedua penerbit itu diberi juga insentif. Saya mengenal kemarin kebetulan
baru bertemu dengan penerbit Malaysia, dia penerbit baru mendapatkan dukungan dana dari
pemerintah mungkin polanya adalah simpanan, pinjaman lunak ya yang kemudian dia pakai
untuk membuat toko buku karena di Malaysia itu toko buku juga tidak banyak jaringannya
luas sekali, di sana tidak, rata-rata hanya toko buku, jaringan itu paling hanya beberapa buah
tidak ada yang sampai ratusan seperti di Indonesia Gramedia punya mungkin 115 toko buku,
Kharisma punya sekitar 50 toko buku, Harry Plus sedikit pak mungkin yang berikut adalah
Gunung Agung. Gunung Agung kemudian ada Toga Mas tapi yang terbesar memang
Gramedia mereka tidak punya kalau kami punya toko buku nanti Gramedianya jangan masuk
sini ya karena kamu sudah punya toko. Jadi itu betul pak antara ini saling ini pak, tidak
sehat karena waktu Kharisma membuat toko buku itu dimarahin juga pak sama Gramedia
pak di panggil waktu itu akhirnya buku Kharisma tidak dijual di Gramedia. Nah kami fokus
di penerbitan di Malaysia tidak seperti itu tetapi memang begitu dukungan pemerintahnya
kuat sekali penulis dan penerbit subsidi atau insentif dari pemerintah.
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 19
Yang berikutnya adalah soal buku lama. Saya juga suka buku lama ya bu ya nah
kebetulan yang kami alami begini buku lama kan ada istilah publik domain ya penulisnya
meninggal sekian puluh tahun maka dia sudah tidak lagi perlu dibayarkan royaltinya begitu.
kami menerbitkan buku-buku semacam itu. Mungkin Pak Ustad sudah lebih paham soal ini
kami menerbitkan Al Um dari kalau Mahzab Syafi'i. Kemudian juga kami menerbitkan karya
Al Ghazali 9 jilid itu Yaumiddin itu tanpa pajak itu karena memang buku agama ya
kemudian juga tanpa royalti karena memang sudah public domain penulisnya sudah
meninggal ratusan tahun yang lalu. Kami menerbitkan yang terbaru adalah buku karya Buya
Hamka. Buya Hamka ini masih domain punya keluarga jadi kami membayar royalti kepada
ahli waris dan lucunya penggemar Buya Hamka itu lebih banyak di Malaysia daripada di
Indonesia. Kalau di Indonesia pernah ada diskusi tentang buku Buya Hamka dari Universitas
Hamka di Jakarta pengunjungnya sedikit cuma beberapa orang tetapi kalau kita mengadakan
diskusi di Kualalumpur maka pengunjungnya bisa ratusan orang, anak muda pak bukan
hanya orang tua, anak muda. Jadi ada penerbit buku di sana anak-anak muda begitu yang
agak-agak kiri begitu kan tetapi mau kiri, mau kanan, mau apapun mereka bacanya Buya
Hamka itu. Jadi di Malaysia lebih tumbuh buku-buku Buya Hamka dan sangat dikenal ya
sehingga termasuk ini adalah buku yang kami jual right-nya ke Malaysia. Disamping
menjual bukunya kalau ke Malaysia kita bisa jual right- nya. Nah jadi sebenarnya buku lama
pun ada yang kita istilahnya tadi itu sebenarnya ada cukup banyak buy a termasuk yang buku
Pram sudah diterbitkan juga semacam arus balik dan sebagainya ada di Gramedia bu menjadi
salah satu buku terlaris juga di toko buku Gramedia saya juga dulu membaca buku-buku
Pram dan memang kualitasnya nomor satukan sangat bagus mungkin lebih karena persoalan
politik saja sehingga ditakuti tetapi saat ini sudah bebas bu tidak ada kendala untuk
menerbitkan juga untuk membacanya tidak usah diam-diam. Dulu waktu saya masih muda
saya ke rumah Pram minta tanda tangan. Iya waktu itu saya sudah di Republika sebagai
wartawan. Saya datang ke rumah beliau kamu dari mana, saya dari Republika, musuh saya
dong katanya karena perbedaan ideology saja tapi saya bilang tidak ada masalah. Saya suka
baca bukubBapak dan saya tetap mendapatkan tandatangan dari Pak Pramoedya pada saat itu
tapi ya itu bu, pada saat itu kan diam-diam kalau sekarang tidak usah diam-diam, di jual
bebas. Nah itu tadi yang IKAPI memang cenderung hanya di kota-kota tertentu.
Selanjutnya adalah maaf Bu Opong saya agak panjang. Nomer berikutnya dari Pak
Abdurrahman, Ustadz soal minat baca rendah betul perlu pemerintah menurut saya tidak bisa
hanya dari kelompok walaupun sudah banyak masyarakat ya bergerak di dalam hal ini. Nah
memang yang kita perlukan adalah bagaimana buku itu menjadi sangat murah terutama untuk
masyarakat tertentu. Sekarang ini bisa pak tapi itu buku bajakan pak. Jadi kalau kita
menerbitkan buku itu buku bajakan itu luar biasa murah. Saya baru menerbitkan berapa hari
saja buku Ayat-ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy saya lihat bukalapak.com itu
sudah beredar. Saya jual 95.000, dia jual 35.000 kualitasnya buruk sekali karena itu di scan
buruk tanpa, kami sudah lakukan pengamanan untuk biar tidak dibajak tapi sekarang bukan
tidak dibajak. Maksud kami adalah masyarakat harus diedukasi untuk membeli buku yang
sah, yang legal, yang asli begitu karena kalau membaca buku bajakan itu pasti tidak nyaman,
kualitas bajakannya pasti buruk sekali, covernya pasti buruk sekali. Punya kami ada emboss,
ada spot uv, di cover juga ada hologram. Itu hanya untuk menunjukkan kepada pembaca ini
loh kalau buku yang asli seperti ini bahwa pembaca masih ada yang menggunakan buku
bajakan kami tidak berdaya karena beberapa kali kami melanjutkan ke proses hukum.
Banyak sekali pembajaknya itu. Jadi lebih pada edukasi agar masyarakat membeli yang asli.
40 sampai 60 persen memang larinya ke toko buku. Saya lihat memang toko buku terutama
yang terbesar itu terbesar memang membutuhkan karena mereka berjualannya di Mall, Mall-
nya bagus, layout-nya juga mahal begitu sehingga mereka habisnya di situ tetapi sekarang
sejumlah toko buku alternatif muncul di berbagai kota di Jakarta, di Bandung, di Yogya dan
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 20
cukup laku sehingga jaringan toko buku besar itu pun harus menyesuaikan diri tapi yang kita
khawatirkan justru bahkan jaringan buku terbesar pun sekarang hanya menjual buku tidak
lebih dari 50 persen di dalam toko itu. Kalau bapak-bapak atau ibu-ibu pergi ke toko buku G
itu isinya separuhnya bukan buku. Kalau Bapak-Ibu pergi ke toko buku Gunung Agung, G
juga, GA itu juga lebih dari separuhnya bukan buku lagi ATK, tas, jaket, bahkan jualan
sepatu, jualan organ, jualan alat musik, itu di toko buku sekarang ini sehingga isi buku dan
itu sudah menjadi kebijakan di toko buku untuk hanya maksimal 50% dari yang dijual adalah
buku. Itu sebenarnya layak kita khawatirkan ke depan mungkin bukunya tambah sedikit saja
jadi yang dijual memang yang lain-lainnya, aksesorisnya saja sementara bukunya sendiri
mungkin tidak. Menyiasati itu kami memang larinya ke online, ke toko buku online
walaupun disitu tadi banyak bajakan toko buku online itu biasanya memberikan rabatnya
kepada pembeli. Kami memberikan kepada mereka hanya 30% jauh sekali dari yang tadi itu.
Kami kena di Gramedia yaitu setengah persen pak, penerbit kecil bisa kena sampai 55%
sampai 60% dikenalnya penerbit tidak dikenal begitu masuk ke toko buku itu tapi kalau kami
kena 47% masih cukup besar buat kami dan itu sepihak saja. Dulu 45% tiba-tiba kirim surat
kami mau naikin jadi 47,5 wah nggak mau, nggak bisa, nggak ada tawar menawar ini. Nah
dengan masuk ke toko buku online itu rata-rata penerbit memberikan 30% kepada toko buku
online itu lalu toko buku online memberikan 20%-nya untuk pembeli buku end user,
pembaca jadi margin mereka hanya 10% di luar ongkos kirim. Itu yang sekarang sedang
berjalan dan volumenya sudah cukup besar ketika kami menerbitkan Ayat-Ayat Cinta 2 yang
kami lakukan adalah pre-order di toko buku online dan dalam waktu 4 hari terjual 10.000
eksemplar. Jadi ini sebenarnya ini adalah alternatif untuk membeli buku melalui toko buku
online. Jumlahnya sangat banyak bahkan sudah terkategorisasi ada toko buku online khusus
buku anak-anak di luar yang toko buku. Tokobukuanak.com itu namanya ini adalah peluang
sebenarnya.
Untuk konten, betul pak ada buku-buku yang memang sangat ringan bagaimana
pocong begitu ya, bagaimana bercerita kalau pocong itu tidak bisa melewati portal katanya
karena kan bisanya kan loncat-loncat begitu ada portal dia tidak bisa lewat. Hal-hal semacam
itu diceritakan dan itu begitu laku luar biasa tetapi Insya Allah sebenarnya kalau di Indonesia
buku-buku bermutunya banyak pak, masih sangat banyak. Jadi fungsi pendidikan masih
sangat kuat di Indonesia, tidak perlu khawatir, sebagian besar buku kita idealismenya kuat
dan mereka masih siaplah untuk bertarung di situ. Mungkin tidak sangat akademik juga
karena kalau akademik memang pasti ya pak mungkin bapak lebih tahu. Satu-satunya cara
kalau bukunya akademik bisa hadir di masyarakat adalah dengan sponsor. Sponsor itu
banyak yang dari terutama dari funding-funding luar itukan biasa itukan mau asia foundation,
ford foundation, segala macam itu biasanya membiayai penerbitan buku-buku yang sifatnya
akademik dan tidak akan laku kalau dijual di toko buku itu. Jadi memang harus polanya
bisnis modelnya adalah kerjasama dengan lembaga pembiayaan, lembaga yang memang
punya dalam advokasi yang tertentu sehingga untuk yang tadi yang sifatnya akademik dan
sebagainya masih tetap bisa beredar tetapi memang tidak dijual. Kami pun memang di
penerbitan melakukan dua pola, pertama adalah menerbitkan sendiri, biaya sendiri atau
penulis datang terus dia membiayai penerbitan buku itu, buku itu menjadi milik penerbit,
kami hanya menyiapkan untuk distribusi dan proses editing, segala macam, buku itu akan
menjadi milik pihak yang ingin menerbitkan buku tersebut, tidak ada royalti sebagainya
karena buku tersebut adalah milik penulis.
Demikian mungkin mudah-mudahan tidak ada yang terlewat.
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 21
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Ya terima kasih. Ibu nampaknya tinggal sisa waktu sedikit, tapi yang sedikit itu
penting ibu. Terima kasih.
PEMBICARA : OPONG SUMIATI (KEPALA PUSAT PENGEMBANGAN
PUSTAKAWAN PERPUSTAKAAN NASIONAL INDONESIA)
Terima kasih. Baik, saya tidak akan berlama-lama.
Pak Habib untuk minat baca, memang Perpustakaan Nasional konsern dalam hal ini
Perpustakaan Nasional membuat berbagai program kegiatan karena ini tidak hanya
perpustakaan yang memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan minat baca tetapi juga
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Ini secara sudah berapa tahun ke belakang ada
kegiatan road show atau safari anggota DPR yang ikut serta ketika melaksanakan kampanye
atau apa kegiatan terkait dengan minat baca.
Baik untuk Pak Hardi. Keperluan untuk akademik memang dimana pun disini kan
sudah berlaku 5 tahun maksimal tapi mungkin di sini masih tidak terlalu strict seperti masih
bisa berapa persennya harus lima tahun, harus yang baru-baru.
Kkemudian untuk Bu Maria tentang Dewan Perbukuan dulu dibubarkan ini terkait
dengan yang di kami juga ada Undang-Undang 43 tentang Dewan Perpustakaan. Kami tidak,
sampai saat ini tidak membentuk karena ada peraturan, dulu itu ada peraturan yang namanya
dewan-dewan itu dibubarkan yang kira-kira belum perlu, penting karena menyangkut
fasilitas dan sebagainya mungkin anggaran juga. Nah ini seandainya memang ini di
perbukuan ini dibentuk dewan kami juga akan membentuk Dewan Perpustakaan karena ada
di Undang-Undang. Kemudian yang untuk koleksi buku bapak yang perpustakaan dan
termasuk ibu juga yang koleksinya sudah lama-lama. Kami di Perpustakaan Nasional ada
program memberikan hibah berupa buku, ada juga mobil keliling bu jadi ada. Itu silakan bagi
yang memerlukan itu membuat proposal jadi selain buku ada juga mobil keliling itu program
tahunan, program rutin dari Perpustakaan Nasional.
Kemudian minat baca juga tadi saya dengar dari Pak Abdurrahman harus ada
interfensi dari pemerintah. Saya setuju. Dari Pak Menteri sudah mulai bapak yang adanya
kewajiban 15 menit membaca itu hal yang sungguh permulaan yang baik sekali karena kalau
tidak dipaksa memang kita kalah dengan tontonan tadi.
Kemudian Ibu Maria, yang Sarinah bu yang sudah kena ngengat di Perpustakaan
Nasional ada reservasi. Bagian reservasi untuk melestarikan mau diapakan, mau di silakan
kalau memang bukunya itu langka, susah silakan ada di kami untuk dilestarikan atau di rawat
ya dilaminating, yang sobek dilaminating lagi ada. Kembali itu ada. Baik kemudian berapa
judul ya bu Perpustakaan Nasional. Saat ini saya punya data sampai saat ini Perpustakaan
Nasional mempunyai 2.576 ibu. 2.576 eh 2.576.316 eksemplar ini sedangkan yang dari
deposit, deposit itu yang serah terima karya simpan dari penerbit itu sejumlah 924.300 bu. Ini
eksemplarnya kalau judulnya 220. Jadi banyak 220.929. Judul Ibu, berbeda dengan
eksemplar, satu judul bisa beberapa eksemplar. Baik itu dari deposit dari itu di dalam yang
tadi ya bu, dalam jumlah tadi.
Kemudian dari Pak Abdurrahman yang manuskrip ya. Perpustakaan Nasional
memelihara, mengumpulkan manuskrip ya dan melestarikannya. Kami memiliki manuskrip
sebanyak 11.409 judul, eksemplarnya sama karena yang namanya manuskrip di tulis tangan,
tidak ada duanya. Jadi judulnya sama dengan eksemplar sekitar 11, ada, di Undang-Undang
ada, naskah kuno. Naskah kuno, manuskrip ada di Undang-Undang 43, oh yang ini belum,
kalau yang RUU tidak ada pak, tidak ada. Saya lihat memang nah terkait dengan definisi
RDPU KOMITE III DPD RI MS IV TS 2015-2016 DENGAN NARASUMBER
SENIN, 18 APRIL 2016 22
yang karya cetak dan karya tulis itu. Karya tulis yang manuskrip, yang ditulis tangan pak
kalau cetak ya pencetakan itu. Jadi otomatis kalau dua klasifikasi itu yang manuskrip tidak
masuk. Untuk manuskrip sudah mulai digitalkan. Ada beberapa koleksi yang lama-lama
sudah mulai di digitalkan. Koleksi digital ada berapa, ada datanya pak ini saya kurang paham
ini judul atau lembar, ada 1.000.305. Saya kurang paham nanti saya tanya lagi di bagian
digital ini lembar atau judul. Jadi manuskrip juga mulai di digitalkan dan di mikro filmkan
mikrofis, memang Perpustakaan Nasional perlu dan sampai saat ini hunting selalu terus
mencari dan membeli karena di Undang-Undang ditekankan Perpustakaan Nasional
berkewajiban untuk memelihara dan mendaftar kalau memang di pelihara oleh masyarakat di
daftar Perpustakaan Nasional.
Baik, apa lagi ya. Manuskrip sudah. Ibu sepertinya untuk terkait dengan
Perpustakaan Nasional hanya seperti itu. Mohon bapak-ibu memikirkan kembali keberadaan
Perpustakaan, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan umum di provinsi mudah-mudahan
masuk perpustakaan daerah. Kalau dulu perpustakaan daerah sekarang umum daerah provinsi
sampai ke kabupaten kota. Baik, terima kasih bu, mungkin kalau perpustakaan khusus karena
itu terlepas dari kita karena kami melihat hanya yang ditekankan di sini perpustakaan sekolah
ada muncul tapi perpustakaan lainnya tidak. Baik, terima kasih bapak/ibu sekalian.
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
PIMPINAN RAPAT : Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD
RI)
Terima kasih Ibu. Untuk memberikan penghargaan kepada narasumber kita mari kita
berikan tepuk tangan yang hangat kepada Ibu Opong dan Pak Aris. Terima kasih.
Kita tidak menyampaikan kesimpulan karena ini akan disimpulkan nanti pada
pandangan, pendapat Komite III. Oleh sebab itu sekali lagi kami ucapkan terima kasih
kepada kedua narasumber. Sebagai oleh-oleh saya melihat Ibu Maria juga akan memberikan
buku, saya juga akan memberikan buku. Iya sangat berkenan kalau dikasih bu tapi sayangnya
saya belum dapat selama ini. Itu masalah itu. Iya kalau saya ini pantun abadi bu jadi boleh
pakai kapan saja. Ada 4 buku sudah saya terbitkan. Karena setiap saya berada di tugas
dimana saya akan mengarang buku. Waktu saya di KPU saya membuat buku memilih
menjadi pemilih yang cerdas. Saya pernah jadi Dewan Pendidikan menulis untuk apa
sekolah. Di DPD bekerja dengan hati tapi karena saya orang Melayu, saya menyusun pantun.
Satu buku lagi yang belum terbit Harmoni Hati Harmoni Negeri mungkin dalam tahun ini
tapi ini penulis orang kampung lah bu. Oleh karena itu, kami terima kasih. Ini hanya kenang-
kenangan saja. Kalau pantun saya Insya Allah pada bulan depan ini akan ada di Android ya
jadi kalau ibu ke daerah-daerah Kampung Melayu mau berpantun tidak usah lihat buku lagi,
lihat di Android buka.
Terima kasih, saya tutup.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Selamat sore.
RAPAT DITUTUP PUKUL 15.52 WIB