New Lapkas Neuro

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan Kasus

SYNDROME GUILLAIN BARRE

DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2011LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul Syndrome Gullain Barre telah dikoreksi, dibacakan, dan disetujui pada tanggal Juli 2011.

Mengetahui Supervisor Pembimbing

PENDAHULUAN

Syndrome Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Insidensi syndrome Guillain-Barre bervariasi antara 0,6 sampai 1,9 kasus per100.000 orang pertahun. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan

antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I samapai dekade III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Syndrome Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik. Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP), Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy, Acute motor axonal neuropathy (AMAN), Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN), Fishers syndrome, Acute pandysautonomia. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim dan merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi pada akar saraf tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam perdebatan. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda-tanda radang. Dahulu sindrom ini diduga disebabkan oleh infeksi virus, tetapi akhir-akhir ini terungkap bahwa ternyata virus bukan sebagai penyebab. Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza atau infeksi saluran nafas bagian atas atau saluran pencernaan. Sindrom ini dapat pula didahului oleh vaksinasi, infeksi bakteri, gangguan endokrin, tindakan operasi, anestesi dan sebagainya. Namun teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik. Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons terhadap reaksi

alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak ditemukan, kadangkadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan dorsal, terdapat juga gangguan medula spinalis dan medula oblongata. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.

LAPORAN KASUS

SA, seorang pelajar laki-laki, usia 16 tahun, suku Minahasa, agama Kristen Protestan, belum menikah, alamat Ranotana Weru Lingkungan II, masuk Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou pada tanggal 15 Juni 2011, pukul 16.00 wita, dengan keluhan utama: kelemahan anggota gerak.

Anamnesis

Kelemahan keempat anggota gerak dialami penderita sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan terjadi perlahan-lahan. Awalnya penderita merasa kram-kram di kaki selama dua hari, penderita masih bisa berjalan ke sekolah, kemudian setelahnya saat penderita baru bangun tidur, penderita sudah tidak dapat berjalan. Penderita sempat dibawa keluarganya ke tukang urut, namun tidak membaik. Kelemahan dirasakan mulai dari ujung-ujung jari kaki pada kedua tungkai. Kemudian kelemahan berlanjut sampai kedua lengan, berawal dari ujung-ujung jari sejak kurang lebih dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Makin hari penderita merasa semakin melemah. Penderita juga mengalami sesak napas yang dialami sejak kurang lebih satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala, penurunan kesadaran, kejang, demam, mual, muntah, batuk dan beringus tidak dialami oleh penderita. Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Riwayat penyakit dahulu tidak ada yang penting. Hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini dalam keluarga. Penderita tidak mempunyai kebiasaan merokok maupun minum minuman beralkohol.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum tampak sakit berat. TD lengan kanan dan kiri 100/70 mmHg; nadi 118 x/menit, regular, isi cukup; respirasi 48 x/menit, regular, tipe abdominal; suhu badan 36,9 OC. Kepala bulat, mesosefalus, rambut tidak mudah rontok. Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik. Leher , trakea di tengah, tidak ada retraksi; tidak ada pembesaran KBG leher; tidak teraba massa. Dada simetris. Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bunyi jantung tambahan, ukuran tidak membesar, iktus kordis tidak tampak. Bunyi pernafasan vesikular, ronkhi dan wheezing tidak ada.

Perut datar, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, tidak terdapat pekak berpindah atau fenomena papan catur. Daerah akral ekstremitas hangat, tidak ada edema, sirkulasi perifer cukup. Tidak tampak efloresensi spesifik atau stigmata penyakit sistemik di kulit. Pulsasi a.radialis, a. femoralis, a. poplitea, dan a. dorsalis pedis kiri dan kanan simetris. Dari pemeriksaan status mentalis ditemukan laki-laki usia belasan tahun dengan penampilan sesuai usia, terbaring di tempat tidur. Ekspresi wajah wajar, perhatian baik. Bicara lancar, dengan intonasi sesuai, dan kekuatan yang wajar. Kesan emosi dan suasana hati sesuai, proses pikir lancar. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan GCS 15. Kedua pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung baik. Tidak ditemukan tanda-tanda rangsangan meningeal. Pada pemeriksaan nervus-nervus kranialis ditemukan: Pada pemeriksaan n. I tidak ada anosmia. Pada pemeriksaan n. II visus ODS samping ranjang kesan >1/60; interpretasi warna baik; tes konfrontasi dan funduskopi tidak dievaluasi. Pada pemeriksaan n. III, IV, VI ditemukan tidak tampak ptosis, gerak bola mata ke arah sembilan arah utama baik, tidak ada nistagmus; refleks akomodasi baik. Pada pemeriksaan n. V1,2,3 dekstra dan sinistra, sensorik dan motorik baik dan refleks kornea (n. V1) baik. Pada pemeriksaan n. VII intak; kerutan dahi kanan sama dengan kiri; dapat mengembungkan pipi, bersiul dan menunjukkan gigi; tidak ada hipersalivasi; pengecapan 2/3 anterior lidah baik. Pada pemeriksaan n. VIII samping ranjang ditemukan ketajaman pendengaran kanan sama dengan kiri. Tinitus tidak ada. Tes rinne, weber, dan schwabach tidak dilakukan.

Pada pemeriksaan n. IX dan X ditemukan kedua arkus faring simetris, uvula di tengah, tidak berdeviasi saat fonasi; suara tidak disfonia; tes menelan dengan air 5 cc baik; refleks-refleks vagal tidak diperiksa. Pada pemeriksaan n. XI tidak ditemukan paresis m. trapezius dan sternokleidomastoides dekstra dan sinistra. Pada pemeriksaan n. XII kesan intak. Pada pemeriksaan status motorik ditemukan atrofi otot, tidak ada deformitas, tidak tampak gerakan-gerakan abnormal; tidak ada fasikulasi atau reaksi mioedema. Tonus otot pada keempat eksremitas menurun. Kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas 3/2/2/2, pada ekstremitas kiri atas 3/2/2/2, pada ekstremitas kanan bawah 1/1/0/0, pada ekstremitas kiri bawah 1/1/0/0. Refleks fisiologis, refleks rahang bawah +, refleks biseps +/+, refleks triseps +/+, brakioradialis +/+; refleks patella +/+, refleks tendon achilles +/+. Refleks patologis Babinsky group dan non Babinsky group -/-. Pada pemeriksaan status sensorik ditemukan hipestesi eksteroseptif daerah distal keempat ekstremitas. Pada pemeriksaan status autonom tidak ditemukan retensio atau

inkontinentisa uri dan alvi, hidrosis normal.

Hasil laboratorium (15 Juni 2011) GDS Natrium Kalium Chlorida : 81 g/dl : 138 mEq/l : 4,1 mEq/l : 97 mEq/l

Hasil Brain CT-Scan kesan tidak ada kelainan Hasil X-foto tulang kesan tidak ada kelainan

Diagnosis Kerja

Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre Observasi ancaman gagal napas

Penatalaksanaan O2 3-4 l/menit Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. IVFD RL 14 gtt/menit Methylprednisolon 3x500 mg iv Ranitidin 2x1amp iv Vitamin B12 2x1amp iv Rencana pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, asam urat, profil lipid, SGOT, SGPT, x-foto thorax, EKG, pungsi lumbal bila tidak ada kontra indikasi, pemeriksaan elektromiografi.

Pemantauan Lanjut 16 Juni 2011 ( perawatan hari I ) S O : kelemahan anggota gerak, kadang-kadang kaki terasa kram-kram. : T : 120/80mmHg N : 100 x/m R : 26 x/m SB : 36,6C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 1-1-2-3/3-2-1-1, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-0-1-1/1-1-0-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipestesi eksteroseptif daerah distal keempat ekstremitas.

Kesan status otonom tidak ditemukan retensio atau inkontinentisa uri dan alvi, hidrosis normal. Hasil laboratorium : Hb 15,3 g/dl ; RBC 5,41 juta/mm3; WBC 6400/mm3; Plt 142000/mm3; ureum 33 mg/dl; creatinin 0,5 mg/dl; asam urat 5,1 mg/dl; GDP 128 mg/dl; kolesterol total 155 mg/dl; HDL 38 mg/dl; LDL 106 mg/dl; trigliserida 55 mg/dl; SGOT 20 mg/dl; SGPT 22 mg/dl. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x500 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - rencana lumbal pungsi

17 Juni 2011 ( perawatan hari II ) S O : kelemahan anggota gerak. : T : 100/60mmHg N : 100 x/m R : 26 x/m SB : 36,2C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 1-1-2-3/3-2-1-1, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas.

Kesan status otonom tidak ditemukan retensio atau inkontinentisa uri dan alvi, hidrosis normal. Hasil lumbal pungsi : protein cairan otak 470 mg/dl; glukosa cairan otak 109 mg/dl; jumlah leukosit 0; hitung jenis leukosit PMN 0% MN 0%; kesan jumlah eritrosit 11-20/LBP; nonne (-); pandy (-); tidak berwarna; agak keruh; bekuan (-); pulasan gram (-); puasan BTA (-). Hasil EKG kesan complete RBBB. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x250 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv

18 Juni 2011 ( perawatan hari III ) S O : kelemahan anggota gerak, belum buang air besar. : T : 110/70mmHg N : 100 x/m R : 24 x/m SB : 36,5C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 1-1-2-3/3-2-1-1, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas.

Kesan status otonom tidak ditemukan inkontinensia uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x250 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv

19 Juni 2011 ( perawatan hari IV) S O : kelemahan anggota gerak, belum buang air besar. : T : 110/70mmHg N : 92 x/m R : 24 x/m SB : 36,3C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 1-1-2-3/3-2-1-1, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Kesan status otonom tidak ditemukan inkontinensia uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit

- Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x250 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn

20 Juni 2011 ( perawatan hari V ) S O : kelemahan anggota gerak, belum buang air besar. : T : 120/80mmHg N : 76 x/m R : 32 x/m SB : 36,3C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 1-1-2-3/3-2-1-1, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Kesan status otonom tidak ditemukan inkontinensia uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x125 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv

- Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn

21 Juni 2011 ( perawatan hari VI ) S O : kelemahan anggota gerak, belum buang air besar. : T : 120/80mmHg N : 80 x/m R : 32 x/m SB : 36,3C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 2-2-2-3/3-2-2-2, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Kesan status otonom tidak ditemukan inkontinensia uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x125 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn

22 Juni 2011 ( perawatan hari VII )

S O

: kelemahan anggota gerak, belum buang air besar. : T : 120/80mmHg N : 92 x/m R : 26 x/m SB : 36,3C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 2-2-2-3/3-2-2-2, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Kesan status otonom tidak ditemukan inkontinensia uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x125 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn

23 Juni 2011 ( perawatan hari VIII ) S O : kelemahan anggota gerak, batuk. : T : 110/70mmHg N : 96 x/m R : 28 x/m SB : 36,3C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+

Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 2-2-2-3/3-2-2-2, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Status otonom kesan tidak ditemukan inkontinentisa uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x125 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn - Ambroxol 2x1 tab

24 Juni 2011 ( perawatan hari XI ) S O : kelemahan anggota gerak, batuk. : T : 120/80mmHg N : 108 x/m R : 28 x/m SB : 36,6C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat.

Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 2-2-2-3/3-2-2-2, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Status otonom kesan tidak ditemukan inkontinentisa uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x125 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn - Ambroxol 2x1 tab

25 Juni 2011 ( perawatan hari X ) S O : kelemahan anggota gerak, batuk. : T : 120/80mmHg N : 100 x/m R : 28 x/m SB : 37C

GCS 15, pupil bulat isokor diameter 3 mm, RC +/+, RCTL +/+ Kepala tidak ada kelainan, leher tidak ada kelainan, dada bentuk simetris, paru ronkhi dan wheezing tidak ada, bunyi jantung normal dan tidak ada bising, hepar dan lien tidak teraba, perut tidak ada kelainan, ekstremitas akral hangat. Kesan nn. cranialis intak Status motorik : kekuatan otot ekstremitas atas 2-2-2-3/3-2-2-2, kekuatan otot ekstremitas bawah 0-2-2-2/2-2-2-0; kesan tonus otot menurun pada keempat

ekstremitas, refleks fisiologis pada ekstremitas bawah menurun, refleks patologis tidak ada. Status sensorik : hipoestesi pada ekstremitas. Status otonom kesan tidak ditemukan inkontinentisa uri dan alvi, hidrosis normal. A : - Tetraparesis LMN akut ec syndrome guillain barre - Observasi ancaman gagal napas P : - O2 3-4 l/menit - Elevasi kepala 30, mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam. - IVFD RL 14 gtt/menit - Methylprednisolon 3x125 mg iv - Ranitidin 2x1amp iv - Vitamin B12 2x1amp iv - Microlax supp 0-0-1 prn - Ambroxol 3x1 tab

PEMBAHASAN

Penderita pada kasus ini didiagnosis dengan tetraparesis LMN akut karena pada anamnesis penderita mengeluhkan adanya kelemahan anggota gerak yang dialami sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik dan neurologis pada status motorik didapatkan tonus otot pada keempat

ekstremitas menurun, kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas 3/2/2/2, pada ekstremitas kiri atas 3/2/2/2, pada ekstremitas kanan bawah 1/1/0/0, pada ekstremitas kiri bawah 1/1/0/0. Parese adalah kelemahan atau kelumpuhan parsial yang ringan atau tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. Kelemahan atau kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/kehilangan fungsi sensorik, adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan. Dalam kasus ini pada anamnesis dan pemeriksaan fisik serta neurologisnya didapatkan adanya susah buang air besar, sesak napas dengan respirasi 48x/menit, takikardi dengan denyut nadi 118x/menit, adanya kesan hipestesi eksterosptif pada status sensorik dan kekuatan otot dan tonus otot yang menurun pada status motoriknya.

Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetraparese spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. Kerusakan pada lower motor neuron (LMN) dapat mengenai motoneuron, radiks dan saraf perifer, maupun pada otot itu sendiri. Dalam kasus ini penderita mengalami penurunan tonus otot sehingga dapat disimpulkan adanya kerusakan pada lower motor neuron. Kerusakan pada lower motor neuron dapat disebabkan oleh banyak hal yang memberi gambaran klinis yang sama berupa tetraparese, namun dalam kasus ini penderita didiagnosis dengan tetraparese LMN ec Syndrome guillain Barre. Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese yang merupakan diagosis banding Syndrome Guilain Barre misalnya miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita SGB tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas, selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia. Trombosis arteri basilaris, dibedakan dari SGB dimana pada SGB, pupil masih reaktif, adanya hiporefleksia atau arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski. Botulisme juga dapat didiagnosis banding dengan SGB, dimana pada botulisme didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi. Gejala dimulai dengan diplopia disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia, yang jarang terjadi pada pasien GBS. Tick paralysis merupakan paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan, umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit, sedangkan pada SGB otot pernapasan kadang ikut terlibat. Neuropati

akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik. Pada SGB tidak didapatkan demam dan paralisisnya simetrik. Pada penderita dengan SGB kelumpuhan merupakan manifestasi klinis utama, yaitu kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal. Gangguan sensibilitas parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik. Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu. Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.

Pemeriksaan laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan otak tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis adalah terjadinya kelemahan yang progresif dan hiporefleksi II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB: a. Ciri-ciri klinis: - Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. - Relatif simetris - Gejala gangguan sensibilitas ringan - Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain - Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan. - Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor. - Tidak ada demam saat onset gejala neurologis b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: - Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial - Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

- Varian: o Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala o Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: - Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal. Guillain-Barre Syndrome memiliki beberapa varian tergantung pada gejala mereka, infeksi sebelumnya, durasi dari fase inflamasi, dan tingkat keparahan. Ada dua jenis yaitu varian progresif cepat dan varian progresif lambat. Varian dengan tahap progresif cepat terdiri dari: 1. Polineuropati akut demyelineating inflamasi (AIDP): sub-tipe ini didahului oleh infeksi bakteri atau virus. Sekitar 40% pasien GBS yang seropositif untuk Campylobacter jejuni dengan infiltrasi limfositik dan makrofagdimediasi demielinasi dari saraf perifer. Pada kebanyakan pasien ini mengalami GBS hanya satu serangan auto-imun, di awal. Setelah itu mereka bergerak ke fase penyembuhan. 2. Neuropati motorik akut aksonal (AMAN): Sebuah bentuk yang sangat parah, terutama menyerang saraf motorik, menyebabkan kelemahan progresif cepat sering dengan kegagalan pernapasan. Banyak kasus telah dilaporkan di daerah pedesaan Cina, terutama pada anak dan dewasa muda selama bulan-bulan musim panas. Prognosis sering sangat menguntungkan dan pemulihan yang cepat. 3. Akut neuropati sensori motor aksonal (AMSAN): Ini adalah penyakit akut yang parah yang mempengaruhi saraf sensoris dan motoris. Pasien umumnya orang dewasa dengan pemulihan yang lambat dan tidak lengkap. 4. Miller-Fisher Syndrome (MFS): Ini adalah suatu bentuk sangat jarang GBS yang mempengaruhi sekitar 5% pasien GBS. MFS menyebabkan kelumpuhan descending, yaitu kelumpuhan yang dimulai pada tubuh bagian atas dan secara bertahap menyebar ke bawah. Sebuah spinal tap mengungkapkan

adanya tingkat protein tinggi. Pasien mengalami tiga serangkai klasik ataksia, opthalmoplegia dan areflexia: hilangnya refleks tendon dan koordinasi, kesulitan berjalan dan berdiri, masalah penglihatan. Juga kesemutan, mati rasa, pusing, mual. Anti-GQ1b antibodi yang dihasilkan. Pasien mengalami penglihatan kabur atau ganda. Kerusakan saraf kranial melemahkan mata-otot, menyebabkan penglihatan ganda. Hal ini juga melemahkan otot-otot wajah, menyebabkan wajah kendur. Kacamata resep atau lensa kontak mengurangi masalah penglihatan. Pengobatan sering menggunakan suatu kortikosteroid. Pemulihan terjadi dalam urutan yang berlawanan, dengan saraf kranial pulih lalu. 5. Neuropati Akut Panautomatic: Ini adalah yang paling langka dari semua varian yang mempengaruhi sistem saraf simpatik dan parasimpatik "keterlibatan jantung adalah umum dan disritmia merupakan sumber signifikan dari kematian dalam bentuk penyakit" . Varian dengan tahap progresif lambat terdiri dari : 1. Berulang Guillain-Barre Syndrome (RGBS) atau inflamasi kronis demielinasi Polyradiculoneuropathy (CIDP): Pasien yang menderita lebih dari 32 episode Guillain-Barre serangan diklasifikasikan sebagai menderita RGBS atau CIDP yang berkembang selama beberapa bulan atau tahun. Pasien dengan onset yang cepat RGBS menunjukkan gejala, tingginya insiden penyakit anteseden, kurangnya respon terhadap terapi imunosupresif dan tingkat normal cairan otak tulang belakang protein pada awal kekambuhan. Pasien juga menunjukkan dekat pemulihan lengkap. 2. Multifokal motor Neuropati (MMN): Ini adalah bentuk yang jarang dari RGBS dengan kaki melemah secara bertahap dalam pola acak. 3. Multifokal motor Neuropati demielinasi Sensorik (MMSD): Ini juga merupakan bentuk yang jarang dari RGBS menyebabkan kelemahan bersama dengan gangguan sensori.

4. Multifokal Acquired demielinasi Neuropati Acquired Sensorik (MADSAM): Ini adalah subtipe dari CIDP dan juga dikenal sebagai Lewis Sumner Syndrome atau Multifocal CIDP. Ini secara bertahap progresif atau hilangtimbul. 5. Paraproteinaemic demielinasi Neuropati (PDN): Ini adalah subtipe dari CIDP dan juga dikenal sebagai gammopathy monoklonal Signifikansi Unknown (MGUS) di AS. Ini secara bertahap progresif dalam tiga jenis utama antibodi Immunoglobulin (yaitu, IgM, IgG dan IgA) dengan dua jenis terakhir yang hilang-timbul. Penderita dalam kasus ini juga didiagnosis dengan observasi gagal napas karena pada anamnesis diketahui adanya keluhan sesak napas, dan pada pemeriksaan fisik didapati respirasi penderita 48x/menit. Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki prognosisnya. Perawatan yang baik sangat penting dan terutama ditujukan pada perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati. Respirasi diawasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas vital dan gas darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan pernafasan maka penderita harus segera dibantu dengan pernafasan buatan. Jika pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama maka trakheotomi harus dikerjakan. Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif. Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot. Disfungsi otonom harus

dicari dengan pengawasan teratur dari irama jantung dan tekanan darah. Bila ada nyeri otot dapat dapat diberikan analgetik. Pertukaran plasma (plasma exchange) bermanfaat bila dikerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg. Dalam waktu 7-14 hari dilakukan tiga sampai lima kali exchange. Pemberian kortikosteroid walaupun telah melewati empat dekade

pemakaiannya pada SGB masih diragukan manfaatnya. Namun demikian ada yang berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid pada fase dini penyakit mungkin bermanfaat. Pengobatan dengan imunosupresan yaitu dengan imunoglobulin dan obat sitotoksik dapat diberikan. Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-MP), azathioprine, dan cyclophosphamid. Efek samping dari obat-obat ini adalah alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. Penatalaksanaan simptomatik yang dilakukan pada pasien ini adalah pemberian O2 3-4 l/menit, elevasi kepala 30, IVFD RL 14 gtt/menit, ranitidin 2x1amp iv, vitamin B12 2x1amp iv, ambroxol 3x1 tab, dan microlax supp 0-0-1. Penderita juga diberi kortikosteroid yaitu methyprednisolon 3x500 mg iv. Mobilisasi miring kanan kiri tiap 2 jam untuk mencegah ulkus dekubitus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mantay Kristi McClellan PA-S, Armeau Elin Phd PA-C, Parish Thomas DHSc PA-C. Recognizing Guillain-Barr Syndrome in the Primary Care Setting. The Internet Journal of Allied Health Sciences and Practice. Vol.5 No. 1. Jan 2007. Available from : http://www.ijahsp.nova.edu. 2. Japardi Iskandar dr. Sindroma Guillain-Barre. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah USU. 2002.

3. Van Doorn PA. Guillain Barre Syndrome. Orphanet Encyclopedia. September 2004. Available from: http://www.orphanet.net.pdf. 4. Senevirante Udaya MD(SL) MRCP. Guillain-Barr Syndrome: linicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis. Department of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus. Vol.12 No.1. 2003. 5. Heather Rachel Davids, MD; Chief Editor: Robert H Meier III, MD. Guillain Barre Syndrome. May 2011. Available from: http://www.medscape.com. 6. Paul H. Gordon, MD, Asa J. Wilbourn, MD. Early Electrodiagnostic Findings in Guillain-Barre Syndrome. American Medical Association. Vol.58. Juni 2001. Available from : http://www.archneurol.com. 7. Deborah M. Green, MD; Allan H. Ropper, MD. Mild Guillain Barre Syndrome. American Medical Association. Vol.58. Juni 2001. Available from : http://www.archneurol.com. 8. Ted M Burns MD. Guillain Barre Syndrome. Thieme Medical Publishers (Semin Neurol. Vol.28(2) p.152-167. April 2008. Available from : http:// ww.thieme.com. 9. Tarakad S Ramachandran, MBBS, FRCP (C), FACP, Chief Editor: Nicholas Y Lorenzo, MD. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy. May 2011. Available from: http://www.medscape.com. 10. Koller Hubertus MD, Kieseier Bernd C MD, Jander Sebastian MD, Hartung Hans Peter MD. Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy. The New England Journal of Medicine. 352;13. March 2005. Available from : http://www.nejm.org. 11. Seneviratne Udaya MD(SL),MRCP. Guillain-Barr Syndrome:

Clinicopathological Types And Electrophysiological Diagnosis. Department Of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus. Vol 12 . No1 . SGH Proceedings. 2003.

12. Marshall John. The Landry-Guillain-Barre Syndrome. From the Institute of Neurology and National Hospital for Nervous Diseases,Queen Square, London, W.C.I.