11
DOPS NEFROPATI DIABETIK Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam Di RSUD RAA Soewondo Pati Pembimbing : dr. Albert Tri Rustamaji, Sp.PD Disusun oleh: Ayu Fitrotun Nisa 01.210.6098 Rafika Syah Putra 01.210.6249 BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Nefropati Dm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nefropati diabetikum

Citation preview

DOPS

NEFROPATI DIABETIKDiajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Di RSUD RAA Soewondo PatiPembimbing :

dr. Albert Tri Rustamaji, Sp.PD

Disusun oleh:

Ayu Fitrotun Nisa 01.210.6098

Rafika Syah Putra 01.210.6249

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAMFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2015NEFROPATI DIABETIK

PENDAHULUAN

Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mgl24 jam atau>200 ig/menit) pada minimal duakali pemeriksaan dalamkurun waktu 3 sampai 6 bulan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian

nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe I dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe I karena jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe I . Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satupenyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi diabetes melitus, dan penyebab kematian tersering adalah karena komplikasi kardiovaskular.

Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap kerentanan untuk timbulnya nefropati daibetik, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin serta umur saat diabetes timbul.KLASIFIKASI

Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes Tahap Kondisi Ginjal

melitus lebih banyak dipelajari pada diabetes melitus tipe 1 dari pada tipe 2, dan oleh Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan (Tabel 1).

Tahap 1. Terjadi hiperkofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat. Tahap 2. Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi glomerulus tetap meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal berupa penebalan membrana basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional (dengan peningkatan matriks mesangium). Tahap 3. Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien. Laju frltrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 20 - 200 ig/menit (30-300 mgl24 jam). Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. Tahap 4. Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus menurun sekitar l0 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah. Tahap 5. Timbulnya gagal ginjal terminal.

Disamping klasifikasi dari Mogensen, ada beberapa pembagian-pembagian lain seperti oleh National Kidney Foundation (NKF) (dalam kelompok Diabetic Kidney Disease),kementerian kesehatan Jepang dan lainJain yang umumnya bertujuan untuk menyeragamkan serta mempermudah diagnosis dan tatalaksana.MIKROALBUMINURIA

Mikroalbumimria umumnya didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati diabetik(Tabel2).

Internalional Society of Nephrolog,t (ISN) menganjurkan penggunaan perbandingan albumin - kreatinine (albumin creatinine ratio-ACR) untuk kuantifikasi proteinuria serta sebagai sarara follow-up. Perlu diingat bahwa banyak penyebab mikroalbuminuria di samping diabetes. Beberapa penyebab proteinuria lain yang juga sering ditemukan adalah tekanan darah tinggi, serta umur lanjut. Selain itu, kehamilan, asupan protein yang sangat tinggi, stress, infeksi sistemik atau saluran kemih, dekompensasi metabolik akut, demam, latihan berat dan

gagal jantung dapat meningkatkan laju ekskresi albumin urin.

Diagnosis ditegakkan jrka 2 dari 3 pemeriksaan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan adanya

milaoalbuminuria (Gambar 1).

Ada beberapa kondisi yang berhubungan dengan mikroalbuminuri a, antaralain: 1). milaoangiopati diabetik; 2). penyakit kardiovaskular; 3). hipertensi, 4). Hiperlipidemia karena itu jika ditemukan mikroalbuminuria, maka perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lanjutan lain (Gambar 2).

PATOFISIOLOGI

Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.

Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benal tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi TGF-p yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). pada awalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu tery'adi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Penelitian pada hewan diabetes menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan renin/angiotensin sistem. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferenintrarenal atau intraglomerulus.Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik adalah : kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-I 60 mg/dl [7,7 -8,8 mmot/l] ) ; A I C >7-8 faktor-faktor genetis kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus) hipertensi sistemik sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik) keradangan perubahan permeabilitas pembuluh darah . asupan protein berlebih gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin) pelepasan growth factors

kelainan metabolisme karbohidrat / lemak/protein

kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrana basalis glomerulus)

gangguan ion pumps (peningkatan Na+-H+ pump dan penumnan Ca2+-ATPase pump)

hiperlipidemia(hiperkolester:rclemiadanhipertrlgliseridemia)

aktivasi protein kinase C

PATOLOGI

Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan membran basalis, ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks ekstra seluler; penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronektin) yang kemudian akan menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan/atau difus (Kimmelstiel-Wilson), hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial (Tabel 3).

TATALAKSANA

Evaluasi. Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya pemrrunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani pengobatan rutin. Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah

pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin (Tabel 4).

Untuk mempermudah evaluasi, NKI menganjurkan perhitungan laju frltrasi glomerulus dengan menggunakan rumus dari Cockroft -Gault yaitu:

Sebagian besar kasus proteinuria yang timbul pada pasien diabetes adalah diabetik nefropati. Tetapi harus tetap disadari bahwa ada kasus-kasus tertentu yang memerlukan evaluasi lebih lanjut, terutama jika ada gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mengarah kepada penyakit-penyakit glomerulus nondiabetik (hemahria makroskopik, casl sel darah merah dll), atau kalau timbul azotemia bermakna dengan proteinuria derajat sangat rendah, tidak ditemukannya retinopati (terutama pada diabetes melitus tipe 1), atau pada kasus proteinuria yang timbul sangat mendadak serta tidak melalui tahapan perkembangan nefropati. Pada kasuskasus seperti ini, dianjurkan pemeriksaan melalui biopsi ginjal (Gambar 4).

Terapi. Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapantahapan apakah masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, tetapi pada prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui : 1). Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes); 2). Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat antihipertensi); 3 ). perbaikan fungsi ginj al (diet rendah protein, pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan / atau Angiotensin Receptor Blocker [ARB]); 4). pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas dll).Terapi non farmakologis nefropati diabetikberupa gaya hidup yang sehat meliputi olah raga rutin, diet, menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olah raga rutin yang dianjurkanADA adalah berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10- 12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garamadalah4-5 gl hari (atau 68-85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.

Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah 6 mg/dl) dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya terapi pengganti ginjal ini dimulai. Pilihan pengobatan gagal ginjalterminal yang lain adalah cangkok ginjal, dan pada kasus nefropati diabetik di negara maju sudah sering dilakukan cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.

Rujukan. BaikADAmaupun ISN dan NKI menganjurkan rujukan kepada seorang dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetikjika laju frltrasi glomerulus mencapai < 60 ml/menit/1,73m2, atau jika ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi atau hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologijika laju filtrasi glomerulus mencapai < 30ml/men/l,73m2, atau lebih awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau

diagnosis dan prognosis pasien difagukan.Sumber : Buku Ilmu Penyakit Dalam