27
1 NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PUTUSAN BEBAS Oleh : Pramudya Andre Wijananda NIM : C 100080075 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

1

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PUTUSAN BEBAS

Oleh :

Pramudya Andre Wijananda NIM : C 100080075

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

Page 2: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

2

HALAMAN PENGESAHAN

Naskah Publikasi Skripsi ini telah disahkan oleh Dosen Pembimbing Skripsi

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing I

(Muhammad Iksan, S.H., M.H.)

Pembimbing II

(Hartanto, S.H.M.Hum)

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

(Muchmmad Iksan, SH.MH)

Page 3: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

3

PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Pramudya Andre Wijananda N I M : C. 100080075 Jenis : Skripsi Jurusan : Hukum Pidana Judul : UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP PUTUSAN BEBAS Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk : 1. Memberikan hak bebas royalty kepada perusahaan Ums atas penulisan karya

ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan,

mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikan, serta menampilkannya dalam bentuk sop copy untuk kepentingan akademis kepada perpustakaan UMS, tanpa perlu minta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak perpustakaan UMS dari semua bentuk tuntutan hakim yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Surakarta, 03 Juli 2013 Yang Menyatakan,

Pramudya Andre Wijananda NIM: C 100080075

Page 4: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

4

ABSTRAK

Pramudya Andre Wijananda. Nim: C100080075. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Peninjauan kembali yaitu kapasitasnya sebagai penuntut umum yang mewakili negara dan kepentingan umum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Peninjauan kembali ini bukan karena kepentingan pribadi jaksa penuntut umum atau lembaga kejaksaan tetapi untuk kepentingan umum/negara. Dan putusan bebas bisa juga didasarkan atas penilaian, bahwa kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim jadi sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan hakim.

Dalam hal ini penulis meneliti mengenai upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan bebas.

Penulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa atas putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (incraht) sehingga tidak dapat lagi disalurkan melalui upaya hukum biasa seperti banding atau kasasi. JPU secara formal tidak boleh mengajukan Peninjauan Kembali, dengan alasan KUHAP sudah memberikan aturan yang jelas mengenai prosedural acara pengajuan permohonan PK beserta limitasi-limitasinya. Para penegak hukum semestinya mengacu pada aturan formal tersebut. Apabila memang dirasa perlu terobosan hukum mengenai perlunya formulasi Peninjauan Kembali yang memang boleh diajukan oleh JPU. Maka diperlukan aturan yang khusus, lebih rinci, dan mengandung unsure keadilan serta kepastian hukum bagi para pihak yang berperkara.

H.L.A. Hart, terdapat pembedaan dua sistem hukum, yaitu apa yang disebut sebagai aturan primer (primary rules) dan aturan sekunder (secondary rules). Aturan primer (primery rules) lebih menekankan kepada kewajiban manusia untuk bertindak atau tidak bertindak. Oleh karena itu dengan adanya Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum menyebabkan rancunya tata aturan hukum yang ada. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis setuju adanya teori hukum positivisme yaitu memandang bahwa suatu produk hukum dibatasi oleh aturan-aturan yang mengikat sebagai pedoman. Untuk itu keputusan-keputusan hukum yang akan dihasilkan oleh pihak manapun tidak dengan mudah berubah-ubah, tidak bertentangan satu dengan lainnya, mudah dimengerti dan tidak membingungkan serta memiliki nilai kepastian.

Kata Kunci: Upaya Hukum, Peninjauan Kembali, Putusan Bebas

Page 5: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

5

ABSTRACT

Pramoedya Andre Wijananda. Nim: C100080075. Faculty of Law, University of Muhammadiyah Surakarta. Review of the capacity as a public prosecutor representing the state and the public interest in the criminal case resolution process. A review is not for personal interest or the public prosecutor, but the prosecutor institutions for the common / country. And acquittal could also be based on the assessment, which proved that the error was not supported by the judge's conviction formal errors so even if the defendant can be considered quite evident, however, is sufficient probative value would be crippled if the conviction is not supported by the judge.

In this case the author examines the legal remedies against the acquittal reconsideration.

The author argues that judicial review is an extraordinary legal remedy against the decision which has permanent legal force (incraht) so that it can no longer be channeled through the usual remedies such as appeal or cassation. Prosecutors formally filed a judicial review should not, by reason of the Criminal Procedure Code already provides clear rules regarding the filing of petition procedural events and their limitations-its limits. Law enforcement officers should refer to the formal rules. If it is felt necessary to break the law regarding the need for the formulation of a judicial review filed by the prosecutor is allowed. It would require special rules, more detailed, and contain elements of justice and legal certainty for the litigants.

H.L.A. Hart, there is a distinction two legal systems, namely the so-called primary rules (primary rules) and secondary rules (secondary rules). Primary rules (rules primery) more emphasis on human obligation to act or not to act. Hence the existence of judicial review by the Public Prosecutor cause ambiguous existing legal regulations. Based on the above description the authors agree with the theory of legal positivism is the view that a product legally restricted by the rules that bind as a guide. For the legal decisions that will be generated by any party not easily changeable, not against one another, it is easy to understand and not confusing and has a value of certainty.

Keywords: Remedies, Reconsideration, Decision-Free

Page 6: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

6

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 263

ayat 1 KUHAP ini yaitu. Bahwa terhadap putus an pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan

permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dengan

memperhatikan pasal 263 ayat 1 KUHAP.1

Salah satu masalah hukum yang akhir-akhir ini dipermasalahkan

adalah masalah upaya hukum Peninjauan Kembali yang sampai sekarang ini

dinilai oleh berbagai kalangan masih belum memiliki kepastian dalam

prakteknya sehingga menimbulkan kebingungan di dalam berpraktek

Hukum Acara Pidana.

Alasan dari Jaksa Penuntut Umum mengenai segi formalnya dapat

mengajukan Peninjauan Kembali yaitu Hak Jaksa Penuntut

Umum/Kejaksaan dalam mengajukan permintaan peninjauan kembali yaitu

kapasitasnya sebagai penuntut umum yang mewakili negara dan

kepentingan umum dalam proses penyelesaian perkara pidana. Dengan

demikian permintaan peninjauan kembali ini bukan karena kepentingan

pribadi jaksa penuntut umum atau lembaga kejaksaan tetapi untuk

kepentingan umum/negara. Dan yang dimaksud kepentingan umum menurut

penjelasan Pasal 49 UU No 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

yaitu: kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat

bersama dan atau kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.2

1 M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalajhan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan siding Pengadilan, Banding Kasasi dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, Jakarta :Sinar Grafika, hal. 614 2 Ibid, hal. 615

Page 7: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

7

Atas dasar latar belakang di atas itulah maka penulis mengangkat

menjadi penelitian dengan judul : “Upaya Hukum Peninjauan Kembali

Terhadap Putusan Bebas”.

B. Perumusan Masalah

1. Siapakah yang berhak untuk mengajukan upaya hukum peninjauan

kembali terhadap putusan bebas ?

2. Bagaimana pandangan pakar hukum tentang praktik pengajuan upaya

hukum peninjauan kembali oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan

bebas?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui pihak-pihak yang berhak untuk mengajukan

upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan bebas.

b. Untuk mengetahui pandangan pakar hukum tentang praktek

pengajuan upaya hukum peninjauan kembali oleh Jaksa Penuntut

Umum terhadap putusan bebas

2. Tujuan Subyektif

a. Menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap

penerapan teori-teori yang penulis peroleh selama menempuh kuliah

dalam mengatasi masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat.

b. Mengembangkan daya penalaran dan daya pikir penulis agar dapat

berkembang sesuai dengan bidang penulis.

c. Memperoleh data-data yang penulis pergunakan dalam penyusunan

skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan

dalam ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Page 8: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

8

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran ilmiah bagi ilmu hukum dan Hukum Acara Pidana pada

khususnya yang secara substansial lebih terfokus pada materi putusan

hakim dalam perkara pidana dengan kualifikasi putusan bebas

(vrijspraak) serta upaya hukum peninjauan kembali dalam konteks

Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir, dinamis

sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menetapkan

ilmu yang diperoleh.

b. Mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk dapat

memberikan sumbangan pemikiran mengenai cara mengatasi

masalah tersebut.

c. Memberikan bahan masukan bagi pemerintah untuk menata atau

mengambil kebijakan yang lebih baik mengenai upaya hukum

peninjauan kembali terhadap putusan bebas.

E. Kerangka Pemikiran

Peninjauan kembali (herziening) sebagai upaya hukum luar biasa,

mulai serius dibicarakan setelah munculnya kasus Sengkon Bin Yakin dan

Karta alias Karung alias Encep Bin Salam. Melalui PERMA Nomor 1 Tahun

1980, peninjauan kembali terhadap perkara pidana ketika itu menjadi

dimungkinkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9

PERMA tersebut, dan setelah KUHAP lahir, ketentuan permintaan peninjauan

kembali ditentukan Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

Dalam perkembangan ada diskursus tentang siapa pihak-pihak yang

dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali yang sebelumnya hanya

pihak terpidana pada perkembangannya Jaksa.

Page 9: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

9

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ini adalah deskriptif analitis,

yakni: “Suatu penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara

menyeluruh, mendalam, tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti.”3

Penelitian deskriptif oleh karena hasil-hasil yang diperoleh dari

penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai upaya

hukum peninjauan kembali terhadap putusan bebas (vrijspraak) dalam

Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

Berdasarkan gambaran yang diperoleh tersebut kemudian dikaji

secara mendalam berdasarkan Hukum Acara Pidana Indonesia mengenai

eksistensinya terhadap perkembangan hukum positif di Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian

Rencana penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian

normatif, yaitu “Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder belaka.”4

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, mengenai penelitian

hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup hal-hal, sebagai

berikut:

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematik hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal.

d. Perbandingan hukum.

e. Sejarah hukum.5

Terkait dengan klasifikasi tersebut di atas dalam relevansinya

dengan rencana penelitian ini merupakan yuridis normatif, yakni

menyangkut penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal suatu peraturan

3 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta, hal: 58. 4 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal: 13-14. 5 Ibid, hal: 14.

Page 10: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

10

perundang-undangan yang tergolong bahan hukum primer, dengan

meneliti beberapa peraturan perundang-undangan.

3. Data yang Digunakan

Data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari

beberapa sumber bahan hukum, seperti:

a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan

bebas (vrijspraak) dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu, yakni:

Upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan bebas yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, diatur Pasal 263 ayat 1 KUHAP,

bahwa terhadap putus an pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan

peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

b. Bahan hukum sekunder, yakni memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer. Dalam penulisan ini penulis mempergunakan

bahan hukum sekunder berupa literatur-literatur tentang upaya hukum

peninjauan kembali terhadap putusan bebas.

c. Bahan hukum tersier, dalam hubungan penelitian ini menyangkut

seperti: kamus atau ensiklopedia yang memberi batasan pengertian

secara etimologi/arti kata atau secara gramatikal untuk istilah-istilah

tertentu terutama yang terkait dengan komponen variabel judul dalam

hal ini yakni terkait dengan istilah-istilah yang berkorelasi dengan

upaya hukum peninjauan kembali terhadap putusan bebas (vrijspraak)

dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan dengan kegiatan

inventarisasi dan pengelompokan bahan-bahan hukum ke dalam suatu

sistim informasi, sehingga memudahkan kembali penelusuran bahan-

bahan hukum tersebut. Bahan-bahan hukum dikumpulkan dengan studi

Page 11: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

11

dokumentasi, yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap sumber bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

5. Metode Analisis Data

Penganalisaan bahan hukum yang terkumpul, baik dari bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder, dipergunakan teknik

deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan bahan hukum terlebih

dahulu kemudian menganalisa melalui teknik analisis sebagai berikut :

a. Teknik deskriptif, yaitu uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau

posisi dari preposisi-preposisi hukum atau non hukum.

b. Teknik evaluatif, yaitu melakukan penilaian dan mengevaluasi, tepat

atau tidak tepat, benar atau tidak benar, sah atau tidak sah terhadap

suatu pandangan, preposisi, pernyataan, rumusan norma, keputusan,

baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder.

c. Teknik interpretatif, yaitu menafsirkan dengan menggunakan teknik-

teknik penafsiran terhadap adanya norma kabur yang melandasi

pemberlakuan permintaan peninjauan kembali putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

d. Teknik Argumentartif, yaitu penilaian yang didasarkan pada alasan-

alasan yang bersifat penalaran hukum.

Page 12: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

12

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pihak-Pihak Yang Berhak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan

Kembali Terhadap Putusan Bebas

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai

landasan formal proses beracara pidana oleh institusi aparat struktur subsistem

Peradilan Pidana dalam hubungan ini melibatkan Jaksa Penuntut Umum dan

Hakim, telah mengkonstruksi konsepsi justifikasi dalam beberapa keterkaitan

pasal-pasal menyangkut putusan bebas (vrijspraak).

Putusan bebas yang diperoleh terdakwa merupakan hak yang mutlak.

Jadi dalam konteks ini adalah berbicara mengenai “kebebasan” yang

merupakan hak asasi kodrati manusia yang dapat diinterpretasikan secara

gramatikal dan sistematis dalam lingkup hukum pidana (hukum acara pidana)

adalah bebas dari hukuman oleh hakim atas tuduhan yang didakwakan kepada

terdakwa apabila kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Mengenai benar atau

tidaknya hak tersebut, apakah sudah diperoleh dengan proses yang benar atau

tidak, secara teoritis konseptual (ketentuan dalam KUHAP), Jaksa Penuntut

Umum sudah tidak diberikan kemungkinan untuk melakukan upaya kontrol

atau koreksi berupa upaya hukum peninjauan kembali.

Dari fakta-fakta yang berkembang dalam praktek peradilan pidana kita

yakni adanya pembentukan hukum melalui yurisprudensi (putusan

pengadilan) yang merupakan andil dari teori realisme, yakni bahwa penemuan

putusan-putusan hakim dipandang dan diakui sebagai dokumen hukum.

Hukum sebagai keahlian para hakim dan apa yang tercipta di pengadilan

dianggap sebagai hukum. Dalam pembangunan dan pembentukan hukum di

negara kita, salah satunya diperoleh melalui prilaku-prilaku (penemuan dan

konstruksi hukum) hakim dengan menempuh proses panjang dalam

mekanisme peradilan hingga lahirnya sebuah vonis yang dikemudian hari

Page 13: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

13

dapat diikuti oleh hakim-hakim berikutnya dalam memutus kasus-kasus yang

sama (sejenis).

Upaya hukum peninjauan kembali (Herziening) adalah upaya hukum

luar biasa yang dilakukan dalam rangka pencapaian rasa keadilan. Fenonema

yang muncul saat ini adalah upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan

oleh jaksa. Padahal dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah jelas dinyatakan

bahwa yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali adalah jaksa.

Meskipun begitu, bukan berarti pengajuan upaya hukum peninjauan kembali

oleh jaksa tidak berdasarkan landasan hukum. Jaksa mengajukan upaya

hukum peninjauan kembali dengan berdasarkan pada pasal 23 Undang-

Undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman,

selain itu, Pasal 263 Ayat(3) sendiri telah memberikan celah bagi Jaksa untuk

kemudian mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.

Upaya hukum peninjauan kembali (Herziening) diatur dalam beberapa

peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu antara lain sebagai berikut :

1. Pasal 263 Ayat (1) ayat (2) dan Ayat (3) Undang-undang No. 8 Tahun

1981 Tentang Hukum Acara Pidana

2. Undang-Undang No. 19 Tahun 1964 jo Undang-Undang No. 14 tahun

1970 jo Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 4

Tahun 2004 Pasal 23

3. Pasal 9 dan Pasal 10 PERMA No. 1 Tahun 1980

Mengenai peninjauan kembali telah diatur oleh mahkamah Agung

dalam PERMA No. 1 Tahun 1980, dan dalam Pasal 10 PERMA tersebut

dengan terang telah menunjukkan bahwa peninjauan kembali dapat diajukan

oleh jaksa namun oleh karena pada tahun 1981 telah lahir Undang-Undang

No. 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang juga mengatur secara

jelas mengenai Peninjauan Kembali maka seharusnya PERMA No.1 Tahun

1980 sudah tidak mempunyai kekuatan hukum untuk berlaku lagi.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan penulis dalam pembahasan-

pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa jaksa berwenang

untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali, namun hal itu dilakukan

Page 14: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

14

dengan pembatasan-pembatasan tertentu. Apabila bertujuan demi kepentingan

umum/Negara maka jaksa diberikan wewenang untuk mengajukan upaya

hukum peninjauan kembali (Herziening).

B. Pandangan Pakar Hukum Tentang Praktek Pengajuan Upaya Hukum

Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum Terhadap Putusan

Bebas

Menurut Indriyanto Seno Adjie, dengan adanya peninjauan kembali

yang diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum terhadap perkara pidana yang

diputus bebas atau diputus lepas dari tuntutan hukum memang menimbulkan

implikasi hukum yang mungkin bertentangan dengan beberapa ketentuan

yang terdapat dalam KUHAP. Akan tetapi dalam praktiknya Mahkamah

Agung menerima dan mengabulkan upaya Jaksa/Penuntut Umum tersebut

dengan berdasarkan asas keadilan, meskipun dari sisi kepastian hukum bahwa

peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum tersebut tidak

searah dengan pendekatan historis dan yuridis yang justru memberikan

limitasi subyek dan obyek peninjauan kembali.

Mardjono Reksodiputro, mengatakan peninjauan kembali yang

diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum terhadap perkara pidana yang diputus

bebas atau diputus lepas dari tuntutan hukum, adalah sah-sah saja

dikarenakan tugas Mahkamah Agung adalah harmonisasi/unifikasi hukum

dengan cara menafsirkan dengan mempersempit atau memperluas, selain itu

Mahkamah Agung dapat melakukan interpretasi yang nantinya dapat atau

untuk dijadikan undang-undang sehingga dapat mengikuti perkembangan dan

tidak kontemporer.

Selanjutnya Mardjono Reksodiputro berpendapat bahwa penafsiran

yang dilakukan oleh Mahkamah Agung, boleh juga dilakukan terhadap

hukum formil/hukum acara termasuk juga masalah peninjauan kembali yang

diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum. Interpretasi / penafsiran oleh

Mahkamah Agung dilakukan untuk keadilan dan kepastian hukum. Mardjono

Page 15: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

15

Reksodiputro juga mengutarakan bahwa kepastian hukum ada dua, yang

pertama adalah setiap orang yang sama-sama bersalah harus dibawa

semuanya ke pengadilan, dan yang kedua adalah bagaimana hakim,

khususnya Mahkamah Agung dalam memberikan keadilan. Dengan demikian

kepastian hukum tidak hanya yang terdapat dalam ketentuan undang-undang,

melainkan dapat diambil dari hukum internasional ataupun bisa juga dari

pendapat guru besar.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Jaksa Agung Muda Pidana

Khusus RI, Dr. Marwan Effendi, S.H., bahwa jaksa tidak berhak

mengusulkan peninjauan kembali terhadap putusan hakim dalam sebuah

perkara. “Apabila seseorang telah diputuskan bebas dalam peradilan maka

tidak diperlukan lagi Peninjauan Kembali, yang berhak mengajukan

Peninjauan Kembali adalah terpidana ataupun ahli warisnya, bukan jaksa,”6

Jaksa harus diberikan hak untuk melakukan upaya hukum luar biasa

PK dalam perkara pidana sebagai upaya penegakan hukum, keadilan, dan

perlindungan kepentingan umum. Di samping hal tersebut, juga dibutuhkan

adanya ketentuan perundang-undangan yang mengatur secara limitatif hak

jaksa untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali untuk

menghindari timbulnya polemik. “Produk legislasi yang mengatur tentang

masalah peninjauan kembali harus disinkronkan supaya tidak menimbulkan

multitafsir karena bersifat ambigu,”

Sementara itu, Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H., M.Hum, staf pengajar

Fakultas Hukum UGM, mengatakan terdapat dua persoalan utama yang perlu

dikritik terkait dengan upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa penuntut

umum. Yang pertama, mengenai putusan bebas itu sendiri. Jika seseorang

diputus bebas oleh pengadilan berarti perbuatan yang dituduhkan terhadapnya

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Terhadap putusan bebas ini tidak

dapat diajukan upaya hukum apapun, baik banding maupun kasasi, demi

kepentingan hukum ataupun Peninjauan Kembali. Apabila putusan bebas yang

6 Effendy, Marwan, 2005, Hukum Acara Pidana. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Hal 98

Page 16: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

16

dijatuhkan adalah semata-mata kekeliruan hakim, tidak sepantasnya

kekeliruan hakim itu ditanggung oleh terdakwa yang diputuskan bebas.7

Lebih lanjut dituturkan Eddy, permasalahan yang kedua tentang

hakikat peninjauan kembali berdasar ketentuan Pasal 263 ayat 2 KUHP adalah

hak terpidana/ahli warisnya jika terdapat bukti baru, adanya pertentangan

antara pertimbangan dan putusan hakim, dan adanya kekhilafan yang nyata

dari putusan hakim. Tidak disebutkannya jaksa dalam pasal ini sebagai pihak

yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali ini menimbulkan persepsi jaksa

tidak dilarang untuk mengajukan Peninjauan Kembali.8

Bagi penganut aliran positivisme atau analytical positivism atau

rechtsdogmatiek, yang cenderung melihat bahwa hukum sebagai suatu yang

otonom, tujuan hukum tidak lain dari sekedar mencapai/terwujudnya kepastian

hukum. Dalam pandangan positivisme, penyimpangan terhadap undang-

undang juga dianggap telah meniadakan kepastian hukum. Kesimpulan dari

pendekatan ini adalah bahwa satu-satunya hukum yang diterima sebagai

hukum merupakan tata hukum, sebab hanya hukum inilah dapat dipastikan

kenyataannya.9

Berkaitan dengan tugas hakim, yaitu mengadili perkara-perkara yang

dihadapkannya, hakim akan selalu dihadapkan pada peristiwa-peristiwa

konkrit. Peristiwa konkrit tersebut tidak jarang muncul tidak dapat

diselesaikan oleh peraturan perundang-undangan yang telah ada, karena belum

ada ketentuan yang mengaturnya. Bahkan dalam keadaan tertentu terjadi

kekosongan hukum atau hukumnya tidak jelas.

7 Eddy O.S. Hiariej, Legal Opinion, Permohonan Pengujian Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Newslette Komisi Hukum Nasional, Vol. 10 No.6 Tahun 2010 8 Ibid 9Theo Huijbers, 1982, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, selanjutnya disebut Theo Huijbers I, h. 128

Page 17: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

17

C. Analisa Kasus

1. Nama : DR. Muchtar Pakpahan, SH.MA,

Tempat Tgl. Lahir : Simalungun, 21 Desember 1953

Umur : 41 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Kayu Putih Selatan VI-D NO. 9 Jakarta

Timur

Dakwaan : Pasal 160 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP menghasut

terus-menerus dan berlanjut dan Pasal 161 ayat (1) KUHP tentang

menyebarluaskan tulisan yang isinya menghasut.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah 4 (empat) tahun penjara.

Putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 7 November 1994

No.966/Pid.B/1994/PN.Mdn. menjatuhi hukuman terhadap Terdakwa

adalah 3 (tiga) tahun penjara.

Terpidana DR. Muchtar Pakpahan, SH.MA, mengajukan banding

ke Pengadilan Tinggi Medan tanggal 16 Januari 1995 NO.188/Pid.B/

1994-PT. Mdn. menerima banding terdakwa dan memperbaikan Putusan

Pengadilan Negeri Medan tanggal 7 November 1994 No. 966/Pid.B/

1994/PN.Mdn dengan menjatuhkan hukuman 4 (empat) penjara.

Selanjutnya melakukan kasasi ke Mahkamah Agung membaca

putusan MA tanggal 29 September 1995 Reg No.395K/Pid./1995

membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 16 Januari 1995

NO.188/Pid.B/1994-PT.Mdn. mengadili bahwa terpidana tidak terbukti

secara sah melakukan kejahatan yang didakwakan dalam dakwaan kesatu

maupun kedua dan diputus bebas oleh Mahkamah Agung.

Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Kajari Medan dalam

putusan peninjuan kembali Reg.No. 55/PK/Pid/1996 bertanggal 25

Oktober 1996 menyatakan perbuatan Muchtar Pakpahan melanggar pasal

160 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 161 (1) KUHP yang dijatuhi

hukuman penjara empat tahun.

Page 18: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

18

2. Nama : POLLYCARPUS BUDIHARI PRIYANTO

Tempat lahir :Solo

Umur / tgl lahir : 44 tahun / 26 Januari 1961

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Jl. Pamulang Permai I Blok B No. 1 RT. 01/22

Pamulang Barat, Tangerang

Agama : Katolik

Pekerjaan : Pilot Garuda

Dakwaan: “Pembunuhan berencana dan menggunakan surat palsu”

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP

Tuntutan pidana penjara selama seumur hidup

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Desember

2005 No. 1361/Pid.B/2005/PN.Jkt.Pst, Menyatakan Terdakwa Pollycarpus

Budihari Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

perbuatan pidana “Turut melakukan pembunuhan berencana” dan “Turut

melakukan pemalsuan surat” menghukum Terdakwa oleh karena

perbuatan tersebut dengan hukuman penjara selama 14 (empat belas)

tahun.

Membaca putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 27 Maret

2006 No. 16/PID/2006/ PT.DKI, menerima permintaan banding dari Jaksa

Penuntut Umum dan Terdakwa. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat tanggal 20 Desember 2005 No. 1361/Pid/B/2005/PN.Jkt.Pst.

Membaca putusan Mahkamah Agung RI tanggal 3 Oktober 2006

No.1185 K/Pid/2006 Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I :

Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Dan

mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa :

POLLYCARPUS BUDIHARI PRIYANTO tersebut. Membatalkan

putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 16/PID/2006/ PT.DKI, tanggal 27

Maret 2006 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Page 19: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

19

No. 1361/Pid.B/2005/ PN.Jkt.Pst, tanggal 20 Desember 2005. Menyatakan

terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto tersebut tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana dalam dakwaan kesatu pasal

340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Menyatakan terdakwa

Pollycarpus Budihari Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan,

bersalah melakukan tindak pidana mempergunakan surat palsu

sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua;

1) Menjatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) tahun;

Mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh

Pemohon Peninjauan Kembali : Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan

Negeri Jakarta Pusat

Putusan peninjauan kembali Reg. No. 109PK/ Pid/ 2007

Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI tanggal 3 Oktober 2006,

No.1185 K/Pid/2006 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi

Jakarta tanggal 27 Maret 2006, Nomor : 16/PID/2006/PT.DKI, yang telah

menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20

Desember 2005, Nomor : 1361/Pid.B/2005/PN.Jkt.Pst Melakukan

pembunuhan berencana dan melakukan pemalsuan surat. Menghukum

oleh karena itu terpidana dengan pidana penjara selama 20 (dua puluh)

tahun.

Berdasarkan putusan peninjauan kembali Reg.No. 55/PK/Pid/1996

bertanggal 25 Oktober 1996 Majelis Hakim Agung MA membatalkan putusan

kasasi MA terdahulu Reg.No. 395K/Pid/1995 bertanggal 29 September 1995

yang membebaskan Muchtar Pakpahan dari semua dakwaan penuntut umum.

Alasan Majelis Hakim Agung mengabulkan permohonan PK Kajari Medan

adalah berdasarkan Pasal 263 ayat 2 huruf (c) KUHAP.

Dalam kasus Pollycarpus putusan peninjauan kembali yang diajukan

oleh jaksa penuntut umum Reg. No. 109PK/ Pid/ 2007 Membatalkan putusan

Mahkamah Agung RI tanggal 3 Oktober 2006, No.1185 K/Pid/2006 yang

membebaskan Pollycarpus dari pasal 340 KUHP tentang pembunuhan

Page 20: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

20

berencana. Dengan berdasarkan pasal yang sama yakni pasal 263 ayat 2 huruf

(c) KUHAP.

Upaya hukum peninjauan kembali (Herziening) adalah upaya hukum

luar biasa yang dilakukan dalam rangka pencapaian rasa keadilan. Fenonema

yang muncul saat ini adalah upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan

oleh jaksa. Padahal dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP telah jelas dinyatakan

bahwa yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali adalah

terpidana dan atau ahli warisnya. Meskipun begitu, bukan berarti pengajuan

upaya hukum peninjauan kembali oleh jaksa tidak berdasarkan landasan

hukum. Jaksa mengajukan upaya hukum peninjauan kembali dengan

berdasarkan pada Pasal 24 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman, selain itu, Pasal 263 Ayat (3) KUHAP yang

mengandung unsur dari Pasal 263 ayat 2 KUHAP telah memberikan celah

bagi Jaksa untuk kemudian mengajukan upaya hukum peninjauan kembali.

Adanya putusan MA RI No. 55 Tahun 1996 kemudian dijadikan

sebagai yurisprudensi bagi perkara-perkara upaya hukum peninjauan kembali.

Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Jaksa Penuntut Umum diterima

dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung, telah mengakibatkan beberapa

ketentuan pasal yang terdapat dalam KUHAP dan perundang-undangan yang

lainnya saling bertentangan, yaitu : ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP,

Pasal 266 ayat (3) KUHAP, walaupun ayat 23 Undang-Undang No. 4 Tahun

2004 telah diubah dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menjelaskan bahwa :

“Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan

kembali kepada MA, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang

ditentukan oleh undang-undang”.

Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Jaksa menyimpangi perundang-

undangan yang berlaku, bukan berarti bahwa pengajuan suatu upaya hukum

tidak boleh menyimpang dari aturan yang berlaku (KUHAP) akan tetapi

boleh jika ada suatu perundang-undangan khusus yang mengatur tentang

Page 21: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

21

upaya pengajuan Peninjauan Kembali oleh Jaksa. Secara formal tidak boleh

mengajukan Peninjauan Kembali, dengan alasan KUHAP sudah memberikan

aturan yang jelas mengenai prosedural acara pengajuan permohonan

peninjauan kembali beserta limitasi-limitasinya.

Berdasarkan pandangan pakar hukum Dr. Eddy O.S. Hiariej, S.H.,

M.Hum, staf pengajar Fakultas Hukum UGM, mengatakan terdapat dua

persoalan utama yang perlu dikritik terkait dengan upaya hukum peninjauan

kembali oleh jaksa penuntut umum. Yang pertama, mengenai putusan bebas

itu sendiri. Jika seseorang diputus bebas oleh pengadilan berarti perbuatan

yang dituduhkan terhadapnya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Terhadap putusan bebas ini tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, baik

banding maupun kasasi, demi kepentingan hukum ataupun Peninjauan

Kembali. Apabila putusan bebas yang dijatuhkan adalah semata-mata

kekeliruan hakim, tidak sepantasnya kekeliruan hakim itu ditanggung oleh

terpidana yang diputuskan bebas.

Hakikat peninjauan kembali berdasar ketentuan Pasal 263 ayat 2

KUHP adalah hak terpidana/ahli warisnya jika terdapat bukti baru, adanya

pertentangan antara pertimbangan dan putusan hakim, dan adanya kekhilafan

yang nyata dari putusan hakim. Tidak disebutkannya jaksa dalam pasal ini

sebagai pihak yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali ini menimbulkan

persepsi jaksa tidak dilarang untuk mengajukan Peninjauan Kembali.

Pandangan pakar hukum H.L.A. Hart, bahwa sistem hukum adalah

suatu sistem logis tertutup, artinya putusan-putusan hukum yang tepat hanya

dapat dihasilkan dengan cara-cara yang logis dari peraturan-peraturan hukum

yang telah ditentukan terlebih dahulu tanpa mengingat tuntutan-tuntutan

sosial, kebijaksanaan maupun norma-norma moral.10 Sesuai pandangan

positivisme hal ini menyalahi asas legalitas.

10 H.R. Otje Salman S. dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, h. 90

Page 22: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

22

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pihak-pihak yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali

terhadap putusan bebas

Dengan demikian JPU secara formal tidak boleh mengajukan

Peninjauan Kembali, karena bertentangandengan ketentuan Pasal 263 ayat

(1) KUHAP, Pasal 266 ayat (3) KUHAP KUHAP. Dengan demikian yang

berhak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali adalah terpidana

dan/ atau ahli warisnya saja. Karena tujuan dari peninjuan kembali adalah

untuk meringankan pidana dalam putusan sebelumnya.

2. Pandangan Pakar Hukum Tentang Praktek Pengajuan Upaya Hukum

Peninjauan Kembali Oleh Jaksa Penuntut Umum Terhadap Putusan Bebas

Hakikat peninjauan kembali berdasar ketentuan Pasal 263 ayat 2

KUHP adalah hak terpidana/ahli warisnya jika terdapat bukti baru, adanya

pertentangan antara pertimbangan dan putusan hakim, dan adanya

kekhilafan yang nyata dari putusan hakim.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis setuju adanya teori

hukum positivisme yaitu memandang bahwa suatu produk hukum

dibatasi oleh aturan-aturan yang mengikat sebag ai kepastian hukum.

B. Saran

1. Untuk mencegah ketidak pastian hukum dan sekaligus untuk menjaga asas

keadilan dan untuk melindungi kepentingan dan masyarakat atau

kepentingan umum, maka sebaiknya kewnangan jaksa penuntut umum

untuk mengajukan peninjauna kembali perlu diatur secara jelas dalam

perundang-undangan.

2. Bagi Aparat penegak hukum khususnya Jasa Penuntut Umum dan Hakim

sebagai sub unsur sistem struktur peradilan pidana dalam tugasnya terkait

dengan kebijakan peninjauan kembali terhadap putusan bebas (vrijspraak)

dalam praktik peradilan pidana mendatang hendaknya berorientasi pada

ketentuan pasal-pasal yang secara yuridis normatif telah direformulasikan

Page 23: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

23

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan

datang yang merupakan landasan yuridis formal praktek acara pidana demi

terciptanya kepastian hukum bagi para pencari keadilan (justitiabelen).

3. Jika seseorang diputus bebas oleh pengadilan berarti perbuatan yang

dituduhkan terhadapnya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Terhadap putusan bebas ini tidak dapat diajukan upaya hukum apapun,

baik banding maupun kasasi, demi kepentingan hukum ataupun

Peninjauan Kembali. Apabila putusan bebas yang dijatuhkan adalah

semata-mata kekeliruan hakim, hendaknya tidak sepantasnya kekeliruan

hakim itu ditanggung oleh terdakwa yang diputuskan bebas.

Page 24: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

24

DAFTAR PUSTAKA

Ali Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Anshori Abdul Ghofur, 2006, Filsafat Hukum, Cetakan Pertama, Yogyakarta :

Gajah Mada University Press. Arief Barda Nawawi (III), 1992, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung :

Alumni. Arief Barda Nawawi (IV), 2008, Perbandingan Hukum Pidana, Edisi 2-7, Jakarta

: PT. Raja Grafindo Persada. Arief Barda Nawawi (I), 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,

Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Cetakan ke-1, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Arief Barda Nawawi (II), 2007, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum

Pidana (Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia), Semarang: Universitas Diponegoro.

Friedman Lawrence M., 1984, American Law An Introduction, Second Edition

(Terjemahan Wisnu Murti: Hukum Amerika Sebuah Pengantar, Cetakan Pertama, Juli, 2001), Jakarta : PT. Tata Nusa.

Fuady Munir, 2007, Dinamika Teori Hukum, Cetakan Pertama, Bogor : Ghalia

Indonesia. H. Hamid Hamrat dan Harun M. Husein, 1992, Pembahasan Permasalahan

KUHAP Bidang Penuntutan dan Eksekusi (Dalam Bentuk Tanya Jawab), Jakarta : Sinar Grafika.

H. Kamil Ahmad, M. Fauzan, 2008, Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi,

Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hamzah Andi dan Irdan Dahlan, 1987, Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana,

Jakarta : Bina Aksara.

Page 25: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

25

Harahap M. Yahya (II), 1985, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Jilid II, Jakarta: Pustaka Kartini.

Mertokusumo Sudikno, 2009, Penemuan Hukum, Yogyakarta: Liberty. Muhammad Rusli, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Jakarta : PT. Citra

Aditya Bakti. Mujahidin Ahmad , 2007, Peradilan Satu Atap Di Indonesia, Cetakan Pertama,

Bandung: PT. Refika Aditama. Muladi, 2002, Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di

Indonesia, Cetakan Pertama, The Habibie Center. Prakoso Joko, 1987, Upaya Hukum Yang Diatur Didalam KUHAP, Jakarta :

Aksara Persada Indonesia. Prodjodikoro Wirjono, 1977, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Cetakan

Ketujuh, Bandung: Sumur. Prodjohamidjojo Martiman, 1982, Komentar Atas Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana, Jakarta. R. Soesilo, 1982, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana

Bagi Penegak Hukum), Bogor : Politeia. Reksodiputro Mardjono (I), 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat

Kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum, Jakarta : FH UI, Jakarta.

Reksodiputro Mardjono (II), 1994, Hak Azazi Manusia Dalam Sistem Peradilan

Pidana, Edisi Pertama, Penerbit: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum , Jakarta : UI.

Remington dan Ohlin (Dalam Romli Atmasasmita), 1992, Sistem Peradilan

Pidana Perspektif Eksistensiaisme dan Abolisionisme, Cetakan Kedua (Revisi), Bandung : Bina Cipta.

Sapardjadja Komariah Emong, 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel

Dalam Hukum Pidana Indonesia (Studi Kasus tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi), Bandung: Alumni.

Soedirdjo (II), 1981, Kasasi Dalam Perkara Pidana (Sifat dan Fungsi), Jakarta:

Ahliyah.

Page 26: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

26

Soedirdjo (III), 1985, Jaksa dan Hakim Dalam Proses Pidana, Jakarta: Akademika Presindo.

Soekanto Soerjono (II), 1981, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama,

Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press). Soekanto Soerjono, Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soemitro Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,

Jakarta: Ghalia Indonesia. Tahir Heri, 2010, Proses Hukum Yang Adil dalam Sistem Peradilan Pidana Di

Indonesia, Yogyakarta : LaksBang Pressindo. Utsman Sabian, 2008, Menuju Penegakan Hukum Responsif, Cetakan I,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Widyadharma Ignatius Ridwan, 1983, Hukum Acara Pidana Di Indonesia,

Semarang : PT. Tanjung Mas. Yuwono Susilo, 1982, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP

(Sistem dan Prosedur), Bandung: Alumni. Perundangan-undangan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.14- PW.07.03

Tahun 1983 Tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, Angka 19.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pedoman Peraturan

Pelaksanaan KUHAP. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor : 48 Tahun 1999 tentang Kehakiman. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang MahkamahAgung. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Repiblik Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Page 27: NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI ...eprints.ums.ac.id/25741/10/naskah_publikasi.pdfPenulis berpendapat bahwa Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum luar biasa

27

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Pembangunan Nasional. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan kehakiman. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Undang-Undang Nomor: 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Undang-Undang Nomor: 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan

Nasional 2000-2004 (PROPENAS). Undang-Undang Nomor: 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

Anonim, 1982, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Jakarta : Yayasan Pengayoman.

Departemen Kehakiman RI, 1982, Pedoman Pelaksanaan KUHAP.

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008, Peraturan Akademik dan Pedoman Penyusunan Skripsi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Jurnal

Agus Santoso, Mengapa Putusan Bebas Tidak Boleh Dikasasi (Harian Media Indonesia, Rubrik Opini), Selasa, 10 September, 2002.

M. Busyro Muqqodas, Keadilan Sosial Harus Terwujud di Semua Sektor, Komisi

Yudisial, Vol. IV. No. 1, Agustus 2009. Soekarno, 1978, Dalih Verkapte Ontslag van Rechtvervolging, Pengayoman,

Nomor: 6, Tahun III, Juli.