23
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PELATIH DENGAN MOTIVASI BERTANDING PADA ATLET SEPAKBOLA Oleh: HILDA KUMALA SWASTI INDAH RIA SULISTYARINI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KEPEMIMPINAN …psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi... · Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan

Embed Size (px)

Citation preview

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

PELATIH DENGAN MOTIVASI BERTANDING

PADA ATLET SEPAKBOLA

Oleh: HILDA KUMALA SWASTI

INDAH RIA SULISTYARINI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2009

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

PELATIH DENGAN MOTIVASI BERTANDING

PADA ATLET SEPAKBOLA

Telah Disetujui Pada Tanggal

___________________________

Dosen Pembimbing

(Rr. Indah Ria Sulistyarini, S.Psi,. Psi)

HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PELATIH

DENGAN MOTIVASI BERTANDING PADA ATLET SEPAKBOLA

SKRIPSI

Hilda Kumala Swasti Indah Ria Sulistyarini

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding atlet. Asumsi awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding atlet dimana semakin tinggi kepemimpinan transformasional pelatih, semakin tinggi pula motivasi bertanding atlet. Sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan transformasional pelatih, semakin rendah pula motivasi bertanding atlet.

Subjek dalam penelitian ini adalah atlet sepakbola yang sedang menjalani masa kompetisi tingkat Divisi Utama PSSI 2008 yang berada di wilayah DIY, berjenis kelamin laki-laki, berwarga negara Indonesia dan pelatih klub memiliki lisensi sebagai pelatih sepakbola. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan metode skala yang terdiri dari dua skala yaitu (1) skala motivasi bertanding yang disusun oleh Cahyono (2005), terdiri dari 29 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.303-0.539 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.853 dan (2) skala kepemimpinan transformasional pelatih yang disusun peneliti berdasar teori Bass (Yukl,1998), terdiri dari 34 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.310-0.593 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.878.

Metode analisi data yang digunakan adalah uji korelasi product moment. Perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.00 for windows. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding paad atlet sepakbola (r=0,716; p=0.000, p < 0.05). Jadi hipotesis penelitian diterima. Kepemimpinan transformasional pelatih memberikan sumbangan sebesar 51,2% (r²=0,512) terhadap motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Kata kunci: motivasi bertanding, kepemimpinan transformasional

PENGANTAR

Olahraga dipandang sebagai salah satu upaya mengangkat citra bangsa

Indonesia di mata dunia. Bertanding dan mendapatkan prestasi baik nasional

maupun internasional sangat diidam-idamkan para atlet Indonesia. Dalam setiap

pertandingan atlet berharap mampu menampilkan yang terbaik dan prestasi atlet

akan membawa harum nama daerah dan negaranya. Tidak dapat dipungkiri

sepakbola merupakan salah satu olahraga yang banyak diminati oleh sebagian

besar masyarakat dunia.

Sepakbola adalah salah satu cabang olahraga beregu yang

beranggotakan sebelas orang, di mana pemain berusaha merebut bola dari

lawan dan mencetak gol (Mielke, 2003). Saat ini sepakbola berkembang pesat

dan menjadi sebuah bentuk industri yang membutuhkan manajemen yang baik.

Manajemen tim sepakbola yang memiliki system terencana dan dilakukan secara

professional dapat menyokong klub tersebut untuk menghasilkan pemain yang

berkualitas pula. Sepakbola Indonesia banyak diminati dan sudah seharusnya

menjadi tanggung jawab bersama, dalam hal ini pembinaan prestasi perlu terus

dilakukan.

Pembinaan prestasi sepakbola mengharapkan hasil pemain dapat meraih

prestasi puncaknya, pelatih dan atlet harus bisa bekerjasama dengan baik dan

harmonis sebagai modal awal keberhasilan untuk mencapai prestasi puncak.

Banyak yang beranggapan bahwa penampilan puncak adalah ketika atlet

mendapatkan kemenangan, medali emas, piala dan sebagainya. Padahal,

penampilan puncak belum tentu menjamin bahwa atlet tersebut dapat menang.

Penampilan puncak adalah penampilan optimum yang dapat dicapai seseorang

(Satiadarma, 2000).

Saat bertanding seorang atlet mencapai penampilan puncaknya ketika

mampu menyelaraskan antara kemampuan fisik dengan kemampuan psikis.

Menurut Lowen (Gunarsa, 1996) atlet perlu mengerti siapa dirinya dan tahu apa

yang dikehendaki, sehingga tahu apa yang harus dilakukannya. Pencapaian

prestasi atlet dipengaruhi banyak faktor, salah satu faktor yang sering dianggap

mempengaruhi prestasi atlet adalah motivasi. Seorang atlet yang ingin mencapai

prestasi, salah satunya harus memiliki motivasi dalam bertanding seperti

diungkapkan oleh Weinberg dan Gould (1995) bahwa motivasi merupakan aspek

yang banyak disoroti dalam program pembinaan olahraga (Satiadarma,2000).

Motivasi muncul tidak hanya dari satu faktor, namun bisa saja muncul dari faktor

internal maupun eksternal (Cox, 2007).

Penelitian Wirawan (1999), menguatkan teori bahwa motivasi memiliki

hubungan dengan prestasi seseorang dalam olahraga, yaitu motivasi berperan

penting terhadap peringkat seseorang atau mungkin juga sebaliknya, peringkat

yang dapat meningkatkan motivasi. Senada dengan hal tersebut penelitian

Hartanti dkk (2004), menunjukkan saat atlet tidak mendapat dukungan dari

orangtua ataupun dari orang terdekat lainnya, atlet tersebut tetap meraih

prestasi membanggakan karena memiliki motivasi internal tinggi.

Cratty (1983) berpendapat agar pelatih lebih memahami tingkah laku

atlet yang beraneka ragam, karena ada atlet yang sungguh-sungguh menjalani

latihan dan ada juga yang tidak (Setyobroto, 1989). Motivasi datang dari luar diri

(ekstrinsik) maupun dari dalam diri (intrinsik) dan keduanya saling berkaitan,

motivasi dalam konteks olahraga merupakan suatu dorongan atlet untuk

mencapai suatu tujuan, tidak sesederhana seperti dorongan untuk memuaskan

rasa lapar ataupun haus, namun merupakan salah satu proses berkembang dan

belajar (Cox, 2007).

Setyobroto (1989) mengungkapkan bahwa faktor internal berasal dari

sifat-sifat pribadi, motif-motif, pemikiran dan perasaan sedangkan faktor

eksternal yang berasal dari pengalaman, situasi sekitar, pengetahuan dan

hambatan-hambatan, kedua faktor tersebut memiliki keterkaitan yang dapat

membentuk sikap dan menghasilkan suatu tindakan. Senada dengan teori

tersebut, Weinberg dan Gould (1995) menyimpulkan bahwa faktor pribadi

berasal dari kebutuhan, minat, sasaran dan kepribadian, sedangkan faktor

situasional dapat berasal dari gaya kepemimpinan, fasilitas yang tersedia dan

kemenangan atau kekalahan yang pernah dialami atlet (Satiadarma, 2000).

Sepakbola merupakan olahraga kelompok yang melibatkan banyak orang dan

memiliki dimensi motivasional yang lebih kompleks dari jenis olahraga individual.

Pada kenyataannya, motivasi pun menjadi faktor yang sering dikaitkan

dengan penurunan prestasi atlet, hal tersebut karena banyak pengamat olahraga

yang mengaitkan motivasi sebagai penyebab kekalahan dan kegagalan atlet

menampilkan performa dalam pertandingan. Seperti diungkapkan Rachmat

(2007) selaku salah satu pengurus PERSIJA yang menilai kurangnya motivasi

bertanding dan kebersamaan tim pada pemain PERSIJA sebagai penyebab

kekalahan diawal putaran kedua melawan Pelita Jaya di Purwakarta

(www.jakmania.org/10/11/07). Hal serupa diungkapkan oleh seorang pemain

kawakan PSIS Indriyanto Nugroho (2007), menilai bahwa prestasi PSIS

Semarang menurun pada putaran pertama musim kompetisi tahun 2007.

Menurutnya dengan jadwal yang begitu padat, strategi rotasi pemain dan

menjaga ketahanan fisik, mental serta motivasi bertanding sangat menentukan

tim. Hal tersebut juga dinyatakan oleh manajemen dan tim teknis PSIS bahwa

masalah mental dan motivasi bertanding sebagai biangnya

(www.kompas.com/11/11/07).

Beberapa kasus di atas menunjukkan motivasi bertanding sebagai akar

masalah yang menyebabkan pemain tidak dapat menunjukkan performa

maksimal. Hal senada juga dinyatakan oleh HA Maschut selaku manajer sekaligus

ketua umum tim PERSIK Kediri, mengatakan bahwa performa pemain PERSIK

Kediri pada paruh kedua LIGINA 2007 kemarin menurun pada saat tim ini

bertanding di kandang maupun tandang. Hal tersebut disebabkan oleh

kurangnya motivasi pemain saat bertanding, pemain terlihat kurang bersemangat

di arena pertandingan (www.persik-kediri.com/10/11/07). Begitu juga kegagalan

yang dialami PERSIS Solo pada putaran II LIGINA 2007 terlihat pada saat tim ini

gagal meraih poin pertandingan kandang, ketua Umum Persis Solo, FX Hadi

Rudyatmo menjelaskan karena PSSI meniadakan degradasi maka motivasi

bertanding pemain yang biasanya tinggi karena ingin mempertahankan timnya

agar tidak mengalami degradasi, kini menjadi tidak termotivasi lagi sehingga

permainan yang ditunjukkan pemain-pemainnya menjadi kurang maksimal

(www.wawasandigital.com/10/11/07).

Setiap pemain perlu menyadari motivasi yang ada dalam dirinya, seperti

diungkapkan Adi (2008) yang saat ini tergabung sebagai pemain PSIM. Diakuinya

bahwa dirinya pernah mengalami kehilangan motivasi saat bertanding karena

saat itu dirinya merasa tidak ada peningkatan dalam prestasi sepakbola. Hal

tersebut membuatnya tidak bersemangat latihan dan bertanding sehingga

selama enam bulan tidak pernah mencetak gol (wawancara pendahuluan, 2008).

Informasi di atas diperkuat oleh hasil wawancara pendahuluan yang

dilakukan peneliti pada Bambang K.W, seorang pelatih klub sepakbola Indonesia

Muda (IM) yang juga sebagai mantan pelatih PSIM dan hingga sekarang masih

aktif dalam organisasi PSIM. Beliau mengungkapkan bahwa prestasi

persepakbolaan Indonesia dan khususnya Yogyakarta mengalami penurunan, hal

tersebut dilihat dari hasil prestasi sebelumnya bahwa timnas Indonesia

merupakan tim yang sukar dikalahkan lawan, kini diremehkan oleh negara

seperti China dan Jepang, padahal timnas Indonesia lebih dulu terbentuk

daripada kedua tim tersebut. Sedangkan untuk wilayah Yogyakarta sendiri atau

PSIM dahulu termasuk tim yang ditakuti oleh tim lain, prestasinya pun

membanggakan, terbukti dari kemenangan yang diraih baik di wilayah sendiri

maupun di wilayah lawan namun prestasi PSIM hingga saat ini masih naik turun.

Beliau mengungkapkan kemunduran prestasi tersebut terjadi karena banyak

faktor dan motivasi menjadi salah satu faktor penyebabnya. Dikatakan bahwa

motivasi yang dimiliki pemain dulu dengan sekarang berbeda, pemain sekarang

lebih termotivasi dengan uang atau hadiah dari prestasinya namun rasa

nasionalismenya rendah (wawancara pendahuluan, 2008). Hasil wawancara

diatas diperkuat dengan data prestasi PSIM dari tahun ke tahun dalam Liga

Indonesia yang seringkali menunjukkan peningkatan maupun penurunan prestasi

(www.brajamusti.org/08/03/08).

Penelitian yang dilakukan Irianto (1995) menyimpulkan bahwa profile

atlet berbakat harus memiliki aspek biomotorik, biometrik serta psikologis seperti

motivasi dan kepribadian yang memadai sesuai dengan cabang olahraganya.

Kepribadian atlet sebagai salah satu faktor yang dapat mengantarkan atlet

menuju prestasi yang maksimal, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik,

bakat, potensi dan faktor lingkungan yang berasal dari pengalaman. Menurutnya,

pelatih sebagai faktor lingkungan yang memiliki pengaruh besar dalam

menentukan perkembangan kepribadian atlet.

Pelaku olahraga dalam suatu kompetisi adalah atlet dan pelatihnya,

sehingga hubungan antara keduanya harus kuat. Penelitian Irianto (1995)

menunjukkan bahwa pelatih memiliki peranan besar bagi kemajuan atletnya dan

pelatih dapat menggunakan lebih dari satu gaya kepemimpinan untuk diterapkan

pada atletnya sesuai dengan situasi yang memadai.

Pelatih dianggap sebagai pemimpin dalam pembinaan olahraga, terutama

dalam olahraga beregu pelatih sangat menentukan bagaimana tim mencapai

tujuan bersama. Raven (Wirjana & Supardo, 2005) mendefinisikan pemimpin

sebagai seseorang yang menduduki suatu posisi dalam kelompok dan dapat

mempengaruhi kelompok dengan perannya serta dapat mengkoordinir dan

mengarahkan kelompoknya untuk mempertahankan diri dan mencapai

tujuannya. Pemimpin seharusnya juga memotivasi atlet dan timnya, pemimpin

seperti ini disebut pemimpin transformasional. Karakteristik pemimpin

transformasional adalah pemimpin dapat melakukan perubahan positif pada

anggotanya, dan memotivasi anggotanya sehingga visi dan misi yang diinginkan

dapat tercapai (Stott dan Walker, 1995). Lako (2004) mendefinisikan bahwa

pemimpin yang transformatif adalah pemimpin yang memiliki visi ke depan,

mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan dan mentransformasikan

perubahan lingkungan ke dalam sebuah organisasi, dapat memelopori

perubahan, dapat memberi inspirasi dan motivasi kepada individu-individu,

membentuk kerja sama tim, dapat membawa perubahan dan pembaharuan etos

kerja dan kinerja individu-individu serta memiliki keberanian dan bertanggung

jawab dalam memimpin dan mengendalikan sebuah organisasi.

Menurut Bambang (wawancara pendahuluan, 2008), pelatih memiliki

peran penting sebagai pendorong motivasi atlet tersebut sehingga tidak hanya

kemenangan yang dihasilkan namun penampilan puncak yang ditunjukkan pada

penonton dan untuk mencapai hal tersebut pelatih dikatakan harus memahami

karakter masing-masing pemain dan menyampaikannya secara benar, karena

sepakbola terdiri dari sebelas orang dengan karakter berbeda namun harus

menjadi satu kesatuan.

Pernyataan Bambang tersebut diperkuat oleh pengakuan Hatri (2008)

seorang pemain yang pernah membela PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman ini

mengungkapkan bahwa hubungannya sangat dekat dengan pelatih di klub

perserikatannya terdahulu. Pelatih mendorongnya untuk terus mencoba di kelas

profesional, karena untuk mempertahankan posisi pemain kelas profesional saat

ini susah, banyak pesaing dan pemain yang sudah profesional sering diremehkan

oleh pihak manajemen. Jadwal latihan yang terlalu padat namun jarang

mendapat bonus sering menjadi masalah bagi pemain. Menurutnya semua

tergantung dari pribadi pemain dan cara pelatih memimpin klubnya karena

menurut pandangannya, pelatih dan manajemen memiliki peran penting

terhadap kondisi psikologis pemain (wawancara pendahuluan, 2008).

Begitu pula dengan pengakuan pelatih PSIM Yogyakarta Daniel Roekito

(wawancara pendahuluan, 2008) dalam membentuk sebuah tim disesuaikan

dengan karakter daerah dan materi yang dimiliki pemain, sehingga pelatih harus

mengambil sikap untuk membentuk karakter yang cocok dengan tim tersebut

dan memiliki ciri khas, sebab setiap daerah memiliki karakter yang berbeda

begitu pula dengan pemain. Menurutnya, dalam memimpin sebuah tim maka

pelatih harus dapat memanage, memotivasi, beradaptasi dan merangkul pemain.

Komunikasi yang dekat antara pelatih dan pemain mempengaruhi kerja sama

antara keduanya, sebab peran pelatih sangat besar bagi para pemainnya.

Menurut pandangan tokoh interaksional, Weinberg dan Gould (1995)

menyimpulkan bahwa motivasi dapat terbentuk tidak hanya dari faktor pribadi

saja atau faktor situasional saja namun bagaimana keterkaitan kedua aspek

tersebut (Satiadama, 2000). Hal serupa diungkapkan Caron (Satiadarma, 2000),

bahwa aspek pelaku dan aspek situasional sama-sama penting. Sebagian dari

aspek-aspek tersebut ada yang dapat dikendalikan dan ada yang tidak dapat

dikendalikan oleh pelatih. Pelatih sebagai faktor sosial memiliki peranan penting

terhadap atletnya, dimana pelatih harus mengenal dekat karakter dan psikologis

atlet serta dapat memotivasi atletnya menghadapi situasi pertandingan.

Berdasarkan uraian di atas, muncul pertanyaan penelitian dalam benak

peneliti, yaitu ”Apakah ada hubungan antara kepemimpinan tranformasional

pelatih dengan motivasi bertanding pada atlet sepakbola?”

METODE PENELITIAN

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah para atlet sepakbola yang tergabung dalam

sebuah klub, dengan karakteristik sebagai berikut : atlet sepakbola, laki-laki,

tergabung dalam klub sepakbola di DIY, menjalani masa kompetisi,

berwarganegara Indonesia, pelatih klub memiliki lisensi sebagai pelatih.

2. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam

bentuk angket dengan menggunakan metode skala yang terdiri dari dua skala,

yakni skala motivasi bertanding dan kepemimpinan transfrmasional.

a. Skala Motivasi Bertanding Atlet

Skala ini untuk mengungkap seberapa besar motivasi bertanding pada

atlet sepakbola. Peneliti menggunakan skala motivasi bertanding yang disusun

oleh Cahyono (2005). Motivasi bertanding dapat dilihat dari empat aspek, antara

lain : dorongan untuk menentukan tujuan, dorongan untuk mencapai

kemenangan, dorongan untuk menunjukkan keunggulan, dan dorongan untuk

mempertahankan perilaku.

b. Skala Kepemimpinan Transformasional

Skala ini untuk mengungkap seberapa besar kepemimpinan

transformasional yang dimiliki pelatih. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti

menggunakan aspek yang diungkap Bass (Yukl, 1998), yaitu : kharismatik,

inspirasional, perhatian Individu, dan stimulasi Intelektual.

3. Metode Analisi Data

Penelitian kuantitatif ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu

mencari hubungan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan

motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Analisis statistik yang dipakai

penelitian ini adalah dengan Product Moment untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh kontrol diri terhadap perilaku minum minuman keras pada remaja laki-

laki, dengan menggunakan statistik SPSS 15.0 for Windows XP.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut

ini:

Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian

Skor Hipotetik Skor Empirik Variabel Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Motivasi Bertanding

29 116 72,5 14,5 85 111 97,83 5,703

Kepemimpinan Transformasio nal

34 136 85 17 94 128 108,38 7,282

Keterangan : Min = Skor Total Minimal Max = Skor Total Maksimal Mean = Skor rata-rata SD = Standar deviasi

Untuk mengetahui keadaan subjek penelitian, dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 2 Kriteria Kategorisasi Motivasi Bertanding

Skor Kategori Frekuensi Prosentase X = 46,4 46,4 < X = 63,8 63,8 < X = 81,2 81,2 < X = 98,6 X > 98,6

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

0 0 0 38 31

0 % 0 % 0 %

55,07 % 44,93 %

Jumlah 69 100% Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian

ini memiliki motivasi bertanding dalam kategori tinggi (55,07%).

Tabel 3 Kriteria Kategorisasi Kepemimpinan Transformasional

Skor Kategori Frekuensi Prosentase X = 54,4 54,4< X = 74,8 74,8< X = 95,2 95,2< X = 115,6 X > 115,6

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

0 0 0 57 12

0 % 0 % 0 %

82,61 % 17,39 %

Jumlah 69 100% Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian

ini menilai pelatih memiliki kepemimpinan transformasional dalam kategori

tinggi (82,61%).

Berikut adalah hasil uji asumsi, yang berupa uji normalitas, uji linieritas

dan uji hipotesis :

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas sebaran pada skala motivasi bertanding, diperoleh

hasil K-SZ = 0.707, dengan p = 0.699, syarat normal p > 0.05. Dengan demikian

data yang diperoleh dari variabel motivasi bertanding adalah normal.

Uji normalitas sebaran pada skala kepemimpinan transformasional

diperoleh hasil K-SZ = 0.924, dengan p = 0.361, syarat p > 0.05. Dengan

demikian data yang telah diperoleh dari variabel kepemimpinan transformasional

ini adalah normal.

2. Uji Linieritas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui pola bentuk hubungan antara

variabel bebas dan variabel tergantung. Uji linieritas dalam penelitian ini juga

menggunakan teknik analisis varians yang terdapat di dalam program SPSS 15.0

for Windows XP, diperoleh hasil F linearity 89.620 dan p = 0.000, syarat linier

adalah apabila p < 0.05. Dari hasil data tersebut, maka uji linieritas skala

terhadap bersifat linier. Deviation from linearity sebesar 1.832, dengan p =

0.043.

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji asumsi yang telah dilakukan, dengan sebaran skor

motivasi bertanding dan kepemimpinan transformasional adalah normal dan

linier, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi

product moment dari Pearson maka diperoleh r = 0,716, dengan p = 0,000,

syarat p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan

antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi bertanding.

Sumbangan efektif kepemimpinan transformasional pelatih terhadap

motivasi bertanding adalah sebesar 51,2 %. Sebanyak 51,2 % motivasi

bertanding pada atlet sepakbola dipengaruhi oleh kepemimpinan

transformasional pelatih. Sedangkan sisanya sebanyak 48,8 % dipengaruhi

variabel lain diluar variabel tersebut.

Dari data-data tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis diterima. Hal

ini berarti sesuai dengan hipotesis awal yang mengungkapkan semakin tinggi

kepemimpinan transformasional pelatih maka semakin tinggi motivsi bertanding

atlet sepakbola.

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya

hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan transformasional pelatih

dengan motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Hasil analisis dari data yang

diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini terbukti melalui koefisien korelasi yang diperoleh (r = 0,716,

dengan p = 0,000, syarat p < 0.05 ). Artinya terdapat hubungan yang sangat

signifikan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi

bertanding atlet sepakbola. Terbukti pula bahwa semakin tinggi kepemimpinan

transformasional pelatih maka semakin tinggi motivasi bertanding atlet

sepakbola. Sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan transformasional pelatih

maka semakin rendah motivasi bertanding atlet sepakbola.

Kepemimpinan transformasional pelatih terbukti secara efektif dapat

meningkatkan motivasi bertanding atlet, sumbangan efektif yang diberikan cukup

besar yaitu 51,2 % (r2= 0,512).

Pelatih sebagai pemimpin memiliki peran besar terhadap atlet, seperti

yang diungkapkan Barrow (William, 1986) bahwa kepemimpinan sebagai proses

perilaku mempengaruhi sejumlah atau sekelompok orang dalam mencapai

sasaran tertentu dan mencapai tujuan prestasi. Kepemimpinan sebagai faktor

situasional memiliki pengaruh besar terhadap motivasi atlet pada saat

pertandingan. Hal ini sejalan dengan penelitian Alfermann (2008) bahwa perilaku

pelatih sebagai pemimpin berpengaruh besar terhadap pengembangan

kemampuan diri. Selain itu persepsi atlet terhadap perilaku pelatih memiliki

hubungan yang positif terhadap motivasi baik untuk tim maupun individu atlet

tersebut, sehingga berpengaruh pula terhadap prestasi atlet. Hasil penelitian ini

juga sejalan dengan penelitian Wagimo dan Ancok (2005) yang menunjukkan

adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi

bawahan. Artinya kecenderungan atasan dalam memimpin secara

transformasional dapat mengakibatkan perubahan pada motivasi bawahan, selain

itu bawahan termotivasi untuk mencapai hasil lebih dari yang diharapkan.

Kepemimpinan transformasional memberikan sumbangan yang cukup

besar terhadap motivasi bertanding atlet. Bass (Yukl, 1998) mengungkapkan

pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional mampu

memimpin dan memotivasi pengikutnya untuk menyadari pentingnya hasil dari

pekerjaan, pengikut lebih mementingkan tim dan mengaktifkan kebutuhan

pengikut pada yang lebih tinggi. Kesuksesan sebuah tim sepakbola juga

dipengaruhi oleh pelatihnya, pelatih selalu berhubungan dengan pemain

sehingga apabila terjadi kerja sama yang baik antara keduanya akan membawa

dampak positif. Pelatih yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional dapat

diukur dari pemainnya, sehingga pemain yang merasa pelatih tersebut memiliki

kepemimpinan transformasional akan merasa adanya kepercayaan, kesetiaan,

kekaguman dan hormat terhadap pemimpinnya serta termotivasi untuk

melakukan lebih dari yang mereka harapkan. Pelatih sedianya bekerja keras agar

memiliki pengaruh terhadap para pemainnya sehingga motivasi bertanding atlet

dapat meningkat dan dapat mencapai hasil lebih dari yang diharapkan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa atlet menilai pelatih memiliki

kepemimpinan transformasional tinggi, maka motivasi bertanding atlet pun

tinggi. Motivasi disebutkan Satiadarma (2000) sebagai upaya yang mendorong

atlet untuk melibatkan diri pada aktivitas tertentu dalam mencapai suatu sasaran.

Pertandingan yang dijalani atlet saat ini sebagai keterlibatan atlet untuk

mencapai sasaran. Tingkah laku dan kebutuhan setiap atlet dapat berbeda, oleh

sebab itu tingkat motivasi bertanding atlet pun berbeda-beda (Gunarsa, 2004).

Ryan dan Deci menggabungkan konsep motivasi dengan teori self

determination yang kemudian oleh Vallerand dan Losier’s (Cox, 2007)

dirumuskan kedalam situasi olahraga. Media psikologis atlet didasarkan pada

tiga macam kebutuhan atlet terhadap pertandingan yaitu competence,

autonomy, dan relatedness. Ketiga bentuk needs tersebut yang mengakomodasi

kebutuhan atlet dalam bertanding sehingga atlet memiliki motivasi dan terdorong

untuk menentukan tujuan, mencapai kemenangan, menunjukkan keunggulan

dan mempertahankan perilakunya pada pertandingan yang dijalaninya.

Kepemimpinan transformasional terbukti memberikan sumbangan efektif

terhadap motivasi bertanding sebesar 51,2 % (r2= 0,512). Hal tersebut

mengungkap pula bahwa motivasi bertanding juga dapat dipengaruhi faktor lain

sebesar 48,8 %. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Cahyono

(2005), menunjukkan hubungan positif dengan taraf sangat signifikan antara

persepsi pemberian insentif dengan motivasi bertanding. Hal tersebut

menguatkan hasil penelitian bahwa faktor sosial berpengaruh terhadap

peningkatan motivasi bertanding atlet. Variable lain yang sangat mungkin

mempengaruhi motivasi bertanding atlet menurut Weinberg dan Gould

(Satiadarma, 2000) dapat dibedakan menjadi (1) faktor pribadi (kebutuhan,

minat, sasaran dan kepribadian) dan (2) faktor situasional (fasilitas yang

tersedia, lingkungan dan hasil yang pernah diperoleh sebelumnya). Faktor-faktor

lain tersebut dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu kurangnya referensi

yang digunakan oleh peneliti baik mengenai motivasi bertanding maupun

kepemimpinan transformasional sehingga teori yang digunakan dalam penelitian

ini menjadi kurang beragam. Kelemahan lain yaitu pada saat proses pengambilan

data, ada beberapa angket yang ditinggal oleh peneliti untuk diambil keesokan

hari sehingga kemungkinan responden memberikan jawaban yang tidak jujur.

Kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan

pertimbangan bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik

serupa agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh dalam penelitian

ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan

antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding pada

atlet sepakbola. Semakin tinggi kepemimpinan transformasional pelatih maka

semakin tinggi motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Sebaliknya semakin

tinggi kepemimpinan transformasional pelatih maka semakin tinggi motivasi

bertanding pada atlet sepakbola.

SARAN

Berdasarkan hasil yang telah dicapai, maka peneliti mengajukan

beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi Subyek Penelitian

Atlet sepakbola diharapkan untuk dapat bekerja sama baik dengan

pelatihnya karena pelatih memiliki peran penting bagi kemajuan karier

sebagai seorang atlet serta dapat menumbuhkan motivasi, baik motivasi

bertanding maupun motivasi berlatih pada diri atlet sendiri. Selain itu

diharapkan atlet sepakbola Indonesia dapat menjaga citra baik

persepakbolaan Indonesia dengan prestasi dan sportivitas.

2. Bagi Pelatih Subyek Penelitian

Pelatih sepakbola Indonesia diharapkan selalu meningkatkan diri

untuk menambah kemampuan dalam membina tim, serta bekerja keras

memberikan pengaruh yang baik dan memotivasi atlet, hal tersebut karena

seringkali pemain menjadikan pelatihnya sebagai teladan. Kerja sama yang

baik dengan atlet akan memudahkan tim dalam mencapai sasaran.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti selanjutnya perlu mempertibangkan model lain

pengukuran motivasi bertanding dan kepemimpinan transformasional

sehingga dapat mengungkap lebih jelas dan mempeluas penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Alfermann, D, Lee, M. J, & Wurth, S. 2008. Perceived Leadership Behavior

and Motivational Climate as Antecedents of Adolescent Athletes’ Skill development. http:/www.athleticinsight.com.5/5/08

Azwar, S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cahyono, C. 2005. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pemberian Insentif dan otivasi Bertanding pada Atlet Sepakbola. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikolgi Universitas Gajah Mada.

Cox, R. H. 2002. Sport Psychology sixth edition. New York : McGraw-Hill.

Cratty, B. J. 1983. Psychology in Contemporary Sport. New Jersey : Prentice

Hall. Gunarsa, S. D.1996. Psikologi Olahraga: Teori dan Praktik. Jakarta : PT.

BPK Gunung Mulia. Irianto, D, P. 1995. Pelatih dan Perkembangan Kepribadian Olahragawan.

Jurnal Olahraga , 1, 15-25. Lako, A. 2004. Kepemimpinan dan kinerja organisasi. Yogyakarta

:Amarabooks.

Maschut. 2007. PERSIK Kediri Kurang Motivasi. www.persik-

kediri.com/10/11/07

Mielke, D. 2003. Dasar-dasar Sepakbola. Jakarta : PT. Pakar Raya.

Nugroho, I. 2007. Prestasi PSIS Menurun. www.kompas.com/11/11/07

Rachmat. 2007. Persija, Kebersamaan dan Motivasi. www.jakmania.org/10/11/07

Rudyatmo, H. 2007. Motivasi Pemain Persis Menurun. www.wawasandigital.com/10/11/07

Satiadarma, M. P. 2000. Dasar- Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta : PT.

Pustaka Sinar Harapan.

Setyobroto, S. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta : PT. Anem Kosong

Anem.

Stott, K & Walker, A. 1995. Teams (Teamwork and Teambuilding). New York : Prentice Hall.

Wagimo & Ancok, D. 2005. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Jurnal Psikologi, 32, 2, 112-127.

Wirawan, Y. G. 1999. Rasa Percaya Diri, Motivasi, dan kecemasan dalam Olahraga Bulutangkis. Jurnal Psikologika, IV, 8, 5-14.

Wirjana, B. R & Supardo, S. 2005. Kepemimpinan: Dasar-dasar dan Pengembangannya. Yogyakarta : Andi.

Yukl, G. 1998. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta : Prenhallindo.

2008. Data Prestasi PSIM. www.brajamusti.org/08/03/08

IDENTITAS PENULIS

Nama : Hilda Kumala Swasti

Alamat : Jl. Jambon No. 21 Kricak Tegalrejo Yogyakarta 55242

No Telepon : 08562934344