Upload
dangcong
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
PELATIH DENGAN MOTIVASI BERTANDING
PADA ATLET SEPAKBOLA
Oleh: HILDA KUMALA SWASTI
INDAH RIA SULISTYARINI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2009
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
PELATIH DENGAN MOTIVASI BERTANDING
PADA ATLET SEPAKBOLA
Telah Disetujui Pada Tanggal
___________________________
Dosen Pembimbing
(Rr. Indah Ria Sulistyarini, S.Psi,. Psi)
HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PELATIH
DENGAN MOTIVASI BERTANDING PADA ATLET SEPAKBOLA
SKRIPSI
Hilda Kumala Swasti Indah Ria Sulistyarini
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding atlet. Asumsi awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding atlet dimana semakin tinggi kepemimpinan transformasional pelatih, semakin tinggi pula motivasi bertanding atlet. Sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan transformasional pelatih, semakin rendah pula motivasi bertanding atlet.
Subjek dalam penelitian ini adalah atlet sepakbola yang sedang menjalani masa kompetisi tingkat Divisi Utama PSSI 2008 yang berada di wilayah DIY, berjenis kelamin laki-laki, berwarga negara Indonesia dan pelatih klub memiliki lisensi sebagai pelatih sepakbola. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dengan metode skala yang terdiri dari dua skala yaitu (1) skala motivasi bertanding yang disusun oleh Cahyono (2005), terdiri dari 29 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.303-0.539 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.853 dan (2) skala kepemimpinan transformasional pelatih yang disusun peneliti berdasar teori Bass (Yukl,1998), terdiri dari 34 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0.310-0.593 serta koefisien korelasi Alpha sebesar 0.878.
Metode analisi data yang digunakan adalah uji korelasi product moment. Perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.00 for windows. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding paad atlet sepakbola (r=0,716; p=0.000, p < 0.05). Jadi hipotesis penelitian diterima. Kepemimpinan transformasional pelatih memberikan sumbangan sebesar 51,2% (r²=0,512) terhadap motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Kata kunci: motivasi bertanding, kepemimpinan transformasional
PENGANTAR
Olahraga dipandang sebagai salah satu upaya mengangkat citra bangsa
Indonesia di mata dunia. Bertanding dan mendapatkan prestasi baik nasional
maupun internasional sangat diidam-idamkan para atlet Indonesia. Dalam setiap
pertandingan atlet berharap mampu menampilkan yang terbaik dan prestasi atlet
akan membawa harum nama daerah dan negaranya. Tidak dapat dipungkiri
sepakbola merupakan salah satu olahraga yang banyak diminati oleh sebagian
besar masyarakat dunia.
Sepakbola adalah salah satu cabang olahraga beregu yang
beranggotakan sebelas orang, di mana pemain berusaha merebut bola dari
lawan dan mencetak gol (Mielke, 2003). Saat ini sepakbola berkembang pesat
dan menjadi sebuah bentuk industri yang membutuhkan manajemen yang baik.
Manajemen tim sepakbola yang memiliki system terencana dan dilakukan secara
professional dapat menyokong klub tersebut untuk menghasilkan pemain yang
berkualitas pula. Sepakbola Indonesia banyak diminati dan sudah seharusnya
menjadi tanggung jawab bersama, dalam hal ini pembinaan prestasi perlu terus
dilakukan.
Pembinaan prestasi sepakbola mengharapkan hasil pemain dapat meraih
prestasi puncaknya, pelatih dan atlet harus bisa bekerjasama dengan baik dan
harmonis sebagai modal awal keberhasilan untuk mencapai prestasi puncak.
Banyak yang beranggapan bahwa penampilan puncak adalah ketika atlet
mendapatkan kemenangan, medali emas, piala dan sebagainya. Padahal,
penampilan puncak belum tentu menjamin bahwa atlet tersebut dapat menang.
Penampilan puncak adalah penampilan optimum yang dapat dicapai seseorang
(Satiadarma, 2000).
Saat bertanding seorang atlet mencapai penampilan puncaknya ketika
mampu menyelaraskan antara kemampuan fisik dengan kemampuan psikis.
Menurut Lowen (Gunarsa, 1996) atlet perlu mengerti siapa dirinya dan tahu apa
yang dikehendaki, sehingga tahu apa yang harus dilakukannya. Pencapaian
prestasi atlet dipengaruhi banyak faktor, salah satu faktor yang sering dianggap
mempengaruhi prestasi atlet adalah motivasi. Seorang atlet yang ingin mencapai
prestasi, salah satunya harus memiliki motivasi dalam bertanding seperti
diungkapkan oleh Weinberg dan Gould (1995) bahwa motivasi merupakan aspek
yang banyak disoroti dalam program pembinaan olahraga (Satiadarma,2000).
Motivasi muncul tidak hanya dari satu faktor, namun bisa saja muncul dari faktor
internal maupun eksternal (Cox, 2007).
Penelitian Wirawan (1999), menguatkan teori bahwa motivasi memiliki
hubungan dengan prestasi seseorang dalam olahraga, yaitu motivasi berperan
penting terhadap peringkat seseorang atau mungkin juga sebaliknya, peringkat
yang dapat meningkatkan motivasi. Senada dengan hal tersebut penelitian
Hartanti dkk (2004), menunjukkan saat atlet tidak mendapat dukungan dari
orangtua ataupun dari orang terdekat lainnya, atlet tersebut tetap meraih
prestasi membanggakan karena memiliki motivasi internal tinggi.
Cratty (1983) berpendapat agar pelatih lebih memahami tingkah laku
atlet yang beraneka ragam, karena ada atlet yang sungguh-sungguh menjalani
latihan dan ada juga yang tidak (Setyobroto, 1989). Motivasi datang dari luar diri
(ekstrinsik) maupun dari dalam diri (intrinsik) dan keduanya saling berkaitan,
motivasi dalam konteks olahraga merupakan suatu dorongan atlet untuk
mencapai suatu tujuan, tidak sesederhana seperti dorongan untuk memuaskan
rasa lapar ataupun haus, namun merupakan salah satu proses berkembang dan
belajar (Cox, 2007).
Setyobroto (1989) mengungkapkan bahwa faktor internal berasal dari
sifat-sifat pribadi, motif-motif, pemikiran dan perasaan sedangkan faktor
eksternal yang berasal dari pengalaman, situasi sekitar, pengetahuan dan
hambatan-hambatan, kedua faktor tersebut memiliki keterkaitan yang dapat
membentuk sikap dan menghasilkan suatu tindakan. Senada dengan teori
tersebut, Weinberg dan Gould (1995) menyimpulkan bahwa faktor pribadi
berasal dari kebutuhan, minat, sasaran dan kepribadian, sedangkan faktor
situasional dapat berasal dari gaya kepemimpinan, fasilitas yang tersedia dan
kemenangan atau kekalahan yang pernah dialami atlet (Satiadarma, 2000).
Sepakbola merupakan olahraga kelompok yang melibatkan banyak orang dan
memiliki dimensi motivasional yang lebih kompleks dari jenis olahraga individual.
Pada kenyataannya, motivasi pun menjadi faktor yang sering dikaitkan
dengan penurunan prestasi atlet, hal tersebut karena banyak pengamat olahraga
yang mengaitkan motivasi sebagai penyebab kekalahan dan kegagalan atlet
menampilkan performa dalam pertandingan. Seperti diungkapkan Rachmat
(2007) selaku salah satu pengurus PERSIJA yang menilai kurangnya motivasi
bertanding dan kebersamaan tim pada pemain PERSIJA sebagai penyebab
kekalahan diawal putaran kedua melawan Pelita Jaya di Purwakarta
(www.jakmania.org/10/11/07). Hal serupa diungkapkan oleh seorang pemain
kawakan PSIS Indriyanto Nugroho (2007), menilai bahwa prestasi PSIS
Semarang menurun pada putaran pertama musim kompetisi tahun 2007.
Menurutnya dengan jadwal yang begitu padat, strategi rotasi pemain dan
menjaga ketahanan fisik, mental serta motivasi bertanding sangat menentukan
tim. Hal tersebut juga dinyatakan oleh manajemen dan tim teknis PSIS bahwa
masalah mental dan motivasi bertanding sebagai biangnya
(www.kompas.com/11/11/07).
Beberapa kasus di atas menunjukkan motivasi bertanding sebagai akar
masalah yang menyebabkan pemain tidak dapat menunjukkan performa
maksimal. Hal senada juga dinyatakan oleh HA Maschut selaku manajer sekaligus
ketua umum tim PERSIK Kediri, mengatakan bahwa performa pemain PERSIK
Kediri pada paruh kedua LIGINA 2007 kemarin menurun pada saat tim ini
bertanding di kandang maupun tandang. Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya motivasi pemain saat bertanding, pemain terlihat kurang bersemangat
di arena pertandingan (www.persik-kediri.com/10/11/07). Begitu juga kegagalan
yang dialami PERSIS Solo pada putaran II LIGINA 2007 terlihat pada saat tim ini
gagal meraih poin pertandingan kandang, ketua Umum Persis Solo, FX Hadi
Rudyatmo menjelaskan karena PSSI meniadakan degradasi maka motivasi
bertanding pemain yang biasanya tinggi karena ingin mempertahankan timnya
agar tidak mengalami degradasi, kini menjadi tidak termotivasi lagi sehingga
permainan yang ditunjukkan pemain-pemainnya menjadi kurang maksimal
(www.wawasandigital.com/10/11/07).
Setiap pemain perlu menyadari motivasi yang ada dalam dirinya, seperti
diungkapkan Adi (2008) yang saat ini tergabung sebagai pemain PSIM. Diakuinya
bahwa dirinya pernah mengalami kehilangan motivasi saat bertanding karena
saat itu dirinya merasa tidak ada peningkatan dalam prestasi sepakbola. Hal
tersebut membuatnya tidak bersemangat latihan dan bertanding sehingga
selama enam bulan tidak pernah mencetak gol (wawancara pendahuluan, 2008).
Informasi di atas diperkuat oleh hasil wawancara pendahuluan yang
dilakukan peneliti pada Bambang K.W, seorang pelatih klub sepakbola Indonesia
Muda (IM) yang juga sebagai mantan pelatih PSIM dan hingga sekarang masih
aktif dalam organisasi PSIM. Beliau mengungkapkan bahwa prestasi
persepakbolaan Indonesia dan khususnya Yogyakarta mengalami penurunan, hal
tersebut dilihat dari hasil prestasi sebelumnya bahwa timnas Indonesia
merupakan tim yang sukar dikalahkan lawan, kini diremehkan oleh negara
seperti China dan Jepang, padahal timnas Indonesia lebih dulu terbentuk
daripada kedua tim tersebut. Sedangkan untuk wilayah Yogyakarta sendiri atau
PSIM dahulu termasuk tim yang ditakuti oleh tim lain, prestasinya pun
membanggakan, terbukti dari kemenangan yang diraih baik di wilayah sendiri
maupun di wilayah lawan namun prestasi PSIM hingga saat ini masih naik turun.
Beliau mengungkapkan kemunduran prestasi tersebut terjadi karena banyak
faktor dan motivasi menjadi salah satu faktor penyebabnya. Dikatakan bahwa
motivasi yang dimiliki pemain dulu dengan sekarang berbeda, pemain sekarang
lebih termotivasi dengan uang atau hadiah dari prestasinya namun rasa
nasionalismenya rendah (wawancara pendahuluan, 2008). Hasil wawancara
diatas diperkuat dengan data prestasi PSIM dari tahun ke tahun dalam Liga
Indonesia yang seringkali menunjukkan peningkatan maupun penurunan prestasi
(www.brajamusti.org/08/03/08).
Penelitian yang dilakukan Irianto (1995) menyimpulkan bahwa profile
atlet berbakat harus memiliki aspek biomotorik, biometrik serta psikologis seperti
motivasi dan kepribadian yang memadai sesuai dengan cabang olahraganya.
Kepribadian atlet sebagai salah satu faktor yang dapat mengantarkan atlet
menuju prestasi yang maksimal, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik,
bakat, potensi dan faktor lingkungan yang berasal dari pengalaman. Menurutnya,
pelatih sebagai faktor lingkungan yang memiliki pengaruh besar dalam
menentukan perkembangan kepribadian atlet.
Pelaku olahraga dalam suatu kompetisi adalah atlet dan pelatihnya,
sehingga hubungan antara keduanya harus kuat. Penelitian Irianto (1995)
menunjukkan bahwa pelatih memiliki peranan besar bagi kemajuan atletnya dan
pelatih dapat menggunakan lebih dari satu gaya kepemimpinan untuk diterapkan
pada atletnya sesuai dengan situasi yang memadai.
Pelatih dianggap sebagai pemimpin dalam pembinaan olahraga, terutama
dalam olahraga beregu pelatih sangat menentukan bagaimana tim mencapai
tujuan bersama. Raven (Wirjana & Supardo, 2005) mendefinisikan pemimpin
sebagai seseorang yang menduduki suatu posisi dalam kelompok dan dapat
mempengaruhi kelompok dengan perannya serta dapat mengkoordinir dan
mengarahkan kelompoknya untuk mempertahankan diri dan mencapai
tujuannya. Pemimpin seharusnya juga memotivasi atlet dan timnya, pemimpin
seperti ini disebut pemimpin transformasional. Karakteristik pemimpin
transformasional adalah pemimpin dapat melakukan perubahan positif pada
anggotanya, dan memotivasi anggotanya sehingga visi dan misi yang diinginkan
dapat tercapai (Stott dan Walker, 1995). Lako (2004) mendefinisikan bahwa
pemimpin yang transformatif adalah pemimpin yang memiliki visi ke depan,
mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan dan mentransformasikan
perubahan lingkungan ke dalam sebuah organisasi, dapat memelopori
perubahan, dapat memberi inspirasi dan motivasi kepada individu-individu,
membentuk kerja sama tim, dapat membawa perubahan dan pembaharuan etos
kerja dan kinerja individu-individu serta memiliki keberanian dan bertanggung
jawab dalam memimpin dan mengendalikan sebuah organisasi.
Menurut Bambang (wawancara pendahuluan, 2008), pelatih memiliki
peran penting sebagai pendorong motivasi atlet tersebut sehingga tidak hanya
kemenangan yang dihasilkan namun penampilan puncak yang ditunjukkan pada
penonton dan untuk mencapai hal tersebut pelatih dikatakan harus memahami
karakter masing-masing pemain dan menyampaikannya secara benar, karena
sepakbola terdiri dari sebelas orang dengan karakter berbeda namun harus
menjadi satu kesatuan.
Pernyataan Bambang tersebut diperkuat oleh pengakuan Hatri (2008)
seorang pemain yang pernah membela PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman ini
mengungkapkan bahwa hubungannya sangat dekat dengan pelatih di klub
perserikatannya terdahulu. Pelatih mendorongnya untuk terus mencoba di kelas
profesional, karena untuk mempertahankan posisi pemain kelas profesional saat
ini susah, banyak pesaing dan pemain yang sudah profesional sering diremehkan
oleh pihak manajemen. Jadwal latihan yang terlalu padat namun jarang
mendapat bonus sering menjadi masalah bagi pemain. Menurutnya semua
tergantung dari pribadi pemain dan cara pelatih memimpin klubnya karena
menurut pandangannya, pelatih dan manajemen memiliki peran penting
terhadap kondisi psikologis pemain (wawancara pendahuluan, 2008).
Begitu pula dengan pengakuan pelatih PSIM Yogyakarta Daniel Roekito
(wawancara pendahuluan, 2008) dalam membentuk sebuah tim disesuaikan
dengan karakter daerah dan materi yang dimiliki pemain, sehingga pelatih harus
mengambil sikap untuk membentuk karakter yang cocok dengan tim tersebut
dan memiliki ciri khas, sebab setiap daerah memiliki karakter yang berbeda
begitu pula dengan pemain. Menurutnya, dalam memimpin sebuah tim maka
pelatih harus dapat memanage, memotivasi, beradaptasi dan merangkul pemain.
Komunikasi yang dekat antara pelatih dan pemain mempengaruhi kerja sama
antara keduanya, sebab peran pelatih sangat besar bagi para pemainnya.
Menurut pandangan tokoh interaksional, Weinberg dan Gould (1995)
menyimpulkan bahwa motivasi dapat terbentuk tidak hanya dari faktor pribadi
saja atau faktor situasional saja namun bagaimana keterkaitan kedua aspek
tersebut (Satiadama, 2000). Hal serupa diungkapkan Caron (Satiadarma, 2000),
bahwa aspek pelaku dan aspek situasional sama-sama penting. Sebagian dari
aspek-aspek tersebut ada yang dapat dikendalikan dan ada yang tidak dapat
dikendalikan oleh pelatih. Pelatih sebagai faktor sosial memiliki peranan penting
terhadap atletnya, dimana pelatih harus mengenal dekat karakter dan psikologis
atlet serta dapat memotivasi atletnya menghadapi situasi pertandingan.
Berdasarkan uraian di atas, muncul pertanyaan penelitian dalam benak
peneliti, yaitu ”Apakah ada hubungan antara kepemimpinan tranformasional
pelatih dengan motivasi bertanding pada atlet sepakbola?”
METODE PENELITIAN
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah para atlet sepakbola yang tergabung dalam
sebuah klub, dengan karakteristik sebagai berikut : atlet sepakbola, laki-laki,
tergabung dalam klub sepakbola di DIY, menjalani masa kompetisi,
berwarganegara Indonesia, pelatih klub memiliki lisensi sebagai pelatih.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam
bentuk angket dengan menggunakan metode skala yang terdiri dari dua skala,
yakni skala motivasi bertanding dan kepemimpinan transfrmasional.
a. Skala Motivasi Bertanding Atlet
Skala ini untuk mengungkap seberapa besar motivasi bertanding pada
atlet sepakbola. Peneliti menggunakan skala motivasi bertanding yang disusun
oleh Cahyono (2005). Motivasi bertanding dapat dilihat dari empat aspek, antara
lain : dorongan untuk menentukan tujuan, dorongan untuk mencapai
kemenangan, dorongan untuk menunjukkan keunggulan, dan dorongan untuk
mempertahankan perilaku.
b. Skala Kepemimpinan Transformasional
Skala ini untuk mengungkap seberapa besar kepemimpinan
transformasional yang dimiliki pelatih. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti
menggunakan aspek yang diungkap Bass (Yukl, 1998), yaitu : kharismatik,
inspirasional, perhatian Individu, dan stimulasi Intelektual.
3. Metode Analisi Data
Penelitian kuantitatif ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu
mencari hubungan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan
motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Analisis statistik yang dipakai
penelitian ini adalah dengan Product Moment untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh kontrol diri terhadap perilaku minum minuman keras pada remaja laki-
laki, dengan menggunakan statistik SPSS 15.0 for Windows XP.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian
Skor Hipotetik Skor Empirik Variabel Min Max Mean SD Min Max Mean SD
Motivasi Bertanding
29 116 72,5 14,5 85 111 97,83 5,703
Kepemimpinan Transformasio nal
34 136 85 17 94 128 108,38 7,282
Keterangan : Min = Skor Total Minimal Max = Skor Total Maksimal Mean = Skor rata-rata SD = Standar deviasi
Untuk mengetahui keadaan subjek penelitian, dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2 Kriteria Kategorisasi Motivasi Bertanding
Skor Kategori Frekuensi Prosentase X = 46,4 46,4 < X = 63,8 63,8 < X = 81,2 81,2 < X = 98,6 X > 98,6
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0 0 0 38 31
0 % 0 % 0 %
55,07 % 44,93 %
Jumlah 69 100% Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian
ini memiliki motivasi bertanding dalam kategori tinggi (55,07%).
Tabel 3 Kriteria Kategorisasi Kepemimpinan Transformasional
Skor Kategori Frekuensi Prosentase X = 54,4 54,4< X = 74,8 74,8< X = 95,2 95,2< X = 115,6 X > 115,6
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
0 0 0 57 12
0 % 0 % 0 %
82,61 % 17,39 %
Jumlah 69 100% Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian
ini menilai pelatih memiliki kepemimpinan transformasional dalam kategori
tinggi (82,61%).
Berikut adalah hasil uji asumsi, yang berupa uji normalitas, uji linieritas
dan uji hipotesis :
1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas sebaran pada skala motivasi bertanding, diperoleh
hasil K-SZ = 0.707, dengan p = 0.699, syarat normal p > 0.05. Dengan demikian
data yang diperoleh dari variabel motivasi bertanding adalah normal.
Uji normalitas sebaran pada skala kepemimpinan transformasional
diperoleh hasil K-SZ = 0.924, dengan p = 0.361, syarat p > 0.05. Dengan
demikian data yang telah diperoleh dari variabel kepemimpinan transformasional
ini adalah normal.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui pola bentuk hubungan antara
variabel bebas dan variabel tergantung. Uji linieritas dalam penelitian ini juga
menggunakan teknik analisis varians yang terdapat di dalam program SPSS 15.0
for Windows XP, diperoleh hasil F linearity 89.620 dan p = 0.000, syarat linier
adalah apabila p < 0.05. Dari hasil data tersebut, maka uji linieritas skala
terhadap bersifat linier. Deviation from linearity sebesar 1.832, dengan p =
0.043.
3. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji asumsi yang telah dilakukan, dengan sebaran skor
motivasi bertanding dan kepemimpinan transformasional adalah normal dan
linier, pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi
product moment dari Pearson maka diperoleh r = 0,716, dengan p = 0,000,
syarat p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan
antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi bertanding.
Sumbangan efektif kepemimpinan transformasional pelatih terhadap
motivasi bertanding adalah sebesar 51,2 %. Sebanyak 51,2 % motivasi
bertanding pada atlet sepakbola dipengaruhi oleh kepemimpinan
transformasional pelatih. Sedangkan sisanya sebanyak 48,8 % dipengaruhi
variabel lain diluar variabel tersebut.
Dari data-data tersebut dapat dikatakan bahwa hipotesis diterima. Hal
ini berarti sesuai dengan hipotesis awal yang mengungkapkan semakin tinggi
kepemimpinan transformasional pelatih maka semakin tinggi motivsi bertanding
atlet sepakbola.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya
hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan transformasional pelatih
dengan motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Hasil analisis dari data yang
diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini terbukti melalui koefisien korelasi yang diperoleh (r = 0,716,
dengan p = 0,000, syarat p < 0.05 ). Artinya terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi
bertanding atlet sepakbola. Terbukti pula bahwa semakin tinggi kepemimpinan
transformasional pelatih maka semakin tinggi motivasi bertanding atlet
sepakbola. Sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan transformasional pelatih
maka semakin rendah motivasi bertanding atlet sepakbola.
Kepemimpinan transformasional pelatih terbukti secara efektif dapat
meningkatkan motivasi bertanding atlet, sumbangan efektif yang diberikan cukup
besar yaitu 51,2 % (r2= 0,512).
Pelatih sebagai pemimpin memiliki peran besar terhadap atlet, seperti
yang diungkapkan Barrow (William, 1986) bahwa kepemimpinan sebagai proses
perilaku mempengaruhi sejumlah atau sekelompok orang dalam mencapai
sasaran tertentu dan mencapai tujuan prestasi. Kepemimpinan sebagai faktor
situasional memiliki pengaruh besar terhadap motivasi atlet pada saat
pertandingan. Hal ini sejalan dengan penelitian Alfermann (2008) bahwa perilaku
pelatih sebagai pemimpin berpengaruh besar terhadap pengembangan
kemampuan diri. Selain itu persepsi atlet terhadap perilaku pelatih memiliki
hubungan yang positif terhadap motivasi baik untuk tim maupun individu atlet
tersebut, sehingga berpengaruh pula terhadap prestasi atlet. Hasil penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian Wagimo dan Ancok (2005) yang menunjukkan
adanya hubungan positif antara kepemimpinan transformasional dengan motivasi
bawahan. Artinya kecenderungan atasan dalam memimpin secara
transformasional dapat mengakibatkan perubahan pada motivasi bawahan, selain
itu bawahan termotivasi untuk mencapai hasil lebih dari yang diharapkan.
Kepemimpinan transformasional memberikan sumbangan yang cukup
besar terhadap motivasi bertanding atlet. Bass (Yukl, 1998) mengungkapkan
pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional mampu
memimpin dan memotivasi pengikutnya untuk menyadari pentingnya hasil dari
pekerjaan, pengikut lebih mementingkan tim dan mengaktifkan kebutuhan
pengikut pada yang lebih tinggi. Kesuksesan sebuah tim sepakbola juga
dipengaruhi oleh pelatihnya, pelatih selalu berhubungan dengan pemain
sehingga apabila terjadi kerja sama yang baik antara keduanya akan membawa
dampak positif. Pelatih yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional dapat
diukur dari pemainnya, sehingga pemain yang merasa pelatih tersebut memiliki
kepemimpinan transformasional akan merasa adanya kepercayaan, kesetiaan,
kekaguman dan hormat terhadap pemimpinnya serta termotivasi untuk
melakukan lebih dari yang mereka harapkan. Pelatih sedianya bekerja keras agar
memiliki pengaruh terhadap para pemainnya sehingga motivasi bertanding atlet
dapat meningkat dan dapat mencapai hasil lebih dari yang diharapkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa atlet menilai pelatih memiliki
kepemimpinan transformasional tinggi, maka motivasi bertanding atlet pun
tinggi. Motivasi disebutkan Satiadarma (2000) sebagai upaya yang mendorong
atlet untuk melibatkan diri pada aktivitas tertentu dalam mencapai suatu sasaran.
Pertandingan yang dijalani atlet saat ini sebagai keterlibatan atlet untuk
mencapai sasaran. Tingkah laku dan kebutuhan setiap atlet dapat berbeda, oleh
sebab itu tingkat motivasi bertanding atlet pun berbeda-beda (Gunarsa, 2004).
Ryan dan Deci menggabungkan konsep motivasi dengan teori self
determination yang kemudian oleh Vallerand dan Losier’s (Cox, 2007)
dirumuskan kedalam situasi olahraga. Media psikologis atlet didasarkan pada
tiga macam kebutuhan atlet terhadap pertandingan yaitu competence,
autonomy, dan relatedness. Ketiga bentuk needs tersebut yang mengakomodasi
kebutuhan atlet dalam bertanding sehingga atlet memiliki motivasi dan terdorong
untuk menentukan tujuan, mencapai kemenangan, menunjukkan keunggulan
dan mempertahankan perilakunya pada pertandingan yang dijalaninya.
Kepemimpinan transformasional terbukti memberikan sumbangan efektif
terhadap motivasi bertanding sebesar 51,2 % (r2= 0,512). Hal tersebut
mengungkap pula bahwa motivasi bertanding juga dapat dipengaruhi faktor lain
sebesar 48,8 %. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Cahyono
(2005), menunjukkan hubungan positif dengan taraf sangat signifikan antara
persepsi pemberian insentif dengan motivasi bertanding. Hal tersebut
menguatkan hasil penelitian bahwa faktor sosial berpengaruh terhadap
peningkatan motivasi bertanding atlet. Variable lain yang sangat mungkin
mempengaruhi motivasi bertanding atlet menurut Weinberg dan Gould
(Satiadarma, 2000) dapat dibedakan menjadi (1) faktor pribadi (kebutuhan,
minat, sasaran dan kepribadian) dan (2) faktor situasional (fasilitas yang
tersedia, lingkungan dan hasil yang pernah diperoleh sebelumnya). Faktor-faktor
lain tersebut dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu kurangnya referensi
yang digunakan oleh peneliti baik mengenai motivasi bertanding maupun
kepemimpinan transformasional sehingga teori yang digunakan dalam penelitian
ini menjadi kurang beragam. Kelemahan lain yaitu pada saat proses pengambilan
data, ada beberapa angket yang ditinggal oleh peneliti untuk diambil keesokan
hari sehingga kemungkinan responden memberikan jawaban yang tidak jujur.
Kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini diharapkan menjadi bahan
pertimbangan bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik
serupa agar dapat lebih menyempurnakan penelitiannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh dalam penelitian
ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara kepemimpinan transformasional pelatih dengan motivasi bertanding pada
atlet sepakbola. Semakin tinggi kepemimpinan transformasional pelatih maka
semakin tinggi motivasi bertanding pada atlet sepakbola. Sebaliknya semakin
tinggi kepemimpinan transformasional pelatih maka semakin tinggi motivasi
bertanding pada atlet sepakbola.
SARAN
Berdasarkan hasil yang telah dicapai, maka peneliti mengajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Bagi Subyek Penelitian
Atlet sepakbola diharapkan untuk dapat bekerja sama baik dengan
pelatihnya karena pelatih memiliki peran penting bagi kemajuan karier
sebagai seorang atlet serta dapat menumbuhkan motivasi, baik motivasi
bertanding maupun motivasi berlatih pada diri atlet sendiri. Selain itu
diharapkan atlet sepakbola Indonesia dapat menjaga citra baik
persepakbolaan Indonesia dengan prestasi dan sportivitas.
2. Bagi Pelatih Subyek Penelitian
Pelatih sepakbola Indonesia diharapkan selalu meningkatkan diri
untuk menambah kemampuan dalam membina tim, serta bekerja keras
memberikan pengaruh yang baik dan memotivasi atlet, hal tersebut karena
seringkali pemain menjadikan pelatihnya sebagai teladan. Kerja sama yang
baik dengan atlet akan memudahkan tim dalam mencapai sasaran.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Peneliti selanjutnya perlu mempertibangkan model lain
pengukuran motivasi bertanding dan kepemimpinan transformasional
sehingga dapat mengungkap lebih jelas dan mempeluas penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Alfermann, D, Lee, M. J, & Wurth, S. 2008. Perceived Leadership Behavior
and Motivational Climate as Antecedents of Adolescent Athletes’ Skill development. http:/www.athleticinsight.com.5/5/08
Azwar, S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cahyono, C. 2005. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pemberian Insentif dan otivasi Bertanding pada Atlet Sepakbola. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikolgi Universitas Gajah Mada.
Cox, R. H. 2002. Sport Psychology sixth edition. New York : McGraw-Hill.
Cratty, B. J. 1983. Psychology in Contemporary Sport. New Jersey : Prentice
Hall. Gunarsa, S. D.1996. Psikologi Olahraga: Teori dan Praktik. Jakarta : PT.
BPK Gunung Mulia. Irianto, D, P. 1995. Pelatih dan Perkembangan Kepribadian Olahragawan.
Jurnal Olahraga , 1, 15-25. Lako, A. 2004. Kepemimpinan dan kinerja organisasi. Yogyakarta
:Amarabooks.
Maschut. 2007. PERSIK Kediri Kurang Motivasi. www.persik-
kediri.com/10/11/07
Mielke, D. 2003. Dasar-dasar Sepakbola. Jakarta : PT. Pakar Raya.
Nugroho, I. 2007. Prestasi PSIS Menurun. www.kompas.com/11/11/07
Rachmat. 2007. Persija, Kebersamaan dan Motivasi. www.jakmania.org/10/11/07
Rudyatmo, H. 2007. Motivasi Pemain Persis Menurun. www.wawasandigital.com/10/11/07
Satiadarma, M. P. 2000. Dasar- Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta : PT.
Pustaka Sinar Harapan.
Setyobroto, S. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta : PT. Anem Kosong
Anem.
Stott, K & Walker, A. 1995. Teams (Teamwork and Teambuilding). New York : Prentice Hall.
Wagimo & Ancok, D. 2005. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Jurnal Psikologi, 32, 2, 112-127.
Wirawan, Y. G. 1999. Rasa Percaya Diri, Motivasi, dan kecemasan dalam Olahraga Bulutangkis. Jurnal Psikologika, IV, 8, 5-14.
Wirjana, B. R & Supardo, S. 2005. Kepemimpinan: Dasar-dasar dan Pengembangannya. Yogyakarta : Andi.
Yukl, G. 1998. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta : Prenhallindo.
2008. Data Prestasi PSIM. www.brajamusti.org/08/03/08