Upload
buianh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH – IBU)
- ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA
Oleh :
Finda Fatmawati
Hepi Wahyuningsih
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH – IBU) - ANAK
DENGAN DEPRESI PADA REMAJA
Finda Fatmawati Hepi Wahyuningsih, S.Psi.,M.Si
INTISARI
Penelitian ini mempunyai tujuan yang pertama ialah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konflik orangtua (Ayah) - Anak dengan depresi pada remaja. Kedua ialah untuk mengetahui hubungan antara konflik orangtua (Ibu) - Anak dengan depresi pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konflik Orangtua (Ayah) - Anak dengan depresi pada remaja. Semakin tinggi konflik Orangtua (Ayah) - Anak maka semakin tinggi depresi pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah konflik Orangtua (Ayah) - Anak maka semakin rendah depresi pada remaja. Hipotesis yang kedua ialah ada hubungan yang positif antara konflik Orangtua (Ibu) - Anak dengan depresi pada remaja. Semakin tinggi konflik Orangtua (Ibu) - Anak maka semakin tinggi depresi pada remaja. Sebaliknya, semakin rendah konflik Orangtua (Ibu) - Anak maka semakin rendah depresi pada remaja.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi di SMU Muhammadiyah 2 Yogyakarta Tahun ajaran 2007/2008. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah purposive sampling. Adapun skala yang digunakan yang pertama adalah skala Konflik Orangtua (Ayah) – Anak, dan yang kedua ialah Skala Konflik Orangtua (Ibu) – Anak. Sedangkan untuk mengukur tingkat depresi menggunakan skala depresi dari The Beck Deppression Inventory (BDI). Skala Konflik Orangtua (Ayah) – Anak, dan skala Konflik Orangtua (Ibu) – Anak disusun berdasarkan fokus area konflik dari Hall (Rice, 2001) yang berjumlah 23 aitem dan skala depresi disusun berdasarkan simtom-simtom depresi dari Beck (1985) yang berjumlah 20 aitem.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 11.5 for Windows, yang pertama untuk menguji apakah terdapat hubungan antara konflik orangtua (Ayah) - Anak dengan depresi pada remaja. Kedua ialah untuk mengetahui hubungan antara konflik orangtua (Ibu) - Anak dengan depresi pada remaja. Korelasi product moment Pearson menunjukkan korelasi antara konflik orangtua (Ayah) - Anak dengan depresi sebesar r = 0,193 dengan p = 0,013 (p<0,05) yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara konflik orangtua (Ayah) - Anak dengan depresi pada remaja. Jadi hipotesis pertama penelitian ini diterima. Korelasi product moment Pearson untuk hipotesis yang kedua menunjukkan korelasi antara konflik orangtua (Ibu) - Anak dengan depresi sebesar r = 0,195 dengan p = 0,012 (p<0,05) yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara konflik orangtua (Ibu) - Anak dengan depresi pada remaja. Jadi hipotesis kedua penelitian ini diterima. Kata Kunci : Konflik orangtua (Ayah-Ibu) - Anak, Depresi
PENGANTAR
Masa remaja merupakan tahapan yang paling penting dalam rentang
kehidupan manusia, karena jika seseorang telah melewati tahapan ini dengan baik
dan tumbuh menjadi dewasa yang matang dan tangguh maka akan dapat
melaksanakan tugas untuk meneruskan cita-cita bangsa. Remaja yang tengah
dalam masa transisi seharusnya didukung oleh lingkungan sekitarnya agar dapat
melewati tahapan ini dengan maksimal sehingga dapat terwujud menjadi dewasa
yang mempunyai kepribadian ideal dan dapat melaksanakan kewajibannya
sebagai generasi penerus bangsa.
Remaja yang dapat melalui tahapannya dengan baik dan hidup dengan
jiwa yang sehat di tengah masyarakat akan menjadi tumpuan harapan di masa
yang akan datang, karena sebagai generasi muda remajalah yang nantinya akan
menjadi generasi penerus bangsa. Tapi pada kenyataannya akhir-akhir ini
fenomena yang sering terjadi di lingkungan remaja adalah banyaknya
keputusasaan karena ketidakmampuan melalui hambatan dalam tahapan
perkembangannya. Keputusasaan yang berlarut-larut hingga menimbulkan stres
dapat berujung pada depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayub di delapan SMU di Jakarta (Hadi,
2004) membuktikan bahwa angka depresi untuk usia 15-17 tahun pada murid
wanita adalah 10,71% dan pada murid pria 8.33%. Sedangkan untuk usia di atas
17 tahun sampai 20 tahun, angka depresi pada murid pria 6.25% dan murid wanita
4.54%. Secara keseluruhan, dalam kelompok umur antara 15-20 tahun, angka
depresi lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata umum.
Sedangkan penelitian di Yogyakarta yang dilakukan oleh Retnowati
(suaramerdeka.com, 2005) membuktikan bahwa 3.183 remaja yang diteliti, 2.586
remaja di antaranya atau kurang lebih 81% mengalami gejala depresi pada
kategori sedang sampai tinggi. Sementara remaja perempuan lebih rentan terhadap
depresi. Hal tersebut dikarenakan remaja perempuan menghadapi resiko yang
lebih besar untuk mengalami depresi dibandingkan laki-laki, karena umumnya
mereka menghadapi lebih banyak tantangan sosial dibandingkan remaja laki-laki
seperti tekanan untuk membatasi keinginan-keinginan mereka dan melakukan
kegiatan-kegiatan yang dianggap sesuai dengan karakter mereka sebagai
perempuan (Nolen-Hoeksema dkk dalam Nevid dkk., 2003).
Depresi yang berkepanjangan dapat menimbulkan perasaan putus asa dan
berujung pada ide bunuh diri. Angka bunuh diri yang tinggi terdapat di kawasan
Gunung Kidul, Yogyakarta, yaitu berkisar lima sampai enam kasus pertahun.
Kasus bunuh diri yang terjadi di wilayah Gunung Kidul Yogyakarta mencapai
95% dengan cara gantung diri (Tempo Interaktif dalam Shary, 2006).
Kasus-kasus di atas mengindikasikan bahwa kehidupan remaja terdapat
berbagai macam persoalan yang dapat memicu depresi. Persoalan yang terjadi
pada remaja berasal dari berbagai sumber, salah satunya ialah dari keluarga.
Seperti yang diungkapkan oleh Musbikin (2005) bahwa persoalan dalam keluarga
dapat memicu ketegangan. Ketegangan yang terjadi antara orangtua dan anak,
karena kebutuhan anak dan orangtua seringkali berselisih jalan. Perselisihan
antara orangtua dan anak inilah akhirnya menimbulkan konflik. Konflik yang
berkepanjangan akan menimbulkan stres. Stres merupakan suatu reaksi fisik dan
emosional terhadap suatu keadaan yang menekan, menuntut atau membebani.
Ketidakmampuan remaja dalam mengatasi stres yang berkepanjangan dapat
mempengaruhi timbulnya depresi, stres dalam hidup dapat menyumbangkan
depresi sebesar 85%.
Konflik dengan orangtua seringkali meningkat selama masa awal remaja,
mulai stabil selama usia 16–18 tahun, dan kemudian berkurang ketika remaja
mencapai usia 19-20 tahun. Pada masa awal remaja, orangtua berperan aktif
mendampingi remaja. Orangtua memberikan penekanan dengan aturan-aturan
yang diberikan pada anak dengan tujuan sebagai pegangan dalam menghadapi
masa transisi yaitu masa remaja. Akibatnya remaja merasa dibebani oleh aturan-
aturan yang diberikan orangtua, sehingga remaja menjadi cepat marah dan
tersinggung. Karena pada masa awal remaja sikap memberontak dan perasaan
cepat marah ialah perasaan yang seringkali dijumpai pada masa ini. Namun
setelah masuk usia 16-18 tahun atau masa pertengahan remaja, perasaan emosi
dalam diri remaja akan dapat lebih dikontrol, maka dari itu pula ketegangan antara
orangtua dan remaja pun mulai stabil. Konflik dengan orangtua mulai berkurang
ketika remaja berusia 19-20 tahun atau masa akhir remaja, karena remaja tinggal
jauh dari orangtua. Hubungan antara orangtua-remaja semakin baik bila remaja
jauh dari rumah karena kuliah, dibandingkan mereka yang kuliah namun tinggal
di rumah (Sullivan & Sullivan, 1980). Remaja yang kuliah dan tetap tinggal di
rumah dengan orangtua akan menghadapi kejadian-kejadian yang sama dimana
kejadian tersebut dapat memicu konflik dengan orangtua ketika pada masa awal
remaja dulu.
Konflik bisa diukur berdasarkan frekuensi terjadinya konflik yang dialami satu
minggu terakhir seperti yang terdapat pada alat ukur the Conflict Behavior Questionnaire
(Prinz dalam Loukas & Roalson (2006). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa
saat yang paling penuh tekanan selama puncak pertumbuhan pubertas adalah saat
konflik antara orangtua (ayah-ibu) - remaja (Hill, dalam Santrock 2002). Konflik
dengan orangtua menjadi saat yang paling penuh tekanan bagi remaja inilah yang
dapat menjadi persoalan khusus. Remaja yang mengalami tekanan atau stress
yang berkelanjutan akan menimbulkan depresi.
Berdasarkan kasus-kasus di atas dapat terlihat bahwa pemicu depresi pada
remaja salah satunya ialah adanya konflik dengan orangtua seperti yang
disampaikan Stice (Nevid, 2003). Hubungan yang kurang baik antara orangtua
dan anak yang berlarut-larut dapat memicu depresi pada anak.
Dari beberapa ulasan di atas lalu timbul permasalahan yang membuat
peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara konflik orangtua
(ayah) - anak dengan depresi pada remaja, dan apakah ada hubungan antara
konflik orangtua (ibu) - anak dengan depresi pada remaja. Menghasilkan
hubungan positif, yaitu semakin tinggi konflik orangtua (ayah) - anak maka
depresi juga semakin tinggi. Semakin tinggi konflik orangtua (ibu) - anak maka
depresi juga semakin tinggi.
METODE PENELITIAN
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMU Muhammadiyah 2
Yogyakarta. Dalam mencari subjek penelitian, peneliti menggunakan teknik
purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode skala. Skala
dalam penelitian ini menggunakan tiga skala. Pertama, skala konflik orangtua
(Ayah) – Anak. Kedua, skala konflik orangtua (Ibu) – Anak yang disusun oleh
peneliti berdasarkan lima area konflik hubungan Orangtua (Ayah – Ibu) – Anak
dari Hall (Rice, 2001) yang berjumlah 23 aitem. Ketiga, Skala depresi
berdasarkan The Beck Deppression Inventory (BDI) yang disusun oleh Beck
(1985) yang berjumlah 20 aitem. Metode analisis data pada penelitian ini adalah
analisis statistik, untuk mengetahui hubungan antara konflik orangtua (Ayah) –
Anak dengan depresi pada remaja dan untuk mengetahui hubungan antara konflik
orangtua (Ibu) – Anak dengan depresi pada remaja yaitu dengan menggunakan
korelasi product momet Pearson.
HASIL PENELITIAN
1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis korelasi product moment Pearson untuk
menguji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi meliputi uji
normalitas dan uji linieritas.
a. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas dengan menggunakan program SPSS (Statistic Program
For Social Science) versi 11,5 for Windows dengan teknik one sample
Kolmogorof Smirnov menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 1,028 dengan p = 0,241 (p
> 0,05) untuk skala konflik orangtua (Ayah) – Anak, nilai K-S-Z sebesar 1,033
dengan p = 0,236 atau (p > 0,05) untuk skala konflik orangtua (Ibu) – Anak, dan
nilai K-S-Z sebesar 0,945 dengan p = 0,333 atau (p > 0,05) untuk skala depresi.
Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa skala konflik orangtua (Ayah) –
Anak, skala konflik orangtua (Ibu) – Anak, dan skala depresi memiliki sebaran
normal.
b. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic
Program For Social Science) versi 11.5 for Windows dengan teknik Compare
Means menunjukkan F = 4,937 ; p = 0,030 untuk hubungan antara konflik
orangtua (Ayah) – Anak dengan depresi. Sedangkan untuk hubungan antara
konflik orangtua (Ibu) – Anak dengan depresi menunjukkan F = 5,458 ; p = 0,023.
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat dikatakan bahwa hubungan antara konflik
orangtua (Ayah) – Anak dengan depresi adalah linier karena p<0,05. Begitu juga
dengan hubungan antara konflik orangtua (Ibu) – Anak dengan depresi adalah
linier karena p<0,05.
c. Uji Hipotesis
Hasil analisis data yang pertama menunjukkan korelasi antara variabel konflik
orangtua (Ayah) – Anak dengan depresi nilai r = 0,193 dengan p = 0,013
(p<0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang
signifikan antara konflik orangtua (Ayah) – Anak dengan depresi pada remaja,
sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Hasil analisis data yang kedua
menunjukkan korelasi antara variabel konflik orangtua (Ibu) – Anak dengan
depresi nilai r = 0,195 dengan p = 0,012 (p<0,05). Hal ini berarti menunjukkan
bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara konflik orangtua (Ibu) – Anak
dengan depresi pada remaja, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.
Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara konflik orangtua (Ayah) –
Anak dengan depresi menunjukkan angka sebesar 0,037 yang berarti konflik
orangtua (Ayah) – Anak memberikan sumbangan sebesar 3,7 % terhadap depresi.
Sedangkan Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara konflik orangtua
(Ibu) – Anak dengan depresi menunjukkan angka sebesar 0,038 yang berarti
konflik orangtua (Ibu) – Anak memberikan sumbangan sebesar 3,8 % terhadap
depresi
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka kedua hipotesis yang telah
diajukan, yang pertama yaitu ada hubungan positif antara konflik orangtua (Ayah)
– Anak dengan depresi pada remaja dapat diterima. Hipotesis yang kedua
menunjukkan ada hubungan positif antara konflik orangtua (Ibu) – Anak dengan
depresi pada remaja dapat diterima. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan
teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan koefisien korelasi (r)
sebesar 0,193 dengan p = 0,013 (p<0,05), untuk hubungan antara konflik orangtua
(Ayah) – Anak dengan depresi, dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada
hubungan positif yang signifikan antara konflik orangtua (Ayah) – Anak dengan
depresi pada remaja. Sedangkan untuk hubungan antara konflik orangtua (Ibu) –
Anak dengan depresi menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,195 dengan p
= 0,012 (p<0,05) dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa ada hubungan
positif yang signifikan antara konflik orangtua (Ibu) – Anak dengan depresi pada
remaja. Semakin tinggi konflik orangtua (Ayah) - Anak maka semakin tinggi pula
depresi pada remaja. Semakin tinggi konflik orangtua (Ibu) - Anak maka semakin
tinggi pula depresi pada remaja.
Diterimanya hipotesis penelitian menunjukkan bahwa konflik orangtua
(Ayah) - Anak berhubungan dengan depresi pada remaja dimana konflik orangtua
(Ayah) - Anak memberikan sumbangan sebesar 3,7 % terhadap depresi dan
selebihnya sebesar 96,3 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar konflik orangtua
(Ayah) - Anak. Hipotesis penelitian yang kedua menunjukkan bahwa konflik
orangtua (Ibu) - Anak berhubungan dengan depresi pada remaja dimana konflik
orangtua (Ibu) - Anak memberikan sumbangan sebesar 3,8 % terhadap depresi
dan selebihnya sebesar 96,2 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar konflik
orangtua (Ibu) - Anak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Stice (Nevid, 2003),
faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada remaja tidak hanya konflik dengan
orangtua melainkan juga faktor ketidakpuasan pada tubuh setelah masa pubertas.
Kejadian tersebut dapat mengembangkan depresi selama masa remaja. Sedangkan
faktor-faktor lain selain konflik dengan Orangtua yang dapat mempengaruhi
depresi menurut Hadi (2004) ialah karena kehilangan sesuatu yang sangat berarti,
reaksi terhadap stress, terlalu lelah atau capek, gangguan yang tidak jelas asalnya,
dan reaksi terhadap stress.
Hasil kategorisasi pada nilai masing-masing variabel menunjukkan bahwa
konflik orangtua (Ayah) - Anak berada dalam kategori sedang yaitu 38 subjek
atau 28,79 % dari jumlah 132 subjek penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat konflik orangtua (Ayah) – Anak di area kehidupan sosial remaja,
tanggungjawab remaja, lingkungan di sekolah, hubungan di dalam keluarga, nilai
dan akhlak yang ditanamkan pada anak adalah sedang.
Kategorisasi konflik orangtua (Ibu) - Anak berada pada kategori rendah
yaitu sebanyak 33 orang atau 25 % dari jumlah 132 subjek penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat konflik orangtua (Ibu) – Anak di area kehidupan
sosial remaja, tanggungjawab remaja, lingkungan di sekolah, hubungan di dalam
keluarga, nilai dan akhlak yang ditanamkan pada anak adalah rendah.
Sedangkan kategorisasi depresi berada pada kategori normal yaitu
sebanyak 52 orang atau 39,39% dari 132 subjek penelitian. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pesimisme, kesedihan, rasa gagal, perasaan bersalah,
ketidakpuasan, perasaan tidak suka pada diri sendiri, menuduh diri sendiri,
tingginya frekuensi menangis, kejengkelan, kecenderungan untuk menarik diri
dari lingkungan sosial, ketidakmampuan untuk mengambil keputusan, perubahan
gambaran tubuh, kelambanan dalam bekerja, insomnia, perasaan mudah lelah,
anorexia, penurunan berat badan, preokupasi somatis, hilangnya libido,
pengharapan akan hukuman, dan pikiran-pikiran untuk bunuh diri termasuk
normal.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan
antara konflik orangtua (Ayah) - Anak dengan depresi pada remaja. dan ada
hubungan positif yang signifikan antara konflik orangtua (Ibu) - Anak dengan
depresi pada remaja. Adanya hubungan antara konflik orangtua (Ayah) - Anak
dengan depresi ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,193 dengan p =
0,013 (p<0,05). Sedangkan untuk hubungan antara konflik orangtua (Ibu) - Anak
dengan depresi ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar 0,195 dengan p =
0,012 (p<0,05). Hal ini berarti semakin tinggi konflik orangtua (Ayah) - Anak
maka semakin tinggi tingkat depresi yang dimiliki oleh remaja. Begitu pula
sebaliknya semakin rendah tinggi konflik orangtua (Ayah) - Anak maka semakin
rendah pula tingkat depresi yang dimiliki oleh remaja. Jadi hipotesis yang
menyatakan ada hubungan positif antara konflik orangtua (Ayah) - Anak dengan
depresi pada remaja dapat diterima. Dan semakin tinggi konflik orangtua (Ibu) -
Anak maka semakin tinggi tingkat depresi yang dimiliki oleh remaja. Begitu pula
sebaliknya semakin rendah tinggi konflik orangtua (Ibu) - Anak maka semakin
rendah pula tingkat depresi yang dimiliki oleh remaja. Jadi hipotesis yang
menyatakan ada hubungan positif antara konflik orangtua (Ibu) - Anak dengan
depresi pada remaja dapat diterima
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan maka dapat
dikemukakan saran sebagai berikut :
1. Bagi Orangtua (Ayah – Ibu)
Orangtua diharapkan lebih memperhatikan kehidupan sosial anak, karena
konflik dalam kehidupan sosial anak ialah area yang paling berpotensi
menimbulkan depresi.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat melakukan penelitian
yang lebih memperhatikan subyek penelitian. Diharapkan peneliti
selanjutnya dapat melakukan penelitian pada subyek yang lebih rentan
mengalami gangguan depresi, misalnya subyek yang sedang berada di
tempat rehabilitasi.
b. Aitem-aitem pada penelitian ini perlu diperjelas lagi untuk peneliti
selanjutnya yang ingin meneliti lebih jauh berkaitan dengan penelitian ini
dikemudian hari. Variabel konflik yang hendak diukur juga perlu diperinci
lagi, misalnya akan meneliti konflik mengenai kehidupan sosial anak.
DAFTAR PUSTAKA
Beck, A.T. 1985. Depression: Causes and Treatment. Philadelphia: University of Pennsylvania Press
Hadi, P, 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta : Tugu
Loukas, A. & Roalson, L. A. 2006. Family Environment, Effortful Control, and Adjustment Among European American and Latino Early Adolescents. University of Texas at Austin : Sage Publication
Nevid, J. S. 2003. Psikologi Abnormal. Penerjemah: Tim Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia. Jakarta : Erlangga
Rice, P. & Dolgin, G. 2001. The Adolescent. USA
Santrock, J. W. 2003. Adolescence. Jakarta : Erlangga
http://www.liputan6.com/buser/?id=120038
http://suaramerdeka.com/harian/0501/15/ked7.htm
IDENTITAS PENULIS
Nama : Finda Fatmawati
Alamat Rumah : Jln. Danau Tondano F5A No. 29A Sawojajar,
Malang, Jawa Timur
Kos Putri Cahya Kumala
Jl. Kaliurang Km.7,3 Gg. Kenanga No.6b Babadan
baru
Sleman, Yogyakarta
No. Telp/HP : 0341-710793/081328074773
Email : [email protected]