68
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA (INDONESIA–AUSTRALIA COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT) JAKARTA, JANUARI 2020

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG … · 2020. 2. 13. · ekonomi antara Indonesia dan Australia serta cara mengatasi permasalahan tersebut. 2. Merumuskan landasan pemikiran

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • NASKAH AKADEMIK

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KEMITRAAN

    EKONOMI KOMPREHENSIF ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA

    (INDONESIA–AUSTRALIA COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT)

    JAKARTA, JANUARI 2020

  • 1

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

    karunia dan perkenan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Naskah

    Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan

    Australia (Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership

    Agreement).

    Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang

    Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara

    Indonesia dan Australia merupakan rumusan yang berisi landasan,

    dasar pemikiran dan alasan lain tentang perlunya Rancangan Undang-

    Undang tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi

    Komprehensif antara Indonesia dan Australia.

    Upaya Pemerintah Indonesia dalam memajukan kesejahteraan

    umum sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terwujud dalam

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan

    Australia yang akan memberikan manfaat peningkatan akses pasar

    barang dan jasa, memfasilitasi arus barang dan kepabenan, akses

    promosi dan proteksi penanaman modal, economic powerhouse,

    pengembangan sumber daya manusia Indonesia dan program-program

    kerja sama ekonomi bagi Indonesia.

    Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada tanggal 4 Maret 2019

    di Jakarta, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia

    telah menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif.

    Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara

    Indonesia dan Australia melalui Undang-Undang merupakan hasil

    keputusan bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan

  • 2

    Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Diharapkan pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan

    Australia dapat diselesaikan tepat waktu agar manfaatnya dapat

    dirasakan oleh masyarakat Indonesia serta mempererat hubungan

    bilateral di antara kedua negara.

    Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada perwakilan

    Kementerian/Lembaga terkait yang telah memberikan masukan yang

    sangat berharga atas penyusunan Naskah Akademik ini. Semoga

    Naskah Akademik ini dapat dipergunakan sebagai acuan dalam

    penyusunan dan pembahasan RUU tentang Pengesahan Persetujuan

    Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia.

    Jakarta, Januari 2020

    Sekretaris Jenderal,

    Kementerian Perdagangan

    Oke Nurwan

  • 3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4

    C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik ........................... 4

    D. Metode ................................................................................................... 5

    BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS .......................................... 6

    A. Kajian Teoretis ....................................................................................... 6

    B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan

    norma ........................................................................................................ 15

    C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada,

    Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat, dan

    Perbandingan dengan Negara Lain ....................................................... 19

    D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan

    Diatur dalam Undang-Undang terhadap Aspek Kehidupan

    Masyarakat dan Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan

    Negara.................................................................................................. 26

    BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

    UNDANGAN TERKAIT .................................................................................... 33

    BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS ........................ 43

    A. Landasan Filosofis ................................................................................ 43

    B. Landasan Sosiologis ............................................................................. 45

    C. Landasan Yuridis ................................................................................. 45

    BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

    MATERI

    MUATAN UNDANG-UNDANG ......................................................................... 47

    A. Sasaran ................................................................................................ 47

  • 4

    B. Arah dan Jangkauan Pengaturan ......................................................... 47

    C. Ruang Lingkup Materi Muatan ............................................................. 48

    BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 57

    A. Simpulan .............................................................................................. 57

    B. Saran ................................................................................................... 59

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pemerintah Negara Republik Indonesia memiliki amanat untuk

    mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam

    konteks perekonomian global, Pemerintah Indonesia hidup berdampingan

    dengan negara-negara lain di dunia di mana setiap negara memiliki

    keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Perdagangan internasional

    memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat.

    Keadaan perekonomian global di Abad ke-21 ditandai dengan ciri-ciri:

    berubah-ubah (Volatility), tidak pasti (Uncertanity), rumit (Complexity) dan

    ambiguitas (Ambiguity), atau disingkat dengan VUCA 1 . Mengingat kondisi

    Indonesia yang berada dalam middle income trap 2 , Pemerintah Negara

    Republik Indonesia berupaya keras untuk meminimalisir potensi atau dampak

    negatif dari VUCA dan di saat yang sama melakukan transformasi ekonomi

    guna meningkatkan kinerja ekspor barang dan jasa, membuka keran

    masuknya penanaman modal, dan mengembangkan sumber daya manusia.

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif merupakan salah satu

    cara untuk membantu Indonesia dalam melakukan transformasi ekonomi,

    meningkatkan kinerja ekspor barang dan jasa, membuka keran masuknya

    penanaman modal, dan mengembangkan sumber daya manusia. Australia

    1 VUCA adalah akronim yang pertama kali digunakan pada tahun 1987 untuk

    menggambarkan atau untuk merefleksikan volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas dan

    ambiguitas kondisi dan situasi umum. Lebih lanjut, konsep VUCA digunakan untuk

    menggambarkan dunia multilateral yang lebih tidak stabil, tidak pasti, kompleks, dan ambigu

    yang dirasakan sebagai hasil dari berakhirnya Perang Dingin.VUCA juga sering digunakan untuk menggambarkan keadaan perekonomian global pasca Global Financial Crisis (GFC) di

    tahun 2007 – 2008 sumber: Bennis, Warren G dan Burt Nanus. Leaders : the strategies for

    taking charge. New York: Harper & Row, 1985.

    2Indonesia berada dalam jebakan penghasilan menengah (middle income trap). Lebih dari

    15 tahun pendapatan per kapita Indonesia berada di bawah angka USD5.000 sumber: World Bank. (2019, October 11). Data for Middle income, Indonesia. Diambil kembali dari

    data.worldbank.org: https://data.worldbank.org/?locations=XP-ID.

  • 2

    merupakan negara yang ideal untuk menjadi mitra bilateral pembentukan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif.

    Australia merupakan salah satu negara mitra dagang dan sumber

    penanaman modal terdekat Indonesia yang penting dan saling melengkapi

    dalam perdagangan dan penanaman modal. Australia yang memiliki ekonomi

    berorientasi pasar yang ditandai dengan tingkat perdagangan luar negeri yang

    tinggi dan reputasi institusi keuangan yang kuat dan kebijakan yang baik

    yang mendapatkan peringkat obligasi salah satu yang terkuat di Pasifik.

    Berdasarkan perbandingan indikator ekonomi seperti produk domestik

    bruto, pendapatan per kapita, dan inflasi kedua negara, pertumbuhan

    ekonomi Australia jauh lebih besar dari Indonesia3 , Australia juga adalah

    negara eksportir barang terbesar ke-21 dunia4 dan berada pada peringkat ke-

    20 untuk ekspor dan impor jasa komersial dunia pada tahun 20175.

    Australia dikenal sebagai penanam modal besar ke-17 di dunia.

    Penanaman modal dari Australia ke dunia pada tahun 2017 mencapai nilai

    USD2,28 triliun. Penanaman modal dari Australia sangat kuat terutama dalam

    sektor keuangan dan asuransi, manufaktur, pertambangan, real estate,

    konstruksi, perdagangan dan kesehatan, Australia juga memiliki salah satu

    jaringan persetujuan perdagangan bebas dan kemitraan ekonomi yang cukup

    luas mencakup lebih dari 30 negara/ekonomi6.

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Australia

    (Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-

    3 Pada tahun 2018, Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai USD1.092,14 Miliar

    sementara Australia sebesar USD1.428,28 Miliar. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia

    mencapai USD4.116,37 per tahun, sementara pendapatan perkapita penduduk Australia

    USD58.940,72 pertahun. Tingkat inflasi Australia lebih rendah yaitu 2,17% dibandingkan

    Indonesia yang sebesar 3,91 %. Sumber: International Monetary Found. International

    Monetary Fund. 11 October 2019. . 4 Pada tahun 2018, total nilai perdagangan luar negeri Australia tercatat sebesar

    USD481,1 miliar, ekspor sebesar USD253,82 miliar dan nilai impor sebesar USD227,28 miliar.

    Sumber: ITC Trademap. Trademap. 4 September 2019. .

    5Australia berada pada peringkat ke-20 untuk ekspor dan impor jasa komersial dunia

    pada tahun 2017. Nilai ekspor Australia untuk sektor jasa sebesar USD65.1 miliar dan impor

    jasa Australia sebesar USD68.4 miliar dengan total perdagangan sebesar USD133.5 miliar.

    sumber Organization for Economic Cooperation and Development. OECD.org. 19 August 2019.

    ).

    6Sumber: Departement of Foreign Affairs and Trade of Australia. 11 December 2019.

    .

  • 3

    CEPA) akan memberikan manfaat peningkatan akses pasar barang dan jasa

    termasuk tenaga kerja, memfasilitasi arus barang dan kepabeanan, akses

    promosi dan proteksi penanaman modal, economic powerhouse,

    pengembangan sumber daya manusia Indonesia dan program-program kerja

    sama ekonomi bagi Indonesia.

    Persetujuan IA-CEPA diinisiasi pada tahun 2005, dan kemudian

    dilanjutkan dengan penyusunan Studi Kelayakan Bersama yang menghasilkan

    kesimpulan bahwa persetujuan tersebut akan bermanfaat baik bagi kedua

    belah pihak. Perundingan IA-CEPA diluncurkan oleh Presiden R.I dan Perdana

    Menteri Australia pada tanggal 2 November 2010.

    Perundingan pertama dan kedua dilakukan pada September 2012 dan

    Juli 2013 namun setelah itu terhenti selama 3 (tiga) tahun. Pada Maret 2016,

    Indonesia dan Australia sepakat melanjutkan kembali perundingan dan

    setelah melalui 12 putaran perundingan dan 5 pertemuan tingkat Ketua

    Perunding, kedua negara berhasil menyelesaikan perundingan secara

    substansial. Pada tanggal 31 Agustus 2018 kedua belah pihak mengeluarkan

    pernyataan bersama yang menandakan selesainya secara substansial proses

    perundingan dan pada tanggal 4 Maret 2019 Persetujuan IA-CEPA

    ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia dan Menteri

    Perdagangan, Pariwisata dan Penanaman modal Australia di Jakarta,

    Indonesia.

    Menindaklanjuti persetujuan yang sudah ditandatangani tersebut,

    pemerintah menyampaikan persetujuan tersebut kepada DPR untuk dibahas

    dan selanjutnya diputuskan perlu atau tidaknya persetujuan DPR. DPR

    memberikan persetujuan kepada IA-CEPA melalui surat Pimpinan DPR R.I

    Nomor PW/20934/DPR RI/XII/2019 tanggal 13 Desember 2019 dalam surat

    tersebut juga sudah diputuskan pengesahan IA-CEPA dilakukan melalui

    Undang-Undang. Oleh kerena itu perlu disusun Naskah Akademik Rancangan

    Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi

    Komprehensif antara Indonesia dan Australia (Indonesia–Australia

    Comprehensive Economic Partnership Agreement/IA-CEPA).

  • 4

    B. Identifikasi Masalah

    Naskah akademik ini disusun untuk menjawab permasalahan-

    permasalahan berikut:

    1. Permasalahan apa yang dihadapi Indonesia dengan Australia dalam

    bidang ekonomi dan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi?

    2. Apa yang menjadi urgensi Rancangan Undang-Undang tentang

    Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara

    Indonesia dan Australia?

    3. Apa rumusan pertimbangan, landasan filosofis, sosiologis, yuridis

    pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan

    Australia?

    4. Apa sasaran yang akan diwujudkan,dalam ruang lingkup pengaturan,

    jangkauan, dan arah pengaturan Rancangan Undang-Undang tentang

    Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara

    Indonesia dan Australia?

    C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

    Penyusunan Naskah Akademik ini bertujuan untuk:

    1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi terkait dengan bidang

    ekonomi antara Indonesia dan Australia serta cara mengatasi

    permasalahan tersebut.

    2. Merumuskan landasan pemikiran yang menjadi latar belakang dan

    urgensi Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Persetujuan

    Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Australia

    sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam

    kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

    3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,

    yuridis pembentukan Undang-Undang tentang Pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan

    Australia.

  • 5

    4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

    pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Undang-Undang

    tentang Pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif

    antara Indonesia dan Australia.

    Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik akan menjadi acuan

    untuk merumuskan pokok-pokok pikiran yang akan menjadi dasar dan bahan

    untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan

    Australia.

    D. Metode

    Naskah akademik disusun dengan menggunakan metode penelitian

    yuridis normatif dan penelitian empiris. Metode penelitian yuridis normatif

    dilakukan dengan cara melakukan penelitian berkaitan dengan asas-asas

    hukum, sistematika hukum, sinkronisasi (harmonisasi) hukum, dan atau

    perbandingan hukum. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah

    melalui studi kepustakaan/literature review yang menelaah terutama data

    sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

    hukum primer meliputi Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

    Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Persetujuan Kemitraan Ekonomi

    Komprehensif antara Indonesia dan Australia, dan berbagai peraturan

    perundang-undangan terkait lainnya. Sedangkan bahan hukum sekunder

    diperoleh melalui kajian/ hasil-hasil penelitian, publikasi maupun jurnal

    ilmiah serta bahan pustaka lainnya yang membahas tentang perjanjian

    perdagangan Internasional.

    Sementara itu, metode penelitian empiris dilakukan dengan cara

    menyelenggarakan analisis kuantitatif atas manfaat dan biaya Persetujuan IA-

    CEPA melalui perhitungan Autoregressive Integrated Moving Average

    (ARIMA),Computable General Equilibrium (CGE),serta SWOT (Strength,

    Weakness, Opportunity, Threat) dan konsultasi publik (FGD, sosialisasi, dan

    diseminasi) yang melibatkan para pemangku kepentingan (DPR RI, dunia

    usaha, pemerintah, maupun akademika).

  • 6

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

    A. Kajian Teoretis

    1. Hukum Internasional

    Dalam hukum internasional dikenal teori mengenai hubungan

    antara hukum internasional dan hukum nasional. Kedua teori utama

    tersebut adalah monisme dan dualisme.

    a. Monisme

    Teori monisme memandang bahwa hukum internasional

    dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lain. Menurut

    teori monisme, hukum internasional adalah lanjutan dari

    hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar

    negeri. Menurut teori monisme, hukum nasional kedudukannya

    lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum

    nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional.

    Pelopor teori monisme adalah Hans Kelsen (1881-1973) yang

    menyatakan bahwa baik hukum internasional maupun hukum

    nasional merupakan ketentuan tunggal yang tersusun dari

    kaidah-kaidah hukum yang mengikat negara-negara, individu,

    atau kesatuan lain non-negara. Berlakunya hukum

    internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan

    ratifikasi menjadi hukum nasional. Apabila ada pertentangan

    antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum

    nasional suatu negara. Pandangan ini dikemukakan oleh Hans

    Kelsen. Lebih jauh Kelsen mengemukakan, bahwa tidak perlu

    ada pembedaan antara hukum nasional dengan hukum

    internasional. Terdapat beberapa alasan yang melandasi hal

    tersebut. Alasan pertama adalah bahwa objek dari kedua

  • 7

    hukum itu sama, yaitu tingkah laku individu. Alasan kedua

    adalah bahwa kedua kaidah hukum tersebut memuat perintah

    untuk ditaati, dan alasan ketiga adalah bahwa kedua-duanya

    merupakan manifestasi dari satu konsepsi hukum saja atau

    keduanya merupakan bagian dari kesatuan yang sama dengan

    kesatuan ilmu pengetahuan hukum.

    b. Dualisme

    Berbeda dengan Kelsen yang mengajarkan teori monisme,

    Triepel dan Anzilotti mengajarkan apa yang disebut dengan teori

    dualisme atau teori pluralistik. Menurut teori ini, hukum

    nasional dan hukum internasional merupakan dua sistem

    hukum yang sama sekali berbeda secara intrinsik. Menurut

    aliran dualisme, perbedaan antara hukum internasional dan

    hukum nasional terdapat pada: sumber hukum, subjek, dan

    kekuatan hukum.

    Dalam hal sumber hukum, hukum nasional bersumber

    pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara,

    sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum

    kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak bersama

    negara-negara dalam masyarakat internasional. Terkait masalah

    subjek hukum, hukum nasional adalah individu-individu yang

    terdapat dalam suatu negara sedangkan subjek hukum

    internasional adalah negara-negara anggota masyarakat

    internasional. Dalam hal kekuatan hukumnya, hukum nasional

    mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna jika

    dibandingkan dengan hukum internasional yang lebih banyak

    bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal.

    2. Perjanjian Internasional

    Perjanjian internasional pada hakikatnya merupakan sumber hukum

    internasional yang utama dan merupakan instrumen-instrumen yuridis

    yang menampung kehendak dan Persetujuan antara negara atau subjek

    hukum internasional lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

  • 8

    Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian tersebut

    merupakan dasar hukum internasional untuk mengatur kegiatan negara-

    negara atau subjek hukum internasional lainnya.

    Bermacam-macam nama yang diberikan untuk perjanjian mulai dari

    yang paling resmi sampai pada bentuk yang paling sederhana,

    kesemuanya mempunyai kekuatan hukum dan mengikat pihak-pihak

    terkait. Menurut Myers ada 39 macam istilah yang digunakan untuk

    perjanjian-perjanjian internasional, antara lain:

    1. Perjanjian Internasional/Traktat (Treaties);

    2. Konvensi (Convention);

    3. Piagam (Charter) ;

    4. Protokol (Protocol);

    5. Deklarasi (Declaration);

    6. Final Act;

    7. Agreed Minutes and Summary Records;

    8. Nota Kesepahaman, Memorandum saling pengertian (Memorandum of

    Understanding);

    9. Arrangement;

    10. Exchanges of Notes;

    11. Process-Verbal;

    12. Modus Vivendi;

    13. Persetujuan (Agreement);

    Bentuk perjanjian internasional yang akan dibahas lebih lanjut

    dalam NA ini adalah agreement (Persetujuan). Terminologi agreement

    memiliki pengertian umum dan pengertian khusus. Dalam pengertian

    umum, Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian

    menggunakan terminologi dalam arti luas. Selain memasukan definisi

    treaty sebagai international agreement, Konvensi tersebut juga

    menggunakan terminologi international agreement bagi perangkat

    internasional yang tidak memenuhi definisi treaty. Dengan demikian,

    maka pengertian agreement secara umum mencakup seluruh jenis

    perangkat internasional dan biasanya mempunyai kedudukan yang lebih

    rendah dari traktat dan konvensi.

  • 9

    Dalam pengertian khusus, terminologi agreement dalam bahasa

    Indonesia lebih dikenal dengan istilah Persetujuan. Menurut pengertian

    ini, Persetujuan umumnya mengatur materi yang memiliki cakupan lebih

    kecil dibanding materi yang diatur pada traktat. Saat ini terdapat

    kecenderungan untuk menggunakan istilah Persetujuan bagi perjanjian

    bilateral dan secara terbatas pada perjanjian multilateral. Terminologi

    Persetujuan pada umumnya juga digunakan pada perjanjian yang

    mengatur materi kerja sama di bidang ekonomi, kebudayaan, teknik, dan

    ilmu pengetahuan.

    Sampai tahun 1969 pembuatan perjanjian internasional hanya

    diatur oleh hukum kebiasaan. Pada tanggal 26 Maret s.d. 24 Mei 1968

    dan tanggal 9 April s.d. 22 Mei 1969 diselenggarakan Konferensi

    Internasional di Wina, yang kemudian melahirkan Vienna Convention on

    the Law of Treaties (Konvensi Wina 1969), yang ketentuan di dalamnya

    selalu dijadikan dasar dan pedoman negara-negara dan subjek hukum

    internasional lainnya dalam pembuatan perjanjian internasional.

    Dalam masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional

    memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan

    pergaulan antar negara. Melalui perjanjian internasional tiap negara

    menggariskan dasar kerja sama mereka, mengatur berbagai kegiatan, dan

    menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat

    itu sendiri.

    Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara

    Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain,

    organisasi internasional, dan subjek hukum internasional lainnya adalah

    suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara

    pada bidang-bidang tertentu. Oleh sebab itu, penyusunan dan

    pengesahan suatu perjanjian internasional harus dilakukan sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Mulai berlakunya suatu perjanjian pada umumnya ditentukan pada

    klausula penutup dari perjanjian itu sendiri. Dengan perkataan lain

    bahwa para pihak dari perjanjian itulah yang menentukan keberlakuan

    secara efektif suatu perjanjian. Prinsip ini juga disebutkan secara jelas

  • 10

    dalam Konvensi Wina 1969. Pasal 2 Konvensi Wina antara lain

    menyebutkan bahwa suatu perjanjian mulai berlaku dengan mengikuti

    cara dan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian atau sesuai dengan

    Persetujuan antara negara-negara yang berunding, dan mungkin pula

    suatu perjanjian internasional mulai berlaku segera setelah semua negara

    yang berunding setuju untuk diikat dalam perjanjian. Di samping itu,

    Pasal 25 Konvensi Wina 1969 juga mengatur mengenai pemberlakuan

    sementara suatu perjanjian internasional jika disepakati oleh pihak-pihak

    yang berunding. Pasal 25 Konvensi Wina menyebutkan bahwa:

    “Suatu perjanjian atau sebagian dari suatu perjanjian internasional diberlakukan sementara sambil menunggu saat mulai berlakunya, jika ditentukan demikian dalam perjanjian atau negara-negara yang

    berunding dengan cara lain menyetujuinya.”

    Dalam pelaksanaannya, kata sepakat dari para pihak dapat dibagi

    dalam 2 (dua) kategori, yaitu perjanjian yang langsung dapat berlaku

    segera setelah penandatanganan, maka dalam hal ini tidak diperlukan

    lagi proses pengesahan lebih lanjut, dan perjanjian yang memerlukan

    pengesahan sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di

    negara masing-masing pihak pada perjanjian tersebut. Secara garis besar

    mulai berlakunya suatu perjanjian ialah sebagai berikut:

    a. Mulai berlakunya perjanjian internasional segera sesudah tanggal

    penandatanganan

    Bagi perjanjian-perjanjian bilateral tertentu yang materinya

    tidak begitu penting dan yang biasanya merupakan suatu perjanjian

    pelaksanaan, maka umumnya mulai berlaku sejak

    penandatanganan. Jadi pada prinsipnya dapat dinyatakan bahwa

    penandatanganan saja sudah cukup untuk dapat berlakunya suatu

    perjanjian.

    b. Notifikasi telah dipenuhinya persyaratan konstitusional

    Suatu perjanjian bilateral yang tidak langsung berlaku sejak

    tanggal penandatanganan, namun harus disahkan terlebih dahulu

    sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku di negara

    masing-masing pihak. Untuk dapat berlakunya perjanjian tersebut

  • 11

    secara efektif, maka setelah pengesahan perjanjian harus

    diberitahukan pada pihak lainnya bahwa negaranya telah

    mengesahkan perjanjian tersebut sesuai prosedur konstitusionalnya.

    Tanggal mulai berlakunya secara efektif perjanjian tersebut pada

    umumnya adalah tanggal notifikasi terakhir dari kedua notifikasi

    dari para pihak pada perjanjian tersebut. Tetapi dalam praktiknya

    penggunaan klausula ini mengalami variasi rumusan, tetapi titik

    tolaknya tetap pada tanggal notifikasi terakhir.

    3. Perdagangan Internasional

    Perdagangan Internasional adalah bentuk transaksi dagang yang

    terjadi antara subyek-subyek ekonomi negara satu dengan lainnya, baik

    berupa transaksi barang atau pun jasa. Adapun subyek ekonomi tersebut

    dapat beragam, seperti penduduk yang terdiri dari warga negara biasa,

    perusahaan impor, perusahaan ekspor, perusahaan industri, perusahaan

    negara, pemerintah, atau pun individu.7

    Perdagangan internasional memiliki sisi ekonomi yang penting dan

    berdampak positif kepada perkembangan dan kesejahteraan masyarakat.

    Perdagangan Internasional berperan sebagai kekuatan dinamis yang

    meningkatkan jangkauan pasar, cakupan pembagian tenaga kerja,

    penggunaan mesin/otomatisasi, menstimulasi inovasi, mengatasi

    technical indivisibilities, menambah produktifitas buruh dan umumnya

    memberikan keuntungan dan pembangunan ekonomi bagi negara-negara

    yang terlibat.8

    Saat ini perdagangan internasional dan globalisasi secara

    keseluruhan digerakan oleh teknologi informasi yang secara radikal

    mengurangi biaya bagi ide berpindah melalui batas negara. Sehingga

    amat praktis bagi perusahaan multinasional untuk memindahkan proses

    produksi yang padat karya ke negara berkembang, sementara

    mempertahankan seluruh proses manufaktur tetap harmonis.

    7 Sobri. Ekonomi Internasional: Teori Masalah dan Kebijaksanaannya. Yogyakarta:

    BPFE-UI, 2000 8 Krugman, Paul. "Increasing Returns, Monopolistic Competition and International

    Trade." Journal of International Economics, Vol.9 (1979): 102.

  • 12

    Perusahaan-perusahaan juga memindahkan bagian marketing,

    manajerial, dan riset ke luar negeri. Keadaan ini disertai dengan

    tekonologi tinggi dan upah yang rendah mendorong industrialisasi yang

    cepat dari negara-negara berkembang.9 Untuk menjaga momentum ini

    negara berkembang membutuhkan suatu instrumen kebijakan untuk

    memastikan industrialisasi terus berjalan dan mengembangkan

    kontribusi sektor jasa/tersier pada perekonomian.

    Perjanjian Perdagangan Internasional merupakan konsekuensi

    rasional dari aktivitas perdagangan Internasional karena negara

    umumnya menginginkan suatu kepastian dan aturan main dalam

    melakukan Perdagangan internasional, maka pada setelah Perang Dunia

    II, negara-negara berusaha untuk mendirikan sebuah Organisasi

    Perdagangan International atau International Trade Organization (ITO)

    untuk mengatur perdagangan. ITO tidak jadi berdiri karena Amerika

    Serikat menolak usulan tersebut pada 1950, namun tidak sampai empat

    puluh lima tahun kemudian, berdirilah Organisasi Perdagangan Dunia

    atau World Trade Organization (WTO). Untuk sementara waktu ketika ITO

    batal berdiri dan WTO belum dibentuk, negosiasi perdagangan yang

    dilakukan negara-negara maju dilakukan di bawah General Agreement on

    Tariff and Trade (GATT) yang telah mereduksi tarif untuk barang

    manufaktur secara besar-besaran dan menciptakan fondasi perdagangan

    internasional modern.10

    WTO mencatat bahwa terdapat 302 perjanjian perdagangan yang

    berlaku di dunia. 11 Penyebab banyak dibentuknya perjanjian

    perdagangan internasional adalah karena terdapat banyak manfaat yang

    diperoleh dari dibentuknya perjanjian perdagangan internasional 12 .

    Manfaat-manfaat tersebut yaitu:

    1. Peningkatan Akses Pasar

    9 Baldwin, Richard. The Great Convergence Information Technology and the New

    Globalization. World: Belknap Press, 2016. 10 Stiglitz, Joseph and Andrew Charlton. "Fair trade for all." Oxford: Oxford University

    Press, 2005. 11 Per 1 September 2019, World Trade Organization. www.wto.org. 25 November 2019.

    . 12 Lynch, David A. Trade and Globalization: an introduction to Regional Trade Agreement.

    Maryland: Ronan & Littlefield Publishers, Inc., 1966.

  • 13

    Akses yang lebih besar pada pasar-pasar di luar negeri umumnya

    merupakan faktor utama suatu negara membentuk perjanjian

    perdagangan internasional. Penurunan tarif bea masuk merupakan

    langkah termudah untuk mendapatkan akses pasar. Namun

    demikian akses pasar juga dapat datang dalam bentuk pengurangan

    hambatan non-tarif seperti penyederhanaan regulasi.

    2. Promosi Penanaman modal

    Akses yang lebih baik atas pasar di luar negeri membuat suatu

    negara lebih menarik bagi para penanam modal karena terdapat

    insentif ekonomi seperti kepastian akses pasar bagi pelaku usaha

    untuk memproduksi dan mengekspor dari negara yang memiliki

    perjanjian perdagangan internasional. Selain itu banyak perjanjian

    perdagangan internasional yang mencakup aspek perlindungan

    penanaman modal sehingga penanam modal dapat merasa lebih

    aman dalam menanamkan modalnya.

    3. Untuk melindungi terhadap kebijakan pengamanan perdagangan

    yang sewenang-wenang

    Perjanjian perdagangan internasional dapat menjadi “tameng”

    kebijakan pengamanan perdagangan seperti bea anti-dumping, bea

    countervailing, dan safeguards yang dipersepsikan oleh suatu negara

    diterapkan dengan sewenang-wenang. Contoh kasus: pada tahun

    2002 Amerika Serikat menerapkan bea safeguard terhadap produk

    impor baja, namun Meksiko dan Kanada yang tergabung dalam

    North America Free Trade Area (NAFTA) bersama AS dikecualikan

    dari bea safeguard tersebut.

    4. Sebagai alternatif dari proses liberalisasi multilateral yang lambat

    Perjanjian perdagangan internasional mempromosikan pembukaan

    pasar terutama ketika perundingan perdagangan multilateral sedang

    terhambat, sebagaimana yang terjadi saat ini di putaran Doha.

    5. Meningkatkan dukungan bagi proses liberalisasi multilateral

    Competitive Liberalization - semakin banyak negara yang membentuk

    perjanjian perdagangan internasional dengan satu negara, maka

    negara lainnya yang merasa tersaingi akan terdorong untuk

  • 14

    membentuk perjanjian perdagangan internasional dengan negara

    tersebut. Ketika hampir semua negara memiliki jaringan perjanjian

    perdagangan dengan satu dengan yang lain maka kesepakatan di

    tingkat multilateral akan lebih mudah untuk dicapai.

    6. Untuk mencapai manfaat yang lebih dari WTO (WTO-Plus)

    Sejumlah negara menginginkan liberalisasi lebih dari yang WTO saat

    ini tawarkan. Negara-negara tersebut berkumpul dan menjalin

    kesepakatan membentuk perjanjian perdagangan internasional.

    Manfaat tersebut tidak hanya berupa akses pasar perdagangan

    barang, namun dapat berupa pembentukan ketentuan-ketentuan

    baru di bidang penanaman modal, kompetisi, kekayaan intelektual

    dan lainnya.

    7. Untuk mendorong reformasi perekonomian domestik

    Reformasi perekonomian merupakan tantangan bagi banyak negara.

    Kurangnya niatan politik, dukungan dari masyarakat dan

    bertahannya pihak status quo kadang menjadi penyebab bagi

    pemerintah untuk mencari dorongan dari luar seperti melalui

    perjanjian perdagangan internasional. Contoh: masuknya RRT dalam

    WTO didasarkan kebutuhan untuk mereformasi ekonominya,

    membangun iklim usaha yang lebih kondusif.

    8. Untuk meningkatkan daya saing di pasar dunia

    Meningkatnya biaya tenaga kerja seiring dengan meningkatnya

    pertumbuhan ekonomi mengurangi daya saing suatu barang/jasa.

    Oleh karena itu banyak negara membentuk perjanjian perdagangan

    internasional guna mendapatkan akses tenaga kerja melalui

    penanaman modal dan bahan baku yang lebih murah sehingga

    dapat mempertahankan daya saingnya di pasar dunia.

    9. Untuk menambah pengaruh dan keterwakilan di perundingan

    internasional

    Negara-negara memiliki keterbatasan pengaruh dan sumber daya

    untuk menghadiri perundingan. Dengan menggabungkan diri

    kepada negara-negara yang berkepentingan sama maka pengaruh

    dari negara-negara tersebut dapat lebih dipandang di perundingan

  • 15

    internasional. Contohnya negara-negara kecil di Pasifik bergabung

    dalam Pacific Island Forum (PIF).

    10. Untuk mencapai stabilitas ekonomi

    Negara dengan perekonomian yang tidak stabil berharap mencapai

    stablitas dengan membentuk perjanjian perdagangan internasional

    dengan negara yang lebih maju sehingga melalui akses pasar ke

    negara maju dan penanaman modal dari negara yang lebih maju ke

    negara berkembang dapat membantu menstabilkan

    perekonomiannya.

    11. Untuk mencapati tujuan strategis lainnya

    Perjanjian perdagangan internasional kadang dibentuk atas dasar

    motif ekonomi, seringkali faktor pembentukan perjanjian

    perdagangan internasional bersifat politik seperti perjanjian

    perdagangan antara European Union (EU) dengan negara-negara

    berpenduduk muslim di Afrika Utara dan Timur Tengah yang tujuan

    utamanya memperkuat perekonomian negara-negara berpenduduk

    muslim sehingga mengurangi imigrasi ke EU.

    B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan

    norma

    Asas/prinsip yang dijadikan pedoman penyusunan norma dalam

    pengesahan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia

    dan Australia (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership

    Agreement) antara lain sebagai berikut:

    1. Asas Kedaulatan

    Asas ini menyatakan bahwa dalam membuat perjanjian kerja sama

    dengan negara lain harus senantiasa memperhatikan kedaulatan wilayah

    negara demi tetap terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia. Dengan mengesahkan Persetujuan Kemitraan

    Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan Australia, kedaulatan

    negara dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus

    tetap diperhatikan dan dijaga.

    2. Asas Kesetaraan (egality rights)

  • 16

    Asas yang menyatakan bahwa pihak yang saling mengadakan

    hubungan mempunyai kedudukan yang sama. Melalui Pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan

    Australia, kedua pihak memliki kedudukan yang sama dalam

    mengadakan setiap hubungan kerja sama sebagaimana tertuang dalam

    Persetujuan.

    3. Asas Timbal Balik (reciprositas)

    Asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu negara terhadap

    negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat positif

    maupun negatif. Asas ini memberikan peringatan terhadap negara yang

    melakukan perjanjian internasional untuk melaksanakan isi perjanjian

    dengan cara-cara yang baik sesuai dengan tujuan negaranya masing-

    masing tanpa mengesampingkan tujuan awal pelaksanaan perjanjian itu

    sendiri, sehingga balasan yang timbul dari negara pihak adalah balasan

    yang bersifat positif. Dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi

    Komprehensif Antara Indonesia dan Australia berlaku ketentuan timbal

    balik dalam berbagai ketentuan yang diatur.

    4. Asas Saling Menghormati (courtesy)

    Asas yang mendasarkan bahwa suatu kerja sama harus saling

    menghormati kedaulatan masing-masing negara. Melalui pengesahan

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan

    Australia, maka hubungan hukum yang akan dilaksanakan oleh kedua

    belah pihak wajib didasarkan pada prinsip saling menghormati sebagai

    negara berdaulat.

    5. Asas rebus sig stantibus

    Dengan menggunakan asas ini, kedua negara yang mengikatkan diri

    dalam perjanjian memiliki keinginan untuk melakukan perubahan

    terhadap perjanjian ataupun karena kondisi atau kejadian yang berada di

    luar dugaan yang menghendaki adanya perubahan perjanjian tersebut.

    Dengan adanya ketentuan asas ini, maka Persetujuan Kemitraan

    Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan Australia dapat diubah

    setiap saat melalui kesepakatan bersama secara tertulis dalam bentuk

    protokol antara para pihak.

  • 17

    6. Asas Iktikad Baik (bonafides)

    Asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus

    didasari oleh iktikad baik dari kedua belah pihak agar dalam perjanjian

    tersebut tidak ada yang merasa dirugikan. Persetujuan Kemitraan

    Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan Australia, didasari iktikad

    baik yang diwujudkan dengan membangun kerja sama militer dan

    memperkukuh hubungan persahabatan di bidang pertahanan dan militer.

    Iktikad baik ini pada akhirnya akan membawa keuntungan bagi kedua

    negara.

    7. Asas Konsensualisme (pacta sun servanda)

    Asas hukum yang menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi

    hukum yang mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.

    Berdasarkan asas ini, melalui pengesahan Persetujuan Kemitraan

    Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan Australia, maka kedua

    negara sepakat mengikatkan diri dan tunduk terhadap hak dan

    kewajiban yang menjadi akibat dari Persetujuan.

    8. Asas Kepastian Hukum

    Asas yang menyatakan bahwa berlakunya suatu Persetujuan

    tersebut secara efektif setelah disahkan dalam Undang-Undang.

    Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan

    Australia setelah disahkan dalam Undang-Undang maka Persetujuan ini

    menjadi produk hukum yang mempunyai kekuatan mengikat bagi

    Pemerintah Republik Indonesia dalam menjalankan isi Persetujuan.

    9. Asas Manfaat/Saling Menguntungkan

    Bahwa pengesahan Persetujuan antara Persetujuan Kemitraan

    Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia dan Australia, harus

    memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Pemerintah Republik

    Indonesia khususnya dalam bidang pertahanan.

    Selain itu Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Indonesia

    dan Australia, dalam membentuk persetujuan perdagangan internasional,

    tunduk pada asas/prinsip dalam rezim perdagangan internasional yang

    dikodifikasi oleh WTO. Asas/prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

  • 18

    1. Development Agenda (Agenda Pembangunan Ekonomi)

    WTO secara resmi mencantumkan agenda pembangunan ekonomi di

    perundingan putaran Doha yang mengakomodir kepentingan negara-

    negara berkembang dan memberikan negara berkembang special and

    differential treatment.

    2. Most-favoured-nation (MFN)

    MFN adalah salah satu prinsip non-diskriminasi dalam perdagangan

    internasional. Negara-negara tidak diizinkan untuk mendiskriminasi

    antara satu mitra dagang dengan yang lainnya. Namun terdapat

    pengecualian untuk asas ini seperti perjanjian perdagangan bebas,

    perlakuan preferensi bagi negara-negara miskin dan berkembang.

    3. National Treatment (NT/perlakuan nasional)

    Prinsip non-diskriminasi lainnya adalah NT yang berarti negara-negara

    harus memberikan perlakuan yang sama antara barang impor atau jasa

    dari penyedia jasa asing dan yang barang/jasa diproduksi secara lokal

    harus diperlakukan sama. NT hanya berlaku apabila suatu barang/jasa

    telah memasuki pasar sehingga pungutan bea cukai atas impor bukan

    merupakan pelanggaran terhadap NT.

    4. Keterbukaan Perdagangan

    Rezim perdagangan internasional mendorong adanya keterbukaan

    perdagangan antar negara. Penurunan hambatan tarif merupakan

    langkah pertama dalam mendorong keterbukaan perdagangan.

    5. Persaingan yang adil

    Prinsip-prinsip non-diskriminasi seperti MFN dan NT dirancang untuk

    mengamankan kondisi perdagangan yang adil. Praktek perdagangan yang

    tidak adil seperti dumping (mengekspor dengan biaya di bawah biaya

    untuk mendapatkan pangsa pasar) dan subsidi ekspor tidak

    diperbolehkan dalam perdagangan internasional.

    6. Transparansi

    Setiap negara diharapkan untuk mempublikasikan kebijakannya dan

    peraturan perundang-undangannya terutama kebijakan yang terkait

    dengan bidang perdagangan agar dapat diakses oleh negara mitra dagang.

  • 19

    C. Kajian terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Serta

    Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat, dan Perbandingan dengan

    Negara Lain

    Pada tanggal 4 Maret 2019 Persetujuan IA-CEPA ditandatangani oleh

    Menteri Perdagangan Republik Indonesia dan Menteri Perdagangan,

    Pariwisata dan Penanaman Modal Australia di Jakarta, Indonesia.

    Berdasarkan Pasal 21.4 IA-CEPA, persetujuan ini akan mulai berlaku 60

    (enam puluh) hari setelah ditukarkannya pemberitahuan tertulis melalui

    saluran diplomatik oleh kedua negara bahwa Indonesia dan Australia

    telah menyelesaikan persyaratan internal masing-masing, atau pada

    tanggal lain sebagaimana disepakati oleh kedua negara. Pada tanggal 17

    Desember 2019 Australia telah menyampaikan notifikasi telah selesainya

    prosedur internalnya.

    Indonesia dan Australia sebelumnya sudah memiliki perjanjian

    perdagangan bebas dalam ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade

    Agreement (AANZFTA) yang mulai berlaku sejak tahun 2012. Namun

    demikian, AANZFTA melibatkan 12 negara, masing-masing dengan

    kepentingannya sendiri, sehingga kepentingan khusus Indonesia belum

    sepenuhnya dapat ditampung.

    Salah satu kepentingan khusus Indonesia terdapat di bidang

    perdagangan barang, di mana masih terdapat sekitar 214 pos tarif

    kepentingan Indonesia yang belum dikomitmenkan oleh Australia dalam

    AANZFTA, antara lain produk otomotif, tekstil dan furnitur. AANZFTA

    juga mengatur fasilitasi untuk mendapatkan visa dan izin kerja maupun

    pengakuan atas kualifikasi tenaga kerja terampil yang dimiliki Indonesia.

    Sektor penanaman modal Indonesia di sektor tertentu khususnya

    pertanian, pertambangan, energi serta jasa termasuk profesi tidak

    dikomitmenkan Indonesia dalam AANZFTA, sementara potensi

    penanaman modal Australia di sektor ini cukup besar untuk ditarik ke

    Indonesia. Dalam AANZFTA juga belum terdapat kerja sama di bidang

  • 20

    Sumber Daya Manusia (SDM) dan aturan-aturan yang mendukung

    transformasi ekonomi.

    Di sisi lain negara pesaing seperti Malaysia telah menyepakati

    perjanjian perdagangan bilateral dengan Australia pada tahun 2012

    segera setelah AANZFTA ditandatangani di tahun 2010. Bahkan Thailand

    sudah lebih dahulu memiliki perjanjian bilateral dengan Australia pada

    tahun 2005, yakni sebelum perundingan AANZFTA diselesaikan13.Baik

    Thailand dan Malaysia juga menikmati surplus perdagangan barang

    dengan Australia, kontras dengan Indonesia yang mengalami defisit

    perdagangan barang.14

    Kinerja neraca perdagangan Indonesia dengan Australia selama lima

    tahun terakhir (2014-2018) selalu mencatatkan defisit dengan nilai

    sebesar USD0,69 miliar pada tahun 2014 dan defisit sebesar USD3,02

    Miliar pada tahun 2018. Selama periode 2014-2018, total perdagangan

    Indonesia dan Australia mengalami tren penurunan sebesar 4,01%. Pada

    periode yang sama, ekspor Indonesia ke Australia mengalami tren

    penurunan sebesar 14,12% namun impor Indonesia dari Australia

    mengalami peningkatan dengan tren sebesar 2,87%.15

    Defisit perdagangan dengan Australia terjadi sejak tahun 2012

    hingga saat ini. Defisit disebabkan oleh peningkatan impor batu bara dan

    minyak bumi mentah yang adalah produk impor terbesar pertama dan

    ketiga. Impor batu bara meningkat dari USD39 ribu pada tahun 2012

    menjadi senilai USD664 juta pada tahun 2018 dengan tren peningkatan

    222% per tahunnya, sementara impor minyak bumi mentah meningkat

    dari USD217 juta pada tahun 2012 menjadi USD629 juta pada tahun

    2018 dengan tren peningkatan 39% per tahunnya.

    Dari sisi ekspor Indonesia, defisit disebabkan oleh ekspor minyak

    bumi mentah yang turun drastis dari USD1,5 miliar pada tahun 2012

    menjadi USD550 juta pada tahun 2018 dengan tren penurunan -19% per

    tahun. Hal ini disebabkan kebijakan pemerintah RI untuk membatasi

    13 Departement of Foreign Affairs and Trade of Australia. 11 December 2019.

    14ITC Trademap. Trademap. 4 September 2019. . 15Badan Pusat Statistik. 28 September 2019. .

  • 21

    ekspor minyak bumi mentah untuk diolah di dalam negeri sehingga impor

    produk turunan minyak bumi (bensin, avtur, solar) dapat dikurangi dan

    memperbaiki defisit neraca perdagangan migas.

    Di sektor jasa, Indonesia pada tahun 2018 mengalami surplus

    sebesar USD1,7 miliar dengan kontribusi terbesar disumbangkan oleh

    ekspor jasa travel, sektor penyumbang surplus lainnya adalah jasa

    perawatan dan perbaikan, jasa telekomunikasi, jasa personal budaya and

    informasi, barang dan jasa pemerintah. Sementara sektor transportasi,

    konstruksi, asuransi, jasa keuangan, hak kekayaaan intelektual dan jasa

    bisnis lainnya tercatat defisit16.

    Sementara dalam kinerja penanaman modal, selama kurun waktu

    2014-2018, penanaman modal dan jumlah proyek Australia di Indonesia

    meningkat dengan rata-rata peningkatan nilai penanaman modal per

    tahun sebesar 9.97%. Pada tahun 2018 Australia adalah sumber

    penanaman modal ke-10 bagi Indonesia dengan nilai realisasi USD597

    juta di 703 proyek di sektor pertambangan, pertanian, infrastruktur,

    keuangan, kesehatan, makanan-minuman, dan transportasi.17

    Arus masuk Penanaman modal Indonesia lebih tinggi dibandingkan

    negara pesaing dibandingkan Thailand, namun tren atau kecepatan arus

    penanaman modal Australia ke Indonesia pada periode 2011-2018 berada

    di tingkat 2,9% atau lebih rendah dari Malaysia 5,1% dan Thailand 9,5%

    sehingga arus penanaman modal masuk ke Indonesia dapat tersusul oleh

    kedua negara pesaing tersebut.18

    Berdasarkan kondisi di atas, beberapa pertimbangan yang

    melatarbelakangi pentingnya pengesahan persetujuan ini yaitu:

    1. Tertinggalnya Indonesia dari negara pesaing lainnya di pasar

    Australia

    Berdasarkan statistik Australia, Pada tahun 2018, Indonesia

    menempati peringkat ke 16 dalam daftar negara pemasok impor

    Australia dengan nilai sebesar USD3,54 miliar. Posisi negara Asia

    16 Bank Indonesia. www.bi.go.id. 16 November 2019.

    17BKPM. nswi.bkpm.go.id. 3 Oktober 2019. 18 Australian Bureau of Statistics. https://www.abs.gov.au/. 1 November 2019.

  • 22

    Tenggara lainnya di pasar Australia sebagai berikut: Thailand

    (5/USD10.90 miliar); Malaysia (6/USD9.70 miliar); Singapura

    (8/USD8.58 miliar); Viet Nam (13/USD4.50 miliar); dan Brunei

    Darussalam (39/USD0,56 miliar)19.

    Dengan adanya Persetujuan ini diharapkan nilai ekspor

    Indonesia akan meningkat lebih signifikan melalui penurunan tarif.

    Tarif yang lebih rendah akan membuat produk Indonesia lebih

    berdaya saing dibandingkan produk-produk yang sama dari

    beberapa negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

    Dalam Persetujuan Indonesia dan Australia, seluruh produk

    Indonesia akan mendapatkan tarif preferensi. Pemerintah berharap

    para pelaku usaha untuk sektor-sektor tersebut hendaknya dapat

    memanfaatkan akses pasar yang telah terbuka lebar setelah

    pemberlakuan Persetujuan ini.

    2. Kurang terintegrasinya Indonesia ke dalam global value chains

    Economic Powerhouse merupakan kolaborasi kekuatan ekonomi

    untuk mendorong produktivitas industri dan pertanian guna

    meningkatkan ekspor ke pasar negara ketiga.Berdasarkan struktur

    ekonomi, Indonesia dan Australia memiliki hubungan yang saling

    komplementer, sehingga terdapat potensi adanya peningkatan arus

    perdagangan dan penanaman modal. Dengan dibukanya akses pasar

    bagi produk Australia, maka industri dalam negeri akan mempunyai

    lebih banyak pilihan atas bahan baku maupun barang modal dengan

    harga dan kualitas yang cukup kompetitif. Dengan semakin

    murahnya harga bahan baku, biaya produksi dapat ditekan sehingga

    daya saing produk Indonesia akan meningkat, dan Indonesia dapat

    berkontribusi lebih besar pada global value chains untuk memasok

    kebutuhan global.

    3. Memperluas akses pasar produk Indonesia tidak hanya di Australia,

    tetapi juga di kawasan Pasifik

    Bagi Indonesia, Australia memiliki arti penting karena letak

    geografisnya yang strategis dapat menjadi pintu masuk (hub) bagi

    19idem

  • 23

    produk Indonesia di Kawasan Pasifik. Di sisi lain, Australia

    memandang Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi

    terpenting di kawasan Asia Tenggara dan dapat menjadi basis

    “regional hub” untuk mengembangkan kerja sama ekonomi dan

    perdagangan ke kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

    Melalui Persetujuan ini, Australia diharapkan dapat menjadi

    regional hub dan pintu masuk produk-produk ekspor Indonesia ke

    pasar Pasifik dengan daya saing yang lebih baik dibandingkan

    negara-negara pesaing yang belum memiliki skema persetujuan

    perdagangan bebas dengan Australia. Mengingat saat ini Australia

    telah memiliki 17 persetujuan perdagangan bebas dengan negara

    mitra di dunia20, secara tidak langsung hal ini berdampak positif

    terhadap produk-produk Indonesia yang dibutuhkan industri

    Australia untuk memenuhi permintaan pasar-pasar tersebut.

    4. Kurangnya diversifikasi negara tujuan ekspor Indonesia

    Berdasarkan data perdagangan selama 3 (tiga) tahun terakhir,

    hampir 50% perdagangan Indonesia didominasi oleh mitra yang

    bertahun-tahun telah melakukan perdagangan dengan Indonesia

    (mitra dagang tradisional) seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang,

    India, dan Singapura21.

    5. Rendahnya tingkat penanaman modal asing langsung (foreign direct

    investment/FDI) yang masuk ke Indonesia

    Tingkat tabungan domestik Indonesia tidak mencukupi

    kebutuhan untuk melakukan penanaman modal. Sehingga Indonesia

    membutuhkan penanaman modal dari negara-negara lain termasuk

    Australia yang merupakan salah satu penanam modal terbesar

    Indonesia. FDI merupakan sumber penting pertumbuhan ekonomi

    karena secara langsung dapat meningkatkan modal, meningkatkan

    output dan selanjutnya meningkatkan pendapatan, dan lapangan

    kerja. Sementara Australia telah menyatakan niatannya untuk

    meningkatkan FDI khususnya pada sektor Pendidikan Kejuruan dan

    20 Departement of Foreign Affairs and Trade of Australia. 11 December 2019.

    21Badan Pusat Statistik. 28 September 2019.

  • 24

    Vokasional, Pendidikan Tinggi, Pertambangan, Telekomunikasi,

    Energi, Pariwisata, Infrastruktur transportasi, Pengolahan air

    limbah, Konstruksi, Rumah Sakit, dan Panti Jompo.

    6. Kurangnya tenaga kerja Indonesia di tingkat terampil

    Melalui IA-CEPA, Indonesia akan mendapatkan manfaat pada

    sektor jasa, dan ketenagakerjaan. Di mana Indonesia akan

    mendapatkan penambahan kuota work and holiday visa, kuota

    training visa, bantuan untuk mencapai mutual recognition dalam

    profesi insinyur, program pertukaran keterampilan. Program kerja

    sama ini akan meningkatkan kapasitas tenaga kerja terampil

    Indonesia.

    Atas dasar tersebut, dalam rangka mendorong transformasi ekonomi,

    mengurangi defisit perdagangan barang, meningkatkan surplus

    perdagangan jasa, mempercepat penanaman modal, dan membangun

    sumber daya manusia (SDM), Indonesia perlu membentuk IA-CEPA.

    Selain itu, Pemerintah Indonesia secara khusus menargetkan enam hal

    dalam IA-CEPA, yakni peningkatan akses perdagangan barang, akses

    perdagangan jasa, penanaman modal, pembentukan “economic

    powerhouse,” kerja sama ekonomi, dan pengembangan SDM.

    1. Di bidang perdagangan barang, melalui IA-CEPA ini Australia

    mengeliminasi pos tarif pada saat implementasi. Beberapa produk

    Indonesia yang berpotensi ditingkatkan ekspornya ke Australia

    antara lain: otomotif, ban, kayu, furniture, plywood, pipa, monitor

    LCD/LED, tekstil dan garmen, alas kaki, perikanan, cocoa butter,

    karpet, plastik dan lainnya.

    2. Akses pasar perdagangan jasa, melalui IA-CEPA ini Indonesia dapat

    melakukan penanaman modal di Australia dengan kepemilikan

    modal sampai dengan 100% untuk hampir seluruh sektor jasa di

    Australia. Selain itu Indonesia mendapatkan fasilitas izin masuk

    sementara hingga 4 tahun dan dapat diperpanjang bagi Eksekutif,

    Manajer Senior, Spesialis, Eksekutif Independen, Business Visitor,

    dan Spouses and Dependents. Indonesia juga mendapatkan peluang

  • 25

    untuk meningkatkan pengguna jasa dari Australia di Indonesia,

    khususnya jasa pariwisata.

    Sulitnya mendapatkan izin masuk sementara merupakan salah satu

    hambatan bagi tenaga kerja ahli Indonesia untuk bekerja di

    Australia. Dengan kemudahan yang ditawarkan dalam IA-CEPA,

    diharapkan tenaga kerja ahli Indonesia dapat lebih mudah memasuki

    pasar tenaga kerja di Australia.

    3. Peningkatan penanaman modal. Melalui IA-CEPA Pemerintah akan

    mendorong pelaku usaha Australia untuk meningkatkan penanaman

    modalnya di Indonesia di sektor-sektor pendidikan tinggi, pendidikan

    kejuruan dan vokasi, pertambangan, rumah sakit, panti jompo,

    telekomunikasi, pariwisata, konstruksi, energi, pengolahan air

    limbah, transportasi, dan jasa profesional. Penanaman modal di

    sektor-sektor ini, terutama sektor pendidikan tinggi, pendidikan

    kejuruan dan pendidikan vokasi diharapkan dapat meningkatkan

    kapasitas SDM Indonesia, sementara penanaman modal di sektor

    energi dan transportasi diharapkan dapat ikut mendorong

    pembangunan infrastruktur.

    4. Konsep economic powerhouse yang akan didorong melalui IA-CEPA

    merupakan gagasan dari pelaku usaha Indonesia dan Australia

    untuk memperdalam dan memperluas jaringan supply chains antara

    kedua negara. Pemikiran utamanya adalah membangun kerja sama

    produksi yang hasil finalnya tidak hanya dipasarkan di Indonesia

    atau Australia tetapi terutama ke negara ketiga. Konsep economic

    powerhouse ini menitikberatkan pada terintegrasinya Indonesia ke

    dalam global supply chain dan membantu mentransformasikan

    perekonomian Indonesia menjadi lebih outward looking.

    5. IA-CEPA memiliki program kerja sama ekonomi yang berfokus pada

    pengembangan kapasitas. Melalui IA-CEPA, kedua negara sepakat

    untuk memberikan prioritas kerja sama pada sembilan area prioritas

    yaitu:

    a. Penguatan kapasitas teknis dan SDM untuk meningkatkan

    produktivitas,

  • 26

    b. Technical Barriers to Trade – khususnya harmonisasi dan

    kepatuhan pada standar teknis produk,

    c. Sanitary and Phyto-Sanitary – terutama penguatan karantina

    dan penerapan biosecurity,

    d. Pertumbuhan sektor pariwisata,

    e. Peningkatan kegiatan promosi dan inovasi,

    f. Peningkatan kapasitas UKM,

    g. Peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan vokasi,

    h. Komunikasi dan koordinasi lembaga regulator,

    i. Peningkatan standar dan daya saing tenaga kesehatan

    profesional.

    6. Bidang pengembangan SDM dalam rangka meningkatkan kapasitas

    dan mendukung modernisasi perekonomian nasional serta

    meningkatkan ekspor jasa Indonesia ke luar negeri berupa:

    a. Peningkatan kuota Work and Holiday Visa dengan jumlah 4100-

    5000 orang setiap tahunnya,

    b. Fasilitasi program pertukaran tenaga kerja,

    c. Pelatihan para tenaga pendidik seperti guru kejuruan, dosen

    politeknik dan instruktur,

    d. Membantu Insinyur Indonesia mendapatkan pengakuan standar

    profesi di Australia,

    e. Meningkatkan standar profesional Indonesia di bidang

    kesehatan seperti pendidikan keperawatan,

    f. Alokasi 200 visa training setiap tahunnya.

    D. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan Diatur

    dalam Undang-Undang terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat dan

    Dampaknya terhadap Aspek Beban Keuangan Negara

    IA-CEPA mencakup pembentukan kemitraan antara Indonesia dan

    Australia di bidang perdagangan barang, perdagangan jasa, penanaman

    modal, pengembangan sumber daya manusia, dan kerja sama ekonomi.

    Adapun dampak dari pengesahan IA-CEPA, antara lain:

  • 27

    1. Dampak Politik

    Pengesahan IA-CEPA akan berdampak positif terhadap aspek

    politik kedua negara yaitu memperkuat hubungan bilateral antara

    Indonesia dan Australia serta meningkatkan kepentingan bersama

    kedua negara di kawasan Asia Pasifik.

    2. Dampak Hukum

    Ketentuan dalam IA-CEPA tidak bertentangan dengan peraturan

    perundang-undangan nasional yang berlaku. Namun demikian,

    untuk implementasi optimal dari Persetujuan ini diperlukan

    harmonisasi peraturan perundang-undangan serta penyusunan

    peraturan teknis antara lain peraturan mengenai pengenaan tarif bea

    masuk dalam skema persetujuan, dan aturan kepabeanan lainnya

    serta aturan di bidang fasilitasi perdagangan.

    Dari aspek teknis hukum lainnya, Ketentuan penanaman modal

    dalam IA-CEPA akan memberikan kepastian hukum bagi para

    pelaku usaha dari kedua negara dalam melakukan penanaman

    modal. Sementara Kesepakatan untuk Konsultasi dan Penyelesaian

    Sengketa IA-CEPA akan membantu penyelesaian sengketa antara

    Indonesia dan Australia dalam konteks IA-CEPA.

    3. Dampak Pertahanan Keamanan

    IA-CEPA yang merupakan persetujuan di bidang ekonomi tidak

    memiliki dampak langsung pada bidang pertahanan dan keamanan.

    Namun IA-CEPA memberikan dampak positif di bidang keamanan

    energi. Dikomitmenkannya sektor energi pada perdagangan jasa dan

    penanaman modal mendorong ditanamkannya modal Australia ke

    Indonesia yang akan memperkuat keamanan energi Indonesia.

    4. Dampak Ekonomi

    IA-CEPA memiliki dampak positif pada perekonomian Indonesia.

    Pembukaan akses pasar barang dan jasa di kedua negara dapat

    mempererat hubungan perdagangan kedua negara, mengurangi

    defisit perdagangan barang Indonesia atas Australia, meningkatkan

    surplus perdagangan jasa Indonesia atas Australia. Sementara

  • 28

    kegiatan-kegiatan yang dicakup Kerja Sama Ekonomi IA-CEPA akan

    memfasilitasi Indonesia untuk mencapai daya saing yang lebih baik.

    Pada AANZFTA, Indonesia telah mengeliminasi beamasuk 92%

    dari total pos tarif. Melalui IA-CEPA, Indonesia akan mengeliminasi

    94,5% pos tariff dalam kurun waktu yang disepakati. Eliminasi bea

    masuk di bawah IA-CEPA diperkirakan akan meningkatkan impor

    produk batu bara, gandum, sapi, daging, gula, anggur, bijih besi,

    emas, kristal buatan, garam, susu.

    Indonesia dapat menggunakan instrumen trade remedies seperti

    safeguard apabila terdapat lonjakan impor yang mengakibatkan

    kerugian (injury) industri domestik, atau antidumping duty bila

    terbukti perusahaan Australia menjual produknya di Indonesia di

    bawah harga normal, atau countervailing duty apabila terbukti

    produk Australia yang diekspor ke Indonesia menikmati subsidi

    tertentu.

    Dari segi pasokan, ekspor Australia ke dunia untuk produk-

    produk yang diimpor Indonesia cenderung turun. Hal ini

    mengindikasikan terbatasnya kapasitas ekspor Australia untuk

    produk-produk tersebut. Pada periode 2014-2018, dari 10 produk

    impor utama Indonesia dari Australia, Australia mengalami

    penurunan ekspor ke dunia untuk 7 produk, di antaranya: gandum

    (wheat & meslin) turun dengan tren 10% per tahun, minyak bumi

    mentah turun 11% per tahun, sapi turun 2% per tahun, gula turun

    2% per tahun, daging turun 6% per tahun, bijih besi turun 5% per

    tahun, ferrous waste and scrap termasuk ingot besi dan baja turun

    2%. Hanya batu bara, emas dan artifical corundum (kristal buatan)

    yang trendnya meningkat masing-masing di angka 2%, 5% dan 9%.

    Eliminasi bea masuk yang Indonesia komitmenkan dalam IA-

    CEPA juga akan meningkatkan GDP dan kesejahteraan Indonesia

    sampai USD22 juta 22 , sehingga Defisit dengan Australia perlu

    dipandang dalam prespektif yang lebih luas, karena produk yang

    22Pusat Pengkajian Kerja Sama Perdagangan Internasional. memo kebijakan Analisis

    SWOT dan Cost and Benefit indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership

    Agreement (IA-CEPA). Jakarta: Kementerian Perdagangan, 2019.

  • 29

    diimpor dari Australia memang dibutuhkan Indonesia sebagai bahan

    baku untuk mengekspor ke negara lain. Contoh: impor gandum,

    apabila Indonesia tidak mengimpor gandum dari Australia maka

    industri biskuit, mie instan dan pasta akan kekurangan bahan baku

    sehingga daya saing biskuit, mie instan dan pasta Indonesia di pasar

    global akan berkurang. Hal ini dapat berdampak pada penurunan

    ekspor biskuit mie instan dan pasta Indonesia ke dunia, yang pada

    tahun 2018 tercatat menyumbang USD929 juta, Akibatnya defisit

    neraca perdagangan barang Indonesia dengan dunia dapat

    bertambah.

    Sementara dari segi perdagangan jasa, kinerja ekspor jasa

    Indonesia dalam skema IA-CEPA menunjukkan bahwa padakondisi

    bisnis as usual Indonesia masihakan menunjukkan perkembangan

    ekspor yang positif dalam periode 2019-2024. Meskipun demikian

    tidak bergabungnya Indonesia dalam skema kerja sama perdagangan

    IA-CEPA akan menyebabkan timbulnya potensi kerugian karena

    Indonesia tidak dapat mengutilisasi potensi akses pasar di Australia.

    Penyedia jasa Indonesia menghadapi diskriminasi karena dikenakan

    hambatan perdagangan jasa dari negara Australia.

    Ketika Indonesia melakukan IA-CEPA, dalam jangka pendek

    diprediksi Indonesia akan mengalami peningkatan ekspor jasa secara

    signifikan dari tahun 2019 sampai dengan 2024. Secara kumulatif

    ekspor Indonesia ke Australia akan diprediksi mencapai USD1.029

    Miliar di tahun 2024. Liberalisasi perdagangan jasa dalam skema IA-

    CEPA akan memberikan insentif dan strategi jangka panjang bagi

    sektor jasa Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dan

    peningkatan kualitas SDM yang diakselerasi dengan teknologi dan

    inovasi. Sehingga sektor jasa Indonesia dapat menembus akses pasar

    di negara tujuan ekspor dengan lebih efisien.

    Peranan sektor jasa terhadap perekonomian juga

    direpresentasikan dengan level keterkaitan yang tinggi dengan

    sektor-sektor lain dalam perekonomian. Dari hasil analisis Tabel

    Input – Output 2010, yang dipublikasikan BPS pada Desember 2015,

  • 30

    diketahui bahwa dari 12 kelompok besar sektor jasa, 8 sektor

    diantaranya mempunyai tingkat keterkaitan yang tinggi dengan

    sektor-sektor yang menggunakan sektor jasa sebagai input 23 .

    Disamping itu, sektor jasa juga berperan penting dalam

    menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi. Duggan, Rahardja

    dan Varela menemukan bahwa 35 persen dari total input antara

    yang digunakan oleh industri pengolahan berasal dari sektor jasa24.

    Dalam hal ini, sektor jasa Bisnis, yang meliputi seperti jasa

    profesional, jasa teknologi informasi, jasa penelitian dan

    pengembangan produk, dan jasa sewa menyewa, mempunyai peran

    cukup signifikan dalam pengembangan sektor industri

    manufaktur25.

    Indonesia akan memperoleh manfaat berupa penurunan dan

    bahkan eliminasi hambatan perdagangan jasa. Hal ini akan

    memberikan insentif bagi sektor-sektor ekonomi Indonesia untuk

    meningkatkan output. Penurunan hambatan perdagangan jasa akan

    menurunkan biaya transaksi sehingga berdampak pada peningkatan

    produktivitas. Peningkatan produktivitas sektor-sektor jasa

    Indonesia mampumem berikan dampak yang signifikan dalam

    peningkatan ekspor jasa Indonesia ke Australia. Beberapa sektor

    yang akan menerima manfaat tertinggi di tahun 2024 adalah sektor

    komunikasi, sektor transportasi udara, dan transportasi darat

    dengan besaran ekspor mencapai USD1.679 Miliar, USD449.79 Juta,

    dan USD405.35 Juta26. Dalam jangka panjang, seluruh ekspor jasa

    Indonesia ke Australia akan diprediksi terus mengalami peningkatan.

    23 Badan Pusat Statistik. 28 Agustus 2019. bps.go.id.

    24( Duggan, Victor, Sjamsu Rahardja and Gonzalo Varela. "Service sector reform and

    manufacturing productivity : evidence from Indonesia." Policy Research Working Paper Series

    6349 The World Bank. (2013) 25 Anas, Titik. "Indonesia’s MSME Participation in Regional Integration." Journal of

    Southeast Asian Economies Vol. 34, No. 1 (2017): 77–117. 26International Trade Analysis and Policy Studies. Analisis Biaya dan Manfaat Ratifikasi

    Kerjasama Perdagangan Sektor Jasa dan Investasi Indonesia Australia CEPA (IACEPA). Bogor:

    Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2019.

  • 31

    Terkait kekhawatiran bahwa Indonesia akan dikuasai oleh

    penyedia jasa asing, dapat disampaikan bahwa komitmen

    perdagangan jasa dalam IA-CEPA mempunyai limitasi atau batasan-

    batasan yang perlu diperhatikan oleh penanam modal terutama pada

    Moda (keberadaan komersial) sebagaimana diatur dalam Perpres

    Nomor 44 Tahun 2016. IA-CEPA juga tidak mengubah ketentuan

    imigrasi dan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

    Berdasarkan data dari badan statistik Australia, arus

    penanaman modal Indonesia ke Australia pada tahun 2018

    mencapai AUD32 juta. 27 Sementara BKPM mencatat perusahaan-

    perusahaan Indonesia yang melakukan penanaman modal bergerak

    di sektor penanaman modal, migas dan batu bara, travel dan

    turisme, peternakan, telekomunikasi, perdagangan, dan agribisnis.

    Dengan adanya IA-CEPA ini, peluang penanam modal Indonesia

    untuk dapat melakukan penanaman modal di Australia juga menjadi

    terbuka, mengingat komitmen Australia untuk membuka akses ke

    sebagian besar sektor jasanya diberikan tanpa persyaratan apapun.

    Terkait aspek penanaman modal, IA-CEPA akan mendorong

    keseimbangan antara penanaman modal portofolio dan penanaman

    modal langsung (FDI), yang cenderung lebih stabil. FDI merupakan

    komitmen penanaman modal jangka panjang sehingga tidak terlalu

    sensitif terhadap ketidak pastian ekonomi yang sifatnya

    sesaat.Dalam perspektif jangka panjang, IA-CEPA akan mendorong

    perekonomian Indonesia akan menjadi lebih kompetitif dengan

    tingkat pertumbuhan yang lebih kuat, dan membuka kesempatan

    kerja baru.

    5. Dampak Sumber Daya Manusia (SDM)

    IA-CEPA memberikan manfaat dalam pengembangan SDM

    Indonesia. Dikomitmenkannya sektor pendidikan tinggi dan vokasi

    dalam Penanaman modal IA-CEPA serta adanya program pertukaran

    tenaga kerja, alokasi visa pemagangan di Australia, penambahan

    27 Australian Bureau of Statistics. https://www.abs.gov.au/. 1 November 2019.

  • 32

    kuota visa workd and holiday di Australia, pelatihan bagi tenaga

    pendidikan, dan kesediaan Australia dalam membantu Insinyur

    Indonesia agar diakui di pasar Australia dan komitmen Australia

    dalam membantu meningkatkan standar profesional di bidang

    kesehatan, akan meningkatkan kapasitas tenaga kerja terampil dan

    ahli Indonesia pada jangka menengah dan panjang.

    6. Implikasi terhadap Keuangan Negara

    Indonesia mengkomitmenkan eliminasi tarif dalam IA-CEPA

    sebesar 94,5%, komitmen ini berpotensi mengurangi pendapatan

    negara yang berasal dari pemungutan tarif bea masuk. Namun

    demikian, komitmen eliminasi tarif IA-CEPA dibangun di atas

    komitmen eliminasi tarif ASEAN – Australia – New Zealand FTA

    (AANZFTA) yang telah mengeliminasi 92% tarif bea masuk Indonesia,

    sehingga implikasi pengurangan pendapatan negara adalah tidak

    signifikan apabila dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang

    tercipta dari IA-CEPA.

    Pada praktiknya, terdapat biaya yang akan timbul saat

    pelaksanaan kegiatan kerja sama. Biaya tersebut merupakan biaya

    pendamping yang telah dianggarkan oleh Kementerian/Lembaga

    pembina sektor dalam setiap program kerja sama yang melibatkan

    negara mitra. Oleh karena itu IA-CEPA tidak berakibat pada adanya

    beban keuangan yang baru.

  • 33

    BAB III

    EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

    Berikut beberapa peraturan perundang-undang yang terkait dengan

    pembentukan norma:

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

    Alam Hayati dan Ekosistemnya.28

    Merujuk pada ketentuan menimbang, Undang-Undang Nomor 5 Tahun

    1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ini

    diberlakukan untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati

    dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-

    langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

    selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat

    dengan pembangunan itu sendiri. Dengan diberlakukannya IA-CEPA maka

    penanaman modal Australia di Indonesia harus mengikuti ketentuan

    konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

    dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.29

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 5 Tahun

    1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

    Sehat tersebut, setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada

    28 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 3419. 29 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 3817.

  • 34

    dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak

    menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha

    tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan

    oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian

    internasional. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, Pelaku usaha tunduk

    pada larangan monopoli dan persaingan tidak sehat sebagaimana diatur

    oleh Undang-Undang ini.

    3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.30

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 36 Tahun

    1999 tentang Telekomunikasi tersebut, penyelenggaraan telekomunikasi

    mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan

    kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung

    terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta

    meningkatkan hubungan antarbangsa. Dengan diberlakukannya IA-CEPA,

    implementasi Bab Telekomunikasi beserta akses pasar atas jasa

    komunikasi dan penanaman modal dalam IA-CEPA tunduk pada Undang-

    Undang ini. Selain itu persetujuan IA-CEPA juga mendukung sasaran

    tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang

    Telekomunikasi.

    4. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.31

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 13 tahun

    2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut, peranan dan kedudukan tenaga

    kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan

    kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta

    peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan

    harkat dan martabat kemanusiaan. Dengan diberlakukannya IA-CEPA,

    baik penanam modal maupun tenaga kerja Australia di Indonesia harus

    mengikuti peraturan nasional tentang ketenagakerjaan yang berlaku.

    5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.32

    30 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 3881 31 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4279 32 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4724

  • 35

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 25 Tahun

    2007 tentang Penanaman Modal, bahwa untuk mempercepat pembangunan

    ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi

    Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah

    potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan

    modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan

    bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan

    keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu

    diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan

    kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan

    kepentingan ekonomi nasional. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, maka

    Bab Penanaman Modal dan Komitmen Indonesia baik di bidang penanaman

    modal jasa maupun non-jasa tunduk pada Undang-Undang tersebut.

    Selain itu, IA-CEPA juga akan mendorong tumbuhnya penanaman modal

    Australia di Indonesia dengan menciptakan iklim penanaman modal yang

    kondusif sebagaimana dimanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun

    2007 tentang Penanaman Modal.

    6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

    Elektronik.33

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 11 Tahun

    2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut, penggunaan

    dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk

    menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional

    berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional.

    Dengan diberlakukannya IA-CEPA, implementasi Bab Perdagangan

    Elektronik pada IA-CEPA wajib mengikuti ketentuan-ketentuan

    sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut sehingga tujuan

    pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

    dan Transaksi Elektronik akan tercapai.

    7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi

    33 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4843

  • 36

    Publik.34

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 14 Tahun

    2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik tersebut, bahwa hak

    memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan

    informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang

    menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan

    negara yang baik. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, seluruh

    informasi dalam Persetujuan IA-CEPA adalah terbuka bagi publik.

    8. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

    Menengah.35

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 20 tahun

    2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah tersebut, pemberdayaan

    Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diselenggarakan secara

    menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim

    yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan,

    dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan

    kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam

    mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan

    pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan

    kemiskinan. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, Usaha Mikro, Kecil, dan

    Menengah tetap dilindungi dalam hal penanaman modal, dengan cara

    membatasi nilai penanaman modal yang dibuka untuk Australia.

    9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

    Batubara.36

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 4 Tahun

    2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut, kegiatan

    usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan

    usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air

    tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara

    34 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4846 35 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4866 36 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4959

  • 37

    nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah

    secara berkelanjutan. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, penanaman

    modal Australia di sektor pertambangan mineral dan batu bara wajib

    tunduk pada Undang-Undang tersebut.

    10. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan

    Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41

    Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun

    2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.37

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 18 Tahun

    2009 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun

    2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009

    tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut, hewan sebagai karunia

    dan amanat Tuhan Yang Maha Esa mempunyai peranan penting dalam

    penyediaan pangan asal hewan dan hasil hewan lainnya serta jasa bagi

    manusia yang pemanfaatannya perlu diarahkan untuk kesejahteraan

    masyarakat. Untuk mencapai maksud tersebut perlu diselenggarakan

    kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta

    ekosistemnya sebagai prasyarat terselenggaranya peternakan yang maju,

    berdaya saing, dan berkelanjutan serta penyediaan pangan yang aman,

    sehat, utuh, dan halal sehingga perlu didayagunakan untuk kemakmuran

    dan kesejahteraan masyarakat. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, setiap

    impor ternak dari Australia wajib memenuhi persyaratan dari peraturan

    pelaksana Undang-Undang tersebut.

    11. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.38

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 21 Tahun

    2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan tersebut, untuk mewujudkan

    perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan

    stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang

    terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu

    mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan

    37 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5619 38 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5253

  • 38

    stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

    Dengan diberlakukannya IA-CEPA, implementasi Bab Jasa Keuangan dan

    Komitmen Indonesia dalam Jasa Keuangan wajib mengikuti ketentuan yang

    berlaku pada Undang-Undang tersebut.

    12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 39

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 12 Tahun

    2012 tentang Pendidikan Tinggi tersebut, perlu diwujudkan keterjangkauan

    dan pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh pendidikan tinggi

    yang bermutu dan relevan dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan,

    kemandirian, dan kesejahteraan, diperlukan penataan pendidikan tinggi

    secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek

    demografis dan geografis. Dengan diberlakukannya IA-CEPA, penanaman

    modal Australia dalam sektor pendidikan tinggi wajib membentuk badan

    yayasan serta mematuhi ketentuan-ketentuan lainnya dalam pendidikan

    tinggi.

    13. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan

    Penilaian Kesesuaian.40

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 20 Tahun

    2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian tersebut, dalam

    rangka melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan

    kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian

    fungsi lingkungan hidup diperlukan standardisasi dan penilaian

    kesesuaian. Standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu

    alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi

    perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan.

    Dengan diberlakukannya IA-CEPA, maka setiap produk impor Australia

    harus memenuhi standar dan penilaian kesesuaian di Indonesia.

    14. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.41

    Merujuk pada ketentuan menimbang Undang-Undang Nomor 7 Tahun

    39 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5336 40 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5584 41 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5492

  • 39

    2014 tentang Perdagangan tersebut, diharuskan adanya harmonisasi

    ketentuan di bidang Perdagangan dalam kerangka kesatuan ekonomi

    nasional guna menyikapi perkembangan situasi perdagangan era

    globalisasi pada masa kini dan masa depan. IA-CEPA dibentuk untuk

    melaksanakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

    Perdagangan sebagai upaya menyikapi peningkatan akses pasar dengan

    Australia serta melindungi dan mengamankan kepentingan nasional.

    Salah satu kerjasama yang telah dilakukan dengan Australia adalah

    kerjasama regional ASEAN yaitu Persetujuan Pembentukan Kawasan

    Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru (“AANZFTA”)

    sebagaimana telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun

    2011 tentang Pengesahan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area

    (Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-

    New Zealand). AANZFTA telah memberikan berkontribusi positif terhadap

    hubungan perdagangan dan penanaman modal Indonesia dan Australia

    sehingga menjadi dasar pijakan dalam penyusunan IA-CEPA sebagaimana

    disebutkan dalam Pembukaan IA-CEPA. Adapun komitmen kedua belah

    pihak dalam IA-CEPA, lebih luas dibandingkan dengan komitmen dalam

    AANZFTA sehingga diproyeksikan kerja sama ini akan lebih

    menguntungkan. Namun demikian, kedua belah pihak tetap dapat

    menggunakan AANZFTA sebagai pilihan.

    15. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan,