View
151
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
muskuloskeletal
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUHAN
A. Latar Belakang
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab
terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan
ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ
sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan
tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian
lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan
sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari
tingkat yang paling ringan sampai yang sangat berat. (Price, Wilson, 2005).
Salah satu gangguan tersebut adalah osteomielitis, osteoporosis, osteoporosis.
Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun
berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya, gangguan ini dapat tetap terlokalisasi
atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan
periosteum. (Dorland, 2002). Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang
dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006). Osteoartritis adalah kondisi di mana
sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang
penyusun sendi. Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan
degenerasi tulang dan kartilago dan sangat sering terjadi pada usia lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?
2. Bagaimana epidemiologi osteomylitis?
3. Apa etiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?
4. Apa klasifikasi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?
5. Bagaimana patofisiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?
6. Bagaimana manifestasi klinis osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?
1
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik osteomylitis, osteoporosis, osteosrtritis?
8. Apa saja penatalaksanaan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada osteomylitis, osteoporosis,
osteoartritis?
C. Tujuan
a). Tujuan Umum
1.Menjelaskan konsep dan proses keperawatan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
b). Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
2. Mengetahui epedemiologi osteomylitis
3. Mengetahui etiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
4. Mengetahui klasifikasi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
5. Mengetahui patofisiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
6. Mengetahui manifestasi klinis osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
7. Mengetahui diagnostik osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
8. Mengetahui penatalaksanaan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
9. Mengetahui asuhan keperawatan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang osteomylitis, osteoporosis, dan
osteoartritis
2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien osteomylitis,
osteoporosis, dan osteoartritis
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
OSTEOMYELITIS
A. Definisi
Ostemyelitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang
mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan lunak
karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan
jaringan dan pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati atau involukrum
(Brunner & Suddart,2000).
Menurut Reeves (2001), osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang
mencakup sumsum atau korteks tulang, dapat berupa eksogenus ( infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenus (infeksi berasal dari dalam tubuh).
B. Epidemiologi
Osteomielitis ini cenderung terjadi pada anak-anak. Pada umumnya kasus ini banyak
terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1, karena pada anak
laki-laki lebih cepat mengalami pertumbuhan tulang dibanding perempuan. Namun demikian
seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomielitis seperti pasien yang memiliki
nutrisi buruk, lansia, kegemukan atau obesitas.
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak.Prevalensi neonatal 1 kasus per
1000. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Tingkat
mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis
berat yang mendasari (Randall,2011).
C. Etiologi
Infeksi ini dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen seperti tonsil yang terinfeksi,
abses gigi, dan infeksi saluran pernafasan atas. Infeksi dapat juga berhubungan dengan
infeksi jaringan lunak sperti ulkus dekubitus atau ulkus vascular, atau kontaminasi langsung
pada tulang misal fraktur terbuka, luka tembak dan pembedahan tulang.
3
Staphylococcus merupakan penyebab 70-80% infeksi tulang. Organisme lain meliputi
Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia coli. Pada anak-anak infeksi tulang sering kali timbul
sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis),
telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya ( staphylococcus aureus, streptococcus,
haemophylus influenza) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat
lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat perkembangbiakan
bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri
dan nyeri tekan. Mikroorganisme yang menginfeksi tulang akan membentuk koloni pada
tulang perivaskular, menimbulkan edema, infiltrasi seluler dan akumulasi produk-produk
inflamasi yang akan merusak trabekula tulang dan hilangnya matriks dan mineral tulang.
(Lukman, Nurna Ningsih, 2009).
D. Klasifikasi
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer : uman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.
2. Osteomyelitis Sekunder : Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah
dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria
furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
1. Steomyelitis akut
o Nyeri daerah lesi
o Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
o Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
o Pembengkakan lokal
o Kemerahan
o Suhu raba hangat
o Gangguan fungsi
4
o Lab: anemia, leukositosis
2. Osteomyelitis kronis
o Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
o Gejala-gejala umum tidak ada
o Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
o Lab: LED meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering:
o Staphylococcus (orang dewasa)
o Streplococcus (anak-anak)
o Pneumococcus dan Gonococcus.(Brunner & Suddart,2000)
5
E. Patofisiologi
6
Faktor predisposisi: usia, virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi, dan lokasi infeksi
Infasi mikroorganisme dari tempat lain yang beredar melalui sirkulasi darah
Fraktur terbuka
Masuk ke juksta epifisis tulang panjang
Kerusakan pembuluh darah dan adanya port de entree
Infasi kuman ke tulang dan sendi
osteomielitis
fagositosis
Proses inflamasi: hiperemia, pembengkakan, gangguan fungsi, pembentukan pus, dan kerusakan integritas jaringan
Proses inflamasi secara umum
Demam, malaise, penurunan nafsu makan, penurunan kemampuan
tonus otot
Keterbatasan pergerakan
Penurunan kemampuan pergerakan
Hambatan mobilitas
fisik
Peningkatan tekanan jaringan
tulang dan medula
Iskemia dan nekrosis tulang
Pembentukan abses tulang
Pembentukan pus, nekrosis jaringan
Penyebaran infeksi ke
organ penting
Komplikasi infeksi
septikemia
Risiko tinggi trauma
Defisit perawatan
diri
Kerusakan lempeng epifisis
Kurang terpajan
pengetahuan dan
informasiGangguan pertumbuhan
Risiko osteomielitis
kronisPrognosis penyakit
Ketidakefektifan koping individu
Ansietas
Defisiensi pengetahuan dan informasi
nyeriInvoluctum (pertumbuhan
tulang baru) pengeluaran pus
dari lukaDeformitas, bau dari
adanya lukaGangguan citra diri
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Kelemahan fisik
Tirah baring lama, penekanan lokalKerusakan integritas kulit
F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit,
dapat berkembang secara progresif atau cepat.
a. Fase akut
Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Panas makin tinggi, terasa nyeri tulang dekat
sendi, terkadang tidak dapat menggerakan anggota tubuh.
b. Fase kronik
Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus
yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,
inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan
parut akibat kurangnya asupan darah.
Berikut juga ada beberapa tanda dan gejala dari osteomielitis berdasarkan cara
penyebarannya :
1. Infeksi dibawa oleh darah
Biasanya awitannya mendadak.
Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
2. Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
3. Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung
Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4. Osteomyelitis kronik
Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami
periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
(Brunner & Suddart,2000)
G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
7
a. Evaluasi Diagnostik
Pada Osteomielitis akut: pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan
pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi
ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.
Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan
darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur
darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum,
sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah
sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini
dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.
b. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan
uji sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,
setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
c. Pemeriksaan tambahan
1. Bone scan: dapat dilakukan pada minggu pertama
2. MRI: jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka
kemungkinan besar adalah osteomielitis. (Brunner & Suddart,2000)
H. Asuhan Keperawatan Dengan pasien Osteomilitis
8
1. Identitas Klien
Berisi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,
No. MR, dll.
2. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien datang kerumah sakit dengan keluhan awitan gejala akut
(misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien biasanya perrnah mengalami penyakit yang hampir sama dengan
sekarang, atau penyakit lain yang berhubungan tulang, seperti trauma tulang, infeksi
tulang, fraktur terbuka, atau pembedahan tulang, dll.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah keluarga klien memiliki penyakit keturunan, namun biasanya
tidak ada penyakit Osteomielitis yang diturunkan.
b. Pengkajian dengan Pendekatan 11 fungsional Gordon
1) Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Klien biasanya tidak mengerti bahwa penyakit yang ia diderita adalah
penyakit yang berbahaya. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien memandang
penyakit yang dideritanya, apakah klien tau apa penyebab penyakitnya sekarang.
2) Nutrisi – Metabolik
Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu makan karena demam yang
ia diderita.
3) Eliminasi
Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien
mengalami penurunan nafsu makan akibat demam.
4) Aktivitas – Latihan
Biasaya pada pasien Osteomietis mengalami penurunan aktivitas karena rasa
nyeri yang ia rasakan.
5) Istirahat – Tidur
Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karena rasa nyeri yang ia
rasakan pada tulangnya.
9
6) Kognitif – Persepsi
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengan kognitif dan persepsinya.
7) Persepsi Diri – Konsep Diri
Biasanya pasien memiliki perilaku menarik diri, mengingkari, depresi,
ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata
kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
8) Peran – Hubungan
Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya.
Serta adanya tekanan yang datang dari lingkungannya. Dan klien juga tidak dapat
melakukan perannya dengan baik.
9) Seksual – Reproduksi
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam masalah seksual.
10) Koping – Toleransi Stress
Biasanya pasien mengalami stress ysng berat karena kondisinya saat itu.
11) Nilai Kepercayaan
Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klien agar kebutuhan
spiritual klien data dipenuhi selama proses perawatan klien di RS. Kaji apakah ada
pantangan agama dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya mengalami
gangguan dalam beribadah karena nyeri yang ia rasakan.
3. Asuhan Keperawatan ( NANDA, NOC, NIC )
No NANDA NOC NIC
1 Nyeri b.d
inflamasi
dan
pembeng
kakan
Kontrol nyeri
Pantau TTV
Menilai gejala dari nyeri
Mengurangi nyeri dengan non
analgesik
Memantau lamanya nyeri
Tingkatan nyeri
Manajemen nyeri
Lakukan penilaian
nyeri secara
komprehensif
Kaji ketidaknyamanan
secara non verbal
Evaluasi pengalaman
pasien / keluarga
terhadap nyeri
Tentukan tingkat
10
Frekuensi nyeri
Panjang episode nyeri
Ekspresi wajah saat nyeri
Perubahan frekuensi pernafasan,
nadi, TD
kebutuhan pasien yang
dapat memberikan
kenyamanan pada
pasien
Pemberian analgesik
Cek riwayat alergi
obat
Tentukan analgesik
yang cocok
Monitor TTV
Beri perawatan
yang dibutuhkan
2 Ganggua
n
mobilisas
i fisik b.d
nyeri,
alat
imobilisa
si dan
keterbata
san
menahan
beban
berat
badan
Kinerja mekanik tubuh
Menggunakan postur diri yang benar
Menggunakan posisi duduk yang
benar
Menggunakan cara berbaring yang
benar
Menentukan kekuatan otot
Menentukan fleksibilitas sendi
Mempertahankan kekuatan otot
perilaku pencegahan jatuh
menempatkan penyekat untuk
mencegah jatuh
menggunakan matras karet
menggunakan alas kaki karet di
kamar mandi / shower
menyediakan asisten untuk bergerak
prosedur pemindahan
menyediakan cahaya yang cukup
promosi mekanik
tubuh
menentukan komitmen
pasien untuk belajar
dan menggunakan
postur yg benar
berkolaborasi dengan
terapis fisik untuk
pembentukan rencana
promosi mekanik
tubuh.
Tunjukkan cara
menggeser berat
badan dari satu kaki
ke kaki lain sambil
berdiri
Monitor perbaikan
postur pasien / body
mekanik
Memberikan informasi
tentang penyebab
yang mungkin dari
11
posisi otot atau nyeri
sendi
Anjurkan pasien /
keluarga tentang
frekuensi dan jumlah
pengulangan untuk
setiap latihan
pencegahan jatuh
Mengidentifikasi
karakter dari
lingkungan yg
mungkin
meningkatkan potensi
jatuh
Menyarankan utk
merubah gaya berjalan
pd pasien
Mengajari pasien
untuk meminimalkan
resiko jatuh
Menggunakan teknik
yang tepat untuk
memindahakan pasien
dari /menuju kursi
roda, tempat, tidur,
toilet
Menempatkan tempat
tidur mekanik pada
posisi terendah
3 Resiko
terhadap
perluasa
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam,
maka klien diharapkan :
pantau respons pasien
terhadap terapi
antibiotika
12
n infeksi
b.d
pembent
ukan
abses
tulang
penyembuhan luka sesuai waktu
yang dicatat dan tidak terjadinya
infeksi yang berkelanjutan.
Kriteria hasil :
Penyembuhan luka sesuai waktu
yang dicatat, bebas drainase purulen
dan demam dan juga tidak terjadinya
infeksi yang berkepanjangan
lakukan observasi
tempat pemasangan
infus adanya bukti
flebitis atau infiltrasi
Inspeksi kulit atau
adanya iritasi atau
adanya kontinuitas
Kaji sisi kulit
perhatikan keluhan
peningkatan nyeri atau
rasa terbakar atau
adanya edema atau
eritema atau drainase
atau bau tidak sedap
Berikan perawatan
luka
Observasi luka untuk
pembentukan bula,
perubahan warna kulit
kecoklatan bau
drainase yang tidak
enak atau asam
Kaji tonus otot, reflek
tendon
Selidiki nyeri tiba-tiba
atau keterbatasan
gerakan dengan edema
lokal atau enterna
ekstermitas cedera
Kolaborasi :
Lakukan pemeriksaan
lab sesuai indikasi
dokter
Berikan obat atau
13
antibiotik sesuai
indikasi
4 Ansietas
b.d
Kurang
pengetah
uan
tentang
program
pengobat
an
Tujuan / Hasil Pasien :
Mendemonstrasikan hilangnya
ansietas dan memberikan informasi
tentang proses penyakit, program
pengobatan
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau
berkurang
Jelaskan tujuan
pengobatan pada
pasien
Kaji patologi masalah
individu.
Kaji ulang tanda /
gejala yang
memerlukan evaluasi
medik cepat,contoh
nyeri dada tiba-tiba,
dispnea, distres
pernapasan lanjut.
Kaji ulang praktik
kesehatan yang baik,
istirahat.
Kolaborasi :
Gunakan obat sedatif
sesuai dengan anjuran
4. Evaluasi
1. Proses ( sumatif )
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan kualitas tindakan evaluasi
dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan.
2. Hasil ( formatif )
Fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan
keperawatan. Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi:
1. Klien mengalami peredaan nyeri
1) Klien melaporkan berkurangnya nyeri
2) Klien tidak lagi mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
14
3) Klien tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2. Klien mengalami peningkatan mobilitas fisik
1) Klien berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
2) Klien mampu memperrtahankan fungsi penuh ekstremitas ysng sehat
3) Klien mampu memperlihatkan penggunaan alat imobolisasi dan alat bantu dengan
aman
3. Klien tidak mengalami penyebaran infeksi
1) Memakai antibiotika sesuai resep
2) Suhu badan normal
3) Tiadanya pembengkakan
4) Tiadanya pus
5) Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
6) Biarkan darah negatif
4. Klien memenuhi rencana terapeutik
1) Memakai antibiotika sesuai resep
2) Melindungi tulang yang lemah
3) Memperlihatkan perawatan luka yang benar
4) Melaporkan bila ada masalah segera
5) Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
6) Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
7) Melaporkan peningkatan kekuatan
8) Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri, pembengkakan,
atau gejala lain di tempat tersebut
15
OSTEOPOROSIS
A. Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan
tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang
merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang
(Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2009 ).
B. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering
terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang.
16
C. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa
orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang
kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia
bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam
Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons
terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu
yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian
belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa
lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di
atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan
massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan
sesuai dengan kemampuan genetiknya.
17
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada
ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu
mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den
besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses
penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu
yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan
massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti
bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena
massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan
menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post
menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada
masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak,
akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang
masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada
hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam
tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang
bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah
pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino
yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
18
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.
Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi
ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran
kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,
akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu
dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai
dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui
dengan pasti . ( Doengoes, E.M. 2002)
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia
antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa
tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertamasetelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih
19
sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder
yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat,
anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
20
D. Patofisiologi
21
Usia Lanjut
Fungsi tubuh menurun
Peningkatan Penghancuran tulang oleh osteoklas dan penurunan pembentukan tulang oleh osteoblas
Tubuh akan menganbil kalsium dari tulang
Wanita pascamenopaus
e
Pemberian steroid
Kehilangan kalsium didalam darah
Merangsang osteoklas bekerja
Hormon tiroid dan paratiroid
yang berlebihan
Kehilangan jaringan tulang
Kalsium menurun
Absorpsi kalsium menurun, Ekskresi kalsium diurin meningkatMenghambat
kerja osteoblas
Penurunan hormon estrogen
Resorpsi tulang oleh osteoklas meningkat
Tulang panggul
Tulang patah
Proses pengkroposan berlanjut
Tidak ditangani
OSTEOPOROSIS
Perubahan bentuk tubuh
Nyeriimmobilisasi
Tulang belakangPembedahan
Gg. immobilisasi
Gg. Rasa nyaman: nyeri
Gg. Citra tubuh
E. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan
aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan. ( Doengoes, E.M.
2002).
F. Komplikasi
Fraktur tulang sering terjadi dan merupakan komplikasi serius dari
osteoporosis, seperti vertebra, leher femur dan radius distal.
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter,
dan fraktur colles pada pergelangan. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur
kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet tangan. .
( Doengoes, E.M. 2002)
G. Pemeriksaan Diagnostik
- Laboratorium : kadar kalsium, fosfor dan alkali serum, kadar hormone paratiroid
- Pencitraan : rontgen, ct scan
- Prosedur diagnostic : biopsi tulang
Pemeriksaan lain : absorpsiometri foton tunggal atau ganda (pengukuran massa
tulang). ( Doengoes, E.M. 2002)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan
pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolic
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi
tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
22
Penatalaksanaan keperawatan
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera
I. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini
bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
1. Makanan tinggi protein
2. Minum alkohol
3. Merokok
4. Minum kopi
5. Minum antasida yang mengandung aluminium. . ( Doengoes, E.M. 2002)
J. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Anamnesis
• Riwayat kesehatan.
Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain
yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada
trauma minimal, imobilisasilama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan sinar matahari, kurang asupankalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan
yang diminum dalam jangka panjang, alkohol danmerokok merupakan factor risiko
osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalahppenyakit ginjal,
saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia
23
menarkedan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang
menderita osteoporosisjuga perlu dipertanyakan.
• Pengkajian psikososial.
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada
kliendengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena
perubahan yang tampak atauketerbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi
dan lain-lain. Perubahan seksual dapatterjadi karena harga diri rendah atau tidak
nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang
sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut padapasien.
• Pola aktivitas sehari-hari.
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan
yangterjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah
agility, staminamenurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan
memanipulasi ketrampilan motorikhalus) menurun.Adapun data subyektif dan
obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
• Data subyektif :
- Klien mengeluh nyeri tulang belakang
- Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
- Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak
dan keterbatasangerak
- Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
- Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
- Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
- Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
• Data obyektif :
- tulang belakang bungkuk
- terdapat penurunan tinggi badan
- klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
- terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
- klien tampak gelisah
- klien tampak meringis
-
24
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain,
bladder, bowel dan bone)untuk megkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga
dada, apakah pasien pusing,berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan
nyeri punggung yang disertai pembatasangerak dan apakah ada penurunan tinggi
badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyer akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien
mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada verrtebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina
menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
3. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang
belakan terlihat bungkuk.
4. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun seerta terdapat trauma
traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang
disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan dampak menggunakan penyangga tulang belakang
(spinal brace).
6. Gangguan eleminasi alvi b/d kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai
dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi b/d kurang
informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
25
Rencana Intervensi Keperawatan :
1. Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh
nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur
traumatic pada verrtebra, klien tampak meringis.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan
istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
- Intervensi : evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
Rasional : mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
- Intervensi : ajarkan klien tentang alternativ lain untuk mengatasi dan mengurangi
nyerinya
Rasional : alternativ lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat,
mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang
cedera
- Intervensi : dorong menggunakan teknik manejemen stres contohnya relaksasi
progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan traupetik
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manejemen nyeri yang munkin menetap
untuk periode lebih lama
- Intervensi : kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : diberikan untuk menurunkan nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis),
nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak
cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat
penurunan tinggi badan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan
mobilitas fisik dengan kiteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik,
26
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan
aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri
- Intervensi : kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rasional : sebagai dasar untuk memberikan alternativ dan latihan gerak yang
sesuai dengan kemampuannya
- Intervensi : rencana tentang pemberisn progrsm lstihsn, ajarkan klien tentang
aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan
Rasional : latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi
darah
- Intervensi : berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri secara
bertahap jika dapat ditoleransi. berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-
tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas
3. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh
ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakan
terlihat bungkuk.
Tujuan : cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil klien tidak jatuh dan tidak
mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang menakibatkan fraktur
- Intervensi : ciptakan lingkungan yang bebas dari bahay misalnya tempatkan klien
pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada
ruangan yang mudah untuk diobservasi
Rasional : menciptakan lingkungan yng aman mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan
- Intervensi : ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tangga
dan mengangkat beban berat
Rasional : pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi
vertebra pada klien osteoporosis
- Intervensi : observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
27
Rasional : obat-obatan seperti diuretik, fenotiazin dapat menyebabkan pusing,
mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh
4. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien
mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun seerta terdapat trauma traumatic
pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien
terpenuhi dengan kriteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan
puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam
perawatan yang diberikan
- Intervensi : kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan
Rasional : untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan
perawatan diri secara mandiri
- Intervensi : beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah
pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang
tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang
Rasional : peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehngga dapat
melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya
- Intervensi : rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu
bagian aktivitas sebelum beralih ketingkatan lebih lanjut
Rasional : bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga
perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri
5. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang
disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi
pergaulan dan dampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan
adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan kriteria hasil klien
mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga
diri negativ, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
28
- Intervensi : dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai
bagaiman klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya
Rasional : ekspresi emosi membantu klien mulai menerima kenyataan
- Intervensi : hindari kritik negative
Rasional: kritik negatif akan membuat klien merasa semakin rendah diri
- Intervensi : kaji derajat dukungan yang ada untuk klien
Rasional : dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu
proses adaptasi
6. Gangguan eleminasi alvi b/d kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai
dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
Tujuan : setelah diberikan tindaka keperawatan diharapkan eliminasi klien tidak
terganggu dengan kriteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eliminasi feses,
klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
- Intervensi : auskultasi bising usus
Rasional : hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
- Intervensi: observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau
berkurang
Rasional : hilangnya peristaltik (karena gangguan saraf) melumpuhkan usus,
membuat distensi ileus dan usus
- Intervensi : catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses
Rrasional : mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan yang
diperlukan
- Intervensi : laakukan latihan defekasi secara teratur
Rasional : program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin
- Intervensi : anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan
cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah
Rasional : meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan
mudah
29
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi b/d kurang
informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengerti tentang
penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi dengan kriterian hasil klien mampu
menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang
diberikan, klien tampak tenang
- Intervensi : kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi
- Intervensi : ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis
Rasional : informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentnag
penyakitnya
- Intervensi : berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan
obat
Rasional : suplemen kalsium sering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi
abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk
mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan
yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal
Evaluasi :
- Nyeri berkurang
- Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
- Tidak terjadi cedera
- Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
- Status psikologis yang seimbang
- Menunjukkan pengosongan usus yang normal
- Terpenuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi
30
OSTEOARTRITIS
A. Defenisi
Osteoartritis adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai dengan pengkroposan
kartilago artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagi penyangga tulang dibawahnya akan
mengalami iritasi, yang menyebabkan degenarsi sendi ( Corwin, dkk, ).
Osteoartritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri, deformitas,
pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang
menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang
berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya
(Mansjoer, 2000).
B. Klasifikasi
Berdasarkan osteoartritis dapat dibagi menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder.
1. Osteoartritis primer
OA primer atau biasa disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang
pasti(belum diketahui) dan tidak juga disebabkan oleh penyakit sistemik maupun
proses perubahan lokal pada sendi.
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin,
metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan(herediter), dan imobilisasi yang terlalu
lama.
C. Etiologi
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun, karena pembentukan kondroitin sulfat yang sudah
menurun.
b. Jenis kelamin, osteoartritis sering ditemui pada wanita pasca menopause sedangkan
sekunder ditemui banyak pada laki-laki.
31
c. Suku bangsa
d. Genetik
e. Kegemukan den penyakit metabolik
f. Cedera sendi, trauma,
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000).
D. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,
dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang
menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis
mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga
kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses
degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah
berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut
hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan
penuaaan.
Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita,
predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau
tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta
metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized
osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan.
Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar
sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa.
Gangguan ini mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia,
asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris.
Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita.
Meskipun keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan
ketidaksejajaran sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha,
32
namun obesitas dapat memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara
mekanis,obesitas dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan
generasi kartilago. Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan
osteoarthritis. Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium
yang dapat menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur
terhadap dampak beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada
kartilago artikuler yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang
tersebut lebih rentan terhadap cidera.
Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan
juga turut terlibat.Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum
dan robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan.Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
vertebralis.Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan
ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan
penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang
bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau
adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan
rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi
atau nodulus( Soeparman ,1995).
33
Pathway Osteoatritis
34
Penebalan tulang sendi
Perubahan fungsi sendi
Pemecahan kondrosit
Gangguan citra tubuhMK :
Kerusakan mobilitas
fisikmobilitas
Deformitas sendi
kontraktur
Faktor predisposisi : Proses penuaan, trauma, (intrinsic dan ekstrinsik ),obesitas
Mk : kurang perawatan diri.
-Gangguatan mobilitas fisik
Perubahan komponen
sendi
Penurunan kekuatan
Kerusakan matrik kartilago
Pengeluaran enzim lisosom
Faktor Resiko : Usia, Jenis kelamin
Pecahnya polisakarida protein
Membentuk matriks disekeliling kondrosit
Kerusakan tulang rawan
Mk : Risiko cidera
Hipertrofi
Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses
inflamasi
Mk : Gangguan Rasa Nyaman
35
E. Manifestasi klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang
cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu ( Soeroso, 2006 ).
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).
36
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut
(Soeroso, 2006 ).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).
F. Pemeriksaan penunjang
1) Xray
Xray untuk mengetahui sejauh mana sendi mengalami kerusakan. Xray dapat
memperlihatkan rusaknya tulang, penyempitan rongga sendi, pembentukan
osteofit(tonjolan-tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan
destruksi tulang.
2) Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
3) Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan.
4) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Magnetic resonance imaging dapat memberikan gambar-gambar seperti
jaringandalam tubuh dengan resolusi yang tinggi. MRI jika diduga ada penyakit
dalam jaringan tubuh.
5) Tes lain
Dokter akan melakukan tes darah diantaranya laju endap darah dan tes darah
lainnya untuk mengetahui penyebab lain dari gejala yang timbul.
6) Foto Rontgent
menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan
rongga sendi.
37
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
a. Terapi non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai
(Soeroso, 2006). Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi
memiliki manfaat sebesar 59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang
et al., 2007).
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006). Hasil penelitian yang
telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar 67% untuk
terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).
3) Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh
karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk
melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, 2006).
b. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul,
memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis
dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi
penggunaan NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan NSAIDs
memiliki efek samping GI sebanyak 29,9% (Rahme et al., 2002). Untuk mengobati
rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2
dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko
toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap
38
menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah dengan cara .
1) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat–obatan yang termasuk
dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).
a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat kerja
enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada manusia.
b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki viskositas
cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam hialuronat berperan
penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini dapat mengurangi inflamasi pada
sinovium, menghambat angiogenesis dan kemotaksis sel-sel inflamasi.
c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat
pada kultur tulang rawan sendi manusia.
d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan sendi.
Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks ekstraseluler yang terdiri dari
kolagen dan proteoglikan. Matriks ini membentuk struktur yang utuh sehingga
mampu menahan beban tubuh. Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi
kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau
berkurangnya proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3 mekanisme utama,
yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan serta
anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat efek oksigen
reaktif.
e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Dalam penelitian ternyata
bermanfaat dalam terapi OA.
39
H. Asuhan keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
a. Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari.
b.Keletihan
c. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan
otot.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun.
Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
a. Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, factor-faktor hubungan.
b. Keputusasaan dan ketidak berdayaan.
c. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan
pada orang lain.
4. Makanan Atau Cairan
a. Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat :
mual.
b. Anoreksia
c. Kesulitan untuk mengunyah
d. Kekeringan pada membran mukosa
5. Higiene
a. Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada
orang lain.
6. Neurosensori
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
40
7. Nyeri / Kenyamanan
a. Fase akut dari nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
b. Terasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
8. Keamanan
a. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
b. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
c. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
d. Lesi kulit, ulkas kaki
e. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
f. Demam ringan menetap
g. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
10. Penyuluhan/Pembelajaran
a. Riwayat rematik pada keluarga
b. Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian
c. Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol
Intervensi :
41
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang
mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.R/ Membantu dalam menentukan
kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.
2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai
kebutuhan. R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.R/ Pada penyakit berat, tirah baring
mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
4. Pantau penggunaan bantal.
5. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur,
sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.R/ Mencegah
terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/rasa sakit pada sendi.
6. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun.
Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali
sehari.Pantau suhu air kompres, air mandi.R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan
mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.Sensitifitas pada
panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
7. Pantau suhu kompres.
8. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot.
9. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil
salisilat R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta
dalam terapi.
10. Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan
terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas.
11. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
42
12. Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
13. Bantu klien dengan terapi fisik.
Diagnosa 2 :Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan,
penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
2. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/ Untuk mencegah kelelahan
dan mempertahankan kekuatan
3. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur malam
hari tidak terganggu.
4. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric jika
memungkinkan.
5. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/ Meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina umum.
6. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan. R/
Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
7. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. R/
Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.
8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid. R/ Untuk menekan inflamasi sistemik
akut.
9. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
43
Intervensi :
1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi
potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur,
usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil
2. Memantau regimen medikasi.
3. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam
lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan
perhatiannya ketimbang mengagetkannya. Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi
resiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan
memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi, mengagetkan
pasien akan meningkatkan ansietas.
Diagnosa 4 : Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan
auskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara mandiri.
Intervensi :
1. Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan.
2. Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial
perubahan yang sekarang diantisipasi.
3. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. R/ Mendukung
kemandirian fisik/emosional.
4. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi
lingkungan. R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga
diri.
5. Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan
toilet, kursi roda. R/ Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara
mandiri.
6. Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
44
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ostemyelitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang
mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan lunak
karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan
jaringan dan pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati atau involukrum.
Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak-anak. Pada umumnya kasus ini banyak
terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1, karena pada anak
laki-laki lebih cepat mengalami pertumbuhan tulang dibanding perempuan. Namun demikian
seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomielitis seperti pasien yang memiliki
nutrisi buruk, lansia, kegemukan atau obesitas.
Berbeda dengan osteomyelitis, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu
penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai
gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang.
Sedangkan Osteoartritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar
yang menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang
berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya.
B. Saran
Bagi masyarakat: Agar dapat menjaga kesehatn diri dengan menerapkan pola hidup
sehat sejak dini.
Bagi mahasiswa: sebaiknya mengetahui apa-apa saja yang menjadi penyebab penyakit
osteomyelitis, osteoporosis, dan osteoartritis agar dalam sosialisasinya mahasiswa
dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang penyakit osteomyelitis,
osteoporosis, dan osteoartritis serta cara pencegahan dan penanggulangan penyakit
tersebut.
45
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, E.M. 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Iowa outcome project. 2000. Nursing Outcomes Classification ( NOC ). 2nd ed. Mosby. Inc
Muttaqin, Arif. 2008. Askep Gangguan Muskuloskletal. Jakarta: EGC
Prince, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Andry
Hartono, dkk. Jakarta: EGC
Soeparman. 1995. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua. Jakarta. Balai Penerbit: FKUI
Chairuddin,R.2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : IKAPI
46