69
BAB 1 PENDAHULUHAN A. Latar Belakang Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang paling ringan sampai yang sangat berat. (Price, Wilson, 2005). Salah satu gangguan tersebut adalah osteomielitis, osteoporosis, osteoporosis. Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya, gangguan ini dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum. (Dorland, 2002). Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang 1

muskuloskeletal (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

muskuloskeletal

Citation preview

Page 1: muskuloskeletal (1)

BAB 1

PENDAHULUHAN

A. Latar Belakang

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab

terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan

ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-

jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ

sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan

tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian

lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan

sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari

tingkat yang paling ringan sampai yang sangat berat. (Price, Wilson, 2005).

Salah satu gangguan tersebut adalah osteomielitis, osteoporosis, osteoporosis.

Osteomielitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organisme piogenik, walaupun

berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya, gangguan ini dapat tetap terlokalisasi

atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan

periosteum. (Dorland, 2002). Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa

massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang

dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006). Osteoartritis adalah kondisi di mana

sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang

penyusun sendi. Osteoartritis  (OA)  adalah bentuk dari  arthritis  yang berhubungan dengan

degenerasi tulang dan kartilago dan sangat sering terjadi pada usia lanjut.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?

2. Bagaimana epidemiologi osteomylitis?

3. Apa etiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?

4. Apa klasifikasi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?

5. Bagaimana patofisiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?

6. Bagaimana manifestasi klinis osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?

1

Page 2: muskuloskeletal (1)

7. Apa saja pemeriksaan diagnostik osteomylitis, osteoporosis, osteosrtritis?

8. Apa saja penatalaksanaan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis?

9. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan kepada osteomylitis, osteoporosis,

osteoartritis?

C. Tujuan

a). Tujuan Umum

1.Menjelaskan konsep dan proses keperawatan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

b). Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian dari osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

2. Mengetahui epedemiologi osteomylitis

3. Mengetahui etiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

4. Mengetahui klasifikasi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

5. Mengetahui patofisiologi osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

6. Mengetahui manifestasi klinis osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

7. Mengetahui diagnostik osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

8. Mengetahui penatalaksanaan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

9. Mengetahui asuhan keperawatan osteomylitis, osteoporosis, osteoartritis

D. Manfaat

1. Mahasiswa mampu dan mengerti tentang osteomylitis, osteoporosis, dan

osteoartritis

2. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien osteomylitis,

osteoporosis, dan osteoartritis

2

Page 3: muskuloskeletal (1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

OSTEOMYELITIS

A. Definisi

Ostemyelitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang

mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan lunak

karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan

jaringan dan pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati atau involukrum

(Brunner & Suddart,2000).

Menurut Reeves (2001), osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang

mencakup sumsum atau korteks tulang, dapat berupa eksogenus ( infeksi masuk dari luar

tubuh) atau hematogenus (infeksi berasal dari dalam tubuh).

B. Epidemiologi

Osteomielitis ini cenderung terjadi pada anak-anak. Pada umumnya kasus ini banyak

terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1, karena pada anak

laki-laki lebih cepat mengalami pertumbuhan tulang dibanding perempuan. Namun demikian

seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomielitis seperti pasien yang memiliki

nutrisi buruk, lansia, kegemukan atau obesitas.

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak.Prevalensi neonatal 1 kasus per

1000. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Tingkat

mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis

berat yang mendasari (Randall,2011).

C. Etiologi

Infeksi ini dapat disebabkan oleh penyebaran hematogen seperti tonsil yang terinfeksi,

abses gigi, dan infeksi saluran pernafasan atas. Infeksi dapat juga berhubungan dengan

infeksi jaringan lunak sperti ulkus dekubitus atau ulkus vascular, atau kontaminasi langsung

pada tulang misal fraktur terbuka, luka tembak dan pembedahan tulang.

3

Page 4: muskuloskeletal (1)

Staphylococcus merupakan penyebab 70-80% infeksi tulang. Organisme lain meliputi

Proteus, Pseudomonas, dan Escherichia coli. Pada anak-anak infeksi tulang sering kali timbul

sebagai komplikasi dari infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis),

telinga (otitis media) dan kulit (impetigo). Bakterinya ( staphylococcus aureus, streptococcus,

haemophylus influenza) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat

lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Akibat perkembangbiakan

bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang terbatas ini akan terasa nyeri

dan nyeri tekan. Mikroorganisme yang menginfeksi tulang akan membentuk koloni pada

tulang perivaskular, menimbulkan edema, infiltrasi seluler dan akumulasi produk-produk

inflamasi yang akan merusak trabekula tulang dan hilangnya matriks dan mineral tulang.

(Lukman, Nurna Ningsih, 2009).

D. Klasifikasi

Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :

1. Osteomyelitis Primer : uman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka.

2. Osteomyelitis Sekunder : Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah

dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria

furunkel).

Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :

1. Steomyelitis akut

o Nyeri daerah lesi

o Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional

o Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka

o Pembengkakan lokal

o Kemerahan

o Suhu raba hangat

o Gangguan fungsi

4

Page 5: muskuloskeletal (1)

o Lab: anemia, leukositosis

2. Osteomyelitis kronis

o Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri

o Gejala-gejala umum tidak ada

o Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur

o Lab: LED meningkat

Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering:

o Staphylococcus (orang dewasa)

o Streplococcus (anak-anak)

o Pneumococcus dan Gonococcus.(Brunner & Suddart,2000)

5

Page 6: muskuloskeletal (1)

E. Patofisiologi

6

Faktor predisposisi: usia, virulensi kuman, riwayat trauma, nutrisi, dan lokasi infeksi

Infasi mikroorganisme dari tempat lain yang beredar melalui sirkulasi darah

Fraktur terbuka

Masuk ke juksta epifisis tulang panjang

Kerusakan pembuluh darah dan adanya port de entree

Infasi kuman ke tulang dan sendi

osteomielitis

fagositosis

Proses inflamasi: hiperemia, pembengkakan, gangguan fungsi, pembentukan pus, dan kerusakan integritas jaringan

Proses inflamasi secara umum

Demam, malaise, penurunan nafsu makan, penurunan kemampuan

tonus otot

Keterbatasan pergerakan

Penurunan kemampuan pergerakan

Hambatan mobilitas

fisik

Peningkatan tekanan jaringan

tulang dan medula

Iskemia dan nekrosis tulang

Pembentukan abses tulang

Pembentukan pus, nekrosis jaringan

Penyebaran infeksi ke

organ penting

Komplikasi infeksi

septikemia

Risiko tinggi trauma

Defisit perawatan

diri

Kerusakan lempeng epifisis

Kurang terpajan

pengetahuan dan

informasiGangguan pertumbuhan

Risiko osteomielitis

kronisPrognosis penyakit

Ketidakefektifan koping individu

Ansietas

Defisiensi pengetahuan dan informasi

nyeriInvoluctum (pertumbuhan

tulang baru) pengeluaran pus

dari lukaDeformitas, bau dari

adanya lukaGangguan citra diri

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Kelemahan fisik

Tirah baring lama, penekanan lokalKerusakan integritas kulit

Page 7: muskuloskeletal (1)

F. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit,

dapat berkembang secara progresif atau cepat.

a.    Fase akut

Fase sejak infeksi sampai 10-15 hari. Panas makin tinggi, terasa nyeri tulang dekat

sendi, terkadang tidak dapat menggerakan anggota tubuh.

b.    Fase kronik

Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus

yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri,

inflamasi, dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat terjadi pada jaringan

parut akibat kurangnya asupan darah.

Berikut juga ada beberapa tanda dan gejala dari osteomielitis berdasarkan cara

penyebarannya :

1.    Infeksi dibawa oleh darah

      Biasanya awitannya mendadak.

      Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam

tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).

2.    Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang

      Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.

3.    Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi

langsung

      Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.

4.    Osteomyelitis kronik

      Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami

periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.

(Brunner & Suddart,2000)

G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

7

Page 8: muskuloskeletal (1)

a.      Evaluasi Diagnostik

Pada Osteomielitis akut: pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan

pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi

ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.

Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan

darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur

darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.

Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum,

sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang

dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah

sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini

dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat.

b.      Pemeriksaan penunjang

1.      Pemeriksaan darah

Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan

darah.

2.      Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus

Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan

uji sensitivitas.

3.      Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh

bakteri Salmonella.

4.      Pemeriksaan Biopsi tulang.

5.      Pemeriksaan ultra sound

Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

6.      Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,

setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

c.       Pemeriksaan tambahan

1.   Bone scan: dapat dilakukan pada minggu pertama

2.   MRI: jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka

kemungkinan besar adalah osteomielitis. (Brunner & Suddart,2000)

H. Asuhan Keperawatan Dengan pasien Osteomilitis

8

Page 9: muskuloskeletal (1)

1. Identitas Klien

Berisi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk,

No. MR, dll.

2. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya klien datang kerumah sakit dengan keluhan awitan gejala akut

(misalnya : nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya

pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien biasanya perrnah mengalami penyakit yang hampir sama dengan

sekarang, atau penyakit lain yang berhubungan tulang, seperti trauma tulang, infeksi

tulang, fraktur terbuka, atau pembedahan tulang, dll.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah keluarga klien memiliki penyakit keturunan, namun biasanya

tidak ada penyakit Osteomielitis yang diturunkan.

b. Pengkajian dengan Pendekatan 11 fungsional Gordon

1) Persepsi dan Manajemen Kesehatan

Klien biasanya  tidak mengerti bahwa penyakit yang ia diderita adalah

penyakit yang berbahaya. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien memandang

penyakit yang dideritanya, apakah klien tau apa penyebab penyakitnya sekarang.

2) Nutrisi – Metabolik

Biasanya pada pasien mengalami penurunan nafsu makan karena demam yang

ia diderita.

3) Eliminasi

Biasanya pasien mengalami gangguan dalam eliminasi karena pasien

mengalami penurunan nafsu makan akibat demam.

4) Aktivitas – Latihan

Biasaya pada pasien Osteomietis mengalami penurunan aktivitas karena rasa

nyeri yang ia rasakan.

5) Istirahat – Tidur

Pasien biasanya diduga akan mengalami susah tidur karena rasa nyeri yang ia

rasakan pada tulangnya.

9

Page 10: muskuloskeletal (1)

6) Kognitif – Persepsi

Biasanya klien tidak mengalami gangguan dengan kognitif dan persepsinya.

7) Persepsi Diri – Konsep Diri

Biasanya pasien memiliki perilaku menarik diri, mengingkari, depresi,

ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata

kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.

8) Peran – Hubungan

Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya.

Serta adanya tekanan yang datang dari lingkungannya. Dan klien juga tidak dapat

melakukan perannya dengan baik.

9) Seksual – Reproduksi

Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam masalah seksual.

10) Koping – Toleransi Stress

Biasanya pasien mengalami stress ysng berat karena kondisinya saat itu.

11) Nilai Kepercayaan

Pola keyakinan perlu dikaji oleh perawat terhadap klien agar kebutuhan

spiritual klien data dipenuhi selama proses perawatan klien di RS. Kaji apakah ada

pantangan agama dalam proses pengobatan klien. Klien biasanya mengalami

gangguan dalam beribadah karena nyeri yang ia rasakan.

3. Asuhan Keperawatan ( NANDA, NOC, NIC )

No NANDA NOC NIC

1 Nyeri b.d

inflamasi

dan

pembeng

kakan

Kontrol nyeri

Pantau TTV

Menilai gejala dari nyeri

Mengurangi nyeri dengan non

analgesik

Memantau lamanya nyeri

Tingkatan nyeri

Manajemen nyeri

Lakukan penilaian

nyeri secara

komprehensif

Kaji ketidaknyamanan

secara non verbal

Evaluasi pengalaman

pasien / keluarga

terhadap nyeri

Tentukan tingkat

10

Page 11: muskuloskeletal (1)

Frekuensi nyeri

Panjang episode nyeri

Ekspresi wajah saat nyeri

Perubahan frekuensi pernafasan,

nadi, TD

kebutuhan pasien yang

dapat memberikan

kenyamanan pada

pasien

Pemberian analgesik

Cek riwayat alergi

obat

Tentukan analgesik

yang cocok

Monitor TTV

 Beri perawatan

yang dibutuhkan

2 Ganggua

n

mobilisas

i fisik b.d

nyeri,

alat

imobilisa

si dan

keterbata

san

menahan

beban

berat

badan

Kinerja mekanik tubuh

Menggunakan postur diri yang benar

Menggunakan posisi duduk yang

benar

Menggunakan cara berbaring yang

benar

Menentukan kekuatan otot

Menentukan fleksibilitas sendi

Mempertahankan kekuatan otot

perilaku pencegahan jatuh

menempatkan penyekat untuk

mencegah jatuh

menggunakan matras karet

menggunakan alas kaki karet di

kamar mandi / shower

menyediakan asisten untuk bergerak

prosedur pemindahan

menyediakan cahaya yang cukup

promosi mekanik

tubuh

menentukan komitmen

pasien untuk belajar

dan menggunakan

postur yg benar

berkolaborasi dengan

terapis fisik untuk

pembentukan rencana

promosi mekanik

tubuh.

Tunjukkan cara

menggeser berat

badan dari satu kaki

ke kaki lain sambil

berdiri

Monitor perbaikan

postur pasien / body

mekanik

Memberikan informasi

tentang penyebab

yang mungkin dari

11

Page 12: muskuloskeletal (1)

posisi otot atau nyeri

sendi

Anjurkan pasien /

keluarga tentang

frekuensi dan jumlah

pengulangan untuk

setiap latihan

pencegahan jatuh

Mengidentifikasi

karakter dari

lingkungan yg

mungkin

meningkatkan potensi

jatuh

Menyarankan utk

merubah gaya berjalan

pd pasien

Mengajari pasien

untuk meminimalkan

resiko jatuh

Menggunakan teknik

yang tepat untuk

memindahakan pasien

dari /menuju kursi

roda, tempat, tidur,

toilet

Menempatkan tempat

tidur mekanik pada

posisi terendah

3 Resiko

terhadap

perluasa

setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 24 jam,

maka klien diharapkan :

pantau respons pasien

terhadap terapi

antibiotika

12

Page 13: muskuloskeletal (1)

n infeksi

b.d

pembent

ukan

abses

tulang

penyembuhan luka sesuai waktu

yang dicatat dan tidak terjadinya

infeksi yang berkelanjutan.

Kriteria hasil :

Penyembuhan luka sesuai waktu

yang dicatat, bebas drainase purulen

dan demam dan juga tidak terjadinya

infeksi yang berkepanjangan

lakukan observasi

tempat pemasangan

infus adanya bukti

flebitis atau infiltrasi

Inspeksi kulit atau

adanya iritasi atau

adanya kontinuitas

Kaji sisi kulit

perhatikan keluhan

peningkatan nyeri atau

rasa terbakar atau

adanya edema atau

eritema atau drainase

atau bau tidak sedap

Berikan perawatan

luka

Observasi luka untuk

pembentukan bula,

perubahan warna kulit

kecoklatan bau

drainase yang tidak

enak atau asam

Kaji tonus otot, reflek

tendon

Selidiki nyeri tiba-tiba

atau keterbatasan

gerakan dengan edema

lokal atau enterna

ekstermitas cedera

Kolaborasi :

Lakukan pemeriksaan

lab sesuai indikasi

dokter

Berikan obat atau

13

Page 14: muskuloskeletal (1)

antibiotik sesuai

indikasi

4 Ansietas

b.d

Kurang

pengetah

uan

tentang

program

pengobat

an

Tujuan / Hasil Pasien  :

Mendemonstrasikan hilangnya

ansietas dan memberikan informasi

tentang proses penyakit, program

pengobatan

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah relaks

Cemas dan rasa takut hilang atau

berkurang

Jelaskan tujuan

pengobatan pada

pasien

Kaji patologi masalah

individu.

Kaji ulang tanda /

gejala yang

memerlukan evaluasi

medik cepat,contoh

nyeri dada tiba-tiba,

dispnea, distres

pernapasan lanjut.

Kaji ulang praktik

kesehatan yang baik,

istirahat.

Kolaborasi :

Gunakan obat sedatif

sesuai dengan anjuran

4. Evaluasi

1. Proses ( sumatif )

Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan kualitas tindakan evaluasi

dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan.

2. Hasil ( formatif )

Fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan

keperawatan. Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi:

1. Klien mengalami peredaan nyeri

1) Klien melaporkan berkurangnya nyeri

2) Klien tidak lagi mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi

14

Page 15: muskuloskeletal (1)

3) Klien tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak

2. Klien mengalami peningkatan mobilitas fisik

1) Klien berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri

2) Klien mampu memperrtahankan fungsi penuh ekstremitas ysng sehat

3) Klien mampu memperlihatkan penggunaan alat imobolisasi dan alat bantu dengan

aman

3. Klien tidak mengalami penyebaran infeksi

1) Memakai antibiotika sesuai resep

2) Suhu badan normal

3) Tiadanya pembengkakan

4) Tiadanya pus

5) Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal

6) Biarkan darah negatif

4. Klien memenuhi rencana terapeutik

1) Memakai antibiotika sesuai resep

2) Melindungi tulang yang lemah

3) Memperlihatkan perawatan luka yang benar

4) Melaporkan bila ada masalah segera

5) Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D

6) Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut

7) Melaporkan peningkatan kekuatan

8) Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri, pembengkakan,

atau gejala lain di tempat tersebut

15

Page 16: muskuloskeletal (1)

OSTEOPOROSIS

A. Defenisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah

atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas

jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).

Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di

Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa

tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan

tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).

Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah

kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan

dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang

merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang

(Junaidi, 2007).

Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan

mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun

2001,  National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis

sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength

sehingga tulang mudah patah  ( Sudoyo, 2009 ).

B. Klasifikasi

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

a. Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan

peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur

vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering

terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

b. Osteoporosis Sekunder

      Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang.

16

Page 17: muskuloskeletal (1)

C. Etiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:

1. Determinan Massa Tulang

a. Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa

orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang

kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia

bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam

Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.

b. Faktor mekanis

      Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.

Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan

mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons

terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot

besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau

pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya

terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun

tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu

yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian

belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa

lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.

c. Faktor makanan dan hormon

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan

mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh

genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di

atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan

massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan

sesuai dengan kemampuan genetiknya.

17

Page 18: muskuloskeletal (1)

2. Determinan penurunan Massa Tulang

a. Faktor genetik

      Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko

fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada

ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu

mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den

besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses

penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka

individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu

yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.

b. Faktor mekanis

      Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan

massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti

bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi  hormonal.

Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena

massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan

menurun dengan bertambahnya   usia.

c. Kalsium

        Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan

massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post

menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada

masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak,

akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang

masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan

kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada

hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam

tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan

terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang

bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah

pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.

d. Protein

      Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan

massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino

yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.

18

Page 19: muskuloskeletal (1)

Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.

Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi

ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran

kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan

akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang

negative.

e. Estrogen.

      Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan

terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena

menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya

konservasi kalsium di ginjal.

f. Rokok dan kopi

      Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan

penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.

Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui,

akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.

g. Alkohol

      Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu 

dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai

dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui

dengan pasti . ( Doengoes, E.M. 2002)

Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:

1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen

(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan

kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia

antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon

estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus 

berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa

tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertamasetelah menopause.

2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium

yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan

hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast).

Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini

biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih

19

Page 20: muskuloskeletal (1)

sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca

menopause.

3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder

yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa

disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,

paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat,

anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang

berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.

4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang

penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda

yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang

normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

20

Page 21: muskuloskeletal (1)

D. Patofisiologi

21

Usia Lanjut

Fungsi tubuh menurun

Peningkatan Penghancuran tulang oleh osteoklas dan penurunan pembentukan tulang oleh osteoblas

Tubuh akan menganbil kalsium dari tulang

Wanita pascamenopaus

e

Pemberian steroid

Kehilangan kalsium didalam darah

Merangsang osteoklas bekerja

Hormon tiroid dan paratiroid

yang berlebihan

Kehilangan jaringan tulang

Kalsium menurun

Absorpsi kalsium menurun, Ekskresi kalsium diurin meningkatMenghambat

kerja osteoblas

Penurunan hormon estrogen

Resorpsi tulang oleh osteoklas meningkat

Tulang panggul

Tulang patah

Proses pengkroposan berlanjut

Tidak ditangani

OSTEOPOROSIS

Perubahan bentuk tubuh

Nyeriimmobilisasi

Tulang belakangPembedahan

Gg. immobilisasi

Gg. Rasa nyaman: nyeri

Gg. Citra tubuh

Page 22: muskuloskeletal (1)

E. Manifestasi Klinis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

1.      Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.

2.      Nyeri timbul mendadak.

3.      Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.

4.      Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.

5.      Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan

aktivitas.

6.      Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan. ( Doengoes, E.M.

2002).

F. Komplikasi

Fraktur tulang sering terjadi dan merupakan komplikasi serius dari

osteoporosis, seperti vertebra, leher femur dan radius distal.

Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah

patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi

vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter,

dan fraktur colles pada pergelangan. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur

kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet tangan. .

( Doengoes, E.M. 2002)

G. Pemeriksaan Diagnostik

- Laboratorium : kadar kalsium, fosfor dan alkali serum, kadar hormone paratiroid

- Pencitraan : rontgen, ct scan

- Prosedur diagnostic : biopsi tulang

Pemeriksaan lain : absorpsiometri foton tunggal atau ganda (pengukuran massa

tulang). ( Doengoes, E.M. 2002)

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis

1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan

pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolic

2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi

tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

22

Page 23: muskuloskeletal (1)

Penatalaksanaan keperawatan

1. Membantu klien mengatasi nyeri.

2. Membantu klien dalam mobilitas.

3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.

4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera

I. Pencegahan

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini

bertujuan:

1.      Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal

2.      Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:

a.       Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)

b.      Latihan teratur setiap hari

c.       Hindari :

1.      Makanan tinggi protein

2.      Minum alkohol

3.      Merokok

4.      Minum kopi

5.      Minum antasida yang mengandung aluminium. . ( Doengoes, E.M. 2002)

J. Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. Anamnesis

• Riwayat kesehatan.

Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.

Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain

yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada

trauma minimal, imobilisasilama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya

paparan sinar matahari, kurang asupankalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan

yang diminum dalam jangka panjang, alkohol danmerokok merupakan factor risiko

osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalahppenyakit ginjal,

saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia

23

Page 24: muskuloskeletal (1)

menarkedan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang

menderita osteoporosisjuga perlu dipertanyakan.

• Pengkajian psikososial.

Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada

kliendengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena

perubahan yang tampak atauketerbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi

dan lain-lain. Perubahan seksual dapatterjadi karena harga diri rendah atau tidak

nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang

sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut padapasien.

• Pola aktivitas sehari-hari.

Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,pengisian

waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan

yangterjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah

agility, staminamenurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan

memanipulasi ketrampilan motorikhalus) menurun.Adapun data subyektif dan

obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :

• Data subyektif :

- Klien mengeluh nyeri tulang belakang

- Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun

- Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak

dan keterbatasangerak

- Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun

- Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh

- Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya

- Klien mengatakan buang air besar susah dan keras

• Data obyektif :

- tulang belakang bungkuk

- terdapat penurunan tinggi badan

- klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

- terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular

- klien tampak gelisah

- klien tampak meringis

-

24

Page 25: muskuloskeletal (1)

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain,

bladder, bowel dan bone)untuk megkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga

dada, apakah pasien pusing,berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan

nyeri punggung yang disertai pembatasangerak dan apakah ada penurunan tinggi

badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.

Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :

1. Nyer akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien

mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,

terdapat fraktur traumatic pada verrtebra, klien tampak meringis.

2. Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal

(kifosis), nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh

kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina

menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.

3. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan

tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang

belakan terlihat bungkuk.

4. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien

mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien

mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun seerta terdapat trauma

traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.

5. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang

disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan

membatasi pergaulan dan dampak menggunakan penyangga tulang belakang

(spinal brace).

6. Gangguan eleminasi alvi b/d kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai

dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.

7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi b/d kurang

informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengerti

tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.

25

Page 26: muskuloskeletal (1)

Rencana Intervensi Keperawatan :

1. Nyeri akut b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan klien mengeluh

nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur

traumatic pada verrtebra, klien tampak meringis.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan

kriteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan

istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.

- Intervensi : evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan

karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). perhatikan petunjuk nyeri nonverbal

(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)

Rasional : mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi

- Intervensi : ajarkan klien tentang alternativ lain untuk mengatasi dan mengurangi

nyerinya

Rasional : alternativ lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat,

mengatur posisi untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang

cedera

- Intervensi : dorong menggunakan teknik manejemen stres contohnya relaksasi

progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan traupetik

Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat

meningkatkan kemampuan koping dalam manejemen nyeri yang munkin menetap

untuk periode lebih lama

- Intervensi : kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi

Rasional : diberikan untuk menurunkan nyeri

2. Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis),

nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak

cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat

penurunan tinggi badan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan

mobilitas fisik dengan kiteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik,

26

Page 27: muskuloskeletal (1)

berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan

aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri

- Intervensi : kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada

Rasional : sebagai dasar untuk memberikan alternativ dan latihan gerak yang

sesuai dengan kemampuannya

- Intervensi : rencana tentang pemberisn progrsm lstihsn, ajarkan klien tentang

aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan

Rasional : latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi

darah

- Intervensi : berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri secara

bertahap jika dapat ditoleransi. berikan bantuan sesuai kebutuhan

Rasional : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-

tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian

dalam melakukan aktivitas

3. Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh

ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakan

terlihat bungkuk.

Tujuan : cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil klien tidak jatuh dan tidak

mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang menakibatkan fraktur

- Intervensi : ciptakan lingkungan yang bebas dari bahay misalnya tempatkan klien

pada tempat tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada

ruangan yang mudah untuk diobservasi

Rasional : menciptakan lingkungan yng aman mengurangi risiko terjadinya

kecelakaan

- Intervensi : ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik tangga

dan mengangkat beban berat

Rasional : pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi

vertebra pada klien osteoporosis

- Intervensi : observasi efek samping obat-obatan yang digunakan

27

Page 28: muskuloskeletal (1)

Rasional : obat-obatan seperti diuretik, fenotiazin dapat menyebabkan pusing,

mengantuk dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh

4. Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien

mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien

mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun seerta terdapat trauma traumatic

pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien

terpenuhi dengan kriteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan

puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam

perawatan yang diberikan

- Intervensi : kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan

Rasional : untuk mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan

perawatan diri secara mandiri

- Intervensi : beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah

pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang

tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang

Rasional : peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehngga dapat

melakukan perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya

- Intervensi : rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu

bagian aktivitas sebelum beralih ketingkatan lebih lanjut

Rasional : bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga

perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri

5. Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang

disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi

pergaulan dan dampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan

adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan kriteria hasil klien

mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga

diri negativ, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif

28

Page 29: muskuloskeletal (1)

- Intervensi : dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai

bagaiman klien merasakan, memikirkan dan memandang dirinya

Rasional : ekspresi emosi membantu klien mulai menerima kenyataan

- Intervensi : hindari kritik negative

Rasional: kritik negatif akan membuat klien merasa semakin rendah diri

- Intervensi : kaji derajat dukungan yang ada untuk klien

Rasional : dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu

proses adaptasi

6. Gangguan eleminasi alvi b/d kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai

dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.

Tujuan : setelah diberikan tindaka keperawatan diharapkan eliminasi klien tidak

terganggu dengan kriteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eliminasi feses,

klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari

- Intervensi : auskultasi bising usus

Rasional : hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus

- Intervensi: observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau

berkurang

Rasional : hilangnya peristaltik (karena gangguan saraf) melumpuhkan usus,

membuat distensi ileus dan usus

- Intervensi : catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses

Rrasional : mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan yang

diperlukan

- Intervensi : laakukan latihan defekasi secara teratur

Rasional : program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin

- Intervensi : anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan

cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari buah

Rasional : meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan

mudah

29

Page 30: muskuloskeletal (1)

7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi b/d kurang

informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengerti tentang

penyakitnya, klien tampak gelisah.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang

penyakit osteoporosis dan program terapi dengan kriterian hasil klien mampu

menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang

diberikan, klien tampak tenang

- Intervensi : kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang

Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan

berdasarkan informasi

- Intervensi : ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya osteoporosis

Rasional : informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentnag

penyakitnya

- Intervensi : berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan

obat

Rasional : suplemen kalsium sering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi

abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk

mengurangi terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan

yang memadai untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal

Evaluasi :

- Nyeri berkurang

- Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik

- Tidak terjadi cedera

- Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri

- Status psikologis yang seimbang

- Menunjukkan pengosongan usus yang normal

- Terpenuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi

30

Page 31: muskuloskeletal (1)

OSTEOARTRITIS

A. Defenisi

Osteoartritis adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai dengan pengkroposan

kartilago artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagi penyangga tulang dibawahnya akan

mengalami iritasi, yang menyebabkan degenarsi sendi ( Corwin, dkk, ).

Osteoartritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang

lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri, deformitas,

pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang

menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang

berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya

(Mansjoer, 2000).

B. Klasifikasi

Berdasarkan osteoartritis dapat dibagi menjadi dua yaitu OA primer dan OA

sekunder.

1. Osteoartritis primer

OA primer atau biasa disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang

pasti(belum diketahui) dan tidak juga disebabkan oleh penyakit sistemik maupun

proses perubahan lokal pada sendi.

2. Osteoartritis sekunder

Osteoartritis sekunder disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin,

metabolik, pertumbuhan, faktor keturunan(herediter), dan imobilisasi yang terlalu

lama.

C. Etiologi

Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:

a. Usia lebih dari 40 tahun, karena pembentukan kondroitin sulfat yang sudah

menurun.

b. Jenis kelamin, osteoartritis sering ditemui pada wanita pasca menopause sedangkan

sekunder ditemui banyak pada laki-laki.

31

Page 32: muskuloskeletal (1)

c. Suku bangsa

d. Genetik

e. Kegemukan den penyakit metabolik

f. Cedera sendi, trauma,

g. Kelainan pertumbuhan

h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000).

D. Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,

dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi

mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru

pada bagian tepi sendi.

Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang

menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis

mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga

kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses

degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah

berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut

hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan

penuaaan.

Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita,

predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau

tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta

metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized

osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan.

Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar

sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa.

Gangguan ini mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia,

asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris.

Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita.

Meskipun keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan

ketidaksejajaran sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha,

32

Page 33: muskuloskeletal (1)

namun obesitas dapat memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara

mekanis,obesitas dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan

generasi kartilago. Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan

osteoarthritis. Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium

yang dapat menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur

terhadap dampak beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada

kartilago artikuler yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang

tersebut lebih rentan terhadap cidera.

Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan

juga turut terlibat.Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum

dan robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.

Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang

merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress

biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya

polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga

mengakibatkan kerusakan tulang rawan.Sendi yang paling sering terkena adalah sendi

yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna

vertebralis.Sendi interfalanga distal dan proksimasi.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.

Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan

ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut.

Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-

peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan

penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang

bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau

adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang

rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan

rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi

atau nodulus( Soeparman ,1995).

33

Page 34: muskuloskeletal (1)

Pathway Osteoatritis

34

Penebalan tulang sendi

Perubahan fungsi sendi

Pemecahan kondrosit

Gangguan citra tubuhMK :

Kerusakan mobilitas

fisikmobilitas

Deformitas sendi

kontraktur

Faktor predisposisi : Proses penuaan, trauma, (intrinsic dan ekstrinsik ),obesitas

Mk : kurang perawatan diri.

-Gangguatan mobilitas fisik

Perubahan komponen

sendi

Penurunan kekuatan

Kerusakan matrik kartilago

Pengeluaran enzim lisosom

Faktor Resiko : Usia, Jenis kelamin

Pecahnya polisakarida protein

Membentuk matriks disekeliling kondrosit

Kerusakan tulang rawan

Mk : Risiko cidera

Hipertrofi

Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses

inflamasi

Mk : Gangguan Rasa Nyaman

Page 35: muskuloskeletal (1)

35

Page 36: muskuloskeletal (1)

E. Manifestasi klinis

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut

adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah

dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu

terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini

dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya

bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa

digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah

gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ) ( Soeroso, 2006 ).

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang

cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari( Soeroso, 2006 ).

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini

umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan

adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.

Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak

tertentu ( Soeroso, 2006 ).

e. Pembesaran sendi ( deformitas )

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).

f. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang

biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk

permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).

36

Page 37: muskuloskeletal (1)

g. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,

rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena

adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada

perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut

(Soeroso, 2006 ).

h. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan

ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.

Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan

terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

F. Pemeriksaan penunjang 

1) Xray

Xray untuk mengetahui sejauh mana sendi mengalami kerusakan. Xray dapat

memperlihatkan rusaknya tulang, penyempitan rongga sendi, pembentukan

osteofit(tonjolan-tonjolan kecil pada tulang), perubahan bentuk sendi, dan

destruksi tulang.

2) Analisa cairan engsel 

Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian

diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.

3) Pemeriksaan artroskopi dapat memperlihatkan destruksi tulang rawan.

4) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Magnetic resonance imaging dapat memberikan gambar-gambar seperti

jaringandalam tubuh dengan resolusi yang tinggi. MRI jika diduga ada penyakit

dalam jaringan tubuh.

5) Tes lain

Dokter akan melakukan tes darah diantaranya laju endap darah dan tes darah

lainnya untuk mengetahui penyebab lain dari gejala yang timbul.

6) Foto Rontgent

menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan

rongga sendi.

37

Page 38: muskuloskeletal (1)

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :

a. Terapi non Farmakologi

1) Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat

mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar

penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai

(Soeroso, 2006). Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi

memiliki manfaat sebesar 59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang

et al., 2007).

2) Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini

dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih

pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006). Hasil penelitian yang

telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar 67% untuk

terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).

3) Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh

karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk

melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, 2006).

b. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul,

memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis

dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).

Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi

penggunaan NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan NSAIDs

memiliki efek samping GI sebanyak 29,9% (Rahme et al., 2002). Untuk mengobati

rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2

dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko

toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap

38

Page 39: muskuloskeletal (1)

menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk

mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah dengan cara .

1) Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat–obatan yang dapat menjaga atau

merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat–obatan yang termasuk

dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,

glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).

a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat kerja

enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada manusia.

b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki viskositas

cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam hialuronat berperan

penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan

proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini dapat mengurangi inflamasi pada

sinovium, menghambat angiogenesis dan kemotaksis sel-sel inflamasi.

c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam

degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat

pada kultur tulang rawan sendi manusia.

d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan sendi.

Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks ekstraseluler yang terdiri dari

kolagen dan proteoglikan. Matriks ini membentuk struktur yang utuh sehingga

mampu menahan beban tubuh. Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi

kerusakan tulang rawan sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau

berkurangnya proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3 mekanisme utama,

yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan serta

anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat efek oksigen

reaktif.

e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Dalam penelitian ternyata

bermanfaat dalam terapi OA.

39

Page 40: muskuloskeletal (1)

H. Asuhan keperawatan

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala:

a. Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi,

kekakuan pada pagi hari.

b.Keletihan

c. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan

otot.

2. Kardiovaskuler

Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun.

Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian

kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.

3. Integritas Ego

a. Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, factor-faktor hubungan.

b. Keputusasaan dan ketidak berdayaan.

c. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan

pada orang lain.

4. Makanan Atau Cairan

a. Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat :

mual.

b. Anoreksia

c. Kesulitan untuk mengunyah

d. Kekeringan pada membran mukosa

5. Higiene

a. Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada

orang lain.

6. Neurosensori

Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan

Tanda: Pembengkakan sendi

40

Page 41: muskuloskeletal (1)

7. Nyeri / Kenyamanan

a. Fase akut dari nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan

lunak pada sendi).

b. Terasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).

8. Keamanan

a. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga

b. Kekeringan pada mata dan membran mukosa

c. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus

d. Lesi kulit, ulkas kaki

e. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga

f. Demam ringan menetap

g. Kekeringan pada mata dan membran mukosa

9. Interaksi Sosial

Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi

10. Penyuluhan/Pembelajaran

a. Riwayat rematik pada keluarga

b. Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian

c. Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi

cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.

Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol

Intervensi :

41

Page 42: muskuloskeletal (1)

1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang

mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.R/ Membantu dalam menentukan

kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program.

2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai

kebutuhan. R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan

kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen

tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.

3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.

Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.R/ Pada penyakit berat, tirah baring

mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.

4. Pantau penggunaan bantal.

5. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur,

sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.R/ Mencegah

terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi.Menstabilkan sendi, mengurangi

gerakan/rasa sakit pada sendi.

6. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun.

Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali

sehari.Pantau suhu air kompres, air mandi.R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan

mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.Sensitifitas pada

panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.

7. Pantau suhu kompres.

8. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot.

9. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil

salisilat R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta

dalam terapi.

10. Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan

terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas.

11. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.

42

Page 43: muskuloskeletal (1)

12. Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

13. Bantu klien dengan terapi fisik.

Diagnosa 2 :Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan,

penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.

Intervensi :

1. Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi

2. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. R/ Untuk mencegah kelelahan

dan mempertahankan kekuatan

3. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur malam

hari tidak terganggu.

4. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan isometric jika

memungkinkan.

5. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin. R/ Meningkatkan fungsi sendi,

kekuatan otot dan stamina umum.

6. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan. R/

Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.

7. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. R/

Menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.

8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid. R/ Untuk menekan inflamasi sistemik

akut.

9. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.

Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas fisik.

Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.

43

Page 44: muskuloskeletal (1)

Intervensi :

1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi

potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur,

usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil

2. Memantau regimen medikasi.

3. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam

lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan

perhatiannya ketimbang mengagetkannya. Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi

resiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan

memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan agitasi, mengagetkan

pasien akan meningkatkan ansietas.

Diagnosa 4 : Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan

auskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara mandiri.

Intervensi :

1. Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan.

2. Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial

perubahan yang sekarang diantisipasi.

3. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. R/ Mendukung

kemandirian fisik/emosional.

4. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi

lingkungan. R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga

diri.

5. Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan

toilet, kursi roda. R/ Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara

mandiri.

6. Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.

44

Page 45: muskuloskeletal (1)

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Ostemyelitis adalah suatu penyakit infeksi yang terjadi pada tulang. Infeksi yang

mengenai tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi yang terjadi pada jaringan lunak

karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan

jaringan dan pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati atau involukrum.

Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak-anak. Pada umumnya kasus ini banyak

terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1, karena pada anak

laki-laki lebih cepat mengalami pertumbuhan tulang dibanding perempuan. Namun demikian

seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomielitis seperti pasien yang memiliki

nutrisi buruk, lansia, kegemukan atau obesitas.

Berbeda dengan osteomyelitis, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu

penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai

gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat

menimbulkan kerapuhan tulang.

Sedangkan Osteoartritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri,

deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar

yang menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang

berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya.

B. Saran

Bagi masyarakat: Agar dapat menjaga kesehatn diri dengan menerapkan pola hidup

sehat sejak dini.

Bagi mahasiswa: sebaiknya mengetahui apa-apa saja yang menjadi penyebab penyakit

osteomyelitis, osteoporosis, dan osteoartritis agar dalam sosialisasinya mahasiswa

dapat memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang penyakit osteomyelitis,

osteoporosis, dan osteoartritis serta cara pencegahan dan penanggulangan penyakit

tersebut.

45

Page 46: muskuloskeletal (1)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2001.  Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes, E.M. 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC

Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC

Harrison. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Iowa outcome project. 2000. Nursing Outcomes Classification ( NOC ). 2nd ed. Mosby. Inc

Muttaqin, Arif. 2008. Askep Gangguan Muskuloskletal. Jakarta: EGC

Prince, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.

Jakarta: EGC

Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Andry

Hartono, dkk. Jakarta: EGC

Soeparman. 1995. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua. Jakarta. Balai Penerbit: FKUI

Chairuddin,R.2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : IKAPI

46