78

Musk Ulu Skeletal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Musk Ulu Skeletal
Page 2: Musk Ulu Skeletal

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk tugas Keperawatan Gerontik semester

VII. Selain untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik, tujuan penyusunan makalah

ini untuk memaparkan materi tentang asuhan keperawatan kelompok lansia mobilitas.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mengalami kesulitan terutama

disebabkan oleh kurangnya sumber acuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai

pihak, akhirnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan walaupun masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, sepantasnya penyusun mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Lilik Ma’rifatul Azizah selaku dosen pengajar serta semua pihak yang telah

membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari, sebagai mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa

dan masih perlu banyak belajar dan kurangnya pemahaman konsep dalam penyusunan

menyebabkan makalah ini yang jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun

sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi

lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

Harapan penyusun, mudah-mudahan makalah yang sederhana ini benar-benar

memaparkan asuhan keperawatan kelompok lansia mobilitas. Sehingga makalah ini

bermanfaat bagi pembaca ataupun rekan-rekan semuanya.

Mojokerto, 20 Nopember 2011

Penyusun

Page 3: Musk Ulu Skeletal

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL …............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Mobilitas…................................................................ 3

2.2 Proses Penuaan pada Sistem Muskuloskeletal................................... 6

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masalah Mobilitas.................... 8

2.4 Masalah Mobilitas pada Lansia………............................................. 12

2.5 Perubahan Akibat Masalah Mobilitas................................................ 14

2.6 Penatalaksanaan…………................................................................. 17

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK PADA LANSIA

3.1 PENGKAJIAN................................................................................ 20

3.2 Analisa Data…................................................................................... 34

3.3 Prioritas Masalah…………………………………………………… 35

3.4 Rencana Keperawatan…………………………………………….. 36

3.5 Planning of Action (POA)………………………………………… 38

BAB IV TERAPI MODALITAS KELOMPOK

4.1 Tujuan............................................................................................. 45

4.2 Waktu…......................................................................................... 45

4.3 Setting……...................................................................................... 45

4.4 Media……....................................................................................... 45

4.5 Metode…........................................................................................ 45

Page 4: Musk Ulu Skeletal

4.6 Langkah-Langkah Kegiatan…........................................................ 46

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan….................................................................................. 48

5.2 Saran................................................................................................ 48

Page 5: Musk Ulu Skeletal

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu

prose salami yang ditentukan oleh Allah. Semua orang akan mengalami proses menjadi

tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimana masa ini

seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan social secara bertahap.

Kemunduran seperti itulah yang dinamakan proses penuaan (aging proses). Aging

proses adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita. Penuaan tidak dapat

dihindari, berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan

menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan

mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.

Salah satu perubahan akibat dari proses penuaan adalah perubahan fisik pada

lansia, yaitu mobilitas lansia. Mobilitas dan aktivitas adalah hal yang vital bagi

kesehatan total lansia sehingga perawat harus banyak memiliki pengetahuan dalam

pengkajian dan intervensi muskuloskeletal. Perawat memainkan dua peranan penting.

Pertama, mempraktikkan promosi kesehatan jauh sebelum usia 65 tahun dapat menunda

dan memperkecil efek degenerative dari penuaan. Penyakit muskuloskeletal bukan

merupakan suatu konsekuensi penuaan yang tidak dapat dihindari dan karenanya harus

dianggap suatu proses penyakit spesifik, tidak hanya akibat dari penuaan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka penyusun dapat

merumuskan sebagai berikut :

1.2.1. Apakah konsep dasar mobilitas?

1.2.2. Bagaimanakah proses penuaan pada sistem muskuloskeletal?

1.2.3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mobilitas?

1.2.4. Apa sajakah masalah mobilitas pada lansia?

1.2.5. Bagaimanakah perubahan akibat masalah mobilitas?

Page 6: Musk Ulu Skeletal

1.2.6. Bagaimanakah penatalaksanaannya?

1.2.7. Bagaimanakah asuhan keperawatan kelompok pada lansia yang mengalami

masalah mobilitas?

1.2.8. Bagaimanakah terapi modalitas kelompom yang diberika pada kelompok lansia

tersebut?

1.3. TUJUAN PENULISAN

1.3.1. Memaparkan mengenai konsep dasara mobilitas.

1.3.2. Menjelaskan mengenai proses penuaan pada sistem muskuloskeletal.

1.3.3. Memaparkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi masalah mobilitas.

1.3.4. Memaparkan mengenai masalah mobilitas pada lansia.

1.3.5. Menjelaskan mengenai perubahan akibat masalah mobilitas.

1.3.6. Menjelaskan mengenai penatalaksanaa masalah mobilitas lansia.

1.3.7. Menjelaskan mengenai asuhan keperawatan kelompok pada lansia yang

mengalami masalah mobilitas?

1.3.8. Menjelaskan mengenai terapi modalitas kelompom yang diberika pada

kelompok lansia.

1.4. MANFAAT PENULISAN

Manfaat secara teoritis yang diperoleh dari makalah ini yaitu untuk mengembangkan

teori keperawatan yang berhubungan dengan mobilitas pada lansia dan asuhan

keperawatan kelompok pada lansia yang mempunyai masalah mobilitas.

Sedangkan manfaat secara praktis yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu :

1.4.1. Bagi mahasiswa keperawatan khusunya perawat mengerti tentang mobilitas pada

lansia dan asuhan keperawatan kelompok pada lansia yang mempunyai masalah

mobilitas.

1.4.2. Bagi pembaca agar bisa memahami tantang mobilitas pada lansia dan asuhan

keperawatan kelompok pada lansia yang mempunyai masalah mobilitas serta

dapat memberikan pemahaman tentang hal ini kepada orang lain.

Page 7: Musk Ulu Skeletal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP DASAR MOBILITAS

2.1.1. Definisi

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian

bagi seseorang. Walaupun jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia.

Mobilitas adalah pusat untuk berpartisipasi dalam dan menikmati kehidupan.

Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan

fisik semua lansia (Stanley, 2006).

2.1.2. Sifat Masalah

Mobilitas bukan merupakan sesuatu yang absolute dan statis dalam

menentukan kemampuan untuk berjalan; tetapi mobilitas optimal merupakan

sesuatu yang individualistis, relative, dan dinamis yang bergantung pada interaksi

antara faktor-faktor lingkungan dan social, efektif, dan fungsi baik.

2.1.3. Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

1. Otot Skeletal

Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot

berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.

Ada dua tipe kontraksi otot:

a. Kontraksi Isotonik

Kontraksi otot yang berlawanan atau isotonik berguna untuk

mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah

panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan

memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada

saat berada ditemapat tidur, dengan tungkai menggantung disisi tempat

tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik

suatu obyek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih

baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.

Page 8: Musk Ulu Skeletal

b. Kontraksi Isometrik

Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah

panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan

untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri

(misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal, dan gluteal) dan untuk

memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa

penyakit kardiovaskular. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara

bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot. Gerakan

volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.

Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun

pemakaian energi meningkat. Otot merefleksikan kepribadian dan suasana

hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan

otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung

dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot

yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot

yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya

kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot

mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya

aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus

otot menjadi berkurang.

2. Skeletal

adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,

pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam

pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan

kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

3. Sendi

adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

a. Sendi Sinostotik

mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak

ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.

Page 9: Musk Ulu Skeletal

b. Sendi Kartilaginous/Sinkondrodial

memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago

untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang

yang mengalami penekanan yang konstan.

Contoh: kostosternal antara sternum dan iga.

c. Sendi Fribrosa/Sindesmodial

adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen

atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan,

dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas.

Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula)

d. Sendi Sinovial

Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat

digerakkan secara bebas di mana permukaan tulang yang berdekatan

dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh

membran sinovial.

Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel

seperti sendi interfalang pada jari.

4. Ligamen

Adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel

mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan

kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki

fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan

ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat

punggung bergerak.

5. Tendon

Adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang

menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak

elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya

tendon akhiles/kalkaneus.

Page 10: Musk Ulu Skeletal

6. Kartilago

Adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,

terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.

7. Sistem Saraf

Mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,

beradadi konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

8. Propriosepsi

Adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu

dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh

secara berkesinambungan. Misalnya: proprioseptor pada telapak kaki

berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.

Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.

Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai

memutuskan untuk mengubah posisi.

2.2. PROSES PENUAAN PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

Perubahan normal musculoskeletal terkait pada usia lansia termasuk penurunan

tinggi badan, retribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang,

atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekauan sendi-sendi.

Perubahan pada tulang, otot, dan sendi mengakibatkan terjadinya perubahan penampilan,

kelemahan, dan lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan.

2.2.1. Sistem Skeletal

Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh mengalami

penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam

kontur tubuh dan memperdalam cekungan di cekungan sekitar kelopak mata,

aksila, bahu, dan tulang rusuk. Tonjolan yulang 9vertebra, Krista iliaka, tulang

rusuk, scapula) menjadi lebih menonjol.

Jenis tulang termasuk jenis tulang kortikal dan trabekular, dan masing-

masing mempunyai suatu peran structural yang berbeda. Daerah yang memiliki

dampak besar akibat tekanan yang terjadi dari berbagai arah mengandung pola

tulang trabekular.

Page 11: Musk Ulu Skeletal

Fungsi utama tulang kortikal adalah sebagai pelindung terhadap beban

gerakan rotasi dan lengkungan. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk

mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali

kalsium untuk membentuk tulang baru dikenl sebagai remodeling (pembentukan

kembali). Proses remodeling ini terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia.

Kecepatan basorbsi tidak berubah dengan penambahan usia. Kcepatan formasi

tulang baru mengalami perlambatan seiring dengan penambahan usia, yang

menyebabkan hilangnya massa total tulang pada lansia.

2.2.2. Sistem Muskular

Kekuatan muscular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, engan suatu

kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan

penurunan penggunaan system neuromuscular adalah penyebab utama untuk

kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah

serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan jaringan tubuh. Regenerasi

jaringan otot melambat dengan penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan

oleh jaringan fibrosa.

Perlambatan, pergerakan yang kurang aktif dihubungkan dengan

perpanjangan waktu kontaksi otot, periode laten, dan periode relaksasi dari unit

motor dalam jaringan otot. Sendi-sendi seperti pinggul, lutut, siku, pergelangan

tangan, leher, dan vertebra menjadi sedikit fleksi pada usia lanjut. Peningkatan

fleksi disebabkan oleh perubahan dalam kolumna vertebralis, ankilosis

(kekakuan) ligament dan sendi, penyusutan dan sklerosis tendon dan otot, dan

perubahan degenerative sistem ekstrapiramida.

2.2.3. Sendi

Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi

pada sendi-sendi yang menahan berat, dan pembentukan tulang di permukaan

sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada

jaringan penyambung meningkat secara progesif yang jika tidak dipakai lagi,

mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan

deformitas.

Page 12: Musk Ulu Skeletal

Tabel 2.1 Perubahan normal sistem muskuloskeletal pada penuaan

Perubahan Normal Terkait Usia Implikasi Klinis

Penurunan tinggi badan progesif yang

diebabkan oleh penyempitan diskus

intervertebra

Postur tubuh bungkuk dengan

penampilan barrel-chest

Kekauan rangka tulang dada pada keadaan

mengembang

Peningkatan resiko jatuh

Penurunan produksi tulang kortikal dan

trabekular

Peningkatan risiko fraktur

Penurunan massa otot dengan kehilangan

lemak subkutan

Kontur tubuh yang tajam

Pengkajian status hidrasi sulit

Penurunan kekuatan otot

Waktu untuk kontaksi dan relaksasi muscular

memanjang

Perlambatan waktu untuk

bereaksi

Kekuatan ligament dan sendi Peningkatan risiko cidera

2.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASALAH MOBILITAS

Penyebab imobilitas bermacam-macam. Pada kenyataannya terdapat benyak

penyebab imobilitas yang unik pada orang-orang yang diimobilisasi. Semua kondisi

penyakit dan rehabilitasi melibatkan beberapa derajat imobilitas. Berbagai ancaman dari

imobilitas fisik dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan internal dan

eksternal atau dengan kompetensi dan sumber-sumber internal dan eksternal klien.

2.3.1. Faktor Internal

1. Penurunan Fungsi Muskuloskeletal

a. Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cidera)

b. Tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalasia)

c. Sendi (arthritis dan tumor)

d. Kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)

2. Perubahan Fungsi Neurologis

a. Infeksi (ensefalitis)

b. Tumor

c. Trauma

d. Obat-obatan

e. Penyakit vascular (stroke)

Page 13: Musk Ulu Skeletal

f. Penyakit demielinasi (sklerosis multiple)

g. Penyakit degenaratif (penyakit Parkinson)

h. Terpajan produk racun (karbon monoksida)

i. Gangguan metabolik (hipoglikemia)

j. Gangguan nutrisi

3. Nyeri

Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.

4. Defisit Perseptual

Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.

5. Berkurangnya Kemampuan Kognitif

Gangguan proses kognitif, seperti dimensia berat.

6. Jatuh

a. Efek fisik (cidera atau fraktur)

b. Efek psikologis sindrom setelah jatuh

7. Perubahan Hubungan Sosial

a. Faktor-faktor actual (kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau

teman-teman)

b. Faktor-faktor persepsi (perubahan pola piker seperti depresi)

8. Aspek Psikologis

a. Ketidakberdayaan dalam belajar

b. Depresi

9. Faktor Eksternal

Banyak factor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut

termasuk progam terapetik, karakteristik tempat tinggal dan staf, system

pemberian asuhan keperawatan, hambatan-hambatan, dan kebijakan-kebijakan

institusional.

a. Progam Terapetik

Progam penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap

kualitas dan kuantitas pergerakan. Contoh progam pembatasan meliputi

factor-faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrein. Faktor-

faktor mekanis mencegah atau menghambat pergerakan tubuh atau bagian

tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi)

atau alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan

intravena, penghisapan gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen. Agen

farmasetik seperti sedatif, analgesik, tranquilizer, dan anastesi yang

Page 14: Musk Ulu Skeletal

digunakan untuk mengubah tingkat kesadaran pasien dapat mengurangi

pergerakan atau menghilangkannya secara keseluruhan.

Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan

penyakit dan sekuela cidera. Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat

dapat menurunkan kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban

kerja jantung. Selain itu, istirahat memberikan kesempatan pada system

muskuloskeletal untuk relaksai, menghilangkan nyeri, mencegah iritasi

yang berlebihan dari jaringan yang cidera, dan meminimalkan efek

gravitasi. Tirah baring dapat juga merupakan akibat dari faktor-faktor

fisiologis atau psikologis lain, seperti hipoksia dan depresi. Secara

fisiologis, suplai oksigen yang tidak adekuat mengganggu pemeliharaan

fungsi sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara psikologis, depresi

menurunkan energi yang tersedia.

Restrein fisik dan pengaman tempat tidur biasanya digunakan pada

lansia yang diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara langsung

terhadap imobilitas dengan membatasi pergerakan di tempat tidur dan

secara tidak langsung terhadap peningkatan risiko cedera dari jatuh ketika

seseorang berusaha untuk memperoleh kebebasan dan mobilitasnya.

b. Karakteristik Penghuni Institusi

Tingkat mobilitas dan pola perilaku dari kelompok teman sebaya

klien dapat memengaruhi pola mobilitas dan perilakunya. Dalam suatu

studi tentang status mobilitas pada penghuni panti jompo, mereka yang

dapat berjalan dianjurkan untuk menggunakan kursi roda karena anggapan

para staf untuk penghuni yang pasif, pembentukan contoh dari penghuni

yang lain, kurangnya jumlah staf, dan lingkungan dengan lantai yang licin

dan koridor yang berantakan. Penguatan dan disabilitas yang berlebihan

adalah akibatnya.

c. Karakteristik Staf

Tiga karakteristik dari staf keperawatan yang memengaruhi pola

mobilitas adalah pengetahuan, komitmen, dan jumlah. Pengetahuan dan

pemahaman tentang konsekuensi fisiologis dari imobilitas dan tindakan-

tindakan keperawatan untuk mencegah atau melawan pengaruh imobilitas

sangat penting untuk mengimplementasikan perawatan untuk

memaksimalkan mobilitas. Jumlah anggota staf yang adekuat dengan suatu

Page 15: Musk Ulu Skeletal

komitmen untuk menolong lansia mempertahankan kemandiriannya harus

tersedia untuk mencegah komplikasi imobilitas.

d. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan

Jenis sistem pemberian asuhan keperawatan yang digunakan didalam

institusi dapat memengaruhi status mobilitas penghuninya. Alokasi praktik

fungsional atau tugas telah menunjukkan dapat meningkatkan

ketergantungan dan komplikasi dari imobilitas. Ketika perawatan dibagi

menjadi tugas-tugas, keutuhan dan interaksi klien akan terabaikan.

e. Hambatan-Hambatan

Hambatan fisik dan arsitektur dapat mengganggu mobilitas.

Hambatan fisik termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk

mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat bantu mobilitas tidak

adekuat, lantai yang licin, dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki

(misalnya sandal rumah daripada sepatu yang bertali). Sering kali,

rancangan arsitektur rumah sakit atau panti jompo tidak memfasilitasi atau

memotifasi klien untuk aktif dan terap dapat bergerak. Rancangan rumah

sakit berdasarkan kecukupan tempat tidur, dengan ruangan kecil, jika ada,

digunakan untuk aktifitas seperti ruangan atau aula untuk latihan. Koridor

mungkin terlalu

f. Kebijakan-Kebijakan Institusi

Faktor lingkungan lain yang penting untuk lansia adalah kebijakan-

kebijakan dan prosedur-prosedur institusi.

2.4. MASALAH MOBILITAS PADA LANSIA

2.4.1. Gangguan Mobilitas Fisik (Imobilitas)

1. Definisi

Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah suatu keadaan

keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami

seseorang (Carrol, 1988).

Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang

dari mobilitas optimal. Diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik,

potensial sindrom disuse, dan intoleran aktivitas memberikan definisi imobilitas

yang lebih luas (Stanley, 2006).

Page 16: Musk Ulu Skeletal

2. Batasan Karakteristik

a. Ketidakmampaun untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,

termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi.

b. Keengganan untuk melakukan pergerakan

c. Keterbatasan rentang gerak

d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau massa otot

e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan

medis

f. Gangguan koordinasi

3. Faktor-Faktor yang Berhubungan

a. Berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder

b. Berhubungan dengan alat eksternal

c. Berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahan untuk ambulasi

d. Berhubungan dengan keletihan, penurunan motivasi, nyeri

e. Berhubungan dengan ketangkasan motorik atau kelemahan otot

2.4.2. Potensial Sindrom Disuse

1. Definisi

Suatu kedaan seseorang yang berisiko untuk mengalami kerusakan sistem

tubuh sebagai akibat dariketidakaktivan musculoskeletal yang dianjurkan oleh

dokter atau yang tidak dapat dihindarkan (Carrol, 1988).

2. Faktor-Faktor Risiko

a. Paralis

b. Imobilisasi mekanis

c. Imobilisasi yang dianjurkan oleh dokter

d. Nyeri berat

e. Perubahan tingkat kesadaran

2.4.3. Intoleransi Aktivitas

1. Definisi

Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis

pada seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang

dibutuhkan atau diinginkan (Carrol, 1988).

Page 17: Musk Ulu Skeletal

2. Batasan Karakteristik

a. Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan

b. Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas

c. Rasa tidak nyaman atau dispnea setelah beraktivitas

d. Perubahan elektrokardiologis yang menunjukkan adanya disritmia atau

iskemia

3. Faktor-Faktor yang Berhubungan

a. Tirah baring dan imobilitas

b. Kelemahan secara umum

c. Gaya hidup yang kurang gerak

d. Penurunan kekuatan dan kelenturan otot

e. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan

2.4.4. Defisit Perawatan Diri

1. Definisi

Kedaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau

fungsi kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan

masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri (Lynda Juall, 2006).

2. Batasan Karakteristik

a. Kurang kemampuan untuk makan sendiri

b. Kurang kemampuan untuk mand sendiri

c. Kurang kemampuan mengenakan pakaian sendiri

d. Kurang kemampuan untuk ke kamar mandi

e. Kurang perawatan diri instrumental

3. Faktor yang Berhubungan

a. Berhubungan dengan kelemahan otot

b. Berhubungan dengan atrofi otot

c. Berhubungan dengan penurunan kemampuan motorik

d. Berhubungan dengan kontraktur otot

Page 18: Musk Ulu Skeletal

2.5. PERUBAHAN AKIBAT MASALAH MOBILITAS

2.5.1. Perubahan Sistem Respiratori

Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan

pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya

sekresi dan kolaps alveolus distal karena udara yang diabsorbsi, sehingga

menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat

terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia

hipostatik, keduanya sama-sama menurunkan oksigenasi, memperlama

penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien (Long et al, 1993).

Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya penurunan

sebanding kemampuan klien untuk batuk produktif. Sehingga penyebaran mucus

dalam bronkus meningkat, terutama pada klien dalam posisi terlentang, telungkup,

atau lateral. Mukus menumpuk di region yang dependen di saluran pernapasan.

Karena mukus merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri,

maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.

2.5.2. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan

utama, yaitu:

1. Hipotensi Ortostatik

Adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolic 10

mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri.

Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan

darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor

tersebut mengakibatkan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan

curah jantung yang terlihat pada penurunan tekanan darah (McCance and

Huethert, 1994).

2. Peningkatan Beban Kerja Jantung

Jika beban kerja jantung meningkat maka konsumsi oksigen juga

meningkat. Oleh karena itu, jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien

selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi meningkat maka curah

jantung menurun, penurunan efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan

beban kerja.

Page 19: Musk Ulu Skeletal

3. Pembentukan Trombus

Klien juga berisiko terjadi pembentukan trombus. Trombus adalah

akumulasi trobosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen sel-sel

darah yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang

menutup lumen pembuluh darah.

Ada tiga faktor yang menyebabkan pembentukan thrombus, antara lain:

a. Hilangnya integritas dinding pembuluh darah (misalnya atherosclerosis)

b. Kelainan aliran darah (misalnya aliran darah vena yang lambat akibat tirah

baring dan imobilisasi).

c. Perubahan unsur-unsur darah (misalnya perubahan dalam faktor pembekuan

darah atau peningkatan aktivitas trombosit) (McCance and Huethert, 1994).

2.5.3. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan

mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui

kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan stabilitas. Pengaruh lain

dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan

metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.

1. Pengaruh Otot

Akibat pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh, yang membentuk

sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu

mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun

akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot

tidak dilatih, maka akan terjadi penururnan massa otot yang berlanjut.

2. Pengaruh Skelet

Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet: gangguan

metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat pada

resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi

osteoporosis (Holm, 1989). Apabila osteoporosis terjadi maka klien berisiko

terjadi fraktur patologis. Imobilisasi dan aktivitas yang tidak menyangga tubuh

meningkatan kecepatan resorpsi tulang. Resorpsi tulang juga menyebabkan

kalsium terlepas ke dalam darah, sehingga mengakibatkan terjdai

hiperkalsemia.

Page 20: Musk Ulu Skeletal

3. Kontraktur Sendi

Adalah kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksi

dan terfiksasi. Hal ini disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan pemendekan

serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan

rentang gerak dengan penuh. Kontraktur sering menjadikan sendi pada posisi

yang tidak berfungsi (Lehmkuhl et al, 1990).

2.5.4. Perubahan Sistem Integumen

Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia jaringan. Jaringan yang tertekan,

darah membelok, dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten

pada kulit dan struktur di bawah kulit, sehingga respirasi seluler terganggu, dan sel

menjadi mati (Ebersole dan Hess, 1994). Dekubitus adalah salah satu penyakit

iatrogenic paling umum dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap

populasi klien khusus lansia dan imobilisasi (Alterescu, 1992).

2.5.5. Perubahan Eliminasi Urine

Eliminasi urin klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus,

urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung

kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal

dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urin

harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi

peristaltic ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal

menjadi terisi sebelum urin masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine

dan meningkatkan resiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.

2.6. PENATALAKSANAAN

2.6.1. Prinsip penatalaksanaan imobilisasi adalah:

1. Mengurangi nyeri

2. Memelihara dan meningkatkan lingkup gerak sendi

3. Memilihara dan meningkatkan kekuatan otot

4. Memilihara dan meningkatkan kemampuan berjalan dan stabilitas

5. Menilai kebutuhan untuk alat bantu,misalnya kursi roda,tongkat ketiak dan

lain-lain

Page 21: Musk Ulu Skeletal

6. Menembalikan,memelihara dan meningkatkan kemampuan untuk ketidak

ketergantungan

7. Mempertahakannkan dan meningkatkan AKS (Aktifitas Kehidupan Sehari -

hari)

8. Meningkatkan keterampilan

9. Meningkatkan pemanfatan waktu senggang

2.6.2. Pencegahan Primer

Untuk imobilitas dan intoleran aktivitas, pencegahan primer merupakan proses

yang berlangsung sepanjang kehidupan dan episodik.

1. Diet

Kebiasaan makan yang dilakukan sepanjang hidup mempengaruhi

maturitas massa tulang. Nutrisi yang seimbang dengan asupan kalsium dan

vitamin D yang adekuat sangat penting untuk mempertahankan struktur dan

integritas tulang pada semua usia. Kemampuan saluran gastrointestinal lansia

untuk mengabsorbsi dan menggunakan diet kalsium menunjukkan suatu

kemunduran yang jellas. Oleh karena itu, rekomendasi terbaru untuk asupan

kalsium bagi lansia adalah antara 1000 sampai 1500 mg/hari. Saran untuk

meningkatkan asupan kalsium dalam diet harus kreatif dan sederhana.

Perawat perlu memberikan perhatian khusus terhadap diet lansia yang tinggal

di rumah dan hidup sendiri, karena sebagian besar dari mereka berisiko

mengalami defisiensi diet dan akan perlu untuk mencari sumber daya

keluarga dan komunitas.

2. Latihan Fisik

Perawat dapat member dampak yang berarti pada kualitas hidup dan

disabilitas yangberhubungan dengan penyakit kronis dan sistem

musculoskeletal dengan cara member dorongan dan mengajarkan suatu

progam dan latihan yang efektif dan aman. Olahraga telah terbukti dapat

menunda perubahan fisiologis yang biasanya terjadi pada proses penuaan

muskuloskeletal: Penurunan kekuatan dan fleksibilitas, peningkatan

kerentanan terhadap cidera, peningkatan lemak tubuh, penurunan kelenturan

struktur sendi, dan osteoporosis. Olahraga dapat melindungi lansia dari jatuh

dan terutama terhadap efek yang merusak akibat fraktur tulang pinggul.

Terlambat memulai jauh lebih baik dari pada tidak memulai sama sekali.

Page 22: Musk Ulu Skeletal

3. Mengatasi Mobilitas pada Lansia yang Tinggal di Panti

Selain memberikan perawatan berkesinambungan, perawat dapat

bertindak sebagai penolong dalam pencegahan komplikasi lebih lanjut ketika

merawat lansia yang lemah dan sakit. Imobilitas merupakan salah satu

masalah yang paling sering terjadi di antara lansia, yang dapat mendorong kea

rah konsekuensi fisiologis dan psikologis yang serius. Perawat perlu

mengidentifikasi dan memasukkan hal-hal yang secara fisik dan structural

akan membatasi mobilitas ke dalam pendidikan kesehatan yang akan

diberikan termasuk: lantai yang licin, tidak ada alat bantu fisik, dan restrein

fisik dan kimia.

4. Pengembangan Progam Latihan

Progam latihan yang sukse sangat individual, diseimbangkan, dan

mengalami peningkatan. Progam tersebut disusun untuk memberikan

kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur

dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai, yang dapat memberikan

efek latihan.

2.6.3. Pencegahan Sekunder

1. Pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal

a. Pengondisian progam latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan

isotonik

b. Aktivitas penguatan dan aerobik

c. Nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang.

2. Pemeliharaan fleksibilitas sendi yang terlibat dalam latihan rentang gerak,

posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.

3. Pemeliharaan ventilasi yang normal

Hiperinflasi dan mobiliasi serta menghilangkan sekresi.

4. Pemeliharaan sirkulasi yang adekuat

a. Tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler

(termasuk mengubah posisi dalam hubungannya dengan gravitasi)

b. Stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai

c. Asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume

darah

Page 23: Musk Ulu Skeletal

5. Pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung pada

dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk

memfasilitasi eliminasi.

2.6.4. Pencegahan Tersier

Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan

upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi

okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas social, dan keluarga serta teman-teman.

Tujuan rehabilitasi medik antara lain:

1. Mengurangi nyeri

2. Memelihara dan meningkatkan lingkup gerak sendi

3. Memilihara dan meningkatkan kekuatan otot

4. Memilihara dan meningkatkan kemampuan berjalan dan stabilitas

5. Menilai kebutuhan untuk alat bantu,misalnya kursi roda,tongkat ketiak dan

lain-lain

6. Menembalikan,memelihara dan meningkatkan kemampuan untuk ketidak

ketergantungan

7. Mempertahakannkan dan meningkatkan AKS (Aktifitas Kehidupan Sehari -

hari)

8. Meningkatkan keterampilan

9. Meningkatkan pemanfatan waktu senggang

Page 24: Musk Ulu Skeletal

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK PADA LANSIA

GAMBARAN KASUS

1. Ny. Ashanti berusia 65 tahun, ia mengatakan jarang melakukan aktivitas di panti karena

sendi lututnya sakit ketika digunakan untuk berjalan.

2. Ny. Krisdayanti berusia 70 tahun, ia sehari-harinya menggunakan kursi roda karena

penyakit stroke yang dideritanya.

3. Ny. Syahrini berusia 60 tahun, ia mengatakan tidak bisa pindah dari satu tempat ke

tempat yang lain, misalnya dari tempat tidur ke kursi tanpa bantuan petugas.

4. Ny. Rebeca berusia 68 tahun, ia mengatakan jarang beraktivitas, malas bergerak, merasa

lemah tidak memiliki kekuatan, dan saat berjalan menggunakan tongkat.

5. Ny. Debora berusia 72 tahun, ia mengatakan tubuhnya lemah, jarang aktivitas,

persendiannya sakit jika digunakan untuk bergerak. Mengalami kelemahan otot.

3.1. PENGKAJIAN

3.1.1. Dimensi Lingkungan

1. Gambaran Lokasi Tempat Target Group

Lokasi asrama Tulip berada di belakang kantor, bersebelahan dengan taman dan

asrama Anggrek, dengan 5 x 7 m2.

2. Kondisi Lingkungan yang dapat Membahayakan (Polusi, Pertukaran Cuaca,

Risiko Penyakit)

a. Di asrama Tulip lantainya datar terbuat dari keramik tetapi meskipun begitu

lantainya tidak licin, jadi tidak berbahaya bagi lansia yang tinggal di asrama.

b. Ventilasi di Asrama Tulip cukup tetapi kurang dimanfaatkan oleh

penghuninya, ditandai oleh banyaknya jendela kamar yamg tidak dibuka

sehingga udara di dalam ruangan menjadi pengap.

c. Penghuni asrama Tulip tidak ada yang mempunyai riayat penyakit menular.

Page 25: Musk Ulu Skeletal

3. Kondisi Panti

a. Asrama Tulip terdiri dari 5 kamar yang masing- masing kamar terdiri dari 1

orang, terdapat 2 kamar mandi dan 2 WC, sebuah ruang menonton tv.

b. Penataan perabot baik.

c. Kebersihan lantai baik, tidak ada kotoran yang berserakan dilantai.

4. Kondisi Jalan

Jalan di asrama Tulip terbuat dari paving.

5. Sanitasi Lingkungan

a. Kebersihan asrama Tulip terjaga karena setiap 2 kali sehari di sapu dan 2

hari sekali di pel.

b. Pencahayaan kamar cukup, tiap kamar terdapat 2 ventilasi berupa jendela

kaca yang pasang gorden.

c. Air minum tersedia dalam galon dan air rebus.

d. Penyediaan air bersih (MCK) menggunakan air sumur.

e. Pengelolaan jamban bersama, jenis jamban leher angsa.

f. Sarana pengelolaan limbah lancar.

g. Pengelolaan sampah dibakar

6. Fasilitas Umum

a. Sarana hiburan terdapat 1 buah TV dan DVD yang biasanya digunakan

untuk mendengarkan musik bersama-sama.

b. Sarana ibadah

terdapat mushola yang digunakan untuk sholat berjamaah dan pengajian.

c. Terdapat ruang kunjungan yang berada di samping asrama.

d. Sarana olahraga

terdapat halaman yang digunakan untuk senam pagi.

Page 26: Musk Ulu Skeletal

3.1.2. Dimensi Fisiologis

Nama

Dimensi Fisiologis

KeluhanUsia

(tah

un)

Jenis

Kela

min

Suku TTVTingkat

Tumbang

Masalah Kesehatan

Utama

Yankes yang

dibutuhkan

Sikap

Terhadap

kesehatan

dan yankes

Jamin

an

Pemel

iharaa

n

keseh

atan

Ashanti 65 P Jawa TD:140/90

mmHg

N:80 x/mnt

S:36,5 C

RR:20x/mnt

Kx berstatus

janda, tidak

pernah

mengompol,

dapat

mengontrol

BAK dan

BAB

Sakit pada sendi

lutut saat digunakan

untuk berjalan

Penglihatan sudah

kabur

Kx sulit untuk tidur

siang, dan saat

malam harinya

sering terbangun

Senam

kebugaran

lansia

Jika kx

merasakan

ada keluhan

pada dirinya,

kx segera

memeriksak

an diri ke

klinik.

JPS Intoleran

aktivitas

Krisdaya

nti

70 P Jawa TD:170/110

mmHg

N:90x/mnt

S:36,7C

Kx berstatus

janda, dapat

mengontrol

BAK dan

Kx menderita

penyakit stroke, dan

kini kx

menggunakan alat

Latihan

ROM

Sering

kontrol

kesehatanny

a karena kx

JPS Imobilitas

Page 27: Musk Ulu Skeletal

RR:28x/mnt BAB

Kx merasa

nyaman

dengan

keadaan panti

Kx

mengatakan

selama

sebulan

terakhir hanya

dijenguk 2 kali

saja

bantu kursi roda

Untuk melakukan

ADL biasanya

masih

membutuhkan

bantuan petugas

mengalami

penyakit

stroke.

Syahrini 60 P Jawa TD:130/90

mmHg

N:84x/mnt

S:36,2C

RR:20x/mnt

Kx adalah

seorang janda,

kx

mengatakan

tidak betah

tinggal di

panti, namun

demikian kx

rajin

mengikuti

kegiatan

Tidak bisa

berpindah dari satu

tempat ke tempat

yang lain tanpa

bantuan petugas,

misalnya berpindah

dari tempat tidur ke

kursi.

Latihan

ROM

Kx jarang

memeriksak

an

kesehatanny

a di klinik

panti.

JPS Imobilitas

Page 28: Musk Ulu Skeletal

keagamaan.

Kx bisa

mengontrol

BAK dan

BAB

Rebeca 68 P Jawa TD:140/80

mmHg

N:88x/mnt

S:36,5C

RR:24x/mnt

Kx seorang

janda dan

tidak

mempunyai

anak dari

pernikahannya

.

Sejak awal

masuk panti

hingga saat ini

kx belum

pernah ada

yang

menjenguk.

Merasa lemah,

sehingga jarang

melakukan

aktivitas.

Menggunakan alat

bantu berupa

tongkat.

Memiliki bentuk

tubuh yang

membungkuk.

Senam

kebugaran

lansia

Kx biasanya

meminta

obat pada

perawat jika

merasakan

ada keluhan.

JPS Intoleran

aktivitas

Debora 72 P Jawa TD:150/90

mmHg

N:90x/mnt

S:37C

Kx

mengatakan

sering

mengompol

Jarang beraktivitas

karena mengalami

kelemahan otot.

Senam

kebugaran

lansia

Kx senang

dengan

adanya

klinik di

JPS Intolera

naktivit

as

Page 29: Musk Ulu Skeletal

RR:20x/mnt Klien

dikunjungi

keluarganya

setiap minggu

panti karena

kx bisa

bercerita

masalah

kesehatanny

a.

Page 30: Musk Ulu Skeletal

Keterangan :

1. Usia

Usia pertengahan (middle age/45-59 tahun) = 0 orang (0%)

Lanjut usia (elderly/60-74 tahun) =5 orang (100%)

Lanjut usia tua (old/75-90 tahun) = 0 orang (0%)

Usia sangat tua (very old/90 tahun) = 0 orang (0%)

2. Jenis Kelamin

100% perempuan

3. Suku

100% suku jawa

4. Tingkat Tumbuh Kembang/Maturasi Kelompok

100% tidak ada masalah

5. Masalah Kesehatan yang Lazim

Immobilita = 2 orang (40%)

Intoleransi = 3 orang (60%)

6. Pelayanan kesehatan yang Dibutuhkan

100% membutuhkan pelayanan kesehatan

7. Sikap Terhadap Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

100% mendukung kesehatan dan pelayanan kesehatan

8. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

100% JPS

Page 31: Musk Ulu Skeletal

3.1.3. Dimensi Psiko-sosial

Nama

Dimensi Psiko-sosial

Konsep diri

kelompok

Keterampil

an koping

Insiden dan

prevalensi

masalah

psikologis

Stresor

psikologis di

panti

Dukungan

dengan

keluarga

Hubungan

dengan

keluarga

Hubungan

dengan

orang lain

Status sosial

ekonomi

Pendidi

kan

Kegiatan

lansia

Ashanti Kx berinteraksi

dengan baik

dengan

penghuni panti

yang lain

Menceritak

an apa yang

dirasakan

pada

penghuni

panti yang

lain.

Kx

mengatakan

tidak pernah

bertengkar

dengan

penghuni

panti lain.

Kx

mengatakan

tidak ada

masalah yang

berarti di

panti.

Kx

mengatakan

masih ada

keluarga yang

menjengukny

a.

Baik Kx

mengatakan

semua

penghuni

panti baik

pada

dirinya.

Kx

mengatakan

sebelum

masuk

panti, kx

biasanya

bekerja

sebagai

petani.

Tidak

lulus SD

Mengikuti

pengajian

rutin yang

diadakan

panti setiap

hari jum’at

Krisdaya

nti

Meskipun

menggunakan

alat bantu kursi

roda, tetapi kx

bisa

berinteraksi

dengan baik

Bercerita

tentang

masalah

yang

dialami

pada

penghunu

Kx

mengatakan

pernah

bertengkar

dengan

penghuni

lain

Tidak suka

dengan sikap

salah seorang

penghuni

panti, hal ini

terkadang

membuatnya

Kx

mengatakan

masih ada

keluarganya

yang

menjengukny

a meskipun

Kurang

begitu baik

Kx

mengatakan

selalu

berusaha

menjaga

hubungan

baik pada

pedagang Lulus

SD

Setiap

harinya

suka

merajut di

kamar

Page 32: Musk Ulu Skeletal

dengan

penghuni panti

yang lain

di sebelah

kamarnya

meskipun itu

tidak sering,

karena

masalah

sepele.

tidak betah

untuk tinggal

di panti.

itu tidak

sering.

semua

penghuni

panti

Syahrini Kx jarang

berkumpul

dengan

penghuni panti

yang lain

karena kx

kesulitan

dalam

berpindah

tempat. Kx

juga merasa

tidak betah

tinggal di

panti.

Selalu

beribadah

dan berdo’a

sesuai

dengan

kemampuan

nya

Kx

mengatakan

tidak pernah

punya

masalah

dengan

penghuni

lain maupun

dengan

petugas panti

Kx

mengatakan

kesulitan

untuk

berpindah,

dan ini

membuatnya

tidak bisa

melakukan

aktivitas

apapun secara

mandiri.

Kx

mengatakan

jarang

mendapat

kunjungan

dari

keluarganya.

Baik Kx

mengatakan

semua

penghuni

panti baik

pada

dirinya.

Pembantu

rumah

tangga

Tidak

sekolah

Biasanya

kx

membaca

al-qur’an di

dalam

kamarnya

Rebeca Kx merasa

sudah nyaman

tinggal di

panti, kx sering

Sholat dan

beristighfar

jika ada

masalah

Kx

mengatakan

pernah

bertengkar

Kx

mengatakan

benci sekali

jika ada

Kx

mengatakan

tidak pernah

dijenguk oleh

Tidak baik Kx

mengatakan

ada

penghuni

Pembantu

rumah

tangga

Tidak

sekolah

Mengikuti

pengajian

Page 33: Musk Ulu Skeletal

ngobrol-

ngobrol

dengan

penghuni panti

yang lain.

dengan salah

satu

penghuni

panti di

asrama tulip

penghuni

panti yang

cerewet

kepadanya.

keluarganya,

suaminya

sudah

meninggal

dan kx tidak

mempunyai

anak dari

pernikahanny

a. Sedangkan

keluarga yang

lain tidak mau

mengurus kx.

panti yang

tidak

menyukainy

a.

Deborah Meskipun

sering

menyendiri

tapi kx

mengatakan

betah tinggal di

panti.

Biasanya

berdiam

diri saat ada

masalah.

Kx

mengatakan

tidak pernah

bertengkar

dengan

penghuni

panti lain.

- Kx

mengatakan

dikunjungi

keluarganya

satu minggu

sekali.

baik Kx

mengataka

n kurang

begitu

mengenal

penghuni

panti lain

karena kx

sering

menyendir

i dikamar.

Tidak

bekerja

Lulus

SD

Mengikuti

pengajian

rutin

biasanya

juga

menjahit.

Page 34: Musk Ulu Skeletal

Keterangan Dimensi Psiko-sosial

1. Konsep Diri Kelompok

100% penghuni asrama adalah janda, mempunyai harapan dan yidak mempunyai

masalah.

2. Keterampilan Koping Individu

Adaptif = 4 orang (80%)

Mal adaptif (menyendiri) = 1 orang (20%)

3. Insiden dan Prevalensi Masalah Psikologis

Ada pengalaman buruk (bertengkar dengan penghuni lain) = 2 orang (40%)

Tidak mempunyai pengalaman buruk = 3 orang (60%)

4. Stressor Psikologis di Panti

Ada stressor = 3 orang (60%)

Tidak ada stressor = 2 orang (40%)

Sikap Komunitas terhadap Target Group

Baik = 5 orang (100%)

5. Status Sosial Ekonomi

Bekerja = 4 orang (80%)

Tdak bekerja = 1orang (20%)

6. Pendidikan

Tidak sekolah = 2 orang (40%)

Sekolah SD = 3 orang (60%)

7. Kegiatan Lansia

Pengajian = 3 orang (60%)

Merajut = 1 orang (20%)

Menjahit = 1 orang (20%)

Mengaji dikamar = 1 orang (20%)

Page 35: Musk Ulu Skeletal

3.1.4. Dimensi Perilaku

Page 36: Musk Ulu Skeletal

Nama

Dimensi Perilaku

Pola Nutrisi Merokok Gerak Badan Aktivitas rekreasi Tidur

Perlindunga

n khusus

yang

digunakan

Ashanti Makan :

Kx mengatakan, jika

makannya menghabiskan ½

porsi makanan. Kx makan

3x sehari.

Minum :

Air putih 4 gelas dan teh

hangat 1 gelas/hari.

Tidak

merokok

Kx mengatakan bisa

membantu menyapu,

mengikuti pengajian

Menonton televisi

Melakukan kegiatan

keagamaan

Berkumpul dengan

penghuni lain

Kx mengatakan sulit

tidur, dan sering

terbangun saat malam

hari

Malam : 22.30-04.00

Tidak ada

Krisdayanti Makan :

Kx mengatakan makan 3x

sehari dan menghabiskan ½

porsi makanan yang

disediakan.

Minum :

Air putih 4 gelas dan susu 2

gelas/hari

Tidak

merokok

Kx mengatakan

tidak mampu

braktivitas secara

maksimal, kx hanya

merajut di dalam

kamar.

Menonton televisi

Merajut

Berbincang-bincang

(berkumpul) dengan

penghuni panti

Kx mengatakan

tidurnya cukup

nyenyak.

Malam 21.00-04.00

Kursi roda

Syahrini Makan :

Kx mengatakan biasanya

menghabiskan ¼ porsi,

makan 3x sehari.

Minum :

Susu tiap pagi dan malam,

air putih 3x/hari.

Tidak

merokok

Pasien tidak bisa

beraktivitas tanpa

bantuan petugas,

pasien biasanya

membaca al-qur’an

dikamar

Melakukan ibadah

seperti mengaji.

Sesekali menonton

televisi

Mendengarkan musik

Sulit tidur pada malam

hari karena udaranya

panas.

Malam 22.00-04.00

Tidak ada

Rebeca Makan :

Kx mengatakan makan ¾

Tidak

merokok

Kx mengatakan bisa

membantu menyapu,

Menonton televise

Mendengarkan musik

Kx mengatakan bahwa

tidurnya nyenyak

Tongkat

Page 37: Musk Ulu Skeletal

Keterangan Dimensi Perilaku

1. Pola Nutrisi

a. Makan

Kualitas

100% nafsu makan

Kuantitas

100% 3x sehari

¾ porsi = 1 orang (20%)

½ porsi = 3 orang (60%)

¼ porsi = 1 orang (20%)

b. Minum

Kualitas

Air putih = 5 orang (100%)

Teh = 2 orang (40%)

Susu = 3 orang (60%)

Kuantitas

± 5 gelas = 3 orang (60%)

± 6 gelas = 2 orang (40%)

2. Merokok

100% tidak merokok

3. Gerak Badan

Gerak aktif = 3 orang (60%)

Gerak pasif = 2 orang (40%)

4. Aktivitas Rekreasi

Menonton TV = 5 orang (100%)

Melakukan kegiatan keagamaan = 2 orang

(40%)

Mendengarkan musik = 2 orang (40%)

Berkumpul dengan penghuni lain = 3

orang (60%)

Mengaji dikamar = 1 orang (20%)

Merajut = 1 orang (20%)

Menjahit = 1 orang (20%)

5. Tidur

Kualitas

Nyenyak = 2 orang (40%)

Sering terbangun = 1 orang (20%)

Susah tidur = 3 orang (60%)

Kuantitas

± 6 jam = 3 orang (60%)

± 7 jam = 1 orang (20%)

± 8 jam = 1 orang (20%)

6. Perlindungan Khusus yang Digunakan

Tidak = 3 orang (60%)

Ya = 2 orang (40%)

Page 38: Musk Ulu Skeletal

3.2. ANALISA DATA

No DATA MASALAH PENYEBAB

1 DS:

Sebagian lansia mengatakan

bahwa mereka jarang

melakukan aktivitas karena

sendi lututnya sakit jika

digunakan untuk berjalan ,

malas beraktivitas karena

tubuhnya lemah, tidak dapat

memenuhi semua kebutuhan

sehari-harinya (ADL).

DO:

Lansia dengan keluhan tersebut

60%

Lansia menggunakan bantuan

tongkat 20%

Intoleran Aktivitas Penurunan kekuatan

dan kelenturan otot

2 DS:

Sebagian lansia mengatakan

bahwa mereka menggunakan

alat bantu (kursi roda) untuk

berpindah, ada juga yang

bedrest dan memerlukan

bantuan petugas untuk

berpindah.

DO:

Lansia menggunakan kursi

roda (20%)

Lansia bedrest memerlukan

bantuan petugas saat berpindah

(20%)

Imobilitas Ketidakcukupan

kekuatan dan ketahan

untuk ambulasi

Page 39: Musk Ulu Skeletal

3.3. PRIORITAS MASALAH

NOMASALAH

KESEHATANA B C D E F G H I J K L SKOR TOTAL

URUTAN

PRIORITAS

1 Intoleran Aktivitas 5 4 5 3 2 5 5 4 4 3 3 3 46 1

2 Imobilitas 4 5 5 2 1 4 4 3 4 2 3 5 42 2

Keterangan:

A : Resiko terjadi

B : Resiko parah

C : Potensi untuk pendidikan kesehatan

D : Minat

E : Kemungkinan diatasi

F : Sesuai progam

G : Tempat

H : Waktu

I : Dana

J : Fasilitas kesehatan

K : Sumber daya

L : Sesuai dengan peran

Keterangan Pemobobotan:

1 : Sangat rendah

2 : Rendah

3 : Cukup

4 : Tinggi

5 : Sangat tinggi

Page 40: Musk Ulu Skeletal

3.4. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa

Kep

TujuanStrategi

Rencana

KegiatanSumber Waktu Tempat Kriteria Standar PJ

Umum Khusus

Intoleran

Aktivitas

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawata

n selama 2

minggu

diharapkan

ada

peningkata

n aktivitas

(ADL).

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

, lansia

dapat:

1. Mengerti

pengertian,

tujuan,

manfaat,

langkah

latihan

rentang

gerak

(ROM)

2. Mendemo

nstrasikan

latihan

1. Penyuluha

n latihan

rentang

gerak

(ROM)

lansia

2. Demonstr

asi

gerakan

ROM

3. Latihan

rentang

gerak

(ROM)

1. Berikan

penyuluhan

tentang

pengertian,

tujuan, manfaat,

langkah latihan

rentang gerak

(ROM)

2. Lakukan

demonstrasi

latihan rentang

gerak (ROM)

3. Latih lansia

untuk

melakukan

latihan rentang

gerak (ROM)

Literatur

SAP &

Leaflet

02

Des’

2011

Asrama

Tulip

Kognitif

Afektif

Kelompok

lansia

mengerti

tujuan dan

manfaat

dilakukan

latihan

rentang gerak

(ROM)

Kelompok

lansia mau

mengikuti

latihan

rentang gerak

(ROM)

sampai selesai

Kelomp

ok 2

Page 41: Musk Ulu Skeletal

rentang

gerak

(ROM)

3. Mengikuti

latihan

rentang

gerak

(ROM) di

panti

4. Observasi

keadaan

mobilitas lansia

setelah

melakukan

latihan rentang

gerak (ROM)

Psikomoto

r

Kelompok

lansia mampu

melakukan

gerakan

latihan

rentang gerak

(ROM)

Page 42: Musk Ulu Skeletal

3.5. PLANNING OF ACTION (POA)

Masalah

KesehatanTujuan Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Dana

Penanggung

Jawab

Intoleransi

aktivitas

Tujuan Umum:

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2 minggu

diharapkan ada

peningkatan aktivitas

(ADL).

Tujuan Khusus:

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan,

lansia dapat:

1. Mengerti pengertian,

tujuan, manfaat,

langkah latihan

rentang gerak

(ROM)

2. Mendemonstrasikan

latihan rentang

Penyuluhan latihan

rentang gerak (ROM

Lansia asrama tulip

yang mempunyai

masalah toleransi

aktivitas

02

Desember

2011

Asrama

Tulip

Rp 20.000,- Ika Ainur R

&

Ulfatul

Demonstrasi latihan

rentang gerak (ROM)

Lansia asrama tulip

yang mempunyai

masalah toleransi

aktivitas

02

Desember

2011

Asrama

Tulip Afit N

Latihan rentang gerak

(ROM)

Lansia asrama tulip

yang mempunyai

masalah toleransi

aktivitas

02

Desember

2011

Asrama

Tulip

Eko R

Page 43: Musk Ulu Skeletal

gerak (ROM)

3. Mengikuti latihan

rentang gerak

(ROM) di panti

Page 44: Musk Ulu Skeletal

BAB 4

TERAPI MODALITAS KELOMPOK

LATIHAN RENTANG GERAK (RANGE OF MOTION)

1.1 TUJUAN

1.1.1 Latihan ini dapat mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan kelenturan

otot

1.1.2 Memperbaiki tonus otot

1.1.3 Meningkatkan mobilitas sendi

1.1.4 Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

1.1.5 Meningkatkan massa otot

1.1.6 Mengurangi kehilangan tulang

1.1.7 Mencegah kontraktur dan kekakuan pada persendian

1.1.8 Mempertahankan fungsi kardiorespirasi

1.2 WAKTU

1.2.1 Tanggal : 03 Desember 2011

1.2.2 Hari : Kamis

1.2.3 Jam : 07.00-Selesai

1.2.4 Alokasi Waktu : 15-30 menit

1.3 SETTING

Tempat di asrama Tulip Panti Werdha “Bersemi Kembali”

1.4 MEDIA

Kursi sejumlah lansia yang mengikuti TMK latihan rentang gerak (ROM)

1.5 METODE

Demonstrasi

1.6 LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

1.6.1 Pra Interaksi (Persiapan)

1. Terapis membuat kontrak dengan klien

2. Terapis menyiapkan alat dan tempat

Page 45: Musk Ulu Skeletal

1.6.2 Orientasi

1. Salam Terapeutik

Terapis memberikan salam

2. Evaluasi Validasi

Terapis menanyakan perasaan lansia hari ini

3. Kontrak

a. Terapis menjelaskan tujuan latihan rentang gerak (ROM)

b. Terapis menjelaskan waktu yang dibutuhkan (15-30 menit)

1.6.3 Kerja

1. Gerakan Bahu

a. Flexi dan ekstensikan bahu

b. Abduksikan bahu

c. Adduksikan bahu

d. Rotasikan bahu internal dan eksternal

2. Gerakan Siku

a. Flexi dan ekstensi siku

b. Pronasi dan supinasikan siku

3. Gerakan Pergelangan Tangan

a. Flexi pergelangan tangan

b. Ektensi pergelangan tangan

c. Flexi radial/radial deviation (abduksi)

d. Flexi ulnar/ulnar deviation (adduksi)

4. Gerakan Jari-Jari Tangan

a. Flexi

b. Ektensi

c. Hiperextensi

d. Abduksi

e. Adduksi

Gerakan Pinggul dan Lutut

a. Flexi dan ektensi lutut dan pinggul

b. Abduksi dan adduksi kaki

c. Rotasikan pinggul internal dan eksternal

Page 46: Musk Ulu Skeletal

5. Gerakan Telapak Kaki dan Pergelangan Kaki

a. Dorsoflexi telapak kaki

b. Plantar flexi telapak kaki

c. Flexi dan ektensi jari-jari kaki

6. Gerakan Leher

a. Flexi dan ektensi leher

b. Flexi lateral leher

1.6.4 Terminasi

1. Evaluasi

Terapis menanyakan perasaan kelompok lansia yang mengikuti kegiatan

latihan rentang gerak (ROM)

2. Tindak Lanjut

Terapis menganjurkan lansia untuk sering berlatih gerakan-gerakan yang

diajarkan dalam latihan rentang gerak (ROM)

3. Kontrak yang Akan Datang

a. Terapis menyepakati kegiatan latihan rentang gerak (ROM)

b. Terapis menyepakati waktu dan tempat latihan rentang gerak (ROM)

Page 47: Musk Ulu Skeletal

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

5.1.1 Lansia mengalami perubahan dalam mobilitasnya karena proses penuaan

(aging proses), aging proses tersebut menimbulkan adanya perubahan-

perubahan mobilitas lansia mencakup perubahan musculoskeletal, perubahan

respirasi, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem integument, dan

perubahan eliminasi urine.

5.1.2 Lansia yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan akibat proses penuuan,

maka ia akan memiliki masalah mobilitasnya, seperti intoleran aktivitas,

gangguan hambatan fisiki (imobilitas), sindrom disuse, dan defisit perawatan

diri.

5.1.3 Pada asuhan keperawatan kelompok lansia di panti werdha “Bersemi Kembali”

yang berada di asrama Tulip, memiliki masalah intoleran aktivitas sebanyak

60% dan imobilitas sebanyak 40%.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka saran yang dapat disampaikan adalah :

5.2.1 Bagi penyusun makalah asuhan keperawatan kelompok lansia mobilitas dapat

menyempurnakan makalah ini yang masih memiliki banyak kekurangan.

5.2.2 Diharapkan bagi pembaca (khususnya mahasiswa keperawatan) agar dapat

mengerti dan memahami tentang asuhan keperawatan keperawatan kelompok

lansia mobilitas dan dapat mengaplikasikannya setelah membaca makalah ini.

Page 48: Musk Ulu Skeletal

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. “Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik”. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. “Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 10”. Jakarta:

EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2004. “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia”. Jakarta:

EGC

Maryam, R. Siti dkk. 2008. “Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta: Salemba

Medika

Muhammad, Najamuddin. 2010. “Tanya Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia”. Jogjakarta:

Tunas Publishing

Potter, Patricia A. 2005. “Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan

Praktik Vol.2 Ed.4”. Jakarta: EGC

Pujiastuti, Sri Surini. 2003. “Fisioterapi pada Lansia”. Jakarta: EGC