16
UJI KETAHANAN TANAMAN TEBU HASIL PERSILANGAN (Saccharum spp. hybrid ) PADA KONDISI LINGKUNGAN CEKAMAN GARAM (NaCl) (Renata Silvana Junaidi Putri, Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si, . Wiwit Budi W., M.Si) Program Studi Biologi-Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111 Abstrak Salinitas (cekaman garam) merupakan salah satu penyabab menurunnya hasil dan produktivitas tanaman. Salah satu strategi untuk tetap mengoptimalkan produksi pada tanah salin adalah memilih kultivar yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Telah dilakukan penelitian pada 65 klon tebu (Saccharum spp. hybrid) untuk mendapatkan klon-klon tebu peka dan tahan terhadap cekaman garam, berdasarkan respon tanaman tebu terhadap kondisi lingkungan dengan konsentrasi NaCl 7.69 gram dan 17.95 gram Perlakuan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl dengan konsentrasi 7,69 gr dan 17,95 gr pada media tanam. Parameter yang diamati adalah kecepatan kelayuan daun, kecepatan mortalitas tanaman serta kecepatan tanaman untuk melakukan recovery, yang diamati secara visual. Analisis pengelompokan menggunakan program SPSS. Pengelompokan berdasarkan parameter yang diamati diperoleh hasil sebagai berikut 23 klon tebu sangat tahan,6 klon tebu dengan sifat tahan, 30 klon moderat,3 klon peka dan 3 klon sangat peka. Kata Kunci : uji ketahanan, Saccharum spp. hybrid, salinitas, cekaman garam, NaCl. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman tebu (Saccharum sp.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer dalam rumah tangga, hal ini dikarenakan dalam batangnya terkandung 20% cairan gula (Royyani dan Lestari, 2009). Peningkatan produksi pertanian di Indonesia, salah satunya dilakukan dengan usaha ekstensifikasi. Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari lahan yang subur ke lahan-lahan marginal. Lahan marjinal didefinisikan sebagai lahan yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, namun dengan penerapan suatu teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Lahan marginal di Indonesia terdiri atas lahan pasang surut, lahan salin, gambut, dan lahan-lahan yang berada di dekat areal pertambangan (Yuniati, 2004). Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang berlebihan dalam larutan tanah. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi (Yuniati, 2004). Salinitas memberikan suatu efek bagi dunia pertanian secara signifikan yaitu dapat mengurangi produktivitas dari tanaman pertanian (Tuteja.2005).

morfologi tebu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penjelasan tentang morfologi tebu

Citation preview

Page 1: morfologi tebu

UJI KETAHANAN TANAMAN TEBU HASIL PERSILANGAN ( Saccharum spp. hybrid ) PADA KONDISI LINGKUNGAN CEKAMAN GARAM (NaCl)

(Renata Silvana Junaidi Putri, Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si, . Wiwit Budi W., M.Si)

Program Studi Biologi-Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS Keputih Sukolilo, Surabaya 60111

Abstrak

Salinitas (cekaman garam) merupakan salah satu penyabab menurunnya hasil dan produktivitas tanaman. Salah satu strategi untuk tetap mengoptimalkan produksi pada tanah salin adalah memilih kultivar yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Telah dilakukan penelitian pada 65 klon tebu (Saccharum spp. hybrid) untuk mendapatkan klon-klon tebu peka dan tahan terhadap cekaman garam, berdasarkan respon tanaman tebu terhadap kondisi lingkungan dengan konsentrasi NaCl 7.69 gram dan 17.95 gram Perlakuan salinitas dilakukan dengan penambahan NaCl dengan konsentrasi 7,69 gr dan 17,95 gr pada media tanam. Parameter yang diamati adalah kecepatan kelayuan daun, kecepatan mortalitas tanaman serta kecepatan tanaman untuk melakukan recovery, yang diamati secara visual. Analisis pengelompokan menggunakan program SPSS. Pengelompokan berdasarkan parameter yang diamati diperoleh hasil sebagai berikut 23 klon tebu sangat tahan,6 klon tebu dengan sifat tahan, 30 klon moderat,3 klon peka dan 3 klon sangat peka. Kata Kunci : uji ketahanan, Saccharum spp. hybrid, salinitas, cekaman garam, NaCl.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tanaman tebu (Saccharum sp.)

merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer dalam rumah tangga, hal ini dikarenakan dalam batangnya terkandung 20% cairan gula (Royyani dan Lestari, 2009). Peningkatan produksi pertanian di Indonesia, salah satunya dilakukan dengan usaha ekstensifikasi. Dalam usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari lahan yang subur ke lahan-lahan marginal. Lahan marjinal didefinisikan sebagai lahan yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, namun dengan penerapan suatu teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat

potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Lahan marginal di Indonesia terdiri atas lahan pasang surut, lahan salin, gambut, dan lahan-lahan yang berada di dekat areal pertambangan (Yuniati, 2004).

Salinitas adalah satu dari berbagai masalah pertanian yang cukup serius yang mengakibatkan berkurangnya hasil dan produktivitas pertanian. Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang berlebihan dalam larutan tanah. Salah satu strategi untuk menghadapi tanah salin adalah memilih kultivar tanaman pertanian yang toleran terhadap kadar garam yang tinggi (Yuniati, 2004). Salinitas memberikan suatu efek bagi dunia pertanian secara signifikan yaitu dapat mengurangi produktivitas dari tanaman pertanian (Tuteja.2005).

Page 2: morfologi tebu

Penanaman klon tebu yang toleran di lahan salin, merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan dan peningkatan budidaya dan pertanaman tebu. Untuk keperluan tersebut perlu dilakukan penelitian untuk menguji ketahanan beberapa klon tebu pada kondisi lahan salin. 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

- Bagaimanakah respon tanaman tebu terhadap kondisi lingkungan dengan konsentrasi NaCl 7.69 gram dan 17.95 gram

- Klon-klon tebu manakah yang memberikan respon peka atau tahan terhadap kondisi lingkungan dengan konsentrasi NaCl 7.69 gram dan 17.95 gram

1.3 Ruang Lingkup Batasan masalah pada penelitian ini

adalah mengetahui respon tanaman tebu terhadap kondisi konsentrasi NaCl 7.69 gram dan 17.95 gram, apakah ekstrim peka atau ekstrim tahan bila dilihat berdasarkan parameter kecepatan kelayuan daun, kecepatan mortalitas tanaman serta kecepatan tanaman untuk melakukan recovery. Klon-klon yang dipakai pada penelitian ini merupakan bagian dari koleksi plasma nutfah tebu yang dikelola Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).

Konsentrasi yang digunakan adalah 7.69 gram dan 17.95 gram. Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Tanimoto dan Nickell (1965). Dalam penelitiannya, Tanimoto menambahkan NaCl dengan kenaikan 3 gram yang dimulai 6 gram sampai 30 gram, dengan tanah pada tiap tanaman sebanyak 25 kg. Dalam penelitian ini, tanah yang digunakan dalam tiap polibag sebanyak 5 gram. Maka berdasarkan penelitian Tanimoto tersebut, konsentrasi NaCl yang

ditambahkan adalah 7.69 gram dan 17.95 gram.

Penelitian ini sebagai penelitian tahap awal yang selanjutnya oleh P3GI akan dilakukan penelitian lanjutan untuk meneliti tebu yang tahan terhadap salinitas tinggi dan mungkin juga dapat dikembangkan di lahan kering. Metode Tanimoto digunakan sebagai acuan karena metode tersebut cepat dan mudah dilakukan. 1.4 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan klon-klon tebu yang tahan terhadap cekaman NaCl berdasarkan pada respon tanaman setelah diberi cekaman NaCl. 1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah menyediakan klon-klon tebu yang toleran salinitas yang dapat dijadikan sebagai tetua persilangan atau dikembangkan di lahan-lahan salin dan kering.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu (Saccahrum sp) 2.1.1 Taxonomy dan Sitogenetik

Tebu komersial tidak lagi tebu dari spesies Saccharum officinarum melainkan spesies hybrid, plolyploid complex dengan jumlah kromosom yang besar (Ming et al., 2001 dalam Hussain et al., 2004). Genus Saccharum merupakan family Graminaea dari genus Saccharum yang terletak pada suku Andropogoneae dari ordo Poales dan kelas Monocotyledoneae (Daniels et al, 1987). Hubungan taksonomi dari grup ini berdasarkan penyebaran secara ekstensif tebu manis oleh manusia dan perluasan persilangan diantara berbagai spesies. Saccharum terdiri dari empat spesies domestic dan dua jenis liar (Hussain et al., 2004). Domestikasi sebagai proses perkembangan organisme yang dikontrol manusia, mencakup perubahan genetik

Page 3: morfologi tebu

(tumbuhan) yang berlangsung sinambung semenjak dibudidayakan. Dengan demikian, domestikasi berkaitan dengan seleksi dan manajemen oleh manusia, dan tidak hanya sekedar pemeliharaan saja (Luasunaung et al., 2003). Menurut Daniels et al., 1987 dalam D’Heinz (1987), sistematika Saccharum spp. hybrid adalah sebagai berikut: Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Poales Familia : Poaceae Subfamily : Panicoideae Tribe : Andropogoneae Subtribe : Saccharastrae Genus : Saccharum Spesies : Saccharum spp. hybrid (Daniels et al., 1987). 2.2.2 Morfologi Tebu Batang tanaman tebu beruas-ruas (gambar 1), dari bagian pangkal sampai pertengahan, ruasnya panjang-panjang, sedangkan di bagian pucuk ruasnya pendek. Tinggi batang antara 2 sampai 5 meter, tergantung baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan meringg. Batang dengan mata tunas paa ruas, di bawah ruas berlilin (Steenis, 2005).

Gambar 2.1. Batang Tebu

Akar tanaman tebu adalah serabut, hal ini sebagai salah satu tanda bahwa tanaman ini termasuk kelas Monocotyledone. Akar tebu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek disebut pula akar bibit yang masa hidupnya tidak lama. Akar ini tumbuh pada cincin akar dari stek batang. Sedangkan akar tunas merupakan pengganti akar bibit. Pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah, ada yang mendatar dekat permukaan tanah (Steenis, 2005).

Daun tanaman tebu adalah daun tidak lengkap, karena terdiri dari helai daun dan pelepah daun saja, sedang tangkai daunnya tidak ada. Kedudukan daun berpangkal pada buku. Panjang helaian daun adalah antara 1 sampai 2 meter, sedangkan lebarnya 4-7 cm, ujungnya meruncing, tepinya seperti gigi dan mengandung kersik yang tajam (Sastrowijono,1987). Diantara pelepah daun dan helaian daun terdapat sendi segitiga dan pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi antara helaian daun dan pelepah daun. Ukuran lebar daun sempit kurang 4 cm, sedang antara 4-6 cm dan lebar 6 cm.

Gambar 2.3. Daun tebu

Bunga tebu merupakan malai yang bentuknya piramida, panjangnya antara 70-90 cm. Bunga tebu biasanya muncul pada bulan April-Mei. Bunganya terdiri dari tenda bunga yaitu 3 helai daun tajuk bunga. Bunga tebu mempunyai 1 bakal buah dan 3 benang sari, kepala putiknya berbentuk bulu (Steenis, 2005)

Page 4: morfologi tebu

Gambar 2.4. Bunga tebu

2.2 Respon Tanaman Pada Kondisi Stress Garam

Nilai salinitas dapat diukur berdasarkan pada nilai EC (electrical conductivity) dari ekstraks jenuh yang merupakan standar pengukuran salinitas. Satuan pengukuran menurut standdar internasional dinyatakan dalam Siemens per meter (s/m) pada suhu 25°C. Satuan EC yang lain dapat menggunakan mmhos/cm dan desisiemens/meter (ds/m). Satuan ini merupakan satuan ukuran yang umum digunakan(Ritung, 2004). Pada Tabel 2.1 di bawah ini ditunjukkan hubungan penyetaraan satuan EC. Tabel 2.1 Satuan salinitas

s/m ds/m mmhom/

cm

ms/cm µs/cm

1 10 10 10 10000

Tabel 2.2 Kriteria kelas salinitas

Kelas Tingkat Ds/m

Pengaruh terhadap tanaman

0 Non salin 0 – 2 Pengaruh pada tanaman

dapat diabaikan

1 Salin sangat rendah

2 – 4 Tanaman sangat sensitive

dapat terpengaruh

2 Agak salin

4 – 8 Kebanyakan tanaman terpengaruh

3 Salin 8 – 16 Tanaman toleran mulai terpengaruh

4 Sangat salin

>16 Hanya tanaman yang sangat tahan

dapat bertahan

Ketika EC ≥ 2, percobaan harus dilakukan pada tanaman dengan varietas yang resisten terhadap kekeringan. Pada tanaman yang dapat melakukan recovery, setiap kenaikan sebesar 1 ds/m EC akan menyebabkan penurunan hasil sekitar 0.2 sampai 0.3 % (London, 1994).

Respon pertumbuhan terhadap salinitas seringkali dianggap sebagai dasar evaluasi untuk toleransi. Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Tanggapan yang pertama kali dilakukan tanaman adalah menurunkan tekanan turgor. Penurunan tekanan turgor ini berdampak pada menurunnya kemampuan perkembangan dan perbesaran ukuran sel. Penurunan turgor ini diperkirakan sebagai proses yang paling sensitive pada tanaman dalam merespon adanya konmdisi cekaman kekeringan. Akibat dari menurunnya turgor ini bisa berpengaruh pada penurunan pertumbuhan yang meliputi pertambahan panjang batang, perluasan daun dan penyempitan stomata.Stomata akan membuka jika kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air kedalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute) didalam cairan sel tersebut.

Page 5: morfologi tebu

Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin rendah Mekanisme menutup dan membuka-nya stomata tergantung dari tekanan turgor sel tanaman, atau karena perubahan konsentrasi karbondioksida, berkurangnya cahaya dan hormon asam absisat. Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Saat stomata tertutup, maka tidak akan terjadi fotosintesis (Zoko, 2009).

Respon lain yang diberikan oleh tanaman saat terjadi cekaman garam adalah dengan meningkatnya kadar hormone asam absisik (ABA). Asam absisik (ABA), salah satu senyawa osmotik yang potensial dijadikan sebagai penanda biokimia terhadap cekaman garam. Penanda ini membantu program pemuliaan tanaman untuk menyeleksi varietas-varietas adaptif terhadap kondisi kekeringan. Asam absisik meningkat dengan segera ketika tanaman mengalami cekaman garam. Kadar ABA pada tanaman toleran lebih tinggi dibanding yang peka, sehingga ABA selalu dikaitkan dengan sifat toleran tanaman terhadap cekaman kekeringan (Sinaga, 2002). Konsentrasi endogenus ABA meningkatkat pada jaringan tanaman selama tanaman terkena cekaman, baik cekaman garam, kekeringan maupun dingin. Namun, hanya beberapa studi yang telah membandingkan induksi stress level endogenus konsnetrasi ABA pada tanaman yang toleran dan tanaman yang sensitive (Moons, 1995).

Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah, mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman. Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat

menurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2002). Cekaman garam merupakan cekaman yang kompleks umumnya ditunjukkan sebagai kondisi kekurangan air karena pengaruh osmotik garam. Selain itu cekaman garam mempunyai efek toksik karena kelebihan ion yang mengganggu keseimbangan elektrolit dalam sel dan mempengaruhi aktifitas metabolisme (Sinaga, 2002). Cekaman kekeringan dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup. 2.3 Korelasi Sifat Cekaman Kekeringan dan Cekaman NaCl

Berkurangnya laju dan kualitas pertumbuhan tanaman pada kondisi salin dapat disebabkan karena menurunnya potensial air dari substrat tempat tumbuh, meningkatnya penyerapan Na dan Cl, atau keduanya. Pada tanah salin potensial osmotik larutan tanah sama dengan yang diakibatkan oleh kekeringan (kemarau), maka beberapa gejala akibat cekaman garam juga tampak pada tanaman yang mengalami kekeringan (Yuanita, 2004).

Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi gen (Sinaga, 2002). 2.4 Analisis Cluster

Tujuan utama Analisis Cluster adalah mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik diantara objek-objek tersebut. Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih

Page 6: morfologi tebu

cluster (kelompok) sehingga objek-objek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain (Santoso, 2002).

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun

Percobaan (KP) Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Jl. Pahlawan 25 Pasuruan, Jawa Timur dengan ketinggian tempat 4 mdpl dan terletak pada 112˚ 45’BT dan 7˚45’ LS. Suhu berkisar antara 26,2˚C-28,5˚C dan kemiringan tempat 2% dengan jenis tanah alluvial dengan intesitas matahari 331,87 cal/cm2/hari dan kecepatan angin 2,81 km/jam.. Waktu pelaksanaan mpenelitian pada bulan Mei sampai September 2009. 3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain : timbangan analitik, cangkul, sabit, gembor, alat tulis, cetok plastik, pisau, nampan plastik, air, tali rafia, label, kamera, penggaris, spidol. Bahan yang digunakan ialah klon yang berasal dari hasil persilangan tebu hibrida (Saccharum hybrid) sebanyak 65 klon, NaCl, tanah alluvial, pupuk SP-36 dan ZA. 3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan metode seleksi tahap I yaitu pemilihan tanaman dilakukan dengan memilih tanaman berdasarkan sifat ketahanan terhadap cekaman salinitas yang mengacu pada T. Tanimoto dan L. G. Nickell.

Metode penelitian menggunakan scoring untuk mengelompokkan tanaman ke dalam 5 kelompok yaitu sangat tahan, tahan, moderate, peka dan sangat peka (Widyasari et al., 1996). Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan konsentrasi NaCl, yaitu 0 gr/5 kg tanah (control), 7,69 gr/5 kg tanah dan 17,95 gr/ 5 kg tanah. Masing-masing konsentrasi NaCl akan dilarutkan dalam 1,1 liter air (kapasitas lapang), kemudian larutan

yang sudah dicampur disiramkan dalam polibag. Tiap-tiap perlakuan diulang dua kali. Nilai Electric Condutivity (EC) untuk 7,69 gr NaCl adalah 2.34 ds/m. Sedangkan nilai untuk konsentrasi 17.95 gr NaCl adalah 4.53 ds/m. Perlakuan diberikan pada saat tanaman berumur 3,5 bulan. Pengamatan dilakukan 5 hari setelah perlakuan dan diamati selama 21 hari. Hasil pengamatannya akan di analisa menggunakan cluster analysis. 3.4.Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Persiapan media tanam

Media tanam yang digunakan ialah tanah alluvial. Tanah Alluvial adalah tanah yang terbentuk dari hasil pengendapan lumpur sungai yang terdapat di dataran rendah. Tanah ini tergolong sangat subut dan baik untuk daerah pertanian. Pembuatan media dilakukan dengan mencampur tanah dengan pupuk SP-36 dengan dosis 1 kg pupuk per 640 kg tanah. pupuk dan tanah diaduk menggunakan cangkul hingga rata dan dimasukkan dalam polibag. Setiap polibag berisi 5 kg tanah. 3.4.2 Persiapan bahan tanam

Bahan tanam yang digunakan ialah bagal stek dengan 1 mata tunas yang diambil dari batang tanaman di Kebun Koleksi Plasma Nutfah. Masing-masing klon dibutuhkan sebanyak 12-25 bagal atau tiap polibag berisi 2 bagal. dengan maksud untuk mengantisipasi bagal yang tidak tumbuh. setiap klon membutuhkan 12 bagal dan sisanya digunakan untuk cadangan. Artinya sebagai pengganti tanaman yang tumbuh tidak seragam. 3.4.3 Penanaman

Cara penanaman bagal ialah 1 bagal ditanam horizontal dan yang 1 ditanam vertikal. Setelah tumbuh, salah satu bagal dicabut sehingga dalam 1 polibag hanya terdapat 1 tanaman. 3.4.4 Pemberian perlakuan

Perlakuan pemberian NaCl dilakukan pada tanaman yang berumur 3,5

Page 7: morfologi tebu

bulan. Dipilih tanaman berumur 3.5 bulan karena pada umur ini tanaman sedang mengalami masa pertumbuhan, sehingga akan cepat memberikan respon terhadap kondisi lingkungan yang dianggap kurang stabil atau kondisi lingkungan yang ekstrim (Tanimoto dan Nickell, 1965). Sebagai kontrol adalah tanaman tanpa perlakuan, yaitu konsentrasi NaCl 0 gram.

� Konsentrasi NaCl adalah 7.69 gram dan 17.95 gram.

Perhitungan penyetaran konsentrasi NaCl pada penelitian pendahuluan dengan penelitian Tanimoto dan Nickell (1967)

Diketahui : 1. Berat jenis tanah alluvial = 1,3

gr/cm3

2. konsentrasi garam pada penelitian Tanimoto = 21 gr NaCl/I gallon can

3. 1 I gallon can = 4,5 l = 4500 cm3

4. tanah alluvial yang digunakan pada penelitian pendahuluan = 5 kg

Ditanyakan : Berapa banyak NaCl (gr) yang digunakan pada penelitian pendahuluan?

Jawab : 1) Penentuan berat tanah yang

digunakan Tanimoto

ρ = = 1,3 gr/cm3 m = v . ρ = 4500 cm3 . 1.3 gr/cm3

= 5850 gr = 5,8 kg Jadi konsentrasi NaCl yang digunakan Tanimoto adalah 21 gr garam/ 5,8 kg tanah

2) Penyetaraan konsentrasi garam pada penelitian Tanimoto dan penelitian pendahuluan Konsentrasi Tanimoto = 9 gr NaCl/ 5,8 kg tanah dan 21 gr NaCl/ 5,8 kg tanah Konsentrasi penelitian pendahuluan

= X gr NaCl/ 5 kg tanah

X1 = = =

7,69 gr NaCl

X2 = =

=17,95 grNaCl

Pengulangan dari tiap-tiap konsentrasi

sebanyak 2 kali ulangan. 3.4.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada hari kelima setelah penyiraman larutan NaCl. Lamanya pengamatan ialah 3 minggu. Pengamatan dilakukan secara visual pada daun +1 yaitu daun pertama dari atas yang terlihat telinga daunnya. Scoring dilakukan berdasarkan gejala yang terdapat pada daun tersebut (Widyasari et al., 1996). Scoring tersebut ialah sebagai berikut: Skor 0 : apabila daun tetap normal, tidak terjadi penggulungan dan pengeringan Skor 1 : apabila daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga seperempat bagian Skor 2 : apabila daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga setengah bagian Skor 3 : apabila daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan tigaperempat bagian Skor 4 : apabila daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga seluruh bagian 3.5 Analisis data

Hasil pengamatan dianalisis menggunakan Cluster Analysis. Pengelompokan klon berdasarkan kriteria ketahanan dilakukan sebagai berikut : Klon sangat tahan: apabila tanaman memiliki skor 0 Klon tahan : apabila tanaman memiliki skor 1 Klon moderate : apabila tanaman memiliki skor 2

Page 8: morfologi tebu

Klon peka : apabila tanaman memiliki skor 3 Klon sangat peka: apabila tanaman memiliki skor 4 (Widyasari et al., 1996). 3.5.1 Langkah-langkah Analisa Data dengan Analisis Cluster Menggunakan Software SPSS

Software SPSS adalah software yang biasa digunakan untuk melakukan pengelompokan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik objek-objek tersebut.

Tahapan pada analisis cluster: 1. Menilai perlunya melakukan tranformasi

data. Dilakukan pengkodean skor kedalam

bentuk angka yang dapat dibaca oleh software ini, skor 0 (nol) tidak dapat dibaca, sehingga perlu dilakukan pengkodean:

0 diubah menjadi 1, 1 diubah menjadi 2, 2 diubah menjadi 3, 3 diubah menjadi 4 dan 4 diubahn manjadi 5.

2. Analisis Cluster. Dilakukan analisis dengan metode

K-Means Cluster dan akan menghasilkan Output. Metode K-Means yaitu memproses semua objek secara sekaligus. Proses ini dimulai dengan penentuan jumlah cluster terlebih dahulu, missal ditentukan akan ada 2 cluster atau 3 cluster. 3. Analisis. • Proses awal clusteing.

Quick Cluster: Output ini adalah tampilan pertama

(initial) proses clustering data sebelum dilakukan iterasi. Oleh karena nanti akan dihasilkan proses clustering sesudah iterasi yang justru adalah hasil akhir clustering, maka output ini tidak dianalisis. • Proses iterasi

Tampilan ini adalah proses iterasi yang mencoba mengubah-ubah clusrer yang ada sebelumnya (initial) sehingga menjadi lebih tepat dalam mengelompokkan kasus.

Setelah terjadi beberapa tahapan iterasi (proses pengulangan dengan ketepatan lebih tinggi dari sebelumnya), didapat hasil final cluster. • Hasil akhir proses clustering

Output ini adalah akhir dari proses clustering.

IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Dengan menggunakan Analisis Cluster dan telah dilakukan proses screening, maka didapat pengelompokan klon-klon tebu berdasarkan kategori sifat. Parameter yang diamati sebagai acuan scoring adalah kecepatan kelayuan daun, kecepatan mortalitas tanaman serta kecepatan tanaman untuk melakukan recovery. Penilaian ini berdasarkan tingkat penggulungan daun dan kekeringan pada daun. Penggulungan daun merupakan respon tanaman terhadap kekeringan yang lebih awal dan sempurna. Oleh karena itu cepat lambatnya penggulungan dapat digunakan untuk menduga tingkat toleransi terhadap kekeringan maupun cekaman salinitas (Widyasari, et al., 1997). Pengelompokan ini berdasarkan pada data pengamatan harian respon klon terhadap konsentrasi NaCl yang diberikan. Hasil screening pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Table 4.1. Pengelompokan Klon-Klon Tebu Berdasarkan Kategori Sifat Ketahanan

Kelompok Klon

Sangat

Tahan Tahan Moderate Peka

Sangat Peka

AQ 135 AP 631 AP 812 G 94 AN 774

BE 1004 BB 533 AP 577 AA 5608 PS 851

AZ 940 PS 80-1254 AP 622 H 37-1933 PS 864

PS 75- 1351 AN 517 PS 82-942

AZ 980 V 4010 AW 249

AW 383 PS 80-545 BB 536

Page 9: morfologi tebu

PS 72-261 PS 74-664

PS 74-382 AP 553

V 4001 Y 2644

AQ 242 PS 74-107

AW 137 PS 71-586

AS 770 K 1528

AN 551 PS 75-326

AZ 997 G 102

AR 401 S 4519

PS 74- 212 AY 977

AB 5238 PS 69- 605

U 50 AU 709

AB 5344 AP 884

AU 624 BB 515

AY 978 AP 918

Y 2179 AT 977

AT 994 AP 542

AP 454

AP 536

V 4070

PS 73- 368

1001 P.1

Q 1519

NCO 310

Gambar 4.1 Respon klon kelompok sangat tahan

Grafik respon tanaman terhadap NaCl untuk kelompok sangat tahan digambarkan pada gambar 4.1. Skor tanaman dari hari pertama pengamatan sampai dengan hari terakhir pengamatan tetap 0 (nol), yang artinya daun tetap normal, tidak terjadi penggulungan dan atau pengeringan.

Gambar 4.2 Respon klon kelompok tahan Pada gambar 4.2 menunjukkan

bahwa klon-klon kelompok tahan menunjukkan skor 1, yaitu terjadi penggulungan dan atau pengeringan hingga seperempat bagian, mulai hari pertama pengamatan sampai hari ke-16. Setelah itu tanaman recovery, yang ditunjukkan dengan daun kembali normal dan kembali ke skor 0 (nol). Recovery ini dapat terjadi karena turgol sel pada daun kembali normal akibat penyiraman yang dilakukan sehingga menyebabkan sel tanaman yang pada mulanya kekurangan air menjadi terisi kembali oleh air, maka daun pun tidak menggulung lagi.

Gambar 4.3 Respon klon kelompok

moderate Respon tanaman pada klon-klon

moderate ditampilkan pada gambar 4.3.

Page 10: morfologi tebu

Pada hari ke-3 setelah perlakuan NaCl menunjukkan respon pada skor 1, yaitu daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga seperempat bagian. Pada hari ke-9 setelah perlakuan NaCl berada pada skor 2, yaitu daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga setengah bagian. Setelah hari ke-14 setelah perlakuan NaCl, daun berada pada skor 4, yaitu daun mengalami pengeringan dan atau penggulungan hingga seluruh bagian daun.

Gambar 4.4 Respon klon kelompok peka

Respon tanaman terhadap NaCl untuk kelompok peka digambarkan pada Gambar 4.4. Nilai tanaman ini tetap berada pada skor 3 mulai hari pertama pengamatan sampai dengan hari terakhir pengamatan. Menurut Tanimoto and Nickel (1965) varietas H 37-1933 adalah varietas yang sangat sensitif terhadap cekaman NaCl, hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan, varietas ini tergolong pada kelompok peka.

Gambar 4.5 Respon klon kelompok sangat peka

Respon tanaman kelompok sangat peka digambarkan pada Gambar 4.5. Pada kelompok ini, mulai hari pertama setelah perlakuan NaCl sampai dengan hari ke-5

tanaman berada pada skor 3, yaitu daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga tigaperempat bagian. Pada hari ke-6 setelah perlakuan NaCl sampai dengan hari terakhir setelah perlakuan NaCl, skor tanaman menjadi 4, yaitu daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga seluruh bagian.

Cekaman garam memberikan efek yang signifikan pada semua parameter perrtumbuhan tanaman. Semua parameter pertumbuhan menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi NaCl. Walaupun demikian, kepekaan tanaman terhadap stress garam bervariasi bergantung pada tingkat cekaman (Omami, 2005). Tanimoto dan Nickel (1965) telah mengelompokkan toleransi klon-klon tebu terhadap NaCl. Klon-klon yang bertahan hidup pada penyiraman NaCl sampai 21 gram per liter termasuk pada kelompok tahan. Dari penelitian ini ditemukan korelasi positif antara kepekaan tanaman terhadap garam NaCl dengan kepekaan terhadap kekeringan di lapang. Gejala kekeringan pada tanaman tebu dimulai dari ujung helai daun menggulung di siang hari, tetapi pulih kembali di malam hari. Pada tingkat cekaman yang lebih lanjut, helaian daun tetap menggulung dan tidak pulih kembali serta diikuti dengan proses pengeringan. Proses ini diawali pada daun tua ke daun yang lebih muda. Proses kekeringan diawali dari ujung dan tepi daun dan merambat sampai tengah daun, selanjutnya diikuti oleh pengeringan pelepah batang tebu. Gejala ini terjadi pada hari ke-12 setelah penghentian penyiraman (Widyasari et al., 1996). Daun menggulung disebabkan karena turgor sel pada daun yang menurun, karena turgor sel-sel menurun, maka menyebabkan jaringan juga kehilangan turgornya, yang pada akhirnya berakibat pada organ daun yang menggulung.

Pada tanaman-tanaman yang toleran dan bertahan pada kondisi deficit air

Page 11: morfologi tebu

eksternal (meskipun potensial air jaringannya rendah), terjadi mekanisme mempertahankan turgor agar tetap di atas nol, sehingga potensial air jaringannya tetap rendah dibandingkan potensial air eksternalnya sehingga tidak terjadi plasmolisis (Turner dan Jones, 1980 dalam Sasli, 2004). Tanaman yang tahan (tolerant) telah melakukan beberapa adaptasi pada ion regulasi baik pada akar, batang, ataupun pada level daun. Perubahan proses fisiologi dipicu oleh ion-ion yang tampak juga sebagai perubahan morfologi pada tanaman (Hussain, et al., 2004).

Tanaman yang mengalami cekaman garam umumnya mempunyai daun yang lebih sempit, lebih gelap, nisbah tajuk menurun, berkurangnya anakan, menunda dan menurunkan pembungaan serta jumlah dan ukuran buah lebih kecil. Tanaman yang diberi perlakuan salinitas dengan NaCl, memperlihatkan gejala yang amat mencolok disertai dengan mengeringnya titik tumbuh yaitu pucuk tunas (Yuanita, 2004). Hal ini dapat dilihat pada tebu yang berada pada kelompok peka dan sangat peka. Daun pada kelompok peka dan sangat peka mengalami penggulungan maupun pengeringan hingga tigaperempat sampai dengan seluruh bagian daun.

Kondisi daun klon sangat tahan, tahan, moderate, peka dan sangat peka disajikan pada gambar 4.6.

Mass dan Hoffman (1977) dalam Moore (1987) telah mengelompokkan tanaman tebu sebagai tanaman yang kategori sifat ketahanan terhadap salinitas adalah moderate atau agak peka. Menurut El-Swaify (2000), salinitas menyebabkan penurunan hasil panen pada tanaman tebu. Persentase penurunan hasil tebu seperti yang disajikan pada Tabel 4.2 di bawah ini:

Sangat Tahan

Tahan Moderat Peka Sangat Peka

Daun tetap normal, tidak terjadi penggulungan dan atau pengeringan

Daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga seperempat bagian

Daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga setengah bagian

Daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga tigaperempat bagian

Daun mengalami penggulungan dan atau pengeringan hingga seluruh bagian

Gambar 4.6 Kondisi daun tebu pada klon kelompok sangat tahan, tahan, moderat, peka dan sangat peka selama tercekam garam

Tabel 4.2 Persentase penurunan hasil tebu akibat cekaman NaCl

Nilai EC

(ds/m)

Persentase penurunan

hasil tebu (%)

1.7 0

3.3 10

6.0 25

10.4 50

18.6 100

Ketika EC ≥ 2, percobaan harus dilakukan pada tanaman dengan varietas

Page 12: morfologi tebu

yang resisten terhadap kekeringan. Pada tanaman yang dapat melakukan recovery, setiap kenaikan sebesar 1 ds/m EC akan menyebabkan penurunan hasil sekitar 0.2 sampai 0.3 % (London, 1994). Pada penelitian ini, nilai Electric Condutivity (EC) pada perlakuan 7,69 gr NaCl adalah 2.34 ds/m. Sedangkan nilai EC pada perlakuan 17.95 gr NaCl adalah 4.53 ds/m. Oleh karena itu, percobaan ini diperkirakan akan menurunkan hasil sampai 5 % pada perlakuan 7.69 gr dan 18 % pada perlakuan 17.95 gr.

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil screening tingkat toleransi terhadap cekaman salinitas pada 65 klon tebu rakitan P3GI, diperoleh hasil sebagai berikut 23 klon dengan sifat sangat tahan, 6 klon dengan sifat tahan, 32 klon dengan sifat moderate, 4 klon dengan sifat peka dan sangat peka. Berkurangnya laju dan kualitas pertumbuhan tanaman pada kondisi salin dapat disebabkan karena menurunnya potensial air dari substrat tempat tumbuh, meningkatnya penyerapan Na dan Cl, atau keduanya. Pada tanah salin potensial osmotik larutan tanah sama dengan yang diakibatkan oleh kekeringan (kemarau), maka beberapa gejala akibat cekaman garam juga tampak pada tanaman yang mengalami kekeringan. 5.2 Saran

Beberapa klon yang menunjukkan tingkat toleransi tahan dan sangat tahan dapat disarankan untuk pengembangan tebu pada lahan-lahan yang mempunyai musism kering agak panjang (lebih dari 3 bulan), yang menunjukkan tingkat toleransi moderate disarankan untuk pengembangan lahan tegalan dengan musim kering 2-3 bulan. Klon-klon yang menunjukkan tingkat toleransi peka terhadap kekeringan disarankan untuk pengeembangan tebu di lahan beriklim basah. Sedangkan klon-klon yang menunjukkan toleransi sangat peka

sebaiknya ditanam pada lahan-lahan beirigasi. Hasil dari penelitian ini disarankan untuk diuji lebih lanjut sebelum dikembangkan pada lahan yang direkomendasikan serta perlu dilakukan uji multi lokasi di beberapa lahan kering untuk melihat kestabilan sifat ketahanan tiap-tiap klon.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga, K dan Hidayat, S. 2006. Pemanfaatan Plasma Nutfah Melalui Bioteknologi Dalam Meningkatkan Produksi Pertanian. Bagian Bioteknologi PT Monagro Kimia.

Anonym. 2007. Strategi Mengkoleksi Plasma Nutfah Tebu di P3GI. Direktorat Perbenihan Dan Sarana Produksi. Departemen Pertanahan. Jakarta.

Anonym, 2008. Pengembangan Varietas Tebu Unggul. Pabrik Gula. Diakses dari WordPress.com

Armadani, D. P. 2008. Pengamatan Plasma Nutfah Tebu (Saccharum officinarum L.) Berdasarkan Kecepatan Pertumbuhan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Laporan Kerja Profesi.

Campbell, N.A. 2002. “Biologi” Edisi kelima. Jilid I. Erlangga. Jakarta. Hal 153.

Daniels, J., Roach, B. T. 1987. “Taxonomy And Evolution”. In D’Heinz (Eds). Sugarcane Improvement Through Breeding. Development In Crop Science II. Elsevier. Hal 9.

El-Swaify, S.A. 2000. Soil And Water Salinity. Plant Nutrient Management in Hawaii’s Soil. Approaches For Tropical and Subtropical Agriculture. In J.A. Silva and R. Uchida Eds. College of Tropical Agriculture and Human

Page 13: morfologi tebu

Resources. University of Hawaii at Manon.

Falah, R.N. 2009. Bioteknologi. Balai Besar Pelatihan Pertanian. Bandung.

FAO. 2005. Final Report for SPFS-Emergency Study on Rural Reconstruction Along the Eastern Coast of NAD Province. Government of the Republic of Indonesia, Ministry of Agriculture, Food and Agriculture Organization of the United Nations. Nippon Koei Co. Ltd. dalam Rachman, R., Erfandi, D., Ali, N. 2008. Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya. Jurnal Tanah Dan Iklim no. 28/2008. ISSN 1410 – 7244. Hal 28.

Farid, M.B. 2003. Perbanyakan Tebu (Saccharum officinarum L. ) Secara in vitro Pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. J. Sains & Teknologi. Desember 2003. VOL.3 NO.3:103-109. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas. Hal 103-109.

Farid, M.B, Yunus M., Nasarudin dan Darmawan. 2006. Variasi Somaklonal Tebu Tahan Salinitas Melalui Mutagenesis in vitro (Somaclonal Variation of Sugarcane Resistant to Salinity Under in vitro Mutagenesis). J. Agrivigor 5 (3):247-258, Agustus 2006; ISSN:1412-2286

Fitranty, N., Nurilmala, F., Santoso, D., Minarsih, H. 2003. Efektivitas Agrobacterium mentransfer gen P5CS ke dalam kalus tebu klon PS 851. Menara Perkebunan, 2003, 71 (1), Hal 16-27.

Fitter, A.H and R.K.M Hay. 1989. Environmental Physiology of Plants. Academic Press Limited.

London. dalam Widyasari, W.B, Eka, S., K.A. Wahyudi, Lamadji, S., Darmawan, T. 1997. Pendugaan toleransi nilai daya cabut akar pada klon-klon tebu. Bulletin P3GI No. 145, Mei 1997. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan. Hal 10-19.

Hussain, A., Khan, Z.I., Ghafoor, M.Y., Ashraf, M., Parveen, R., Rashid, M.H. 2004. Sugarcane, Sugar Metabolism and Some Abiotic Stresses. International Journal of Agriculture & Biology. 1560–8530/2004/06–4–732–742. Diakses dari http://www.ijab.org pada tanggal 06 April 2009.

Hussain, A, Khan, Z.I., Ashraf, M., Rashid, M.H, Akhtar, M.S. 2004. Effect of Salt Stress on Some Growth Attributes of Sugarcane Cultivars CP-77-400 and POJ-84. International Journal of Agriculture & Biology. 1560–8530/2004/06–1–188–191. Diakses dari http://www.ijab.org pada tanggal 20 Oktober 2009.

Ingram, J. and D. Bartels. 1996. The molecular basis of dehydration tolerance in plants. Ann. Rev. Physiol. Mol. Biol. 47:377-403. dalam Sinaga. 2002. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6.

Ismail, I Sudarsono, Idris, K., Darmawan, J., Sopandie,D., Aunuddin, Sukarso, G. . 1999. Peranan Na Dan Substitusi Parsial K-Na Dalam Pertumbuhan Dan Produksi Tebu (Saccharum officinarum L.) Serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Kimia Tanah. Bulletin P3GI No. 151, Januari 1999: 24-38. Pasuruan.

Page 14: morfologi tebu

Junaidi, W. 2009. Hubungan Air Dan Tanaman. Diakses dari KumpulBlogger.com

Kirkham. M. B. 1990. Plant responses to water deficit. In B. A. Stewart and D. R. Nielsen (Ed.) Irrigation of agricultural crops. Madison, Winsconsin USA. Hal 323-342.

Kuntohartono, T. 1970. Himpunan Diktat Kursus Tanaman. Balai Penyelidikan Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan. Hal 2, 5-6.

Lausanung, A., Erwan, Gybert E.M., Kisman, Nirwan S., Rantje R.W., Sigit P., Susiyanti, Venda J.P. 2003. DOMESTIKASI TUMBUHAN DAN HEWAN . Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor.

Lilius, G., Niklas Holmberg dan Leif Bulow. 1995. Enhanced NaCl Stress Tolerance in Transgenic Tobacco Expressing Bacterial Choline Dehydrogenase. Biotechnology Vol. 14.

London, J.R. 1994. Booker Tropical Soil Manual. “A Handbook For Soil Survey And Agricultural Land Evaluation in The Tropics And Subtropics”. Pitmas Press Limited. New York. Hal 306.

Lunin, J., M.H. Gallatin, and A.R. Batchelder. 1963. Saline Irrigat-ion of Several Vegetable Crops at Various Growth Stage. I. Effect of Yield. Agron. J. 55 : 107 - 110. dalam Farid. 2006. Variasi Somaklonal Tebu Tahan Salinitas Melalui Mutagenesis in vitro (Somaclonal Variation of Sugarcane Resistant to Salinity Under in vitro Mutagenesis). J. Agrivigor 5 (3):247-258, Agustus 2006; ISSN:1412-2286

Mansfield., T.A. and C. J. Atkinson. 1990. Stomatal behavior in water

stressed plants . In Alscher ang Cumming (Ed.). Stress respons in plant: adaptation and acclimation mechanisms. 241-246. Wiley-Liss, Inc., New York. dalam Sinaga. 2002. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6.

Munns, R., 2002. Comparative physiology of salt and water stress. Plant celland enviroment. (25): 29-250 dalam Sasli. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (Mva) Dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Makalah pribadi. Sekolah Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 3-4.

Moonns. A. 1995. Molecular and Physiological Responses to Abscisic Acid Salts in Roots of Salt-Sensitive and Salt-Tolerant Indica Rice Varieties. Plant Physiol Vol 107: 177-186.

Moore, P.H. 1987. “Breeding For Stress Resistance”. In D’Heinz (1987) Sugarcane Improvement Through Breeding. Development In Crop Science II. Elsevier. Hal 507, 515-516, 518, 527

Nasution, M.A. 2002. Biologi Molekuler Dan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Hal 6.

Omami, E.N. 2005. Differences In Salinity Stress Tolerance in Terms Of Growth And Water Use Efficiency Among Four Amaranth Genotypes. University of Pretoria. Hal 86-114.

Paridaa, A.K., Dasa, A.B. 2004. Salt Tolerance And Salinity Effects On Plants: A Review. Ecotoxicology and Environmental Safety 60 (2005)

Page 15: morfologi tebu

324–349. Diakses dari www.sciencedirect.com

Pugnaire, F. I., L. Serrano and J. Pardos. 1999. Constrains by water stress on plant growth. In M. Pessarakli (Ed.). Handbook of plant and crop stress. 2nd. Marcell Dekker. New York. Hal 271-283.

Raghavan, T.S. 1592. Sugarcane Bamboo Hybrids. Sugarcane Breeding Institute, Coimbatore. Nature 170. Hal 329 – 330.

Rachman, R., Erfandi, D., Ali, N. 2008. Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya. Jurnal Tanah Dan Iklim no. 28/2008. ISSN 1410 – 7244. Hal 28.

Ritung. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanah Dan Agroklimat. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian . Departemen pertanian. 2004. Hal 24.

Royyani, M.F dan Lestari V.B. 2009. Peran Indonesia dalam Penciptaan Peradaban Dunia: Perspektif Botani. Herbarium Bogoriense, Puslit biologi, LIPI.

Santoso, S. 2002. ‘Buku Latihan SPSS” Statistik Multivariat . PT Elex Media Kompulindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Sasli, I. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (Mva) Dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Makalah pribadi. Sekolah Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 3-4.

Sastrowijono, S. 1987. Identifikasi Varietas Tebu. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan. Hal 8.

Sinaga, S. 2002. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Hal 1-6. Diakses dari http://www.daneprairie.com pada tanggal 05 Maret 2009.

Setiawan, K. 1998. Study on varietal differences of drought of drought tolerance in peabut. Tesis. University of Agriculture. Tokyo. Hal 114.

Steenis, V. Dr. C.G.G.J., G.den Hoed dan Dr P.J Eyma. 2005. Flora. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Hal 144

Sugiarta, E. 1993. “Deskripsi beberapa varietas unggul diskriminatif”. Dari sajian warung tebu PG PagottanPTP XX (persero). Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan.

Sugiarta, E., Widyasari, W.B. 2007. Laporan Akhir 2007 “Koleksi Dan Konservasi Plasma Nutfah Tebu Di Indonesia”. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan. Hal 2.

Sugiharto, B., Netty.E., Hitoshi Sakkibara. 2003. Pembuatan Antibodi Poliklonal Secara Cepat Untuk Deteksi Protein Drought-Inducible Pada Tanaman Tebu. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 4 No. 2, 2003 : 108-115.

Suprapto. 1999. Pengaruh Waktu Sebar Pupuk Sp 36 Terhadap Dinamika Populasi Tunas Ps 80-960 Di Tanah Alluvial Sragi. Berita P3GI No. 26. Pasuruan. Hal 40-43.

Sutrisno dan Silitonga, T.S. 2004. Pengelolaan Plasma Nutfah Nabati Dan Jasad Renik (Tumbuhan Dan Tanaman) Sebagai Aset Dalam Pemenuhan Kebutuhan Manusi. BB-Biogen.

Tanimoto. T., L.G. Nickell. 1965. Estimation Of Drought Resistence

Page 16: morfologi tebu

Of Sugarcane Varietas. Proceddings Of The Twelfth Congress Of The International Society Of Sugarcane Technologist. Puerto Rico. Hal 893-897.

Tjokrodirdjo. H.S. 1981. Teknis Bercocok Tanaman Tebu. Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP). Yogyakarta.

Turner, N. C. and M. M. Jones. 1980. Turgor maintenance by osmotic adjusment : a review and evaluation , p : 87 : 103. In N. C. Turner and P. J. Kramer (Eds.). Adaptation of Plants to Water and High Temperatur Stress. John Wiley & Sons. New York. dalam Sasli, I. 2004. Peranan Mikoriza Vesikula Arbuskula (Mva) Dalam Peningkatan Resistensi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. Makalah pribadi. Sekolah Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 3-4.

Widyasari, W.B, Eka S., K.A. Wahyudi. 1996. Pengujian Tingkat Toleransi Kekeringan Klon-klon Tebu Unggul untuk Lahan Tegalan. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Tinur. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia Komisariat Daerah Jawa Timur. Hal 419-421.

Widyasari, W.B, Eka, S., K.A. Wahyudi, Lamadji, S., Darmawan, T. 1997. Pendugaan toleransi nilai daya cabut akar pada klon-klon tebu. Bulletin P3GI No. 145, Mei 1997. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan. Hal 10-19.

Widyasari, W.B, Eka, S., Suwandi. 2008. Evaluasi Sifat Agronomi Dan Molekuler Plasma Nutfah Tebu. Laporan Akhir Kegiatan Tahun

2008. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Balai Pengkajian Pertanian Jawa Timur. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 88 hlm

Yanti, Y. dan Resti Z. 2002. Produksi Senyawa Anti Mikroba Terhadap Mutan Pisang Raja Sereh yang Tahan Blood Deases Bacterium (BDB). FakultasPertanian , Universitas Andalas. Padang.

Yuniati. R. 2004. Penapisan Galur Kedelai Glycine max (l.) Merrill Toleran Terhadap NaCl Untuk Penanaman di Lahan Salin (Screening of Soybean Cultivars Glycine max (L.) Merrill under Sodium Chloride Stress Condition). Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Indonesia. Depok. MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004: 21-24

Zoko, G. 2009. Cekaman Kekeringan. Diakses dari gozomora.blogspot.com

BIODATA MAHASISWA Nama : Renata Silvana Junaidi Putri TTL : Sumenep, 17-Mei-1987 Alamat : Jl. KH Zainal Arifin 10 Sumenep Madura