22
Efek Overdosis Morfin dan Antidotumnya I. Teori Singkat Opium atau candu berasal dari getah Papaver somniferum L yang telah dikeringkan. Alkaloid asal opium dibagi atas dua yaitu golongan fenantren ( termasuk morfin dan kodein ) dan golongan benzilisokinolin (papaverin dan noskapin ). Morfin adalah opium alkaloid, analgesi poten, dan agen sedative. Pemberian morfin, akan menurunkan tonus vena, resistensi vascular sistemik, menyebabkan penurunan preload dan afterload. Kegunaan morfin di dalam pengobatan : Kegunaan morfin bagi pengobatan adalah untuk analgesik: Rasa sakit pada infark miokard Rasa sakit pada pasien yang mengalami krisis sel bulan sabit Rasa sakit yang disebabkan oleh kondisi operatif, baik pre- atau postoperatif Rasa sakit yang berhubungan dengan trauma Rasa sakit kronis, misalnya karena kanker Rasa sakit karena batu ginjal Rasa sakit di punggung yang parah

Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

Efek Overdosis Morfin dan Antidotumnya

I. Teori Singkat

Opium atau candu berasal dari getah Papaver somniferum L yang telah

dikeringkan. Alkaloid asal opium dibagi atas dua yaitu golongan fenantren ( termasuk

morfin dan kodein ) dan golongan benzilisokinolin (papaverin dan noskapin ). Morfin

adalah opium alkaloid, analgesi poten, dan agen sedative. Pemberian morfin, akan

menurunkan tonus vena, resistensi vascular sistemik, menyebabkan penurunan preload dan

afterload.

Kegunaan morfin di dalam pengobatan :

Kegunaan morfin bagi pengobatan adalah untuk analgesik:

• Rasa sakit pada infark miokard

• Rasa sakit pada pasien yang mengalami krisis sel bulan sabit

• Rasa sakit yang disebabkan oleh kondisi operatif, baik pre- atau postoperatif

• Rasa sakit yang berhubungan dengan trauma

• Rasa sakit kronis, misalnya karena kanker

• Rasa sakit karena batu ginjal

• Rasa sakit di punggung yang parah

Morfin juga dapat digunakan sebagai:

• Sebagai adjuvan bagi anestesi umum

• Epidural anestesi / analgesik intratekal

• Tindakan paliatif

Page 2: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

• Antitusif

• Penatalaksanaan dyspnea

• Antidiare pada kondisi kronis

• Pulmonari edema akut

• Menurunkan/ menyeimbangkan gula darah pada pasien diabetes dan

melawan efek diabetes lain, seperti neuropati diabetes. Morfin juga memberi

efek terhadap hipertensi, kadar kolesterol darah, meningkatkan hasil

laboratorium dari berbagai jenis dari anemia

• Depresi refrakter

Morfin digunakan untuk mengurangi nyeri dan sebagai cara penyembuhan dari

ketagihan alkohol dan opium. Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya)

relatif selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa

getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang

setelah pemberian morfin dosis terapi.

Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ;

(1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri

(2) morfin dapat mempengaruhi emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang

timbul di korteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks

serebri dari thalamus

(3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri

meningkat.

Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan

mengaktivasi reseptor µ-opioid pada sistem saraf pusat. Aktivasi reseptor ini terkait

dengan analgesia, sedasi, euforia, physical dependence dan respiratory depression. Morfin

juga bertindak sebagai agonis reseptor κ-opioid yang terkait dengan analgesia spinal dan

Page 3: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

miosis. Morfin juga mengaktivasi reseptor δ, yang mana memegang peranan dengan

menimbulkan depresi pernafasan seperti opioid.

Terdapat juga opioid endogen yang terdapat dalam tubuh manusia, terdapat tiga

jenis yaitu endorphin, enkefalin dan dinorfin. Faktor yang dapat mengubah eksitasi morfin

ialah idiosinkrasi dan tingkat eksitasi reflex SSP. Idiosyncrasy adalah suatu reaktivitas

abnormal terhadap zat kimia yang ganjil/ aneh yang ditimbulkan dari seorang individu.

Respon idiosinkrasi mungkin berasal dari bentuk sensitivitas yang extreme terhadap dosis

rendah atau insensitifitas ekstreme terhadap dosis tinggi dari suatu zat kimia. Kita sekarang

tau dengan yakin bahwa reaksi idiosinkrasi dapat dihasilkan dari genetic polimorfisme

yang menyebabkan individual differences dalam farmakokinetik obat. Polimorfisme juga

dapat menyebabkan farmakodinamik obat berbeda ke individu seperti interaksi obat-

reseptor.

Morfin memiliki efek samping depresi respirasi dan CNS yang menghasilkan

respiratory arrest. Efek morfin pada SSP dan usus ditimbulkan karena morfin bekerja

sebagai agonis pada reseptor µ. Selain itu, morfin juga mempunyai afinitas yang lebih

lemah terhadap reseptor δ dan κ. Morfin mempunyai efek yang lebar terhadap sistem

fisiologi. Morfin berefek analgesia, mood afek, dan perilaku menghargai, perubahan

respirasi (depresi), kardiovaskular, gastrointestinal, dan fungsi neuroendokrin.

Reseptor agonis opioid juga merupakan analgesi potent pada binatang. Depresi

pernapasan dan miosis mungkin terjadi, termasuk euphoria. Morfin dosis kecil

menimbulkan euphoria pada pasien yang sedang menderita nyeri, sedih, dan gelisah.

Sebaliknya dosis yang sama pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa

perasaan khawatir atau takut disertai mual dan muntah. Morfin menimbulkan pula rasa

kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir, apatis, aktivitas motorik kurang, letargi,

muka gatal dan mulut terasa kering.

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh tetapi dapat diabsorpsi melalui kulit luka,

morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorpsi usus, tetapi efek analgetik

setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik setelah pemberian

Page 4: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

parenteral dengan dosis yang sama. Setelah pemberian dosis tunggal, sebagian morfin

mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian dikeluarkan dengan

bentuk bebas dan 10% tidak diketahui nasibnya. Indikasi pemberian morfin biasa ditujukan

sebagai anti nyeri, edema paru akut dan anti diare. efek samping yang ditunjukan akibat

penggunaan morfin cukup beragam antara lain idiosinkrasi dan alergi serta intoksikasi

akut. Beberapa individu, terutama wanita mengalami eksitasi oleh morfin, misalnya mual

dan muntah yang mendahului depresi, tetapi delirium dan konvulsi jarang timbul.

Pada beberapa spesies, efek eksitasi morfin jauh lebih jelas. Misalnya pada kucing

dan kuda, menunjukkan eksitasi (rangsangan) yang umumnya hebat, pupil melebar,

hipersalivasi, pada tikus menunjukkan perubahan tonus badan dimana badan berada dalam

sikap yang diberikan oleh pembuat percobaan (katalepsi), pada kelinci menyebabkan

depresi dan percobaan pada mencit menunjukkan eksitasi sedang, ekornya diangkat dan

berbentuk S (efek Straub). Suatu peristiwa pada manusia yang menyerupai species

difference ini ialah peristiwa idiosinkrasi (efek obat yang terjadi pada individu tertentu

tetapi berbeda dengan efek yang terjadi pada umumnya, yang disebabkan oleh kelainan

genetik). Misalnya: morfin yang pada kebanyakan orang menyebabkan efek depresi, pada

orang tertentu, khususnya wanita, menyebabkan eksitasi.

II. Tujuan

Pada akhir percobaan/praktikum ini mahasiswa harus dapat :

1. Melihat efek morfin terutama depresi napas, miosis dan gejala lain yang terjadi

pada over dosis (OD) pada manusia, yang diperlihatkan pada kelinci terhadap

manusia

2. Menjelaskan efek morfin pada berbagai spesies ﴾”species difference”﴿.

3. Mempelihatkan efek antidotum pada keracunan/ over dosis morfin

4. Melatih mahasiswa menghitung dosis yang tepat yang akan diberi pada masing-

masing hewan coba dan memberi suntikan yang tepat sesuai petunjuk.

Page 5: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

III. Efek overdosis morfin dan antidoktumnya

Untuk memperlihatkan efek morfin pada manusia seperti sedasi, lemas, dan miosis

terutama gejala overdosis (OD) morfin dimana terjadi trias intoksikasi akut : depresi nafas,

miosis hebat dan koma, maka observasi pada kelinci paling tepat menggambarkan hal

tersebut.

Kelinci

1. Ambillah seekor kelinci, perlakukan hewan coba dengan baik dan tidak kasar.

2. Timbanglah kelinci anda dengan timbangan hewan coba dengan akurat dan catat.

3. Lakukan observasi parameter dasar: sikap kelinci, reflex otot, diameter pupil kanan

dan kiri, hitung frekuensi pernafasan dan denyut jantung, kelakukan kelinci.

Sikap kelinci : biasanya lincah, jalan-jalan di meja laboratorium

Refleks otot: tariklah (jangan terlalu keras) tungkai kaki depannnya, normal

biasanya ada tahanan

Diameter pupil diukur dalam kondisi cahaya yang constant

Frekuensi nafas dapat dihitung dengan meraba dada kelinci atau dengan

menghitung kembang-kempisnya cuping hidungnnya. Karena frekuensi nafas

kelinci cepat maka hitunglah ¼ menit kemudian kalikan 4

Denyut jantung dihitung dengan meraba bagian dada bawah tubuh kelinci.

4. Setelah seluruh parameter dasar selesai, hitunglah berapa ml, larutan morfin yang

akan disuntik pada kelinci dengan cara perhitungan diatas.

BB Kelinci

Perkiraan:

Berat badan kelinci : 800 gram (0,8 Kg)

Dosis morfin : 0,8 kg x 0,5 ml = 0,4 ml

Page 6: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

Dosis nalokson : 0,2 ml

5. Mintalah pada instruktur larutan morfin 4% yang akan disuntik, dalam semprit yang

telah disediakan.

6. Lakukan tindakan asepsis, dengan mengosok tempat suntikan dengan larutan alcohol

70%.

7. Suntikan larutan morfin 4% yang sesuai dengan perhitungan untuk kelinci anda

secara subkutan di daerah subscapula.Pastikan seluruh cairan morfin tadi masuk ke

dalam tubuh kelinci dan tidak ada yang tercecer keluar.

8. Biarkan kelinci tetap diatas meja laboratorium, dan lakukan observasi seluruh

parameter tiap 10 menit.

9. Bila frekuensi pernafasan telah 20X/menit, laporkan pada instruktur dan mintalah

larutan kafien benzoate 0,5ml dan suntikan secara subkutan pada daerah subscapula.

10. Ulangi obsevasi – observasi diatas. Jika sesudah 10 menit belum ada perubahan –

perubahan yang nyata, dan jika depresi respirasi sangat hebat Bila frekuensi

pernafasan tetap turun sampai kurang dari 15X/menit, laporkan pada instruktur agar

disuntikan nalorfin 0,2ml pada vena marginalis kelinci.

11. Perhatikan pada saat terjadi overdosis pada kelinci yang ditandai dengan : depresi

pernafasan, miosis, dan sikap kelinci menjadi cemas, tonus otot sangat menurun,

maka beberapa detik setelah penyuntikan nalorfin, maka kelinci akan pulih seperti

semula; aktif, tonus otot baik, frekuensi nafas normal.

Page 7: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

Hasil pemeriksaan:

Observasi

Kelinci

Sebelum

pemberian

morfin

Selepas pemberian morfin

5 menit 10 menit 15 menit

Sikap kelinci Aktif Aktif Kurang

Aktif

Kurang

Aktif

Reflek otot Kuat Kuat Berkurang Berkurang

Diameter

pupil

kanan(cm)

0,5 0,5 0,3 0,3

Diameter

pupil kiri(cm)

0,5 0,5 0,3 0,3

Frekuensi

napas /menit

196 180 20 15

Denyut

jantung/menit

91 90 15 10

Page 8: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

IV. Pembahasan

Farmakodinamik

Efek morfin terjadi pada susunan saraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek

morfin pada system saraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.

Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.

Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,

konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin

juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah

pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian

parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi

Selepas pemberian kafein benzoate

4%

Selepas pemberian

nalokson

15 menit 20 menit

Sikap kelinci Diam Aktif kembali

Reflek otot Berkurang Kuat

Diameter pupil

kanan(cm)

0,3 0,6

Diameter pupil

kiri(cm)

0,3 0,6

Frekuensi

napas/menit

8 164

Denyut

jantung/menit

15 117

Page 9: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan

dalam tinja dan keringat.

Pada kelinci pemberian morfin menyebabkan terjadinya depresi nafas dan pin point pupils

(miosis). Hal ini disebabkan oleh kerja morfin pada reseptor mu yang lebih dominant

daripada reseptor kappa dan sigma. Reseptor mu berperan dalam efek analgesik

supraspinal dan depresi napas serta ketergantungan fisik.

Hal tersebut dapat menimbulkan reaksi yang serupa pada manusia, yaitu

gejala – gejala khas yang terjadi pada keracunan akut berupa TRIAS: koma, pinpoint

pupil dan depresi pernapasan.

- Penurunan kesadaran, pasien akan tampak tertidur, sopor ataupun koma (bila

terjadi intoksikasi berat).

- Respiration rate melambat, dapat mencapai 2-4 kali/mnt.

- Blood pressure awalnya normal kemudian secara progresif menurun.

Apabila pada masa awal toksifikasi pasien segera ditangani dengan oksigenasi

yang adekuat, maka Blood pressure dapat mengalami perbaikan. Tetapi apabila

terjadi hipoksia yang persisten, maka akan terjadi capillary damage dan pada

akhirnya terjadi syok.

- Penurunan suhu tubuh, kulit menjadi dingin dan lembab.

- Pembentukkan urine berkurang akibat pelepasan hormon ADH dan penurunan

blood pressure.

- Penurunan tonus otot rangka, mandibula relaksasi dan lidah mudah terjatuh ke

belakang sehingga dapat memblok jalan napas.

- Miosis/Pinpoint Pupil yang simetris. Tetapi jika hipoksia berkepanjangan, yang

terjadi justru dilatasi pupil / midriasis.

Pada pemberian kafein benzoate sebagai suatu obat perangsang SSP, yaitu memberi efek

stimulasi sistim saraf pusat untuk mengurangi depresi pernafasan. Bila tampak terjadi

perbaikan, hal ini berarti masih ada reseptor yang belum berikatan dengan morfin, jadi

masih ada tempat bagi kafein benzoate untuk berikatan dan memberikan efek SSP. Dalam

Page 10: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

percobaan, setelah dilakukan pemberian kafein benzoat tak tampak perbaikan depresi SSP

dalam observasi, yaitu salah satunya pernapasan.

Bila kafein benzoate tidak berhasil memberikan perbaikan terhadap efek morfin, maka

pemberian nalokson harus dilakukan. Nalokson berperan sebagai antagonis murni (anti

dotum) terhadap overdosis morfin, sehingga gejala- gejala intoksikasi morfin (trias)

berupa depresi pernapasan, miosis, dan penurunan kesadaran serta aktivitas motorik dapat

dihilangkan pada kelinci tersebut. Dan setelah kelinci disuntik dengan larutan nalokson,

dilihat ke semuanya aspeknya kembali normal seperti semula.

Gejala kelebihan dosis :

Pupil mata sangat kecil (pinpoint), depresi pernafasan  dan coma (tiga gejala

klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai juga

nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah). Gejala–gejala lepas

obat : Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat banyak

(dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi(kejang) dan koma, keluar airmata (lakrimasi),

keluar air dari hidung(rhinorhea), berkeringat banyak, cold turkey, pupil dilatasi, tekanan

darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia (suhu tubuh sangat meninggi), gelisah

dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis toksik.

Kafein benzoate

Merupakan sediaan dari golongan xantin. Xantin merupakan alkaloid yang bersifat

basa lemah, biasanya diberikan  dalam bentuk garam rangkap. Untuk pemberian oral dapat

diberikan dalam bentuk basa  bebas dan garam , sedangkan untuk pemberian parenteral 

perlu sediaan dalam bentuk garam.

Kafein disebut juga tein, merupakan kristal putih yang larut dalam air dengan

perbandingan 1: 46 kafein-Na benzoat dan kafein sitrat, berupa senyawa putih , agak, pahit

dan larut dalam air. Yang pertama tersedia , dalam ampul 2 mL mengandung 500 mg untuk

suntikan IM, sedangkan kafein sitrat terdapat bentuk tablet 60 dan 120 mg untuk

pemakaian oral.

Page 11: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

Farmakodinamik

Susunan saraf pusat.

Orang yang minum kafein merasakan tidak begitu mengantuk,  tidak begitu lelah,

dan daya pikirnya lebih cepat dan lebih jernih ; tetapi kemampuannya berkurang dalam

pekerjaan yang  memerlukan koordinasi otot halus ( kerapihan) , ketepatan waktu dan

ketepatan berhitung. Efek diatas timbul pada pemberian kafein 85-250 mg.

Sistem kardiovaskular

Kafein rendah dalam plasma akan menurunkan denyut jantung yang mungkin

disebabkan oleh perangsangan nervus vagus di medula oblongata. Sebaliknya kadar

teofilin dan kafein yang lebih tinggi menyebabkan takikardi, bahkan pada individu yang

sensitif mungkin dapat menyebabkan aritmia, misalnya kontraksi ventrikel yang prematur.

Aritmia ini  dapat dialami oleh orang yang minum kafein berlebihan.

Pembuluh darah

Kafein dan teofilin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, termasuk pembuluh

darah koroner dan pulmonal karena efek langsung pada otot pembuluh darah. Dosis terapi

kafein akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer yang bersama dengan

peninggian curah jantung yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah. Terapi

vasodilatasi perifer ini hanya berlangsung sebentar  sehingga tidak  mempunyai kegunaan

terapi.

Otot polos

Efek terpenting xantin adalah relaksasi otot polos bronkus, terutama bila otot

bronkus dalam keadaan konstriksi secara eksperimental akibat histamin atau secara klinis

pada pasien asma bronkial.

Otot rangka

Dalam kadar terapi, kafein dan teofilin ternyata  dalam memperbaiki kontraktilitas 

dan mengurangi kelelahan otot diafragma pada orang normal maupun pada pasien COPD.

Diuresis

Semua xantin meninggikan produksi urin.

Sekresi urin

Sekresi lambung setelah pemberian kafein memperlihatkan gambaran khas pada

orang normal maupun  pada orang tukak lambung duodenum. Individu dengan

Page 12: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

presdisposisi tukak peptik atau pasien dengan tukak peptik yang mengalami remisi juga

menunjukan respon yang abnormal terhadap pemberian kafein.

Efek metabolik

Pemberian kafein orang sehat ataupun orang yang gemuk dapat menyebabkan

peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma dan juga meninggikan metabolisme

basal.

Farmakokinetik

Metilxantin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal atau parenteral. Sediaan

bentuk cair dan tablet yang tidak bersalut akan diarbsorbsi lengkap dan cepat.

Intoksikasi

Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang

biasanya paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah muntah  dan

kejang. Kadar kafein dalam darah pascamati ditemukan antara 80 µg/mL sampai lebih dari

1 mg/mL.

Nalokson

    

Nalokson adalah antagonis opiat yang utama yang tidak mempunyai atau hanya

sedikit mempunyai aktivitas agonis. Jika diberikan pada pasien yang tidak menerima opiat

dalam waktu dekat, nalokson hanya memberi sedikit atau bahkan tidak memberikan efek.

Sedangkan pada pasien yang sudah menerima morfin dosis tinggi atau analgesik lain

dengan efek mirip morfin, nalokson mengantagonis sebagian besar efek opiatnya. Akan

terjadi peningkatan kecepatan respirasi dan minute volume, penurunan arterial PCO2

menuju normal, dan tekanan darah menuju normal jika ditekan. Nalokson mengantagonis

depresi pernapasan ringan akibat opiat dosis rendah. Karena durasi kerja nalokson lebih

singkat dibandingkan durasi kerja opiat, maka efek opiat mungkin muncul kembali begitu

efek nalokson menghilang. Nalokson mengantagonis efek sedasi atau tertidur yang dipicu

oleh opiat. Nalokson tidak mengakibatkan toleransi atau ketergantungan fisik maupun

psikologis.

Page 13: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

Efek Tanpa Pengaruh Opioid

     Pada beberapa eksperimen diperlihatkan bahwa nalokson: (1) menurunkan ambang

nyeri pada mereka yang biasanya ambang nyerinya tinggi, (2) mengantagonis efek

analgetik plasebo, (3) mengantagonis analgesia yang terjadi akibat perangsangan lewat

jarum akupuntur.

     Semua efek ini diduga berdasarkan antagonisme nalokson terhadap opioid endogen

yang dalam keadaan lebih aktif. Namun masih perlu pembuktian lebih lanjut efek nalokson

ini sebab banyak faktor fisiologi yang berperan dalam anagesia diatas dugaan yang sama

juga timbul tentang efek nalokson terhadap hipotensi pada hewan dalam keadaan syok

danefeknya dalam mencegah efek overeating dan obesitas pada tikus-tikus yang diberi

stress berat.

Efek subjektif yang ditimbulkan nalorfin pada manusia bergantung pada dosis ,

sifat orang bersangkutan dan keadaan. Pemberian 10-15mg nalorfin atau 10 mg morfin

menimbulkan analgesia sama kuat pada pasien dengan nyeri pascabedah.

Efek tersebut diduga disebabkan oleh kerja agonis pada reseptor kappa. Pada

beberapa persen timbul reaksi yang tidak menyenangkan misalnya rasa cemas, perasaan

yang aneh, sampai timbulnya day dreams yang mengganggu atau lebih berat lagi timbul

halusinasi. Paling sering halusinasi visual. Semua efek ini juga timbul akibat sifas

agonisnya pada reseptor opioid kappa meskipun kerjanya pada reseptor delta juga

berperan.

Nalorfin dan levalorvan juga menimbulkan depresi nafas yang diduga karena

kerjanya pada reseptor kappa. Berbeda dengan morfin, depresi nafas ini tidak bertambah

dengan bertambahnya dosis. Kedua obat ini terutama levalorvan memperberat depresi

nafas oleh morfin dosis kecil tetapi menghambat antagonis depresi napas akibat morfin dosis

besar.

Efek dengan pengaruh opioid

Semua efek agonis opioid pada reseptor mu diantagonis oleh nalokson dosis

kecil(0,4-0,8mg) yang diberikan IM atau IV. Frekuensi napas meningkat dalam 1-2 menit

setelah pemberian nalokson pada pasien dengan depresi nafas akibat agonis opioid, efek

sedatif dan efek pada tekanan darah juga segera dihilangkan. Pada dosis besar, nalokson

juga menyebabkan kebalikan efek dari efek psikomimetik dan disforia akibat agonis

Page 14: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

antagonis. Antagonisme nalokson ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung dari

dosisnya. Antagonisme nalokson terhadap efek agonis opioid sering disertai dengan

terjadinya fenomena overshoot misalnya berupa peningkatan frekuensi nafas melebihi

frekuensi sebelum dihambat oleh opioid. Fenomena ini diduga berhubungan dengan

terungkapnya ketergantungan fisik akut yang timbul 24 jam setelah morfin dosis besar.

Terhadap individu yang memperlihatkan ketergantungan fisik terhadap morfin,

dosis kecil nalokson SK akan menyebabkan gejala putus obat yang dapat berat. Gejala ini

mirip dengan gejala akibat penghentian tiba-tiba pemberian morfin, hanya timbul beberapa

menit setelah penyuntikan dan berakhir setelah 2 jam. Berat dan lama berlangsungnya

sindrom ini tergantung dari dosis antagonis dan beratnya ketergantungan. Hal yang sama

terjadi pada orang dengan ketergantungan fisik terhadap agonis parsial tetapi diperlukan

dosis lebih besar.

Farmakokinetik  

Nalokson hanya dapat diberikan parenteral dan efeknya segera terlihat setelah

penyuntikan intravena. Secara oral nalokson juga diserap tetapi karena hampir seluruhnya

mengalami metabolisme lintas pertama maka harus diberikan parenteral. Obat ini

dimetabolisme di hati terutama dengan glukoronidasi.

Waktu paruhnya sekitar 3 jam dan masa kerjanya mendekati 24 jam.

Metabolitnya 6 naltrekson merupakan antagonis opioid yang lemah dan masa

kerjanya panjang. Naltrekson lebih poten dari nalokson, pada pasien adiksi

opioid pemberian 100mg   se ca ra   o r a l   dapa t menghambat efek euforia

yan ditimbulkan oleh 25 mg heroin IV selama 48 jam.

Toleransi dan Ketergantungan Fisik

Toleransi hanya terjadi terhadap efek yang ditimbulkan oleh sifat agonis jadi

hanyatimbul pada efek subjektif sedatif dan psikomimetik dari nalorfin. Penghentian tiba-

tiba nalorfin dosis tinggi menyebabkan gejala putus obat yang khas tetapi lebih ringan

daripada gejala putus obat morfin.

Nalokson, nalorfin dan levalorfan kecil kemungkinannya untuk disalahgunakan,

sebab tidak menyebabkan ketergantungan fisik, tidak menyokong ketergantungan fisik

Page 15: Morfin Kelinci- Devy Lisa Nana

morfin, dan dari segi subjektif dianggap sebagai obat yang kurang menyenangkan bagi

para pecandu.

Indikasi

Antagonis opioid ini diindikasikan untuk mengatasi depresi napas akibat takar

layak opioid pada bayi baru lahir oleh ibu yang mendapat opioid pada waktu persalinan

akibat suicide dengan suatu opioid, dalam hal ini nalokson merupakan obat terpilih. Obat

ini juga digunakan untuk ketergantungan fisik terhadap opioid.

Sediaan dan Posologi

     Nalorfin HCL tersedia untuk penggunaan parenteral masing-masing mengandung 0,2

mg nalorfin/ml untuk anak dan 5 mg nalokson 0,4 mg/ml. Pada intoksikasi opioid

diberikan 2 mg nalokson dalam bolus IV yang mungkin perlu diulang. Karena waktuparuh

yang singkat dosis ini diulang tiap 20-60 menit terutama pada keracunan opioid kerja lama

seperti metadon. Cara lain ialah memberikan dosis 60% dari dosisawal setiap jam setelah

dosis awal. Untuk mengatasi depresi nafas oleh opioid pada neonatus biasanya diberikan

dosis awal 0,01mg/kgBB intravena, intramuskular, atau subkutan yang dapat diulang 3-5

menit bila respon belum tampak. Tergantung dari beratnya depresi nafas dosis ini dapat

diulang tiap 30-90 menit.