159
Modul statistika dasar 1 BAB I PENYAJIAN DATA 1.1 PENDAHULUAN Data mentah atau data yang diperoleh dari proses pengumpulan data pada umumya masih berupa data yang tidak teratur. Agar data tersebut lebih bermakna, maka proses pertama adalah mengelompokkan atau mengatur data mentah tersebut ke dalam bentuk-bentuk tertentu agar lebih berarti dan mudah untuk penggunaan selanjutnya. Selain ditampilkan dalam bentuk distribusi angka-angka, data juga bisa ditampilkan dalam bentuk grafik. Tampilan berupa grafik pada prinsipnya bertujuan agar data secara sekilas mudah dipahami, selain disajikan dalam format yang lebih menarik. Pemilihan grafik dalam penyajian data tergantung dari jenis data yang mau disajikan. Dalam hal ini dibedakan berdasarkan atas data kualitatif dan data kuantitatif. KOMPETENSI KHUSUS, Diharapkan pada akhir perkuliahan nanti mahasiswa/i dapat menyajikan data-data dalam bentuk grafik, dan dapat menginterpretasikan tampilan grafik-grafik yang ada. 1.2 PENYAJIAN PENYAJIAN DATA Bentuk-bentuk tampilan atau penyajian data pada dasarnya ada dua jenis : 1. Tabel Data biasa ditampilkan dalam bentuk tabulasi, yang berarti terdapat BARIS dan KOLOM dalam jumlah tertentu. Tabel sendiri bisa dibagi penggunaannya berdasar jenis data yang ada. Jika data adalah kualitatif, maka penggunaan TABEL KONTINGENSI lebih dianjurkan karena tidak adanya decimal dalam data kualitatif. Sedang untuk data kuantitatif, agak sulit untuk menampilkannya dalam sebuah table kontigensi. untuk itu data kuantitatif biasa disajikan dengan sebuah STEAM AND LEAF DISPLAY, atau menyusunnya dalam sebuah distribusi frekuensi.

Modul Lengkap Statistika Dasar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

1

BAB I

PENYAJIAN DATA

1.1 PENDAHULUAN

Data mentah atau data yang diperoleh dari proses pengumpulan data pada umumya

masih berupa data yang tidak teratur. Agar data tersebut lebih bermakna, maka proses

pertama adalah mengelompokkan atau mengatur data mentah tersebut ke dalam

bentuk-bentuk tertentu agar lebih berarti dan mudah untuk penggunaan selanjutnya.

Selain ditampilkan dalam bentuk distribusi angka-angka, data juga bisa ditampilkan

dalam bentuk grafik. Tampilan berupa grafik pada prinsipnya bertujuan agar data

secara sekilas mudah dipahami, selain disajikan dalam format yang lebih menarik.

Pemilihan grafik dalam penyajian data tergantung dari jenis data yang mau disajikan.

Dalam hal ini dibedakan berdasarkan atas data kualitatif dan data kuantitatif.

KOMPETENSI KHUSUS, Diharapkan pada akhir perkuliahan nanti mahasiswa/i

dapat menyajikan data-data dalam bentuk grafik, dan dapat menginterpretasikan

tampilan grafik-grafik yang ada.

1.2 PENYAJIAN

PENYAJIAN DATA

Bentuk-bentuk tampilan atau penyajian data pada dasarnya ada dua jenis :

1. Tabel

Data biasa ditampilkan dalam bentuk tabulasi, yang berarti terdapat BARIS dan

KOLOM dalam jumlah tertentu. Tabel sendiri bisa dibagi penggunaannya

berdasar jenis data yang ada. Jika data adalah kualitatif, maka penggunaan

TABEL KONTINGENSI lebih dianjurkan karena tidak adanya decimal dalam

data kualitatif. Sedang untuk data kuantitatif, agak sulit untuk menampilkannya

dalam sebuah table kontigensi. untuk itu data kuantitatif biasa disajikan dengan

sebuah STEAM AND LEAF DISPLAY, atau menyusunnya dalam sebuah

distribusi frekuensi.

Page 2: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

2

Contoh :

Penggambaran data kualitatif.

Remaja Muda Dewasa

Suka 2 5 12

Cukup suka 7 21 30

Tidak suka 5 11 21

Selain dengan table kontingensi, data juga bias dikelompokkan berdasar besaran-

besaran tertentu, yang disebut kelas-kelas, desertai sebuah kolom yang berisi

frekuensi tertentu. Tabel semacam ini biasa disebut dengan Distribusi Frekuensi.

Contoh Penggambaran data kuantitatif.

Berat Badan

(kg)

Frekuensi

25 - 40 10

41 - 56 27

Di atas 56 7

2. Grafik (Diagram)

Selain disusun dalam bentuk table kontingensi atau distribus frekuensi yang

hanya menonjolkan angka-angka, data juga bisa disajikan lebih menarik dengan

tampilan berupa grafik, seperti grafik batang, grafik lingkaran, grafik garis dan

sebagainya. Pada distribusi frekuensi, selain data ditampilkan dalam bentuk

frekuensi perkelas, data juga bias divisualkan dalam bentuk histogram atau

polygon.

Contoh diagram lingkaran :

Page 3: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

3

Contoh Poligon :

Selain dengan table atau grafik, data khususnya data kuantitatif bisa pula

dusajikan dala bentuk STEAM AND LEAF atau ORDERED ARRAY. Ordered

array adalah menyusun data-data secara berurutan (order), bisa dari data terkecil

ke data terbesar atau sebaliknya. Sedangkan steam and leaf merupakan tahap

lanjutan dari ordered array. Setelah data tersusun, kumpulan data tersebut bisa

disajikan dalam bentuk data pokok lalu disertai dengan angka decimal yang ada.

Jadi penyusunan steam and leaf akan efektif pada penyajian data yang

mempunyai angka decimal, seperti tinggi badan 173,3 cm, berat badan 56,7 kg

dan seterusnya.

Page 4: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

4

Grafik Batang (Bar), Lingkaran ( Pie), dan Pareto.

Penyajian data dalam bentuk grafik sebaiknya dilihat pula pada tipe

datanya.jika data bersifat KATEGORIKAL, seperti data nominal dan ordinal,

maka grafik yang sesuai adalah Bar Chart ( Grafik Batang), Pie Chart

(Lingkaran) dan Pareto.

1. Grafik Batang (Bar Chart)

Grafik batang sebenarnya mirip dengan histogram, hanya grafik batang tidak

perlu berdasar atas kelas-kelas pada sebuah distribusi frekuensi. Disebut bar

(batang) karena setiap kategori yang ada akan ditampilkan dalam bentuk

batang. Dengan demikian jika ada lima kategori, nanti akan ada lima batang,

sedangkan panjang atau lebar setiap batang akan ditentukan oleh frekuensi

yang ada pada setiap kategori. Jika kategori A mempunyai data sebanyak 40,

sedang kategori B mempunyai data sebanyak 80, maka secara visual, panjang

Bar B akan dua kali (80/40) panjang Bar A.

Contoh 1. Berikut adalah data penjualan mobil di Indonesia mulai Januari-

Juni 2002.

Kategori Sedan

Merk Jumlah (unit)

Toyota 5661

Mitsibishi 1799

Suzuki 1463

Isuzu 1237

Daihatsu 1093

Honda 717

Page 5: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

5

Kategori Non Sedan

Merk Jumlah (unit)

Toyota 37991

Mitsibishi 37654

Suzuki 29239

Isuzu 14140

Daihatsu 10142

Honda 3449

Contoh 1. Grafik Batang.

Merk Mobil Sedan.

Grafik Batang Untuk Kategori non Sedan.

0100020003000400050006000

Jumlah penjualan mobil sedan

Jumalh…

Page 6: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

6

Jika pada pembacaan batang di atas mengalami kesulitan, pada grafik

biasa ditambahkan Grid atau garis pembantu untuk memperjelas posisi

batang, atau dalam kasus ini memperjelas jumlah unit mobil yang terjual

untuk merk tertentu seperti yang tertera pada grafik.

Dengan bantuan grid seperti ini member garis tiap 5000 unit, jumlah

penjualan mobil bisa dilihat dengan mudah. Misalnya merk Isuzu bisa dilihat

diperkirakan mendekati 15.000 unit. merk Honda cukup jauh dari 5.000 dan

seterusnya.

Variasi lain adalah apabila diinginkan penonjolan satu atau beberapa data

yang dianggap penting, sehingga harus tampak berbeda dengan data lainnya.

Sebagai contoh ditonjolkan data penjualan mobil non sedan merk Suzuki

dengan tampilan bar yang berbeda disertai dengan adanya nilai pada label.

Seperti pada grafik batang di bawah ini.

2. Grafik Lingkaran ( Pie Chart)

010000200003000040000

jumlah penjualan mobil non sedan

Jumalh (unit)

Page 7: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

7

Jenis grafik yang biasanya menampilkan data kualitatif adalah grafik

lingkaran (pie). Jika pada grafik Bar, setiap bar (batang) mewakili frekuensi

tertentu dari data, maka pada grafik pie, frekuensi data dinyatakan dalam

besar irisan yang ada pada grafik. Pir Chart sebenarnya mirip dengan

histogram, hanya pada diagram batang tidak perlu berdasar pada kelas-kelas

pada sebuah distribusi frekuensi. Dengan demikian jika ada lima katergori,

nanti aka nada lima batang karena setiap kategori yang ada akan ditampilkan

dalam bentuk batang. Sedangkan panjang (lebat) setiap batang akan

ditentukan oleh frekuensi yang ada pada setiap kategori. Jika kategori A

mempunyai data 40, sedang kategori mempunyai data 80 maka secara visual,

pangjang batang B akan dua kali panjang batang A.

Kategori Sedan

jumlah penjualan mobil)

Toyota

Mitsibishi

Suzuki

Isuzu

Daihatsu

Honda

Page 8: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

8

Karegori Non Sedan

3. Grafik Pareto

Grafik Pareto sering digunakan dalam penggunaan statistic untuk

pengendalian mutu (quality control), yang menggambarkan komponen mana

yang lebih menonjolkan kuantitasnya dibanding yang lain, sehingga perlu

perhatian khusus.

Grafik ini merupakan gabungan antara tampilan grafik batang dengan

grafik garis dengan cirri khas data-data untuk pembuatan grafi pareto selalu

diurutkan dahulu dari yang terbesar sampai yang terkecil .

Kategori Sedan

Merk Jumlah (unit)

Toyota 5661

Mitsibishi 1799

Suzuki 1463

Isuzu 1237

Daihatsu 1093

Honda 717

Jumlah penjualan mobil (unit)

Toyota

Mitsibishi

Suzuki

Isuzu

Daihatsu

Honda

Page 9: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

9

Kemudian data diurutkan dari terkecil hingga terbesar.

Kategori Sedan

Merk Jumlah (unit)

Honda 717

Daihatsu 1093

Isuzu 1237

Suzuki 1463

Mitsibishi 1799

Toyota 5661

Dan jika ditampilkan dengan grafik Pareto akan tampak sebagai berikut :

Pada grafik Pareto, sumbu X menampilkan data kualitatif, yang pada kasus ini adalah

merk-merk mobil yang terjual, sedangkan sumbu Y menampilkan jumlah unit mobil

tertentu yang terjual. Pada sumbu Y ini juga, pada sebelah kanan, terlihat persentase

mobil tertentu yang terjual yang karena berbentuk komulatif . Jika tampilan setiap

nilai individu dinyatakan dalam bentuk bar, maka tampilan secara komulatif

dinyatakan dalam bentuk garis (line).

Dari grafik di atas terlihat secara menyolok bahwa mobil merk Toyota terjual

paling banyak, kemudian diikuti merk mobil lain yang gradasi penurunan gambarnya

(tinggi bar) cukup landai dan tidak terlihat menyolok seperti mobil Toyota tersebut.

Page 10: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

10

Dari grafik ini, sesuai tujuan Pareto, perhatian harus diberikan pada satu atau

beberapa data dengan jumlah besar, yang adalah mobil merk Toyota.

KATEGORI NON-SEDAN

Merk Jumlah (Unit)

Toyota 37991

Mitsubishi 37654

Suzuki 29239

Izusu 14140

Daihatsu 10142

Honda 3449

Lain-lain 12737

Jika diurutkan secara descending (dari terbesar ke terkecil), maka table menjadi :

Merk Jumlah (Unit)

Toyota 37991

Mitsubishi 37654

Suzuki 29239

Izusu 14140

Lain-lain 12737

Daihatsu 10142

Honda 3449

Page 11: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

11

Dan jika ditampilkan dalam grafik Pareto menjadi :

Dari grafik di atas terlihat mobil merk Toyota kembali menjadi merk yang harus

diperhatikan karena mempunyai persentase terbesar. Namun berbeda dengan

tampilan Pareto pada modil non-sedan, pada mobil sedan, selain merk Toyota, merk

Mitsubishi dan Suzuki mempunyai persentase yang hampir sama dengan Toyota.

Dengan demikian, selain Toyota, kedua merk tersebut juga patut mendapat perhatian.

GRAFIK LINE (GARIS)

Dari namanya, grafik jenis line pada prinsipnya bertujuan menyajikan data dengan

menghubungkan sekumpulan data dalam sebuah garis. Sumbu horizontal

menampilkan keterangan data yang akan disajikan, seperti bulan, periode, kelompok

produk dan sebagainya. Sedang sumbu vertical menyajikan data kuantitatif dari

keterangan yang ada di sumbu horizontal.

Sebagai contoh, berikut data inflasi tahun 2001 :

Bulan Inflasi (%)

Januari 0,33

Februari 0,87

Maret 0,89

April 0,46

Mei 1,13

Page 12: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

12

Juni 1,67

Juli 2,12

Agustus -0,21

September 0,64

Oktober 0,68

November 1,71

Desember 1,62

Gambarkan grafik garis dari data di atas.

Dari grafik di atas sekilas terlihat terjadi penurunan tingkat inflasi yang tajam

dari bulan Juli ke Agustus. Sebaliknya dari Agustus ke September juga terjadi

lonjakan inflasi yang cukup tinggi, yang meningkat terus sampai November.

Hal inilah yang menjadi keunggulan tampilan data dengan grafik dibandingkan

jika data ditampilkan lewat serangkaian angka, dimana perbedaan data tidak bisa

dilihat secara tepat. Selain itu tampilan lewat grafik garis seperti di atas langsung bisa

dilihat bahwa tingkat inflasi cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

TABEL KONTINGENSI

Table kontingensi bisa digunakan jika data yang ada berbentuk kualitatif, seperti

jenis kelamin, tingkat pendidikan dan sebagainya. Data tersebut meliputi data dengan

skala pengukuran nominal atau ordinal. Pada banyak buku, data tersebut bisa juga

dinamakan data kategori, yakni data yang didapat dan kemudian dimasukkan dalam

sebuah kategori tertentu. Ciri khas dari data ini adalah data berbentuk bilangan

integer (bulat), sehingga data tidak mengandung unsure decimal.

Untuk lebih jelasnya, berikut disertakan kasus sederhana, untuk menunjukkan

barbagai variasi tampilan data dengan table kontingensi.

Kasus :

Data komposisi kepemilikan STASIUN RADIO di berbagai kota di Jawa :

Jenis Gelombang KOTA DI JAWA

Page 13: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

13

Radio Jakarta Surabaya Bandung Bogor

AM 4 14 5 2

FM 34 11 21 3

Pada table kontingensi di atas, baik data jenis radio maupun data kota adalah data

kualitatif, karena keduanya adalah data nominal. Dengan demikian, pasti kedua

variable tersebut tidak mengandung decimal, karena tidak mungkin jumlah stasiun

radio AM ada 2,5 buah, atau jumlah stasiun radio gelombang FM di Jakarta

berjumlah 15,4 buah.

Variasi Tampilan Tabel Kontingensi

Walaupun secara dasar tampilan table kontingensi adalah seperti dua contoh di atas,

yang mensyaratkan adanya baris dan kolom, namun dalam praktek table di atas bisa

ditampilkan dalam berbagai variasi, sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Table Kontingensi dengan Total Jumlah

Variasi pertama adalah menampilkan sel TOTAL atau JUMLAH, baik dari sisi baris

atau sisi kolom. Dinamakan TOTAL, berarti dilakukan proses penjumlahan pada

setiap isi baris atau isis kolom yang relevan.

Sebagai contoh, table kontingensi data radio di berbagai kota di Jawa bisa

ditampilkan sebagai berikut :

JenisGelombang

Radio

KOTA DI JAWATOTAL

Jakarta Surabaya Bandung Bogor

AM 4 14 5 2 25

FM 34 11 21 3 69

TOTAL 38 25 26 5 94

Perhatikan tambahan kolom TOTAL, baik dibagian kolom ataupun baris.

Page 14: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

14

Dari table di atas bisa dilihat tambahan informasi yang berguna, yakni :

Jika dilihat dari TOTAL KOLOM, maka jumlah radio FM secara total

berjumlah lebih besar disbanding total rdio AM. Perbandingan tersebut

bahkan dua kali lebih (69 dibanding 25 atau sekitar 2,76).

Jika dilihat dari TOTAL BARIS, maka kota Jakarta mempunyai jumlah total

radio (gelombang AM dan gelombang FM) terbanyak, sebesar 38. Sedang

kota Surabaya dan Bandung hamper berimbang (25 dibanding 26).

Table Kontingensi dengan Persentase pada Total Kolom

Pada variasi ini, total kolom dibuat 100%, kemudian isis baris diubah dalam

bentuk persentase, sehingga total persen pada suatu baris adalah 100%.

Untuk jelasnya, berikut hasil pengubahan dalam persentase kolom dari data radio di

atas :

JenisGelombang

Radio

KOTA DI JAWATOTAL

Jakarta Surabaya Bandung Bogor

AM 16.00% 56.00% 20.00% 8.00% 100%

FM 49.28% 15.94% 30.43% 4.35% 100%

Keterangan :

Sel untuk radio AM di Jakarta jika diubah ke persentase menjadi :

4/25 x 100% = 16%

Sel untuk radio FM di Surabay jika diubah ke persentase menjadi :

14/25 x 100% = 56%

Demikian untuk persentase kota Bandung dan Bogor, dengan ketentuan setiap

isi sel yang bersangkutan dibagi dengan total radio AM di keempat kota

tersebut, yakni sejumlah 25 buah.

Page 15: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

15

Sel untuk radio FM di Jakarta jika diubah ke persentase menjadi :

34/69 x 100% = 49,28% (dibulatkan dua angka di belakang koma)

Sel untuk radio FM di Bogor jika diubah ke persentase menjadi :

3/69 x 100% = 4,35%

Ketentuan yang sama dengan perhitungan radio AM, yakni setiap isi sel yang

bersangkutan dibagi dengan total radio FM di keempat kota tersebut, yakni

sejumlah 69 buah.

Analisis :

Dari table di atas, dari persentase terlihat stasiun radio gelombang AM

terbanyak berada di Surabaya (56%), sedang jumlah terkecil ada di kota

Bogor (8%). Sedang stasiun radio gelombang FM terbanyak berada di Jakarta

(49,28%), sedang jumlah terkecil juga ada di Bogor (hanya 4,35%). Dari

kedua angka terbesar, terlihat juga bahwa sekitar setengah (50%) dari stasiun

radio AM ataupun FM praktis ada di satu kota tertentu saja (AM di Surabaya

sedangkan FM di jakarta).

Table Kontingensi denganPersentase pada Total Baris

Sama dengan variasi persentase kolom, total baris dibuat 100%, kemudian isi

kolom yang diubah dalam bentuk persentase, sehingga total persen pada suatu kolom

adalah 100%.

Hasil pengubahan dalam persentase baris dari data radio di atas :

JenisGelombang

Radio

KOTA DI JAWA

Jakarta Surabaya Bandung Bogor

AM 10.53% 56.00% 19.23% 40.00%

FM 89.47% 44.00% 80.77% 60.00%

TOTAL 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

Keterangan :

Sel untuk radio AM di Jakarta jika diubah ke persentase BARIS menjadi :

Page 16: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

16

4/38 x 100% = 10.53%

Otomatis sisanya (yakni radio gelombang FM di Jakarta) adalah 100% -

10.53% = 89.47%

Sel untuk radio AM di Surabaya jika diubah ke persentase BARIS menjadi :

14/25 x 100% = 56%, sedanf FM adalah 100% - 56% atau 44%.

NB : perhatikan bahwa kebetulan saja baik dengan persentase KOLOM atau

BARIS kota Surabaya mendapatkan hasil 56%.

Demikian untuk persentase kota Bandung dan Bogor, dengan ketentuan setiapisi

sel yang bersangkutan dibagi dengan totak radio di keempat kota teresbut.

Analisis :

Dari table di atas, dari persentase terlihat jumlah stasiun radio gelombang Am hanya

lebih banyak di kota Surabaya, sedang di ketiga kota lain, jumlah stasiun radio FM

lebih banyak dibanding radio AM. Bahkan di kota Jakarta dan Bandung

perbandingan tersebut sangat nyata, yakni sekitar 8 berbanding 1.

Table Kontingensi denganPersentase pada Total Baris dan Total Kolom

Pada variasi ini, persentase pada satu sel, yakni TOTAL kolom dan total BARIS

(lihat pada table kedua,sejumlah 94 stasiun radio) dibuat 100%, kemudian isi sel

diubah dalam bentuk persentase.

Hasil pengubahan dalam persentase baris dan kolom dari data stasiun radio di atas :

JenisGelombang

Radio

KOTA DI JAWATOTAL

Jakarta Surabaya Bandung Bogor

AM 4.26% 14.89% 5.32% 2.13% 26.60%

FM 36.17% 11.70% 22.34% 3.19% 73.40%

TOTAL 40.43% 26.60% 27.66% 5.32% 100.00%

Keterangan :

Page 17: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

17

Sel untuk radio AM di Jakarta jika diubah ke persentase BARIS dan KOLOM

menjadi :

4/94 x 100% = 4.26%

Sel untuk radio FM di Surabaya jika diubah ke persentase BARIS dan

KOLOM menjadi :

14/94 x 100% = 11.70%

Demikian untuk persentase sel lainnya, dengan ketentuan setiap isi sel yang

bersangkutan dibagi dengan total stasiun radio, baik gelombang AM atau FM di

keempat kota tersebut, yakni 94 buah.

Analisis :

Dari table di atas terlihat bahwa jumlah seluruh stasiun radio paling banyak ada

di Jakarta (40.43%), sedang terkecil ada di kota Bogor (hanya 5.32%). Sedang

jika dilihat dari jenis gelombang radio, terbesar tetap Jakarta, dengan jumlah

stasiun radio FM sejumlah 36.17% dari total stasiun radio di keempat kota

tersebut.

Ummary Tabel

Summary table berfungsi untuk meringkas berbagai informasi yang bertipe

kualitatif. Berbeda dengan table kontingensi yang mempunyai banyak baris dan

kolom, summary table hanya mempunyai satu kolom yang berfungsi untuk

meringkas seluruh informasi yang terkandung dalam setiap baris yang ada.

Sebagai contoh, jika table kontingensi yang menggambarkan komposisi radio di

kota-kota di Jawa disajikan dalam sebuah summary table, maka ventuk table adalah

:

Jenis Gelombang Radio Jumlah

AM 25

FM 69

Page 18: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

18

TOTAL 94

Perhatikan table di atas yang tidak menampilkan perincian radio AM dan FM per

kota, karena yang diinginkan adalah ringkasan jenis gelombang radio. Pada

summary table, bisa juga diberi tambahan sebuah kolom yang berisi persentase

masing-masing data pada sebuah baris :

Jenis Gelombang Radio Jumlah Persentase (%)

AM 25 26.6

FM 69 73.4

TOTAL 94 100

Walaupun kolom summary table di atas lebih dari satu kolom, namun kolom kedua

ini merupakan penjelasan tambahan saja dari kolom ringkasan.

Jika akan ditampilkan ringkasan jumlah stasiun radio per kota, maka tampilan

menjadi :

Kota Jumlah Stasiun Radio

Jakarta 38

Surabaya 25

Bandung 26

Bogor 5

TOTAL 94

Perhatikan walaupun angka-angka pada kolom ringkasan berubah, namun secara

total jumlah stasiun radio tetap, yakni 94 buah. Dari table ringkasan tersebut terlihat

bahwa kota Jakarta memiliki stasiun pemancar radio terbanyak, tanpa

memperhatikan jenis stasiun radio.

Page 19: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

19

1.2.1 LATIHAN1. Berikut adalah komposisi Pembangkit Listrik berdasarkan sumber

energy pada Negara-negara Eropa :

Sumber Energi Pangsa Pasar

Fosil (minyak dll) 50%

Nuklir 35%

Energi yang dapat diperbaharui 12%

Lain-lain 3%

TOTAL 100%

Dari tabel di atas buatlah GRAFIK Pie, Bar serta Pareto.

2. Berikut adalah target persentase sumber enrgi yang dapat diperbaharui

dari seluruh sumber energy yang ada pada berbagai negara Eropa :

Dari table di atas buatlah grafik Bar untuk data tahun 1997 dan tahun

2010. Bandingkanlah grafik keduanya.

Negara Target tahun 1997 (%) Target tahun 2010 (%)

Austria 70,0 78,1

Portugal 38,5 39,0

Denmark 8,7 29,0

Italia 16,0 25,0

Jerman 4,5 12,5

Page 20: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

20

Belanda 3,5 9,0

Belgia 1,1 6,0

BAB II

DISTRIBUSI FREKUENSI

2.1 PENDAHULUAN.

Seperti yang telah disinggung pada modul pertama yaitu penyajian data, Distribusi

frekuensi pada prinsipnya adalah menyususn dan mengatur data kuantitatif yang

masih mentah ke dalam beberapa kelas data yang sama, sehingga setiap kelas bisa

menggambarkan karakteristik data yang ada. Seperti missal jika ada kelas data upah

bulanan “ 200.000 – 300.000” yang berisi frekuensi “100”, maka bisa diartikan

bahwa ada 100 orang yang menerima upah bulanan antara Rp. 200.000 sampai Rp.

300.000.

Page 21: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

21

Walaupun pada pembuatan suatu distribusi frekuensi ada aturan-aturan tertentu,

namun sebuah distribusi frekuensi pada dasarnya tidak ada aturan yang mengikat,

sehingga sebuah data mentah bisa saja ditampilkan dalam bentuk lebih dari satu

distribusi frekuensi. Pembuatan sebuah distribusi frekuensi lebih tepat jikatetap

mengikuti pedoman-pedoman yang ada, namun juga tidak meninggalkan unsure

subyektivitas .Dalam modul ini akan dijelaskan langkah –langkah pembuatan table

frekuensi dan beserta sketsa grafiknya.

Kompetensi Khusus, Diharapkan setelah mengikuti perkulian ini mahasiswa/I

mampu menyajikan data dalam jumlah besar ke dalam table distribusi frekuensi.

2.2 PENYAJIAN.

Distribusi frekuensi

Data hasil pengukuran biasanya dapat disajikan dalam bentuk diagram seperti pada

modul sebelumnya, juga bisa pula disusun dalam sebuah table yang disebut table

frekuensi atau distribusi frekuensi yang yang terdiri dari distribusi frekuensi tunggal

dan distribusi frekuensi berkelompok.

Berikut ini akan diberikan sejumlah data hasil pengukuran tinggi badan ( sampai

sentimeter terdekat) dari 40 orang mahasiswa/I semester I Pendidikan Matematika.

148 150 160 168 150 149 160 160

151 154 156 159 164 163 169 168

170 170 177 150 153 160 165 170

175 158 168 166 167 174 173 155

158 162 166 164 159 163 156 163

Dari data tersebut di atas dapat diperoleh ukuran paling rendah ( minimum) adalan

148 cm dan ukuran tertinggi (maksimum) adalah 177 cm. sehingga selisih antara

data tertinggi dan data terendah disebut sebagai jangkauan ( Range).Untuk data di

atas range = 177 cm – 148 cm = 29 cm. Jika data tersebut disusun dalam table

frekuensi data tunggal maka tentu akan sangat panjang. Untuk itu data tersebut

Page 22: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

22

harus disusun dalam sebuah table yang disebut table frekuensi data berkelompok

atau distribusi frekuensi data berkelompok.

Berikut adalah langkah – langkah pembuatan table frekuensi data berkelompok :

1. Menentukan jumlah kelas

Jumlah kelas pada prinsipnya bisa ditentukan secara subyektif, walaupun secara

umum jumlah kelas yang bagus berkisar antara 5 sampai 20 kelas. Jika jumlah

kelas terlalu kecil, misal ada 500 data dengan jumlah kelas hanya 5, maka banyak

informasi yang penting akan hilang.namun jumlah kelas terlalu banyak juga

dengan data yang relativesedikit, misalnya untuk 50 data ada 20 kelas, maka tiap

kelas relative hanya mendapat 3 data.

H.A Sturges (1926) mengajukan sebuah rumus untuk menentukan jumlah kelas

dari sekelompok data :

Ket :

k = jumlah kelas

n = jumlah data

misalkan untuk data nilai ujian matematika dari 78 mahasiswa, maka jumlah kkelas

yang dianjurkan adalah :

K = 1 + 3,322 log (78) = 7,28 atau dibulatkan menjadi 7.

Jadi dari 78 data tersebut akan dibuat table frekuensi dengan kelas berjumlah 7.

NB. Rumus sturges adalah sebuah alternative, dan tidak diharuskan digunakan dalam

setiap kelas.

2. Menentukan interval kelas

Setelah jumlah kelas ditetapkan, langlah selanjutnya adalah mengisi interval

setiap kelas, dengan rumus :

K = 1 + 3,322. Log n

Page 23: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

23

Dimana :

I = interval kelas

Range = nilai tertinggi – nilai terendah

K = jumlah kelas

3. Menyusun Distribusi frekuensi

Dengan jumlah kelas dan panjang interval kelas yang telah diperoleh, maka

disusunlah table frekuensi. ( seperti pada contoh).

Ada beberapa istilah dalam table distribusi frekuensi yang harus diketahui yaitu :

1. Interval kelas ( class interval)

Interval kelas atau sering juga disebut selang kelas, adalah penanda sebuah kelas.

2. Lebar kelas ( class width)

Lebar kelas adalah selisih antara nilai-nilai pada interval kelas. Setiap interval

kelas interval seharusnya lebar kelas yang sama.

3. Titik tengah kelas ( class midpoint)

Titik tengah kelas adalah nilai tengah setiap interval kelas. Misalkan interval 10 –

16, maka titik tengahnya adalah : (10 + 16)/2 = 14.

Demikian seterusnya setiap kelas seharusnya mempunyai titik tengah kelas yang

berbeda beda.

4. Batas kelas ( Limid Class)

Batas kelas adalah nilai-nilai yang membatasisebuah interval, yang dibagi

menjadi batas kelas atas dan batas kelas bawah. Seperti pada contoh di atas yang

menjadi batas kelas atas adalah 16 dan batas kelas bawah adalah 10. Untuk

penggunaannya batas bawah kelas dikurangi dengan 0,5 dan batas atas kelas

interval ditambah 0,5.

5. Class Boundaries

i = Range/ k

Page 24: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

24

Pada banyak distribusi frekuensi, untuk menghindari sebuah data bisa masuk

pada dua kelas yang berbeda, maka batas kelas diperluas, baik ke bawah atau ke

atas. Seperti pada contoh kelas di atas maka : batas kelasnya dapat diperluas (10,5

– 16,5).

Berikut adalah contoh pembuatan table frekuensi atau table distribusi frekuensi dari

data tinggi badan 40 mahasiswa di atas:

1. Seperti telah dihitung Range dari data tersebut adalah 29 cm. Dan panjang

interval kelas adalah 5 ( i=5).

2. Banyaknya kelas (k) atau panjang kelas dapat dihitung sbb.

K = (range/i) + 1

= (29/5) + 1

= 6,8 atau dibulatkan menjadi 7.

3. Jadi table distribusi frekuensi dari data tinggi badan 40 mahasiswa tersebut

adalah:

Tinggi badan (cm) Turus (Tally) Frekuensi

145 – 149

150 – 154

155 – 159

160 – 164

165 – 169

170 – 174

175 - 179

II

VI

VII

X

VIII

V

II

2

6

7

10

8

5

2

= 40Dari table yang ada maka dapat diketahui bahwa jumlah mahasiswa yang

tingginya kurang dari 60 adalah 15 orang.

GAMBAR DISTRIBUSI FREKUENSI

Setelah table frekuensi distribusi di susun, maka langkah selanjutnya adalah

bagaimana menampilkan distribusi frekuensi dalam bentuk grafik, sehingga selain

lebih komunikatif dan menarik untuk dilihat, juga pengguna secara tepat bisa

Page 25: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

25

mengetahui hal-hal penting pada sebuah distribusi frekuensi ( seperti contoh siapa

yang tertinggi dan siapa yang terendah).

Alat popular yang digunakan untuk menampilkan distribusi frekuensi dalam

bentuk grafik adalah histogram, polygon dan kurva ogive yang akan diuraikan

sebagai berikut:

Kasus.

Dari distribusi frekuensi yang menggambarkan distribusi tinggi badan mahasiswa

Dari data di atas, dapat digambarkan dalam beberapa grafik sbb:

HISTOGRAM

Histogram pada dasarnya adalah pelengkap pada penyusunan suatu distribusi

frekuensi, yang menampilkan frekuensi-frekuensipada distribusi frekuensi dalam

bentuk grafik bar (batang).Tinggi setiap batang pada histogram adalah proposional

berdasar setiap kelas yang ada.Histogram pada dasarnya adalah grafik bentuk

batang yang diletakkan secara vertical, dengan sumbu X adalah titik tengah kelas

sedangkan sumbu y adalah frekuensi.

Berikut adalah histogram dari data tinggi badan mahasiswa pada table di atas.

Tinggi badan (cm) Frekuensi

145 – 149

150 – 154

155 – 159

160 – 164

165 – 169

170 – 174

175 - 179

2

6

7

10

8

5

2

= 40

Page 26: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

26

POLIGON FREKUENSI

Poligon frekuensi adalah bentuk lain dari histogram, yang berupa garis yang

menghubungkan titik tengah – titik tengah dari setiap batang (Bar).Jika distribusi

frekuensi dari data tinggi badan di atas ditampilkan dalam polygon maka hasilnya

sbb.

Perhatikan sebuah polygon yang selalu mulai dari titik nol dan diakhiri juga dengan

sebuah titik nol pada sumbu X. Poligon frekuensi berguna untuk membandingkan

dua atau lebih distribusi frekuensi, yang jika ditampilkan dalam bentuk histogram

akan tampak rumit dan sulit untuk interprtasikan.

Page 27: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

27

DISTIBUSI KOMULATIF DAN KURVA OGIVE

Selain ditampilkan dalam bentuk Distribusi Frekuensi dan visual dalam bentuk

Histogram serta Poligon Frekuensi, data bias ditampilkan dalam bentuk Distribusi

Komulatif, yakni penjumlahan atau pengurangan setiap frekuensi pada tiap kelas

secara komulatif.

Distribusi komulatif bias ditampilkan dalam dua bentuk, yakni Distribusi

KURANG DARI atau Distribusi LEBIH DARI.

Sebagai contoh, untuk distribusi nilai ujian Matematika, jika dibuat dalam bentuk

Distribusi Komulatif KURANG DARI akan menjadi :

Nilai Ujian Matematika Frekuensi

Kurang dari 5 0

Kurang dari 20 17

Kurang dari 35 30

Kurang dari 50 38

Kurang dari 65 50

Kurang dari 80 63

Kurang dari 95 77

Kurang dari 110 78

Keterangan :

Angka 0 secara otomatis terjadi karena tidak ada nilai ujian yang kurang dari 5 atau

kurang dari batas bawah dari kelas pertama. Distribusi komulatif ‘KURANG DARI’

selalu dimulai dengan angka 0.

Angka 17 adalah nilai awal dari distribusi frekuensi, yang ada pada kelas pertama,

yakni jumlah mahasiswa (frekuensi) yang mendapat nilai ujian antara 5 sampai 20

(atau dengan batas kelas, antara 4,99 sampai 19,99).

Page 28: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

28

Angka 35 adalah penjumlahan dari angka 17 dan 13. Karena pernyataan ‘Kurang

dari 35’ berarti penjumalahan frekuensi semua mahasiswa yang mendapat nilai

kurang dari 35, sehingga nilai di bawah 20 pun tetap termasuk pada range tersebut.

Demikian seterusnya, setiap kenaikan kelas berarti terjadi penjumlahan satu persatu

dari isi tiap kelas, sehingga secara logika, pada akhir kelas akan terdapat frekuensi

seluruh data, yakni 78 data.

Kemudian jika distribusi nilai ujian Matematika akan dibuat dalam bentuk Distribusi

Komulatif LEBIH DARI akan menjadi :

Nilai Ujian Matematika Frekuensi

Lebih dari 5 0

Lebih dari 20 17

Lebih dari 35 30

Lebih dari 50 38

Lebih dari 65 50

Lebih dari 80 63

Lebih dari 95 77

Lebih dari 110 78

Keterangan :

Angka 78 atau jumlah total data secara otomatis terjadi karena tidak ada nilai ujian

yang kurang dari 5, atau semua lebih dari nilai minimum, yakni 5. Distribusi

Komulatif ‘LEBIH DARI’ selalu dimulai dengan angka jumlah data total, dalam

kasus ini adalah 78.

Jumlah ‘lebih dari 20’ berarti semua data dikurangi jumlah yang mendapat nilai di

bawah 20. Karena yang mendapat nilai 20 ke bawah adalah 17 orang, maka yang

mendapat lebih dari 20 adalah 78 – 17 = 61 orang.

Page 29: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

29

Demikian seterusnya, setiap kenaikan kelas berarti terjadi pengurangan satu persatu

dari setiap isi kelas, sehingga secara logika, pada akhir kelas akan terdapat nilai 0,

karena tidak aka nada mereka yang bernilai lebih dari 105.

Jika kedua distribusi tersebut digabung pada sebuah Poligon Frekuensi, maka

Poligon khusus tersebut bias dinamakan KURVA OGIVE :

SOAL LATIHAN

1. Buatlah dalam table distribusi frekuensi data nilai mata kuliah statistiksa

dari 100 mahasiswa matematika berikut :

45 40 65 67 67 60 80 86 80 85

64 49 40 40 56 50 58 80 80 68

90 95 100 100 70 76 80 95 90 70

65 65 80 85 80 40 45 40 50 55 50 58

80 82 80 65 60 70 75 75 70 60 55 58 58

80 85 80 85 80 90 90 60 60 70 55 50 70 75 80

60 67 65 67 80 80 80 90 95 100

75 55 45 90 95 76 76 55 60 68

Page 30: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

30

86 56 55 58 68 70 70 75 75 60 67 65 80 86 85 78 75 56 46 40

2. Berikut adalah komposisi pangsa pasar sepeda motor periode Januari –

November 2002 :

Merk Pangsa Pasar

Honda 64,00%

Suzuki 20,70%

Yamaha 13,10%

Kawasaki 1,66%

Lain-lain 0,54%

TOTAL 100%

Dari atdbel di atas :

a. Jenis grafik apa yang seharusnya digunakan untuk mendeskripsikan data di

atas? Mengapa?

b. Buatlah grafik-grafik sesuai jawaban a.

3. Berikut adalah komposisi Pembangkit Listrik berdasarkan sumber energy

pada Negara-negara Eropa :

Sumber Energi Pangsa Pasar

Fosil (minyak, dll) 50%

Nuklir 35%

Energy yang dapat

diperbaharui

12%

Lain-lain 3%

TOTAL 100%

Dari table di atas buatlah grafik Pie, Bar serta Pareto.

Page 31: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

31

4. Berikut adalah targetpersentase sumber energy yang dapat diperbaharui dari

seluruh sumber enrgi yang ada pada berbagai Negara di Eropa :

Negara Target tahun 1997 (%) Target tahun 2010 (%)

Austria 70,0 78,1

Portugal 38,5 39,0

Denmark 8,7 29,0

Italia 16,0 25,0

Jerman 4,5 12,5

Belanda 3,5 9,0

Belgia 1,1 6,0

Dari table di atas buatlah grafik Bar untuk data tahun 1997 dan tahun 2010.

Bandingkanlah grafik keduanya.

BAB III

UKURAN TENDENSI PUSAT

3.1 PENDAHULUANUntuk mendapat gambaran yang jelas tentang sebuah data mengenai suatu hal, baik

mengenai sampel ataupun populasi, selain daripada data itu disajikan dalam bentuk

table dan diagram, masih diperlukan ukuran- ukuran yang merupakan wakil

kumpulan data tersebut. Dalam modul ini akan diuraikan tentang ukuran gejala pusat

dan ukuran letak. Beberapa macam ukuran dari golongan pertama adalah : rata-rata

atau rata-rata hitung, rata-rata ukur, rata-rata harmonic dan modus. Golongan kedua

adalah Median, kuartil, desil dan persentil.

Page 32: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

32

Ukuran yang dihitung dari kumpulan data dalam sampel dinamakan statistic. Apabila

ukuran itu dihitung dari kumpulan data dalam populasi atau dipakai untuk

menyatakan populasi , maka namanya parameter.Jadi ukuran yang sama dapat

berbentuk statistic atau parametertergantung pada apakah ukuran yang dimaksud

untuk sampel atau populasi.

KOMPETENSI KHUSUS, diharapkan setelah mengikuti perkuliahan ini

mahasiswa/I mampu menganalisa data-data sampel atau populasi dengan mengkaji

ukuran-ukurannya, dan dapat menginterpretasikan data-data yang dengan melihat

ukuran tendency pusatnya.

3.2 PENYAJIAN

MEAN

Rata-rata Hitung SederhanaDisebut rata-rata sederhana karena dalam proses perhitungan frekuensi data serta

bobotnya.

Rumus :

= ∑dimana :

Contoh 1:

Data jumlah tamu Hotel AMAN selama seminggu :

HARI JUMLAH TAMU

Senin 120

Selasa 80

Rabu 46

Kamis 59

Page 33: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

33

Jum’at 89

Sabtu 202

Minggu 279

Maka rata-rata tamu yang menginap di Hotel AMAN tersebut adalah :

= = = 125.

Terlihat rata-rata tamu perhari adalah 125 0rang. Perhatikan bahwa yang dimaksud

bukan

setiap hari ada persis 125 orang yang menginap di Hotel AMAN, namun jika dirata-

ratakan, dari orang yang menginap mulai hari senin sampai sabtu, jumlah tamu

adalah 125 orang perhari.

Contoh 2:

Data jumlah tamu yang menginap di Hotel SRIKANDI. Namun berbeda dengan

Hotel AMAN, Hotel SRIKANDI hanya menyewakan kamar pada hari Kamis sampai

Senin depan saja, sedang hari Selasa dan Rabu digunakan pihak Hotel untuk

membersihkan kamar.

HARI JUMLAH TAMU

Kamis 61

Jum’at 79

Sabtu 88

Minggu 92

Senin 48

Maka rata-rata tamu yang menginap di Hotel SRIKANDI adalah :

Page 34: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

34

X = ∑ = = 73,6Terlihat rata-rata jumlah tamu perhari adalah 73,6 orang dibulatkan menjadi 74

orang. Perhatikan jumlah data adalah 5, berbeda dengan jumlah data sebesar 7 pada

contoh 1.

Sekarang jika dianggap di daerah tersebut hanya ada dua hotel, maka berapakah rata-

rata(mean) tamu yang menginap di daerah tersebut untuk hari senin dan selasa?X = ∑ = = 84Perhatikan jumlah data sekarang hanya ada dua, karena memang cuma ada dua hotel.

Dengan demikian, rata-rata tamu yang menginap di daerah tersebut pada hari senin

adalah 84 orang.

Untuk hari Selasa, Mean adalah rata-rata dari semua tamu yang menginap di

kedua hotel tersebut pada hari Selasa, yakni :X = ∑ = = 40Walaupun jumlah data sama, yakni dua, namun data hari Selasa untuk Hotel

SRIKANDI adalah nol, karena hotel tidak menerima tamu. Dengan demikian, rata-

rata tamu yang menginap di daerah tersebut pada hari Selasa adalah 40 orang.

Rata-rata Hitung dengan FrekuensiVariasi lain adalah jika setiap data yang dihitung mempunyai frekuensi kemunculan

tertentu, sehingga rumus Rata-rata sederhana mengalami modifikasi menjadi :

= ∑∑dimana :

Page 35: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

35

Perhitungan ini digunakan untuk menghitung rata-rata dari suatu distribusi Frekuensi.

Contoh :

Data distribusi Frekuensi gaji yang diterima karyawan P.T. CLEOPATRA :

Gaji (Rupiah/bulan) Frekuensi (orang)

575.000 6

600.000 11

625.000 17

650.000 8

Keterangan :

Karyawan dengan gaji Rp. 575.000,-/bulan sejumlah 6 orang, sedang mereka yang

bergaji Rp. 600.000,-/bulan sejumlah 11 orang. Demikian seterusnya untuk data yang

lain. Berbeda dengan kasus sebelumnya, disini ada sejumlah data yang mempunyai

nilai yang sama, seperti data 575.000 ada 6 data, 600.000 ada 11 data, dan

seterusnya.

Namun tetap diperhatikan bahwa semua data haruslah data kuantitatif dan sejenis.

Sebagai contoh, jika isi table adalah 6 buah durian masing-masing seberat 5,1 kg, 9

buah nenas masimg-masing seberat 2,5 kg dan 4 buah melon masing-masing seberat

1,75 kg. untuk data dengan campuran buah seperti ini, tidak bias dilakukan rata-rata

frekuensi, karena walaupun semua data kuantitatif, namun jenis data (jenis buah)

tidak sama. Dengan kata lain tidak mungkin dihitung rata-rata berat buah, karena

akan timbul pertanyaan’rata-rata untuk buah yang mana? Hal ini berbeda dengan gaji

pada table di atas, yang jelas sejenis, karena semua bersatuan ‘Rupiah/bulan’.

Perhitungan rata-rata gaji karyawan P.T. CLEOPATRA :

GAJI (Rupiah/bulan) Frekuensi (orang) GAJI * Frekuensi

575.000 6 3.450.000

600.000 11 6.600.000

Page 36: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

36

625.000 17 10.625.000

650.000 8 5.200.000

TOTAL 42 25.875.000

Atau dengan penggunaan rumus :X = ( ∗ . ∗ . )( ) = . . = 616.071,4Dengan demikian, rata-rata gaji 42 orang karyawan P.T. CLEOPATRA adalah Rp.

616.071,4/bulan.

Rata-rata Hitung dengan BobotData juga bisa diberi bobot (weight) yang membedakan data satu dengan data lainnya

sehingga rumus rata-rata sederhana mengalami modifikasi menjadi :

= ∑∑Dimana :

Walaupun rumus ini sama dengan rumus rata-rata frekuensi, dengan perbedaan pada

penggantian symbol f dengan w, namun secara konsep keduanya berbeda. Weighted

mean (rata-rata berbobot) berangkat dari pengertian bahwa data tidak mempunyai

bobot yang sama, tergantung dari besar kepentingan yang diberikan pada data

tersebut.

Contoh :

Perhitungan Indeks Prestasi (IP) seorang mahasiswa, yang mengambil sejumlah mata

kuliah tertentu, dan dihitung dengan sks. Pada umumnya tidak semua mata kuliah

mempunyai bobot sks yang sama, seperti mata kuliah Matematika mempunyai bobot

3 sks, sementara mata kuliah Sosiologi mungkin hanya 2 sks. Apa yang membedakan

kedua mata kuliah tersebut hingga yang satu diberi bobot 3 sks sementara yang lain

Page 37: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

37

hanya 2 sks? Tentu saja ini tergantung pengambilan keputusan yang memandang

mata kuliah Matematika lebih penting dari mata kuliah Sosiologi.

Contoh lain :

Proses penilaian seorang karyawan, dengan memberi pembobotan pada komponen

penilaian yang meliputi kedisiplinan (bobot 50%), kerjasama (bobot 30%) dan

kinerja (bobot 20%). Perhatikan jumlah bobot pada kasus seperti ini selalu 100%

(50%+30%+20%).

Kasus I :

Berikut adalah distribusi mata kuliah yang diambil dan nilai akhir dari mahasiswa

bernama Chandra :

Mata Kuliah Bobot sks Nilai (huruf) Nilai (angka)

Matematika 3 A 4

Sosiologi 2 C 2

Ekonomi Mikro 4 D 1

Akuntansi 3 B 3

Keterangan :

Konversi Nilai dari huruf ke angka adalah :

A=4

B=3

C=2

D=1

E=0

Jadi untuk mata kuliah matematika yang mempunyai bobot 3 sks, Chandra mendapat

nilai A atau setara dengan angka 4. Demikian seterusnya untuk arti data lainnya.

Tentu saja disini harus dilakukan konversi (pengubahan) dari nilai huruf ke nilai

angka, sebab jika tidak demikian,proses perhitungan rata-rata tidak bias dikerjakan,

karena adanya data non-angka.

Rata-rata nilai Chandra (IP) adalah :

Page 38: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

38

Bobot sks Nilai (angka) Bobot*Nilai

3 4 12

2 2 4

4 1 4

3 3 9

TOTAL 12 29

Atau dengan rumus :X = ( ∗ ) ( ∗ ) ( ∗ ) ( ∗ )( ) = = 2.41Dengan demikian IP atau rata-rata nilai Chandra dengan mempertimbangkan bobot

masing-masing mata kuliah, adalah 2.41.

Jika IP Chandra dihitung tanpa mempertimbangkan bobot SKS, maka nilai rata-rata

adalah persis seperti rumus Rata-rata sederhana :X = = = 2.5

Disini n atau jumlah data adalah 4.

Perhatikan selisih perhitungan antara tanpa mempertimbangkan bobot dengan

mempertimbangkan bobot. Hal ini disebabkan pada bobot SKS yang tinggi, yakni

mata kuliah Ekonomi Micro, Chandra mendapat nilai jelek (D), yang hanya bernilai

angka sama dengan 1, sehingga akan menurunkan total IP Chandra. Hal ini tentu

tidak terjadi jika bobot SKS dihilangkan, yang otomatis membuat semua mata kuliah

sama pengaruhnya terhadap IP.

Kasus 2 :

Berikut adalah hasil penilaian seorang Supervisor terhadap karyawan bernama Deddy

:

Komponen Penilaian Bobot (%) Nilai (angka)

Page 39: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

39

Disiplin 50% 70

Kerjasama 30% 60

Kinerja 20% 90

TOTAL 100%

Keterangan :

Nilai yang diberikan adalah pada skala 0 (sangat jelek) sampai 100 (sangat baik).

Data di atas menunjukkan Supervisor menilai Deddy dengan angka 70 untum

kedisiplinannya selama bekerja, nilai 60 untuk kerjasama dengan teman sekerja dan

90 untuk kinerja secara pribadi. Perhatikan jumlah bobot yang menunjukkan

setengah dari penilaian adalah berdasarkan kedisiplinan seseorang (50%) dan jumlah

bobot pada kasus seperti ini adalah selalu 100%.

NB : Bobot 50% bias juga ditampilkan dalam bentuk angka 0,5.

Rata-rata nilai dari Deddy, adalah :

Bobot (%) Nilai (angka) Bobot* Nilai

50% 70 35

30% 60 18

20% 90 18

TOTAL 71

Atau dengan rumus :X = ( %∗ ) ( %∗ ) ( %∗ )( % % %) = = 71Dengan demikian, Nilai rata-rata Deddy adalah 71, yang tetap diukur dari skala 0

sampai 100. Dengan kata lain, tidak mungkin hasil rata-rata ada di bawah angka 0

atau di atas angka 100, jika pengukur awal adalah skor 0 sampai 100. Jika saja skor

nilai diukur pada skala 1 sampai 10, maka nilai rata-rata tetap tidak mungkin ada di

bawah 1 atau lebih dari 10.

NB : Perhatikan angka 100% yang sama dengan angka 1.

Page 40: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

40

MEAN DISTRIBUSI FREKUENSI

Mean Data Berkelompok (Grouped)

Untuk data berkelompok, atau data yang disajikan dalam suatu distribusi frekuensi,

perhitungan hamper sama dengan perhitungan Rata-rata untuk frekuensi. Perbedaan

hanya pada penetapan titik tengah kelas sebagai dasar pengambilan frekuensi.

Rumus :

= ∑∑dimana :

Contoh :

Data distribusi frekuensi berat badan remaja sebuah daerah :

Berat Badan

(kg)

Jumlah

(frek/f)

35 – 39.9 6

40 – 44.9 15

45 – 49.9 40

50 – 54.9 38

55 – 59.9 24

Di atas 60 11

Keterangan :

Remaja dengan berat badan antara 35 kg sampai 39.9 kg sebanyak 6 orang.

Kemudian remaja dengan berat badan antara 40 kg sampai 44.9 kg sebanyak 15

orang. Demikian seterusnya untuk data yang lain. Perhatikan bahwa batas atas dibuat

dengan decimal 9 dengan asumsi bahwa pengukuran berat badan tidak melebihi dua

decimal, seperti berat badab seorang remaja akan diukur sampai 37.5 dan tidak 37.55

Page 41: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

41

kg. Dengan demikian, jika seorang remaja mempunyai berat badan lebih dari 39.9

kg, ia langsung dikategorikan mempunyai berat badan 40 kg.

Dengan demikian, contoh perhitungan titik tengah untuk kelas 30 – 39.9 adalah :

(35+39.9)/2 = 37.45

Perhitungan rata-rata berat badan :

Berat Badan (kg) Titik Tenga( ) Jumlah ( ) .35 – 39.9 37.45 6 224.70

40 – 44.9 42.45 15 636.75

45 – 49.9 47.45 40 1898.00

50 – 54.9 52.45 38 1993.10

55 – 59.9 57.45 24 1378.80

60 – 64.9 62.45 11 686.95

TOTAL 134 6818.30

Rata-rata :

= . = 50.88Catatan ; Penggunaan titik tengah sebagai alat hitung hitung rata-rata grouped data

tentu bias mengakibatkan bias dalam perhitungan. Missal untuk interval berat badan 35-

39,9 kilogram,diasumsi remaja pada kelas tersebut sebagian besar mempunyai berat

badan 37,45 kilogram.ternyata sebagian besar jusru mempunyai berat badan 36 kilogram.

Hal ini tentu mengakibatkan bias perhitungan rata-rata, jika hasil 50,88 kilogram

dibandingkan dengan rata-rata hitung berat badan yang tidak dikelompokkan (lihat

penjelasan rata-rata frekuensi).

Namun demikian, selisih perhitungan tersebut tidaklah berarti jika jumlah data

banyak, seperti di atas 300 data, atau interval kelas relative kecil (missal 35-36.9 kg dan

seterusnya).

Rata-rata dengan Menggunakan Coding

Page 42: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

42

Coding adalah penggunaan kode-kode (seperti 1, 2 dan seterusnya) sebagai pengganti

titik tengah kelas, jika interval kelas adalah sama.

Rumus :

= A + ∑ . .dimana :

A = kelas dengan kode 0

f.u = total frekuensi

N = jumlah data

C = interval kelas

Sebagai contoh, digunakan data distribusi frekuensi berat badan remaja seperti kasus

sebelumnya.

Proses Pengkodean (coding) :

Cari kelas yang mempunyai frekuensi terbanyak, lalu beri kode 0. Pada kasus ini,

karena frekuensi terbesar adalah 40 yang ada di kelas 45-49.5, maka kode 0 ada pada

kelas tersebut.

Kemudian untuk kelas di atasnya diberi kode -1, -2 dan seterusnya, dan untuk kelas

di bawahnya diberi kode +1, +2 dan seterusnya, sampai jumlah kode mencukupi.

Hasil :

Berat Badan (kg) Titik Tengah ( ) KODE Jumlah (frek/f)

35 – 39.9 37.45 -2 6

40 – 44.9 42.45 -1 15

45 – 49.9 47.45 0 40

50 – 54.9 52.45 +1 38

Page 43: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

43

55 – 59.9 57.45 +2 24

60 – 64.9 62.45 +3 11

Proses perhitungan Mean :

Berat Badan

(kg)

Titik Tengah

( )KODE

Jumlah

(frek/f)f.u

35 – 39.9 37.45 -2 6 -12

40 – 44.9 42.45 -1 15 -15

45 – 49.9 47.45 0 40 0

50 – 54.9 52.45 +1 38 38

55 – 59.9 57.45 +2 24 48

60 – 64.9 62.45 +3 11 33

TOTAL TOTAL 134 +92

Di sini A adalah kelas dimana terdapat kode 0, yakni 45-49.9. karena kelas tersebut

mempunyai titik tengah 47.45, maka A adalah 47.45.

Dan c adalah interval kelas yang harus sama untuk setiap kelas yang ada, yakni 5

(bias didapat dari 39.9-35 atau 44.9-40 atau selisih kelas yang manapun dalam

distribusi frekuensi tersebut).

Perhitungan Mean :

= 47.45 + . 5 = 50.88Perhatikan hasil perhitungan yang tepat sama dengan perhitungan Mean sebelumnya.

Catatan :

Page 44: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

44

Karena sifatnya yang praktis, maka perhitungan Mean untuk distribusi frekuensi jika

memungkinkan sebaiknya menggunakan cara penyandian (kode), karena baik dengan

cara biasa maupun dengan cara koding, keduanya akan menghasilkan besaran Mean

yang sama.

RATA-RATA GEOMETRIK

Konsep Rata-rata GeometrikRata-rata geometric biasanya digunakan untuk menghitung rata-rata laju kenaikan

atau penurunan dari sekelompok data pada periode tertentu, yang mempunyai

perubahan angka secara mencolok.

Contoh :

Tingkat penjualan televise P.T. SUKSES selama empat tahun terakhir adalah

1.000 unit, 5.000 unit, 9.000 unit dan 15.000 unit.

Jika ditanya berapakah rata-rata pertumbuhan penjualan TV, dan dihitung

menggunakan rata-rata hitung (Mean), maka didapat :

= = = 7500

Atau 7500 TV per tahun.

Jika rata-rata adalah 7500 TV per tahun, maka seharusnya dari 1000 TV, periode

kedua akan terjual 1000+7500 = 8500 TV, periode ketiga akan terjual 8500+7500

= 16000 TV, dan periode keempat akan terjual 16000+7500 = 23500 TV.

Kenyataan pergerakan penjualan sangat berbeda dengan angka-angka sebenarnya,

seperti terlihat pada table berikut ini :

Tahun Data Asli Data Dengan Rata-rata

1 1000 1000

2 5000 8500

Page 45: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

45

3 9000 16000

4 15000 23500

Unruk menghindari perbedaan tersebut, bias digunakan rata-rata geometric, yang

mengubah perhitungan rata-rata dengan konsep deret hitung menjadi berdasar

deret ukur.

Rata-rata GeometrikRumus := . …dimana :

G adalah Rata-rata Geometrik

N adalah jumlah data

Dari penjualan TV seperti contoh sebelumnya, jika digunakan rata-rata geometric

akan didapat := √1000 5000 9000 15000 = 5097.13Atau jika dibulatkan ke bawah rata-rata laju kenaikan penjualan TV adalah 5097

unit TV per tahun.

Dengan demikian, perbandingan kenaikan antara penggunaan rata-rata hitung

dengan geometric :

TAHUN Data AsliRata-rata Geometrik (factor

5097)

Rata-rata Hitung

(factor 7500)

1 1000 1000 1000

2 5000 1000+5097=6097 8500

3 9000 6097+5097=11194 16000

4 15000 11194+5097=16291 23500

Page 46: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

46

Terlihat selisih antara rata-rata geometric dengan data asli lebih sedikit daripada

selisih antara rata-rata hitung dengan data asli. Seperti pada akhir periode 4, data

asli menyatakan penjualan TV adalah 15.000 unit. Dengan rata-rata Geometrik,

diprediksi penjualan adalah 16.291 unit. Sedang dengan prediksi menggunakan

rata-rata Hitung, hasil yang didapat jauh dari data asli, yakni 23.500 unit. Dengan

demikian, jika akan dilakukan prediksi ke depan, maka untuk kasus seperti ini

seharusnya digunakan rata-rata Geometrik agar hasil tidak terlalu bias.

Secara umum, Rata-rata Geometrik selalu menghasilkan angka yang lebih kecil

dari rata-rata Hitung untuk data yang sama :

G <

Rata-rata Geometrik (cara lain)Selain dengan rumus di atas, Rata-rata Geometrik bias dicari lewat perbandingan

(rasio) di antara data awal dan akhir :

Rumus :

= . … =Di mana :

G adalah rata-rata Geometrik

n adalah jumlah data

Dari penjualan TV seperti contoh sebelumnya, jika digunakan rata-rata

Geometrik dengan rumus kedua di atas akan didapat := .. = 1,97.

Berarti rata-rata laju kenaikan penjualan TV secara rasio adalah 1,97 dari tahun

ke tahun.

Page 47: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

47

Dengan demikian, perbandingan kenaikan antara penggunaan rata-rata hitung

dengan geometric :

Rata-rata Geometrik

(rasio 1,97)

1.000 x 1,97 = 1.970

1.970 x 1,97 = 3.880

3.880 x 1,97 = 7.643

7.643 x 1,97 = 15.057

MEDIAN

DEFINISI Median. Median segugus data yang telah diurutkan dari yang terkecil sampai

terbesar atau terbesar sampai terkecil adalah pengamatan yang tepat ditengah-tengah bila

banyaknya pengamatan itu ganjil, atau rata-rata kedua pengamatan yang ditengah bila

banyaknya pengamatan genap.

Contoh soal 3. Dari lima kali kuiz statistic seorang mahasiswa mendapat nilai 82,93,86,92 dan

79.tentukan median populasi nilai ini.

Jawab. Setelah data diurutkan dari terkecil sampai terbesar, kita peroleh

79 82 86 92 93

Oleh karena itu, didapat = 86.

Contoh soal . Kadar nikotin yang berasal dari sebuah sampel random enam batang rokok

cap tertentu adalah 2.3,2.7,2.5,2.9,3.1,dan 1.9 milligram.Tentukan mediannya.

Jawab. Bila kadar nikotin itu kita urutkan dari yang terkecil sampai terbesar maka kita

peroleh :

1.9 2.3 2.5 2.7 2.9 3.1

Maka mediannya adalah : rata-rata dari 2.5 dan 2.7, yaitu

Page 48: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

48

= . . = 2.6

Formula Median untuk Data berkelopok adalah :

Keterangan :

I = Lebar kelas

L = Tepi bawah kelas median

Fk = Jumlah frekuensi sebelum kelas median

Fmed = Jumlah frekuensi dimana kelas median ada

MODUS

DEFINISI Modus. Modus segugus pengamatan adalah nilai yang terjadi paling

sering atau yang mempunyai paling tinggi.

Contoh soal 5. Nilai ujian semester dari beberapa mahasiswa matematika tercatat

sebagai berikut: 90,100,50,90,90,70,80,60,65 dan 75. Tentukan modusnya.

Jawab. Modusnya adalah nilai yang terjadi dengan frekuensi paling paling tinggi,

adalah : 90.

Formula Modus untuk data berkelompok Y.Keterangan :

MODUS = L +

Median = L + . i

Page 49: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

49

L : Batas bawah kelas modus ada

d1 : Selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya.

d2 : Selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya

i : Lebar kelas

1.3.1 LATIHAN

1. Sebuah bioskop mencatat adanya penurunan jumlah penonton selama

periode 1998-2001 :

TAHUNPENONTON

(orang)

1998 5300

1999 5200

2000 4500

2001 4000

Dari data di atas :

a. Hitung rata-rata Geometrik dari penurunan penonton tersebut. Apa arti

hasil rata-rata Geometrik tersebut?

b. Jika penurunan tersebut tetap berlangsung dengan tingkat yang sama,

maka berapakah perkiraan penonton untuk tahun 2002?

2. IQ rata-rata sepuluh mahasiswa yang mengambil mata kuliah matematika

adalah : 114. Bila Sembilan mahasiswa diantaranya memiliki IQ

101,125,118,128,106,115,99,118 dan 109, berapa IQ mahasiswa yang satu

lagi?

3. Produktivitas 25 karyawan dari sebuah perusahaan konveksi adalah sebagai

berikut : (potong pakaian per minggu)

25 31 37 42 19

20 24 23 30 26

Page 50: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

50

21 22 34 30 32

29 33 31 34 40

21 28 32 33 40

Pertanyaan :

a. Buatlah distribusi frekuensi dari 25 data di atas, dengan interval kelas 5.

b. Hitung rata-rata dari distribusi frekuensi di atas.

c. Hitung rata-rata TANPA MENNGUNAKAN distribusi frekuensi.

d. Bandingkan dan analisis hasil b dan c.

4. Tentukan mean. Median dan modus dari data tinggi badan 50 mahasiswa

berikut.Berat (X)

kg

Nilai tengah

interval

Frekuensi

50 - 52

53 – 55

56 – 58

59 – 61

62 - 64

51

54

57

60

63

5

17

14

10

4

505. Sebuah bank yang secara agresif berusaha menarik dana dari para nasabah,

menawarkan suku bunga tabungan dalam lima bulan terakhir sebagai berikut : 5%,

9%, 15%, 20% dan 29%. Berapakah suku bungan tabungan rata-rata yang

ditawarkan bank tersebut?

BAB IV

UKURAN DISPERSI

4.1 PENDAHULUAN

Page 51: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

51

Terlepas dari ukuran gejala pusat dan ukuran letak, masih ada lagi ukuran lain

ialah ukuran simpangan atau ukuran dispersi. Ukuran ini kadang-kadang dinamakan

pula ukuran variasi, yang manggambarkan bagaimana berpencarnya data kuantitatif.

Beberapa ukuran disperse yang dikenal dan akan diuraikan disini ialah : rentang,

rentang antar kuartil, simpangan kuartil atau deviasi kuartil, rata-rata simpangan atau

rata-rata deviasi, simpangan baku atau deviasi standar, varians dan koefisien variasi.

KOMPETENSI KHUSUS, Diharapkan pada akhir perkuliahan nanti, mahasiswa/I

dapat mengetahui dan memahami arti dan manfaat dari mengetahui dispersi sebuah

data. Dan juga mengetahui teknik perhitungan disperse data.

1.2 PENYAJIAN

1. RENTANG, RENTANG ANTAR KUARTIL DAN SIMPANGAN

KUARTIL

Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan ialah rentang. Rumusnya :

rentang = data terbesar – data terkecil

(R1)

Karena mudahnya dihitung, rentang ini banyak sekali digunakan dalam cabang lain

dari statistika, iakah statistika industry.

Rentang antar kuartil juga mudah ditentukan, dan ini merupakan selisih antara dan

. Jadi didapatlah hubungan :

RAK = −(R2)

dengan RAK = rentang antar kuartil

= kuartik ketiga

= kuartil pertama

Contoh : Daftar berikut menyatakan upah tiap jam untuk 65 pegawai di suatupabrik.

DAFTAR R1

Upah (Rupiah)

Page 52: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

52

50,00 - 59,99 8

60,00 - 69,99 10

70,00 - 79,99 16

80,00 - 89,99 14

90,00 - 99,99 10

100,00 - 109,99 5

1100,00 - 119,99 2

JUMLAH 65

Dengan menggunakan rumus di bawah , maka nilai-nilai dan dapat dihitung.

= +dengan I = 1, 2, 3

Hasilnya : = . 68,25; = . 90,75.

RAK dihitung dengan menggunakan rumus R2, maka diperoleh : RAK = Rp. 22,50.

Ditafsirkan bahwa 50% dari data, nilainya paling rendah 68,25 dan paling tinggi

90,75 dengan perbedaan paling tinggi 22,50.

Simpangan kuartil atau deviasi kuartil atau disebut pula rentang semi antar kuartil,

harganya setengah dari rentang antar kuartil. Jadi jika simpangan kuartil disingkat

dengan SK, maka :

= 1 2 ( − )(R3)

Contoh : Dari daftar R1, jelas didapat :

Page 53: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

53

= 1 2 ( . 90,75 − . 68,25) = . 11,25Selanjutnya, karena 1 2 ( − ) = Rp. 79,50, maka 50% dari pegawai mendapat

upah terletak dalam interval . 79,50 ± . 11,25 atau antara Rp. 68,25 dan

Rp.90,75.

2. RATA-RATA SIMPANGAN

Misalkan data hasil pengamatan berbentuk , … , dengan rata-rata ̅.Selanjutnya kita tentukan jarak antara tiap data dengan rata-rata ̅. Jarak ini, dalam

symbol ditulis | − ̅|. Dengan | |. Berarti sama dengan a jika a positif, sama

dengan –a jika a negative dan nol jika a = 0. Jadi harga mutlak, selalu memberikan

tanda positif, karena inilah | − ̅| disebut jarak antara dengan ̅. Jika sekarang

jarak-jarak :| − ̅| , | − ̅|, . . . , | − ̅| dijumlahkan, lalu dibagi oleh n, maka diperoleh

satuan yang disebut rata-rata simpangan atau rata-rata deviasi. Rumusnya adalah := ∑| − ̅|(R4)

Dengan RS berarti = rata-rata simpangan.

Contoh : − | − |8 -1 1

7 -2 2

10 1 1

11 2 2

Page 54: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

54

Dari data di atas, jika dihitung, rata-ratanya = 9. Jumlah harga-harga mutlaknya,yaitu

jumlah bilangan-bilangan dalam kolom akhir, adalah 6. Maka = = 1 ½ .

3. SIMPANGAN BAKU

Barangkali ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku

atau deviasi standar.

Pangkat dua dari simpangan baku dinamakan varians. Untuk sampel, simpangan

baku akan diberi symbol s, sedangkan untuk populasi diberi symbol . Variansnya

tentulah s2 untuk varians sampel dan untuk varians populasi. Jelasnya, s dan s2

merupakan statistic sedangkan dan parameter.

Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data-data , … , dan rata-

rata ̅ , maka statistic s2 dihitung dengan := ∑( − )− 1(R5)

Untuk mencari simpangan baku s, dari s2 diambil harga akarnya yang positif.

Dari rumus R5, varians s2 dihitung sebagai berikut :

1. Hitung rata-rata ̅2. Tentukan − selisih, − ,…, −3. Tentukan kuadrat selisih tersebut, yakni ( − )2, ( − )2, . . . , ( − )2

4. Kuadrat-kuadrat tersebut dijumlahkan

5. Jumlah tersebut dibagi oleh (n - 1)

Contoh : Diberikan sampel dengan data : 8, 7, 10, 11, 4. Untuk menentukan

simpangan baku s, kita buat table berikut.

− ( − )2

(1) (2) (3)

8 0 0

7 -1 1

10 2 4

Page 55: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

55

11 3 9

4 -4 16

Rata-rata ̅ = 8. Dapat dilihat dari kolom 2 bahwa ∑( − ) = 0. Karena itulah

disini diambil kuadratnya yang dituliskan dalam kolom 3. Didapat ∑( − ) = 30.

Dengan menggunakan rumus R5, didapat :

s2 = 30/4 = 7,5. Sehingga = 7,5 = 2,74.

Bentuk lain untuk rumus varians sampel ialah :

= ∑ − (∑ )( − 1)(R6)

Dalam rumus di atas Nampak bahwa tidak perlu dihitung dulu rata-rata ̅, tetapi

cukup menggunakan nilai data aslinya berupa jumlah nilai data dan jumlah

kuadratnya. Jika digunakan untuk data di atas, maka dari table berikut ini, dihasilkan

:

8 64

7 49

10 100

11 121

4 16

40 = ∑ 350 = ∑∑ = 40 dan ∑ = 350. Dengan n = 5, dari rumus R6 didapat varians := ( ) = 7,5 dan simpangan baku = 7,5 = 2,74.

Sangat dianjurkan bahwa menghitung simpangan baku lebih baik

menggunakan rumus R6 karena kekeliruannya lebih kecil.

Page 56: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

56

Jika data dari sampel tekah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, maka

untuk menentukan varians s2 dipakai rumus :

= ∑ − ( − )( − 1)(R7)

Atau yang lebih baik digunakan :

= ∑ − (∑ )( − 1)(R8)

Rumus R7 menggunakan rata-rata ̅ sedangkan rumus R8 hanya

menggunakan nilai tengah atau tanda kelas interval.

Contoh : Untuk menghitung varians s2 dari data di bawah ini tentang nilai ujian

80 mahasiswa, digunakan rumus R7.

Nilai ujian

31 – 40 1

41 – 50 2

51 – 60 5

61 – 70 15

71 – 80 25

81 – 90 20

91 – 100 12

Jumlah 80

Jawab : lebih baik dibuat table berikut.

NILAI

UJIAN− ( − )2 . ( − )2

Page 57: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

57

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

31 – 40 1 35,5 -41,1 1689,21 1.689,21

41 – 50 2 45,5 -31,1 967,21 1.834,42

51 – 60 5 55,5 -21,1 445,21 2.226,05

61 – 70 15 65,5 -11,1 123,21 1.848,15

71 – 80 25 75,5 -1,1 1,21 30,25

81 – 90 20 85,5 8,9 79,21 1.584,20

91 – 100 12 95,5 18,9 357,21 4.286,52

Jumlah 80 - - - 13.498,80

Telah dihitung, dengan harga ̅ = 76,6.

Kolom 3 merupakan tanda kelas, kolm 4 adalah tiap tanda kelas dalam kolom 3

dikurangi 76,6 dan kolom 5 merupakan kuadrat bilangan-bilangan dalam kolom 4

sedangkan kolom akhir sama dengan hasil kali kolom 2 dengan kolom 5. Didapat

harga-harga :

n = ∑ = 80 dan ∑ . . ( − )2 = 13.498,80. Sehingga dengan rumus R7

didapat varians := . ,= 170,9

Simpangan baku = √170,9 = 13,07.Untuk menggunakan rumus R8, menggunakan data yang sama, maka table

yang perlu dibuat adalah seperti di bawah ini :

NILAI

UJIAN. .

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

31 – 40 1 35,5 1260,25 35,5 1260,25

41 – 50 2 45,5 2070,25 91,0 4.140,50

Page 58: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

58

51 – 60 5 55,5 3080,25 277,5 15.401,25

61 – 70 15 65,5 4290,25 982,5 64.353,75

71 – 80 25 75,5 5700,25 1887,5 142.506,25

81 – 90 20 85,5 7310,25 1710,0 146.205,00

91 – 100 12 95,5 9120,25 1146,0 109.443,00

Jumlah 80 - - 6130,0 483.310,00

Kolom 4 adalah kuadrat tanda-tanda kelas dalam kolom 3, kolom 5 merupakan

hasil kali kolom 2 dan kolom 3 dan kolom akhir adalah produk antara kolom 2

dan kolom 4. Dari table didapat :

n = ∑ = 80, ∑ . = . ∑ . = . .Sehingga dari rumus R8 diperoleh varians :

= 80 483.310 − (6.130)80 79 = 172,1.Hasilnya berbeda dengan hasil dari rumus R7, karena ̅ yang digunakan di

rumus R7 telah dibulatkan hingga satu decimal, yang dengan sendirinya akan

menyebabkan adanya perbedaan.

Cara singkat atau cara sandi, seperti ketika menghitung rata-rata ̅, dapat

digunakan juga untuk menghitung varians sehingga perhitungan akan lebih

sederhana. Rumusnya adalah :

= ∑ − (∑ )( − 1)(R9)

P = panjang kelas interval= nilai sandi dan = ∑Contoh : Untuk data dalam table yang lalu, jika dipakai rumus R9 ini, maka

diperlukan table berikut :

Page 59: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

59

NILAI UJIAN . .31 – 40 1 35,5 -4 16 -4 16

41 – 50 2 45,5 -3 9 -6 18

51 – 60 5 55,5 -2 4 -10 20

61 – 70 15 65,5 -1 1 -15 15

71 – 80 25 75,5 0 0 0 0

81 – 90 20 85,5 1 1 20 20

91 – 100 12 95,5 2 4 24 48

Jumlah 80 - - - 9 137

Dari tabel ini didapat P = 10, = ∑ = 80, ∑ . = dan ∑ . = ,sehingga didapat varians :

= (10) 80 137 − (9)80 79 = 172,1.Hasilnya sama dengan bila digunakan rumus R8. Ini memang demikian!

Membandingkan rumus R8 dan R9, sebenarnya yang terakhir didapat dari yang

pertama dengan menggunakan transformasi = berdasarkan dua sifat

yaitu:

1. Jika tiap nilai data ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang sama, maka

simpangan baku s tidak berubah.

2. Jika tiap nilai data dikalikan dengan bilangan yang sama d, maka simpangan

bakunya menjadi d kali simpangan baku yang asal.

Contoh : Diberikan sampel dengan data : 9, 3, 8, 8, 9, 8, 9, 18. Setelah dihitung

maka s = 4,14.

a. Tambah tiap data dengan 6 atau berapa saja, maka untuk data baru

s = 4,14.

b. Kurangi tiap data dengan 5 atau berapa saja, maka untuk data baru

s = 4,14

Page 60: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

60

c. Kalikan tiap data dengan 6, maka untuk data baru s = 24,84.

d. Bagi tiap data dengan ½ , maka untuk data baru s = 8,28.

Simpangan baku gabungan dihitung dengan rumus := ∑( )∑ −(R10)

Atau lengkapnya := ( − 1) + ( − 1) + + ( − 1)+ + + −Dengan s2 berarti varians gabungan untuk sampel yang berukuran n.

Contoh : Hasil pengamatan pertama terhadap 14 obyek memberikan s = 275

sedangkan pengamatan yang kedua kalinya terhadap 23 obyek

menghasilkan s = 3,08. Maka, dengan rumus R10 untuk k = 2, didapat

varians gabungan := ( )( , ) ( )( , ) = 8,7718.

Sehingga simpangan baku gabungan s = 2,96.

4. BILANGAN BAKU DAN KOEFISIEN VARIASI

Misalkan kita mempunyai sebuah sampel berukuran n dengan data , … ,sedangkan rata-ratanya = ̅ dan simpangan baku s. dari sini kita dapat membentuk

data baru , … , dengan rumus := ̅untuk I = 1, 2, …, n

(R11)

Jadi diperoleh penyimpangan atau deviasi data dari rata-rata dinyatakan dalam

satuan simpangan baku. Bilangan yang didapat dinamakan bilangan z. variable, … , ternyata mempunyai rata-rata = 0 dan simpangan baku = 1.

Dalam penggunaannya, bilangan z ini sering diubah menjadi keadaan atau model

baru, atau tepatnya distribusi baru, yang mempunyai rata-rata ̅ dan simpangan baku

Page 61: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

61

yang ditentukan. Bilangan yang diperoleh dengan cara ini dinamakan bilangan

baku atau bilangan standar dengan rata-rata ̅ dan simpangan baku dengan rumus

: = ̅ + − ̅(R12)

Perhatikan bahwa untuk ̅ = 0 dan = 1, rumus R12 menjadi rumus R11, sehingga

bilangan z sering pula diesbut bilangan standar. Bilangan baku sering dipakai untuk

membandingkan keadaan distribusi fenomena.

Contoh : Seorang mahasiswa mendapat nilai 86 pada ujian akhir matematika dimana

rata-rata dan simpangan baku kelompok, masing-masing 78 dan 10. Pada

ujian akhir statistika dimana rata-rata kelompok 84 dan simpangan baku

18, ia mandapat nilai 92. Dalam mata ujian mana ia mencapai kedudukan

yang lebih baik?

Jawab : Dengan rumus R11 didapat bilangan baku :

Untuk matematika = = 0,8.Untuk statistika = = 0,44.

Mahasiswa itu mendapat 0,8 simpangan baku di atas rata-rata nilai matematika dan

hanya 0,44 simpangan baku di atas rata-rata nilai statistika. Kedudukannya lebih

timggi dalam hal matematika.

Kalau saja nilai-nilai di atas ke dalam bilangan angka baku dengan rata-rata 100 dan

simpangan baku 20, maka :

Untuk matematika = 100 + 20( ) = 116.Untuk statistika = 100 + 20( ) = 108,9.Dalam system ini ia lebih unggul dala matematika.

Ukuran variasi atau disperse yang diuraikkan dalam bagian-bagian yang lalu

merupakan disperse absolute. Variasi 5 cm untuk ukuran jarak 100 m dan variasi 5

Page 62: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

62

cm untuk ukuran jarak 20 m jelas mempunyai pengaruh yang berlainan. Untuk

mengukur pengaruh demikian dan untuk membandingkan variasi antara nilai-nilai

besar dan nilai-nilai kecil, digunakan disperse relative yang ditentukan oleh :

Dispersi relatif = Diepersi absolutRata − rata(R13)

Jika untuk dispersi absolute diambil simpangan baku, maka didapat koefisien

variasi, disingkat KV. Rumusnya, dinyatakan dalam persen, berbentuk :

KV = simpangan bakurata − rata x100%(R14)

Skoefisien variasi tidak bergantung pada satuan yang digunakan, karenanya dapat

dipakai untuk membandingkan variasi relative beberapa kumpulan data dengan

satuan yang berbeda.

Contoh : Semacam lampu electron rata-rata dapar dipakai selama 3.500 jam dengan

simpangan baku 1.050 jam. Lampu model lain rata-ratanya 10.000 jam

dengan simpangan baku 2.000 jam.

Dari sini mudah dihitung :

KV (lampu pertama) =.. 100% = 30%.

KV (lampu kedua) =. . 100% = 20%.

Ternyata lampu kedua secara relative mempunyai masa pakai yang lebih

uniform.

SOAL LATIHAN

1. Diberikan = 85 dan = 116. hitunglah rentang 10 – 90 persentilnya

(Rentang 10 – 90 persentil didefinisi sebagai − ). Apa artinya?

2. Diberikan data : 12, 8, 9, 10, 14, 15, 8, 10, 12.

Page 63: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

63

Hitunglah :

a. Rata-rata simpangan

b. Simpangan baku

c. Simpangan baku berapa kali rata-rata simpangan.

3. Hasil pengamatan memberikan harga-harga = 140 dan = 196.Apakah artinya?

a. −b. ( − )

Ukuran-ukuran apakah itu?

4. Koefisien variasi hasil pengamatan yang terdiri atas 100 obyek besarnya

20%. Rata-ratanya tiga lebihnya dari simpangan bakunya. Tentukan rata-

rata untuk sampel itu.

5. Sebuah sampel berukuran 200 telah dibagi menjadi 3 bagian ialah :

Bagian I dengan ̅ = 40,8 dan = 10,5Bagian II dengan ̅ = 36,7 dan = 9,8Bagian III dengan ̅ = 29,9 dan = 10,2Dapatkah rata-rata gabungan dan simpangan baku gabungan dihitung

disini?

Mengapa? Bagaimana jika juga diberikan bahwa :

Bagian I terdiri dari 60 obyek

Bagian II terdiri dari 105 obyek dan

Bagian III terdiri 35 obyek.

Page 64: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

64

BAB V

MOMEN, KEMIRINGAN DAN KURTOSIS

5.1 PENDAHULUANEkspektasi lain yang juga banyak digunakan dalam statistika adalah momen

distribusi suatu peubah random atau momen peubah random. Peranan momen ke-r

terhadap pusat suatu peubah random X, r = 0, dan momen ke-r terhadap suatu

peubah random X sangat penting dalam statistika namum demikian, suatu hal yang

dapat dipertanyakan adalah apakah distribusi suatu peubah random akan tertentu,

jika semua momennya tertentu? Jawabannya tentu saja tidak, yang artinya belum

tentu.

Untuk keperluan itu, akan sangat menguntungkan apabila kita dapat menentukan

Page 65: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

65

suatu fungsi yang dapat menentukan semua momen suatu peubah random dan

fungsi tersebut menentukan distribusi peubah randomnya.

KOMPETENSI KHUSUS, Mahasiswa dapat Menentukan momen ke-r terhadap

pusat suatu peubah random X, r = 0, momen ke-r terhadap suatu peubah random

X, dan Fungsi pembangkit momen.

5.2 PENYAJIAN

A. MOMEN

Momen ke-r terhadap pusat suatu peubah random X, r =0, 1,2, . . .ditulis µr’

disesuaikan.

)(' rXEr

XXE

'

1

'0 1

Momen ke-r terhadap rataan suatu peubah random X, r = 0,1,2, …, ditulis µr

didefenisikan sebagai

= ( − )Perlu dicatat bahwa ada hanya jika ada.=== ( − ) == − = −Metode Fungsi Pembangkit Momen

Teorema 5.2.

Page 66: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

66

Perhatikan X dan Y yang masing-masing memiliki fungsi pembangkit momen mX(t)

dan mY(t). Jika mX(t) = mY(t) untuk semua nilai t maka X dan Y memiliki fkp/fmp

yang sama. (sifat unik fungsi pembangkit momen).Bagaimana menentukan fkp/fmp

melalui fpm? Jika kita memiliki suatu fungsi U = g(Y) dan kemudian dapat

ditentukan mU(t) adalah fungsi pembangkit momen peubah random U,serta kita

mengenali bentuknya (misal Poisson, Binomial, Normal, Gamma, dll). Kita dapat

menggunakan sifat unik fungsi pembangkit momen untuk menentukan fkp/fmp dari

peubah random U.

Ilustrasi 5.6.

Jika Y ~ Gamma(α, β), perlihatkan bahwa U = g(Y) = 2Y/β ~ χ2 (2α).

Kita tahu bahwa fpm Y adalah

( ) =( ) = ( ) = ( ⁄ )= ( ⁄ )= ( ⁄ )=

Jelas U ~ χ2 (2α)

Teorema 5.3.

Perhatikan Y1, Y2, …, Yn adalah sampel random dimana Yi memiliki fpm

mYi(t) untuk i = 1, 2, …, n. Jika U = Y1 + Y2 + … + Yn maka

Bisa diperlihatkan sbb :( ) = ( ) = ( + + + )= ( … )= ( ) ( ) … ( )

Page 67: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

67

= ( ) ( ) … ( )= ∏ ( )Ilustrasi 5.7.

mU(t) dapat dihitung sbb.

Jika Y1, Y2, …, Yn ~ Bernoulli (p). Tentukan fkp U = Y1 + Y2 + … + Yn.( ) = ( ) ( ) … ( )= ( + ) ( + ) … ( + )n= ( + )

mU(t) adalah fpm Binomial (n, p).Jadi U ~ Binomial (n, p)

FUNGSI PEMBANGKIT MOMEN

Peranan momen-momen yang dibicarakan terdahulu pada modul sebelumnya,

sangat penting dalam statistika. Namun demikian, suatu hal yang dapat

dipertanyakan adalah apakah distribusi suatu peubah random akan tertentu, jika

semua momennya tertentu? Jawab: pada umumnya tidak, yang artinya belum tentu.

Untuk keperluan itu, akan sangat menguntungkan apabila kita dapat menentukan

suatu fungsi yang dapat menentukan semua momen suatu peubah random, dan

fungsi tersebut menentukan distribusi peubah randomnya.

Defenisi: fungsi pembangkit momen suatu peubah X, ditulis mX(t), didefenisikan

sebagai berikut:

0hh),h,(setiaptuntuk),E(e(t)m tXX

mX(t) = 1 untuk t = 0

Jika mX(t) ada, maka

.2,..1,0,r,μdt

(t)mdrr

Xr

Page 68: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

68

Suatu hal lain yang penting untuk dicatat adalah bahwa jika X adalah suatu

peubah random dengan mX(t) ada, maka distribusi X tertentu dan sebaliknya.

Dengan perkataan lain mX(t) ada bila dan hanya bila distribusi X tertentu.

Jika mX (t0) ada untuk t0 > 0, maka mX(t1) ada untuk setiap

0h),t(0, tsetiapuntuk 01

Demikian juga, jika mX(t1) ada untuk t0 < 0, maka mX(t1) ada

,0)(t tsetiapuntuk 01

maX+b(t) = ebtmX(at)

Jika X1, X2, …,Xn saling bebas, maka

n

iiXtXatamtm

in

i 1)()()(

111

Maka

Contoh

1. Jika X adalah suatu peubah random dengan

)(

,12)( x

X Ixxf

1

2X (t)mmaka dxex txx

Karena mX(t) = ∞ untuk t >0, maka mX(t) tidak ada disekitar t = 0

2. Jika x adalah peubah random dengan

1)(

!)(

,...2,1,0,!

)(

)1(

0

tuntukdttdEsehingga

eee

xettE

xx

exf

X

X

t

xx

xXX

x

Page 69: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

69

Perlu diperhatikan disini bahwa untuk soal ini µX dapat juga dihitung

menggunakan mX(t).

Kesetangkupan dan Kemenjuluran

DEFINISI Kemenjuluran Pearson. Koefisien kemenjuluran pearson dapat

didefinisikan sebagai berikut:

SK = ( ), atau SK = ( )Untuk Distribusi data yang setangkup sempurna, nilai tengah dan mediannya

identik oleh karena ituSK bernilai nol.Bila Distribusinya menjulur nilai tengah lebih

kecil dari mediannya, sehingga nilai SK negative. Tetapi bila Distribusinya menjulur

ke kanan, nilai tengahnya lebih besar daripada mediannya, sehingga nilai SK positif.

Contoh Soal 10. Hitunglah koefisien kemenjuluran pearson bagi Distribusi umur

aki dalam table 2.2.

Jawab. Dengan menganggap data table 2.2 sebagai suatu sampel , kita peroleh = 3.41,

= 3.4 dan S =0.70. oleh karena itu, SK = ( )= ( . – . ). = 0.04

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa data itu hamya sedikit menjulur ke kanan.

Dengan nilai SK yang demikian kecilnya, kita dapat mengatakan bahwa datanya

setangkup.

Persenti, desil dan Kuartil

DEFINISI : Persentil. Persentil adalah nilai-nilai yang membagi segugus

pengamatan menjadi 100 bagian yang sama. Nilai-nilai itu dilambangkan dengan P-

1, P2 ,P3, . . . P99, bersifat bahwa 1% dari seluruh data terletak dibawah P1, 2%

terletak dibawah P2, dan 99% terletak di bawah P99.

Untuk menghitung prosedur perhitungan suatu persentil, sebagai contoh marilah kita

mencari P85 untuk besaran umur Aki dalam table 2.2. langkah pertama kita harus

mengurutkan data dari terkecil sampai terbesar. sbb: 1.6, 1.9,2.2, 2.5,2.6, 2.6,2.9,3.0,

Page 70: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

70

3.0, 3.1, 3.1, 3.1, 3.1, 3.2, 3.2, 3.2, 3.3, 3.3, 3.3, 3.4, 3.4, 3.4, 3.5, 3.5, 3.6, 3.7, 3.7,

3.7, 3.8, 3.8, 3.9, 3.9, 4.1, 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, 4.5, 4.7, 4.7.

Karena ada 40 data pengamatan, maka kita harus mencari sebuah nilai yang

dibawahnya terdapat (85/100) X 40 = 34 pengamatan. P85 dapat berupa sembarang

nilai antara 4.1 tahun dan 4.2 tahun.Supaya mendapat nilai yang khas maka P85

didefinisikan sebagai titik tengah antara ke dua pengamatan tersebut. Jadi didapat P85

= . . = 4.15 tahun.

DEFINISI Desil. Desil adalah nilai-nilai yang membagi segugus pengamatan

menjadi 10 bagian yang sama.Nilai-nilai itu dilambangkan dengan D1, D2 ,D3, …

D9, mempunyai sifat bahwa 10% data jatuh dibawah D1, 20% jatuh dibawah D2, . . .

, dan 90% jatuh dibawah D9.

Cara kita menghitung desil persis sama dengan cara kita menentukan persentil.

DEFINISI Kuartil. Kuartil adalah nilai-nilai yang membagi segugus data

pengamatan menjadi 4 bagian sama besar.Nilai-nilai itu yang dilambangkan dengan

Q1, Q2, Q3, mempunyai sifat bahwa 25% data jatuh dibawah Q1, 50% jatuh dibawah

Q2, dan 75% jatuh dibawah Q3.

Untuk menghitung Q1, bagi Distribusi umur Aki, kita memerlukan nilai yang

dibawahnya terdapat (25/100) X 40 = 10 pengmatan. Karena pengamatan yang ke –

10 dan ke-11 sama dengan 3.1 tahun, jadi Q1 = 3.1.

B. KEMIRINGAN

Kita sudah mengenal kurva halus atau model yang bentuknya bisa positif, negate

atau simetrik. Model positif terjadi bila kurvanya mempunyai ekor yang memanjang

di sebelah kanan. Sebaliknya, jika ekornya memanjang ke sebelah kiri didapat model

negative. Dalam kedua hal terjadi sifat taksimetri. Untuk mengetahui derajat

taksimetri sebuah model, digunakan ukuran kemiringan yang ditentukan oleh :kemiringan = (Rata − rata) − (Modus)Simpangan baku

Page 71: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

71

(K1)

Rumus empiric untuk kemiringan, adalah :kemiringan = 3((Rata − rata) − (Median))Simpangan baku(K2)

Rumus-rumus K1 dan K2 berturut-turut dinamakan koefisien kemiringan pearson

tipe pertama dan tipe kedua.

Kita katakana model positif jika kemiringan positif, negative jika kemiringan

negative dan simetrik jika kemiringan sama dengan nol.

Contoh : Data nilai ujian 80 orang mahasiswa yang tercantum dalam daftar di bawah

ini telah menghasilkan = 76,62; Me = 77,3; Mo = 77,17 dan simpangan

baku s = 13,07.

Nilai ujian

31 – 40 1

41 – 50 2

51 – 60 5

61 – 70 15

71 – 80 25

81 – 90 20

91 – 100 12

Jumlah 80

Jawab : Kemiringan , ,, = −0,04.

Karena kemiringan negative dan dekat kepada nol maka modelnya sedikit miring

ke kiri. Berikut ada gambar grafiknya.

Page 72: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

72

A. KURTOSIS

Bertitik tolak dari kurva model normal atau distribusi normal, tinggi rendahnya

atau miring datarnya bentuk kurva disebut kurtosis, dapat ditentukan. Kurva

distribusi normal, yang tidak terlalu runcing atau tidak terlalu datar, dinamakan

mesokurtik. Kurva yang runcing dinamakan leptokurtic sedangkan yang datar

disebut platikurtik.

Salah satu ukuran kurtosis ialah koefisien kurtosis, diberi symbol , ditentukan

oleh rumus :

Page 73: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

73

= ( / )dengan dan di dapat dari rumus := ∑( − ̅)Criteria yang didapat dari rumus ini ialah :

a) = 3 distribusi normal

b) > 3 distribusi leptokurtik

c) < 3 distribusi platikurtik

Untuk menyelidiki apakah distribusi normal atau tidak, sering pula dipakai

koefisien kurtosis persentil, diberi simbol k, yang rumusnya :

= − = 1 2 ( − )−(K3)

dengan SK = rentang semi antar kuarti

= kuarti kesatu

= kuartil ketiga

= persentil kesepuluh

= persentil ke-90− = rentang 10 – 90 persentil.

Untuk model distribusi normal, harga k = 0,263.

SOAL LATIHAN

1. Bilangan-bilangan berikut menyatakan hasil ujian mata kuliah Metode

Statistik :

23

80

52

41

60

60

77

10

71

78

79

81

64

83

89

32

95

75

54

76

57

41

78

64

84

74

65

25

72

48

52

92

80

88

84

70

85

98

62

90

82

55

81

74

15

36

76

67

43

79

Page 74: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

74

34 67 17 82 69 74 63 80 85 61

Dengan menggunakan 9 selang dengan nilai terendah 10 :

a) Buat Distribusi frekuensinya

b) Sajikan data di atas dalam diagram batang

c) Hitunglan persentil, desil dan kuartil data di atas.

2. Buatlah rumus rata-rata dan Varians S2 dari rumus momen untuk:

a. Data belum disusun dalam daftar distribusi frekuensi

b. Data yang sudah disusun dalam distribusi frekuensi

3. Diberikan data: 5,4,4,6,3,8,10,8,3,2. Hitunglah

a. Momen pertama, kedua,ke tiga dank e empat

b. Momen ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4 disekitar rata-rata.

BAB VI

K O M B I N A T O R I A L

6.1 PENDAHULUAN

Seperti yang telah dibicarakan dalam modul-modul terdahulu, apabila suatu

eksperimen dilakukan, yang menjadi perhatian kita adalah beberapa kejadian yang

Page 75: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

75

menarik dan peluang terjadinya kejadian-kejadian tersebut. Pengertian distribusi

peluang adalah himpunan pasangan berurut dari kejadian dan paluang terjadinya

kejadian tersebut dimana kejadian tersebut biasanya adalah hasil perhitungan atau

hasil pengukuran terhadap hasil eksperimen yang menjadi perhatian. Dalam hal

ini perlu dicatat bahwa hasil-hasil yang mungkin dari suatu eksperimen pada

umumnnya belum tentu merupakan angka/ bilangan.

Sebenarnya menurut urutan yang tepat, maka sebelum kia membahas tentang

Peluang maka kita terlebih dahulu kita pelajari tentang bagaima cara atau teknik

membilang, menyelesaikan bentuk faktorial suatu bilang dan sampai masuk

permutasi dan kombinasi suatu bilangan. Jadi dalam modul ini kita akan

membahas khusus tentang materi-materi yang disinggung di atas, ditambah

dengan pengulangan beberapa bentuk distribusi peluang.

KOMPOTENSI KHUSUS, Diharapkan setelah mengikuti perkuliahan ini

mahasiswa/i mempu menjelaskan dan menggunakan konsep kombinatorial dalam

menyelesaikan masalah-asalah yang berkaitan dengan peluang yang ada dalam

kehidupan sehari-hari.

6.2 PENYEJIAN

Mencacah Titik Sampel

Masalah yang harus kita pikirkan dan coba untuk dievaluasi adalah pengaruh factor

kebetulan yang berkaitan dengan terjadinya kejadian-kejadian tertentu bila sebuah

percobaan dilaksanakan. Masalah ini termasuk dalam cabang matematika yang

disebut peluang. Dalam banyak hal kita akan memecahkan masalah peluang dengan

mencacah banyaknya titik dalam ruang sampel tanpa mendaftarkan dahulu unsur-

unsurnya.Prinsip dasar mencacah, sering disebut kaidah penggandaan, dan

dinyatakan dalam dalil-dalil sebagai berikut :

DALIL 1.Kaidah Penggandaan. Bila suatu operasi dapat dilakukan dalam n1 cara,

dan bila untuk setiap cara tersebut operasi kedua dapat dilakukan dengan n2 cara,

maka kedua operasi itu secara bersama-sama dapat dilakukan dalam n1n2 cara.

Page 76: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

76

Contoh soal Bila sepasang dadu dilempar dilemparkan sekali, berapa banyakkah

titik sampel dalam ruang sampelnya?

Jawab. Dadu pertama dapat mendarat dalam 6 cara.untuk masing-masing keenam

cara itu, dadu kedua dapat mendarat 6 cara pula. Dengan demikian, sepasang dadu

tersebut dapat mendarat dalam 6 (6) =36 cara.

DALIL 2. Kaidah Penggandaan Umum. Bila suatu operasi dapat dilakukan dalam

n1 cara, bila untuk setiap cara tersebut operasi ke dua dapat dilakukan debgan n2

cara, bila untuk setiap pasangan dua cara operasi ketiga dapat dilakukan dalam n3

cara, dan demukian seterusnya, maka k operasi dalam urutan tersebut dapat

dilakukan dalam n1n2…nk cara.

Contoh soal Berapa macam menu makan siang yang terdiri atas sup,

sandwich,desert dan minuman yang dapat dipilih dari 4 macam sup, 3 jenis

sandwich, desert dan 4 minuman?

Jawab. Banyaknya macam menu makan siang adalah : 4x3x5x4 = 240.

DEFINISI Permutasi. Permutasi adalah suatu susunan yang dibentuk oleh

keseluhan atau sebagian dari sekumpulan benda.

Perhatikan tiga huruf a,b dan c. kemungkinan permutasinya abc, acb, bac, bca, cab,

dan cba. Jadi terdapat 6 susunan yang berbeda. Ada tiga posisi yang harus diisi oleh

ke tiga huruf a,b dan c.Jadi, kita mempunyai 3 pilihan untuk posisi pertama, 2 untuk

posisi kedua, dan 1 untuk posisi terakhir. Sehingga semuanya ada 3x2x1 = 6

permutasi.Secara umum dari n benda yang berbeda dapat disusun sebanyak n (n-

1)(n-2)…(3)(2)(1) cara. Perkalian ini kita lambangkan dengan n!. Selain itu

didefinisikan 1! =1 dan 0! = 1.

DALIL 3. Banyaknya permutasi n benda yang berbeda adalah n!.

Banyaknya permutasi empat huruf a,b,c dan d adalah 4! = 24.

DALIL 4. Banyaknya permutasi akibat pengambilan r benda dari n benda yang

Page 77: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

77

berbeda adalah :

nPr = !( )Contoh soal 18. Dua kupon lotere diambil dari 20 kupon untuk menentukan hadiah

pertama dan kedua. Hitunglah banyaknya titik sampel dalam ruang sampelnya.

Jawab. Banyaknya titik sampel adalah :

20P2 = !( ) = (20)(19) = 380.

Contoh Soal. Dari 24 orang anggota suatu perkumpulan akan dipilih pengurus yangsusunannya terdiri dari ketua, wakil ketua sekretaris dan bendahara. Jika semua anggotamempunyai hak yang sama untuk menduduki suatu jabatan?

Jawab : maka banyaknya susunan pengurus yang dapat dipilih ada

25502421.22.23.24424

p

DALIL 5. Banyaknya permutasi n benda yang berbeda yang disusun dalam suatu

lingkaran adalah ( n – 1).

DALIL 6. Banyaknya permutasi yang berbeda dari n benda yang n1 diantaranya

berjenis pertama, n2 berjenis kedua, …, nk berjenis ke –k adalah :!! ! !, … !Contoh soal Berapa banyak susunan yang berbeda bila kita ingin membuat sebuah

rangkaian lampu hias untuk pohon natal dari 3 llampu merah, 4 kuning dan 2 biru?

Jawab. Banyaknya susunan yang berbeda ada

!! ! ! = 1260

Contoh soal: Banyaknya cara pengaturan duduk 5 orang pejabat di 5 kursi baristerdepan ada

1201.2.3.4.555

P

Page 78: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

78

Contoh Soal: Banyaknya permutasi dari huruf -huruf dalam kata-kata STATISTIKAada

756001.2.1.2.1.3.2.1.2.1

10.9.8.7.6.5.4.3.2.1!1!2!2!3!2

!101.2.2.3.210,,, ,

PPkITs nnnAnnn

s

Soal ini dapat juga diselesaikan dengan cara berikut :

Jika semua huruf berbeda, maka banyaknya permutasi huruf-

huruf " S1T1A1T2I1S2T3I2KA2" ada 999 P ! . Dilain pihak permutasi huruf-hurufS1T1A1T2I1S2T3I2KA2 dapat difikirkan sebagai proses gabungan dari proses-prosespermutasihuruf-huruf "STATISTIKA", " S1S2" T1T2T3", " A1A2" I1I2"dan dan huruf "K".Dengan demikian menggunakan aturan multiplikatif membilang diperoleh

75600

!1!.2!.2!.2!.3!.2.

1,2,2,3,29

1,2,2,3,21099

Psehingga

PP

Dalam banyak masalah kita ingin mengetahui banyaknya cara mengambil r benda

dari n benda tanpa memperhatikan urutannya. Pengambilan demikian ini disebut

kombinasi.

DALIL 7. Banyaknya kombinasi r benda dari n benda yang berbeda adalah :

= !!( )! atau nCr = !!( )!Contoh soal Dari 4 orang anggota partai Republik dam 3 oramg anggota partai

democrat, hitunglah banyaknya komisi yang terdiri atas 3 orang dengan 2 orang dari

Partai Republic dan 1 orang dari partai Demokrat yang dapat dibentuk.

Jawab. Banyaknya cara memilih 2 orang dari 4 orang partai Republik ada :

= !! ! = 6

Banyaknya cara memilih 1 dari 3 orang partai Demokrat ada:

Page 79: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

79

= !! ! = 3

Jadi dengan dalil 1. Kita temukan banyaknya komisi yang dapat dibentuk dengan

2 orang partai Republik dan 1 orang Partai Demokrat adalah (6)(3) = 18.

Contoh

3. Dari 12 orang pemain bola basket,

a. Banyaknya tim yang dapat disusun ada

7925.4.3.2.112.11.10.9.8

5!7!12!

512

b. Jika akan disusun dua tim, maka banyaknya tim yang dapat disusun ada

166322.1.5.4.3.2.1.5.4.3.2.112.11.10.9.8.7.6.5.4.3.2.1

5!.5!.2!12!

5,5,212

Banyaknya sampel random berukuran n yang dapat diambil dari suatu populasiberukuran N ada

n)!(Nn!N!

nN

Perlu dicatat disini bahwa pada umumnya ukuran populasi N tidak diketahui. Inibukan berarti bahwa ukuran tersebut tidak ada, tetapi ukuran tersebut besar sekali.

Page 80: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

80

Nah ... dengan rumus di atas kalau kita mengambil hanya satu satu sampel randomn, tentunya harus disadari bahwa satu yang diambil tersebut adalah satu diantara

nN

. Misalnya untuk n = 5 dan N =100, maka satu sampel random yang diambil

adalah satu diantara

760480.5.4.3.2.1100.99.98.97.96

5!.95!100!

5100

4. Banyaknya cara pengelompokan 9 orang menjadi 3 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4, 3 dan 2 orang ada

1260.2.1.3.2.1.4.3.2.1

9.8.7.6.5.4.3.2.14!.3!.2!

9!4.3.29

Sampel Dengan Dan Tanpa Pengembalian

Dalam mengambil sampel random dari suatu populasi perlu dibedakan bermacam-macam sampel menurut cara pengambilannya. karena cara tersebut akan menentukanbanyaknya , sampel yang mungkin diambil. Menurut cara pengambilannya dapatdibedakan beberapa macam sampel random sebagai berikut :

Sampel yang diambil sekaligusyaitu yang semua elemen-elemennya diambil bersama-sama.

Sampel dengan pengembalian, yaitu sampel yang elemen-elemennya diambilsatu persatu dengan pengembalian, artinya elemen kedua dan seterusnyadiambil setelah elemen sebelumnya dikembalikan, dengan demikian hasilyang sama dalam setiap pengambilan dimungkinkanSampel tanpa pengembalian, yaitu yang elemen-elemennya diambil satupersatu tanpa pengembalian. Artinya, artinya elemen kedua dan seterusnyadiambil tanpa pengembalian elemen sebelumnya. Dengan demikian hasilyang sama dalam setiap pengambilan tidak mungkin.

Jika ukuran sampel adalah n dan ukuran populasi adalah N, maka banyaknyasampel yang mungkin untuk :

Sampel yang diambil sekaligus

nN

Sampel dengan pengembalian ada Nn

Page 81: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

81

Sampel tanpa pengembalian NPnContoh

Jika dari 10 bola lampu dicoba 2 bola lampu secara random, maka banyaknyapasangan bola lampu yang dapat di coba

a. Untuk sampel yang coba sekaligus ada

pasang452.110.9

2!.8!10!

210

b. Untuk sampel yang dicoba dengan pengembalian ada102 = 10.10.

= 100

c. Untuk sampel yang dicoba tanpa pengembalian

pasang90.9.10

!8!10

210

P

Jika dalam contoh di atas yang dicoba adalah 3 bola lampu secara random, makabanyaknya sampel bola lampu yang dapat dicoba

a. Untuk sampel yang coba sekaligus ada

120.3.2.1

10.9.83!.7!10!

310

b. Untuk sampel yang dicoba dengan pengembalian ada103 = 10.10.10

= 1000

c. Untuk sampel yang dicoba tanpa pengembalian

7208.9.10

!7!10

310

P

Page 82: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

82

SOAL LATIHAN

1. Seorang mahasiswa tingkat persiapan harus mengambil masing-masimg

satu mata kuliah sains, humaniora, dan matematika.Bila ia tersedia 6 mata

kuliah sains, 4 mk. Humsniora, dan 4 mk. Matematika.Berapa banyak

cara ia menyusun rencana studinya?

2. Ada berapa macam cara menjawab 9 pertanyaan benar-salah?

3. Berapa banyak permutasi yang berbeda yang dapat disusun dari kata “

STATISTIKA”?

4. Empat pasang suami-istri membeli 8 karcis yang sebaris untuk suatu

pertunjukan konser music, berapa banyak susunan duduk mereka

a) Bila tidak ada pembatasan apa-apa?

b) Biala setiap pasang suami-istri harus duduk berdampingan?

c) Bila kelompok suami duduk disebelah kanan kelompok istri?

BAB VII

PENGANTAR PELUANG

7.1 PENDAHULUAN

Telah diketahui bahwa Statistika adalah ilmu atau cabang ilmu pengetahuan

tentang teori dan penggunaan metode-metode untuk mengumpulkan data

(statistik), menganalisis data tersebut dan menggunakannya untuk melakukan

inferensi statistik.

Dengan memperhatikan bahwa data statistik adalah kumpulan hasil pengukuran atau

perhitungan atau pengamatan terhadap obyek-obyek yang menjadi perhatian, dan

inferensi statistik adalah proses pengambilan kesimpulan terhada populasi (=

Page 83: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

83

keseluruhan/semua obyek yang menjadi perhatian) maka menggunakan statistika

adalah menyimpulkan populasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari sampel (=

sebagian obyek) representatif yang diambil dari populasi tersebut Dalam hal ini baik

populasi maupun sampel dapat merupakan kumpulan obyeknya atau data statistik,

sedangkan dalam statistik; yang dimaksud dengan data statistik adalah sampel.

Karena sampel hanya memberikan sebagian informasi tentang populasinya, maka

kesimpulan yang akan dicapai tidak akan benar mutlak. Dengan demikian agar

supaya pengambilan kesimpulan dapat lebih dipertanggung jawabkan, diperlukan

suatu alat. Alat tersebut adalah apa yang dikenal sebagai peluang. Sebelum sampai

pada pembicaraan tentang apa yang dimaksud dengan peluang (= kemungkinan =

probabilitas), terlebih dahulu akan disajikan beberapa pengertian yang menunjang

pembicaraan tersebut, yaitu : eksperimen, hasil (outcome), ruang sampel dan

kejadian (= event). Selanjutnya akan dibahas pula mengenai ekspektasi.

Dalam melakukan perhitungan-perhitungan peluang, menghitung banyaknya hasil

yang mungkin terjadi jika suatu eksperimen dilakukan akan sangat diperlukan,

khususnya, apabila eksperimen tersebut menghasilkan hasil yang cukup banyak atau

merupakan suatu proses gabungan dari beberapa proses dengan masing-masing

proses dapat dilakukan menurut lebih dari satu cara. Berikut ini akan dibicarakan

suatu teknik membilang yang umum, kemudian dilanjutkan dengan beberapa teknik

membilang khusus seperti untuk permutasi, kombinasi,dan membilang hasil yang

mungkin dari sampel dengan dan tanpa pengembalian.

KOMPETENSI KHUSUS, Diharapkan pada akhir perkuliahan nanti mahasiswa/i

dapat mengetahui dan memahami konsep dasar tentang peluang, dan dapat

menggunakannya dalam pemecahan masalah

7.2PENYAJIAN

KONSEP-KONSEP DASAR PELUANG

Eksperimen, hasil, ruang sampel dan kejadian

Page 84: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

84

7.1.1 Eksperimen adalah proses yang menghasilkan hasil Pengukuran, perhitungan

atau pengamatan.

Contoh

Melempar sebuah mata uang satu kali.

1. Melempar sebuah dadu satu kali.

2. Mengambil dua kelereng dari sebuah kotak berisi 4 kelereng putih, 3

kelereng merah dan 3 kelereng hijau berturutan

tanpa pengembalian atau dengan pengembalian.

3. Mengamati indeks prestasi sekelompok mahasiswa di akhir suatu tahun

ajaran tertentu.

4. Mengambil sampel random berukuran n dari suatu populasi tertentu. Dan

lain-lain.

8 Hasil suatu eksperimen adalah hasil yang mungkin terjadi, jika eksperimen

tersebut dilakukan.

Contoh

Berikut ini akan disajikan berbagai hasil untuk beberapa eksperimen dalam

contoh 2.1.1.

1. Jika eksperimen adalah melempar sebuah mata uang 1 kali suatu hasil adalah

M (dapat muka), sedang hasil yang lain adalah B (dapat belakang).

2. Jika eksperimen adalah melempar sebuah mata uang 2 kali maka setiap hasil

adalah hasil dari lemparan pertama dan lemparan kedua. Dengan demikian

hasil eksperimen ini adalah MM atau MB atau BM atau BB

3. Jika eksperimen adalah mengukur tinggi seseorang, maka hasil eksperimen ini

adalah salah satu ukuran antara 164, dan 165,5, misalnya 165. Ukuran

tersebut adalah suatu hasil.

4. Jika eksperimen adalah mengamati indeks prestasi sekelompok mahasiswa

diakhir suatu tahun ajaran tertentu, maka suatu hasil adalah pasangan indeks

prestasi kelompok tersebut dengan indeks prestasi masing-masing mahasiswa

dalam kelompok tersebut, tertentu.

Page 85: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

85

9 Ruang Sampel suatu eksperimen adalah himpunan semua hasil eksperimen

tersebut.

Menurut banyaknya hasil dalam ruang sampel, dibedakan dua macam ruang

sampel, yaitu : ruang sampel diskrit dan ruang sampel kontinu.

Hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa penentuan ruang sampel suatu

eksperimen, ditulis S, dapat bergantung pada hasil yang diharapkan dari

eksperimennya. Misalnya. Dalam eksperimen melempar sebuah dadu satu

kali, jika perhatian kita adalah pada mata dadu yang tampak, maka ruang

sampelnya adalah S1 = {1, 2, 3, 4, 5, 6}, sedangkan jika perhatian kita adalah

pada mata dadu tampak genap atau ganjil, maka ruang sampelnya adalah

S2 = {genap, ganjil}. Dari contoh ini jelas bahwa

informasi yang diperoleh dari S1. lebih jelas dari pada S2,

sebab terjadinya suatu hasil dalam S1 pasti dapatmenunjukkan terjadinya hasil

dalam S2 tetapi tidak sebaliknya. Dengan demikian timbul masalah

sebaiknya ruang sampel mana yang dipilih. Biasanya ruang sampel yang

dipilih adalah yang setiap hasilnya tidak mungkin "dipecah" lagi.

Contoh

Untuk eksperimen melempar sebuah mata uang 1 kali, ruang sampelnya adalah S

= {M, B}.

1. Untuk eksperimen melempar sebuah mata uang 2 kali,

S = {MB, BM, BB, MM}

2. Untuk eksperimen melempar sebuah dadu 2 kali,

S = { 11, 12, 13, 14, 15, 16, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 31, 32, 33, 34, 35, 36,

41, 42, 43, 44, 45, 46, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 61, 62, 63, 64, 65, 66 }

atau

S ={(x,y)| x = 1, 2,…, 6; y = 1,2, ...,6}

3. Untuk eksperimen melempar sebuah mata uang berhenti kalau dapat M,

S = {M, BM, BBM. ...}.

Page 86: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

86

4. Untuk eksperimen mengukur tinggi seseorang yang tingginya antara 164,5

dan 165,5,

S= {x | 164.5 < x < 165,5 } .

5. Untuk eksperimen mengamati indeks prestasi 5 mahasiswa disuatu tahun

ajaran tertentu,

S = {(x1 ,x2 ,x3 ,x4,x5 ) |xi= prestasi mahasiswa ke-i i = 1,2,3, ... }

6. Untuk eksperimen mengambil sampel random berukuran n dari suatu

populasi,

S = {(x1 ,x2 ,x3 ,x4,x5 ) |xi= anggota populasi ke-i

i = 1,2,3, ... }

Dari contoh-contoh di atas, ruang sampel dalam contoh 2.1.3 nomor 5 adalah

ruang sampel kontinu, sedangkan yang lain adalah ruang sampel diskrit.

10 Kejadian adalah suatu himpunan hasil atau suatu himpunan bagian dari

ruang sampel.

Dari definisi di atas jelaslah bahwa baik ruang sampel maupun kejadian

kosong juga merupakan kejadian. Kedua kejadian tersebut dikenal sebagai

kejadian-kejadian yang tidak sejati.

Menurut banyaknya hasil dalam suatu kejadian, dapat dibedakan dua

macam kejadian, yaitu : kejadian sederhana jika hasilnya hanya satu, dan

kejadian majemuk jika hasilnya lebih dari satu. Baik kejadian sederhana

maupun kejadian majemuk, keduanya merupakan kejadian-kejadian sejati.

Suatu kejadian dikatakan terjadi, jika eksperimen yang dilakukan

menghasilkan hasil dalam kejadian tersebut.

Contoh

1. Jika eksperimen adalah melempar sebuah mata uang 2 kali dengan

A = kejadian mendapat M pada lemparan pertama,

B = kejadian mendapat hasil kedua lemparan sama,

C = kejadian mendapat B pada lemparan kedua.

Page 87: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

87

maka

A = {MB, MM}„ B = {BB, MM} dam C = {MB, BB}.

2. Jika eksperimen adalah meletnpar sebuah dadu 1 kali dengan

A = kejadian Mendapat mata genap,

B = kejadian mendapat mata ganjil,

C = kejadian mendapat mata yang habis dlbagi 3,

D = kejadian mendapat mata yang ≤ 6,

E = kejadian mendapat mata yang > 6,

maka

A = {2,4,6}, B ={1,3,5}, C = {3,6},

D = {1,2,3,4,5,6} dan E ={...}.

Dari eksperimen dalam contoh 2.1.4. nomor 2 terlihat bahwa D adalah suatu

kejadian yang pasti terjadi, sedangkan E adalah suatu kejadian yang tidak

mungkin terjadi, jika eksperimen tersebut dilakukan. Kejadian-kejadian A, B

dan C adalah contoh kejadian majemuk.

A. Hubungan Antar Kejadian

Jika satu eksperimen dilakukan, hal yang biasanya menjadi perhatian adalah

kejadian-kejadian sejati. Dengan mengingat bahwa ruang sampel, kejadian dan

hasil adalah kejadian khusus dari semester perbicaraan, himpunan dan

elemen, maka operasi-operasi maupun hukum-hukum atau teorema-

teorema antar himpunan akan berlaku pula untuk kejadian. Operasi-operasi

tersebut antara lain adalah gabungan

(= union) beberapa kejadian, interseksi beberapa kejadian dan komplemen suatu

kejadian.

Page 88: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

88

Gabungan 2 kejadian A dan B, ditulis AՍB, adalah suatu kejadian yang hasil-

hasilnya adalah hasil dalam A atau hasil dalam B.

Jika A dan B tertentu, cara yang mudah untuk menentukan AՍB adalah

menggabungkan A dan B (dengan hasil dalam A dan B yang sama hanya

ditulis satu kali saja).

ABC= (A B) C = A U (B C).

Contoh 2.2.1.

1. Jika eksperimen adalah melempar sebuah mata uang 3 kali

dengan

A = Hasil ketiga lemparan sama,

B = Hasil lemparanIpertama dan ketiga tidak sama,

C = M pada lemparan pertama, maka

A = {MMM, BBB}, B = {MMB, MBB. BMM, BBM} dan

C = {MMM, MMB, MBM, MBB}, sehingga

AB = {MMM, MMB, MBB, BMM, BBM, BBB},

AC = {MMM, MMB, MBM, MBB, BBB},

BC = {MMM, MMB, MBM, MBB, BMM, BBM}.

2. Jika S = (x,y)|0 ≤ x,y ≤ 1} dengan

A1 = {(x,y)|0 ≤ x ≤21 , 0≤y≤l}= {<x,y);|0 ≤ x <

21 )},

A2 = (x,y)|0 ≤ y ≤21 },

A3 = {(x,y)|0 ≤ x ≤ y ≤1)},

A4 = {(x,y)|0 ≤ x,y ≤21 },

Maka

Page 89: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

89

A1 A2 = { ((x,y)|0 ≤ x ≤21 } atau {(x,y)|0 ≤ y ≤

21 },

A1 A3 = { ((x,y)|0 ≤ x ≤21 } {(x,y)|0 ≤ x ≤ y ≤1)}

A2 A3 = A3 ՍA4

Interseksi 2 kejadian A dan B, dltulis AB, adalah suatu kejadian yang hasil-

hasilnya adalah hasil dalam A yang sekaligus adalah hasil dalam B atau hasil

dalam B yang sekaligus adalah hasil dalam A.

Dengan perkataan lain AB adalah kejadian yang hasil-hasilnya adalah

hasil dari A dan B .

Jika A dan B tertentu, cara yang mudah untuk menentukan AB adalah cari

semua hasil yang sama dari A dan B .

Jika AB = , A dan B dikatakan saling asing atau merupakan dua kejadian

yang tidak mungkin terjadi bersama-sama.

Jika AՍB = S dan AB = , maka A dan B adalah suatu partisi dari S.

ABC = (AB)C = A <(BC)

Contoh

Dalam contoh sebelumnya:

a. AB = {MMM, BBB} {MMB, MBB, BMM, BBM}= , artinya A

dan B tidak mungkin terjadi bersama-sama. Sebenarnya jawaban tersebut

juga dapat diperoleh tanpa menentukan terlebih dahulu hasil-hasil A dan

hasil-hasil B. Caranya adalah sebagai berikut :

Karena A = hasil ketiga lemparan sama dan

B = hasil lemparan pertama dan ketiga tidak sama, maka AB = hasil

ketiga lemparan sama dan lemparan pertama dan ketiga tidak sama. Jelas

Page 90: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

90

hal ini tidak mungkin terjadi, karena lemparan pertama dan ketiga sama

dan lemparan pertama dan ketiga tidak sama tidak akan pernah terjadi

bersama.

b. AC ={MMM,BBB} {MMM,MMB,MBM,MBB}

= {MMM} atau r !

AC = Hasil ketiga lempar'an sama dan hasil lemparan pertama M =

{MMM).

c. BC ={MMB,MBB,BMM,BBM} {MMM,MMB,MBM, MBB}

= {MMB, MBB}.

2. Dalam contoh 2.2.1 nomor 2,

AB = {2,4,6} {1,3,5} = ,

AC = {2, 4, 6} {3,6} = {6},

BC = {1, 3, 5} {3,6} = {3}.

3. Dalam contoh 2.2.1 nomor 3,

a. AB = jumlah hasil lemparan pertama dan kedua adalah genap dan

hasil lemparan pertama ganjil = {11, 13, 15, 31, 33, 35, 51, 53, 55}.

b. AC = jumlah hasil lemparan pertama dan kedua adalah genap dan

hasil kedua lemparan sama = {11, 22, 33, 44, 55, 66} = C.

c. BC = hasil lemparan pertama ganjil dan hasil kedua lemparan sama =

{11, 33, 55}

4. Dalam contoh 2.2.1 nomor 4 ,

a. A1A2 = {(x1.y)0≤ x ≤21 } {(x,y}|0 ≤ y ≤

21 }

= {(x,y)|0 ≤ x,y ≤21 } =A4

b. A1A3 = {(x1.y)0≤ x ≤21 } {(x,y)|0≤ x ≤y≤1}

= {(x,y)|0≤x,y ≤21 ,0≤ x ≤y ≤1}

Page 91: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

91

c. A2A3 = {(x1,y)0≤ x ≤21 } {(x,y)|0≤ x ≤y ≤1 }

= {(x,y)|0≤x,y ≤21 ,0≤ x ≤y ≤1}

Komplemen suatu kedadian A, ditulis Ac, adalah suatu kejadian dalam S yang

hasil-hasilnya adalah bukan hasil dari A.

Jelas bahwa A dan Ac tidak mungkin terjadi bersama-sama dan keduanya

adalah suatu partisi dari S.

(Ac)c = A, Sc = dan C = S

Contoh 2.2.3. .

1. Dalam contoh 2.1.4 nomor 1,

5. Ac dapat ditentukan dengan dua cara.

Cara pertama :

Karena S = {MM, MB, BM, BB} dan A = {MM, MB), maka Ac

= {BM, BB}.

Cara kedua :

Karena A = Dapat M pada lemparan pertama,

maka Ac = tidak dapat M pada lemparan pertama

= Dapat bukan M pada lemparan pertama

= {BM, BB}.

6. Bc = Dapat hasil kedua lemparan tidak sama

= {MB, BM}.

2. Dalam contoh 2.2.1 nomor 1,

a. Karena S ={MMM,MMB,MBM,MBB,BMM,BMB,BBM,BBB},

dan A = {MMM, BBB}, maka

Ac = {MMB, MBM, MBB, BMM, BMB, BBM}.

Bc = Hasil lemparan pertama dan ketiga tidak sama

Page 92: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

92

= hasil lemparan pertama dan ketiga sama = {MMM,

MBM, BMB, BBM}.

b. Cc = Bukan M pada lemparan pertama ;

= {BMM, BMB, BBM, BBB}

3. Dalam contoh 2.1.3;nomor 3,

a. Ac = Jumlah hasil lemparan pertama dan kedua bukan/tidak

genap

= Jumlah hasil lemparan pertama dan kedua ganjil

= {12, 14, 16, 21, 23, 25, 32, 34, 36, 41, 43, 45, 52, 54, 56,

61, 63, 65} .

b. Bc = Hasil lemparan pertama bukan/tidak ganjil

= Hasil lemparan pertama genap

= (21,...... 26, 41......, 46, 61, . . .,86} .

c. Cc lebih mudah ditentukan dari hasilnya

S = {11,...,16,21,...26,31,...,36, 41,..,46,51...58,61,....66}

yang bukan hasilnya A = {11, 22, 33, 44, 55, 66},

Karena Cc = hasil kedua lemparan tidak sama, akan sukar untuk dicari

tanpa memperhatikan S.

ALJABAR KEJADIAN

Berikut ini akan disajikan hukum-hukum atau sifat-sifat yang berlaku

untuk bentuk-bentuk hubungan antar kejadian yang telah didefinisikan atau

kombinaslnya. Hukum-hukum atau sifat-sifat ini akan berguna dalam melakukan

perhitungan-perhitungan antar kejadian,

hukum komutatif :

A B = B A,

A B = B A.

Page 93: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

93

hukum asosiatif :

A (BC) = (AB)C,

A (B C) = (A B) C.

hukum distributif :

A (B C) = (AB) (AC),

A (B C)= (AB) (AC).

hukum De Morgan :

(AB)c = Ac Bc,

(AB)c = AcBc.

A S = S,.A S = A, A = A, A =

A Ac = S, A Ac = , A A = A, A A = A.

A S = A (BBC) = (AB) (A Bc) dengan

(A B) dan (A BC) tidak mungkin terjadi bersama-sama.

Disamping kejadian-kejadian yang dapat ditentukan dari gabungan, interseksi atau

komplemen, dapat pula ditentukan dari kombinasi antara gabungan, interseksi dam

atau komplemen

DEFENISI PELUANG

Defenisi Peluang

Andaikan kejadian A adalah suatu kejadian yang menjadi perhatian kita dengan

A ≠ S dan A ≠θ, maka peluang terjadinya A, ditulis P(A), dapat didefinisikan

menurut beberapa cara.

Definisi Klasik (peluang a priori)

Jika suatu eksperimen menghasilkan n hasil yang tidak mungkin terjadi bersama-

sama dan masirig-masing mempunyai peluang yang satna terjadi, maka

P(A) =nAn )(

dengan n(A) = banyaknya hasil dalam A.

Page 94: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

94

Jika suatu eksperimen dilakukan. (tanpa suatu keterangan tertentu), maka

dianggap bahwa setiap hasil yang mungkin mempunyai peluang yang sama

untuk terjadi.

Untuk menghitung peluang terjadinya suatu kejadian, misalnya P(A), yang

diperlukan hanya n(A) dan n. Dengan demikian, kecuali S dan A juga

ditanyakan, sebenarnya tidak perlu dicari. Dilain pihak, untuk eksperimen

dengan hasil (yang mungkin) cukup banyak, sebelum S disajikan biasanya

lebih baik/mudah jika dihitung dulu banyaknya hasil yang mungkin. Ini dapat

dilakukan dengan teknik-teknik membilang yang sudah dibicarakan dalam

butir 2.3 .

Karena 0≤ n(A) ≤ n, maka 0 ≤ P(A) ≤ 1 .

Walaupun definisi tersebut di atas mudah digunakan danmudah dimengerti.

perlu diperhatikan bahwa persyaratan mempunyai peluang yang sama dalam

praktek mungkin sekali tidak masuk akal. Disamping keterbatasan

penggunaannya untuk eksperimen dangan ruang sampel barhingga.

Contoh 3.1.1.

1. Sebuah dadu yang "baik" dilempar satu kali.

A = dapat mata genap,

B = dapat mata habis dibagi 3,

C = dapat mata kurang dari 4.

Hitunglah P(A), P(B), P(C), P(A B), P(BC) dan P(CC).

Jawab :

Dadu yang "baik" (dalam keadaan baik) menjamin bahwa setiap hasil yang

mungkin terjadi mempunyai peluang yang sama untuk terjadi. Artinya dadu

dalam keadaan seimbang.

Karena S = (1,2,3,4,5,6}.

A = {2, 4, 6},

B = {3, 6}, C {1, 2, 3}, m

Page 95: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

95

maka A B = {2, 4, 6} {3, 6}= {2, 3, 4, 6},

BC = {3,6} {1, 2, 3} = {3},

Cc = {4, 5, 6}.

Dengan demikian n = n(S) = 6,

n(C c ) = 3,

n(B) = 2,

n(C) = 3,

n(A B) = 4,

n(B C) = 1,

n(Cc) = 3, sehingga

21

63

n)n(C)p(C

dan61

nB)n(AB)p(A

32

64

nB)n(AB)p(A

21

63

nn(C)p(C)

31

62

nn(B)p(B)

21

63

nn(A)p(A)

cc

2. Sebuah mata uang yang "baik" dilempar tiga kali,

A = dapat M pada lemparan pertama,

B = dapat hasil ketiga lemparan sama dan

C = dapat hasil lemparan pertama dan ketiga tidak sama.

Hitunglah P(A), P(B), P(C), P(A B), P(BC)

Jawab :

Karena

Page 96: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

96

S = {MMM, MMB, MBM, MBB, BMM, BMB. BBM. BBB}.

A = {MMM, MMB, MBM,MBB},

B = {MMM, BBB} dan

C = {MMB, MBB, BMM, BBM}, maka

AB = {MMM, MMB, MBM, MBB} {MMM, BBB}

= {MMM, MMB, MBM, MBB, BBB},

BC = {MMM, BBB} {MMB, MBB, BMM, BBM} = .

Dengan demikian n = 6, n(A) = 4, n(B) = 2,

n(AB) = 5 dan n(BC)=0, sehingga

0n

B)n(AB)p(A

65

nB)n(AB)p(A

31

62

nn(B)p(B)

32

64

nn(A)p(A)

Definisi Empiris (peluang a posteriori)

Peluang terjadinya kejadian A dari suatu eksperimen adalah frekuensi

relatif terjadinya A, jika eksperimen tersebut dilakukan/diulang sebanyak kali

mungkin. Artinya :

nAnAP

n lim)(

dengan n(A) = banyaknya hasil dari A dalam n ulangan.

Page 97: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

97

Difenisi ini sebenarnya lebih masuk akal, sebab tidak diperlukan persyaratan

"berat" seperti pada definisi klasik. Tetapi suatu keberatannya adalah

eksperimen harus/dapat dilakukan sebanyak kali mungkin.

Definisi ini biasanya digunakan sebagai interpretasi dari definisi klasik

dan sebaliknya

Contoh 3.1.2.

1. Jika peluang penerbangan Yogyakarta-Bandung tepat waktu adalah

0,84 , artinya : dari pengamatan yang cukup lama terhadap

penerbangan Yogyakarta-Bandung, 84% menunjukkan penerbangan,

tepat waktu.

2. Jika ramalan cuaca mengatakan peluang besok hujan adalah 30%,

artimya : jika keadaan cuaca dari hari ke- hari tidak berubah, 30% hari

diantaranya hujan.

3. Untuk mengatakan bahwa peluang seorang ibu melahirkan bayi laki-

laki adalah 75% atau 10%, tidak mungkin diparoleh dari mengamati

satu kelahiran saja. Tetapi harus diperoleh dari mengamati kelahiran

Ibu-Ibu yang "cukup banyak" dan dalam keadaan kondisi yang sama.

Definisi Subyektif

Peluang subyektif terjadinya suatu kejadian adalah peluang yang ditentukan

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan subyektif.

Biasanya dilakukan apabila definisi-definisi obyektif tidak dapat digunakan,

misalnya dalam keadaan dimana eksperimen belum/tidak pernah dilakukan.

Sangat subyektif kepada pertimbangan seseorang.

Biasanya menunjukkan keyakinan terhadap terjadinya atau tidak terjadinya

kejadian yang menjadi perhatian.

Contoh 3.1.3.

1. Berapakah peluang isteri saya mencintai saya ?

2. Berapakah Peluang perang dunia ketiga akan meletus tahun depan ?

Definisi Aksiomatis

Page 98: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

98

Andaikan S adalah ruang sampel suatu eksperimen ,A adalah klas/himpunan

semua kejadian dan P adalah fungsi berharga nyata yang didefinisikan pada A

dengan kodomain interval [0,1], maka P adalah fungai peluang dan P(A)

adalah peluang terjadinya kejadian A , jika dipenuhi :

(A,1) P(A) = 0 , untuk setiap A A

(A,2) P(s) = 1

(A,3) Jika A1, A2, . . . adalah barisan kejadian saling asing dengan A1A

(yang artinya untuk AiAj= untuk i≠j,i, j = 1, 2,... ) dan AiAj =

iiA

1A

maka

)(11

iiii

APAP

A adalah suatu aljabar (= aljabar Boole), yaitu keluarga/himpunan semua

kejadian dalam ruang sampel S yang mempunyai sifat-sifat :

(i) S A ,

(ii) Jika AA, maka Ac A

(iii) Jika A1 dan A2 A, maka A1A2A

Atau A hádala statu aljabar sigma, jika sifat (iii) dalam aljabar diganti

dengan

(iii) jika Jika A1,A2, …..A, maka

iiA

1A

Perlu dicatat bahwa suatu aljabar-sigma adalah aljabar, tetapi tidak

sebaliknya,

P( ) = 0.

Bukti:

Ambil A = , A2= ; maka menggunakan (iii)

P( ) =

111)()(

iiiii

PAPAP

Page 99: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

99

yang hanya akan dipenuhi, jika Pembelajaran( ) = 0

Jika jika Jika A1,A2, …..,An adalah kejadian-kejadian yang tidak

mungkin terjadi bersama-sama (= saling asing) dalam A,

Maka

)(11

iiii

APAP

Jika S adalah suatu ruang sampel diskrit, dengan sifat (A.3) maka peluang

terjadinya suatu kejadian adalah jumlah peluang setiap hasil dalam kejadian

tersebut, ditulis

n(A)

1iii n(A).3,...,2,1,idanAh),P(hP(A)

=41 +

41 +

41

=43

RUANG SAMPEL

Dalam statistic kita menggunakan istilah percobaan bagi sembarang proses yang

membangkitkan data. Misalnya suatu percobaan pelemparan sekeping mata uang.

DEFINISI Ruang Sampel. Ruang sampel adalah himpunan semua kemungkinan

hasil suatu percobaan, dan dilambangkan dengan huruf S.

Setiap kemungkinan hasil dalam suatu ruang sampel disebut unsure atau anggota

ruang sampel atau biasa juga disebut titik sampel. Seandainya banyaknya unsure

ruang sampel itu terhingga, kita mungkin dapat mendaftarkan unsure-unsur tersebut

dengan menggunakan koma untuk memisahkan setiap unsure, dan menutupnya

dengan dengan dua kurung kurawal.Jadi ruang sampel S bagi percobaan pelemparan

dekeping uang logam, dapat kita tuliskan sebagai : S = { G, A}, dengan G dan A

masing-masing menyatakan “sisi gambar” dan “sisi angka”.

Contoh soal 11. Sebuah percobaan pelemparan sebuah dadu berisi enam. Tentukan

ruang sampelnya.

Page 100: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

100

Jawab: S = {1,2,3,4,5,6}.

Contoh soal 12. Misalkan tiga produk diambil secara random dari suatu proses

produksi dipabrik.kemudian setiap produk tersebut diperiksa apakah cacat ( C ) atau

tidak cacat ( T ). Tentukan ruang sampelnya.

Jawab. Untuk mendaftarkan semua anggota ruang sampel yang mengandung imformasi

maksimum, kita buat diagram pohon sbb.

Jadi Ruang sampelnya adalah: S = { CCC,CCT,CTC,CTT,TCC,TCT,TTC,TTT }

Ruang sampel yang besar atau tak hingga paling baik diterangkan melalui suatu

pernyataan atau yang dikenal sebagai notasi pembangun himpunan. Misalnya, bila

kemungkinan hasil percobaan berupa himpunan kota-kota di dunia yang dihuni oleh

lebih dari 1 juta penduduk, maka ruang sampelnya dapat ditulis sbb.

S = { x|x adalah kota berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa }

KEJADIAN

DEFINISI Kejadian. Kejadian adalah suatu himpunan bagian dari ruang sampel.

Untuk suatu kejadian, kita membentuk sebuah kumpulan titik sampel yang

merupakan himpunan bagian ruang sampel. Himpunan bagian ini mencakup semua

anggota ruang sampel yang menyusun kejadian itu.

Contoh soal 12. Bila diketahui ruang sampel S = { t|t ≥ 0 }, sedangkan t adalah umur

(tahun) komponen elektronik tertentu. Maka kejadian A adalah komponen tersebut rusak

Page 101: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

101

sebelum akhir tahun ke limadapat dinyatakan debagai himpunan A = { t|0 ≤ t < 5 },

himpunan A adalah himpunan bagian ruang sampel S.

DEFINISI Kejadian sederhana dan kejadian majemuk.Bila suatu kejadian dapat

dinyatakan sebagai sebuah himpunan yang terdiri dari suatu titik sampel, maka

kejadian itu disebut kejadian sederhana. Sedangkan kejadian majemuk adalah

kejadian yang dapat dinyatakan sebagai gabungan beberapa kejadian sederhana.

Contoh soal 13. Kejadian terambilnya kartu hati dari seperangkat (52 helai) kartu Bridge

dapat dinyatakan sebagai A = { hati} yang merupakan himpunan bagian dari ruang

sampel S = {hati, sekop, klaver, wajik}. Jadi A adalah kejadian sederhana. Kejadian B

yaitu terambilnya kartu merah merupakan kejadian majemuk, karena B= {hati ∪ wajik}

= { hati, wajik}.

DEFINISI Ruang Nol. Ruang nolatau ruang kosong atau himpnan kosong adalah

himpunan bagian ruang sampel yang tidak mengandung satupun anggota.Kejadian ini

kits beri lambang khusus ∅.

Seandainya A adalah kejadian terlihatnya organisme mokroskopik dengan mata

telanjang dalam suatu percobaan biologis, maka A = ∅. Juga, jika B = { x|x adalah

factor bukan prima dari 7 selain 1 }, maka B pasti himpunan kosong, karena factor bagi 7

adalah 1 dan 7 sedangkan 7 bilangan prima.

Hubungan antara kejadian dan ruang sampel dapat digambarkan dengan diagram

Venn, sebagai berikut :

Page 102: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

102

Dalam diagram Venn, ruang sampel digambarkan sebagai empat persegi panjang,

sedangkan kejadian digambarkan sebagai lingkaran-lingkaran di dalam persegi panjang

tersebut.misalnya dalam gambar di atas, kejadian-kejadian A, B dan C semuanya

merupakan himpunan bagian ruang sampel S.

Pengolahan Terhadap Kejadian

Sekarang kita akan mempelajari pengo;ahan terhadap kejadian yang akan

menghasilkan kejadian baru.Kejadian bari itu akan tetap merupakan himpunan bagian

dari ruang sampel semula.

DEFINISI Irisan Dua Kejadian. Irisan dua kejadian A dan B dilambangkan dengan

A ∩ B, adalah kejadian yang mengandung semua unsur persekutuan kejadian A dan

B.

Unsur-unsur dalam himpunan A ∩ B mewakili terjadinya secara sekaligus

kejadian A dan B, oleh karena itu haruslah merupakan unsure-unsur, dan hanya unsure-

unsur yang termasuk dalam A dan B sekaligus. Unsure-unsur tersebut dapat

didefinisikan menurut kaidah A ∩ B = {x|x ∈ A dan x ∈ B}, lambing ∈ berarti

“anggota” atau “termasuk dalam". Dalam diagram Venn daerah yang diwarnai

merupakan A ∩ B.

Contoh soal 14. Misalkan A = {1,2,3,4,5} dan B = {2,4,6,8}, maka

jawab: A ∩ B = {2,4}

DEFINISI Kejadian Saling Terpisah. Dua kejadian A dan B dikatakan saling terpisah

bila A ∩ B = ∅, A dan B tidak memiliki unsur persekutuan.

Page 103: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

103

Dua kejadian saling terpisah A dab B diilustrasikan dengan diagram Venn berikut:

Dengan mewarnai kedua daerah yang mewakili kejadian A dan Bkita melihat bahwa

tidak ada daerah irisan keduanya yang mewakili kejadian A ∩ B.

Contoh soal 14. Misalkan sebuah dadu dilemparkan. Misalkan pula A adalah kejadian

munculnya bilangan genap dan B adalah kejadian munculnya bilangan ganjil. Maka

Kejadian A = {2,4,6} dan B= {1,3,5} tidak memiliki titik persekutuan karena bilangan

ganjil atau genap tidak mungkin muncul bersamaan pada satu kali lemparan sebuah

dadu.

DEFINISI Paduan Dua Kejadian.Paduan dua kejadian A dan B, dilambangkan

dengan A ∪ B, adalah kejadian yang mencakup semua unsur atau anggota A atau B

atau keduannya.

Unsur-unsur A ∪ B dapat didefinisikan menurut kaidah A ∪ B = {x|x ∈ A atau x∈ B}. Pada diagram Venn daerah yang diwarnai mewakili kejadian A ∪ B.

Page 104: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

104

Contoh soal 15. Jika A = { 2,3,5,8} dan B = { 3,6,8}, maka A ∪ B = { 2,3,5,6,8}.

DEFINISI Komplemen Suatu Kejadian. Komplemen suatu kejadian A relatif terhadap

S adalah himpunan semua anggota S yang bukan anggota A. kita lambangkan

komplemen A ini dengan A’.

Anggota A’ dapat didefinisikanmenurut kaidah A’ = {x|x ∈ S dan x ∉ A}. Pada

diagram Venn kejadian A’ diwakili oleh daerah yang diarsir.

Akibat dari definisi-definisi sebelumnya maka muncul dalil-dalil sebagai berikut :

1. A ∩ ∅ = ∅2. A ∪ ∅ = A

3. A ∩ ’ = ∅4. A ∪ ’ = S

5. S’ = ∅6. ∅’ = S

7. ( ’)’ = A

Page 105: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

105

SOAL LATIHAN

1. Sepasang pengantin baru merencanakan untuk mempunyai 3 anak.

Daftarkan ruang sampel S1 dengan menggunakan huruf L untuk “

laki-laki” dan P untuk “perempuan”.Selain itu buat pula ruang

sampel S2 yang unsur-unsurnya menyatakan banyaknya anak

perempuan.

2. Misalkan sebuah keluarga hendak berkemah, Misalkan M adalah

kejadian mereka mendapat kesulitan mekanis pada kemahnya, T

kejadian mereka terkena denda pelanggaran lalu lintas, dab V

adalah kejadian bahwa mereka sampai di bumi perkemahan dan

ternyata tidak ada tempat yang kosong.Dengan melihat diagram

dibawah ini, nyatakan dalam kata-kata kejadian yang diwakili oleh

daerah-daerah :

a) Daerah 5

b) Daerah 3

c) Daerah 1 dan 2 bersama-sama

d) Daerah 4 dan 7 secara bersama-sama

e) Daerah 3,6,7 dan 8 bersama-sama.

BAB VIII

DISTRIBUSI PELUANG

8.1 PENDAHULUANSeperti yang telah dibicarakan dalam bagian-bagian terdahulu, apabila suatu

eksperimen dilakukan, yang menjadi perhatian kita adalah beberapa kejadian yang

Page 106: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

106

menarik dan peluang terjadinya kejadian-kejadian tersebut. Pengertian distribusi

peluang adalah himpunan pasangan berurut dari kejadian dan peluang terjadinya

kejadian tersebut dimana kejadian tersebut biasanya adalah hasil perhitungan atau

hasil pengukuran terhadap hasil eksperimen yang menjadi perhatian. Dalam hal ini

perlu dicatat bahwa hasil-hasil yang mungkin dari suatu eksperimen pada umumnnya

belum tentu merupakan angka/ bilangan.

Dalam modul ini akan diuraikan distribusi tentang peluang yang terdiri dari beberapa

distribusi diskrit antara lain adalah Distribusi Seragam, Distribusi Binom dan

Multinom, Distribusi Hipergeometrik, Distribusi Binom Negatif dan Distribusi

Geometrik, Distribusi Poisson.

KOMPETENSI DASAR, Diharapkan pada akhir perkuliahan ini mahasiswa dapat

mengetahui dan memahami manfaat dari masing-masing distribusi dalam distribusi

peluang, dan juga dapat diterapkan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan

sehari – hari.

8.2PENYAJIANA. DISTRIBUSI PELUANG

8.3 Pengertian Peubah Random

DEFINISI Peubah Random. Suatu fungsi yang nilainya berupa bilangan nyata yang

ditentukan oleh setiap unsur dalam ruang sampel disebut peubah random.

Kita akan menggunakan huruf capital, misalnya X, untuk melambangkan suatu peubah

random, dan huruf kecilnya dalam hal ini x, untuk menyatakan salah satu di antara nilai-

nilainya.

Conto soal 31. Dua kelereng diambil berturut-turut tanpa pemulihan dari sebuah kantung

yang berisi 4 kelereng merah dan 3 kelereng hitam. Hasil-hasil percobaan yang mungkin

berikut nilai y bagi peubah random Y, yang menyatakan banyaknya kelereng merah yang

terambil adalah

Ruang Sampel y

Page 107: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

107

MM

MH

HM

HH

2

1

1

0

DEFINISI Ruang Sampel Diskret. Bila suatu ruang sampel mengandung jumlah

titik sampel yang terhingga atau suatu barisan unsure yang tidak pernah berakhir,

tetapi yang sama banyaknya dengan bilangan cacah, maka ruang itu disebut ruang

contoh diskret.

DEFINISI Ruang Sampel Kontinu. Bila suatu ruang sampel mengandung

takhingga banyaknya titik sampel yang sama dengan banyaknya titik pada sebuah

ruas garis, maka ruang itu disebut ruang sampel kontinu.

Peubah random kontinu digunakan untuk data yang diukur, misalnya tinggi, bobot, suhu,

jarak, atau umur sedangkan peubaha random diskret digunakan untuk data yang berupa

cacahan, misalnya banyaknya produk yang cacat, banyaknya kecelakaan per tahun di

nsuatu provinsi.

8.4 Distribusi Peluang Diskret

Suatu peubah random dinyatakan dalam sebuah rumus. Rumus itu merupakan fungsi

nilai-nilai x, oleh karena itu kita akan melambangkan dengan f(x), g(x), r(x) dan

sebagainya. Jadi f(x) = P(X = x); misalnya f(3) = P(X = 3). Himpunan semua pasangan

berurutan (x,f(x)) disebut fungsi peluang atau distribusi peluang bagi peubah random X.

DEFINISI Distribusi Peluang Diskret. Sebuah tabel atau rumus yang

mencantumkan semua kemungkinan nilai suatu peubah random diskret berikut

peluangnya, disebut distribusi peluang diskret.

Page 108: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

108

Conto soal 32. Tentukan distribusi peluang bagi jumlah bilangan bila sepasang dadu

dilemparkan.

JAWAB. misalkan X adalah peubah random yang menyatakan jumlah bilangan dari

kedua dadu tersebut. Maka X dapat mengambil sembarang nilai bulat dari 2 sampai 12.

Dua dadu dapat mendarat dalam (6) (6) = 36 cara, masing-masing dengan peluang 1.36.

P(X = 3) = 2/36, karena jumlah 3 hanya dapat terjadi dalam 2 cara. Dengan

memperhatikan kemungkinan nilai-nilai lainnya, kita akan mendapatkan distribusi

peluang di bawah ini :

X 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

12

P(X=x)

Comtoh soal 33. Tentukan rumus bagi distribusi peluang banyaknya sisi gambar bila

sebuah uang logam dilempar 4 kali.

Jawab. Karena ruang sampelnya mengandung 24 = 16 titik ssampel, maka penyebut bagi

bagi peluangnya adalah 16, dan semua titik sampel ini mempunyai peluang terjadi yang

sama. Untuk menghitung banyaknya cara mendapatkan, misalnya 3 sisi gambar, kita

perlu memperhatikan banyaknya cara menyekat 4 hasil percobaan ke dalam 2 sel, dengan

3 sisi gambar dalam sel yang satu dan satu sisi angka dalam sel lainnya. Ini dapat

dilakukan dalam 43 = 4 cara.secara umum x sisi gambar dan 4 – x sisi angka dapat

terjadi dalam 4 cara, dengan x dapat bernilai 0,1,2,3,atau 4.jadi fungsi peluangnya f(x)

= P(X=x) adalah :

F(x) = , umtuk x = 0,1,2,3,4

8.5 Distribusi peluang kontinu

Peubah random kontinu berpeluang nol untuk mengambul tepat salah satu

nilainya. Akibatnya, distribusi peluangnya tidak dapat diberikan dalam bentuk table.

Perhatikan peubah random yang menyatakan tinggi badan semua orang berusia di

Page 109: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

109

atas 21 tahun. Antara dua nilai tinggi sembarang, misalnya 163.5 dan 164.5

cm.terdapat tak hingga banyaknya tinggi, dan hanya satu yang tepat 164 cm. peluang

mengambil secara randomorang yang tingginya tepat 164 cm, dan bukan salah satu

dari takhingga banyaknyatinggi yang sangat dekat dengan 164 cm tetapi yang tidak

dapat lagi dibedakanoleh nanusia, adalah sangat kecil sekali. Sehingga kita

memberikan peluang nol pada kejadian tersebut.Tetapi bila kita bicarakan peluang

terambilnya seseorang yang tingginya sekurang-kurangnya 163 cm tetapi tidak lebih

dari 165 cm. dalam hal ini kita berhadapan dengan sebuah selang nilai peubah

random, dan bukan tepat satu nilai peubah random.

Untuk menghitung peluang bagi berbagai selang peubah random kontinu seperti

P(a < X < b), P(W>c), dan lain sebagainya.

Bila X kontinu, maka

P(a < X ≤ b) = P(a < X < b) + P(X = b)

= P(a < X < b)

Distribusi peluang bagi peubah random kontinu tidak dapat disajikan dalam bentuk

table tetapi dapat dinyatakan dalam bentuk rumus. Rumus itu merupakan fungsi

nilai-nilai peubah random kontinu X, sehingga dapat digambarkan sebagai suatu

kurva kontinu. Fungsi peluang yang digambarkan oleh kurva disebut fungsi

kepekatan peluang atau fungsi kepekatan atau fungsi densitas.

Beberapa bentuk funsi kepekatan :

Page 110: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

110

Gambar 4.3 a.

Beberapa bentu fungsi kepekatan

Gambar 4.3b. P(a < X < b)

Fungsi kepekatan peluang dibuat sedemikian sehingga luas daerah dibawah kurvadan

di atas sumbu x sama dengan 1. Bila suatu fungsi kepekatan dinyatakan oleh kurva di

atas, maka peluang X mengambil nilai antara a dan b sama dengan luas daerah yang

diarsir yang terletak diantara X= a dan X=b dibawah fungsi kepekatannya.

DEFINISI Fungsi Kepekatan Peluang. Fungsi f disebut fungsi kepekatan

Page 111: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

111

peluangbagi peubah random kontinu X bila luas darah dibawah kurva dan di atas

sumbu x sama dengan 1, dan bila luas daerah dibawah kurva antara x=a dan x=b

menyatakan peluang X terletak antara a dan b.

Contoh Soal 34. Sebuah peubah random kontinu X yang mengambil nilai antara x=2 dan

x=4 mempunyai fungsi kepekatan peluang : f(x) = ,

a) Perlihatkan bahwa P(2 < X < 4),

b) Hitunglah P ( X < 3.5),

c) Hitunglah P( 2.4 < X < 3.5 ),

JAWAB.

a) Perhatikan gambarnya:

Karena daerah yang dihitami dalam gabar di atas adalah berupa sebuah

trapezium, maka luasnya sama dengan jumlah kedua sisi yang sejajar digandakan

dengan alasnya dan kemudian dibagi 2.

Luas = (jmlah sisi sejajar) X alas2=

[ ( ) ( )]( )Sekarang, karena f(2) = 3/8 dan f(4) = 5/8,maka P(2 < X < 4) =

( )= 1

b) Lihat gambar berikut:

Page 112: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

112

Sudah diperoleh bahwa f(2) = 3/8, maka f(3.5) = 4.5/8. Sehingga luas daerah

yang diarsir adalah P ( X < 3.5) =. ( . )

= 0.70

c) Kita peroleh bahwa f(2.4) = 3.4/8 dan f(3.5) = 4.5/8, dapat dilihat pada gambar

di bawah bahwa: P( 2.4 < X < 3.5 ) = =. . ( . )

= 0.54

8.6 Distribusi Peluang Bersama

Bila X dan Y adalah dua peubah random diskrit, distribusi peluang

bersamanya dapat dinyatakan sebagai sebuah fungsi f(x,y) bagi sembarang pasangan

nilai (x,y)yang dapat diambil oleh peubah random X dan Y.Fungsi ini biasa disebut

distribusi peluang bersama bagi X dan Y. jadi, dalam kasus peubah random diskrit :

F(x,y) = P(X=x, Y=y)

Artinya nilai f(x,y) menyatakan peluang bahwa x dan y terjadi secara bersamaan.

Page 113: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

113

DEFINISI Distribusi Peluang Bersama. Suatu table atau rumus mendaftarkan

semua kemungkinan nilai x dan y bagi peubah random diskrit X dan Y , berikut

peluang padanannya f(x,y), disebut distribusi peluang bersama

Contoh soal 35. Dua isi bolpoin dipilih secara random dari sebuah kotak yang berisi 3

isi bolpoin biru, 2 merah dan 3 hijau.Bila X adalah banyaknya isi bolpoin biru dan Y

banyaknya isi bolpoin merah yang terpilih, tentukan :

a) Fungsi peluang bersama f(x,y), dan

b) P [(X,Y) ∈ A],sedangkan A = {(x,y) x + y ≤ 1 }

JAWAB.

a) Semua pasangan kemungkinan nilai (x,y) adalah (0,0), (0,1), (1,0),(1,1),(0,2),dan

(2,0). Sekarang f(0,1) misalnya menyatakan peluang terambilnya isi bolpin hijau

dan merah. Banyaknya cara mengambil 2 dari 8 isi bolpoin adalah 82 = 28.

Banyaknya cara mengambil 1 dari 2 isi bolpoinmerah dan 1 dari 3 isi bolpoin

hijau adalah 21 31 = 6. Sehingga f(0,1) = 6/28 = 3/14. Perhitungan yang sama

akan menghasilkan peluang bago kemungkinan hasil lainnya, seperti disajikan

dalam table berikut

Distribusi Peluang bersama untuk contoh soal 35.

Distribusi peluang bersama dari table di atas adalah :

f (x,y) = , untuk X = 0.1,2; Y = 0,1,2; 0 ≤X + Y≤ 2

b) P [(X,Y) ∈ A] = P(x + y ≤ 1)

Page 114: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

114

= f(0,0) + f(0,1) + f(1,0)

= 3/28 + 3/14 + 9/28

= 9/14

DEFINISI Distribusi Bersyarat. Distribusi bersyarat bagi peubah random diskret

Y, untuk X= x , diberikan menurut rumus :

f(y x) = ( , )( ) , g(x) > 0

Begitu pula, Distribusi bersyarat bagi peubah random diskrit X, untuk Y = y

diberikan rumus :

f(x y) = ( , )( ) , h(y) > 0

Contoh Soal 36. Dari contoh soal 35, tentukan f(x 1) untuk semua nilai x dan

tentukan pula P(X= 0 Y = 1).

Jawab. Pertama-tama kita hitung h(1) = f(0,1) + f(1,1) + f(2,1) = 3/14 + 3/14 + 0 =

3/7

Sekarang, f(x 1) = ( , )( ) = 7/3 f(x,1), x= 0,1,2. Sehingga,

f(0 1) = 7/3 f(0,1) = (7/3)(3/14) = ½

f(1 1) = 7/3 f(1,1) = (7/3)(3/14) = ½

f(2 1) = 7/3 f(2,1) = (7/3)(0) = 0,

dan distribusi bersyarat X, untuk Y = 1, adalah

x 0 1 2

f(x 1) ½ ½ 0

Dan terakhir,

P(X= 0 Y = 1) = f(0 1) = ½.

Page 115: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

115

DE DEFINISI Dua Buah Peubah Random yang Bebas. Peubah random X dan Y

dikatakan bebas jika dan hanya jika

F(x,y) = g(x)h(y)

Untuk semua kemungkinan nilai X dan Y.

Contoh Soal 37. Tunjukkan bahwa kedua peubah random dalam cotoh 35 tidak bersifat

bebas.

JAWAB. Baiklah kita perhatikan titik (0.1). dari table distribusi peluang bersama contoh

35 kita mengetahui ketiga nilai peluang f(0.1), g(0), dan h (1) adalah

f(0.1) = ,g(0) = ∑ ( , ) = + + = ,h(1) = ∑ ( , 1) = + + 0 = .

Jelas bahwa, F(0.1) ≠ g(0)h(1),

Sehingga X dan Y tidak bebas.

8.7 Nilai tengah Peubah Random

DEFINISI Nilaitengah suatu Peubah Random. Misalkan X adalah peubah

random diskret dengan Distribusi peluang

x . . .

P(X = x) f( ) f( ) . . . f( )

Maka nilaitengah atau nilai harapan bagi X adalah= ( ) = ∑ ( ).

Page 116: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

116

Contoh Soal 38. Tentukan nilai harapan bagi X bila X menyatakan hasil yang diperoleh

bila sebuah dadu setimbang dilemparkan.

JAWAB. Masing-masing bilangan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dapat terjadi dengan peluang 1/6.

Maka = ( ) = (1)(1/6) + (2)( 1/6) + . . . + (6)( 1/6) = 3.5.

Artinya secara rata-rata kita memeperoleh 3.5 perlemparan.

Contoh Soal 39. Dalam sebuah permainan judi, petaruh akan mendapat 5 dolar bila hasil

dari 3 lemparan sebuah uang logam adalah gambar semua atau angka semua, tetapi Ia

harus membayar 3 dolar bila hasilnya adalah 1 atau 2 sisi gambar. Berapa penerimaan

harapan bagi petaruh tersebut?

Jawab. Ruang sampel bagi pelemparan 3 uang logam sekali, atau yang setara dengan 1

uang logam dilemparkan 3 kali, adalah :

S ={ GGG,GGA,GAG,AGG,GAA,AGA,AAG,AAA}, kita dapat mengajukan alasan

bahwa masing-masing itu mempunyai peluang terjadi yang sama, yaitu sebesar 1/8.

Pendekatan lain adalah menerapkan kaidah penggandaan peluang bagi kejadian yang

bebas untuk setiap unsure ruang sampel S. misalnya :

P( GGA) = P(G)P(G) P(A)

= (1/2)(1/2)(1/2) = 1/8.

Peubah randomnya adalah Y, banyaknya uang yang dapat dimenangkan oleh petaruh,

dan

kemungkinan nilai bagi Y adalah 5 dolar bila yang terjadi adalah kejadian E1 =

{GGG,AAA} dan -3 dolar bila yang terjadi adalah E2 ={

GGA,GAG,AGG,GAA,AGA,AAG}.karena E1 dan E2 masing-masing mempunyai

peluang terjadi ¼ dan ¾, maka= ( ) = (5)(1/4) + (-3)( 3/4) = -1,jadi dalam permainan ini, secara rata-

rata petaruh itu kalah 1 dolar per pelemparan 3 uang logam.

Contoh soal 40. Tentukan nilai harapan banyaknya orang laki-laki dalam sebuah panitia

yang terdiri atas 3 orang, yang diambil secara random dari 4 laki-laki dan 3 perempuan.

Page 117: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

117

Jawab. Misalkan X melambangkan banyaknya laki-laki dalam penitia tersebut:

f(x) = , untuk x = 0, 1, 2,3

Perhitungan sederhana menghasilkan f(0) = 1/35, f(1) = 12/35, f(2) = 18/35, dan f(3) =

4/35. Sehingga = ( ) = (0)(1/35) + (1)(12/35) + (2)(18/35) + (3)(4/35) = 1.7

Jadi, bila sebuah panitia 3 orang yang diambil secara random berulang-ulang dari 4 laki-

laki dan 3 perempuan, secara rata-rata akan berisi1.7 laki-laki.

DALIL 1. Nilai Tengah Fungsi satu peubah random. Misalkan X adalah suatu

peubah random Diskret dengan distribusi peluang :

x . . .

P(X = x) f( ) f( ) . . . f( )

Maka nilai tengah atau nilai harapan peubah random g(X) adalah

( ) = [ ( )] = ( ) ( ).Contoh soal 41. Misalkan banyaknya mobil X, yang dicuci disuatu tempat penyucian

mobil antara pukul 16:00 dan 17:00 pada setiap hari jumat yang cerah mempunyai

distribusi peluang

x 4 5 6 7 8 9

P(X = x) 1/12 1/12 ¼ ¼ 1/6 1/6

Bila g(x) = 2X – 1 menyatakan uang yang dibayarkan, dalam dolar, oleh manager kepada

petugas pencuci, tentukan penerimaan harapan petugas encuci mobil pada periode waktu

tersebut.

Jawab. Menurut dalil 1 di atas, petugas itu dapat mengharapkan untuk:

E[g(X) ] = E (2X -1) = ∑ (2 − 1) ( )= (7)(1/12) + (9)(1/12) + (11)(1/4) + (13)(1/4) + (15)(1/6) + (15)(1/6)

Page 118: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

118

= 12.67 Dolar.

DEFINISI Nilai Tengah Fungsi Dua Peubah Random. Misalnya X dan Y

keduanya merupakan peubah random diskret dengan peluang bersama f(x,y).

Untuk x = x1, x2, …xn. dan Y = y1,y2, …, yn. Maka nilai tengah atau nilai

harapan bagi peubah random g(X,Y) adalah

( , ) = [ ( , )] = , ( , )Contoh Soal 42. Misalkan X dan Y adalah peubah random dengan distribusi bersama

seperti yang diberikan contoh soal 36. Carilah nilai harapan bagi g(X,Y) =XY.

Jawab. Menurut definisi di atas,

E(X)(Y) = ∑ ∑ ( , )= (0)(0)f(0,0) + (0)(1)f(0.1)+ (0)(2)f(0,2) + (1)(0)f(1,0) +

(1)(1)f(1,1) + (2)(0)f(2,0)

= f(1,1) = 3/14

8.8 Ragam Suatu Peubah Random

Sautu populasi yang pengamatannya terdiri atas nilai-nilai peubah random X,s bila

suatu percobaan diulang terus menerus tak hingga kali, tidak hanya memiliki nilai

tengah seperti yang telah didefinisikan, tetapi juga memiliki ragam yang

dilambangkan dengan atau .Ragam populasi ini kita sebut dengan ragam

peubah random X atau ragam distribusinya:

Page 119: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

119

DEFINISI Ragam Peubah Random. Bila X adalah peubah random dengan

distribusi peluang:

x . . .

F (x) f( ) f( ) . . . f( )

Maka ragam bagi X adalah= [( − ) ] = ∑ ( − ) ( )Contoh soal 43. Hitunglah ragam peubah random X dalam contoh soal 40. X

menyatakan banyaknya laki-laki dalam sebuah panitia yang terdiri atas 3 orang yang

diambil secara cak dari 4 orang laki-laki dan 3 perempuan.

Jawab. Dalam contoh soal 10 telah diperoleh bahwa = 12/7. Maka

= ( − ) ( )= (0 – 12/7) (1/35) + (1 – 12/7) (12/35)

+ (2 – 12/7) (18/35) + (3 – 12/7) (4/35).

= 24/4

DALIL 2. Rumus Hitung Bagi .Ragam bagi peubah random X dapat dihitung

menurut rumus = E(X2) - 2

Latihan : Buktikan dalil 2 di atas dengan rumus kaidah penjumlahan pada bab I.

Contoh soal 44. Peubah random X, yang menyatakan banyaknya peluru roket yang

gagal bila 3 peluru demikian ditembakkan, mempunyai distribusi peluang sebagai

berikut:

Page 120: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

120

x 0 1 2 3

P(X = x) 0.51 0.38 0.10 0.01

Dengan menggunakan dalil 2, hitunglah σ .

Jawab. Pertama-tama kita hitung :

= (0)(0.51) + (1)(0.38) + (2)(0.10) + (3)(0.01)

= 0.61, sehingga;

E(X2) = (0)(0.51) + (1)(0.38) + (4)(0.10) + (9)(0.01)

= 0.61

Jadi, = E(X2) - 2

= 0.87 – (0.16)2 = 0.4979

DALIL 3. Ragam Fungsi Satu Peubah Random. Misalkan peubah random X

mempunyai distribusi peluang berikut :

x . . .

f (x) f( ) f( ) . . . f( )

Maka ragam random g (X) adalah

( ) = E{[g(X) - ( )]2 } = ∑ [( ( ) − ( ))] ( )Contoh soal 45. Hitunglah ragam g(X) = 2X + 3, bila X merupakan peubah random

dengan distribusi peluang :

Page 121: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

121

x 0 1 2 3

f( x) 1/4 1/8 1/2 1/8

Jawab. Pertama-tama kita harus menghitung nilai tengah peubah random 2X + 3,

menurut dalil 1. = [2 + 3] = ∑ (2 + 3) ( ) = 6

Sekarang, dengan menerapkan dalil 3.kita peroleh :

( ) = E{[(2X + 3) - )]2 }

= E {[(2X + 3) – 6 ]2}

= E ( 4X2 + 12x +3)

= ∑ (4X2 + 12x + 3) ( )= 137/8

8.9 Sifat-Sifat nilai Tengah Dan Ragam

DALIL 4. Bila a dan b konstanta, maka

= a + b = a + b.

Bukti. Menurut definisi nilaitengah peubah random,= [ + ] = ∑ ( + ) ( )= ( + ) ( ) + ( + ) ( ) + . . . + ( + ) ( )= [ ( ) + ( ) + … + ( )] + [ ( ) +( ) + … + ( )]= ∑ ( ) + ∑ ( ).

Jumlah yang pertama di sebelah kanan tanda sama dengan adalah definisi , sedangkan

jumlah yang kedua sama dengan 1. Dengan demikian, kita mendapatkan

= a + b.

Page 122: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

122

KOROLARI 1 Bila = 0, maka =KOROLARI 2 Bila = 0, maka = .

Contoh soal 46. Dengan menerapkan Dalil 4 pada contoh 41, kita dapat menuliskan

= 2 −Sekarang, = ( ) = ∑ ( )= (4) + (5) + (6)( ) + (7)( ) + (8) + (9)( )= ( ).

Sehingga = (2) 416 − 1 = $12.6Seperti yang telah diperoleh sebelumnya.

DALIL 5 Nilaitengah jumlah atau selisih dua atau lebih peubah random sama dengan

jumlah atau selisih nilaitengah masing-masing peubah. Jadi= + = − .

Bukti. Menurut definisi, = ( + )= ∑ ∑ ( + ) ( , ).

= ∑ ∑ ( , ) + ∑ ∑ ( , )= +

DALIL 6. Nilai tengah hasil kali dua atau lebih peubah random yang bebas satu

sama lain dengan hasil kali nilai tengah masing-masing peubah random. Jadi, bila X

dan Y bebas, maka:

Page 123: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

123

=Bukti : Menurut definisi := ( ) ( ) ( )

Karena X dan Y bebas, maka( , ) = ( ) ( ).

Sedangkan ( ) dan ( ) masing-masing adalah distribusi marjinal bagi X dan Y.

dengan demikian = ∑ ∑ ( ) ( )= [∑ ( )] ∑=DALIL 7 Bila X suatu peubah random dan b konstanta, maka= =

Bukti. Menurut dalil 3, = {[( + ) − ] }.

Sekarang, dari Dalil 4, = + . Sehingga,= [( + − − ) ]= [( − ) ]= .

DALIL 8 Bila X suatu peubah random dan a suatu konstanta, maka= = .

Bukti. Menurut Dalil 3, = {[ − ] }.

Sekarang, menurut Korolari 2 dari Dalil 4, = . Sehingga

Page 124: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

124

= [( − ) ]= [( − ) ]= 2 2.DALIL 9. Ragam jumlah atau selisih dua atau lebih peubah random yang bebas

sama dengan jumlah ragam masing-masing peubah random.jadi, bila X dan Y bebas,

maka = + dan = +Bukti. Dengan memperluas dalil 3. Pada kasus dua peubah random, kita peroleh :

= E{[(X – Y) - ]2}

Sekarang, dari dalil 5.

= , sehingga

= E{[(X – Y) – ( ) ]2}

= E{[(X – ) – ( − ) ]2}

= E{[(X – )2] +E[( − )2 ] – 2E[{[(X – ) ( − ) }

= +Karena untuk dua peubah randomyang bebas berlaku ;

E[(X – ) ( − )] = E(XY - Y - X + )

= E(X)E(Y) - E(Y) - E(X) + E( )

= − − += 0

Contoh Soal 47. Bila X dan Y bebas, masing-masing mempunyai ragam = 1 dan= 2, tentukan ragam peubah random Z = 3X – 2Y +5.

Jawab. Dengan memandang 3X – 2Y sebagai peubah random yang baru, kita dapat

menggunakan dalil 7 untuk menuliskan :

Page 125: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

125

= = , selanjutnya, dengan menerapkan dalil 9 dan kemudian

dalil 8 pada kedua peubah random yang bebas 3X dan 2Y, kita memperoleh := += 9 + 4= (9)(1) + (4)(2)

= 17

BEBERAPA DISTRIBUSI PELUANG DISKRET

1.1 Distribusi Seragam

DEFINISI Distribusi Seragam Diskret. Bila peubah random X mempunyai

nilai-nilai , , … , , dengan peluang yang sama, maka distribusi seragam

diskretnya diberikan oleh

f(x;k) = 1/k, untuk x = , , … , .

Kita telah menggunakan notasi f(x;k) alih-alih f(x) untuk menunjukkan bahwa

distribusi seragam itu bergantung pada parameter k.

Contoh Soal 48. Tentukan distribusi seragam bagi himpunan bagian nama bulan

berukuran 3 yang diambil secara random.

JAWAB. Karena semuanya terdapat 12 nama bulan, maka kita dapat mengambil 3 secara

random dalam = 220 cara. Dengan menomori masing-masing dari 1 sampai 220,

maka distribusi peluangnya diberikan oleh

f(x;220) = 1/220, untuk x = 1,2, . . . , 220

sehingga peluang terambilnya himpunan bagian nomor 5, misalnya, adalah f(x;220) =

1/220.

Page 126: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

126

1.2 Distribusi BinomialDEFINISI Distribusi Binom. Bila suatu ulangan binom mempunyai peluang

keberhasilan p dan peluang kegagalan q = 1 – p, maka distribusi peluang bagi

peubah random binom X, yaitu banyaknya keberhasilan dalam n ulangan yang

bebas, adalah

B(x;n,p) = , untuk x = 0, 1, 2, . . . , n.

Perhatikan bila n = 3 dan p = ½, maka

B(X; 3,1/2) = =Sesuai dengan hsil untuk banyaknya sisi gambar bila sebuah uang logam

dilemparkan tiga kali.

Contoh Soal 49. Tentukan peluang mendapatkan tepat tiga bilangan 2 bila sebuah dadu

setimbang dilemparkan 5 kali.

JAWAB. Peluang keberhasilan setiap ulangan yang bebas ini adalah 1/6 dan peluang

kegagalan adalah 5/6. Dalam hal ini munculnya bilangan 2 dianggap keberhasilan. Maka

b(3;5,1/6) =

= !! ! .= 0.032.

Contoh Soal 50. Peluang seorang sembuh dari suatu penyakit darah adalah 0.4. bila 15

orang diketahui menderita penyakit ini , berapa peluang bahwa (a) sekurang-kurangnya

10 orang dapat sembuh; (b) ada 3 sampai 8 orang yang sembuh; dan (c) tepat 5 orang

yang sembuh.

JAWAB. (a). Misalkan X adalah banyaknya orang yang sembuh. Maka

P(X ≥ 10) = 1 − ( < 10)= 1 − ∑ ( ; 15, 0.4)= 1 − 0.9662

Page 127: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

127

= 0.0338.(b) (3 ≤ ≤ 8) = ∑ ( ; 15, 0.4)= ∑ ( ; 15, 0.4) − ∑ ( ; 15, 0.4)= 0.9050 − 0.0271= 0.8779.(c) ( = 5) = ( ; 15, 0.4)= ∑ ( ; 15, 0.4) − ∑ ( ; 15, 0.4)= 0.4032 − 0.2173= 0.1859.

DALIL 1. Nilaitengah dan ragam bagi distribusi binom b(x;n,p) adalahμ = np dan σ = npq.Bukti. Misalkan hasil pada ulangan ke-j dinyatakan oleh peubah random , yang bernilai

0 dan 1, masing-masing dengan peluang q dan p. ini disebut peubah Bernoulli atau

mungkin lebih tepat peubah Indikator , karena = 0 berarti kegagalan dan = 1berarti keberhasilan.

Dengan demikian, dalam suatu percobaan binom banyaknya keberhasilan dapat

dituliskan sebagai jumlah n peubah indicator yang bebas. Sehingga

X = + + . . . + .

Nilaitengah setiap adalah E( ) = 0.q + 1.p = p. maka dengan menggunakan Dalil 5,

kita mendapatkan nilaitengah bagi distribusi binom, yaitu= ( ) = ( ) + ( ) + … + ( )= + + . . . += np.

Ragam bagi setiap adalah= − = −= (02)q + (1)2p – p2

= p (1 – p) = pq.

Dengan demikian, menurut Dalil 9, ragam distribusi binom adalah= + + … +

Page 128: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

128

= + + … += .Contoh Soal 51. Dengan menggunkan Dalil Chebyshev, tentukan dan tafsirkan selang± 2Untuk contoh soal 50.

JAWAB. Karena contoh 50 merupakan percobaan binom dengan n = 15 dan p = 0.4,

maka menurut Dalil 1 kita memperoleh= (15)(0.4) = 6 = (15)(0.4)(0.6) = 3.6. Dengan mengambil akar dari

3.6, kita memperoleh = 1.897. Sehingga selang yang ditanyakan adalah 6± (2)(1.897), atau dari 2.206 sampai 9.794. Dalil Chebyshev mengatakan bahwa

banyaknya yang sembuh diantara 15 pasien tersebut akan berada antara 2.206 dan 9.794

dengan peluang sekurang-kurangnya ¾.

1.3 Distribusi PoissonPercobaan Poisson memiliki cirri-ciri berikut :

1. Banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu selang waktu atau suatu

daerah tertentu, tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi

pada selang waktu atau daerah lain yang terpisah.

2. Peluang terjadinya suatu hasil percobaan selama suatu selang waktu yang singkat

sekali atau dalam suatu daerah yang kecil, sebanding dengan panjang selang

waktu tersebut atau besarnya daerah tersebut, dan tidak bergantung pada

banyaknya hasil percobaan yang terjadi di luar selang waktu atau daerah tersebut.

3. Peluang bahwa lebih dari satu hasil percobaan akan terjadi dalam selang waktu

yang singkat tersebut atau dalam daerah yang kecil tersebut, dapat diabaikan.

DEFINISI Distribusi Poisson. Distribusi peluang bagi peubah random Poisson

X, yang menyatakan banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama suatu

selang waktu atau daerah tertentu, adalah( ; ) = ! , = 1,2, …Sedangkan dalam hal ini adalah rata-rata banyaknya hasil percobaan yang

Page 129: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

129

terjadi selam selang waktu atau dalam daerah yang dinyatakan, dan =2.71828 …Contoh Soal 60. Rata-rata jumlah hari sekolah ditutup karena salju selama musimdingin

di suatu kota di bagian timur AS adalah 4. Berapa peluang bahwa sekolah-sekolah di

kota ini akan ditutup selama 6 hari dalam suatu musim dingin?

JAWAB. Dengan menggunakan distribusi poisson dengan x = 6 dan = 4 kita peroleh(6; 4) = ! = ∑ ( ; 4) − ∑ ( ; 4)= 0.8893 − 0.7851 = 0.1042

DISTRIBUSI PELUANG KONTINU

. Distribusi Normal

Distribusi normal merupakan distribusi debgab variable acak kontinu. Distribusi

normal sering pula disebut distribusi gauss.

Jika variable acak kontinu X mempunyai fungsi densitas pada X = x dengan

persamaan :

( ) = √(N3)

dengan : π = nilai konstanta yang bila ditulis hingga 4 desimal π = 3,1416.e = bilangan konstan, bila ditulis hingga 4 desimal, e = 2,7183.μ = parameter, ternyata merupakan rata − rata untuk distribusi.σ = parameter, merupakan simpangan baku untuk distribusi.dan nilai x mempunyai batas −∞ < < ∞ maka dikatakan bahwa variable acak X

berdistribusi normal.

Page 130: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

130

Sifat-sifat penting distribusi normal :

1. Grafiknya selalu ada diatas sumbu datar x.

2. Bentuknya simetrik terhadap =3. Mempunyai satu modus, jika kurva unimodal, tercapai pada= ,4. Grafiknya mendekati (berasimtutkan) sumbu datar x dimulai dari = + 3 ke

kanan dan = − 3 ke kiri.

5. Luas daerah grafik selalu sama dengan satu unit persegi.

Untuk tiap pasang ; sifat-sifat di atas selalu dipenuhi, hanya untuk

kurvanya saja yang berlainan. Jika makin besar, kurvanya makin rendah

(platikurtik) dan untuk makin kecil, kurvanya makin tinggi (leptokurtik).

Hubungan antara rumus N3 dengan rumus ∫ ( ) = 1 (sifat 5). Jadi :

√2 −1 2 − 2 = 1(N4)

Untuk menentukan peluang harga X antara a dan b, yakni ( < < ),

digunakan rumus N4, sehingga :( < < ) = ∫ √2 −1 2 − 2(N5)

Distribusi normal standar ialah distribusi normal dengan rata-rata = 0 dan

simpangan baku = 1. Fungsi densitasnya berbentuk :( ) = √ ⁄(N6)

untuk z dalam daerah −∞ < < ∞ .

Mengubah distribusi normal umum dalam rumus N3 menjadi distribusi normal baku

dalam rumus N6 dapat ditempuh dengan menggunakan transformasi :=(N7)

Page 131: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

131

Perubahan grafiknya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar grafik

Bagian-bagian luas dari distribusi normal baku dapat dicari dengan cara berikut :

1. Hitung z sehingga dua decimal.

2. Gsmbsrksn kurvanya seperti gambar sebelah kanan pada gambar di atas.

3. Letakkan harga z pada sumbu datar, lalu tarik garis vertical hingga memotong

kurva.

4. Luas yang tertera dalam daftar adalah luas daerah antara garis ini dengan garis

tegak di titik nol.

5. Dalam daftar, Daftar F, Lampiran, cari tempat harga z pada kolom paling kiri

hingga hanya satu decimal dan decimal keduanya dicari pada baris paling atas.

6. Dari z di kolom kiri maju ke kanan dan dari z di baris atas turun ke bawah, maka

didapat bilangan yang merupakan luas yang dicari. Bilangan yang didapat harus

ditulis dalam bentuk 0,xxxx (bentuk 4 desimal).

Karena seluruh luas = 1 dan kurva simetrik terhadap = 0 , maka luas dari garis

tegak pada titik nol ke kiri ataupun ke kanan adalah 0,5.

Beberapa contoh, penggunaan daftar normal baku :

Akan dicari luas daerah :

1. Antara z = 0 dan z = 2,15.

Gunakan Daftar F, dalam Lampiran. Di

bawah z pada kolom kiri cari 2,1 dan di

atas sekali angka 5. Dari 2,1 maju ke kanan

dan dari 5 menurun, didapat 4842. Luas

daerah yang dicari, lihat daerah yang diarsir,

= 0,4842.

2. Antara z = -1,50 dan z = 1,82.

Page 132: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

132

Dari grafik terlihat bahwa kita perlu mencari

luas dua kali, lalu dijumlahkan. Mengikuti

cara di 1) untuk z = 1,82 dan cara di 2)

untuk z = -1,50, masing-masing didapat

0,4656 dan 0,4332. Jumlahnya = luas yang

dicari = 0,4332 + 0,4656 = 0,8988.

3. Dari z = 1,96 ke kiri.

Luasnya sama dengan dari z = 0 ke kiri (=

0,5) ditambah luas dari z = 0 sampai ke z =

1,96 dari daftar didapat 0,4750. Luas = 0,5 +

0,4750 = 0,9750.

Untuk mencari kembali z apabila luasnya diketahui, maka dilakukan langkah

sebaliknya. Misalnya, jika luas = 0,4931, maka dalam badan daftar dicari 4931 lalu

menuju ke pinggir sampai pada kolom z, didapat 2,4 dan menuju ke atas sampai batas

z didapat 6. Harga z = 2,46.

Contoh :

1. Berat bayi yang baru lahir rata-rata 3.750 gram dengan simpangan baku 325 gram.

Jika berat bayi berdisribusi normal, maka tentukan ada :

a. Berapa persen bayi yang beratnya lebih dari 4.500 gram?

b. Berapa bayi yang beratnya antara 3.500 gram dan 4.500 gram, jika semuanya

10.000 bayi?

c. Berapa bayi yang beratnya yang lebih kecil atau sama dengan 4.000 jika

semuanya ada 10.000 bayi?

d. Berapa bayi yang beratnya 4.250 gram jika semuanya ada 5.000 bayi?

Jawab :

Dengan X = berat bayi dalam gram, = 3.750 gram, = 325 gram, maka :

a. Dengan transformasi rumus N7 untuk X = 4.500 := . . = 2,31.

Page 133: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

133

Berat yang lebih dari 4.500 gram,

pada grafiknya ada di sebelah kanan

z = 2,31. Luas daerah ini = 0,5 –

0,4896 = 0,0104. Jadi ada 1,04%

dari bayi yang beratnya lebih dari

4.500 gram.

b. Dengan X = 3.500 dan X = 4.500 didapat := . . = −0,77 = 2,31.Luas daerah yanh perlu = daerah

yang diarsir = 0.2794 + 0,4896 =

0,7690. Banyak bayi yang beratnya

antara 3.500 gram dan 4.500 gram

diperkirakan ada (0,7690)(10.000) =

7.690.

c. Bertanya lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram, maka beratnya harus lebih

kecil dari 4.000,5 gram.= . , . = 0,77.Peluang berat bayi lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram = 0,5 + 0,2794 =

0,7794.

d. Berat 4,250 gram berarti berat antara 4.249,5 gram dan 4.250,5 gram. Jadi untuk

X = 4.249,5, dan X = 4.250,5 didapat := . , . = 1,53.= . , . = 1,54.Luas daerah yang perlu = 0,4382 – 0,4370 = 0,0012.

Banyak bayi = (0,0012)(5.000) = 6.

Antara distribusi binom dan distribusi normal terdapat hubungan tertentu. Jika

untuk fenomena yang berdistribusi binom berlaku :

Page 134: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

134

a) N cukup besar,

b) = ( ) = peluang peristiwa A terjadi, tidak terlalu dekat kepada nol,

maka distribusi binom dapat didekati oleh distribusi normal dengan rata-rata= dan simpangan baku = (1 − ).Untuk pembakuan, agar daftar distribusi normal baku yang dapat dipakai, maka

digunakan transformasi := ( )(N8)

dengan X = variable acak diskrit yang menyatakan terjadinya peristiwa A.

7. Distribusi Student

Fungsi densitasnya adalah :( ) = 1 + − 1 ⁄berlaku untuk harga-harga t yang memenuhi −∞ < < ∞ dan K merupakan bilangan

tetap yang besarnya bergantung pada n sedemikian sehingga luas daerah di bawah

kurva sama dengan satu unit.

Pada distribusi t ini terdapat bilangan (n-1) yang dinamakan derajat kebebasan,

akan disingkat dengan dk.

Jika sebuah populasi mempunyai model dengan persamaan seperti dalam rumus

N9, maka dikatakan populasi itu berdistribusi t dengan dk = (n - 1) .

Bentuk grafiknya seperti grafik distribusi normal baku, simetrik terhadap t = 0,

sehingga sepintas lalu hamper tak ada bedanya. Untuk harga-harga n yang besar,

biasanya ≥ 30, distribusi t mendekati distribusi normal baku seperti dalam rumus

N6.

Untuk perhitungan-perhitungan, daftar distribusi t sudah disusun seperti dapat

ditemukan dalam lampiran, Daftar G. Daftar tersebut berisikan nilai-nilai t untuk dk

dan peluang tertentu. Kolom paling kiri, kolom dk, berisikan derajat kebebasan, baris

teratas berisikan nilai peluang.

Untuk penggunaan Daftar G, perhatikan

gambar di samping. Gambar ini merupakan

Page 135: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

135

grafik distribusi t dengan dk = dimana= ( − 1). Luas bagian yang diarsir = p

dan dibatasi paling kanan oleh . Harga

inilah yang dicari dari daftar untuk

pasangan dan p yang diberikan.

Contoh :

1. Untuk n = 13, jadi dk = 12, dan p = 0,95 maka t = 1,78.

Ini didapat (lihat Daftar G dalam lampiran) dengan jalan maju ke kanan dari 12 dan

menurun dari 0,95.

2. Gambar grafik

Untuk n = 16, tentukan t supaya luas yang diarsir = 0,95. Dari grafik dapat dilihat

bahwa luas ujung kanan dan luas ujung kiri = 1 – 0,95 = 0,05. Kedua ujung ini sama

luas, jadi luas ujung kanan, mulai dari t ke kanan = 0,025. Mulai dari t ke kiri luasnya

= 1 – 0,025 = 0,975. Harga p inilah yang dipakai untuk daftar.

Dengan = 15 (lihat Daftar G, dalam Lampiran) kita maju ke kanan dan dari p =

0,975 kita menurun, didapat t = 2,13. Jadi antara t = -2,13 dan t = 2.13 luas yang

diarsir = 0,95.

8. Distribusi Chi Kuadrat

Distribusi Chi Kuadrat merupakan distribusi dengan variable acak kontinu.

Simbolnya adalah .

Persamaan distribusi chi kuadrat adalah :( ) = . ⁄ ⁄(N10)

Page 136: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

136

Grafik distribusi umumnya merupakan kurva positif, yaitu miring ke kanan.

Kemiringan ini makin berkurang jika derajat kebebasan makin besar.

Untuk perhitungan, daftar distribusi dapat dilihat dalam Lampiran, Daftar H

Gambar grafik

Gambar di atas memperlihatkan grafik distribusi secara umum dengan dk = .Daftar H berisikan harga-harga untuk pasangan dk dan peluang p yang besarnya

tertentu. Peluang p terdapat pada baris paling atas dan dk ada pada kolom paling

kiri.

Luas daerah yang diarsir sama dengan peluang p, yaitu luas dari ke sebelah

kiri.

Contoh :

Gambar grafik

Gambar di atas adalah grafik distribusi dengan dk = 9.

a) Jika luas daerah yang diarsir sebelah kanan = 0.05, maka = 16,9. Ini

didapat dari dk = 9 dan p = 0.95.

b) Jika luas daerah yang diarsir sebelah kiri = 0.025, maka = 2,70. Didapat

dari dk = 9 dan p = 0.025.

9. Distribusi F

Page 137: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

137

Distribusi F ini juga mempunyai variable acak yang kontinu. Fungsi densitasnya

mempunyai persamaan :( ) = . ( )⁄1 + ( )⁄(N11)

dengan variable acak F memenuhi batas F > 0, K = bilangan tetap yang harganya

bergantung pada dan sedemikian sehingga luas di bawah kurva sama dengan

satu, = pembilang dan = penyebut.

Jadi distribusi F tidak simetrik dan umumnya sedikit positif. Daftar distribusi F telah

disediakan seperti dapat ditemukan dalam Lampiran, Daftar I. daftar tersebut

berisikan nilai-nilai F untuk peluang 0,01 dan 0,05 dengan derajat kebebasan dan

. Peluang inisama dengan luas daerah ujung kanan yang diarsir, sedangkan dk =

ada pada baris paling atas dan dk = pada kolom paling kiri.

Untuk tiap dk = , daftar terdiri atas dua baris, yang atas untuk peluang p = 0.05 dan

yang bawah untuk p = 0.01.

Contoh : Untuk pasangan derajat kebebasan = 24 dan = 8, ditulis juga

( , ) = (24,8), maka untuk p = 0,05 didapat F = 3,12 sedangkan untuk p = 0,01

didapat F = 5,28 (lihat Daftar I, Lampiran). Ini didapat dengan mencari 24 pada baris

atas dan 8 pada kolom kiri. Jika dari 24 turun dan dari 8 ke kanan, maka didapat

bilangan-bilangan tersebut. Yang atas untuk p = 0,05 dan yang bawah untuk p = 0,01.

Notasi lengkap untuk nilai-nilai F dari daftar distribusi F dengan peluang p dan dk =

( , ) adalah ( , ).

Demikian untuk contoh didapat : , (24,8) = 3,12. Dan , (24,8) = 5,28.

Meskipun daftar yang diberikan hanya untuk peluang p = 0,01 dan p = 0,05, tetapi

sebenarnya masih bisa didapat nilai-nilai F dengan peluang 0,99 dan 0,95..

Page 138: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

138

Untuk itu digunakan hubungan :

(1 − )( , ) = 1( , )(N12)

Dalam rumus di atas perhatikan antara p dan (1 - p) dan pertukaran antara derajat

kebebasan ( , ) menjadi ( , ).

Contoh : Telah didapat , (24,8) = 3,12

Maka , (8,24) = , = 0,321.

.

SOAL LATIHAN

1. Suatu kiriman 7 pesawat televise mengandung 2 yang rusak. Sebuah

hotel membeli secara random 3 dari ketujuh televise tersebut. Bila X

menyatakan benyaknya televise yang rusak yang terbeli oleh hotel

tersebut, tentukan nikaitengah X.

2. Dalam suatu permainan judi, petaruh menerima $3 bila ia berhasil

mengambil kartu jack atau queen dan $5 bila ia berhasil mengambil

kartu king atau ace. Bila ia mengambil kartu yang lain, ia kalah. Berapa

taruhan yang harus dibayarnya agar permainan itu dapat dipandang

jujur?

3. Diketahui sebuah peubah random X memiliki distribusi peluang sebagai

berikut :

x -3 6 9

P(X = x) 1/6 ½ 1/3

Hitung ( ), bila g(X) = (2 + 1) .

Page 139: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

139

4. Dari sekeranjang buah yang berisi 3 jeruk, 2 apel, dan 3 pisang, diambil

suatu contoh random 4 buah. Bila X menyatakan banyaknya jeruk dan

Y banyaknya apel yang terambil, hitunglah E(X2Y – 2XY).

5. Misalkan X menyatakan bilangan yang muncul bil;a sebuah dadu hijau

dilemparkan. Hitung ragam peubah random

a). 2X – Y

b). X + 3Y – 5.

6. Misalkan peluangnya seseorang akan mempercayai suatu cerita

mengenai hidup setelah mati adalah 0.8. berapa peluang bahwa

a. Orang keenam yang mendengar cerita itu adalah yang keempat

yang mempercayainya?

b. Orang ketiga yang mendengar cerita itu adalah yang pertama yang

mempercayainya?

7. Sebuah restoran menyediakan salad yang rata-rata mengandung secara

rata-rata 5 macam sayuran. Hitunglah peluang bahwa salad yang

disediakan mengandung lebih daripada 5 macam sayuran

a. Pada suatu hari tertentu

b. Pada 3 di antara 4 hari berikutnya

c. Pertama kali dalam bulan April pada tanggal 5 April.

8. Misalkan bahwa secara rata-rata 1 di antara 1000 orang membuat

kesalahan angka dalam melaporkan pajak pendapatannya. Bila 10000

formulir diambil secara random dan diperiksa, berapa peluang ada 6,7

atau 8 formulir yang mengandung kesalahan?

Page 140: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

140

BAB. IX

SAMPLING DAN DISTRIBUSI SAMPLING

9.1 PENDAHULUAN

Statistik terbagi atas dua fase yaitu statistika deskriptif dan statistika induktif. Fase

pertama dikerjakan untuk melakukan fase kedua. Fase kedua ialah statistika induktif,

berusaha menyimpulkan tentang karakteristik populasi, yang pada umumnya

dilakukan berdasarkan pada data sampel yang diambil dari populasi yang

bersangkutan. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil

menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik

tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas. Sampel adalah sebagian

yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu. Untuk

mendapatkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan haruslah ditempuh cara-

cara yang benar dalam setiapkah termasuk cara-cara pengambilan sampel atau

sampling.

Untuk mempelajari populasi kita memerlukan sampel yang diambil dari populasi yang

bersangkutan. Meskipun kita dapat mengambil lebih dari sebuah sampel berukuran n

dari populasi berukuran N, pada prakteknya hanya sebuah sampel yang bisa diambil

dan digunakan untuk hal tersebut. Sampel yang diambil ialah sampel random dan dari

sampel tersebut nilai-nilai statistiknya dihitung untuk digunakan seperlunya.

Distribusi sampling biasanya diberi nama bergantung pada nama statistic yang

digunakan. Misalnya yang kita kenal distribusi sampling rata-rata, distribusi sampling

proporsi,, distribusi sampling simpangan baku dan lain lagi.

KOMPETENSI KHUSUS, Diharapkan pada akhir perkuliahan nanti mahasiswa/I

mampu menjelaskan kembali tentang sampling atau pengambilan sampel dan dapat

mengimplementasikan dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari.

Page 141: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

141

9.2 PENYAJIAN

1. SAMPLING ATAU PENGAMBILAN SAMPEL

A. ALASAN SAMPLING

Sensus terjadi apabila setiap anggota atau karakteristik yang ada di dalam

populasi dikenai penelitian. Jika tidak maka samplinglah yang ditempuh, yaitu

sampel diambil dari populasi dan datany dikumpulkan. Ada berbagai alasan

mengapa sensus tidak dapat dilakukan, antara lain :

a) Ukuran populasi

Ada dua macam ukuran populasi, ialah terhingga dan takhingga. Populasi

takhingga berisikan takhingga banyak obyek dan pada dasarnya hanya

konseptual sukarlah untuk melakukan sensus terhadapnya. Maskipun kita

punya populasi terhingga, sensus belum tentu bisa dilaksanakan.

b) Masalah biaya

Jika biaya penelitian yang tersedia terbatas,, maka samplinglah satu-satunya

pilihan, terkecuali jika ukuran populasi sedikit sekali sehingga sensus bisa

dilaksanakan.

c) Masalah waktu

Sensus memerlukan waktu yang lama dibandingkan dengan sampling. Dengan

demikian sampling dapat memberikan data lebih cepat.

d) Percobaan yang sifatnya merusak

Jika penelitian terhadap obyek sifatnya merusak, maka jenis sampling harus

dilakukan.

e) Masalah ketelitian

Data yang dikimpulkan harus benar dan pengumpulannya harus teliti. Begitu

pula dengan pencatatan dan penganalisisannya.

f) Factor ekonomis

Dengan factor ekonomis diartikan apakah kegunaan dari hasil penelitian

sepadan dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan untuk itu atau

tidak.

Page 142: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

142

B. RANCANGAN SAMPLING

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perancanaan sampling yaitu :

a). Rumuskan persoalan yang ingin diketahui.

b). Tentukan dengan jelas batas populasi mengenai persoalan yang ingin

diketahui.

c). Definisikan dengan jelas dan tepat segala unit dan istilah yang diperlukan.

d). Tentukan unit sampling yang diperlukan.

e). Tentukan dan rumuskan cara-cara pengukuran dan penilaian yang akan

dilakukan.

f). Kumpulkan, jika ada, segala keterangan tentang hal yang ingin diteliti yang

pernah dilakukan masa lampau.

g). Tentukan ukuran ampel, yakni beberapa unit sampling yang harus diambil dari

populasi.

h). Tentukan cara sampling yang mana yang akan ditempuh agar sampel yang

diperoleh representative.

i). Tentukan cara pengumpulan data yang akan dilakukan.

j). Tentukan metode analisis mana yang akan digunakan.

k). Sediakan biaya dan minta bantuan ahli baik berbentuk pembantu tetap ataupun

hanya berbentuk konsultan.

C. BEBERAPA CARA SAMPLING

1) Sampling dengan pengembalian.

Contoh : Untuk populasi berukuran N = 4 dengan anggota-anggota : A, B, C, D

dan sampel yang diambil berukuran n = 2, termasuk sampel beranggotakan

sama, didapat :

Sampel 1 : AA Sampel 9 : CA

Sampel 2 : AB Sampel 10: CB

Sampel 3: AC Sampel 11: CC

Page 143: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

143

Sampel 4 : AD Sampel 12: CD

Sampel 5 : BA Sampel 13: DA

Sampel 6: BB Sampel 14: DB

Sampel 7: BC Sampel 15: DC

Sampel 8: BD Sampel 16: DD

Semuanya ada 42 = 16 buah sampel.

Secara umum : jika dari populsi berukuran N diambil sampel berukuran n

dengan pengembalian, maka semuanya ada Nn buah sampel yang mungkin

diambil.

2) Sampling tanpa pengembalian

Contoh : Misalkan populasi beranggotakan N = 5 terdiri atas A,B,C, D, E.

Sampel berukuran n = 2 akan diambil dari populasi itu dengan cara tanpa

pengembalian. Maka didapat :

Sampel 1 : AB Sampel 6 : BD

Sampel 2 : AC Sampel 7 : BE

Sampel 3: AD Sampel 8 : CD

Sampel 4 : AE Sampel 9 : CE

Sampel 5 : BC Sampel 10 : DE

Semuanya ada 10 buah sampel yang berlainan.

Jika N = 4 dengan anggota A,B,C,D dan n = 3, maka semuanya ada 4

buah sampel yang berlainan ialah ABC, ABD, ACD, BCD.

Secara umum : banyak sampel berukuran n yang dapat diambil (dengan cara

tanpa pengembalian) dari sebuah populasi berukuran N adalah := !! ( − )!Beberapa cara sampling yang mungkin dapat digunakan untuk keadaan

tertentu agar diperoleh sampel yang representative yaitu :

a). Sampling seadanya

Pengambilan sebagian dari populasi berdasarkan seadanya data atau

kemudahannya mendapatkan data tanpa perhitungan apapun mengenai

Page 144: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

144

derajat representative. Ini mengakibatkan bahwa kesimpulan yang ditarik

sangat bersifat kasar dan sementara.

b). Sampling purposif

Sampling purposif (sampling pertimbangan) terjadi apabila pengambilan

sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan

peneliti.

c). Sampling peluang

jika peluang digunakan ketika pengambilan sampel dilakukan, maka kita

melakukan sampling peluang. Sampel yang didapat dinakan sampel peluang

yaitu sebuah sampel yang anggota-anggotanya diambil dari populasi

berdasarkan peluang yang diketahui

D. BEBERAPA MACAM SAMPLING UNTUK MENDAPATKAN SAMPEL

REPRESENTATIF

Untuk populasi yang heterogen harus digunakan sampling lain dari

sampling di atas yaitu sampling petala, sampling proporsional, sampling klaster,

dan sampling area.

Sampling petala. Jika populasi heterogen, biasanya akan lebih baik dibuat

menjadi beberapa strata atau petala atau lapisan. Pembuatan petala ditentukan

berdasarkan karakteristik tertentu sedemikian sehingga petala itu menjadi

homogen. Dari setiap petala lalu diambil secara random anggota-anggota yang

diperlukan, atau dengan kata lain dilakukan pengrandoman di dalam setiap petala.

Gabungan antara anggota-anggota yang didapat akan membentuk sebuah sampel

petala.

Sampling petala biasanya diperbaiki dengan menggunakan cara

proporsional. Dengan ini dimaksudkan bahwa banyak anggota dari setiap petala

diambil sebanding dengan ukuran tiap petala. Cara ini dinamakan cara sampling

random proporsional dan sampelnya dinamakan sampel random proporsional.

Sampling klaster. Dalam sampling ini, populasi dibagi-bagi menjadi

beberapa kelompok atau klaster. Secara random klaster-klaster yang diperlukan

diambil dengan proses pengrandoman. Setiap anggota yang berada di dalam

Page 145: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

145

klaster-klaster yang diambil secara random tadi merupakan sampel yang

diperlukan.

Selain sampling yang diuraikan di atas masih ada lagi yang lainnya ialah :

a). Sampling sistematik. Dalam sampling sistematik, anggota sampel diambil dari

populasi pada jarak interval waktu, ruang atau urutan yang uniform. Jika

populasi berukuran N dan sampel beranggotakan n, maka jarak interval

besarnya (N/n). dengan demikian didapatkan n buah interval dan dari tiap buah

interval diambil sebuah anggota. Pengambilan anggota pertama yang ada di

dalam interval pertama dilakukan secara random. Anggota-anggota

selanjutnya diambil pada jarak setiap (N/n).

b). Sampling ganda. Jika untuk menyimpulkan populasi dilakukan sampling, maka

pada umumnya hanya sebuah sampel berukuran tertentu dan diambil dengan

cara tertentu pula yang biasa digunakan. Sampling yang demikian disebut

sampling tunggal. Sering ternyata sampling tunggal kurang efisien karena bisa

terjadi terlalu banyak anggota yang diambil dan karenanya menyebabkan

pemborosan biaya dan waktu. Untuk mengatasi hal ini digunakan sampling

ganda. Dalam sampling ganda, penelitian penelitian dilakukan dimulai dengan

menggunakan sebuah sampel yang ukurannya relative kecil. Berdasarkan ini

kesimpulan mengenai populsai diadakan.

c). Sampling multiple. Dalam hal ini pengambilan sampel dilakukan lebih dari dua

kali dan tiap kali digabungkan menjadi sebuah sampel. Pada tiap gabungan,

analisis dilakukan lalu kesimpulan diadakan dan sampling berhenti apabila

hasilnya sudah memenuhi criteria yang telah direncanakan.

d). Sampling sekuensial. Sampling ini sebenarnya juga sampling multiple.

Perbedaannya ialah dalam sampling sekuensial tiap anggota sampel diambil

satu demi atu dan pada tiap kali selesai mengambil anggota, analisis dilakukan

lalu berdasarkan ini kesimpulan diadakan : apakah sampling berhenti ataukah

dilanjutkan. Tentu saja setiap anggota yang diambil disatukan dengan anggota-

anggota yang diambil terlebih dahulu sebelum kesimpulan diadakan pada

tingkat itu.

Page 146: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

146

E. KEKELIRUAN SAMPLING DAN KEKELIRUAN NON SAMPLING

Dalam penelitian ada dua macam kekeliruan yang pokok yang bisa terjadi,

ialah kekeliruan sampling dan kekeliruan non-sampling.

Kekeliruan non-sampling. Kekeliruan ini bisa terjadi dalam setiap penelitian,

apakah itu berdasarkan sampling ataukah berdasarkian sensus. Beberapa

penyebab terjadinya kekeliruan non-sampling adalah :

a. Populasi tidak didefinisikan sebagaimana mestinya.

b. Populasi yang menyimpang dari populasi yang seharusnya dipelajari.

c. Kuesener tidak dirumuskan sebagaimana mestinya.

d. Istilah-istilah telah didefinisikan secara tidak tepat atau telah digunakan secara

tidak konsisten.

e. Para responden tidak memberikan jawab yang akurat, menolak untuk

menjawab atau tidak ada di tempat ketika petugas dating untuk melakukan

wawancara.

Kekeliruan non-sampling bisa terjadi pada waktu mencatat data, melakukan

tabulasi dan melakukan perhitungan-perhitungan.

Kekeliruan sampling. Kekeliruan ini timbul disebabkan oleh kenyataan

adanya pemeriksaan yang tidak lengkap tentang populasi dan penelitian hanya

dilakukan berdasarkan sampel. Jelaslah bahwa penelitian terhadap sampel

yang diambil dari sebuah populasi dan penelitian terhadap populasi itu sendiri,

kedua penelitian dilakukan dengan prosedur yang sama, hasilnya akan

berbeda. Perbedaan antara hasil sampel dan hasil yang akan dicapai jika

prosedur yang sama yang digunakan dalam sampling juga yang digunakan

dalam sensus dinamakan kekeliruan sampling.

2. DISTRIBUSI SAMPLING

A. DISTRIBUSI RATA-RATA

Misalkan kita mempunyai sebuah populasi berukuran terhingga N dengan

parameter rata-rata dan simpangan baku . Dari populasi ini diambil sampel

random berukuran n. jika sampling dilakukan tanpa pengembalian, kita tahu

semuanya ada buah sampel yang berlainan. Untuk semua sampel-sampel yang

didapat masing-masing dihitung rata-ratanya. Dengan demikian diperoleh buah

Page 147: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

147

rata-rata. Anggap semua rata-rata ini sebagai data baru, jadi di dapat kumpulan data

yang terdiri atas rata-rata dari sampel-sampel. Dari kumpulan ini kita dapat

menghitung rata-rata dan simpangan bakunya. Jadi didapat rata-rata daripada rata-

rata diberi symbol dan simpangan baku daripada rata-rata diberi symbol .

Contoh : diberikan sebuah populasi dengan N = 10 yang ditanya :

98,99,97,98,99,98,97,97,98,99. Jika dihitung, populasi ini mempunyai = 98 dan= 0,78Diambil sampel berukuran n = 2. Semuanya ada = 45 buah sampel. Untuk

setiap sampel kita hitung rata-ratanya. Dan dalam tiap sampel dan rata-rata tiap

sampel diberikan dalam daftar berikut ini.

DAFTAR A1

SEMUA SAMPEL BERUKURAN n = 2 DAN RATA-RATANYA

DIAMBIL DARI POPULASI UKURAN N = 10

SAMPEL RATA2 SAMPEL RATA2 SAMPEL RATA2

(98,99) 981/2 (99,98) 981/2 (99,98) 981/2

(98,97) 971/2 (99,99) 99 (99,97) 98

(98,98) 98 (97,98) 971/2 (99,97) 98

(98,99) 981/2 (97,99) 98 (99,98) 981/2

(98,98) 98 (97,98) 971/2 (99,99) 99

(98,97) 971/2 (97,97) 97 (98,97) 971/2

(98,97) 971/2 (97,97) 97 (98,97) 971/2

(98,98) 98 (97,98) 971/2 (98,98) 98

(98,99) 981/2 (97,99) 98 (98,99) 981/2

(99,97) 98 (98,99) 981/2 (97,97) 97

(99,98) 981/2 (98,98) 98 (97,98) 971/2

Page 148: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

148

(99,99) 99 (98,97) 971/2 (97,99) 98

(99,98) 981/2 (98,97) 971/2 (97,98) 971/2

(99,97) 98 (98,98) 98 (97,99) 98

(99,97) 98 (98,99) 981/2 (98,99) 981/2

Jumlah semua rata-rata = 4410

Jumlah ke-45 buah rata-rata = 4.410. Maka rata-ratanya untuk ke-45 rata-rata

ini = . = 98. Jadi = 98.

Simpangan baku ke-45 rata-rata di atas juga dapat dihitung. Besarnya adalah := . .

Tetapi rata-rata populasi = 98 dan simpangan baku = 0,78. Selanjutnya

kita hitung :

= ,√ = 0,52.

Ternyata bahwa berlaku :

== √(A1)

Jika N cukup besar dibandingkan terhadap n, maka barlaku hubungan :

== √(A2)

Untuk penggunaan rumus di atas cukup baik apabila (n/N) ≤ 5% . Dari uraian

di atas didapat : jika sampel random berukuran n diambil dari sebuah populasi

berukuran N dengan rata-rata dan simpangan baku , maka distribusi rata-rata

sampel mempunyai rata-rata dan simpangan baku seperti pada rumus A1 jika (n/N)

> 5%, seperti dalam rumus A2 jika (n/N)≤ 5%. dinamakan kekeliruan standar

Page 149: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

149

rata-rata atau kekeliruan baku atau pula galat baku rata-rata. Ini merupakan

ukuran variasi rata-rata sampel sekitar rata-rata populasi .

mengukur besarnya perbedaan rata-rata yang diharapkan dari sampel ke

sampel.

Dari daftar A1 kita dapat menghitung frekuensi rata-rata dan juga

peluangnya. Untuk rata-rata 97 misalnya, frekuensinya f = 3 sedangkan peluangnya

p = 3/45 = 1/15. Frekuensi dan peluang untuk rata-rata lainnya dapat dihitung.

Hasilnya dapat dilihat dalam daftar A2.

DAFTAR A2

FREKUENSI DAN PELUANG RATA-RATA

DARI DAFTAR A1

Rata-rata Frekuensi Peluang

97 3 1/15

971/2 12 4/15

98 15 1/3

981/2 12 4/15

99 3 1/15

Jumlah 45 1

Kita lihat bahwa rata-rata untuk semua sampel membentuk sebuah distribusi

peluang. Untuk penggunaanya, kita perlu mengetahui bentuk atau model distribusi

tersebut. Ternyata bahwa untuk ini berlaku sebuah dalil yang dinamakna dalil limit

pusat seperti tertera di bawah ini :

Jika sebuah populasi mempenyai rata-rata dan simpangan baku yang besarnya

terhingga, maka untuk ukuran sampel random n cukup besar, distribusi rata-rata

sampel mendekati distribusi normal dengan rata-rata = dan simpangan baku= √ . Perhatikan bahwa dalil di muka berlaku untuk distribusig model populasi

asalkan simpangan bakunya terhingga besarnya.jadi, bagaimanapun model populasi

yang disampel, asal saja variansnya terhingga, maka rata-rata sampel akan

Page 150: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

150

mendekati distribusi normal. Pendekatan kepada normal ini makin baik jika ukuran

sampel n makin besar. Biasanya, untuk ≥ 30 pendekatan ini sudah mulai

berlaku.

Apabila populasi yang disampel sudah berdistribusi normal, maka rata-rata sampel

juga berdistribusi normal meskipun ukuran sampel n < 30.

Distribusi normal yang didapat dari distribusi rata-rata perlu distandarkan agar

daftar distribusi normal baku dapat digunakan. Ini perlu untuk perhitungan-

perhitungan. Untuk ini digunakan transformasi.= −(A3)

Contoh : Tinggi badan mahasiswa rata-rata mencapai 165 cm dan simpangan

baku 8,4 cm. Telah diambil sebuah sampel random terdiri atas 45

mahasiswa. Tentukan berapa peluang tinggi rata-rata ke-45 mahasiswa

tersebut :

a). antara 160 cm dan 168 cm

b). paling sedikit 166 cm

Jawab : Jika ukuran populasi tidak dikatakan besarnya, selalu dianggap cukup

besar untuk berlakunya teori. Ukuran sampel n = 45 tergolong sampel

besar sehingga dalil limit pusat berlaku. Jadi rata-rata untuk tinggi

mahasiswa akan mendekati distribusi normal dengan :

Rata-rata = 165Simpangan baku = ,√ = 1,252a). Dari rumus A3 dengan = 160 didapat :

= 160 − 1651,252 = −3,99 = 168 − 1651,252 = 2,40.Penggunaan daftar distribusi normal baku memberikan luas kurva =

0,5 + 0,4918 = 0,9918.

Peluang tinngi rata-rata ke-45 mahasiswa antara 160 cm dan 168 cm

adalah 0,9918.

Page 151: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

151

b). Rata-rata tinggi paling sedikit 166 cm memberikan angka z paling

sedikit = , = 0,80.Dari daftar normal baku, luas kurva = 0,5 – 0,2881 = 0,2119.

Peluang yang dicari = 0,2119.

Apabila dari populasi variansnya diketahui dan perbedaan antara rata-rata dari

sampel ke sampel diharapkan tidak lebih dari sebuah harga d yang ditentukan,

maka berlaku hubungan :≤(A4)

Dari rumus A4 ini, ukuran sampel yang paling kecil sehubungan dengan

distribusi rata-rata, dapat ditentukan.

Contoh : Untuk contoh di atas, misalkan harga-harga dari sampel yang satu

dengan sampel lainnya diharapkan tidak mau lebih dari 1 cm. Jika populasi cukup

besar, maka :

√ ≤ ,√ ≤ 1Atau ≥ 70,58.Paling sedikit perlu diambil sampel terdiri atas 71 mahasiswa.

B. DISTRIBUSI PROPORSI

Misalkan populasi diketahui berukuran N yang di dalamnya didapat peristiwa A

sebanyak Y di antara N. Maka didapat parameter proporsi peristiwa A sebesar =

(Y/N).

Dari populasi ini diambil sampel random berukuran n dan dimisalkan di dalamnya

ada peristiwa A sebanyak x. Sampel ini memberikan statistic proporsi peristiwa A

= x/n. Jika semua sampel yang mungkin diambil dari populasi itu maka didapat

sekumpulan harga-harga statistic proporsi. Dari kumpulan ini kita dapat

menghitung rata-ratanya, diberi symbol / dan simpangan bakunya diberi

symbol / .

Untuk ini ternyata bahwa, jika ukuran populasi kecil dibandingkan dengan ukuran

sampel, yakni (n/N) > 5%, maka :

Page 152: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

152

/ =/ = ( )

(A5)

Dan jika ukuran populasi besar dibandingkan dengan ukuran sampel, yakni (n/N) ≤ 5%Maka :/ =

/ = ( )(A6)

/ dinamakan kekeliruan baku proporsi atau galat baku proporsi.

Untuk ukuran sampel n cukup besar, berlakulah sifat berikut : Jika dari populasi

yang berdistribusi binom dengan parameter untuk peristiwa A, 0 < < 1, diambil

sampel random berukuran n dimana statistic proporsi untuk peristiwa A = (x/n),

maka untuk n cukup besar, distribusi proporsi (x/n) mendekati distribusi normal

dengan parameter seperti dalam rumus A5 jika (n/N) > 5%, dan seperti dalam

rumus A6 jika (n/N) ≤ 5%.Seperti dalam distribusi rata-rata, disinipun akan digunakan ≥ 30 untuk memulai

berlakunya sifat di atas.

Untuk perhitungan, daftar distribusi normal baku dapat digunakan dan untuk itu

diperlukan transformasi :

= /(A7)

Jika perbedaan antara proporsi sampel yang satu dengan sampel yang lainnya

diharapkan tidak lebih dari sebuah harga d yang ditentukan, maka berlaku :

Page 153: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

153

/ ≤(A8)

Karena / mengandung factor dengan = populasi maka

rumus A8 berlaku jika parameter sudah diketahui besarnya. Jika tidak dapat

ditempuh cara conservative dengan mengambil harga kekeliruan baku atau galat

baku yang terbesar,

yaitu : (1 − ) = .

Contoh :

Ada petunjuk kuat bahwa 10% anggota masyarakat tergolong ke dalam golongan A.

sebuah sampel random terdiri atas 100 orang telah diambil.

a. Tentukan peluangnya bahwa dari 100 orang itu akan ada paling sedikit 15 orang

dari golongan A.

b. Berapa orang harus diselidiki agar persentase golongan A dari sampel yang satu

dengan yang lainnya diharapkan berbeda paling besar dengan 2%?

Jawab : populasi yang dihadapi berukuran cukup besar dengan = 0,10 1 −= 0,90.

a. Untuk ukuran sampel 100, diantaranya paling sedikit 15 tergolong kategori A,

maka paling sedikit x/n = 0,15.

Kekeliruan bakunya adalah :

/ = ( ) = , , = 0,03

Bilangan z paling sedikit = , ,, = 1,67Dari daftar normal baku, luasnya = 0,5 – 0,4525 = 0,0475.

Peluang dalam sampel itu aka nada paling sedikit 15 kategori A adalah 0,0475.

b. Dari rumus A8 dengan = 0,1 1 − = 0,9 sedangkan d = 0,02, maka :, , ≤ 0,02 ≥ 225.

C. DISTRIBUSI SIMPANGAN BAKU

Seperti biasa kita mempunyai populasi berukuran N. diambil sampel-sampel

random berukuran n, lalu untuk tiap sampel dihitung simpangan bakunya, yaitu s.

Page 154: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

154

dari kumpulan ini sekarang dapat dihitung rata-ratanya, diberi symbol dan

simpangan bakunya, diberi symbol .

Jika populasi berdistribusi normal atau hamper normal, maka distribusi

simpangan baku, untuk n besar biasanya ≥ 100, sangat mendekati distribusi

normal dengan :== √2(A9)

Dengan = .Transformasi yang diperlukan untuk membuat distribusi menjadi normal baku

adalah := −(A10)

Untuk populasi tidak berdistribusi normal dan untuk sampel berukuraj kecil, n

< 100, rumus-rumus sangat sulit dan karena penggunaannya tidak banyak.

Contoh : Varians sebuah populasi yang berdistribusi normal 6,25. Diambil sampel

berukuran 225. Tentukan peluang sampel tersebut akan mempunyai simpangan

baku lebih besar dari 3,5.

Jawab : Varians = 6,25. Ukuran sampel cukup besar, maka distribusi simpangan

baku mendekati distribusi normal dengan rata-rata = 2,5 dan simpangan baku= ,√ = 0,118.Bilangan z untuk s = 3,5 adalah := , ,, = 8,47.Praktis tidak terjadi sampel berukuran 225 dengan simpangan baku lebih dari 3,5.

D. DISTRIBUSI MEDIAN

Jika populasi berdistribusi normal atau hampir normal maka, untuk sampel random

berukuran ≥ 30, distribusi Median Me akan mendekati distribusi normal dengan

rata-rata dan simpangan baku .:

Page 155: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

155

=. = 1,2533√(A11)

Dengan dan merupakan parameter populasi.

E. DISTRIBUSI SELISIH DAN JUMLAH RATA-RATA

Misalkan kita mempunyai dua populasi masing-masin berukuran dan

. Populasi ke satu mempunyai rata-rata dan simpangan baku sedangkan

populasi kedua mempunyai rata-rata dan simpangan baku . Dari setiap

populasi secara independen kita ambil sampel-sampel random berukuran dari

populasi kesatu dan berukuran dari populasi kedua. Untuk membedakan

populasi kesatu dimisalkan mempunyai variable X dan populasi kedua mempunyai

variable Y. dari sampel-sampel ini, seperti biasa dihitung rata-ratanya. Didapat

kumpulan rata-rata sampel :

, , . . . , dan , , . . . , dengan k = banyak sampel yang dapat diambil

dari populasi kesatu, dan r = banyak sampel yang dapat diambil dari populasi

kedua.

Kumpulan selisih rata-rata sampel akan membentuk distribusi selisih rata-

rata. Dari kumpulan ini, kita dapat menghitung rata-ratanya, diberi symbol

dan menghitung simpangan bakunya, diberi symbol . Ternyata bahwa, untuk

dan cukup besar dan sampel-sampel random diambil secara independen

satu sama lain, didapat hubungan := −= +(A12)

Page 156: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

156

Kita juga dapat mengambil selisih rata-rata − dalam hal ini berlaku := −= +(A13)

Untuk ukuran-ukuran sampel cukup besar, maka selisih rata-rata −akan mendekati distribusi normal dengan rata-rata dan simpangan baku seperti

pada rumus A12. Untuk membuat distribusi normal ini menjadi distribusi normal

baku digunakan transformasi.= ( − ) − ( − )(A14)

Apabila dari dua kumpulan rata-rata sampel dengan I = 1, 2, . . . , k dan

dengan j = 1, 2, .. . , r, sekarang dibentuk jumlahnya, maka diperoleh jumlah

rata-rata sampel + . Seperti di atas dari kumpulan ini dapat dihitung rata-

ratanya, diberi symbol dan simpangan bakunya diberi symbol . Untuk

sampel-sampel random yang independen, berlaku := += +

(A15)

Distribusi jumlah rata-rata ini, untuk sampel-sampel berukuran cukup

besar, akan mendekati distribusi normal dengan parameter rata-rata dan simpangan

baku seperti dalam rumus A15. Untuk membuat menjadi normal baku perlu

digunakan transformasi.= ( + ) − ( + )(A16)

Contoh : Rata-rata tinggi mahasiswa laki-laki 163 cm dan simpangan bakunya 5,2

cm, sedangkan untuk mahasiswa perempuan parameter tersebut

Page 157: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

157

berturut-turut 152 cm dan 4,9 cm. Dari kedua kelompok mahasiswa itu

masing-masing diambil sebuah sampel random, secara independen

berukuran sama, ialah 140 orang. Berapa peluang rata-rata tinggi

mahasiswa laki-laki paling sedikit 10 cm lebihnya dari rata-rata tinggi

mahasiswa perempuan?

Jawab : Misalkan masing-masing menyatakan rata-rata tinggi dari sampel

untuk mahasiswa laki-laki dan perempuan. Yang ditanyakan adalah

peluang − paling sedikit 10 cm. Dari yang diketahui, didapat= = 163 cm, = = 152 , = = 5,2 , = =4,9 dan = = 140. Menurut reori di muka − berdistribusi

normal dengan rata-rata = (163 - 152) cm = 11 cm dan

Simpangan baku = ( , ) + ( , ) = 0,6038 cm.

Menurut rumus A14, maka = , = −1,66.

Luas daerah normal baku yang diperlukan adalah 0,5 + 0,4515 = 0,9515.

Jadi peluang yang dicari = 0,9515.

F. DISTRIBUSI SELISIH PROPORSI

Selisih proporsi − dapat dibentuk sehingga terdapat kumpulan

selisih proporsi. Dari kumpulan ini dapat dihitung rata-ratanya, diberi symbol

dan simpangan bakunya, diberi symbol , dengan sp = − = selisih antara

proporsi sampel kesatu dan proporsi sampel kedua. Ternyata untuk ini berlaku := −= ( ) + ( )(A17)

Untuk ukuran-ukuran sampel dan , cukup besar biasanya ≥30 ≥ 30, maka distribusi selisih proporsi ini akan mendekati distribusi

normal dengan parameter seperti tertera pada rumus A17. Agar supaya distribusi

normal ini menjadi distribusi normal baku maka diperlukan transformasi.

Page 158: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

158

= − − ( − )(A18)

G.DISTRIBUSI SAMPLING LAINNYA

Misalkan kita punya sebuah populasi yang berdistribusi normal atau

hamper normal dengan rata-rata dan simpangan baku . Dari populasi tersebut

diambil sampel random berukuran n lalu dihitung rata-rata dan simpangan baku

s.

Sehubungan dengan ini, didapat dua hal :

1. Statistic t, yang ditentukan oleh := ̅ −/√(A19)

Ternyata berdistribusi student dengan derajat kebebasan = − 1.

2. Statistic χ2 yang ditentukan oleh :

χ2 = ( ) = ∑( ̅)(A20)

Dengan , I = 1, 2, …, n merupakan data dalam sampel, akan berdistribusi

chi-kuadrat dengan derjat kebebasan = − 1.

Dari sampel kesatu simpangan baku dihitung, dan demikian pula

simpangan baku dari sampel kedua. Kita bentuk statistic F yang ditentukan

oleh : = //(A21)

Ternyata bahwa statistic F ini berdistribusi F dengan dk pembilang= − 1 dan dk penyebut = − 1.

Page 159: Modul Lengkap Statistika Dasar

Modul statistika dasar

159

SOAL LATIHAN

1. Populasi yang terdiri atas 3000 obyek, 1000 di antaranya bernilai 0, dan

sisanya bernilai 1. Berapa dan ? Diambil 100 buah sampel random

yang masing-masing berukuran 10 lalu dihitung rata-rata tiap sampel.

Berapa diharapkan harga rata-rata dan varians rata-rata 100 sampel ini?

2. Simpangan baku berat anak laki-laki berumur 15-20 tahun besarnya 3,8 kg.

Diambil semua sampel random yang masing-masing berukuran 230 dan

lalu varians tiap sampel dihitung. Tentukan :

a. Rata-rata dan varians untuk distribusi sampling simpangan baku.

b. Ada berapa % dari sampel-sampel itu yang mempunyai simpangan baku

lebih dari 4,5 kg?

3. Pengalaman mencatat bahwa 65% dari penduduk ternyata menyenangi

pemimpin A. Dua buah sampel random telah diambil masing-masing

berukuran 250. Tentukan bagaimana peluangnya bahwa kedua sampel itu

akan memperlihatkan perbedaan persentase lebih dari 12% yang

menyenangi pemimpin A.

4. Diberikan dua buah populasi dengan data populasi I : 3, 2, 3, 5, 4, 8. Data

populasi II : 10, 12, 15, 10.

Dari populasi I diambil semua sampel random berukuran 3 dan dari

populasi II semua yang berukuran dua. Tulislah semua sampelnya, lalu :

a. Hitung rata-rata kedua populasi

b. Hitung rata-rata distribusi sampling rata-rata dari kedua populasi itu.

Sebut ini dan .

c. Hitung ̅ − dan bandingkan dengan selisih rata-ratapopulasi I dan

populasi II. Apa yang nampak?

Berlakukah rumus A12?

d. Bagaimana untuk ̅ + ?

Berlakukah rumus A