46
SISTEM IMUNOLOGI MODUL I MODUL DASAR Tutor : Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM (K), M.Kes DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3 Wildan Baiti Al-Anwari 2014730099 Bobzi Razvidi 2014730016 Muhammad Luthfi Mandani 2014730064 Irmalita 2014730043 Siti Hazard Aldina 2014730085 Nursyafitriani S 2014730078 Verga Baiqillah Torada 2014730096 Rizti Rachmawati 2014730083 Ghisqy Arsy Mulki 2011730136 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

Modul I (Modul Dasar)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pakai ading-adingku kaina. buhan kena harus meulah kaini pakai angkatan dibawah buhan kam.

Citation preview

SISTEM IMUNOLOGIMODUL I MODUL DASAR

Tutor : Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM (K), M.Kes DISUSUN OLEH:KELOMPOK 3Wildan Baiti Al-Anwari2014730099Bobzi Razvidi2014730016Muhammad Luthfi Mandani2014730064Irmalita2014730043Siti Hazard Aldina2014730085Nursyafitriani S2014730078Verga Baiqillah Torada2014730096Rizti Rachmawati2014730083Ghisqy Arsy Mulki2011730136PROGRAM STUDI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA2015KATA PENGANTARPertama-tama kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat kemurahan-Nya laporan PBL modul dasar sistem imunologi ini dapat kami selesaikan tepat waktu.Laporan ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai sistem imun dalam modul dasar ini.Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :1.Kepada Allah SWT, yang telah memberikan ridho sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.2.Kepada Dr. dr. Ferial Hadipoetro, SpRM (K), M.Kes yang telah memberikan bimbingan selama proses pembelajaran dalam PBL. 3.Rekan-rekan mahasiwa yang telah bekerja sama selama diskusi berlangsung hingga pembuatan laporan PBL ini. Demikian laporan ini kami buat, kami harap laporan ini dapat bermanfaat kelak di kemudian hari.

Jakarta, 1 Juni 2015

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN1.1 SkenarioSeorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Sejak 1 minggu menderita batuk pilek. setekah dilakukan pemeriksaan laboratorium, ditemukan kadar leukosit 4000/mm3 , trombosit 130.000/mm3 dan CRP meningkat.1.2 Kata SulitCRP (C- Reaktive Protein) :C-reactive protein (CRP) adalah protein yang diproses oleh hati. CRP akan meningkat apabila terjadi inflamasi didalam tubuh.1.3 Kata atau Kalimat Kunci1. Anak laki-laki usia 5 tahun2. Demam sejak 5 hari yang lalu3. Batuk pilek sejak 1 minggu4. Kadar leukosit 4000/mm3 5. Kadar trombosit 130.000/mm3 6. CRP meningkat1.4 Pertanyaan1. Jelaskan anatomi dari sistem imun!2. Jelaskan histologi dari sistem imun!3. Jelaskan fisiologi dari sistem imun!4. Jelaskan biokimia dari sistem imun!5. Jelaskan perbedaan antara respon imun spesifik dengan respon imun non-spesifik!6. Jelaskan pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap sistem imun!7. Jelaskan pengaruh peningkatan CRP terhadap sistem imun!8. Jelaskan pengaruh amtara kadar leukosit dan trombosit terhadap demam pada skenario!9. Jelaskan mekanisme dari demam, batuk, dan pilek!

BAB IIPEMBAHASAN

1. Jelaskan anatomi dari sistem imun!

Verga Baiqillah Torada (2014730096)Organ yang menyusun sistem imunOrgan limfatik adalah sejumlah organ limfoid yang morfologis dan fungsional yang berperan dalam respon imunOrgan limfoid tersebut dibagi menjadi 2 :1. Organ Primer2. Organ Sekunder

1. Organ limfoid primer terdiri atas sumsung tulang belakang dan timus

Sumsung tulang merupakan jaringan kompleks tempat hematopoiesis dan depot lemak, lemak merupakan 50%/lebih dari kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid primer diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T dan B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen. Karena itu organ tersebut berisikan limfosit dalam berbagai fase diferensiasi sel hematopoietik yang diproduksi di sumsum tulang menembus dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam sirkulasi dan didistribusikan ke berbagai tubuh.

2. Limpa dan KGB merupakan limfoid organ limfoid sekunder yang terorganisasi tinggi yang ditemukan sepanjang sistem pembuluh limfe .

Jaringan limfoid yang kurang terorganisasi secara kolektif disebut MALT yang ditemukan berbagai tempat di tubuh. MALT meliputi jaringan limfoid eksranodul yang berhubungan dengan mukosa di berbagai lokasi seperti SALT di kulit , BALT di bronkus , GALT di saluran cerna. Saluran cerna (meliputi plak peyer di usus kecil, apendiks, berbagai folikel limfoid dalam lamina propria di usus). Mukosa hidung, tonsil, mamae, serviks uterus, membran mukosa saluran napas atas, bronkus dan saluran kemih. Organ limfoid sekunder merupakan tempat mempresentasikan antigen yang ditangkapnya di bagan lain tubuh ke sel T yang memacunya untuk proliferasi dan diferensiasi limfosit.Limpa seperti halnya dengan kelenjar getah bening, limpa terdiri atas zona sel T (senter germinal) dan zona sel B (zona folikel). Arteriol berakhir dalam sinusoid vaskular yang mengandung sejumlah eritrosit, makrofag, sel dendritik, limfosit dan sel plasma. Antigen dibawa APC masuk ke dalam limpa melalui sinusoid vaskular . Limpa merupakan tempat respons imun utama yang merupakan saringan terhadap antigen asal darah . Mikroba dalam darah dibersihkan makrofag dalam limpa. Limpa merupakan tempat utama fagosit yang memakan mikroba yang diikat antibodi. Individu tanpa limpa akan menjadi rentan terhadap infeksi bakteri berkapsul (pneumokok dan meningokok) oleh karena itu mikroba tersebut biasanya hanya disingkirkan melalui opsonisasi dan fungsi fagositosis akan terganggu bila limpa tidak ada.Kelenjar getah bening adalah agregat nodular jaringan limfoid yang terletak sepanjang jalur limfe diseluruh tubuh. Sel dendritik membawa antigen mikroba dari epitel dan mengantarkannya ke KGB yang akhirnya dikonsentrasikan di KGB. Dalam KGB ditemukan peningkatan limfosit berupa nodus tempat proliferasi limfosit sebagai respons terhadap antigen.

Referensi: Baratawidjaja, Karmen Gama. 2014. Imunologi dasar FKUI cetakan ke 2. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2 Jelaskan histologi dari sistem imun!

Irmalita (2014730043)Sistem Imun &Organ LimfoidSistem ini mampu menetralkan atau menginaktifkan molekul asing (seperti molekul terlarut serta molekul yang terdapat di virus, bakteri dan parasit) dan menghancurkan sel atau mikroorganisme lain (seperti sel yang terinfeksi-virus, sel dari organ yang ditransplantasikan, dan sel kanker).ANTIGENTerdiri atas molekul larut (seperti protein, polisakarida, dan nukleuprotein) atau molekul yang termasuk dalam sel utuh (bakteri, protozoa, sel tumor, atau sel yang terinfeksi oleh virus). Sel sistem imun tidak mengenali dan bereaksi terhadap keseluruhan molekul antigen tetpai bereaksi terhadap domain molekular kecil antigen yang disebut Epitop. Respon organisme terhadap antigen dapat bersifat selular ( dengan limfosit yang terutama bertugas menghilangkan antigen) atau humoral ( dengan antigen yang disekresi oleh sel plasma terutama berperan dalam menimbulkan respons).ANTIBODI

Suatu antibodi merupakan suatu glikoprotein yang berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenik. Antibodi termasuk dalam famili protein imunoglobulin. Strukturnya dua rantai ringan dan dua rantai berat membentuk suatu molekul antibodi dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Dan terdapat regio FC berikatan pada reseptor permukaan sejumlah tipe sel.SITOKIN

Fungsi sel pada sistem imun diatur oleh sejumlah besar molekul, terutama sitokin, berupa peptida atau glikoprotein yang biasanya memiliki massa molekul yang rendah (antara 8 dan 80 kDa)SEL-SEL SISTEM IMUNSel-sel primer yang berperan pada respons imun adalah limfosit, sel plasma, sel mast, neutrofil, eusinofil, dan sel-sel sistem fagosit mononuklear. Sel penyaji-antigen, suatu kelompok yang terdiri atas berbagai jenis sel, menyertai sel-sel lain pada respons imun yaitu limfosit, makrofag, dan sel dendritik.Limfosit

Limfosit diklasifikasikan menjadi sel B, T, atau sel NK (Natural Killer). Prekursor semua jenis limfosit berasal berasal dari sumsum tulang, sejumlah limfosit mengalami pematangan dan menjadi fungsional dalam sumsum tulang, dan setelah meninggalkan sumsum tulang, memasuki sirkulasi darah dan bersirkulasi untuk berkumpul dalam jaringan ikat, epitel, nodul limfoid.dan organ limfoid. Tetapi prekursor limfosit T, meninggalkan sumsum tulang dan, melalui sirkulasi darah, mencapai timus tempat sel-sel ini mengalami proliferasi dan diferensiasi yang intens atau mati melalui apoptosis. Setelah pematangan akhirnya, sel-sel T meninggalkan timus dan terdistribusi di seluruh tubuh di jaringan ikat dan organ limfoid.Kompleks Histokompatibilitas Mayor (MHC) & Penyajian AntigenMolekul MHC merupakan protein membran integral yang berada pada permukaan sel. Molekul tersebut disintesis oleh RE kasar seperti protein membran regular. Akan tetapi, pada perjalanannya ke permukaan sel, molekul ini berpasangan dengan peptida kecil yang terdiri atas 10-30 asam amino yang asalnya berbeda bergantung pada apakah molekul kelas I atau kelas II yang terkena.Disebelah kiri : 1. Protein pada sel secara kontinu dicerna oleh proteasom dan fragmen antigen ditransfer ke RE kasar tempat fragmen tersebut berikatan dengan protein MHC kelas I yang disintesis di tempat tersebut. 2. Kompleks antigen-MHC kelas I ditansfer ke regio golgi. 3. Vesikel Golgi mengangkut kompleks tersebut ke membran sel yang menyajikan antigen pada permukaan luarDisebelah kanan : 1. Sintesis molekul MHC II. 2. Transfer molekul MHC kelas II ke regio Golgi dan pembentukan vesikel Golgi. Vesikel Golgi bergabung dengan suatu lisosom berisi antigen yang diproses setelah endositosis dan pencernaan mikroorganisme dan debris oleh enzim (a, b, c). 3. Antigen membentuk kompleks dengan molekul MHC kelas II. 4. Kompleks antigen MHC II terpapar pada permukaan sel.Sel Penyaji-Antigen (APC)Sel penyaji-antigen (APC, Antigen Presenting Cell) ditemukan dalam banyak jaringan dan membentuk populasi sel yang heterogen yang meliputi sel dendritik, makrofag, dan limfosit B. Sel-sel dendritik terdapat hanya dalam organ limfoid, tetapi banyak terdapat dalam epidermis dan mukosa; ditempat ini, sel tersebut dinamakan sel Langerhans. Irisan kulit yang dipulas secara imunokimiawi memperlihatkan sel langerhans (kulit) yang berjumlah banyak pada folikel rambut (F), tempat sejumlah besar mikroorganisme hidup, dan diseluruh epidermis (E). Keratin epidermis dan folikel terpulas hijau. Antibodi terhadap langerin dan dipulas baik dengan antikeratin.TIPE REAKSI IMUNDua tipe dasar reaksi imun adalah respons bawaan dan respons adaptif. Respon bawaan, yang dapat mencakup kerja sistem komplemen, defensin, dan sel seperti neutrofil, makrofag, sel mast, dan sel natural killer, bersifat cepat, non-spesifik, dan lebih tua menurut sudut pandang evolusioner dan tidak menghasilakn sel-sel memori. Respons adaptif, yang bergantung pada pengenalan awal antigen oleh sel B dan T, bersifat lebih kompleks, lebih lambat dan spesifik, menghasilkan sel memori, dan perkembangan evolusionernya lebih baru. Mekanisme adaptif yang menimbulkan eliminasi antigen diklasifikasikan sebagai respons humoral atau selular. Imunitas humoral terlaksana dengan produksi antibodi oleh sel plasma yang berasal dari klona limfosit B aktif. Imunitas selular diperantarai oleh limfosit T yng 1. Menyekresi sitokin yang bekerja pada limfosit B, pada sel T lainnya, dan pada sel-sel inflamatorik seperti makrofag dan neutrofil.JARINGAN LIMFOID Merupakan jaringan ikat yang ditandai dengan sejumlah besar limfosit. Jaringan ini berada bebas dalam jaringan ikat regular atau dikelilingi oleh simpai yang membentuk organ limfoid.

Sel-sel jaringan limfoid tipikal mencakup sel-sel retikular (R) yang mirip fibroblas dan menghasilkan dan memelihara trabekula (T) dan jejaring retikular. Banyak sel melekat longgar pada serat retikular, termasuk makrofag (M) dan banyak limfosit.TIMUS

Adalah organ bilateral yang terletak di mediastinum; organ ini mencapai perkembangan puncaknya semasa usia muda. Seperti sumsum tulang dan sel-sel B, timus dianggap sebagai organ limfoid primer atau sentral karena limfosit T terbentuk di tempat tersebut.Terbagi menjadi septa jaringan ikat (CT) menjadi lobus-lobus yang berhubungan. Lobus di timus yang aktif yang memiliki regio perifer korteks (C), dengan limfosit basofilik yang cukup pada t, dan regio medula sentral (M) dengan lebih sedikit limfosit. Selain perbedaan pada lokasi densitas sel, regio medula ditandai dengan sebaran korpuskel timus yang khas (panah).JARINGAN LIMFOID TERKAIT-MUKOSA (MALT)

Saluran cerna, saluran napas, dan saluran kemih merupakan tempat umum masuknya patogen karena lumennya terpapar lingkungan luar. Untuk melindungi organisme, jaringan ikat mukosa saluran ini mengandung sekumpulan besar sel dendritik, limfosit, sel plasma penyekresi-IgA, APC dan nodul limfoid.Rincian Tonsil. Tonsil palatina merupakan agregat jaringan limfoid, biasanya dengan nodul, di mukosa langit-langit lunak poterior. A. Mikrogaf yang memperlihatkan sejumlah nodul limfoid (LN), yang secara kolektif dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis (E) pada satu sisi dan suatu simpai jaringan ikat pada sisi yang lain. Sejumlah nodul memperlihatkan centrum germinale (GC) yang terpulas pucat. Lipatan mukosa di sejumlah tonsil membentuk kriptus (C); di sepanjang kriptus ini, nodul terutama berjumlah banyak. Lumen kriptus mengandung sel epitel yang terlepas, limfosit yang hidup dan mati, dan bakteriKELENJAR GETAH BENING

Adalah struktur berbentuk buncis dan bersimpai, yang umumnya berdiameter 2-10 mm dan tersebar di seluruh tubuh sepanjang pembuluh limfe.Struktur skematis kelenjar getah bening. Separuh kiri gambar ini memperlihatkan regio dan komponen struktural utama kelenjar getah bening dan aliran limfe di dalam organ, yang masuk melalui pembuluh limfe aferen pada sisi cembung nodul limfoid, melalui sinus yang tidak terlapisi (tampak merah muda) pada jaringan limfoid, dan keluar melalui pembuluh eferen pada hilum. Katup di pembuluh limfe memastikan aliran limfe satu-arah. Separuh kanan menggambarkan bagian sirkulasi darah dengan arteri kecil dan vena yang masuk dan meninggalkan hilum.Berbagai susunan sel dan stroma serabut retikular yang menyangga sel membentuk korteks, medula, dan parakorteks yang menyusup.Korteks yang terletak dibawah simpai, terdiri atas komponen : Banyak sel retikular, makrofag, APC, dan limfosit Nodul limfoid sinus subkapsular Sinus kortikalParakorteks tidak memiliki batas yang tegas dengan korteks dan medula. Medula di kelenjar getah bening memiliki dua komponen utama : Korda medularis Sinus medularLIMPA

Adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan satu-satunya organ yang terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ penting pada pertahanan terhadap antigen dalam darah. Organ ini juga menjadi tempat penghancuran eritrosit tua. Sebagaimana halnya organ limfoid sekunder lainnya, limpa adalah tempat produksi antibodi dan limfosit aktif, yang dihantarkan ke dalam darah. Suatu partikel inert dalam darah aktif difagositosis oleh limpa makrofag.Simpai (C) Limpa terhubung pada trabekula yang sebagian membagi-bagi bagian interior organ yang menyerupai pulpa ini. Pulpa merah (R) menempati sebagian besar parenkim dengan pulpa putih (W) yang terbatas pada area yang lebih kecil, terutama di sekitar anteriol sentral.

Referensi : Mescher, Anthony L. 2010. Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas Ed. 12. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC3. Jelaskan fisiologi dari sistem imun!

Rizti Rachmawati (2014730083)Imunitas Didapat atau AdaptifRespon imun adaptif spesifik adalah serangan selektif yang ditujukan untuk membatasi atau menghancurkan sasaran tertentu yang padanya tubuh telah secara spesifik bersiap setelah terpajan terhadapnya.Respon Imun Didapat Mencakup Imunitas Diperantai-Antibodi dan Imunitas Diperantai-SelTerdapat dua kelas respon imun didapat : imunitas diperantarai antibodi, atau imunitas humoral, yang melibatkan pembentukan antibodi oleh turunan Limfosit B yang dikenal sebagai sel plasma, dan imuitas diperantarai sel, yang melibatkan pembentukan Limfosit T aktif, yang secara langsung menyerang sel yang tidak diinginkan.Limfosit dapat secara spesifik mengenal dan secara selektif berespons terhadap hampir semua jenis agen asing serta sel kanker. Proses pengenalan dan respons di sel B dan sel T berbeda. Secara umum, sel B mengenali penyusup asing seperti bakteri dan toksinnya yang berada dalam keadaan bebas dan beberapa virus, yang dilawan dengan mengeluarkan antibodi spesifik terhadap penyusup tersebut. Sel T secara khusus mengenal dan menghancurkan sel tubuh yang salah, termasuk sel yang terinveksioleh virus dan sel kanker. Asal Sel B dan Sel TKedua jenis limfosit, seperti semua sel darah, berasal dari sel punca yang sama di sumsum tulang. Sel B berdiferensiasi dan mengalami pematangan di sumsum tulang. Untuk sel T, selama masa janin dan kanak-kanak dini, sebagian limfosit imatur dari sumsum tulang bermigrasi melalui darah ke timus, tempat sel sel tersebut pengalami pemrosesan lembih lanjut menjadi limfosit T. Timus adalah jaringan limfoid yang terletak di garis tengah didalam rongga toraks di atas jntung diruang antara kedua paru.Setelah dilepaskan kedalam darah dari sumsum tulang atau timu, sek B dan T matang menetap dan membentuk koloni limfosit dijaringan limfoid perifer. Di sini, dengan rangsangan yang sesuai, sel-sel tersebut mengalami pembelahan untuk menghasilkan generasi baru sel B atau sel T. Setelah masa kanak kanak dini, sebagian besar limfosit baru berasal dari kolono limfosit perifer dan bukan dari sumsum tulang. Peran TimosinKarena sebagian besar migrasi dan diferensiasi sel T terjadi pada awal masa perkembangan, timus secara bertahap mengalami atrofi dan menjadi kurang penting seiring dengan bertambahnya usia. Namun, jaringan ini terus menghasilkan timosin, suatu hormon penting yang mempertahankan turunan sel T. Timosin meningkatkan poliferasi sel T baru di jaringan limfoid primer dan memperkuat kemampuan imunologik sel T yang ada. Sekresi Timosin menurun setelah usia 30 hingga 40 tahun.Suatu Antigen Menginduksi Respons Imun Terhadap Dirinya SendiriSel B dan T harus mampu secara spesifik mengenali sel atau bahan lain yang tidak diinginkan untuk dihancurkan karena berbeda dari sel normaltubuh sendiri. Keberadaan antigen memungkinkan limfosit melakukan perbedaan tersebut. Antigen adalah molekul asing berukuran besar dan unik yang memicu respon imuns spesifik terhadap dirinya sendiri, seperti pembentukan antibodi yang menyebabkan penghancuran antigen, jika antigen tersebut masuk kedalam tubuh. Protein asing adalah antigen yang paling umum karena ukuran dan kompleksitasnya maupun makro molekul lain, seperti polisakarida berukuran besar dan lipid, juga dapat berfungsi sebagai antigen. Antigen dapat ada sebagai molekul sendiri, misalnya toksin bakteri, atau merupakan bagian integral dari suatu struktur multimolekul, misalnya antigen dipermukaan mikroba asing.Limfosit B : Imunitas Diperantai-AntibodiSetiap sel B dan T memiliki reseptor-reseptor sel B (RSB) dan reseptor sel T (RST) dipermukaannya untukmengikat satu jenis tertentu dari sejumlah kemungkinan antigen. Reseptor-reseptor ini adaah mata bagi sistem imun didapat.Antigen yang Direspons oleh Sel B dapat merupakan independen-T atau Dependen-TSel B dapat terikat dengan dan dapat diaktivkan secara langsung oleh antigen polisakarida tanpa adanya bantuan dari sel T. Antigen ini, yang dikenal sebagai antien independen-T, merangsang produksiantiboditanpa keterlibatan selT. Sebaliknya, antigen dependen-T, yang biasanya merupakan antigen protein, tidak secara langsung merangsang produksi antibodi tanpa bantuan sel T jenis khusus yang dikenal dengan sel T helper.Antigen Merangsang Sel B untuk Berubah Menjadi Sel Plasma yang Menghasilkan AntibodiKetika RSB berikatan dengan antigen, sebagian besar sel B berdeferensiasi menjadi sel plasma aktif sementara yang lain menjadi sel memori yang dorman. Sel PlasmaSel plasma menghasilkan antibodi yang dapat berikatan dengan jenis tertentu antigen yang merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. Subkelas AntibodiAntibodi (juga dikenal sebagai imunoglobulin) dikelompokkan menjadi lima subkelas berdasarkan perbedaan dalam aktifitas biologisnya: IgM, berfungsi sebagai RSB untuk perlekatan antigen dan diproduksi pada tahap-tahap awal respons sel plasma. IgG, imunoglobulin terbanyak dalam darah, diproduksi dan disekresikan dalam jumlah besar ketika tubuh kemudian terpajan ke antigen yang sama. Antibodi IgG menghasilkan sebagian besar respons imun spesifik terhadap bakteri penginvasi. IgE, ikut melindungi tubuh dari cacing parasitik dan merupakan mediator antibodi untuk respons alergik umum, misalnya hay fever, asma, dan urtikaria. IgA, ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan, pernapasan, dan urogenital (urinarius dan reproduktif) serta dalam air susu dan air mata. IgD, terdapat dipermukaan banyak sel B tetapi fungsinya belum diketahui.Limfosit T : Imunitas Diperantarai-SelMeskipun penting dalam pertahanan spesifik terhadap bakteri dan benda asing lainnya, limfosit B dan produk antibodinya hanya mewakili separuh dari pertahanan imun spesifik tubuh. Limfosit T sama pentinganya dalam pertahanan terhadap sebagian besar infeksi virus dan juga berperan penting dalam mengatur mekanisme imun.Sel T Berikatan Langsung dengan SasarannyaSel T menghadapibenda asing yang bersembunyi di dalam sel yang tidak dapat dicapai oleh antibodi atau sistem komplemen. Tidak seperti sel B, yang mengeluarkan antibodi yang dapat menyerang antigen jarak jauh, sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel T harus berkontak langsung dengan sasaran, suatu prosesyang dikenal sebagai imunitas seluler. Sel T tipe pemusnah mengeluarkan bahan bahan kimia yang menghancurkan sel sasaran yang berkontak dengannya,misalnya sel yang terinfeksi oleh virus dan sel kanker.Ketiga Jenis Sel T adalah Sel T Sitotoksik, Regulatorik, dan HelperBerdasarkan perannya, ketiga jenis sel T adalah sel T sitotoksik, sel T helper, dan sel T regulatorik. Berdasarkan jenis protein membran yang spesifik, sel yang sama ini masing masing adalah sel T CD8+, sel TCD4+, dan sel TCD4+CD 25+. Berbagai jenis sel imun memiliki angka dari protein membran permukaan terkait imun spesifik yang memberikan angka perancangan kluster (cluster designation, CD) yang resmi yang membantu dalam mengkarakterisasinya: Sel T sitotoksik, atau killer,menghancurkan sel pejamu yang mengandung apapun yang asing dan karenanya mengandung antigen asing, seperti sel tubuh yang dimasuki virus,sel kanker yang memiliki protein mutan akibat transformasi maligna , dan sel cangkokan. Reseptor sel T untuk sel T sitotoksik berkaitan dengan koreseptor yang dirancang CD8,yang disisipkan ke membran plasma sewaktu sel ini berjalan melalui timus.karena itu, sel ini juga disebut sel T CD8+. Sel T helper, tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi imun terhadap patogen yang masuk. Sebalinya, sel-sel ini memodulasi aktifitas sel imunlain. Karena peranan penting mereka dalam menghidupkan kekuatan penuh seluruh limfosit dan makrofag lain yang paling banyak, menempati 60-80% sel T yang bersirkulasi. Reseptor sel T untuk sel T helper berkaitan dengan koreseptor yang dirancang CD4. Oleh sebab itu, sel T helper juga dikenal sebagai sel CD4+. Sel T regulatorik (Treg), semula disebut subset kecil sel CD4+. Mereka memiliki koreseptor CD4 yang sama seperti sel T helper, tetapi selain itu mereka juga memiliki CD25, yang memacu aktivitas Treg. Karena itu, sel ini disebut sebagai sel T CD4+CD25+.

Referensi : Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

4. Jelaskan biokimia dari sistem imun!

Wildan Baiti Al-Anwari (2014730099)

Biokimia sistem imun Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat,namun beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseusdan folikel rambut.pH asam keringat dan sekresi sebaseus,berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi melalui kulit lisozim dalam keringat,ludah,airmata dan air susu ibu,melindungi tubuh terhadap berbagai kuman positif-gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri.Air susu ibu juga mengandung latooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat anti bakterial terhadap E.Coli dan stafilokokkus.Saliva / mukosa mengandung enzim seperti latooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi seperti komplemen yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.Asam hidroklorida dalam lambung enzim proteolitik,antibodi dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroba.Vagina didalamnnya pH rendah spermin dalam semen dan jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri positif-gramMukus yang kental melindungi sel epitel mukosa dapat menangkap bakteri dan bahan selanjutnya yang dikeluarkan oleh gerakan sillia.

Pembilasan oleh urin dapat menyingkirkan kuman patogen Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti pseudomonas.Bahan yang disekresi mukosa saluran napas (enzim & antibodi) dan telinga berperan dalam pertahan tubuh secara biokimiawi.Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dengan bantuan komplemen

Fungsi komplemen 1. Komplemen dapat melisis membran sel bakteri2. Komplemen dapat melepas bahan kemotaksis yang menarik makrofag ke bakteri3. Komponen komplemen lain dapat menutupi permukaan bakteri (opsonisasi) sehingga memudahkan makrofag untuk menganalnya dan memfagositasisnya.

Referensi : Baratawidjaja, Karmen Gama. 2014. Imunologi dasar FKUI cetakan ke 2. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

5. Jelaskan perbedaan antara respon imun spesifik dengan respon imun non-spesifik!

Bobzi Razvidi (2014730016)SISTEM IMUN NONSPESIFIKImunitas nonspesifik fisiologik nonspesifik berupa komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukan spesifitas terhadap benda asing dan maupun melindungi tubuh terhadap banyak patogen berpotensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung.A. Pertahanan fisik/mekanikDalam sistem pertahanan fisik atau mekanik kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk, dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Keratinosit dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang rusak akibat luka bakar dan selaput lendir saluran napas yang rusak akibat asap rokok akan meningkatkan resiko infeksi. Tekanan oksigen yang tinggi di bagian paru atas membantu hidup kuman obligat aerob seperti tuberkulosis. B. Pertahanan biokimiaKebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat, namun beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut. pH asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein protein membran sel sehingga dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi melalui kulit. Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, dan air susu ibu, melindungi tubuh terhadap berbagai kuman Gram Positif oleh karena dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung Laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifak anti bakterial terhadap bakteri E.Coli dan stafilokokus. Saliva mengandung enzim seperti laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta komplemen yang dapat berfungs sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba. Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi banyak mikroba.C. Pertahanan humoralSistem imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain peptida antimikroba seperti defensin, katelisidin, dan IFN dengan efek antiviral. Faktor larut lainnya diproduksi di tempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran melalu sirkulasi seperti komplemen dan PFA.

1. KomplemenBerbagai bahan dalam sirkulasi seperti Lektin, Interferon, CRP, dan komplemen berperan dalam pertahanan humoral. Serum normal dapat memusnahkan dan menghancurkan beberapa kuman gram negatif atas kerjasama antara antibodi dan komplemen yang ditemukan dalam serum normal. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen dengan spektrum aktivitas yang luas diproduksi oleh Hepatosit dan monosit dan dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur alternatif, klasik, dan lektin). Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit. Antibodi dengan bantuan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan LPS dinding sel. 2. Protein Fase AkutSelama fase akut infeksi, terjadi perubahan pada kadar beberapa protein dalam serum yang disebut APP. Yang akhir merupakan bahan antimikrobial dalam serum yang meningkat dengan cepat setelah sistem imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga APRP yang berperan dalam pertahanan dini.APRP diinduksi oleh sinyal yang berasal dari tempat cedera atau infeksi melalui darah. Hati merupakan tempat sintesis APRP. Sitokin TNF-, IL-1, IL-6, merupakan sitokin proinflamasi dan berperan dalam induksi APRP.

a. C-Reactive ProteinCRP merupakan salah satu PFA, termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP mengikat berbagai mikroorganisme, protein C pneumokokus yang membentuk kompleks dan mengaktifkan komplemen jalur klasik. Sintesis CRP yang meningkat meninggikan viskositas plasma dan laju endap darah. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukan infeksi yang persisten.b. LektinLektin/kolektin merupakan molekul larut dalam plasma yang dapat mengikat manan/manosa dalam polisakarida (karenanya disebut MBL) yang merupakan permukaan bakteri seperti galur pneumokokus dan banyak mikroba, tetapi tidak pada sel vertebrata. Lektin berperan sebagai opsonin, mengaktifkan komplemen. SAP mengikat lipopolisakarida dinding bakteri dan berfungsi sebagai reseptor untuk fagosit.c. Protein fase akut lainProtein fase akut yang lain adalah 1-antitripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9. Faktor B dan fibrinogen yang juga berperan pada peningkatan laju endap darah akibat infeksi, namun dibentuk jauh lebih lambat dibanding dengan CRP. Secara keseluruhan, respons fase akut memberikan efek yang menguntungkan melalui peningkatan resistensi pejamu, mengurangi cedera jaringan dan meningkatkan resolusi dan perbaikan cedera inflamasi.

3. Mediator Asal FosfolipidMetabolisme fosfolipid diperlukan untuk produksi PG dan LTR. Keduanya meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi.

4. SitokinSelama terjadi infeksi, produk bakteri seperti LPS mengaktifkan makrofag dan sel lain untuk memproduksi dan melepas sitokin seperti IL-1 yang merupakan pirogen endogen. Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik oleh faktor eksogen atau endogen seperti IL-1 yang diproduksi makrofag dan monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut sitokin proinflamasi, merangsang hati untuk mensintesis dan melepas sejumlah protein plasma seperti protein fase akut antara lain CRP yang dapat meningkat 1000 kali, MBL dan SAP.

D. Pertahanan selularFagosit, sel NK, dan Eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik selular. Sel-sel imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemuka dalam sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah dan trombosit. Sel-sel tersebut dapat mengenal produk mikroba esensial yang diperlukan untuk hidupnya. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel Plasma, dan sel NK.

Referensi : Baratawidjaja, Karnen Garna. 2012. Imunologi dasar FKUI edisi 10. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

6. Jelaskan pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap sistem imun!

Muhammad Luthfi Mandani (2014730064)a. usia Usia juga mempengaruhi sistem imun. Pada balita infeksi bisa lebih sering terjadi karena balita memiliki sistem imun yang belum matang. Sedangkan pada usia lanjut sering ditemukan nutrisi yang kurang sehingga respon seluler menurun.

b. Jenis KelaminSebelum pubertas, sistem imun pada pria dan wanita adalah sama dan berkembang tanpa pengaruh hormon seks. Pada pria, androgen yang dilepas bersifat imunosupresif, dilepas secara menetap selama masa dewasa dan tidak berfluktuasi sampai usia lanjut. Sedangakan pada wanita memiliki hormon esterogen yang sekresi oleh ovarium. Yang memiliki efek meningkatkan imunoglobulin. Namun, pada wanita menunjukan risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit autoimun, sedikitnya sampai menopause. Penyebab pastinya belum jelas, namun diduga disebabkan esterogen yang merangsang produksi imunoglobulin.

Referensi: Baratawidjaja, Karmen Gama. 2014. Imunologi dasar FKUI cetakan ke 2. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

7. Jelaskan pengaruh peningkatan CRP terhadap sistem imun!

Nursyafitriani S (2014730078)C-reactive protein (CRP) adalah protein yang diproses oleh hati. CRP akan meningkat apabila terjadi inflamasi didalam tubuh.CRP merupakan salah satu protein fase akut. CRP berperan mengikat komplemen, opsonin. CRP termasuk golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai opsonin, CRP mengikat berbagai mikroorganisme, protein C pneumokok yang membentuk kompleks dan mengaktfikan komplemen jalur klasik. CRP dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur.

Referensi: Baratawidjaja, Karmen Gama. 2014. Imunologi dasar FKUI cetakan ke 2. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003356.html

8. Jelaskan hubungan antara respon imun dengan inflamasi? Siti Hazard Aldina (2014730085)Respon Imun terhadap Inflamasi

PERTAHANAN OLEH MAKROFAG JARINGANRESIDEN

Ketika bakteri masuk melalui kerusakan di sawar eksternal kulit maka makrofag yang sudah ada di daerah tersebut dengan cepat memfagosit mikroba asing tersebut. Meskipunjumlahnya biasanya kurang memadai untuk menghadapi serangan tersebut namun perlawanan selama jam-jam pertama dilakukan oleh makrofag residen sebelum mekanismelain diaktifkan. Markofag biasanya tidak banyak bergerak, menelan debris dan kontaminan yang ditemuinya, tetapi jika diperlukan mereka dapat bergerak dan bermigrasi ke tempatpertempuran melawan penyerang tersebut.VASODILATASI LOKAL

Hampir segera setelah invasi mikroba, arteriol di daerah yang bersangkutan melebar untuk meningkatkan aliran darah ke tempat cedera. Vasodilatasi lokal ini terurama dipicu oleh histamin yang dibebaskan oleh sei mast di daerah jaringan yang rusak. Meningkatnya penyaluran darah lokal membawa lebih banyak leukosit fagositik dan protein plasma yangpenting bagi respons pertahanan.MENINGKATNYA PERMEABILITAS KAPILER

Pelepasan histamin juga meningkatkan permeabilitas kapiler dengan memperbesar pori kapiler (celah antara sei-sel endotel) sehingga protein plasma yang biasanya dihambat untukkeluar dari darah kini dapat masuk ke jaringan yang meradang.

EDEMA LOKAL

Akumulasi protein plasma yang bocor tersebut di cairan interstisium meningkatkan tekanan osmotik koloid cairan interstisium. Selain itu, meningkatnya aliran darah lokal meningkatkan tekanan darah kapiler. Karena kedua tekanan cenderung memindahkan cairan keluar kapiler maka perubahan-perubahan tersebut mendorong ultrafiltrasi dan mengurangi reabsorpsi cairan di kapiler. Hasil akhir dari pergeseran keseimbangan cairan ini adalah edema lokal. Karena itu, pembengkakan yang biasa terlihat menyertai peradangan disebabkan oleh perubahan-perubahan vaskular yang dipicu oleh histamin. Demikian juga, manifestasi mencolok pada peradangan, misalnya kemerahan dan panas, sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya aliran darah arteri hangat ke jaringan yang rusak. Nyeri disebabkan oleh peregangan lokal di dalam jaringan yang membengkak dan oleh efek langsung bahan-bahan yang diproduksi lokal pada ujung resepror neuron-neuron aferen yang menyarafi daerah tersebut. Karakteristik proses peradangan yang mudah kita amati ini (pembengkakan, kemerahan, panas, dan nyeri) berkaitan dengan tujuan utama perubahan vaskular di daerah yang cedera meningkatkan jumlah fagosit leukositik dan protein-protein plasma penting di daerah tersebut.

PEMBENTENGAN DAERAH YANG MERADANG

Protein-protein plasma yang bocor dan paling penting bagi respons imun adalah protein-protein dalam sistem komplemen serta faktor pembekuan dan antipembekuan. Pada pajananke tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera dan ke bahan-bahan kimia spesifik yang dikeluarkan oleh fagosit di tempat kejadian, fibrinogen-faktor akhir dalam sistem pembekuan-diubah menjadi fibrin. Fibrin membentuk bekuan cairan interstisium di ruang-ruang sekitar bakteri penginvasi dan sel yang rusak. pembentengan atau isolasi bagian yang cedera ini dari jaringan sekitar mencegah, atau paling sedikit memperlambat penyebaran bakteri dan produk-produk toksiknya. Kemudian faktor-faktor antipembekuanyang diaktifkan belakangan secara bertahap melarutkan bekuan setelah tidak lagi diperlukan.

Referensi : Sherwood, L. (2010). Human Phsiology: From Cell to Systems 7th Ed. USA : Brooks/Cole

9. Jelaskan mekanisme dari demam, batuk dan pilek!Ghisqy Arsy Mulki (2011730136)Mekanisme Demam

Mikroorganisme masuk kedalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen, tubuh juga memiliki pirogen endogen yang dihasilkan dari makrofag seperti limfosit, basofil dan neutrofil. Tujuannya adalah untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan toksin yang masuk kedalam tubuh Saat fagositosis ada reaksi kimia yang terjadi, yang akan memicu messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain pada system imun kita. Messenger yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1. IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan memicu keluarnya Prostaglandin (PG) Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam. Demam dimaksudkan agar microorganism atau virus tidak bias bereplikasi.

Mekanisme Batuk

Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal. Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detikSaat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi

Mekanisme Pilek

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mukus Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek

Referensi : Murphy, Kenneth P. 2012. Janeways Immunobiology 8th Edition. United States of America: Garland Science, Taylor & Francis Group. Hall E. John, Ph.D. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.12. Singapore: ELSEVIER Weinberger, S. E., 2005. Cough and Hemoptysis. In: Kasper, D. L., Braunwald, E., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L., Jameson, J. L., Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw Hill, 205-206.