310

Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Modul untuk pelatihan advokasi penganggaran yang responsif gender.

Citation preview

Page 1: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 2: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 3: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Modul Pelatihan

Advokasi PenganggaranBerbasis Kinerja

Responsif Gender

Page 4: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

ii MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Modul Pelatihan Advokasi PenganggaranBerbasis Kinerja Responsif GenderISBN 979-25-7391-7

Diterbitkan oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO)

Cetakan Pertama Edisi Revisi, Oktober 2008

Dilarang memperbanyak tulisan dalam buku ini, sebagian atau seluruhnya,dalam bentuk dan cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit

Penulis : Eva K. Sundari, Hana Satriyo,

Lily Purba, Maya Rostanty,

Susana Dewi R. dan Y. Hendra

Penulis Edisi Revisi : Maya Rostanty, Mimin Rukmini,

Maryati, Fitria, Dini Mentari

Reviewer Edisi Revisi : Gondan P. Renosari

Editor : Mimin Rukmini

Tata Letak : Agus Wiyono

PenerbitPusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO)Jl. Tebet Utara I F No. 6 Jakarta Selatan 12820Telp. : (62-21) 8379 0541, 7098 6724Fax : (62-21) 8379 0541E-mail : [email protected]

[email protected]

Page 5: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

iii

Eva K. Sundari

Maya Rostanty

Hana SatriyoMimin Rukmini

Lily Purba

MaryatiFitria

Dini Mentari

Susana Dewi RY. Hendra

Modul Pelatihan

Advokasi PenganggaranBerbasis Kinerja

Responsif Gender

Edisi Revisi

Page 6: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

iv MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Kata PengantarMenteri NegaraPemberdayaan Perempuan RI

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah 60 tahun Kemerdekaan Indonesia, tingkat kesejahteraan (kesehatan pendidikan,dan perekonomian) perempuan Indonesia masih rendah. Hal itu tercermin dari HumanDevelopment Index (HDI) dan Gender Development Index (GDT) Indonesia yang masih rendah.Demikian pula dalam Gender Empowerment Measurement (GEM), Indonesia belum beradapada posisi yang menggembirakan.

Hal ini ditandai rendahnya tingkat kesejahteraan perempuan Indonesia,termarjinalisasinya sebagian besar perempuan, banyaknya jumlah kekerasan danpelecehan terhadap perempuan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, rendahnyaakses perempuan terhadap faktor-faktor produktif, tingginya angka kematian ibu (AKI),rendahnya akses perempuan terhadap pelayanan publik yang adil dan berkualitas, danberbagai permasalahan lainnya. Tingkat kesejahteraan perempuan yang rendah ini jugaberakibat terhadap rentannya kehidupan keluarga.

Karena itu, untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan Indonesia, perlu diupayakancara-cara wilayah serta jaringan kerja baru untuk mempersempit kesenjangan genderantara laki-laki dan perempuan, dan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan genderyang lebih cepat. Salah satu cara yang diusulkan adalah tata kelola baru di bidang anggaranyang lebih transparan, akuntabel, serta lebih partisipatif dan responsif terhadap keadilandan kesetaraan gender.

Buku yang berupa modul pelatihan “Advokasi Penganggaran Berbasis Kinerja ResponsifGender” untuk multistakeholders ini merupakan upaya agar tata kelola pemerintahan lebihmemperhatikan aspek gender dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya.Dengan demikian anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), dalam hal ini di tingkatKabupaten/Kota, memiliki dampak untuk mewujudkan kesetaraan gender.

Saya berharap buku ini menjadi ‘resep’ ataupun `blue print’ untuk sebuah perubahansosial. Di samping itu, buku ini menjadi sarana belajar untuk mengeksplorasi pemahamanserta mengadaptasi pengalaman dalam isu-isu yang berhubungan dengan gender,perencanaan kebijakan pembangunan, dan pengimplementasian penganggaran sesuaidengan konteks lokal.

Buku ini juga hadir tepat, yakni ketika masyarakat sedang menjalankan reformasi tatapemerintahan, sehingga akan sangat berguna bagi para pelaku pembangunan danpengambil keputusan di lapangan dan para penyusun kebijakan pembangunan. Kamijuga yakin bahwa buku ini dapat menyebarkan gagasan-gagasan gender serta anggaran

Page 7: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

v

Kata Pengantar

ke khalayak yang lebih luas. Di atas segalanya, kami berharap agar buku ini dapatmendorong perempuan untuk berjuang demi mendapatkan peran dalam pengambilankeputusan publik yang lebih besar.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI

Dr. Meutia Hatta Swasono

Page 8: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

vi MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Kata PengantarThe Asia Foundation

The Asia Foundation menyambut baik diterbitkannya buku Modul PelatihanAdvokasi Penganggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender sebagai intisarikegiatan pelatihan yang selama ini dilakukan oleh PATTIRO (Pusat Telaah dan

Informasi Regional) dan sebagai jawaban atas kebutuhan di masyarakat tentang pentingnyamewujudkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang responsif gender.

Sistem penganggaran di Indonesia di era desentralisasi telah mengalami beberapaperubahan. Sistem anggaran juga kini mengacu pada anggaran berbasis kinerja yangdiharapkan bisa lebih mengoptimalkan penggunaan anggaran, baik membangun anggaranyang lebih efektif dan efisien maupun mendorong akuntabilitas pemerintah dalammeningkatkan kinerjanya. Namun demikian, pelaksanaan di tingkat daerah masih dirasakanbelum tepat dan bias terhadap kebutuhan dan prioritas kebutuhan masyarakat miskin,khususnya kelompok perempuan yang marjinal. Selain itu, tidak serta-merta mengurangikesenjangan gender yang ada di masyarakat. Alokasi anggaran untuk sektor pendidikandan kesehatan yang banyak melibatkan kelompok perempuan, di mana perempuan dananak menjadi penerima manfaat terbesar misalnya, masih kurang bahkan di beberapadaerah jumlah alokasinya menurun. Secara umum, alokasi untuk keperluan biaya aparatpemerintah seperti gaji dan biaya operasional lebih besar dibandingkan untuk biayapelayananan publik.

Pemerintah daerah kini memiliki kewenangan mengelola anggaran yang sebelumnyatidak dimiliki dalam hampir semua sektor pembangunan. Dengan demikian, amatlahpenting jika perspektif dan kebutuhan perempuan diperhatikan dalam prosespengambilan keputusan pembangunan dan anggaran. Kurangnya keterbukaan di kalanganaparatur pemerintah saat ini, membuat penyusunan anggaran tidak peka terhadapketerlibatan perempuan serta penentuan prioritas program bagi pemenuhan kebutuhankelompok masyarakat miskin menjadi kurang jelas. Lemahnya akuntabilitas jugamendorong terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran dan mengabaikan dampakanggaran terhadap perempuan dan laki-laki secara adil.

Kami berpendapat, perempuan yang kerap terlupakan keberadaannya di ruang publik,harus menjadi peserta aktif dalam berbagai proses pembangunan di mana sumber dayadialokasikan, kebijakan ditentukan, dan hukum serta peraturan ditetapkan. Melihatpentingnya anggaran dan pengaruhnya pada perekonomian secara luas, maka semakinpenting juga upaya untuk mendorong anggaran lebih responsif gender.

Dari berbagai pengertian yang dikembangkan di dunia tentang anggaran responsifgender, satu pengertian yang cukup komprehensif digunakan oleh mitra-mitra The AsiaFoundation di Indonesia, termasuk PATTIRO adalah dengan merujuk pada analisis daridampak anggaran belanja dan pendapatan pemerintah terhadap perempuan dan laki-laki secara adil. Anggaran responsif gender bukanlah merupakan anggaran yang terpisahbagi perempuan dan juga bukan ditujukan untuk mendorong peningkatan anggaran bagi

Page 9: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

vii

Kata Pengantar

program khusus untuk perempuan. Tujuan utamanya adalah mendorong pemerintahmembuat kebijakan yang dapat disesuaikan dengan sumber daya yang ada dan dialokasikanulang untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan gender.

Dengan pengertian dan perhatian pada masalah-masalah tersebut di atas, maka upayamembangun good governance atau tata pemerintahan yang baik menjadi pilar pentingdalam mengintegrasikan perspektif gender dalam proses penganggaran. Transparansi,akuntabilitas dan partisipasi menjadi prinsip-prinsip penting pendekatan dalam modulini yang ditujukan bagi upaya membangun sinergi multipihak dalam prosespenganggaran.

Usaha PATTIRO sebagai organisasi yang peduli terhadap partisipasi masyarakat danmultipihak dalam pembuatan APBD, patut dihargai terutama dalam mengumpulkanpengalaman dan bahan-bahan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman danketerampilan dalam perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. Salah satukekuatan dari Modul ini adalah rincinya pembahasan tentang hal-hal apa yang harusdiperhatikan dalam upaya mengintegrasian gender ke dalam pembahasan anggaran.

Modul ini sebagai bahan acuan tentunya tidak menjawab semua kebutuhan ataspeningkatan keterampilan dan pengetahuan tentang proses pengambilan keputusan danhasil anggaran. Masih diperlukan upaya strategis lainnya seperti pemberian bantuan teknissecara sektoral kepada pemerintah daerah, anggota parlemen dan multipihak lainnya;kegiatan advokasi untuk menciptakan mekanisme dan kebijakan yang mengarah kepadaterwujudnya anggaran yang responsif gender dan; pelatihan di tingkat masyarakat,khususnya kelompok perempuan, yang memampukan mereka berperan serta dalampengambilan keputusan publik.

Akhir kata, kami berharap buku ini akan bisa menjadi bahan acuan, baik bagi aparatpemerintah, anggota parlemen, civil society, organisasi pemerintah, dan kelompokperempuan yang ingin secara aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkatpublik. Selamat, kami sampaikan kepada tim penulis dan juga para pembaca yang nantinyadiharapkan dapat memberikan masukan perbaikan yang diperlukan untukpenyempurnaan modul ini.The Asia Foundation juga mengucapkan terima kasih kepadaCanadian International Development Agency (CIDA) yang telah memberikan dukungandana bagi penerbitan buku ini dan perkembangan Gender Budget Initiative di Indonesia.

Douglas E. Ramage

Country RepresentativeThe Asia Foundation

Page 10: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

viii MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Kata Pengantar Penulis

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendorong tercapainyakesetaraan gender sebagai salah satu tujuan pembangunan. Hal ini bisa dilihatpada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009, terutama di

Bab 16 yang memuat tentang peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. Agartujuan tersebut bisa terwujud, strategi pengarusutamaan gender dalam semua kebijakandan program di semua sektor dan level menjadi kemestian yang harus dijalankan.

Untuk mempercepat pelaksanaan strategi pengarusutamaan ini, pemerintah telahmenerbitkan Inpres No. 9 Tahun 2000, yang kemudian ditindaklanjuti oleh menteri dalamnegeri dengan mengeluarkan Kepmendagri No. 132 Tahun 2003 tentang PengarusutamaanGender dalam Pembangunan Daerah. Kepmendagri ini menjadi landasan hukumpelaksanaan PUG di daerah. Dalam Kepmendagri ini disebutkan bahwa perencanaan yangresponsif gender harus diikuti dengan penganggaran yang responsif gender pula.

Di sisi lain, tim penulis melihat bahwa masih sedikit sumber referensi mengenaiimplementasi strategi pengarusutamaan gender, mulai dari perencanaan sampaipenganggaran yang sesuai dengan konteks Indonesia. Dari sinilah gagasan untuk menyusunmodul ini hadir. Modul ini didesain dengan menggunakan pendekatan kemitraan (part-nership) antara pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat sipil. Pendekatan ini dipilihbukan tanpa alasan. Pengalaman di Tanzania dan Kota Semarang menunjukkan bahwastrategi kemitraan cukup efektif mendorong terjadinya perubahan. Masing-masing pihakbisa memberikan kontribusinya secara optimal sesuai dengan peran masing-masing.

Dari sisi proses, penyusunan modul ini membutuhkan waktu yang relatif lama. Diawalidengan diskusi tim penulis di kantor The Asia Foundation pada akhir Mei 2005, laluditindaklanjuti penulisan draf pertama. Setelah itu, dilakukan uji coba di Makassar padatanggal 16-20 Juni 2005. Uji coba kemudian dilanjutkan di Kota Palu (Sulawesi Tengah),Kota Watampone (Bone, Sulawesi Selatan) dan Polman (Sulawesi Barat). Untuk memperkayamasukan demi perbaikan modul ini, dilakukan juga Uji Publik di Hotel Santika pada 26September 2005. Jelas sudah, modul ini tidak mungkin bisa hadir ke hadapan Anda tanpadukungan dan partisipasi dari banyak pihak. Untuk itu izinkanlah tim penulis mengucapkanterima kasih kepada:

• Ibu Meutia Hatta, Menteri Pemberdayaan Perempuan, yang telah bersediamemberikan kata pengantarnya

• Bapak Saut Sihombing dan Bu Endang dari Depdagri yang telah banyak memberikanmasukan atas materi modul ini

• Ani Sutjipto, dan Maria dari The Asia Foundation yang telah sabar mendampingi danmemberikan banyak masukan dalam proses penyusunan modul ini

Page 11: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

ix

Kata Pengantar

• Arif Nur Alam (FITRA) yang telah menjadi teman diskusi teraktif dan berkontributorbanyak dalam penyusunan modul ini

• Sri Mastuti dan Rinusu (CIBA), terima kasih atas masukannya

• Semua peserta pelatihan di Makassar, Watampone, Palu, dan Polman. Prosidingpelatihan telah memberikan banyak inspirasi bagi perbaikan modul

• Semua peserta Uji Publik di Hotel Santika, masukan dari Anda sungguh sangat berartibagi penyempurnaan modul ini

• Teman-teman di PATTIRO (Adhe, Roi, Danar, Ilham, Sad, Pak Syahrir, Dini, dan jugaAnto). Terima kasih untuk segala dukungannya

• Mimin, Rudi, dan Agus terima kasih atas kerja kerasnya

• Semua pihak yang tak bisa kami sebutkan satu per satu

Kami sadar bahwa modul ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran dariAnda semua selalu kami nantikan. Meski demikian, terimalah persembahan kami.

Jakarta, Agustus 2006

Tim Penulis

Page 12: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

x MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Kata Pengantar Edisi Revisi

Dalam tempo dua tahun (2006-2008) banyak regulasi yang diterbitkan oleh pemerintahpusat terkait dengan perencanaan dan penganggaran daerah, antara lain PermendagriNo. 59 Tahun 2007 yang berisi revisi atas Permendagri No. 13 Tahun 2006, PP No. 38 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Permendagri No. 16 Tahun 2007 tentangTata Cara Evaluasi RAPBD, PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan TugasPembantuan, PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendaliandan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan Permendagri No. 15 Tahun2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Regulasi-regulasi ini berdampak pada perubahan proses perencanaan dan penganggaran di daerah.

Revisi atas modul ini dilatarbelakangi keinginan untuk memutakhirkan pengetahuantentang perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja responsif gender berdasarkanregulasi terbaru dan perkembangan internasional seputar isu gender dan good gover-nance. Informasi terkini tentang isu gender dan good governance merupakan oleh-olehdari teman kami (Mimin Rukmini) yang mendapat kesempatan mengikuti Workshop Mak-ing Governance Gender Responsive yang diselenggarakan oleh CAPWIP pada tanggal 10-18 November 2007 di Manila, Filipina.

Dalam edisi revisi ini setiap sesi diperbaiki. Namun ada beberapa sesi yang direvisisecara signifikan, antara lain Sesi 5, Sesi 6 dan Sesi 7 yang dilakukan untuk meresponsperubahan regulasi.

Akhir kata, kami tetap menanti kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca semua.

Tim Penulis

Agustus 2008

Page 13: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

xi

Kata Pengantar

Page 14: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

xii MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Daftar Isi

Kata Pengantar Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI ............................... iv

Kata Pengantar The Asia Foundation.............................................................................. vi

Kata Pengantar Penulis ................................................................................................... viii

Kata Pengantar Edisi Revisi ............................................................................................... x

Pengantar ...............................................................................................................................1

Sesi 1: Mengenal APDB Responsif Gender ....................................................................7

Sesi 2: Gender dan Kemiskinan ..................................................................................... 35

Sesi 3: Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara .......................................... 69

Sesi 4: Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan ......................................... 95

Sesi 5: Proses Penyusunan dan Penetapan APBD ................................................. 123

Sesi 6: Analisis APBD ..................................................................................................... 147

Sesi 7: Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender .................................. 179

Sesi 8: Pemetaan Kekuatan ........................................................................................ 219

Sesi 9: Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender ........................................ 235

Lampiran: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 .................. 262

Daftar Pustaka ................................................................................................................ 272

Daftar Singkatan dan Akronim ..................................................................................... 274

Page 15: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Pengantar

1

Pengantar

Modul PelatihanAdvokasi PenganggaranBerbasis KinerjaResponsif Gender

1. Konsep dan Filosofi• Peserta sebaiknya berasal dari berbagai pemangku kepentingan. Komposisi

jumlah peserta menggambarkan multipihak (stakeholders) dalam penyusunananggaran. Peserta yang mewakili pemerintah daerah antara lain Pejabat BadanPengelola Keuangan Daerah (BPKD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah(Bappeda), dan Kantor Pemberdayaan Perempuan; anggota Dewan Perwakilan RakyatDaerah (DPRD) Kabupaten/Kota; dan peserta yang mewakili masyarakat sipil antaralain kelompok masyarakat miskin dan marjinal, akademisi, tokoh agama, tokohmasyarakat, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, dan aktivis perempuan. Komposisipeserta memperhatikan perimbangan gender. Hal ini untuk memunculkanpengalaman dan pendapat yang beragam sekaligus mencegah terjadinya manipulasiforum oleh kelompok mayoritas.

• Pelibatan organisasi lokal. Melibatkan organisasi lokal dalam penyelenggaraanpelatihan amatlah penting. Mitra lokal ini tak hanya membantu mengidentifikasi calonpeserta dan menyediakan logistik, namun juga membantu proses pembentukanjaringan stakeholders untuk mengembangkan koordinasi di daerahnya masing-masingdan antardaerah dalam jangka panjang.

• Pendekatan partisipatif. Modul pelatihan harus secara tulus menghormatikemampuan dan pengalaman para peserta sebagai ahli di bidangnya masing-masing.Oleh karena itu, sebagian besar sesi dalam pelatihan disusun sedemikian rupa yangmemungkinkan terjadinya pertukaran pengetahuan dan gagasan antarpeserta. Jadibukan menggurui mereka.

Page 16: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

2 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

2. Tujuan• Mengubah nilai dan perilaku. Pelatihan dapat mengubah nilai dan perilaku jika

dirancang secara tepat dan menggunakan pendekatan partisipatif. Nilai dan perilakuyang diubah berkaitan dengan pemahaman tentang hak-hak masyarakat dalampembangunan sebagai perwujudan hak-hak dasar di bidang sipil dan politik (Sipol)serta ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob); nilai-nilai yang dianut masyarakat terutamamengenai adanya perbedaan kepentingan perempuan dan anak-anak; pemahamantentang jenis kelamin dan gender termasuk kepercayaan masyarakat mengenai tugas,peran, stereotip dan beban ganda; dan bagaimana semua itu dapat diakomodasi olehpemerintah dalam menyusun perencanaan pembangunan dan penganggarannya.

Perubahan kesadaran dan sikap diharapkan muncul secara serentak pada tigapihak. Pada pemerintah daerah diharapkan tumbuh kesadaran bahwa kepentinganmasyarakat merupakan tujuan utama pembangunan, sehingga muncul sikapprofesional berupa orientasi kerja ke arah peningkatan pelayanan publik. Pada anggotaDPRD, menjadi bertambah pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakanfungsi pengawasan pembangunan dan penyusunan anggaran, yang akhirnyaberdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada masyarakat sipil,tumbuh kesadaran mengenai hak-hak mereka untuk berpartisipasi aktif dalam prosespembangunan, khususnya dalam proses perencanaan dan penganggaran.

Secara umum, modul ini mengajak ketiga pihak tersebut untuk menegakkanprinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam pembangunandaerah mulai dari perencanaan pembangunan hingga penganggarannya. Harapannya,pembangunan daerah dapat terselenggara dengan memadukan perspektif gender,melalui pendekatan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas agar keadilan bagimasyarakat miskin dan marjinal dapat tercapai.

• Membangun komunikasi dan kerja sama. Nilai dan perilaku lain yang perludibangun adalah saling percaya dan kerja sama. Karena itu, modul ini juga menekankanpada upaya menjembatani dan menciptakan kerja sama antarpihak yang selama inimenolak berkomunikasi dan bekerja sama. Melalui strategi ini sikap saling curiga dansaling menyalahkan antara eksekutif, anggota DPRD dan masyarakat sipil dapatdihilangkan.

• Mengidentifikasi masalah yang tersembunyi dan menciptakanpenyelesaiannya. Secara teoretis, setiap pelatihan akan menemukan serangkaianpermasalahan. Ketika pemerintah daerah, anggota DPRD dan masyarakat sipil mulaiberkomunikasi maka hambatan yang semula tidak nampak, mulai terlihat jelas. Seringkali permasalahan itu terlihat tidak penting, padahal ketika didiskusikan secaramendalam sebenarnya merupakan hambatan yang signifikan bagi terciptanyaefektivitas pembangunan.

Page 17: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Pengantar

3

3. Kelompok Sasaran• Pemerintah daerah. Tiap daerah memiliki aktor kunci yang berbeda dalam proses

perencanaan dan penganggaran. Ada daerah yang Bappeda-nya memegang posisikunci, di daerah lain Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah(DPKD) yang lebihberpengaruh, sementara di daerah yang lain lagi, justru Sekretaris Daerah-lah yangpaling berpengaruh. Mereka inilah yang menjadi sasaran pelatihan, termasuk pejabatpemerintah yang memiliki posisi strategis dan bersedia bekerja sama dengan pihaklain. Selain itu, focal point untuk pengarusutamaan gender juga penting diikutsertakanagar mereka dapat menyampaikan informasi dan menjadi motivator bagi lintas sektor.

• DPRD. Setiap anggota DPRD merupakan peserta yang potensial karena berfungsisebagai pengawas pembangunan. Apalagi DPRD juga memiliki kewenangan untukmembahas dan bahkan membatalkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (RAPBD) yang diajukan pemerintah daerah. Namun, tidak semua anggota DPRDmemiliki kemauan untuk memperjuangkan perubahan dalam penganggaran.Karenanya, peserta yang hendak dilibatkan adalah mereka yang memperlihatkankemauan untuk mendorong perubahan dan melakukan komunikasi politik yang baikdengan konstituen. Peserta pelatihan yang potensial adalah anggota DPRD yangmemiliki peran strategis. Antara lain, ketua komisi, pimpinan DPRD, pimpinan fraksidan anggota Panitia Anggaran.

• Masyarakat sipil. Peserta yang potensial adalah aktivis yang mampu membangunjaringan kerja sama dengan kelompok masyarakat lainnya (seperti akademisi, mediamassa, dan kelompok perempuan) dan secara efektif dapat melakukan advokasianggaran. Mereka ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak advokasi. Selainitu, mereka yang bergerak dalam isu kemiskinan, isu penghapusan kekerasan terhadapperempuan, juga dapat dipilih sebagai peserta. Kualifikasi pribadi juga menjadiprasyarat utama untuk dipilih.

Kualifikasi pribadi yang dimaksud adalah:

a. Berpihak pada perjuangan untuk keadilan gender dan Hak Asasi Manusia (HAM)terutama hak-hak Ekosob. Setidaknya bukan orang yang berpikiran tertutupterhadap isu-isu gender dan HAM;

b. Menunjukkan integritas moral yang mendukung penegakan good governance,seperti jujur, pro demokrasi, bertanggung jawab, dan yang paling pentingmemiliki keberanian membuat perubahan sekaligus menanggungkonsekuensinya. Dalam advokasi anggaran ada pameo “kawan pergi, musuhberdatangan”;

c. Memiliki kemauan untuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan organisasi lain,termasuk pemerintah dan DPRD. Masyarakat sipil merupakan motor penggerakadvokasi anggaran, maka mereka yang sudah pernah menjalin kerja sama denganLSM lain, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, serta memilikikemampuan teknis membaca anggaran dan kebijakan, merupakan calon pesertaterbaik.

Page 18: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

4 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

5. IsiModul pelatihan edisi revisi ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu:

• Bagian Pertama berkaitan dengan orientasi dasar melakukan advokasi. Bagian inimembahas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob), pemihakan pada masyarakatmiskin/marjinal, dan pengenalan konsep kesetaraan gender. (Sesi 2, 3, dan 4)

• Bagian Kedua bertujuan memperkenalkan dan memperbaiki pemahaman tentangpengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran Anggaran BerbasisKinerja serta bagaimana menerapkannya di berbagai sektor. (Sesi 1, 5, 6, dan 7)

• Bagian Ketiga menekankan pada advokasi menggunakan pendekatan multipihak.Melalui perbaikan pemahaman mengenai peran dan tanggung jawab masing-masingpihak serta bagaimana mereka dapat saling melengkapi. (Sesi 8 dan 9)

Alur antarsesi adalah sebagai berikut:

Sesi 1: Mengenal APBD Responsif GenderTujuan: Peserta memahami logika dasar penganggaran dan memahami realitasAPBD saat ini.

Format: Simulasi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga (APBK).

Sesi 2: Gender dan KemiskinanTujuan: Membangun kepekaan peserta terhadap isu gender, memahamiterjadinya kesenjangan gender dengan membaca Tabel Kesenjangan Gender.

Format: Permainan stereotip, simulasi analisis gender dan diskusi kelompok.

Sesi 3: Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga NegaraTujuan: Menanamkan pemahaman kepada peserta bahwa peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional sudah mengamanatkan pengintegrasianpengarusutamaan gender dalam pembangunan serta mengetahui masalah-masalah dalam penerapannya.

Format: Diskusi panel.

Sesi 4: Pengarusutamaan Gender dalam PembangunanTujuan: Memperkenalkan konsep pengarusutamaan gender dalam perencanaandan penganggaran sekaligus mempraktikkannya.

Format: Diskusi kelompok untuk menyusun program-program pembangunanyang responsif gender.

Sesi 5: Proses Penyusunan dan Penetapan APBDTujuan: Peserta mengetahui titik-titik kritis pelaksanaan proses perencanaan danpenganggaran di daerahnya dengan membandingkan proses yang terjadi ver-sus peraturan perundangan-perundangan dan kebijakan mengenai anggaran.

Format: Simulasi dan diskusi pleno.

Page 19: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Pengantar

5

Sesi 6: Analisis APBDTujuan: Peserta memahami struktur APBD dan dapat melakukan analisis terhadapAPBD.

Format: Diskusi kelompok dan presentasi.

Sesi 7: Anggaran Berbasis Kinerja Responsif GenderTujuan: Memperkenalkan konsep Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), dapatmenganalisis RKA SKPD serta menyusun RKA responsif gender.

Format: Diskusi kelompok dan presentasi.

Sesi 8: Pemetaan KekuatanTujuan: Peserta mengetahui “pemain kunci” dalam mendorong perubahan, dandapat mengumpulkan informasi mengenai pembuat kebijakan dengan cara yangsistematis.

Format: Diskusi kelompok.

Sesi 9: Strategi Advokasi Anggaran Responsif GenderTujuan: membekali peserta dengan strategi advokasi untuk berbagai tahapanperencanaan dan penganggaran dengan menekankan pada optimalisasi peranmasing-masing pihak.

Format: Diskusi kelompok dan presentasi.

6. Prakondisi yang DiperlukanKondisi di masing-masing daerah pasti berbeda. Oleh karena itu, pelatihan haruslah

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi khusus di daerah pelatihan, misalnya denganmemberi penekanan pada beberapa sesi secara khusus atau bahkan menghilangkansebagian sesi tertentu. Modul ini disusun sedemikian rupa agar dapat digunakan secaramenyeluruh di berbagai situasi. Artinya, materi pelatihan dapat dimodifikasi untukmenanggapi masalah khusus yang dihadapi peserta dari satu bidang tertentu yang inginmelaksanakan pelatihan secara terpisah. Misalnya, pejabat pemerintah lebihmembutuhkan asistensi di Bagian Pertama dan Kedua, sementara sesi advokasi tidakdiperlukan.

7. Kualifikasi FasilitatorTidak setiap orang yang berpendidikan tinggi dapat menjadi fasilitator yang

baik. Mereka yang terbiasa dengan metode ceramah dalam perkuliahan akan mengalamikesulitan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan pelatihan yang partisipatif.Pengalaman menunjukkan bahwa fasilitator yang baik memiliki beberapa karakteristiksebagai berikut:

a. Percaya dan meyakini konsep serta filosofi yang mendasari modul ini, antara lainpenghormatan pada kesederajatan manusia, dan memiliki kepekaan terhadap gender.

Page 20: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

6 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

b. Percaya pada proses dan teknik partisipatif dalam pelatihan, termasuk percaya bahwasetiap orang adalah narasumber yang dapat berbagi pengalaman dan belajar.

c. Percaya pada kebutuhan untuk mengubah perilaku daripada mengajari, menceramahiatau memamerkan pengalaman pribadi.

d. Mampu memahami isu-isu yang dibahas dalam pelatihan sebaik mungkin.

e. Mampu bekerja sama dengan orang lain secara baik serta dapat menerima kritik dansaran baik dari peserta maupun sesama fasilitator.

f. Berpandangan luas, siap untuk belajar dan saling bertukar pengalaman dan pendapat.

g. Menguasai peraturan perundangan yang terkait dengan proses perencanaan danpenganggaran, baik yang lama maupun yang baru. Antara lain Permendagri No. 15Tahun 2008, UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 25 Tahun 2004, UU No. 32 Tahun 2004, danPP No. 58 Tahun 2005.

h. Melakukan studi singkat mengenai daerah/tempat pelatihan yang meliputi:

• Kondisi sosial ekonomi;

• Konteks politik;

• Budaya setempat, terutama anggapan masyarakat terhadap status perempuan.

Page 21: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

SESI 1

Mengenal APBDResponsif Gender

Page 22: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 23: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

7

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Mengenal APBDResponsif Gender

PengantarAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan

pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah danDPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Permendagri No. 13 Tahun 2006).

Pemerintah daerah (Pemda) memerlukan APBD untuk menciptakan keteraturan sosial,menjamin hak-hak masyarakat dan menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat.Penyusunan APBD idealnya mengacu pada prioritas kebutuhan masyarakat danmengakomodasi perbedaan kebutuhan antarkelompok masyarakat, baik berdasarkanjenis kelamin (laki-laki dan perempuan), kemampuan ekonomi, umur, lokasi geografisdan sebagainya.

Penyusunan APBD selama ini dilakukan melalui proses perencanaan dan penganggaran.Pemda dan DPRD merupakan dua pihak yang berwenang menyusun APBD. Dalam prosesperencanaan dan penganggaran inilah, Pemda dan DPRD dituntut partisipatif dantransparan. Partisipatif berarti penyusunan APBD melibatkan berbagai kelompok/lapisanmasyarakat laki-laki dan perempuan secara langsung agar aspirasi dan kebutuhan merekaterakomodasi dalam APBD. Sementara itu, transparan berarti bahwa proses penyusunanAPBD berlangsung secara terbuka (tidak tertutup) dan tersedia informasi/dokumen-dokumen APBD yang memadai bagi warga baik laki-laki maupun perempuan. Dengandemikian, ABPD pun menjadi responsif gender karena mengakomodasikan kebutuhan

Page 24: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

8 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dan disusun melalui proses yang partisipatifdan transparan.

Anggaran responsif gender adalah anggaran yang berpihak kepada masyarakat,memprioritaskan pembangunan manusia, dan merespons kebutuhan yang berbeda antaralaki-laki dan perempuan. Pada praktiknya, implementasi anggaran responsif gender dapatmerespons kebutuhan berdasarkan lokasi geografis (desa-kota), kemampuan yang berbeda(normal-penyandang cacat), dan kelompok umur (anak, remaja, lansia).1

Tujuan:• Peserta memahami APBD melalui simulasi penyusunan APBK.• Peserta memahami hak warga negara atas anggaran.• Peserta memahami fungsi, asas umum dan prioritas anggaran.• Peserta memahami konsep anggaran yang responsif gender.• Peserta memahami pentingnya penerapan anggaran responsif gender.

Metode:• Curah pendapat• Permainan APBK• Presentasi

Waktu:120 menit

Alat dan Bahan:• Kalkulator• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media:• Lembar Bantu Belajar 1.1• Bahan Bacaan 1.1• Bahan Bacaan 1.2• Bahan Presentasi 1.1• Bahan Presentasi 1.2

Catatan untuk Fasilitator:• Sesi ini secara implisit bertujuan menjalin keakraban antarpeserta, khususnya

melalui simulasi permainan APBK.• Fasilitator hendaknya aktif mendampingi peserta dalam simulasi permainan

APBK karena biasanya proses diskusi ini amat dinamis.• Fasilitator hendaknya memeriksa kembali perlengkapan teknis yang

diperlukan, terutama kalkulator, agar tidak menganggu proses simulasi.• Contoh hasil simulasi dapat dilihat di akhir sesi ini.

1 Definisi ini dikembangkan oleh tim penulis modul berdasarkan konteks Indonesia, yakni kemiskinan terjadi di mana-mana , sehingga anggaran perlu berpihakkepada masyarakat. Pembangunan manusia yang responsif gender ini, harus merespons kebutuhan laki-laki dan perempuan yang berbeda, dikombinasikandengan kebutuhan yang berbeda pula dari kelompok umur, lokasi geografis dan kemampuan masyarakat. Pemahaman atas kombinasi ini dibutuhkan karenapada dasarnya gender bersifat cross cutting atas semua faktor ketidaksetaraan. Menurut tim penulis modul, pembahasan mengenai model ketimpangangender seperti inilah yang lebih tepat untuk konteks Indonesia.

Page 25: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

9

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Tahapan Proses:

Pembukaan (10 menit)

• Fasilitator membuka sesi ini dan menjelaskan secara singkat tema yang dibahas.

• Fasilitator meminta peserta mengemukakan pendapatnya tentang apa yang merekaketahui tentang APBD.

• Fasilitator mencatat inti pendapat masing-masing peserta tentang anggaran di kertasplano.

• Fasilitator mengulas secara singkat kata kunci APBD yang telah dicatat di kertas planodan membangun kesepakatan bersama tentang pengertian APBD.

• Fasilitator menjelaskan bahwa kegiatan selanjutnya dalam sesi ini adalah simulasipermainan APBK. Simulasi permainan APBK dipilih karena ada kesamaan antaraanggaran level keluarga dan level kabupaten/kota, yakni suatu kota/kabupaten dapatdiibaratkan sebuah keluarga besar yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat.

Simulasi Permainan APBK (45 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok dengan jumlah anggota masing-

masing kelompok yang proporsional.

• Fasilitator membagikan Lembar Bantu Belajar 1.1 kepada semua peserta.

• Fasilitator menjelaskan aturan main simulasi permainan APBK yang terdapat dalamLembar Bantu Belajar 1.1.

• Fasilitator memberi waktu 40 menit untuk masing-masing kelompok melakukansimulasi.

Curah Pendapat (45 menit)• Fasilitator mempersilakan ketiga kelompok bergiliran mempresentasikan hasil

kerjanya.

• Fasilitator memberikan waktu kepada kelompok lain untuk memberikan komentar/klarifikasi kepada kelompok yang melakukan presentasi.

• Fasilitator memandu diskusi dengan melemparkan beberapa pertanyaan kunci:

- Bagaimana proses diskusi yang terjadi dalam kelompok Anda? Seru atau biasa-biasa saja?

- Bagaimana perasaan Anda selama mengikuti proses penentuan prioritas danpembagian alokasi dana yang ada? Marah? Jengkel? Kecewa? Puas?

- Apakah setiap anggota keluarga memperoleh alokasi dana?

- Apakah setiap usulan anggota keluarga dapat dipenuhi? Mengapa?

- Siapa yang mendapat alokasi terbesar? Mengapa?

- Siapa yang mendapat alokasi terkecil? Mengapa?

- Bagaimana penentuan alokasi untuk anak/bayi yang belum bisa menyuarakankepentingannya? Bagaimana pula dengan alokasi untuk kakek/nenek?

- Apakah ada upaya lain untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misalnyadengan utang?

- Jadi, bagaimana prinsip-prinsip yang baik dari APBK?

• Fasilitator mencatat inti pendapat peserta atas pertanyaan kunci dan bersama pesertamenyimpulkan beberapa hal berikut ini:

Page 26: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

10 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

- APBD mirip dengan APBK, yaitu ada sejumlah sumber pendapatan yang akandigunakan untuk mendanai berbagai pengeluaran yang didasarkan atas prioritaskebutuhan.

- Ada fenomena keterbatasan anggaran, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhilebih banyak dibandingkan dana yang tersedia.

- Muncul pentingnya membuat prioritas kebutuhan.

- Proses munculnya prioritas kebutuhan adalah proses yang penuh dengannegosiasi antaranggota keluarga/kelompok masyarakat.

- Ada kelompok yang belum bisa menyuarakan kebutuhannya, yaitu anak kecil.Namun, kebutuhannya tetap terakomodasi ketika ibu dan bapak (sebagaipembuat keputusan) memperhatikan kesejahteraan seluruh anggota keluarga-nya dengan mengakomodasi kebutuhan yang khas masing-masing anggotakeluarga.

- Adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

- APBD sebagaimana APBK seharusnya bisa memenuhi kebutuhan anggotanyakarena APBD harus bisa menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat.

- Secara filosofis, anggaran diperlukan oleh negara untuk menjamin eksistensidan membiayai pengelolaan negara. Sedangkan negara diperlukan untukmenciptakan keteraturan sosial, menjamin hak-hak masyarakat dan menyeleng-garakan pelayanan kepada masyarakat.

- Sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, APBD memiliki tigafungsi utama, yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi. Ketiga fungsi itu harusdimainkan secara seimbang dan proporsional. Jangan sampai satu fungsi lebihdominan dimainkan dibandingkan fungsi lainnya.

- Fungsi distribusi merupakan salah satu fungsi anggaran untuk memenuhi hakekosob (ekonomi, sosial dan budaya) masyarakat, di mana pemerintah memilikikewajiban untuk memenuhinya secara progresif. Apabila fungsi distribusi initidak optimal, maka akan terjadi persoalan pada pemenuhan kebutuhanmasyarakat, terutama pada kelompok masyarakat miskin dan marginal.

- Ada keterkaitan antara anggaran dan persoalan hak ekosob di masyarakat,khususnya perempuan. Saat ini, anggaran belum menjalankan fungsinya denganbaik yang ditandai dengan banyaknya persoalan terkait hak ekosob yang belumterselesaikan, baik di bidang pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

- Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mengakselerasi anggaranmenjalankan fungsinya secara adil, yakni dengan menyusun anggaran yangberperspektif gender dan mengimplementasikannya secara konsisten.

Presentasi (15 menit)• Fasilitator menayangkan dan menjelaskan secara singkat Bahan Presentasi 1.1 dan

1.2, sedangkan Bahan Bacaan 1.1, Bahan Bacaan 1.2 dan Bahan Bacaan 1.3 dibagikankepada peserta karena merupakan materi rujukan yang lebih lengkap dibandingkanbahan presentasi.

Penutup (5 menit)• Fasilitator menutup sesi dan meminta peserta untuk beristirahat sebelum

melanjutkan ke sesi 2.

Page 27: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

11

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Bahan Bacaan 1.1

Hak Warga Negara, Fungsi dan Asas Umum APBD

A. Hak Warga atas Anggaran

Dasar hukum tertinggi negara kita yakni Undang-Undang Dasar 1945 mengatur secarajelas hubungan antara Negara dengan rakyatnya. Masing-masing memiliki hak dankewajiban yang harus dipenuhi. Rakyat sebagai warga negara memiliki hak-hak dasarseperti hak untuk memperoleh pendidikan , kesehatan, pekerjaan dan penghidupan yanglayak (sandang, pangan, papan). Di sisi lain, negara berkewajiban memenuhi hak-hakdasar warga negara. Dan jika negara lalai dalam memenuhi kewajibannya, maka rakyatberhak untuk menuntut haknya.

Secara filosofi, anggaran diperlukan untuk menjamin eksistensi negara dan untukmembiayai pengelolaan negara. Sementara itu, negara diperlukan karena tiga alasan,yaitu: 1) untuk menciptakan keteraturan sosial, 2) menjamin hak-hak masyarakat, dan 3)menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat. Ketiga alasan itu terkait dengan upayamenyelesaikan masalah-masalah masyarakat agar mereka bisa hidup aman, adil dansejahtera.

Pemerintah diberi amanat oleh rakyat untuk mengelola keuangan negara yangbersumber dari pajak, retribusi maupun pengelolaan kekayaan alam untuk digunakansebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. Anggaran merupakan alat kebijakan negarauntuk melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak rakyat, di mana rakyatmemiliki hak yang besar terhadap anggaran.

Rakyat berhak atas anggaran, karena:

1) Amanat UUD Tahun 1945: rakyat berhak untuk ikut dalam penyusunan danpengambilan keputusan anggaran.

2) Rakyat merupakan target utama untuk disejahterakan, sesuai dengan hakikat danfungsi anggaran.

3) Rakyat sebagai penyumbang bagi pemasukan anggaran (APBD).

Dengan demikian, hak-hak rakyat terhadap APBD adalah:

1) Mendapatkan alokasi anggaran yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan.

2) Terlibat dalam proses penganggaran (perencanaan, pembahasan, pelaksanaan,pengawasan dan evaluasi).

3) Melakukan pengawasan terhadap APBD untuk memastikan bahwa anggaran berpihakpada rakyat dan tidak dikorupsi.

B. Fungsi Anggaran

Di masa lalu penyusunan APBD lebih bersifat rutinitas. Besaran alokasi APBD tahunberikutnya akan naik secara bertahap (incremental) tanpa ada dasar yang jelas dan tanpamelihat berhasil tidaknya program-program yang dilakukan. Inilah yang dinamakan denganSistem Anggaran Tradisional. Namun, sistem tradisional tidak berlaku lagi dengan

Page 28: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

12 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

dikeluarkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yangmenyatakan bahwa sistem anggaran yang digunakan adalah anggaran berbasis kinerja.

Dalam pasal 3 ayat 4, UU No.17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa APBN/APBDmempunyai enam fungsi, yaitu:

1. Fungsi otorisasi

Anggaran harus menjadi dasar dalam melaksanakan pendapatan dan belanja padatahun bersangkutan.

2. Fungsi perencanaan

Anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan padatahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan

Anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraanpemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Fungsi alokasi

Anggaran harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

5. Fungsi distribusi

Kebijakan anggaran harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

6. Fungsi stabilisasi

Anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan funda-mental perekonomian.

Di sinilah penting rasa keberpihakan dari pemerintah dan DPRD kepada kepentinganrakyat dengan tidak egois memperjuangkan alokasi anggaran yang menguntungkan dirinyasendiri. Di sisi lain, peran aktif masyarakat dibutuhkan untuk mengawal agar alokasianggaran tepat sasaran.

Dalam pasal 4, Permendagri No.13 Tahun 2006, telah jelas disebutkan tentang AsasUmum Pengelolaan Keuangan Daerah, yang biasa disebut dengan 10 asas umumpengelolaan keuangan daerah, yaitu:

1. Tertib

Keuangan daerah dikelola secara tepat waktu, tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Taat pada peraturan perundang-undangan

Pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

3. Efektif

Membandingkan pengeluaran dengan hasil yang diperoleh. Melihat pencapaian hasilprogram dengan target yang telah ditentukan.

4. Efisien

Pencapaian hasil maksimum dengan pengeluaran tertentu.

5. Ekonomis

Memperoleh masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yangterendah.

Page 29: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

13

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

6. Transparan

Memakai prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahuidan mendapatkan akses informasi seluas luasnya tentang keuangan daerah.

7. Bertanggung jawab

Merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkanpengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yangdipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

8. Keadilan

Keseimbangan distribusi dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hakdan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.

9. Kepatutan

Tindakan yang dilakukan harus proporsional dan wajar.

10. Manfaat untuk masyarakat

Keuangan daerah diutamakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Page 30: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

14 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 1.2

Pengalaman Kabupaten Jembrana1 dan Provinsi Kalimantan Timur dalamMengimplementasikan Kebijakan APBD

Keterbatasan anggaran akan selalu terjadi, yaitu anggaran atau sumber daya yangtersedia jauh lebih sedikit dibandingkan daftar kebutuhan yang harus dipenuhiberdasarkan pemetaan masalah di masyarakat. Penyusunan prioritas semestinyadidasarkan pada hakikat anggaran, bahwa anggaran adalah uang rakyat yang harusdigunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, anggaran harusdiprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bentuk penyediaan layanandasar, terutama pendidikan dan kesehatan dan upaya-upaya untuk meningkatkan dayabeli masyarakat di sektor ekonomi. Pada praktiknya, proses penyusunan prioritas tidakselalu berjalan ideal karena kepentingan masyarakat tidak dijadikan dasar dalammenentukan prioritas.

Berikut ini contoh praktik kebijakan alokasi anggaran yang telah dilakukan PemdaKabupaten Jembrana, Provinsi Bali dan Pemda Provinsi Kalimantan Timur. Satu hal yangingin ditekankan di sini, kaya dan miskin anggaran suatu daerah tidak berbanding lurusdengan kondisi kemiskinan yang ada di daerah tersebut. Boleh jadi Kabupaten Jembranaterbatas anggaran mereka, namun mereka telah berhasil menjadi best practice pengelolaanAPBD yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyatnya. Di sisi lain, Provinsi KalimantanTimur yang kaya anggarannya, ternyata masih belum mampu mengoptimalkananggarannya untuk mengangkat derajat kemiskinan masyarakatnya.

Boks 1.1

Kabupaten Jembrana: APBD Pro Rakyat

Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali adalah kabupaten dengan jumlah APBD ditahun 2001 hanya Rp 131,6 miliar dan pada 2003, menjadi Rp 193,1 miliar. Denganjumlah penduduk sebesar 221.616 jiwa, maka APBD per kapita di tahun 2001 adalahRp 593.820. Dengan anggaran sebesar itu, jelas Jembrana bukanlah kabupatenkaya sumber daya alam, namun dalam waktu yang tidak terlalu lama Jembrana bisamengatasi keterbatasan anggaran yang dimilikinya dengan melakukan gebrakandi pelayanan dasar melalui biaya pendidikan dan kesehatan secara gratis.

Komitmen pemerintah Kabupaten Jembrana untuk memenuhi dan melayanihak dasar masyarakat diwujudkan dalam beberapa program unggulan, yaitu:

• Bebas SPP seluruh siswa sekolah negeri,• Beasiswa bagi sekolah swasta,• Bebas biaya obat dan dokter bagi semua warga,• Bebas biaya rumah sakit bagi keluarga miskin,• Dana talangan untuk menjaga harga hasil panen,• Dana bergulir untuk usaha kelompok masyarakat.

1 Dicukil dari presentasi hasil riset Diah Rahardjo tentang Kabupaten Jembrana, pada lokakarya FPPM, April 2005.

Page 31: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

15

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

A. Kebijakan Anggaran Pendidikan

Pembebasan SPP

• Dalam kurun waktu 4 tahun telah mensubsidi Rp 14,7 miliar atau hampir Rp3,7 miliar per tahun untuk menggratiskan SPP siswa semua sekolah negeri.

• Dengan jumlah siswa SD – SMU sekitar 44.000 orang, maka rata-rata subsidiper siswa sebesar Rp 85.000 per tahun.

• Jumlah siswa sebanyak 44.000 orang ini, merupakan 19% dari pendudukJembrana.

Dampak Program Pembebasan SPP

• Angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar menurun drastis, dari 18,4%pada 2001, menjadi 14% pada 2002 dan 11% pada 2003.

• Meningkatnya jumlah siswa yang bersekolah sampai SLTA, dari 7.250 orangpada 2001, meningkat menjadi 7.685 orang pada 2002 dan 7.927 orang pada2003.

B. Kebijakan Anggaran Kesehatan

JKJ untuk Dokter dan Obat Gratis

• Puskesmas dan RS negeri dibiayai oleh masyarakat melalui pajak. DiJembrana, biaya rutin untuk dinas Kesehatan dan Puskesmas serta RSUD diluar belanja pegawai, pada 2002 sebesar Rp 3,5 miliar.

• Subsidi yang semula dialokasikan untuk biaya obat-obatan RSUD danPuskesmas, kemudian diubah menjadi biaya membayar premi atau iuranasuransi bagi seluruh rakyat dalam produk JKJ, mulai tahun 2003.

• Semua penduduk yang punya KTP langsung menjadi anggota JKJ secara gratis.

• Dana yang digunakan untuk pembayaran premi sebesar Rp 3 miliar atau Rp12.500 per orang, meningkat pada tahun 2004 menjadi sebesar Rp 4,5 miliar.

Dampak Program JKJ

• Tingkat pelayanan kesehatan meningkat, termasuk di Puskesmas dan RSUD.

• Masyarakat miskin tidak khawatir biaya obat karena sudah ada JKJ.

• Kesehatan perempuan meningkat.

C. Pengembangan Ekonomi Rakyat

Dana Bergulir dan Dana Talangan

• Dana bergulir adalah pinjaman untuk modal usaha kelompok masyarakatdengan sistem bagi hasil. Pinjaman kelompok masyarakat yang telahdikembalikan kemudian dipinjamkam kembali ke kelompok masyarakat yanglain. Sejak 2001, jumlah dana bergulir Rp 20 miliar.

Page 32: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

16 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

• Pemda melibatkan lembaga-lembaga adat seperti Subak, Subak Abian danBanjar, untuk memberikan sanksi sosial kepada kelompok masyarakat yangtidak mengembalikan pinjaman.

• Dana talangan adalah dana yang diberikan Pemda Kabupaten Jembrana untukmenanggulangi hasil panen petani. Contoh, pemda memberi dana kepadaKUD agar segera membeli gabah petani pada saat panen raya dengan hargayang layak. Pemda kemudian membeli beras dari KUD untuk memenuhikebutuhan pegawai negeri. Selain itu, dana talangan disediakan di SubakAbian untuk membeli hasil panen cengkeh.

Dampak program Dana Bergulir dan Dana Talangan

Sumber riset tidak melaporkan sejauh mana dampak program dana bergulirdan dana talangan di Kabupaten Jembrana.

D. Capaian Kabupaten JembranaSecara umum, Jembrana telah berhasil mengurangi angka kemiskinan dan

meningkatkan kualitas pembangunan manusia yang terlihat dari grafik berikut:

Grafik 1. 1Capaian Program Kabupaten Jembrana

Beberapa alasan yang menyebabkan Jembrana mampu mengalokasikan APBDpro poor, yakni:

1. Keberpihakan kepada kepentingan masyarakat miskin, dengan mengutama-kan alokasi anggaran untuk bidang-bidang yang berhubungan dengankebutuhan dasar masyarakat, yakni pendidikan, kesehatan dan peningkatanekonomi.

2. Keseriusan memberantas korupsi dan menjalankan roda pemerintahan sebaik-baiknya dengan anggaran yang ada, yakni:

• Membentuk tim standardisasi harga yang bertugas untuk mengecekharga pasar agar tidak terjadi penggelembungan harga dalampengadaan barang.

Page 33: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

17

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

• Membentuk tim independen dari Universitas Udayana untuk menentu-kan biaya dan membuat rincian biaya dengan menghitung ulangvolume pekerjaan proyek berdasar gambar dan harga satuan sesuaiharga standar Jembrana.

• Memperbaiki gedung sekolah dengan melibatkan partisipasimasyarakat dan Komite Sekolah.

• Menata ulang berbagai dinas, kantor dan bagian berikut sistemkepegawaian, merampingkan dari 21 lembaga menjadi 11 lembaga.

• Jembrana tidak melakukan penerimaan pegawai baru dan tidakmengganti pegawai yang pensiun.

• Absensi pegawai memakai sistem sidik jari dan ada sanksi bagi yangtidak disiplin.

• Ada tunjangan tambahan bagi seluruh pegawai negeri dan penghargaanbagi mereka yang berprestasi.

Boks 1.2

Provinsi Kaltim yang Kaya, Rakyatnya Didera Kemiskinan1

Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan provinsi yang mendapat julukan provinsikaya. Julukan ini tidak berlebihan karena kekayaan alamnya jauh sangat melimpahdibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Tanah Air.

Bayangkan saja, produksi emasnya tahun 2002 mencapai 16,7 ton, sedangkanproduksi peraknya mencapai 10,8 ton. Produksi batubara Kaltim yang luasnya 1,5kali Pulau Jawa itu mencapai 50,3 juta ton pada tahun 2003 dan meningkat menjadi53,7 juta ton tahun 2004.

Belum lagi gas alam yang produksinya tahun 2002 mencapai 1.647 miliar meterkubik serta produksi minyak buminya mencapai 79,7 juta barel. Produksimetanolnya mencapai 223.357 ton pada tahun 2002. Kekayaan yang melimpah inimasih ditambah lagi dengan produksi kayu alam yang jatah tebangnya 1,5 jutameter kubik pada tahun 2004.

Tidak heran, dengan kekayaan yang melimpah ini, produk domestik regionalbruto Kaltim mencapai Rp 98,43 triliun pada tahun 2003 dan meningkat menjadiRp 104,3 triliun pada tahun 2004.

Provinsi dengan luas wilayah 245.237 kilometer persegi ini juga tidak perlukhawatir bakal jatuh miskin tiba-tiba karena cadangan kekayaan alamnya masihsangat melimpah. Cadangan minyak buminya, sebagai contoh, masih 1,3 miliarbarel atau 13% dari cadangan minyak bumi nasional yang mencapai 9,6 miliarbarel. Begitu juga gas alam yang masih tersedia 51,3 triliun meter kubik atau 30persen dari cadangan gas alam nasional yang mencapai 170,3 triliun meter kubik.

Mestinya dengan sumber daya alam yang melimpah, penduduknya yang hanyaberjumlah 2,7 juta jiwa atau lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk Bandung,Bogor, apalagi Surabaya, bisa hidup makmur dan berkecukupan. Semestinya tidak

1 Disunting dari Harian Kompas, edisi 12 April 2005.

Page 34: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

18 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

ada lagi penduduk Kaltim yang miskin. Namun kenyataannya, provinsi ini masihmemiliki banyak warga miskin dan ratusan desa tertinggal.

Menurut Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna Abdul Fatah, dari 2,7 jutapenduduk Kaltim, sekitar 330.147 jiwa atau 12% tergolong miskin. Bahkan, dari1.144 desa dan 191 kelurahan di Kaltim, sekitar 300 di antaranya masih merupakandesa tertinggal.

Sementara itu, menurut Nusyirwan Ismail, Asisten II Bidang PembangunanPemerintah Provinsi Kaltim, persentase penduduk miskin di Kaltim masih di bawahtingkat nasional yang mencapai 16% dari total jumlah penduduk. Meski demikian,hal ini bukan sesuatu yang membanggakan karena Kalimantan Timur merupakanprovinsi yang dikaruniai kekayaan alam lebih dari daerah lain di Indonesia.

Kemiskinan yang terjadi di Kaltim hampir merata di semua kota dan kabupaten.Ironisnya, jumlah penduduk miskin terbesar justru terdapat di Kabupaten KutaiKartanegara yang selama ini mendapat julukan kabupaten terkaya di Tanah Airdengan APBD tahun 2003 sebesar Rp 2,4 triliun dan tahun 2004 sebesar Rp 2,7triliun.

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah 68.796 jiwaatau 14,7% dari penduduknya yang berjumlah 468.000 jiwa. Menyusul kemudianKota Samarinda yang merupakan ibu kota Kaltim dengan jumlah penduduk miskin46.906 jiwa atau 9,2% dari jumlah penduduknya yang mencapai 505.995 jiwa.Urutan ketiga Kabupaten Pasir dengan jumlah penduduk miskin 44.906 jiwa atau16,7% dari penduduknya yang 267.880 orang. Yang paling sedikit jumlah pendudukmiskinnya adalah Kota Bontang: 8.700 jiwa atau 8,4% dari 102.850 jiwa.

Namun, di Kaltim, bukan cuma penduduk miskinnya yang masih banyak. Fasilitaskesehatan dan pendidikan juga masih sangat terbatas. Untuk fasilitas kesehatan2,7 juta warga Kaltim, misalnya, hanya tersedia 159 puskesmas dan 24 rumah sakitdengan 2.308 tempat tidur. Jumlah dokter hanya 27,8 per 100.000 penduduk,jumlah puskesmas 6,4 per 100.000 penduduk, dan tempat tidur rumah sakit 92,8per 100.000 penduduk. Jumlah ini tentu saja sangat tidak layak, apalagi untuksebuah provinsi kaya.

Begitu pun di sektor pendidikan dasar. Menurut Kepala Dinas PendidikanKalimantan Timur, Syafrudin Pernyata, dari 2.094 bangunan sekolah dasar di Kaltim,sekitar 628 unit atau 30% dalam keadaan rusak.

Dari 15.406 ruang kelas SD di Kaltim, sekitar 4.049 unit dalam keadaan rusaksedang dan rusak parah. Tragisnya, ruang kelas yang rusak tersebut sebagian besarberada di kabupaten-kabupaten kaya. Di Kabupaten Kutai Kartanegara, misalnya,dari 3.780 ruang kelas yang ada, sekitar 1.450 unit di antaranya dalam keadaan rusak.Di Kabupaten Kutai Barat yang merupakan daerah pertambangan emas terbesar diKaltim, dari 1.477 ruang kelas yang ada, sekitar 754 unit dalam keadaan rusak.

Ironisnya, di tengah keterbatasan sarana dan prasarana kemasyarakatan tersebut,sejumlah kabupaten di Kalimantan Timur berlomba-lomba membangun kawasankantor bupati yang megah. Di Kabupaten Kutai Timur, misalnya, dibangun kawasanperkantoran dengan biaya sekitar Rp 650 miliar. Di Kabupaten Malinau yangberpenduduk 46.000 jiwa dibangun kawasan perkantoran seluas 100 hektaredengan biaya sekitar Rp 110 miliar.

Page 35: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

19

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Bahan Bacaan 1.3

Pembangunan Manusia dan Anggaran Responsif Gender

A. Kegagalan Pembangunan di Era Orde Baru

Pembangunan yang dilaksanakan pada era Orde Baru adalah pembangunan yangberorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan paradigma yang berorientasipertumbuhan ditandai dengan kenaikan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (GrossNational Product) sebagai upaya untuk meningkatkan kue pembangunan. Kuepembangunan yang besar melalui mekanisme yang disebut the invisible hand, diasumsikanakan menetes ke bawah (trickle down effect) sebagai bentuk distribusi kekayaan kepadasemua golongan atau dengan kata lain memeratakan kue pembangunan/kekayaan,sehingga kemiskinan akan berkurang.1 Namun, setelah berjalan puluhan tahun, yangberhasil adalah menumpuknya kue pembangunan di kalangan yang disebut konglomeratyang jumlahnya sedikit, sedangkan mayoritas masyarakat tidak menikmati peningkatanpertumbuhan pembangunan. Terjadilah kesenjangan ekonomi, di mana yang kaya makinkaya dan yang miskin makin miskin.

Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report/ HDR) Tahun 1996 yangditerbitkan oleh Badan Pembangunan PBB menunjukkan bahwa ada dua temuan pentingdari pembangunan yang selama ini dilakukan, yaitu:

1. Pertumbuhan telah gagal selama lebih dari 15 tahun di sekitar 100 negara yangmerupakan hampir sepertiga dari jumlah penduduk di dunia.

2. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia telahgagal di banyak negara, ditandai dengan pembangunan yang berat sebelah.Terjadi pertumbuhan ekonomi yang baik, namun sedikit upaya pembangunanmanusia.

Selain itu, Laporan Pembangunan Manusia 1996, menggambarkan kegagalanpembangunan yang dilakukan selama ini dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Jobless growth, mencirikan pertumbuhan yang tidak menghasilkan lapangankerja. Angka pengangguran terus meningkat seiring meningkatnya investasiperusahaan raksasa. Sektor perbankan sebagian besar hanya melayani pengusahabesar tetapi tidak mendorong ekonomi rakyat, misalnya melalui kredit usahakecil maupun mikro; tata ruang wilayah yang tidak mengakomodasi sektor infor-mal, dan sebagainya.

2. Ruthless growth, pertumbuhan yang kejam karena justru semakin menghasil-kan kesenjangan antara kaya dan miskin.

3. Rootless growth, pertumbuhan yang mencerabut manusia dari budayanya.

4. Voiceless growth, pertumbuhan yang membungkam masyarakat. Aspirasimasyarakat tidak tertampung secara baik oleh para perencana pembangunanatau bahkan oleh para wakil rakyat. Organisasi komunitas tidak diberi wewenanguntuk menyalurkan aspirasi warga dalam pembangunan dan aspirasi perempuanpaling tidak terdengar dalam pembangunan.

1 Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Michael P. Todaro, Erlangga, 1993.

Page 36: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

20 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

5. Futureless growth, pertumbuhan yang tidak punya masa depan, pembangunanyang semakin menghancurkan sumber daya lingkungan.

Refleksi PBB tersebut menunjukkan bahwa pembangunan yang hanya berorientasipada pertumbuhan telah gagal sehingga pembangunan yang semestinya dilakukan adalahpembangunan yang tetap memberikan ruang bagi pertumbuhan ekonomi dan sekaligusmemberikan perhatian pada struktur dan kualitas dari pertumbuhan untuk memastikanbahwa pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mendukung pembangunan manusiasecara adil, mengurangi kemiskinan, menjaga kelestarian lingkungan dan menjaminkeberlanjutan. Dengan demikian, paradigma baru pembangunan yaitu pembangunanberpusat manusia (people centered development) adalah jawaban atas kegagalanpembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan (pro growth). Pembangunanmanusia didefinisikan sebagai upaya mengembangkan pilihan-pilihan untuk semua or-ang dalam masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa laki-laki dan perempuan (terutamayang miskin dan rentan) menjadi pusat dari proses pembangunan. Ini juga mengandungmakna “perlindungan terhadap kesempatan hidup bagi generasi mendatang….dan….sistem natural di mana seluruh kehidupan bergantung “.2

Komitmen untuk melaksanakan pembangunan manusia dapat dilihat dari keikutsertaanIndonesia menandatangani deklarasi millennium yang menyepakati pencapaian delapantujuan MDGs3 yang ditargetkan akan dicapai pada tahun 2015, yaitu:

1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

4. Menurunkan angka kematian anak

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya

7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup

8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan

Jika pembangunan ingin memusatkan pada pembangunan manusia, maka pentinguntuk mengakui, mendengar dan memberikan ruang bagi keragaman manusia. Jikamanajemen pemerintahan (governance) telah sesuai dengan tujuan ini, maka pentinguntuk mengakui daripada meniadakan penyebab dan simptom dari kondisi ketidak-setaraan yang terjadi saat ini4.

B. Potret Pembangunan Manusia di Indonesia

Keberhasilan pembangunan manusia suatu negara diukur melalui beberapa indikator,antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG) danUkuran Pemberdayaan Gender (UPG). IPM merupakan indeks yang mengukur pencapaiankeseluruhan suatu negara, yang direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu: umur panjangdan sehat, pengetahuan dan kualitas hidup yang layak. IPM mengukur gabungan tigadimensi tentang pembangunan manusia, yakni: 1) indeks kesehatan diukur dari usia

2 Laporan Pembangunan Manusia, 1996.

3 Bahan presentasi Deputi Penanggulangan Kemiskinan Bappenas, www.p2kp.org.

4 Modul Pelatihan Dasar Making Governance Gender Responsive, CAPWIP, 2007, hal. 81

Page 37: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

21

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

harapan hidup, 2) indeks pendidikan diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orangdewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi, dan 3) indeks dayabeli diukur dari paritas daya beli dan penghasilan. Sedangkan, IPG merupakan IPM yangpengukurannya memakai data terpilah laki-laki dan perempuan. Ukuran PemberdayaanGender, yaitu indeks yang memperlihatkan peran aktif perempuan dalam kehidupanekonomi dan politik serta pengambilan keputusan.

Jika diukur dengan menggunakan IPM, saat ini Indonesia jauh tertinggal dibandingkandengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Filipina bahkan Vietnamyang selengkapnya dapat dilihat di tabel berikut:

Tabel 1.1Perbandingan Peringkat IPM di Beberapa Negara

Nama Negara Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007/2008IPM Peringkat IPM Peringkat IPM Peringkat

Australia 0,955 3 0,957 3 0,962 3Malaysia 0,796 61 0,805 61 0,811 63Thailand 0,778 73 0,784 74 0,781 78Filipina 0,758 84 0,763 84 0,771 90Vietnam 0,704 108 0,709 109 0,733 105Indonesia 0,697 110 0,711 108 0,728 107

Sumber: Human Development Index-UNDP

Dari Tabel di atas terlihat bahwa meskipun mengalami perbaikan peringkat dalamkurun 2005-2007, namun secara umum Indonesia banyak mengalami ketertinggalandibandingkan negara-negara tetangga, semisal Australia (peringkat 3), Malaysia (peringkat63), Thailand (peringkat 78), Filipina (peringkat 90) dan Vietnam (105). Kondisi ini jelasmemprihatinkan karena berakibat pada menurunnya kemampuan daya saing SDM Indo-nesia dibandingkan negara tetangga dan akan menjadi masalah serius seiring dengan eraperdagangan bebas negara ASEAN yang memungkinkan pergerakan tenaga kerjaprofesional antarnegara anggota.

Jika diukur dengan menggunakan IPG dan UPG, kondisi Indonesia lebih memprihatinkanlagi sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.2Perbandingan Peringkat IPG di Beberapa Negara

Nama Negara Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007/2008IPG Peringkat IPG Peringkat IPG Peringkat

Australia 0,954 2 0,955 3 0,960 2Malaysia 0,791 50 0,795 51 0,802 58Thailand 0,774 57 0,781 58 0,779 71Filipina 0,755 63 0,761 66 0,768 77Vietnam 0,702 83 0,708 80 0,732 91Indonesia 0,691 87 0,704 81 0,721 94

Sumber: Human Development Index-UNDP

Page 38: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

22 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Dari tabel di atas terlihat bahwa peringkat IPG Indonesia fluktuatif dari tahun ke tahun.Sementara itu, pada tahun 2007/2008, jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangga,semisal Malaysia di peringkat 58, Thailand di peringkat 71, Filipina di peringkat 77, danVietnam di peringkat 91.

Dengan situasi seperti ini, terlihat ada situasi yang kontradiktif antara capaian IPMdengan IPG. IPM Indonesia mengalami perbaikan peringkat selama tiga tahun terakhir,namun hal yang sebaliknya terjadi pada IPG. Capaian perbaikan peringkat IPM tidak diikutidengan perbaikan peringkat IPG dan kondisi ini menunjukkan bahwa perhatian pemerintahatas isu kesetaraan gender masih minim. Kondisi ini harus dijadikan motivasi dan tantanganbagi semua pihak untuk memperbaiki peringkat IPG Indonesia sehingga perbaikan IPMIndonesia diikuti dengan perbaikan IPG. Dengan demikian pembangunan dapatmemberikan manfaat yang adil bagi laki-laki dan perempuan.

C. Urgensi Implementasi APBD Responsif Gender dalam MengakselerasiPembangunan Manusia

Komitmen pemerintah untuk melaksanakan pembangunan manusia harus didukungoleh semua pihak, baik di pusat maupun di daerah. Hal ini terkait dengan kebijakandesentralisasi yang mengakibatkan kewenangan telah berpindah ke daerah. Urusan yangterkait dengan pembangunan manusia, terutama pendidikan dan kesehatan telah menjaditugas pemerintah daerah. Oleh karena itu, adanya komitmen yang kuat dari pemerintahdaerah untuk melaksanakan pembangunan manusia menjadi prasyarat keberhasilanpembangunan manusia. Komitmen dan inovasi pembangunan manusia akan tercermindalam kebijakan dan anggaran dari suatu daerah.

Bercermin dari data IPM, IPG dan UPG yang dirilis UNDP, pemerintah daerah perlumemberikan perhatian serius pada problem kesenjangan gender karena perbaikanperingkat IPM tidak dibarengi dengan perbaikan IPG dan UPG berdasarkan data yang ada.

Kesenjangan/ketimpangan gender merupakan perbedaan kedudukan antara laki-lakidan perempuan sebagai dampak dari pembedaan peran antara keduanya yang disebabkanoleh konstruksi budaya. Misalnya, di sektor pendidikan. Data tahun 2006 menunjukkanbahwa rata-rata tingkat pendidikan anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan tingkatpendidikan anak perempuan. Salah satu penyebab dari kesenjangan ini adalah kultur dimasyarakat yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama, sedangkanperempuan sebagai ratu rumah tangga sehingga pendidikan untuk anak laki-laki lebihdipentingkan daripada anak perempuan.

Dalam konteks Indonesia, analisis kesenjangan gender dapat dikombinasikan denganjenis ketimpangan lainnya yaitu ketimpangan berdasarkan kelompok usia, kemampuanekonomi, ras, etnis, kemampuan yang berbeda, dan lokasi geografis. Kombinasi antarabeberapa jenis ketimpangan dengan ketimpangan gender telah menjadikan perempuanmengalami diskriminasi berlapis. Misalnya, perempuan desa mengalami diskriminasiyang lebih berat karena terjadinya ketimpangan pembangunan antara desa dan kota(fasilitas umum di kota lebih baik dibandingkan di desa) dan diskriminasi gender (bebanmengurus rumah tangga disandangkan kepada perempuan) sehingga beban gandaperempuan desa lebih berat dibandingkan beban ganda perempuan kota.

Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi problem ketimpangan genderyang terjadi dengan mengintegrasikan isu gender ke dalam proses pembangunan melaluiupaya pembentukan tata pemerintahan yang responsif gender. Dalam tata pemerintahan

Page 39: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

23

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

yang responsif gender, komitmen pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan genderdioperasionalisasikan melalui mekanisme, kebijakan dan anggaran responsif gender. Padatitik inilah implementasi anggaran responsif gender menjadi penting untuk dilakukan,yaitu anggaran yang berpihak kepada masyarakat (memprioritaskan pembangunanmanusia) dan merespons masalah gender yang terjadi.

D. Pengertian dan Manfaat Anggaran Responsif Gender

Anggaran responsif gender adalah anggaran yang berpihak kepada masyarakat,memprioritaskan pembangunan manusia, dan merespons kebutuhan yang berbedaantara laki-laki dan perempuan. Pada praktiknya, implementasi anggaran responsif gen-der dapat merespons kebutuhan berdasarkan lokasi geografis (desa-kota), kemampuanyang berbeda (normal-penyandang cacat), dan kelompok umur (anak, remaja, lansia).

Pada prinsipnya, anggaran responsif gender bukanlah anggaran yang terpisah bagilaki-laki dan perempuan, melainkan strategi untuk mengintegrasikan isu gender ke dalamproses perencanaan dan penganggaran dan menerjemahkan komitmen pemerintah untukmewujudkan kesetaraan gender ke dalam komitmen anggaran agar anggaran memberikandampak dan manfaat yang setara bagi perempuan dan laki-laki.

Ada beberapa manfaat yang akan diraih jika anggaran responsif gender diimplementasi-kan, antara lain5:

1. Mendukung implementasi strategi pengarusutamaan gender yang telahditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu strategi pembangunan.

2. Memperbaiki alokasi sumber daya agar tepat sasaran pada kelompok-kelompokyang membutuhkan.

3. Memperkuat hubungan antara hasil dari kebijakan ekonomi dan sosial.

4. Menelusuri pengeluaran publik dengan komitmen kebijakan pembangunan dangender.

5. Mendorong partisipasi masyarakat sipil dalam pembuatan kebijakan ekonomi.

6. Membantu pemerintah untuk mematuhi komitmen nasional dan internasionaltentang kesetaraan gender.

7. Berkontribusi dalam pencapaian Millennium Development Goals (MDGs).

E. Kriteria Umum Anggaran Responsif Gender

Kriteria umum anggaran responsif gender dibuat untuk memudahkan pemahamanatas pengertian anggaran responsif gender. Kriteria ini disusun berdasarkan target-targetdalam MDGs dan CEDAW. Kriteria umum anggaran responsif gender mencakup:

Kriteria Pertama: Memprioritaskan pembangunan manusia yang ditandai dengan:

1. Adanya alokasi yang memadai untuk sektor pendidikan dan kesehatandibandingkan sektor lainnya.

2. Adanya alokasi yang memadai untuk mengatasi tingginya Angka Kematian Bayi(AKB).

5 Manual Gender Budgeting Malaysia, 2008, page 11

Page 40: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

24 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

3. Adanya alokasi yang memadai untuk mengatasi tingginya Angka Kematian IbuMelahirkan (AKI).

4. Adanya alokasi yang memadai untuk mengatasi kasus gizi buruk.

5. Adanya alokasi yang memadai untuk mengatasi penyakit menular (malaria, HIV,TBC, dst).

6. Adanya alokasi yang memadai untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah,baik laki-laki maupun perempuan, terutama untuk jenjang pendidikan SMP keatas.

Kriteria Kedua: Memprioritaskan upaya-upaya untuk mengurangi kesenjangan gen-der antara laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan:

1. Adanya alokasi yang memadai untuk meningkatkan tingkat partisipasi siswaperempuan di setiap jenjang pendidikan.

2. Adanya alokasi yang memadai untuk meningkatkan partisipasi politikperempuan.

3. Adanya alokasi anggaran yang memadai untuk kapasitas pegawai perempuan dipemerintahan.

4. Adanya alokasi yang memadai untuk meningkatkan TPAK (Tingkat PartisipasiAngkatan Kerja) perempuan.

Kriteria Ketiga: Memprioritaskan upaya penyediaan pelayanan publik yang berkualitasbagi masyarakat yang ditandai dengan:

1. Adanya alokasi yang memadai untuk puskesmas, posyandu dan rumah sakit.

2. Adanya alokasi yang memadai untuk penyediaan air bersih.

3. Adanya alokasi yang memadai untuk institusi sekolah.

Kriteria Keempat, Memprioritaskan upaya-upaya untuk meningkatkan daya belimasyarakat yang ditandai dengan:

1. Adanya alokasi yang memadai untuk bantuan modal keluarga miskin, denganmemberikan perhatian khusus pada perempuan kepala keluarga.

2. Adanya alokasi yang memadai untuk pembinaan ekonomi rakyat.

Kriteria umum di atas dapat dijabarkan lebih lanjut ke dalam program dan kegiatandaerah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Page 41: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

25

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Lembar Bantu Belajar 1.1

Permainan Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga

Alternatif I

Ada keluarga dengan rincian anggotanya sebagai berikut:

1. Kakek (65 tahun), tidak bekerja

2. Nenek (60 tahun ), pensiunan guru SD

3. Ibu (49 tahun), guru SMU swasta

4. Bapak (53 tahun), sopir angkot

5. Anak Pertama, perempuan (25 tahun), sekretaris di perusahaan swasta

6. Anak Kedua, laki-laki (23 tahun), asisten dosen

7. Anak Ketiga, perempuan (19 tahun), mahasiswa

8. Anak Keempat, perempuan (15 tahun), pelajar SLTP

9. Anak Kelima, laki-laki (5 tahun), belum sekolah

Aturan Main:

1. Masing-masing peserta memilih peran yang akan dimainkannya. Ada yang menjadikakek, nenek, ibu, bapak, dan seterusnya.

2. Masing-masing anggota keluarga menuliskan kebutuhannya di kertas (metaplan).

3. Masing-masing anggota keluarga mempresentasikan kebutuhannya dalam rapatkeluarga.

4. Masing-masing kelompok membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga(APBK) untuk periode satu bulan melalui proses diskusi dan negosiasi agar kebutuhankeluarga dan masing-masing anggota keluarga dapat terakomodasi. Dalammenentukan kebutuhan masing-masing anggota keluarga juga harusmempertimbangkan adanya kebutuhan yang khas antara laki-laki dan perempuan,kebutuhan khusus balita, remaja dan lanjut usia.

5. Jumlah pengeluaran keluarga tidak boleh melebihi jumlah pendapatan keluarga.

Kelompok 1: Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 1.000.000

Kelompok 2: Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 1.500.000

Kelompok 3: Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 2.000.000

Keterangan:

Belanja keluarga terbagi menjadi dua kategori:

1. Pengeluaran rutin keluarga

2. Pengeluaran masing-masing anggota keluarga

APBK dibuat dengan format berikut ini:

Page 42: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

26 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

PENDAPATAN KELUARGA

Sumber Pendapatan Penerima Pendapatan Jumlah

Jumlah

BELANJA KELUARGA

A. Pengeluaran Rutin Keluarga

No Jenis Belanja Jumlah

Jumlah

B. Pengeluaran Anggota Keluarga

No Jenis Kakek Nenek Ibu Bapak Anak Anak Anak Anak Anak

Belanja ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5

1

2

dst

Jumlah

Alternatif 2

Ada beberapa keluarga yang terdiri dari:

a. Keluarga 1

1. Kakek (65 tahun), tidak bekerja

2. Nenek (60 tahun), tidak bekerja

3. Ibu (49 tahun), guru TK swasta

4. Bapak (53 tahun), PNS di Pemerintah Kota

5. Anak Pertama, perempuan (25 tahun), buruh perusahaan tekstil

6. Anak Kedua, laki-laki (23 tahun), asisten dosen

7. Anak Ketiga , perempuan (19 tahun), mahasiswi

8. Anak Keempat, perempuan (15 tahun), pelajar SLTP

9. Anak Kelima, laki-laki, 5 tahun, belum sekolah

Page 43: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

27

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

b. Keluarga 2

1. Bapak (51 tahun), karyawan swasta

2. Ibu (49 tahun), berjualan makanan kecil dengan membuka warung di depanrumah

3. Anak Pertama, laki-laki (20 tahun), mahasiswa di universitas negeri

4. Anak Kedua, perempuan (16 tahun), pelajar SMU negeri

5. Anak Ketiga, laki-laki (10 tahun), pelajar SD negeri

c. Keluarga 3

1. Nenek (57 tahun), pensiunan PNS

2. Ibu (35 tahun), ibu rumah tangga

3. Anak Pertama, perempuan (15 tahun), pelajar SMU swasta

4. Anak kedua, laki-laki (10 tahun), pelajar SD

d. Keluarga 4

1. Bapak (55 tahun), pedagang barang bekas di pasar tradisional

2. Ibu (47 tahun), tukang cuci

3. Anak Pertama, laki-laki (25 tahun), tidak bekerja (pengangguran)

4. Anak Kedua, perempuan (20 tahun), penjaga toko

5. Anak Ketiga, laki-laki (18 tahun), pelajar SMU swasta

6. Anak Keempat, perempuan (14 tahun), pelajar SLTP swasta

7. Anak Kelima, laki-laki (11 tahun), pelajar SD negeri

e. Keluarga 5

1. Bapak (35 tahun), karyawan swasta

2. Ibu (30 tahun), guru SD negeri

3. Anak Pertama, perempuan (8 tahun), pelajar SD negeri

4. Anak Kedua, laki-laki (3 tahun), belum sekolah

Aturan Main:

1. Masing-masing anggota kelompok memilih peran yang akan dimainkannya. Ada yangmemilih menjadi kakek, nenek, ibu, bapak, dan seterusnya.

2. Masing-masing anggota keluarga menuliskan kebutuhannya di kertas (metaplan).

3. Masing-masing anggota keluarga mempresentasikan kebutuhannya dalam rapatkeluarga.

4. Masing-masing kelompok membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga(APBK) untuk periode satu bulan melalui proses diskusi dan negosiasi agar kebutuhankeluarga dan kebutuhan masing-masing anggota keluarga bisa terakomodasi. Dalammenentukan kebutuhan masing-masing anggota keluarga juga harusmempertimbangkan adanya kebutuhan yang khas antara laki-laki dan perempuan,kebutuhan khusus balita, remaja dan lanjut usia.

Page 44: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

28 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

5. Jumlah pengeluaran keluarga tidak boleh melebihi jumlah pendapatan keluarga

Kelompok 1 : Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 1.500.000

Kelompok 2 : Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 1.200.000

Kelompok 3 : Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 900.000

Kelompok 4 : Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 700.000

Kelompok 5 : Buatlah APBK jika penghasilan keluarga Rp 2.000.000

Keterangan:

Belanja keluarga terbagi menjadi dua kategori:

1. Belanja rutin keluarga

2. Belanja masing-masing anggota keluarga

APBK dibuat dengan format berikut ini:

PENDAPATAN KELUARGA

Sumber Pendapatan Penerima Pendapatan Jumlah

Jumlah

BELANJA KELUARGA

A. Pengeluaran Rutin Keluarga

No Jenis Belanja Jumlah

Jumlah

B. Pengeluaran Anggota Keluarga

No Jenis Kakek Nenek Ibu Bapak Anak Anak Anak Anak Anak

Belanja ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5

1

2

dst

Jumlah

Page 45: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

29

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Contoh Hasil Simulasi Permainan APBK dengan menggunakan Alternatif I

Kelompok 1: Jumlah Penghasilan Keluarga Rp 1.000.000

PENDAPATAN KELUARGA

Sumber Pendapatan Penerima Pendapatan Jumlah

Gaji Ibu 300.000

Gaji Bapak 280.000

Gaji Anak ke-1 300.000

Honor Anak ke-2 120.000

Jumlah 1.000.000

BELANJA KELUARGA

A. Pengeluaran Rutin Keluarga

No Jenis Pengeluaran Jumlah

1 Listrik 15.000

2 Beras 40.000

3 Lauk dan sayur-mayur 200.000

4 Sabun mandi dan sabun cuci 20.000

5 Perawatan rumah 20.000

6 Koran 30.000

7 Menabung 5.000

8 Biaya tak terduga 25.000

Jumlah 355.000

Page 46: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

30 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

B. Pengeluaran Anggota Keluarga

No Jenis Pe- Kakek Nenek Ibu Bapak Anak Anak Anak Anak Anak

ngeluaran ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5

1 Biaya 10.000 10.000 10.000 15.000kesehatan

2 Mainan 10.000

3 Sekolah 5.000

4 Pakaian 10.000 30.000 10.000 10.000 10.000

5 Kosmetik 10.000 10.000 60.000 10.000 5.000

6 Biaya sosial 10.000

7 Buku 25.000 20.000 20.000

8 Biaya sekolah 30.000 10.000

9 Uang jajan 30.000

10 Biaya 50.000 20.000 50.000transportasi

11 Alat tulis 15.000 50.000

12 Lain-lain 20.000

13 Kredit sepeda 20.000

14 Voucher HP 50.000

Jumlah 10.000 40.000 45.000 20.000 190.000 75.000 150.000 75.000 40.000

Kelompok 2: Jumlah Penghasilan Keluarga Rp 1.500.000

PENDAPATAN KELUARGA

Sumber Pendapatan Penerima Pendapatan Jumlah

Gaji Ibu 400.000

Gaji Bapak 400.000

Gaji Anak ke-1 500.000

Honor Anak ke-2 200.000

Jumlah 1.500.000

BELANJA KELUARGA

A. Pengeluaran Rutin Keluarga

No Jenis Belanja Jumlah

1 Listrik 40.000

2 PAM 35.000

3 Telepon 30.000

4 Makanan 450.000

5 Sabun, dll 75.000

Jumlah 630.000

Page 47: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

31

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

B. Pengeluaran Anggota Keluarga

No Jenis Pe- Kakek Nenek Ibu Bapak Anak Anak Anak Anak Anak

ngeluaran ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5

1 Uang saku 35.000 35.000 20.000 20.000 30.000 75.000 50.000 15.000

2 Bedak, dll 30.000

3 Uang 100.000 30.000 50.000 30.000 50.000 30.000transportasi

4 Biaya sosial 100.000

5 Biaya sekolah 40.000 75.000 20.000

6 Susu 35.000

Jumlah 35.000 35.000 200.000 50.000 100.000 100.000 200.000 100.000 50.000

Kelompok 3: Jumlah Penghasilan Keluarga Rp 2.000.000

PENDAPATAN KELUARGA

Sumber Pendapatan Penerima Pendapatan Jumlah

Gaji Ibu 500.000Gaji Bapak 500.000Gaji Anak ke-1 800.000Honor Anak ke-2 200.000

Jumlah 2.000.000

BELANJA KELUARGA

A. Pengeluaran Rutin Keluarga

No Jenis Pengeluaran Jumlah

1 Listrik 50.0002 PAM 30.0003 Telepon 75.0004 Makanan 824.0005 Sabun, dll 21.0006 Iuran (sampah dan RT) 8.000

Jumlah 1.008.000

B. Pengeluaran Anggota Keluarga

No Jenis Pe- Kakek Nenek Ibu Bapak Anak Anak Anak Anak Anak

ngeluaran ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5

1 Uang saku 30.000 70.000 75.000 60.000 75.000 50.000 25.000

2 Bedak, dll 25.000 50.000

3 Uang 50.000 30.000 35.000 35.000 50.000 40.000transportasi

4 Biaya sosial 25.000 32.000

5 Biaya sekolah 75.000 40.000

6 Susu 50.000

7 Pakaian 40.000 40.000

Jumlah 0 55.000 107.000 140.000 200.000 95.000 200.000 130.000 65.000

Page 48: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

32 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Fungsi dan Asas Umum APBD

ANGGARAN/APBDRencana keuangan tahunan pemerintahan daerahyang dibahas dan disetujui bersama olehpemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkandengan peraturan daerah.

Fungsi Anggaran(Pasal 3 ayat 4 UU 17 tahun 2003)– (1)

• Fungsi otorisasi, bahwa anggaran harusmenjadi dasar dalam melaksanakanpendapatan dan belanja.

• Fungsi perencanaan, bahwa anggaranmenjadi pedoman bagi manajemen dalammerencanakan kegiatan.

• Fungsi pengawasan, bahwa anggaranmenjadi pedoman untuk menilai apakahkegiatan penyelenggaraan pemerintahannegara sesuai dengan ketentuan yang telahditetapkan.

Asas Umum APBD(Permendagri 13/2006) – (1)

• Tertib, keuangan daerah dikelola secara tepatwaktu dan tepat guna yang didukung denganbukti- bukti administrasi yang dapatdipertanggungjawabkan.

• Taat pada peraturan perundangan, bahwaAPBD harus berpedoman pada peraturanperundangan.

Asas Umum APBD(Permendagri 13/2006) – (2)

Efektif, pencapaian hasil program dengan targetyang telah ditetapkan, yaitu dengan caramembandingkan keluaran dengan hasil.

Efisien, pencapaian keluaran yang maksimumdengan masukan tertentu atau penggunaanmasukan terendah untuk mencapai keluarantertentu.

Asas Umum APBD(Permendagri 13/2006) – (4)

• Keadilan, adalah keseimbangan distribusikewenangan dan pendanaannya dan/ataukeseimbangan distribusi hak dan kewajibanberdasarkan pertimbangan yang obyektif.

• Kepatutan, tindakan atau suatu sikap yangdilakukan dengan wajar dan proporsional.

• Manfaat untuk masyarakat, mengandungmakna bahwa keuangan daerah diutamakanuntuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Fungsi Anggaran(Pasal 3 ayat 4 UU tahun 2003)– (2)

• Fungsi alokasi, bahwa anggaran harusdiarahkan untuk mengurangi penganggurandan pemborosan sumber daya, sertameningkatkan efisiensi dan efektivitasperekonomian.

• Fungsi distribusi, bahwa kebijakan anggaranharus memperhatikan rasa keadilan dankepatutan.

• Fungsi stabilisasi, bahwa anggaran menjadialat untuk memelihara dan mengupayakankeseimbangan fundamental perekonomian.

Asas Umum APBD(Permendagri 13/2006) – (3)

• Ekonomis, perolehan masukan tertentu ataupenggunaan masukan terendah untuk mencapaikeluaran tertentu.

• Transparan, prinsip keterbukaan yangmemungkinkan masyarakat untuk mengetahuidan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

• Bertanggung jawab, perwujudan kewajibanseseorang untuk mempertanggungjawabkanpengelolaan dan pengendalian sumber dayadan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakankepadanya dalam rangka pencapaian tujuanyang telah ditetapkan.

Bahan Presentasi 1.1

1 2

3 4

5 6

7 8

Page 49: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

33

Sesi 1 Mengenal APBD Responsif Gender

Pembangunan Manusia danAnggaran Responsif Gender

Kegagalan Pembangunan

• Jobless growth• Ruthless growth• Rootless growth• Voiceless growth• Futureless growth

Pembangunan Berpusat padaManusia

• Paradigma baru pembangunan• Laki-laki dan perempuan menjadi pusat dari

proses pembangunan

Indeks Pembangunan Gender(IPG)

• Peringkat IPG Indonesia fluktuatif, 87 (2005),81 (2006), 94 (2007)

• ada situasi yang kontradiktif antara capaian IPMdengan IPG

• implementasi anggaran responsif gendermenjadi penting untuk dilakukan

Anggaran Responsif Gender (ARG)

Anggaran yang berpihak kepada masyarakatmiskin dan kelompok rentan, sertamengakomodasikan adanya kebutuhan yangberbeda antara berbagai kelompok dalammasyarakat (laki-laki, perempuan, anak, remaja,lansia, penyandang cacat)

Penyusunan Anggaran ResponsifGender

• Disusun sesuai dengan target MDGs danPemenuhan CEDAW

• Disusun sebagai upaya untuk mendeskripsikandengan mudah ‘makhluk’ APBD ResponsifGender kepada pihak terkait

Indeks Pembangunan Manusia(IPM)

• Ada peningkatan peringkat dari 110 (2005), 108(2006) dan 107 (2007)

• Indonesia banyak mengalami ketertinggalandibandingkan negara-negara tetangga, semisalAustralia (peringkat 3), Malaysia (peringkat 63),Thailand (peringkat 78), Filipina (peringkat 90)dan Vietnam (105)

Manfaat Anggaran ResponsifGender

• Memperbaiki alokasi sumber daya agar tepatsasaran

• Memperkuat hubungan antara hasil darikebijakan ekonomi dan sosial

• Menelusur i pengeluaran publik dengankomitmen kebijakan pembangunan dan gender

• Mendorong partisipasi masyarakat sipil dalampembuatan kebijakan ekonomi

• Membantu pemerintah untuk mematuhikomitmen nasional dan internasional tentangkesetaraan gender

• Berkontribusi dalam pencapaian MillenniumDevelopment Goals (MDGs)

Bahan Presentasi 1.2

1 2

3 4

5 6

7 8

Page 50: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

34 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Kriteria Umum ARG-(1)

Pertama: Memprioritaskan pembangunanmanusia yang ditandai dengan:

• Adanya alokasi yang memadai untuk sektorpendidikan dan kesehatan dibandingkan sektorlainnya

• Adanya alokasi yang memadai untukmengatasi tingginya AKB

• Adanya alokasi yang memadai untukmengatasi tingginya AKI

• Adanya alokasi yang memadai untukmengatasi kasus gizi buruk

Kriteria Umum ARG-(3)

3. Adanya alokasi anggaran yang memadai untukkapasitas pegawai perempuan di pemerintahan

4. Adanya alokasi yang memadai untukmeningkatkan TPAK (Tingkat PartisipasiAngkatan Kerja) perempuan

Ketiga: Memprioritaskan upaya penyediaanpelayanan publik yang berkualitas bagimasyarakat yang ditandai dengan:

1. Adanya alokasi yang memadai untukPuskesmas, Posyandu dan rumah sakit

2. Adanya alokasi yang memadai untukpenyediaan air bersih

3. Adanya alokasi yang memadai untuk institusisekolah

Kriteria Umum ARG-(4)

Keempat: Memprioritaskan upaya-upaya untukmeningkatkan daya beli masyarakat yangditandai dengan:

• Adanya alokasi yang memadai untuk bantuanmodal keluarga miskin (dengan memberikanperhatian khusus pada perempuan kepalakeluarga)

• Adanya alokasi yang memadai untukpembinaan ekonomi rakyat

Kriteria Umum ARG-(2)

5. Adanya alokasi yang memadai untukmengatasi penyakit menular (malaria, HIV, TBC,dst)

6. Adanya alokasi yang memadai untukmeningkatkan angka partisipasi sekolah

Kedua: Memprioritaskan upaya-upaya untukmengurangi kesenjangan gender antara laki-lakidan perempuan yang ditandai dengan:

• Adanya alokasi yang memadai untukmeningkatkan tingkat partisipasi siswaperempuan di setiap jenjang pendidikan

2. Adanya alokasi yang memadai untukmeningkatkan partisipasi politik perempuan

9 10

11 12

Page 51: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

SESI 2

Genderdan Kemiskinan

Page 52: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 53: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

35

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Gender dan Kemiskinan

PengantarUpaya memahami keterkaitan antara gender dan kemiskinan bisa dimulai dengan

memahami apa makna gender dan peran gender.

Menurut Lorraine Corner1, gender merujuk pada perbedaan peran dan tanggung jawabsosial laki-laki dan perempuan, perilaku dan karakteristik sosial yang dianggap pantasuntuk laki-laki dan perempuan, serta nilai atau penghargaan yang diberikan kepadaaktivitas yang dilakukan laki-laki dan perempuan. Gender merujuk pada relasi antara laki-laki dan perempuan dan sanksi sosial yang diterima terkait peran masing-masing jeniskelamin tadi. Sanksi sosial berupa teguran misalnya, akan diterima oleh perempuanmenikah yang membiarkan suaminya memasak dan mengasuh anak. Hal ini terjadi karenasuami berdasarkan nilai sosial yang ada, berperan sebagai pencari nafkah.

Peran gender laki-laki dan perempuan dibagi dalam tiga ranah: reproduksi, produksidan masyarakat. Peran laki-laki: ayah, pencari nafkah utama, pimpinan politik yang seringkali formal dan biasanya dibayar. Sementara itu, peran perempuan: ibu dan istri, tidakmencari nafkah atau hanya pencari uang tambahan, bekerja sukarela sebagai perluasanperan reproduksi, sering kali informal dan biasanya tidak dibayar.

1 Lorraine Corner, mantan adviser program regional UNIFEM Asia Timur dan Asia Tenggara, Bangkok. Dalam “Sex, Gender and Development“. Diambil dariA Gender Approach to the Advancement of Women Handout and Notes for Gender Workshops.

Page 54: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

36 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Keterkaitan gender dan kemiskinan dapat dilihat dari konstruksi peran gender laki-laki dan perempuan di tiga ranah tadi yang menjadikan perempuan menjadi pihak yangdipinggirkan. Di mana saja, perempuan menikmati lebih sedikit keuntungan dalam gerakpembangunan global.

Tujuan:

• Memahami arti dan perbedaan jenis kelamin (sex), gender dan stereotip gen-der, peran gender, serta implikasinya terhadap posisi perempuan dan laki-laki.

• Memahami peran laki-laki dan perempuan di ranah reproduksi, produksi danmasyarakat.

• Memahami implikasi ketimpangan peran gender antara laki-laki danperempuan yang telah mengakibatkan perempuan rentan terhadapkemiskinan dan eksploitasi ekonomi.

• Memperkenalkan konsep keadilan dan kesetaraan gender.

Metode:

• Permainan kartu stereotip• Curah pendapat• Diskusi kelompok• Pemutaran VCD Gender dan Kemiskinan• Presentasi

Waktu:

120 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media:

• Empat Set Kartu Stereotip• VCD Gender dan Kemiskinan• Lembar Bantu Belajar 2.1• Bahan Bacaan 2.1• Bahan Bacaan 2.2• Bahan Bacaan 2.3• Bahan Presentasi 2.1• Bahan Presentasi 2.2

Catatan untuk Fasilitator:

• Sebelum sesi ini dimulai, fasilitator mempersiapkan kartu stereotip terlebihdulu. Contoh hasil simulasi kartu stereotip ada di akhir sesi.

• Perhatikan keragaman pandangan atau opini peserta mengenai peran gen-der dan implikasinya terhadap posisi laki-laki dan perempuan.

• Jika perdebatan sudah sampai ke masalah agama yang cenderung sensitif,hindari diskusi yang memancing emosi.

Page 55: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

37

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Tahapan Proses:

Pembukaan (5 menit)• Fasilitator membuka sesi ini dan menjelaskan tujuan sesi secara singkat.

• Fasilitator menjelaskan dalam sesi ini akan dilakukan simulasi permainan stereotip.

Permainan Stereotip (20 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi empat kelompok.

• Setiap kelompok mendapat satu set kartu stereotip dan diminta untuk meng-kategorisasikan kartu-kartu yang ada ke dalam kolom “perempuan” dan “laki-laki”.

• Setiap kelompok diminta menganalisis ‘karakteristik’ perempuan dan laki-laki yangada di setiap kartu stereotip. Apakah stereotip atau karakteristik perempuan danlaki-laki itu masih aktual dan relevan? Tiap kelompok menuliskan hasil analisisnya dikertas plano.

Curah Pendapat (25 menit)• Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil analisisnya

dan memberikan pandangan mengenai perkembangan gender dan peran genderyang aktual dan relevan.

• Fasilitator mencatat inti presentasi tiap kelompok dan bersama peserta menyimpul-kan beberapa hal, antara lain:

- Karakter-karakter gender diciptakan oleh kebiasaan, budaya dan tradisi. Karaktergender laki-laki dan perempuan beragam dari satu budaya ke budaya lain, darisatu era ke era lain, dari satu tempat ke tempat lainnya.

- Peran gender perempuan dan laki-laki ternyata melahirkan ketidakadilan gen-der, seperti marjinalisasi, subordinasi, beban ganda, stereotip dan kekerasanterhadap perempuan.

- Isu kesetaraan gender yang meliputi akses, partisipasi, kontrol dan manfaatterhadap sumber daya dan gerak pembangunan akan terus menjadi isu yangpopuler.

- Agar lebih jelas, fasilitator menayangkan dan menjelaskan inti presentasi secarasingkat dari Bahan Presentasi 2.1 dan 2.2.

Pemutaran VCD Gender dan Kemiskinan (10 menit)• Fasilitator menjelaskan bahwa untuk memperjelas tema sesi yang sedang dibahas

akan diputar VCD tentang gender dan kemiskinan.

• Setelah VCD selesai diputar, fasilitator menanyakan beberapa pendapat dari pesertatentang film yang baru saja dilihat.

Diskusi Kelompok (30 menit)• Fasilitator membagi peserta dalam empat kelompok. Bagikan Bahan Bacaan 2.1 (Relasi

Gender) dan Bahan Bacaan 2.2 (Kepentingan Gender), Bahan Bacaan 2.3 (EkonomiPemeliharaan Rumah Tangga dan Kerja yang Tidak dibayar) serta Lembar Bantu Belajar2.1 (Statistik Kesenjangan Gender).

• Masing-masing kelompok diminta mendiskusikan Lembar Bantu Belajar 2.1 danmenuliskan hasil analisis kelompok dalam kertas plano.

• Waktu diskusi kelompok 25 menit.

Page 56: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

38 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Curah Pendapat (25 menit)• Fasilitator meminta setiap kelompok bergiliran mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya dalam format pleno.

• Fasilitator bersama peserta menyimpulkan beberapa hal, yaitu:

- Ada fakta (disajikan dalam bentuk tabel) yang menunjukkan bahwa telah terjadiketimpangan gender yang disebabkan oleh kemiskinan struktural.

- Ada keterkaitan sebab akibat antara gender, peran gender dan ketidakadilangender yang dialami perempuan dalam berpartisipasi dan menikmatipembangunan. Secara umum, APBD belum mengakomodasi perbedaankebutuhan praktis dan kepentingan strategis gender yang terefleksikan dalamdua hal: Pertama, sedikit program yang mengakomodasi kepentinganperempuan. Kedua, ada kebijakan dan program, tetapi jumlah anggaran tidakmemadai. Kondisi ini berdampak negatif, seperti kasus busung lapar, gizi buruk,tingginya angka kematian ibu melahirkan, tingginya kasus kekerasan dalamrumah tangga hingga maraknya kasus perdagangan perempuan. Hal ini tak bisalepas dari peran gender perempuan di tiga ranah yang bukan pencari nafkah,bekerja cenderung sukarela, informal dan biasanya tidak dibayar.

Penutup (5 menit)• Fasilitator menutup sesi dan meminta peserta untuk beristirahat sebelum

melanjutkan ke sesi 3.

Page 57: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

39

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

1 Lorraine Corner, mantan adviser program regional UNIFEM Asia Timur dan Asia Tenggara, Bangkok. Dalam “Sex, Gender and Development“. Diambil dariA Gender Approach to the Advancement of Women Handout and Notes for Gender Workshops.

Bahan Bacaan 2.1

Relasi Gender1

• Jenis kelamin (sex) merujuk pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuanyang tetap sejak lahir. Perbedaan jenis kelamin yang paling signifikan terkait denganpotensi menstruasi, hamil/mengandung dan menyusui untuk perempuan danproduksi sperma bagi laki-laki sebagai pribadi (individual).

Tabel 2.1Karakteristik

Laki-laki Perempuan

Penis Vagina

Zakar Sel telur

Sperma/mani Payudara

Perbedaan jenis kelamin lainnya dilihat di level populasi, tetapi tidak di level pribadi:semisal, meskipun rata-rata laki-laki secara fisik lebih besar dan kuat dibandingkandengan perempuan, perempuan secara individu bisa saja lebih besar dan kuatdibandingkan laki-laki secara individu.

• Gender merujuk pada perbedaan peran dan tanggung jawab sosial dari perempuandan laki-laki, perilaku dan karakteristik sosial yang dianggap pantas untuk perempuandan laki-laki dan gagasan mengenai bagaimana berbagai macam aktivitas dinilai dandihargai. Gender merujuk pada relasi antara laki-laki dan perempuan dan sanksi sosialyang diterima terkait peran dari masing-masing jenis kelamin tadi.

• Peran gender berbeda di antara masyarakat atau bahkan di dalam kelompok-kelompok suatu masyarakat tertentu. Peran gender mewakili gagasan yang telahdisepakati dalam masyarakat dan budaya tertentu mengenai apakah kepantasan dankelaziman untuk jenis kelamin tertentu, kelompok dan masyarakat. Namun demikian,perempuan dan laki-laki sebagai individu dapat menjalankan peran gender yangbiasanya diperankan oleh jenis kelamin lawannya. Sebagai contoh, seorangperempuan mungkin berlaku sebagai kepala rumah tangga meskipun hal ini biasanyamerupakan peran gender laki-laki di mana perempuan itu hidup/tinggal.

Peran gender secara sosial dan budaya menentukan aktivitas, pekerjaan, dan peranyang dianggap ‘biasa’ atau ‘pantas’ untuk masing-masing jenis kelamin, meskipun haltersebut sebenarnya mampu dilakukan oleh jenis kelamin lawannya. Sebagai contoh,banyak orang menganggap bahwa pekerjaan sebagai insinyur, penambang danastronot hanya pantas untuk laki-laki. Namun, ada pula perempuan yang menjadiinsinyur, penambang dan astronot. Laki-laki bisa bekerja penuh mengurus bayi atauguru TK, meskipun umumnya menganggap profesi ini lebih pantas untuk perempuan.

• Peran-peran gender, baik untuk perempuan dan laki-laki dapat diklasifikasikan menjaditiga tipe: reproduksi (domestik/keluarga), produksi dan peran dalam masyarakat (com-munity):

Page 58: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

40 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 2.2Peran Gender

Reproduksi Produksi Masyarakat

Perempuan Peran utama: Sering kali diasumsikan Pengelolaan masyarakat• Ibu tidak ada atau hanya layanan sukarela• Istri sebagai penghasil/ (perluasan dari peran

pencari uang tambahan reproduksi, sering kaliinformal dan biasanyatidak dibayar)

Laki-laki Ayah Peran utama: • KepemimpinanPencari nafkah • Politik

• Pertahanan (sering kalibersifat formal dandibayar)

Secara umum, peran gender utama perempuan adalah menjadi ibu dan istri. Peranini digunakan oleh perempuan untuk mendefinisikan dirinya dan bahkan seringmengevaluasi tingkat kesuksesan seorang perempuan dengan melihat sesukses apaperan sebagai ibu dan istri ini dilakukan. Oleh karena itu, mereka mengalami bebanganda, pekerjaan domestik maupun pekerjaan yang dibayar. Pekerjaan sebagai ibuadalah pekerjaan yang dilakukan selama 24 jam penuh, maka perempuan sebenarnyamenjalankan lebih dari satu peran dalam satu waktu. Meskipun perempuan dapatbekerja di sektor formal, namun perempuan terus-menerus menanggung tanggungjawab sebagai ibu dan istri. Jika anak mereka sakit, atau ada masalah di rumah tangga,maka perempuan yang bekerja tetap diharapkan dapat menanganinya. Sebaliknya,peran gender utama laki-laki adalah pencari nafkah bagi keluarga dan kesuksesanlaki-laki juga diukur dari peran gender ini. Ketika laki-laki sedang bekerja, mereka‘terlalu sibuk’ atau perannya ‘sangat penting’ sehingga tidak bisa diganggu denganperan mereka sebagai suami atau ayah.

• Peran-peran gender yang dianggap lazim untuk perempuan dan laki-laki,berbeda di berbagai masyarakat. Sebagai contoh, di beberapa masyarakat, semuaperdagangan dianggap sebagai peran gender laki-laki, tetapi di Kamboja danbanyak negara Afrika Utara, perdagangan terutama skala kecil, dianggap peranperempuan.

• Peran akan berubah seiring waktu untuk merespons perubahan ekonomi dansosial. Gro Bruntland mencatat bahwa ketika dia menjadi perempuan pertamayang memimpin negaranya, banyak orang Norwegia yang terkejut karena seorangperempuan bisa menduduki jabatan perdana menteri. Pada 1995, setelah diabekerja di kantor selama 15 tahun, anak-anak bertanya secara mengejutkan“Bisakah seorang laki-laki menjadi perdana menteri?”

Berbagai kegiatan yang dilakukan perempuan dan laki-laki berubah lebih cepatdibandingkan norma masyarakat, sehingga norma mengenai peran gender seringkali berbeda jauh dari kenyataan. Secara umum masih diasumsikan bahwa umumnyaperempuan yang menikah di Asia-Pasifik menjadi istri dan ibu sepenuhnya, tidaksibuk dalam kegiatan ekonomi. Namun, riset menunjukkan bahwa banyakperempuan, khususnya perempuan miskin sibuk di kegiatan ekonomi. Situasi yang

Page 59: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

41

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

sama juga terjadi di Indonesia. Banyak perempuan yang melakukan aktivitas ekonomi,menjadi petani, pedagang, berjualan di rumah, meskipun kebanyakan bergerak disektor informal.

• Peran gender mempengaruhi kebutuhan. Pengalaman perempuan dan laki-lakiberbeda yang disebabkan oleh peran gender masing-masing. Sebagai contoh,karena perempuan perawat utama anak, perempuan secara khusus memerlukankemudahan akses untuk sekolah dan perawatan kesehatan. Sebagai istri,perempuan memerlukan akses ke air dan sebagai ibu memerlukan akses ke airminum bersih untuk melindungi kesehatan keluarganya. Sebaliknya, laki-lakisepertinya menempatkan prioritas yang lebih tinggi dalam akses ke pasar danfasilitas terkait peran sebagai penghasil nafkah utama (akan dibahas lebih jauhdalam Bahan Bacaan 2.2)

• Peran gender mengakibatkan ketidakadilan gender dalam berbagai bentuk, yaitu:

1. Marjinalisasi/Peminggiran

Marjinalisasi adalah istilah negatif yang digunakan untuk menunjuk bagaimanabeberapa pendekatan pembangunan cenderung untuk membatasi intervensipada program-program tradisional dan membatasi partisipasi perempuan dalampembangunan. Intervensi ini terkait dengan peran sebagai ibu, pusat pengurusananak dan kegiatan pemberian nutrisi, dibandingkan kegiatan yang lain. Perspektifini mempertahankan peran tradisional perempuan sehingga kebutuhan danpotensi perempuan di area yang lain, khususnya di sektor ekonomi tetap tidakdiakui. Oleh karena itu, pengembangan perempuan secara penuh sebagaisumber daya masyarakat tidak akan tercapai. Contoh dari marjinalisasi antaralain:

a. Perempuan tidak dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan.

b. Perempuan pengusaha jika hendak mengajukan kredit ke bank harus seizinsuami, tetapi suami tidak perlu izin istri.

2. Subordinasi/Menomorduakan Perempuan

Subordinasi gender adalah istilah yang mendeskripsikan posisi perempuanyang dinomorduakan daripada laki-laki di masyarakat. Perempuan kurangmendapatkan akses dan kontrol atas sumber daya dan manfaat di masyarakatdibandingkan laki-laki. Contoh nyata dari subordinasi adalah:

a. Perempuan adalah pelayan laki-laki yang hanya mengurus rumah tangga.

b. Perempuan dinomorduakan dalam politik, jabatan, karier dan pendidikan.

3. Diskriminasi

Adalah anggapan yang dituangkan dalam tindakan. Diskriminasi tertuangdalam praktik, kebijakan atau prosedur yang meniadakan perlakuan yang setaraterhadap individu atau kelompok sebagai akibat dari anggapan/asumsi. Ini adalahperilaku jahat karena orang mendapat perlakuan yang berbeda dan tidakmengenakkan berdasarkan latar belakang kultur, ras atau jenis kelamin. Contohdiskriminasi:

a. Rekrutmen pegawai yang mengutamakan laki-laki.

b. Upah perempuan lebih rendah dibanding upah laki-laki, meski untukpekerjaan yang sama.

Page 60: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

42 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

4. Beban Ganda/Berganda

Ini adalah kondisi yang dialami oleh seseorang (biasanya perempuan) denganwaktu dan energi terbatas namun harus menunaikan beberapa tugas/tanggungjawab. Pembagian wilayah produksi dan reproduksi telah mengakibatkan bebanganda bagi perempuan dalam kegiatan produksi. Selain harus menyediakanwaktu penuh untuk kerja produktif (contohnya dalam kasus perempuan miskin),pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak tetap menjadi tanggung jawabnya.Perempuan, oleh karenanya menjalani double burden atau ‘beban ganda’ dari‘kerja dibayar’ sebagai bagian dari angkatan kerja) dan ‘kerja tak dibayar’ yangdikerjakan di rumah. Beban ganda ini juga menimbulkan kesulitan bagiperempuan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau mendapatkanpelatihan yang memadai dan untuk bergerak ke tingkat profesional.

5. Pelabelan/Stereotip

Ini adalah kecenderungan yang diberikan oleh budaya untuk menganggapsifat, karakter dan peran khusus kepada perempuan dan laki-laki. Individukemudian diberi label berdasarkan identitas kelompok. Asumsi di belakangstereotip adalah menganggap atribut dari laki-laki berlaku untuk semua laki-laki dan atribut perempuan berlaku untuk semua perempuan dalam satumasyarakat. Karakteristik biasanya diasosiasikan dengan perempuan dan laki-laki yang sering kali stereotip dan menjadi suatu harapan bahwa semua laki-lakiseharusnya memiliki karakter maskulin dan semua perempuan berkarakterfeminin. Sebagai contoh, di banyak budaya laki-laki distereoptipkan sebagai keras(strong), agresif, kuat (forceful), tegas (decisive). Sementara perempuandistereotipkan sebagai lemah (weak), pasif, patuh dan labil (indecisive).

Stereotip gender untuk laki-laki sering kali merujuk pekerjaan –sebagaipenilaian karakteristik. Hasilnya, perempuan bekerja di lingkungan yangdidominasi laki-laki sering kali tidak diuntungkan. Karakteristik seperti ketegasandan kekuatan di pihak laki-laki akan dinilai dengan negatif kalau karakteristik ituada di pihak perempuan sebagai perempuan meraja (“bossy”), ambisius (“pushy”).

Harapan yang berdasarkan stereotip cenderung membuat perempuanmenjadi tidak terlihat ketika mereka sibuk dalam pekerjaan atau kegiatan non-tradisional. Sebagai contoh, meskipun data menunjukkan bahwa banyak petaniperempuan, pegawai Departemen Pertanian melanjutkan asumsi bahwa pro-gram dan pelayanan mereka mempunyai sasaran laki-laki. Statistik yang lainmenunjukkan harapan serupa yang menyebabkan badan pembangunanmelanjutkan asumsi bahwa perempuan miskin akan mempunyai waktu untukterlibat dalam program baru seperti proyek penghasilan tambahan, meskipunpada kenyataannya bahwa survei alokasi waktu menunjukkan bahwa perempuanmiskin sudah berperan ganda dengan pekerjaannya.

6. Kekerasan (Violence)

Kekerasan adalah tindakan kasar yang dilakukan terhadap perempuan karenadia perempuan. Kekerasan terjadi karena ada diskriminasi dan pelabelan yangmerendahkan perempuan. Kekerasan gender terjadi di mana-mana yangberlangsung secara terus-menerus. Contoh kekerasan gender antara lain:

a. Perkosaan, pelecehan seksual.

b. Penyiksaan dan pemukulan terhadap istri.

c. Kata-kata dan permintaan suami harus dipatuhi.

Page 61: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

43

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

• Gender bersifat cross cutting issues atas semua faktor yang menentukan ketidak-setaraan di dalam masyarakat. Ketidaksetaraan di antara manusia dalam suatumasyarakat ditentukan oleh beberapa faktor:

a. Kelas, yang dapat pula dilihat sebagai ketidaksetaraan dalam posisi, status,kesejahteraan, pengetahuan, hak dan kesempatan.

b. Lokasi atau orientasi perkotaan/pedesaan.c. Etnisitas/ras.d. Usia.

Gender berinteraksi dengan semua bentuk dari ketidaksetaraan ini2.

• Gender dan Kemiskinan. Apa keterkaitan gender dan kemiskinan? Ternyataakibat konstruksi peran gender laki-laki dan perempuan di tiga ranah (produksi,reproduksi dan komunitas), perempuan menjadi pihak yang dipinggirkan. Dimana saja, perempuan sebagai kelompok menikmati lebih sedikit keuntungandalam gerak pembangunan global. Padahal perempuan bekerja dalam waktuyang lebih panjang dibandingkan laki-laki. Berikut data statistik PBB yang bisamenggambarkan keterpinggiran perempuan secara global3:- Perempuan melakukan kegiatan yang menyumbang 67% waktu kerja dunia,- Perempuan berpendapatan 10% dari pendapatan dunia,- Perempuan merupakan 2/3 penderita buta huruf dunia, dan- Perempuan memiliki kurang dari 1% kekayaan (property) dunia.

Perempuan menjadi pihak yang tak terlihat dalam proses pembangunan. Sebab,banyak pekerjaan mereka tidak dibayar dan dibayar murah dibandingkan pekerjaan laki-laki. Kontribusi perempuan tidak merefleksikan dalam penghitungan produk domestikbrutto (PDB) nasional dan perempuan juga dimangkirkan dari perencanaan dan prosespengambilan keputusan di lembaga donor, LSM nasional, masyarakat dan keluarga4.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan SMERU mengenai SPKM (Sistem PemantauanKesejahteraan oleh Masyarakat) menunjukkan bahwa 8 dari 10 keluarga miskin dikepalaioleh perempuan5. Penelitian dilakukan pada tahun 2006 di empat desa, yaitu DesaCibulakan dan Parakantugu (Kabupaten Cianjur) dan Desa Kedondong dan Jungpasir(Kabupaten Demak). Dalam metode SPKM, kesejahteraan keluarga terpetakan menjadi10% keluarga terkaya dan 10% keluarga termiskin. Temuan di Desa Kedondongmenunjukkan bahwa keluarga terkaya dikepalai oleh laki-laki dengan tingkat pendidikansarjana, istrinya juga berpendidikan sarjana dan bekerja di sektor jasa. Di lain pihak, keluargatermiskin dikepalai oleh perempuan yang tidak tamat SD dan menganggur. Secara umum,dari 10% keluarga terkaya, 99,28% dikepalai oleh laki-laki dan dari 10% keluarga termiskin,80,44% dikepalai oleh perempuan. Situasi ini makin menunjukkan kaitan antara genderdan kemiskinan, bahwa sesungguhnya kemiskinan itu berwajah perempuan atau seringdisebut dengan istilah feminisasi kemiskinan.

2 Modul Pelatihan Dasar Making Governance Gender Responsive, CAPWIP, 2007, hal. 123.3 Modul Pelatihan Dasar Making Governance Gender Responsive, CAPWIP, 2007, hal. 60.4 Dalam Gender and Development: an Alternative Approach, ibid hal. 61.5 Suryadarma, Daniel dkk. Ukuran Obyektif Kesejahteraan Keluarga untuk Kemiskinan:Hasil Uji COba Sistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat di

Indonesia, SMERU, 2006.

Page 62: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

44 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 2.2

Kebutuhan Praktis dan Kepentingan Strategis Gender

Peran gender mempengaruhi kebutuhan. Pengalaman perempuan dan laki-lakiberbeda yang disebabkan oleh peran gender masing-masing. Sebagai contoh, karenaperempuan perawat utama anak, perempuan secara khusus memerlukan kemudahanakses untuk sekolah dan perawatan kesehatan. Sebagai istri, perempuan memerlukanakses ke air dan sebagai ibu memerlukan akses ke air minum bersih untuk melindungikesehatan keluarganya. Sebaliknya, laki-laki menempatkan prioritas yang lebih tinggidalam akses ke pasar dan fasilitas terkait peran sebagai penghasil nafkah utama.

• Kebutuhan praktis gender (practical gender needs) merujuk pada kebutuhan dasardalam rangka menjalankan peran gender perempuan. Kebutuhan dasar diperlukanoleh perempuan dan laki-laki. Tetapi, karena perempuan sering ditempatkan padaposisi untuk merawat keluarga, mereka akan lebih diuntungkan ketika kebutuhandasarnya terpenuhi. Karena itu, kebutuhan dasar ini disebut kebutuhan praktisperempuan. Kebutuhan praktis gender relatif tidak kontroversial karena ini bukanmenantang status quo dalam relasi antara perempuan dan laki-laki.

Contoh:

a. Penyediaan air.b. Perawatan kesehatan.c. Penyediaan pendapatan keluarga.d. Perumahan dan pelayanan dasar.e. Penyediaan makanan untuk keluarga.

• Kepentingan strategis gender1 (strategic gender interests) menjawab kebutuhanjangka panjang untuk mengubah peran gender perempuan dan laki-laki untukberbagi lebih setara, bertanggung jawab baik pekerjaan domestik dan reproduksidan berbagi manfaat dari kegiatan ekonomi. Kepentingan strategis hanya bisaditegaskan dalam sebuah perspektif perbandingan dalam hubungan dengan laki-laki. Kepentingan strategis perempuan didesain untuk mengangkat status relatifperempuan terhadap laki-laki.

Contoh:

a. Pengurangan beban pekerjaan rumah tangga dan perawatan anak.b. Penghapusan bentuk-bentuk diskriminasi seperti hak untuk memiliki tanah atau

harta benda lainnya.c. Akses terhadap kredit dan sumber-sumber daya lainnya.d. Kebebasan memilih untuk pengasuhan anak.e. Kebijakan khusus untuk melawan kekerasan dan kontrol terhadap perempuan.

Pertanyaannya: yang mana yang paling penting? Untuk perempuan, baik kebutuhanpraktis gender dan kepentingan strategis gender adalah penting. Untuk banyakperempuan, khususnya kaum miskin dan negara–negara yang pembangunannyatertinggal, kebutuhan praktis gender adalah prioritas dasar. Perempuan tidak akandianggap bisa melakukan aksi strategis untuk meningkatkan status mereka dibandingkandengan laki-laki selama anak-anak mereka sekarat dan keluarga mereka kelaparan.

1 Istilah lain yang banyak digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah kebutuhan praktis gender. Kedua istilah ini memiliki esensi yang sama, yaitu idetentang peran gender yang setara antara laki-laki dan perempuan.

Page 63: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

45

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

• Strategi Menuju Kepentingan Strategis Gender Perempuan2

Banyak strategi mencoba meningkatkan status perempuan. Sebagai contoh,melalui penyediaan akses keterampilan dan pengetahuan. Strateginya bahwa upayamemperbaiki akses perempuan untuk pendidikan, pelatihan dan pengetahuan.Karyawan yang lebih baik dan pendapatannya lebih tinggi akan meningkatkan statusdalam relasinya dengan laki-laki. Melalui peningkatan akses untuk dan kontrolterhadap sumber daya ekonomi, keberhasilan pendapatan tambahan dan strategiantikemiskinan juga meningkatkan status perempuan.

Beberapa strategi secara jelas menantang stereotip gender. Termasuk pendidikankejuruan, pendidikan profesi, teknik dan pelatihan untuk perempuan di ranah non-tradisional. Seperti pelatihan bagi perempuan dalam hal kapasitas untuk tenaga listrik,tukang ledeng atau insinyur. Juga program untuk mengurangi stereotip gender dalammateri-materi pendidikan dan di media.

Berikut contoh berita media yang melihat keterkaitan kemiskinan, gender danpembangunan di Indonesia:

Boks 2.1

Presiden Minta Kaum Perempuan Putus Rantai Kemiskinan

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kalanganperempuan agar melakukan kegiatan nyata yang disertai etos kerja dan produktivitastinggi, demi memutus mata rantai kemiskinan kaum perempuan.

“Saya meminta kaum perempuan meningkatkan tekad mengisi pembangunandi era kebangkitan, bukan hanya sebagai pelengkap, tetapi juga menjadi yang utamamemajukan kehidupan bangsa,” kata Presiden Yudhoyono, saat memberi sambutanpada Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-79 Tahun 2007, di Sasono Langen Budoyo, TamanMini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa.

Menurut Kepala Negara, untuk mencapai tujuan dan pengabdian kaumperempuan tersebut, pemerintah terus melakukan perlindungan, pemberdayaan,memajukan kaum perempuan (protection, empowerment and promotion).

Dijelaskan oleh Kepala Negara, peran kaum perempuan dari masa ke masa terusterlihat dalam perjalanan bangsa, terutama di bidang sosial politik.

“Semua itu harus didorong dengan konstitusi yang tidak diskriminatif terhadapkaum perempuan, tidak bias gender dan adil,” kata Presiden.

Dalam perkembangannya, saat ini telah banyak perempuan yang berpendidikantinggi. Tentu ini jadi modal atau aset membangun negeri ini, kata Presiden.

“Harus diakui saat sudah banyak perempuan yang memberdayakan diri sendiribahkan menolong kaumnya, namun masih terus perlu pembelajaran kepribadianuntuk meningkatkan kemampuan pribadinya (self improvement),” tegas Presiden.

Pada PHI tahun 2007 dengan Tema “Kita Tingkatkan Persatuan, Etos Kerja danProduktivitas Perempuan untuk Menanggulangi Kemiskinan dan Ketertinggalan

2 Lorraine Corner, mantan adviser program regional UNIFEM Asia Timur dan Asia Tenggara, Bangkok. Dalam “Examples ofGender-Responsive Strategies“. Diambil dari A Gender Approach to the Advancement of Women Handout and Notes for GenderWorkshops.

Page 64: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

46 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Guna Mewujudkan Rakyat Indonesia yang Sejahtera” itu Kepala Negara menyemat-kan tanda penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya.

Anugerah Parahita Ekapraya adalah penghargaan untuk pejabat yang peduliterhadap keselamatan/kesejahteraan orang dalam konteks kebersamaan antaralaki-laki dan perempuan.

Penghargaan diberikan kepada para Gubernur atau kepala daerah, yaitu JawaTengah, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Lampung, Sumatra Utara, Sulawesi Utara.

Selanjutnya kepada para Bupati, yaitu Bupati Kabupaten Brebes, Kab . LampungSelatan, Kab. Wonosobo, Kab. Sragen, Kab. Probolinggo, dan kepada WalikotaMagelang,

Sementara itu, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia HattaSwasono memberikan penghargaan kategori Kecamatan Sayang Ibu yangdimenangi Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.

Kategori Pengelola RS Sayang Ibu dan Bayi, diberikan kepada RSUD Jend AhmadYani, Metro, Provinsi Lampung.

Kategori Pengelola Perusahaan Pembina Nakerwan Terbaik, diraih PT WarahmahBiki Makmur, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Pengelola Bina Keluarga Balita (BKB), diberikan Hj Anita Amri Tambunan, KecLubuk Pakam, Sumatera Utara.

Kelompok Bina Keluarga Balita Terbaik, BKB Husada Kasih, Kecamatan Boyolali,Jawa Tengah.

Sedangkan penghargaan peserta Keluarga Berencana (KB) Lestari diserahkankepada Syahariah/Syahrial (KB selama 20 tahun), dari Desa Lopok, Kecamatan Lopok,Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kategori Pemberian Akte Kelahiran Bebas Bea dimenangi Bupati Ogan KomeringIlir, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.

Penghargaan sebagai mendorong prakarsa aktif dan menumbuhkan komitmenpemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan program dan kegiatan yangresponsif gender, kata Meutia.

Di bidang pengentasan kemiskinan, kata Meutia, keterlibatan perempuan dalamupaya ekonomis produktif melalui payung kebijakan Peningkatan ProduktivitasEkonomi Perempuan dan pengembangan model Desa Prima, yang dapat memutusrantai kemiskinan pada kaum perempuan.

“Di bidang pendidikan motivasi untuk menyelesaikan wajib belajar sembilantahun, mencegah drop-out bagi anak perempuan dan pemberantasan buta aksaraperempuan usia produktif, demi peningkatan kualitas kesejahteraan,” kata Meutia.(*).

Page 65: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

47

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Bahan Bacaan 2.3

Ekonomi Pemeliharaan Rumah Tangga dan Pekerjaan yang Tidak Dibayar

Ekonomi pemeliharaan rumah tangga (care economy) adalah istilah untuk menggambar-kan pekerjaan perempuan yang merupakan beban peran gendernya, di ranah reproduksi,produksi dan masyarakat. Sifat pekerjaan perempuan ini umumnya sukarela, informaldan tidak dibayar (unpaid care work). Ekonomi pemeliharaan rumah tangga saat ini nyaristidak dihitung sebagai produk domestik bruto, kecuali di beberapa negara seperti Kanada.Kegiatan ekonomi pemeliharaan rumah tangga dalam pandangan ekonomi tradisionalbersifat abstrak dan sulit diukur dibanding produksi perusahaan manufaktur.

Tetapi menurut pakar gender budget, Debbie Budlender,1 kegiatan perempuan dalamkonteks pemeliharaan rumah tangga pada dasarnya merupakan pekerjaan dan produktif.Artinya kegiatan seperti memasak, merawat orangtua, mengasuh anak adalah kegiatanyang secara teori dapat dikerjakan orang lain atas perintah dan upah. Latar belakangpekerjaan pemeliharaan rumah tangga sebagai pekerjaan yang tidak dibayar dandiperhitungkan ada dua hal. Pertama, karena anggapan bahwa fungsi utama perempuanadalah reproduksi dan domestik. Dalam ranah ini, umumnya perempuan pelaku ekonomipemeliharaan rumah tangga dinilai kurang pendidikan, keterampilan, aset tanah, asetproduktif dan waktu untuk kerja produksi (yang diupah). Kedua, pekerjaan dan sektor-sektor yang didominasi perempuan, gajinya lebih rendah.

Pun di Indonesia, karena tidak bernilai ekonomi, maka masyarakat dan pemerintahtidak memberikan penghargaan yang semestinya untuk ekonomi pemeliharaan rumahtangga. Tidak heran jika perempuan yang berkiprah sebagai ibu rumah tangga kurangmemiliki kebanggaan sama sekali atas pekerjaannya. Padahal ekonomi pemeliharaanrumah tangga berkontribusi besar dalam proses keberlanjutan suatu bangsa.

Fakta tentang pekerjaan yang tidak dibayar memunculkan masalah-masalah, sepertisubordinasi, marjinalisasi dan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam memperbaikiketerpurukan perempuan akibat subordinasi, marjinalisasi dan diskriminasi, perlu gerakanbersama memajukan dan memperkuat posisi perempuan setara dengan laki-laki. Dimulaidengan pengakuan dan penghargaan atas ekonomi pemeliharaan rumah tangga yangdipikul perempuan. Kemudian mengurangi beban perempuan dan mengalihkansebagian beban kepada laki-laki atau suami, masyarakat dan pemerintah. Di keluarga,perlu membangun kultur membagi kerja pemeliharaan rumah tangga antara suami danistri atau joint parenting. Masyarakat bertanggung jawab menciptakan lingkungan yangkondusif terhadap tumbuh kembang anak dan remaja. Pemerintah harus melakukan upayasistematis mendorong ke arah pengurangan beban perempuan menuju kepentinganstrategis gender perempuan. Misalnya pemerintah menganggarkan pembangunantempat penitipan anak yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia untukmendukung perempuan yang bekerja di luar rumah.

Kontribusi Pekerjaan Tidak Dibayar terhadap PerekonomianPekerjaan yang tidak dibayar penting artinya bagi perekonomian dan masyarakat.

Tanpa ini, para pekerja tidak bisa pergi bekerja ke pabrik, kantor, toko dan melakukankegiatan produktif lainnya. Pekerjaan tak dibayar membangun infrastruktur sosial di

1 Presentasi Debbie Budlender, dalam Advanced Workshop on Gender Responsive Budgeting, 14-15 Januari 2008, di Bandung.

Page 66: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

48 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

masyarakat yang bahkan lebih penting dibanding infrastruktur fisik seperti jalan danbangunan.

Satu titik krusial dalam konsep ini, adanya pengakuan bahwa perempuan dan laki-lakimemang berbeda. Segala perbedaan antara laki-laki dengan perempuan akan sulitdihilangkan. Perbedaan ini hanya akan bermasalah jika mengakibatkan ketidaksetaraangender2. Artinya, konsep ini mengakui adanya peran perempuan untuk mengandung danmelahirkan anak sebagai konsekuensi tugas regenerasi suatu bangsa. Mengandung danmelahirkan anak adalah salah satu perbedaan antara laki-laki dengan perempuan. Dan initidak menjadi masalah sepanjang ada dukungan kepada perempuan untuk menjalankanperan gendernya dengan tetap memiliki kesempatan untuk mengoptimalkan potensiyang ada pada dirinya. Misalnya ada dukungan suami untuk merawat/memelihara anakdan transportasi nyaman, sehingga perempuan bisa bepergian bersama bayinya denganrasa nyaman, tidak ada ancamaan dipecat dari pekerjaan karena cuti melahirkan.

Pemerintah diharapkan berperan optimal sebagai pelayan masyarakat, denganmembantu meringankan beban ganda perempuan. Pemerintah menyediakan fasilitaspelayanan publik untuk pemenuhan kebutuhan praktis gender mereka sebagai ibu rumahtangga disertai alokasi anggaran memadai. Pada saat yang bersamaan, alokasi anggaranjuga harus menjangkau pemenuhan kepentingan strategis gender berupa kebijakan/pro-gram terkait perubahan subordinasi perempuan terhadap laki-laki.

Pola hubungan antara pengurangan beban perempuan dan penguatan posisiperempuan bisa dilihat pada skema berikut ini:

2 Ibid

Page 67: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

49

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Beban gandaperempuan

Kerja domestik tidakdihargai (unpaid work)

Subordinasi perempuanMarjinalisasiperempuan

Diskriminasiperempuan

Upah perempuan lebihrendah dari laki-laki

Profesi ibu rumahtangga tidak dihargai

Rentan jadikorban trafficking

Rentan jadi PSK,terutama untuk janda

Kebijakan netralgender

Alokasi anggarantidak adil

Perempuan banyakyang menjadi TKW

Rentan menjadi korbandi luar negeri

RentanKDRT

Pengakuan dari pemerintah tentangkontribusi kerja domestik

Pengurangan beban perempuan dalam bentukkebijakan yang didukung oleh alokasi anggaran

yang memadai

Tingkat pendidikan anakperempuan rendah

Perempuan tidak dilibatkandalam penentuan kebijakan,mulai dari tingkat kelurahan

sampai nasional

Dukungan terhadapperan reproduksi

perempuan

Kebijakan yangmendukung kiprahperempuan sesuai

potensinya

Akselerasipendidikanperempuan

Penyediaan saranadan sarana yang

memadai

Perhatian terhadapisu anak & remaja,

lansia, penyandangcacat, dll

Beban perempuan berkurang,sehingga bisa berkiprah sesuai potensi

Perempuan berdaya

Bagan 2.1Skema Pengurangan Beban Perempuan dan Pemberdayaan Perempuan

Page 68: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

50 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Sektor SwastaKerja Formal yang dibayar

(dimasukkan dalampenghitungan GNP)

Kerja Informal dan tak dibayar(tidak termasuk

dalam penghitungan GNP)

Sektor Publik

Kerja Formal yang dibayar(dimasukkan dalampenghitungan GNP)

Sektor Domestik

Pengabaian terhadapkemampuan manusia

Sektor NGO

Kerja Formal yang dibayar(dimasukkan dalampenghitungan GNP)Kerja sukarelawan

(tidak termasuk kerja di NGO)

Bara

ng d

an ja

sa ya

ng d

ijual

dan

pem

baya

rann

ya

Input (masukan) dari tenaga kerja yang dibayar

Barang dan jasa yang dijual dan tidak dijual,termasuk informasi dan advokasiInput dari tenaga kerja yang dibayardan tenaga kerja sukarelaPelayanan publik, transfer pendapatan danpembayaran, dikurangi pajak dan retribusi

Kerja yang tak dibayar(tidak termasuk

dalam penghitungan GNP)

Dari sini akan terlihat posisi penting anggaran sebagai sarana untuk memuluskankebijakan mengurangi kesenjangan gender menuju pemberdayaan perempuan. Yaitu,ketika perempuan sudah bisa memilih berkiprah sesuai dengan minat dan potensinya,tidak ada lagi dikotomi antara peran publik dan peran domestik. Peran publik dandomestik sama dihargainya. Ketika hal tersebut terjadi, maka pemberdayaan perempuantelah menjadi kenyataan.

Inti dari peningkatan penyadaran tentang gender di anggaran adalah mengembangkansatu pemahaman tentang peran ekonomi pemeliharaan rumah tangga. Diane Elson (1997)mendeskripsikan ekonomi pemeliharaan rumah tangga sebagai: Hal yang telahmemberikan kontribusi dalam kesejahteraan individu yang menerimanya dan berkontribusipada perekonomian barang dan perekonomian jasa publik dengan menyediakan sumberdaya manusia dan dengan memelihara kerangka sosial, menyediakan apa yang disebutmodal sumber daya manusia dan modal sosial bagi perekonomian barang danperekonomian jasa publik.(Elson, 1997:8-9)3

Penghargaan terhadap ekonomi pemeliharaan rumah tangga juga bisa ditunjukkandalam bentuk memasukkan pekerjaan tak dibayar dalam penghitungan GNP suatu negara,yang ditunjukkan dengan skema di bawah ini:

Bagan 2.2Merevisi Ekonomi dengan Memasukkan Sumbangan Kegiatan Pemeliharaan

Rumah Tangga4

3 Lihat Sharp, Ronda. 2003. Budgeting for Equity:Gender budget initiatives within a framework of performance oriented budgeting.hal. 12.4 Ibid, hal. 13-14.

Page 69: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

51

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Bagan di atas menunjukkan revisi ekonomi dengan mengintegrasikan perspektif gen-der, dengan merevisi pandangan konvensional tentang ekonomi yang fokus pada alurpasar atau barang dan jasa yang dibayar menjadi ekonomi yang menunjukkan pentingnyaaktivitas dan kerja pemeliharaan rumah tangga, yaitu:

a. Produksi dari kerja yang tak dibayar sama nilainya dengan barang dan jasa disemua sektor perekonomian.

b. Adanya saling ketergantungan (interdependensi) antara sektor swasta, sektorpublik, sektor masyarakat non-pemerintah (tidak mencari laba) dan sektordomestik rumah tangga.

Ada empat sektor yang saling berkaitan, baik alur pasar maupun non-pasar yangmembawa pesan-pesan dan nilai baik positif maupun negatif, di mana barang dan jasasepenting uang dan manusia.

a. Sektor domestik memasok orang-orang untuk bekerja di seluruh sektor lain danaktivitas yang tidak dibayar umumnya membantu optimalisasi fungsi sektor lain.Penetapan nilai mengalir dari sektor domestik, dengan menekankan pentingnyapemenuhan kebutuhan manusia, namun menyerahkan tanggung jawab ini padaperempuan.

b. Sektor publik menghasilkan penerimaan dan membuat pendapatan berpindah kesektor lainnya dan menyediakan barang dan jasa publik, termasuk jasa pemeliharaanyang dibayar seperti kerja sosial, pendidikan, dan kesehatan. Nilai-nilai yang terkaitdengan hukum mengalir dari sektor publik yang menekankan pada kewarganegaraan,hukum dan undang-undang, meskipun pada praktiknya dapat menjadi birokrasi danautokrasi dan menyingkirkan kelompok-kelompok masyarakat dari kewarganegaraanyang penuh.

c. Sektor LSM menyediakan beragam layanan kepada sektor domestik, kadang dikontrakoleh sektor publik; dan beragam layanan termasuk kegiatan pemeliharaan rumahtangga (mengasuh anak, merawat orang tua lanjut usia, pekerja anak) yang tidak perludibayar atau dibayar dengan nilai kecil. Aliran nilai dari sektor LSM adalah kebersamaandan kerja sama, namun sering merupakan hal eksklusif dan tidak partisipatif.

d. Sektor swasta menjual barang dan jasa kepada sektor lainnya. Nilai-nilai yang adaadalah komersial, yang bisa membuat serakah dan korupsi.

Pembagian kerja berdasarkan gender dalam pola pekerjaan dan kegiatan di empatsektor menunjukkan perempuan mengerjakan lebih banyak kegiatan yang tidak dibayar;mengerjakan lebih banyak pekerjaan dan kegiatan pemeliharaan; baik yang dibayarmaupun yang tidak dibayar; dan perempuan dibayar lebih rendah dibanding laki-laki.Terdapat pula pembagian gender antara empat sektor ekonomi, kontribusi dariketidakberuntungan relatif perempuan secara ekonomi dibandingkan dengan laki-laki.

Model perekonomian yang sensitif gender dapat digunakan untuk meningkatkankesadaran atas dampak gender, satu hal yang tidak terlihat jika menggunakan analisisekonomi konvensional. Model ini bisa menunjukkan, sebagai contoh, bagaimana kebijakandan anggaran yang tidak memperhitungkan kontribusi pekerjaan yang tidak dibayar, dapatmeningkatkan kemiskinan dan merusak reproduksi sosial.

Page 70: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

52 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 2.4

Mewujudkan Keadilan dan Kesetaraan Gender

A. Fakta-fakta tentang Ketidaksetaraan Gender

Berikut ini adalah fakta-fakta dari berbagai belahan dunia mengenai ketidaksetaraangender, terutama dalam hak, sumber daya dan pengambilan keputusan. Ketidaksetaraangender ini merupakan dampak dari praktik-praktik ketidakadilan gender, baik berupadiskriminasi, subordinasi, marjinalisasi, beban ganda, stereotip maupun kekerasanterhadap perempuan.

1. Hak

Tidak ada negara yang memberikan hak, dari aspek hukum, sosial dan ekonomiyang setara antara perempuan dan laki-laki. Di sejumlah negara, perempuan belummemiliki kebebasan untuk memiliki tanah, mengelola properti, menjalankan bisnis,atau bahkan melakukan perjalanan tanpa didampingi oleh suami mereka. Kesenjangangender dalam hak, membatasi pilihan-pilihan yang tersedia untuk perempuan dibanyak aspek kehidupan, sering kali ditemukan membatasi kemampuan perempuanuntuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat pembangunan.

2. Sumber Daya

Perempuan secara terus-menerus dimiskinkan secara sistematis karena kurangmemiliki sumber daya produktif, mencakup pendidikan, tanah, informasi dan sumberdaya finansial. Di Asia Selatan, lama sekolah perempuan hanya setengah dari lamasekolah laki-laki, dan rata-rata angka partisipasi perempuan di sekolah menengahhanya 1 berbanding 2 atau 3 anak laki-laki. Banyak perempuan yang tidak dapatmemiliki tanah sendiri sehingga mereka hanya bisa menjadi pemilik lahan yanglebih sempit (command smaller landholding) daripada laki-laki. Di wilayah negaraberkembang, perusahaan yang dimiliki perempuan cenderung kekurangan modal,kurang bisa mengakses teknologi produksi (mesin dan pendingin), informasi dan kreditdibandingkan perusahaan yang dimiliki laki-laki. Hambatan-hambatan inimemperkecil peluang perempuan berpartisipasi dalam pembangunan dan dalammeningkatkan standar kehidupan yang lebih baik bagi keluarga mereka. Hambatanini juga mengakibatkan risiko dan kerentanan ketika terjadi krisis keluarga danekonomi.

Meskipun terjadi peningkatan capaian pendidikan perempuan, namunperempuan mendapat gaji lebih rendah daripada laki-laki di pasar tenaga kerja,walaupun mereka memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang sama denganlaki-laki. Perempuan sering dibatasi untuk memasuki sektor tertentu di negaraberkembang dan tidak banyak menduduki posisi manajemen di sektor formal. Dinegara maju, gaji perempuan 77% dari apa yang diperoleh laki-laki, sedangkan dinegara berkembang 73%. Sekitar 50% dari kesenjangan gaji dapat dijelaskan melaluiperbedaan gender, baik di pendidikan, pengalaman kerja dan karakteristik kerja.

3. Pengambilan Keputusan

Akses yang terbatas terhadap sumber daya dan kemampuan yang lebih lemahuntuk meningkatkan penghasilan, baik melalui usaha mandiri maupun bekerja, telahmembatasi kekuatan perempuan untuk mempengaruhi alokasi sumber daya dan

Page 71: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

53

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

keputusan mengenai investasi di tingkat rumah tangga. Hak dan status sosial ekonomiyang tidak setara dengan laki-laki juga membatasi kemampuan mempengaruhikeputusan di tingkat komunitas dan nasional. Perempuan tetap belum terwakili dilembaga perwakilan tingkat lokal dan nasional. Perempuan menduduki rata-ratakurang dari 10% jumlah kursi di parlemen, terkecuali di Asia Selatan yang mencapai18-19%. Tidak ada negara berkembang dengan persentase perempuan di posisipemerintahan lebih dari 8%. Lebih jauh, kemajuan yang ada tidak berkembang secarasignifikan sejak tahun 1970-an, dan di Eropa Timur representasi perempuan jatuhdari 25% menjadi 7% sejak terjadi transisi ekonomi dan politik.

B. Kesenjangan Gender yang Terbesar Terjadi di Kelompok Miskin

Sering kali kesenjangan gender tertinggi dalam sektor pendidikan dan kesehatan terjadipada kelompok masyarakat miskin. Studi terakhir tentang angka partisipasi siswaperempuan dan siswa laki-laki di 41 negara menunjukkan bahwa dalam kesenjangan gen-der di level negara, kesenjangan dalam angka partisipasi sekolah lebih besar di kelompokmasyarakat miskin dibandingkan dengan non-miskin. Pola yang sama tentang penghargaanterhadap anak perempuan dan anak laki-laki terjadi pada angka kematian anak di bawahlima tahun.

Pola yang sama juga terjadi ketika membandingkan antara negara kaya dan negaramiskin. Meskipun angka partisipasi sekolah siswa perempuan meningkat secara nyataselama 30 tahun terakhir ini di negara-negara miskin, namun kesenjangan angka partisipasisekolah antara laki-laki dan perempuan yang terjadi lebih besar dibandingkan dengannegara-negara dengan penghasilan menengah dan tinggi. Meskipun ada kaitan antarapembangunan ekonomi dan kesetaraan gender, representasi perempuan di parlementetap sedikit. Di beberapa negara dengan penghasilan rendah, seperti China dan Uganda,upaya khusus dilakukan untuk memberikan kursi parlemen kepada perempuan, hinggamencapai tingkat representasi yang lebih tinggi daripada negara dengan penghasilantinggi. Negara-negara ini memperlihatkan adanya potensi dampak positif terkait mandatkesetaraan gender.

C. Dampak dari Ketidaksetaraan Gender

Dampak dari ketidaksetaraan gender yang terjadi mencakup: terancamnya kesejah-teraan dan terganggunya proses pembangunan, berkurangnya produktivitas danpertumbuhan ekonomi serta lemahnya tata pemerintahan. Penjelasan dari masing-masingadalah sebagai berikut:

1. Terancamnya Kesejahteraan dan Terganggunya Proses Pembangunan

Salah satu kerugian utama dari ketidaksetaraan gender adalah dampak negatifnyaterhadap kehidupan manusia dan kualitas hidup manusia. Mengidentifikasi danmengukur kerugian ini secara keseluruhan sulit untuk dilakukan, namun bukti-buktidari negara yang sejahtera di seluruh dunia menunjukkan bahwa masyarakat dengantingkat ketidaksetaraan gender yang tinggi yang berlangsung lama, akan merasakanakibat dalam bentuk lebih banyak kasus kemiskinan, gizi buruk dan penurunan kualitashidup lainnya.

Page 72: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

54 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

• China, Korea dan Asia Selatan memiliki angka kematian anak perempuan yangtinggi karena norma sosial yang lebih menyukai anak laki-laki dan kebijakan satuanak di China. Beberapa estimasi mengindikasikan bahwa ada 60-100 jutaperempuan yang akan bisa tetap hidup seandainya tidak ada diskriminasi gen-der.

• Angka buta huruf dan tingkat pendidikan yang rendah dari ibu telah mengakibat-kan rendahnya kualitas pengasuhan anak yang kemudian mengakibatkan angkakematian yang lebih tinggi untuk bayi dan balita serta kasus gizi buruk. Ibu yangberpendidikan, akan lebih mudah mengadopsi perilaku hidup sehat, sepertimemberikan imunisasi kepada anaknya.

• Terkait dengan pendidikan sekolah, rumah tangga dengan pendapatan yang lebihtinggi berelasi dengan tingkat ketahanan anak untuk tetap hidup dan nutrisiyang lebih baik. Memberikan tambahan penghasilan kepada perempuan akanberdampak positif dibandingkan jika diberikan kepada laki-laki sebagaimanayang ditunjukkan oleh studi di Bangladesh dan Brasil. Sayangnya, norma sosialyang ketat tentang pembagian kerja dan pembatasan perempuan untuk bekerjadi sektor yang dibayar atau sektor formal, telah membatasi kemampuanperempuan untuk mendapatkan penghasilan.

• Pada saat perempuan dan anak perempuan menanggung akibat dari norma danstereotip gender, hal yang sama juga terjadi pada laki-laki. Contohnya, di negara-negara Eropa Timur, angka harapan hidup laki-laki menurun tajam dalambeberapa tahun terakhir ini. Tingkat angka kematian laki-laki paling tinggi tercatatpada saat damai, yang terjadi karena meningkatnya stres dan kekhawatiran akibatsulit mendapatkan pekerjaan.

2. Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi Tidak Optimal

Perhatian terhadap pembangunan manusia merupakan inti dari pembangunan,di mana kualitas hidup manusia adalah tujuan akhir. Ketidaksetaraan gender telahmenimbulkan biaya atas produktivitas, efisiensi dan perkembangan ekonomi, berupa:

• Kehilangan dari sisi output karena inefisiensi dalam mengalokasikan sumberdaya produktif antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Rumahtangga di Burkina Faso, Kamerun dan Kenya dengan kontrol atas input yang lebihsetara telah menghasilkan hasil pertanian 20% lebih besar daripada output saatini.

• Investasi yang rendah terhadap pendidikan perempuan mengurangi output padatingkat negara secara keseluruhan. Satu studi mengestimasikan bahwa jikanegara-negara di Asia Selatan, Afrika Sub Sahara, Timur Tengah dan Afrika Utaradengan tingkat kesenjangan gender rata-rata lama sekolah sama dengan AsiaTimur di tahun 1960 dan menutup kesenjangan gender berdasarkan tingkat yangdicapai oleh Asia Timur pada periode tahun 1960-1992, maka pendapatan perkapita akan tumbuh 0,5 – 0,9 % lebih tinggi per tahunnya. Secara substansial, halini meningkatkan pertumbuhan ekonomi aktual. Studi yang lain mengestimasi-kan bahwa untuk negara dengan pendapatan menengah dan tinggi dengantingkat pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan 1% perempuan di pendidikanmenengah akan meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0,3%.

Page 73: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

55

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

3. Lemahnya Tata Pemerintahan

Pemberian hak yang lebih besar kepada perempuan dan partisipasi yang lebihsetara antara laki-laki dan perempuan, ternyata berelasi dengan iklim bisnis yanglebih bersih, tata pemerintahan yang lebih baik, serta tingkat korupsi yang menurun.Ini bahkan terjadi ketika membandingkan negara yang memiliki kesamaan dalam halpendapatan, kebebasan warga, pendidikan dan institusi hukum.

Meskipun masih bersifat sugestif, temuan-temuan yang ada memberi tambahanargumen perlunya memberi ruang pada perempuan di ranah politik dan angkatankerja, karena perempuan akan memberikan dorongan yang efektif bagi penegakanhukum dan pemerintahan yang baik.

Dalam bisnis, perempuan kurang suka memberi suap kepada pegawaipemerintah karena perempuan memiliki standar yang lebih tinggi dalam etikaperilaku atau cenderung menghindari risiko. Studi terhadap 350 perusahaan di Geor-gia menunjukkan bahwa perusahaan yang dimiliki laki-laki lebih berpotensi memberibayaran tidak resmi kepada pegawai pemerintah 10% daripada perusahaan yangdimiliki perempuan. Studi ini tidak memperhitungkan karakteristik dari perusahaan,seperti berusaha di sektor apa dan seberapa besar skala usaha, dan karakterstik daripemilik/manajer dalam pendidikan misalnya.

D. Mengapa Kesenjangan Gender Tetap Ada?

Jika ketidaksetaraan gender mengancam kesejahteraan masyarakat dan keberhasilanpembangunan dari suatu negara, mengapa kesenjangan gender masih tetap berlangsungdi banyak negara? Mengapa beberapa bentuk ketidaksetaraan gender lebih sulit untukdihilangkan dibandingkan yang lainnya? Sebagai contoh, kemajuan telah terjadi secaracepat di beberapa dimensi, misalnya kesehatan dan akses terhadap sekolah, namunkemajuan dalam partisipasi politik dan hak dalam kekayaan berjalan lambat. Faktor-faktorapa yang dibutuhkan dalam mentransformasikan relasi gender dan mengurangiketidaksetaraan gender? Jawabannya adalah institusi sosial, rumah tangga danperekonomian.

1. Institusi Sosial

Institusi-institusi sosial adalah: norma sosial, kebiasaan, hak, aturan hukum. Institusiekonomi adalah: pasar, pembagian peran dan relasi antara laki-laki dan perempuandan pengaruh terhadap sumber daya yang dapat diakses oleh perempuan dan laki-laki, aktivitas apa yang bisa/tidak bisa dilakukan dan dalam bentuk apa mereka dapatberpartisipasi di perekonomian dan di masyarakat.

Hal-hal di atas telah membentuk insentif yang dapat mendorong ataumengecilkan anggapan tentang peran gender. Bahkan ketika institusi formal maupuninformal tidak membedakan secara eksplisit antara laki-laki dan perempuan. Merekabiasanya diberi informasi, baik secara formal maupun informal, oleh norma sosialtentang peran gender yang pantas. Institusi sosial ini memiliki daya tahan tersendiridan sulit untuk diubah, meskipun tidak bersifat statis.

Page 74: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

56 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

2. Rumah Tangga

Sama seperti institusi sosial, rumah tangga juga memainkan peran penting dalammembentuk relasi gender sejak lahir dan meneruskan hal ini dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Manusia banyak membuat keputusan di tingkat rumah tangga,seperti tentang bagaimana mengasuh dan membesarkan anak, bekerja atau santai,dan investasi di masa depan. Bagaimana tugas dan sumber daya produktif dialokasikandi antara anak laki-laki dan anak perempuan, seberapa derajat otonomi yang diberikan,apakah ada ekspektasi yang berbeda untuk keduanya. Kesemuanya ini membentuk,mendorong atau mengurangi kesenjangan gender. Namun keluarga tidak membuatkeputusan dalam situasi yang hampa udara. Mereka membuat keputusan dalamkonteks komunitas tertentu, dengan merefleksikan pengaruh dari insentif yangdibangun oleh institusi dan lingkungan kebijakan yang lebih besar.

3. Perekonomian

Perekonomian menentukan banyak kesempatan orang untuk memperbaikistandar hidup mereka. Kebijakan ekonomi dan pembangunan sangat berdampakpada ketidaksetaraan gender. Pendapatan yang lebih tinggi berarti lebih sedikit rumahtangga memiliki keterbatasan sumber daya, yang mendorong mereka memilihinvestasi terhadap anak laki-laki atau anak perempuan. Tetapi, seberapa tepat laki-laki dan perempuan terkena dampak dari pembangunan tergantung pada kegiatanincome generating apa yang tersedia, bagaimana mereka diorganisasikan, bagaimanaupaya dan keterampilan dihargai dan apakah laki-laki dan perempuan setara untukberpartisipasi.

Bahkan, kebijakan pembangunan yang bersifat netral gender, ternyata dapatmenghasilkan outcome yang berbeda berdasarkan gender. Hal ini, karena keputusandi tingkat institusi dan rumah tangga berkontribusi membentuk peran dan relasigender. Pembagian kerja di rumah berdasarkan gender, norma sosial dan anggapanmasyarakat dan sumber daya yang tidak setara, telah mencegah perempuan dan laki-laki untuk mendapat manfaat yang setara dari aspek ekonomi. Kegagalan untukmengakui adanya perbedaan gender ini akan menjadi hambatan dalam menyusunkebijakan yang pada akhirnya dapat mengkompromikan, baik dari aspek keadilanmaupun efektivitas. Dengan demikian, institusi sosial, rumah tangga danperekonomian secara bersama telah menentukan kesempatan dan prospekkehidupan manusia yang ditentukan oleh gender. Aspek-aspek ini juga merepresen-tasikan entry point yang penting untuk kebijakan publik dalam rangka mengatasiketidaksetaraan gender.

4. Menuju Keadilan dan Kesetaraan Gender

Ketidaksetaraan gender telah terbukti menghasilkan sejumlah dampak negatif.Oleh karena itu, mengatasi permasalahan ketidaksetaraan gender adalah satu halpenting yang harus dilakukan agar terwujud kesetaraan gender.

Istilah kesetaraan gender dapat didefinisikan dengan banyak cara dalam kontekspembangunan. Kesetaraan gender dapat diartikan sebagai kesetaraan dalam hukumdan kesetaraan dalam kesempatan. Termasuk kesetaraan penghargaan atas kerja yangdilakukan, kesetaraan dalam mengakses modal manusia (human capital) dan sumberdaya produktif yang menyediakan kesempatan, dan kesetaraan dalam pengambilankeputusan. Pengertian ini dalam jangka pendek mengubah definisi kesetaraan gen-der sebagai kesetaraan dari sisi outcome (hasil) karena dua alasan: pertama, perbedaan

Page 75: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

57

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

budaya dan masyarakat dapat mengikuti pola yang berbeda dalam mencapai apayang disebut dengan kesetaraan gender. Kedua, kesetaraan mengimplikasikan bahwaperempuan dan laki-laki memiliki kebebasan untuk memilih peran yang berbedamaupun yang serupa sesuai dengan preferensi dan tujuan dirinya.

Page 76: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

58 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Lembar Bantu Belajar 2.1

Statistik Kesenjangan Gender

Kelompok 1: Peran di Rumah Tangga

Grafik 2. 1

Penduduk 15 Tahun ke Atas yang BekerjaMenurut Status Pekerjaan Utama Tahun 2006

Sumber: BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, Februari 2006

Keterangan:1. Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain2. Berusaha dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap3. Berusaha dengan buruh tetap4. Pekerja/buruh/karyawan5. Pekerja bebas di pertanian6. Pekerja bebas di non pertanian7. Pekerja tidak dibayar

Page 77: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

59

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Grafik 2. 2

Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu,Tahun 2006

Sumber: BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, Februari 2006

Keterangan:Seseorang dikatakan bekerja penuh bila jam kerjanya mencapai 35 jam atau lebih dalam seminggu.Secara nasional persentase penduduk yang digolongkan bekerja penuh adalah sebesar 66,46%. Biladilihat menurut jenis kelamin, sekitar 73% penduduk laki-laki bekerja penuh dalam seminggu,sementara perempuan hanya sekitar 54%.

Pertanyaan untuk Diskusi Kelompok 1:

1. Grafik 2.1 dan 2.2 di atas menggambarkan apa?

2. Bagaimana perbandingan secara umum? Bagaimana jika dianalisis secara gen-der?

3. Bagaimana hubungan antara definisi kerja yang digunakan dengan unpaid carework yang dilakukan oleh perempuan?

4. Apa implikasinya bagi upaya pengentasan kemiskinan?

5. Apa program-program pembangunan yang dapat dilakukan untuk memperbaikikeadaan di atas? Kelompok 2: Pendidikan

Page 78: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

60 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Grafik 2.3

Persentase Penduduk Buta Huruf Usia 10 Tahun ke Atas Tahun 2000-2004

Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2000-2004

Grafik 2.4

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia 7-18 Tahun

Page 79: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

61

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Grafik 2.5

Ijazah Tertinggi yang Dimiliki

Pertanyaan untuk Diskusi Kelompok 2:

1. Bagaimana situasi pendidikan secara keseluruhan? Mana persentase terbesardan terkecil?

2. Bagaimana kesenjangan gender pada masing-masing jenjang pendidikan?

3. Bagaimana perkiraan situasi yang akan datang?

4. Apa program-program yang tepat untuk mengatasi situasi di atas? Apa hambatandan tantangan terhadap program-program tersebut?

Kelompok 3: Lapangan Kerja

Grafik 2.6

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tahun 2004-2006

Sumber: BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Agustus 2004, Februari 2005 dan Februari 2006

Page 80: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

62 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 2.3

Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan UtamaTahun 2006

Lapangan Laki-laki Perempuan Totalpekerjaan utama

1 44,40 44,59 44,472 1,30 0,42 1,003 11,11 14,12 12,164 0,32 0,04 0,225 6,87 0,38 4,606 16,43 25,19 19,507 8,52 0,60 5,748 1,35 0,95 1,219 9,71 13,71 11,11Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Februari 2006

Catatan:1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan2. Pertambangan dan penggalian3. Industri pengolahan4. Listrik, gas dan air5. Bangunan6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel7. Angkutan, penggudangan dan komunikasi8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan9. Jasa kemasyarakatan

Pertanyaan untuk Diskusi Kelompok 3:

1. Bagaimana perbandingan secara umum?

2. Bagaimana jika dianalisis secara gender?

3. Bagaimana menghubungkan kedua data di atas?

4. Apa implikasinya bagi penyusunan program-program pembangunan?

5. Bagaimana menciptakan program-program yang berkeadilan gender?

Page 81: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

63

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Kelompok 4: Tingkat Upah

Grafik 2.7

Tingkat Upah

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2001-2002

Pertanyaan Diskusi Kelompok 4:

1. Bagaimana situasi pengupahan di Indonesia secara umum?

2. Bagaimana jika dianalisis dari perspektif gender?

3. Di mana kesenjangan yang paling rendah dan paling tinggi?

4. Bagaimana mengatasi situasi diskriminasi di bidang pengupahan? Apa program-program sektoral yang mendukung?

Page 82: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

64 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Relasi Gender

Perbedaan Seks dan Gender

• Seks merujuk pada perbedaan biologis antaralaki-laki dan perempuan yang tetap sejak lahir

• Gender merujuk pada perbedaan peran dantanggung jawab sosial dari perempuan danlaki-laki, perilaku dan karakteristik sosial yangdianggap pantas untuk perempuan dan laki-laki dan gagasan mengenai bagaimanaberbagai macam aktivitas dinilai dan dihargai

Tiga Tipe Peran Gender

• Reproduksi• Produksi• Masyarakat

Kaitan Gender dan Kemiskinan

• Akibat konstruksi peran gender laki-laki danperempuan di tiga ranah (produksi, reproduksi dankomunitas), perempuan menjadi pihak yangdipinggirkan

• Data-data:- Perempuan melakukan kegiatan yang

menyumbang 67% waktu kerja dunia;- Perempuan berpendapatan 10 % dari pendapatan

dunia;- Perempuan merupakan 2/3 penderita buta huruf

dunia; dan- Perempuan memiliki kurang dari 1 % kekayaan

(property) dunia

Ketidakadilan Gender

• Marjinalisasi• Subordinasi• Diskriminasi• Beban Ganda• Pelabelan• Kekerasan

Bahan Presentasi 2.1

1 2

3 4

5

Page 83: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

65

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Kebutuhan Praktis dan StrategisGender

Peran Gender

• Peran gender mempengaruhi kebutuhan• Perempuan dan laki-laki memiliki peran

gender yang berbeda dan berdampak padakebutuhan yang berbeda

• Kebutuhan gender dipilah menjadi kebutuhanpraktis dan kebutuhan/kepentingan strategis

Kebutuhan Praktis Gender

• Kebutuhan dasar dalam rangka menjalankanperan gender perempuan

• Dibutuhkan oleh perempuan dan laki-laki,contoh:- Penyediaan air- Perawatan kesehatan- Penyediaan pendapatan keluarga- Perumahan dan pelayanan dasar- Penyediaan makanan untuk keluarga

Contoh Kebutuhan Strategis Gender

a. Pengurangan beban pekerjaan rumah tangga danperawatan anak

b. Penghapusan bentuk-bentuk diskriminasi seperti hakuntuk memiliki tanah atau harta benda lainny.

c. Akses terhadap kredit dan sumber-sumber daya lainnyad. Kebebasan memilih untuk pengasuhan anake. Kebijakan khusus untuk melawan kekerasan dan

kontrol terhadap perempuan

Kebutuhan Strategis Gender

Kebutuhan jangka panjang untuk mengubahperan gender perempuan dan laki-laki dalamrangka berbagi lebih setara dan bertanggungjawab, baik pekerjaan domestik dan reproduksimaupun berbagi manfaat dari kegiatan ekonomi

Bahan Presentasi 2.2

1 2

3 4

5

Page 84: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

66 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Contoh Hasil Simulasi Stereotip:

Tabel 2.4

Presentasi Kelompok Stereotip

Laki-laki Perempuan

Boros Hemat

Logis Pelit

Menjadi yang dituakan Gampang diperdaya

Bicara keras Suka menawar

Kasar Menomorsatukan keluarga

Merasa lebih berkuasa Teliti

Tanggung jawab lebih besar Tidak berpendirianSensitifPenggodaEmosional

Implikasi:

1. Laki-laki lebih mudah untuk berbuat seenaknya

2. Laki-laki lebih bisa berada di posisi kekuasaan

3. Laki-laki lebih dominan menentukan pilihan

4. Laki-laki pekerja keras dan bertanggung jawab

5. Laki-laki cepat bosan, lebih kreatif, dan suka tantangan

6. Laki-laki harus dihormati

7. Laki-laki lebih bebas dalam segala hal

8. Perempuan selalu mempercantik diri untuk mencari perhatian laki-laki

9. Tidak pantas bekerja di luar rumah

10. Perempuan lebih cocok di rumah atau bekerja di tempat yang informal

11. Perempuan disalahkan kalau anaknya tidak beres

12. Perempuan tidak mengejar kekuasaan

Page 85: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

67

Sesi 2 Gender dan Kemiskinan

Tabel 2.5

Presentasi Kelompok Tugas Rumah Tangga

Perempuan Perempuan dan Laki-laki Laki-laki

1. Mendampingi anak 1. Mengumpulkan uang 1. Membajak sawah

mengerjakan tugas 2. Memotong padi 2. Memberikan makan

sekolah 3. Menanam bibit padi sapi

2. Membesarkan anak 4. Bercocok tanam 3. Berkebun

3. Memasak 5. Membayar 4. Memperbaiki rumah

4. Mencuci pakaian 6. Mencari makanan dan saluran air

5. Menyetrika 7. Panen 5. Panjat kelapa

6. Menjemur 8. Menjual 6. Memutuskan siapa

7. Mengumpulkan bibit anak yang harus

8. Merawat orang sakit sekolah

Implikasi:

1. Perempuan tidak punya posisi tawar

2. Perempuan tidak percaya diri

3. Bisa terjadi kekerasan fisik

4. Pengambilan keputusan didominasi laki-laki

5. Memasak, mengasuh anak, dan melayani suami adalah kodrat perempuan

6. Munculnya peran ganda perempuan

Page 86: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

68 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Page 87: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

SESI 3

Page 88: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 89: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

69

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Kesetaraan Gender danHak-hak Warga Negara

Pengantar“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa

pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif itu.” (Pasal28 I, ayat (2) UUD 1945 dan perubahannya)

Diskriminasi adalah musuh yang paling mengancam dalam upaya pemenuhan hak-hak dasar warga negara secara adil. Pemenuhan hak-hak dasar warga negara tidak bolehdiskriminatif dalam arti pemenuhan hak-hak dasar warga negara Indonesia, sebagaimanaamanat UUD 1945, tidak membedakan ras, agama, suku, warna kulit ataupun gender.

Dari perspektif gender, pembangunan merupakan upaya yang tak terpisahkan untukmemenuhi hak-hak dasar warga negara, laki-laki dan perempuan secara adil. Walhasil,proses dan manfaat pembangunan semestinya memberi peluang partisipasi dan manfaatyang adil bagi laki-laki dan perempuan.

Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Con-vention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women/CEDAW) yang telahdiratifikasi Indonesia tahun 1984 mengartikan diskriminasi terhadap perempuan1 sebagaiberikut:

1 Dalam “Kompilasi Instrumen Hak Asasi Manusia“, edisi revisi kedua 2004, editor edisi bahasa Indonesia: Temmanengnga, hal. 245.

Page 90: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

70 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

“Setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin,yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskanpengakuan, penikmatan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasanmendasar di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya oleh kaumperempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.”

Meskipun secara normatif peraturan perundangan di Indonesia sudah mengakui hak-hak perempuan setara dengan laki-laki, namun pada kenyataannya masih terjadikesenjangan antara aturan hukum dan praktik sehari-hari dalam masyarakat. Penyebabnyabersumber pada masalah struktur dan kultur yang belum memihak kepada perempuan.Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pemenuhan hak-hak dasarwarga negara ke depan, harus diupayakan perbaikan di tiga wilayah: kebijakan, strukturdan kultur.

Tujuan:

• Peserta memahami dan menginternalisasikan konsep pembangunan berbasishak dasar atau HAM (Rights Based Development) sebagai dasar praktik fungsipelayanan publik.

• Peserta mengetahui dukungan peraturan perundangan di Indonesia yangsudah mengakomodasikan kesetaraan gender.

• Peserta mengetahui perkembangan aktual kebijakan strategi pengarus-utamaan gender dalam pembangunan Indonesia.

• Peserta memahami masalah-masalah dalam penerapan kebijakan yangberkesetaraan gender, baik dalam hal isi kebijakan (content), struktur pelaksana(structure) kebijakan dan praktik/budaya sehari-hari (culture).

Metode:

• Curah pendapat• Diskusi kelompok• Presentasi

Waktu:

90 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media Pembelajaran:

• Lembar Bantu Belajar 3.1• Bahan Bacaan 3.1• Bahan Bacaan 3.2• Bahan Bacaan 3.3• Bahan Bacaan 3.4• Bahan Presentasi 3.1• Bahan Presentasi 3.2

Page 91: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

71

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Catatan untuk Fasilitator:

• Fasilitator hendaknya menguasai isi peraturan perundangan terkait penjaminannegara atas hak-hak dasar warga negara dan prinsip kesetaraan gender dalampemenuhannya.

• Fasilitator hendaknya fokus pada penjelasan inti substansi peraturanperundangan terkait penjaminan negara atas hak-hak dasar warga negara danprinsip kesetaraan gender dalam pemenuhannya. Perbanyaklah penjelasanmengenai contoh konkret implementasi peraturan perundangan. Hindarilahpembahasan yang bersifat normatif.

• Fasilitator hendaknya menyiapkan naskah (hard copy) dan sebaiknya jugabentuk soft copy naskah peraturan perundangan terkait penjaminan negaraatas hak-hak dasar warga negara dan prinsip kesetaraan gender dalampemenuhannya. Bagikanlah naskah peraturan perundangan tadi kepada peserta.

Tahapan Proses

Pembukaan (5 menit)

• Fasilitator membuka sesi dan menjelaskan secara singkat tema yang akan dibahas.

• Fasilitator menjelaskan bahwa sesi 3 ini akan dilaksanakan dengan teknik diskusikelompok.

Diskusi Kelompok (30 menit)

• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok.

• Fasilitator membagikan kertas warna (digulung) yang berisi cuplikan pernyataanperaturan perundangan yang terdapat di Lembar Bantu Belajar 3.1.

• Fasilitator meminta setiap kelompok mendiskusikan dan menganalisis pernyataandari peraturan perundangan atau kebijakan dengan panduan pertanyaan berikutselama 20 menit:

- Apa makna peraturan di atas?

- Bagaimana pelaksanaannya? Mengapa demikian?

- Bagaimana mengatasi kesenjangan antara rumusan kebijakan dan praktik sehari-hari?

Curah Pendapat (45 menit)

• Fasilitator mempersilakan setiap kelompok bergiliran mempresentasikan hasildiskusinya dalam format diskusi pleno.

• Fasilitator mencatat inti presentasi masing-masing kelompok dan memandu curahpendapat tentang kebijakan nasional tentang pengarusutamaan gender dankesetaraan gender dalam kebijakan pemenuhan hak-hak dasar warga negara.

• Fasilitator menayangkan dan menjelaskan Bahan Presentasi 3.1 dan 3.2 secara singkat,sedangkan versi lengkap dari isi presentasi, yaitu Bahan Bacaan 3.1 dan Bahan Bacaan3.2 dibagikan kepada peserta.

Page 92: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

72 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Penutup (10 menit)

• Fasilitator bersama peserta menyimpulkan sesi ini:

- Peraturan pemerintah yang mendorong kesetaraan gender cukup banyak, namundalam pengimplementasiannya banyak mengalami hambatan dan kendala.

- Perlu ada komitmen bersama untuk mengubah pola pikir dan sikap dari parapengambil kebijakan agar hambatan struktur dan budaya semakin mengecildalam rangka mencapai kesetaraan gender.

- Strategi pengarusutamaan gender merupakan pilihan untuk mempercepatproses tercapainya kesetaraan gender.

• Fasilitator menutup sesi dan meminta peserta untuk beristirahat sebelummelanjutkan ke sesi 4.

Page 93: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

73

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Bahan Bacaan 3.1

Pembangunan Berbasis HAM1 (Rights Based Development)

Pembangunan berbasis HAM adalah kerangka konseptual bagi proses pembangunanmanusia yang secara normatif didasarkan pada standar internasional mengenai HAM dandiarahkan untuk mendukung dan melindungi HAM. Strategi pembangunan berbasis HAM,mengandung elemen-elemen:

a. terkait langsung dengan HAM;

b. akuntabilitas;

c. pemberdayaan;

d. partisipasi;

e. tidak diskriminatif dan memberi perhatian kepada kelompok-kelompok rentan.

Pembangunan Berbasis HAM adalah pembangunan untuk manusia, dilaksanakan secarapartisipatif dan mendukung pelestarian lingkungan. Pendekatan pembangunan ini harusmengupayakan sekaligus pertumbuhan ekonomi, pemerataan yang adil, pengembangankemampuan rakyat dan perluasan pilihan-pilihan rakyat. Prioritas pembangunan terletakpada penghapusan kemiskinan, pengintegrasian perempuan ke dalam prosespembangunan, penguatan kemandirian dan penentuan pilihan sendiri oleh rakyat danpemerintah, serta perlindungan bagi hak masyarakat adat.

Hak untuk terlibat dalam pembangunan sendiri ditegaskan dalam pasal , Declarationon the Right to Development sebagai hak asasi yang melekat pada setiap orang. Seluruhrakyat berhak berpartisipasi, berkontribusi dan menikmati pembangunan ekonomi, sosial,budaya dan politik, di mana seluruh HAM dan kebebasan dasar dapat dipenuhi secarautuh.

Hak-hak atas pembangunan itu meliputi:

1) Kedaulatan penuh atas sumber daya alam,

2) Hak menentukan pilihan sendiri,

3) Partisipasi dalam pembangunan,

4) Kesempatan yang adil, dan

5) Penciptaan kondisi yang nyaman agar rakyat dapat menikmati hak-hak sipil, politik,ekonomi, sosial dan budaya.

Pembangunan adalah proses yang menyeluruh dari ekonomi, sosial, budaya dan politikdengan sasaran berupa perbaikan secara teratur kesejahteraan rakyat dan seluruh anggotamasyarakat berdasarkan partisipasi mereka secara aktif, bebas dan penuh makna dalampembangunan sekaligus rakyat menerima pembagian hasil pembangunan yang adil sesuaikontribusinya. Karena itu, Pembangunan Berdasar HAM adalah proses yang terpadu danmenyeluruh.

1 Diterjemahkan dari Human Rights in Development, office of UN High Commissioner for HR Geneva dari www.unhcr.ch/development/approaches-04.htm.

Page 94: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

74 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Hal ini diperkuat oleh Deklarasi mengenai Pembangunan Berkelanjutan (CopenhagenDeclaration 1995 on Sustainable Development) yang menyatakan, “Adanya salingketergantungan dan saling menguatkan antara pertumbuhan ekonomi, demokrasi danlingkungan”.

Konsep-konsep yang Relevan

A. Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia. Tanpa hak-hak ini,manusia tidak dapat menjadi manusia seutuhnya. HAM ada sejak manusia lahir dan tidakdapat diberikan maupun diambil oleh siapa pun. HAM juga bersifat universal, artinyasemua manusia tanpa memandang asal-usul, tempat tinggal, agama dan warna kulit,pasti memilikinya.

HAM sedikitnya meliputi:

(1) hak sipil dan politik (Sipol);

(2) hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob).

Pemenuhan hak-hak Sipol akan membuka akses bagi pemenuhan hak-hak Ekosob.Jaminan pemenuhan hak Ekosob sendiri adalah untuk memastikan setiap manusiamempunyai akses terhadap sumber daya, kesempatan dan pelayanan yang diperlukanuntuk kelayakan hidup terutama bagi kelompok yang rentan terhadap kemiskinan, yangsering menyebabkan mereka mengalami perlakuan tidak adil dan diskriminatif.2

Hak-hak Ekosob sendiri meliputi dua hak yaitu:

(1) hak subyek, yaitu hak perempuan, anak, petani, buruh, nelayan dan sebagainya;

(2) hak obyek, yaitu hak atas makanan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan,

hak atas tempat tinggal, hak atas air dan lain-lain.

Hukum HAM internasional menyatakan bahwa setiap orang merupakan penerimamanfaat HAM3. Hal ini secara eksplisit dinyatakan dalam DUHAM, Pasal 22, yang berbunyi:Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, memiliki hak atas jaminan sosial dan berhakatas perwujudan hak ekonomi, sosial dan budaya yang diperlukan bagi martabatnya danperkembangan kepribadiannya secara bebas. Namun dalam praktiknya, ada kategorikelompok penerima manfaat yang dianggap rentan daripada kelompok lainnya dan secaratradisional telah menjadi sasaran proses diskriminasi. Kelompok rentan ini mungkinmembutuhkan perlindungan khusus terhadap haknya. Kadang-kadang melaluipenggunaan tindakan afirmatif tertentu atau berbagai langkah khusus lainnya. Untukkelompok rentan ini, lahir instrumen-instrumen khusus untuk mengupayakan terjaminnyakesetaraan hak dan statusnya. Misalnya Konvensi Internasional tentang PenghapusanSegala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang bertujuan menjaminkesetaraan perempuan.

2 Dikutip dari paper HES sebagai HAM, oleh Divisi Penguatan HESB LBH Surabaya.3 Dalam Buku Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, hal. 20-21.

Page 95: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

75

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

B. Pembangunan yang Berpihak pada Kaum Miskin (Pro Poor Development)

Kemiskinan merupakan isu penting dalam pembangunan. Ada dua pendekatan untukmenelaah kemiskinan, yaitu:

1. Kemiskinan sebagai gambaran dari langkanya hak-hak sosial (lack on entitlemen)

Sudah terbukti bahwa kelangkaan atau kekurangan sumber daya merupakancerminan kelangkaan hak orang miskin. Bukan karena tidak tersedianya kebutuhanbagi orang miskin itu sendiri. Misalnya, keberadaan tunawisma sebagai akibat tidakadanya akses orang miskin pada tanah atau perumahan, bukan karena kelangkaanperumahan. Kelaparan bukan akibat kelangkaan makanan, tetapi kurangnya daya beli.

2. Kemiskinan akibat adanya pengucilan (exclusion)

Kemiskinan merupakan akibat pengaturan hubungan sosial di mana sebagianorang “dipisahkan” atau tidak dilibatkan dalam kehidupan masyarakat. Adanyapandangan tertentu yang negatif (stigmatisasi) dan penolakan dari masyarakatterhadap perempuan untuk terlibat dalam bidang atau pekerjaan di luar rumah tanggamerupakan awal dari langkanya sumber daya yang dimiliki perempuan dan kontrolatas kehidupannya.

Tekanan terhadap perempuan sendiri terjadi karena tiga faktor, yaitu:

(a) Tekanan eksternal (external pressures)

Kerentanan yang disebabkan kebijakan makro di mana orang-orang yang berasaldari kelompok miskin dan perempuan yang lemah tidak dapat bernegosiasi. Misalnya,kasus kenaikan harga BBM mengakibatkan melambungnya harga sembako, biayatransportasi dan kehidupan hidup lainnya. Kebijakan kenaikan BBM ditentukanpemerintah pusat dan dampaknya sangat dirasakan kelompok miskin dan perempuan.

(b) Tekanan internal (internal pressures)

Tekanan yang berasal dari dalam rumah tangga sendiri dalam bentuk hierarkikekuasaan tradisional, patriarkhi, kasta maupun agama. Termasuk praktik budayadalam suku tertentu dan berimplikasi pada alokasi sumber daya.

(c) Sesuatu yang dianggap takdir (given variables)

Tidak ada kebijakan untuk membuka akses bagi perempuan, karena kondisi yangtidak menguntungkan perempuan ini, dianggap wajar atau takdir bagi perempuan.

Ada kaitan erat antara perempuan dan kemiskinan, berupa feminisasi kemiskinan4

atau kemiskinan berwajah perempuan. Feminisasi kemiskinan merupakan masalah seriusdalam perekonomian global di mana perempuan menghadapi eksploitasi sosial danekonomi yang terus meningkat. Perempuan menyumbang 67% waktu kerja dunia, namunhanya memiliki 1% dari kekayaan dunia (Strategy, 2004). Di Indonesia, data BPS (1999)menunjukkan bahwa sekitar 18% penduduk berada di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang dialami perempuan adalah akar penyebabdiskriminasi terhadap perempuan yang menghambat kemampuan untuk berpartisipasi

4 Lihat Sundari, 2004. “Pemberdayaan Ekonomi untuk Perempuan”. Makalah disampaikan pada Kursus Strategis untuk Anggota Perempuan DPRD Provinsi,diselenggarakan Cetro dan The Asia Foundation, 28-30 September di Hotel Lido Lakes Resort, Bogor.

Page 96: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

76 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

dalam pembuatan keputusan yang berdampak pada kesejahteraan hidup mereka.Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi juga membatasi perempuan berkontribusi di ruangpublik dan menikmati hak-hak sipil dan politik secara penuh. Dengan demikian, mengatasiproblem kemiskinan akan banyak berkontribusi dalam upaya mengatasi problemkesenjangan gender jika dibarengi dengan upaya-upaya nyata yang langsung mengatasikesenjangan gender yang terjadi.

C. Kebijakan yang Berpihak pada Orang Miskin5

Untuk terciptanya kebijakan yang berpihak pada orang miskin, diperlukan prasyaratsebagai berikut:

1. Kehendak Publik

Kehendak publik ini terlihat dari:

a. Adanya komitmen dan tekad kuat pihak yang memiliki kewenangan dan tanggungjawab dalam penanggulangan kemiskinan.

b. Agenda pembangunan menempatkan upaya dan program penanggulangankemiskinan pada skala prioritas utama.

c. Adanya kemauan untuk secara jujur dan terbuka mengakui kelemahan dankegagalan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu, dan bertekad untukmemperbaikinya di masa kini dan masa akan datang.

2. Iklim yang Mendukung

Hal ini terlihat dari:

a. Adanya kesadaran kolektif menempatkan kemiskinan sebagai musuh bersama,kemudian diikuti dengan langkah-langkah kampanye sosial melalui berbagaisaluran informasi untuk meningkatkan kepedulian, kepekaan dan partisipasiseluruh masyarakat.

b. Adanya peraturan daerah yang mendukung penanggulangan kemiskinan.Misalnya yang berkaitan dengan bantuan modal usaha kecil, akses terhadap kredit,keberadaan pedagang kaki lima dan penghapusan pungutan terhadap hasilpertanian.

D. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

UNIFEM dalam website-nya mengemukakan pemberdayaan ekonomi perempuansebagai “Perluasan konsep pembangunan manusia dengan memadukan upayapemberdayaan perempuan dan keadilan gender dalam kerangka mencapai tujuantransformasi sosial sebagai agen pembangunan dan kemajuan bagi perempuan. Pilihan-pilihan bagi perempuan, khususnya perempuan miskin, tidak dapat diperbanyak dandiperluas tanpa mengubah pola relasi antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu,harus ada perombakan di tataran ideologi dan kelembagaan yang selama ini justrumelanggengkan bahkan memperkuat ketimpangan gender”.

5 Dikutip dari Mawardi dan Sumarto, 2002. “Kebijakan Publik yang Memihak Orang Miskin”.

Page 97: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

77

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Memperkuat pendapat UNIFEM, penelitian Bank Dunia menunjukkan bahwa negara-negara yang mempromosikan hak-hak perempuan berhasil menikmati tingkat kemiskinanyang lebih rendah, pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, dan tingkat korupsi yanglebih rendah dibanding negara-negara yang menganut kebijakan yang netral gender atausebaliknya. Selain itu, ada bukti kuat bahwa kebijakan pendidikan, kesehatan, produksi,kredit dan tata pemerintahan akan berjalan lebih efektif apabila perempuan dilibatkandalam pelaksanaannya.

Sebagian besar organisasi pembangunan, antara lain Bank Dunia, Organisasi BuruhInternasional (ILO), dan LSM international seperti Oxfam, CUSO dan Women in Progresspercaya bahwa strategi paling efektif agar perempuan menikmati keadilan ekonomi dansosial adalah dengan mewujudkan kemandirian ekonomi melalui wirausaha atauwiraswasta. Pemberdayaan perempuan melalui peningkatan pendapatan akanmemperkuat rasa percaya diri sekaligus kemampuan perempuan untuk berpartisipasidalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi hidupnya di rumah dan masyarakat.Perempuan sebagai pemain utama penjamin kesejahteraan keluarga, sepatutnyadiberdayakan secara ekonomi untuk menjamin ketahanan dasar keluarga melaluipeningkatan akses terhadap makanan, perumahan, keamanan, kesehatan, pendidikan dankeadilan.

Page 98: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

78 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 3.2

Kebijakan yang Mendukung Kesetaraan Gender di Indonesia

A. Daftar Peraturan Perundangan yang Responsif Gender

a. Peraturan perundangan yang mendukung advokasi kesetaraan gender diIndonesia

• UUD 1945, memuat prinsip kesetaraan gender.

• Perubahan UUD 1945, Pasal 27 ayat 1, tentang persamaan kedudukan dihadapan hukum dan pemerintahan.

• Perubahan UUD 1945, Pasal 28, tentang Hak Asasi Manusia.

• UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, di mana di dalamnyatercantum Hak Asasi Perempuan.

• UU No. 7 Tahun 1984, tentang Ratifikasi CEDAW.

• UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

• UU No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak.

b. Landasan peraturan perundangan untuk pengarusutamaan gender

• UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, di mana di dalamnyatercantum Hak Asasi Perempuan.

• UU No. 7 Tahun 1984, tentang Ratifikasi CEDAW (Konvensi tentangPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan).

• Inpres No. 9 Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalamPembangunan Nasional.

• Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum PelaksanaanPengarusutamaan Gender di Daerah.

• PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendaliandan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

• Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah (RPJM) Nasional 2004-2009, Bab 12 dan Bab 16.

B. Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum PelaksanaanPengarusutamaan Gender di Daerah

Beberapa isi penting dari Permendagri No. 15 Tahun 2008 adalah:

• Permendagri No. 15 Tahun 2008 merupakan revisi dari Kepmendagri No. 132Tahun 2003. Revisi dilakukan untuk merespons perkembangan aturan terkaitdengan pemerintahan daerah. Aturan ini merupakan payung hukum pelaksanaanpengarusutamaan gender di daerah. Dengan adanya aturan ini, daerah tidak perluragu dalam mengimplementasikan strategi pengarusututamaan gender dalampembangunan daerah.

• Pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender ini antara lain bertujuanuntuk:

1. Memberikan acuan dalam menyusun strategi pengarusutamaan gender baikdi tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan/program/kegiatan pembangunan daerah.

Page 99: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

79

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

2. Mewujudkan perencanaan yang berperspektif gender.

3. Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

4. Mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang responsif gender.

• Perencanaan berperspektif gender tertuang dalam dokumen perencanaanpembangunan, yaitu RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD yang pelaksanaannyadikoordinasikan oleh Bappeda.

• Rencana Kerja berperspektif gender ditetapkan dengan Peraturan Gubernur,Bupati dan Wali Kota.

• Kelompok kerja (pokja) PUG dibentuk ditingkat provinsi dan kabupaten sebagaiupaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender.

• Salah satu tugas dari Pokja PUG adalah menetapkan tim teknis untuk melakukananalisis terhadap anggaran daerah yang beranggotakan aparatur yang memahamianalisis anggaran yang berperspektif gender. Hal ini memunculkan peluangketerlibatan akademisi dan LSM untuk terlibat dalam tim teknis ini.

Page 100: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

80 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Boks 3.1

Lima Argumen Dasar Pentingnya Partisipasi Perempuandalam Pengambilan Keputusan

Alasan pertama, terkait dengan demokrasi dan kesetaraan

Jumlah perempuan setengah dari populasi penduduk dan semestinya dapatdirepresentasikan secara proposional. Pengakuan atas hak perempuan sebagaiwarga negara harus dibuktikan dengan partisipasi aktif perempuan dalam wilayahpolitik di semua tingkatan. Belum bisa disebut demokrasi jika perempuan belumterlibat dalam berbagai posisi kekuasaan. Perempuan = 50% populasi, seharusnyajuga 50% dari kepemimpinan.

Alasan kedua, terkait dengan keabsahan

Kurang terepresentasikannya perempuan dapat membahayakan keabsahan darisistem demokrasi karena jarak yang membentang antara wakil rakyat dengan parapemilih, khususnya para pemilih perempuan.

Dengan demikian, nilai keabsahan dari pengambilan keputusan politik menjaditidak sama antara perempuan dan laki-laki. Hal ini memunculkan potensimeningkatnya ketidakpercayaan publik atas sistem representasi. Konsekuensi akhirdapat mengarah pada penolakan dari perempuan untuk mematuhi undang-undangdan kebijakan yang telah dibuat tanpa keterlibatan mereka.

Alasan ketiga, terkait dengan perbedaan kepentingan

Partisipasi politik mencakup kegiatan mengartikulasikan, menyajikan danmempertahankan kepentingan. Perempuan telah dikondisikan mempunyai peran,fungsi dan nilai sosial yang berbeda dengan laki-laki. Adalah masuk akal jikaperempuan akan lebih ‘aware’ terhadap kebutuhan mereka sendiri dan akan lebihbaik dalam memperjuangkan kepentingannya.

Perempuan akan lebih aware dalam hal memahami kebutuhan terkait kesehatanreproduksi termasuk dalam keluarga berencana, pembagian kerja untuk mengasuhanak dan anggota keluarga lainnya yang membutuhkan semisal lansia dan orangsakit, dan memberikan perhatian lebih untuk isu kekerasan terhadap perempuan.

Komposisi yang ada saat ini dari para pengambil keputusan, di mana jumlahperempuan sangat sedikit, menunjukkan perempuan belum bisamengartikulasikan dan membela kepentingan mereka.

Argumen keempat, untuk mengubah politik

Ada beberapa indikasi jika jumlah perempuan politisi lumayan cukup banyak,maka diasumsikan bisa mengubah fokus politik. Perempuan lebih kritis terhadapdefinisi tradisional dari politik. Efek pertama dari masuknya perempuan dalamdunia politik adalah memperluas cakupan dari politik. Isu seperti pengasuhan anak,seksualitas dan keluarga berencana adalah isu yang tadinya dianggap sebagaiwilayah privat yang sekarang dapat dilihat juga di wilayah politik.

Page 101: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

81

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Argumen kelima, terkait dengan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia

Semua negara tentu ingin mengoptimalkan sumber daya manusia yangdimilikinya. Perempuan adalah setengah dari penduduk dunia yang memilikikemampuan dan bakat. Peran perempuan dalam melaksanakan fungsi biologisuntuk mengandung dan melahirkan dan peran sosial, sudah jelas. Dan inputperempuan, meskipun sering belum dihargai, berkontribusi besar dalamperekonomian nasional melalui kerja yang dibayar maupun kerja yang tidak dibayar(unpaid work).

Tidak melibatkan perempuan dalam posisi kekuasaan dan lembaga perwakilanakan memiskinkan kehidupan publik dan menghambat pembangunan suatumasyarakat yang adil. Dalam jangka pendek, tanpa partisipasi penuh dariperempuan dalam proses pengambilan keputusan akan menjadikan proses politikmenjadi kurang efektif.

Sumber: Modul Pelatihan Dasar Making Governance Gender Responsive, CAPWIP, 2007, hal. 154 pasal 45.

Page 102: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

82 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 3.3

Refleksi Perjuangan Mewujudkan Kesetaraan Gender1

Gender dan pembangunan muncul sebagai satu pendekatan progresif baik dariperspektif maupun pengalaman. Pendekatan ini berasal dari pembelajaran perempuandi dunia ketiga terkait upaya mereka mengintegrasikan gender ke arus utamapembangunan dan pengalaman perempuan baik di belahan dunia bagian utara maupunselatan untuk mengembangkan analisis dan tindakan alternatif.

Mencari Solusi

Identifikasi bahwa subordinasi perempuan adalah masalah akan membawa padabanyak upaya untuk mengatasi ketidakseimbangan. Solusinya adalah denganmengorganisasi perempuan, mengesahkan aturan yang melarang diskriminasiberdasarkan jenis kelamin, dan menyediakan pelatihan dan teknologi. Tujuannya adalahmengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan sehingga manfaat yangditerima akan meningkat.

Peneliti dan aktivis perempuan ingin memahami mengapa subordinasi terus berlanjut.Upaya untuk mendokumentasikan secara sistematik kontribusi dan hambatan yangdihadapi perempuan selama ini, telah mengubah gambaran tentang apa yang dilakukanperempuan dan laki-laki dan bagaimana hal tersebut berlangsung selama pembangunan.Perbaikan atas gambaran itu sudah dilakukan, namun 20 tahun kemudian ketidaksetaraanyang jauh antara laki-laki dan perempuan masih dijumpai. Solusi yang baru diperlukankarena upaya-upaya yang dilakukan belum cukup.

Berikut empat area yang merefleksikan mengapa pembangunan tidak berhasilmeningkatkan kualitas hidup perempuan:

1. Kesetaraan versus Keadilan

Banyak faktor struktural yang mempengaruhi perempuan dan laki-laki mendapatkanmanfaat yang setara. Tahun 1979, PBB mengesahkan CEDAW dan Indonesiameratifikasinya lima tahun kemudian. Sejak itu, di satu sisi, telah banyak ‘kemenangan’yang diraih perempuan, semisal mendapatkan hak atas kepemilikan tanah di Kenyadan aturan persamaan upah antara perempuan dan laki-laki untuk jenis pekerjaanyang sama di Kanada. Namun di sisi lain, praktik menunjukkan bahwa di Kanadaperempuan hanya dibayar 66 sen dari setiap dolar yang diterima laki-laki. PerempuanKenya mendapati harga tanah yang tidak terjangkau oleh mereka karena laki-laki tidakingin menjualnya kepada perempuan.

Situasi ini memperlihatkan adanya diskriminasi yang bersifat sistemik. Lebih jauh,dalam suatu inisiatif untuk mengurangi ketidakberuntungan, baik untuk perempuanmaupun kelompok lainnya, ada kebutuhan untuk mempertimbangkan secara hati-hati hambatan-hambatan kesetaraan dalam berpartisipasi, tidak hanya kesetaraandalam kesempatan.

1 Modul Pelatihan Dasar Making Governance Gender Responsive, CAPWIP, 2007, hal. 123

Page 103: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

83

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

2. Gender sebagai Konstruksi Sosial

Kondisi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari dan posisi relatif antarakeduanya dalam masyarakat menyatu dalam kerangka dan institusi sosial, kultural,politik dan ekonomi. Relasi gender dan identitas tidaklah universal,namun bervariasidari satu budaya ke budaya lain dan dari satu komunitas ke komunitas lainnya, bersifatdinamis dan berubah seiring waktu. Masyarakat sering menolak praktik-praktik yangtidak sesuai dengan peran dan relasi gender. Contohnya, petani di daerah terpencil diSudan menolak untuk mempercayai staf suatu program pembangunan karena diaadalah perempuan yang mengendarai mobil Land Rover. Begitu pula sebaliknya, laki-laki yang mencoba untuk membantu pekerjaan rumah tangga akan dilecehkan olehtemannya dan tidak didukung oleh istri dan ibunya karena dianggap ’mengambil’pekerjaan perempuan,

Pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana masyarakat menentukan danmempertahankan apa yang disebut dengan maskulin dan feminin telah berakibat padasejumlah tindakan yang harus dilakukan. Memahami nilai-nilai gender dan praktiknyaadalah dasar untuk mengetahui bagaimana masyarakat diorganisir, bagaimana merekaberfungsi dan menjadi potensi perubahan gender dan sosial. Memisahkan antara nilai(values) and sikap (attitudes) dari praktik dan perilaku adalah satu hal yang bermanfaatkarena mengubah nilai lebih mudah daripada mengubah perilaku.

Terdapat pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Di kebanyakan budaya,perempuan memiliki tanggung jawab utama di kerja reproduktif (memasak, mencuci,mengasuh anak, membersihkan rumah), sedangkan laki-laki memiliki tanggung jawabutama di kerja produksi. Selain kedua peran tadi, keduanya melakukan aktivitas dikomunitas, namun laki-laki cenderung memiliki peran lebih dengan banyak terlibat diproses pengambilan keputusan, sedangkan perempuan lebih banyak di bagianpendukung.

Apa yang diakui secara sosial ini terefleksikan dalam sistem nasional, semisal GNPdan angkatan kerja. Jika seorang petani perempuan memproduksi tepung maizenaatau menanam sayur-mayur untuk keluarganya, maka kegiatan ini tidak didefinisikansebagai ’bekerja’. Namun jika dia menjual produknya dan menggunakan uangnya untukmembeli makanan, kegiatan ini diperhitungkan sebagai kontribusi terhadapperekonomian dan masyarakat. Tidak ada pekerjaan reproduktif yang dinilai sebagai’bekerja’. Aktivitas di komunitas secara informal, baik yang dilakukan oleh laki-lakimaupun perempuan juga tidak dinilai. Oleh karena itu, kita perlu mendefinisikankembali apa yang dimaksud dengan ’bekerja’.

Upaya mengubah konstruksi sosial dan mengupayakan relasi gender yang strategis,bisa dilakukan dengan menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuanjangka pendek untuk mencapai saling menerima, bahwa pekerjaan yang biasanyadisebut sebagai pekerjaan perempuan maupun pekerjaan laki-laki dapat dipertukar-kan. Ini akan menimbulkan rasa hormat satu sama lain dan mengurangi kesenjangan.Melakukan pekerjaan non-tradisional yang disandangkan oleh kultur, akan lebih mudahdilakukan oleh orang kaya karena mereka memang ingin melakukannya atau orangmiskin karena mereka harus melakukannya, daripada kelompok menengah. Pendidikantentang kemampuan sosial untuk mentransformasikan peran gender dapat dilakukandi rumah, sekolah, komunitas maupun tempat kerja. Dalam jangka panjang, strategiini akan membantu kita mendefinisikan kembali makna ’bekerja’ dan meningkatkanstatus pekerjaan yang saat ini tidak terlihat dan tidak dihitung. Wawasan bahwa gender

Page 104: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

84 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

sebagai konstruksi sosial merupakan sesuatu yang kompleks akan membantu kitadalam memahami bentuk relasi kekuasaan yang lainnya (hitam/putih, kaya/miskin,etnis mayoritas/minoritas, kota/desa).

3. Pertanyaan tentang Kekuasaan

Selama tahun 1960-an dan 1970-an, pemikiran yang muncul untuk mengatasisubordinasi perempuan adalah dengan meningkatkan kekuasaan (power) perempuan.Salah satu bentuknya adalah kemandirian ekonomi. Di negara-negara selatankhatulistiwa, program ’income generating’ menjadi populer, sedangkan di negara-negarautara khatulistiwa yang banyak dilakukan adalah job training. Setelah lebih dari 20 tahun,ada perkembangan yang terjadi namun kemajuan yang signifikan belum terealisasi.Satu elemen kunci untuk mengetahui mengapa hal ini terjadi adalah pemahamanmengenai kekuasaan (power).

Banyak strategi perubahan yang gagal untuk melihat adanya variasi dari subordinasiyang dialami oleh perempuan yang berbeda dengan kelas, ras dan usia. Variasi inidapat terlihat pada perbedaan dalam melihat seberapa penting subordinasi gendermenjadi suatu masalah. Sebagai contoh, gender bisa dianggap kurang pentingdibanding kelas. Misalnya pada perempuan yang memiliki kekuasaan penuh,menguasai dan mengeksploitasi kaum buruh laki-laki dan perempuan. Gender bisadianggap kurang penting dibanding ras. Misalnya sikap ibu rumah tangga yang berkulitputih terhadap pembantunya yang berkulit hitam. Gender bisa dianggap kurangpenting dibanding usia. Misalnya sikap istri tua terhadap istri muda dalam suatu keluargayang berpoligami. Relasi dari dominasi ini bersifat multiple dan saling berkaitan. Asumsibahwa setiap perempuan selalu memiliki kepentingan yang sama adalah salah.

Di lain pihak, upaya-upaya untuk meningkatkan kekuasaan perempuanmenunjukkan sifat kekusaan yang terbatas. Jika Anda punya kekuasaan lebih, makakekuatan saya menjadi berkurang. Jika saya memiliki kekuasaan atas Anda,meningkatkan kekuasaan Anda akan merugikan saya. Jenis kekuasaan ini adalah relasiantara dominasi/subordinasi atau disebut dengan kekuatan-atas (power-over), yangpada akhirnya didasarkan pada ancaman sanksi sosial terkait kekerasan dan intimidasi,mengundang resistensi aktif dan pasif dan selalu membutuhkan kewaspadaan untukmempertahankannya.

Ada jenis kekuatan lain, yang dipahami sebagai kekuasaan-kepada (power-to), satujenis kekuasaan yang kreatif dan memampukan, esensi dari pemberdayaan individu.Kebanyakan orang mendeskripsikannya sebagai situasi di mana mereka merasapowerfull yang kemudian digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah, mengetahuibagaimana sesuatu bekerja atau mempelajari suatu keterampilan. Kebanyakan orangmerasa berdaya dalam kondisi terorganisasi dan disatukan oleh pemahaman atautujuan bersama. Kekuatan-dengan ( power-with) mencakup perasaan bahwa jikabersama akan lebih kuat dibanding sendirian, khususnya ketika kelompok menghadapimasalah bersama.

Jenis lain dari kekuasaan adalah kekuasaan-di dalam (power within), yaitu kekuatanspiritual dan keunikan yang dimiliki oleh setiap orang dan membuat kita menjadimanusia yang sebenarnya. Ini adalah basis menerima diri apa adanya dan penghargaanterhadap diri sendiri ini dapat diperluas untuk menghormati dan menerima orang lainsetara.

Page 105: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

85

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Power over membutuhkan pembentukan dualitas sederhana: baik/jahat, laki-laki/perempuan, kaya/miskin, hitam/putih, kita/mereka. Jenis kekuasaan ini melihat adanyakelompok-kelompok yang berbeda dengan perbedaan kepentingan pula. Sementarapower within mengakui adanya kekuatan dan kelemahan yang eksis pada semua orangdan tidak secara otomatis mempersalahkan adanya perbedaan. Power withinmenekankan pada penerimaan diri dan menghargai diri sendiri, yang dilengkapi (bukandualitas) dengan penghargaan atas aspek yang sama pada orang lain.

Dalam konteks gender, perempuan dan laki-laki disosialisasikan berbeda dan seringmenjalankan fungsi di wilayah yang berbeda di komunitas, meskipun terjadi tumpangtindih dan saling ketergantungan. Sebagai akibatnya, perempuan dan laki-laki memilikiperbedaan baik dalam pengalaman hidup, pengetahuan, perspektif dan prioritas. Yangsatu tidak cukup untuk merepresentasikan yang lain dan tidak ada seorang pun yangsecara penuh dapat menjadi representasi dari komunitasnya. Suatu masyarakat yangsehat akan mengapresiasi dan menghargai aspek perbedaan ini dan menggunakannyauntuk kebaikannya.

Secara strategis, kita perlu mentranformasikan pemahaman mengenai beberapakekuatan ini dan menolak kekuatan atas (power-over). Kita perlu mengeksplorasi konsepdari power-to, power-with dan power-within dan hubungan antar kekuatan ini. Dalamarea pembangunan, ini berarti membangun kemampuan untuk menyelesaikanmasalah dan resolusi konflik, memperkuat organisasi, dan membangun kemampuandan solidaritas baik secara individu maupun kolektif. Kita perlu aware ketika tindakanyang dilakukan meningkatkan perbedaan dan konflik dan yakin bahwa ini merupakanbagian dari upaya untuk memahami situasi dan menerima risiko.

4. Keterbatasan Pembangunan

Proses pembangunan menyisakan sedikit kue bagi orang miskin, dan membiarkanperempuan berjuang untuk mendapatkan bagian yang relatif besar karenakepercayaan (belief) yang meyakini bahwa perbaikan yang berkelanjutan dari ekonomidan sosial perempuan mungkin dicapai dalam situasi ketidakadilan relatif yangmeningkat asal tidak ada kemiskinan absolut baik pada laki-laki maupun perempuan,sangat sulit diwujudkan. Kesetaraan bagi perempuan adalah sesuatu hal yang mustahildalam kondisi ekonomi, sosial dan politik saat ini karena sumber daya, kekuasaan dankontrol hanya dimiliki oleh segelintir orang. Namun pembangunan juga mustahil tanpakeadilan yang lebih besar dan partisipasi bagi perempuan (Sen & Grown)

Ketika perempuan ditargetkan dalam banyak inisiatif pembangunan, ada duaasumsi yang diberlakukan: a) bahwa ’mungkin’ bagi perencana pembangunan untukmendefinisikan dan menyelesaikan problem pembangunan. b) bahwa pembangunandilihat seluruhnya dari sisi pertumbuhan ekonomi dan atau redistribusi.

Pembangunan adalah suatu proses kompleks yang mencakup perbaikan ke arahyang lebih baik dari individu dan masyarakat baik secara ekonomi, sosial dan kultural.Perbaikan ke arah yang lebih baik mengandung arti kemampuan masyarakat untukmemenuhi kebutuhan dari aspek fisik, emosional dan kreativitas pada level tertentu...dan untuk mendapatkan kebebasan waktu. Ini mencakup peningkatan standar hidup(standards of living) namun bukan konsumsi yang berlebihan, dan ini mengimplikasikanbentuk masyarakat yang memungkinkan adanya distribusi yang setara darikesejahateraan sosial (Kate Young).

Page 106: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

86 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Beberapa penelitian terdahulu tentang masalah ekslusi perempuan daripembangunan menyebutkan bahwa kebanyakan dari proyek ini mencoba untukmeningkatkan produktivitas ekonomi secara langsung ( dengan transfer teknologi atauinfrakstruktur) atau tidak langsung (misalnya dengan menyediakan air bersih untukmeningkatkan kapasitas ’income generating’). Sering perempuan didorong ke kerjayang dibayar, dengan upah yang rendah dan situasi eksploitatif (seperti di Free TradeZone). Ini membuat kehidupan mereka, menjadi tidak manusiawi dengan meningkatnyabeban kerja.

Penutup

Refleksi tentang perjuangan mewujudkan kesetaraan gender di tingkat global ini dapatdijadikan cermin dalam mengevaluasi advokasi yang selama ini dilakukan di Indonesia.Dari pengalaman tim penulis dalam melakukan advokasi anggaran responsif gender dibeberapa Kota/Kabupaten di Indonesia2, salah satu yang sering muncul adalah resistensidari para pihak terkait yang disebabkan oleh citra negatif, misalnya isu kesetaraan genderdiartikan perempuan minta macam-macam, perempuan akan melupakan kodratnya danperempuan akan merebut kekuasaan laki-laki. Dalam situasi seperti ini, mengevaluasistrategi dan pendekatan yang digunakan penting untuk dilakukan. Salah satu penyebabmunculnya resistensi adalah digunakannya pandangan power over sehingga perempuandiasumsikan sebagai satu kelompok yang tertindas dan memiliki satu kepentingan yangsama sehingga pendekatan dualitas banyak digunakan dan cenderung menjadikanperempuan vis a vis berhadapan dengan laki-laki. Dari refleksi di atas ternyata asumsibahwa semua perempuan memiliki kepentingan yang sama adalah salah dan sebaiknyakita lebih mengoptimalkan jenis kekuatan lain, dengan mengeksplorasi konsep dari power-to, power-with dan power-within dan hubungan antar-kekuatan ini agar semua pihak merasa‘nyaman’ dengan isu kesetaraan gender.

2 Kota Semarang, Tangerang, Surakarta, Parepare, Kabupaten Kendal, Semarang. Boyolali, Pekalongan, Bone.

Page 107: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

87

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Bahan Bacaan 3.4

Tiga Strategi Mempromosikan Kesetaraan Gender

Ada tiga strategi untuk mempromosikan kesetaraan gender:

1. Reformasi Institusi atas Hak dan Kesempatan yang Setara antara Laki-laki danPerempuan

Institusi sosial, hukum dan ekonomi membentuk akses atas sumber daya,kesempatan dan kekuatan relatif perempuan dan laki-laki, maka satu elemen pentinguntuk mempromosikan kesetaraan gender adalah membangun di tingkat institusional‘ranah berkiprah’/playing field antara laki-laki dan perempuan, yang mencakup:

• Menjamin kesetaraan dalam hak-hak dasar.

• Mengembangkan insentif yang dapat mengurangi diskriminasi gender.

• Merancang pelayanan publik untuk memfasilitasi akses yang setara.

2. Mengembangkan Pembangunan Ekonomi untuk Memperkuat Insentif atasSumber Daya dan Partisipasi yang Lebih Setara

Pembangunan ekonomi dapat dihubungkan dengan perbaikan lingkungan bagiperempuan dan anak perempuan dalam upaya mewujudkan kesetaraan gendermelalui beberapa cara:

• Keputusan di tingkat rumah tangga terkait pekerjaan, konsumsi dan investasiadalah bagian dari respons terhadap tingkat harga dan sinyal pasar lainnya.Perubahan sinyal ini cenderung mengarah pada realokasi sumber daya. Ketikapembangunan ekonomi meningkatkan ketersediaan dan kualitas dari pelayananpublik, misalnya klinik kesehatan dan sekolah, maka hal ini akan menurunkanbiaya investasi modal manusia di tingkat rumah tangga. Jika biaya ini lebih rendahuntuk perempuan dibandingkan laki-laki atau jika investasi untuk perempuanlebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan investasi pada laki-lakisebagaimana yang telah dibuktikan, maka perempuan mendapatkan manfaatlebih besar.

• Jika pembangunan ekonomi meningkatkan pendapatan dan mengurangikemiskinan, ketidaksetaraan gender sering berkurang. Keluarga berpenghasilanrendah, di mana perempuan dan anak perempuan banyak menanggung biaya,memang terdorong untuk bertindak rasional di pendidikan, kesehatan dan nutrisi.Namun, jika pendapatan keluarga meningkat, kesenjangan gender dalam modalmanusia cenderung berkurang.

Dampak pembangunan ekonomi terhadap kesetaraan gender tergantung daripengakuan hak-hak oleh negara atas akses dan kontrol terhadap sumber daya produktifseperti tanah dan kredit, dan pengaruh politik. Kebijakan jaminan sosial yang mengakuiadanya perbedaan gender baik dalam pekerjaan formal maupun pekerjaan rumahtangga dan risiko keduanya penting dalam melindungi perempuan (dan laki-laki) darikrisis ekonomi dan mencegah kemerosotan ekonomi.

Page 108: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

88 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

3. Aktif Melakukan Kebijakan yang Mengarah pada Upaya MengurangiKesenjangan Gender atas Sumber Daya dan Pengambilan Keputusan

Kombinasi efek dari reformasi institusional dan pembangunan ekonomi biasanyamembutuhkan waktu. Oleh karena itu, aksi nyata dibutuhkan baik dalam jangka pendekmaupun jangka menengah. Aksi nyata ini merupakan tindakan konkret yang bertujuanmengatasi satu bentuk khusus dari diskriminasi dan eksklusi gender, baik di rumah,komunitas maupun tempat kerja. Tindakan ini biasanya bermanfaat untuk kelompoksasaran spesifik, misalnya kelompok miskin di mana kesenjangan gender terjadi secaraakut.

Kondisi dari ketidaksetaraan gender berbeda antarnegara, sehingga intervensi yangpaling relevan juga berbeda antarnegara. Keputusan negara tentang apa yang akandiintervensi dan dengan tindakan apa semestinya didasarkan pada pemahaman dananalisis terhadap realitas lokal. Aksi nyata membutuhkan biaya sehingga pembuatkebijakan harus selektif memilih tindakan yang akan dilakukan dengan fokus padaintervensi yang memberikan manfaat sosial paling besar.

Di samping mengidentifikasi area intervensi yang dibutuhkan, pilihan tentangbagaimana intervensi dapat dilakukan secara tepat, juga penting. Sebagai contoh,apakah penyediaan barang dan jasa publik secara langsung diperlukan? Atau untuktujuan yang sama apakah akan lebih efektif jika melalui penyediaan informasi yanglebih banyak, upaya-upaya penegakan hukum atau melalui subsidi kepada swasta?

Ada empat area inti kebijakan untuk aksi aktif menyetarakan gender, yaitu:

1. Mempromosikan Kesetaraan Gender untuk Akses terhadap Sumber DayaProduktif dan Kapasitas Penghasilan.

Upaya-upaya untuk mempromosikan kesetaraan gender terhadap akses dankontrol atas sumber daya produktif, baik pendidikan, sumber daya keuanganatau tanah dan untuk menjamin akses yang setara dan adil terhadap kesempatanuntuk mendapatkan pekerjaan, perlu dilakukan untuk mempercepat kesetaraangender dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Sejumlah intervensi sebagai entrypoint dapat diambil oleh pembuat kebijakan, antara lain:

• Mengurangi biaya sekolah, mengatasi perhatian yang berkaitan dengan or-ang tua, seputar kesopanan dan keamanan perempuan, dan meningkatkandampak positif bagi keluarga dari investasi perempuan yang bersekolahmelalui perbaikan kualitas sekolah yang dapat mengatasi hambatan ekonomidan sosial dari anak perempuan, bahkan di masyarakat kelas atas.

• Merancang institusi keuangan yang memperhatikan keterbatasan karenagender, dengan cara menggunakan tekanan kelompok untuk menggantikanbentuk tradisional dari jaminan, dengan menyederhanakan prosedurperbankan atau dengan menyediakan layanan keuangan yang dekat denganrumah, pasar dan tempat kerja, yang dapat meningkatkan akses perempuanuntuk menabung dan mendapatkan kredit.

• Reformasi agraria yang menyediakan pemilikan bersama antara suami isitriatau menjadikan perempuan bisa memiliki tanah atas namanya sendirisehingga meningkatkan kontrol perempuan atas tanah dalam situasi hukumberlaku secara dominan. Jika adat kebiasaan dan aturan hukum beroperasisecara seimbang, interaksi antara keduanya harus dilakukan untukmemperkuat akses perempuan terhadap tanah.

Page 109: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

89

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

• Untuk negara yang pasar tenaga kerjanya relatif dikembangkan dan terjadipenegakan hukum, tindakan afirmatif dalam program penyediaan lapangankerja dapat meningkatkan akses perempuan untuk mendapatkan pekerjaansektor formal. Jika terdapat diskriminasi yang serius dalam rekrutmen danpromosi, tindakan afirmatif juga akan meningkatkan produktivitas diperusahaan dan perekonomian.

2. Mengurangi Biaya-biaya Personal Perempuan terkait dengan Perannyadi Rumah Tangga.

Hampir seluruh masyarakat memiliki norma gender bahwa perempuan dan anakperempuan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan rumahtangga, termasuk merawat anak. Di negara berkembang kegiatan ini seringmenghabiskan banyak waktu, sering membatasi kesempatan anak perempuanuntuk melanjutkan sekolahnya dan membatasi ibu untuk berpartisipasi dalamkerja pasar (pekerjaan formal). Beberapa intervensi yang dapat dilakukan untukmengurangi biaya personal atas peran domestik perempuan dan anakperempuan adalah:

• Intervensi untuk meningkatkan pendidikan, upah dan partisipasi dalam pasartenaga kerja. Intervensi ini jika dibarengi dengan akses yang memadaiterhadap layanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi akanmemperkuat peran perempuan dalam pengambilan keputusan terkaitfungsi reproduktif. Karena perempuan dan laki-laki bisa jadi memilikipreferensi yang berbeda terkait dengan ukuran keluarga dan penggunaanalat kontrasepsi, maka layanan keluarga berencana perlu juga ditargetkankepada laki-laki sebagaimana juga kepada perempuan.

• Menyediakan dukungan publik dengan menyediakan tempat penitipan anakagar biaya pengasuhan dapat berkurang dan memungkinkan kesempatanyang lebih besar bagi perempuan untuk berpartisipasi di kegiatan ekonomidan aktivitas sekolah untuk anak perempuan dewasa. Di Kenya, mengurangibiaya pengasuhan anak telah meningkatkan secara signifikan penghasilanperempuan dan jumlah anak perempuan dewasa yang bersekolah.

• Aturan yang memproteksi pasar tenaga kerja agar perempuan yang bekerjadi sektor formal bisa mendapatkan manfaat optimal. Contohnya, jikaperusahaan yang menanggung semua biaya selama cuti melahirkan,perusahaan bisa bertindak bias terhadap perempuan pada saat rekrutmen.Jika perempuan yang menanggung seluruh biaya, maka insentif bagiperempuan untuk melanjutkan bekerja lemah. Tindakan yang membagitanggung jawab biaya persalinan dan kegiatan pengasuhan anak lainnyaantara pemilik perusahaan, pekerja dan bahkan negara akan meningkatkanmanfaat relatifnya dibandingkan dengan biaya bagi perempuan dankeluarganya.

• Investasi selektif pada sarana air bersih, bahan bakar, transportasi daninfrastruktur lainnya untuk menghemat waktu agar dapat mengurangi bebanpekerjaan rumah tangga dari perempuan dan anak perempuan, khususnyapada kelompok miskin, wilayah pedesaan, agar anak perempuan memilikiwaktu untuk pergi ke sekolah dan perempuan dapat melakukan aktivitaslain, apakah yang terkait dengan aktivitas untuk mendapatkan penghasilanatau kegiatan komunitas.

Page 110: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

90 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

3. Menyediakan Jaminan Sosial Berdasarkan Gender.

Perempuan dan laki-laki menghadapi risiko spesifik gender selama krisis ekonomidan reformasi kebijakan. Perempuan memiliki kekuasaan lebih sedikit terhadapsumber daya yang melindunginya dari krisis. Sedangkan laki-laki yang secaratradisonal merupakan pencari nafkah utama, rentan stres atau ketidakpastian dipekerjaan. Oleh karena itu, merancang jaminan sosial dengan memahamiperbedaan gender dalam risiko dan kerentanan penting untuk dilakukan.Beberapa intervensi yang dapat dilakukan:

• Program jaminan sosial harus memperhitungkan faktor yang mengakibatkanbias gender dalam partisipasi dan manfaat. Sebagai contoh, program jaringpengaman sosial sering mengucilkan perempuan karena gagal dalammemperhitungkna adanya perbedaan gender dalam perilaku angkatan kerja,akses terhadap informasi atau tipe pekerjaan di mana biasanya perempuan/laki-laki dianggap lebih pantas.

• Program jaminan hari tua tidak memperhitungkan perbedaan gender dalampekerjaan, penghasilan dan angka harapan hidup yang menempatkan risikoperempuan, khususnya janda yang rentan untuk miskin di usia tua. Studiyang dilakukan baru-baru ini Chili menunjukkan bahwa manfaat relatifpensiun bagi perempuan dibandingkan laki-laki adalah hal sensitif yangperlu direspons dalam rancangan sistem jaminan hari utama.

4. Memperkuat Partisipasi dan Pengaruh Politik Perempuan.

Perubahan institusional dalam membangun kesetaraan gender merupakanlandasan dari kesetaraan yang lebih besar di partisipasi dan pengaruh politik.Sejalan dengan ini, kebijakan dan program yang mempromosikan kesetaraandalam pendidikan dan akses informasi (termasuk melek hukum) dapatmemperkuat keterwakilan perempuan dan kapasitas mereka untuk terlibatdalam arena politik. Namun tidak seperti dampak dari pembangunan ekonomiyang lebih luas dirasakan, pendekatan ini membutuhkan waktu agar manfaatyang didapat dapat diketahui.

Pengalaman terbaru di lebih dari 30 negara, mencakup Argentina, Ekuador, In-dia, Filipina dan Uganda menunjukkan tindakan afirmatif bisa efektifmeningkatkan representasi di lembaga perwakilan nasional dan lokal dalamjangka pendek. Aturan mengenai tindakan afirmatif berbeda di beberapa negara,namun secara umum mengarah pada jumlah minimum atau proporsi darikandidat calon anggota legislatif atau kursi DPR/DPRD untuk perempuan.

Page 111: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

91

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Lembar Bantu Belajar 3.1

Cuplikan Peraturan Perundangan untuk Dibagikan

Kelompok 1

“Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untukmemperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan danberpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.” (Pasal 1, Permendagri No. 15Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah)

Kelompok 2

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahandan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”(Pasal27 ayat 1 Perubahan UUD 1945)

Kelompok 3

“Sasaran penanggulangan kemiskinan pembangunan dalam lima tahun ke depanadalah menurunnya jumlah penduduk miskin laki-laki dan perempuan.” (PeraturanPresiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Bab 16)

Kelompok 4

“Memajukankan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.” (MillenniumDevelopment Goals No. 3)

Page 112: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

92 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Pembangunan Berbasis HAM

Hak Asasi Manusia

• Hak asasi manusia adalah hak-hak dasaryang dimiliki manusia

• HAM minimal meliputi:- hak sipil dan politik (Sipol)- hak ekonomi, sosial dan budaya

(Ekosob)

Dua Pendekatan untukMenelaah Kemiskinan

• Kemiskinan sebagai gambaran darilangkanya hak-hak sosial (lack onentitlemen)

• Kemiskinan akibat adanya keterkucilan(exclution)

Tekanan terhadap Perempuan

• Tekanan eksternal• Tekanan internal• Sesuatu yang dianggap takdir

Kebijakan yang Berpihakpada Orang Miskin

• Kehendak Publik• Iklim yang Mendukung

Pemberdayaan EkonomiPerempuan

• Mewujudkan kemandirian ekonomimelalui wirausaha atau wiraswastamerupakan strategi paling efektif agarperempuan menikmati keadilan ekonomidan sosial

• Memperkuat rasa percaya diri sekaliguskemampuan perempuan untukberpartisipasi dalam pembuatankeputusan yang mempengaruhi hidupnyadi rumah dan masyarakat

Bahan Presentasi 3.1

1 2

3 4

5

Page 113: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

93

Sesi 3 Kesetaraan Gender dan Hak-hak Warga Negara

Regulasi Kesetaraan Genderdi Indonesia

Peraturan Perundangan

• UUD 1945, memuat prinsip kesetaraan gender• Perubahan UUD 1945, Pasal 27, ayat 1, tentang

persamaan kedudukan di hadapan hukum danpemerintahan

• Perubahan UUD 1945, Pasal 28, tentang Hak AsasiManusia

• UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana di dalamnya tercantum Hak Asasi Perempuan

• UU No. 7 Tahun 1984, tentang Ratifikasi CEDAW• UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga• UU No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak

Landasan PeraturanPerundangan PUG

• UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak AsasiManusia, di mana di dalamnya tercantumHak Asasi Perempuan

• UU No. 7 Tahun 1984, tentang RatifikasiCEDAW (anti diskriminasi terhadapperempuan)

• Inpres No. 9 Tahun 2000, tentangPengarusutamaan Gender dalamPembangunan Nasional

• Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentangPedoman Umum PelaksanaanPengarusutamaan Gender di Daerah

• PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, TataCara Penyusunan, Pengendalian danEvaluasi Pelaksanaan RencanaPembangunan Daerah

• Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005tentang Rencana Pembangunan JangkaMenengah (RPJM) Nasional 2004-2009, Bab12 dan Bab 16

Permendagri No. 15 Tahun2008 tentang Pedoman UmumPelaksanaan PUG di Daerah

• merupakan revisi dari KepmendagriNo.132 Tahun 2003 untuk meresponsperkembangan aturan terkait denganpemerintahan daerah

• Tujuan:1. Memberikan acuan dalam menyusun

strategi pengarusutamaan gender baikdi tahap perencanaan, penganggaran,pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan/program/kegiatan pembangunandaerah

2. Mewujudkan perencanaan yangberperspektif gender

3. Mewujudkan kesetaraan dan keadilangender

4. Mewujudkan pengelolaan anggarandaerah yang responsif gender

Perencanaan Berperspektif Gender

• Tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan, yaituRPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD

• Pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Bappeda• Rencana kerja berperspektif gender ditetapkan dengan

Peraturan Gubernur, Bupati dan Wali Kota• Kelompok kerja (pokja) PUG dibentuk di tingkat provinsi dan

kabupaten sebagai upaya percepatan pelembagaan PUG

Bahan Presentasi 3.2

1 2

3 4

5

Page 114: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

94 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Page 115: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Pengarusutamaan Gender dalamPembangunan

SESI 4

Page 116: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 117: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

95

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Pengarusutamaan Genderdalam Pembangunan

PengantarPengarusutamaan gender adalah salah satu strategi pembangunan yang dilakukan

untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui pengintegrasian pengalaman,aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan program dan kegiatanpembangunan di daerah.1

Syarat utama yang diperlukan untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender(PUG) dalam pembangunan adalah kemauan politik dari pembuat kebijakan publik. Antaralain dengan memasukkan perspektif gender ke dalam semua kebijakan dan programyang mengarah pada kesetaraan gender yang didukung dengan data sensitif gender.

1 Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.

Page 118: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

96 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Agar pelaksanaan PUG bisa berjalan efektif, kemitraan antara pemerintah daerah,anggota DPRD dan masyarakat sipil menjadi satu keniscayaan.

Tujuan:

• Peserta memahami pengertian pengarusutamaan gender sebagai salah satustrategi pembangunan.

• Peserta mampu menggunakan strategi pengarusutamaan gender dalampenyusunan program pembangunan.

• Peserta mampu menciptakan program yang mendukung kesetaraan genderberdasarkan konsep Pembangunan Berbasis HAM.

• Peserta memahami pentingnya kerja sama antara tiga pihak (pemerintah, DPRDdan masyarakat sipil) dalam melaksanakan strategi pengarusutamaan gender.

Metode:

• Curah pendapat• Diskusi kelompok• Presentasi• Pemutaran VCD Strategi PUG

Waktu:

120 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media Pembelajaran:

• Bahan Bacaan 4.1• Bahan Bacaan 4.2• VCD Strategi PUG• Bahan Presentasi 4.1• Bahan Presentasi 4.2

Catatan untuk Fasilitator:

• Fasilitator menekankan pentingnya data dan fakta mengenai problem gen-der, di antaranya melalui data kesenjangan gender sebagai dasar penyusunanprogram pembangunan di daerah masing-masing peserta.

• Fasilitator menegaskan kepada peserta bahwa program pembangunan didaerah disusun untuk menyelesaikan masalah ketidaksetaraan danketidakadilan gender.

• Fasilitator hendaknya mulai mendorong munculnya komitmen dankesepakatan peserta untuk mengimplementasikan PUG dalam programpembangunan.

Page 119: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

97

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Tahapan Proses:

Pembukaan (15 menit)

• Fasilitator membuka sesi 4 dengan menjelaskan tujuan sesi ini secara singkat.

• Fasilitator mengulang kembali hasil kerja kelompok pada sesi 2 dengan menekankanpada beberapa hal, yakni:

- Kaitan antara gender dengan kemiskinan.

- Strategi PUG yang telah menjadi kebijakan pemerintah.

• Fasilitator mengajak perserta menonton tayangan VCD Strategi PUG untukmenguatkan pemahaman mengenai pentingnya strategi PUG.

Penayangan VCD Strategi PUG (10 menit)

• Fasilitator menayangkan VCD dan meminta tanggapan beberapa peserta secara singkat.

• Fasilitator menjelaskan bahwa peserta akan melakukan diskusi kelompok untukmemperdalam materi strategi PUG.

Diskusi Kelompok (40 menit)

• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok.

• Peserta diminta untuk menyusun proyek berdasarkan tabel kesenjangan gender yangada di Lembar Bantu Belajar 2.1, meliputi:

- Latar belakang

- Perumusan masalah

- Tujuan

- Keluaran (output)

- Strategi pelaksanaan

- Strategi monitoring dan evaluasi

• Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 4.2 dan menjelaskan kepada peserta bahwabahan ini dapat digunakan untuk mengerjakan tugas diskusi kelompok.

• Waktu untuk diskusi kelompok 35 menit.

Curah Pendapat (45 menit)

• Fasilitator mempersilakan setiap kelompok secara bergiliran mempresentasikan hasildiskusi kelompoknya.

• Fasilitator mengajak peserta untuk mendiskusikan lebih lanjut hasil presentasi merekadengan mengajukan pertanyaan:

- Apakah proyek sudah responsif gender?

- Siapa yang diuntungkan oleh proyek dan siapa yang dirugikan?

- Apakah dampak proyek bagi laki-laki dan perempuan?

- Apakah potensi dampak proyek pada kesenjangan gender yang ada?

Page 120: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

98 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

- Indikator-indikator apa yang digunakan untuk menjaga adanya perspektif gen-der?

• Fasilitator mengarahkan peserta untuk lebih memahami bahaya penyusunan proyekyang netral gender dan pentingnya strategi yang responsif gender dalam penyusunanproyek.

Presentasi (10 menit)

• Fasilitator menayangkan dan menjelaskan secara singkat Bahan Presentasi 4.1 dan 4.2untuk lebih menajamkan pemahaman peserta.

Penutup (5 menit)

• Fasilitator bersama peserta menyimpulkan sesi 4, yakni:

- Pentingnya memasukkan strategi PUG dalam perencanaan pembangunan dananggaran untuk mewujudkan kegiatan/program di berbagai sektor pem-bangunan yang responsif gender.

- Pentingnya komitmen bersama antarpihak yang berkepentingan untukmengurangi kesenjangan gender melalui kebijakan pembangunan yangresponsif gender.

• Fasilitator menutup sesi 4 dan meminta peserta untuk beristirahat sebelum dilanjutkanke sesi 5.

Page 121: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

99

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Anjing dan angsa beranjak dari titikkeberangkatan yang sama untukmendapatkan makanan yang di-letakkan di piring. Ternyata anjingbisa makan dengan enak, sementaraangsa hanya memandang saja (tidakikut makan). Mengapa? Ternyata,bentuk mulut yang berbeda adalahpenyebab kejadian ini. Bentuk mulutyang berbeda (bentuk mulut anjingmelebar, sementara bentuk mulutangsa memanjang) membutuhkanwadah makanan yang berbeda.Setelah diberi wadah yang berbeda,maka keduanya bisa sama-sama ma-kan enak dan sama-sama kenyang.Kasus di atas bisa dianalogikan untukmenggambarkan adanya kebutuhanyang berbeda antara laki-laki denganperempuan, yang hendaknya bisaterakomodasikan ketika menyusunprogram-program pembangunan.

Bahan Bacaan 4.1

Strategi Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

A. Urgensi Strategi Pengarusutamaan Gender

Ketidaksetaraan gender adalah satu masalah serius yang perlu segera diselesaikan.Pemerintah merupakan salah satu aktor utama (selain swasta dan masyarakat) dalammengatasi problem ketidaksetaraan gender. Upaya yang dilakukan pemerintah adalahmelaksanakan strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan.

Strategi pengarusutamaan gender adalah suatu strategi yang ditempuh untuk mencapaikesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikanpengalaman, aspirasi, kebutuhan dan pengalaman laki-laki dan perempuan. Gambarberikut ini bisa menjelaskan mengapa dalam implementasi PUG titik pijak yang digunakanadalah memahami adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan strategi pengarus-utamaan gender sebagaimana terlihat dalam aturan perundangan, antara lain UU No. 7Tahun 1984 tentang CEDAW, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, terutama tentang HakAsasi Perempuan, PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Inpres No. 9 Tahun2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, dan PermendagriNo. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender dalamPembangunan Daerah.

Page 122: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

100 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

B. Area Strategi Pengarusutamaan Gender

Stategi pengarusutamaan gender dilakukan di setiap tahapan dalam pembangunan,mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan sebagaimana yangdijelaskan dalam bagan berikut ini:

Bagan 4.1

Strategi Pengarusutamaan Gender

C. Analisis Gender

Analisis gender adalah analisis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagiankerja/peran laki-laki dan perempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber dayapembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati,pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang yang di dalampelaksanaannya memperhatikan faktor lainnya seperti kelas sosial, ras dan suku bangsa1.Analisis gender merupakan alat (tools) yang digunakan dalam menerapkan strategipengarusutamaan gender, baik dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan maupun moni-toring dan evaluasi dari kebijakan, program maupun kegiatan. Dengan analisis gender,diharapkan kesenjangan gender dapat diidentifikasi dan dianalisis, dicari faktor penyebabdan ditemukan cara-cara pemecahannya secara tepat melalui program/kegiatanpembangunan di semua sektor.

Ada beberapa metode analisis gender yang biasa digunakan, antara lain Metode Gen-der Analysis Pathway (GAP) dan Metode Problem Based Approach (PROBA)2.

1. Metode GAP

Metode GAP adalah metode analisis gender untuk mengetahui kesenjangan gender,dengan melihat aspek akses, peran, manfaat dan kontrol yang diperoleh laki-laki dan

Monitoring&

Evaluasi

PenyusunanProgram &

Pelaksanaannya

Pelaksanaan

Perencanaan

Data Terpilah

PerencanaanPengarusutamaan

MekanismeInstitusi

Advokasi &Training

1 Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah .2 Panduan dan Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender,KPP,BKKBN,UNFPA,hal.107-111

Page 123: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

101

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

perempuan dalam program-program pembangunan. Analisis gender dilakukan terhadapkebijakan sampai dengan monitoring dan evaluasi. Alur kerja analisis gender dalammetode GAP dapat dilihat dalam bagan berikut ini:

Bagan 4.2

Perencanaan yang Responsif Gender

Tahapan dalam metode GAP adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Analisis Kebijakan Responsif Gender

Tahap ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pembangunan yang ada danmenggunakan data pembuka wawasan yang dipilah berdasarkan jenis kelamin, untukselanjutnya mengidentifikasi kesenjangan gender (gender gap) dan permasalahan gen-der (gender issues).

Langkah-langkah analisis kebijakan responsif gender, meliputi:

a. Identifikasi tujuan kebijakan/program/kegiatan saat ini.

b. Sajikan data kuantitatif dan kualitatif yang terpilah sebagai data pembukawawasan.

c. Analisis sumber terjadinya dan/atau faktor-faktor penyebab terjadinyakesenjangan gender.

d. Identifikasi masalah-masalah gender.

Tahap 2: Formulasi Kebijakan Responsif Gender

Dalam tahap kedua ini, kebijakan/program/kegiatan yang sudah dianalisis, kemudiandirumuskan kembali sehingga responsif gender. Untuk mengetahui apakah kebijakanbaru sudah responsif gender maka dibuat indikator gender.

Langkah-langkah formulasi kebijakan responsif gender, meliputi:

Analisis KebijakanGender

FormulasiKebijakan

Gender

1. Tujuankebijakan saat ini

2. Data pembukawawasan (terpilahberdasarkan seks)

KuantitatifKualitatif

3. Faktor-faktorkesenjanganAkses, Peran,

Kontrol, Manfaat

4. Isu GenderKesenjangan apa,

di mana, mengapa?

5. TujuanKebijakan

GenderApa yang harusdilakukan untuk

mengurangikesenjangan

6. IndikatorGender

RencanaTindak Gender

7. KegiatanOperasional

8. Sasaran

PELAKSANAAN

PEMANTAUANDAN EVALUASI

Periksa kembali: Apakah semua faktorkesenjangan telah tercakup?

Page 124: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

102 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

a. Rumuskan kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender.

b. Identifikasi indikator gender yang sesuai.

Tahap 3: Rencana Aksi Responsif Gender

Tahap ini merupakan tahap untuk menyusun rencana kegiatan yang sudah responsifgender.

Langkah-langkah dalam rencana aksi responsif gender, meliputi:

a. Penyusunan rencana aksi.

b. Identifikasi sasaran, baik kuantitaif maupun kualitatif, untuk setiap rencana aksi.

Tahap 4: Pelaksanaan Kegiatan

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kegiatan yang sudah responsif gender.

Tahap 5: Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi dilakukan pada semua tahapan dan menjadi masukan bagiproses di tahap pertama.

2. Metode PROBA

Metode PROBA adalah analisis gender yang dilakukan dengan menganalisis masalah,sehingga metode ini sering pula disebut degan analisis berbasis masalah.

Alur kerja metode PROBA dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 4.3

Alur Kerja Metode PROBA

Page 125: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

103

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Tahapan dalam metode PROBA adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Analisis Masalah Gender

Analisis masalah gender merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untukmenetapkan masalah gender yang terjadi di area yang dianalisis.

Berikut beberapa langkah dalam menganalisis masalah gender:

a. Identifikasi data terpilah

Langkah ini bertujuan untuk menunjukkan kesenjangan gender yang terjadi diarea yang dianalisis. Data bisa berbentuk kuatitatif maupun kualitatif.

b. Penetapan masalah kesenjangan gender

Langkah ini dilakukan dengan menetapkan masalah gender dalam bentuk kalimatyang jelas berdasakan data terpilah yang ada.

c. Identifikasi faktor penyebab

Langkah ini bertujuan untuk mencari faktor penyebab atas masalah kesenjangangender yang telah dirumuskan. Faktor penyebab kesenjangan dapat bersumberdari beberapa faktor, antara lain faktor sosial/lingkungan, budaya, agama,ekonomi, kebijakan. Identifikasikan juga faktor ketidakseimbangan gender yangdilihat dari aspek akses, peran, kontrol dan manfaat.

Tahap 2: Telaah Kebijakan

Telaah kebijakan/program/kegiatan bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakanyang ada saat ini netral, bias atau responsif gender. Hasil dari penelaahan ini menjadidasar pada tahap selanjutnya, yaitu menformulasi kebijakan baru.

Berikut beberapa langkah dalam menelaah kebijakan:

a. Analisis kebijakan

Tulis kembali bunyi kebijakan/program/kegiatan yang terdapat dalam dokumenperencanaan, baik RPJM, Rensta, maupun Renja baik di tingkat pusat maupundaerah. Kebijakan.program/kegiatan yang dianalisis ini mengacu pada datakesenjangan gender yang ada di tahap 1.

b. Klasifikasi kebijakan.

Klasifikasi kebijakan/program/kegiatan tersebut dalam klasifikasi netral, bias atauresponsif gender.

c. Penetapan kebijakan/program/kegiatan yang strategis

Setelah kebijakan/program/kegiatan dituliskan, maka pilih kebijakan/program/kegiatan yang strategis.

Tahap 3: Formulasi Kebijakan Baru

Tahap ini dilakukan dengan menyusun kembali kebijakan/program/kegiatan yangnetral dan bias agar menjadi responsif gender.

Berikut dua langkah memformulasikan kebijakan baru:

a. Formulasi kebijakan baru responsif gender.

b. Formulasi program/kegiatan pokok responsif gender.

Page 126: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

104 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tahap 4: Penyusunan Rencana Aksi dan Kegiatan Intervensi

Tahap ini dilakukan dengan menyusun rencana aksi dan kegiatan intervensi yang perludilakukan agar program/kegiatan responsif gender dapat diakomodasi dalam dokumenperencanaan yang ada.

Tahap 5: Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tahap-tahap analisisdan mengadakan perbaikan apabila diperlukan. Selanjutnya laporan monitoring danevaluasi menjadi bahan masukan untuk analisis berikutnya. Tahap ini mencakup beberapalangkah:

a. Penyusunan Indikator Kinerja

Indikator kinerja ini diperlukan sebagai alat monitoring evaluasi untukmenentukan capaian pelaksanaan PUG.

b. Pembentukan Gender Focal Point (GFP) dan pengembangan kelompokkerja (Pokja) PUG

GFP dan Pokja PUG adalah pihak yang mengawal dan memantau pelaksanaanPUG di lembaga masing-masing dan membantu mengatasi masalah yang terjadi.Anggota GFP adalah mereka yang pernah mendapatkan informasi tentang gen-der baik melalui jalur formal maupun informal, sedangkan anggota Pokja PUGdipilih dari anggota GFP.

c. Penyusunan Mekanisme Operasional

Ini merupakan langkah akhir dari analisis PROBA. Pada tahap ini disusunmekanisme operasional yang lebih rinci di setiap usulan kegiatan intervensiyang telah disusun sebelumnya dan hasilnya dijadikan juklak dan juknispelaksanaan kegiatan.

D. Prinsip Penerapan Pengarusutamaan GenderPenerapan strategi pengarusutamaan gender di Indonesia berdasarkan pada beberapa

prinsip, yaitu3:

1. Menghargai keragaman

Menerima keragaman etnis budaya, agama dan adat istiadat karena bangsa Indone-sia terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan adat istiadat yang merupakan kekayaanpotensial dan keragaman yang perlu dipertahankan di dalam pengarusutamaan gen-der tanpa harus mempertentangkan keragaman tersebut.

2. Bukan pendekatan dikotomis

Pendekatan dalam PUG tidak melalui pendekatan dikotomis yang selalu menjadikankepentingan laki-laki dan perempuan berada dalam dua kutub yang bertentangan.

3 Ibid, hal.121

Page 127: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

105

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

3. Melalui proses pemampuan sosialisasi dan advokasi

Prinsip yang penting dalam PUG di Indonesia adalah penerapan secara bertahapmelalui proses sosialisasi dan advokasi.

4. Menjunjung nilai hak asasi manusia dan demokrasi

Pendekatan PUG di Indonesia tidak melalui pertentangan-pertentangan danpenekanan-penekanan, sehingga tidak ada kelompok yang merasa dirugikan.

E. Prakondisi dan Mekanisme PendukungAgar strategi pengarusutamaan gender bisa diimplementasikan, maka dibutuhkan

mekanisme pendukung sebagai berikut:

• Focal Point, yaitu orang di pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap isukesetaraan gender dan menjadi sumber informasi bagi pegawai lainnya.

• Data Terpilah, terutama data-data yang sudah dibuat terpilah antara laki-laki danperempuan.

• Lembaga yang peduli dan mempunyai mandat terhadap upaya pengarus-utamaangender. Misalnya organisasi perempuan, LSM maupun perkumpulan.

• Anggaran, sebagai sarana pengimplementasian strategi pengarusutamaan genderyang telah disusun.

Bagan 4.4

Mekanisme Pendukung

Prakondisi yang Diperlukan:

• Adanya komitmen dan akuntabilitas dari pucuk pimpinan;

• Adanya kebijakan yang menyatakan secara eksplisit mengenai kesetaraan gender;

• Adanya penanggung jawab untuk mengarusutamakan gender;

• Tersedianya pakar analisis gender;

• Tersedianya sumber dan instrumen gender.

• Focal Points • Data Terpilah

• Anggaran • Lembaga(organisasi perempuan,LSM, serikat)

Page 128: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

106 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Boks 4.1

Landasan Hukum Analisis Gender dalam Penyusunan DokumenPerencanaan Pembangunan Daerah

1. PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian danEvaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengatur bagaimanadokumen perencanaan pembangunan daerah disusun. Termasuk penyusunanRPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, Renja SKPD dan RKPD. Pasal 33 menyebutkan bahwaBappeda menyusun kerangka studi dan instrumen analisis serta melakukanpenelitian lapangan sebelum menyusun perencanaan pembangunan daerah.Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kerangka studidan instrumen analisis, dapat berupa analisis spesifik seperti analisis biaya danmanfaat (cost and benefit), analisis kemiskinan dan analisis gender. Dengandemikian, Bappeda tidak perlu ragu untuk melakukan analisis gender danmenjadikannya sebagai salah satu masukan dalam menyusun dokumenperencanaa pembangunan daerah.

2. Permendagri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum PengarusutamaanGender dalam Pembangunan Daerah, mengatur bahwa analisis gender dalammenyusun Renja SKPD dilakukan oleh SKPD masing-masing, sedangkan analisisgender dalam menyusun RPJMD dan Renstra SKPD dapat bekerja sama denganlembaga perguruan tinggi atau pihak lain yang memiliki keahlian. Dalam hal initermasuk LSM.

Page 129: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

107

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Bahan Bacaan 4.2

Menyusun Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Responsif Gender1

Pasal 4, Permendagri No. 15 Tahun 2008, menyebutkan bahwa pemerintah daerahberkewajiban menyusun kebijakan, program dan kegiatan pembangunan berperspektifgender yang dikonkretkan dalam penyusunan dokumen RPJMD, Renstra SKPD, Renja SKPDresponsif gender. Aturan ini menjadi payung hukum implementasi strategipengarusutamaan gender dalam dokumen perencanaan.

A. Menyusun RPJMD Responsif Gender

1. Mengenal Dokumen RPJMD dan Renstra SKPD

RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) adalah dokumenperencanaan pembangunan untuk periode lima tahunan. RJPMD merupakantahapan untuk mencapai RPJPD. Selain itu, RPJMD merupakan perwujudan darivisi dan misi kepala daerah sebagai konsekuensi pemilihan kepala daerahlangsung. RPJMD akan diterjemahkan oleh masing-masing sektor dalam bentukRenstra (Rencana Strategis) SKPD sesuai dengan TUPOKSI masing-masing SKPD.

2. Langkah-langkah Penyusunan Dokumen RPJMD

Ada tiga langkah peyusunan RPJMD, yakni:

a. Penyusunan Rancangan Awal RPJMD

b. Musrenbang RPJMD

c. Penyusunan Rancangan Akhir RPJMD

Ada dua langkah untuk menyusun RPJMD responsif gender, yaitu:

a. Analisis gender yang dilakukan sebelum menyusun Rancangan Awal RPJMDSKPD.

b. Mengeksplisitkan isu kesetaraan gender ke dalam isi dokumen yang dilakukandengan meringkas hasil analisis gender ini ke dalam batang tubuh dokumenRPJMD/Renstra SKPD.

3. Mengintegrasikan Gender dalam Dokumen RPJMD

Tabel 4.1

Pengintegrasian Gender dalam RPJMD

Outline RPJMD Pengintegrasian Isu Gender

a. Pendahuluan Cantumkan pernyataan kesetaraan dan keadilan gender sebagaisalah satu elemen penting dalam pembangunan daerah

b. Gambaran Umum Cantumkan data IPM, IPG, UPG dan jelaskan problem-problemKondisi Daerah ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang terjadi

c. Gambaran Pengelo- 1. Cantumkan pernyataan tentang 10 asas umum pengelolaanlaan Keuangan keuangan daerah: tertib, taat pada peraturan perundangan,Daerah dan Ke- efektif, efisien, ekonomis, transparan, bertanggung jawab,rangka Pendanaan keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat

Page 130: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

108 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

2. Berikan penjelasan untuk beberapa prinsip, yaitu keadilan,kepatutan dan manfaat untuk masyarakat yang mengandungarti bahwa anggaran daerah mengakomodasi kebutuhanberbagai kelompok dalam masyarakat baik laki-laki maupunperempuan

d. Analisis Isu-su Cantumkan isu kesenjangan gender dalam berbagai bidangStrategis Daerah sebagai satu isu strategis

e. Visi dan Misi Cantumkan peryataan kesetaraan dan keadilan genderPembangunan sebagai salah satu misi pembangunan daerah

f. Arah Kebijakan dan Cantumkan pernyataan strategi pengarusutamaan genderStrategi sebagai strategi pembangunanPembangunan

g. Kebijakan Umum Cantumkan tiga strategi dasar mempromosikan kesetaraan dandan Program Pem- keadilan gender kebijakan umum dan program pembangunanbangunan Daerah daerah:

1. Reformasi institusi untuk membangun hak dan kesempatanyang sama bagi laki-laki dan perempuan

2. Mengembangkan pembangunan ekonomi untuk memperkuatinsentif atas sumber daya dan partisipasi yang setara

3. Aktif melakukan aksi yang mengarah pada upaya mengurangikesenjangan gender atas sumber daya dan pengambilankeputusan Keterangan: lihat kembali Bahan Bacaan 3.4 tentangStrategi Mempromosikan Kesetaraan gender

h. Program Prioritas Cantumkan program-program yang terkait aksi untukdan Kerangka mengurangi kesenjangan gender ke dalam program prioritas,Pendanaan antara lain:

1. Akses terhadap sumber daya produktif dan kapasitaspenghasilan

2. Mengurangi biaya-biaya personal perempuan terkait denganperannya di rumah tangga

3. Menyediakan jaminan sosial berdasarkan gender4. Memperkuat partisipasi dan pengaruh politik perempuan

i. Indikator Kinerja Cantumkan indikator kinerja responsif gender dengan mengacuPembangunan pada indikator Indeks Pembangunan Manusia dan IndeksDaerah Pembangunan Gender, antara lain:

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) sekolah, baik laki-laki maupunperempuan

2. Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah, baik laki-laki maupunperempuan

3. Angka Kematian Bayi4. Angka Kematian Ibu

Berikut ini adalah beberapa contoh koreksi redaksional isu gender yang dinyatakansecara eksplisit dalam dokumen RPJMD:

Page 131: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

109

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Tabel 4.2

Contoh Koreksi Redaksional dalam RPJMD

Redaksional Awal Tambahan/Koreksi Redaksional

Tujuan Pembangunan: Peningkatan tambahan redaksional “menuntaskan wajibakses dan kualitas pendidikan belajar sembilan tahun dengan menjamin

kesempatan yang setara antara siswa laki-lakidan perempuan”

Tujuan Pembangunan: Peningkatan Tambahan tujuan: menurunkan angka kematianakses dan derajat kesehatan ibu melahirkan dan angka kematian bayi ( sangat

penting karena terkait dengan pencapaian IPM)

Tujuan Pembangunan: Pemantapan Tambahan tujuan: mendorong pertumbuhanstruktur ekonomi daerah ekonomi produktif kelompok perempuan

B. Menyusun Renstra SKPD Responsif Gender

1. Mengenal Dokumen Renstra SKPD

Renstra SKPD adalah dokumen turunan dari RPJMD yang berisi apa yang akandilakukan oleh masing-masing SKPD dalam mencapai visi dan misi yang ada diRPJMD sesuai dengan TUPOKSI masing-masing. Misalnya, jika dalam RPJMDtercantum bahwa salah satu prioritas pembangunan lima tahun ke depan adalahpenuntasan wajib belajar sembilan tahun, maka Renstra SKPD dinas Pendidikanmenempatkan penuntasan wajib belajar sembilan tahun sebagai prioritas pro-gram pendidikan lima tahun ke depan. Program ini akan dijabarkan dalam pro-gram dan kegiatan tahunan beserta pendanaan yang indikatif. Penjabaran pro-gram dan kegiatan penting dilakukan karena perlu upaya bertahap dalammencapai wajib belajar sembilan tahun.

2. Menyusun Dokumen Renstra SKPD

Ada dua langkah yang harus dilakukan dalam menyusun Renstra SKPD, yakni:

a. Menyusun Rancangan Renstra SKPD berdasarkan rancangan RPJMD.

b. Menetapkan Renstra SKPD oleh kepala SKPD.

Dari kedua langkah ini, penyusunan Renstra SKPD responsif gender dilakukanmelalui langkah-langkah:

a. Melakukan analisis gender, yakni sebelum menyusun Rancangan AwalRPJMD/Renstra SKPD.

b. Mengeksplisitkan isu kesetaraan dan keadilan gender ke dalam isi dokumen,yang dilakukan dengan meringkas hasil analisis gender ini ke dalam batangtubuh dokumen Renstra SKPD.

3. Mengintegrasikan Gender dalam Dokumen Renstra SKPD

Kerangka/Outline Renstra SKPD, paling sedikit mencakup:

Page 132: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

110 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 4.3

Kerangka Renstra SKPD

Outline Renstra SKPD Pengintegrasian Isu Gender

a. Pendahuluan Cantumkan pernyataan mempromosikan kesetaraan gendersebagai salah satu elemen penting dalam Renstra SKPD

b. Gambaran pela- 1. Cantumkan pernyataan bahwa pelayanan SKPD disediakanyanan SKPD untuk seluruh lapisan masyarakat baik laki-laki maupun

perempuan, tanpa ada diskriminasi2. Cantumkan bagaimana capaian pelayanan SKPD saat ini,

termasuk capaian pelayanan yang bisa diakses dandinikmati oleh perempuan dan kelompok rentan lainnya(anak, lansia, penyandang cacat)

c. Isu-isu strategis Cantumkan isu gender sesuai tupoksi sebagai salah satu isuberdasarkan strategis, misalnya: isu gender di pertanian, ekonomi, ditupoksi kesehatan

d. Visi, misi, tujuan Cantumkan secara eksplisit bahwa visi, misi, tujuan dandan sasaran, strate- sasaran, strategi dan kebijakan mengarah pada upayagi dan kebijakan memajukan kesetaraan gender sesuai tupoksi

e. Rencana program, 1. Rencana program/kegiatan: terdapat program/kegiatankegiatan, indikator yang mengarah pada penyelesaian masalah gender yangkinerja, kelompok terjadisasaran dan pen- 2. Indikator kinerja : cantumkan indicator output dan outcomedanaan indikatif yang terpilah antara laki-laki dan perempuan

3. Kelompok sasaran: eksplisit menjamin kesempatan yangsetara antara laki-laki dan perempuan

f. Indikator kinerja Cantumkan indikator kinerja responsif gender sesuai denganSKPD yang me- tupoksi SKPD, misalnya:ngacu pada tujuan • Indikator pendidikan (terpilah):dan sasaran RPJMD 1. Angka Partisipasi Murni (APM) atau rasio kehadiran

2. Angka melek huruf untuk penduduk dewasa3. Angka melek huruf untuk usia 15-24 tahun

• Indikator kesehatan :1. Angka kematian bayi (di bawah satu tahun)2. Angka kematian ibu melahirkan3. Persentase jumlah penduduk (terpilah) yang dapat

mengakses layanan kesehatan dasar4. Angka prevalensi pemakaian kontrasepsi

• Indikator ekonomi: (terpilah)1. Persentase rumah tangga miskin yang dikepalai oleh

perempuan/laki-laki2. Persentase angkatan kerja di sektor pertanian (terpilah)3. Persentase perempuan yang mendapatkan akses kredit

dibandingkan dengan laki-laki4. Persentase upah rata-rata untuk pekerja di sektor

pertanian (terpilah)

Penyusunan Renja SKPD responsif gender akan dibahas di sesi 7.

Page 133: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

111

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Bahan Bacaan 4.2

Menyusun Program Responsif Gender

1. Siapa yang terlibat?

a. Siapa aktor yang terlibat dalam penyusunan program? Apakah merekamengikutsertakan individu atau kelompok yang sudah berperspektif gender?

b. Bagaimana perimbangan komposisi gender dalam lembaga yang terlibat?

c. Di manakah bisa memperoleh pakar gender?

Daftar Pihak-pihak yang Responsif Gender

Apakah pihak-pihak di bawah ini dilibatkan dalam program?

1. Focal point gender di lembaga-lembaga pemerintah.

2. Lembaga mitra (donor) yang sudah menerapkan kebijakan khusus (affirmative policy).

3. Ekonom yang memiliki keahlian khusus mengenai gender.

4. LSM yang memperjuangkan kesetaraan gender.

5. Kelompok pembela HAM.

6. Kelompok pemikir yang sudah berpengalaman dan ahli di bidang gender.

7. Akademisi dan peneliti dari pusat studi gender dan studi perempuan.

2. Apa isu atau masalah pembangunan yang dihadapi?

a. Apa subyek dari program?

b. Apakah isu tersebut akan mempengaruhi laki-laki dan perempuan secaraberbeda?

3. Menuju kesetaraan gender: apa sebenarnya tujuan program?

a. Apa yang ingin dicapai?

b. Apakah tujuan dibedakan menurut gender?

Tujuan program harus merespons setiap perbedaan antara laki-laki denganperempuan dan mencari pemecahannya. Jika perempuan dan laki-laki mempunyaikepentingan yang berbeda, maka tujuan program harus memenuhi kepentingankeduanya, termasuk yang bertujuan untuk menyeimbangkan perbedaan misalnyauntuk memenuhi kebutuhan praktis laki-laki dan perempuan.

c. Apakah tujuan memasukkan komitmen yang lebih luas untuk memperbaikikesetaraan gender?

Tujuan program harus juga memperjuangkan kesetaraan gender secara lebihluas. Mungkin elemen kelembagaan, struktur atau bahkan asumsi-asumsi dasaryang memberi peluang munculnya ketidakadilan gender harus diuji dandiperbaiki. Jadi, tujuan bersifat transformatif, yaitu mentransformasikan lembagadan struktur (sosial, politik, ekonomi, dan budaya) agar kesetaraan gender lebihberpeluang untuk dicapai.

Page 134: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

112 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Kapan analisis gender diperlukan?

1. Pada penyusunan program

• Apakah program akan melanggengkan atau bahkan memperparah ketimpangangender saat ini?

• Apakah program akan dapat menghilangkan ketimpangan gender saat ini?

• Apa pilihan-pilihan yang harus dipertimbangkan untuk memperkuat perspektifgender?

2. Pada saat monitoring program

• Apakah pelaksanaan program sudah berkeadilan gender?

• Adakah kemajuan ke arah tujuan kesetaraan gender seperti yang ditunjukkandalam penyusunan program?

• Adakah isu-isu gender yang tidak terindentifikasi pada tahap penyusunan,berhasil dimunculkan? Bagaimana solusinya?

3. Pada saat evaluasi program

• Pada cakupan apa tujuan kesetaraan gender telah terpenuhi?

• Adakah dampak-dampak gender yang tidak terduga dari program yang ada?

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur tujuan program adalah SMARTyang terdiri dari:

S = Specific (spesifik)

M = Measurable (dapat diukur)

A = Achievable (dapat dicapai)

R = Result oriented (berorientasi hasil)

T = Time-bound (ada jangka waktu)

Contoh Pendekatan yang Responsif Gender dalam Kebijakan dan Program Sektoral

1. Sektor Tenaga Kerja

Tujuan

Meminimalisasi pengangguran dengan cara:

a. Mengenali faktor-faktor sosial, budaya dan sejarah yang mempengaruhipengangguran laki-laki dan perempuan dalam pembuatan kebijakan;

b. Mengembangkan penciptaan lapangan kerja dan pelatihan kembali yangmerespons perbedaan kepentingan dan situasi antara laki-laki denganperempuan.

Justifikasi

a. Sebagai bentuk akuntabilitas, karena adanya program “penciptaan lapangankerja” seperti yang dijanjikan dalam kampanye pemilu.

b. Penciptaan lapangan kerja yang tidak sensitif gender mengakibatkan kesenjangangender pada tingkat pengangguran yang menunjukkan adanya ketidakefisienan(berupa produktivitas yang rendah), sehingga mempengaruhi kehidupan pribadidan rumah tangga.

Page 135: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

113

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

c. Upaya pengurangan kemiskinan harus juga merespons faktor-faktor sosial,budaya dan sejarah yang menyebabkan pengangguran dan tidak adanya dayadukung kesejahteraan yang berkelanjutan.

Tabel 4.4

Indikator Kemajuan di Sektor Tenaga Kerja

Indikator Pengukuran Dasar Ukuran Yang tidak Sumber

Terukur Informasi

Tingkat pengang- Nasional atau Kesenjangan gender - Alasan Badan Pusatguran laki-laki dan daerah menganggur Statistikperempuan - Perbedaan ke-

suksesan dalam memasuki pasar tenaga kerja

Perbandingan laki- Nasional atau Kesenjangan gender pa- - Alasan sesung- Survei Tenagalaki dengan perem- daerah da tingkat pengangguran guhnya dari Kerjapuan pada tingkat jangka panjang merupa- kegagalan men-pengangguran jang- kan indikasi adanya cari kerjaka panjang (persen- diskriminasi dalam pe-tase mereka yang nerimaan pegawai ataugagal mendapatkan adanya kegagalan padapekerjaan dalam pelatihan kerja untukenam bulan memampukan laki-lakiterakhir) dan perempuan secara

adil memasuki lapangankerja

Intervensi

a. Penerapan kebijakan antidiskriminasi.

b. Riset. Melakukan survei mengenai perilaku pengusaha (pengguna tenaga kerja)dan kebutuhan-kebutuhannya terutama yang berkaitan dengan ketrampilantenaga kerja. Hasil survei ini akan membantu memperbaiki skema pelatihanyang ada selama ini. Riset juga dapat mengidentifikasi preferensi gender daripengusaha sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi mengenaipentingnya pelatihan penyadaran bagi mereka.

c. Intervensi pada pelatihan kembali (retraining). Hal ini dilakukan untuk membantumengorientasikan kembali pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan. Harapannya, pelatihan tidak memperlebar kesenjangangender dalam pembagian pekerjaan, misalnya pelatihan teknologi informasiuntuk laki-laki dan kursus menjahit atau memasak untuk perempuan. Programpelatihan kembali dapat berfungsi untuk memperbaiki kebijakan yang membagijenis pekerjaan berdasarkan jenis kelamin.

d. Kredit mikro, merupakan cara yang paling populer dan efektif untuk mendukungkeberlanjutan kehidupan perempuan, meskipun tidak harus setiap perempuanmenjadi pengusaha. Untuk menjamin pemenuhan kebutuhan perempuan secarautuh, intervensi ini harus dikombinasikan dengan metode lainnya.

Page 136: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

114 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

2. Sektor Pendidikan: Kesetaraan dalam Pendaftaran dan Kelulusan

Tujuan

a. Kesetaraan dalam tingkat pendaftaran siswa (45%-55%) bagi laki-laki danperempuan di setiap tingkat pendidikan dan program studi.

b. Kesetaraan dalam tingkat kelulusan antara laki-laki dengan perempuan di setiaptingkat pendidikan dan program studi.

Justifikasi

a. Keadilan. Merupakan amanat pelaksanaan HAM dan CEDAW.

b. Kredibilitas dan akuntabilitas. Program harus menemukan alasan adanyaketimpangan gender dalam pencapaian kelulusan supaya kredibel dan dapatmemenuhi sasaran yang ditentukan.

c. Efisiensi. Beberapa penelitian menyimpulkan “ketimpangan gender dalampendidikan berakibat buruk bagi perekonomian” (Bank Dunia, UNDP), karenapotensi penduduk tidak maksimal digunakan. Pemisahan pendidikan menurutgender akan berakibat pemisahan lapangan kerja.

d. Pemisahan gender di bidang pendidikan mengakibatkan pemisahan berdasarkansektor di pasar tenaga kerja. Akibat lebih lanjut, muncul pengangguran danpengangguran tidak kentara (underemployment rate) bagi perempuan. Misalnyaperempuan didorong untuk mengambil jurusan pendidikan yang nantinyamendapat upah yang rendah, sehingga menimbulkan risiko kemiskinan yangparah bagi rumah tangga yang kepala keluarganya janda. Mengurangiketimpangan gender di lapangan kerja harus dimulai dari sektor pendidikan.

Page 137: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

115

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Tabel 4.5

Indikator Kemajuan di Sektor Pendidikan

Indikator Pengukuran Dasar Ukuran Yang tidak Sumber

Terukur Informasi

Perbandingan laki- Nasional, Ketimpangan gender - Alasan gender gap Statistiklaki dengan perem- provinsi, dan dalam tingkat pen- - Kecenderungan pendaftaranpuan dalam pendaf- kabupaten/ daftaran sekolah yang pendaftaran seko- siswa ditaran sekolah di kota mungkin terjadi ber- lah di antara laki- sekolahseluruh tingkat dasarkan wilayah laki dengan perem- pendidikan(dasar, puan dari latar be-menengah, tinggi) lakang ekonomi dan

sosial yang berbeda

Perbandingan laki- Nasional, Ketimpangan gender - Alasan menganggur Catatanlaki dengan perem- provinsi, dan dalam tingkat pen- - Perbedaan kesuk- kehadiranpuan dalam memi- kabupaten/ daftaran sekolah yang sesan memasuki siswa dilih jurusan/program kota mungkin terjadi ber- pasar tenaga kerja sekolahstudi di seluruh dasarkan wilayahtingkat pendidikan di setiap jurusan/ Statistik(dasar, menengah, program studi meru- pendaftarandan tinggi) pakan indikasi mun- sekolah

culnya alasan pemi-sahan pekerjaan ber-dasarkan gender

Perbandingan kelu- Nasional, Ketimpangan gender - Alasan tidak lulus Laporanlusan laki-laki de- provinsi, dan dalam daftar lulusan (perbedaan alasan kelulusan dingan perempuan di kabupaten/ (alumni) antara laki-laki sekolahseluruh tingkat pen- kota dengandidikan (dasar, me- perempuan)nengah, dan tinggi)

Intervensi

a. Perubahan kurikulum. Ditujukan untuk menghapus penumpukan jenis kelamintertentu dalam mata pelajaran yang secara tradisional hanya diperuntukkan bagisatu jenis kelamin tertentu.

b. Riset. Riset berbasis gender dan analisis gender harus menjadi dasar penyusunankebijakan. Misalnya, survei sosiologis tentang alasan-alasan putus sekolah yangmenunjukkan perbedaan alasan antara laki-laki dengan perempuan dapatmenjadi alat untuk menyusun program-program yang dapat menyelesaikanmasalah khusus ini.

c. Menentukan sasaran penerimaan siswa. Jika data mengenai pemisahan jeniskelamin dalam pendidikan sudah diperoleh, harus ada upaya khusus untukmenyeimbangkan ketimpangan tersebut. Misalnya ketimpangan gender dibidang teknologi informasi, maka para guru dan kepala sekolah harus didoronguntuk lebih banyak menerima siswa perempuan di bidang ini. Hal ini juga dapatdilakukan untuk menyeimbangkan gender di bidang-bidang yang secaratradisional menjadi monopoli laki-laki.

d. Kampanye dan penyadaran. Para siswa harus diberikan penyadaran mengenaikonsekuensi dari pilihan jurusan/program studi yang mereka ambil. Pemberianinformasi dengan melibatkan berbagai pihak akan memperluas rentang pilihan-pilihan itu bagi mereka.

Page 138: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

116 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Boks 4.2Contoh Program Responsif Gender versus Tidak Responsif Gender

Program responsif gender harus memperhatikan beberapa aspek berikut ini:

a. Waktu kegiatan

b. Lokasi kegiatan

c. Akses dan kontrol perempuan atas sumber daya

d. Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan

e. Berdampak/bermanfaat terhadap perempuan dan laki-laki

Berikut ini, contoh program yang responsif dan tidak responsif gender yangtelah dilaksanakan di berbagai area, termasuk di wilayah yang sering diasumsikantidak ada relevansinya dengan gender:

Contoh Program Tidak Responsif Gender

1. Jembatan

Sering ada asumsi bahwa gender tidak relevan dengan proyek pembangunanjembatan. Satu jembatan penyeberangan di atas jalan tol yang memisahkan desa-desa di luar Jakarta menunjukkan cara pandang yang salah tentang hal ini.

Dalam mendesain jembatan, perlu dipertimbangkan kebutuhan dari pengguna.Berdasarkan ekspektasi para perencana, yang mencakup pula stereotip gender,kebutuhan yang diperhatikan adalah kebutuhan dari laki-laki dan perempuan mudayang sebagian besar bekerja di Jakarta dan anak sekolah yang butuh untukmenyeberang jalan tol untuk mendapatkan bus ke dan dari kota. Secara nyatadiasumsikan bahwa perempuan yang telah menikah tinggal di rumah di desa danhanya butuh untuk mendapatkan bus ketika pergi berbelanja.

Oleh karena itu yang didesain adalah jembatan untuk pejalan kaki. Faktanya, diseluruh desa, perempuan yang telah menikah menanam sayur-mayur danmembutuhkan transportasi untuk mengangkut sayur-mayur ke pasar. Sayur-mayurditaruh di keranjang besar dan kemudian diangkut dengan sepeda. Perempuan-perempuan ini tidak dapat menggunakan jembatan penyeberangan yang adakarena tangganya curam sehingga susah dilalui oleh sepeda yang membawa bebansayur-mayur. Akibatnya, jembatan ini gagal memenuhi kebutuhan perempuan dansecara serius mengancam usaha perempuan dalam menyediakan pendapatan bagikeluarganya.

Namun yang penting untuk dicatat, di pusat kota Jakarta, ada jembatanpenyeberangan dengan jalur landai yang bisa dilalui oleh sepeda motor.

2. Saluran Irigasi

Saluran irigasi di Filipina memunculkan dampak negatif karena kurangnyaperhatian terhadap isu gender. Saat irigasi ini diperbaiki, satu tembok yang tinggidibangun di saluran air. Saluran lama memiliki banyak cabang di banyak tempatyang digunakan penduduk desa untuk mengambil air untuk keperluan domestikdan tempat bagi perempuan untuk mencuci pakaian. Bagaimanapun, tembok baruini telah menghalangi perempuan untuk mendapatkan air dengan mudah. Kondisiini mengakibatkan ketidaknyamanan dan dibutuhkan tambahan waktu bagi

Page 139: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

117

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

pekerjaan domestik perempuan karena mereka harus berjalan jauh untukmendapatkan sumber air alternatif.

3. WC dan MCK Umum

WC dan MCK umum yang memiliki jumlah bilik dan pancuran air untukperempuan dan laki-laki sama. Padahal perempuan lebih banyak menggunakanfasilitas ini untuk mencuci baju, mencuci baju, mencuci sayuran dan lainnya. Jadiperempuan harus antre lama untuk menggunakan WC/MCK dibandingkan laki-laki.

Contoh Program Responsif Gender

1. Program Pemrosesan Ikan Berbasis Rumah Tangga

Perempuan di satu desa kecil di Vietnam dilatih melalui proyek UNIFEM untukmengunakan teknologi yang lebih modern dalam memproduksi saus ikan. Setelahmelalui proses diskusi dengan perempuan, ahli teknologi terkait ikan, yang adalahseorang perempuan, merancang satu pelatihan yang hanya dilakukan pada pagihari. Perempuan di desa tersebut menyatakan bahwa mereka harus memiliki waktudi petang hari untuk menyelesaikan pekerjaan domestik.

Staf dari Marine Research Institute(MRI) yang akan menyediakan teknologinyajuga berpartisipasi dalam pelatihan gender. Selama pelatihan, peserta menjelaskanbahwa mereka memiliki kebutuhan agar industri pemrosesan ikan mereka dapatdiselaraskan dengan tanggung jawab untuk mengurus anak dan keluarga. Olehkarena itu, staff dari MRI menyadari bahwa mereka membutuhkan teknologi baruyang aman terkait dengan adanya anak-anak yang bermain di rumah pada saatpemrosesan ikan dilakukan. Mereka juga mengakui pentingnya penghematan waktudan hal ini menjadi satu prioritas penting terkait dengan pekerjaan domestikperempuan.

2. Pembangunan perkotaan yang responsif gender di Italia

Perencanaan pembangunan di satu ibukota provinsi di Italia berkonsultasidengan perempuan tentang proyek pembangunan yang akan dilakukan. Hasilnya,penerangan jalan harus diperbaiki untuk meningkatkan jarak pandang, keamanandan keselamatan perempuan. Parkir mobil juga perlu berada di area yang nyamanbagi perempuan dengan satu pandangan perlunya meminimalisir perempuanharus berjalan di area yang terisolasi.

3. Contoh program responsif gender lainnya:

a. Program pelayanan untuk ibu hamil dan anak balita yang beroperasi sesuaidengan waktu yang dimiliki perempuan (dibandingkan disesuaikan denganwaktu dari tenaga medis). Ini karena mempertimbangkan tanggung jawabdomestik dan aktivitas ekonomi perempuan yang bekerja sebagai petaniatau pedagang misalnya.

b. Program pelayanan kesehatan anak yang mengakui bahwa keterlibatan ayahatau kakek (dan bukan hanya ibu) sebagai satu prinsip pengasuhan anak danmembiasakan pembagian tugas berdasarkan prinsip tersebut; mendorongtanggung jawab dan peran aktif ayah maupun anggota keluarga laki-lakisebagai pengasuh anak.

Page 140: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

118 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

c. Program keluarga berencana yang mendorong partisipasi aktif laki-lakisebagai peserta.

d. Program penyediaan air bersih di daerah pedesaan yang berkonsultasi kepadaperempuan terkait lokasi dan jenis fasilitas yang disediakan dan melatihperempuan sebagai penguna utama air, agar dapat merawat dan memper-baiki peralatan seperti pompa air.

e. Program pembangunan pemukiman perkotaan yang berkonsultasi kepadaperempuan untuk mengetahui kebutuhan prioritas mereka yang akandijadikan masukan dalam pembuatan desain rumah. Misalnya jenis dan lokasidari fasilitas mencuci dan memasak yang memberikan kemudahan bagiperempuan untuk mengawasi anak-anak pada saat mengerjakan pekerjaanrumah. Keamanan untuk anak-anak muda dan keselamatan di mana tersediapenerangan yang cukup(well-lit access) dan halte bus yang bukan di area yangterisolasi. Akses jalur yang landai untuk stroller dan sepeda.

f. Program pelatihan kerja yang menyediakan pelatihan bagi perempuan danakses untuk mendapatkan pekerjaan di area non-tradisional atau sektor yangbiasanya tidak dimasuki perempuan. Training dengan waktu dan lokasi yangmemungkinkan perempuan yang memiliki anak dapat ikut berpartisipasidan tersedia fasilitas toilet.

g. Program pelatihan dan transfer teknologi yang menyediakan perempuanteknologi tinggi dan mempertimbangkan perempuan ketika seleksi kandidatpada saat pelatihan untuk posisi supervisor.

h. Program pelatihan yang memberikan kesempatan yang sama kepadaperempuan dan laki-laki baik sebagai peserta maupun sebagai trainer.

i. Program pembangunan dan pelayanan publik yang mengakui adanyakeluarga dengan kepala keluarga perempuan (keluarga janda) dan ada pulakeluarga yang dikepalai oleh laki-laki namun ditinggal dalam waktu yangrelatif lama (misalnya pelaut) dan hal ini menjadi pertimbangan dalammemberikan pelayanan publik.

j. Program penanggulangan bencana yang membiasakan distribusi bantuanberdasarkan peran gender perempuan. Sebagai contoh, di wilayah Pasifikmenyediakan bantuan makanan dan kredit langsung kepada perempuan yangmemiliki tanggung jawab terhadap penyediaan makanan keluarga,dibandingkan kepada laki-laki. Memasukkan barang kebutuhan perempuandan bayi, seperti pembalut, popok dan makanan bayi dalam daftar bantuanuntuk pengungsi.

k. Kebijakan makro ekonomi yang:

• Secara eksplisit menguji dampak dari kebijakan moneter dan kebijakanyang terkait pasar terhadap non pasar, sektor yang menjadi sumberpenghidupan masyarakat, dan rumah tangga dan mengakui adanya perangender dari pemisahan antara pasar dengan rumah tangga.

• Mengakui adanya dampak dari pengurangan belanja pelayanan publikterhadap kerja domestik perempuan dan anak perempuan (adanyapotensi anak perempuan keluar dari sekolah untuk membantu pekerjaanibunya), lansia dan anggota keluarga lainnya dalam rumah tangga.

Page 141: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

119

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

l. Kebijakan perdagangan yang mengakui dan menguji potensi dampaknyabagi perempuan melalui data terpilah di pekerjaan terkait jasa, perdaganganritel dan jasa keuangan dan/atau industri (pariwisata, sektor ekspor industrirumah tangga dan sektor informal. Contohnya:

• Di Thailand, buruh perempuan yang bekerja di sektor yang berorientasiekspor lebih dari 80% sehingga tarif, kredit dan kebijakan yang terkaitdengan hal itu akan berdampak besar pada akses perempuan dalammendapatkan pekerjaan.

• Di banyak tempat di Thailand dan Bali, kebijakan yang terkait denganindustri pariwisata akan berdampak pada perempuan muda ber-pendidikan untuk mendapatkan gaji yang lebih baik.

Page 142: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

120 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Strategi PengarusutamaanGender dalam Pembangunan

Strategi PengarusutamaanGender

Strategi yang ditempuh untuk mencapaikesetaraan dan keadilan gender melaluikebijakan dan program yang memperhatikanpengalaman, aspirasi, kebutuhan danpengalaman laki-laki dan perempuan.

Area Strategi PengarusutamaanGender

1. Perencanaan pembangunan,2. Pelaksanaan pembangunan3. Evaluasi pembangunan

Analisis Gender

Analisis untuk mengidentifikasi dan memahamipembagian kerja/peran laki-laki danperempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalamproses pembangunan dan manfaat yangmereka nikmati, pola hubungan antara laki-lakidan perempuan yang timpang yang di dalampelaksanaannya memperhatikan faktor lainnyaseperti kelas sosial, ras dan suku bangsa

Metode Analisis Gender

1. Metode Gender Analysis Pathway (GAP)2. Metode Problem Based Approach (PROBA)

Prinsip PenerapanPengarusutamaan Gender

1. Menghargai keragaman2. Menggunakan pendekatan tidak dikotomis3. Menjunjung nilai hak asasi manusia dan

demokrasi4. Melalui proses pemampuan sosialisasi dan

advokasi

Bahan Presentasi 4.1

1 2

3 4

5 6

Page 143: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

121

Sesi 4 Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan

Perencanaan PembangunanResponsif Gender

Permendagri No. 15 Tahun 2008

Pemerintah daerah berkewajibanmengintegrasikan gender dalammenyusun:

• RPJMD• Renstra SKPD• Renja SKPD

RPJMD

1. Dokumen perencanaan pembangunanuntuk kurun waktu lima tahunan

2. Tahapan untuk mencapai RPJPD3. Perwujudan dari visi dan misi kepala

daerah (sebagai konsekuensi pemilihankepala daerah langsung)

4. Akan diterjemahkan oleh masing-masingsektor dalam bentuk Renstra (RencanaStrategis) SKPD

Renstra SKPD

Dokumen turunan dari RPJMD yang berisi apayang akan dilakukan oleh masing-masing SKPDdalam mencapai visi dan misi yang ada diRPJMD sesuai dengan TUPOKSI masing-masing

Langkah-langkah PenyusunanRPJMD

1. Menyusun Rancangan Awal RPJMD2. Musrenbang RPJMD3. Menyusun Rancangan Akhir RPJMD

Langkah-langkah PenyusunanRenstra SKPD

1. Menyusun Rancangan Renstra SKPDberdasarkan Rancangan RPJMD

2. Menetapkan Renstra SKPD oleh kepalaSKPD

Pengintegrasian Isu Gender

1. Analisis gender, dilakukan sebelum menyusunRancangan Awal RPJMD

2. Mengeksplisitkan isu kesetaraan gender kedalam isi dokumen yang dilakukan denganmeringkas hasil analisis gender ini ke dalambatang tubuh dokumen RPJMD/Renstra SKPD

Bahan Presentasi 4.2

1 2

3 4

5 6

7

Page 144: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

122 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Page 145: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

SESI 5

Page 146: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 147: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

123

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Proses Penyusunan danPenetapan APBD

PengantarSiklus APBD terdiri dari empat tahapan. Pertama, tahap penyusunan yang terdiri dari

perencanaan dan penganggaran. Kedua, tahap pembahasan dan penetapan. Ketiga, tahappelaksanaan. Keempat, tahap pertanggungjawaban APBD. Dari keseluruhan tahapan ini, tahappertama dan kedua sangat menentukan bentuk atau profil APBD dari suatu kota/kabupaten.

Saat ini, implementasi aturan perundangan mengenai tahapan siklus APBD masih jauhdari kondisi ideal. Akibatnya banyak masalah yang terjadi, terutama di tahap penyusunandan penetapan APBD. Salah satu masalah krusial yang belum banyak dibahas adalahminimnya partisipasi kelompok miskin baik laki-laki maupun perempuan dan kelompokrentan lainnya dalam kedua tahap ini. Kelompok-kelompok ini masih dipinggirkan dalamproses formal perencanaan dan penganggaran, sehingga aspirasi dan kebutuhan merekatidak terdengar oleh para pengambil kebijakan dan berakibat pada belum terwujudnyaanggaran responsif gender. Untuk mengatasi masalah ini, perlu dilakukan inovasi-inovasidaerah agar aspirasi dan kebutuhan kelompok-kelompok ini miskin baik laki-laki maupunperempuan dan kelompok rentan dapat diketahui dan diakomodasi oleh para pengambilkebijakan.

Page 148: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

124 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tujuan:

• Peserta memahami alur proses penganggaran berdasarkan peraturanperundang-undangan terbaru.

• Peserta memahami kesenjangan tahapan siklus APBD antara praktik denganaturan perundangan.

• Peserta memahami adanya masalah-masalah di seputar proses APBD.• Peserta dapat mengidentifikasi masalah dan solusi minimnya partisipasi

kelompok miskin baik laki-laki maupun perempuan dan kelompok rentanlainnya.

Metode:

• Permainan kartu proses• Curah pendapat• Presentasi• Diskusi kelompok

Waktu:

165 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media Pembelajaran:

• Tiga set kartu: proses, pelaku dan output dalam tahap penyusunan danpenetapan APBD

• VCD Proses Proses Penyusunan dan Penetapan APBD• Lembar Bantu Belajar 5.1• Bahan Bacaan 5.1• Bahan Bacaan 5.2• Bahan Bacaan 5.3• Bahan Bacaan 5.4• Bahan Presentasi 5.1• Peraturan mengenai proses penyusunan dan penetapan APBD, terutama UU

No. 25 Tahun 2004, UU No. 17 Tahun 2003, PP No. 8 Tahun 2008, PermendagriNo. 13 Tahun 2006, Permendagri No. 59 Tahun 2007.

Catatan untuk Fasilitator:

• Fasilitator hendaknya menyiapkan alat dan bahan telah siap pakai sebelumsesi dimulai, termasuk tiga set kartu: proses, pelaku dan output dari tahappenyusunan dan penetapan APBD.

• Fasilitator hendaknya menguasai dan selalu meng-update peraturanperundangan yang terkait dengan proses APBD, baik yang lama maupun yangbaru. Antara lain UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 25 Tahun 2004, PP No. 8 Tahun2008, Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007.Perubahan yang terjadi misalnya pada tahapan proses, istilah dan substansiperaturan.

Page 149: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

125

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Tahapan Proses:

Pembukaan (5 menit)• Fasilitator membuka sesi 5 dan menjelaskan tujuan sesi.

• Fasilitator menjelaskan bahwa sesi ini akan dijalani dengan melakukan PermainanKartu Proses

Permainan Kartu Proses (15 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok kecil. Kepada tiap kelompok,

fasilitator membagikan satu set kartu: proses, pelaku dan output tahap penyusunandan penetapan APBD.

• Fasilitator meminta peserta untuk mengurutkan tahapan-tahapan proses, pelaku danoutput dalam perencanaan dan penganggaran dengan menempelkan kartu yangsudah dibagikan berdasarkan aturan perundangan yang mereka ketahui.

Curah Pendapat (30 menit)• Fasilitator memandu diskusi dengan melemparkan beberapa pertanyaan kunci:

- Mari kita cek satu per satu, apakah tahapan proses sudah tepat? Apakah pelakudi setiap tahapan sudah tepat? Apakah output di setiap tahapan sudah tepat?

- Mana tahapan-tahapan yang bisa diikuti oleh masyarakat dan mana yang tidak?

- Pada tahapan mana masyarakat tidak diikutsertakan? Apa alasannya?

- Bagaimana dengan partisipasi kelompok miskin dan perempuan?

- Apa akibatnya jika perempuan tidak terlibat dalam proses-proses tersebut?

- Apa yang terjadi ketika pelaku yang terlibat hanya eksekutif dan legislatif?

- Dari proses yang demikian, APBD seperti apa yang dihasilkan?

• Fasilitator mencatat inti pendapat peserta dan melanjutkan kegiatan denganmenayangkan VCD Proses Penyusunan dan Penetapan APBD. Penayangan bertujuanagar peserta lebih memahami proses yang diterjadi.

Pemutaran VCD Proses Penyusunan dan Penetapan APBD (15 menit)• Fasilitator menayangkan VCD dan meminta tanggapan beberapa peserta atas

tayangan ini.

• Untuk memperjelas, fasilitator menayangkan Bahan Presentasi.

Presentasi (30 menit)• Fasilitator menyajikan Bahan Presentasi 5.1, dengan terlebih dulu menjelaskan inti

materi presentasi secara singkat. Versi lengkap dari sesi 5, yaitu Bahan Bacaan 5.1, 5.2,5.3 dan 5.4 dibagikan kepada peserta.

• Fasilitator meminta pendapat peserta mengenai kondisi perencanaan danpenganggaran APBD di daerahnya masing-masing. Hal ini dilakukan denganmengajukan pertanyaan-pertanyaan:

- Apakah kasus yang sama juga terjadi, yaitu terjadi keterputusan antaraperencanaan dengan penganggaran yang dibuktikan dengan sedikitnya usulanmasyarakat hasil musyawarah perencanaan pembangunan yang masuk dalamAPBD?

- Bagaimana dengan kondisi partisipasi perempuan? Apakah kendala-kendalayang sama seperti pada Bahan Bacaan 5.3 juga terjadi?

Page 150: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

126 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

- Mengapa hal itu bisa terjadi?

- Bagaimana solusinya?

• Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok dan mempersilakan merekaberdiskusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi.

Diskusi Kelompok (30 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok dan membagikan Lembar Bantu

Belajar 5.1 dan menjelaskan cara pengerjaannya.

• Fasilitator memberikan waktu 25 menit untuk diskusi kelompok.

Curah Pendapat (30 menit)• Fasilitator meminta setiap kelompok bergiliran mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya kemudian meminta tanggapannya dari kelompok lain.

• Fasilitator mencatat inti presentasi dan tanggapan peserta. Untuk memperdalamhasil diskusi, fasilitator menayangkan Bahan Presentasi 5.4 dan menjelaskan isipresentasi secara singkat. Versi lengkap dari presentasi, yaitu Bahan Bacaan 5.4dibagikan kepada peserta.

Penutup (10 menit)• Fasilitator bersama peserta menyimpulkan beberapa hal dalam sesi ini:

- Terjadi keterputusan antara proses perencanaan dengan penganggaran. Yangterjadi sering kali hasil-hasil musrenbang yang merupakan aspirasi masyarakat(bottom up) tidak diakomodasi dalam anggaran karena harus bersaing denganusulan dari dinas (top down). Kenyataannya, usulan dinaslah yang lebih banyakdiakomodasi, sehingga tidak heran jika kepentingan kelompok miskin danperempuan banyak yang tidak terakomodasi.

- Dalam anggaran berbasis kinerja, proses perencanaan dan penganggaran adalahdua hal yang sangat berkaitan. Penganggaran merupakan proses lebih lanjutdari perencanaan. Hal ini bisa dilihat dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang KeuanganNegara, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan PembangunanNasional (SPPN), PP No. 8 Tahun 2008 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 yangdisempurnakan dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang PedomanPengelolaan Keuangan Daerah.

- Penting untuk melaksanakan amanat UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 25 Tahun2004, yakni mengintegrasikan proses perencanaan dan penganggaran sebagaibagian dari pelaksanaan anggaran berbasis kinerja. Untuk memperkuat, fasilitatorbisa mencuplik pasal 17 (2) UU No. 17 Tahun 2003 dan pasal 25 (2) UU No. 25Tahun 2004.

- Pentingnya meningkatkan partisipasi kelompok miskin dan perempuan di setiaptahapan sebagai sarana mewujudkan anggaran responsif gender. Upaya ini perludibarengi dengan inovasi-inovasi untuk mendapatkan aspirasi dan kebutuhankelompok miskin dan perempuan yang selama ini terpinggirkan dari prosesformal, antara lain dengan kuota perempuan di musrenbang, musrenbang khususperempuan, Citizen Report Card, optimalisasi ADD dan sebagainya.

Page 151: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

127

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Bahan Bacaan 5.1:

Proses Perencanaan dan Penganggaran

(Studi Kasus Kota Tangerang)

Di Kota Tangerang, proses perencanaan untuk menyusun APBD 2005 didasarkan padadua landasan normatif. Pertama adalah Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri NegaraPerencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri Nomor1354/M.PPN/03/2004 dan Nomor 050/744/SJ tanggal 24 Maret 2004 tentang PedomanPelaksanaan Forum Perencanaan Pembangunan dan Perencanaan Partisipatif Daerah.Kedua, Instruksi Wali Kota Tangerang Nomor 01/2004 tanggal 26 April 2004 tentangPenyelenggaraan Forum Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan (FKPP) atau yangsekarang dikenal dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).Sementara proses penganggaran masih mengacu pada Kepmendagri No 29 Tahun 2002.

Berdasarkan aturan tersebut, proses perencanaan dan penganggaran di Kota Tangerangmeliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

Tabel 5.1

Tahapan Perencanaan dan Penganggaran

Tahapan

Forum Koordinasidan KonsultasiKelurahan

Forum Koordinasidan KonsultasiKecamatan

Deskripsi Proses

• Tujuan: Menjaring aspirasi masyarakatdalam merumuskan masalah yang diha-dapi dan solusinya

• Forum dipimpin langsung oleh lurah• Peserta: Perwakilan RT/RW dan LPM

(aparat kecamatan tidak terlibat)• Output: Usulan kegiatan pembangunan

tingkat kelurahan. Usulan sudah disiapkanterlebih dahulu. Forum tinggal membahasusulan-usulan tersebut. Tak jarang kepu-tusan dibuat oleh lurah dan pesertalangsung setuju

• Tujuan: Sinkronisasi dan kompilasi programpembangunan dari SKPD dengan hasilFKPP tingkat kelurahan

• Forum dipimpin langsung oleh camat/sekmat

• Narasumber: Bappeda Kota dan dinas yangmenangani pembangunan fisik (DPU, DTK,Perkim)

• Dinas yang menangani kegiatan nonfisik(KPM, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan,Disnaker, Kantor Perpustakaan) jaranghadir

• Output: Daftar Usulan Kegiatan (DUK)kecamatan yang akan diajukan dalamMusrenbang Kota

Keterangan

• Peserta yang hadir kurangrepresentatif karenakurangnya keterlibatanmasyarakat biasa (bukanpengurus RT/RW) dankelompok perempuan(non- pengurus PKK)

• Proses kurang partisipatif(belum sesuai denganjuklak dalam SEB Musren-bang 2004)

• Tidak dilakukan evaluasidan verifikasi atas usulankelurahan

• Beberapa kecamatan tidakmenetapkan prioritaskegiatan yang disepakatibersama dalam forum

No

1

2

Page 152: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

128 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Deskripsi Proses

• Forum tindak lanjut FKKP Kecamatan• Proses: Dinas melakukan kompilasi hasil

FKKP untuk dijadikan usulan dinas ber-sangkutan. Pra Musrenbang Kota dibagidalam 4 diskusi kelompok, yaitu BidangSosial Budaya, Fisik dan Prasarana sertaEkonomi

• Diskusi kelompok dipimpin oleh paraAsisten Daerah (Asda). Badan/dinas/kantor/bagian masing-masing mempre-sentasikan usulannya dalam diskusikelompok

• Output : Prioritas program dari masing-masing Badan/Dinas/Kantor/Bagian

• Format Acara: Terbagi menjadi 2 sesi• Sesi pertama adalah forum paripurna yang

dihadiri semua elemen stakeholders KotaTangerang, antara lain wali kota, danwakilnya, pimpinan dan anggota DPRD,Sekda, Asda, kepala dinas, camat, delegasikecamatan, Bappeda Provinsi, Ormas, MUI,KADINDA, Gapensi, LSM, KNPI, unsurperbankan. Sesi pertama membahas halyang umum, antara lain penyampaianinformasi dan koordinasi pembangunandari Bappeda Provinsi, pokok-pokokpikiran DPRD untuk AKU , pemaparanrancangan AKU, pemaparan RKPD,pemaparan proyeksi anggaran

• Sesi kedua (sesudah makan siang) adalahdiskusi kelompok yang dipimpin para Asdadan Bappeda Kota. Sesi ini bertujuan untukmembahas dan menetapkan program/kegiatan prioritas Kota Tangerang tahun2005

• Output akhir dari Musrenbang Kota adalahbidang prioritas APBD, program/kegiatanproritas, rancangan AKU, draf akhir RKPD

• Dinas melakukan penajaman program/kegiatannya pasca Musrenbang Kota

• Dinas menyusun RASK• RASK Dinas diverifikasi oleh Tim Asistensi

yang terdiri dari Bappeda, BKKD, Dalbang,dan Ortala sesuai dengan peran masing-masing. Tujuannya, untuk memastikanbahwa RASK sudah disusun sesuai aturanyang berlaku dan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam anggaran kinerja

• RASK Dinas dikompilasi oleh BKKDmenjadi RAPBD yang akan diajukankepada DPRD

Tahapan

Pra MusrenbangKota

Musrenbang Kota

PembahasanAnggaran di tingkatdinas dan PanitiaAnggaran Eksekutif(PAE)

No

3

4

5

Keterangan

Dalam forum ini, tidak adadelegasi resmi dari masya-rakat, padahal forum ini cukupmenentukan apakah usulanmasyarakat (dari hasil FKKPKecamatan) diterima atautidak

• Dalam sesi pertama,masyarakat masih terlibat

• Di sesi kedua, masyarakattidak terlibat, padahal sesikedua adalah sesi yangmenentukan, meski daripihak Bappeda menyatakanbahwa masyarakat bolehikut diskusi di kelompokmana saja

• Tidak ada sosialisasi hasilMusrenbang kepada ma-syarakat. Hal ini menye-babkan masyarakat tidakmengetahui apa alasanusulannya disetujui/ditolak.Kondisi ini berjalan selamabertahun-tahun

• Proses penganggaran diPanitia Anggaran Ekse-kutifbersifat tertutup

• Dari 1.197 usulan hasilFKKP Kecamatan, usulanyang terakomodasi dalamAPBD adalah 147 usulan(12,28%)

Page 153: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

129

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Tahapan

PembahasanAnggaran di DPRD

Deskripsi Proses

• Dimulai dengan penyampaian NotaKeuangan dan RAPBD oleh wali kota (14Desember 2005)

• Tahap selanjutnya adalah pandanganumum dari fraksi-fraksi, yang ditindak-lanjuti dengan Pembentukan PansusRAPBD

• Setelah itu, Pansus melakukan hearingdengan dinas/SKPD dan meminta ma-sukan dari masyarakat dengan melakukanRapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)dengan elemen masyarakat

• Hasil kerja Pansus dilaporkan kepadapimpinan Dewan dan didistribusikankepada tiap fraksi

• Akhirnya, tiap fraksi menyampaikanpandangan akhirnya dan APBD punditetapkan pada 31 Desember 2005

Keterangan

• Waktu pembahasansangat singkat, hanya duapekan. Hal ini meng-akibatkan DPRD tidakmemiliki cukup waktuuntuk melakukan analisisdan mengkritisi RAPBDyang disampaikan olehPemkot

No

6

Ada temuan menarik dari proses yang terjadi di Kota Tangerang, yaitu tidakterstrukturnya tahapan proses perencanaan dan penganggaran. Hal ini bisa dilihat daritidak dijadikannya AKU sebagai pedoman dalam penyusunan RASK. Yang terjadi, justruproses terbalik karena penyusunan AKU berpedoman pada draf RAPBD yang hampirselesai. AKU yang merupakan kesepakatan antara Pemkot dan DPRD baru disahkan pada29 November 2005, padahal seharusnya dilaksanakan paling lambat Juni-Juli 2005.

Begitu juga dengan proses Musrenbang Kota, baru dilaksanakan pada bulan Septem-ber 2005, seharusnya tahapan ini dilakukan pada bulan Mei 2005. Pada bulan September,penyusunan RASK Dinas sudah selesai dilakukan dan sudah diverifikasi oleh Tim Asistensi.Perlu diketahui bahwa di dokumen RASK-lah terdapat rincian anggaran dari suatu kegiatan/program. Artinya, ketika RASK sudah disusun dan diverifikasi maka proses penganggaransejatinya sudah selesai dilakukan.

Temuan-temuan ini membuktikan terjadinya keterputusan antara proses perencanaandengan penganggaran. Padahal secara ideal penganggaran dilakukan setelah prosesperencanaan selesai dilakukan, yang biasa disebut dengan money follow function.

Pengintegrasian antara perencanaan dan penganggaran inilah sebenarnya rohdari sistem Anggaran Berbasis Kinerja yang saat ini berlaku di Indonesia.

Page 154: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

130 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 5.2

Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Proses penyusunan (terdiri dari tahapan perencanaan dan penganggaran) danpenetapan APBD diatur dengan peraturan yang berbeda dan terjadi dinamika pergantianaturan dengan cepat. Aturan-aturan yang dijadikan pedoman pelaksanaan bagi daerahadalah:

1. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara. Tahapan perencanaan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004sedangkan tahap penganggaran dan penetapan APBD diatur dalam UU No. 17 Tahun2004.

2. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, PP No. 8 Tahun 2208Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi RencanaPembangunan Daerah, Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah dan revisinya, yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007.

Page 155: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

131

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

A. Proses Penyusunan dan Penetapan APBD menurut UU No. 25 Tahun 2004, UUNo. 32 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003

Bagan 5.1

Tahapan Penyusunan dan Penetapan APBD Menurut UU

Sumber : Working Draft FPPM, 2005

Bulan

Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Desember

Bappeda SKPD BPKD

Rancangan AwalSKPD

RancanganRKPD

Renja SKPD

Wali Kota DPRD

Musrenbang

PenyusunanRKPD

RKPD

KUA, Prioritas, &Plafon

PembicaraanPendahuluan

RAPBDmembahasRKA-SKPD

PenyusunanRKA-SKPD

danPrakiraan Belanja

untuk tahunberikutnya

setelah tahunangaran yangsudah disusun

KompilasiRKA-SKPD

Raperda APBD

Nota APBD

PembahasanRAPBD

APBD

SK ProsedurImplementasi

APBD

Page 156: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

132 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Keterangan :

1. Bagan alur tahapan penyusunan dan penetapan APBD kota/kabupaten di atasmerupakan bagan yang disusun dengan menggabungkan tahapan yang ada diUU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional,UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 17 Tahun 2003tentang Keuangan Negara

2. Tahap Musrenbang (tingkat desa/kelurahan – tingkat kota/kabupaten) denganhasil akhir adalah dokumen RKPD diatur dalam UU No. 25 tentang SistemPerencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. Pada prinsipnya, UU No. 25 ini mengatur tentang prosesperencanaan.

3. Tahap Penyusunan KUA sampai dengan Tahap Penetapan APBD diatur dalam UUNo. 17 No 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah. Pada prinsipnya UU No. 17 ini mengatur tentang prosespenganggaran.

4. Namun pada dasarnya semangat yang ada di UU ini menghendaki prosespenyusunan APBD yang terintegrasi antara perencanaan dan penganggaran yangbisa dilihat dari UU No. 17 Tahun 2003, pasal 17 (2) dan UU No. 25 Tahun 2004,pasal 25 (2). UU No. 17, pasal 17 (2): “Penyusunan Rancangan APBD sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerahdalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

UU No. 25 Tahun 2004 pasal 25(2): “RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD”.

Kartu Proses, Pelaku dan Output

Kartu Proses:

Musrenbangdes/kel, Musrenbangcam, Forum SKPD, Musrenbang RKPDKabupaten/Kota, Penyusunan KUA & PPAS, Penyusunan RKA SKPD, PenyusunanRAPBD, Pembahasan RAPBD di DPRD, Pengesahan RAPBD, Evaluasi Gubernur,dan Penetapan Perda APBD.

Kartu Pelaku:

Masyarakat, Perempuan, Aparat Kelurahan, Aparat Kecamatan, Dinas,Bappeda, DPKD, Wali Kota/Bupati, DPRD.

Kartu Output:

Usulan kegiatan desa/kel, Usulan kegiatan kecamatan, Renja SKPD, RKPD,Dokumen KUA dan PPAS, Dokumen RKA SKPD, Dokumen RAPBD, APBD.

Page 157: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

133

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

B. Tahapan Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Aturan-aturan tentang penyusunan dan penetapan APBD —(1)

• UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

• UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

• UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

• PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

• PP No. 8 Tahun 2208 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan EvaluasiRencana Pembangunan Daerah

• Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerahdan revisinya, yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007.

Tabel 5.2

Tahapan Penyusunan dan Penetapan APBD Menurut PP dan Permendagri

No Tahapan Pelaku Output Waktu

1 Musrenbang Komponen masyarakat (ketua RT/ Usulan JanuariDesa/ RW, kepala dusun, LPM, ketua adat, kegiatan desa/Kelurahan kelompok perempuan, kelompok kelurahan

pemuda, ormas, pengusaha, kelom-pok tani/nelayan, komite sekolah),kepala desa/lurah dan aparat desa/kelurahan, BPD, camat dan aparatkecamatan, kepala Puskesmas,kepala sekolah, LSM

2 Musrenbang Delegasi kelurahan/desa (terdapat Usulan FebruariKecamatan perwakilan perempuan), organisasi kegiatan

masyarakat yang beroperasi di ting- kecamatankat kecamatan), Bapeda, perwakilanSKPD, kepala cabang SKPD, kepalaunit pelayanan di tingkat kecama-tan, anggota DPRD dari DP kecama-tan bersangkutan, camat dan aparatkecamatan, LSM, ahli/profesional(jika dibutuhkan)

Forum SKPD Delegasi kecamatan (terdapat per- Renja SKPD Maretwakilan kelompok perempuan),organisasi sektoral (misal: Dewanpendidikan untuk Forum Pendidi-kan, IDI dan IBI untuk Forum Kese-hatan), Kepala SKPD, kepala danpejabat Bapeda, anggota DPRD darimitra masing-masing SKPD, LSMdengan bidang kerja sesuai fungsiSKPD, ahli/profesion.

Page 158: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

134 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

1 Istilah ini digunakan dalam PP No 8 Tahun 2008.

3 Musrenbang Delegasi musrenbangcam, delegasi Masukan MaretRKPD Kota/ Forum SKPD, SKPD, DPRD, LSM yang terhadapKabupaten bekerja di tingkat kota/kabupaten, dokumen

perguruan tinggi, perwakilan RKPDBapeda provinsi, Tim PenyusunRKPD, Tim Penyusun Renja SKPD,Panitia/Tim Anggaran eksekutifmaupun DPRD

4 Pembahasan TAPD dan DPRD Dokumen KUA PertengahanKUA dan PPAS dan PPAS Juni – Akhir

Juli

5 Penyusunan SKPD Dokumen AgustusRKA SKPD RKA SKPD

6 Penyusunan TAPD Dokumen SeptemberRAPBD (kompi- RAPBD Oktoberlasi dari RKA)

7 Pembahasan TAPD dan DPRD APBD Oktober-RAPBD di DPRD Desember

8 Evaluasi oleh Tim Evaluasi Gubernur APBD yangGubernur lolos evaluasi Pertengahan

dan siap Desemberdibuat perda

9 Penerbitan Pemda dan DPRD Perda APBD AkhirPerda APBD Desember

Keterangan :

1. Istilah tiap daerah bisa saja berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Padadasarnya substansinya sama, adapun pengertian dari tiap kartu proses adalah:

• Musrenbang Desa/Kelurahan adalah musyawarah perencanaan pembangunandi tingkat kelurahan/desa.

• Musrenbang Kecamatan adalah musyawarah perencanaan pembangunan ditingkat kecamatan.

• Forum SKPD adalah forum musyawarah perencanaan pembangunan di tingkatperangkat daerah/dinas/kantor. Forum SKPD ini dilakukan untuk mengakomodasiusulan kegiatan hasil musrenbang kecamatan oleh masing-masing SKPD dalamrangka memberikan masukan terhadap rancangan Renja SKPD.

• Musrenbang RKPD Kabupaten/Kota1 adalah forum musyawarah perencanaanpembangunan di tingkat kota/kabupaten untuk memadukan Rancangan Renjaantar SKPD dan antar Rencana Pembangunan Kecamatan.

• Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan PPAS (Prioritas danPlafon Anggaran Sementara) adalah forum bersama antara Pemerintah Daerahdan DPRD untuk menyusun kebijakan umum, program prioritas dan pagusementara program prioritas dari APBD yang akan disusun.

Page 159: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

135

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Boks 5.1

Penyederhanaan Proses dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007

Bila dilakukan perbandingan tahapan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006dan Permendagri No. 59 Tahun 2007, maka akan ditemukan penyederhanaan prosesterkait pembahasan KUA dan PPAS. Jika dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006pembahasan bersifat serial (KUA dibahas dan disepakati terlebih dahulu, kemudiandilanjutkan dengan pembahasan PPAS dan disepakati menjadi PPA), maka dalamPermendagri No. 59 Tahun 2009 pembahasan KUA dan PPAS bersifat paralel. Hal iniditegaskan dalam pasal 88 yang menyatakan bahwa KUA dan PPAS yang telahdisepakati masing-masing dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatanganibersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD dalam waktu bersamaan.

• Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah(RKA SKPD) adalah kegiatan menyusun rencana detail dari setiap kegiatanbeserta anggarannya yang dilakukan oleh setiap SKPD.

• Penyusunan RAPBD, adalah proses kompilasi RKA SKPD dari seluruh SKPD olehTAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah).

• Pembahasan RAPBD di DPRD, adalah proses pembahasan RAPBD antara TAPDdan DPRD, dengan hasil akhir adalah Dokumen APBD yang disetujui

• Evaluasi oleh Gubernur, adalah proses evaluasi Dokumen APBD yang telahdisetujui oleh TAPD dan DPRD untuk melihat kesesuaian dengan kepentinganumum dan peraturan di atasnya.

• Penerbitan Perda APBD, adalah proses diundangkannya Dokumen APBD yangtelah dievaluasi oleh Gubernur dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).

Page 160: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

136 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 5.3

Kendala-kendala Partisipasi Perempuan

Pada dasarnya, pemerintah telah menjamin keterlibatan (partisipasi) masyarakat dalamproses pembangunan. Hal ini bisa dilihat dari isi pasal-pasal berikut ini:

• Pasal 59 dari UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan PeraturanPerundangan yang berbunyi “Masyarakat berhak ikut serta memberikan masukandalam proses penyusunan peraturan perundangan.”

• Pasal 2 ayat 4 UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan PembangunanNasional menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari Sistem Perencanaan danPembangunan Nasional adalah “mengoptimalkan partisipasi masyarakat.”

Terkait dengan partisipasi perempuan dalam proses perencanaan dan penganggarandaerah, penelitian yang dilakukan oleh PATTIRO di tiga Kota (Semarang, Surakarta, danTangerang) menunjukkan bahwa tingkat kehadiran perempuan dalam forum-forummusrenbang sangat minim (hanya 10% dari total peserta musrenbang). Bahkan di KelurahanKarangayu (Semarang) tingkat partisipasi perempuan dalam Musrenbang tingkatkelurahan adalah 0%, artinya semua peserta yang hadir adalah laki-laki. Ketika ditelusurilebih jauh penyebab minimnya partisipasi perempuan, ditemukan bahwa perempuanmemiliki kendala-kendala berpartisipasi, baik berupa kendala internal maupun kendalaeksternal.

Kendala internal meliputi:

1. Rutinitas keluargaHal ini terkait dengan beban ganda yang dialami perempuan, waktu tersita untukmengurus rumah tangga, dan/atau mencari nafkah.

2. Keterbatasan ekonomiMaksudnya, lebih baik waktu yang ada digunakan untuk mencari tambahanpenghasilan dan tidak ada waktu untuk mengikuti proses penyusunan APBD.

3. Kemampuan rendahPerempuan merasa tidak mampu mengikuti proses penyusunan APBD.

4. Kurang berani/bias genderPerempuan khawatir akan ditertawakan oleh peserta lain dan takut salah omong.

5. Tingkat kepedulian perempuan rendahPerempuan menganggap APBD bukan urusannya, sehingga tidak ada ketertarikanuntuk terlibat.

6. Miskin informasi penyelenggaraan kebijakanHal ini terkait dengan kurangnya informasi yang sampai kepada masyarakat tentangpenyelenggaraan kegiatan perencanaan, sejalan dengan kurangnya sosialisasi yangdilakukan pemerintah.

Kendala eksternal meliputi:

1. Kepanitiaan (mayoritas laki-laki) yang tidak respek terhadap perempuanKondisi ini menjadikan perempuan enggan terlibat aktif, karena akan dianggap ‘aneh’dan tidak biasa. Selain itu ada anggapan bahwa perempuan tidak mampu mengikutiproses penyusunan APBD.

Page 161: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

137

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

2. Tidak adanya kesempatan bicaraHal ini terkait dengan pembahasan materi yang bias gender/parsial. Biasanyaperempuan diberi kesempatan bicara untuk program PKK saja, karena memangperempuan yang hadir adalah pengurus PKK. Sementara pembahasan tentang temalainnya (misalnya pembangunan sarana dan prasarana), perempuan tidak pernahdimintai pendapat atau diberi kesempatan berbicara/bertanya.

3. Tidak adanya undanganHal ini terkait dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat bahwa yang diundangadalah kepala keluarga (laki-laki). Kebiasaan ini mengakibatkan perempuan tidakdiundang dan aspirasi mereka dianggap cukup diwakilkan kepada bapak-bapak. Disinilah terjadi simplifikasi dan tidak adanya pengakuan terhadap kebutuhan yangberbeda antara laki-laki dengan perempuan.

4. Representasi tidak mewakiliPartisipasi perempuan minim, hanya sedikit perempuan yang bisa terlibat dalamproses perencanaan, terutama mereka yang duduk sebagai pengurus PKK. Padahaljika dikaji lebih mendalam, kelompok perempuan miskin adalah kelompok yangpaling terkena dampak beban ganda perempuan dan kelompok ini sesungguhnyaadalah kelompok yang paling perlu dibantu dan perlu didengar kebutuhan dankepentingannya. Namun dengan kondisi seperti ini, suara kelompok perempuanmiskin tidak tersalurkan karena tidak memiliki media dan tempat sehingga suaramereka ‘hilang diterpa angin’.

5. Waktu pelaksanaan tidak ramah terhadap perempuanSering kali pelaksanaan kegiatan dilakukan pada malam hari, yang menjadikan banyakperempuan tidak bisa ikut karena harus menjaga anak-anak. Alasan panitia, kalausiang hari bapak-bapak bekerja sehingga tidak bisa ikut.

Sebagai bukti dari komitmen untuk memberdayakan perempuan, pemerintah harusberupaya untuk menghilangkan kendala internal dan eksternal yang dihadapi perempuan.

Page 162: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

138 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 5.4

Strategi Meningkatkan Akomodasi Aspirasi Kebutuhan Perempuan dalamAnggaran Daerah

Fakta menunjukkan bahwa partisipasi kelompok perempuan dan kelompok miskinminim di setiap tahapan. Situasi ini menjadikan aspirasi dan kebutuhan mereka tidaktersuarakan dengan baik dan berakibat pada rendahnya tingkat akomodasi aspirasi dankebutuhan mereka di APBD.

Ketika ditelusuri lebih jauh, bagi kelompok perempuan, minimnya partisipasi inidisebabkan karena kendala-kendala berpartisipasi, baik yang bersifat internal maupuneksternal sebagaimana yang telah dipaparkan dalam Bahan Bacaan 5.3.

Ada beberapa alasan mengapa mereka perlu terlibat, antara lain:

1. Kewajiban dari pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warganya, tanpa kecuali.

2. Keterlibatan mereka merupakan kesempatan untuk mengetahui apa yang sebenarnyadibutuhkan untuk mengatasi masalah mereka.

3. Peran ideal yang seharusnya diberikan kepada kelompok ini adalah menjadikannyapelaku (subyek) dan bukannya sasaran (obyek). Peran sebagai subyek tentumembutuhkan keterlibatan mereka, mulai dari identifikasi masalah, pelaksanaanprogram untuk mengatasi masalah, sampai dengan evaluasi pelaksanaan program.

Keadaan ini tidak bisa dibiarkan terus berlarut. Oleh karena itu, inovasi-inovasi barudengan cara menerapkan strategi dan mengoptimalkan peluang yang ada untukmeningkatkan akomodasi aspirasi dan kebutuhan kelompok perempuan dan miskin harusdilakukan.

Ada beberapa inovasi yang telah dan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, antaralain:

1. Kuota Perempuan di Musrenbang

Kuota perempuan di musrenbang adalah affirmative action yang dilakukan di tahapanmusrenbang, terutama pada penentuan delegasi dengan perimbangan satu dari tigadelegasi desa/kecamatan adalah perempuan. Kuota perempuan ini telahdiinstitusionalisasikan dalam bentuk peraturan bupati (Perbup) maupun peraturanwali kota (Perwali) di beberapa wilayah, antara lain Surakarta, Magelang (Jawa Tengah)dan Lebak (Banten).

2. Musrenbang Khusus Perempuan

Musrenbang khusus perempuan dilakukan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)merupakan adopsi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dilaksanakan olehBappenas dan Bank Dunia. Musrenbang khusus perempuan dilakukan di tingkat dusundan desa. Penyelenggaraan Musrenbang Khusus Perempuan dapat mengakomodasibeberapa kendala, antara lain terkait dengan waktu penyelenggaraan dan kendala in-ternal perempuan.

3. Optimalisasi ADD

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah bagian tertentu dari dana perimbangan yangditerima dari pemerintah pusat yang menjadi hak desa. Landasan hukum adanya ADDcukup kuat, yaitu PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dan aturan turunanannya, yaitu

Page 163: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

139

Permendagri No. 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yangmenyebutkan bahwa ADD berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber daribagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah paling sedikit 10%. ADDmemiliki beberapa tujuan, antara lain untuk menanggulangi kemiskinan danmengurangi kesenjangan.

Penggunaan ADD telah diatur dalam pasal 22, yang menyebutkan bahwa 30% untukbelanja aparatur dan 70% untuk biaya pemberdayaan masyarakat, mencakup:

a. Biaya perbaikan sarana publik dalam jumlah kecil.

b. Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDes.

c. Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan.

d. Perbaikan lingkungan dan pemukiman.

e. Teknologi tepat guna.

f. Perbaikan kesehatan dan pendidikan.

g. Pengembangan sosial budaya.

h. Dan sebagainya yang dianggap penting.

Terkait dengan aturan hukum di atas, optimalisasi ADD merupakan peluang yangperlu dilakukan semaksimal mungkin. Bagi kelompok perempuan dan miskin,keberadaan ADD dapat diartikan mendekatnya sumber daya karena advokasi tidakperlu dilakukan ke kota, tapi cukup di desa mereka sendiri karena peruntukan danaADD dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender.

4. Pelaksanaan Survei

Partisipasi masyarakat membutuhkan sikap pro aktif dari masyarakat untuk terlibat,terutama dalam proses musrenbang. Bagi kelompok perempuan dan miskin, hal initidak bisa dilakukan karena adanya kendala-kendala partisipasi. Oleh karena itu, sikappro aktif perlu ditumbuhkan dari sisi pemerintah daerah untuk mengetahui aspirasidan kebutuhan kelompok perempuan dan miskin. Salah satu metode yang dapatdigunakan adalah melakukan survei. Citizen Report Card (CRC) adalah satu bentuk surveipenilaian masyarakat atas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. CRCdapat diadopsi sebagai metode untuk mengetahui aspirasi dan kebutuhan kelompokperempuan dan miskin. Pada enumerator akan mendatangi perempuan dan orangmiskin yang terpilih sebagai responden dan ini bisa menjadi solusi atas tidak terlibatnyamereka dalam musrenbang.

Page 164: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

140 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Boks 5.2

Hasil CRC Sektor Kesehatan di Kabupaten Lebak1

Profil Responden

Responden proporsional, laki-laki 50% dan perempuan sebanyak 50% dengantotal responden sebanyak 400 orang. Usia Responden 33% berusia 17-30 tahun,34% berusia 31-40 tahun, 23% berusia 41-50 Tahun, 6% berusia 51-60 tahun, dansisanya 4% lebih dari 60 tahun.

Sebagaian besar responden atau 67% berpendidikan SD, 13% SLTP, dan 10 %SMA, Perguruan Tinggi hanya 2%, sedangkan yang tidak bersekolah atau tidaklulus SD sebanyak 8%.

Sebagian besar pekerjaan responden adalah petani (36%), 24% respondenwiraswasta, dan sisanya berprofesi sebagai guru, buruh, dan PNS.

Rata-rata pengeluaran perbulan responden, 34% memiliki pengeluaran rata-rata Rp 350.000-500.000, 33% Rp 500.000-1.000.000, dan 23% responden memilikipengeluaran berkisar Rp 100.000.-300.000.

CRC di sektor kesehatan dilakukan untuk beberapa jenis pelayanan, yaituPuskesmas, Bidan Desa, Mantri Keliling dan Pemberantasan Penyakit Menular.

Beberapa hasil penting dari CRC sektor kesehatan:

1. Bidan Desa masuk dalam lima besar pelayanan yang dianggap penting, beradadi rangking dua setelah pelayanan SD.

2. Pelayanan Puskesmas Keliling dan Mantri Keliling diapresiasi baik olehmasyarakat, 91 % responden menyatakan bahwa kedua layanan ini memudahkanmereka dalam mendapatkan layanan kesehatan.

3. Tarif pelayanan Puskesmas masih memberatkan warga, yang ditunjukkan 51%responden keberatan dengan tarif Puskesmas yang berlaku saat ini.

4. Cakupan pelayanan Bidan Desa mencapai 77%, 23% desa belum terlayani BidanDesa.

5. Tarif pelayanan Bidan Desa masih memberatkan warga. Hal ini terkait denganrendahnya penggunaan jasa bidan dalam menolong persalinan (hanya 19%)sementara 77% responden memakai jasa Paraji, dan 4% gabungan paraji danbidan. Temuan ini perlu menjadi perhatian terkait dengan upaya untukmenurunkan AKB dan AKI.

Temuan-temuan di atas memberikan informasi berharga yang dapat digunakandinas Kesehatan dalam menyusun kebijakan/program/kegiatannya. Beberapa tindaklanjut yang dapat dilakukan terkait dengan temuan diatas antara lain:

• Perlunya mempertahankan pelayanan Puskesmas Keliling dan Mantri Kelilingdan meningkatkan pelayanan, antara lain dengan meningkatkan frekuensikedatangan di tengah masyarakat. Puskesling dan Manling memang sesuaidengan lokasi geografis Lebak yang luas dan masih banyak daerah terisolir.Layanan ini juga sangat membantu kelompok perempuan dan miskin karenalayanan kesehatan mendekat ke mereka.

1 CRC ini diselenggarakan oleh PAKAR (Pusat Advokasi Anggaran Rakyat) dan PATTIRO sebagai bagian dari Program PBET (Participatory Budgeting danExpenditure Tracking) yang dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2008.

Page 165: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

141

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

• Perlu dipertimbangkan penurunan tarif Puskesmas karena banyaknya warga yangkeberatan dengan tarif saat ini

• Perlu dipertimbangkan stimulan agar warga memakai jasa bidan dalampersalinan, misalnya voucher persalinan gratis sehingga problem tarif bidanyang memberatkan teratasi.

Boks 5.3

Upaya Pemerintah Kota SurakartaMeningkatkan Partisipasi Perempuan

Salah satu contoh upaya yang telah dilakukan Pemkot Kota Surakarta adalahdengan diterbitkannya Peraturan Wali Kota Surakarta No 6 Tahun 2005 tentangPedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbangkel,Musrenbangcam, Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Musrenbangkot.Peraturan Wali Kota tersebut memuat ketentuan tentang kuota keterwakilanperempuan minimal 30% di setiap level. Pada tingkat musrenbangkel, kuotaberlaku untuk Panitia Pengarah, Panitia Penyelenggara, Peserta, dan Delegasi untukke Musrenbangcam, Tim Perencana Kegiatan Pembangunan, Tim Pelaksana KegiatanPembangunan, serta Tim Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pembangunan. Padatingkat musrenbangcam, kuota berlaku untuk Panitia Pengarah, PanitiaPenyelenggara, Peserta dan Delegasi Forum SKPD serta Delegasi ke Musrenbangkot.Sementara pada tingkat musrenbangkot, kuota berlaku untuk Panitia Pengarah,Panitia Penyelenggara, dan Peserta. Selain itu, peraturan tersebut jugamengakomodasikan perspektif gender sebagai Indikator DSP, khususnya dalampoin F, yaitu memperhatikan kebutuhan perempuan.

Langkah maju yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta hendaknya bisamenjadi inspirasi bagi daerah lainnya sebagai langkah konkret untuk memajukanperempuan.

Page 166: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

142 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Boks 5.4

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Perkembangan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Tahun 2003 Menteri Kesehatan mengeluarkan SK Menkes tentang StandarPelayanan Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Pada tahun 2005, pemerintahmengeluarkan PP No. 65 Tahun 2005 tentang Standar Pelayanan Minimal. Kondisiini menjadikan SPM Bidang Kesehatan perlu direvisi dan atas dasar inilah diterbitkanPeraturan Menteri Kesehatan No. 741/PER/MENKES/VII/2008 tentang StandarPelayanan Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Secara umum SPM yang dimuatdalam aturan terbaru ini lebih sederhana dan realistis sehingga diharapkan lebihmemotivasi Pemda untuk memenuhinya.

Substansi SPM dalam Permenkes No. 741 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

Tabel 5.3

Substansi SPM Kesehatan

No Jenis Pelayanan Standar Pelayanan Minimal

Indikator Kinerja Target 2010-2015

1 Pelayanan 1) Cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% pada 2015Kesehatan 2) Cakupan komplikasi kebidanan 80% pada 2015Dasar yang ditangani

3) Cakupan pertolongan persalinan 90% pada 2015oleh tenaga kesehatan yangmemiliki kompetensi kebidanan

4) Cakupan pelayanan nifas 90% pada 20155) Cakupan neonatus dengan kom- 80% pada 2010

plikasi yang ditangani6) Cakupan kunjungan bayi 90% pada 20107) Cakupan desa/kelurahan Universal 100% pada 2010

Child Immunization (UCI)8) Cakupan pelayanan balita 90% pada 20109) Cakupan pemberian makanan 100% pada 2010

pendamping ASI pada anak usia6-24 bulan keluarga miskin

10) Cakupan balita gizi buruk men- 100% pada 2010dapat perawatan

11) Cakupan penjaringan kesehatan 100% pada 2010siswa SD atau yang setingkat

12) Cakupan peserta KB aktif 70% pada 201013) Cakupan penemuan dan pena- 100% pada 2010

nganan penderita penyakit14) Cakupan pelayanan kesehatan 100% pada 2015

dasar masyarakat miskin

Page 167: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

143

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

2 Pelayanan 1) Cakupan rujukan pelayanan 100% pada 2015Kesehatan kesehatan pasien masyarakatRujukan miskin

2) Cakupan pelayanan gawat darurat 100% pada 2015level 1 yang harus diberikan saranakesehatan (RS) di kabupaten/kota

3 Penyelidikan Cakupan desa/kelurahan mengalami 100% pada 2015Epideologi dan KLB yang dilakukan penyelidikanPenanggulangan epidemiologi < 24 jamKejadian LuarBiasa (KLB)

4 Promosi Kesehatan Cakupan Desa Siaga Aktif 80 % pada 2015dan PemberdayaanMasyarakat

Jenis pelayanan yang disebutkan adalah pelayanan minimal yang wajibdisediakan oleh setiap kabupaten/kota. Selain jenis pelayanan di atas, kabupaten/kota wajib menyelenggarakan jenis pelayanan sesuai kebutuhan, karakteristik danpotensi daerah, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3, Permenkes No. 741Tahun 2008.

Page 168: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

144 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Lembar Bantu Belajar 5.1

Panduan Diskusi Kelompok

Fakta menunjukkan bahwa partisipasi kelompok perempuan dan kelompok miskinmasih minim di setiap tahapan, baik di tahapan perencanaan (musrenbang) maupunpenganggaran. Situasi ini menjadikan aspirasi dan kebutuhan mereka menjadi tidaktersuarakan dan berakibat pada minimnya akomodasi kebutuhan mereka di APBD.

Diskusikanlah strategi dan peluang yang dapat dilakukan, baik untuk meningkatkanpartisipasi kelompok miskin dan perempuan maupun untuk meningkatkan tingkatakomodasi aspirasi dan kebutuhan mereka dalam APBD.

Hasil diskusi kelompok disarikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.4

Hasil Diskusi Kelompok

Tahapan Strategi dan peluang untuk meningkat- Keterangankan partisipasi dan akomodasi kebu-tuhankelompok perempuan dan miskin

A. Penyusunan APBD

1. Perencanaan

2. Penganggaran

B. Pembahasan danPenetapan APBD

Page 169: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

145

Sesi 5 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD

Kendala-kendala PartisipasiPerempuan

Situasi

• Partisipasi kelompok perempuan dankelompok miskin minim di setiap tahapan

• Menjadikan aspirasi dan kebutuhanmereka tidak tersuarakan dengan baik

• Berakibat pada rendahnya tingkatakomodasi aspirasi dan kebutuhankelompok perempuan dan miskin diAPBD

Kendala-kendalaPartisipasi Perempuan

Inovasi Daerah untukmengatasi masalahperencanaan dan penganggaran

• Pagu indikatif kecamatan (Sumedang)• Kuota untuk kelompok

perempuan(Surakarta)• Musrenbang khusus perempuan (Timor

Tengah Selatan, NTT)• Pelatihan fasilitator Musrenbang

(Surakarta)• Forum Delegasi Musrenbang (Sumedang)

Kendala Internal• Rutinitas keluarga• Keterbatasan

ekonomi• Kemampuan

rendah• Kurang berani• Miskin informasi

Kendala Eksternal• Kepanitiaan tidak

respek kepadaperempuan

• Tidak adakesempatan bicara

• Tidak ada undangan• Representasi tidak

mewakili• Waktu pelaksanaan

malam hari

Bahan Presentasi 5.1

1 2

3 4

Page 170: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

146 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Page 171: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Analisis APBD

SESI 6

Page 172: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 173: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

147

Sesi 6 Analisis APBD

PengantarPemda memiliki tugas utama menyelenggarakan pelayanan publik untuk masyarakat.

Komitmen pemda memberikan pelayanan kepada masyarakat bisa dilihat dari besaranalokasi dana yang ada di APBD. Pasal 26, PP No. 58 Tahun 2005 tentang PengelolaanKeuangan Daerah menegaskan bahwa belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkankualitas hidup masyarakat dan merupakan upaya pemenuhan kewajiban pemdamenyediakan layanan dasar. Dengan demikian, jelas sudah bahwa muara dari setiap ru-piah yang dikeluarkan dari dana APBD adalah untuk kepentingan masyarakat.

Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, struktur APBD terdiri dari tiga komponenutama, yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. Sumber-sumberpendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (pajak daerah dan retribusi daerah),Dana Perimbangan (bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU, DAK), dan Lain-lain PADyang sah. Belanja Daerah terdiri dari Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.Sedangkan Pembiayaan Daerah terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan PengeluaranPembiayaan.

Dengan analisis APBD ini, akan diketahui bagaimana selama ini dana publik dibelanjakan,siapa yang mendapatkan alokasi terbesar dan apakah kewajiban pemerintah sudahtertunaikan dengan baik.

Analisis APBD

Renovasi rumah dinas Wali Kota 460 juta!!!

BANDINGKAN DENGAN:

Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarahdi seluruh kota hanya 36 juta!!!

Page 174: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

148 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tujuan:

• Peserta memahami struktur APBD, baik dari sisi penerimaan, pengeluaranmaupun pembiayaan.

• Peserta memahami profil APBD saat ini melalui analisis terhadap struktur APBD.• Peserta memiliki kemampuan menganalisis APBD secara umum.• Peserta memiliki kemampuan menganalisis APBD dengan menggunakan

perspektif gender.

Metode:

• Presentasi• Diskusi kelompok• Curah pendapat

Waktu:

240 menit

Alat dan Bahan:

• Kalkulator• Metaplan• Kertas plano• Spidol

Media:

• Lembar Bantu Belajar 6.1• Bahan Bacaan 6.1• Bahan Bacaan 6.2• Bahan Bacaan 6.3• Bahan Presentasi 6.1

Catatan untuk Fasilitator:

• Fasilitator hendaknya memastikan bahwa di setiap kelompok tersedia kalkulatoruntuk memudahkan proses penghitungan.

• Fasilitator mengupayakan data yang akan dianalisis dalam sesi ini adalah APBDkota/kabupaten di mana pelatihan dilaksanakan, sehingga peserta langsungmasuk pada kasus daerahnya sendiri.

• Fasilitator hendaknya mengarahkan peserta agar mampu menilai adil tidaknyapengalokasian anggaran dari perspektif gender. Selanjutnya, peserta menjaditergerak dan bersepakat untuk mengubah APBD menjadi lebih adil dan responsifgender.

Tahapan Proses:

Pembukaan (5 menit)• Fasilitator membuka sesi 6 dan menjelaskan secara singkat tujuan sesi ini.

Presentasi (30 menit)• Fasilitator meminta peserta menjelaskan apa yang mereka ketahui tentang struktur

APBD dan mencatat inti pendapat peserta.

• Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 6.1 yang berisi struktur APBD berdasarkan

Page 175: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

149

Sesi 6 Analisis APBD

Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan revisinya (Permendagri No. 59 Tahun 2007) danmemaparkan secara singkat isi bahan bacaan dengan menayangkan Bahan Presentasi6.1.

Diskusi Kelompok (120 menit)• Fasilitator menjelaskan bahwa dalam sesi ini, peserta akan diajak melakukan analisis

APBD kota X pada tahun Y.

• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok, kemudian membagikan LembarBantu Belajar 6.1 sebagai bahan diskusi dalam kerja kelompok.

• Setiap kelompok mendiskusikan Lembar Bantu Belajar 6.1 yang berisi data APBDkota X pada tahun Y.

• Waktu untuk berdiskusi 120 menit.

Curah Pendapat (50 menit)• Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya secara

bergiliran.

• Fasilitator kemudian mempersilakan peserta menambahkan analisis, kritik danrekomendasi untuk setiap kelompok yang presentasi.

• Fasilitator memberikan pendapat atas presentasi masing-masing kelompok untukmenegaskan beberapa hal: pentingnya memperhatikan akurasi penghitungan angka,pentingnya memperhatikan kesesuaian antara proses analisis data yang ada, dampentingnya fokus pada tujuan analisis.

Penutup (20 menit)• Fasilitator bersama peserta menyimpulkan hal-hal berikut ini:

- Sumber penerimaan APBD berasal dari uang rakyat, baik laki-laki maupunperempuan.

- Mengetahui siapa yang menikmati “kue” APBD terbanyak serta bagaimanapembagian alokasi anggaran di daerahnya.

- Adanya ketidakadilan dalam pembagian kue APBD di mana rakyat menjadipenerima manfaat yang paling kecil.

- Kebutuhan kelompok-kelompok rentan kurang terakomodasi (anak, remaja,lanjut usia, penyandang cacat, dan perempuan) yang dibuktikan dengansedikitnya alokasi anggaran untuk mereka.

- Beberapa penyebab munculnya ketidakadilan dalam alokasi anggaran.

- Hasil analisis merupakan bekal/amunisi advokasi anggaran responsif gender,sehingga penyajian hasil analisis harus sesuai dengan tujuan advokasi.

Page 176: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

150 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

No. Uraian Jumlah1 PENDAPATAN DAERAH1.1 Pendapatan Asli Daerah1.1.1 Pajak Daerah1.1.2 Retribusi Daerah1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan1.1.4 Lain-lain PAD yang sah1.2 Dana Perimbangan1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak1.2.2 Dana Alokasi Umum1.2.3 Dana Alokasi Khusus1.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah1.3.1 Hibah1.3.2 Dana Darurat1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya1.3.4 Dana Penyesuaian dan otonomi khusus1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

Jumlah Pendapatan2 BELANJA DAERAH2.1 Belanja Tidak Langsung2.1.1 Belanja Pegawai2.1.2 Belanja Bunga2.1.3 Belanja Subsidi2.1.4 Belanja Hibah2.1.5 Belanja Bantuan Sosial2.1.6 Belanja Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan

Pemerintahan Desa2.1.7 Belanja Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/

Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa2.1.8 Belanja Tidak Terduga2.2 Belanja Langsung2.2.1 Belanja pegawai2.2.2 Belanja barang dan jasa2.2.3 Belanja modal

Jumlah BelanjaSurplus/(Defisit)

3 PEMBIAYAAN DAERAH3.1 Penerimaan pembiayaan3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya (SILPA)3.1.2 Pencairan Dana Cadangan3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah3.1.5 Penerimaan kembali pemberian pinjaman3.1.6 Penerimaan piutang daerah

Jumlah Penerimaan Pembiayaan3.2 Pengeluaran Pembiayaan3.2.1 Pembentukan dana cadangan3.2.2 Penyertaan modal (investasi) daerah3.2.3 Pembayaran pokok utang3.2.4 Pemberian pinjaman daerah

Jumlah pengeluaran pembiayaanPembiayaan neto

3.3 Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SILPA)

Bahan Bacaan 6.1

Struktur APBD

Struktur APBD yang berlaku saat ini adalah struktur berdasarkan Permendagri No. 13Tahun 2006. Permendagri No. 59 Tahun 2007 yang merupakan revisi dari Permendagri No.13 Tahun 2006, tidak mengubah struktur APBD, hanya memberi tambahan penjelasanpada bagian-bagian dari struktur APBD yang akan dijelaskan dalam bahan bacaan ini.

A. Struktur APBD berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:

Tabel 6.1Struktur APBD dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006

Page 177: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

151

Sesi 6 Analisis APBD

B. Pokok-pokok Perubahan Permendagri No. 13 Tahun 2006

Permendagri No. 13 Tahun 2006 menuai banyak kritik dan protes dari daerah. Hal initidak terlepas dari kelemahan-kelemahan yang ada dalam Permendagri ini. KelemahanPermendagri N.o 13 Tahun 2006 diperbaiki pemerintah dengan diterbitkannyaPermendagri No. 59 Tahun 2007. Secara umum, tidak banyak perubahan dalamPermendagri No. 59 Tahun 2007. Pasal dan ayat perubahan berisi penjelasan-penjelasanatas ketentuan yang sebelumnya menimbulkan multitafsir atau kesan memperlonggar,misalnya ketentuan tentang kriteria tambahan penghasilan.

Tabel 6.2

Pokok-pokok Perubahan Permendagri No. 13 Tahun 2006

Aspek

Penghapusanketentuan tentangPrioritas dan PlafonAnggaran (PPA) danpenggabungantahapanpembahasan KUAdan PPAS

Penerimaan dariBLUD

Pendapatan dariangsuran/cicilanpenjualan

Penambahan duaurusan wajib, yaituKetahanan Pangandan Perpustakaan

Tambahanpenghasilan

Tambahanpenghasilan: kriteriadiperlonggar

Prasyarat BelanjaHibah Diperlonggar

Permendagri No. 13

PPA merupakan satudokumen yang disepakatiantara TAPD dan DPRD.Sebelum disepakati, PPAbernama PPAS. PembahasanKUA dan PPAS berlangsungserial

Belum diatur

Masuk di lain-lain PAD

Ada 26 urusan wajib

Mekanisme persetujuanDPRD tidak diatur

Ada 5 kriteria, yaitu:•Beban kerja• Tempat bertugas• Kondisi kerja• Kelangkaan profesi• Prestasi kerja

Harus memenuhi belanjauntuk urusan wajib terlebihdahulu

Permendagri No. 59

Tidak ada lagi PPA.Pembahasan KUA dan PPASberlangsung paralel

Masuk di lain-lain PAD

Dihapus

Ada 28 Urusan Wajib,termasuk Ketahanan Pangandan Perpustakaan

Persetujuan DPRD dilakukanpada saat pembahasan KUA

Tambah satu kriteria, yaitu:• lima kriteria yang ada di

Permendagri No. 13• Tambahan kriteria:

pertimbangan obyektiflainnya, misalnya dalamrangka peningkatankesejahteraan umumpegawai sepertipemberian uang makan

Tidak harus memenuhibelanja urusan wajib

Keterangan

Lihat pasal 1, angka33 dan pasal 87,Permendagri No. 59

Lihat pasal 26,Permendagri No. 59

Lihat Pasal 26Permendagri No. 59

Lihat pasal 32,Permendagri No. 59

Lihat pasal 39, ayat 1aPermendagri No. 59

Lihat Pasal 39 ayat 7aPermendagri No 59.Tambahan kriteria inimemperlonggarketentuan diPermendagri No. 13karena kriteria inilebih didasarkan padakemauan politik,bukan pertimbanganrasional

Lihat pasal 42,Permendagri No. 59:Ketentuan yangdiperlonggar danrawan penyimpangan

Page 178: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

152 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Belanja Sosial

Penyusunan KodeRekening

Format RKA SKPD

PenyebarluasanInformasi APBD

• Bantuan dalam bentukuang dianggarkan jikabelanja urusan wajib telahdipenuhi

• Penjelasan bahwa bantuandi berikan secara selektif,tidak terus-menerus/tidakberulang setiap tahunanggaran dan jelasperuntukanpenggunaannya

Kode rekening program dankegiatan mengacu padaLampiran A.VII PermendagriNo. 13 dan harus konsultasidengan Mendagri jikamenambah kegiatan diluaryang ada.

Format RKA SKPD mencakuppenerimaan, belanja danpembiayaan untuk setiapSKPD

Tidak ada

• Tidak harus memenuhibelanja urusan wajib

• Penjelasan bahwabantuan diberikan secaraselektif, tidak terus-menerus/tidak berulangsetiap tahun anggaran danjelas peruntukannyapenggunaannya lebihdiperjelas lagi dalam duaayat (2 dan 2a)

Pemda dapatmengembangkan programdan kegiatan beserta koderekeningnya berdasarkankebutuhan objektif, nyatadan sesuai dengankarakteristik daerah danLampiran A.VII PermendagriNo. 13masih bisa digunakan

Lebih sederhana, karenaFormat RKA SKPDmencakup penerimaan danbelanja SKPD sedangkanpembiayaan hanya berlakuuntuk SKPKD

Adanya ayat tambahantentang pemenuhan asastransparansi, yaitu pasal 116,ayat 4a, yang berbunyi:“Untuk memenuhi asastransparansi, kepala daerahwajib menginformasikansubstansi Perda APBDkepada masyarakat yangtelah diundangkan dalamLembaran Daerah

Lihat pasal 45,Permendagri No. 59.Ketentuan yangdiperlonggar danrawan penyimpangan

Lihat pasal 77,Permendagri No 59.Perbaikan ini tepatdilakukan agarkreativitas daerahdalam menyusunkegiatan tetap diberiruang

Lihat pasal 99,Permendagri No. 59

Lihat pasal 116,Permendagri No. 59

Page 179: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

153

Sesi 6 Analisis APBD

Boks 6.1Belanja Urusan Wajib dan Pilihan dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007

Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri atas belanja urusanwajib dan pilihan berdasarkan Permendagri No. 59 Tahun 2007.

Urusan wajib, mencakup:

a. pendidikan;b. kesehatan;c. pekerjaan umum;d. perumahan rakyat;e. penataan ruang;f. perencanaan pembangunan;g. perhubungan;h. lingkungan hidup;i. pertanahan;j. kependudukan dan catatan sipil;k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;m. sosial;n. ketenagakerjaan;o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;p. penanaman modal;q. kebudayaan;r. kepemudaan dan olah raga;s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian dan persandian;u. ketahanan pangan;v. pemberdayaan masyarakat dan desa;w. statistik;x. kearsipan;y. komunikasi dan informatika;danz. perpustakaan.

Urusan pilihan, mencakup:

a. pertanian;b. kehutanan;c. energi dan sumber daya mineral;d. pariwisata;e. kelautan dan perikanan;f. perdagangan;g. industri; danh. ketransmigrasian.

Keterangan: Permendagri No. 59 Tahun 2007 merupakan revisi terbatas atas Permendagri No. 13Tahun 2006. Terkait dengan klasifikasi urusan wajib, Permendagri No. 59 Tahun 2007menambahkan dua urusan, yaitu ketahanan pangan dan perpustakaan.

Page 180: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

154 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 6.2

Analisis APBD

A. Pengantar

Proses penyusunan RAPBD memiliki beberapa titik kritis, antara lain ketika memasukitahapan yang melibatkan DPRD dalam proses pengambilan keputusan. Tahapan yangdimaksud adalah pembahasan KUA dan PPAS dan pembahasan RAPBD. Pembahasan KUAdan PPAS dilakukan pada pertengahan Juni-Juli sedangkan pembahasan RAPBD dilakukanpada bulan Oktober-Desember. Di kedua tahapan ini, TAPD akan menyusun dokumen danakan memberikan penilaian dan saran konstruktif untuk menyempurnakan isi dokumensebelum disahkan, dalam proses pembahasan DPRD. Proses pemberian penilaian dansaran merupakan implementasi dari fungsi budgeting yang dimiliki DPRD. Optimalisasifungsi budgeting DPRD membutuhkan kemampuan analisis dari anggota DPRD. DPRDdapat bermitra dengan elemen masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan danrekomendasi. Dalam konteks inilah, baik DPRD maupun masyarakat sipil perlu memilikikemampuan analisis.

B. Pengertian Analisis

Analisis APBD adalah mencari makna di balik angka-angka yang terdapat pada dokumenAPBD. Makna yang diperoleh merupakan penggambaran sejauh mana APBD telahmelaksanakan fungsi utama yang dimilikinya, yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi.Jika fungsi tersebut belum dilaksanakan oleh APBD, maka hasil analisis bisa menggambar-kan kesenjangan antara fungsi yang seharusnya diemban APBD dengan praktik yang ada.Analisis APBD dilandaskan pada hakikat anggaran, yaitu anggaran adalah uang rakyat danharus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dari segala lapisan dankelompok. Untuk itu, ada dua konsep dasar yang digunakan ketika melakukan analisis,yaitu: Manajemen Belanja Publik (Public Expenditure Management) dan Anggaran BerbasisKinerja (Performance Based Budgeting).

Manajemen Belanja Publik

Suatu pendekatan baru dalam alokasi sumber daya publik secara responsif, ekonomis,efisien dan efektif.

Beberapa aspek yang yang harus diperhatikan dalam Manajemen Belanja Publik:

Efisiensi Alokasi

Efisiensi alokasi adalah salah satu elemen utama dalam Manajemen Belanja Publik, dimana: 1)pengeluaran harus didasarkan pada prioritas dan keberhasilan program, 2)sistem penganggaran harus mendorong realokasi dana dari program yang kurangmendapat prioritas pada program yang berprioritas tinggi, dan dari program yangkurang berhasil pada program yang lebih berhasil.

Efisiensi Operasional

Unit organisasi haruslah memproduksi barang dan jasa pada tingkat biaya (cost) yangmendorong tercapainya efisiensi dan pada tingkat biaya yang kompetitif dengan pasar.

Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan penyusunan anggaran yang didasarkanatas perencanaan kinerja. Di dalamnya terkandung program dan kegiatan yang akan

Page 181: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

155

Sesi 6 Analisis APBD

dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran.Anggaran berbasis kinerja fokus pada pemberian layanan. Jika anggaran tradisional hanyamelaporkan jumlah dana yang dialokasikan dan dibelanjakan, maka anggaran kinerjamelaporkan apa yang telah dilakukan dengan uang yang ada. Oleh karena itu, dalamukuran keberhasilan tidak ditentukan oleh habis/tidaknya anggaran melainkan ditentukanoleh tercapai/tidaknya indikator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan demikian, indikatorkinerja merupakan elemen utama yang perlu diperhatikan.

C. Tujuan Analisis

Jika merujuk pada konsep dasar dan aturan perundangan yang ada, tujuan analisisdiarahkan untuk:

1. Mengetahui kesesuaian antara KUA dan PPAS di dokumen penganggaran denganRKPD di dokumen perencanaan.

2. Mengetahui kesesuaian antara RAPBD dengan KUA dan PPAS.

3. Mengetahui kewajaran besaran alokasi anggaran.

Tujuan analisis pertama dan kedua terkait dengan konsep efisiensi alokasi (allocativeefficiency), sedangkan tujuan ketiga terkait dengan efisiensi operasional (operational effi-ciency).

D. Tipe Analisis

Dari sisi cakupan analisis yang dilakukan, ada dua tipe analisis, yaitu:

1. Analisis Umum, yaitu analisis yang bertujuan untuk melihat APBD secara keseluruhan.Analisis umum meliputi analisis terhadap penerimaan (pendapatan), analisis belanjaAPBD dan analisis pembiayaan.

2. Analisis khusus, yaitu analisis yang bertujuan untuk melihat bagian tertentu dariAPBD. Misalnya, analisis SKPD, analisis program, analisis pendapatan, analisis belanja,analisis pinjaman daerah.

Dari sisi isu, setidaknya ada dua jenis analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Analisis anggaran responsif gender, yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauhmana APBD telah mengakomodasi perspektif gender dalam program dan kegiatankarena program dan kegiatan yang didukung dengan alokasi anggaran yang memadaiseharusnya merupakan upaya untuk mengatasi kesenjangan gender dalam rangkamencapai keadilan dan kesetaraan gender.

2. Analisis anggaran pro poor, yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh manaAPBD telah memperhatian isu pemberantasan kemiskinan. Pada dasarnya dua isu inimerupakan cross cutting issues, artinya apa pun analisis yang dilakukan, kedua tipeanalisis ini ikut di dalamnya. Misalnya, analisis umum harus menyertakan analisisanggaran pro poor dan responsif gender. Begitu juga jika yang dilakukan adalah analisisprogram/kegiatan dan analisis pinjaman daerah. Dalam analisis tadi, maka analisisanggaran pro poor dan responsif gender harus dilakukan untuk melihat sejauh manadampak pinjaman daerah selama ini kepada kelompok miskin dan kelompok rentan,baik laki-laki maupun perempuan, menguntungkan ataukah malah merugikan. Padakenyataannya, kedua jenis analisis ini bisa digabung menjadi analisis anggaran yangpro poor dan responsif gender karena terdapat irisan yang cukup besar antara keduanyaterkait dengan fenomena kemiskinan berwajah perempuan sebagaimana yang telahdibahas di sesi 2.

Page 182: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

156 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Secara umum, ada dua jenis analisis, yaitu analisis umum dan analisis khusus. Analisisumum untuk melihat bagaimana melihat kinerja APBD secara keseluruhan. Analisis umumuntuk melihat penerimaan (pendapatan) dan belanja APBD secara keseluruhan. Sedangkananalisis khusus untuk melihat anggaran suatu sektor, program/kegiatan dan perspektifgendernya.

E. Langkah-langkah Analisis

Langkah pertama: menentukan tujuan analisis

Analisis APBD merupakan sarana untuk melakukan advokasi dengan memberikaninformasi kepada para aktor utama yang berperan dalam siklus APBD. Oleh karena itu,analisis yang dilakukan sangat tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, terutama dalamhal menentukan informasi apa yang akan disajikan, meringkas informasi yang bergunabagi kepentingan advokasi agar pemerintah mau mengubah prioritas dalam bentukmenambah anggaran untuk kegiatan yang sudah ada, mengurangi kegiatan yang tidakprioritas, menganggarkan kegiatan baru yang sebelumnya tidak ada, atau menghentikankegiatan yang sedang dilakukan jika tidak rasional. Ikhtisar informasi sesuai dengan tujuanadvokasi penting dilakukan karena sering kali banyak temuan yang dapat disajikan dalamlaporan hasil analisis. Menyajikan semua temuan adalah hal yang tidak realistis dilakukankarena akan berakibat pada situasi ‘overload information’ dan bisa membingungkanpembaca. Selain itu penyajian temuan yang terlalu banyak bisa berakibat rekomendasitidak fokus sehingga sulit untuk dikawal tindak lanjutnya.

Langkah kedua: mengumpulkan aturan perundangan

Berikut ini daftar peraturan perundangan yang terkait dengan APBD:

1. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dariKorupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

4. UU. No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung JawabKeuangan Negara.

5. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

6. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

7. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah.

8. UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundangan.

9. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BadanLayanan Umum.

10.Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

11.Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.

12.Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

13.Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.

14.Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah.

15.Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan danPenerapan Standar Pelayanan Minimal.

16.Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan KinerjaInstansi Pemerintah.

Page 183: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

157

Sesi 6 Analisis APBD

17.Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas PeraturanPemerintah No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan KeuanganPimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

18.Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

19.Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerin-tahanAntara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan DaerahKabupaten/Kota.

20.Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi PerangkatDaerah.

21.Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah, dan perubahannya menjadi Permendagri No. 59 Tahun 2007tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.

Langkah ketiga: mengumpulkan dokumen APBD

Pengumpulan dokumen APBD merupakan satu tahapan kritis yang menentukan sukses/tidaknya proses analisis, karena tanpa dokumen, analisis tidak bisa dilakukan. Padapraktiknya, masyarakat sipil masih mengalami kesulitan dalam mengakses dokumen APBD.Padahal dilihat dari sisi aturan perundangan, UU No. 14 Tahun 2008 tentang KeterbukaanMemperoleh Informasi Publik, menjamin setiap warga negara untuk mengakses dokumenbadan publik, termasuk APBD. Jika pemda tidak memberikan dokumen yang diminta,maka masyarakat bisa mengadukan hal tersebut ke Komisi Informasi yang dibentuk ditingkat pusat dan provinsi. Jika kesulitan masih dihadapi, kombinasi strategi antaramengajukan permintaan secara formal dan informal perlu dilakukan agar dokumen APBDsudah tersedia pada saat dibutuhkan.

Berikut dokumen-dokumen yang diperlukan untuk analisis:

Tabel 6.3

Dokumen APBD untuk Analisis

No Jenis dokumen Sumber Dokumen

1 RAPBD/APBD/APBD Perubahan Bapeda, DPRD, BPKD

2 RPJPD dan RPJMD Bapeda

3 RKPD dan KUA Bapeda

4 Renstra SKPD SKPD

5 Renja SKPD SKPD

6 PPAS Bapeda/BPKD

7 RKA-SKPD SKPD

8 SHB (standar harga barang) Bapeda/BPKD

9 Hasil Musrenbang Bapeda/Kecamatan

10 Laporan hasil Pemeriksaan BPK BPK

12 Laporan Hasil Pemeriksaan Bawasda Bawasda

13 Perda terkait APBD Bagian Hukum, Sekretariat Dewan

Page 184: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

158 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Langkah keempat: melakukan analisis

Setelah dokumen APBD berhasil didapatkan, langkah selanjutnya adalah melakukananalisis. Modal awal yang harus dimiliki adalah jangan takut dengan angka. Dalam dokumenAPBD terdapat angka-angka yang nominalnya cukup besar, dari ratusan juta sampai dengantriliunan rupiah. Tidak perlu keder dengan angka-angka tersebut karena dalammenganalisis APBD, angka-angka tersebut akan diperlakukan sederhana, yaitu dijumlahkan,dikurangi, dibagi, dikali atau dibuat persentasenya.

Analisis APBD adalah metode untuk menilai APBD dengan mengaitkan antara isi APBD,fungsi yang dimiliki dengan realita yang terjadi. Analisis APBD berlandaskan pada hakikatanggaran, yaitu anggaran adalah uang rakyat dan harus dipergunakan sebesar-besarnyauntuk kemakmuran rakyat dari segala lapisan dan kelompok. APBD berisi sederetan angka-angka nominal, maka ketika menganalisis APBD, kita akan berkutat dengan angka-angkatersebut.

Analisis dilakukan sebelum RAPBD disahkan menjadi APBD. Hasil analisis akan digunakansebagai dasar penyusunan rekomendasi atas rancangan dokumen yang akan disampaikankepada pemerintah daerah dan DPRD, agar APBD yang disahkan mengakomodasi masukandari kalangan masyarakat sipil.

Langkah kelima: menyusun laporan hasil analisis

Laporan hasil analisis disusun setelah proses analisis selesai dilakukan. Penyusunanlaporan hasil analisis perlu mempertimbangkan siapa target dari pembaca laporan, karenamasing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda.

Langkah keenam: mendiseminasikan laporan hasil analisis

Laporan hasil analisis yang telah selesai disusun kemudian didiseminasikan kepadaberbagai pihak, baik pemerintah daerah, DPRD, media maupun masyarakat luas.Penyebarluasan hasil analisis merupakan bagian dari advokasi APBD.

Page 185: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

159

Sesi 6 Analisis APBD

1 Mendahulukan Si Miskin: Buku Sumber bagi Anggaran Pro Rakyat, Prakarsa, 2008.2 Data Inflasi Indonesia 2005-2008. Tingkat inflasi di tahun 2005 tinggi terkait dengan kenaikan harga BBM sebanyak dua kali dalam setahun.

Boks 6.2Penyesuaian Anggaran terhadap Inflasi

A. Mengenal Inflasi

Sepuluh tahun yang lalu, uang Rp 100.000 dapat digunakan untuk membelilima unit barang dengan harga per unit Rp 20.000. Namun, saat ini uang yang samahanya mampu untuk membeli barang yang sama sebanyak tiga unit saja. Hal inidikarenakan harga yang cenderung terus meningkat atau yang disebut dengan istilahinflasi. Dalam definisi inflasi tercakup tiga aspek penting, yaitu:

1. Adanya “kecenderungan” harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkinsaja tingkat harga yang terjadi/aktual pada waktu tertentu turun atau naikdibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderunganyang meningkat.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung “terus-menerus” atau tidak terjadi padasuatu waktu saja, yakni akibat adanya kenaikan harga bahan bakar minyak padaawal tahun misalnya.

3. Mencakup pengertian “tingkat harga umum”, yang berarti tingkat harga yangmeningkat bukan hanya pada satu waktu atau beberapa komoditi saja.

Inflasi mengakibatkan daya beli uang dengan nominal tertentu akan semakinmenurun seiring waktu. Dengan demikian, nilai uang dapat dibedakan menjadidua, yaitu nilai nominal dan nilai riil. Nilai nominal adalah besaran nilai uang tertentuyang belum dikaitkan dengan nilai inflasi (belum dikaitkan dengan daya beli). Dalamcontoh di atas, nilai nominal adalah Rp 100.000. Sedangkan nilai riil adalah besarannilai uang tertentu yang telah dikaitkan dengan nilai inflasi, sehingga nilai riil akanlebih kecil daripada nilai nominal. Rumus untuk menghitung nilai riil adalah sebagaiberikut1:

Nilai Riil = Nilai Nominal

Deflator

Sedangkan rumus deflator tahun tertentu adalah sebagai berikut:

Deflator tahun ini = (Deflator tahun lalu) x (1 + tingkat inflasi tahun ini)

Contoh2:

2006 2007 2008

Tingkat Inflasi 6,60% 6,59% 9,40%

Deflator 1 1,066 1,166

Keterangan: tahun 2006 dijadikan tahun dasar

Deflator tahun 2007 = 1 x (1+0,0659) = 1 x 1,0659 = 1,066 (dibulatkan)

Deflator tahun 2008 = 1, 066 x (1+0,094) = 1, 066 x 1,094 = 1,166

Berikut contoh:

Page 186: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

160 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

URAIAN APBD 2007 RAPBD 2008 RAPBD 2008 SELISIH % (Nominal) (Riil)

BELANJA 381.137.228.106 362.870.749.775 311.209.905.467 (69.927.322.639) -19%DAERAH

BELANJA TI- 125.693.295.968 164.866.621.000 141.395.043.739 15.701.747.771 10%DAK LANGSUNG

Belanja Pegawai 114.458.413.168 146.557.146.000 125.692.234.991 11.233.821.823 8%

Belanja Bunga 5.589.682.800 8.003.300.000 6.863.893.654 1.274.210.854 16%

Belanja Hibah - 4.180.375.000 3.585.227.273 3.585.227.273 86%

Belanja Bantuan 5.295.200.000 5.775.800.000 4.953.516.295 (341.683.705) -6%Sosial

Belanja Tidak 350.000.000 350.000.000 300.171.527 (49.828.473) -14%Terduga

BELANJA 255.443.932.138 198.004.128.775 169.814.861.728 (85.629.070.410) -43%LANGSUNG

Belanja Pegawai 25.838.182.120 20.005.317.434 17.157.219.069 (8.680.963.051) -43%

Belanja Barang 65.781.538.175 58.907.982.036 50.521.425.417 (15.260.112.758) -26%dan Jasa

Belanja Modal 163.824.211.843 119.090.829.305 102.136.217.243 (61.687.994.600) -52%

Dari contoh ini terlihat bahwa penurunan belanja langsung lebih besar jika sudahdisesuaikan dengan tingkat inflasi, yaitu sebesar 43%. Sementara jika menggunakanangka nominal, penurunan hanya sebesar 29%3.

B. Inflasi dan Anggaran Daerah

Inflasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya beli. Oleh karenaitu, nilai yang tercantum di APBD perlu disesuaikan dengan inflasi untuk mengetahuiapakah kenaikan anggaran sudah memadai. Beberapa hal yang perlu diperhatikandalam melakukan analisis APBD yang telah disesuaikan dengan nilai inflasi adalahsebagai berikut:

1. Jika ingin mempertahankan pelayanan sama seperti tahun lalu, maka kenaikananggaran minimal sama dengan tingkat inflasi.

2. Jika anggaran tahun ini turun dibandingkan tahun lalu, maka tingkat pelayananakan menurun (kecuali jika ada informasi bahwa penurunan anggaran tersebutmemiliki dasar argumentasi yang jelas, misalnya karena ada satu proyek besaryang dianggarkan di tahun lalu sudah selesai pengerjaannya).

3. Jika anggaran tahun ini naik, namun kenaikannya tidak signifikan, maka tingkatpelayanan akan menurun karena terjadi penurunan daya beli (denganperkecualian seperti no. 2).

Menyesuaikan nilai di APBD dengan tingkat inflasi akan meningkatkan akurasianalisis dan terhindar dari misinterpretasi atas angka-angka yang ada. Jika inginmempertahankan pelayanan yang sama, maka anggaran perlu disesuaikan dengantingkat inflasi. Untuk menghitungnya, ada dua data yang dibutuhkan, yaitu IndeksHarga Konsumen (IHP) dan nilai anggaran yang akan dibandingkan. IHP adalah angkayang menunjukkan perbandingan harga dalam dua waktu yang berbeda. ContohIndeks Harga Konsumen adalah sebagai berikut:

3 Angka 29% diperoleh dari (198.004.128.775 - 255.443.932.138) / 255.443.932.138 X 100%.

Page 187: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

161

Sesi 6 Analisis APBD

Tabel 6.4Contoh Indeks Harga Konsumen

1998 88,4

1999 91,6

2000 97.8

2001 101,4

2002 106,2

2003 112,7

Contoh penghitungan:

Tahun Anggaran Pendidikan Indeks Harga Konsumen

1998 Rp 37,4 miliar 88,4

2003 ??? 112,7

Berapa nilai anggaran di tahun 2003 yang setara dengan anggaran tahun 1998sebesar Rp 37,4 miliar?

Anggaran 2003 = 112,7/88,4 x Rp 37,4 miliar = Rp 47,7 miliar

Kesimpulan: Untuk mempertahankan pelayanan, anggaran yang dibutuhkan ditahun 2003 sebesar Rp 47,7 miliar. Jika nilai yang tercantum dalam dokumen APBDkurang dari Rp 47,7 miliar, maka bisa diprediksi bahwa pelayanan sektor pendidikanakan menurun karena tidak didukung dengan anggaran yang memadai.

Praktik di Indonesia, justru banyak pos anggaran yang nilainya turun dibandingkandengan nilai tahun lalu. Jika sudah disesuaikan dengan tingkat inflasi, tingkatpenurunannya tentu lebih besar dan situasi ini tentu saja sangat memprihatinkanjika yang turun adalah alokasi untuk program/kegiatan yang penting untukmasyarakat. Contoh dapat dilihat dari Data RAPBD 2008 Kota Parepare berikut ini:

Tahun Anggaran Pendidikan Indeks Harga Konsumen

2007 29.001.328.650 147,4

2008 ??? 158,3

Agar pelayanan dapat dipertahankan, maka semestinya nilai anggaran tahun2008 adalah:

Anggaran 2008 = 158,3/147,4 x Rp 29.001.328.650 = Rp 31.145.931.651.

Setelah di cek ke dokumen RAPBD, ternyata angka yang tercantum hanya Rp 22.165.531.650. Dari sini terlihat bahwa alokasi anggaran pendidikan mengalamikekurangan sebesar Rp 8.980.400.001 (Rp 31.145.931.651 - Rp 22. 165.531.650),sementara jika menggunakan angka nomimal, kekurangan alokasi anggaran hanyaRp 6.835.797.000.

Page 188: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

162 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 6.3

Analisis Anggaran Responsif Gender

Analisis anggaran responsif gender adalah analisis yang dilakukan untuk melihat sejauhmana komitmen pemerintah dalam mendukung upaya terwujudnya kesetaraan gender.Hal ini penting dilakukan terkait dengan fungsi anggaran sebagai sarana untuk mencapaikesejahteraan dan kesetaraan gender.

Ada empat kerangka kerja fungsional yang digunakan oleh prakarsa anggaran responsifgender1 di berbagai negara:

1. Lima langkah anggaran responsif gender

2. Pernyataan belanja responsif gender dari anggaran lembaga atau sektoral

3. Analisis gender dari empat dimensi anggaran

4. Analisis Uji Cepat Anggaran Responsif Gender (UC ARG)2

A. Lima Langkah Anggaran Responsif Gender

Alat analisis ini merupakan salah satu alat analisis yang populer, digunakan untukmenguji sejauh mana program/kegiatan sektoral sudah responsif gender. Analisis dilakukanpada tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.

Berikut lima langkah analisis anggaran responsif gender:

1. Uraikan masalah untuk perempuan dan laki-laki, dewasa dan anak-anak, dan sub-kelompok lain, dalam sektor tertentu.

2. Periksa apakah ada kebijakan/program untuk merespons isu gender yangdigambarkan di langkah pertama.

3. Periksa apakah ada anggaran memadai yang dialokasikan untuk menjalankankebijakan/program responsif gender yang ada di langkah kedua.

4. Periksa apakah pembelanjaan sesuai seperti rencana, secara finansial dan fisik.

5. Periksa dampak kebijakan dan pembelanjaan, lalu nilai apakah sudah mendukungkomitmen keadilan gender dan menyelesaikan masalah.

B. Pernyataan Belanja Responsif Gender dari Anggaran Lembaga atau Sektoral

Alat analisis ini banyak digunakan dalam proses teknokratis penyusunan rinci kegiatan.Alat analisis ini merupakan operasionalisasi dari langkah kedua dan ketiga dari total limalangkah anggaran responsif gender. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagaiberikut:

1. Identifikasi pengeluaran, apakah pembelanjaan 1) khusus ditargetkan keperempuan atau laki-laki, dewasa atau anak-anak di masyarakat, atau 2)pembelanjaan untuk ‘kesempatan kerja yang setara’ pada pegawainya yangdirancang untuk mengubah profil gender dan keterampilan angkatan kerja publik

1 Sharp, Ronda,Budgeting for Equity,UNIFEM 2003, page 54.2 Alat analisis ini dikembangkan oleh tim penyusun modul.

Page 189: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

163

Sesi 6 Analisis APBD

atau 3) pembelanjaan umum atau gender yang membuat barang dan jasa tersediadi masyarakat (output) dan perlu dinilai dampak gendernya (outcome).

2. Lakukan analisis gender untuk menilai dampak gender dari berbagai kategoripembelanjaan.

3. Kembangkan pernyataan anggaran dengan menggunakan analisis gender yangtelah dilakukan pada langkah kedua, yang memuat:

a. Tujuan kegiatan/program anggaran.

b. Sumber daya yang dialokasikan dan terealiasasi tahun lalu dan yangdirencanakan untuk tahun depan.

c. Isu gender.

d. Dampak gender, termasuk ukuran dan indikator output dan outcome.

e. Rencana perubahan di tahun mendatang akibat hasil penilaian dan indikatorkinerja

Prinsip dasar yang digunakan alat ini adalah semua kegiatan bisa diresponsifgenderkan,sehingga target yang ingin dicapai bahwa semua program/kegiatan responsif gender100%. Masing-masing kategori dianalisis dan kemudian disusun rekomendasi agar kegiatanyang belum responsif gender menjadi responsif gender, yang tercermin dalam pernyataantujuan, output dan outcome. Secara khusus alat analisis ini akan dibahas secara detail dalamsesi 7 dari modul ini.

C. Analisis Gender dari Empat Dimensi Anggaran

Alat analisis ini digunakan untuk menilai realisasi dan dampak gender dari suatuprogram/sektor. Alat analisis ini merupakan operasionalisasi dari langkah keempat dankelima dari lima langkah anggaran responsif gender. Langkah yang dilakukan adalahmemilih menteri atau program, dan selama siklus anggaran memeriksa rencana danrealisasi dari: input finansial, kegiatan yang didanai, output yang disampaikan, dandampaknya pada kesejahteraan manusia.

D. Uji Cepat Anggaran Responsif Gender (UC ARG)

Alat analisis ini muncul karena ada kebutuhan untuk mengembangkan satu analisissederhana terkait dengan APBD responsif gender sesuai dengan konteks Indonesia.Kebutuhan ini muncul berdasarkan situasi lapangan di mana pihak terkait seringmenanyakan apa yang dimaksud dengan anggaran responsif gender. Jika dikaitkan denganempat tahapan yang ada dalam siklus APBD (penyusunan, pembahasan dan penetapan,pelaksanaan dan pertanggungjawaban), tiga alat analisis yang sudah dijelaskan di atasmerupakan alat yang dapat digunakan dalam tahap penyusunan, pelaksanaan danpertanggungjawaban. Sementara itu, belum ada alat analisis yang dapat digunakan dalamtahap pembahasan dan penetapan APBD. Kriteria sederhana anggaran responsif genderdibutuhkan untuk mengatasi kekosongan ini, untuk menguji draf RAPBD yang diserahkanoleh TAPD kepada DPRD dan pada saat evaluasi APBD Kota/Kabupaten oleh Tim EvaluatorProvinsi.

Kriteria umum anggaran responsif gender disusun berdasarkan target-target dalamMDGs dan CEDAW yang mencakup empat kriteria utama, yaitu: 1) memprioritaskan

Page 190: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

164 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

pembangunan manusia, 2) memprioritaskan upaya-upaya untuk mengurangi kesenjangangender antara laki-laki dan perempuan, 3) memprioritaskan upaya penyediaan pelayananpublik yang berkualitas bagi masyarakat, dan 4) memprioritaskan upaya-upaya untukmeningkatkan daya beli masyarakat. Empat kriteria ini kemudian diturunkan menjadi daftarpertanyaan.

Tabel 6.4

Daftar Pertanyaan Uji Cepat Anggaran Responsif Gender (UC ARG)

No Daftar Pertanyaan Ya Tidak Keterangan

Kriteria 1: Memprioritaskan pembangunan manusia

1 Apakah alokasi untuk sektor pendidikan mencapai20%?

2 Apakah alokasi untuk sektor kesehatan mencapai5%?

3 Apakah ada kegiatan untuk mengatasi tingginyaAngka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)? Apakahanggarannya memadai?

4 Apakah ada kegiatan untuk mengatasi tingginyaAngka Kematian Bayi (AKB)? Apakah anggarannyamemadai?

5 Apakah ada kegiatan untuk mengatasi kasus giziburuk)? Apakah anggarannya memadai?

6 Apakah ada kegiatan untuk mengatasi penyakitmenular (malaria, HIV, TBC, dst)? Apakahanggarannya memadai?

7 Apakah ada kegiatan untuk untuk meningkatkanangka partisipasi sekolah, baik laki-laki maupunperempuan, terutama untuk jenjang pendidikan SMPke atas? Apakah anggarannya memadai?

Kriteria Kedua: Memprioritaskan upaya-upaya untuk mengurangi kesenjangan genderantara laki-laki dan perempuan

8 Apakah ada kegiatan untuk meningkatkan tingkatpartisipasi siswa perempuan di setiap jenjangpendidikan? Apakah anggarannya memadai?

9 Apakah ada kegiatan untuk meningkatkan partisipasipolitik perempuan? Apakah anggarannya memadai?

10 Apakah ada kegiatan untuk peningkatan kapasitaspegawai perempuan di pemerintahan? Apakahanggarannya memadai?

11 Apakah ada kegiatan untuk meningkatkan TPAK(Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) perempuan?Apakah anggarannya memadai?

Page 191: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

165

Sesi 6 Analisis APBD

Kriteria Ketiga: Memprioritaskan upaya-upaya penyediaan pelayanan publik yangberkualitas bagi masyarakat

12 Apakah ada alokasi yang memadai untuk Puskesmas,Posyandu dan rumah sakit?

13 Apakah ada kegiatan untuk penyediaan air bersih?Apakah anggarannya memadai?

14 Apakah ada alokasi yang memadai untuk institusisekolah?

Kriteria Keempat: Memprioritaskan upaya-upaya untuk meningkatkan daya belimasyarakat

15 Apakah ada kegiatan untuk bantuan modal keluargamiskin, dengan memperhatikan secara khususperempuan kepala keluarga? Apakah anggarannyamemadai?

16 Apakah ada anggaran yang memadai untukpembinaan ekonomi rakyat?

Keterangan:

1. Daftar pertanyaan UC ARG dibuat sesederhana mungkin dengan mengambilhal-hal yang paling pokok dari MDGs dan CEDAW yang berkontribusi padapencapaian IPM dan IPG.

2. Ukuran memadai atau tidaknya suatu alokasi dapat dikomparasikan dengankebutuhan berdasarkan data maupun komparasi dengan anggaran kota/kabupaten tetangga.

Page 192: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

166 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Contoh Hasil Analisis RAPBD Perubahan Tahun Anggaran 2008 KabupatenTasikmalaya

A. PendahuluanAnggaran publik adalah instrumen penting untuk mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan rakyat. Dalam anggaran publiklah, prioritas kebijakan dan pengalokasiansumber daya akan tertampung. Dengan menganalisis anggaran, bisa diketahui sejauhmana prioritas kebijakan dan pengalokasian sumber daya telah sesuai dengan tujuanmewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Idealnya, APBD harus berpihak kepadamasyarakat miskin (pro poor) dan dapat mengatasi ketimpangan gender. KeberpihakanAPBD menunjukkan sejauh mana pemerintah daerah menunjukkan komitmennya untukmensejahterakan masyarakat.

Untuk melihat sejauh mana komitmen pemerintah Kabupaten Tasikmalaya terhadapupaya mensejahterakan masyarakatnya, PATTIRO bersama FORPAT melakukan kajian cepatterhadap RAPBD Perubahan 2008. Hasil dari kajian ini diharapkan menjadi rekomendasibagi eksekutif maupun legislatif pada saat pembahasan, dalam kerangka terwujudnyaanggaran yang responsif gender dan pro poor.

B. Hasil Analisis RAPBD Perubahan 2008

1. Analisis Umum

a. Analisis Pendapatan

Pendapatan daerah Kabupaten Tasikmalaya yang terbesar bersumber dari danaperimbangan, yaitu dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 789.565.360.000atau 78,70%. Sementara, sumber pendapatan dari Pendapatan Asli Daerah(PAD)hanya sebesar Rp 37.695.483.605 atau 3,26%. Penyumbang PAD terbesarberumber dari Retribusi yang di dalamnya termasuk retribusi kesehatan sebesarRp 9.723.428.978 atau 30,35%. Perbandingan Pendapatan Daerah dapat dilihatdalam tabel berikut ini:

Tabel 6.5Pendapatan Daerah Kabupaten Tasikmalaya di RAPBD 2008

Sumber Pendapatan Jumlah %

PAD 37.695.483.605 3,76

DAU 789.565.360.000 78,70

DAK 67.305.000.000 6,71

Lain-lain pendapatan yang sah 54.323.927.795 5,41

Total Pendapatan 1.003.283.707.167

Page 193: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

167

Sesi 6 Analisis APBD

Grafik 6.1

Pendapatan Daerah Kabupaten Tasikmalaya di RAPBD 2008

PAD Kabupaten Tasikmalaya ke depan bisa dinaikkan targetnya karena pertimbanganpotensi dan populasi pajak yang ada, seperti keberadaan hotel, papan iklan dan pertanian.Jadi sangat memungkinkan bagi Kabupaten Tasikmalaya meningkatkan target PAD-nyasetiap tahun lebih besar lagi dibanding saat ini.

b. Analisis Belanja

Belanja tidak langsung mencapai 69,11% atau Rp 801.958.407.108 dari totalbelanja langsung sebesar Rp 1.160.446.090.727. Sedangkan, belanja langsunghanya dialokasikan Rp 358.487.683.618 atau 30,89%. Dengan demikian, anggarandi RAPBD Perubahan 2008 masih banyak dialokasikan untuk penerima manfaataparat pemerintah. Perbandingan belanja tidak langsung dan belanja langsungdapat dilihat pada gambar berikut:

Grafik 6.2

Perbandingan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung

Page 194: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

168 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Selanjutnya, penelusuran dan analisis masih harus dilakukan untuk mengetahuimengapa belanja tidak langsung lebih besar dibanding belanja langsung. Misalnya,menelusuri data jumlah pegawai PNS dan TKK di Kabupaten Tasikmalaya.

c. Analisis Pembiayaan

Dalam RAPBD Perubahan 2008 Kabupaten Tasikmalaya, penerimaan pembiayaanhanya bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Tahun Lalu (SILPA) sebesar Rp182.391.575.310. Ini berati serapan belanja pada tahun lalu masih belum optimal.Adapun pengeluaran pembiayaan diperuntukkan:

1. Pembentukan dana cadangan sebesar Rp 2.500.000.000.

2. Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah sebesar Rp 10.000.000.000.

3. Pembayaran pokok utang sebesar Rp 12. 729.191.750.

4. Pembiayaan neto (defisit belanja) sebesar Rp 157.162.383.560.

Adanya pembayaran pokok utang yang mencapai Rp12,7 miliar, masih perlupenelusuran lebih lanjut.

2. Analisis Khusus Per Sektor

a. Perbandingan Alokasi Antarsektor

Dari 27 urusan pemerintahan atau SKPD yang ada, terdapat 5 SKPD yangmendapatkan alokasi lebih besar dibandingkan dengan SKPD yang lainnya. KelimaSKPD tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 6.6

Lima SKPD Terbesar Penerima Alokasi APBD 2008

No. Nama SKPD Sebelum Setelah Kenaikan % dariPerubahan(Rp) Perubahan (Rp) (%) Total Belanja

1 Dinas Pendidikan 381.558.969.200 482.628.840.250 26,49 41,59

2 Dinas Kesehatan 46.703.790.300 54.532.826.800 16,75 4,70

3 Dinas Pekerjaan 62.310.383.200 86.956.292.275 39,55 7,49Umum

4 Dinas Permukiman 31.194.575.200 59.832.537.000 91,80 5,16Tata Ruang dan LH

5 Sekretariat Daerah 357.341.944.910 269.726.856.112 (24,52) 23,24

Page 195: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

169

Sesi 6 Analisis APBD

Grafik 6.3

Lima SKPD Terbesar Penerima Alokasi APBD 2008

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dinas Pendidikan menempati peringkatpertama (41,59%), peringkat kedua Sekretariat Daerah (23,24%), peringkat ketiga DPU(7,49%), peringkat keempat dinas Permukiman Tata Ruang dan LH (5,16%), dan peringkatkelima dinas Kesehatan (4,7%).

Alokasi untuk dinas Kesehatan sebesar Rp 54.532.826.800, terdiri dari komposisi BelanjaTidak Langsung sebesar Rp 35.246.130.700 atau 64,63% yang seluruhnya diperuntukkanuntuk belanja pegawai. Sedangkan Belanja Langsung sebesar Rp 19.277.696.100 atau35,35 %.

Berikut gambar perbandingan belanja pada dinas Kesehatan:

Grafik 6.4

Page 196: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

170 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

b. Program/Kegiatan Responsif Gender pada sektor Dinas Kesehatan

Berikut ini beberapa program responsif gender di dinas Kesehatan:

Tabel 6.7

Program Responsif Gender di Dinas Kesehatan

No Nama Program/Kegiatan JumlahAnggaran (Rp)

1 Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan 2.073.585.000

2 Peningkatan Kesehatan Masyarakat 4.800.000

3 Peningkatan pelayanan dan Penanggulangan 70.000.000Masalah Kesehatan

4 Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah 10.000.000

5 Pemberian Tambahan Makanan dan Vitamin 379.360.000

6 Pemberdayaan Masyarakat untuk Pencapaian 86.022.00Keluarga Sadar Gizi

7 Pelayanan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit 166.000.000Menular

8 Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin 83.000.0009 Pembinaan dan Pengembangan Posbindu 10.720.000

c. Potensi Pemborosan

Beberapa temuan hasil analisis, ditemukan di beberapa mata anggaran yangdiindikasikan melebihi kebutuhan, sehingga jika dibiarkan akan berpotensimenimbulkan pemborosan. Berikut hasil temuan yang diindikasikan sebagaipemborosan:

Tabel 6.8

Temuan Indikasi Pemborosan RAPBD Perubahan 2008

No Program/Kegiatan Jumlah PosAnggaran (Rp) Anggaran

1 Rapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah 1.000.000.000 Sekda

2 Program peningkatan pelayanan 5.000.000.000 Sekdakedinasan kepala daerah/wakil

a Dialog/audiensi dengan tokoh masyarakat/pimpinan/ 350.000.000 Sekdaanggota organisasi sosial dan kemasyarakatan

b Penerima kunjungan kerja pejabat negara/departemen/ 400.000.000 Sekdalembaga pemerintah non-departemen/luar negeri

c Rapat koordinasi unsur Muspida 370.000.000 Sekda

d Rapat koordinasi pejabat pemerintahan daerah 200.000.000 Sekda

e Kunjungan kerja/inspeksi kepala daerah/wakil Sekdakepala daerah

f Koordinasi dengan pemerintah pusat dan dengan 2.186.340.000 Sekdapemerintah lainnya

g Menghadiri rapat dan undangan di luar daerah 633.840.000 Sekda

h FGD 439.320.000 Sekda

Page 197: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

171

Sesi 6 Analisis APBD

d. Ketimpangan Anggaran

Dalam RAPBD Perubahan 2008, terdapat beberapa ketimpangan alokasi anggaranantara penerima manfaat masyarakat dengan aparat. Berikut beberapa contohketimpangan:

Tabel 6.9

Ketimpangan Alokasi untuk Penerima Manfaat Aparat dan Masyarakat

Penerima Manfaat Aparat Penerima Manfaat MasyarakatSKPD Nama Kegiatan Jumlah (Rp) SKPD Nama Kegiatan Jumlah(Rp)

Sekretariat Kunjungan kerja/ 420.000.000 Dinkes Pembinaan dan 10.720.000Daerah inspeksi bupati/wakil pengembangan

Posbindu

Sekretariat Koordinasi dengan 2.186.340.000 Dinkes Pelayanan kesehatan 83.000.000Daerah pemerintah pusat dan penduduk miskin

pemerintah lainnya

Sekretariat Rapat-rapat koordinasi 1.000.000.000 Dinkes Peningkatan kesehatan 4.800.000Daerah dan konsultasi ke masyarakat

luar daerah

Dari tabel di atas dapat dilihat program peningkatan kesehatan masyarakat hanyadialokasikan sebesar Rp 4.800.000. Dengan jumlah yang sangat kecil ini, kita patutmempertanyakan seperti apa bentuk programnya dan output apa yang ingindicapai dari kegiatan ini. Begitu pula dengan kegiatan pelayanan kesehatanpenduduk miskin, berapa masyarakat miskin yang akan mendapatkan pelayanankesehatan di 29 kecamatan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, dengan alokasianggaran Rp 83 juta.

e. Program/Kegiatan yang Belum Mengarah pada Penyelesaian Persoalan

Dalam RAPBD 2008, ditemukan beberapa kegiatan yang belum mengarah padapenyelesaian persoalan yang terjadi di masyarakat. Misalnya untuk penanganantindak kekerasan terhadap perempuan (KDRT), kegiatan yang dilakukan barusosialisasi sistem pencatatan dan pelaporan KDRT dianggarkan sebesar Rp 50 juta.Padahal berdasarkan data PUSPITA Puan Amal Hayati Cipasung dalam LaporanKegiatan Meeting to Discuss First of Draft KDA tahun 2007, kerja sama BPS denganUNFPA, KDRT pada tahun 2007 berjumlah 36 kasus. Jumlah ini mengalami kenaikandari tahun 2006 yang mencatat 31 kasus. Semestinya dengan banyaknya kasustindak kekerasan terhadap perempuan, kegiatan lebih mengarah padapenyelesaian persoalan, seperti penyediaan shelter dan pendampingan bagikorban.

Berikut beberapa kegiatan yang belum mengarah pada penyelesaian persoalanyang terjadi di masyarakat:

Page 198: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

172 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 6.10

Program dan Kegiatan Terkait Gender

No Nama Program/Kegiatan Jumah Anggaran Pos Anggaran(Rp) (Rp)

1 Program keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan

Pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan 50.000.000 Sekdakesetaraan gender, pemberdayaan perempuandan perlindungan anak

2 Program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan

Sosialisasi sistem pencatatan dan pelaporan KDRT 26.000.000 Sekda

3 Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak

Pendataan sasaran KIA 106.080.000 Dinkes

Monitoring, evaluasi, dan pelaporan 19.080.000 Dinkes

3. Perbandingan Anggaran Dinas Kesehatan dalam PPAS dengan RAPBDDengan membandingkan antara dokumen Plafon dan Anggaran Sementara(PPAS)

dengan RAPBD, kita dapat mengetahui mana saja program/kegiatan responsif gender danyang berpihak kepada masyarakat yang diusulkan dinas Kesehatan yang, tapi tidakdiakomodir dalam RAPBD. Berikut tabelnya:

Tabel 6.11

Usulan Program Responsif Gender Dinas Kesehatan

Nama Kegiatan Jumlah (Rp)

Pengembangan desa siaga 50.000.000

KMS Balita 48.000.000

Pencegahan dan pemberantasan malaria 11.000.000

Pencegahan dan pemberantasan filaria 40.000.000

Pencegahan penyakit (imunisasi) 25.000.000

Pencegahan dan pemberantasan HIV 50.000.000

Surveilans epidemologi penyakit 25.000.000

Penyelenggaraan operasi katarak 100.000.000

Rehabilitasi berat/sedang Pustu 750.000.000

Pelatihan kegawatdaruratan bagi perawat 60.000.000

Pelatihan PHN tentang asuhan keperawatan 28.000.000

Transtor petugas pelayanan asuhan kesehatan gigi 12.000.000

Pelayanan kesehatan masyarakat miskin di luar tanggungan Depkes 750.000.000

Kemitraan bidan dan paraji 100.000.000

Semua program/kegiatan yang ada dalam PPAS dan tidak masuk dalam RAPBDPerubahan 2008 merupakan program/kegiatan yang berpihak kepada masyarakat.Hilangnya program/kegiatan tadi tidak terlepas dari persoalan klasik, yaitu keterbatasananggaran. Keterbatasan anggaran sebetulnya dapat disiasati dengan memilih prioritaspembangunan yang lebih berpihak kepada publik.

Page 199: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

173

Sesi 6 Analisis APBD

Seperti kegiatan Kemitraan bidan dan paraji di dinas Kesehatan yang diusulkan dalamPPAS Perubahan 2008, sebetulnya tidak musti hilang kalau Pemda Kabupaten Tasikmalayamemprioritaskan kegiatan-kegiatan yang berpihak kepada perempuan dan masyarakatmiskin. Alternatifnya adalah mengurangi jumlah anggaran untuk kegiatan Koordinasikepala daerah dan wakilnya dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnyayang dianggarkan sangat besar mencapai Rp 2,186 miliar. Dengan anggaran sebesar itu,berarti bupati dan wakilnya per bulan mengahabiskan dana sebesar Rp 182 juta hanyauntuk koordinasi dan konsultasi. Selain itu, dianggarkan juga Rp 1 miliar untuk kegiatanRapat-rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah pada pos yang sama di Sekda.Bandingkan dengan kegiatan Peningkatan kesehatan masyarakat yang hanya dianggarkansebesar Rp 4,8 juta. Padahal penerima manfaatnya masyarakat.

Selain itu, agar kegiatan-kegiatan prioritas di atas tidak hilang dalam RAPBD Perubahan2008, pemda juga dapat mengurangi Pembelian kendaraan dinas yang dianggarakansebesar Rp 2,5 miliar. Selain itu, setiap tahun selalu dianggarkan pembelian kendaraandinas ini.

Jika pemerintah Kabupaten Tasikmalaya berkomitmen untuk mencapai tujuan 8prioritas pembangunan yang tertuang dalam KUA dan PPAS, ketimpangan alokasi anggarandi atas tidak harus terjadi. Pemerintah harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaankeuangan daerah yang ada dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006, di mana salah satuprinsipnya adalah bermanfaat bagi masyarakat.

4. Analisis Anggaran Responsif Gender Sektor KesehatanAnalisis dilakukan dengan 4 langkah, yaitu:

1. Analisis situasi berdasarkan data terpilah.

2. Identifikasi permasalahan gender dan faktor penyebab.

3. Menganalisis kebijakan yang telah ada.

4. Menyusun rekomendasi.

Langkah 1: melakukan analisis situasi berdasarkan data terpilah

1. Angka Harapan Hidup (AHH)

Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6.12Angka Harapan Hidup Kabupaten Tasikmalaya

Tahun Angka Harapan Hidup

2004 66,72

2005 67,05

2006 67,45

AHH ini sangat terkait dengan Angka Kematian Ibu (AKI) saat ibu bersalin. Berikut situasipersalinan dan persentase kematian ibu melahirkan antara tahun 2000 – 2005:

Page 200: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

174 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 6.13

Persentase Kematian Ibu Melahirkan Periode 2000-2005

Variabel Tahun2000 2001 2002 2003 2004 2005

Bulin Nakes 32.257 33.830 23.779 28.858 24.329 24.270

% Bulin Nakes terhadap 63,76% 66,87% 62,76 % 64,21% 74,59% 48,2%Total Bulin

% Bulin Paraji terhadap 36,24% 33,13% 37,24% 35,79% 25,41% 51,8%Total Bulin

Kematian Ibu Bersalin 66 41 47 42 32 30

Sumber : Bidang Binkesmas Dinkes Tasikmlaya.

Sementara persentase penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di KabupatenTasikmalaya tahun 2007 adalah 33,82%. Ini berarti persalinan oleh paraji/dukun masihlebih tinggi. (Sumber: dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dalam laporan kegiatanmeeting to discuss first of draf KDA Kabupaten Tasikmalaya tahun 2007). Fakta lainnyamenunjukkan, sebaran tenaga kesehatan terutama bidan desa belum merata. Bahkan disatu kecamatan, ada jumlah bidan melebihi jumlah desa yang ada.

Untuk mendekatkan akses masyarakat dengan pelayanan kesehatan, seyogyanyapemerintah membuat kebijakan menempatkan bidan-bidan desa, terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit menjangkau Puskesmas. Penempatan bidan-bidan di desajuga perlu diimbangi dengan adanya kebijakan pemberian insentif yang lebih tinggi bagibidan-bidan desa agar kesejahteraan mereka lebih terjamin, sehingga mereka tidakmemasang tarif persalinan yang mahal bagi masyarakat miskin.

2. Tingkat Kematian Bayi

Secara umum, tingkat kematian bayi cenderung menurun lambat, sehingga AKBKabupaten Tasikmalaya masih di AKB angka Jawa Barat. Penyebab AKB di KabupatenTasikmalaya tahun 2005:

1. BBLR 72( 29,02%),

2. Cacat Bawaan 63 (22,83%),

3. Infeksi 54 (19, 56%),

4. Aspiksia 38 (13,77%),

5. Aspirasi 31 ( 11,23%),

6. Meningitis 10 ( 3,62%),

7. Diare 4 ( 1,45%),

8. Kecelakaan 3 (1,09%), dan

9. KP 1 (0,36%).

Total AKB : 276 bayi.

(Sumber data : Renstra dinas Kesehatan 2006 – 2010)

Adapun penyebab AKB di Tasikmalaya pada 2007 adalah BBLR 76 orang, Aspiksia 39orang, ISPA/Pneumonia 28 orang, aspirasi 22 orang, TN 1 orang, lain-lain 62 orang, sehinggatotal AKB: 228 bayi (Sumber data: dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dalam laporan

Page 201: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

175

Sesi 6 Analisis APBD

kegiatan meeting to discuss first of draft KDA Kabupaten Tasikmalaya tahun 2007).

3. Kasus Gizi Buruk

Jumlah gizi buruk di Kabupaten Tasikmlaya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6.14

Gizi Buruk di Kabupaten Tasikmalaya

Tahun Balita Gizi Kurang Balita Gizi Buruk

2006* 11,19% 0,44%

2007** *** 0,78%

Keterangan tabel :

*: Sumber data: Profil Kesehatan tahun 2006

** : Sumber data: dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dalam laporan kegiatan meeting todiscuss first of draf KDA Kabupaten Tasikmalaya 2007.

***: tidak tercantum

Jika dilihat dari tabel di atas, jumlah gizi buruk mengalami kenaikan pada tahun 2007 menjadi0,78%.

Kesimpulan dari data-data di atas sebagai berikut:

• AHH masih rendah, padahal AHH merupakan salah satu komponen IPM. MeningkatkanAHH berarti menurunkan AKB.

• Persentase penolong persalinan yang masih rendah oleh tenaga kesehatan, yakni 33,82%.

• Penyebab AKB terbesar adalah BBLR.

• Kasus gizi buruk meningkat dari 0,44% menjadi 0,78.

• Kasus gizi kurang yang juga harus mendapat pengawasan, karena apabila tidakditangani akan menjadi kasus balita gizi buruk.

Langkah 2: mengidentifikasi permasalahan gender dan faktor penyebabnya

Jika dilihat dari kebutuhan, permasalahan kesehatan tadi merupakan kebutuhan praktisgender yang merujuk pada kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar diperlukan oleh perempuandan laki-laki. Tetapi, karena perempuan sering ditempatkan pada posisi untuk merawatkeluarga, mereka akan lebih diuntungkan ketika kebutuhan dasarnya terpenuhi. Persoalandi atas menunjukkan bahwa kebutuhan dasar perempuan belum optimal terpenuhi. Tentusaja permasalahan kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti yang terdapatdalam tabel di bawah ini:

Page 202: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

176 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 6.15

Penyebab Permasalahan Kesehatan

Faktor Penyebab Tingginya AKI, AKB dan Gizi Buruk

Faktor lingkungan Faktor ekonomi Faktor budaya Faktor kebijakan

Kesadaran masyarakat Masih rendahnya daya beli Perempuan ketika akan Belum ada kebijakantentang kesehatan masih masyarakat. Mata penca- melahirkan harus me- komprehensif yangrendah. Lingkungan belum harian masyarakat adalah nunggu keputusan dilakukan peme-mendukung terciptanya bertani dan sebagian bu- suami dulu, belum bisa rintah untuk me-hidup sehat melalui ma- ruh. Rendahnya daya beli menentukan kepu- nangani masalahkanan bergizi. Ibu hamil masyarakat ini mengaki- tusannya sendiri akan ini.dan balita banyak yang batkan mereka tidak melahirkan di mana.mengalami gizi buruk. mampu memenuhi kebu-

tuhan gizi mereka dananak-anak.

Langkah 3: menganalisis kebijakan yang ada

Untuk mengatasi masalah AKI dan AKB, pemerintah Kabupaten Tasikmalaya belummelakukan kebijakan yang komprehensif. Perda yang mengatur hal ini, baru akan digagasoleh Tim Ad Hoc KIBBLA. Selain itu, kebijakan melalui program/kegiatan-kegiatan yangada, belum didukung anggaran yang memadai. Berikut program/kegiatan yang ada dalamAPBD 2008 menyangkut permasalahan penyelesaian AKI dan AKB yang diakibatkan olehgizi buruk:

Tabel 6.16

Program Terkait AKI dan AKB

No Nama Kegiatan Anggaran (Rp) Keterangan

1 Pemberian tambahan 44.640.000 Minimnya alokasi anggaran (belum memadai)makanan dan vitamin untuk pemberian makanan tambahan bagi

Bumil dan Balita. Ada kesepakatan untukmelakukan advokasi peningkatan alokasianggaran kegiatan ini.

2 Pemberdayaan masyarakat 86.022.000 Belum dapat diketahui bentuk/metodeuntuk pencapaian keluarga kegiatan ininya.sadar gizi

3 Peningkatan kesehatan 4.800.000 Jumlah anggaran ini sangat tidak masuk akalmasyarakat untuk sebuah kegiatan. Output apa yang ingin

dicapai dengan kegiatan yang hanya didanaianggaran Rp 4,8 juta ?

Langkah 4: menyusun rekomendasi

Dari permasalahan dan kebijakan di atas, berikut rekomendasi yang diusulkan:a. Dalam meningkatkan AHH melalui penurunan AKI dan AKB, penanggulangan gizi

buruk merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan persoalan. Oleh karenanya,dari kegiatan yang sudah ada yaitu Pemberian Tambahan Makanan dan Vitamin,anggaran yang dialokasikan pun harus memadai. Saat ini, dalam APBD 2008, alokasianggaran untuk mengatasi persoalan tadi senilai Rp 44.640.000. Berapa alokasi yangdibutuhkan untuk penanganan gizi buruk bagi balita dan ibu hamil, berikut adalahhasil analisis biaya yang dibuat oleh FORPAT :

Page 203: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

177

Sesi 6 Analisis APBD

Kasus gizi buruk di kab. Tasikmalaya sebanyak 646 (data Dinkes 2006) khusus untukbalita saja. Perhitungan JPS untuk PMT balita gizi buruk adalah: 5.000,-/balita/hari/bulan (selama 3 bulan), maka Dana untuk PM: 646x5.000x30x3 = Rp 290.700.000.

Alokasi dalam APBD= Rp 44.640.000, maka dana yang perlu ditambahkan adalahsebesar = Rp 246.060.000.

b. Untuk menambahkan jumlah anggaran tadi, maka ada beberapa anggaran yang dapatdirealokasi, mengingat jumlah anggaran tersebut sangat besar dan penerimamanfaatnya adalah pejabat. Pemerintah dapat melakukan penghematan anggarandari pos alokasi di bawah ini:

Tabel 6.17

Pos Anggaran yang Dapat Dihemat dan Menjadi Sumber Realokasi Anggaran

No Nama Kegiatan Anggaran SKPD Keterangan

1 Rapat-rapat koordinasi 1.000.000.000 Sekda Setiap bulan pejabat (Sekda)dan konsultasi ke luar menghabiskan dana Rp 83 juta hanya untukdaerah koordinasi. Begitu pula dengan bupati/

wakilnya, setiap bulan menghabiskan danasebesar Rp 182 juta untuk konsultasi dankoordinasi. Bahkan untuk menghadiri rapatdan undangan dari pusat dan provinsi pun,masih harus dianggarakan. Alokasi ini bisadihemat sekecil mungkin, mengingatmaksud dan tujuan ketiga kegiatan ini sama.

2 Koordinasi dengan 2.186.340.000 Sekdapemerintah pusat dandengan pemerintahlainnya

3 Menghadiri rapat dan 633.840.000 Sekdaundangan di luar da-erah (pusat/provinsi)

4 Pengadaan kendaraan 2.500.000.000 Sekda Anggaran ini bisa dihemat, berdasarkandinas kebutuhan jumlah kendaraan yang akan

dibeli, karena setiap tahunnya pasti adaalokasi untuk pembelian kendaraan dinas.

c. Program persalinan gratis bagi ibu hamil sangat penting untuk menurunkan AKI dalamupaya pencapaian MDGs. Usulan program ini kaarena kematian ibu hamil biasanyadialami kalangan kurang mampu.

d. Untuk mencapai visi dan misi serta tujuan prioritas pembangunan, pemda hendaknyadapat menyusun rencana anggaran berdasarkan kebutuhan dan prioritas pembangunan.

C. Rekomendasi UmumDari beberapa temuan di atas, berikut beberapa rekomendasi:

1. Program yang responsif gender harus didukung dengan alokasi anggaran yangmemadai.

2. Dalam menyusun program/kegiatan perlu adanya prioritisasi program/kegiatanberdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat.

3. Meminimalisasi anggaran yang penerima manfaatnya bukan publik.

4. Alokasi anggaran harus memperhatikan asas pengelolaan keuangan daerah, yaitubermanfaat bagi masyarakat berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006.

Page 204: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

178 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Analisis APBD

Analisis APBD

• Merupakan metode untuk menilai APBD,yaitu menilai kaitan antara isi APBD, fungsiAPBD dan realita di masyarakat

• Landasan analisis APBD adalah hakikatanggaran sebagai uang rakyat yang harusdigunakan sebesar-besarnya untukkemakmuran rakyat

Tahapan Analisis APBD

1. Menentukan tujuan analisis2. Mengumpulkan aturan perundangan yang relevan3. Mengumpulkan dokumen APBD4. Melakukan analisis5. Menyusun laporan hasil analisis6. Mendiseminasikan laporan hasil analisis

Tipe Analisis

• Analisis Umum: melihat kinerja APBDsecara keseluruhan, baik dari sisipenerimaan, belanja maupun pembiayaan

• Analisis Khusus: analisis terhadap suatusektor/program/kegiatan

• Analisis Cross-cutting issues: analisisanggaran pro poor dan responsif gender

Bahan Presentasi 6.1

1 2

3 4

Page 205: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

179

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

PengantarSalah satu bentuk nyata dari reformasi pengelolaan keuangan negara adalah

diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menerapkan sistemAnggaran Berbasis Kinerja (ABK), menggantikan anggaran tradisional. Sistem ABK menuntutpenyusunan anggaran lebih transparan dan akuntabel dalam rangka mewujudkan tatapemerintahan yang baik.

Pemberlakuan sistem ABK juga telah menciptakan momentum bagi implementasipengarusutamaan gender dalam program-program pembangunan. Pengarusutamaangender sangat penting dilakukan dalam kegiatan penyusunan Rencana Kerja dan AnggaranSatuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD). Langkah ini mutlak dilakukan sebagai upayanyata mewujudkan anggaran responsif gender. Dokumen RKA SKPD merupakan dokumenyang berisi rincian suatu program/ kegiatan yang dilengkapi dengan anggaran.

Anggaran Berbasis Kinerjayang Responsif Gender

Page 206: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

180 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tujuan:

• Peserta memahami mengenai prinsip Anggaran Berbasis Kinerja.• Peserta memiliki kemampuan mengintegrasikan perspektif gender dalam

setiap program/kegiatan SKPD.• Peserta memiliki kemampuan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD

(RKA SKPD) responsif gender.

Metode:

• Curah pendapat• Diskusi kelompok• Presentasi

Waktu:

150 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media:

• RKA SKPD dari beberapa dinas• Lembar Bantu Belajar 7.1• Bahan Bacaan 7.1• Bahan Bacaan 7.2• Bahan Presentasi 7.1• Bahan Presentasi 7.2

Catatan untuk Fasilitator:

• Akan lebih baik jika RKA SKPD yang dianalisis berasal dari kabupaten/kotamasing-masing peserta. Dokumen RKA SKPD yang ada dalam modul ini hanyadigunakan sebagai cadangan.

• Sesi 7 merupakan sesi kunci pelatihan. Di sesi ini peserta akan diajakmemahami bagaimana strategi PUG diturunkan secara operasional dalamprogram/kegiatan SKPD dan anggarannya, sehingga responsif gender.

• Fasilitator hendaknya mendampingi proses diskusi kelompok secara intensifkarena pada saat inilah perdebatan tentang program/kegiatan yang responsifgender terjadi.

• Fasilitator harus memastikan bahwa setelah mengikuti sesi 7, peserta memilikiketerampilan menyusun RKA SKPD responsif gender.

Tahapan Proses

Pembukaan (10 menit)• Fasilitator membuka sesi 7 dan menjelaskan tujuan sesi secara singkat.

• Fasilitator me-review hasil diskusi di sesi 4 tentang materi menyusun materi programresponsif gender.

Page 207: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

181

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Presentasi (25 menit)• Fasilitator mempresentasikan Bahan Presentasi 7.1 secara singkat. Versi lengkap bahan

presentasi, yaitu Bahan Bacaan 7.1 dibagikan kepada peserta.

• Fasilitator meminta tanggapan singkat peserta atas isi presentasi dan kemudianmengajak peserta melakukan diskusi kelompok.

Diskusi Kelompok (45 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi empat kelompok dan membagikan Lembar

Bantu Belajar 7.1 dan Bahan Bacaan 7.2.

• Fasilitator menjelaskan aturan main diskusi kelompok yang terdapat di Lembar BantuBelajar 7.1 dan menginformasikan Bahan Bacaan 7.2 menjadi pedoman untukmengerjakan tugas kelompok.

• Waktu yang disediakan untuk diskusi kelompok 45 menit.

Curah Pendapat (45 menit)• Fasilitator mempersilakan kelompok 1 dan 2 untuk mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya dan meminta kelompok 3 dan 4 untuk menanggapi.

• Fasilitator mencatat inti presentasi kelompok 1 dan 2 dan tanggapan peserta sertamenyampaikan review secara singkat.

• Fasilitator mempersilakan kelompok 3 dan 4 mempresentasikan hasil diskusikelompoknya dan meminta kelompok 1 dan 2 untuk menanggapi.

• Fasilitator mencatat inti presentasi kelompok 3 dan 4 dan tanggapan peserta sertamenyampaikan review secara singkat.

Presentasi (15 menit)• Untuk memperdalam pemahaman peserta, fasilitator menayangkan Bahan Presentasi

7.2 dan menjelaskan isinya secara singkat.

• Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusimaupun isi presentasi seputar penyusunan RKA SKPD responsif gender.

Penutup (10 menit)• Fasilitator bersama peserta menyimpulkan sesi ini, yaitu:

- Penyusunan RKA responsif gender merupakan satu tuntutan mutlak dalam upayamewujudkan anggaran responsif gender.

- RKA SKPD responsif gender yang telah dibuat perlu dikawal dalamimplementasinya untuk memastikan bahwa program atau kegiatan berjalansesuai dengan rencana.

- Kesulitan menyusun RKA SKPD responsif gender muncul karena adanyaketerbatasan format 2.2.1 dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007. Kesulitan inidapat diatasi dengan membuat dokumen pendukung dalam bentuk ToR Kegiatan.

Page 208: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

182 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 7.1

Anggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender

A. Urgensi Anggaran Berbasis Kinerja

UU No. 17 Tahun 2003 merupakan peraturan yang menandai perubahan sistemanggaran dari anggaran tradisional ke anggaran berbasis kinerja (performance based bud-geting). UU No. 17 ini kemudian diturunkan dalam peraturan di bawahnya, yaitu PP No. 58Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri No. 13 Tahun2006 dan revisinya, yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah.

Perubahan anggaran tradisional menjadi anggaran berbasis kinerja dilakukan karenabeberapa alasan, antara lain:

1. Lebih berorientasi pada masukan (input) daripada keluaran (output)

Kinerja dinilai dari tingkat penyerapan penggunaan dana, bukan dari tingkat efisiensidan efektivitas penggunaan dana. Kelemahan ini mengakibatkan adanya ‘fenomenamenghabiskan anggaran’ menjelang berakhirnya tahun anggaran. Hal ini dilakukanagar unit kerja dipandang memiliki kinerja yang baik karena telah menyerap (baca:menghabiskan) seluruh anggaran yang tersedia.

2. Menggunakan pendekatan inkremental

Penentuan jumlah anggaran tahun ini ditentukan dengan cara menaikkan sebesarn% dari total anggaran tahun lalu. Namun penentuan persentase kenaikan ini tidakjelas dasarnya. Yang penting, anggaran tahun ini harus lebih besar daripada anggarantahun sebelumnya.

3. Terputusnya hubungan antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan

Acuan penyusunan anggaran pada era Orde Baru adalah Repelita yang sifatnya nasionalsehingga isinya sangat umum sebagai konsekuensi dari sistem sentralisasi. Akibatnyatidak tersedia ruang yang cukup bagi pemerintah daerah untuk mengembangkankreativitas dalam rangka mengatasi permasalahan yang khas di daerahnya masing-masing.

Kelemahan-kelemahan dalam anggaran tradisional dapat diatasi oleh anggaran kinerjayang berorientasi pada capaian kinerja yang dihasilkan sebagai wujud akuntabilitaspemakaian sumber daya (APBD).

B. Elemen-elemen Utama Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atasperencanaan kinerja. ABK terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sertaindikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran. Anggaran berbasis kinerjafokus pada pemberian layanan. Jika anggaran tradisional hanya melaporkan jumlah danayang dialokasikan dan dibelanjakan, maka anggaran kinerja melaporkan apa yang telahdilakukan dengan uang yang ada. Oleh karena itu, dalam ukuran keberhasilan tidakditentukan oleh habis/tidaknya anggaran melainkan ditentukan oleh tercapai/tidaknyaindikator kinerja yang telah ditetapkan. Dengan demikian, indikator kinerja merupakanelemen utama yang perlu diperhatikan.

Page 209: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

183

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Secara umum, ada tiga indikator kinerja yang biasa digunakan, yaitu input (masukan),output (keluaran) dan outcome (hasil) dan ada tiga kriteria yang biasa digunakan untukmenilainya, yaitu ekonomis, efisien dan efektif. Model anggaran berbasis kinerja dapatdilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 7.1

Model Anggaran Berbasis Kinerja

Tujuan Input Output Outcomekebijakan

Ekonomis Efisien Efektif

Masukan (Input)

Segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran, berisi tingkat ataubesarnya sumber daya ekonomi, seperti: dana, SDM, material, waktu dan teknologi.

Keluaran (Output)

Barang dan jasa yang dihasilkan, baik direncanakan maupun tidak untuk disampaikanke publik, seperti murid terdidik, pasien terobati, tempat penitipan anak, serta datafinansial dan riset. Produksi atau penyampaian output adalah usaha inti badan pemerintahdan fokus kegiatan para pegawai pemerintah. Output adalah tahap antara tujuan yangdimiliki pemerintah dan outcome yang dicapai.

Tolok ukur kinerja dikembangkan dengan menggunakan berbagai klasifikasi output.Empat klasifikasi yang sering digunakan adalah1:

a. Kuantitas (jumlah), mengacu pada volume layanan.

b. Kualitas, mengacu pada standar palayanan.

c. Ketepatan waktu, mengacu pada waktu tanggapan.

d. Ongkos/biaya, mengacu pada biaya untuk menghasilkan output.

Contoh output: perencanaan dan kebijakan ekonomi

Tabel 7.1

Contoh Output Perencanaan dan Kebijakan Ekonomi

Dimensi Deskripsi

Kuantitas Jumlah paper analisis, lokakarya, training dan konsultasidengan para pihak terkait isu makro ekonomi

Kualitas Kedalaman analisis, penggunaan data dan teknik terbaik yangada dan penyertaan konsultasi dengan para pihak

Ketepatan waktu Waktu penyelesaian publikasi

Ongkos/biaya Biaya total dan rata-rata per unit

1 Sharp, Ronda,Budgeting for Equity,UNIFEM,2003, page 32.

Page 210: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

184 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Output relatif mudah untuk diukur karena dua alasan.2Pertama, output terjadi di tahunanggaran bersangkutan sehingga pemerintah dapat segera melaporkan setelah tahunanggaran berakhir. Kedua, masing-masing output dapat dikaitkan langsung dengankegiatan tertentu.

Hasil (Outcome)

Dampak yang terjadi dan direncanakan, hasil akhir atau akibat yang dirasakanmasyarakat dari kegiatan pemerintah. Misalnya tingkat kemiskinan berkurang, angka butahuruf turun, angka harapan hidup naik, partisipasi ekonomi meningkat, pendapatan naik,polusi berkurang, keamanan nasional meningkat. Fokus outcome adalah perubahan danakibat yang timbul dari dampak yang diharapkan oleh input dan output pemerintah. Jenisindikator outcome dapat berupa:

a. Jumlah, mengacu pada cakupan yang ingin dicapai oleh pelayanan atau kebijakanpemerintah.

b. Kualitas, mengacu pada kesesuaian kebijakan atau layanan dengan tujuannya.c. Akses dan keadilan, mengacu perwakilan berbagai kelompok dan dasar

ketepatan waktu dan biaya untuk berbagai kelompok yang dilayani oleh akses.d. Kelayakan, kelayakan mengacu pada sebaik apa penyampaian layanan langsung

memenuhi kebutuhan klien.

Outcome lebih sulit untuk diukur karena dua alasan. Pertama, outcome seringmembutuhkan waktu lebih lama untuk mencapainya atau tidak dapat diukur dalam satutahun anggaran. Kedua, outcome sering tidak dapat dihubungkan secara langsung dengansatu program/kegiatan. Tidak semua outcome di bawah kendali satu departemen ataupemerintahan. Tingkat kemiskinan misalnya, mencerminkan pengaruh pasar danmasyarakat. Bukan sekedar akibat kegiatan pemerintah. Output dan outcome penganggaranberorientasi kinerja juga dipengaruhi oleh faktor luar. Oleh karena itu, dalam praktiknya,negara-negara lebih mengandalkan indikator output daripada outcome

Input, output dan outcome harus dapat diukur dan hasilnya dinilai menurut ‘3E’. Kriteriakinerja ekonomis digunakan untuk menilai input, efisiensi untuk menilai output, sedangkankriteria kinerja efektivitas digunakan untuk menilai outcome.

Ekonomis (Hemat)

Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input)3. Suatu alokasidisebut ekonomis jika barang/jasa input dengan kualitas tertentu dibeli dengan hargaterbaik yang dimungkinkan. Misalnya, ada kertas yang kualitasnya sama namun harganyaberbeda, maka yang harus dilakukan adalah membeli kertas yang harganya lebih murah.

Efisien

Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan produktivitas. Pengukuran efisiensidilakukan dengan membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yangdigunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dikatakan efisien jika suatu produkatau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yangserendah-rendahnya (spending well).4 Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa penilaianefisiensi harus dilakukan dengan membandingkan antara input dengan output.

2 Budlender, Debbie, Budgeting to Fulfill International Gender and Human Rights Commitments,UNIFEM,2004,page 12.3 Mardiasmo, Dr. Akuntansi Sektor Publik. 2002:131.4 Ibid:132

Page 211: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

185

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Efektif

Pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atautarget kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran (output)dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Proses kegiatan operasional dikatakanefektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir (spending wisely)5.

C. Mengintegrasikan Gender dalam Anggaran Berbasis Kinerja

Ada tiga metode yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan gender dalam anggaranberbasis kinerja, yaitu:6

1. Menyertakan komponen gender pada input, output dan outcome.

2. Secara eksplisit mengidentifikasi keadilan (equity) sebagai indikator kinerja. Jadi,perlu ada E keempat yaitu equity (keadilan) setelah pertimbangan ekonomi,efisiensi dan efektivitas. Menyertakan indikator kesadaran gender pada input,output dan outcome dan membuat keadilan sebagai indikator eksplisit adalahnilai tambah signifikan bagi kerangka kerja penganggaran output dan outcomeyang ada. Kedua dimensi ini menggambarkan bahwa penganggaran responsifgender dapat menggunakan sarana penganggaran berbasis kinerja dengan hanyasedikit penyesuaian.

3. Mengubah secara signifikan kerangka penganggaran berbasis kinerja saat ini.Padukan secara tepat indikator kinerja yang bisa mengenali perkembanganyang terjadi, baik yang mendekati maupun menjauhi kesetaraan gender danpemberdayaan perempuan. Secara khusus, hal itu membutuhkan penilaian ulangterhadap pemaknaan ekonomi, efisiensi dan efektivitas yang ada.

Metode pertama: menyertakan komponen gender dalam input, output dan outcome.

Metode ini dilakukan dengan menyusun pernyataan anggaran yang responsif gender,terutama pada output maupun outcome.

5 Ibid:1326 Opcit,page 53-68

Page 212: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

186 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 7.2

Contoh Indikator Output Responsif Gender

Dimensi Deskripsi

Kuantitas Mengacu pada volume atau level output1. Jumlah penderita kanker payudara menurut umur dan lokasi2. Jumlah pinjaman dan hibah untuk perempuan dan laki-laki dari

inisiatif usaha kecil3. Jumlah korban kekerasan dalam rumah tangga yang diberi rumahdarurat setelah dianggap perlu

Kualitas Mengacu pada akses dan cakupan layanan, kesesuaian antara spesifikasilayanan dengan dokumennya, penargetan konsumen, perlindunganterhadap risiko, pemenuhan standar dan kepuasan konsumen.

Contoh: 1. Persentase dokumen-dokumen kebijakan ekonomi keuangan yangtermasuk ‘ekonomi pelayanan’

2. Jumlah dan persentase klien yang merasa memiliki akses ke tempatpenitipan anak

3. Kepuasan penghuni perumahan rakyat yang memiliki anak terhadapfasilitas yang ada, sepert air, listrik dan pembuangan sampah

Ketepatan Mengacu pada satuan waktu untuk menyelenggarakan outputWaktu 1. Jumlah hibah yang disetujui untuk kelompok LSM perempuan dalam

jangka waktu yang ditentukan2. Lamanya tanggapan waktu untuk pengadaan subsidi transportasi

khusus, yaitu taksi bagi penderita cacat, relatif terhadap pengadaantaksi umum

3. Persentase target penyelesaian kontrak dan program penyelenggaraanlayanan dibandingkan terhadap waktu penyelenggaraan yang disepakati

Ongkos/Biaya Biaya bisa berupa biaya total, rata-rata, biaya per unit, suku bunga danvarian biaya pada tender dan penyelesaian.Contoh:1. Rasio biaya pembangunan pemukiman rakyat oleh pemerintah untuk

untuk keluarga miskin terhadap biaya untuk pemukiman yang di-bangun oleh swasta di wilayah miskin

2. Biaya rata-rata untuk pendidikan dasar negeri untuk perempuan danlaki-laki

3. Biaya per anak yang menggunakan tempat penitipan anak

Tabel 7.3

Contoh Indikator Outcome Responsif Gender

Dimensi Deskripsi

Kuantitas Menunjukkan sejauh mana tujuan suatu layanan atau kebijakantercapai. Contoh:1. Jumlah gelandangan yang mendapat rumah2. Persentase perempuan dan laki-laki yang merasa aman dari kejahatan

Kualitas Mengacu pada sebaik apa penyelenggaraan layanan memenuhi kebutuhanpenggunanya. Contoh:1. Jumlah pemukiman padat pada rumah tangga yang dikepalai

perempuan2. Jumlah laki-laki dan perempuan penderita sakit jiwa yang tidak dirawat

atau tinggal bersama keluarganya3. Proporsi laki-laki dan perempuan penghuni desa yang menerima air

ledeng

Page 213: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

187

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Metode kedua: menambahkan equity (keadilan) sebagai indikator kinerja

Hal ini dilakukan dengan mengeksplisitkan equity (keadilan) sebagai E yang keempatsetelah ekonomis, efisiensi dan efektivitas. Beda signifikan antara anggaran responsif gen-der dengan model penganggaran berorientasi kinerja konvensional dengan kriteria kinerja3E-nya (ekonomis, efisiensi dan efektivitas) adalah pada fokusnya yang sempit. Dimensipengukuran kinerja yang penting bagi inisiatif anggaran responsif gender adalah keadilan.Riset pada gender juga menunjukkan bahwa ketidakadilan menambah biaya dan olehkarenanya efisiensi terabaikan (Elson 2002a; Himmelweit 2002). Terlebih lagi, penekananyang diberikan pada efisiensi oleh penyesuaian struktural dan kebijakan anggaranneoliberal lainnya berisiko mengorbankan keadilan. Strategi awal yang diperlukan untukhal ini adalah fokus pada akses atau keterwakilan penerima manfaat laki-laki danperempuan. Penambahan keadilan sebagai indikator kinerja memodifikasi modelanggaran berbasis kinerja sebagaimana terlihat dalam bagan berikut :

Bagan 7.2

Modifikasi Model Anggaran Berbasis Kinerja Plus Keadilan

Metode ketiga: menilai kembali makna ekonomis, efisien dan efektif dari perspektifanggaran responsif gender

Penganggaran berorientasi kinerja berdasar pada asumsi bahwa kegiatan merawat/melayani yang tanpa bayaran tidak relevan dengan pengukuran kinerja. Pada pendekatankonvensional, hanya kegiatan yang dibayar yang diperhatikan, sehingga secara sistematistidak menganggap kegiatan merawat yang tanpa dibayar dan tidak memasukkannyasebagai sektor ekonomi.

Kegagalan penganggaran kinerja untuk memadukan kegiatan perawatan tidak dibayardengan kualitas kegiatan perawatan yang dibayar menimbulkan pertanyaan apakah hasilanggaran pemerintah telah dinilai dengan selayaknya menurut kriteria kinerja ekonomi,efisiensi dan efektivitas yang komprehensif karena adanya aspek problematik dari kriteriakinerja tersebut sebagaimana dijelaskan berikut ini:

Ukuran ekonomis

Ukuran ekonomis anggaran berorientasi kinerja dapat menyesatkan karena hanyamengukur ongkos moneter, bukan ongkos total. Jika ongkos input jatuh, maka kinerja

- Biaya- Equity

- Kuantitas- Kualitas- Biaya- Waktu- Equity

- Outcome actual- Equity

Tujuan Input Output Outcomekebijakan

Ekonomis Efisien Efektif

Page 214: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

188 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

menurut konteks ekonomi, akan dianggap baik. Namun jika ongkos total berupa ongkosuang dan non-uang dipertimbangkan, maka hasilnya pada besar ukuran ekonomi berbeda.Misalnya, jika pengurangan anggaran berakibat pegawai negeri harus bekerja lemburdan dalam keadaan stres yang lebih berat, maka bisa berakibat timbul ongkos yang tidakbisa dihitung seperti banyak pegawai membolos, tekanan keluarga dan masalahkesehatan. Ongkos ini tidak hanya berdampak secara ekonomi melalui berkurangnyaproduktivitas dan tingginya ongkos untuk kesehatan. Namun juga, berdampak padaekonomi rumah tangga tak dibayar terkait tuntutan waktu dan kualitas hidup dari anggotarumah tangga. Jadi mengabaikan ongkos non-moneter adalah langkah salah dalam kriteriaekonomi, dan kegiatan tak dibayar dapat menjadi sumber signifikan dari ongkos non-uang dari total ongkos input.

Ukuran efisien

Ukuran efisiensi penganggaran berorientasi kinerja dapat menjerumuskan karena tidakmemperhatikan multiaspek dan kompleksnya dimensi kualitas dari kegiatan perawatanyang dapat dikorbankan untuk mengejar output maksimal relatif terhadap input. Misalnyamengurangi rasio guru terhadap murid, tanpa ada perubahan pada jumlah murid baru,seperti pada kasus di mana tidak ada alternatif sekolah untuk keluarga miskin, adalahmeredupkan arti peningkatan pada efisiensi. Hal itu meniadakan transfer ongkos ke sektortak dibayar, yakni dalam bentuk lembur yang tak dibayar, guru yang stres, tingkat kepuasankerja turun, orangtua perlu ekstra input, perlu relawan untuk membantu murid yangmengalami kesulitan belajar pada saat program penyembuhan, dsb. Syarat minimumuntuk menghindari langkah efisiensi yang salah, bahwa peningkatan efisiensi perlumemelihara standar kualitas.

Ukuran efektif

Ukuran efektif bisa menyesatkan karena ketika menilai sebaik apa output mencapaioutcome yang diinginkan tidak memperhatikan semua output. Khususnya, tidak adakontribusi tak dibayar dari kegiatan pelayanan terhadap outcome yang dihitung. Misalnya,peningkatan jumlah melek huruf adalah outcome penting dari penyelenggaraan sekolah.Namun kontribusi orangtua, anggota rumah tangga lain dan masyarakat dalam mengajarianak membaca, mendorong kegemaran membaca, mendengarkan anak belajar membaca,mendeteksi masalah buta huruf pada anak-anak dan mencari solusinya serta memberigizi pendukung juga merupakan output penting yang mempengaruhi efektivitas alokasisumber daya pemerintah dalam meningkatkan angka melek huruf.

Dari perspektif anggaran responsif gender, jelas bahwa ukuran kinerja ekonomis, efisiendan efektif memberi dasar yang meragukan bagi pembuatan keputusan anggaran danalokasi sumber daya. Namun tanpa mengabaikan sama sekali ukuran kinerja, perludikembangkan pendekatan bermata dua untuk memberi wawasan lebih dalam padakerangka kerja dalam memadukan kerja pelayanan (Meagher 2002b).

D. Peluang Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Responsif Gender

UU No. 17 Tahun 2003 dan peraturan turunannya Permendagri No. 58 Tahun 2005,Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan revisinya Permendagri No. 59 Tahun 2007, menegaskankomitmen untuk menerapkan anggaran dengan pendekatan prestasi kerja (anggaranberbasis kinerja) dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangkamenengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF) dan penganggaran terpadu (uni-fied budget). Dalam aturan-aturan ini disebutkan bahwa:

Page 215: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

189

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

1. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah

Pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, di mana pengambilankeputusan terhadap kebijakan dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahunanggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yangtadi pada tahun berikutnya, dituangkan dalam prakiraan maju (forward estimate).

2. Prakiraan Maju (Forward Estimate)

Perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakandalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.

3. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting) dilakukan dengan memadukanseluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, danpembiayaan di Iingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerjadan anggaran.

4. Pendekatan Penganggaran Berdasarkan Prestasi Kerja

Dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengankeluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan,termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.

Contoh operasionalisasi dari pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengahdapat dilihat dari RKA SKPD (form 2.2.1), di mana terdapat kolom yang berisi anggaranprogram/kegiatan tahun n-1, tahun n, dan tahun n+1. Selain itu, pasal 93 ayat (1),Permendagri No. 13 tahun 2006 menyebutkan penyusunan RKA SKPD didasarkan pada 5hal, yaitu:

1. Indikator kinerjaIndikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dankegiatan yang direncanakan.

2. Capaian atau target kinerjaCapaian atau target kinerja adalah ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yangberwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan dari setiapprogram dan kegiatan.

3. Analisis standar belanjaAnalisis standar belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biayayang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.

4. Standar satuan hargaStandar satuan harga adalah harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

5. Standar pelayanan minimal (SPM)SPM adalah tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutupelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperolehsetiap warga secara minimal. SPM terkait dengan pendelegasian wewenang daripemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan asas desentralisasi,yaitu adanya urusan wajib dan urusan pilihan yang dilaksanakan oleh daerah.

Berdasarkan aturan di atas, peluang untuk mengintegrasikan gender sangat besar,terutama dengan melaksanakan cara pertama (memasukkan komponen gender dalaminput, output dan outcome) dan cara kedua (memasukkan equity sebagai indikator kinerja)yang akan dibahas secara rinci dalam Bahan Bacaan 7.2.

Page 216: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

190 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 7.2

Panduan Menyusun Renja SKPD dan RKA SKPD Responsif Gender

Setiap tahun, masing-masing SKPD menyusun dokumen perencanaan dan penganggaran.Dokumen perencanaan berupa Rencana Kerja (Renja) SKPD dan dokumen penganggaranberupa Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Upaya mewujudkan anggaran responsifgender oleh SKPD dilakukan dengan menyusun Renja SKPD dan RKA SKPD Responsif Gen-der.

I. Panduan Menyusun Renja SKPD Responsif Gender1

Renja SKPD merupakan dokumen kompilasi dari usulan kegiatan responsif genderSKPD2. Dengan kata lain, usulan kegiatan responsif gender merupakan bahan utamapenyusunan Renja SKPD responsif gender.

A. Dokumen yang diperlukan

1. RPJMD

2. Renstra SKPD

3. Renja SKPD tahun sebelumnya

4. Standar Pelayanan Minimal

5. Data-data pendukung, sebagaimana yang dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 7.4

Data Pendukung Renja SKPD Responsif Gender

Sektor/Bidang Data yang Diperlukan Sumber Data

Pendidikan • Jumlah laki-laki dan perempuan yang tidak dapat BPSmengakses pendidikan

• Jumlah siswa putus sekolah laki-laki dan perempuandi jenjang SD, SMP dan SMA

• Jumlah laki-laki dan perempuan yang tidakmelanjutkan ke SMP dan SMA

Kesehatan • Jumlah bayi yang meninggal BPS, Puskesmas• Jumlah bayi dan balita yang kurang mendapatkan gizi baik• Jumlah bidan yang ditempatkan di desa• Jumlah Puskesmas dan Pustu yang mudah diakses

masyarakat • Jumlah ketersediaan obat dengan jumlah kunjungan

setiap Puskesmas• Jumlah sebaran dokter di Puskesmas• Jumlah kematian ibu yang melahirkan

1 Disarikan dari Fitria,Menyusun Kegiatan Responsif Gender,2008,hal 51-62.2 Berdasarkan pasal 40, PP No. 8 Tahun 2008, Dokumen Renja SKPD memiliki outline minimal sebagai berikut: a)Pendahuluan, b) Evaluasi Pelaksanaan

Renja SKPD tahun lalu, c) Tujuan, Sasaran, Program dan Kegiatan, d) Indikator Kinerja dan Kelompok Sasaran yang menggambarkan pencapaian RenstraSKPD, e) Dana Indikatif beserta sumbernya serta prakiraan maju berdasarkan pagu indikatif, f ) Sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankanprogram dan kegiatan, g) Penutup.

Page 217: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

191

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

B. Langkah-langkah Menyusun Kegiatan Responsif Gender

Berikut ini langkah-langkah dalam kegiatan responsif gender:

1. Lihat data terakhir dari sektor terkait, misalnya pendidikan dan kesehatan. Dataini berupa data kuantitatif terpilah dan data sensitif gender3. Data berupa sensuspenduduk, sistem informasi manajemen kesehatan, hasil penelitian dan lain-lain.

2. Dari data tersebut, buatlah rumusan permasalahan isu gender atau buatlah situasiyang berbeda antara perempuan, laki-laki, dewasa dan anak-anak (termasuk sub-sub kelompoknya, misalnya desa/kota, berdasar umur, dan sebagainya) di sektorini.

3. Buatlah analisis penyebab terjadinya kesenjangan gender berdasarkan rumusanpermasalahan gender pada langkah kedua, baik faktor sosial, ekonomi, budayadan kebijakan.

4. Cek apakah telah ada kegiatan di APBD untuk menyelesaikan permasalahankesenjangan gender yang telah digambarkan pada langkah kedua dan ketiga,termasuk masalah dan capaian kegiatan pada tahun sebelumnya.

5. Buatlah kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan data dan hasil analisis genderpada langkah kedua, ketiga dan keempat. Kegiatan yang dibuat bisa berupakegiatan baru maupun kegiatan lama (lanjutan).

Kriteria yang dapat digunakan dalam menyusun kegiatan responsif gender adalahsebagai berikut:

• Sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang ada dalam RPJMDdan RKPD serta dokumen perencanaan lainnya.

• Relevan dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di masyarakat.

• Berdasarkan pada kebijakan umum APBD.

• Menggunakan data terpilah gender.

• Visi, misi dan sasaran kebijakan daerah bertujuan untuk mengurangiketidakadilan gender.

6. Buatlah indikator dari kegiatan tersebut dengan menggunakan empat indikatoranggaran berbasis kinerja yaitu: input, proses, output dan outcome. Hal ini untukmemudahkan pengisian RKA SKPD pada form 2.2.1. Permendagri No. 13 Tahun2006.

7. Menyusun ToR Kegiatan Responsif Gender

Hasil dari langkah-langkah selanjutnya diformulasikan dalam bentuk ToR kegiatanyang nantinya akan sangat berguna bagi SKPD sebagai bentuk argumentasi bahwasatu usulan kegiatan penting dan prioritas, sehingga usulan tersebut disetujuidan tidak dicoret/dihapus oleh Bapeda, TAPD maupun DPRD.

Salah satu contoh format ToR adalah sebagai berikut4:

3 Data terpilah adalah data yang dipilah berdasarkan jenis kelamin, sedangkan data sensitif gender adalah data mengenai isu penting dari perspektifgender, misalnya jumlah kematian ibu akibat melahirkan (AKI), jumlah kekerasan terhadap perempuan.

4 Format ini dikembangkan oleh tim penyusun modul dengan mempertimbangkan informasi yang ada dalam Form 2.2.1 Permendagri No. 13 Tahun 2006.Modifikasi atas format ini dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lokal.

Page 218: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

192 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tabel 7.5

ToR Kegiatan Responsif Gender

Nama SKPD Nama SKPD yang mengusulkan kegiatan

Program Nama program (tulis nama salah satu program yang sesuai yang adadalam menu Permendagri No. 13 Tahun 2006)

Kegiatan Nama kegiatan yang akan diusulkan (boleh di luar nama kegiatan yangterdapat dalam menu Permendagri No. 13 Tahun 2006)

Kode Rekening Nama kode rekening program dan kegiatan

Lokasi Tempat pelaksanaan kegiatan

Waktu Pelaksanaan Perkiraan bulan pelaksanaan kegiatanKegiatan

Dasar Hukum/Kebijakan Dasar hukum yang mendukung kegiatan, seperti: UU, RPJMD, RenstraSKPD, Permen, Perda

Tujuan Tujuan harus fokus pada kebutuhan untuk menyelesaikan masalahberdasarkan capaian dampak dan harus diarahkan pada penyelesaianproblem ketidakadilan gender

Analisis Kebutuhan Dasar Tuliskan hasil analisis situasi/analisis gender yang telah dilakukan

Kelompok Sasaran Tuliskan penerima manfaat yang dibedakan berdasarkan jenis kelaminlaki-laki dan perempuan

Input Tuliskan jumlah dana yang dibutuhkan

Output Output akhir minimal harus memuat informasi tentang:a. Outputkuantitas, mengacu pada volume atau level output b. Output kualitas,mengacu pada standar pelayanan

Outcome Tuliskan hasil dari bekerjanya output secara langsung

Proses Informasi mengenai bentuk kegiatan

Capaian tahun sebelum Informasi kegiatan serupa tahun lalu dan capaiannya

C. Catatan Kritis Penyusunan Renja SKPD Responsif Gender

Menyusun ToR Kegiatan di awal, yaitu pada saat SKPD mengusulkan kegiatan belummenjadi praktik yang biasa dilakukan oleh para perencana di SKPD. ToR biasanya dibuatjika usulan kegiatan telah disetujui di APBD. Padahal, menyusun ToR ketika mengusulkankegiatan di awal tahun banyak memberikan manfaat, antara lain:

1. Memberikan informasi kepada Bappeda, selaku pihak yang pertama kali menyeleksiusulan SKPD tentang justifikasi pentingnya kegiatan. Informasi awal ini penting untukmengatasi masalah yang sering dikeluhkan oleh SKPD tentang pencoretan usulankegiatan.

2. Memberikan informasi kepada DPRD dalam proses pembahasan RAPBD di DPRDtentang justifikasi pentingnya kegiatan. Informasi ini penting bagi anggota DPRDagar mereka lebih mengetahui urgensi dan tujuan kegiatan sehingga prosespencoretan usulan SKPD bisa dilakukan dengan lebih rasional (tidak ada coret).

3. Mengatasi keterbatasan ruang yang ada di dokumen RKA SKPD, khususnya form 2.2.1.Form RKA-SKPD 2.2.1 sebagai form paling rinci yang memuat informasi kegiatanmemiliki keterbatasan, baik dari sisi cakupan informasi maupun dari dari sisi ruang.Keterbatasan cakupan informasi berupa tidak ada adanya informasi tentang analisiskebutuhan berupa informasi mengenai latar belakang munculnya kegiatan besertadata pendukungnya (bandingkan dengan Format ABM-2 Malaysia). Padahal informasi

Page 219: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

193

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

tersebut penting sebagai justifikasi suatu kegiatan diusulkan dan merupakan ruanguntuk memasukkan hasil analisis gender. Keterbatasan dari sisi ruang terjadi dalambentuk minimnya informasi yang diberikan karena ruang hanya memuat beberapakalimat, sehingga informasi yang disajikan tidak memadai. Oleh karena itu, ToR harusdijadikan lampiran, baik di dokumen Renja SKPD maupun RKA SKPD (untuk menambahinformasi yang penting namun belum tercantum dalam form 2.2.1).

4. Memudahkan proses pelaksanaan kegiatan, termasuk jika terjadi mutasi pegawai.Adanya ToR menjadikan pegawai baru dapat mengetahui latar belakang dan tujuankegiatan, sehingga kegiatan akan dapat terlaksana dengan baik. Pasal 40, PP No. 8Tahun 2008 memberikan peluang dijadikannya ToR sebagai salah satu isi dari dokumenRenja SKPD karena pasal ini mengatur outline minimal. Meski sederhana, penyusunanToR pada saat mengusulkan kegiatan membutuhkan perubahan paradigma, darimelakukan sesuatu yang kurang bermanfaat (karena belum tentu usulan diakomodasidi APBD) menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat (karena memberikan basisargumen mengapa usulan harus diakomodasi di APBD).

II. Panduan menyusun RKA SKPD yang Responsif Gender

Dokumen RKA SKPD merupakan dokumen penganggaran yang memuat informasitentang kegiatan yang akan dilaksanakan beserta rincian anggarannya. Penyusunandokumen RKA SKPD merupakan proses teknokratis di masing-masing SKPD yang dilakukansetelah KUA dan PPAS disepakati oleh DPRD.

Keterkaitan antara dokumen Renja dan RKA SKPD dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini.

Bagan 7.3

Alur Dokumen Renja dan RKA SKPD

Renja SKPD

RKPD

KUA dan PPAS

RKA SKPD

Keterangan:

1. Renja SKPD menjadi salah satu bahan untuk memutakhirkan dokumen RKPD.

2. KUA dan PPAS disusun berpedoman pada RKPD. Setelah disepakati oleh DPRD,Kepala Daerah menyusun Surat Edaran Penyusunan RKA SKPD.

3. Masing-masing SKPD menyusun RKA SKPD berdasarkan SE Penyusunan RKA SKPD.

Informasi yang dalam ToR Kegiatan akan digunakan kembali ketika menyusun RKA SKPD,terutama form 2.2.1 dan ToR akan kembali menjadi lampiran dari dokumen RKA SKPD agar

Page 220: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

194 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

tersedia informasi rinci dari setiap kegiatan untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

A. Dokumen yang Diperlukan

Sebelum menyusun RKA SKPD, dokumen-dokumen berikut ini harus disiapkan terlebihdahulu, yaitu:

1. Surat Edaran (SE) Kepala Daerah tentang penyusunan RKA SKPD.

2. Form pengisian RKA SKPD5.

3. SK Kepala Daerah tentang standardisasi indeks harga, barang, jasa, kegiatan, danhonorarium pada tahun bersangkutan.

4. Renja SKPD untuk tahun bersangkutan.

5. Nota kesepakatan Kepala Daerah dan DPRD tentang KUA dan PPAS.

6. Data pendukung sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Panduan MenyusunRenja SKPD Responsif Gender.

7. Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan urusan wajib yang menjadi tugasdan fungsi masing-masing SKPD.

B. Aturan mengenai Penyusunan RKA SKPD

Pasal 93 ayat (1), Permendagri No. 13 tahun 2006, menyebutkan penyusunan RKASKPD berdasarkan pada 5 hal, yaitu:

1. Indikator kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dankegiatan yang direncanakan.

2. Capaian atau target kinerja

Capaian atau target kinerja adalah ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yangberwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan dari setiapprogram dan kegiatan.

3. Analisis standar belanja

Analisis standar belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biayayang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.

4. Standar satuan harga

Standar satuan harga adalah harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

5. Standar pelayanan minimal (SPM)

SPM adalah tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutupelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperolehsetiap warga secara minimal. SPM terkait dengan pendelegasian wewenang daripemerintah pusat kepada pemerintah daerah sesuai dengan asas desentralisasi,yaitu adanya urusan wajib dan urusan pilihan yang dilaksanakan daerah.

C. Langkah-langkah Teknis

1. Siapkan Form RKA SKPD yang menjadi format resmi pemerintah daerah, yaitu:

5 Sesuai dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007, Form yang perlu disusun oleh tiap SKPD adalah Form 1, 2, 2.1, 2.2.1 dan 2.2. Form 3.1 dan 3.2 khusus untukSKPKD selaku Bendahara Umum Daerah.

Page 221: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

195

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Kode Nama Formulir

RKA SKPD 1 Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja

RKA SKPD 1 Rincian Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

RKA SKPD 2.1 Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah

RKA SKPD 2.2 Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah(rekapitulasi RKA SKPD 2.2.1)

RKA SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung menurut Program dan Per Kegiatan SatuanKerja Perangkat Daerah

2. Pelajari isi dari SE Kepala Daerah tentang penyusunan RKA SKPD. Bagan alirpenyusunan RKA SKPD adalah sebagai berikut:

Bagan 7.4

Penyusunan RKA SKPD

3. Pengisian Form 2.2.1 adalah sebagai berikut:

a. Lihat kembali ToR masing-masing kegiatan yang terdapat di dokumen RenjaSKPD.

b. Isilah form 2.2.1 ini berdasarkan informasi yang ada dalam ToR kegiatan. Carapengisian adalah sebagai berikut:

1. SKPD menerima Surat Edaran KDHtentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD. Berdasarkan SE tersebut,SKPD mulai menyusun RKA masing-masing

2. SKPD menyusun Rincian AnggaranPendapatan untuk menghasilkanRKA-SKPD 1. Form RKA-SKPD 1disiapkan hanya oleh SKPD pe-mungut pendapatan.

3. SKPD menyusun Rincian AnggaranBelanja Tidak Langsung untukmenghasilkan RKA-SKPD 2.1.

4. SKPD menyusun Rincian AnggaranBelanja Langsung masing-masingkegiatan untuk menghasilkan RKA-SKPD 2.2.1 untuk kemudian di-gabung dalam rekapitulasi RincianAnggaran Belanja Langsung untukmenghasilkan RKA-SKPD 2.2.

A3. Penyusunan RKA-SKPD

Uraian SKPD

RKASKPD1

RKASKPD 2.1

RKASKPD 2.2.1

SE-K

DH

Ten

tang

Ped

oman

Peny

alur

an R

KA

-SK

PD

RKASKPD 2.2

RKA SKPD

Page 222: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

196 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Elemen Deskripsi

Provinsi/Kabupaten/Kota Isi dengan nama provinsi/kabupaten/kota

Tahun Anggaran Isi dengan tahun anggaran yang direncanakan

Urusan Pemerintahan Isi dengan nomor kode urusan pemerintahan dan nama urusanpemerintahan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok danfungsi SKPD

Organisasi Isi dengan nomor kode perangkat daerah dan nama satuan kerjaperangkat daerah

Program Isi dengan nomor kode program dan nama program

Kegiatan Isi dengan nomor kode kegiatan dan nama kegiatan

Lokasi Kegiatan Isi dengan nama lokasi/tempat kegiatan akan dilaksanakan, bisa berupanama desa/kelurahan, kecamatan

Jumlah Tahun n-1 Isi dengan jumlah perkiraan belanja kegiatan berkenaan untuk 1 (satu)tahun sebelumnya

Jumlah Tahun n Isi dengan jumlah perkiraan belanja kegiatan berkenaan untuk 1 (satu)tahun yang direncanakan

Jumlah Tahun n + 1 Isi dengan dengan jumlah perkiraan belanja kegiatan berkenaan untuk 1(satu) tahun berikutnya

Indikator Capaian Program: Kondisi akhir yang ingin dicapai dari kelompok sasaranTolok Ukur Kinerja

Indikator Masukan: Segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran, berisiTolok Ukur Kinerja tingkat atau besarnya sumber daya ekonomi, seperti: dana, SDM,

material, waktu, teknologi Jumlah dana yang dibutuhkan

Indikator Keluaran: Barang dan jasa yang dihasilkan, baik direncanakan maupun tidak untukTolok Ukur Kinerja disampaikan ke publik.

Tolok ukur dapat berupa :a. Kuantitas (jumlah), mengacu pada volume layananb. Kualitas, mengacu pada standar palayananc. Ketepatan waktu, mengacu pada waktu tanggapand. Ongkos/biaya, mengacu pada biaya untuk menghasilkan output

Indikator Hasil: Dampak yang terjadi dan direncanakan, hasil akhir atau akibat yangTolok Ukur Kinerja: dirasakan masyarakat dari kegiatan pemerintah. Misalnya tingkat

kemiskinan berkurang, angka buta huruf turun, angka harapan hidupnaik, partisipasi ekonomi meningkat, pendapatan naik, dan lainsebagainyaTolok ukur dapat berupa:a. Jumlah, mengacu pada cakupan yang ingin dicapai oleh pelayanan

atau kebijakan pemerintahb. Kualitas, mengacu pada kesesuaian kebijakan atau layanan dengan

tujuannyac. Akses dan keadilan, mengacu perwakilan berbagai kelompok dan

dasar ketepatan waktu dan biaya untuk berbagai kelompok yangdilayani oleh akses

d. Kelayakan, mengacu pada sebaik apa penyampaian layanan langsungmemenuhi kebutuhan klien

Kelompok Sasaran Penjelasan mengenai karakteristik kelompok sasaran, seperti statusekonomi dan gender. Sajikan data terpilah untuk kelompok sasaran(komposisi laki-laki dan perempuan), kecuali untuk kegiatan dengantarget tertentu (misalnya, kelompok sasaran laki-laki 100% atauperempuan 100%)

Tabel 7.6

Informasi Isian Form 2.2.1

Page 223: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

197

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Keterangan:1. Isi dari indikator capaian program, input, output dan outcome dapat langsung dipindahkan dari

informasi yang terdapat dalam ToR kegiatan.2. Informasi lengkap substansi dari masing-masing indikator dan pengintegrasian isu gender dapat

dilihat pada Bahan Bacaan 7.1.

Kolom 1 (kode rekening) Isi dengan kode rekening akun, kelompok, jenis, objek, rincian objekbelanja langsung

Kolom 2 (uraian) Isi dengan uraian nama akun, kelompok, jenis, objek, rincian objekbelanja langsung

Kolom 3 (volume) Isi dengan jumlah satuan, dapat berupa jumlah orang/pegawai danbarang

Kolom 4 (satuan) Isi dengan satuan hitung dari target rincian objek yang direncanakan,seperti unit, waktu/jam/hari/bulan/tahun, ukuran berat, ukuran luas,ukuran isi, dan sebagainya

Kolom 5 (harga satuan) Isi dengan harga satuan, dapat berupa tarif, harga, tingkat suku bunga,nilai kurs

Kolom 6 (jumlah) Isi dengan jumlah perkalian antara jumlah volume dengan harga satuan

Kolom 7 (jumlah total) Merupakan penjumlahan dari seluruh jenis belanja langsung yangtercantum dalam kolom 7

Catatan: untuk kolom 1 – kolom 7, pengisian rincian perhitungan tidak diperkenankan mencantumkansatuan ukuran yang tidak terukur, seperti paket, pm, up, lumpsum demi memenuhi asas transparansidan prinsip anggaran berdasarkan prestasi kinerja.

D. Catatan Kritis Penyusunan RKA SKPD6

Ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam proses penyusunan RKA SKPD Form2.2.1, antara lain:

1. Adanya keterbatasan cakupan informasi dan ruang dalam form 2.2.1.

Keterbatasan ini menjadikan Form 2.2.1 membutuhkan ToR Kegiatan sebagailampiran, sebagaimana yang telah dijelaskan di Panduan Menyusun Renja SKPDResponsif Gender.

2. Kurang memadainya penjelasan mengenai indikator kinerja, baik dalam PermendagriNo. 13 Tahun 2006 maupun Permendagri No. 59 Tahun 2007. Penjelasan hanya berupacontoh dan kurang memberikan banyak gambaran tentang masing-masing indikator.Misalnya saja tentang tolok kinerja output dan outcome. Contoh dalam Permendagrihanya menyebutkan dimensi kuantitas, dan tidak menyebut dimensi lainnya, baikkualitas, waktu maupun keadilan. Akibat dari hal ini, banyak SKPD yang belummemahami tentang substansi dan cara menyusun indikator kinerja, membedakanantara input, output dan outcome. Perhatikan “Contoh RKA SKPD belum responsif gen-der” yang diambil dari Form 2.2.1 satu Pemda di Indonesia.

6 Catatan ini dibuat berdasarkan pengalaman mendampingi SKPD Kota/Kabupaten dalam penyusunan RKA SKPD baik melalui pelatihan maupun asistensiteknis.

Page 224: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

198 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

1 Nama SKPD : Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan KabupatenTasikmalaya

2 Nama Program : Pengembangan Industri Kecil dan Menengah

3 Kegiatan : Bantuan Stimulan Peralatan Produksi Industri Kecil Bordir, Pandandan Makanan

4 Kode RekeningProgram : 2.07.16Kegiatan : 2.07.16.08

5 Dasar Hukum/ : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1964 tentang PerindustrianKebijakan 2. RPJMD

Misi ke-4 :”Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahmelalui pengembangan agribisnis dengan dukungansektor lain”

3. Perda Kabupaten Tasikmalaya Nomor 17 Tahun 2006tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah(RPJM 2006– 2010)

4. Program Renstra SKPD : Pembinaan dan pengembanganIndustri Kecil dan Menengah

6 Tujuan : 1. Meningkatkan motivasi dan kreativitas perajin/pelaku usahaIndustri Kecil Bordir, Pandan dan Makanan, baik laki-lakimaupun perempuan.

2. Menciptakan inovasi produk baru dalam melaksanakanproses produksi.

3. Memperlancar dan Meningkatkan kapasitas produksiperajin/ pelaku usaha Industri Kecil Bordir, Pandan danMakanan, baik laki-laki maupun perempuan.

4. Meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

7 Analisis Kebutuhan : Salah satu masalah yang dihadapai oleh industri kecil bordir,Dasar pandan, dan makanan adalah terbatasnya peralatanproduksi/ mesin yang dimiliki. Peralatan produksi/mesinmerupakan hal yang sangat penting dalam suatu prosesproduksi, dalam menunjang peningkatan kualitas dan kuantitasproduk.

Sementara tingkat daya beli perajin/pelaku usaha untukmemperoleh mesin rendah karena harga alat produksi sangattinggi. Karena itu Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan,khususnya bidang perindustrian perlu mengadakan kegiatanuntuk membantu kelancaran proses produksi para perajin/pelaku usaha Industri Kecil Bordir, Pandan dan Makanan, baiklaki-laki maupun perempuan

Data Pendukung:

- Jumlah Industri Kecil Bordir, Pandan dan Makanan cukupbanyak dan merupakan komoditi unggulan KabupatenTasikmalaya, yang terdiri dari :

Boks 7.1

Contoh ToR Kegiatan

Page 225: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

199

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

a. Industri Kecil Bordir- Unit Usaha: 1829- Tenaga Kerja: 16.109- Nilai Investasi: 12.960.647.000- Jumlah Produksi: 9.511.160

b. Industri Kecil Pandan- Unit Usaha: 670- Tenaga Kerja:14.206- Nilai Investasi: 3.319.332.000- Jumlah Produksi: 1.354.570

c. Industri Kecil Makanan- Unit Usaha: 663- Tenaga Kerja: 3111- Nilai Investasi: 1.473.539.000- Jumlah Produksi: 2.179.586

- Komoditi tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkankarena memiliki pangsa pasar di dalam dan luar negeri,namun terdapat kendala dalam proses produksi yangdisebabkan keterbatasan alat/mesin.

8 Kelompok Sasaran : Calon penerima bantuan ini sebanyak 150 orang, yang terdiridari:

- Industri Kecil Bordir sebanyak 75 orang: 50 perempuandan 25 laki-laki

- Industri Kecil Pandan sebanyak 50 orang: 10 perempuan dan40 laki-laki

- Industri Kecil Makanan sebanyak 25 orang: 15 perempuandan 10 laki-laki

9 Input : Rp. 500.000.000

10 Output : Kuantitas: Tersalurkannya peralatan produksi/mesin untuk 150perajin/pelaku usaha Industri Kecil Bordir, Pandan dan Makanan,baik laki-laki maupun perempuan.Kualitas: Terlaksananyakegiatan Bantuan Stimulan Peralatan Produksi Industri KecilBordir, Pandan dan Makanan sesuai dengan rencana dan waktuyang telah ditetapkan dan tepat sasaran.

11 Outcome : Meningkatnya pendapatan pengrajin melalui peningkatankapasitas produksi perajin/ pelaku usaha Industri Kecil Bordir,Pandan dan Makanan, baik laki-laki maupun perempuan,sehingga order dapat dilaksanakan tepat waktu.

12 Proses Pemberian Bantuan Stimulan Peralatan Produksi Industri KecilBordir, Pandan dan Makanan kepada Perajin/Pelaku Usaha, baiklaki-laki maupun perempuan, sesuai dengan ketentuan yangberlaku.

13 Capaian Tahun - Pernah memberikan bantuan alat berupa mesin bubutSebelumnya kayu sebanyak 1 paket untuk kelompok industri

pengolahan kayu pada tahun 2008.

- Pemberian Mesin Bata merah sebanyak 2 Unit untuk 2Kelompok pada 2008.

- Pemberian Mesin pengolahan kelapa sebanyak 7 unit untukkelompok IK (Industri Kecil) pengolahan kelapa pada tahun 2008.

Page 226: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

200 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Check List Penganggaran dan Pengarusutamaan Gender

Jika dianalisis dari perspektif gender, pengeluaran/belanja pemerintah terbagi menjaditiga kategori, yaitu :

1. Pengeluaran Spesifik Gender

2. Pengeluaran untuk Kesetaraan Kesempatan Kerja

3. Pengeluaran Umum

Dengan mendasarkan pada ketiga kategori di atas, pihak yang menyusun programbeserta anggarannya harus memperhatikan check list berikut ini:

A. Pengeluaran Spesifik GenderPengeluaran spesifik gender yaitu pengeluaran yang penerima manfaatnya menunjuk

pada gender tertentu, bisa perempuan, laki-laki, anak perempuan, anak laki-laki, lansia,dan sebagainya. Pada kenyataannya, jika melihat program pembangunan yang ada saatini, pengeluaran spesifik gender diidentikkan dengan pengeluaran dengan penerimamanfaat perempuan. Untuk mengidentifikasi pengeluaran ini dapat dilakukan pada tahap:

1. Perencanaan dan Penganggaran

a. Membuat daftar kebijakan dan program yang spesifik gender.

b. Memeriksa sekilas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di bawah program-pro-gram untuk perempuan tersebut.

c. Memeriksa indikator keluaran (output) yang diharapkan seperti jumlahperempuan penerima manfaat; peningkatan jumlah pekerja perempuan;peningkatan pendapatan, keterampilan dan sumber daya setelahterselenggaranya kegiatan/proyek.

d. Menghitung alokasi sumber daya yang digunakan dalam APBD dan targetfisiknya.

e. Memeriksa kecukupan alokasi sumber daya itu dikaitkan dengan jumlahpenduduk penerima manfaat yang ditargetkan, yaitu mereka yangmembutuhkan intervensi sistematis. Hal ini dapat dilakukan dengan caramenghubungkannya dengan data tentang kecen-derungan pendapatan dimasa yang lalu.

2. Audit Kinerja

a. Me-review kinerja aktual secara fisik dan keuangan dibandingkan dengansasaran yang ditetapkan. Identifikasi pula hambatan-hambatan yang dihadapiuntuk mencapai sasaran itu (misalnya perlunya memperkuat distribusiinfrastruktur, pengembangan kapasitas, dan lain-lain).

b. Melaksanakan evaluasi mengenai kondisi lapangan (realitanya) dari programyang telah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan terhadap besarnya manfaatdan indikator-indikator dampak dengan membandingkan kondisi sebelumdan sesudah adanya program.

c. Menyusun analisis kecenderungan dari pengeluaran dan indikator-indikatordari keluaran dan dampak.

Page 227: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

201

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

3. Perencanaan Mendatang dan Tindakan Perbaikan

a. Merespons hambatan-hambatan yang sudah teridentifikasi pada langkah2a di atas.

b. Menentukan besarnya sumber daya yang dibutuhkan sesuai dengan jumlahpenduduk yang ditargetkan sebagai penerima manfaat dan intensitaspermasalahannya seperti angka kematian ibu, tingkat kematian penduduk,dan tingkat buta huruf.

c. Memeriksa ulang apakah sumber daya yang tersedia sudah mencukupi, baiksecara keuangan maupun fisik, misalnya jumlah pelatihan/fasilitator yanghandal.

d. Melakukan perencanaan untuk memodifikasi kebijakan dan programberdasarkan temuan yang diperoleh dalam pemeriksaan ulang.

B. Pengarusutamaan Sektor-sektorPengarusutamaan sektor-sektor seperti sektor pertahanan dan keamanan;

telekomunikasi; industri; dan perdagangan dilakukan guna menentukan dampak genderdari pengeluaran pada masing-masing sektor tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara:

1. Membuat daftar dari program-program dalam kelompok pengeluaran publikbeserta gambaran ringkas dari kegiatan-kegiatan di dalamnya.

2. Mengidentifikasi kelompok penerima manfaat dari program atau kegiatantersebut.

3. Menentukan apakah penerima manfaat saat ini sudah dikategorikan berdasarjenis kelamin. Bila belum bagaimana caranya agar hal tersebut dapat dilakukan.

4. Mengidentifikasi kemungkinan untuk membuat kebijakan atau tindakan khususuntuk memfasilitasi akses perempuan terhadap pelayanan publik melaluikebijakan khusus seperti kuota perempuan atau daftar prioritas perempuan,atau melalui perluasan pelayanan yang khusus ditujukan untuk perempuanseperti ruang khusus perempuan di kereta api, transportasi malam khusus untukperempuan, atau tempat menyusui anak di terminal dan stasiun.

5. Melakukan analisis mengenai pola pekerjaan yang ada ke dalam kerangkainterpretasi pelayanan dilihat dari perspektif gender dan menguji sektor-sektoryang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan jumlah penerimaan pekerjaperempuan.

6. Memfokuskan perhatian pada inisiatif-inisiatif khusus untuk memajukanpartisipasi perempuan, baik sebagai pekerja maupun sebagai penerima manfaat.

7. Menjajaki seberapa luas perempuan dapat dilibatkan dalam proses pembuatankeputusan di suatu sektor dan organisasi, serta tindakan yang diperlukan untukmulai memperbaiki adanya bias dan ketimpangan gender.

Berdasarkan dari analisis dari nomor 1 sampai 7 di atas, maka kita dapat melembagakanpelaksanaan penganggaran sebagaimana digambarkan dalam Check List I tentangPengeluaran Spesifik Gender (lihat kembali halaman 202).

Page 228: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

202 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

C. Pengeluaran untuk Pengarusutamaan GenderGambaran ringkas mengenai contoh-contoh inisiatif untuk pengarusutamaan gender

dalam berbagai sektor dapat dilihat di bawah ini:

1. Prioritas untuk memberikan sambungan listrik kepada perempuan pengusahadan rumah tangga yang kepala keluarganya perempuan.

2. Prioritas dalam alokasi izin industri atau pembangunan pompa bensin untukperempuan, koperasi perempuan, dan kelompok swadaya perempuan lainnya.

3. Pemberian dana khusus untuk ekspor bagi perempuan pengusaha.

4. Insentif pajak untuk unit-unit industri yang banyak mempekerjakan perempuan.

5. Insentif untuk mereka yang memperkenalkan asuransi kesehatan untukperempuan, terutama di sektor-sektor informal.

6. Gerbong kereta khusus perempuan pada jam sibuk dengan tujuan melindungiperempuan dari pelecehan ketika berdesak-desakan.

7. Pemberian lebih banyak fasilitas transportasi bagi perempuan pekerja yangbertempat tinggal di pinggiran/luar kota

8. Skema khusus pinjaman bank untuk perempuan.

Hal-hal penting yang perlu diingat dalam melakukan pengarusutamaan gender diberbagai sektor:

• Pengarusutamaan gender bukanlah merancang program khusus untukperempuan.

• Yang dilakukan adalah merancang program dengan penerima manfaat laki-lakidan perempuan, namun program sudah dirancang sedemikian rupa sehinggakeduanya bisa berpartisipasi, mengakses, mendapatkan manfaat, dan memilikikontrol yang sama antara laki-laki dengan perempuan.

• Pencantuman kata “prioritas” dalam contoh-contoh di atas menunjukkan adanyakebijakan khusus untuk kelompok perempuan sebagai upaya percepatanmengurangi kesenjangan gender.

Page 229: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

203

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Boks 7.2Kreativitas Daerah Diakomodasi dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007

Salah satu keluhan yang muncul terhadap Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalahpemasungan kreativitas daerah dalam menyusun kegiatan. Hal ini disebabkan telahdisusunnya kode rekening kegiatan untuk setiap urusan dan adanya pasal yangmenyebutkan bahwa penambahan usulan kegiatan di luar itu harus mendapatpersetujuan Mendagri. Padahal kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyakusulan kegiatan yang belum termuat dalam Permendagri No. 13. Kelemahan inipada akhirnya diperbaiki dalam Permendagri No. 59, pasal 77 ayat (12) menyebutkanbahwa daftar nama rekening dan kode rekening yang ada bukan merupakan acuanbaku penyusunan kode rekening.

Lampiran A.VII.a sebagai penjelasan lebih lanjut dari pasal 77 ini, menyebutkanbahwa pemerintah daerah dapat mengembangkan program dan kegiatan besertakode rekeningnya sesuai kebutuhan objektif, nyata dan sesuai karakteristik daerah.Urutan kode rekening mengikuti ketentuan sebagai berikut:

Kolom Keterangan

Kolom 1 Kode Urusan Wajib/Pilihan

Kolom 2 Kode Urusan

Kolom 3 Kode Organisasi

Kolom 4 Kode Program

Kolom 5 Kode Kegiatan

Daftar program dan kegiatan dibagi menjadi dua kategori:

1. Program 1-14 untuk menampung program-program yang bersifat umumdan terdapat di setiap SKPD.

2. Program yang diberi kode 15 dan seterusnya untuk program-program yangbersifat spesifik untuk setiap urusan.

Contoh untuk kategori pertama:

1 01 1.01.01 01 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

1 01 1.01.01 01 01 Kegiatan Penyediaan Jasa Komunikasi, Air danListrik

Contoh untuk kategori kedua:

1 01 1.01.01 15 Program Wajib Belajar Pendidikan DasarSembilan Tahun

1 01 1.01.01 01 01 Kegiatan Penambahan Ruang Kelas

Dengan demikian, kode rekening yang ada di Permendagri No. 13 Tahun 2006(Lampiran A.VII) masih dapat digunakan dan pemda dapat menambah kodekegiatan yang belum ada dengan menggunakan pedoman penyusunan koderekening untuk kategori kedua sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Page 230: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

204 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Boks 7.3Format Anggaran Responsif Gender Malaysia

Kementrian Perempuan, Keluarga dan Pengembangan Komunitas bekerja samadengan UNDP Malaysia mengembangkan format anggaran responsif gender. Berikutini contoh format anggaran responsif gender yang dikembangkan oleh Malaysia.Format yang diambil adalah Format ABM-2 sebagai format paling rinci informasinya.

1. Maksud Bekalan Nomer

2. Agensi Nama Departemen/Kementrian

3. Program Nama Program

4. Aktiviti Nama Kegiatan

5. Kod Kode Rekening

6. Punca Kuasa Keputusan Kabinet, Tata Tertib DPR atau instruksi BendaharaNegara (yang memberikan otoritas)

7. Objektif Tujuan kegiatan yang telah disetujui sebelumnya. Harus fokuspada masalah yang perlu untuk diselesaikan atau berdasar padadampak yang ingin dicapai

8. Analisis Keperluan/Dasar Secara spesifik berupa:

(i) Problem/kebutuhan kelompok sasaran, mencakup dataempiris untuk mendukung tingkat keseriusan problem/kebutuhan

(ii) Alasan utama munculnya problem/kebutuhan

(iii) Strategi untuk mengatasi problem/kebutuhan, mencakup: (a)kebijakan alternatif dan kegiatan pemerintah lainnya untukmengatasi masalah (b) strategi jangka pendek dan jangkapanjang beserta relevansinya dengan keuangan

9. Pelanggan Kelompok sasaran yang mendapatkan manfaat secara langsungmaupun tidak langsung dari kegiatan

10. Fungsi Fungsi utama yang harus dijalankan untuk mendapatkan outputfinal dari kegiatan. Diferensiasi fungsi akan menfasilitasiidetifikasi pengeluaran dari sumber lain

11. Sumber-sumber Informasi terkait sumber daya yang dialokasikan untuk tiapkegiatan

12. Spesifikasi Output Output final yang dihasilkan. Informasi mengenai:(i) Kuantitas dari output(ii) Kualitas dari output(iii) Ketepatan waktu dari output(iv) Biaya dari output(v) Keadilan (tambahan dari aspek gender)Untuk masing-masinginformasi di atas mencakup data tentang:* target yang disepakati untuk tahun sebelumnya*target untuk tahun sekarang*target untuk tahun selanjutnya

13. Petunjuk Impak Indikator dari kegiatan, berdasar sistem yang ada

14. Rancangan Penilaian Pernyataan tentang:Program (i) Tahun dimulainya program/kegiatan

(ii) Waktu evaluasi terakhir dilakukan dan rencana evaluasiselanjutnya

(iii) Kriteria utama yang akan dinilai dalam review selanjutnya

(iv) Rancangan metodologi pengumpulan data

Page 231: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

205

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Dari format di atas, isu gender diintegrasikan. Penting dicatat bahwapengintegrasian isu gender tidak menambah form apa pun. Namun, hanyamenambah isu gender dalam pernyataan-pernyataan yang ada. Oleh karena ituyang perlu dilakukan penyusun anggaran berpikir dan menuliskan perbedaan antaraperempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam menyelesaikanformat.

Berikut beberapa contoh pernyataan responsif gender:

Pernyataan Tujuan

Departemen Tenaga Kerja

Memberikan kesempatan yang setara baik laki-laki maupun perempuan putussekolah untuk mengikuti pelatihan keterampilan yang diselenggarakan oleh ILTM(Institut Latihan Jabatan Tenaga Manusia).

Pernyataan Analisis Keperluan

Departemen Kesehatan: Pembangunan Kesehatan Keluarga

Ibu dan pasangan sasaran diberi pendidikan tentang perawatan kesehatan untukmeningkatkan kesadaran tentang risiko selama kehamilan dan pentingnyamemprioritaskan kesehatan ibu dan anak dalam pelayanan.

Pernyataan Pelanggan

Departemen Kesehatan: Pembangunan Kesehatan Keluarga

Upaya diarahkan untuk meningkatkan kesadaraan laki-laki agar lebihbertanggung jawab dan berperan dalam KB. Satu ‘proyek percontohan’ yangbernama “ Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif ” dilaksanakanmencakup empat klinik kesehatan yang memberikan layanan konselingpasangan suami istri. Pendidikan kesehatan mengenai alat kontrasepsi semisalpil, kondom, spiral disampaikan kepada pasangan suami istri dan keputusanalat kontrasepsi apa yang dipilih diserahkan kepada keduanya. Tanggung jawabdari petugas medis adalah mengetahui informasi berbagai metode KB danmenyampaikannya kepada pasien.

Perhatian khusus perlu dilakukan terkait beberapa isu, semisal menopause dandefisiensi androgen sebagian (terjadi pada laki-laki). Pentingnya meningkatkankesadaran laki-laki dan perempuan terkait perubahan yang terjadi karenamenopause maupun defisiensi androgen sebagian, sehingga kekhawatiran laki-laki dan perempuan yang mengalami dapat dikurangi.

Pernyataan Output

Departemen Kesehatan: Orthopedi

Page 232: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

206 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Indikator Target Capaian VarianTotal Laki-laki Perempuan

Jumlah pasien rawat jalan 386.596 416.357

Jumlah pasien rawat inap 182.441 80.595

Jumlah operasi 217.732 200.696

Bed Occupancy Rate 81,4 64,9

Rata-rata lama inap (hari) 6,5 5,9

Pernyataan Petunjuk Impak

Departemen Kesehatan: Pembangunan Kesehatan Keluarga

Indikator Impak Capaian Tahunsebelumnya (2002)

% kelahiran hidup dengan berat lahir kurang 7,5dari 2,5 kg (1996)

Angka Kematian perinatal untuk setiap 101.000 kelahiran

Angka kematian bayi untuk setiap 1.000 kelahiran 7,7

Angka kematian bayi laki-laki ?

Angka kematian bayi perempuan ?

Angka kematian balita (1-4 tahun):- berdasarkan jenis kelamin (laki-laki/perempuan) ?- berdasarkan etnis ?- berdasarkan wilayah (kota/desa) ?

Angka kematian ibu melahirkan untuk setiap100.000 kelahiran (1997):

- Peninsular Malaysia 30- Sarawak 30- Sabah 70

Format ABM-2 digunakan untuk tipe belanja operasi. Selain belanja operasi,terdapat pula belanja modal yang banyak berupa pembangunan fisik danpengintegrasian isu gender juga dilakukan dengan cara yang sama, yaknimenambahkan isu gender dalam pernyataan dan proposal naratif. Mencakupinformasi tentang latar belakang proyek, komponen-komponen proyek, estimasibiaya, output, manfaat yang diharapkan sebagai justifikasi pentingnya proyek.Contoh peryataan responsif gender dalam proposal naratif adalah sebagaiberikut.

Pernyataan Latar Belakang Proyek

Kementrian Pemukiman dan Pembangunan Pedesaan: Proyek BantuanPerumahan

Rumah yang lengkap, minimal dengan tiga ruangan (untuk orang tua, anakperempuan dan anak laki-laki) adalah satu komponen dari fasilitas dasar yangdibutuhkan oleh keluarga miskin. Prioritas diberikan kepada perempuan kepalakeluarga sebagai satu kebijakan untuk ibu tunggal dan tanggungannya.

Page 233: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

207

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Pernyataan Tujuan Proyek

Departemen Kesehatan: Fasilitas Kesehatan Perkotaan

Menyediakan fasilitas kesehatan primer untuk penduduk perkotaan dan untukmemajukan kesehatan dan memfasilitasi proses penyembuhan dari sakit secaramaksimal dengan memberi perhatian khusus pada kelompok berikut: ibu hamildan bayi baru lahir, lansia, anak sekolah dan remaja, bayi dan balita, dan anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Pernyataan Komponen Proyek

Departemen Kesehatan: Fasilitas Kesehatan Pedesaan

Fasilitas tambahan akan dibangun dalam rangka menyediakan ruangan yangcukup untuk pelayanan baru, semisal kesehatan remaja berupa konseling untukanak alaki-laki dan anak perempuan, pelayanan rehabilitasi untuk penyandangcacat, dan pelayanan untuk lansia laki-laki dan perempuan.

Implementasi Format Anggaran Responsif Gender Malaysia dapat menjadiinspirasi pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Indonesia denganmelakukan penyesuaian- agar selaras dengan sistem penganggaran di Indonesia.Penyesuaian yang perlu dilakukan tidak terlalu banyak karena sistem dasarnyasama, yaitu anggaran berbasis kinerja.

Page 234: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

208 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN FormulirSATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RKA - SKPD

Provinsi/Kabupaten/Kota ……. 2.2.1Tahun Anggaran …...

UrusanPemerintahan:2.01 Urusan Pilihan Pertanian ………………….Organisasi : 2.01.02 Dinas Kesehatan Hewan dan PeternakanProgram : 2.01.02.24 Peningkatan penerapan teknologi peternakanKegiatan : 2.01.02.24.04 Penyuluhan teknologi peternakan tepat gunaLokasi kegiatan Kecamatan ZJumlah Tahun n-1 Rp 0,00 ( nol rupiah .)Jumlah Tahun n Rp 190,847,425.00.(seratus sembilan puluh juta delapan ratus empat puluh tujuh ribu empat ratus dua puluh lima rupiah)Jumlah Tahun n+1 Rp 0,00 ( nol rupiah .)

Indikator & Tolok Ukur Kinerja Belanja LangsungIndikator Tolok Ukur Kinerja Target Kinerja

Capaian Program peserta penyuluhan TTG bagi laki2 & prp 500 pesertaMasukan Jumlah dana yang dibutuhkan 190.847.425Keluaran jumlah peserta baik laki-laki dan prp yang ikut penyuluhan 100 peserta (20% dr

Hasil tersosialisasinya teknologi tepat guna di petani laki2 & prp 75 org (15% capaian program)

Kelompok Sasaran Kegiatan : petugas penyuluh kecamatan, 50% laki-laki 50 % perempuan

Rincian Anggaran Belanja Langsungmenurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kode Uraian Rincian Penghitungan JumlahRekening Volume Satuan Harga (Rp)

satuan1 2 3 4 5 6=(3x5)

5 2 BELANJA LANGSUNG5 2 1 BELANJA PEGAWAI 53.500.0005 2 1 01 Honorarium PNS 10.800.0005 2 1 01 01 Honorarium Panitia Pelaksana 10.800.000

*insentif kegiatan TTG (6 org x 2 kab/kota) 3 Org 300.000 900.000*insentif kegiatan sosialisasi pelarangan pemotongan ternak betina 3 Org 300.000 900.000 produktif (6 org x 4 kab/kota)

5 2 1 02 Honorarium Non PNS 42.700.0005 2 1 02 01 Honorarium Tenaga Ahli/Instruktur/Narasumber 42.700.000

* penyuluhan TTG (12 JPL x 2 kab) 24 JPL 150.000 3.600.000*Sosialisasi pelarangan pemotongan ternak betina 64 JPL 150.000 9.600.000 produktif (16 JPL x 4 kab)*Uang saku peserta penyuluhan TTG (2 hari x 25 org x 2 kab/kota) 100 OH 50.000 5.000.000*Biaya transport peserta penyuluhan TTG (2 hari x 25 org x 2 kab/kota) 100 OH 15.000 1.500.000*Uang saku peserta sosialisasi pelarangan pemotongan ternak betina 200 OH 50.000 10.000.000 produktif (2 hari x 25 org x 4 kab/kota)*Biaya transport peserta sosialisasi pelarangan pemotongan ternak betina 200 OH 15.000 3.000.000 produktif (2 hari x 25 org x 4 kab/kota)*Honor tenaga ahli 4 OH 2.500.000 10.000.000

5 2 2 BELANJA BARANG DAN JASA 137.347.4255 2 2 02 Belanja Bahan/Material 45.727.4255 2 2 02 06 Belanja Tas kegiatan 13.800.000

*Training Kit peserta (25 org x 2 kab/kota)+(25 org x 4 kab/kota) 13.800.0005 2 2 02 19 Belanja bahan percontohan 31.927.425

Bahan kegiatan penyuluhan TTG*biogas 1 pkt 19.302.425 19.302.425*pupuk urea 1000 kg 2.000 2.000.000*dedak 1000 kg 1.500 1.500.000*Dubora 10 liter 200.000 2.000.000*cangkul 5 buah 30.000 150.000*Gembor 5 buah 25.000 125.000*Sepatu Boat 5 psg 60.000 300.000*Jerami 2000 kg 400 800.000*Probiotik 50 kg 100.000 5.000.000*Plastik hitam 100 m 7.500 750.000

Page 235: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

209

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

5 2 2 06 Belanja Cetak dan Penggandaan 4.000.0005 2 2 06 02 Belanja Penggandaan 4.000.000

Penggandaan untuk penyuluhan TTG*Fotocopi dan penggandaan 1 keg 400.000 400.000*Biaya dokumentasi dan pelaporan kegiatan 1 keg 600.000 600.000*Biaya spanduk 4.00 buah 250.000 1.000.000Penggandaan untuk sosialisasi pelarangan pemotongan ternakbetina produktif*Fotocopi dan penggandaan 1 keg 400.000 400.000*Biaya dokumentasi dan pelaporan kegiatan 1 keg 600.000 600.000*Biaya spanduk 4 buah 250.000 1.000.000

5 2 2 07 Belanja Sewa Rumah/Gedung/Gudang/Parkir5 2 2 07 03 Belanja sewa ruang rapat/pertemuan

*Sewa tempat olahan hasil peternakan dan peralatan kegiatan 4 hari 1.500.000 6.000.000 penyuluhan TTG*Sewa tempat dan peralatan kegiatan sosialisasi pelarangan pemotongan 8.00 hari 1.500.000 12.000.000 ternak betina produktif

5 2 2 11 Belanja Makanan dan Minuman 17.220.0005 2 2 11 04 Belanja Makanan dan Minuman Kegiatan 17.220.000

Kegiatan Penyuluhan TTG*Konsumsi dan Snack (2 hari x 35 org x 2 kab) 140 OH 41.000 5.740.000Kegiatan Sosialisasi Pelarangan Pemotongan Ternak BetinaProduktif*Konsumsi dan Snack (2 hari x 35 org x 4 kab) 280 OH 41.000 11.480.000

5 2 2 15 Belanja Perjalanan Dinas 52.400.0005 2 2 15 01 Belanja perjalanan dinas dalam daerah 52.400.000

Perjalanan Dinas Kegiatan Penyuluhan TTGGolongan IV (2 Kab/Kot x 4 hari x 1 Org)*Lumpsum 8 OH 450.000 3.600.000*Transport 2 OT 200.000 400.000Golongan III (2 Kab/Kot x 4 hari x 3 Org)*Lumpsum 24 OH 400.000 9.600.000*Transport 6 OT 200.000 1.200.000Perjalanan Dinas Kegiatan Sosialisasi Pelarangan Pemotongan TernakBetina ProduktifGolongan IV (4 Kab/Kot x 4 hari x 2 Org)*Lumpsum 32 OH 450.000 14.400.000*Transport 8 OT 200.000 1.600.000Golongan III (4 Kab/Kot x 4 hari x 3 Org)*Lumpsum 48 OH 400.000 19.200.000*Transport 12 OT 200.000 2.400.000

Jumlah Belanja Langsung 190.847.425

……..,tanggal …..

Kepala SKPD

(tanda tangan)

(nama lengkap)NIP.

Keterangan :Tanggal Pembahasan :Catatan Hasil Pembahasan :1.2.Dst

Tim Anggaran Pemerintah Daerah:N o Nama Nip Jabatan Tandatangan12dst

Page 236: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

210 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Lembar Bantu Belajar 7.1

Panduan Diskusi Menyusun Renja dan RKA Responsif Gender

Peserta dibagi menjadi menjadi 4 kelompok, yakni: Anggur, Mangga, Jeruk dan Apel1. Kelompok Anggur dan Mangga menyusun Renja SKPD Responsif Gender.2. Kelompok Jeruk dan Apel menyusun RKA SKPD Responsif Gender.

A. Panduan Diskusi Menyusun Renja SKPD Responsif Gender

1. Lihat kembali Tabel Kesenjangan Gender yang ada di Lembar Bantu Belajar 2.1.2. Buatlah satu usulan kegiatan berdasarkan tabel kesenjangan gender yang ada di

Lembar Bantu Belajar 2.1.3. Susun ToR Kegiatan berdasarkan format berikut ini:

Nama SKPD Nama SKPD yang mengusulkan kegiatan

Program Nama program (tulis nama salah satu program yang sesuai dan terdapatdalam menu Permendagri No. 13 Tahun 2006)

Kegiatan Nama kegiatan yang akan diusulkan boleh di luar nama kegiatan yangterdapat dalam menu Permendagri No. 13 Tahun 2006)

Kode Rekening Nama kode rekening berdasarkan program

Dasar Hukum Dasar hukum yang mendukung kegiatan, seperti: UU, Permen, Perbup/Perwal, Perda

Tujuan Tujuan harus fokus pada kebutuhan untuk menyelesaikan masalahberdasarkan capaian dampak dan harus diarahkan pada penyelesaianproblem ketidakadilan gender

Analisis Kebutuhan Dasar Tuliskan hasil analisis situasi antara perempuan dan laki-laki berdasarkananalisis gender yang telah dilakukan

Kelompok Sasaran Tuliskan penerima manfaat yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin,laki-laki dan perempuan

Input Tuliskan jumlah dana yang dibutuhkan

Output Output akhir minimal harus memuat informasi tentang:

a. output kuantitas

b. output kualitas

Outcome Tuliskan hasil dari bekerjanya output secara langsung

Catatan selama diskusi: Nyatakan secara eksplisit isu gender yang relevan dengan usulankegiatan, baik di pernyataan tujuan, analisis kebutuhan dasar, kelompok sasaran, outputmaupun outcome.

B. Panduan Diskusi Menyusun RKA SKPD Responsif Gender

1. Contoh RKA SKPD Form 2.2.1 telah dibagikan.2. Diskusikan dan kritisi apakah penulisan RKA SKPD ini sudah dilakukan

sebagaimana mestinya berdasarkan Bahan Bacaan 7.2.3. Revisi RKA SKPD berdasarkan Bahan Bacaan 7.2, agar menjadi responsif gender.

Catatan selama diskusi:

- Nyatakan secara eksplisit isu gender dalam pernyataan Indikator (capaian pro-gram, keluaran dan hasil) dan Kelompok Sasaran.

- Gunakan prinsip ekonomi dalam menyusun anggaran belanja untuk kegiatanini.

Page 237: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

211

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Formulir yang Terdapat dalam RKA-SKPD:

a. Fomulir RKA-SKPDRENCANA KERJA DAN ANGGARAN

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir

Provinsi/Kabupaten/Kota ……. RKA - SKPDTahun Anggaran ……

Urusan Pemerintahan : x. xx. ………………….

Organisasi : x. xx. xx. ………………….

Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja dan PembiayaanSatuan Kerja Perangkat Daerah

Kode Uraian JumlahRekening (Rp)

1 2 3

Surplus/ (Defisit)

Pembiayaan neto

……..,tanggal……….

Kepala SKPD

(tanda tangan)

(nama lengkap)

NIP.

Page 238: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

212 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

b. Fomulir RKA-SKPD 1RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Formulir

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RKA - SKPD

Provinsi/Kabupaten/Kota ……. 1Tahun Anggaran ……

Urusan Pemerintahan : x. xx. ………………….

Organisasi : x. xx. xx. ………………….

Rincian Anggaran Pendapatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kode Uraian Rincian Perhitungan JumlahRekening Volume Satuan Tarif/ (Rp)

Harga1 2 3 4 5 6 = (3 x 5)

Jumlah

……..,tanggal……….

Kepala SKPD

(tanda tangan) (nama lengkap)

NIP.

Keterangan :Tanggal Pembahasan :Catatan Hasil Pembahasan :1. 2. Dst

Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:

NoNoNoNoNo NamaNamaNamaNamaNama NIPNIPNIPNIPNIP JabatanJabatanJabatanJabatanJabatan TTTTTanda tangananda tangananda tangananda tangananda tangan1 2 dst

Page 239: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

213

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

c. Fomulir RKA-SKPD 2.1RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Formulir

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RKA - SKPD

Provinsi/Kabupaten/Kota ……. 2.1Tahun Anggaran ……

Urusan Pemerintahan : x. xx. ………………….

Organisasi : x. xx. xx. ………………….

Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kode Uraian Tahun n Tahun n + 1Rekening Volume Satuan Tarif/ Harga

Harga (Rp)1 2 3 4 5 6=(3x5) 7

Jumlah

……..,tanggal……….

Kepala SKPD

(tanda tangan) (nama lengkap)

NIP.

Keterangan :Tanggal Pembahasan :Catatan Hasil Pembahasan :1. 2. Dst

Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:

NoNoNoNoNo NamaNamaNamaNamaNama NIPNIPNIPNIPNIP JabatanJabatanJabatanJabatanJabatan TTTTTanda tangananda tangananda tangananda tangananda tangan1 2 dst

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

x x x x xx

Page 240: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

214 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

d. Fomulir RKA-SKPD 2.2.1RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Formulir

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RKA - SKPD

Provinsi/Kabupaten/Kota ……. 2.2.1Tahun Anggaran ……

Urusan Pemerintahan : x. xx. ………………….Organisasi : x. xx. xx. ………………….Program : x. xx. ………………….Kegiatan : x. xx. xx. ………………….Lokasi Kegiatan : ………………….Jumlah Tahun n-1 Rp. .................................................. (..................................................)Jumlah Tahun n Rp. .................................................. (..................................................)Jumlah Tahun n+1 Rp. .................................................. (..................................................)

Indikator & Tolok Ukur Kinerja Belanja Langsung

Indikator Tolok Ukur Kinerja Target KinerjaCapaian Program Masukan Keluaran Hasil

Kelompok Sasaran Kegiatan : ..................................

Rincian Anggaran Belanja Langsungmenurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah

Kode Uraian Rincian Perhitungan JumlahRekening Volume Satuan Tarif/ (Rp)

Harga1 2 3 4 5 6 = (3 x 5)

Jumlah ……..,tanggal……….

Kepala SKPD(tanda tangan)

(nama lengkap)NIP.

Keterangan :Tanggal Pembahasan :Catatan Hasil Pembahasan :1. 2. Dst

Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:Tim Anggaran Pemerintah Daerah:

NoNoNoNoNo NamaNamaNamaNamaNama NIPNIPNIPNIPNIP JabatanJabatanJabatanJabatanJabatan TTTTTanda tangananda tangananda tangananda tangananda tangan1 2 dst

x x x x xxx x x x xxx x x x xxx x x x xx

Page 241: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

215

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

e. Fomulir RKA-SKPD 2.2RENCANA KERJA DAN ANGGARAN Formulir

SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RKA - SKPD

Provinsi/Kabupaten/Kota ……. 2.2Tahun Anggaran ……

Urusan Pemerintahan : x. xx. ………………….

Organisasi : x. xx. xx. ………………….

Rekapitulasi Anggaran Belanja Langsung Berdasarkan Program dan Kegiatan

Kode Uraian Lokasi Target JumlahProgramKegiatan Kegiatan Kinerja Tahun n Tahun

(Kuantitatif ) Belanja Barang Modal Jumlah n+1

Pegawai & Jasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9=6+7+8 10

xx Program...

xx Kegiatan...

xx Kegiatan...

xx dst...

xx Program...

xx Kegiatan...

xx Kegiatan...

xx dst...

xx Program...

xx Kegiatan...

xx Kegiatan...

xx dst...

xx dst...

xx dst...

Jumlah

……..,tanggal……….

Kepala SKPD

(tanda tangan) (nama lengkap)

NIP.

Page 242: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

216 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Anggaran Berbasis KinerjaResponsif Gender

Anggaran Berbasis Kinerja

• Penyusunan anggaran yang didasarkanatas perencanaan kinerja

• Terdiri dari program dan kegiatan yangakan dilaksanakan serta indikator kinerjayang ingin dicapai

• Fokus pada pemberian layanan• Uukuran keberhasilan ditentukan oleh

tercapai/tidaknya indikator kinerja yangtelah ditetapkan

Tiga Indikator Kinerja

• Input (Masukan)• Output (Keluaran)• Outcome (Hasil)

Tiga Kriteria untuk MenilaiIndikator Kinerja

• Ekonomis• Efisien• Efektif

Mengintegrasikan Gender dalamAnggaran Berbasis Kinerja

• Metode Pertama: menyertakan komponen gender dalaminput, output dan outcome

• Metode kedua: menambahkan equity (keadilan) sebagaiindikator kinerja

• Metode ketiga: menilai kembali makna ekonomi, efisiensidan efektivitas dari perspektif anggaran responsif gender

Bahan Presentasi 7.1

1 2

3 4

5

Page 243: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

217

Sesi 7 Anggaran Berbasis Kinerja yang Responsif Gender

Menyusun Renja dan RKASKPD Responsif Gender

Program/Kegiatan

• Merupakan upaya sistematis yangdilakukan pemerintah untuk mengatasimasalah yang terjadi di masyarakat

• Penyusunan program/kegiatan harusdidasarkan pada data

Prinsip Penyusunan Program/Kegiatan

• S = Specific• M = Measureable• A = Achievable• R = Result oriented• T = Time-bond

Penentuan Prioritas Kegiatan

• Penting dilakukan karena keterbatasananggaran

• Perlu ada indikator penentuan prioritas

RKA SKPD Responsif Gender

Elemen-elemen dalam Form 2.2.1:• Capaian program• Input• Output• Outcome• Kelompok sasaran--> Perlu pernyataan eksplisit adanya akses, peran, kontrol,

manfaat yang setara antara laki-laki dan perempuan

Menyusun Renja SKPDResponsif Gender

Terbagi menjadi dua langkah utama:• Menentukan prioritas kegiatan yang akan

diusulkan à perlu kriteria untuk menyeleksidaftar usulan kegiatan karena keterbatasananggaran

• Mengintegrasikan isu gender di semuausulan prioritas kegiatan à diformulasikandalam bentuk ToR Kegiatan

ToR Kegiatan

• Bentuk keseriusan dalam mengusulkanprogram/kegiatan

• Sebagai informasi kepada para pihak(Bappeda, TAPD, DPRD)

• Di dalamnya secara eksplisit menyatakanproblem gender yang terjadi

Bahan Presentasi 7.2

1 2

3 4

5 6

7

Page 244: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

218 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Page 245: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Pemetaan Kekuatan

SESI 8

Page 246: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 247: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

219

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

PengantarAdvokasi anggaran responsif gender merupakan upaya memperjuangkan anggaran

agar lebih berpihak kepada masyarakat serta dapat mengakomodasikan adanya kebutuhanyang berbeda antara berbagai kelompok dalam masyarakat, baik laki-laki, perempuan,anak, remaja, lansia, maupun penyandang cacat.

Dalam proses advokasi anggaran responsif gender, penggerak perubahan akandihadapkan pada proses politis dari kekuasaan. Mereka merupakan beberapa kelompokdalam masyarakat, baik kelompok formal maupun informal, yang berperan penting dalampengambilan keputusan sumber daya publik.

Keberhasilan advokasi anggaran responsif gender membutuhkan adanya bekalpemahaman mengenai peta politik pada penyusunan dan penetapan APBD. Pemetaanpolitik berguna untuk memetakan aktor, kepentingan, serta relasi dan pengaruh paraaktor dalam proses penyusunan dan penetapan APBD. Pemetaan politik juga akanmembekali penggerak perubahan mengenai pihak-pihak mana saja yang mendukungatau sebaliknya, pihak-pihak mana saja yang menghambat advokasi. Dengan adanya petakekuatan politik, penggerak perubahan bisa menyusun strategi advokasi yang tepat untukmencapai tujuan advokasi.

Pemetaan Kekuatan

Page 248: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

220 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tujuan:

• Peserta memiliki kemampuan mengidentifikasi ’pemain kunci’ yang harusdiperhitungkan dalam advokasi anggaran responsif gender.

• Peserta memiliki kemampuan mengidentifikasi kepentingan dan insentif yangdapat diberikan kepada pemain kunci agar mendukung advokasi anggaranresponsif gender.

• Peserta memahami fenomena kekuatan yang tampak (visible), tersembunyi (hid-den), dan tak tampak (invisible power), serta pendapat masing-masing pihakpemangku kepentingan terhadap isu perubahan.

Metode:

• Curah pendapat• Diskusi kelompok• Presentasi

Waktu:

120 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol

Media Pembelajaran:

• Lembar Bantu Belajar 8.1• Bahan Bacaan 8.1• Bahan Bacaan 8.2• Bahan Presentasi 8.1

Catatan untuk Fasilitator:

• Fasilitator hendaknya mendampingi proses pembahasan dan analisis yang terjadidalam kelompok karena pada proses inilah perdebatan antarpeserta tentangsiapa pihak pendukung, penentang, dan target terjadi. Ini penting sebagai bekalpemahaman fasilitator untuk memandu proses curah pendapat dalam sesi ini.

• Sesi ini bisa menjadi “rawan” atas ketidaknyamanan psikologis peserta karenasangat dimungkinkan posisi peserta dari pihak eksekutif dan legislatif, oleh NGOatau masyarakat, dianggap sebagai pihak yang menghambat dan sebaliknya.Perlu kearifan dan kreativitas fasilitator untuk menjaga forum tetap kondusif dansemua peserta merasa nyaman. Ini penting untuk pengkondisian sesi selanjutnya.

• Contoh peta kekuatan politik untuk satu isu tertentu dapat dilihat di akhir sesiini.

Tahapan Proses:

Pembukaan (5 menit)• Fasilitator menjelaskan tujuan sesi 8 secara singkat.

Curah Pendapat (15 menit)• Fasilitator meminta pendapat peserta tentang apa yang dimaksud dengan advokasi

dan mengapa advokasi anggaran perlu dilakukan.

Page 249: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

221

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

• Fasilitator merangkum pendapat peserta tentang advokasi dan mengapa advokasipenting untuk dilakukan. Selanjutnya fasilitator mempresentasikan materi advokasiuntuk menajamkan pemahaman peserta.

Presentasi (15 menit)• Fasilitator menayangkan Bahan Presentasi 8.1 dan menjelaskan isi presentasi secara

singkat. Versi lengkap dari bahan presentasi, yaitu Bahan Bacaan 8.1 dibagikan kepadapeserta.

• Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa di sesi 8 ini akan dilakukan diskusikelompok.

Diskusi Kelompok (40 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok, kemudian membagikan Lembar

Bantu Belajar 8.1.

• Fasilitator menjelaskan aturan main diskusi kelompok dan selanjutnya memintapeserta untuk mengerjakan Lembar Bantu Belajar 8.1.

• Waktu berdiskusi 40 menit.

Curah Pendapat (40 menit)• Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya secara

bergiliran. Setiap kelompok menggambarkan masing-masing pihak yang telahdiidentifikasi menjadi lingkaran-lingkaran dengan warna yang berbeda atau sesuaikategori. Besar kecilnya lingkaran menunjukkan kuat lemahnya pengaruh. Gambargaris penghubung antarlingkaran menunjukkan arah relasi antarpihak. Tebal tipisnyalingkaran dan garis tebal atau titik-titik menunjukkan penting tidaknya relasi yangada.

• Fasilitator memberikan waktu kepada peserta dari kelompok lain untuk menanggapipresentasi kelompok penyaji.

Penutup (5 menit)• Fasilitator bersama peserta mengambil kesimpulan sesi 8, sebagai berikut:

- Dalam setiap tahap proses perencanaan dan penganggaran, terdapat tokoh-tokoh kunci yang berperan. Pengenalan tokoh kunci penting sebagai dasarmenyusun strategi advokasi.

- Tokoh kunci terdiri dari tokoh-tokoh yang secara kasat mata terlihat (visible) dantokoh-tokoh yang tidak terlihat (hidden dan invisible).

- Dalam proses advokasi, ada pihak yang mendukung dan ada juga yangmenghambat. Ini perlu dikenali sejak dini untuk mengetahui solusi dari persoalanyang mungkin akan muncul dalam advokasi.

- Mengenali kepentingan masing-masing pemain kunci dan insentif yang mungkinuntuk ditawarkan kepada mereka menjadi dasar dalam menyusun strategiadvokasi yang akan dibahas dalam sesi 9.

Page 250: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

222 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 8.1

Peta Kekuatan dan Istilah-istilah Kunci

Advokasi sering dimaknai sebagai tindakan terorganisir. Peta kekuatan akan menjadimasukan penting untuk menegosiasikan tujuan advokasi kita, yaitu adanya perubahandalam penganggaran di daerah. Ini merupakan alat untuk mengidentifikasi siapa ’pemainkunci’ yang harus diperhitungkan secara serius sekaligus alat untuk mewujudkanperubahan yang menjadi tujuan advokasi. Negosiasi akan lebih mudah dilakukan ketikakita punya informasi memadai tentang target negosiasi kita.

Tanpa analisis yang jelas dari seluruh kekuatan atau institusi yang mungkin mengharapsesuatu dari proses penganggaran, upaya kita dapat saja terhalang oleh seseorang ataukelompok yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya.

Terkait dengan identifikasi pemain kunci, VeneKlasen menyebutkan ada tiga tingkatankekuatan yang dimiliki, yaitu kekuatan yang tampak (visible), tersembunyi (hidden), dantak tampak (invisible). Lebih jelasnya seperti berikut:

1. Kekuatan yang tampak: pengambilan keputusan dapat diamati

Yang termasuk tingkat ini adalah aspek-aspek kekuasaan politik yang tampak danterdefinisi, yaitu aturan-aturan formal, struktur, wewenang, institusi dan prosedurpengambilan keputusan. Contohnya adalah pemilu, partai politik, hukum, legislator,anggaran, kebijakan perusahaan, peraturan daerah. Ada dua cara membedakankepentingan dan organisasi/masyarakat pada tingkat kekuatan jenis ini:

• Hukum dan kebijakan yang bias yang nampaknya ‘netral’ tetapi jelas melayanisatu kelompok masyarakat atas pengorbanan masyarakat lain, misalnya kebijakankesehatan yang tidak mencukupi kebutuhan khusus perempuan, atau bentukeksklusi yang lebih jelas seperti pembatasan umur dan jenis kelamin untukpersyaratan kerja.

• Struktur pengambilan keputusan yang tertutup, korup atau tidak representatif(yang tidak melibatkan suara atau kepentingan masyarakat yang seharusnyadilayani).

Warga dan donor secara alamiah menganggap penting pengaruh untukmenanggapi ekspresi nyata kekuasaan, seperti memilih lebih banyak perempuan dankelompok minoritas untuk duduk dalam pemerintahan, atau mereformasi hukum atauaturan yang diskriminatif. Strategi-strategi tersebut penting, tetapi tidak cukup untukmengatasi aturan tidak tertulis di masyarakat dan dinamika kekuasaan yang sering kalimengalahkan aturan sistem formal.

Meskipun ada hukum dan struktur pengambilan kebijakan, politik tidak pernahterjadi di lapangan. Kekuatan di balik layar, politik, ekonomi, sosial dan budayamenentukan siapa yang duduk di kursi pengambil kebijakan dan isu apa yang menjadiperhatian.

2. Agenda tersembunyi: menyusun agenda politik

Tingkat kekuatan jenis ini kurang jelas, sehingga lebih sulit dimasuki. Orang danlembaga tertentu mempertahankan kekuasaan mereka dengan mengendalikan siapayang duduk di kursi pengambil keputusan dan isu apa yang diangkat di sana. Dinamika

Page 251: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

223

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

ini mengabaikan dan meremehkan kepentingan dan perwakilan dari kelompok yanglebih lemah, misalnya kelompok perempuan dan miskin. Masalah yang dihadapikelompok-kelompok yang dipinggirkan, seperti isu limbah beracun, hak atas tanahdan kekerasan dalam rumah tangga, adalah masalah yang jelas terlihat di masyarakatnamun tidak tersentuh agenda politik. Sulitnya memperoleh liputan media semakinmempersulit keadaan karena media sering kali menganggap masalah kelompok-kelompok tersebut bukan ‘arus utama’ atau tidak bernilai berita.

Pada beberapa hal, kepentingan politik dan ekonomi yang berkuasa cenderungmendiskreditkan kelompok yang kurang beruntung sehingga mustahil bagi warga yangtidak memiliki sumber daya ataupun hubungan dengan penguasa dapat didengarsuaranya. Bahkan meskipun mereka mewakili populasi yang cukup potensial. Dalambeberapa kasus bahkan pemimpinnya disiksa atau dibunuh. Menutup saluran ataumembungkam suara mereka agar tak didengar publik yang lebih luas membuatpengambilan keputusan beralih untuk menguntungkan sebagian kecil masyarakat ataspengorbanan kelompok masyarakat lain yang jumlahnya lebih besar. Untuk menentangperlakuan seperti ini dilakukan advokasi, dengan membentuk konstituen berbasis luas.Hal ini untukmengubah kebijakan dan institusi dalam rangka mengurangi diskriminasisistemik. Untuk membangun organisasi yang kuat dan akuntabel, mereka mengguna-kan pihak lain menuju ke meja pengambilan keputusan. Mereka membuat danmenyebarkan analisis dan perspektif alternatif mengenai masalah-masalah merekadan politik. Mereka juga berusaha menjalankan hubungan dengan kelompok-kelompokberkuasa untuk meningkatkan suara dan kehadiran mereka dalam politik. Strategitersebut dilakukan dengan efektif oleh kelompok-kelompok pecinta lingkungan hidup,AIDS, perempuan, HAM.

3. Kekuatan tak nampak: membentuk makna

Mungkin inilah yang paling tersembunyi dari ketiga dimensi kekuatan. Tingkat iniberoperasi dengan menggunakan cara-cara yang bukan hanya menghalangikepentingan pesaing dan masalahnya masuk ke meja pengambil kebijakan, tetapibahkan menghalangi masuk ke pikiran dan alam sadar berbagai pemain politik yangterlibat, termasuk orang-orang yang terkena dampak langsung masalah tersebut.Dengan mempengaruhi cara berpikir orang mengenai tempatnya di dunia, tingkatkekuasaan ini membentuk kepercayaan masyarakat, rasa kedirian dan penerimaanatas ‘nasib’ lebih berkuasa atau lebih lemah dalam masyarakat. Contoh yang banyakditemukan dalam masyarakat misalnya, laki-laki dan perempuan diajarkan untukmenerima peran dan hubungan antar- mereka sebagai kodrat atau hukum alam.Kesadaran yang tersosialisasi membuat mereka tidak mempertanyakan ataumembayangkan kemungkinan lain untuk mengubah bentuk hubungan tersebut ataumenyebutnya sebagai ketidakadilan.1

Melalui perencanaan dan analisis yang tepat, kita dapat mengidentifikasi stake-holders dan mengembangkan strategi yang dapat menetralisir ’penentang’ tersebutdan meminimalkan serangan balik yang tidak terduga. Perencanaan semacam ini jugamembantu kita mengevaluasi tingkat risiko yang dihadapi ketika mencobamenciptakan perubahan, sesuatu yang penting tetapi sering terlewatkan dalamperencanaan advokasi.

1 VeneKlasen, Lisa dan Valerie Miller dalam A New Wave of Power, People & Politics : The Action Guide for Advocacy and Citizen Participation.2002.Washington DC, hal 47-48.

Page 252: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

224 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Peta kekuatan ini juga memberi kesempatan untuk menguji pandangan darimasing-masing stakeholders tentang isu anggaran. Pada sebagian besar kasus, peta iniakan membantu aktivis memperoleh informasi siapa sebenarnya pengambil keputusanyang penting dan bagaimana posisi mereka serta strategi apa yang harus dipersiapkanuntuk menghadapinya.

Dengan demikian, peta ini dapat digunakan sebagai alat untuk memeriksa dan alatperencanaan dan pengumpulan informasi. Misalnya jika isu anggaran diubah menjadiisu penyusunan Perda Perizinan Usaha atau Antikekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT),maka peta ini juga akan berubah dan masing-masing stakeholders dapat bertukarkategori sesuai posisi mereka terhadap isu baru tersebut.

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan strategi yang dapat digunakan untukmasing-masing tingkatan kekuatan: 2

2 Ibid, hal 50.

Page 253: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

225

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

Kekuasaan, partisipasi politik dan perubahan sosial

Mekanisme dan Kekuatan Kekuatan Kekuatan yangstrategi yang tampak yang tersembunyi tak tampak

Institusi, pejabat daninstrumen formal :Mekanisme kekua-saan formal untukmembentuk aturandalam masyarakat.

Institusi dan pejabatformal: presiden,perdana menteri,legislator, peradilan,departemen,kepolisian, militer, dll;PBB, IMF, Bank Dunia;Sektor swasta:industri, perusahaanmultinasional, kamardagang, bisnis, dll.

Instrumen : kebijakan,hukum, anggaran,peraturan, konvensi,mekanismepelaksanaan, dll.Bentuk diskriminasi:hukum/kebijakanyang bias (misal,pelayanan kesehatanyang mengabaikankebutuhanreproduktifperempuan); strukturpengambilan kepu-tusan yang tertutupdan tidak represen-tatif (di parlemen,peradilan, dll.)

Eksklusi dan diskriminasi:Kelompok tertentu danmasalahnyadipinggirkan daripengambilan keputusanoleh peraturan yang taktertulis, praktik-praktik,dan lembaga dalammasyarakat. Mediasering tidak meng-anggap masalah merekasebagai arus utama ataubernilai berita.Mereka dan keluhanmereka ditiadakan olehintimidasi, pengha-langan informasi dankooptasi. Pemimpinnyadianggap tukangmembuat masalah atautidak representatif.Misalnya isu-isu sepertiKDRT dianggap terbatasdalam lingkup rumahtangga sehingga takperlu perlakuan publik..

- Membangun konsti-tuensi aktif sekitar isu/kepedulian bersama.

- Memperkuat organi-sasi, koalisi,pergerakan danpemimpin yangakuntabel.

- Mobilisasi sekitaragenda bersama:menunjukkanpengaruh melaluitindakan langsung.

- Riset partisipatoris danpenyebaran informasiyang melegi-timasiisu-isu kelompok yangtersisih.

Sosialisasi dan kontrolinformasi: Proses, praktiknorma-norma budayadan adat membentukpemahaman masyarakatakan kebutuhan, peran,kemungkinan dantindakan yangmenghambat tindakanefektif menujuperubahan. Di antarakelompok-kelompokmarjinal, sosialisasimeresapkan rasa rendahdiri, apathis,menyalahkan diri, takberdaya, tak berharga,memusuhi, amarah.Informasi pentingditutupi atau dihalangiaksesnya.

- Pendidikan untukmembangkitkan rasapercaya diri,kewargaan, kolaborasi,kesadaran politik,analisis politik danmenggunakan mediaalternatif.

- Berbagi kisah, bicaradan berhubungandengan orang lain,memperkuatpertahanan,mengaitkan masalahkonkret sehari-haridengan hak.

- Investigasi, risettindakan, danpenyebaran informasiyang disembunyikan.

MEKANISMEMekanisme: Berbagaiekspresi dan bentukkekuasaanpartisipasidalam pengambilankebijakan publikmenyentuh langsungke permukaan.Ditentukan olehkonteks politik,pengaruh, sumber dayadan keahlian berbagaipelaku politik. Namunmekanisme kekuatantak tampak dantersembunyi jugamembentuk efektivitaswarga.. Mekanisme inibisa menyebabkanketidak-berdayaan,konflik, peminggiran,dan perlawanan. Perlubeberapa strategiuntuk menghadapimekanisme ini supayapartisipasi politik dapatlebih inklusif danrakyat bisamenggunakan hak dankewajiban sebagaiwarga.

STRATEGIStrategi: Strategi utamaadvokasi untuk meng-hadapiketidakberdayaan daneksklusi.Advokasikeadilan sosial mem-butuhkan strategitindakan komprehensifyang membahasberbagai bentukkekuatan yang tampak,tersembunyi maupuntidak tampak denganmelacak sumberkekuasaan alternatif.

Page 254: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

226 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Istilah-istilah Kunci:Pihak yang mendukung adalah individu dan organisasi pendukung yang dapat dibagi

dalam tiga kategori (yang sering tumpang tindih):

1. Mereka yang mendukung upaya kita untuk mengadakan perubahan karenamengharapkan keuntungan dari upaya tersebut.

2. Mereka yang dengan mudah diyakinkan untuk bergabung dengan upaya kita karenakeprihatinan dan nilai-nilai yang sama.

3. Mereka yang akan secara langsung bekerja sama dengan kita dan berbagi tanggungjawab dalam advokasi karena memiliki kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya.

Pihak yang menentang adalah individu atau organisasi yang menentang upaya-upayaadvokasi. Mereka dapat dibagi dalam tiga kategori:

1. Penentang utama, yaitu mereka yang akan kehilangan sesuatu (dalam bentuk moralmaupun material) jika advokasi berhasil.

2. Penentang potensial, yaitu penentang yang mungkin tidak akan mengambil tindakanhingga kita benar-benar menjadi ancaman mereka secara langsung.

3. Penentang oportunis, yaitu mereka yang mungkin dapat diyakinkan oleh satu ataudua argumen dari kita.

Target. Tidak mudah mengidentifikasi seseorang sebagai target. Akan lebih mudahkita memikirkan siapa target utama dan siapa yang target tambahan. Misalnya, targetutama adalah bupati sedangkan target tambahan adalah orang-orang yang pendapatnyadidengar bupati. Sehingga, upaya advokasi dapat difokuskan pada orang-orang tersebut.Memang ini bukanlah hal yang mudah, sebab mungkin saja target ini meleset. Contohnya,ketika aktivis LSM di Amerika Serikat mengadvokasi perubahan Undang-Undang tentangRanjau Darat. Mereka melakukan lobi kepada para anggota Kongres, namun ternyatakeputusan Presiden AS (target utama) dipengaruhi oleh para jenderal Angkatan Darat.

Konstituen. Merupakan orang-orang yang mempunyai keprihatinan mendalam atauterpengaruh secara langsung dengan advokasi dan berkeinginan untuk bergabung dalamadvokasi. Dari sisi organisasi perencana advokasi, konstituen adalah orang-orang yangsudah aktif di organisasi atau mereka yang terlibat langsung dengan isu yang akandiorganisir. LSM dapat menjadi pendorong bagi gerakan dan partisipasi rakyat. Yangterpenting, tujuan advokasi adalah memperbanyak kelompok-kelompok masyarakat agarmampu mengambil inisiatif dan melakukan kampanye atau advokasi untuk isu yangmereka perjuangkan.

Page 255: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

227

Bahan Bacaan 8.2

Relasi Para Aktor APBD dalam Teori Pilihan Publik

A. Fakta-fakta Seputar Proses Pengambilan Keputusan APBD

Secara formal, institusi utama pengambil keputusan APBD adalah DPRD dan Pemda.Aktor-aktor utama yang berperan, terdiri dari kepala daerah, ketua TAPD, kepala Bappeda,kepala DPRD, ketua Panitia Anggaran dan ketua Fraksi. Para aktor utama ini berperanpenting dalam menentukan APBD untuk, menjadi pro rakyat atau tidak.

Banyak situasi di mana APBD tidak menunjukkan kepekaannya terhadap kepentinganrakyat. Antara lain ditunjukkan dengan anggaran yang besar untuk kendaraan dinas, makanminum, listrik, telepon, pemeliharaan, perjalanan dinas. Dapat dikatakan, ’anggaran untukkepentingan pemerintah dan DPRD selalu tersedia’ , sedangkan anggaran untuk masyarakatterbatas. Selain itu, realita yang juga banyak terjadi adalah besarnya alokasi anggaranuntuk pembangunan fisik, yang terbagi menjadi proyek-proyek infrastruktur dalamberbagai bentuk. Pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur diserahkan kepada pihak ketigaatau kontraktor, sehingga menarik untuk ditelusuri lebih lanjut bagaimana relasi antar-aktor dalam proses pengambilan keputusan APBD. Pengetahuan mengenai relasiantaraktor sangat bermanfaat untuk kelompok penggerak perubahan dalam menyusunstrategi advokasi anggaran yang pro poor dan responsif gender.

B. Interaksi Para Aktor dan Teori Pilihan Publik

Fenomena APBD yang tidak pro rakyat dapat dijelaskan oleh teori pilihan publik (publicchoice theory), yang diperkenalkan oleh James Buchanan1. Public choice theory merupakanperpaduan antara disiplin ilmu ekonomi dan ilmu politik dengan menggunakan konsep-konsep dasar dalam ilmu ekonomi untuk menjelaskan proses-proses politik dalampenyusunan kebijakan publik. Secara umum ada dua konsep dasar yang digunakan, yaitucatallaxy dan homo economicus. Dalam ilmu ekonomi, catallaxy digunakan untukmenjelaskan bahwa pasar terbentuk karena adanya proses pertukaran yang bersifatsukarela (voluntary exchange) antara penjual dan pembeli. Konsep ini digunakan untukmenjelaskan konsep pasar politik (political market)2. Pasar dalam ekonomi diatur olehhukum dasar, yakni tatanan yang spontan. Sedangkan pasar politik dipakai sebagai konsepuntuk menjelaskan pertukaran antara partai politik dengan pemilih dan antara pemerintahyang berkuasa dengan rakyat. Dasar pijakan dari pasar politik adalah aturan main yangkonstitusional dan demokratis (constitutional games), bukan atas dasar kekuasaan (powergame). Proses pemilu itu sendiri selanjutnya dilihat sebagai instrumen yangmemungkinkan penyebaran preferensi dikombinasikan ke dalam pola atau keluaran (out-put) dalam bentuk realisasi janji-janji program dari partai politik atau kepala daerahterpilih. Politisi dan pemerintah dapat dianalogikan sebagai produsen atau penjual,sedangkan pemilih dapat dianalogikan sebagai konsumen atau pembeli.

Dalam konteks desentralisasi, pasar politik hadir di dua momentum, yaitu pemilihananggota legislatif dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Pemilihan legislatif yangdilakukan lima tahun sekali merupakan aturan main yang konstitusional bagi masyarakat

1 Pemenang nobel ekonomi tahun 1992.2 Rachbini, Didik Prof Dr,”Ekonomi IPolitik dan Teori Pilihan Publik”,Ghalia Indonesia, 2006, hal 73.

Page 256: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

228 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

memilih secara sukarela wakil mereka yang akan duduk di lembaga legislatif. Denganharapan, wakil rakyat yang terpilih akan melakukan fungsi-fungsi mereka secara optimaldalam menyuarakan aspirasi masyarakat. Sedangkan pemilihan kepala daerah langsungmerupakan aturan main konstitusional di mana masyarakat memilih pemimpin yangakan menduduki pucuk pimpinan di lembaga eksekutif. Proses ini merupakan prosessukarela karena masyarakat memilih calon yang sesuai dengan ekspektasi mereka yangtercermin dalam janji-janji kepala daerah yang disampaikan selama kampanye.

Konsep homo economicus digunakan oleh ilmu ekonomi untuk menjelaskankecenderungan umum individu dalam mengambil keputusan ekonomi bagi dirinya, ketikadihadapkan pada kelangkaan sumber daya di mana individu terus berusaha untukmemenuhi kepentingan pribadinya (self interest). Arti sebenarnya dari konsep ini, manusiacenderung memaksimalkan manfaat kegunaan untuk dirinya karena dihadapkan padakenyataan akan keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Manusia terus berusaha untukmemenuhi kepentingan pribadinya dan juga secara tidak sengaja mengisi tujuan-tujuanserta kepentingan sosial atau kelompok (social interest).3 Konsep ini ditranformasikan untukmenjelaskan eksistensi suatu kelembagaan kolektif, semisal pemda dan DPRD, di manapelaku-pelakunya juga bersifat rasional untuk memaksimalkan self interest.

Individu selalu memaksimalkan kepentingan dan manfaat bagi dirinya sendiri di dalampasar (market). Konsumen dengan uang yang terbatas mencari barang yang diperlukandengan harga yang termurah, kualitas barang yang paling baik dan seterusnya. Produsenjuga memaksimalkan kepentingannya sebagai produsen, yakni menjual dengan hargayang bersaing dan meningkatkan kualitas barangnya agar dibeli sebanyak mungkin olehkonsumen. Hal yang sama juga terjadi pada politisi, birokrat dan pemilih, di mana ketiganyaselalu membawa kepentingan sesuai dengan peran yang dimainkannya di dalam sistempasar politik4.

Kepentingan pelaku-pelaku di pasar maupun pasar politik:

• Politisi agar dipilih kembali: memaksimalkan regulasi, kebijakan, program,anggaran dan suara (vote maximizer).

• Birokrat agar bisa bertahan pada posisinya maka selalu memaksimalkan anggaran.

• Pemilih memaksimalkan preferensi agar memperoleh manfaat bagi diri dankelompoknya dari politisi yang terpilih.

• Kelompok kepentingan memaksimalkan kepentingan anggotanya.

Politisi merupakan representasi aktor dari partai yang berkuasa. Birokrat adalah aktoryang membantu politisi merealisasikan janji-janji kepada pemilih. Pemilih merupakanrepresentasi dari rakyat. Kelompok kepentingan merupakan kelompok di dalammasyarakat yang bertujuan memenuhi kebutuhan anggotanya. Dalam perspektif publicchoice theory, politisi bertindak sebagai vote maximizer agar sukses di pemilihan umum.Kelompok kepentingan memiliki posisi di antara politisi dan pemilih. Kelompokkepentingan bisa mewakili orang-orang tertentu, kelompok bisnis atau kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai kepentingan cukup besar di ruang politik suatunegara. Kehadiran dan kemajuan dari kelompok ini sangat tergantung kepada suasanadukungan politik dari pemerintah yang berkuasa. Oleh karenanya, kelompok ini seringbekerja atas dasar lobi yang menjadi pasar politik kedua yang biasanya diatur transparan

3 Ibid, hal. 814 Ibid, hal 84

Page 257: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

229

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

dan adil untuk publik. Namun dalam banyak kasus, kegiatan lobi tidak transparan, sehinggakekuatan politik yang dimiliki kelompok ini sering berada jauh di atas basis dukunganmasyarakat pemilihnya secara kuantitatif.

Jika politisi dianalogikan sebagai produsen dan pemilih sebagai konsumen, makabirokrat dianalogikan sebagai distributor, yaitu membantu produsen menyerahkan barangkepada konsumen. Dalam konteks pemerintahan, birokrat membantu politisi memenuhijanji-janji kepada pemilih melalui pelayanan publik yang disediakannya. Dengan posisisebagai distributor, birokrat selalu berusaha untuk memaksimalkan anggaran yangdimiliknya (budget maximizer).

Masing-masing pelaku dalam pasar politik saling berinteraksi. Ada yang dominan, adayang tidak. Proses interaksi antaraktor ini dapat menjadi jawaban atas kualitas kebijakanpublik yang dihasilkan. Dengan demikian, teori pilihan publik memberikan kerangkaatau penjelasan bagaimana pemerintah membuat keputusan tentang perpajakan,pengeluaran, peraturan-peraturan ekonomi dan kebijakan-kebijakan lainnya.

C. Teori Pilihan Publik dalam Konteks Proses Penyusunan APBD

Kritik mendasar yang diberikan teori pilihan publik, pemerintah yang terdiri darisekumpulan politisi dan birokrat akan membuat pilihan yang cenderung menghasilkaninefisiensi. Proses di pasar politik dipandang sebagai perilaku individu, bukan perilakukolektif, sehingga hasil yang diperoleh dalam pasar politik bukanlah pertemuan antarakepentingan para pelaku. Pasar politik yang seharusnya bertumpu pada tujuanmemaksimalkan manfaat untuk publik, berubah menjadi pasar ekonomi untukkepentingan pribadi. Akibatnya, banyak pasar politik gelap yang tidak transparan terjadidalam proses politik. Tindakan dan perilaku politik di pasar gelap berujung pada kebijakanpublik yang sering kali tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat pada umumnya.Kebijakan publik digiring sebagai ajang untuk mementingkan diri-sendiri dan kelompok,sehingga manfaat sumber daya publik untuk masyarakat luas berkurang. Proses politikseperti ini terjadi sangat meluas di dalam pasar politik anggaran dengan skala yang masifdi bawah tanah.5 Fenomena ini dijelaskan dalam rent seeking theory, yaitu teori yangmenjelaskan hubungan antara pengusaha dengan birokrasi atau pemerintah. Pengusahaselalu mencari preferensi dan keistimewaan dari pemerintah dalam bentuk lisensi,kemudahan, proteksi, dan sebagainya, untuk kepentingannya. Praktik ini menimbulkanbiaya sosial dan ekonomi publik yang besar dan kepentingan masyarakat luas punterabaikan.

Upaya memaksimalkan self interest ini terlihat nyata dalam proses penyusunan APBD.RAPBD yang sesungguhnya adalah sumber daya publik justru digunakan untuk memenuhikebutuhan para politisi dan birokrat yang tercermin dari tingginya belanja tidak langsungdibandingkan dengan belanja langsung. Maksimalisasi self interest ini membawakonsekuensi tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan pada akhirnya APBD tidakbisa menjadi sarana untuk memberikan pelayanan publik yang baik dan berkualitas bagimasyarakat. Keadaan ini karena praktik kolusi yang melibatkan tidak hanya pemerintahdengan pengusaha swasta, tetapi juga anggota DPRD dengan pengusaha swasta maupunantara pemerintah daerah dengan DPRD. Kolusi antara pemerintah daerah dengan DPRDmerupakan proses kolusi politik untuk memperebutkan kekuasaan dan anggaran yangtersedia di APBD.

5 Rachbini, Didik Prof Dr,”Teori Bandit”,RMBOOKS, 2008, hal 17.

Page 258: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

230 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Praktik perburuan rente ekonomi dan kolusi politik dalam proses penyusunan APBD,mengakibatkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah hanya akan berujung padainefisiensi, yaitu satu kondisi tidak adanya titik temu kepentingan para pelaku, yaitu pemilih(masyarakat) serta pemerintah (yang terdiri dari politisi dan birokrat). Kondisi inimencerminkan terjadinya distorsi di pasar politik. Selain inefisiensi, distorsi di pasar politikjuga menimbulkan ketidakadilan. Sumber daya publik tidak dapat terdistribusi secaraluas untuk masyarakat karena adanya pasar gelap yang menyebabkan penerima manfaatterbatas untuk pada pelakunya.6

D. Strategi Kelompok Penggerak Perubahan

Realita adanya interaksi yang intens antara berbagai kelompok dalam prosespengambilan keputusan APBD menjadi dasar bagi kelompok penggerak perubahanberperan aktif, misalnya yang dimotori LSM, membawa kepentingan masyarakat. Jikadiam, maka kelompok-kelompok kepentingan lainlah yang akan mewarnai prosespengambilan keputusan APBD. Menyatukan langkah kelompok penggerak perubahanmenjadi penting dilakukan. Langkah awal yang perlu dilakukan, yakni memetakan siapapendukung dan siapa penentang sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Bahan Bacaan8.1.

Satu hal yang perlu dipahami, bahwa aktor pendukung penggerak perubahan, jugadapat ditemui di kalangan pemerintahan, baik di eksekutif maupun di legislatif. Merekasering disebut dengan champion. Mencari dan bekerja sama dengan champion menjadisatu hal penting yang perlu dilakukan agar kelompok penggerak perubahan memilikikekuatan yang memadai. Hal ini diperlukan, karena kelompok-kelompok kepentinganlain juga menggunakan segala kekuatan untuk memperjuangkan agar kepentingan merekaterakomodasi di APBD. Setelah itu, kelompok penggerak perubahan dapat memperluasjaringannya dengan mengajak media massa, akademisi maupun ormas denganmenggunakan strategi kemitraan. Masing-masing elemen dalam kelompok penggerakperubahan dapat berkontribusi sesuai dengan peran dan posisi yang dimilikinya.

6 Ibid, hal 18.

Page 259: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

231

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

Lembar Bantu Belajar 8.1

Peta Kekuatan

1. Langkah Pertama: Buatlah peta kekuatan terkait dengan isu perencanaan danpenganggaran daerah, dengan beberapa pertanyaan kunci di bawah ini:

- Siapa pengambil keputusan yang sesungguhnya dalam proses perencanaandan penganggaran di daerah tersebut?

- Siapa yang menjadi individu kunci (langsung ke nama tertentu)?

- Siapa pihak lain yang peduli atau mungkin peduli terhadap isu tersebut?

- Apa posisi mereka pada isu tersebut? Mengapa mereka mengambil posisidemikian? Apakah mereka akan mengambil posisi berbeda secara pribadi?

- Seberapa besar sesungguhnya kekuasaan dan pengaruh yang mereka punya?

- Apa pandangan individu kunci terhadap isu pentingnya perubahan dalamanggaran daerah?

Tuliskan jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut dengan mengisi tabel berikut ini:

Pemain Utama Institusi/ Struktur Individu Kunci Pendapat/Pandangantentang Isu

PEMERINTAH/ DEPARTEMEN/ DINAS

DinasA

Dinas B

Biro C

Sekda

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR/DPRD)

Fraksi A

Fraksi B

Komisi 1

Komisi 2

AKTOR-AKTOR BERPENGARUH LAINNYA

Pengusaha

Media

Akademisi

LSM

Tokoh Agama

Tokoh Masyarakat

Tokoh lainnya

2. Langkah Kedua: Kategorisasikan masing-masing pihak ke dalam tabel sebagai ’pihakyang mendukung’, ’pihak yang menghambat’, ’target’, dan ’konstituen’.

3. Langkah Ketiga: Buatlah diagram yang menggambarkan pola relasi antarpihak yangtelah terpetakan dalam langkah pertama dan kedua, dalam bentuk lingkaran dangaris. Lingkaran diberi warna berbeda sesuai dengan kategorinya. Misalnya pendukungdiberi warna hijau, penghambat diberi warna merah, dan seterusnya.

Page 260: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

232 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Lingkaran: Besar kecilnya lingkaran menunjukkan kuat lemahnya pengaruh. Jikapengaruhnya kuat, maka lingkarannya juga besar, atau sebaliknya.

Garis penghubung antarlingkaran: Menunjukkan arah relasi antarpihak, bisa berupagaris tebal (menunjukkan relasi yang penting antarlingkaran) maupun garis putus-putus (menunjukkan relasi yang kurang penting antarlingkaran).

Page 261: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

233

Sesi 8 Pemetaan Kekuatan

Peta Kekuatan

Tiga Tingkatan Kekuatan

1. Kekuatan yang tampak (Visible)2. Kekuatan yang tersembunyi (Hidden)3. Kekuatan yang tak tampak (Invisible)

Istilah-istilah Kunci

• Pihak yang mendukung• Pihak yang menentang• Target• Konstituen(Pemahaman terhadap pihak pendukung danpenentang penting, untuk menyusun strategiadvokasi yang tepat)

Pendukung

Tiga motivasi pendukung: 1. Mengharapkan keuntungan 2. Kesamaan nilai 3. Memiliki kesempatan untuk

menyelesaikan masalah mereka

Penentang

Tiga kategori penentang:1. Penentang utama2. Penentang potensial3. Penentang oportunis

Bahan Presentasi 8.1

1 2

3 4

5

Page 262: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 263: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

SESI 9

Page 264: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender
Page 265: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

235

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

PengantarAdvokasi anggaran responsif gender bertujuan melahirkan kebijakan anggaran yang

lebih berpihak kepada masyarakat, terutama yang lemah, terpinggirkan dan tidakterperhatikan. Pada akhirnya ini akan memberikan solusi bagaimana anggaran bisadinikmati oleh semua lapisan masyarakat secara adil.

Keberhasilan advokasi anggaran responsif gender menggunakan indikator berupaperubahan APBD menjadi lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat danmengakomodasikan kebutuhan yang berbeda antara berbagai kelompok masyarakat, yangtercermin pada program- dan besaran anggaran. Agar proses advokasi berjalan sukses,pelaku perubahan harus memilih strategi advokasi yang tepat pada saat menyusunrencana advokasi.

Strategi AdvokasiAnggaran Responsif Gender

Page 266: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

236 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Tujuan:

• Peserta memahami perlunya kerja sama/berjaringan antarpihak yangberkepentingan dalam menjalankan advokasi anggaran responsif gender.

• Peserta mampu menyusun rencana advokasi dan rencana tindak lanjutmenggunakan pendekatan kemitraan yang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

• Peserta mampu menyusun rencana advokasi dan rencana tindak lanjut yangrealistis sesuai kebutuhan.

Metode:

• Curah pendapat• Diskusi kelompok• Presentasi

Waktu:

180 menit

Alat dan Bahan:

• Kertas plano• Spidol• Metaplan

Media:

• Lembar Bantu Belajar 9.1• VCD dengan tema Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender• Bahan Bacaan 9.1• Bahan Bacaan 9.2• Bahan Bacaan 9.3• Bahan Bacaan 9.4

Catatan untuk Fasilitator:

• Fasilitator hendaknya kreatif dalam membangun suasana forum yang segar.Bangkitkanlah motivasi peserta saat menyusun rencana advokasi dan rencanatindak lanjut di sesi ini. Perlu disadari bahwa sesi 9 merupakan sesi terakhiryang diharapkan mampu mengukur keberhasilan pelatihan dalam rangkamengubah sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta melalui penyusunanadvokasi dan rencana tindak lanjut oleh mereka.

• Rencana advokasi adalah optimalisasi kontribusi masing-masing pihak —baikpemda, DPRD dan masyarakat sipil— dalam advokasi (termasuk kontribusidari media). Sedangkan, rencana tindak lanjut menekankan pada rencana kerjauntuk tim advokasi.

• Fasilitator hendaknya memperhatikan berbagai kemungkinan RTL sebagaihasil diskusi kelompok di sesi ini. Kemungkinannya antara lain:- Jika tim advokasi multipihak (stakeholders) dibentuk di tingkat kota/

kabupaten, sementara peserta pelatihan adalah elemen pemda, DPRDdan masyarakat sipil dari suatu kota/kabupaten, maka RTL bisa disusundalam forum pleno.

- Jika tim advokasi multipihak dibentuk di tingkat kota/kabupaten,sementara peserta pelatihan adalah utusan elemen pemda, DPRD dan

Page 267: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

237

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

masyarakat sipil dari beberapa kabupaten/kota yang berbeda karenapelatihan dilakukan di tingkat provinsi, maka RTL disusun dengan diskusikelompok dan hasilnya langsung menjadi RTL kota/kabupaten masing-masing yang siap diimplementasikan setelah mereka tiba di kota/kabupaten masing-masing.

Tahapan Proses

Pembukaan (5 menit)• Fasilitator membuka sesi 9 dan menjelasan tujuan sesi secara singkat.

Pemutaran VCD (10 menit)• Fasilitator memulai sesi ini, dengan memutar VCD bertema Strategi Advokasi

Anggaran Responsif Gender.

• Fasilitator meminta tanggapan beberapa peserta atas VCD yang ditayangkan.

Curah Pendapat (45 menit)• Fasilitator membagikan Bahan Bacaan 9.1 dan 9.2 untuk menambah wawasan peserta.

Kemudian meminta peserta untuk membaca secara cepat.

• Fasilitator memandu diskusi untuk menekankan beberapa inti dari bahan bacaantersebut, antara lain:

- Dari pengalaman di Semarang dan Parepare, kemitraan antarpihak, baik eksekutif,legislatif dan NGO merupakan strategi yang terbukti efektif untuk mendorongtersusunnya anggaran yang responsif gender dan berpihak kepada rakyat.

- Kemitraan yang dibangun dilandasi kesamaan visi, bahwa APBD yang ada saat iniperlu diubah dan proses perubahan akan bergulir cepat jika pihak-pihak yangmemiliki visi perubahan ini bersatu. Ibarat seperti pepatah, “bersatu kita teguhbercerai kita runtuh”.

- Agar advokasi anggaran responsif gender bisa berjalan efektif, sinergi antarpihakharus dibangun dengan cara, masing-masing pihak memberikan kontribusisecara optimal sesuai dengan peran yang dimilikinya.

- Perlu disusun rencana advokasi untuk mewujudkan komitmen menjadi konkret.

- Perlu diingat bahwa dalam menyusun rencana advokasi, peta kekuatan yangsudah dibahas di sesi 8 harus dipertimbangkan agar rencana advokasi menjadirealistis dan sesuai dengan kebutuhan suatu daerah. Setelah itu, rencana advokasiyang disusun akan didetailkan lagi dalam bentuk rencana tindak lanjut.

Diskusi Kelompok (60 menit)• Fasilitator membagi peserta menjadi tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri dari

aparat pemda, anggota DPRD dan masyarakat sipil. Kemudian fasilitator membagikandan menjelaskan Lembar Bantu Belajar 9.1 yang berisi formulir rencana advokasi danformulir rencana tindak lanjut.

• Waktu untuk berdiskusi 55 menit.

Page 268: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

238 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Curah Pendapat (45 menit)• Fasilitator meminta kepada masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil

diskusi dan meminta peserta menanggapi dan mengkritisi hasil kerja kelompokpenyaji.

• Fasilitator memberikan saran perbaikan rencana tindak lanjut kelompok saat merekapresentasi berdasarkan hasil rangkuman pendapat/tanggapan peserta.

Penutup (15 menit)• Fasilitator menutup sesi dengan menegaskan beberapa hal:

- Setiap kelompok sudah mempunyai rencana advokasi dan RTL.

- Kesepakatan yang dihasilkan dalam bentuk rencana advokasi dan RTL bukansekedar dokumen formalitas belaka. Kesepakatan yang dihasilkan mencerminkankomitmen setiap pihak untuk kemudian diaplikasikan dalam kerja nyata.

Page 269: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

239

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Bahan Bacaan 9.1

Belajar dari Seberang: Pengalaman Tanzania Gender Networking Programme1

Tanzania Gender Networking Programme (TGNP) adalah satu LSM di Tanzania yangmenjadi motor advokasi anggaran yang responsif gender sejak pertengahan tahun 1987.Saat itu Tanzania sedang menjalankan program penyesuaian struktural (Structural AdjusmentProgram/SAP) dari Bank Dunia yang secara drastis memangkas program-program sosialseperti pendidikan dan kesehatan. Selain itu, mayoritas LSM di Tanzania terpinggirkandalam proses penyusunan kebijakan, termasuk anggaran.

Berdasarkan pada situasi yang ada, advokasi anggaran yang responsif gender difokuskanagar strategi pembangunan lebih berorientasi pada pembangunan manusia dan adanyaalokasi sumber daya yang adil untuk berbagai kelompok masyarakat. Hal ini dilakukandengan cara mempengaruhi proses perencanaan dan penganggaran agar partisipatif danmengakomodasi kepentingan praktis dan strategis dari kelompok marjinal, terutamaperempuan, laki-laki miskin, dan remaja. Konsep yang dikembangkan bukanlahmenginginkan adanya anggaran yang terpisah untuk kelompok-kelompok di atas, namunlebih pada upaya mengintegrasi-kan distribusi sumber daya yang adil dalam setiap tahapanproses penganggaran.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan di atas adalah sebagaiberikut:

A. Persiapan:1. Membuat jaringan “Inisiatif Anggaran Responsif Gender” antara TGNP dengan

koalisi LSM yang bergerak pada isu perempuan (FemAct Structures)

2. Mengidentifikasi dan membangun hubungan dengan aktor kunci dipemerintahan

3. Membangun jaringan dengan “Inisiatif Anggaran Responsif Gender” di negaralain seperti Afrika Selatan, Australia dan negara-negara Persemakmuran

B. Riset Aksi:

1. Riset dilakukan di tingkat nasional (departemen) dan tingkat kota. Riset dilakukanpada Komisi Perencanaan dan Evaluasi (semacam Bappeda di Indonesia) yangmerupakan pemain kunci pada proses perencanaan dan penganggaran;Departemen Kesehatan dan Pendidikan sebagai penyedia layanan vital,Departemen Pertanian yang berperan penting untuk kelangsungan hidup rakyatTanzania, dan Departemen Industri dan Perdagangan yang berperan pentingdalam liberalisasi perdagangan

2. Data dikumpulkan dan dianalisis dengan fokus gender dalam proses perencanaandan penganggaran; komposisi pegawai, teknokrat, dan pembuat keputusan;sumber pendapatan; alokasi sumber daya di setiap sektor dalam perencanaandan keluaran aktualnya

3. Di setiap sektor, data dikumpulkan oleh satu tim yang terdiri dari tiga peneliti,yaitu satu dari akademisi (pakar ekonomi atau sosiolog), satu dari LSM dan satulagi dari aparat pemerintah di sektor yang terkait. Aparat pemerintah dilibatkan

1 Disarikan dari Tanzania Gender Networking Programme

Page 270: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

240 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

sebagai peneliti untuk membuka akses data yang rahasia atau sulit diperoleh.Kondisi ini juga membantu hubungan antara TGNP dengan departemen terkait.Keberadaan akademisi menambah kuat riset kuantitatif dan latar belakangakademis, sedangkan peneliti LSM berkontribusi dalam isu gender, teknikpartisipasi dan analisis dampak sosial

C. Penyebarluasan Hasil Riset

1. Laporan hasil riset disebarluaskan ke beberapa elemen; mulai dari aktivis,lembaga pemerintah maupun lembaga luar

2. Temuan hasil riset dipaparkan melalui lokakarya dan konsultasi publik dengankalangan masyarakat sipil, lembaga donor, pembuat kebijakan dan teknokratyang terkait dengan sektor yang diteliti, termasuk juga Komisi Anggaran Parlemen(semacam Panitia Anggaran di DPR/DPRD)

D. Mengembangkan Strategi Lobi dengan Parlemen dan Masyarakat

1. Salah satu strateginya adalah mempublikasikan buku ”Budgeting with a GenderFocus” yang berisi gambaran besar mengenai kesenjangan gender dalamanggaran dengan bentuk yang sederhana dan mudah dibaca

2. Hubungan juga dibangun dengan parlemen melalui lobi dan membangun kontakdengan anggota parlemen dan komisi-komisi kunci, seperti Komisi Keuangandan Ekonomi

E. Pengembangan Kapasitas tentang Isu Gender dan Anggaran

1. Pengembangan kapasitas (capacity building) dilakukan untuk LSM dan organisasimasyarakat di tingkat nasional dan lokal untuk mendukung upaya lobi dalam isugender dan anggaran

2. Pengembangan kapasitas juga dilakukan untuk mitra dan aktor kunci dipemerintahan, terutama keterkaitan antara gender dengan perencanaan danpenganggaran partisipatif

3. Kegiatan ini menjadi lebih sistemik, terlebih ketika pemerintah telah memilikikomitmen untuk mengarusutamakan gender dalam anggaran

F. Menyusun Instrumen untuk Anggaran Responsif Gender

1. Menyusun panduan merancang anggaran alternatif, misalnya, panduan yangmenjadikan gender sebagai arus utama dalam anggaran

2. Check list juga disusun sebagai panduan bagi penyusun anggaran dan teknokratuntuk mengarusutamakan gender dalam seluruh proses penganggaran

3. Saat ini, salah satu instrumen telah dikembangkan untuk digunakan sebagaipanduan pengumpulan data terpilah

G. Penyebarluasan Informasi, Pembangunan Koalisi dan Jaringan

1. Informasi disebarluaskan dengan menggunakan media massa, situs internet danforum-forum

2. Anggota koalisi juga berperan untuk menyebarluaskan informasi di tingkatnasional, regional, dan internasional

Page 271: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

241

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

3. Pembangunan koalisi dan jaringan di setiap tingkatan juga digunakan untukmembangun sekutu, hubungan dan solidaritas dengan kelompok lain danmempromosikan gerakan bersama

H. Lobi kepada Pemerintah dan Lembaga Donor

TGNP juga mencoba mempengaruhi proses penyusunan Public Expenditure Review(PER), Poverty Reduction Strategy Paper (PRSP) dan Tanzania Assistance Strategy (TAS)yang dilakukan oleh pemerintah Tanzania dan negara donor.

Sumber : A Taste of Success: Examples of the Budget Work of NGOs.International Budget Project.

Page 272: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

242 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 9.2

A. Belajar dari Negeri Sendiri: Realokasi Anggaran di Kota Semarang

PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) melakukan advokasi anggaran responsifgender sejak tahun 2003. Dalam kurun waktu tersebut, cukup banyak strategi advokasiyang dijalankan, baik strategi litigasi maupun nonlitigasi. Secara umum, advokasi difokuskanpada upaya meningkatkan jumlah alokasi anggaran yang bisa dinikmati langsung olehmasyarakat, termasuk kelompok perempuan dengan cara realokasi. Hal ini dilandasi olehbeberapa alasan berdasarkan analisis terhadap proses penyusunan APBD dan contentAPBD yang dihasilkan, antara lain:

1. Terlihat nyata bahwa sebagian besar anggaran tersedot untuk aparat pemerintahdaerah yang tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan publik. Jelasnya, telahterjadi inefisiensi besar-besaran.

2. Terjadi ketimpangan anggaran yang dibuktikan dengan kecilnya anggaran denganpenerima manfaat kelompok marjinal dan kelompok rentan, sementara jika penerimamanfaat pejabat, anggaran yang dialokasikan cukup besar. Misalnya, alokasi untukanak jalanan hanya Rp 15.000.0000, sementara alokasi untuk parfum ruang kerja walikota mencapai Rp 80.000.000.

3. Maraknya kasus korupsi, misalnya kasus double anggaran DPRD, kasus asuransi fiktifDPRD dan kasus pembelian gedung BDNI.

4. Dari sisi proses, partisipasi masyarakat sangat minim, termasuk partisipasi kelompokperempuan.

Untuk mencapai tujuan advokasi, maka serangkaian tahapan kegiatan dilaksanakan,yang meliputi dua kegiatan utama yaitu pengorganisasian basis dan pengorganisasianpolitik.

1. Pengorganisasian Basis

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan:

a. Diskusi terfokus di kelurahan-kelurahan miskin untuk perempuan basis(menyusun daftar kebutuhan perempuan basis di kelurahan miskin).

b. Membentuk koalisi stakeholders RUMPUN KARANG (Forum Perempuan KotaSemarang), Komite Advokasi Gender Budget, SMS untuk Pemberantasan KorupsiIsu Pendidikan dan FMPA (Forum Masyarakat Peduli Anggaran) yangberkonsentrasi pada pengusutan dan pengawalan kasus dugaan korupsi diLegislatif Kota Semarang.

c. Membuat SERASI (Sekolah Rakyat Sipil) untuk penguatan kapasitas perempuanmiskin atau hak-hak ekosob.

2. Pengorganisasian Politik

Pengorganisasian politik adalah mengkonsolidasikan stakeholders untuk mendukungadvokasi yang dilakukan. Kegiatannya antara lain:

a. Membangun Jaringan

Kegiatannya meliputi:

Page 273: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

243

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

1. Koalisi Media untuk Anggaran yang Responsif Gender

Sebagai aktor pilar demokrasi, media massa mempunyai peran strategisuntuk membangun opini tentang APBD yang pro publik, APBD responsifgender, dan pemberantasan korupsi untuk realokasi. Media massa yangsecara aktif memberitakan isu tersebut Jawa Pos, Radar Solo, dan KompasJawa Tengah. Penyuaraan isu dalam bentuk press release, kegiatan, opini,gagasan, wawancara, pelaporan kasus yang diliput media. Cara ini efektifuntuk menimbulkan efek langsung dalam mempengaruhi wacana kebijakanpublik dengan conversation by media antaraktor politik yang secara tidaklangsung membentuk opini publik dalam transparansi kebijakan publik.

2. Forum-forum Seminar/Diskusi

Forum seminar dan diskusi dilakukan untuk mengemukakan hasil riset,gagasan PATTIRO Semarang dengan akademisi, pengambil kebijakan(eksekutif dan legislatif ) serta profesional. Undangan yang hadir kalanganLSM, Pemkot, Ormas, OKP, organisasi perempuan, DPRD, dan komunitassektoral. Ini adalah salah satu cara untuk mengkonsolidasikan aktor danwacana.

3. Membentuk Jaringan

Dalam upaya mengubah kebijakan, metode yang dilakukan untukmemperkuat daya desak adalah berjaringan. Fasilitasinya dalam FGD, diskusi,dan seminar yang melahirkan soliditas, kesamaan tujuan untuk menampilkanwajah APBD yang pro publik, responsif gender dan pemberdayaanperempuan untuk mendorong swaadvokasi.

b. Road Show ke Fraksi DPRD dan Koalisi dengan DPRD

Pada momentum Pembahasan APBD 2005, advokasi di lini DPRD lebihdiutamakan karena ketika Pembahasan APBD 2005 masih di Eksekutif celahnyalebih sulit untuk ditembus karena mekanisme intern. Di Legislatif memungkin-kan karena dapat menjalin komunikasi intensif baik dengan perseorangan, fraksi,komisi maupun pimpinan DPRD. Dalam setiap diskusi, seminar, pertemuandengan organisasi dan basis diupayakan menghadirkan DPRD untuk meng-komunikasikan kebijakan dengan penerima manfaat. Selain memfasilitasipertemuan dengan organisasi perempuan, sektoral dan perempuan basis,PATTIRO juga melakukan road show ke Fraksi PKS, F-PAN, F-Golkar, F-PDK untukmenyampaikan usulan yang disusun dalam FGD dan semiloka. Kegiatan keduadengan Legislatif, yakni menjalin koalisi dengan DPRD untuk realokasi anggaran.Dengan banyaknya temuan penyimpangan yang terjadi dalam setiap tahunnya,maka harus ada perubahan menuju wajah APBD yang lebih baik. Posisi tawarPATTIRO di DPRD dan pemerintah yang cukup tinggi, membuat tekanan danrekomendasi yang dimunculkan memiliki pengaruh signifikan terhadappembahasan APBD. Caranya dengan melakukan asistensi teknis tiap pagisebelum anggota Dewan bersidang di komisinya masing-masing. Sebelumsidang pembahasan RASK Dinas, maka PATTIRO melakukan diskusi dan shareatas pengkritisan yang telah dibuat dengan anggota dewan di masing-masingfraksi DPRD Kota Semarang. Dari seluruh temuan penyimpangan yang terjadi,PATTIRO Semarang bersama DPRD Kota Semarang berhasil merealokasi Rp 29miliar dana yang diusulkan oleh pihak Eksekutif Kota Semarang. Realokasi itu

Page 274: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

244 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

digunakan untuk pembiayaan kegiatan/program yang diusulkan oleh masyarakatsemisal pembangunan pasar di Kelurahan Podorejo sebesar Rp 100.000.000,proyek pengadaan air bersih di Kelurahan Podorejo sebesar Rp 200.000.000,penambahan alokasi BBM untuk mesin penyedot rob di Kelurahan PanggungKidul dan beberapa kelurahan lainnya sebesar Rp 214.987.000, penambahandana untuk pemeliharaan Puskesmas di Kota Semarang (dari RP 7.000.000/tahunmenjadi Rp 15.000.000/tahun), dan lain sebagainya.

3. Komunikasi Intensif dengan Pemerintah Daerah

Komunikasi intensif dengan dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah, Bappeda, dinasKesehatan Kota, dinas Kebersihan, dinas Pendidikan, serta dinas Perindustrian danPerdagangan. Komunikasi intensif ini dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu formal daninformal.

1. Pendekatan Formal

Pendekatan formal yang dilakukan misalnya dengan melakukan hearing danaudiensi. Sebelum melakukan hearing dan audiensi, terlebih dulu kirimkan suratpermohonan kepada institusi yang dituju.

2. Pendekatan Informal

Pendekatan informal dilakukan dengan cara lobby dan share personal, suplaidata analisis, serta peninjauan lapangan bersama (bertemu dengan masyarakatsecara langsung maupun peninjauan lokasi).

Langkah-langkah tersebut dilakukan secara bersamaan dan berkelan-jutan.Semisal, sebelum PATTIRO mengadakan hearing, PATTIRO melakukan pemetaanaktor (pejabat) dari dinas yang akan ditemui pada saat hearing. Kemudian, aktor-aktor yang akan hadir dalam hearing tersebut, dilobi untuk memunculkanprakondisi dan pemahaman bersama atas substansi hearing. Prakondisi inimemudahkan proses hearing yang dilakukan. Misalnya, hearing dalam rangkamenyampaikan data dan analisis PATTIRO menjadi lebih mudah dilakukan karenatelah dilakukan diskusi pendahuluan dengan pejabat yang ditemui dalam hear-ing. Dengan demikian, target hearing lebih mudah tercapai karena telah adapemahaman bersama dengan beberapa kawan dari dinas yang juga mendukungdata dan analisis PATTIRO.

Untuk beberapa usulan yang dihasilkan dari analisis PATTIRO, dinas membutuhkanpeninjauan lapangan untuk meyakinkan dan memastikan bahwa usulan yangdisampaikan benar adanya. Ini terjadi misalnya ketika dinas Pasar Kota Semarangingin memastikan usulan dari warga Kelurahan Podorejo untuk pembuatan pasar.PATTIRO bersama dinas Pasar melakukan peninjauan lapangan di KelurahanPodorejo. Begitu juga dengan dinas Pekerjaan Umum yang pasca hearing denganPATTIRO, melakukan peninjauan ke Kelurahan Panggungkidul untuk melihatseberapa dampak rob pada warga Panggungkidul dan kebutuhan solar untukpompa penyedot rob.

Page 275: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

245

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

1 Diringkas dari Fattah, Ibrahim, dkk. Mengubah Wajah APBD:Pengalaman Advokasi Anggaran Responsif Gender di Kota Parepare,YLP2EM,2008.

B. Pengalaman Kota Parepare1

Kota Parepare merupakan salah satu kota perdagangan dan jasa di Provinsi SulawesiSelatan (Sulsel). Meski luas wilayahnya terkecil di Sulsel, tetapi paling strategis secarageografis. Kota yang terdiri dari 4 kecamatan dan 21 kelurahan ini, berada di bagian tengahSulsel. Kota Parepare menjadi daerah transit dari dan ke Makassar serta Kawasan TimurIndonesia. Parepare adalah kota kecil yang dinamis, berpenduduk 15.169 jiwa jiwa.

Koalisi Masyarakat Sipil Kota Parepare yang bernama Fraksi Balkon, melakukan advokasianggaran responsif gender pada masa pembahasan APBD Kota Parepare tahun 2008.

Konteks Perencanaan dan PenganggaranParepare memiliki Perda No. 17 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan

Bersama Masyarakat (PPBM). Isi perda ini mengatur bahwa pra musrenbang harusdilaksanakan, sebelum musrenbang kelurahan. Selain itu, untuk mengelola jalannyamusrenbang kelurahan dan mengawal kebutuhan masyarakat, diangkat seorang fasilitatorkelurahan atau Faskel di setiap kelurahan. Namun demikian, dalam praktiknya pelaksanaanproses perencanaan memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

1. Terpisahnya antara proses perencanaan dan penganggaran.

2. Dokumen perencanaan yang tidak sinergis.

3. Inkonsistensi pelaksanaan jadwal perencanaan dan penganggaran.

4. Minimnya partisipasi masyarakat, khususnya perempuan, dalam musrenbang.

5. Minimnya serapan hasil musrenbang yang diakomodasi dalam APBD.

Rendahnya keterlibatan perempuan dalam musrenbang dapat dilihat dalam tabelberikut ini:

Tabel 9.1

Partisipasi Perempuan dalam Musrenbang Kelurahan

Kelurahan Jumlah Peserta

2007 2008

Pr Lk Jum Pr Lk Jum

Mallusetasi 5 16 21 17 26 43

Wt. Soreang 2 22 24 10 25 35

Bukit Harapan 6 28 34 14 27 41

Jumlah 13 66 79 41 78 119

Persentase 16,45% 83,55% 100% 34,45% 65,55% 100%

Sumber: Kantor Kelurahan (diolah)

Meskipun Perda PPBM memberikan peluang partisipasi masyarakat dalam mengikutimusrenbang kelurahan, namun dalam implementasinya belum seperti yang diharapkan.Ironisnya banyak masyarakat yang belum memahami apa itu musrenbang, di manadiadakan dan apa tujuannya. Padahal pra musrenbang telah dilakukan selama tiga tahun(2004-2007) dan ada fasilitator kelurahan yang diangkat Bappeda.

Page 276: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

246 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Fokus intervensi: Zona Partisipasi dan Zona Politis

Intervensi difokuskan pada zona partisipasi dan politis yang alurnya dapat dilihat padabagan berikut ini:

Bagan 9.1Intervensi di Level Partisipasi dan Politis

Strategi advokasi anggaran yang dilakukan di Parepare meliputi dua tahap, yaitu:

1. Pengorganisasian pengetahuan adalah langkah-langkah dalam memproduksidokumen analisis, assessment terhadap kebutuhan komunitas, dan diskusi yangberkaitan dengan fokus advokasi.

2. Pengorganisasian masyarakat, organisasi masyarakat sipil dan media melaluigerakan memasifkan isu di semua organisasi masyarakat sipil, termasuk mediamassa. Pembentukan aliansi taktis dan strategis bertujuan untuk membangunketajaman isu dan kekuatan daya desak. Terdapat cara pendekatan yang berbedauntuk kelompok masyarakat miskin dan marjinal dengan media. Langkahmembangun kesadaran individu dan kolektif serta transfer pengetahuan menjadilangkah awal dalam pengorganisasian masyarakat. Sementara itu, media menjadifokus untuk upaya mendiseminasikan isu yang lebih luas karena mempunyaidaya tekan lebih tinggi. Assessment komunitas dilakukan sebagai bentukterobosan karena minimnya keterlibatan perempuan di musrenbang yangberakibat tidak tersuarakannya kebutuhan dan aspirasi perempuan, anak-anak,manula dan kelompok marjinal lainnya. Assessment ini juga bertujuan untukmenggali masalah dan kebutuhan warga sekaligus sebagai pengorganisasianwarga karena selama ini peserta musrenbang didominasi para tokoh masyarakatyang umumnya laki-laki, sehingga usulan yang sering muncul cenderungaberorientasi pada usulan fisik atau infrastruktur.

Assess-ment

Komunitas

AnalisisAPBD dan

DaftarInefisiensi

PembahasanAPBD di DPRD

PemerintahKota

KelompokMasyarakat

SipilMediaMassa

DPRD

RealokasiAnggaran

Page 277: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

247

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

3. Pengorganisasian eksekutif dan legislatif adalah advokasi dalam domainteknokratis. Pendekatan kepada eksekutif melalui cara yang bersifat technicalassistance dan konsultatif (audiensi). Dilakukan pada level Bappeda, SKPD danwali kota. Pendekatan kepada legislatif melalui cara hearing ke Fraksi, Komisidan Sidang Paripurna.

Hasil Analisis APBD

Hasil analisis terhadap RAPBD 2008 menunjukkan beberapa hal penting, yaitu:

1. Belanja langsung turun 29% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara Belanja TidakLangsung mengalami kenaikan sebesar 24%. Kondisi ini sangat memprihatinkankarena belanja langsung adalah belanja yang terkait dengan program/kegiatan yangakan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

a. Penurunan paling besar dialami dinas Perhubungan sebesar 75% dibandingananggaran tahun sebelumnya.

b. Penurunan anggaran dinas Kesehatan sebesar 69%, sehingga dikhawatirkan tar-get Parepare Sehat 2008 sulit tercapai.

c. Penurunan anggaran dinas Perindustrian, Perdagangan dan PMD sebesar 66%,dikhawatirkan pedagang kaki lima dan asongan akan terabaikan.

d. Penurunan anggaran dinas Pendidikan sebesar 31%, dikhawatirkan pelayananpendidikan akan terkendala, sehingga anggaran kurang mendukung Pareparesebagai kota pendidikan.

2. Alokasi anggaran tidak mencerminkan prinsip ekonomis, efisien dan adil. Jika alokasitersebut tetap dipertahankan, maka berpotensi terjadi pemborosan anggaran. Totalpotensi pemborosan adalah Rp 17.892.408.109, dengan rincian sebagai berikut:

a. Potensi pemborosan di Setdako, sebesar Rp 6.884.792.000.

b. Potensi pemborosan di Sekretariat DPRD, sebesar Rp 6.650.333.550.

c. Potensi pemborosan di kantor Pariwisata, Seni dan Budaya, sebesar Rp89.000.000.

d. Potensi pemborosan di dinas PU dan Prasarana Wilayah, sebesar Rp6.840.664.600.

e. Potensi pemborosan di dinas Tata Kota, Perumahan, Pemukiman dan Wasbang,sebesar Rp 1.500.993.709.

Berikut rincian potensi pemborosan di Sekretariat Daerah Kota (Setdako), sebesar Rp6.884.792.000, antara lain:

a. Beberapa kegiatan merupakan pembangunan fisik yang tidak prioritas dilakukanterkait dengan keterbatasan dana dan penurunan belanja langsung di dinas yangmenangani pelayanan dasar. Antara lain pengadaan mobil dinas Rp 1.631.000.000, pembangunan gedung kantor sebesar Rp 800. 000. 000, dan pengadaanmeubeler mess Pemda Parepare di Jakarta, sebesar Rp 300. 000. 000.

b. Sejumlah kegiatan yang sifatnya baru karena baru muncul di dokumen RAPBDdan tidak ada di dokumen sebelumnya, baik itu RKPD, KUA, maupun PPAS.Kegiatan baru ini, antara lain: pengadaan lampu hias sebesar Rp 46.150.000 dan

Page 278: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

248 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

pembangunan gedung DPRD sebesar Rp 2.946.306.550. Padahal penerimamanfaat kegiatan ini adalah pejabat, bukan masyarakat.

c. Sejumlah kegiatan dengan penerima manfaat pejabat dan dianggarkan tiaptahun. Misalnya pengadaan pakaian dinas beserta kelengkapannya, pada 2007dianggarkan sebesar Rp 50.000.000, pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentudianggarkan Rp 37.000.000, dan pengadaan pakaian dinas pegawai besertakelengkapannya dianggarkan Rp 31.500.000. Sedangkan pada 2008, terdapatanggaran Rp 30.000.000 untuk pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentukerumahtanggaan, Rp 56.600.000 untuk pengadaan pakaian seragam satgasprotokol Pemkot. Untuk DPRD, pada 2007, terdapat kegiatan pengadaan pakaiandinas DPRD dengan anggaran sebesar Rp 127.297.000, di mana kegiatan yangsama berulang pada 2008, dengan jumlah anggaran Rp 115.822.000.

Temuan di Sekretariat DPRD dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9.2

Temuan Hasil Analisis RAPBD 2009 Kota Parepare

No No Nama Program PPAS RAPBD ArgumentasiRekening /Kegiatan

1 2 4 5 6 7 1 1.20.12004 Pengadaan pakaian Rp 126.622.000 Rp 115.822.000 Di tengah keterbatasan dana, alokasi ini perlu dikurangi/

.03.02 dinas beserta perleng- dicoret mengingat tahun 2007 dianggarkan sebesarkapan (hal. 76) Rp 127.297.000. sangat bijak sekiranya memberi contoh

hidup sederhana

2 1.20.12004 Pengadaan perleng- Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Kegiatan ini belum saatnya dilakukan karena gedung baru.02.07 kapan gedung kantor belum selesai, sehingga kegiatan ini layak untuk dicoret

(hal. 76)

3 1.20.12004 Penyediaan makanan Rp 484.987.500 Rp 484.987.500 Jika anggaran mamin (makanan dan minuman) digabung.01.17 dan minuman dengan pegawai di Setwan, maka bisa dialokasikan

(hal. 76) Rp 30.000.000, dikurangkan dari 484.987.500, makamenjadi = Rp 454.987.500. Jika merujuk pada jumlahangota DPRD yang hanya 25 orang, dengan hari kerja ditahun 2008 adalah 246 hari (365 hari - 119 hari libur),berarti 1 orang anggota DPRD mendapat jatah sebesar Rp19.399.500 atau Rp 78.860 per hari/orang. Angka ini jauhdi atas angka di SHB Wali Kota sebesar Rp 24.000 (terdiridari: Rp 17.500 untuk konsumsi dan Rp 6.500 untuksnack). Selayaknya alokasi ini diturunkan menjadi Rp191.880.000, dengan perhitungan Rp 24.000 x 25 orangx 246 hari kerja = Rp 147.600.000, ditambah 50% dariRp 147.600.000). Penambahan 30% ini untuk makanminum pegawai setwan dan kegiatan DPRD di luar harikerja dan tamu.

4 1.20.12004 Rapat-rapat koordinasi Rp 175.000.000 Rp 1.570.290.000 Terjadi kenaikan anggaran sebesar Rp 1.395.290.000 atau.01.18 dan konsultasi ke luar naik 797% atau naik hampir 8 kali lipat. Kondisi ini sangat

daerah (hal. 76) memprihatinkan karena berarti kembali ke pagu di RKPDdan KUA. Padahal di PPAS, pos ini mengalami penurunanyang drastis menjadi Rp 175.000.000. Sebenarnyapenurunan di PPAS adalah wujud dari kepekaan dankomitmen DPRD terhadap rakyat. Selayaknya alokasi diRAPBD dikurangi dan dikembalikan ke PPAS, yaitu Rp175.000.000

Page 279: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

249

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

5 1.20.12004 Pembangunan gedung Rp - Rp 2.946.306.550 Alokasi ini baru muncul di RAPBD 2008. Terkait dengan.02.57 kantor (lanjutan masalah dugaan penggelapan yang muncul, maka

tahun 2007) (hal. 76) sebaiknya proyek ini ditunda sampai masalah terselesaikan,sehingga selayaknya mata anggaran ini dicoret

6 1.20.1204 Peningkatan kapasitas Rp 1.376.927.500 Rp 1.376.927.500 Di tengah keterbatasan dana, alokasi ini perlu dikurangi.15.07 pimpinan dan anggota dengan kembali ke alokasi yang diajukan di RKPD dan KUA,

DPRD (hal. 77) yaitu sebesar Rp 955.000.000

7 1.20.12004 Sosialisasi peraturan Rp 286.000.000 Rp 286.000.000 Kegiatan ini tidak perlu dilakukan oleh Setwan karena.15.08 perundang-undangan kegiatan yang sama sudah dilakukan oleh Setdako. Jadi

(hal. 77) pihak yang lebih berkompeten melakukan sosialisasiperaturan perundang-undangan sebaiknya oleh Setdako.Kegiatan ini layak dicoret

Jumlah Rp 4.844.827.000 Rp 7.780.333.550

3. Temuan ketimpangan antara anggaran untuk pejabat daerah dengan anggaran untukkelompok perempuan dan miskin, seperti berikut ini:

a. Alokasi untuk peningkatan kapasitas pimpinan dan anggota DPRD Rp1.376.927.500, sedangkan alokasi untuk beasiswa bagi keluarga tidak mampu didinas Pendidikan sebesar Rp 170.000.000.

b. Alokasi untuk penyediaan makanan dan minuman (Setwan) Rp 484.987.500,sedangkan alokasi untuk perbaikan gizi masyarakat sebesar Rp 215.000.000.Padahal jumlah warga miskin mencapai 29.000 jiwa. Jadi hanya dianggarkanRp 7.414 /jiwa per tahun. Bandingkan dengan jatah setiap anggota DPRD yangmencapai Rp 19.399,50 per tahun.

c. Alokasi untuk pengadaan kendaraan dinas di Setdako, sebesar Rp 1.858.460.000,sedangkan alokasi untuk pelayanan orang terlantar di Disnakertrans danKesejahteraan, hanya Rp 10.000.000.

d. Alokasi untuk pakaian wali kota dan wakil wali kota mencapai Rp 50.000.000,sedangkan alokasi untuk pelatihan keterampilan berusaha bagi keluarga miskindi Disnakertrans dan Kesejahteraan, hanya Rp 17.000.000.

Rekomendasi terhadap Hasil Analisis RAPBD 2008 Kota ParepareBerdasarkan berbagai temuan dari analisis, maka perlu dilakukan realokasi, yaitu

memindahkan alokasi anggaran dari program/kegiatan yang dipandang tidak prioritas keprogram/kegiatan yang dipandang prioritas bagi kepentingan masyarakat. Hal ini pentinguntuk dilakukan agar anggaran berfungsi sebagaimana mestinya, sesuai prinsip kepatutan,ekonomis, efektif, efisien, akuntabel, transparan, adil, dan tertib.

Berikut usulan realokasi:

1. Menambah alokasi anggaran program/kegiatan yang sudah ada di dokumenRAPBD. Dengan penambahan anggaran diharapkan cakupan kegiatan menjadilebih luas dan masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan akan menjadilebih banyak jumlahnya.

2. Menghidupkan kembali usulan program/kegiatan yang tidak ada dalam dokumenRAPBD, padahal usulan tersebut dapat ditemui di dokumen RKPD, KUA maupunPPAS. Menghidupkan kembali kegiatan, terutama dilakukan untuk kegiatan-kegiatan yang dipandang prioritas bagi kepentingan masyarakat.

3. Mengusulkan program/kegiatan yang baru, yang sebelumnya tidak terdapat didokumen RKPD, KUA, PPAS maupun RAPBD. Usulan kegiatan baru ini terkait dengan

Page 280: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

250 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

hasil assessment kami terhadap kelompok miskin dan perempuan yang selamaini kebutuhannya jarang tersuarakan. Kegiatan baru ini telah disampaikan kepadaanggota DPRD dari DP (Daerah Pemilihan) Soreang dan Ujung pada saat reses.

Total Potensi Pemborosan dalam RAPBD 2008 sebesar Rp 17.892.408.109 dandirekomendasikan untuk direalokasi kepada SKPD di bawah ini:

Tabel 9.3Usulan Realoaksi dan SKPD Penerima

No Nama SKPD Jumlah Realokasi (Rp)

1. Dinas Pendidikan 628.550.000

2. Dinas Kesehatan 94.914.000

3. Dinas Perindag 110.000.000

4. Dinas Tenaga Kerja 80.000.000

Total Realokasi 913.464.000

Dengan demikian anggaran yang dapat di-saving oleh daerah sebesar Rp16.978.944.109. Dana saving ini dapat digunakan oleh daerah untuk membayar utang.

Contoh usulan realokasi sektor pendidikan pada tabel berikut:

Tabel 9.4Realokasi di Sektor Pendidikan

No Nama Program/ Anggaran Kegiatan RAPBD Alternatif Selisih Argumentasi

RAPBD

1 3 4 5 6 (5 - 4) 7

Program Pendidikan Anak Usia Dini Pengembangan Rp55.000.000 Rp350.000.000 Rp295.000.000 Sudah banyak PAUD yang

Pendidikan Anak diinisiasi kelompok masyarakatUsia Dini yang saat ini membutuhkan

intervensi program pemerintahagar proses belajar lebihmenyenangkan denganbertambahnya alat peraga.

Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Penyediaan Jasa Rp91.815.450 Rp350.000.000 Rp258.184.550 Biaya oprasional sekolah

Komunikasi, Air khususnya telepon, air dan listrikdan Listrik membutuhkan tambahan biaya

mengingat jumlah sekolah SDsampai SLTA yang sangat banyak.Hal ini dilakukan agar pihaksekolah tidak memungut biayatambahan dari orang tua siswa.

Program Pendidikan Non- Formal Pembinaan Pendi- Rp14.500.000 Rp30.000.000 Rp15.500.000 Pertumbuhan lembaga-lembaga

dikan Kursus dan kursus perlu mendapat duku-Kelembagaan ngan dalam bentuk peningkatan

biaya agar proses belajarmenjadi lebih efektif.

Program Manajemen Pelayanan Pendidikan Peningkatan Kua- Rp40.000.000 Rp100.000.000 Rp60.000.000 Pelayanan pendidikan merupa-

litas pelayanan kan faktor yang sangat pentingPendidikan dalam memajukan pendidikan.

Jumlah Rp 201.315.450 Rp 830.000.000 Rp628.684.550

Page 281: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

251

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Selain kegiatan yang sudah ada di SKPD tadi, diusulkankan pula sejumlah kegiatan yangsebelumnya muncul di PPAS, namun hilang dalam RAPBD. Selain itu, sejumlah usulanyang berasal dari hasil assessment yang dilakukan di komunitas miskin serta FGD bidangpendidikan, yakni:

1. Program pembebasan buta aksara latin dan buta aksara Qur’an.

2. Pelatihan kompetensi tenaga pendidikan, dalam hal ini pelatihan konselor bagiguru BP, mengingat banyaknya anak sekolah SLTP dan SLTA yang bermasalah disekolah.

3. Pengembangan pendidikan kecakapan hidup (life skill) yang diarahkan padapelatihan keterampilan teknis sebagai solusi bagi anak putus sekolah.

4. Pembangunan perpustakaan bukan hanya pada satu SD tetapi perlu ditambahdua SD, sehingga di setiap kecamatan ada perpustakaan sebagai pilot project.

Capaian Advokasi

Beberapa agenda yang mendapat respons selama advokasi, di antaranya:

1. Proses

a. Pemda dalam hal ini wali kota menerima atau merespons dengan menerima“Fraksi Balkon” dalam sebuah audiensi penyampaian hasil analisis RAPBD 2008.

b. Anggota DPRD menerima “Fraksi Balkon” untuk berbagi tentang analisiskonsistensi dokumen perencanaan.

c. DPRD menerima pendapat “Fraksi Balkon” terkait penyampaian hasil analisisRAPBD 2008. Mereka adalah: H Ridha Ali sebagai Wakil Ketua DPRD, H BakhtiarTijjang dari PKS, H Rahman Saleh dari PKS, dan Ir Kaharuddin Kadir M.Si dariGolkar.

d. “Fraksi Balkon” bisa mengikuti Rapat Komisi dan Gabungan Komisi.

2. Substansi

Temuan hasil analisis berupa:

a. Penghematan anggaran

Usulan yang berhasil dihemat sebesar kurang lebih Rp 1,7 miliar, yaitu posuntuk pembelian mobil dinas wali kota, wakil wali kota, Setdako dan mobil BadanKehormatan DPRD dihapus.

b. Realokasi berupa penambahan anggaran atau usulan baru

Usulan anggaran yang berhasil direalokasi yaitu sebesar Rp 2.106.555.775.

Tabel 9.5

No Bidang/sektor Jumlah Program/Kegiatan Anggaran( Rp)

1. Dinas Pendidikan 13 program 915.888.500

2. Disperindag 6 program 257.100.075

3. Dinas Kesehatan 6 program 933.567.200

Page 282: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

252 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Berikut contoh kegiatan yang ditambah anggarannya:

Tabel 9.6Kegiatan yang Dinaikkan Anggarannya dan Kegiatan Baru

yang Diakomodir APBD

Nama Kegiatan RAPBD (Rp) APBD (Rp) Keterangan (Rp)

Dinas PendidikanPenyediaan Jasa Komunikasi, 91.815.450 500.000.000 Penambahan sebesarSumber Daya Air dan Listrik 408.184.550

Program Pendidikan Anak 55.000.000 82.270.000 Penambahan sebesarUsia Dini 27.270.000

Program Pendidikan 224.158.000 301.473.000 Penambahan sebesarNon-Formal 77.315.000

Disperindag

Program Pembinaan Pedagang 129.642.675 Kegiatan baru yangKaki Lima dan Asongan diusulkan berdasarkan

hasil FGD komunitas

Kegiatan Pengawasan Mutu 6.620.000 Kegiatan baru yangDagangan Pedagang diusulkan berdasarkanKaki Lima dan Asongan hasil FGD komunitas

Kegiatan Penataan Tempat 64.222.675 Kegiatan baru yangberusaha Bagi Pedagang diusulkan berdasarkanKaki Lima dan Asongan hasil FGD komunitas

PembelajaranSecara keseluruhan, ada beberapa pembelajaran yang cukup menarik dalam

pengalaman advokasi anggaran responsif gender di Pare-pare. Keberhasilan advokasirealokasi anggaran dapat diraih karena dukungan beberapa faktor yang dapat disebutsebagai prasyarat keberhasilan advokasi realokasi anggaran. Beberapa prasyarat tersebutadalah:

a. CSO yang cukup kuat.

b. DPRD yang cukup terbuka.

c. Media yang independen dan terlibat dalam tim advokasi.

d. Pelibatan SKPD calon penerima dana hasil realokasi ketika menentukan usulankegiatan hasil realokasi.

e. Kedudukan yang cukup berimbang antara eksekutif dan legislatif, di mana tidak terlaludominan salah satunya.

Page 283: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

253

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Bahan Bacaan 9.2

Refleksi Advokasi Anggaran Responsif Gender di Indonesia

A. Tujuan Inisiatif Anggaran Responsif Gender

Tujuan advokasi anggaran responsif gender dapat bervariasi menurut konteks sosialdan politik suatu negara dan pengaturan kelembagaan yang melaksanakannya. Namuntujuan yang menjadi inti dari mayoritas inisiatif anggaran responsif gender adalah1:

1. Membangkitkan kesadaran mengenai isu gender dan dampaknya, agarbisa diintegrasikan dalam anggaran dan kebijakan

Di sini perlu mengenalkan pentingnya anggaran pemerintah menjadi responsifgender atau sebaliknya, perlu mengenalkan manfaat dan dampak anggaran tidakresponsif gender. Terkait dengan tujuan ini, beberapa tools analisis dikembangkanuntuk menyampaikan data-data keterkaitan antara kebijakan dan anggaran yangbertujuan mencapai kesetaraan gender.

2. Membuat pemerintah bertanggung jawab dan berkomitmen agar isukesetaraan gender tercermin dalam anggaran

Tujuan kedua ini terkait dengan capaian advokasi pada tingkat awal, yaitumunculnya kesadaran pemerintah untuk memiliki komitmen sekaligusmenerjemahkan komitmen kesetaraan gender dalam anggaran. Komitmen inimerupakan tindak lanjut dari tujuan pertama, sebagai respons positif pemerintahuntuk mengubah situasi saat ini di mana komitmen kesetaraan gender masihsekedar wacana dan belum konkret dalam anggaran sebagaimana tersaji dalamhasil analisis yang banyak dilakukan di tujuan pertama. Komitmen ini perluditingkatkan menuju tujuan ketiga.

3. Mengubah anggaran dan kebijakan untuk memajukan kesetaraan gen-der

Tujuan ini merupakan tindak lanjut ketika tujuan kedua telah tercapai, yaknimenindaklanjuti komitmen dengan mengubah anggaran dari kondisi belumresponsif gender menjadi responsif gender. Beberapa strategi yang dapatdilakukan adalah2: a)peningkatan alokasi anggaran, b)peningkatan kualitas inputsumber daya, misalnya pelatihan pegawai, kepastian dana yang lebih besar,termasuk pembelanjaan dana sesuai rencana, c)redistribusi alokasi anggaran,d)mengubah jenis dan kualitas barang dan jasa yang disampaikan pemerintah,dan e)mengubah hasil kebijakan.

Dalam praktiknya, tujuan pertama, kedua dan ketiga dapat dilakukan secara bersamaanjika pemerintah merespons positif inisiatif anggaran responsif gender.

1 Sharp, Ronda,Budgeting for Equity,UNIFEM 2003, page 9.2 Ibid, page 18.

Page 284: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

254 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

B. Refleksi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Inisiatif anggaran responsif gender telah dilaksanakan di Indonesia sejak 2002. Mayoritasinisiatif dilakukan di tingkat daerah, khususnya pada tingkat kota/kabupaten3. Sejumlahcapaian berhasil diraih, antara lain peningkatan alokasi anggaran di Semarang, Tangerang,Bone dan Parepare; komitmen pemda untuk mewujudkan kecamatan melek gender diPalu; SE Bappeda tentang indikator prioritas di Bone, peningkatan kapasitas dan partisipasiperempuan untuk terlibat dalam proses perencanaan dan penganggaran.

Secara umum, masyarakat dan pemerintah daerah memberikan respons positif atasinisiatif anggaran responsif gender. Respons positif ini dapat dimanfaatkan untuk mencapaitujuan pertama, kedua dan ketiga tadi secara bersamaan, sebagaimana yang dilakukan diKota Parepare, Sulawesi Selatan pada 2007-2008.

Inisiatif anggaran responsif gender yang sudah berjalan selama enam tahun inimemunculkan beberapa pembelajaran yang dapat dijadikan bekal bagi daerah yang inginmemulai inisiatif anggaran. Beberapa pembelajaran yang didapat antara lain:

1. Menjadikan isu partisipasi, transparansi dan akuntabilitas sebagai isu dasar

Inisiatif anggaran responsif gender membutuhkan beberapa prasyarat, antara lainsistem perencanaan dan penganggaran yang baik, ketersediaan data terpilah,tersedianya ruang partisipasi bagi masyarakat dan proses yang transparan di setiaptahapan dalam siklus APBD. Dalam kondisi ini, inisiatif anggaran responsif genderdapat dimulai dengan isu-isu dasar tentang partisipasi, transparansi dan akuntabilitaskarena sering kali pengintegrasian isu gender merupakan langkah lebih lanjut dariisu dasar ini. Misalnya, ketika pemerintah daerah berkomitmen untuk membuka ruangpartisipasi, maka isu pentingnya partisipasi perempuan dan kelompok miskinmenjadi satu isu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dengan memahamikendala-kendala partisipasi yang ada. Demikian juga dengan isu akuntabilitas.Pemerintah akan dinilai akuntabel jika melaksanakan tugas dan kewajibannya denganbaik untuk melayani seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan.

Memulai dengan isu-isu dasar good governance akan memberikan manfaat yangsangat penting, yaitu respons positif dari pemerintah daerah dan DPRD karena gagasanyang dibawa memberikan alternatif solusi dari masalah-masalah yang terjadi dalammasa awal implementasi sistem anggaran berbasis kinerja dan membantumemahami aturan perundangan yang cepat berganti. Pada awalnya, kritik akanmuncul karena belum terlihat jelas nuansa gendernya, namun ini adalah era kritisdalam rangka membangun pondasi sistem perencanaan dan penganggaran yang baik.Jika pondasi sudah kokoh, maka jalan untuk mewujudkan anggaran responsif genderakan menjadi lebih mudah dilakukan.

2. Menggunakan isu pro poor dan responsif gender secara paralel

Strategi ini tidak terlepas dari situasi riil yang ada di banyak kota/kabupaten, yaitubanyaknya kasus korupsi yang ada di daerah, baik yang dilakukan oleh pemerintahdaerah maupun DPRD. Data KPK menunjukkan bahwa pada periode 2004-2006,

3 Inisiatif awal berasal dari kelompok masyarakt sipil, antara lain PATTIRO, FITRA dan CIBA atas dukungan dari The Asia Foundation. Selain itu, inisiatif yangsama juga dilakukan oleh KNPP (Kementrian Nasional Pemberdayaan Perempuan) dalam rangka mengoperasionalisasikan strategi pengarusutamaangender di tingkat daerah dengan memberikan dana stimulan yang berasal dari APBN kepada kota/kabupaten.

Page 285: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

255

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

terdapat 1.164 kasus korupsi yang melibatkan pejabat daerah, yang terdiri dari 7gubernur, 63 bupati/wali kota, 327 anggota DPRD provinsi dan 767 anggota DPRDdari 110 kabupaten dan 25 kota. Maraknya kasus korupsi APBD menunjukkan profilAPBD yang belum pro poor dan responsif gender. Penggunaan kasus korupsi APBD,efektif untuk membuka kesadaran para pemangku kepentingan. Dari titik ini, gagasanpentingnya anggaran yang pro poor dan responsif gender menemukan momentumterbaiknya karena menjadi alternatif solusi dari profil APBD yang ada selama initerbukti pro pejabat.

Penggunaan isu pro poor dan responsif gender secara paralel, juga efektif dalammeminimalisasi resistensi dari kelompok-kelompok yang menganggap isu kesetaraangender sebagai isu yang membahayakan. Ilustrasi ketimpangan anggaran untuk kepaladaerah berbanding dengan untuk kelompok perempuan dan miskin, menjadi saranaefektif untuk menunjukkan fakta bagaimana kelompok perempuan dan miskinmenjadi pihak yang paling berat menanggung akibat dari APBD yang tidak pro poordan responsif gender.

3. Peluang untuk institusionalisasi dalam pemerintah daerah melalui asistensiteknis

Peluang ini terkait dengan peran pemerintah daerah yang cukup besar di setiaptahapan dalam siklus APBD. Asistensi teknis terhadap pemerintah daerah dapatdibedakan menjadi dua, yaitu asistensi terhadap Bappeda/TAPD dan asistensiterhadap SKPD. Asistensi terhadap Bappeda/TAPD berhubungan dengan upayaperbaikan sistem penganggaran terkait dengan pembelajaran pertama, sedangkanasistensi terhadap SKPD terkait dengan proses penyusunan usulan kegiatan masing-masing SKPD yang tercermin dalam dokumen Renja SKPD dan RKA SKPD. Sedangkanasistensi terhadap anggota DPRD dilakukan dengan memberikan hasil analisisterhadap rancangan dokumen KUA dan PPAS serta dokumen RAPBD yang diserahkanoleh TAPD. Asistensi teknis dapat bersifat sangat elitis karena memasuki wilayahteknokratis, namun faktanya metode ini cukup efektif mengubah APBD menjadi propoor dan responsif gender. Metode ini memberi jawaban dan aksi konkret bagi daerahyang telah menyadari arti penting dari anggaran pro poor dan responsif gender danmereka berkomitmen mewujudkannya. Secara sederhana, metode asistensi teknismenjawab pertanyaan pemda tentang apa yang harus mereka lakukan untukmewujudkan anggaran pro poor dan responsif gender.

C. Pilihan Zona Intervensi Anggaran Repsonsif Gender

Pembelajaran selama melakukan advokasi anggaran responsif gender memunculkanpilihan-pilihan area advokasi yang akan menjadi fokus intervensi bagi siapa saja yangingin memulainya. Secara umum, ada tiga pilihan zona intervensi: partisipatif, teknokratisdan politis.

1. Zona partisipatif

Isu penting dari zona partisipatif adalah keterlibatan kelompok perempuan dan miskindalam seluruh tahapan siklus APBD. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan adalahmelalui aturan tentang kuota perempuan di musrenbang, pagu indikatif, ForumDelegasi Musrenbang dan musrenbang khusus perempuan. Di tingkat masyarakat,

Page 286: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

256 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

zona partisipasif dilakukan melalui pembentukan jaringan kelompok perempuan ditingkat kota/kabupaten yang berperan sebagai pressure group terhadap pengambilkeputusan. Mereka melaksanaan pendidikan politik perempuan di tingkat akar rumputuntuk mendorong perempuan aktif terlibat dalam proses musrenbang.

2. Zona teknoratis

Isu penting intervensi di zona teknokratis adalah asistensi teknis dalam rangkaperbaikan sistem penganggaran secara umum, misalnya dengan mengenalkanindikator penentuan prioritas, pagu indikatif, tools untuk review RKA SKPD. Pada tataranyang lebih luas, asistensi juga dapat dilakukan pada saat penyusunan dokumenperencanaan jangka menengah, baik berupa RPJMD maupun Renstra SKPD, denganmengintegrasikan isu gender dalam kedua dokumen ini. Di tingkat SKPD, asistensiteknis difokuskan pada perbaikan proses penyusunan kegiatan tahunan SKPD denganmengenalkan penyusunan ToR Kegiatan sebagai lampiran dalam dokumen Renja SKPDdan RKA SKPD. Dalam lampiran dokumen inilah, dituliskan bentuk konkret pernyataananggaran responsif gender.

3. Zona politis

Intervensi di zona politis dilakukan di tahapan proses yang melibatkan DPRD. Misalnyapenyusunan KUA dan PPAS serta Pembahasan RAPBD. Isu penting dalam zona politisadalah optimalisasi fungsi penganggaran DPRD dengan menempatkan DPRD sebagaipenjaga gawang terakhir APBD pro poor dan responsif gender. Analisis terhadapdokumen, baik KUA dan PPAS maupun RAPBD, dan penyebarluasan hasil analisis kepadakepada masyarakat dan DPRD, merupakan kegiatan utama yang dilakukan dalam zonapolitis ini.

Analisis terhadap RAPBD merupakan titik kritis di zona ini karena waktunya relatifsingkat4. Namun tahapan ini, strategis untuk diintervensi karena di masa inilah profilRAPBD dapat dilihat secara utuh. Analisis dilengkapi dengan rekomendasi yang bersifatsolutif dan konstruktif, yakni menggunakan strategi realokasiberupa penguranganpos anggaran yang berpotensi pemborosan dan menambah anggaran untuk pro-gram/kegiatan yang bermanfaat untuk masyarakat.

Pilihan fokus intervensi akan sangat tergantung pada sumber daya yang dimiliki danhasil yang ingin dicapai. Jika ingin mendapatkan perubahan secara cepat, zonateknokratis adalah pilihan utama. Sebaliknya, jika yang ingin dikuatkan adalahketerlibatan kelompok perempuan dan kelompok miskin, zona partisipasi lebih baikdipilih. Zona partisipatif dan teknoratis bersifat trade off, meski masih bisa dilakukansecara paralel. Jadi harus memilih salah satu di antaranya. Intervensi secara paraleltetap bisa dilakukan, namun hasilnya tidak bisa optimal dua-duanya karena terkaitdengan konsentrasi sumber daya. Sementara itu, zona politis bersifat melengkapikedua zona tadi. Apa pun zona yang dipilih, semuanya demi mewujudkan anggaranresponsif gender.

4 Waktu yang tersedia kurang lebih tiga bulan, mulai dari bulan Oktober-Desember (sesuai UU. No. 17 Tahun 2003). Namun pada praktiknya, TAPD seringterlambat menyerahkan RAPBD kepada DPRD yang berakibat mepetnya waktu pembahasan.

Page 287: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

257

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Bahan Bacaan 9.3

Strategi Kemitraan dalam Advokasi Anggaran Responsif Gender

Inisiatif anggaran responsif gender merupakan satu solusi alternatif atas masalahkemiskinan dan ketimpangan gender yang terjadi saat ini. Perubahan harus dilakukanagar anggaran dapat menjalankan fungsinya sebagai sarana untuk mensejahterakan rakyatdan mengatasi problem ketimpangan gender yang ada menuju masyarakat yang sejahtera,berkeadilan sosial dan berkeadilan gender. Kerja sama antarpemangku kepentingandibutuhkan agar perubahan menuju anggaran yang responsif gender dapat dilakukandengan baik. Kerja sama diperlukan karena proses penyusunan dan penetapan APBDmelibatkan banyak aktor. Kerja sama antarpemangku kepentingan ini, dapat dikonkretkandnegan membentuk jaringan kerja anggaran responsif gender. Ada beberapa elemenutama yang perlu dilibatkan dalam jaringan kerja anggaran responsif gender, yaitu pemda,DPRD, akademisi, LSM/CSO dan media.

Jika inisitiaf awal jaringan kerja anggaran responsif gender berasal dari masyarakatsipil, maka langkah pertama adalah membangun kemitraan dengan pimpinan pemdadan DPRD. Ini perlu dilakukan, untuk menjelaskan gagasan anggaran responsif gender danmeminta kesediaan mereka mendukung gagasan ini. Jika mereka sudah berkomitmen,maka biasanya komitmen ini akan dioperasionalisasikan oleh tim teknis yang ditunjuk.Jika komitmen formal sulit diperoleh, masyarakat sipil dapat membangun relasi secarainformal dengan pejabat pemda maupun anggota DPRD. Selain itu, jaringan dikembangkandengan menggandeng akademisi dan media.

Strategi kemitraan dibangun oleh pemahaman bersama bahwa masing-masing elemenpemangku kepentingan dapat berkontribusi sesuai dengan posisi dan kompetensimasing-masing. Anggota DPRD dan pegawai pemda berkontribusi memberikandokumen-dokumen APBD dan menginformasikan perkembangan seputar prosespenyusunan dan pembahasan RAPBD. LSM bersama akademisi berkontribusi melakukananalisis RAPBD dan memberikan hasil analisis ke anggota DPRD maupun media. Mediaberkontribusi dengan memberitakan hasil analisis dan perkembangan proses penyusunandan penetapan APBD. Pemberitaan media seputar proses pembahasan RAPBD di DPRDakan menjadikan publik mengetahui perkembangan pembahasan RAPBD sebagai saranapembelajaran bersama. Dari beberapa pengalaman yang sudah dilakukan, terbukti bahwaisu anggaran responsif gender dapat menjadi isu yang diterima secara luas olehmasyarakat. Di sisi lain, strategi kemitraan merupakan strategi yang efektif untuk membuatperubahan ke arah terwujudnya anggaran responsif gender melalui optimalisasi perandari masing-masing elemen pemangku kepentingan.

Page 288: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

258 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Bahan Bacaan 9.4

Peran Media dalam Advokasi

Dalam prosesnya, advokasi membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Namun, sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku advokasi sangatlah terbatas untuk bisa menjangkaulangsung kepada masyarakat dan menjelaskan apa yang sedang diperjuangkan. Dalamkondisi seperti ini, media memegang peranan penting untuk membantu pelaku advokasimendapatkan dukungan dari publik atas apa yang tengah diperjuangkan.

Media, baik dalam bentuk media cetak maupun elektronik adalah pihak yang strategisuntuk diajak menjadi bagian dari pihak yang pendukung advokasi kita.

Mengapa Harus Advokasi Lewat Media?1

1. Advokasi lewat media penting untuk:

• masuk ke dalam agenda politik;

• membuat isu anda terlihat dan credible;

• memberitahu publik tentang isu anda dan cara pemecahan yang diusulkan;

• mencari sekutu;

• mengubah perilaku dan sikap publik;

• mempengaruhi pengambil kebijakan dan pemimpin opini;

• membentuk kebijakan, program, dan perilaku badan-badan pemerintah danswasta.

2. Rencana advokasi lewat media mencakup:

• pesan apa yang ingin disampaikan;

• siapa yang menjadi target pesan anda;

• bagaimana anda meraih perhatian audiens tersebut;

• bagaimana anda menggunakan jenis media;

• bagaimana strategi tersebut bisa membantu upaya advokasi secarakeseluruhan.

Pengembangan Pesan

Pesan advokasi anda adalah kata-kata yang anda pilih untuk mewakili isu anda, solusinya,dan siapa anda. Untuk membangun suatu pesan, anda perlu informasi untuk mendukungargumen yang anda gunakan.

Secara umum, untuk mengembangkan suatu pesan yang efektif, hal yang pentingadalah:

• kenali audiens anda;

• kenali lingkungan dan moment politik;

• pesan harus singkat dan sederhana;

• gunakan kisah nyata dan kutipan;

• gunakan bahasa yang tepat, lugas dan kata kerja aktif;

1 Veneklasen, Lisa dan Valerie Muller, 2002. A New Way of Power, People & Politics: The Action Guide for Advocacy and Citizen Participation: hal. 231 - 237.

Page 289: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

259

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

• gunakan fakta, angka, dan ilustrasi yang jelas dan kreatif;

• sesuaikan pesan dengan medianya;

• biarkan audiens berusaha memahami;

• dorong audiens mengambil tindakan;

• berikan rekomendasi penyelesaian masalah.

Kemas Pesan Anda

Cara anda mengemas masalah dan solusinya adalah salah satu dari sekian faktor palingpenting dalam advokasi. Untuk membantu anda menyampaikan informasi denganmengingat prinsip pengembangan pesan, kami sarankan anda:

• mulailah kampanye advokasi anda dengan pesan inti;

• sesuaikan cara penyampaian pesan untuk meraih audiens tertentu;

• berikan kerangka dan konteks untuk isu yang diangkat.

Membingkai pesan untuk berbagai audiens

Audiens Masalah Pesan Media

Pengambil-keputusan(politik dan ekonomi ) 1. Koran1. Menteri 2. Televisi2. Kepala kepolisian 3. Radio3. Anggota legislatif 4. Jurnal bisnis4. Presiden dan staf eksekutif 5. Kertas posisi5. Pimpinan perusahaan 6. DIM6. Dewan direksi/pemegang saham

Kelompok civil society: 1. Koran1. LSM 2. Televisi2. Serikat buruh 3. Radio3. Badan pembangunan 4. Poster dan pamflet4. Kelompok agama 5. Stiker5. Kelompok riset dan think tank 6. Milis

7. Newsletter8. Konferensi dan lokakarya9. Kertas posisi

Pembentuk opini1. Pemimpin agama 1. Koran besar2. Pemimpin adat dan tradisi 2. Televisi3. Akademisi 3. Radio4. Profesional 4. Poster dan pamflet

5. Stiker6. Konferensi dan lokakarya

Page 290: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

260 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Lembar Bantu Belajar 9.1

Rencana Advokasi dan Rencana Tindak Lanjut

Panduan Diskusi Kelompok:

Langkah Pertama : Isilah Form Rencana Advokasi di bawah ini

Tahapan Kondisi Kondisi yang Rencana AdvokasiSaat Ini Diinginkan

DPRD Pemerintah MasyarakatDaerah Sipil

Musyawarah Desa/Kelurahan

Musyawarah Kecamatan

Forum SKPD

Musyawarah Kota/Kabupaten

Penyusunan RKPD

Penyusunan KUA

Penyusunan Prioritas danPlafon

Penyusunan RKA SKPD

Pembahasan RAPBD

Penetapan APBD

Pembahasan APBDPerubahan

Pembahasan LPJ APBD

Keterangan :

1. Kondisi saat ini: kondisi yang terjadi di daerah ini di setiap tahapan prosesperencanaan dan penganggaran di daerah ini

2. Kondisi yang diinginkan: kondisi ideal yang seharusnya terjadi. Upaya advokasidiarahkan untuk mengubah kondisi saat ini menjadi kondisi yang diinginkan

3. Rencana advokasi: berisi kontribusi yang bisa diberikan oleh masing-masingpihak, baik eksekutif, legislatif, dan masyarakat sipil agar kondisi yang diinginkanbisa terwujud

Langkah Kedua: Buatlah Rencana Tindak Lanjut

Rencana Tindak Lanjut (RTL) disusun berdasarkan tujuan advokasi yang ingin dicapai.Dari setiap tahapan yang ada di Rencana Advokasi, sangat dimungkinkan bahwa advokasiakan memfokuskan diri pada tahapan-tahapan tertentu, dan tidak pada tahapan yanglainnya. Hal ini dilakukan mengingat ada keterbatasan yang kita miliki, baik dari sisi SDM,waktu maupun dana. Oleh karena itu RTL yang disusun adalah RTL yang realistis dan siapuntuk diimplementasikan.

Penyusunan RTL dimulai dengan menjawab dua pertanyaan kunci berkut ini:

1. Apa tujuan advokasi yang akan dilakukan?

2. Apa hasil yang ingin dicapai?

Page 291: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

261

Sesi 9 Strategi Advokasi Anggaran Responsif Gender

Setelah dua pertanyaan di atas terjawab, maka pertanyaan selanjutnya adalah:“Apa yang harus dilakukan agar tujuan advokasi bisa tercapai?”

Jawaban atas pertanyaan di atas disusun dengan mengisi tabel berikut ini:

Kegiatan UtamaKegiatan UtamaKegiatan UtamaKegiatan UtamaKegiatan Utama Rincian KegiatanRincian KegiatanRincian KegiatanRincian KegiatanRincian Kegiatan OutputOutputOutputOutputOutput Penanggung JawabPenanggung JawabPenanggung JawabPenanggung JawabPenanggung Jawab WaktuWaktuWaktuWaktuWaktu

Keterangan:

1. Kegiatan Utama: kegiatan yang bisa dirinci menjadi kegiatan-kegiatan lainnya.Misalnya, riset terhadap dokumen APBD. Kegiatan ini bisa dirinci menjadibeberapa kegiatan lainnya, antara lain pengumpulan dokumen APBD, analisisAPBD, dst. Kegiatan Utama diturunkan dari hasil yang ingin dicapai (output) dalamadvokasi

2. Rincian Kegiatan: merupakan turunan dari kegiatan utama. Hendaknya rinciankegiatan dibuat sedetail mungkin agar mencerminkan kerja yang sesungguhnyaakan dilakukan

3. Output: keluaran dari rincian kegiatan. Misalnya output dari kegiatanpengumpulan dokumen APBD adalah tersedianya dokumen APBD yang siapuntuk dianalisis

4. Penanggung Jawab: orang yang diserahi tanggung jawab atas pelaksanaankegiatan tertentu, dengan membentuk tim yang terdiri dari Pemda, DPRD danmasyarakat sipil atau bentuk lainnya sesuai dengan kondisi lokal. Akan lebihbaik jika kolom ini sudah berisi ‘nama orang’ dan bukannya kelompok (PemerintahDaerah, DPRD, atau Masyarakat Sipil)

5. Waktu: periode dilaksanakannya suatu kegiatan. Misalnya, kegiatanpengumpulan dokumen APBD dilaksanakan pada bulan Januari pekan pertamasampai dengan keempat

Page 292: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

262 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008

TENTANG

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, danpelayanan masyarakat di daerah, masih terdapat ketidaksetaraan danketidakadilan gender, sehingga diperlukan strategi pengintegrasiangender melalui perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, penganggaran,pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatanpembangunan di daerah;

b. bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 2003 tentangPedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender DalamPembangunan di Daerah, sudah tidak sesuai dengan perkembangankeadaan sehingga perlu diganti;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hurufa dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentangPedoman Umum Pelaksanaan Pengarus-utamaan Gender di Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan KonvensiMengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahNegara Republik Lembaran sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Indonesia Tahun 2004 Nomor125, tentang Penetapan Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor4437) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4548);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem PerencanaanPebangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, danPemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4737);

5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional 2004-2009;

6. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2004 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;

Memperhatikan : Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang PengarusutamaanGender Dalam Pembangunan Nasional;

Page 293: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

263

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN UMUMPELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH.

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Pengarusutamaan Gender di daerah yang selanjutnya disebut PUG adalah strategiyang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dariperencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan,program, dan kegiatan pembangunan di daerah.

2. Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung jawablakilaki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosialdan budaya masyarakat.

3. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untukmemperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperandan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dankeamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

4. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan danmemahami pembagian perempuan.

5. Analisis Gender adalah analisis untuk mengidentifikasi dan memahami kerja/peranlaki-laki dan perempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan,partisipasi dalam proses pembangunan, dan manfaat yang mereka nikmati, polahubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang di dalam pelaksanannyamemperhatikan faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa.

6. Perencanaan Berperspektif Gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraandan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi,kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki.

7. Anggaran Berperspektif Gender (Gender budget) adalah penggunaan ataupemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mecapaikesetaraan dan keadilan gender.

8. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh PemerintahDaerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsipotonomi seluas-luasnya dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.

9. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota, dan perangkat daerah sebagaiunsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

10. Kecamatan nadalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dandaerah Kota.

11. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah Kabupaten dan/atauDaerah Kota di bawah Kecamatan.

Page 294: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

264 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

12. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuanmasyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengaturdan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adatistiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NegaraKesatuan Republik Indonesia.

13. Focal lPoint PUG adalah aparatur SKPD yang mempunyai kemampuan untuk melakukanpengarusutamaan gender di Unit kerjanya masing-masing.

14. Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender yang selanjutnya disebut Pokja PUG adalahwadah konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan gender dariberbagai instansi/lembaga di daerah.

BAB IIMAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah dimaksudkan untukmemberikan pedoman kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan,pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang berperspektif gender.

Pasal 3

Pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah bertujuan :

a. memberikan acuan bagi aparatur Pemerintah Daerah dalam menyusun strategipengintegrasian gender yang dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan,penganggaran, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, clan kegiatanpembangunan di daerah;

b. mewujudkan perencanaan berperspektif gender melalui pengintegrasian pengalaman,aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan laki-laki dan perempuan;

c. mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, berbangsa,dan bernegara;

d. mewujudkan pengelolaan anggaran daerah yang responsif gender;

e. meningkatkan kesetaraan dan keadilan dalam kedudukan, peranan, dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai insan dan sumberdaya pembangunan; dan

f. meningkatkan peran dan kemandirian lembaga yang menangani pemberdayaanperempuan.

BAB IIIPERENCANAAN DAN PELAKSANAAN

Bagian KesatuPerencanaan

Pasal 4

(1) Pemerintahdaerah berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatanpembangunan berperspektif gender yang dituangkan dalam Rencana PembangunanJangka Menengah Daerah atau RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD.

Page 295: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

265

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008

(2) Penyusunankebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif gendersebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui analisis gender.

Pasal 5

(1) Dalam melakukan analisis gender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapatmenggunakan metode Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analisys Pathway) atau metodeanalisis lain.

(2) Analisis gender terhadap Rencana Kerja SKPD dilakukan oleh masing-masing SKPDbersangkutan.

(3) Pelaksanaan analisis gender terhadap RPJMD dan Renstra SKPD dapat bekerjasamadengan lembaga perguruan tinggi atau pihak lain yang memiliki kapabilitas dibidangnya.

Pasal 6

(1) Bappeda mengoordinasikan penyusunan RPJMD, Renstra SKPD, dan Rencana Kerja SKPDberperspektif gender.

(2) Rencanakerja SKPD berperspektif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan Peraturan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Bagian Kedua PelaksanaanParagraf 1 Pelaksanaan di Provinsi

Pasal 7

(1) Gubernur bertangung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangurian,dan pelayanan masyarakat bidang pemberdayaan perempuan dan pengarusutamaangender skala Provinsi.

(2) Pelaksanaan tanggung jawab Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantuoleh Wakil Gubernur.

Pasal 8

Gubernur menetapkan Badan/Dinas/Dinas yang membidangi tugas pemberdayaanmasyarakat sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender di provinsi.

Pasal 9

(1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPDprovinsi dibentuk Pokja PUG Provinsi.

(2) Gubernur menetapkan Ketua Bappeda sebagai Ketua Pokja PUG Provinsi dan KepalaBadan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai Kepala Sekretariat Pokja PUGProvinsi.

(3) Anggota Pokja PUG adalah seluruh Kepala/Pimpinan SKPD.

(4) Pembentukan Pokja PUG Provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Page 296: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

266 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Pasal 10

Pokja PUG Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas :

a. mempromosikan dan menfasilitasi PUG kepada masing-masing SKPD;

b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada Pemerintah Kabupaten/Kota;

c. menyusun program kerja setiap tahun;

d. mendorong terwujudnya anggaran yang berperspektif gender;

e. menyusun rencana kerja Pokja PUG setiap tahun;

f. bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Wakil Gubernur;

g. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Bupati/Walikota;

h. menfasilitasi SKPD atau Unit Kerja yang membidangi Pendataan untuk menyusun ProfilGender Provinsi;

i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;

j. menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;

k. menyusun Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di Provinsi; dan

l. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masingSKPD.

Pasal 11

(1) Tim Teknissebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf j beranggotakan aparatur yangmemahami analisis anggaran yang berperspektif gender.

(2) Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10huruf k memuat :

a. PUG dalam peraturan perundang-undangan di daerah;

b. PUG dalam siklus pembangunan di daerah;

c. penguatan kelembagaan PUG di daerah; dan

d. penguatan peran serta masyarakat di daerah.

Paragraf 2Pelaksanaan Di Kabupaten/Kota

Pasal 12

(1) Bupati/Walikotabertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan,pembangunan, dan pelayanan masyarakat bidang pemberdayaan perempuan danpengarusutamaan gender skala Kabupaten/Kota.

(2) Tanggungjawab Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilimpahkan kepada Wakil Bupati/Walikota.

Page 297: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

267

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008

Pasal 13

Bupati/Walikota menetapkan Badan/Kantor/Dinas yang membidangi tugas pemberdayaanmasyarakat sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender di Kabupaten/Kota.

Pasal 14

(1) Dalam upaya percepatan pelembagaan pengarusutamaan gender di seluruh SKPDKabupaten/Kota dibentuk Pokja PUG Kabupaten/Kota.

(2) Anggota Pokja PUG adalah seluruh Kepala/Pimpinan SKPD.

(3) Bupati/Walikota menetapkan Ketua Bappeda sebagai Ketua Pokja PUG Kabupaten/Kota dan Kepala Badan/Dinas/Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai KepalaSekretariat Pokja PUG Kabupaten/Kota.

(4) Pembentukan Pokja PUG Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Pasal 15

Pokja PUG Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 mempunyai tugas :

a. mempromosikan dan menfasilitasi PUG kepada masing-masing SKPD;

b. melaksanakan sosialisasi dan advokasi PUG kepada Camat, Kepala Desa, Lurah;

c. menyusun program kerja setiap tahun;

d. mendorong terwujudnya anggaran yang berperspektif gender;

e. menyusun rencana kerja POKJA PUG setiap tahun;

f. bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Wakil Bupati/Walikota;

g. merumuskan rekomendasi kebijakan kepada Bupati/Walikota;

h. menfasilitasi SKPD atau Unit Kerja yang membidangi Pendataan untuk menyusun ProfilGender kabupaten dan kota;

i. melakukan pemantauan pelaksanaan PUG di masing-masing instansi;

j. menetapkan tim teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah;

k. menyusun Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di Kabupaten/Kota; dan

l. mendorong dilaksanakannya pemilihan dan penetapan Focal Point di masing-masingSKPD.

Pasal 16

(1) TimTeknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf j beranggotakan aparatur yangsudah mengikuti pelatihan atau pendidikan analisis anggaran yang berperspektif gen-der, atau tenaga ahli di bidang analisis anggaran.

(2) Rencana Aksi Daerah (RANDA) PUG di Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalamPasal 15 huruf k memuat :

a. PUG dalam peraturan perundang-undangan di daerah;

b. PUG dalam siklus pembangunan di daerah;

c. penguatan kelembagaan PUG di daerah; dan

d. penguatan peran serta masyarakat di daerah.

Page 298: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

268 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Paragraf 3

Focal Point

Pasal 17

(1) Focal Point PUG pada setiap SKPD di Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri dari pejabatdan/atau staf yang membidangi tugas Pemberdayaan Perempuan dan Bidang lainnya.

(2) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud patia ayat (1), mempunyai tugas :

a. mempromosikan pengarusutamaan gender pada unit kerja;

b. menfasilitasi penyusunan Rencana Kerja SKPD yang berperspektif gender;

c. melaksanakan pelatihan, sosialisasi, advokasi pengarusutamaan gender kepadaseluruh pejabat dan staf di lingkungan SKPD;

d. melaporkan pelaksanaan PUG kepada pimpinan SKPD;

e. mendorong pelaksanaan analisis gender terhadap kebijakan, program, dan kegiatanpada unit kerja; dan

f. menfasilitasi penyusunan profil gender pada setiap SKPD.

(3) Pelaksanaan tugas Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordiniroleh pejabat pada setiap SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan.

(4) Focal Point PUG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dan ditetapkan olehKepala/Pimpinan SKPD.

BAB IVPELAPORAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI

Pasal 18

(1) Bupati/Walikota menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Gubernur secaraberkala setiap 6 (enam) bulan.

(2) Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepada Menteri Dalam Negerisecara berkala setiap 6 (enam) bulan dengan tembusan Menteri Negara PemberdayaanPerempuan.

(3) Menteri Dalam Negeri menyampaikan laporan pelaksanaan PUG kepad Presiden secaraberkala setiap akhir tahun.

Pasal 19

Materi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 meliputi :

a. pelaksanaan program dan kegiatan;

b. instansi yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan;

c. sasaran kegiatan;

d. penggunaan anggaran yang bersumber dari APBN, APBD, atau sumber lain;

e. permasalahan yang dihadapi; dan

f. upaya yang telah dilakukan.

Page 299: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

269

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008

Pasal 20

Bupati/Walikota menetapkan pedoman mekanisme pelaporan di tingkat Desa/Kelurahan danKecamatan.

Pasal 21

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 menjadi bahan pemantauan dar evaluasipelaksanaan PUG.

Pasal 22

(1) Gubernur,Bupati, dan Walikota melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG.

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada setiapSKPD dan secara berjenjang antar susunan pemerintahan.

(3) Pemantauandan evaluasi pelaksanaan PUG dilakukan sebelum diadakannyapenyusunan program atau kegiatan tahun berikutnya.

(4) Bappeda melakukan evaluasi secara makro terhadap pelaksanaan PUG berdasarkanRPJMD dan Renja SKPD.

(5) Pelaksanaanevaluasi dapat dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruar Tinggi, PusatStudi Wanita, atau Lembaga Swadaya Masyarakat.

(6) Hasil evaluasi pelaksanaan PUG menjadi bahan masukan dalam penyusunar kebijakan,program, dan kegiatan tahun mendatang;

BAB VPEMBINAAN

Pasal 23

(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan umum terhadap pelaksanaan PUG didaerah yang meliputi :

a. pemberian pedoman dan panduan;

b. penguatan kapasitas aparatur pemerintah daerah;

c. penguatan kapasitas Tim Teknis Analisis PUG, Pokja PUG provinsi, kabupaten dankota;

d. pemantauan pelaksanaan PUG antar susunan pemerintahan;

e. evaluasi pelaksanaan PUG;

f. pemberian Pedoman Penilaian Pelaksanaan PUG (gender audit); dan

g. penyusunan indikator pencapaian kinerja PUG .

(2) Pembinaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh DirekturJenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri.

Pasal 24

Gubernur melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan PUG yang meliputi :

a. penetapan panduan teknis pelaksanaan PUG skala Provinsi;

Page 300: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

270 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

b. penguatan kapasitas kelembagaan melalui pelatihan, konsultasi, advokasi, dankoordinasi;

c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG di Kabupaten/Kota dan pada SKPD Provinsi;

d. peningkatan kapasitas focal point dan Pokja PUG; dan

e. strategi pencapaian kinerja.

Pasal 25

Bupati/Walikota melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan PUG yang meliputi :

a. penetapan panduan teknis pelaksanaan PUG skala Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan;

b. penguatan kapasitas kelembagaan melalui pelatihan, konsultasi, advokasi, dankoordinasi;

c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PUG di Desa dan pada SKPD Kabupaten/ Kota;

d. peningkatan kapasitas focal point dan Pokja PUG; dan

e. strategi pencapaian kinerja.

BAB VIPENDANAAN

Pasal 26

(1) Pendanaanpelaksanaan program dan kegiatan PUG di Provinsi bersumber dariAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.

(2) Pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan PUG di Kabupaten/Kota bersumberdari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/ Kota.

(3) Pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan PUG di Desa bersumber dari AnggaranPendapatan dan Belanja Desa dan Alokasi Dana Desa.

Pasal 27

Pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan PUG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan surnber lain yang sahdan tidak mengikat.

Pasal 28

Pendanaan pelaksanaan program dan kegiatan PUG yang bersumber dari APBD sebagaimanadimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), dianggarkan pada SKPD yang terkait denganPelaksanaan PUG.

Page 301: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

271

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008

BAB VIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

(1) Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender DalamPembangunan di Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(2) RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD yang telah disusun

disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan.

(3) Semuakebijakan daerah di bidang PUG sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanMenteri ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 30

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 27 Februari 2008

MENTERI DALAM NEGERI,

ttd

MARDIYANTO

Page 302: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

272 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Daftar Pustaka

Budlender, Debbie, dan Rhonda Sharp. 1998. How to do gender-sensitive budget analysis: ContemporaryResearch and Practice. London: Commonwealth.

Budlender, Debbie, dan Rhonda Sharp. 1998. How to do gender-sensitive budget analysis: ContemporaryResearch and Practice. London: Commonwealth.

Fattah, Ibrahim, dkk. Mengubah Wajah APBD: Pengalaman Advokasi Anggaran Responsif Gender di KotaParepare, YLP2EM, 2008.

FPPM. 2005. Mengembangkan Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif: Working Draft. Bandung.

International Budget Project, A Taste of Success: Examples of the Budget Work of NGOs.

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan PengawasanKeuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, PelaksanaanTata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran dan Belanja Daerah.

Kepmendagri No. 132 Tahun 2003 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah.

LBH Surabaya, HES sebagai HAM,makalah, tanpa tahun.

Rostanty, Maya & Susana Dewi R. 2005. Buku Pintar Mengkritisi APBD. Jakarta: PATTIRO.

Mawardi dan Sumarto. 2002. Kebijakan Publik yang Memihak Orang Miskin.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Penerbit Andi.

Mastuti, Sri & Rinusu. 2003. APBD Responsif Gender. Jakarta: CIBA.

Ministry of Women. 2005. Family and Community Development, Manual on Gender Budgeting in Malaysia,Kuala Lumpur: Thumb-Print Studi Sdn Bhd.

Modul Making Governance Gender Responsive, CAPWIP, 2007.

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Rostanty, Maya dkk. 2005. Membedah Ketimpangan Anggaran,Working Draft. Jakarta: PATTIRO.

Sharp, Ronda. 2003. Budgeting for Equity: Gender Budget Initiatives within a Framework of PerformanceOriented Budgeting. New York: UNIFEM.

Page 303: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

273

Daftar Pustaka

Prakarsa. 2008. Mendahulukan Si Miskin: Buku Sumber Bagi Anggaran Pro Rakyat, Yogyakarya: LKIS.

Prosiding Training Anggaran Responsif Gender, Makassar, 16-20 Juni 2005.

Prosiding Workshop Multistakeholders Anggaran Responsif Gender, Watampone, 13-15 Oktober 2005.

Prosiding Workshop Multistakeholders Anggaran Responsif Gender, Palu, 29 September - 1 Oktober2005.

Atmodiwirio, Drs Soebagio, M.Ed. 2005. Manajemen Pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya.

Sundari, Eva. 2005. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan: Makalah.

The Asia Foundation & Center for Legislative Development. 1997. Report of The Asia-Pasific RegionalAdvocacy Training of Trainer.Manila.

Website UNIFEM (www.unifem.org).

VeneKlasen, Lisa dan Valerie Miller. 2002. A New Wave of Power, People & Politics: The Action Guide forAdvocacy and Citizen Participation. Washington DC.

Topatimasang, Roem, dkk. (ed.) 2000. Merubah Kebijakan Publik. Insist. Yogyakarta.

Todaro, Michael P., Burhanuddin Abdullah (Ed.). 1993. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta:Erlangga.

Page 304: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

274 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

Daftar Singkatan Dan Akronim

ABK : Anggaran Berbasis Kinerja

ADD : Alokasi Dana Desa

AHH : Angka Harapan Hidup

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome

AKB : Angka Kematian Bayi

AKI : Angka Kematian Ibu

AKU : Arah Kebijakan Umum

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBK : Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga

ARG : Anggaran Responsif Gender

APK : Angka Partisipasi Kasar

APM : Angka Partisipasi Murni

Asda : Asisten Daerah

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

Bawasda : Badan Pengawasan Daerah

BAPEDA : Badan Perencanaan Daerah

BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah

BBM : Bahan Bakar Minyak

BDNI : Bank Dagang Negara Indonesia

BKB : Bina Keluarga Balita

BKKD : Badan Kekayaan dan Keuangan Daerah

BPD : Badan Perwakilan Desa

BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

BPS : Badan Pusat Statistik

Bulin Nakes : Ibu Bersalin oleh Tenaga Kesehatan

BUMDes : Badan Usaha Milik Desa

CAPWIP : Center for Asia-Pacific Women In Politics

CEDAW : Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination AgaintsWomen

CRC : Citizen Report Card

CSO : Civil Society Organization

DASK : Dokumen Anggaran Satuan Kerja

DAU : Dana Alokasi Umum

Page 305: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

275

Daftar Singkatan dan Akronim

DAK : Dana Alokasi Khusus

DBD : Demam Berdarah Dengue

DP : Daerah Pemilihan

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPKD : Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah

DSP : Daftar Skala Prioritas

DUHAM : Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia

DUK : Daftar Usulan Kegiatan

Ekosob : Ekonomi, Sosial dan Budaya

FGD : Focus Group Discussion

FGolkar : Fraksi Golongan Karya

FKPP : Forum Koordinasi dan Konsultasi Pembangunan

FMPA : Forum Masyarakat Peduli Anggaran

FORPAT : Forum Peduli Anggaran Tasikmalaya

FPAN : Fraksi Partai Amanat Nasional

FPKS : Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

GDI : Gender Development Index

GDP : Gross Domestic Product

GFP : Gender Focal Point

GNP : Gross National Product

HAM : Hak Asasi Manusia

HDI : Human Development Index

HDR : Human Development Report

HIV : Human Immunodeficiency Virus

HP : Handphone

IBI : Ikatan Bidan Indonesia

IDI : Ikatan Dokter Indonesia

IK : Industri Kecil

ILO : International Labour Organization

Inpres : Instruksi Presiden

IPG : Indeks Pembangunan Gender

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan

JKJ : Jaminan Kesehatan Jembrana

JPS : Jaring Pengaman Sosial

Page 306: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

276 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

KADINDA : Kamar Dagang dan Industri Daerah

Kaltim : Kalimantan Timur

KB : Keluarga Berencana

KDRT : Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kepmen : Keputusan Menteri

KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

KIBBLA : Kesehatan Ibu Bayi Baru Lahir dan Anak

KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia

KPM : Kantor Pemberdayaan Masyarakat

KPPIA : Komite Penanggulangan Penyakit Ibu dan Anak

KTP : Kartu Tanda Penduduk

KUA : Kebijakan Umum Anggaran

KUD : Koperasi Unit Desa

LPM : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MCK : Mandi Cuci Kakus

MDGs : Millennium Development Goals

Mendagri : Menteri Dalam Negeri

Menkes : Menteri Kesehatan

MRI : Marine Research Institute

MTEF : Medium Term Expenditure Framework

Musrenbang : Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Musrenbangkel : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan

Musrenbangcam : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan

Musrenbangkot : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota

NTB : Nusa Tenggara Barat

NTT : Nusa Tenggara Timur

OKP : Organisasi Kemasyarakatan Pemuda

Ormas : Organisasi Kemasyarakatan

NAPZA : Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif

Pansus : Panitia Khusus

PAD : Pendapatan Asli Daerah

PAE : Panitia Anggaran Eksekutif

PAM : Perusahaan Air Minum

PDB : Produk Domestik Bruto

Page 307: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

277

Daftar Singkatan dan Akronim

Pemda : Pemerintah Daerah

Pemkot : Pemerintah Kota

PER : Public Expenditure Review

Perbup : Peraturan Bupati

Perda : Peraturan Daerah

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri

PIN : Pekan Imunisasi Nasional

PKK : Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga

P2WKSS : Program Peningkatan Peran Wanita Menuju Keluarga SehatSejahtera

PMT : Pemberian Makanan Tambahan

PNS : Pegawai Negeri Sipil

Pokja : Kelompok Kerja

PP : Peraturan Pemerintah

PPAS : Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

PPK : Program Pengembangan Kecamatan

PROBA : Problem Base Approach

PRSP : Poverty Reduction Strategy Paper

PSK : Pekerja Seks Komersial

PUG : Pengarusutamaan Gender

Rakorbang : Rapat Koordinasi Pembangunan

RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

RASK : Rencana Anggaran Satuan Kerja

Renstra : Rencana Strategis

RKA : Rencana Kerja dan Anggaran

RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah

RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

RDPU : Rapat Dengar Pendapat Umum

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RT : Rukun Tetangga

RTL : Rencana Tindak Lanjut

Rumpun Karang : Forum Perempuan Kota Semarang

RW : Rukun Warga

SD : Sekolah Dasar

Page 308: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

278 MODUL PELATIHAN ADVOKASI PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA RESPONSIF GENDER

SDM : Sumber Daya Manusia

SEB : Surat Edaran Bersama

SekdaA : Sekretariat Daerah

Sekmat : Sekretaris Camat

SERASI : Sekolah Masyarakat Sipil

Setwan : Sekretariat Dewan

Sipol : Sipil dan Politik

SK : Surat Keputusan

SKO : Surat Kewenangan Otorisasi

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SMART : Specific Measureable Achievable Result oriented and Time-bound

SMS : Solidaritas Masyarakat Semarang

SMU : Sekolah Menengah Umum

SPP : Surat Perintah Pembayaran

SPP : Sumbangan Pembinaan Pendidikan

SPJ : Surat Pertanggungjawaban

SPM : Standar Pelayanan Minimal

SPKM : Sistem Pemantauan Kesejahteraan oleh Masyarakat

SOTK : Struktur Organisasi dan Tata Kerja

TA : Tahun Anggaran

TAPD : Tim Anggaran Pemerintah Daerah

TAS : Tanzania Assistance Strategy

TB : Tuberculosis

TGNP : Tanzania Gender Networking Programme

TK : Taman Kanak-kanak

ToR : Term of Reference

TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

TTS : Timor Tengah Selatan

Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi

UCI : Universal Child Immunization

UKM : Usaha Kecil dan Menengah

UNDP : United Nations Development Programme

Page 309: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender

279

Daftar Singkatan dan Akronim

UNFPA : United Nations Population Fund

UNIFEM : United Nations Development Fund for Women

UPG : Ukuran Pemberdayaan Gender

UR : Usulan Rencana

UU : Undang Undang

UUD : Undang Undang Dasar

VCD : Video Compact Disk

WC : Water Closet

Page 310: Modul Advokasi Penganggaran Responsif Gender