Upload
others
View
24
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL PREDIKSI MORTALITAS DINI
PASCA FASE RESUSITASI AWAL
PASIEN SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPSIS
BERDASARKAN PARAMETER AKHIR RESUSITASI
TESIS
ROBERT SINTO
0906564750
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM
JAKARTA
DESEMBER 2013
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL PREDIKSI MORTALITAS DINI
PASCA FASE RESUSITASI AWAL
PASIEN SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPSIS
BERDASARKAN PARAMETER AKHIR RESUSITASI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis-I
Ilmu Penyakit Dalam
ROBERT SINTO
0906564750
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM
JAKARTA
DESEMBER 2013
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH
Salam sejahtera untuk kita semua,
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat
dan berkat yang dilimpahkan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis dan
pendidikan saya di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa semua pencapaian selama proses pendidikan ini
tidak lepas dari bimbingan, dukungan, kerja sama, serta doa restu dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, izinkan saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. DR. dr. Imam Subekti, Sp.PD, K-EMD sebagai Ketua Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, sekaligus anggota Dewan Penguji ujian tesis terbuka
saya, dan DR. dr. Czeresna Heriawan Soejono, Sp.PD, K-Ger, M.Epid,
sebagai Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam terdahulu atas kesempatan
yang diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti pendidikan di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
2. dr. Aida Lydia, Ph.D, Sp.PD, K-GH sebagai Ketua Program Studi saat ini,
sekaligus anggota Dewan Penguji ujian proposal dan tesis tertutup saya, dan
DR. dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD, K-HOM sebagai Ketua Program Studi
terdahulu sekaligus pembimbing akademik saya, serta kepada para Staf
Koordinator Pendidikan atas kesempatan, bimbingan, dukungan, nasihat,
kritik, dan teguran yang diberikan selama masa pendidikan saya.
3. DR. dr. Suhendro, Sp.PD, K-PTI sebagai Ketua Divisi Penyakit Tropik dan
Infeksi FKUI/RSUPN-CM sekaligus pembimbing tesis saya, yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, dukungan, koreksi, serta kesempatan, dan
kemudahan bagi saya untuk melakukan penelitian di divisi yang beliau
pimpin. Dari beliau-lah saya banyak belajar cara berpikir, meneliti dan
menulis secara sistematis dan rasional.
4. Para pembimbing tesis saya, dr. Rudyanto Sedono, Sp.An, K-IC dan dr.
Kuntjoro Harimurti, Sp.PD, M.Sc atas segala waktu, ide, ilmu, kritik,
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
saran, koreksi, perhatian, dan dukungan yang sangat berharga sejak awal
hingga akhir penelitian ini baik dalam segi materi maupun metode penelitian.
5. Para penguji saya, Prof. DR. dr. Harry Isbagio, Sp.PD, K-R, K-Ger
sebagai anggota Dewan Penguji ujian proposal penelitian, DR. dr. Imam
Effendi, Sp.PD, K-GH dan dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD, K-HOM sebagai
anggota Dewan Penguji ujian tesis tertutup, dr. Bambang Setyohadi, Sp.PD,
K-R sebagai anggota Dewan Penguji ujian tesis terbuka, dr. Dono Antono,
Sp.PD, K-KV sebagai anggota Dewan Penguji ujian tesis tertutup dan
terbuka, atas segala pertanyaan, kritik, saran, koreksi untuk perbaikan konsep
dan pelaporan penelitian ini.
6. Para Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM, yang telah menjadi guru dan teladan
selama masa pendidikan ini dan yang akan tetap menjadi tempat bertanya
bagi saya di kemudian hari.
7. Para Koordinator dan Ketua Divisi beserta staf di lingkungan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, baik di RSCM maupun rumah sakit jejaring (RS.
Persahabatan, RSU. Tangerang, RS. Fatmawati, RSPAD. Gatot Subroto,
RS. Kanker Dharmais, RSPI. Sulianti Saroso), dan para Staf Puskesmas
Kecamatan Tambora yang telah memberikan dukungan sarana dan
prasarana selama proses pendidikan saya selama ini.
8. Staf administrasi di semua lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSUPN-CM terutama Staf Administrasi Pendidikan Sp-1
(Ibu Yanti, Mbak Aminah, Bapak Heri), Staf Administrasi Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi (Bapak Anto, Mbak Leni, Mbak Rita) yang
telah banyak membantu proses pendidikan saya sampai penyelesaian tesis ini.
9. Koordinator dan semua staf Rekam Medik RSUPN-CM yang selama ini
dengan sabar membantu saya menelusuri rekam medik.
10. Semua pasien di RSUPN-CM dan semua rumah sakit jejaring yang telah
memberikan ilmu, mengikhlaskan diri sebagai sarana pembelajaran saya.
11. Sahabat dan teman-teman PPDS Ilmu Penyakit Dalam Periode Juli 2009: dr.
Irwin Tedja, dr. Bagus Anindito, dr. Kemal Fariz Kalista, dr. Ade
Yonata, dr. Adeputri Tanesha Idhayu, dr. Agus Jati Sunggoro, dr. Anna
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Ariane, dr. Barry Anggara Putra, dr. Dadang Herdiana, dr. Elizabeth
Yasmine Wardoyo, dr. Elli Arsita, dr. Griskalia Christine Theowidjaja,
dr. Hery Agung Samsu Alam, dr. Hesti Novianti, dr. Indria Yogani, dr.
Ken Ayu Mastini, dr. Lusiana Kurniawati, dr. Yohana Sitompul, dr.
Yulidar atas kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, kerja sama,
dukungan, serta kekompakan yang terbina selama pendidikan ini.
12. Sahabat dan rekan seperjuangan saya selama masa pendidikan spesialis ini,
secara khusus dalam penelitian model prediksi mortalitas pasien sepsis berat
dan syok sepsis, dr. Arif Sejati atas kerja sama yang sangat baik dalam
memulai, mengerjakan dan menyelesaikan penelitian ini. Ide yang menarik,
baik dalam aspek keilmuan maupun metode penelitian, selalu saya dapatkan
dalam berbagai kesempatan diskusi kita.
13. Sahabat-sahabat saya, dr. Darmawan, M.Kes dan dr. Rabbinu Rangga
Pribadi, atas suka dan duka yang kita bagi bersama, baik dalam bidang
akademis maupun non-akademis, selama menjalani pendidikan spesialis
penyakit dalam ini. Semoga persahabatan kita dapat terus berlanjut.
14. Yang tercinta kedua orang tua saya, Soeharsono Sinto dan Esther Lukito
Setiawan atas kasih sayang, doa, dorongan, nasihat dan dukungan dalam
segala hal yang telah diberikan kepada saya tanpa henti. Terima kasih atas
semua yang sudah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan saya. Hanya Tuhan yang dapat membalas kasih sayang dan
perhatian papa dan mama. Terima kasih juga untuk kakak saya, dr. Linda
Sinto, MARS dan Eric Hariyanto Wijaya, S.Kom yang telah mendukung
saya selama masa pendidikan.
15. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang
telah memberikan bantuan dan perhatian kepada saya selama ini.
All that I am and ever hope to be
I owe it all to Thee Just let me live my life
Let it be pleasing Lord to Thee And if I gain any praise, let it go to Calvary
To God be the glory, for the things He has done ~Andrae Crouch, 1971~
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : dr. Robert Sinto
Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Judul : Model Prediksi Mortalitas Dini Pasca Fase Resusitasi Awal
Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis Berdasarkan Parameter
Akhir Resusitasi
Latar Belakang. Angka kejadian dan mortalitas pasien sepsis berat dan syok
sepsis di dunia masih tinggi. Belum diketahui peran gabungan parameter akhir
resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi yang disusun dalam sebuah model
prediksi mortalitas dini pasca fase resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok
sepsis.
Tujuan. Menentukan model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase
resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir
resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi.
Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif dilakukan terhadap pasien
sepsis berat dan/atau syok sepsis yang berusia lebih dari sama dengan 18 tahun
dan dirawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada
periode waktu Januari 2011 sampai Desember 2012. Pasien diamati selama 120
jam pertama pasca inisiasi fase resusitasi awal untuk melihat luaran yang terjadi
dan waktu timbul luaran berupa mortalitas. Sembilan prediktor terjadinya
mortalitas dini yang telah didefinisikan sebelumnya diidentifikasi pasca pasien
melewati fase resusitasi awal. Prediktor independen mortalitas dini diidentifikasi
dengan analisis regresi Cox’s Proportional Hazard dan setiap faktor independen
dikuantifikasi untuk mengembangkan suatu model prediksi mortalitas dini.
Kemampuan kalibrasi model tersebut ditentukan dengan uji Hosmer-Lameshow
dan kemampuan diskriminasinya ditentukan dengan menghitung area under curve
(AUC) dari receiver operating curve.
Hasil. Subjek penelitian terdiri atas 268 pasien. Sebagian besar (54,9%)
merupakan pasien laki-laki, dengan median (rentang) usia 49 tahun (18;86).
Mortalitas terjadi pada 70 pasien (insidens kumulatif 26,1%, insidens densitas
0,002 per orang-jam) dalam 120 jam pertama pasca inisiasi fase resusitasi awal.
Dua prediktor independen mortalitas dini diidentifikasi, yakni: bersihan laktat
(adjusted hazard ratio[HR] 11,81 [IK95% 6,50-21,46]) dan jumlah disfungsi
organ (2 disfungsi organ, adjusted HR 1,47 [IK95% 0,58- 3,72]; >3 disfungsi
organ, adjusted HR 3,79 [IK95% 1,65-8,69]). Model prediksi ditentukan dengan
menggunakan model akhir analisis multivariat dan distratifikasi menjadi dua
kelompok tingkatan risiko: rendah (probabilitas mortalitas dini 7,8%), dan tinggi
(72,3%). Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan presisi yang baik (p 0,745) dan
AUC menunjukkan kemampuan diskriminasi yang sangat baik (0,91 [IK95%
0,87-0,95]).
Kesimpulan. Model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase resusitasi awal
pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir resusitasi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi dapat disusun berdasarkan parameter bersihan
laktat dan jumlah disfungsi organ.
Kata Kunci. sepsis berat, syok sepsis, mortalitas dini, model prediksi
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : dr. Robert Sinto
Study Program: Internal Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia
Title : End Points Resuscitation Based-Prediction Model for Early
Mortality after Early Resuscitative Phase of Severe Sepsis and
Septic Shock
Introduction. The incidence and mortality rates of patients with severe sepsis and
septic shock in the world is still high. There is unknown role of macrocirculation
and microcirculation end points resuscitation which are combined as the
component of prediction model for early mortality after early resuscitative phase
of patient with severe sepsis and septic shock.
Aim. To develop a prediction model for early mortality after early resuscitative
phase of patient with severe sepsis and septic shock based on macrocirculation
and microcirculation end points resuscitation.
Method. A retrospective cohort study was conducted in severe sepsis and septic
shock patients (aged 18 years and older) who were hospitalized in Intensive Care
Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo from January 2011 until December
2012. Patients’ outcome and time to outcome were observed during first 120
hours of initiation of early resuscitative phase. Nine predefined predictors for
development of early mortality were identified after early resuscitative phase.
Independent predictors for early mortality were identified by Cox’s proportional
hazard regression analysis and each independent predictor was quantified to
develop early mortality prediction model. The calibration performance of the
model was tested by Hosmer-Lameshow test and its discrimination ability was
determined by calculating area under the receiver operating characteristic curve
(AUC).
Results. Subjects consist of 268 patients, predominantly male (54.9%), with
median (range) age of 49 (18;86) years old. Mortality developed in 70 patients
(cumulative incidence 26.1%, incidence density 0.002 per person-hours) during
first 120 hours of initiation of early resuscitative phase. Two independent
predictors for early mortality were identified, including: lactate clearance
(adjusted hazard ratio[HR] 11.81 [95%CI 6.50-21.46]) and number of organ
dysfunction (2 organs dysfunction, adjusted HR 1.47 [95%CI 0.58- 3.72]; >3
organs dysfunction, adjusted HR 3.79 [95%CI 1.65-8.69]). Predictive model was
performed using the final model of multivariate analysis and stratified into two
levels: low- (probability for early mortality 7.8%), and high-risk (72.3%) groups.
The Hosmer-Lemeshow test revealed good precision (p-value 0.745) and the AUC
showed very good discrimination ability (0.91 [95% CI 0.87-0.97]).
Conclusion. A prediction model for early mortality after early resuscitative phase
of patient with severe sepsis and septic shock based on macrocirculation and
microcirculation end points resuscitation can be developed based on two
parameters, i.e. lactate clearance and number of organ dysfunction.
Keywords. severe sepsis, septic shock, early mortality, prediction model
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI iv
UCAPAN TERIMA KASIH v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS viii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR SINGKATAN xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.3.1 Tujuan Umum 5
1.3.2 Tujuan Khusus 5
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.4.1 Manfaat Ilmiah 6
1.4.2 Manfaat kepada Tenaga Kesehatan 6
1.4.3 Manfaat kepada Masyarakat 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Mortalitas Dini pada Sepsis Berat dan Syok Sepsis 7
2.2 Pemantauan Perfusi Jaringan pada Sepsis Berat dan Syok Sepsis 8
2.2.1 Tekanan Vena Sentral 11
2.2.2 Rerata Tekanan Arteri 13
2.2.3 Produksi Urin 14
2.2.4 Saturasi Oksigen Vena Kava Superior 15
2.2.5 Hematokrit 16
2.2.6 Laktat dan Bersihan Laktat 18
2.2.7 Ekses Basa Standar 19
2.2.8 Jumlah Disfungsi Organ 20
2.3 Kerangka Teori 21
BAB 3 KERANGKA DAN DEFINISI OPERASIONAL 23
3.1 Kerangka Konsep 23
3.2 Identifikasi Variabel 23
3.3 Definisi Operasional 24
3.3.1 Variabel Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis 24
3.3.2 Variabel Parameter Akhir Resusitasi 25
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
3.3.3 Variabel Tekanan Vena Sentral 26
3.3.4 Variabel Rerata Tekanan Arteri 26
3.3.5 Variabel Produksi Urin 26
3.3.6 Variabel Saturasi Oksigen Vena Kava Superior 27
3.3.7 Variabel Hematokrit 27
3.3.8 Variabel Laktat 27
3.3.9 Variabel Bersihan Laktat 27
3.3.10 Variabel Ekses Basa Standar 28
3.3.11 Variabel Jumlah Disfungsi Organ 28
3.3.12 Variabel Waktu Kematian 29
3.3.13 Variabel Mortalitas Dini 29
3.3.14 Variabel Ketepatan Pemberian Antibiotika 29
BAB 4 METODE PENELITIAN 31
4.1 Desain Penelitian 31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 31
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 31
4.4 Besar Sampel 31
4.5 Kriteria Penelitian 31
4.5.1 Kriteria Inklusi 31
4.5.2 Kriteria Eksklusi 32
4.6 Alur Penelitian 32
4.7 Cara Kerja 32
4.8 Pengolahan dan Analisis Data 34
4.9 Anggaran Biaya Penelitian 35
4.10 Etik Penelitian 35
4.11 Jadwal Penelitian 35
4.12 Organisasi Penelitian 35
4.13 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian 35
BAB 5 HASIL PENELITIAN 37
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian 37
5.2 Pencapaian Parameter Akhir Resusitasi 37
5.3 Insidens Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis 39
5.4 Analisis terhadap Data yang Tidak Lengkap 39
5.5 Analisis Bivariat Prediktor Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat
dan Syok Sepsis 41
5.6 Analisis Multivariat, Probabilitas Terjadinya Mortalitas Dini, dan
Pembuatan Model Prediksi Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan
Syok Sepsis 42
BAB 6 PEMBAHASAN 47
6.1 Karakteristik Sampel 47
6.1.1 Karakteristik Demografis 47
6.1.2 Karakteristik Klinis 47
6.2 Pencapaian Parameter Akhir Resusitasi 48
6.3 Insidens Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis 50
6.4 Prediktor Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis 50
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
6.4.1 Bersihan laktat 51
6.4.2 Jumlah Disfungsi Organ 52
6.4.3 Parameter Akhir Resusitasi Lain 53
6.5 Aplikasi dan Manfaat Klinis Skor Prediksi Mortalitas Dini
Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis yang Telah Dibuat 54
6.6 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian 58
6.7 Generalisasi Hasil Penelitian 59
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 62
7.1 Simpulan 62
7.2 Saran 62
7.2.1 Saran untuk peneliti 62
7.2.2 Saran untuk klinisi 62
7.2.3 Saran untuk institusi rumah sakit 63
RINGKASAN 64
SUMMARY 66
DAFTAR PUSTAKA xvii
LAMPIRAN xxii
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva kesintasan pasien sepsis berat dan syok sepsis pada
penelitian oleh Macias, dan Nelson (2004) 8
Gambar 2.2 Protokol EGDT 9
Gambar 2.3 Kerangka teori mortalitas dini pada pasien sepsis berat dan
syok sepsis 21
Gambar 4.1 Alur penelitian 32
Gambar 4.2 Waktu pengambilan data 33
Gambar 5.1 Kurva Kaplan Meier yang menunjukkan kesintasan dini
pasien sepsis berat dan syok sepsis 40
Gambar 5.2 Kurva kalibrasi model prediksi sesuai uji Hosmer-Lemeshow 45
Gambar 5.3 Kurva ROC prediktor mortalitas dini pasien sepsis berat
dan syok sepsis 45
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Parameter penilaian perfusi global dan regional 11
Tabel 5.1 Karakteristik demografis subjek penelitian 37
Tabel 5.2 Karakteristik klinis subjek penelitian 38
Tabel 5.3 Pencapaian parameter akhir resusitasi makrosirkulasi 38
Tabel 5.4 Pencapaian parameter akhir resusitasi mikrosirkulasi 39
Tabel 5.5 Distribusi variabel dengan data yang tidak lengkap 40
Tabel 5.6 Hasil analisis bivariat prediktor mortalitas dini 42
Tabel 5.7 Hasil analisis multivariat prediktor mortalitas dini 43
Tabel 5.8 Hasil analisis multivariat untuk membuat skor prediksi 44
Tabel 5.9 Skor prediksi mortalitas dini dan kelas risikonya 44
Tabel 6.1 Rekomendasi protokol resusitasi berdasarkan jumlah skor 56
Tabel 6.2 Sistem skor prediksi mortalitas kasus 1 57
Tabel 6.3 Sistem skor prediksi mortalitas kasus 2 58
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
ALI acute lung injury
APACHE Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
aPTT activated partial thromboplastin time
ARDS acute respiratory distress syndrome
ATP adenosine tri phosphate
AUC area under receiver operating characteristic curve
CaO2 arterial content of O2
CVP central venous pressure
Cr kreatinin
DO2 delivery O2
DPG diphosphoglycerate
EGDT early goal-directed therapy
FIO2 fraksi inspirasi O2
Hb hemoglobin
Ht hematokrit
HR hazard ratio
IL interleukin
IK interval kepercayaaan
INR international normalized ratio
MAP mean arterial pressure
MAR missing at random
MCAR missing completely at random
MCP Monocyte Chemoattractant Protein
MIP Macrophage Inflammatory Proteins
MPM Mortality Probability Model
NAD+ nicotinamide adenine dinucleotide
NADH nicotinamide adenine dinucleotide hydrogen
NIS near-infrared spectroscopy
OPS orthogonal polarization spectral
PaO2 tekanan O2 arteri
PIRO Predisposition Infection Response Organ dysfunction
PPOK penyakit paru obstruktif kronik
ROC receiver operating characteristic
RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
SaO2 saturasi O2 arteri
SAPS Simplified Acute Physiology Score
SB simpang baku
SBE standard base excess
ScvO2 superior vena cava oxygen saturation
SD standard deviasi
SE standard error
SOFA Sequential Organ Failure Assessment
SvO2 mixed venous oxygen saturation
TNF-SRI Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor Type I
TRICC Transfusion Requirement in Critical Care
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Latar Belakang Masalah
Sepsis berat dan syok sepsis telah menjadi masalah kesehatan yang utama di
seluruh dunia. Hal ini dapat terlihat dari tingginya angka kejadian, kematian,
biaya kesehatan yang diperlukan untuk menata laksana seorang pasien dengan
sepsis berat dan syok sepsis, serta peningkatan menetap angka-angka tersebut dari
tahun ke tahun [1-4]. Penelitian kohort prospektif di Amerika Serikat
menunjukkan terdapat 415.280 kasus sepsis berat dan syok sepsis yang
didiagnosis pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 711.736 kasus pada tahun
2007, dengan angka kematian sebesar 29,1% pada tahun 2007. Biaya rawat inap
yang telah disesuaikan dengan inflasi untuk pasien sepsis berat dan syok sepsis
meningkat menjadi $24,3 juta pada tahun 2007 [5]. Penelitian kohort lain yang
dilakukan pada tahun 2002 di 198 ruang perawatan intensif pada 24 negara di
benua Eropa menunjukkan sepsis berat dan syok sepsis merupakan 29,5%
diagnosis perawatan intensif. Mortalitas pasien sepsis berat dalam perawatan
intensif mencapai 32,2% dan meningkat menjadi 54,1% pada syok sepsis [6].
Pada analisis kesintasan 840 pasien sepsis berat, Macias, dan Nelson (2004) [7]
mendapati kurun waktu 5 hari pertama setelah diagnosis ditegakkan, lebih lanjut
disebut dengan fase alfa atau fase dini, merupakan kurun waktu dengan laju
kematian tertinggi, meliputi 33,9% dari seluruh subjek. Pada fase ini kematian
terutama disebabkan oleh syok sepsis, yang merupakan manifestasi gangguan
perfusi jaringan akibat respon inflamasi tubuh yang paling berat pada sepsis [7, 8].
Di benua Asia, penelitian pada tahun 2009 di 150 ruang perawatan intensif
pada 16 negara (termasuk Indonesia) menunjukkan sepsis berat dan syok sepsis
merupakan 10,9% diagnosis perawatan intensif dengan angka kematian mencapai
44,5% [9]. Pengamatan 1 bulan pada tahun 2012 di ruang rawat intensif Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan sepsis berat dan syok
sepsis ditemukan pada 23 dari 84 kasus perawatan intensif, dengan angka
kematian dalam perawatan mencapai 47,8% dan angka kematian pada fase dini
mencapai 34,7%. Data Koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSCM menunjukkan bahwa syok sepsis merupakan penyebab
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
kematian tertinggi selama 3 tahun berturut-turut (2009-2011), yaitu pada 49%
kasus kematian pada tahun 2009 dan meningkat menjadi 55% pada tahun 2011
(data tidak dipublikasi).
Upaya pendekatan resusitasi untuk menangani gangguan perfusi jaringan
secara dini pada pasien sepsis telah dimulai pada tahun 2001, menyerupai konsep
diagnosis dan tata laksana dini pada infark miokard, trauma dan stroke yang telah
terbukti memperbaiki luaran [10]. Pada penelitian terhadap 263 subjek sepsis
berat dan syok sepsis, protokol early goal-directed therapy (EGDT) yang
diajukan oleh Rivers dkk (2001) [11], yang kemudian diadopsi dalam Surviving
Sepsis Campaign 2012, terbukti dapat menurunkan mortalitas sebesar 16%,
dengan number needed to treat sebesar 6. Terdapat 4 parameter utama yang
hendak dicapai dalam implementasi EGDT yaitu tekanan vena sentral (central
venous pressure [CVP]), rerata tekanan arteri (mean arterial pressure [MAP]),
produksi urin, saturasi oksigen vena kava superior (superior vena cava oxygen
saturation [ScvO2]). Hematokrit (Ht) merupakan parameter perfusi jaringan lain
yang perlu diperhatikan jika target ScvO2 belum tercapai. Target parameter
tersebut harus dicapai pada enam jam pertama diagnosis ditegakkan, yakni selama
fase resusitasi awal [1, 4, 11]. Analisis gabungan yang dilakukan oleh Rivers dkk
(2012) [12] 10 tahun setelah implementasi EGDT pada 19.441 pasien di seluruh
dunia menunjukkan penurunan risiko absolut dan relatif secara berturutan sebesar
18,3% dan 0,37 sebelum dan sesudah implementasi protokol EGDT. Pada pasien
sepsis berat dan syok sepsis beberapa parameter tersebut juga telah diuji dan
menunjukkan kemampuan prediksi mortalitas yang baik [13, 14].
Seiring dengan pengembangan konsep mikrosirkulasi pada sepsis,
diketahui bahwa gangguan perfusi jaringan pada sepsis tidak terbatas terjadi pada
pasien sepsis yang mengalami syok sepsis saja. Gangguan perfusi jaringan dapat
terjadi dengan perubahan parameter hemodinamik makrosirkulasi secara nyata
(overt septic shock), maupun secara tidak nyata dengan perubahan parameter
hemodinamik mikrosirkulasi (cryptic septic shock) yaitu pada keadaan sepsis
berat. Karena itu, untuk menekan angka mortalitas dini, upaya resusitasi yang
dilakukan pada keadaan sepsis berat dan syok sepsis harus mencapai target
parameter makrosirkulasi (upstream), seperti yang telah banyak tercantum pada
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
EGDT, maupun mikrosirkulasi (downstream), yang selanjutnya disebut sebagai
parameter akhir resusitasi (resuscitation end-point). Selanjutnya diharapkan
dengan pencapaian target parameter sirkulasi, dapat pula terjadi perbaikan pada
parameter disfungsi organ [15-18].
Beberapa parameter untuk menilai perfusi mikrovaskular secara tidak
langsung selain ScvO2, seperti laktat dan bersihan laktat, mulai diuji pada
beberapa penelitian dan terbukti memiliki kemampuan prediksi mortalitas yang
baik pada pasien sepsis [19-23]. Ketidaktersediaan pemeriksaan laktat secara rutin
kemudian menimbulkan beberapa penelitian yang berusaha melihat korelasi kadar
laktat dengan ekses basa standar (standard base excess [SBE]) pada analisis gas
darah untuk memandu resusitasi dan menjadi prediktor kematian pengganti laktat
[24, 25]. Beberapa peneliti lain menggunakan parameter disfungsi organ, yang
sebenarnya menggambarkan hasil akhir adanya gangguan sirkulasi baik pada
tingkat mikrosirkulasi maupun makrosirkulasi ke organ yang bersangkutan,
sebagai parameter akhir resusitasi dan prediktor mortalitas dini pasien sepsis.
Beberapa sistem skoring disusun berdasarkan konsep ini dan telah terbukti
memiliki kemampuan prediksi yang baik [26, 27]. Bahkan, penilaian sederhana
dengan menghitung jumlah organ yang mengalami disfungsi dapat digunakan
sebagai prediktor mortalitas dini [26, 28-30]. Dengan demikian, konsep parameter
akhir resusitasi dapat disarankan untuk diperluas dengan menambahkan parameter
lain yaitu laktat, bersihan laktat, SBE, jumlah disfungsi organ dan tidak terbatas
hanya pada parameter yang digunakan dalam konsep EGDT (meliputi CVP,
MAP, produksi urin, ScvO2, Ht).
Di sisi lain, meskipun protokol EGDT telah terbukti pada banyak
penelitian mampu menekan angka mortalitas pasien sepsis, penelitian
menunjukkan EGDT hanya dikerjakan pada kurang dari 60% pasien sepsis berat
dan syok sepsis [31, 32]. Penelitian yang dilakukan di 150 ruang rawat intensif
pada 16 negara di benua Asia (termasuk Indonesia) bahkan menunjukkan EGDT
hanya dikerjakan pada 7,6% pasien sepsis berat dan syok sepsis [9]. Berbagai
faktor yang berhubungan dengan rendahnya implementasi EGDT antara lain
faktor kemampuan tenaga kesehatan, tidak tersedianya fasilitas pemeriksaan
parameter EGDT, keterlambatan memulai EGDT di instalasi gawat darurat serta
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
ketidaksepakatan beberapa ahli terhadap parameter yang termasuk di dalam
protokol EGDT, seperti beberapa contoh yang akan dikemukakan berikut ini [9,
31, 33].
Dalam hal pencapaian target CVP, Marik, Baram, dan Vahid (2008) [34]
dan Smith, dan Perenr (2012) [35] mendapatkan bahwa CVP tidak memiliki
korelasi baik dengan volume darah, respon hemodinamik pasca resusitasi dan
kematian. Marik (2011) [33] menjelaskan bahwa kadar ScvO2 yang normal atau
meningkat pada pasien sepsis dapat menggambarkan ketidakmampuan jaringan
dalam ekstraksi oksigen, sehingga tidak dapat secara langsung diinterpretasikan
sebagai ketiadaan hipoksia jaringan dan dijadikan penanda kecukupan resusitasi.
Keberatan lain terhadap target parameter perfusi jaringan yang ada pada EGDT
adalah sehubungan dengan pencapaian target Ht dengan pemberian transfusi darah
[33, 36, 37]. Sadaka, Aggu-Sher, Krause, O'Brien, Armbrecht, dan Taylor (2011)
[37] menunjukkan bahwa upaya transfusi sel darah merah untuk mencapai target
Ht tertentu pada pasien sepsis berat tidak terbukti selalu memperbaiki oksigenasi
mikrovaskular.
Melihat paparan di atas, dapat disimpulkan telah banyak penelitian
dilakukan untuk mengevaluasi peran parameter akhir resusitasi sebagai prediktor
mortalitas pasien sepsis, dengan hasil kontroversial. Belum diketahui peran
gabungan parameter akhir resusitasi, baik yang tercantum pada EGDT, maupun
laktat, bersihan laktat, SBE, jumlah disfungsi organ, sebagai prediktor mortalitas
dini pasien sepsis berat dan syok sepsis. Dari penelitian ini diharapkan dapat
dilakukan kuantifikasi parameter akhir resusitasi makrosirkulasi dan
mikrosirkulasi yang bermakna sebagai prediktor mortalitas dini dalam bentuk
skoring prediktor sehingga dapat dilakukan stratifikasi pasien dan perencanaan
yang optimal dalam upaya pendekatan tata laksana lanjut pasien sepsis berat dan
syok sepsis.
1.5 Identifikasi dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian
sebagai berikut:
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
- Angka kejadian dan mortalitas pasien sepsis berat dan syok sepsis di
dunia, termasuk di RSCM, masih tinggi. Untuk dapat menekan mortalitas
dini, perlu dilakukan resusitasi pada fase resusitasi awal dengan protokol
EGDT. Parameter akhir resusitasi yang tercantum pada EGDT (meliputi
CVP, MAP, produksi urin, ScvO2, dan Ht) mayoritas merupakan
parameter akhir resusitasi makrosirkulasi (upstream). Parameter-parameter
tersebut telah diketahui merupakan prediktor mortalitas dini pasien sepsis
berat dan syok sepsis yang baik, walaupun tidak secara konsisten terbukti
pada setiap penelitian.
- Diketahui pula bahwa pencapaian target akhir mikrosirkulasi
(downstream) meliputi laktat, bersihan laktat, SBE, serta jumlah disfungsi
organ juga merupakan prediktor mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis.
- Hingga saat ini belum diketahui peran gabungan parameter akhir resusitasi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi yang bermakna sebagai prediktor
mortalitas dini pasca fase resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok
sepsis, yang disusun dalam sebuah model prediksi.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase resusitasi awal
pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir resusitasi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran parameter akhir resusitasi sebagai prediktor mortalitas dini
pasca fase resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok sepsis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Menentukan model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase resusitasi awal
pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir resusitasi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Dengan diketahuinya model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase
resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir
resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi diharapkan dapat menjadi sumber
informasi pengetahuan dan landasan untuk penelitian lebih lanjut. Sebagai contoh,
model prediksi yang didapatkan dapat digunakan sebagai acuan kesetaraan
kelompok pada uji klinis yang menilai dampak pemberian terapi pada pasien
sepsis berat dan syok sepsis.
1.4.2 Manfaat kepada Tenaga Kesehatan
Dengan diketahuinya model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase
resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir
resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi diharapkan tenaga kesehatan dapat
melakukan stratifikasi pasien dan perencanaan yang optimal dalam upaya
pendekatan tata laksana lanjut pasien sepsis berat dan syok sepsis.
1.4.3 Manfaat kepada Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pemberian informasi kepada
masyarakat, termasuk keluarga pasien, mengenai prediksi mortalitas dini pasca
fase resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter
akhir resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai dasar dari penelitian ini, pada bab ini akan ditampilkan telaah pustaka
yang berkaitan dengan konsep mortalitas dini pada sepsis berat dan syok sepsis
beserta hasil berbagai penelitian terdahulu mengenai peran parameter akhir
resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi pasca fase resusitasi awal pada
mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis.
2.1 Mortalitas Dini pada Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Konsep mortalitas dini dan lanjut pada sepsis telah diajukan pada periode tahun
1990 saat beberapa penelitian menunjukkan terdapat perbedaan faktor risiko
mortalitas antara kematian yang terjadi pada hari-hari awal pasca diagnosis sepsis
ditegakkan dan pada pengamatan jangka panjang. Secara ringkas, kematian dini
berhubungan dengan jumlah dan derajat kegagalan organ yang ditemukan,
sementara kematian lanjut berhubungan dengan derajat berat penyakit dasar dan
jumlah komorbid yang ada pada pasien tersebut [26, 38]. Namun demikian, setiap
peneliti menggunakan batasan waktu yang tidak seragam dalam mendefinisikan
“dini” dan “lanjut”. Batasan waktu diajukan berdasarkan kesepakatan definisi
operasional yang digunakan pada satu penelitian tersebut.
Upaya menjelaskan dasar penentuan waktu “dini” dan “lanjut” berlanjut
ketika beberapa penelitian baik pada hewan coba maupun manusia menemukan
kesamaan titik waktu. Macias, dan Nelson (2004) [7] pada penelitian
Recombinant Human Activated Protein C Worldwide Evaluation in Severe Sepsis
mendapatkan kurva kesintasan pasien sepsis berat dan syok sepsis dapat dibagi
menjadi 4 bagian dengan laju kematian yang berbeda, seperti yang terlihat pada
gambar 1. Kurun waktu 5 hari pertama, lebih lanjut disebut dengan fase alfa atau
fase dini, merupakan kurun waktu dengan laju kematian tertinggi, meliputi 33,9%
subjek. Kurun waktu kedua, yakni hari ke 6 hingga 15 perawatan, dikenal dengan
fase beta dengan kematian terjadi pada 34,6% subjek. Kematian pada 18,1% kasus
terjadi pada fase gamma (didefinisikan sebagai hari perawatan ke 16 hingga 28)
dan 13,4% kasus terjadi pada fase delta (didefinisikan sebagai hari perawatan
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
setelah ke 28). Kematian pada fase alfa disebut sebagai kematian dini dan
kematian pada fase selanjutnya disebut sebagai kematian lanjut.
Pro
pors
ik
esin
tasa
n(%
)
Waktu pengamatan pasca inisiasi penelitian (hari)
Gambar 2.1 Kurva kesintasan pasien sepsis berat dan syok sepsis
pada penelitian oleh Macias, dan Nelson (2004) [7]
Penelitian pada 840 pasien sepsis berat dan syok sepsis tersebut
menunjukkan terdapat perbedaan karakteristik subjek dan penyebab kematian
pasien sepsis dalam periode yang berbeda tersebut. Kematian pada fase dini
terkait dengan defisiensi berat protein C (didefinisikan sebagai kurang dari 40%)
dan peningkatan kadar Interleukin (IL)-6. Hal ini serupa dengan hasil penelitian
pada hewan coba yang menunjukkan perbedaan mekanisme pada kematian dini
dan lanjut terkait dengan perubahan kadar sitokin dan reaksi inflamasi. Pada fase
akut, kematian dikaitkan dengan kadar peningkatan IL-6 dan penurunan kadar
leukosit di sirkulasi. Sebaliknya, pada fase kronik, kematian terjadi pada hewan
coba dengan kadar IL-6 yang tersupresi dan peningkatan kadar leukosit di
sirkulasi, Macrophage Inflammatory Proteins (MIP)-2, Monocyte
Chemoattractant Protein (MCP)-1, IL-1 Receptor Antagonist (IL-1ra), dan
Soluble Tumor Necrosis Factor Receptor Type I (TNF-SRI) [7, 39, 40].
2.2 Pemantauan Perfusi Jaringan pada Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Upaya menekan mortalitas pada pasien sepsis telah dilakukan sejak lama, seiring
dengan banyak penelitian yang menekankan pada pentingnya pemberian
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
antibotika dan terapi suportif yang adekuat. Perubahan besar tata laksana sepsis
berat dan syok sepsis dimulai pada tahun 2001, saat Rivers dkk (2001) [11]
mempublikasi konsep resusitasi dini pada pasien sepsis berat dan syok sepsis
dalam bentuk protokol early goal-directed therapy (EGDT) dengan penekanan
pada aspek kecukupan perfusi jaringan. Konsep resusitasi dini yang diterapkan
menyerupai konsep diagnosis dan tata laksana dini pada infark miokard, trauma
dan stroke yang telah banyak dikenal sebelumnya dan terbukti memperbaiki
luaran [10]. Seperti pada konsep resusitasi pada umumnya, pada protokol EGDT
tercantum parameter akhir resusitasi yang hendak dicapai, beserta nilai target
parameter, target waktu dan cara pencapaian parameter tersebut. Secara singkat,
protokol tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut [11]. Protokol tersebut
kemudian diadopsi dalam Surviving Sepsis Campaign 2012, yang merupakan
acuan pedoman tata laksana sepsis berat dan syok sepsis di seluruh dunia hingga
saat ini [4].
Suplementasi oksigen ± intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanik
Kateterisasi vena sentral dan arteri
CVP
MAP
ScvO2
Target tercapai
Masuk perawatan
Kristaloid
Koloid
Agen vasoaktif
Transfusi eritrosit sampai
Ht ≥30%
Agen inotropik
<8 mmHg
≥65 mmHg dan ≤90
mmHg
>90 mmHg
<70%
<70%
≥70%
≥70%
8-12 mmHg
YaTidak
<65 mmHg
Sedasi, paralisis (bila diintubasi),
atau keduanya
Gambar 2.2 Protokol EGDT[11]
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, ScvO2: superior vena cava oxygen saturation
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Seperti terlihat pada gambar 2.2, terdapat 3 parameter utama yang hendak
dicapai dalam implementasi EGDT yaitu tekanan vena sentral (central venous
pressure [CVP]), rerata tekanan arteri (mean arterial pressure [MAP]), dan
saturasi oksigen vena kava superior (superior vena cava oxygen saturation
[ScvO2]). Hematokrit (Ht) merupakan parameter perfusi jaringan lain yang perlu
diperhatikan jika target ScvO2 belum tercapai. Parameter produksi urin tidak
tercantum pada protokol tersebut, namun dalam prinsip tata laksana hemodinamik
pasien sepsis berat dan syok sepsis seperti yang dijabarkan pada publikasi awal
konsep EGDT dan Surviving Sepsis Campaign 2012, produksi urin merupakan
salah satu parameter akhir resusitasi yang harus dicapai. Target parameter tersebut
harus dicapai pada enam jam pertama diagnosis ditegakkan, yakni selama fase
resusitasi awal [1, 4, 11].
Pasca publikasi protokol EGDT, banyak telaah literatur dan penelitian
dilakukan untuk menilai dampak keberhasilan implementasi EGDT secara
keseluruhan maupun peran pencapaian masing-masing parameter yang diajukan
pada EGDT dalam menurunkan mortalitas pasien sepsis berat dan syok sepsis
dengan hasil yang beragam. Seiring pengembangan konsep mikrosirkulasi pada
sepsis, beberapa peneliti mengemukakan pencapaian seluruh parameter resusitasi
tidak cukup untuk menekan mortalitas karena inti dasar disfungsi mikrosirkulasi
dan mitokondria pada sepsis tidak terselesaikan dengan pemenuhan seluruh target
parameter EGDT [17, 41]. Beberapa parameter untuk menilai perfusi
mikrosirkulasi secara langsung mulai dikembangkan. Metode pencitraan yang
berkembang untuk tujuan ini adalah laser doppler flowmetry, intravital
microscopy dan orthogonal polarization spectral (OPS). Sementara untuk tujuan
evaluasi oksigenasi jaringan, berkembang pemeriksaan near-infrared
spectroscopy (NIRS), tekanan O2 arteri (PaO2) transkutan, tonometri gaster dan
sublingual [41-43]. Cara penilaian perfusi mikrosirkulasi tersebut belum banyak
tersedia pada praktek klinis sehari-hari. Penelitian kemudian diarahkan pada
penggunaan parameter yang dapat menilai perfusi mikrosikulasi global secara
tidak langsung selain ScvO2, yaitu dengan penilaian kadar laktat dan bersihan
laktat pasca resusitasi, yang lebih lanjut dicoba untuk diwakili dengan nilai ekses
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
basa standar (standard base excess [SBE]) pada analisis gas darah. Secara
lengkap, daftar parameter yang dapat digunakan untuk menilai perfusi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi baik secara global maupun regional dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Parameter penilaian perfusi global dan regional (Dimodifikasi dari 10)
Global Regional
Makrosirkulasi - CVP
- MAP
- Frekuensi denyut
jantung
- Cardiac output
- Mottled skin
- Capillary refill time
- Kesadaran
- Produksi urin
- Kadar bilirubin,
transaminase
- Kadar enzim jantung
Mikrosirkulasi - Kadar laktat
- ScvO2
- SvO2
- Laser doppler flowmetry
- Intravital microscopy
- OPS
- NIRS
- PaO2 transkutan
- Tonometri gaster,
sublingual
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, ScvO2: superior vena cava oxygen saturation, SvO2: mixed venous
oxygen saturation, OPS: orthogonal polarization spectral, NIRS: near-infrared
spectroscopy, PaO2: tekanan O2 arteri
Selanjutnya, akan dibahas peran parameter akhir resusitasi yang “diperluas”
(mencakup parameter perfusi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi) dan dapat
diaplikasikan pada praktek klinis sehari-hari, pada mortalitas dini pasien sepsis
berat dan syok sepsis. Parameter tersebut meliputi CVP, MAP, produksi urin,
ScvO2, Ht, laktat, bersihan laktat, SBE, serta jumlah disfungsi organ.
2.2.1 Tekanan Vena Sentral
Tekanan vena sentral adalah salah satu parameter yang dipercaya berguna dan
banyak digunakan dalam memandu kecukupan resusitasi, terutama dalam
penilaian kecukupan volume cairan resusitasi. Penelitian kohort retrospektif pada
111 pasien syok sepsis yang dilakukan oleh Varpula, Tallgren, Saukkonen,
Voipio-Pulkki, dan Pettila (2005) [14] membuktikan nilai CVP pada jam ke 48
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
pasca diagnosis syok sepsis ditegakkan memiliki kemampuan prediksi mortalitas
dengan area under receiver operating characteristic curve (AUC) 0,712 (interval
kepercayaaan [IK]95% 0,599–0,825). Surviving Sepsis Campaign 2012
menganjurkan resusitasi volume dilakukan hingga mencapai target CVP 8-12
mmHg pada pasien dengan napas spontan dan 12-15 mmHg pada pasien dengan
ventilasi mekanik, dicapai dalam 6 jam pertama [4]. Survey pada 232 intensivis di
Kanada mendapati CVP digunakan sebagai parameter pemantauan oleh 89,2%
intensivis yang menangani pasien sepsis [44]. Rasionalisasi penggunaan CVP
sebagai parameter pemantauan adalah CVP dapat menggambarkan volume
intravaskular, sehingga pasien dengan nilai CVP rendah dinilai berada dalam
keadaan kekurangan cairan dan sebaliknya. CVP menggambarkan tekanan atrium
kanan, yang merupakan penentu utama dari tekanan pengisian ventrikel kanan.
Volume sekuncup ventrikel kanan akan menentukan pengisian ventrikel kiri, pada
akhirnya akan menentukan volume sekuncup ventrikel kiri dan volume
intravaskular. Namun demikian, secara mengejutkan rasionalisasi ini hanya
pernah dibuktikan pada 2 penelitian dengan menggunakan kuda dalam posisi
berdiri sebagai subjek [43, 45, 46].
Lebih dari 100 penelitian yang dilakukan pada manusia membuktikan
hubungan linear antara CVP dengan volume intravaskular tidak selalu benar. Pada
pasien sepsis, adanya perubahan tonus vaskular, tekanan intratorakal,
kontraktilitas ventrikel kanan dan kiri, penyakit dasar yang ada pada pasien
(seperti penyakit paru obstruktif kronik [PPOK], kelainan katub jantung,
hipertensi pulmonal) akan mempengaruhi hubungan linear tersebut. Dalam hal
prediksi mortalitas, Marik, Baram, dan Vahid (2008) [34] dan Smith, dan Perenr
(2012) [35] mendapatkan bahwa CVP tidak memiliki korelasi baik dengan
volume darah, respon hemodinamik pasca resusitasi dan kematian. Pada penelitian
retrospektif pada 778 pasien syok sepsis Boyd, Forbes, Nakada, Walley, dan
Russell (2011) [47] mendapatkan pasien dengan CVP kurang dari 8 mmHg pada
jam ke 12 memiliki risiko kematian yang lebih rendah dibandingkan mereka yang
mencapai target 8-12 mmHg (adjusted hazard ratio [HR] 0,606 [IK95% 0,363–
0,913]). Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan tersebut, beberapa ahli mulai
merekomendasikan untuk meninggalkan CVP sebagai parameter rutin
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
pemantauan kecukupan cairan dan resusitasi pada berbagai keadaan, termasuk
sepsis berat dan syok sepsis. CVP tetap dapat dianjurkan penggunaannya pada
pasien yang bernapas spontan, tanpa adanya penyakit yang menyebabkan
perubahan fisiologi hubungan linearitas antara nilai CVP dengan volume
intravaskular [45].
2.2.2 Rerata Tekanan Arteri
Penggunaan MAP sebagai salah satu parameter akhir resusitasi didasarkan pada
pemahaman bahwa MAP menggambarkan tekanan perfusi pada organ vital,
menentukan oksigenasi dan dengan demikian menjadi syarat mutlak fungsi organ
yang bersangkutan. Penurunan MAP di bawah batas autoregulasi organ akan
menyebabkan gangguan pada aliran darah regional organ. Varpula, Tallgren,
Saukkonen, Voipio-Pulkki, dan Pettila (2005) [14] membuktikan pada 111 pasien
syok sepsis, resusitasi dengan mencapai target MAP >65 mmHg memiliki nilai
prognosis kesintasan yang baik, dengan AUC 0,853 (IK95% 0,772-0,934). Hal
serupa dibuktikan pula oleh Sakr, Dubois, Backer, Creteur, Vincent (2004) [48].
Surviving Sepsis Campaign 2012 menganjurkan resusitasi dilakukan hingga
mencapai target MAP >65 mmHg [4]. Beberapa keterbatasan dengan penggunaan
satu angka sebagai target MAP akan dijabarkan berikut ini.
Keterbatasan pertama adalah dalam hal komorbiditas yang dialami pasien.
Pada pasien dengan hipertensi lama, telah terjadi perubahan kurva autoregulasi
organ. Dibutuhkan tekanan perfusi yang lebih tinggi dibandingkan pasien tidak
hipertensi, sehingga penggunaan target yang sama dengan pasien tidak hipertensi
menjadi kurang tepat. Kedua, pencapaian MAP tidak berarti terjadi kecukupan
aliran mikrosirkulasi. Hal ini sesuai konsep cryptic septic shock yang telah
dijelaskan sebelumnya. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya
asosiasi kuat antara parameter perfusi global yang diwakili dengan nilai MAP
dengan parameter perfusi regional [49]. Penggunaan vasokonstriktor untuk
mencapai target MAP telah terbukti dapat pula mengganggu aliran mikrosirkulasi.
Pencapaian target MAP tidak lebih baik dalam prediksi mortalitas dibandingkan
dengan parameter perfusi regional. Keterbatasan ketiga adalah terdapat perbedaan
hasil pada pengukuran dengan metode yang berbeda. Nilai MAP terbaik yang
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
dianggap sebagai baku emas didapatkan melalui pemeriksaan dengan
menggunakan akses arteri invasif. Pada pasien dengan syok hiperdinamik
(termasuk syok sepsis), MAP yang diukur melalui akses intraarteri menunjukkan
hasil yang lebih rendah dibandingkan yang diukur dengan sfingmomanometer
karena terjadi peningkatan pulse wave reflection pada saat manset mengembang
[15-18, 45, 49].
2.2.3 Produksi Urin
Produksi urin telah diterima baik sebagai salah satu parameter keberhasilan
resusitasi cairan pada pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis. Parameter
produksi urin, selain kadar kreatinin (creatinine, Cr), menggambarkan disfungsi
dan perfusi regional pada organ ginjal. Penelitian pada 415 pasien sepsis berat dan
syok sepsis di Jerman oleh Oppert dkk (2008) [50] menunjukkan sebanyak 41,4%
pasien mengalami gangguan ginjal akut yang didefinisikan sebagai peningkatan
kadar Cr 2 kali batas atas normal dan/atau produksi urin <0,5 mL/kg/jam. Belum
ada penelitian yang menunjukkan kemampuan prediksi penurunan produksi urin,
tanpa menggabungkannya dengan parameter kadar Cr, terhadap mortalitas.
Moreno dkk (1999) [51] menunjukkan bahwa disfungsi ginjal menunjukkan rasio
odds terjadinya kematian sebesar 1,46 (IK95% 1,29-1,64), dengan kemampuan
memprediksi mortalitas yang baik (AUC 0,73).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan produksi
urin sebagai parameter akhir resusitasi antara lain adalah adanya penyakit dasar,
penggunaan obat-obatan, dan patofisiologi disfungsi ginjal pada sepsis. Penyakit
dasar yang menyebabkan produksi urin berkurang (contoh: penyakit ginjal kronik,
obstruksi saluran kemih) dan pemberian obat yang mempengaruhi produksi urin
(contoh: diuretika) menyebabkan parameter ini tidak dapat secara rutin digunakan
untuk menyimpulkan kecukupan resusitasi volume. Faktor hemodinamik
merupakan kontributor utama adanya disfungsi ginjal pada sepsis, sehingga dapat
dimengerti rasionalisasi penggunaan produksi urin untuk menilai faktor
hemodinamik. Namun demikian, terdapat berbagai perubahan intrinsik ginjal yang
turut mempengaruhi terjadinya gangguan ginjal akut, antara lain vasokonstriksi
arterol aferen, hipoperfusi tubulus ginjal dan redistribusi medular. Perubahan
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
intrinsik ginjal terjadi akibat perubahan fisiologi global pada sepsis (sistem saraf
simpatis, poros renin-angiotensin-aldosteron, metabolit asam arakidonat, sistem
kinin-kalikrein, peptida natriuretik dan hormon antidiuretik) maupun perubahan
yang diinduksi mediator yang jumlahnya meningkat pada sepsis (meliputi sitokin
pro-inflamasi, platelet activating factor, molekul adhesi dan neutrophil-derived
mediator). Adanya perubahan intrinsik pada ginjal menyebabkan produksi urin
tidak selalu mencerminkan kecukupan resusitasi. Pada pasien sepsis yang
mengalami gangguan intrinsik pada ginjal, produksi urin dapat tetap rendah
meskipun hemodinamik (pre-renal) telah cukup diresusitasi [50, 52].
2.2.4 Saturasi Oksigen Vena Kava Superior
Seperti diketahui, hantaran O2 arteri (delivery O2, DO2) ditentukan oleh curah
jantung dan kandungan O2 pada arteri (arterial content of O2, CaO2). Parameter
CaO2 memiliki 2 komponen, yakni O2 yang terikat dengan hemoglobin (Hb) dan
O2 yang terlarut dalam plasma. Jumlah O2 yang terikat dengan Hb akan ditentukan
oleh kadar Hb dan afinitas Hb terhadap O2. O2 yang terkandung dalam arteri
kemudian akan diekstraksi pada jaringan dalam jumlah yang tergantung
kebutuhan konsumsi jaringan (VO2) dan kemampuan jaringan dalam
mengekstraksi O2. Kadar O2 pada vena, atau yang dikenal dengan atau saturasi
oksigen vena campur (mixed venous oxygen saturation [SvO2]), selanjutnya akan
ditentukan oleh kadar O2 pada arteri (SaO2) dan ekstraksi jaringan. Dengan
demikian, dapat dimengerti bahwa SvO2 dapat mencerminkan keseimbangan
antara DO2 dan VO2 [53, 54].
SvO2 didapatkan dengan mengukur kadar O2 pada sampel darah yang
diambil dari kateter arteri pulmonalis. Insersi kateter arteri pulmonalis adalah
prosedur rumit dengan risiko tinggi yang tidak banyak dikerjakan sekalipun pada
pasien di dalam perawatan intensif. Tingginya angka insersi kateter vena sentral
menimbulkan penelitian untuk menggantikan nilai SvO2 dengan ScvO2 yang
menggambarkan kadar arteri pada vena cava superior. Secara umum, kadar SvO2
akan lebih rendah dibandingkan kadar ScvO2 mengingat SvO2 adalah hasil
pencampuran ScvO2 dengan saturasi O2 darah dari vena cava inferior dan sinus
coronaria yang cenderung lebih mengalami desaturasi O2. Pada populasi umum,
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
penelitian telah banyak dilakukan untuk menilai korelasi antara SvO2 dan ScvO2
dengan hasil baik, sehingga saat ini ScvO2 saat ini diterima sebagai alternatif
SvO2 dengan selisih penyesuaian 5% [13, 53].
Varpula, Tallgren, Saukkonen, Voipio-Pulkki, dan Pettila (2005) [14]
membuktikan bahwa SvO2 memiliki kemampuan prediksi prognosis pada pasien
syok sepsis dengan AUC 0,747 (IK95% 0,618-0,876). Surviving Sepsis Campaign
2012 merekomendasikan pencapaian target ScvO2 >70%, dan mencantumkan
beberapa langkah tambahan jika target tersebut belum tercapai dengan perbaikan
CVP dan MAP [4]. Namun demikian, pada pasien sepsis berat dan syok sepsis,
beberapa keterbatasan penggunaan ScvO2 telah dibuktikan dalam beberapa
penelitian.
Keterbatasan pertama adalah bahwa pada pasien syok sepsis, Ho, Harding,
Chamberlain, dan Bulsara (2010) [55], Kopterides, Bonovas, Mavrou, Kostadima,
Zakynthinos, dan Armaganidis (2009) [56], dan Varpula, Karlsson, Ruokonen,
dan Pettila (2006) [57] membuktikan bahwa ScvO2 terbukti tidak memiliki
korelasi yang baik dengan SvO2. Keterbatasan kedua adalah dalam interpretasi,
kadar ScvO2 yang normal atau meningkat dapat menggambarkan
ketidakmampuan jaringan dalam ekstraksi O2, peningkatan pintas kapiler sesuai
teori shunting pada sepsis atau peningkatan afinitas Hb terhadap O2. Dengan
demikian, kadar ScvO2 yang normal atau meningkat tidak dapat secara langsung
diinterpretasikan sebagai ketiadaan hipoksia jaringan, seperti yang dibuktikan oleh
Beest, Hofstra, Schultz, Boerma, Spronk, dan Kuiper (2008) [58]. Keterbatasan
ketiga adalah ScvO2 menggambarkan hasil pencampuran kadar O2 pada vena dari
berbagai organ. Kadar O2 yang rendah pada vena organ tertentu dapat tertutupi
dengan kadar O2 yang tinggi pada organ lain, sehingga ScvO2 tidak dapat
menggambarkan perfusi pada tingkat regional. Nagdyman dkk (2004) [59]
membuktikan bahwa SvO2 tidak dapat mencerminkan tingkat oksigenasi pada
jaringan serebral.
2.2.5 Hematokrit
Anemia, yang diwakili dengan nilai Ht, adalah salah satu parameter yang
digunakan sebagai target resusitasi. Pencantuman Ht di dalam target resusitasi
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
sepsis berat dan syok sepsis didasarkan pada peran Ht dalam menentukan DO2
(seperti yang telah dibahas sebelumnya). Pada kondisi umum, DO2 tidak
menentukan nilai VO2 secara langsung. Hal ini berarti berapapun DO2, VO2 akan
berada dalam kisaran tetap hingga saat kebutuhan O2 melebihi DO2, tubuh akan
menjalankan metabolisme anaerob. Pada beberapa keadaan, misalnya sepsis dan
acute respiratory distress syndrome (ARDS), terjadi peningkatan ambang
metabolisme anaerob. Di bawah ambang metabolisme anaerob tersebut (atau yang
disebut dengan ambang kritis DO2), VO2 akan berkurang secara linear seiring
penurunan DO2. Pada keadaan ini, rentan terjadi hipoksia jaringan yang dapat
berakhir dengan disfungsi organ. Hubungan linear abnormal ini dikenal dengan
istilah pathologic supply dependence. Adanya pathologic supply dependence ini
menegaskan pentingnya mempertahankan DO2 dalam rentang fisiologis untuk
mempertahankan VO2 [60]. Pada keadaan penurunan hemoglobin (Hb) yang
potensial menurunkan CaO2, tubuh memiliki mekanisme adaptasi untuk
mempertahankan DO2 dalam rentang fisiologis. Beberapa mekanisme adaptasi
tersebut adalah peningkatan curah jantung, redistribusi aliran darah ke sirkulasi
serebral dan koroner, peningkatan 2,3-diphosphoglycerate (2,3-DPG) yang
memudahkan disosiasi O2 pada jaringan [53, 60].
Pada pasien sepsis berat dan syok sepsis, belum dapat dibuktikan apakah
mekanisme adaptasi ini berlangsung sempurna, mengingat pada keadaan sepsis
berat dan syok sepsis terjadi gangguan hemodinamik yang merupakan komponen
kompensasi tubuh terpenting. Oleh sebab itu, dengan tujuan mempertahankan
DO2 dalam rentang fisiologis, transfusi sel darah merah merupakan cara termudah
dan terefisien yang banyak ditempuh [36, 53, 60]. Namun demikian, terdapat
pertentangan di antara para ahli mengenai pemikiran tersebut. Tidak semua
penelitian dapat membuktikan kebijakan transfusi pada pasien sepsis dan ARDS
dapat meningkatkan VO2 seiring dengan peningkatan DO2 [36]. Hubungan DO2
dan VO2 sulit diprediksi, terlebih bila VO2 dinilai dengan melihat perfusi jaringan
menggunakan pH mukosa lambung dan NIRS. Sadaka, Aggu-Sher, Krause,
O'Brien, Armbrecht, dan Taylor (2011) [37] menunjukkan bahwa upaya transfusi
sel darah merah untuk meningkatkan kadar Hb pada pasien sepsis berat tidak
memperbaiki oksigenasi mikrovaskular. Ada sedikitnya 2 alasan tidak terjadinya
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
peningkatan VO2 dan oksigenasi mikrovaskular pasca transfusi. Alasan pertama
adalah terjadi perubahan pada sel darah merah yang disimpan sebelum transfusi
diberikan, yang dikenal dengan lesi penyimpanan (the storage lesion). Lesi
tersebut mencakup penurunan kadar 2,3-DPG, perubahan membran sel darah
merah (meliputi vesikulasi membran, peroksidasi lipid, peningkatan kadar
fosfatidilserin, penurunan adaptasi terhadap deformitas), dan perubahan pada
media hidup sel darah merah (penurunan pH, peningkatan K+ dan peningkatan
sitokin pro-inflamasi). Sel darah merah yang disimpan juga memiliki
kecenderungan perlekatan pada endotel dan menyebabkan vasokonstriksi. Alasan
kedua adalah konsep bahwa transfusi sel darah merah hanya akan meningkatkan
VO2 bila dilakukan pada mereka yang berada dalam keadaan pathologic supply
dependence [36, 60, 61].
Sampai sekarang belum ada satu angka Hb atau Ht yang diterima sebagai
patokan memulai transfusi. Dengan didasarkan pada uji Transfusion Requirement
in Critical Care (TRICC), Hb < 7,0 g/dL dapat dijadikan sebagai patokan umum
memulai transfusi, dengan mempertimbangkan ada tidaknya hipoksia jaringan
(angina, penurunan kesadaran, peningkatan kadar laktat, perubahan
elektrokardiogram yang mencerminkan iskemia jantung) dan penurunan ScvO2
[36, 62]. Rivers dkk (2001) [11], yang selanjutnya dikutip dalam Surviving Sepsis
Campaign 2012, merekomendasikan pencapaian target Ht >30% pada pasien
sepsis berat dan syok sepsis yang setelah mencapai target CVP dan MAP, tetap
menunjukkan nilai ScvO2 <70% [4]. Dengan mencantumkan target Ht sebagai
salah satu target resusitasi, didapatkan perbaikan kesintasan pasien. Namun
demikian, perlu dicatat Rivers dkk (2001) [11] tidak secara tunggal meneliti
hubungan nilai Ht dengan mortalitas pasien sepsis berat dan syok sepsis.
2.2.6 Laktat dan Bersihan Laktat
Laktat adalah produk metabolisme hasil reduksi piruvat yang terbentuk pada
keadaan anaerob atau pada keadaan ketidakmampuan tubuh menjalankan
metabolisme oksidatif. Pada proses ini, selain laktat akan dihasilkan pula
regenerasi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) dari nicotinamide adenine
dinucleotide hydrogen (NADH) yang selanjutnya akan digunakan pada proses
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
glikolisis dan adenosine tri phosphate (ATP). Laktat akan kembali ke dalam
sirkulasi dan dapat menyebabkan penurunan pH. Jika kebutuhan O2 terpenuhi
kembali, laktat akan diubah di hati menjadi piruvat dan selanjutnya masuk
kembali ke siklus Krebs. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara
produksi dan metabolisme laktat, dengan nilai normal antara 0,5-1,8 mmol/L.
Dengan memahami metabolisme tersebut, dapat dimengerti bahwa peningkatan
kadar laktat merupakan cerminan adanya hipoperfusi jaringan, yang dapat terjadi
secara nyata dengan perubahan parameter hemodinamik makrosirkulasi, maupun
secara tidak nyata dengan perubahan parameter hemodinamik mikrosirkulasi yaitu
pada keadaan sepsis berat [16, 63-65].
Penggunaan konsentrasi laktat sebagai salah satu parameter dalam
resusitasi telah berkembang luas, seiring banyak penelitian yang menunjukkan
hubungan kuat dengan kejadian gagal multi organ dan kematian. Tinjauan
sistematik terhadap 33 penelitian yang dilakukan oleh Kruse, Grunnet, dan
Barford (2011) [65] menunjukkan kadar laktat pada awal masuk rumah sakit dapat
digunakan untuk memprediksi kematian pasien sakit kritis. Pada pasien sepsis,
pasien dengan kadar laktat >4 mmol/L memiliki risiko kematian tertinggi (rasio
odds 6,1 [IK95% 3,7-10,5]) dan dapat digunakan untuk memprediksi kematian 3
hari (AUC 0,8) dan 28 hari (AUC 0,67). Pasien sepsis dengan kadar laktat >2,5
mmol/L harus diamati untuk menilai perburukan klinis yang terjadi. Perubahan
kadar laktat pasca resusitasi, yang dinyatakan dengan bersihan laktat, juga dapat
digunakan untuk menilai risiko kematian pasien. Ngunyen dkk (2004) [20]
menunjukkan pasien dengan bersihan laktat >10% dalam 6 jam resusitasi
menunjukkan risiko mortalitas 60 hari yang lebih rendah secara bermakna
dibandingkan mereka dengan bersihan laktat <10%, dengan rasio odds 0,989
(IK95% 0,978–0,999). Bersihan laktat bahkan telah terbukti dapat menggantikan
parameter ScvO2 untuk memandu resusitasi [23]. Pada Surviving Sepsis Campaign
2012, kadar laktat >4 mmol/L telah dijadikan salah satu inidikasi memulai
resusitasi awal. Resusitasi dianjurkan untuk dikerjakan hingga kadar laktat
mencapai nilai normal [4].
2.2.7 Ekses Basa Standar
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Ekses basa standar adalah jumlah basa yang tersedia pada tiap liter darah untuk
mempertahankan nilai pH dalam batas normal, didapatkan menggunakan
normogram standar yang menggunakan data analisa gas darah berdasarkan nilai
PCO2, pH, dan HCO3- [24]. SBE adalah salah satu cerminan gangguan metabolik
pada sepsis, dan telah banyak diteliti memiliki kemampuan prediksi kesintasan
yang baik seperti yang ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut ini.
Penelitian oleh Smith dkk (2001) [66] pada 148 pasien dalam perawatan
intensif menunjukkan SBE dapat memprediksi kesintasan (AUC 0,73) sama
baiknya dengan kemampuan prediksi kadar laktat pada saat masuk perawatan
(AUC 0,78). Palma, Ferreira, Amaral, Brauer, Azevedo, dan Park (2003) [67]
menunjukkan bahwa pasien sepsis berat dan syok sepsis yang mengalami
peningkatan SBE pada hari ketiga perawatan intensif memiliki risiko mortalitas
28 hari yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan mereka yang mengalami
penurunan SBE (perburukan asidosis). Park, Azevedo, Maciel, Pizzo, Noritomi,
dan Neto (2006) [25] pada tahun 2006 menunjukkan bahwa tidak hanya
peningkatan SBE, pola evolusi SBE rupanya juga memiliki peran prognostik.
Pasien sepsis berat dan syok sepsis yang selamat memiliki peningkatan SBE
secara linear dan konstan pada hari kedua hingga kelima perawatan dibandingkan
dengan pasien yang meninggal. Pada penelitian EGDT oleh Rivers dkk (2001)
[11], pola perbaikan SBE juga dapat diamati pada pasien yang mendapatkan terapi
sesuai protokol EGDT dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi
standar. Pada semua penelitian tersebut, perubahan SBE terlihat terjadi paralel
dengan perubahan laktat. Hal ini menimbulkan ide penggunaan SBE sebagai
pemandu resusitasi pada daerah dimana pemeriksaan laktat belum tersedia secara
rutin [24, 25]. Hingga saat ini, SBE belum digunakan sebagai parameter akhir
resusitasi yang diterima secara universal dan tidak termasuk anjuran pemantauan
pada Surviving Sepsis Campaign 2012.
2.2.8 Jumlah Disfungsi Organ
Beberapa peneliti menggunakan parameter disfungsi organ, yang sebenarnya
menggambarkan hasil akhir adanya gangguan sirkulasi baik pada tingkat
mikrosirkulasi maupun makrosirkulasi ke organ yang bersangkutan, sebagai
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
prediktor mortalitas dini pasien sepsis. Beberapa sistem skoring disusun
berdasarkan konsep ini dan telah terbukti memiliki kemampuan prediksi yang
baik [26, 27]. Adanya gangguan pada organ tertentu telah dibuktikan memiliki
nilai kontribusi yang berbeda terhadap terjadinya mortalitas. Moreno dkk (1999)
[51] menunjukkan bahwa disfungsi kardiovaskular menunjukkan kontribusi
kematian terbesar, dengan rasio odds 1,68 (IK95% 1,49-1,91), disusul berturutan
dengan disfungsi ginjal (rasio odds 1,46 [IK95% 1,29-1,64]), neurologi (rasio
odds 1,4 [IK95% 1,28-1,55]), koagulasi (rasio odds 1,22 [IK95% 1,06-1,4]) dan
respirasi (rasio odds 1,18 [IK95% 1,01-1,38]). Demikian halnya dalam hal
kemampuan memprediksi mortalitas, disfungsi kardiovaskular memiliki
kemampuan diskriminasi yang terbaik dengan AUC 0,802, disusul disfungsi
ginjal (0,739), respirasi (0,736), neurologi (0,727).
Lebih lanjut, penilaian sederhana dengan menghitung jumlah organ yang
mengalami disfungsi dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas dini [26, 28-
30]. Pada penelitian kohort 150 pasien sepsis di Uganda, Ssekitoleko, Pinkerton,
Muhindo, Bhagani, dan Moore (2011) [28] mendapatkan bahwa dibandingkan
pasien tanpa disfungsi organ, pasien dengan satu, dua dan tiga atau lebih disfungsi
organ pada hari pertama perawatan memiliki HR mortalitas berturut-turut sebesar
2,8 (IK95% 1,0–7,9), 3,8 (IK95% 1,4–10,7) dan 15,1 (IK95% 4,9–46,8). Pada
analisis multivariat, tiga atau lebih disfungsi organ bahkan dapat meningkatkan
risiko kematian dengan adjusted HR 2,9 (IK95% 1,1–7,3). Penelitian kohort
prospektif di Spanyol oleh Blanco dkk (2008) [29] pada 2.619 pasien sepsis berat
dalam perawatan intensif juga menemukan pola peningkatan risiko mortalitas
seiring peningkatan jumlah kegagalan organ saat diagnosis sepsis berat
ditegakkan, dengan mortalitas perawatan intensif mencapai 75,6% pada pasien
dengan disfungsi 5 organ.
2.3 Kerangka Teori
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Universitas Indonesia
Mikroorganisme
Pengenalan patogen
Aktivasi respon inflamasi selular dan
humoral (sitokin, radikal bebas)
Disfungsi
mitokondria
Disfungsi
mikrosirkulasi
Disfungsi
kardiovaskularDisfungsi
serebral
Disfungsi
hati
Disfungsi
respirasi
Disfungsi
ginjalDisfungsi
gastrointestinal
Disfungsi
koagulasi
Sepsis berat dan syok sepsis
Mortalitas dini
Aktivasi respon antiinflamasi
Antibiotika
Resusitasi awal
Laktat ScvO2 SBE
Ht
Produksi
urin
Cr MAP CVP PaO2/
FiO2
Trombosit
Gambar 2.3 Kerangka teori mortalitas dini pada pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Daerah diarsir merupakan ruang lingkup penelitian, garis terputus menunjukkan peran intervensi pada mortalitas dini.
Keterangan singkatan: Ht: hematokrit, SBE: standard base excess, ScvO2: superior vena cava oxygen saturation, PaO2: tekanan O2, FIO2:
fraksi inspirasi O2, CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial pressure, Cr: creatinine
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Identifikasi Variabel
Variabel bebas (independen)
- CVP
- MAP
- Produksi urin
- ScvO2
- Ht
- Laktat
- Bersihan laktat
- SBE
- Jumlah disfungsi organ
Variabel tergantung (dependen)
- Mortalitas dini
Parameter akhir resusitasi:
CVP
MAP
Produksi urin
ScvO2
Ht
Laktat
Bersihan laktat
SBE
Jumlah disfungsi organ
Mortalitas dini
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Variabel Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Sepsis adalah respons inflamasi sistemik yang disebabkan karena infeksi. Cara
pengukuran: diagnosis ditegakkan berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik
dan laboratorium menggunakan kriteria diagnosis menurut Surviving Sepsis
Campaign 2012, yang mengadopsi kriteria the Society of Critical Care Medicine,
The European Society of Intensive Care Medicine, the American College of Chest
Physicians, the American Thoracic Society, and the Surgical Infection Society
(SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS) tahun 2001, sebagai berikut: infeksi,
terdokumentasi atau tersangka, dengan beberapa temuan berikut [4]:
1. Variabel umum:
- Suhu tubuh >38,30 C atau <360 C
- Frekuensi denyut jantung >90x/menit atau > 2 standar deviasi (SD) di
atas nilai normal sesuai usia
- Frekuensi napas >20x/menit
- Perubahan status mental
- Edema yang bermakna atau balans cairan positif (>20 mL/kg selama 24
jam)
- Hiperglikemia (glukosa plasma >140 mg/dL) tanpa diagnosis diabetes
2. Variabel inflamasi:
- Leukositosis (hitung leukosit >12.000/μL) atau leukopenia (hitung
leukosit <4.000/μL) atau adanya >10% leukosit muda (batang)
- Konsentrasi C-reactive protein >2 SD di atas nilai normal
- Konsentrasi prokalsitonin >2 SD di atas nilai normal
3. Variabel hemodinamik:
- Hipotensi arteri (tekanan darah sistolik <90 mmHg atau rerata tekanan
arteri (mean arterial pressure [MAP]) <70 mmHg atau penurunan
tekanan darah sistolik >40 mmHg pada dewasa atau >2 SD di bawah
nilai normal sesuai usia
4. Variabel organ disfungsi:
- Hipoksemia (tekanan O2 arteri (PaO2)/ fraksi inspirasi O2 (FIO2) <300)
- Oliguria akut (produksi urin <0,5 mL/kg selama >2 jam, setelah
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
resusitasi cairan dilakukan secara adekuat
- Peningkatan kreatinin (creatinine, Cr) >0,5 mg/dL
- Koagulopati (international normalized ratio [INR] >1,5 atau activated
partial thromboplastin time [aPTT] >60 detik)
- Ileus (hilangnya bising usus)
- Trombositopenia (hitung trombosit <100.000/μL)
- Hiperbilirubinemia (bilirubin total plasma >4 mg/dL)
5. Variabel perfusi jaringan:
- Hiperlaktatemia (>1 mmol/L)
- Penurunan pengisian kapiler atau bercak kebiruan
Sepsis berat adalah sepsis disertai disfungsi organ akibat sepsis atau hipoperfusi
jaringan, dengan satu manifestasi sebagai berikut [4]:
1. Hipotensi akibat sepsis
2. Konsentrasi laktat melebihi batas atas nilai normal laboratorium
3. Produksi urin <0,5 mL/kg selama >2 jam, setelah resusitasi cairan
dilakukan secara adekuat
4. Acute lung injury (ALI) pada keadaan tidak ada pneumonia atau PaO2/
FIO2 <200 pada keadaan adanya pneumonia sebagai sumber infeksi
5. Konsentrasi Cr >2,0 mg/dL
6. Konsentrasi bilirubin >2 mg/dL
7. Hitung trombosit <100.000/μL
8. Koagulopati (INR >1,5)
Syok sepsis adalah hipotensi pada sepsis yang menetap setelah dilakukan
resusitasi cairan [4].
3.3.2 Variabel Parameter Akhir Resusitasi
Parameter akhir resusitasi adalah parameter dengan target tertentu yang harus
dicapai pada akhir fase resusitasi awal yakni dalam waktu 6 jam pasca diagnosis
sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan. Parameter akhir resusitasi meliputi
parameter makrosirkulasi (meliputi tekanan vena sentral (central venous pressure
[CVP]), MAP, produksi urin, hematokrit [Ht]) dan mikrosirkulasi (meliputi
saturasi oksigen vena kava superior (superior vena cava oxygen saturation
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
[ScvO2], laktat, bersihan laktat, ekses basa standar (standard base excess [SBE]),
serta jumlah disfungsi organ) [15-18].
3.3.3 Variabel Tekanan Vena Sentral
Tekanan vena sentral adalah tekanan yang diukur dari vena cava superior,
mencerminkan tekanan atrium kanan dan digunakan sebagai penanda preload [13,
45]. Cara pengukuran: didapatkan melalui pembacaan pada kateter vena sentral
dengan posisi ujung (tip) kateter terletak di atas atrium kanan.
Skala nominal, berdasarkan nilai target resusitasi menurut early goal-directed
therapy (EGDT), yaitu [11]:
0. 8-12 mmHg
1. <8 mmHg
2. >12 mmHg
3.3.4 Variabel Rerata Tekanan Arteri
Rerata tekanan arteri adalah rerata tekanan darah, mencerminkan tekanan perfusi
jaringan [13]. Cara pengukuran: berdasarkan data pemeriksaan fisik tekanan darah
sistolik dan diastolik yang diukur secara non-invasif dengan menggunakan
sfingmomanometer. MAP dihitung dengan rumus [(2x tekanan darah diastolik)+
tekanan darah sistolik]/ 3.
Skala nominal, berdasarkan nilai target resusitasi menurut EGDT, yaitu [11]:
0. > 65 mmHg
1. < 65 mmHg
3.3.5 Variabel Produksi Urin
Produksi urin adalah jumlah urin yang tertampung, mengambarkan perfusi
regional pada organ ginjal [16]. Cara pengukuran: berdasarkan data jumlah urin
yang tertampung dalam waktu tertentu, selanjutnya dihitung dengan rumus jumlah
urin yang tertampung dalam periode waktu tertentu dalam satuan mL/ berat badan
pasien dalam satuan kg/ periode waktu tertampungnya urin dalam satuan jam.
Skala nominal, berdasarkan nilai target resusitasi menurut EGDT [11]:
0. >0,5 mL/kg/jam
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
1. <0,5 mL/kg/jam
3.3.6 Variabel Saturasi Oksigen Vena Kava Superior
Saturasi oksigen vena kava superior adalah saturasi oksigen pada vena campur
dari tubuh sisi atas yang memiliki aliran balik melalui vena cava superior,
menggambarkan perubahan hantaran dan konsumsi oksigen pada sisi superior
tubuh dan otak, yang mewakili gambaran seluruh tubuh [13]. Cara pengukuran:
berdasarkan pemeriksaan laboratorium, bahan darah vena yang diambil melalui
kateter vena sentral dengan posisi ujung (tip) kateter terletak di atas atrium kanan.
Skala nominal, berdasarkan nilai target resusitasi menurut EGDT [11]:
0. >70 %
1. <70 %
3.3.7 Variabel Hematokrit
Hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah, disebut dengan %
dari volume darah tersebut [60]. Cara pengukuran: berdasarkan pemeriksaan
laboratorium, bahan darah vena yang diambil melalui vena perifer.
Skala nominal, berdasarkan nilai target resusitasi menurut EGDT [11]:
0. >30 %
1. <30 %
3.3.8 Variabel Laktat
Konsentrasi laktat adalah jumlah mmol laktat dalam tiap liter serum penderita
[22]. Cara pengukuran: berdasarkan pemeriksaan bed site bahan darah kapiler.
Skala nominal, berdasarkan klasifikasi yang diajukan Trzeciak dkk (2007) [22],
yaitu :
0. <2 mmol/L
1. 2-3,9 mmol/L
2. >4 mmol/L
3.3.9 Variabel Bersihan Laktat
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Bersihan laktat adalah derajat perbedaan konsentrasi laktat sebelum dan sesudah
resusitasi. Cara pengukuran: berdasarkan data pemeriksaan laboratorium, bahan
darah kapiler. Bersihan laktat dihitung dengan rumus [(konsentrasi laktat sebelum
resusitasi – konsentrasi laktat sesudah resusitasi) / konsentrasi laktat sebelum
resusitasi] x 100% [16, 20]. Sampel darah untuk pengukuran konsentrasi laktat
sebelum resusitasi diambil saat diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis
ditegakkan. Sampel darah untuk pengukuran konsentrasi laktat sesudah resusitasi
diambil dalam kurun waktu jam ke 6 hingga 24 jam pasca diagnosis sepsis berat
dan/atau syok sepsis ditegakkan.
Skala nominal, berdasarkan klasifikasi yang diajukan Arnold dkk (2009) [19] dan
Ngunyen dkk (2004) [20], yaitu:
0. >10%
1. <10%
3.3.10 Variabel Ekses Basa Standar
Ekses basa standar adalah jumlah basa yang tersedia pada tiap liter darah untuk
mempertahankan nilai pH dalam batas normal, didapatkan menggunakan
normogram standar yang menggunakan data analisa gas darah berdasarkan nilai
PCO2, pH, dan HCO3- [24]. Cara pengukuran: berdasarkan pemeriksaan
laboratorium, bahan darah arteri.
Skala nominal, berdasarkan klasifikasi yang diajukan Davis dkk, yaitu [68]:
0. >-2 mmol/L
1. -2 sampai -5,9 mmol/L
2. -6 sampai -14,9 mmol/L
3. <-15 mmol/L
3.3.11 Variabel Jumlah Disfungsi Organ
Jumlah disfungsi organ adalah jumlah organ yang mengalami disfungsi, sesuai
dengan kriteria yang digunakan pada sistem skoring SOFA (sepsis-related organ
failure assessment), dapat dinilai, dan diperiksa secara rutin, yaitu [27]:
1. Disfungsi respirasi: PaO2/FIO2 <400 atau penggunaan alat bantu napas.
2. Disfungsi koagulasi: hitung trombosit <150.000/μL.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
3. Disfungsi kardiovaskular: MAP <70 mmHg atau penggunaan dopamin
atau dobutamin atau norepinefrin.
4. Disfungsi ginjal: Cr >1,2 mg/dL atau produksi urin <500 mL/24 jam.
Penilaian disfungsi organ dilakukan dengan mengambil data terburuk dari masing-
masing parameter.
Skala nominal, yaitu:
0. 0 disfungsi organ
1. 1 disfungsi organ
2. 2 disfungsi organ
3. >3 disfungsi organ
3.3.12 Variabel Waktu Kematian
Waktu kematian adalah lama waktu dihitung sejak saat diagnosis sepsis berat dan/
atau syok sepsis ditegakkan di ruang rawat intensif (sebagai awal dimulainya fase
resusitasi awal dan selanjutnya dinyatakan sebagai jam 0) hingga saat pasien
dinyatakan meninggal. Cara pengukuran: berdasarkan data tanggal dan jam yang
tertera pada rekam medis.
Skala numerik, dinyatakan dalam satuan jam.
3.3.13 Variabel Mortalitas Dini
Mortalitas dini adalah mortalitas yang terjadi pada jam 0 hingga jam ke-120 pasca
diagnosis sepsis berat dan/ atau syok sepsis ditegakkan [7, 39, 40]. Cara
pengukuran: berdasarkan data tanggal dan jam yang tertera pada rekam medis.
Skala nominal, yaitu:
0. Tidak terjadi mortalitas dini
1. Terjadi mortalitas dini
3.3.14 Variabel Ketepatan Pemberian Antibiotika
Ketepatan pemberian antibiotika adalah penilaian terhadap jenis antibiotika awal
yang diberikan. Cara pengukuran: penilaian ditegakkan berdasarkan data rekam
medis menggunakan kriteria menurut Surviving Sepsis Campaign 2012 sebagai
berikut [4]:
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
1. Pemberian satu atau lebih antibiotika dengan aktivitas terhadap patogen
tersangka dan penetrasi yang baik ke lokasi infeksi.
2. Pemberian antibiotika kombinasi pada infeksi Acinetobacter,
Pseudomonas spp dan pasien neutropenia.
3. Pemberian antibiotika kombinasi extended spectrum beta-laktam dan
aminoglikosida atau fluorokuinolon pada pasien dengan infeksi berat
disertai gagal napas atau syok sepsis, dengan bakteremia P. aeruginosa.
4. Pemberian antibiotika beta-laktam dan makrolid pada pasien syok sepsis
akibat bakteremia Streptococcus pneumoniae.
Skala nominal, yaitu:
0. Pemberian antibiotika tepat
1. Pembertan antibiotika tidak tepat
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien berusia lebih dari
sama dengan 18 tahun yang dirawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada periode waktu Januari 2011 sampai Desember
2012. Ekstraksi data sekunder dari rekam medis dilakukan pada bulan Januari
sampai Maret 2013.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien berusia lebih dari sama dengan
18 tahun dengan sepsis berat dan syok sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif
di Indonesia. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien berusia lebih dari
sama dengan 18 tahun dengan sepsis berat dan syok sepsis yang dirawat di ruang
rawat intensif RSCM Januari 2011 sampai Desember 2012. Sampel penelitian
merupakan bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak mempunyai kriteria eksklusi.
4.4 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rule of thumb:
Jumlah variabel x 10 9 x 10
n = = = 265 subjek (4.1)
Angka mortalitas dini 34% [7]
Berdasarkan rumus di atas ditetapkan besar sampel adalah 265 subjek.
4.5 Kriteria Penelitian
4.5.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien berusia lebih dari sama dengan 18 tahun
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
2. Menderita sepsis berat dan/atau syok sepsis
3. Mendapat perawatan di ruang rawat intensif RSCM pada kurun waktu
Januari 2011 sampai Desember 2012
4.5.2 Kriteria Eksklusi
1. Meninggal pada kurun waktu fase resusitasi awal (jam perawatan 0-6
pasca diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan)
4.6 Alur Penelitian
Gambar 4.1 Alur penelitian
4.7 Cara Kerja
Subjek penelitian diambil dengan melihat rekam medis pasien yang memenuhi
kriteria inklusi hingga besar sampel minimal terpenuhi.
Data yang dikumpulkan mencakup:
1. Karakteristik sampel: usia, jenis kelamin, penyakit penyerta (meliputi
gagal jantung kronik, penyakit ginjal kronik dengan dialisis rutin, stroke,
sirosis hati, keganasan, diabetes melitus), lokasi infeksi, sumber infeksi,
ketepatan pemberian antibiotika.
2. Nilai parameter akhir resusitasi yang meliputi tekanan vena sentral
(central venous pressure [CVP]), rerata tekanan arteri (mean arterial
Pasien berusia lebih dari sama dengan 18 tahun yang dirawat di ruang rawat
intensif RSCM, memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi
Identifikasi karakteristik subjek dan variabel bebas
Identifikasi luaran dan waktu timbul luaran berupa mortalitas
Analisis dan pengolahan data
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
pressure [MAP]), produksi urin, saturasi oksigen vena kava superior
(superior vena cava oxygen saturation [ScvO2]), hematokrit (Ht), laktat,
bersihan laktat, ekses basa standar (standard base excess [SBE]), dan
jumlah disfungsi organ.
3. Luaran yang terjadi pada pasien dan waktu timbul luaran berupa
mortalitas.
Diagnosis Fase resusitasi
awal selesai
Fase
resusitasi awal
Jam 0 6 24
-Karakteristik
-Laktat
-CVP
-MAP
-Produksi urin
-ScvO2
-Ht
-Laktat
-SBE
-Jumlah disfungsi organ
-Luaran
-Waktu timbul luaran
48 72 96 120
Gambar 4.2 Waktu pengambilan data
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, ScvO2: superior vena cava oxygen saturation, Ht: hematokrit, SBE:
standard base excess
Data diambil saat diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan di
ruang rawat intensif (untuk karakteristik sampel dan variabel laktat sebelum
resusitasi dan SBE sebelum resusitasi) dan pasca fase resusitasi awal (pada jam ke
6 pasca diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan untuk variabel
CVP, MAP, produksi urin; dan pada jam ke 6 sampai 24 pasca diagnosis sepsis
berat dan/atau syok sepsis ditegakkan untuk variabel ScvO2, Ht, laktat sesudah
resusitasi, jumlah disfungsi organ). Jika terdapat lebih dari 1 data untuk variabel
yang dinilai pada jam ke 6 sampai 24 pasca diagnosis sepsis berat dan/atau syok
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
sepsis ditegakkan, data yang dicatat adalah data dengan nilai terburuk. Keadaan
pasien diikuti kemudian untuk diketahui luarannya (meninggal dini atau tidak).
Hasil-hasil yang didapat kemudian dicatat dan selanjutnya dilakukan analisis.
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
- Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik menggunakan perangkat
SPSS 20.0.
- Karakteristik dasar dan klinis subjek penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
Data kategorik disajikan dalam persentase. Data numerik disajikan dalam mean
dengan SD. Insidens mortalitas dini ditampilkan dalam kurva Kaplan-Meier
yang menunjukkan kesintasan kumulatif terjadinya mortalitas dini.
- Untuk menjawab pertanyaan penelitian, analisis dilakukan secara bertahap:
- Tahap 1: Analisis bivariat dengan Cox’s Proportional Hazard Regression
Model dilakukan dengan masing-masing variabel independen menjadi
kovariat terhadap terjadinya mortalitas dini. Berdasarkan analisis bivariat ini
didapatkan crude hazard ratio (HR) dari masing-masing kovariat beserta
interval kepercayaan (IK)95% dan nilai-p nya.
- Tahap 2: Variabel independen dengan nilai-p<0,2 pada analisis bivariat
dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan teknik Cox’s Proportional
Hazard Regression Model secara bersama-sama. Berdasarkan analisis ini
didapatkan adjusted HR dari masing-masing kandidat prediktor beserta
IK95% dan nilai-p nya, prediktor dengan nilai-p <0,05 merupakan variabel
yang berhubungan bermakna dengan terjadinya mortalitas dini pasien sepsis
berat dan syok sepsis.
- Tahap 3: Hasil analisis multivariat dilanjutkan dengan pembuatan sistem
skor. Sistem skor didapatkan dengan cara nilai koefisien regresi yang
didapat dari regresi logistik dibagi nilai standar error koefisien pada masing-
masing variabel. Sistem skor tersebut kemudian dinilai kemampuan
kalibrasinya (dengan uji Hosmer-Lemeshow) serta kemampuan
diskriminasinya (dengan menilai area under receiver operating
characteristic curve [AUC]-nya). Dari rentang skor yang mungkin didapat
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
dari sistem skor yang dibuat, kemudian dibuat klasifikasi berdasarkan risiko
kematian yang terjadi.
4.9 Anggaran Biaya Penelitian
Biaya ATK Rp. 1.500.000,00
Biaya tak terduga Rp. 1.000.000,00
Total Rp. 2.500.000,00
4.10 Etik Penelitian
Penelitian ini tidak mengandung unsur intervensi kepada penderita yang tunduk
pada Deklarasi Helsinki. Penelitian ini telah mendapatkan ethical clearance
nomor 25/H2.F1/ETIK/2013 tanggal 14 Januari 2013 dari Panitia Tetap Etik
Penelitian Kedokteran FKUI, Jakarta. Semua data rekam medis yang digunakan
dijaga kerahasiaannya.
4.11 Jadwal Penelitian
Okt
2012
Nov
2012
Des
2012
Jan
2013
Feb
2013
Maret
2013
April
2013
Mei
2013
Juni
2013
Proposal
Pelaksanaan
Analisis data
Publikasi
4.12 Organisasi Penelitian
Peneliti I : dr. Robert Sinto
Pembimbing I : DR. dr. Suhendro, SpPD, K-PTI
Pembimbing II : dr. Rudyanto Sedono, SpAn, KIC
Pembimbing Metodologi Penelitian : dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD, MSc
4.13 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini akan dipublikasikan di dalam jurnal kedokteran atau kesehatan
nasional/ internasional, pertemuan ilmiah nasional/ internasional dan secara
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
keseluruhan hasil akhir penelitian dibuat dalam bentuk tesis sebagai salah satu
syarat untuk mencapai sebutan Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.4 Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melihat data rekam medis pasien berusia lebih
dari sama dengan 18 tahun yang dirawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada periode waktu Januari 2011 sampai
Desember 2012. Ekstraksi data dilakukan secara berurutan setiap bulan dan
dihentikan setelah tercapai jumlah subjek sesuai perhitungan besar sampel, yakni
268 subjek. Sebanyak 147 orang (54,9%) diantaranya adalah pasien laki-laki,
dengan median usia 49 (18; 86) tahun. Karakteristik demografis dan klinis subjek
penelitian dapat dilihat secara berturutan pada tabel 5.1 dan 5.2.
Tabel 5.1 Karakteristik demografis subjek penelitian
Karakteristik demografis n (%)
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
147 (54,9)
121 (45,1)
Usia (tahun), median (rentang) 49 (18;86)
Asal ruang
Ruang rawat inap
Ruang gawat darurat
Ruang operasi elektif
Ruang operasi gawat darurat
100 (37,3)
45 (16,8)
85 (31,7)
38 (14,2)
5.5 Pencapaian Parameter Akhir Resusitasi
Sebanyak 233 (86,9%) dari 268 subjek memiliki data lengkap untuk seluruh
variabel parameter akhir resusitasi menurut early goal-directed therapy (EGDT)
(gambar 2.2). Sebanyak 44 (18,8%) dari 233 subjek dengan data lengkap tersebut
memenuhi seluruh target parameter resusitasi menurut EGDT. Tabel 5.3 dan 5.4
menunjukkan pencapaian setiap parameter akhir resusitasi, baik makrosirkulasi
maupun mikrosirkulasi, pada subjek yang memiliki data parameter akhir
resusitasi.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Tabel 5.2 Karakteristik klinis subjek penelitian
Karakteristik n (%)
Sepsis berat 268 (100)
Syok sepsis 152 (56,7)
Komorbiditas
Gagal jantung kronik
Penyakit ginjal kronik dengan dialisis rutin
Stroke
Sirosis hati
Keganasan
Diabetes melitus
40 (14,9)
20 (7,5)
34 (12,7)
8 (3)
100 (37,3)
81 (30,2)
Lokasi infeksi
Intra kranial
Saluran napas
Intra abdomen dan saluran cerna
Saluran kemih
Kulit dan jaringan lunak
12 (4,5)
181 (67,5)
84 (31,3)
22 (8,2)
44 (16,4)
Sumber infeksi
Komunitas
Nosokomial
164 (61,1)
93 (34,7)
Komunitas dan nosokomial
Ketepatan antibiotika empiris
Ya
Tidak
11 (4,1)
268 (100)
0 (0)
Disfungsi organ
Disfungsi respirasi
Disfungsi koagulasi
Disfungsi kardiovaskular
Disfungsi ginjal
210 (78,4)
92 (34,3)
153 (57,1)
86 (32,1)
Tabel 5.3 Pencapaian parameter akhir resusitasi makrosirkulasi
Parameter akhir resusitasi n (%)
CVP
8-12 mmHg
<8 mmHg
>12 mmHg
84 (34)
148 (59,9)
15 (6,1)
MAP
>65 mmHg
<65 mmHg
226 (84,3)
42 (15,7)
Produksi urin
>0,5 mL/kg/jam
<0,5 mL/kg/jam
223 (83,2)
45 (16,8)
Ht
>30 %
<30%
133 (50,2)
132 (49.8)
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, Ht: hematokrit
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Tabel 5.4 Pencapaian parameter akhir resusitasi mikrosirkulasi
Parameter akhir resusitasi n (%)
ScvO2
>70 %
<70 %
175 (74,8)
59 (25,2)
Laktat
<2 mmol/L
2-3,9 mmol/L
>4 mmol/L
111 (44,8)
83 (33,5)
54 (21,8)
Bersihan laktat
>10%
<10%
178 (72.1)
69 (27,9)
SBE
>-2 mmol/L
-2 sampai -5,9 mmol/L
-6 sampai -14,9 mmol/L
<-15 mmol/L
120 (45,1)
65 (24,4)
71 (26,7)
10 (3,8)
Jumlah disfungsi organ
0 disfungsi organ
1 disfungsi organ
2 disfungsi organ
>3 disfungsi organ
17 (6,3)
77 (28,7)
78 (29,1)
96 (35,9)
Keterangan singkatan: ScvO2: superior vena cava oxygen saturation, SBE:
standard base excess
5.6 Insidens Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Pada penelitian ini didapatkan insidens mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis adalah 26,1% (interval kepercayaaan [IK]95% 20,9-31,3) dengan
incidence density 0,002 person hours, kesintasan kumulatif 73,5% (SE 2,7%) dan
rerata kesintasan 103,9 jam (IK95% 99,9-107,9). Kurva Kaplan-Meier yang
menunjukkan kesintasan kumulatif terjadinya mortalitas dini pasien sepsis berat
dan syok sepsis dapat dilihat pada gambar 5.1.
5. 4 Analisis terhadap Data yang Tidak Lengkap
Berdasarkan hasil ekstraksi data pasien yang menjadi subjek penelitian, terdapat
beberapa variabel yang tidak memiliki data lengkap (missing data) dengan rincian
seperti ditunjukkan oleh tabel 5.5.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Fungsi kesintasan
Kes
inta
san
ku
mu
lati
f
Waktu (jam)
Fungsi kesintasan
Censored
Gambar 5.1 Kurva Kaplan Meier yang menunjukkan kesintasan dini pasien sepsis
berat dan syok sepsis
Tabel 5.5 Distribusi variabel dengan data yang tidak lengkap
Jumlah data yang tidak lengkap (%)
Variabel dengan
data tidak
lengkap
Seluruh subjek
(n=268)
Subjek yang
tidak mengalami
mortalitas dini
(n=198)
Subjek yang
mengalami
mortalitas dini
(n=70)
CVP 21 (7,8) 20 (10,1) 1 (1,4)
ScvO2 34 (12,7) 28 (14,1) 6 (8,5)
Ht 3 (1,1) 3 (1,5) 0 (0)
Laktat 20 (7,5) 14 (7) 6 (8,5)
Bersihan laktat 21 (7,8) 15 (7,5) 6 (8,5)
SBE 2 (0,7) 2 (1) 0 (0)
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, ScvO2: superior vena cava oxygen saturation, Ht: hematokrit, SBE:
standard base excess
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada beberapa variabel prediktor
dengan data tidak lengkap, tidak terdapat perbedaan proporsi ketidaklengkapan
data yang cukup besar berdasarkan luaran yang dinilai sehingga besar probabilitas
bahwa nilai variabel yang hilang tidak terkait dengan karakteristik pasien.
Variabel yang dimaksud adalah hematokrit (Ht), laktat, bersihan laktat dan ekses
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
basa standar (standard base excess [SBE]). Atas dasar demikian, jenis
ketidaklengkapan data yang terjadi pada 4 variabel prediktor tersebut digolongkan
sebagai missing completely at random (MCAR).
Pada sisi lain, terdapat dua variabel prediktor dengan data tidak lengkap
yang memiliki perbedaan proporsi ketidaklengkapan data yang cukup besar
berdasarkan luaran yang dinilai. Dua variabel tersebut adalah yaitu tekanan vena
sentral (central venous pressure [CVP]), dan saturasi oksigen vena kava superior
(superior vena cava oxygen saturation [ScvO2]). Walaupun perbedaan proporsi
ini berpotensi menyebabkan bias pada hasil analisis, namun kami tidak dapat
mengidentifikasi bahwa perbedaan proporsi data yang tidak lengkap pada kedua
variabel tersebut terkait dengan luaran yang terjadi. Atas dasar demikian, jenis
ketidaklengkapan data yang terjadi pada 2 variabel prediktor tersebut digolongkan
sebagai missing at random (MAR). Selanjutnya, untuk mempertahankan power
penelitian ini serta menghindari bias yang terjadi akibat tidak menyertakan subjek
dengan data tidak lengkap pada analisis, kami melakukan imputasi dengan teknik
multiple imputation.
5. 5 Analisis Bivariat Prediktor Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok
Sepsis
Pada analisis bivariat, didapatkan parameter akhir resusitasi makrosirkulasi dan
mikrosirkulasi yang berhubungan dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis adalah CVP, rerata tekanan arteri (mean arterial pressure [MAP]),
produksi urin, Ht, laktat, bersihan laktat, SBE dan jumlah disfungsi organ. Pada
analisis bivariat untuk variabel jumlah disfungsi organ dilakukan penyusunan
kategori ulang dengan menggabungkan kelompok 0 dan 1 disfungsi organ. Hal ini
karena terdapat perbedaan jumlah yang besar di antara kelompok yaitu tidak
terdapat mortalitas pada kelompok 0 disfungsi organ. Hazard ratio (HR) dengan
IK95% dari setiap parameter prediktor dapat dilihat pada tabel 5.6.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Tabel 5.6 Hasil analisis bivariat prediktor mortalitas dini
Parameter akhir resusitasi HR (IK95%) Nilai-p
CVP
8-12 mmHg
<8 mmHg
>12 mmHg
1,00
0,65 (0,39-1,07)
1,58 (0,69-3,61)
0,05
0,09
0,28
MAP <65 mmHg 3,67 (2,21-6,09) 0,00
Produksi urin <0,5 mL/kg/jam 4,97 (3,07-8,06) 0,00
ScvO2 <70 % 0,82 (0,47-1,43) 0,49
Ht <30% 1,87 (1,15-3,05) 0,01
Laktat
<2 mmol/L
2-3,9 mmol/L
>4 mmol/L
1,00
3,84 (1,85-7,98)
9,77 (4,82-19,8)
0,00
0,00
0,00
Bersihan laktat <10% 15,67 (8,79-27,94) 0,00
SBE
>-2 mmol/L
-2 sampai -5,9 mmol/L
-6 sampai -14,9 mmol/L
<-15 mmol/L
1,00
2,33 (1,16-4,66)
4,57 (2,47-8,45)
8,82 (3,41-22,84)
0,00
0,01
0,00
0,00
Jumlah disfungsi organ
0-1 disfungsi organ
2 disfungsi organ
>3 disfungsi organ
1,00
2,68 (1,08-6,65)
9,52 (4,31-21,06)
0,00
0,03
0,00
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, ScvO2: superior vena cava oxygen saturation, Ht: hematokrit, SBE:
standard base excess
5. 6 Analisis Multivariat, Probabilitas Terjadinya Mortalitas Dini, dan
Pembuatan Model Prediksi Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok
Sepsis
Variabel yang diikutkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada
analisis bivariat memberikan nilai p<0,2 yaitu CVP, MAP, produksi urin, Ht,
laktat, bersihan laktat, SBE, jumlah disfungsi organ. Analisis multivariat
dilakukan dengan menggunakan Cox’s Proportional Hazard Regression Model
dengan metode backward stepwise. Terdapat tiga variabel (MAP, bersihan laktat,
jumlah disfungsi organ) yang pada akhir analisis multivariat mencapai kemaknaan
secara statistik (tabel 5.7).
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Tabel 5.7 Hasil analisis multivariat prediktor mortalitas dini
Parameter akhir resusitasi HR (IK 95%) Nilai-p
CVP
8-12 mmHg
<8 mmHg
>12 mmHg
1,00
1,17 (0,68-2,01)
1,99 (0,84-4,74)
0,29
0,56
0,11
MAP <65 mmHg 2,54 (1,50-4,29) 0,00
Produksi urin <0,5 mL/kg/jam 1,06 (0,58-1,92) 0,83
Ht <30% 1,33 (0,78-2,25) 0,29
Laktat
<2 mmol/L
2-3,9 mmol/L
>4 mmol/L
1,00
1,16 (0,50-2,70)
1,27 (0,51-3,15)
0,87
0,73
0,60
Bersihan laktat <10% 11,81 (6,50-21,46) 0,00
SBE
>-2 mmol/L
-2 sampai -5,9 mmol/L
-6 sampai -14,9 mmol/L
<-15 mmol/L
1,00
1,00 (0,48-2,10)
1,88 (0,95-3,72)
2,05 (0,73-5,75)
0,10
0,98
0,07
0,17
Jumlah disfungsi organ
0-1 disfungsi organ
2 disfungsi organ
>3 disfungsi organ
1,00
1,47 (0,58-3,72)
3,79 (1,65-8,69)
0,00
0,41
0,00
Keterangan singkatan: CVP: central venous pressure, MAP: mean arterial
pressure, Ht: hematokrit, SBE: standard base excess
Untuk memprediksi probabilitas terjadinya mortalitas dini pasien sepsis
berat dan syok sepsis, kami melakukan analisis multivariat dengan teknik regresi
logistik untuk mendapatkan koefisien regresi, menggunakan 3 variabel prediktor
yang bermakna secara statistik pada analisis Cox’s Proportional Hazard
Regression Model. Berdasarkan analisis regresi logistik tersebut, variabel MAP
<65 mmHg selanjutnya tidak disertakan pada rumus probabilitas maupun sistem
skor prediksi mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis karena tidak
mencapai kemaknaan statistik (p=0,123). Probabilitas terjadinya mortalitas dini
pasien sepsis berat dan syok sepsis dapat ditentukan dengan bersihan laktat <10%,
jumlah disfungsi organ yang bertambah, dengan rumus sebagai berikut:
1+e-(-3,65 + 3,43 Bersihan laktat <10% + 0,39 Jumlah disfungsi organ 2 + 2,29 Jumlah disfungsi organ >3)
1
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Untuk menyederhanakan prediksi probabilitas mortalitas dini pasien sepsis berat
dan syok sepsis berdasarkan analisis regresi logistik di atas, dibuat sistem skor
yang dapat digunakan dengan mudah pada praktik klinis sehari-hari. Sebagai
langkah pertama, dilakukan pembagian koefisien regresi (B) dengan standar eror
(SE) dari masing-masing variabel prediktor. Hasil pembagian terkecil (dalam
penelitian ini B/SE untuk 2 disfungsi organ, yakni 0,66) menjadi referensi untuk
penentuan skor. Skor untuk setiap variabel prediktor ditentukan berdasarkan
pembulatan dari pembagian B/SE setiap variael dengan 0,66 (tabel 5.8).
Tabel 5.8 Hasil analisis multivariat untuk membuat skor prediksi
Variabel prediktor Koef
regresi
(B)
SE B/SE Skor Pembulatan
skor
Nilai-
p
Bersihan laktat <10% 3,429 0,427 8,03 12,1 12 0,000
Jumlah disfungsi
organ
2
>3
0,390
2,289
0,590
0,546
0,66
4,19
1
6,34
1
6,5
0,000
Konstanta -3,649 0,519 0,000
Tahap selanjutnya adalah menentukan titik potong (cut-off) jumlah skor
sebagai prediktor mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan
probabilitas kematian pada berbagai katergori skor dengan teknik eye ball, dan
kemudian dibagi dalam dua kategori risiko (tabel 5.9).
Tabel 5.9 Skor prediksi mortalitas dini dan kelas risikonya
Skor Kelas risiko Probabilitas terjadinya mortalitas dini
<12 Rendah 7,8%
>12 Tinggi 72,3%
Sistem skor prediksi mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis
yang telah dibuat di atas, dinilai performanya melalui kalibrasi (dengan uji
Hosmer-Lemeshow) serta kemampuan diskriminasinya (dengan menilai area
under receiver operating characteristic curve [AUC]-nya). Pada uji Hosmer-
Lemeshow didapatkan nilai-p 0,745 yang artinya model prediksi yang dibuat ini
cukup baik presisinya (tidak ada perbedaan bermakna jumlah pasien sepsis berat
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
dan syok sepsis yang diprediksi mengalami mortalitas dini/tidak [expected]
dengan jumlah pasien sepsis berat dan syok sepsis yang benar-benar mengalami
mortalitas dini/tidak [observed]). Gambar 5.2 menunjukkan kurva kalibrasi model
prediksi yang telah disusun.
Gambar 5.2 Kurva kalibrasi model prediksi sesuai uji Hosmer-Lemeshow.
Garis terputus menunjukkan kurva kalibrasi model prediksi
Kemampuan diskriminasi sistem skor ini untuk membedakan pasien sepsis
berat dan syok sepsis yang diprediksi mengalami mortalitas dini atau tidak adalah
sangat baik (AUC 0,91 dengan IK95% 0,87-0,95), seperti yang ditunjukkan oleh
kurva receiver operating characteristic (ROC) pada gambar 5.3.
Kurva ROC
Sen
siti
vit
as
1-Spesifisitas
Gambar 5.3 Kurva ROC prediktor mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok
sepsis (AUC 0,91; IK95% 0,87-0,95)
Ob
serv
ed p
rob
ab
ilit
y
Predicted probability
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji validasi internal, untuk menilai
apakah model prediksi yang telah disusun dapat diaplikasikan pada populasi.
Untuk memperkirakan kemampuan model prediksi tersebut di populasi, akan
digunakan metode bootstrapping. Metode ini merupakan metode pengambilan
sampel baru (resampling) secara satu per satu dari data asal dengan pengembalian
sampai sejumlah N kali. Dengan menggunakan metode bootstrapping dan nilai N
sebesar 1000, didapatkan nilai p=0,001. Hal ini berarti tidak didapatkan perbedaan
bermakna jika model prediksi ini diaplikasikan pada sampel yang jauh lebih besar.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
BAB 6
PEMBAHASAN
6.4 Karakteristik Sampel
6.4.1 Karakteristik Demografis
Penelitian ini adalah suatu penelitian kohort retrospektif dengan jumlah subjek
penelitian 268 pasien sepsis berat dan syok sepsis berusia lebih dari sama dengan
18 tahun yang dirawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM). Subjek laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu sebanyak
147 orang (54,9%). Hal ini serupa dengan karakteristik subjek beberapa penelitian
kohort lain mengenai epidemiologi pasien sepsis berat dan syok sepsis di Amerika
Serikat, 198 ruang rawat intensif di 24 negara di Eropa, dan 150 ruang rawat
intensif di 16 negara di Asia [5, 6, 9]. Median usia subjek adalah 49 tahun
(rentang 18;86 tahun), lebih muda dibandingkan data penelitian lain. Penelitian
pada 2.899.917 subjek sepsis berat di Amerika Serikat pada tahun 2003-2007
mendapatkan rentang usia terbanyak adalah 65-84 tahun [5]. Penelitian pada
1.177 subjek sepsis berat dan syok sepsis di 198 ruang rawat intensif di 24 negara
di Eropa pada tahun 2002 mendapatkan median usia 65 tahun (rentang 51;74
tahun), sementara penelitian pada 1.285 subjek sepsis berat dan syok sepsis di 150
ruang rawat intensif di 16 negara di Asia pada tahun 2009 mendapatkan rerata
usia 59,2 tahun (simpang baku [SB] 17,8) [6, 9]. Kasus non-operatif dari ruang
rawat inap merupakan kasus terbanyak pasien sepsis berat dan syok sepsis
(sebanyak 37,3%), disusul dengan ruang operasi elektif (31,7%). Hal ini serupa
dengan penelitian lain, baik di Eropa maupun di Asia [6, 9].
6.4.2 Karakteristik Klinis
Pada subjek penelitian ini, komorbid yang paling banyak didapatkan adalah
keganasan, sebanyak 100 (37,3%), diabetes melitus 81 (30,2%), gagal jantung
kronik 40 (14,9%), stroke 34 (12,7%), penyakit ginjal kronik dengan dialisis rutin
20 (7,5%), sirosis hati 8 (3%). Komorbiditas berupa penyakit kronik telah
dibuktikan merupakan faktor yang dapat menjadi predisposisi pasien terhadap
sepsis, menggambarkan fungsi awal organ yang lebih buruk, serta dapat
memperburuk luaran [69, 70]. Beberapa model prediksi luaran pasien sakit kritis
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
(termasuk di dalamnya pasien sepsis berat dan syok sepsis) menerapkan konsep
tersebut. Model prediksi tersebut antara lain adalah Acute Physiology and Chronic
Health Evaluation (APACHE), Simplified Acute Physiology Score (SAPS),
Mortality Probability Model (MPM), Predisposition Infection Response Organ
dysfunction (PIRO) [38, 69, 70].
Saluran napas merupakan lokasi infeksi tersering pada subjek penelitian
ini, yakni sebanyak 181 subjek (67,5%), disusul dengan intra abdomen dan
saluran cerna 84 (31,3%), kulit dan jaringan lunak 44 (16,4%), saluran kemih 22
(8,2%), intra kranial 12 (4,5%). Intra abdomen dan saluran cerna, serta saluran
napas juga merupakan lokasi infeksi penyebab sepsis berat dan syok sepsis pada
penelitian di Amerika Serikat, Eropa maupun Asia [5, 6, 9].
Di antara 4 disfungsi dari organ yang dapat dinilai dan diperiksa secara
rutin, disfungsi respirasi merupakan disfungsi yang paling banyak terjadi, yakni
sebanyak 210 subjek (78,4%), disusul dengan kardiovaskular 153 (57,1%),
koagulasi 92 (34,3%), ginjal 86 (32,1%). Pada penelitian di Amerika Serikat,
Eropa maupun Asia, disfungsi repirasi, kardiovaskular dan ginjal merupakan 3
disfungsi organ yang paling banyak didapatkan [5, 6, 9].
6.5 Pencapaian Parameter Akhir Resusitasi
Pada penelitian ini, sebanyak 44 dari 233 subjek dengan data lengkap (18,8%)
dapat memenuhi seluruh target parameter resusitasi menurut early goal-directed
therapy (EGDT). Pencapaian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil
penelitian serupa yang dilakukan di Amerika Serikat. Penelitian kohort pada 330
pasien sepsis berat dan syok sepsis di Amerika Serikat tahun 2003-2005 oleh
Nguyen dkk (2007) [71] mendapati seluruh target EGDT tercapai pada 28,1%
subjek. Sementara itu, penelitian kohort pada 340 pasien sepsis berat dan syok
sepsis di Amerika Serikat tahun 2005-2007 oleh Mikkelsen dkk (2010) [31]
mendapati seluruh target EGDT tercapai pada 32,9% subjek. Penelitian yang
dilakukan pada 150 ruang rawat intensif di 16 negara di Asia (termasuk
Indonesia) menunjukkan EGDT hanya dikerjakan pada 7,6% pasien sepsis berat
dan syok sepsis. Penelitian ini tidak merinci pencapaian parameter EGDT pada
setiap negara Asia. Namun demikian, terdapat kesenjangan antara pencapaian
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
parameter EGDT di beberapa negara Asia, seperti Singapura dan Korea Selatan
yang secara berturutan mencapai 18% dan 12%, sementara pada 14 negara
lainnya, pencapaian parameter EGDT hanya tercapai pada kurang dari 10% subjek
[9]. Pada berbagai penelitian, telah ditunjukkan bahwa kekerapan pencapaian
parameter EGDT yang lebih tinggi terjadi pada negara dengan tingkat ekonomi
yang lebih tinggi, rumah sakit pendidikan, ruang rawat intensif pasca pembedahan
elektif.
Analisis lebih rinci pada subjek penelitian kami menunjukkan bahwa
tekanan vena sentral (central venous pressure [CVP]) merupakan parameter
dengan pencapaian akhir terendah, yakni pada 34% pasien. Penelitian Mikkelsen
dkk (2010) [31] mendapatkan 12% subjek tidak mencapai target CVP dan 13%
subjek tidak mencapai target saturasi oksigen vena kava superior (superior vena
cava oxygen saturation [ScvO2]), sementara penelitian Nguyen dkk (2007) [71]
mendapatkan 37% tidak mencapai target CVP dan ScvO2. Pada penelitian di Asia,
didapatkan 31% subjek tidak mencapai target CVP dan 75,5% subjek tidak
mencapai target ScvO2 [9].
Selain parameter akhir resusitasi menurut EGDT, penelitian ini juga
menunjukkan kekerapan pencapaian parameter akhir resusitasi mikrosirkulasi.
Bersihan laktat >10% dapat dicapai pada 72,1% subjek. Hasil ini lebih baik
dibandingkan hasil penelitian Nguyen dkk (2007) [71] yang menunjukkan
bersihan laktat >10% pada 48,4% subjek. Dalam hal jumlah disfungsi organ,
penelitian ini menunjukkan sebanyak 96 dari 268 subjek (35,9%) mengalami >3
disfungsi organ, disusul dengan 2 disfungsi organ pada 29,1% subjek, 1 disfungsi
organ pada 28,7% subjek. Hasil serupa ditunjukkan pada penelitian di 198 ruang
rawat intensif di 24 negara di Eropa. Sebanyak 25,3%, 38,3%, 36,4% subjek
secara berturut mengalami disfungsi 1, 2, dan >3 organ [6]. Hasil yang berbeda
ditunjukkan pada penelitian di Amerika. Penelitian pada 2.899.917 subjek sepsis
berat di Amerika Serikat pada tahun 2003-2007 menunjukkan berkurangnya
jumlah subjek dengan jumlah disfungsi organ yang meningkat. Sebanyak 45%,
29%, 26% subjek secara berturut mengalami disfungsi 1, 2, dan >3 organ. Hal ini
menunjukkan adanya deteksi dan penanganan dini pasien sepsis yang lebih baik,
sebelum pasien mengalami penambahan jumlah disfungsi organ [5].
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
6.6 Insidens Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Pada penelitian ini didapatkan insidens mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis adalah 26,1% (interval kepercayaan [IK]95% 20,9-31,3) dengan
kesintasan kumulatif 73,5% (SE 2,7%). Rerata kesintasan 103,9 jam (IK95%
99,9-107,9) dengan incidence density 0,002 person hours. Incidence density 0,002
person hours berarti dalam setiap 1000 pasien sepsis berat dan syok sepsis, maka
2 orang akan mengalami kematian setiap jamnya. Tidak banyak penelitian yang
menunjukkan insidens mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Mayoritas penelitian mencantumkan insidens mortalitas dalam perawatan rumah
sakit. Pada analisis kesintasan 840 pasien sepsis berat, Macias, dan Nelson (2004)
[7] mendapatkan insidens mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis
adalah 33,9%. Kami tidak dapat menjelaskan alasan lebih rendahnya insidens
mortalitas dini pada subjek penelitian ini, karena pada penelitian Macias, dan
Nelson (2004) tidak ditampilkan pencapaian parameter akhir resusitasi, yang
teoritis berhubungan dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis.
6.4 Prediktor Mortalitas Dini Pasien Sepsis Berat dan Syok Sepsis
Pada penelitian ini diidentifikasi 9 faktor prediktor mortalitas dini pasien sepsis
berat dan syok sepsis. Pada analisis bivariat, didapatkan 8 parameter akhir
resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi yang berhubungan dengan mortalitas
dini pasien sepsis berat dan syok sepsis adalah CVP, MAP, produksi urin, Ht,
laktat, bersihan laktat, ekses basa standar (standard base excess [SBE]), jumlah
disfungsi organ. Pada akhir analisis multivariat hanya variabel MAP, bersihan
laktat, jumlah disfungsi organ yang mencapai kemaknaan secara statistik.
Selanjutnya, pada upaya perumusan probabilitas dan sistem skor terjadinya
mortalitas dini dengan teknik regresi logistik hanya variabel bersihan laktat dan
jumlah disfungsi organ yang mencapai kemaknaan secara statistik. Seperti akan
dijelaskan berikut ini, kedua variabel tersebut mewakili 2 aspek penting dalam
penanganan sepsis berat dan syok sepsis secara adekuat [1, 4]. Variabel bersihan
laktat mewakili ketepatan dalam melakukan resusitasi, sementara variabel jumlah
disfungsi organ mewakili kecepatan dalam memulai resusitasi.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
6.4.1 Bersihan laktat
Pada penelitian ini, didapatkan bersihan laktat merupakan salah satu parameter
akhir resusitasi yang hingga akhir analisis multivariat tetap memiliki hubungan
bermakna dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis, dengan
hazard ratio (HR) 11,81 (IK95% 6,50-21,46). Hasil ini serupa dengan banyak
hasil penelitian lain, seperti yang akan dijabarkan berikut.
Pada penelitian prospektif 111 pasien sepsis berat dan syok sepsis,
Ngunyen dkk (2004) [20] menunjukkan pasien dengan bersihan laktat >10%
dalam 6 jam resusitasi menunjukkan risiko mortalitas 60 hari yang lebih rendah
secara bermakna dibandingkan mereka dengan bersihan laktat <10%, dengan rasio
odds 0,989 (IK95% 0,978–0,999) setelah disesuaikan terhadap faktor lain yang
berhubungan dengan mortalitas. Bersihan laktat merupakan satu-satunya variabel
yang berhubungan dengan mortalitas, yang pada akhir analisis multivariat tetap
menunjukkan kemaknaan statistik. Variabel lain yang diuji adalah syok sepsis,
trombosit, waktu protrombin, albumin, bilirubin total, dan laktat. Penelitian lain
oleh Arnold dkk (2009) [19] yang dikerjakan secara prospektif pada 166 pasien
sepsis berat menunjukkan bersihan laktat <10% pada jam ke 6 pasca resusitasi
merupakan prediktor independen kematian dalam rumah sakit dengan rasio odds
4,9 (IK95% 1,5–15,9) setelah disesuaikan terhadap tekanan darah, kadar laktat
awal, jenis disfungsi organ, total skor Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA), dan ScvO2. Penelitian prospektif oleh Hambali (2011) [72] di Indonesia
pada 60 pasien sepsis berat menunjukkan bersihan laktat <10% pada jam ke 6
pasca resusitasi merupakan prediktor independen kematian pada hari ke 3, dengan
HR 2,87 (IK95% 1,41–5,83).
Ketiga penelitian tersebut, menggunakan bersihan laktat pada jam ke 6
pasca resusitasi sebagai prediktor mortalitas pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Penelitian oleh Marty dkk (2013) [73] pada 96 pasien syok sepsis menunjukkan
bahwa bersihan laktat pada jam ke 6, 12 dan 24 dapat digunakan sebagai prediktor
mortalitas 28 hari pasien syok sepsis. Bersihan laktat pada jam ke 24 merupakan
prediktor mortalitas 28 hari terbaik (area under receiver operating characteristic
curve [AUC] 0,791 [IK95% 0,6-0,85]), dibandingkan dengan bersihan laktat pada
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
jam ke 6 (AUC 0,619 [IK95% 0,5-0,72]), dan jam ke 12 (AUC 0,662 [IK95%
0,55-0,76]).
Pada penelitian prospektif yang dilakukan oleh Nguyen dkk (2010) [74]
pada 220 pasien sepsis berat dan syok sepsis, dibuktikan bahwa sebagai penanda
perbaikan hipoksia jaringan global, bersihan laktat memiliki hubungan bermakna
dengan penurunan biomarker, disfungsi organ dan luaran pasien. Pada kelompok
dengan bersihan laktat yang tinggi, nilai rerata semua penanda inflamasi,
koagulasi dan apoptosis lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok
dengan bersihan laktat yang rendah. Penanda inflamasi, koagulasi dan apoptosis
tersebut adalah interleukin (IL)-6, IL-8, IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL-1ra),
tumor necrosis factor-alpha, intercellular adhesion molecule-1, high mobility
group box-1, d-dimer and caspase-3. Penanda biologis ini telah diketahui
berhubungan dengan patogenesis disfungsi organ multipel pada sepsis, yang
berakhir dengan mortalitas. Dengan demikian, secara biologis dapat dijelaskan
kemampuan bersihan laktat memprediksi mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis.
6.4.2 Jumlah Disfungsi Organ
Penelitian ini menunjukkan jumlah disfungsi organ merupakan parameter akhir
resusitasi yang hingga akhir analisis multivariat tetap memiliki hubungan
bermakna dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis, dengan HR
1,47 (IK95% 0,58-3,72) untuk disfungsi 2 organ dibandingkan dengan disfungsi
kurang dari 2 organ, dan HR 3,79 (IK95% 1,65-8,69) untuk disfungsi lebih dari
sama dengan 3 organ dibandingkan dengan disfungsi kurang dari 2 organ. Pada
penelitian ini tidak dinilai derajat berat disfungsi organ dan tidak dilakukan
pembobotan untuk disfungsi organ tertentu.
Banyak penelitian yang telah dipublikasi, menunjukkan hasil serupa
penelitian ini. Pada penelitian kohort 150 pasien sepsis di Uganda, Ssekitoleko,
Pinkerton, Muhindo, Bhagani, dan Moore (2011) [28] mendapatkan bahwa
dibandingkan pasien tanpa disfungsi organ, pasien dengan satu, dua dan tiga atau
lebih disfungsi organ pada hari pertama perawatan memiliki HR mortalitas
berturut-turut sebesar 2,8 (IK95% 1,0–7,9), 3,8 (IK95% 1,4–10,7) dan 15,1
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
(IK95% 4,9–46,8). Pada analisis multivariat, tiga atau lebih disfungsi organ
bahkan dapat meningkatkan risiko kematian dengan adjusted HR 2,9 (IK95% 1,1–
7,3). Penelitian kohort prospektif di Spanyol oleh Blanco dkk (2008) [29] pada
2.619 pasien sepsis berat dalam perawatan intensif juga menemukan pola
peningkatan risiko mortalitas seiring peningkatan jumlah kegagalan organ saat
diagnosis sepsis berat ditegakkan, dengan mortalitas perawatan intensif mencapai
75,6% pada pasien dengan disfungsi 5 organ. Pada penelitian oleh Vincent, Sakr,
Sprung, Ranieri, Reinhart, dan Gerlach (2006) [6] pada 930 pasien sepsis berat di
Eropa, ditunjukkan bahwa penambahan jumlah disfungsi organ berhubungan
dengan peningkatan mortalitas secara bermakna. Pada pasien dengan 1 disfungsi
organ, mortalitas hanya sebesar 7,2%, meningkat secara berturut menjadi 26,7%,
45,7%, 72,5% pada pasien dengan 2, 3, dan lebih dari sama dengan 4 disfungsi
organ.
Jumlah disfungsi organ menggambarkan hasil akhir adanya gangguan
sirkulasi, baik pada tingkat mikrosirkulasi maupun makrosirkulasi ke organ yang
bersangkutan. Hal ini terkait pula dengan keterlambatan penanganan pasien sepsis
berat dan syok sepsis, baik akibat keterlambatan pasien mencari pertolongan
medis maupun keterlambatan dokter mendeteksi dini pasien sepsis, sesuai
penekanan yang diajukan pada Surviving Sepsis Campaign 2012 [4]. Selain
mencerminkan gangguan yang terjadi secara akut sebagai akibat perubahan
inflamasi dan metabolik pada sepsis, disfungsi organ mencerminkan pula
kapasitas fungsional organ pasien sebelum sepsis terjadi atau komorbiditas yang
ada pada pasien, yang pada berbagai penelitian juga terbukti berhubungan dengan
mortalitas pada pasien sepsis berat dan syok sepsis [30, 69, 70].
6.4.3 Parameter Akhir Resusitasi Lain
Pada penelitian ini, terdapat 6 parameter akhir resusitasi lain yang secara analisis
bivariat menunjukkan hubungan dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis. Parameter tersebut adalah CVP, MAP, produksi urin, Ht, laktat, SBE.
Namun demikian, pada analisis multivariat, hubungan antara parameter tersebut
dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis tidak mencapai
kemaknaan statistik. Hal ini serupa dengan hasil beberapa penelitian lain [19, 74].
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Banyak penelitian yang pada analisis bivariat menunjukkan hubungan yang
bermakna secara statistik antara variabel parameter akhir resusitasi dengan
mortalitas pasien sepsis berat dan syok sepsis, namun menjadi tidak bermakna
secara statistik pada analisis multivariat terutama bila variabel bersihan laktat ada
pada tahap analisis multivariat tersebut. Namun demikian, hasil ini tidak dapat
diinterpretasikan sebagai inferioritas pencapaian parameter akhir resusitasi lain
dibandingkan dengan bersihan laktat sebagai target resusitasi.
Selain dipengaruhi oleh kecepatan produksi dan metabolismenya di otot,
ginjal dan hati, bersihan laktat ditentukan oleh keberhasilan resusitasi jaringan
untuk memperbaiki perfusi dan oksigenisasi jaringan, salah satunya dengan
menjalankan protokol EGDT [63, 65]. Pada penelitian yang dilakukan Nguyen
dkk (2011) [75] pada 556 pasien sepsis berat dan syok sepsis yang menjalani
protokol EGDT, ditunjukkan bahwa kelompok subjek yang mencapai bersihan
laktat lebih banyak menyelesaikan protokol EGDT dibandingkan kelompok
subjek yang tidak mencapai bersihan laktat (p<0,01). Upaya untuk mencapai
target bersihan laktat tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk mencapai seluruh
target EGDT. Cara untuk memperbaiki pencapaian target bersihan laktat adalah
dengan pencapaian parameter akhir resusitasi menurut EGDT [75, 76]. Karena itu,
di dalam Surviving Sepsis Campaign 2012, bersihan laktat ditambahkan sebagai
salah satu target resusitasi awal namun tidak menggantikan target resusitasi yang
telah dicantumkan pada Surviving Sepsis Campaign 2008 [1, 4]. Dengan
demikian, dapat dimengerti bahwa secara klinis hubungan pencapaian target
bersihan laktat dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis, sama
pentingnya dengan hubungan pencapaian parameter akhir resusitasi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi dengan mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis.
6.7 Aplikasi dan Manfaat Klinis Skor Prediksi Mortalitas Dini Pasien Sepsis
Berat dan Syok Sepsis yang Telah Dibuat
Skor prediksi dibuat berdasarkan model akhir dari Cox’s Proportional Hazard
Regression Model dengan metode backward stepwise, dengan hanya memasukkan
prediktor yang bermakna. Koefisien regresi dari prediktor yang hingga akhir tahap
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
regresi logistik tetap menunjukkan kemaknaan statistik digunakan untuk
menentukan skor prediksi. Skor prediksi selanjutnya dibagi menjadi dua
kelompok risiko, yakni risiko rendah (skor <12), risiko tinggi (>12), dengan
kemampuan prediksi mortalitas secara berturut 7,8% dan 72,3%.
Informasi yang didapat dari hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam
berbagai aspek. Prediktor jumlah disfungsi organ didapatkan dengan
menggunakan data klinis dan laboratorium yang telah secara rutin diperiksa dalam
perawatan pasien sepsis berat dan syok sepsis di ruang rawat intensif (trombosit,
kreatinin, tekanan O2 arteri [PaO2]) [4]. Di sisi lain, prediktor bersihan laktat
didapatkan melalui pengukuran kadar laktat secara serial, yakni sebelum dan
sesudah resusitasi dikerjakan. Pemeriksaan laktat secara serial belum secara rutin
dikerjakan di ruang rawat intensif di Indonesia, walaupun telah dianjurkan pada
berbagai pedoman internasional penanganan pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Oleh sebab itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar oleh pengelola rumah
sakit untuk memasukkan penilaian kadar laktat sebelum dan sesudah resusitasi
sebagai standar pelayanan operasional pada pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Bagi klinisi, informasi ini dapat menjadi dasar untuk memberikan
penjelasan prognosis bagi pasien dan keluarga, serta mengetahui stratifikasi risiko
pasien guna perencanaan optimal bagi penatalalaksanaan lebih lanjut. Berdasarkan
pengetahuan yang telah ada dan analisis seluruh tahap penelitian ini, diusulkan
untuk dilakukan konversi sistem skor dalam bentuk rekomendasi protokol
resusitasi sesuai tabel 6.1.
Pada pasien kelompok risiko rendah, resusitasi dapat dinyatakan selesai
dilakukan. Pada pasien kelompok risiko tinggi, resusitasi masih perlu dilanjutkan
mengikuti protokol yang diajukan oleh Jones, Shapiro, Trzeciak, Arnold,
Claremont, dan Kline (2010) dengan mempertimbangkan kadar Ht [23, 77]. Bila
Ht <30%, perlu diberikan transfusi sel darah merah hingga mencapai target Ht
>30%, tanpa memandang komorbiditas yang ada pada pasien. Bila Ht >30%,
resusitasi perlu dilanjutkan dengan pemberian dobutamin hingga mencapai target
bersihan laktat >10%. Perlu diperhatikan, pada keadaan tidak tercapainya bersihan
laktat >10%, harus dilakukan evaluasi terhadap berbagai penyebab menetapnya
kadar laktat pasien selain karena hipoperfusi jaringan yang membutuhkan
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
resusitasi lanjut. Berbagai penyebab lain antara lain adalah iskemia jaringan lokal
(iskemia tungkai, luka bakar, trauma), obat-obatan (contoh: metformin, asam
valproat, linezolid, nucleoside reverse transcriptase inhibitors, isoniazid), toksin
(contoh: kokain, alkohol, karbonmonoksida, sianida), defisiensi tiamin, kejang,
disfungsi hati, ketoasidosis diabetikum [78].
Tabel 6.1 Rekomendasi protokol resusitasi berdasarkan jumlah skor
Skor Kelas risiko Rekomendasi protokol resusitasi
<12 Rendah Resusitasi selesai
>12 Tinggi Resusitasi dilanjutkan dengan melihat kadar Ht [23, 77]
Ht <30%: diberikan transfusi sel darah merah hingga
mencapai target Ht >30%
Ht >30%: diberikan dobutamin hingga mencapai
target bersihan laktat >10%
Aplikasi klinis dari skor prediksi ini dapat diilustrasikan pada kasus
berikut (kasus 1). Seorang pria, 56 tahun, dalam perawatan di ruang rawat intensif
untuk pemantauan pasca operasi laparotomi eksplorasi karena appendisitis
perforasi. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pasien tampak sakit berat, kompos
mentis, demam dengan suhu 38,9oC, takipnu 28 kali permenit dan takikardia 118
kali permenit. Tekanan darah pasien 80/50 mmHg (MAP 60 mmHg). Terdapat
drain abdomen dengan produksi cairan purulen 50 cc dalam 3 jam, nyeri tekan
pada seluruh regio abdomen. Hasil laboratorium awal menunjukkan leukositosis
23.500 sel/mm3, dengan neutrofil segmen 92%, trombositopenia 89.000 sel/mm3,
laktat 4,8 mmol/L. Hasil laboratorium lain dalam rentang normal. Pada pasien
ditegakkan masalah sepsis berat karena infeksi intra abdomen. Pada pasien
kemudian dilakukan resusitasi mengacu pada protokol Surviving Sepsis Campaign
Bundles, termasuk di dalamnya implementasi protokol EGDT. Enam jam pasca
resusitasi, didapatkan parameter akhir resusitasi sebagai berikut: CVP 7 mmHg,
MAP 62 mmHg (dalam norepinefrin 2 μg/menit), produksi urin 0,3 cc/kgBB/jam,
ScvO2 68%, Ht 24%, laktat 4,6 mmol/L, SBE -14,9 mmol/L, kreatinin (Cr) 3,6
mg/dL, tekanan O2 arteri (PaO2) 108 mmHg dalam fraksi inspirasi O2 (FIO2) 28%.
Berdasarkan data pasien di atas, maka dapat ditentukan probabilitas mortalitas
dini berdasarkan rumus yang telah didapat atau dengan menggunakan klasifikasi
faktor risiko yang telah ditentukan.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Sebagai langkah awal, harus ditentukan terlebih dahulu nilai dua faktor
yang menentukan probabilitas mortalitas yakni bersihan laktat dan jumlah
disfungsi organ. Pada kasus di atas, nilai bersihan laktat adalah sebesar (4,8-
4,6)/4,8 x 100%= 4,16%. Jumlah disfungsi organ yang didapatkan sebesar 3 yakni
disfungsi kardiovaskular, koagulasi, ginjal. Probabilitas terjadinya mortalitas dini
adalah 88,8%. Sementara berdasarkan kategori skor, seperti dapat dilihat pada
tabel 6.2, didapatkan total skor pasien 18,5 sehingga masuk dalam kelompok
risiko tinggi terjadinya mortalitas dini dengan probabilitas berdasarkan skoring
adalah 72,3%.
Tabel 6.2 Sistem skor prediksi mortalitas kasus 1
Prediktor Kondisi
Pasien Skor
Kondisi x
Skor
Bersihan laktat
>10%
<10%
1
0
12
12
Jumlah disfungsi organ
0-1
2
>3
1
0
1
6,5
6,5
Jumlah skor 18,5
Selanjutnya, dengan melihat kadar Ht pasien sebesar 24%, yang berarti
belum mencapai target Ht >30%, resusitasi pada pasien tersebut perlu dilanjutkan
dengan pemberian transfusi sel darah merah hingga mencapai target Ht >30%.
Pada kasus yang sama, apabila kadar Ht pasien ternyata 34%, tidak didapatkan
perbedaan probabilitas dan kelas risiko mortalitas dini, namun resusitasi perlu
dilanjutkan dengan pemberian dobutamin.
Contoh aplikasi sistem skor pada kasus lain (kasus 2) adalah sebagai
berikut. Seorang wanita, 66 tahun, dalam perawatan di ruang rawat intensif karena
mengalami sepsis berat dan gagal napas karena hospital acquired pneumonia yang
didapatkan pada perawatan hari ke 7 di rumah sakit atas indikasi pecah aneurisma
intra kranial. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan pasien tampak sakit berat, sopor,
demam dengan suhu 38oC, takipnu 28 kali permenit dan takikardia 118 kali
permenit. Tekanan darah pasien 80/50 mmHg (MAP 60 mmHg). Hasil
laboratorium awal menunjukkan leukositosis 17.500 sel/mm3, dengan neutrofil
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
segmen 92%, trombositopenia 97.000 sel/mm3, laktat 4,8 mmol/L. Hasil
laboratorium lain dalam rentang normal. Pada pasien ditegakkan masalah sepsis
berat karena hospital acquired pneumonia. Pasien kemudian menjalani resusitasi
mengacu pada protokol Surviving Sepsis Campaign Bundles, termasuk di
dalamnya implementasi protokol EGDT. Enam jam pasca resusitasi, didapatkan
parameter akhir resusitasi sebagai berikut: CVP 14 mmHg, MAP 72 mmHg (tanpa
pemberian norepinefin), produksi urin 0,6 cc/kgBB/jam, ScvO2 72%, Ht 24%,
laktat 2,4 mmol/L, SBE -5 mmol/L, Cr 0,6 mg/dL, PaO2 88 mmHg (FIO2 28%).
Pada kasus ini, nilai bersihan laktat adalah sebesar (4,8-2,4)/4,8 x 100%=
50%. Jumlah disfungsi organ yang didapatkan sebesar 2 yakni disfungsi respirasi
dan koagulasi. Probabilitas terjadinya mortalitas dini adalah 3,6%. Sementara
berdasarkan kategori skor, seperti dapat dilihat pada tabel 6.3, didapatkan total
skor pasien 1 sehingga masuk dalam kelompok risiko rendah terjadinya mortalitas
dini dengan probabilitas berdasarkan skoring adalah 7,8%. Resusitasi selesai
dikerjakan.
Tabel 6.3 Sistem skor prediksi mortalitas kasus 2
Prediktor Kondisi
Pasien Skor
Kondisi x
Skor
Bersihan laktat
>10%
<10%
1
0
12
0
Jumlah disfungsi organ
0-1
2
>3
1
0
1
6,5
1
Jumlah skor 1
6.8 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian
Sejauh yang dapat ditelusuri dari publikasi yang ada, penelitian ini adalah
penelitian prognostik pertama dengan desain kohort retrospektif yang membuat
model prediksi dan sistem skor prediksi mortalitas dini pasien sepsis berat dan
syok sepsis di ruang rawat intensif di Indonesia, yang tentu memiliki karakteristik
berbeda dengan pasien sepsis berat dan syok sepsis di negara lain. Sistem skor
yang didapatkan dapat diaplikasikan secara mudah dalam praktik klinis sehari-
hari.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Berbeda dengan penelitian lain yang meneliti hubungan antara banyak
faktor dari berbagai kelompok serta parameter biokimiawi yang kurang aplikatif
dalam praktik klinis sehari-hari terhadap mortalitas pasien sepsis berat dan syok
sepsis, penelitian ini secara khusus meneliti hubungan antara setiap parameter
akhir resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi secara bersama-sama dengan
mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis. Parameter akhir resusitasi yang
diteliti merupakan parameter yang dianjurkan diperiksa dalam praktik pasien
sepsis berat dan syok sepsis untuk tujuan tata laksana optimal.
Pada penelitian ini, data yang tidak lengkap mendapatkan penanganan
seperti yang dianjurkan pada literatur. Untuk mempertahankan power penelitian
ini serta menghindari bias yang terjadi akibat tidak menyertakan subjek dengan
data tidak lengkap pada analisis, kami melakukan imputasi dengan teknik multiple
imputation. Analisis kemudian dilakukan dengan menggunakan data kohort yang
ada.
Penelitian ini adalah penelitian retrospektif yang tidak terlepas dari
kekurangan sebuah penelitian retrospektif, antara lain data yang tidak lengkap di
rekam medis (termasuk data karakteristik pasien maupun data prediktor) dan
faktor bias khususnya bias informasi.
Pada aspek variabel penelitian, terdapat beberapa keterbatasan pada
penelitian kami. Parameter bersihan laktat ditentukan dengan menggunakan data
konsentrasi laktat sebelum dan sesudah resusitasi. Pada penelitian ini, sampel
darah untuk pengukuran konsentrasi laktat sesudah resusitasi tidak diambil dalam
satu waktu secara seragam, melainkan diambil dalam kurun waktu jam ke 6
hingga 24 jam pasca diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan.
Walaupun penelitian oleh Marty dkk (2013) [73] menunjukkan bersihan laktat
pada jam ke 6, 12 dan 24 dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas pasien
syok sepsis, keseragaman penggunaan konsentrasi laktat pasca resusitasi pada satu
kisaran waktu dipikirkan akan menunjukkan kemampuan prediksi terjadinya
mortalitas dini yang lebih baik.
Parameter jumlah disfungsi organ ditentukan berdasarkan penilaian
disfungsi hanya pada 4 sistem organ yang dapat dinilai dan diperiksa secara rutin
sehingga tercatat pada data rekam medis, yaitu respirasi, koagulasi,
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
kardiovaskular, ginjal. Dua sistem organ lain tidak dimasukkan dalam penilaian
karena tidak diperiksa secara rutin (bilirubin untuk penilaian organ hati) dan dapat
menyebabkan kesalahan interpretasi data rekam medis (skala koma Glasgow
untuk penilaian organ susunan saraf pusat) jika tidak tercantum keterangan apakah
skala koma Glasgow tersebut didapatkan dengan atau tanpa pengaruh obat.
Penelitian prospektif dengan menilai 6 sistem organ tersebut secara lengkap
dipikirkan akan menunjukkan kemampuan prediksi terjadinya mortalitas dini yang
lebih baik.
6.9 Generalisasi Hasil Penelitian
Pada akhir pembahasan, akan diuraikan seberapa jauh hasil penelitian ini dapat
diaplikasikan pada populasi yang lebih luas. Generalisasi akan dilakukan dengan
melakukan penilaian terhadap validitas interna serta validitas eksterna I dan II.
Penilaian terhadap validitas interna dilakukan dengan memperhatikan
apakah subjek yang menyelesaikan penelitian dapat merepresentasikan sampel
yang memenuhi kriteria pemilihan subjek. Pada penelitian ini, seluruh subjek
yang memenuhi kriteria pemilihan subjek berjumlah 268, yaitu memenuhi besar
sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 265 orang. Atas dasar itu, validitas
interna dari penelitian ini diperkirakan baik.
Untuk validitas eksterna I, penilaian dilakukan terhadap representasi
subjek yang direkrut sesuai dengan kriteria pemilihan terhadap populasi
terjangkau. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien berusia lebih dari
sama dengan 18 tahun dengan sepsis berat dan syok sepsis yang dirawat di ruang
rawat intensif RSCM. Teknik perekrutan subjek dari populasi terjangkau diambil
secara konsekutif dengan melihat rekam medis pasien yang memenuhi kriteria
inklusi pada kurun waktu Januari 2011 sampai Desember 2012. Teknik sampling
ini merupakan jenis nonprobability sampling yang paling baik untuk
merepresentasikan populasi terjangkau. Berdasarkan hal tersebut, validitas
eksterna I dari penelitian ini dianggap cukup baik.
Untuk validitas eksterna II, penilaian dilakukan secara common sense,
berdasarkan penilaian klinis dan sesuai dengan kriteria yang diajukan Green, dan
Glasgow (2006) [79]. Dalam hal ini, yang perlu dinilai adalah apakah populasi
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
terjangkau penelitian ini merupakan representasi populasi target, yakni pasien
berusia lebih dari sama dengan 18 tahun dengan sepsis berat dan syok sepsis yang
dirawat di ruang rawat intensif di Indonesia. Penelitian ini hanya dilakukan pada
satu ruang rawat intensif saja dengan potensi perbedaan karakteristik pasien sepsis
berat dan syok sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif di Indonesia pada
umumnya. Hal ini dapat dilihat antara lain dari komorbiditas subjek terbanyak
(yakni keganasan) yang dapat berbeda dari komorbiditas pasien sepsis berat dan
syok sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif lain di Indonesia. Namun
demikian, patofisiologi dan perjalanan penyakit pada fase awal sepsis berat dan
syok sepsis tidak dipengaruhi oleh jenis komorbiditas yang ada pada pasien. Hal
ini dapat terbukti dari konsistensi hasil penelitian ini dengan berbagai penelitian
lain yang meneliti prediktor mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis,
terlepas dari karakteristik subjek penelitian-penelitian tersebut [6, 19, 20, 28, 29,
72-74]. Dengan demikian, peneliti menilai bahwa validitas eksterna II penelitian
ini cukup baik. Selanjutnya perlu dilakukan uji validasi untuk penerapan pada
pasien sepsis berat dan syok sepsis yang dirawat di ruang rawat intensif rumah
sakit lain dengan karakteristik yang berbeda. Generalisasi hasil penelitian hanya
dapat dilakukan secara terbatas pada pasien sepsis berat dan syok sepsis yang
dirawat di ruang rawat intensif. Untuk penerapan pada pasien sepsis berat dan
syok sepsis yang dirawat di ruang rawat biasa, harus pula dilakukan uji validasi
terhadap model prediksi yang didapatkan pada penelitian ini.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
BAB 7
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Model prediksi terjadinya mortalitas dini pasca fase resusitasi awal pasien
sepsis berat dan syok sepsis berdasarkan parameter akhir resusitasi
makrosirkulasi dan mikrosirkulasi dapat disusun berdasarkan parameter
bersihan laktat dan jumlah disfungsi organ. Model tersebut memiliki
presisi cukup baik dan kemampuan diskriminasi sangat baik.
7.2 Saran
7.2.1 Saran untuk peneliti
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai validasi model
prediksi dan dampak (impact) aplikasi model prediksi tersebut di ruang
rawat intensif.
2. Perlu dilakukan uji validasi terhadap model prediksi yang didapatkan pada
penelitian ini untuk memastikan kesahihan model prediksi pada pasien
sepsis berat dan syok sepsis di ruang rawat biasa.
7.2.2 Saran untuk klinisi
1. Bagi pasien sepsis berat dan syok sepsis yang mempunyai risiko tinggi
untuk meninggal atau dengan jumlah skor ≥12, resusitasi perlu dilanjutkan
dengan mengacu pada protokol yang diajukan oleh Jones, Shapiro,
Trzeciak, Arnold, Claremont, dan Kline (2010).
2. Pemeriksaan bersihan laktat pasien sepsis berat dan syok sepsis perlu
dikerjakan untuk memprediksi kejadian mortalitas dini.
3. Pemeriksaan seluruh parameter klinis (rerata tekanan arteri, produksi urin)
maupun laboratorium (hitung trombosit, kreatinin, (tekanan O2 arteri
[PaO2]) untuk mendeteksi disfungsi organ yang terjadi pada pasien sepsis
berat dan syok sepsis perlu dikerjakan untuk memprediksi kejadian
mortalitas dini.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
7.2.3 Saran untuk institusi rumah sakit
1. Direkomendasikan pada institusi rumah sakit untuk mengidentifikasi
penyebab rendahnya pencapaian seluruh target parameter resusitasi
menurut early goal-directed therapy (EGDT), khususnya parameter
tekanan vena sentral 8-12 mmHg, serta melakukan upaya untuk
meningkatkan kepatuhan klinisi dalam memenuhi seluruh target resusitasi
seperti yang direkomendasikan menurut EGDT.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
RINGKASAN
Angka kejadian dan mortalitas pasien sepsis berat dan syok sepsis di dunia masih
tinggi. Untuk dapat menekan mortalitas dini, perlu dilakukan resusitasi pada fase
resusitasi awal dengan protokol early goal-directed therapy (EGDT). Protokol
EGDT menganjurkan penggunaan beberapa target parameter akhir resusitasi, yang
mayoritas merupakan parameter akhir makrosirkulasi yang telah diketahui
merupakan prediktor mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis yang baik.
Parameter akhir resusitasi mikrosirkulasi diketahui juga merupakan prediktor
mortalitas dini pasien sepsis berat dan syok sepsis. Belum diketahui peran
gabungan parameter akhir resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi yang
disusun dalam sebuah model prediksi mortalitas dini pasca fase resusitasi awal
pasien sepsis berat dan syok sepsis.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model prediksi terjadinya
mortalitas dini pasca fase resusitasi awal pasien sepsis berat dan syok sepsis
berdasarkan parameter akhir resusitasi makrosirkulasi dan mikrosirkulasi.
Penelitian dilakukan dengan desain kohort retrospektif terhadap pasien sepsis
berat dan/atau syok sepsis yang berusia lebih dari sama dengan 18 tahun dan
dirawat di ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode
waktu Januari 2011 sampai Desember 2012. Pasien diamati selama 120 jam
pertama pasca inisiasi fase resusitasi awal untuk melihat luaran yang terjadi dan
waktu timbul luaran berupa mortalitas. Sembilan prediktor terjadinya mortalitas
dini diidentifikasi pasca pasien melewati fase resusitasi awal. Sembilan prediktor
tersebut adalah tekanan vena sentral (central venous pressure [CVP]), rerata
tekanan arteri (mean arterial pressure [MAP]), produksi urin, hematokrit [Ht],
saturasi oksigen vena kava superior (superior vena cava oxygen saturation
[ScvO2], laktat, bersihan laktat, ekses basa standar (standard base excess [SBE]),
serta jumlah disfungsi organ.
Subjek penelitian terdiri atas 268 pasien, Sebagian besar (54,9%)
merupakan pasien laki-laki, dengan median (rentang) usia 49 tahun (18;86).
Mortalitas terjadi pada 70 pasien (insidens kumulatif 26,1%, insidens densitas
0,002 per orang-jam) dalam 120 jam pertama pasca inisiasi fase resusitasi awal.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Pada analisis bivariat, didapatkan delapan parameter (CVP, MAP, produksi urin,
Ht, laktat, bersihan laktat, SBE, jumlah disfungsi organ) dapat memprediksi
terjadinya mortalitas dini. Pada analisis multivariat, didapatkan hanya dua
parameter yang dapat memprediksi mortalitas dini secara independen, yakni:
bersihan laktat (adjusted hazard ratio[HR] 11,81 [IK95% 6,50-21,46]) dan jumlah
disfungsi organ (2 disfungsi organ, adjusted HR 1,47 [IK95% 0,58- 3,72]; >3
disfungsi organ, adjusted HR 3,79 [IK95% 1,65-8,69]). Model prediksi ditentukan
dengan menggunakan model akhir analisis multivariat dan distratifikasi menjadi
dua kelompok tingkatan risiko: rendah (probabilitas mortalitas dini 7,8%), dan
tinggi (72,3%). Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan model prediksi tersebut
memiliki presisi yang baik (p 0,745) dan area under receiver operating
characteristic curve (AUC) menunjukkan model tersebut juga memiliki
kemampuan diskriminasi yang sangat baik (0,91 [IK95% 0,87-0,95]).
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
SUMMARY
The incidence and mortality rates of patients with severe sepsis and septic shock
in the world is still high. To reduce the mortality rate, implementation of
resuscitation using early goal-directed therapy (EGDT) protocol is highly
recommended. EGDT protocol recommends implementation of several end points
resuscitation, mainly macrocirculation end points resuscitation. These
macrocirculation end points resuscitation are the good predictors of early
mortality of patients with severe sepsis and septic shock. However, it is also
known that microcirculation end points resuscitation are also the good predictors
of early mortality of patients with severe sepsis and septic shock. There is
unknown role of macrocirculation and microcirculation end points resuscitation
which are combined as the component of prediction model for early mortality
after early resuscitative phase of patient with severe sepsis and septic shock.
This study aim to develop a prediction model for early mortality after
early resuscitative phase of patient with severe sepsis and septic shock based on
macrocirculation and microcirculation end points resuscitation. A retrospective
cohort study was conducted in severe sepsis and septic shock patients (18 years
old and older) who were hospitalized in Intensive Care Unit Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo from January 2011 until December 2012. Patients’ outcome and
time to outcome were observed during first 120 hours of initiation of early
resuscitative phase. Nine predictors for development of early mortality were
identified after early resuscitative phase. Those predictors were central venous
pressure (CVP), mean arterial pressure (MAP), urine output, hematocrit (Ht),
superior vena cava oxygen saturation (ScvO2), lactate, lactate clearance,
standard base excess (SBE), and number of organ dysfunction.
Subjects consist of 268 patients, predominantly male (54.9%), with median
(range) age of 49 (18;86) years old. Mortality developed in 70 patients
(cumulative incidence 26.1%, incidence density 0.001 per person-hours) during
first 120 hours of initiation of early resuscitative phase. Bivariate analysis reveals
eight significant predictors for early mortality are CVP, MAP, urine output,
hematocrit, lactate, lactate clearance, standard base excess, number of organ
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
dysfunction. In multivariate analysis, two independent predictors for early
mortality were identified, including: lactate clearance (adjusted hazard ratio
[HR] 11.81 [95%CI 6.50-21.46]) and number of organ dysfunction (2 organs
dysfunction, adjusted HR 1.47 [95%CI 0.58- 3.72]; >3 organs dysfunction,
adjusted HR 3.79 [95%CI 1.65-8.69]). Predictive model was performed using the
final model of multivariate analysis and stratified into two levels: low-
(probability for early mortality 7.8%), and high-risk (72.3%) groups. The
Hosmer-Lemeshow test revealed good precision (p-value 0.745) and the area
under receiver operating characteristic curve (AUC) showed very good
discrimination ability (0.91 [95% CI 0.87-0.97]).
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
1. Dellinger RP, Levy M, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R dkk.
Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of
severe sepsis and septic shock: 2008. Crit Care Med. 2008;36:296–327.
2. Martin GS, Mannino D, Eaton S, Moss M. The epidemiology of sepsis in
the united states from 1979 through 2000. N Engl J Med. 2003;348:1546-
54.
3. Dunser MW, Festic E, Dondorp A, Kissoon N, Ganbat T, Kwizera A dkk.
Recommendations for sepsis management in resource-limited settings.
Intensive Care Med. 2012;38:557–74.
4. Dellinger RP, L.M., Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM dkk.
Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of
severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med. 2013;41:580–637.
5. Lagu T, Rothberg MB, Shieh MS, Pekow PS, Steingrub JS, Lindenauer
PK. Hospitalizations, costs, and outcomes of severe sepsis in the united
states 2003 to 2007. Crit Care Med. 2012;40:754–61.
6. Vincent JL, Sakr Y, Sprung CL, Ranieri VM, Reinhart K, Gerlach H.
Sepsis in european intensive care units: results of the SOAP study. Crit
Care Med. 2006;34:344–53.
7. Macias WL, Nelson DR. Severe protein C deficiency predicts early death
in severe sepsis. Crit Care Med. 2004;32:S223-8.
8. Abraham E, Singer M. Mechanisms of sepsis-induced organ dysfunction.
Crit Care Med. 2007;35:2408-16.
9. Phua J, Koh Y, Du B, Tang YQ, Divatia JV, Tan CC dkk. Management of
severe sepsis in patients admitted to asian intensive care units: prospective
cohort study. BMJ. 2011;342:d3245.
10. Rivers E. The outcome of patients presenting to the emergency department
with severe sepsis or septic shock. Crit Care. 2006;10:154.
11. Rivers E, Ngunyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B dkk.
Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and
septic shock. N Engl J Med. 2001;345:1368-77.
12. Rivers EP, Katranji M, Jaehne KA, Brown S, Dagher GA, Cannon C dkk.
Early interventions in severe sepsis and septic shock: a review of the
evidence one decade later. Minerva Anestesiol. 2012;78:712-24.
13. Varpula M. Hemodynamics and outcome of septic shock [disertasi].
Helsinki: University of Helsinki; 2007.
14. Varpula M, Tallgren M, Saukkonen K, Voipio-Pulkki LM, Pettila V.
Hemodynamic variables related to outcome in septic shock. Intensive Care
Med. 2005;31:1066–71.
15. Hollenberg SM. General hemodynamic support. Dalam: Vincent JL,
Carlet J, Opal SM, penyunting. The sepsis text. Massachusetts: Kluwer
Academic Publishers; 2002. h.375-87.
16. Jones AE, Puskarich MA, Sepsis-induced tissue hypoperfusion. Crit Care
Clin. 2009;25:769-79.
17. Otero RM, Ngunyen HB, Huang DT, Gaiesk DF, Goyal M, Gunnerson KJ
dkk. Early goal-directed therapy in severe sepsis and septic shock
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
revisited: concepts, controversies, and contemporary findings. Chest.
2006;130;1579-95.
18. Trzeciak S, Cinel I, Dellinger RP, Shapiro NI, Arnold RC, Parrillo JE dkk.
Resuscitating the microcirculation in sepsis: the central role of nitric oxide,
emerging concepts for novel therapies, and challenges for clinical trials.
Acad Emerg Med. 2008;15:399–413.
19. Arnold RC, Shapiro NI, Jones AE, Schorr C, Pope J, Casner E dkk.
Multicenter study of early lactate clearance as a determinant of survival in
patients with presumed sepsis. Shock. 2009;32:35-9.
20. Nguyen HB, Rivers EP, Knoblich BP, Jacobsen G, Muzzin A, Ressler JA
dkk. Early lactate clearance is associated with improved outcome in severe
sepsis and septic shock. Crit Care Med. 2004;32:1637-42.
21. Shapiro NI, Howell MD, Talmor D, Nathanson LA, Lisbon A, Wolfe RE
dkk. Serum lactate as a predictor of mortality in emergency department
patients with infection. Ann Emerg Med. 2005;45:524-8.
22. Trzeciak S, Dellinger RP, Chansky ME, Arnold RC, Schorr C, Milcarek B
dkk. Serum lactate as a predictor of mortality in patients with infection.
Intensive Care Med. 2007;33:970-7.
23. Jones AE, Shapiro NI, Trzeciak S, Arnold RC, Claremont HA, Kline JA.
Lactate clearance vs central venous oxygen saturation as goals of early
sepsis therapy: a randomized clinical trial. JAMA. 2010;303:739-46.
24. Husain FA, Martin MJ, Mullenix PS, Steele SR, Elliott DC. Serum lactate
and base deficit as predictors of mortality and morbidity. Am J Surg.
2003;185:485-91.
25. Park M, Azevedo LCP, Maciel AT, Pizzo VR, Noritomi DT, Neto LMC.
Evolutive standard base excess and serum lactate level in severe sepsis and
septic shock patients resuscitated with early goal-directed therapy: still
outcome markers? Clinics. 2006;61:47-52.
26. Moreno R, Matos R, Fevereiro T. Organ failure. Dalam: Vincent JL,
Carlet J, Opal SM, penyunting. The sepsis text. Massachusetts: Kluwer
Academic Publishers; 2002. h.29-43.
27. Vincent JL, Moreno R, Takala J, Willatts S, Mendonca AD, Bruining H
dkk. The SOFA (sepsis-related organ failure assessment) score to describe
organ dysfunction/failure. Intensive Care Med. 1996;22:707-10.
28. Ssekitoleko R, Pinkerton R, Muhindo R, Bhagani S, Moore CC. Aggregate
evaluable organ dysfunction predicts in-hospital mortality from sepsis in
uganda. Am J Trop Med Hyg. 2011;85:697–702.
29. Blanco J, Muriel-Bombín A, Sagredo V, Taboada F, Gandía F, Tamayo L
dkk. Incidence, organ dysfunction and mortality in severe sepsis: a spanish
multicentre study. Crit Care. 2008;12:R158.
30. Esper AM, Martin GS. Extending international sepsis epidemiology: the
impact of organ dysfunction. Crit Care. 2009;13:120.
31. Mikkelsen ME, Gaieski DF, Goyal M, Miltiades AN, Munson JC, Pines
JM dkk. Factors associated with nonadherence to early goal-directed
therapy in the ED. Chest 2010;138:551-8.
32. Levy MM, Dellinger RP, Townsend SR, Linde-Zwirble WT, Marshall JC,
Bion C dkk. The surviving sepsis campaign: results of an international
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
guideline based performance improvement program targeting severe
sepsis. Crit. Care Med. 2010;38:367–74.
33. Marik PE. Surviving sepsis: going beyond the guidelines. Ann Intensive
Care. 2011;1:17.
34. Marik PE, Baram M, Vahid B. Does central venous pressure predict fluid
responsiveness: systematic review of the literature and the tale of seven
mares. Chest. 2008;134:172–8.
35. Smith SH, Perenr A. Higher vs. lower fluid volume for septic shock:
clinical characteristics and outcome in unselected patients in a prospective,
multicenter cohort. Crit Care. 2012;16:R76.
36. Lelubre C, Vincent JL. Red blood cell transfusion in the critically ill
patient. Ann Intensive Care. 2011;1:43.
37. Sadaka F, Aggu-Sher R, Krause K, O'Brien J, Armbrecht ES, Taylor RW.
The effect of red blood cell transfusion on tissue oxygenation and
microcirculation in severe septic patients. Ann Intensive Care. 2011;1:46.
38. Wax RS, Angus DC, Knaus W. Quantifying risk in sepsis: a review of
ilness severity and organ dysfunction scoring. Dalam: Vincent JL, Carlet J,
Opal SM, penyunting. The sepsis text. Massachusetts: Kluwer Academic
Publishers; 2002. h.81-96.
39. Osuchowski MF, Welch K, Yang H, Siddiqui J, Remick DG. Chronic
sepsis mortality characterized by an individualized inflammatory response.
J Immunol 2007;179:623-30.
40. Xiao H, Siddiqui J, Remick DG. Mechanisms of mortality in early and late
sepsis. Infect Immun. 2006;74:5227-35.
41. Backer DD, Donadello K, Taccone FS, Ospina-Tascon G, Salgado D,
Vincent JL. Microcirculatory alterations: potential mechanisms and
implications for therapy. Ann Intensive Care. 2011;1:27.
42. Suhendro. Disfungsi mikrosirkulasi dan disfungsi mitokondria pada sepsis.
Dalam: Setiyohadi B, Sumariyono, Salim S, Kurniawan J, Hamonangan R,
penyunting. Naskah lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Penyakit Dalam;
25-27 Juli 2010; Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2010.
h.184-201.
43. Casserly B, Read R, Levy MM. Hemodynamic monitoring in sepsis. Crit
Care Nurs Clin N Am. 2011;23:149–69.
44. McIntyre LA, Hébert PC, Fergusson D, Cook DJ, Aziz A. A survey of
canadian intensivists' resuscitation practices in early septic shock. Crit
Care. 2007;11:R74.
45. Huettemann E, Sakka SG, Reinhart K. Invasive hemodynamic monitoring.
Dalam: Vincent JL, Carlet J, Opal SM, penyunting. The sepsis text.
Massachusetts: Kluwer Academic Publishers; 2002. h.286-307.
46. Marik PE, Monnet X, Teboul JL. Hemodynamic parameters to guide fluid
therapy. Ann Intensive Care. 2011;1:1.
47. Boyd JH, Forbes J, Nakada T, Walley KR, Russell JA. Fluid resuscitation
in septic shock: a positive fluid balance and elevated central venous
pressure increase mortality. Crit Care Med. 2011;39:259-65.
48. Sakr Y, Dubois MJ, Backer DD, Creteur J, Vincent JL.Persistent-
microcirculatory alterations are associated with organ failure and death in
patients with septic shock. Crit Care Med. 2004;32:1825-31.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
49. Backer DD, Ortiz JA, Salgado D. Coupling microcirculation to systemic
hemodynamics. Curr Opin Crit Care. 2010;16:250-4.
50. Oppert O, Engel C, Brunkhorst FM, Bogatsch H, Reinhart K, Frei U dkk.
Acute renal failure in patients with severe sepsis and septic shock—a
significant independent risk factor for mortality: results from the german
prevalence study. Nephrol Dial Transplant. 2008;23:904–9.
51. Moreno R, Vincent JL, Matos R, Mendonca A, Cantraine F, Thijs L dkk.
The use of maximum SOFA score to quantify organ dysfunction/failure in
intensive care: results of a prospective, multicentre study. Intensive Care
Med. 1999;25: 686–96.
52. Vervloet MG, Piepot HA, Groeneveld ABJ. The kidney in sepsis. Dalam:
Vincent JL, Carlet J, Opal SM, penyunting. The sepsis text.
Massachusetts: Kluwer Academic Publishers; 2002. h.665-86.
53. Nebout S, Pirracchio R. Should we monitor ScvO2 in critically ill
patients?. Cardiology Research and Practice [internet]. 2012 [diakses 22
September 2012]. Diunduh dari
http://www.hindawi.com/journals/crp/2012/370697.
54. Boulain T, Teboul JL. Value of SvO2 in sepsis. Dalam: Vincent JL, Carlet
J, Opal SM, penyunting. The sepsis text. Massachusetts: Kluwer
Academic Publishers; 2002. h.309-22.
55. Ho KM, Harding R, Chamberlain J, Bulsara M. A comparison of central
and mixed venous oxygen saturation in circulatory failure. J Cardiothorac
Vasc Anesth. 2010;24:434–9.
56. Kopterides P, Bonovas S, Mavrou I, Kostadima E, Zakynthinos E,
Armaganidis A. Venous oxygen saturation and lactate gradient from
superior vena cava to pulmonary artery in patients with septic shock.
Shock. 2009;31:561-7.
57. Varpula M, Karlsson S, Ruokonen E, Pettila V. Mixed venous oxygen
saturation cannot be estimated by central venous oxygen saturation in
septic shock. Intensive Care Med. 2006;32:1336–43.
58. Beest PA, Hofstra JJ, Schultz MJ, Boerma EC, Spronk PE, Kuiper MA.
The incidence of low venous oxygen saturation on admission the the
intensive care unit: a multi-center observational study in the netherlands.
Crit Care. 2008;12:R33.
59. Nagdyman N, Fleck T, Barth S, Abdul-Khaliq H, Stiller B, Ewert P dkk.
Relation of cerebral tissue oxygenation index to central venous oxygen
saturation in children. Intensive Care Med. 2004;30:468-71.
60. Neilipovitz D, Hebert PC. Blood transfusion and sepsis. Dalam: Vincent
JL, Carlet J, Opal SM, penyunting. The sepsis text. Massachusetts: Kluwer
Academic Publishers; 2002. h.401-15.
61. Nduka OO, Parrillo JE. The pathophysiology of septic shock. Crit Care
Clin. 2009;25:677-702.
62. Hebert PC, Wells G, Blajchman MA, Marshall J, Martin C, Pagliarello G
dkk. A multicenter, randomized, controlled clinical trial of transfusion
requirements in critical care. N Engl J Med 1999,340:409-17.
63. Kruse JA. Blood lactate concentrations in sepsis. Dalam: Vincent JL,
Carlet J, Opal SM, penyunting. The sepsis text. Massachusetts: Kluwer
Academic Publishers; 2002. h.323-38.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
64. Phypers B, Pierce JT. Lactate physiology in health and disease. Contin
Educ Anaesth Crit Care Pain. 2006;6:128-32.
65. Kruse O, Grunnet N, Barford C. Blood lactate as a predictor for in-hospital
mortality in patients admitted acutely to hospital: a systematic review.
Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine
2011;19:74.
66. Smith I, Kumar P, Molloy S, Rhodes A, Newman PJ, Grounds RM dkk.
Base excess and lactate as prognostic indicators for patients admitted to
intensive care. Intensive Care Med. 2001;27:74-83.
67. Palma LC, Ferreira GF, Amaral ACKB, Brauer L, Azevedo LCP, Park M.
Acidosis and mortality in severe sepsis and septic shock evaluated by base
excess variation. Crit Care. 2003;7:39.
68. Ramos FJS, Azevedo LCP. Hemodynamic and perfusion end points for
volemic resuscitation in sepsis. Shock. 2010;34:34-9.
69. Rabello LSCF, Rosolem MM, Leal JV, Soares M, Lisboa T, Salluh JIF.
Understanding the PIRO concept: from theory to clinical practice – part 1.
Rev Bras Ter Intensiva. 2009;21:425-31.
70. Howell MD, Talmor D, Schuetz P, Hunziker S, Jones AE, Shapiro NI.
Proof of principle: the predisposition, infection, response, organ failure
sepsis staging system. Crit Care Med. 2011;39:322-7.
71. Nguyen HB, Corbett SW, Steele R, Banta J, Clark RT, Hayes SR dkk.
Implementation of a bundle of quality indicators for the early management
of severe sepsis and septic shock is associated with decreased mortality.
Crit Care Med. 2007;35:1-8.
72. Hambali W. Peran bersihan laktat pada kesintasan pasien sepsis berat
[tesis]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
73. Marty P, Roquilly A, Vallée F, Luzi A, Ferré F, Fourcade O dkk. Lactate
clearance for death prediction in severe sepsis or septic shock patients
during the first 24 hours in intensive care unit: an observational study. Ann
Intensive Care. 2013;3:3.
74. Nguyen HB, Loomba M, Yang JJ, Jacobsen G, Shah K, Otero RM dkk.
Early lactate clearance is associated with biomarkers of inflammation,
coagulation, apoptosis, organ dysfunction and mortality in severe sepsis
and septic shock. J Inflamm. 2010;7:6.
75. Nguyen HB, Kuan WS, Batech M, Shrikhande P, Mahadevan M, Li CH
dkk. Outcome effectiveness of the severe sepsis resuscitation bundle with
addition of lactate clearance as a bundle item: a multi-national evaluation.
Crit Care. 2011;15:R229.
76. Jansen TC, van Bommel J, Schoonderbeek FJ, Visser SJ, van der Klooster
JM, Lima AP dkk. Early lactate-guided therapy in intensive care unit
patients: a multicenter, open-label, randomized controlled trial. Am J
Respir Crit Care Med. 2010;82:752-61.
77. Fuller BM, Dellinger RP. Lactate as a hemodynamic marker in the
critically ill. Curr Opin Crit Care. 2012; 18: 267-72.
78. Andersen LW, Mackenhauer J, Roberts JC, Berg KM, Cocchi MN,
Donnino MW. Etiology and therapeutic approach to elevated lactate levels
Mayo Clin Proc. 2013; 88: 1127-40.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
79. Green LW, Glasgow RE. Evaluating the relevance, generalization, and
applicability of research: issues in external validation and translation
methodology. Evaluation & the Health Professions. 2006; 29: 126-53.
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Lampiran: Borang penelitian
BORANG PENELITIAN
Nomor :
MODEL PREDIKSI MORTALITAS DINI
PASCA FASE RESUSITASI AWAL
PASIEN SEPSIS BERAT DAN SYOK SEPSIS
BERDASARKAN PARAMETER AKHIR RESUSITASI
No. Rekam Medis ________________
Nama pasien ________________
Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
Tanggal lahir _____/_____/_____
Tanggal masuk ICU _____/_____/20___
Tanggal dan jam diagnosis sepsis
berat dan/atau syok sepsis
_____/_____/20___, pukul ____:____
Tanggal keluar ICU ___/___/20__, pukul ___:___ hidup/meninggal
Tanggal pulang rawat ___/___/20__, pukul ___:___ hidup/meninggal
Karakteristik klinis
Sepsis berat 0. Tidak 1. Ya
Syok sepsis 0. Tidak 1. Ya
Komorbiditas
Gagal jantung kronik
Penyakit ginjal kronik-dialisis rutin
Stroke
Sirosis hati
Keganasan
Diabetes melitus
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
Lokasi infeksi
Intra kranial
Saluran napas
Intra abdomen dan saluran cerna
Saluran kemih
Kulit dan jaringan lunak
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013
Bakteremia 0. Tidak 1. Ya
Hasil kultur ______________________________
Sumber infeksi
Komunitas
Nosokomial
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
Ketepatan antibiotika empiris 0. Tidak 1. Ya
Disfungsi organ
Disfungsi respirasi
Disfungsi koagulasi
Disfungsi kardiovaskular
Disfungsi ginjal
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
0. Tidak 1. Ya
Parameter akhir resusitasi sebelum fase resusitasi awal
(jam 0 saat diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan)
Laktat mmol/L
Pencapaian parameter akhir resusitasi pasca fase resusitasi awal
(jam ke 6 pasca diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan)
CVP mmHg 0. 8-12 1. <8 2. >12
MAP mmHg 0. >65 1. <65
Produksi urin mL/kg/jam 0. >0,5 1. <0,5
Pencapaian parameter akhir resusitasi pasca fase resusitasi awal
(nilai terburuk jam ke 6-24 pasca diagnosis sepsis berat dan/atau syok sepsis ditegakkan)
ScvO2 % 0. >70 1. <70
Ht % 0. >30 1. <30
Laktat mmol/L 0. <2 1. 2-3,9 2. >4
Bersihan laktat % 0. >10 1. <10
SBE mmol/L 0. >-2 2. -6 - -14,9
1. -2 - -5,9 3. <-15
Jumlah disfungsi organ 0. 0 1. 1 2. 2 3. >3
Model prediksi..., Robert Sinto, FK UI, 2013