36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial), dan keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluarga dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family), terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain- lain). Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan. 1 Sementara itu, yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak sangat bergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, social, dan moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua. 2 Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak 1 Kewibawaan adalah pengakuan dan penerimaan secara sukarela terhadap pengaruh atau anjuran yang datang dari orang lain. 2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan:(Umum dan Agama Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 87. 1

Model Pola Asuh dalam Keluarga

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Model Pola Asuh dalam Keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup

(sistem sosial), dan keluarga menyediakan situasi belajar.

Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluarga dapat

berbentuk keluarga inti (nucleus family), terdiri dari ayah, ibu dan anak.

Ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek,

adik/ipar, pembantu, dan lain-lain). Ikatan kekeluargaan membantu anak

mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja

sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan.1

Sementara itu, yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi

belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak sangat bergantung kepada orang tua,

baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, social, dan

moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh

orang tua.2

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,

karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan

demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan

keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak

mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama

karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan

kehidupan anak dikemudian hari.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dra.Kartini Kartono, “keluarga

merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan

menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada

dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar

pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak.”3

1 Kewibawaan adalah pengakuan dan penerimaan secara sukarela terhadap pengaruh atau anjuran yang datang dari orang lain.

2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan:(Umum dan Agama Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 87.

3 Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), Cet.ke 2, hlm.19

1

Page 2: Model Pola Asuh dalam Keluarga

Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang sangat

menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak-

anak yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti

memelihara kehidupan dan kesehatanya serta mendidiknya dengan penuh

ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh anak adalah

tugas kedua orang tuanya. Firman Allah SWT yang menunjukkan perintah

tersebut adalah

Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

(Q.S At-Tahrim: 6)

Pengertian mengasuh anak adalah mendidik, membimbing,

memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihanya, atau

pada segala perkara yang seharusnya diperlukanya, sampai batas bilamana si

anak telah mampu melaksanakan keperluanya yang vital, seperti makan,

minum, mandi dan berpakaian.4

Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga.

Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai

pendidik terhadap anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan

berakhlakul karimah. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari

bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi

kebebasanya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya.

Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasann, cara

berfikir, bahkan kecerdasan mereka.

Keluarga adalah koloni terkecil terkecil di dalam masyarakat dan dari

keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam

satu masyarakat. Lingkungan keluarga sering disebut sebagai lingkungan

pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak.

Adakalanya ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang

diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya

diperlihatkan atau dilakukan anak. Adakalanya orang tua bersikap atau

4 Umar Hasyim, Anak Soleh (Cara Mendidik Anak dalam Islam), (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), Jilid 2, hlm. 86

2

Page 3: Model Pola Asuh dalam Keluarga

bertindak sebagai patokan, sebagai contoh agar ditiru dan apa yang ditiru akan

meresap dalam dirinya. Dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan

bertingkah laku atau bagian dari kepribadianya. Orang tua menjadi factor

terpenting dalam menanamkan dasar kepribadian tersebut yang turut

menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa.

Sebagaimana dalam buku Ilmu Pendidikan karangan Drs. Abu Ahmadi,

Imam Ghazali menyatakan: “Dan anak itu sifatnya menrima semua yang

dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua yang tertuju kepadanya.

Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu kan hidup

berbahagia di dunia dan di akhirat. Dari kedua orang tua serta semua guru-

gurunya dan pendidik-pendidiknya akan mendapatkan kebahagiaan itu. Tetapi

jika dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan

celaka dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak ialah

terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.”5

Prinsip serta harapan-harapan seseorang dalam bidang pendidikan anak

beraneka ragam coraknya, ada yang menginginkan anaknya menjalankan

disiplin keras, ada yang menginginkan anaknya lebih banyak kebebasan dalam

berfikir maupun bertindak. Ada orang tua yang terlalu melindungi anak, ada

yang bersikap acuh terhadap anak. Ada yang mengadakan suatu jarak anak dan

ada pula yang menganggap anak sebagai teman.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hal-hal yang tertulis dalam latar belakang, maka penulis dalam hal

ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan.

1. Apa yang dimaksud dengan pola asuh orang tua?

2. Apa saja macam-macam pola asuh orang tua?

3. Apa peranan orang tua dalam keluarga?

4. Apa saja macam-macam aliran pendidikan?

1.3. TUJUAN MASALAH

Dengan berdasar kepada poin-poin pertanyaan tersebut di atas, maka penulis

mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :

5 Abu Ahmadi dan Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan, hlm. 117

3

Page 4: Model Pola Asuh dalam Keluarga

1. Memahami pengertian pola asuh orang tua.

2. Mengetahui macam-macam pola asuh orang tua.

3. Mengetahui peranan orang tua dalam keluarga.

4. Mengetahui macam-macam aliran pendidikan.

BAB II

ISI

4

Page 5: Model Pola Asuh dalam Keluarga

2.1. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang

berkpribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua

sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus

menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan

Zakiyah Daradjat, bahwa “ Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup

merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke

dalam pribadi anak yang sedang tumbuh”6

Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang

bias dipilih dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada

pembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian pola

asuh itu sendiri.

Pola asuh terdiri dari dua kat yaitu ”Pola”dan”Asuh”. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, “Pola” berarti corak, model, system, cara kerja, bentuk

(struktur) yang tetap.7 Sedangkan kata “Asuh” berarti menjaga (merawat dan

mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya), dan

memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.8

Lebih jelasnya kata Asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan

dengan pemeliharaan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan

menjalani hidupnya secara sehat.9 Menurut Dr. Ahmad Tafsir seperti yang

dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto, Pola Asuh berarti pendidikan, sedangkan

pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian

yang utama.10

Jadi, pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang

tua dan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan

dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap

6 Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996), Cet ke-15, hlm. 56 7 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hlm. 54 8 TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, hlm. 6929 Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, (Yogyakarta : Kanisius, 1990),

Cet. Ke-1, hlm.510 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet.

Ke-1, hlm. 94

5

Page 6: Model Pola Asuh dalam Keluarga

paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang

secara sehat dan optimal.

2.2. MACAM-MACAM POLA ASUH ORANG TUA

Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para

ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda yang antara satu sama lain

hamper mempunyai persamaan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

A. Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam

pola, yaitu:

1. Kasar dan Tegas

Orang tua yang mengurus keluarganya meurut skema neurotic

menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan diubah dan

mereka membina suatu hubungan seperti majikan dan pembantu antara

mereka sendiri dan anak-anak mereka.

2. Baik Hati dan Tidak Tegas

Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal

yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-

kanakan secara emosional.

3. Kasar dan tidak tegas

Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut, biasanya

diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berperilaku

buruk dan ia bias memperbaikinya apabila ia mempunyai kemauan untuk

itu.

4. Baik Hati dan Tegas

Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka

tentang tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini,

mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu

sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya.11

B. Drs. H. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasrkan penelitian yang

dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang tua

dengananak dibedakan menjadi tiga pola, yaitu:

11 Paul Hauck, Psikologi Populer: Mendidik Anak Dengan Berhasil, (Jakarta: Arcan, 1993), Cet.Ke-5, Hlm. 37

6

Page 7: Model Pola Asuh dalam Keluarga

1. Pola menerima-menolak

Pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.

2. Pola memiliki-melepaskan

Pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini

bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak

sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali

3. Pola demokrasi-otokrasi

Pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-

kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai

dictator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas-

batas tertentu, nak dapat berpartisipasi dalam keputusan-keputusan

keluarga.12

C. Elizabeth B. Hurlock mengemukakan ada beberapa sikap orang tua yang

khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:

1. Melindungi secara berlebihan

Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan

pengendalian anak yang berlebihan.

2. Permisivitas

Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat

sesuka hati denagn sedikit pengendalian.

3. Memanjakan

Permisivitas yang berlebih/memanjakan membuat anak egois, menuntut

dan sering tiranik.

4. Penolakan

Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau

dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang

terbuka.

5. Penerimaan

Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian yang besar dan kasih sayang

pada anak, orang tua menerima, memperhatikan perkembangan kemapuan

anak dan memperhitungkan minat anak.

12 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 180.

7

Page 8: Model Pola Asuh dalam Keluarga

6. Dominasi

Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua. Bersifat jujur,

sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah

dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitive.

7. Tunduk pada anak

Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi

mereka dan rumah mereka.

8. Favoritisme

Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan

sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat

mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain

dalam keluarga.

9. Ambisi orang tua

Hamper semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, seringkali

sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh

ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak

mereka naik di tangga status social.13

D. Danny I. Yatim Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua, yaitu:

1. Pola asuh Otoriter

Pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua.

Kebatasan anak sangat dibatasi.

2. Pola asuh Demokratik

Pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan

anaknya.

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak

untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya.

4. Pola Asuh dengan Ancaman

Ancaman atau peringatan keras yang diberikan pada anak akan dirasa

sebagai tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Ia akan

melanggarnya untuk menunjukkanbahwa ia mempunyai harga diri.

5. Pola Asuh dengan Hadiah

13 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa, (Jakarta: Erlangga, 1990), Cet.Ke-2, hlm. 204

8

Page 9: Model Pola Asuh dalam Keluarga

Dalam hal ini yang dimaksud adalah jika orang tua memergunakan hadiah

yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anak

berperilakuseperti apa yang diinginkan.14

E. Thomas Gordon mengemukakan pola asuh orang tua, yaitu:

1. Pola Asuh Menang

2. Pola Asuh Mengalah

3. Pola Asuh Tidak Menag Dan Tidak Kalah15

F. Syamsu Yusuf mengemukakan pola asuh orang tua, yaitu:

1. Overprotection (terlalu melindungi)

2. Permisivienes (pembolehan)

3. Rejection (penolakan)

4. Acceptance (penerimaan)

5. Domination (dominasi)

6. Submission (penyerahan)

7. Over discipline (terlalu disiplin)16

G. Marlcom Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh

yang dilakuakan orang tua dalam keluarga, yaitu:

1. Autokratis (otoriter)

Pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua

dan kebebasan anak sangat dibatasi.

2. Demokratis

Pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan

anaknya.

3. Permisif

Pola ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk

berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri.

4. Laissez Faire

Pola ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua kepada anaknya.17

14 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 94

15 Thomas Gordon, Menjadi Orang Tua Efektif, (Jakarta: Gramedia, 1994), hlm. 12716 Syamsu Arif, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Terj. Sumarji, (Jakarta: Erlangga,

1986), hlm. 2117 Malcom Hary dan Steve Heyes, Terj. Soenardi, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 1986)

Edisi Ke-2, hlm. 131

9

Page 10: Model Pola Asuh dalam Keluarga

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya

akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu: pola asuh otoriter, demokratis dan

laissez Faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi

lebih terfokus dan jelas.

Oleh karena itu, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas

pada intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis, over

protection, over disclipine, dominasi, favoritism, ambisi orang tua dan otoriter.

Semua menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang

berlebihan. Demikian oula halnya dengan pola asuh Laissez Faire, rejection,

submission, permissiveness, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu

memperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh.

Adapun acceptance (penerimaan) bias termasuk bagian dari pola asuh

demokratis. Oleh karena itulah, maka penulis hanya akan membahas tiga

macam pola asuh, yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan

yang lainya, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.

1. Otoriter

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri

dan sewenang-wenang.18 Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D

Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak

agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh

orang tua tanpa da kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya

sendiri.19

Jadi pola auh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang

tua dengan menentukan sendiri aturan -aturan dan batasan-batasan yang mutlak

harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak.

Serta orang tualah yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak dan

anak hanyalah sebagai objek pelaksana saja. Jika nak-anaknya menentang atau

membantah, maka ia tak segan-segan untuk memberikan hukuman. Jadi, dalam

hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak harus

sesuai dengan keninginan orang tua.

18 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hlm. 69219 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

(Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, hlm. 87

10

Page 11: Model Pola Asuh dalam Keluarga

Pada pola asuh ini akan terjadi komunikasi satu arah. Orang tualah yang

memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan

keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientaasi pada sikap

keras orang tua. Karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan

melaksanakaan tugas dan kewajibanya. Jadi anak melakukan perintah orang tua

karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa pa yang dikerjakanya itu

akan bermanfaat bagi kehidupanya kelak.20

Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat

mempengaruhi proses pendidikan anak terutama dalam pembentukan

kepribadianya. Karena displin yang dinilai efektif oleh orang yang tua

(sepihak), belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Prof. Dr. Utami

Munandar mengemukakan bahwa, “sikap orang tua yang otoriter paling tidak

menunjang perkembangan kemandirian dan tanggung jawab social. Anak

menjadi patuh, sopan, rajin mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi kurang bebas

dan kurang percaya diri.”21

Disini perkembangan anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya.

Sifat pribadi anak yang otoriter biasanya suka menyendiri, mengalami

kemunduran kematanganya, ragu-ragu di dalam semua tindakan, serta lambat

berinisiatif.22anakyang dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan

mengalami perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi

krang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit

menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua

akan menekan daya kreatifitas anak yang sedang berkembang, anak tidak akan

berani mencoba dan ia tidak kan mengembangkan kemampuan untuk

melakukan sesuatu karena tidak dapat kesempatan untuk mencoba. Anak juga

akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat

mengimbangi teman-temanya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif

dalam pergaulan. Lama- lama ia akan mempunyai perasaan rendah diri dan

kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Karena kepercayaan terhadap diri

20 Parsono, Materi Pokok Landasan Kependidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 6-8

21 Utami Munandar, Hubungan Isteri, Suami dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: Pustaka Antara, 1992), hlm. 127

22 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 112.

11

Page 12: Model Pola Asuh dalam Keluarga

sendiri tidak ada, maka setelah dewasapun maasih akan terus mencari bantua,

perlindungan dan pengamanan. Ini berarti anak tidak berani tanggung jawab.23

Adapun ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:

1). Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua yang dan tidak boleh

membantah

2). Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudia

menghukumnya.

3). Orang tua cenderung memberikan perintah danlarangan kepada anak.

4). Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak maka nak

dianggap membangkang.

5). Orang tua cenderung memaksakan disiplin.

6). Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak

hanya sebagai pelaksana.

7). Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.24

2. Demokratis

Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, “pola asuh demokratis adalah cara

mendidik anak, dimana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan

memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak.”25

Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang yang

memperhatikan dan menghargai kebebasan anak anak, namun kebebasan itu

tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan

anak.26 Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan

kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkanya

dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan

orang tua.

Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh

pengertian terhadap anak, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Hal

23 Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), Cet.ke 2, hlm.98

24 Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992), Cet.Ke-2, hlm. 88

25 Utami Munandar, Pemanduan Anak Berbakat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1982), hlm. 9826 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

(Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, hlm. 84

12

Page 13: Model Pola Asuh dalam Keluarga

tersebut dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh kasih saying.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang berbunyi:

“Sesungguhnya Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala hal urusan”

(HR.Bukhari)

Pola asuh demokrasi ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang

tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak

diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya.

Jadi dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan

anak.

Pola asuh demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola

asuh ekstrim yang bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. pola

Asuhan demokrati ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua

dengan anaknya. Mereka membuat aturan aturan yang disetujui bersama. Anak

diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya dan

belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap

sebagai pemberi pendapat pertimbangan terhadap aktivitas anak.

Dengan pola asuh ini, anak akan mampu mengembangkan control

terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh

masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung

jawab dan yakin terhadap dirinya sendiri. Daya kreativitasnya berkembang baik

karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif.27

Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti orang tua

merencanakan kegiatan keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak

agar tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orang tua

memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi

oleh anak. Saran orang tua ialah mengembangkan individu yang berfikir, yang

dapat menilai situasi dan bertindak dengantepat, bukan seekor hewan terlatih

yang patuh tanpa pertanyaan.28

27 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 97

28 Joan Beck, asih asuh asah, hal.51

13

Page 14: Model Pola Asuh dalam Keluarga

Pendapat Fromm, seperti yang dikuti oleh Abu Ahmadi bahwa anak yang

dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratik, perkembanganya lebih

luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya anak yang

dibesarkan dalam suasana otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang

harus ditakuti dan bersifat nagi (rahasia). Ini mungkin menimbulakan sikap

tunduk secara membuta kepada kekuasaan, atau justru sikap menentang

kekuasaan.29

Indikasi dari hasil penelitian Lutfi (1991), Nur Hidayat (1993) dan Nur

Hidayah dkk. (1995), yang dikutip oleh Mohammad Schohib adalah bahwa

dalam pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanya

komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan

yang membuat anak remaja yang merasa diterima oleh orang tua

memungkinkan mereka memahami, menerima dan menginternalisasi “pesan”

nilai moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan kata hati.30

Adapun cirri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :

1). Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan

mempertimbangkan alas an-alasan yang dapat diterima, dipahami dan

dimengerti oleh anak.

2). Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan

dan yang tidak baik agar ditinggalkan.

3). Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.

4). Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

5). Dapat menciptakan suasana komunikatf antara orang tua dan anak serta

sesama keluarga.31

Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh

demokratis mempunyai dampak positifyang lebih besar dibandingkan dengan

pola asus otoriter maupun laissez fraire. Dengan pola asuh demokratis anak

akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu

menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu

bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang

29 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 180.30 Mohammad Schohib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri, (Jakarta: PT

Rieneka Cipta, 1998), Cet. Ke-1, hlm. 631 Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992),

Cet.Ke-2, hlm. 87-88

14

Page 15: Model Pola Asuh dalam Keluarga

menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak-

anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki

kecenderungan kepada salah satu macam pola.

3. Laissez Faire

Kata laissez faire berasal dari bahasa Prancis yang berarti membiarkan

(leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu system

dimana pendidik menganut kebijaksanaan non intereference (tidak turut

campur).32 Pola ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak

untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri. Orang tua tidak pernah

memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan

kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah prilakunya

benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun

menyalahkan anak. Akibatnya anak akan berprilaku sesuai denagn keinginanya

sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau

tidak.33 Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai makhluk hidup yang

berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang tidak dapat bertindak menurut hati

nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa

yang diinginkanya. Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua

seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap mereka.

Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang

manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara emosional.

Seorang anak yang belum pernah diajar untuk mentoleransi frustasi,

Karena ia diperlakukan terlalu bauk oleh orang tuanya, kan menemukan banyak

masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan pekerjaan, anak-anak manja

tersebut mengharapkan oranglain untuk membuat penyasuaian terhadap tingkah

laku mereka. Ketika mereka kecewa mereka menjadi gusar, penuh kebencian

dan bahkan marah-marah. Pandangan orang lain jarang sekali dipertimbangkan.

Hanya pandangan mereka yang berguna. Kesukaran-kesukaran yang terpendam

antara pandangan suami istri atau kawan sekerja terlihat nyata.34

Adapun cirri-ciri pola asuh laissez faire adalah sebagai berikut:

32 Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm.16333 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet.

Ke-1, hlm. 97

15

Page 16: Model Pola Asuh dalam Keluarga

1). Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa monitor dan membimbingnya.

2). Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.

3). Mengutamakan kebutuhan material saja.

4). Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan)

untuk mengatur dirinya sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-

norma yang diberikan atau digariskan oleh orang tua.

5). Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalm keluarga.35

2.3. PERANAN ORANG TUA DALAM KELUARGA

Menurut Gunarsa (1995: 31 – 38) dalam keluarga yang ideal (lengkap)

maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan

peran ibu. Secara umum peran kedua individu tersebut adalah:

A. Peran Ibu adalah

1) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik.

2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisiten.

3) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak.

4) Menjadi contoh dan teladan bagi anak.

B. Peran Ayah adalah

1) Ayah sebagai pencari nafkah.

2) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan member rasa aman.

3) Ayah berpastisipasi dalam pendidikan anak.

4) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas bijaksana, mengasihi

keluarga.

2.4. ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan

dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan

34 Paul Hauck, Psikologi Populer: Mendidik Anak Denagan Berhasil, (Jakarta: Arcan, 1993), Cet.Ke-5, Hlm. 50-52

35 Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992), Cet.Ke-2, hlm. 89-90

16

Page 17: Model Pola Asuh dalam Keluarga

pendidikan itu selalu mengalami perkembanagan seiring dengan perkembangan

social-budaya dan perkembangan IPTEK. Pemikiran-pemikiran yang membawa

pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan. Seperti dalam

bidang-bidang lainya, pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung

seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu

selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan

arena dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan

demikian seterusnya.36

Aliran-aliran telah dimulai sejak awal hidup manusia karena setiap

kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunanya yang

memerlukan pendidikan yang lebih baikdari orang tuanya. Di dalam berbagai

kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang

pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini (seperti: Ulich,

1950).37

A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan

1. Aliran-Aliran Klasik Dalam Pendidikan dan Pengaruhnya

Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia.

a. Aliran Empirisme

Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang

mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan

menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan,

sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang

diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia

sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan. Stimulasi ini berasal dari

alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk

program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seoarang

filsuf Inggris yang bernama John Locke (1704-1932) yang

mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia

bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirikyang

diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan

perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula

36 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Hlm. 191

37 Ibid, hlm. 192

17

Page 18: Model Pola Asuh dalam Keluarga

disebut enviromentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat

penting sebab pendidik dapat menyedikan lingkungan pendidikan

kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-

pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai

dengan tujuan pendidikan.38

b. Aliran Nativisme

Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang

menekankan kemampuan dalam diri anak. Sehingga factor

lingkungan , termasuk factor pendidikan , kurang berpengaruh

terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut

ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.

Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan

perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan.

Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi

itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh

karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang

sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka

keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.

Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik

akan menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan

pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak

sendiri. Istilah Nativisme dari asal kata Natie yang artinya adalah

terlahir. Bagi Nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab

lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan

anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak

mempunyai pembawaan baik maka dia akan menjadi orang baik.

Pembawaann buruk dan baik ini tidak dapat diubah dari kekuatan

luar.39

c. Aliran Konvergensi

Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seoarang

ahli pendidikan dari Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak 38 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005)

Hlm. 194-19539 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005)

Hlm. 196

18

Page 19: Model Pola Asuh dalam Keluarga

dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun

pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam

proses perkembangan anak baik factor pembawaan maupun factor

lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting

bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan

baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk

perkembangan itu. Sebaliknya, lingjungan yang baik tidak dapat

menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada

diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan

itu.40

William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu

tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis

yang yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut:

Karena itu teori William Stern disebut teori konvergensi

(konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori

konvergensi :

1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.

2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan

lingkunagn kepada anak didik untuk mengembangkan potensi

yang baikdan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.

3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan

lingkungan.

Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas

sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang

manusia.41

40 Ibid, hlm. 198

19

Page 20: Model Pola Asuh dalam Keluarga

d. Aliran Naturalisme

Pandangan yang ada persamaanya dengan nativisme adalah

aliran Naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J

Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, Rousseau

berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai

pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena

dipengaruhi oleh lingkungan. Rousseau juga berpendapat bahwa

pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa malahan dapat merusak

pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut Negativisme,

karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak pada

alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.42

Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek

Pendidikan di Indonesia.

Khusus dalam latar persekolahan, kini terdapat sejumlah

pendapat yang lebih menginginkan yang lebih agar peserta didik lebih

ditempatkan pada posisi yang seharusnya, yakni sebagai manusia

yang dapat dididik dan juga mendidikdirinya sendiri. Hubungan

pendidik dan peserta didik seyogyanya adalah hubungan yang setara

antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih berkembang dari yang

lain (Raka Joni, 1983: 29; Sulo La Sulo, 1984). Hubungan kesetaraan

dalam interaksi edukatif tersebut seyogyanya diarahkan menjadi suatu

hubungan transaksional, suatu hubungan antar pribadi yang member

peluang baik bagi peserta didik yang belajar, maupun bagi pendidik

yang ikut belajar (colearner). Dengan demikian, cita-cita pendidikan

seumur hidup dapat diwujudkan melaui belajar seumur hidup.

Hubungan tersebut sesuai asas Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo

Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Serta pandekatan Cara Belajar

Siswa Aktif (CBSA) dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam UU RI

No.2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, peran peserta didik dalam

mengembangkan bakat, minat, dan kemampuanya itu telah diakui dan

41 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 199

42 Ibid, hlm. 197

20

Page 21: Model Pola Asuh dalam Keluarga

dilindungi (antara lain: Pasal 23 Ayat 1, Pasal 24, Pasal 26, dan lain-

lain).43

2. Gerakan Baru Pendidikan.

a. Pengajaran Alam Sekitar.

b. Pengajaran Pusat Perhatian.

c. Sekolah Kerja.

d. Pengajaran Proyek.44

B. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia.

1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa

2. Ruang INS (Indonesia Nederlandsche School).45

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh

demokratis mempunyai dampak positifyang lebih besar dibandingkan dengan

pola asus otoriter maupun laissez fraire. Dengan pola asuh demokratis anak

43 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 200

44 Ibid, hlm. 200-20445 Ibid, hlm, 205

21

Page 22: Model Pola Asuh dalam Keluarga

akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu

menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu

bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang

menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak-

anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki

kecenderungan kepada salah satu macam pola.

3.2. SARAN

Sebaiknya anak dibiarkan menikmati masa bermainya, karena dengan

memaksakan kehendak orang tua pada anak seperti mengaharuskan anak

mengamen di jalan dengan sendirnya telah merampas dunia kanak-kanak

mereka.

Perlunya penguatan pada orang tua agar tidak terus menerus

mengkaryakan anaknya untuk mendapatkan uang dengan tanpa susah payah

bekerja keras. Lambat laun orang tua ini akan mengahargai sebuah proses

menujunkesuksesan dibandingkan budaya malas yang menghinggapi selama ini.

22

Page 23: Model Pola Asuh dalam Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kartono, Kartini. 1992. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali Press.

Hasyim, Umar. 1993. Anak Sholeh (Cara Mendidik Anak Dalam Islam). Surabaya :

PT Bina Ilmu.

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Lamsuri, Mohamad. (Ed). 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.

Yogyakarta: Laksbang Mediatama Yogyakarta.

Darajat, Zakyat. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Donelson, Elaine. 1990. Asih, sah, Asuh Keutamaan Wanita. Yogyakarta: Kanisius.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

I Yatim Irwanto, Danny. 1991. Kepribadian Keluarga Narkotika. Jakarta: Arcan.

Hauck, Paul. 1993. Psikologi Populer: Mendidik Anak Dengan Berhasil.

Jakarta:Arcan.

Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia

Widia Sarana

Poebakawatja, Soegarda. 1976. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rieneka Cipta

http://alimurfikependidikanislamuinsuka.blogspot.com

23

Page 24: Model Pola Asuh dalam Keluarga

24