19
1 MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN JOGJAKARTA Oleh: Moch. Khafidz Fuad Raya (Dosen Tetap STAI Al Falah As Sunniyyah Kencong Jember) Abstract The integration of Islam and science is not an ordinary matter. Until now, the widespread community who said that "religion" and "science" are two entities that can not be reconciled. Both have separate territories, separate from one another, both in terms of formal object-material, research methods, truth criteria, the role played by the scientist and the status of the appointed theorist, to the institution of the organizer. From the scientific paradigm developed by UIN Maliki and UIN Likes this seems to have been the inspiration and reference for PTKI throughout Indonesia to develop Islamic universities that have a mission to integrate Islam and Science in various disciplines of science and research, it is expected later with the development of Islamic universities can answering the anxiety and anxiety of people who have been crystallized so that Muslims are shackled and stagnant in place. Key Words: Model Pengembangan Keilmuan UIN Malang & UIN Jogjayakarta PENDAHULUAN Science dan religion serta al-turâts wa al-tajdîd merupakan wacana yang selalu menarik perhatian bagi kalangan intelektual. Apalagi wacana tentang science dan Islam menjadikan dunia keilmuan semakin bergairah untuk dikaji. Wacana persoalan epistimologi ilmu agama dan ilmu umum yang ditandai dengan transformasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (STAIN/IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), dan perlunya dikaji ulang mengenai ilmu-ilmu keislaman, atau mengenai wider-mandate, merupakan salah satu tiga contoh dari sekian banyak persoalan terkait dengan integrasi science dan Islam. Integrasi islam dan sains bukanlah sebuah persoalan biasa. Hingga kini, masyarkat luas yang mengatakan bahwa “agama” dan “ilmu” adalah dua entitas yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah-wilayah tersendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh ilmuwan maupun status teori yang diangkat, sampai pada institusi penyelenggaranya. 1 Masyarakat beranggapan bahwa ilmu sains tidak memperdulikan 1 Amin Abdullah, et.al, Integrasi Islam-Sains: Mempertemukan Epistimologi Islam dan Sains, (Yogyakarta: SUKA Press, 2004), hlm. 3.

MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

1

MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN

UIN MALANG & UIN JOGJAKARTA

Oleh:

Moch. Khafidz Fuad Raya

(Dosen Tetap STAI Al Falah As Sunniyyah Kencong Jember)

Abstract

The integration of Islam and science is not an ordinary matter. Until now, the widespread

community who said that "religion" and "science" are two entities that can not be

reconciled. Both have separate territories, separate from one another, both in terms of

formal object-material, research methods, truth criteria, the role played by the scientist

and the status of the appointed theorist, to the institution of the organizer. From the

scientific paradigm developed by UIN Maliki and UIN Likes this seems to have been the

inspiration and reference for PTKI throughout Indonesia to develop Islamic universities

that have a mission to integrate Islam and Science in various disciplines of science and

research, it is expected later with the development of Islamic universities can answering

the anxiety and anxiety of people who have been crystallized so that Muslims are shackled

and stagnant in place.

Key Words: Model Pengembangan Keilmuan UIN Malang & UIN Jogjayakarta

PENDAHULUAN

Science dan religion serta al-turâts wa al-tajdîd merupakan wacana yang selalu

menarik perhatian bagi kalangan intelektual. Apalagi wacana tentang science dan Islam

menjadikan dunia keilmuan semakin bergairah untuk dikaji. Wacana persoalan

epistimologi ilmu agama dan ilmu umum yang ditandai dengan transformasi Perguruan

Tinggi Keagamaan Islam (STAIN/IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), dan

perlunya dikaji ulang mengenai ilmu-ilmu keislaman, atau mengenai wider-mandate,

merupakan salah satu tiga contoh dari sekian banyak persoalan terkait dengan integrasi

science dan Islam.

Integrasi islam dan sains bukanlah sebuah persoalan biasa. Hingga kini, masyarkat

luas yang mengatakan bahwa “agama” dan “ilmu” adalah dua entitas yang tidak bisa

dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah-wilayah tersendiri, terpisah antara satu dan

lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran

yang dimainkan oleh ilmuwan maupun status teori yang diangkat, sampai pada institusi

penyelenggaranya.1 Masyarakat beranggapan bahwa ilmu sains tidak memperdulikan

1 Amin Abdullah, et.al, Integrasi Islam-Sains: Mempertemukan Epistimologi Islam dan Sains,

(Yogyakarta: SUKA Press, 2004), hlm. 3.

Page 2: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

2

agama, dan agama tidak memperdulikan ilmu sains,2 keduanya mempunyai wilayah

tersendiri dalam aksentuasinya.3

Dari data empirik yang diperoleh melalui sejarah perkembangan ilmu di dunia, bahwa

di kawasan Timur, dalam hal ini dunia keislaman, pengajaran ilmu-ilmu agama Islam yang

normatif-tekstual terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu-ilmu

sosial, ekonomi, hukum, dan humaniora pada umunya. Sehingga terjadi kesenjangan

antara Islam dengan sains. Begitu juga pada dunia Barat, terjadi kegundahan takkala Isaac

Newton dan tokoh-tokoh ilmu sains menempatkan Tuhan hanya sekedar sebagai penutup

lobang kesulitan (to fill gaps) yang tidak terpecahkan dan terjawab oleh teori-teori sains

mereka, begitu sulitnya memecahkan integrasi agama dan sains tersebut sehingga

muncullah sebuah paradigma “sekuler” dalam dunia ilmu pengetahuan dan agama.4

Perbedaan ini semakin hari semakin jauh dan membawa akibat yang tidak nyaman

bagi kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Bagaimana tidak, kesejahteraan umat

manusia bergantung pada pencernaan dan pengaplikasian ilmu agama dan ilmu sains

dalam kehidupan mereka, jika terjadi saling dikotomi, maka kehidupan dan kesejahteraan

akan saliang berbenturan dan berlawanan. Pola pikir yang serba bipolar-dikotomis ini

menjadikan manusia terasing dari nilai-nilai spiritualitas-moralitas, terasing dari dirinya

sendiri, terasing dari keluarga dan masyarakat sekelilingnya.

Umat Islam khususnya menghendaki adanya sebuah pemahaman bahwa sejatinya

Islam dan Sains itu tidaklah terpisah (dikotomi). Islam menilai bahwa kebenaran Tuhan

dalam segala penciptaan langit dan bumi serta alam semesta ini yang tertuang dalam kalam

suci al-Qur‟ân telah menyiratkan pesan yang begitu besar bahwa sebenarnya Islam dan

Sains bagaikan sebuah bagian bangunan yang tidak dapat dipisahkan.5 Keinginan umat

2 Sumaya Mohamed and Shadiya Baqutayan, Toward Social Change in Islam, University Technology

Malaysia (UTM), International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS Vol: 11 No: 02 3 Dalam prakteknya, masyarakat tidak mau tau, apakah agama itu berhubungan dengan ilmu

sains atau tidak. Mereka menganggap bahwa agama adalah agama dan sains adalah sains, keduanya tidak bisa disatukan. Jika dipaksakan disatukan, maka akan menimbulkan polusisasi bagi keduanya sehingga tidak mempunyai nilai-nilai unsur pembangun keduanya. Lihat dalam Ian G. Barbour, Issues in Science and Religion, (New York: Harper Tourchbooks, 1996), hlm. 1-2. Bandingkan dengan John Polkinghorne, Belief in God in an Age of Science, (London: Yale University Press, 1988), hlm. 76-100. Bandingkan juga dengan M. Kamal Hasan, “The Expanding Spiritual-Moral Role of World Religions in the New Millinium”, dalam American Journal of Islamic School Science, Volume 18, Winter 2001, Number 1, pp.43-58.

4 Amin Abdullah, et.al, Integrasi Islam-Sains: Mempertemukan Epistimologi Islam dan Sains, hlm. 4. 5 Muhammad Amimul Ahsan, et.al., Islamization of Knowledge: An Agenda for Muslim Intellectuals,

Global Journal of Management and Business Research Administration and Management, Volume 13 Issue 10 Version 1.0 Year 2013, Global Journals Inc. (USA).

Page 3: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

3

Islam tersebut diaktualisasikan melalui berbagai cara, salah satunya adalah merumuskan

kembali epistimologi antara ilmu agama dengan ilmu sains dalam pendidikan. Keinginan

umat Islam untuk memiliki lembaga pendidikan Islam yang mampu mengintegrasikan

konsep ilmu dan Islam, pertama kali digagas pada tahun 1970-an dalam Konferensi

Pendidikan Islam Internasional, yang sejak tahun itu hingga sekarang sudah

diselenggarakan sebanyak 5 (lima) kali. Konsep itu menggagas tentang konsep keilmuan

Islam, yaitu:

“planning education to be based on the classification of knowledge into two

catagories: (a) Perennial knowledge derived from the Qur’ân and Sunnah

meaning all syari’ah oriented knowledge relevant and releted to the, and (b)

Acquired knowledge suspectible ti quantitative growth and multification,

limited variation and cross cultural borrowing as long as consistency with

syari’ah as the source of values is maintained”.6

Pembagian ilmu menurut pandangan Islam dalam konferensi tersebut yang dibagi

menjadi dua bagian, yaitu perennial knowledge dan acquired knowledge yang disusun

melalui tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan apa yang

disampaikan oleh Muhaimin, yang memetakan tiga aspek yang melandasi perubahan

pendidikan tinggi Islam, yaitu (1) normatif-teologis; (2) filosofis; (3) historik.7 Karena itu,

pengembangan pendidikan tinggi Islam harus dipahami sebagai suatu wahana untuk

pengembangan pandangan dan ketrampilan hidup manusia secara menyeluruh.

Maka dalam ranah pemikiran integrasi Islam dan Sains pada perguruan tinggi Islam

perlu mendapatkan perhatian khusus. Perhatian tersebut bukan hanya sekedar

mempertemukan konsepsi antara ilmu agama dngan ilmu sains, melainkan lebih dari

sekedar itu yaitu membongkar epistimologi ilmu pengetahuann dan epistimologi ilmu

agama sebagai upaya reintegrasi terhadap Islam dan Sains. Oleh karena itu, upaya

pengembangan pemikiran integrasi Islam dan Sains pada perguruan tinggi agama Islam

perlu dikuak dan dianalisis demi memperoleh gambaran menyeluruh demi

mempertemukan secara utuh Islam dan Sains dalam pendidikan Islam, terutama pada

pengembangan perguruan tinggi agama Islam.

6 Lihat dalam Imam Suprayogo dan Rasmianto, Perubahan Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi

Perubahan IAIN/STAIN menjadi UIN, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 1-2. 7 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 245.

Untuk pembahasan yang lebih jelas diterangkan pada bahasan yang selanjutnya.

Page 4: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

4

PEMBAHASAN

Epistemologi dan Pengembangan Keilmuan Integrasi Islam dan Sains

A. Epistimologi Dalam Perpektif Islam

Kesatuan epistimologi Islam ini tertuang dalam perpektif tauhid yang mana

instrumennya ada pada diri masing-masing manusia dalam memahami kebenaran.

Al-Qur‟ân menegaskan ada tiga daya ruhaniyah yang menjadi sarana untuk

memahami suatu kebenaran, yaitu pikiran (al-fikr), akal (al-‘aql), hati nurani, (al-

qalb al-af’idah). Ketiganya dipakai al-Qu‟ân dalam konteks dan kapasitas berbeda,

tetapi saling melengkapi dan dapat menyatu ke arah tarnsendensi.

Proses pemahaman dengan menggunakan sarana ruhaniah dengan kata fikr

(pikiran) terdapat dalam kurang lebih 16 ayat al-Qur‟ân, dan kesemuanya dipakai

dalam konteks alam dan manusia dalam dimensi fisiknya. Sedangkan kat ayang

menngunakan ‘aql terdapat dalam kurang lebih 49 ayat, dipakai dalam konteks

yang lebih luas dan berkaitan dengan hal-hal yang bersifat konkret, material,

spiritual, maupun bersifat gaib. Adapau mengenai sarana ruhaniah dengan sebutan

al-qalb terdapat dalam kurang lebih 101 ayat yang pada umumnya dipakai dalam

hal-hal yang bersifat gaib dan spiritual saja.8

Dengan demikian, ada tiga daya instrumen daya ruhaniah yang dipakai al-

Qur‟ân untuk memahami suatu kebenaran yang berjenjang, yaitu: pertama,

kebenaran yang berkaitan dengan hal-hal yang fisik dan material semata-mata

sebuah kebenaran yang dapat dipahami dan dikuasai dengan menggunakan ratio;

Kedua, kebenaran kebenaran berdimensi berdimensi ganda yaitu material dan

spiritual yang dapat dipahami dengan menggunakan ‘aql; dan Ketiga kebenaran

yang sepenuhnya berdimensi gaib dan immaterial yang dapat dimengerti dengan

menggunakan qalb.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pandangan

al-Qur‟ân bahwa untuk memahami kebenaran ada tiga, yaitu (al-fikr), akal (al-

‘aql), hati nurani, (al-qalb). Ketiganya merupakan kesatuan organik yang sifatnya

berlapis dan berjenjang. Integrasi IPTEK, filsafat, dan agama dimungkinkan karena

objek kajiannya mempunyai kesatuan sumber, yaitu ayat-ayat Tuhan yang ada di

alam, manusia, dan sejarah, serta tersurat dalam kitab suci. Jika IPTEK digunakan

sebagai digunakan untuk memecahkan persoalan yang bersifat teknis, operasional,

8 R.A. Nicholson, The Mytic of Islam, (London: Routledge and Kegen Paul, 1979), hlm. 68.

Page 5: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

5

maka filsafat memberikan landasan hakikat dan maknanya terhadap sesuatu hal,

memberikan wawasan yang bersifat metateknis, metafisik, dan selanjutnya agama

akan memberikan arah dan tujuan paling akhir dari hidup manusia.

Epistimologi dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk

mengaktualisasikan bagaimana mengaktualisasikan konsep tauhid dalam

kehidupan. Secara khusus, epistimologi dalam Islam diungkapkan melalui

metodologi yang dipaparkan dalam al-Qur‟ân yang terdapat dalam surat yang

pertama kali diturunkan, QS. Al-„alaq (96): 1-5, yang menegaskan suatu cara

membaca realitas atas nama Tuhan, atau membaca dengan kesadaran kehadiran

Tuhan, kemudian dilanjutkan dalam secara operasional daam QS. Ali „Imran (3):

190-191:

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih

bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang

berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit

dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka”.9

Inilah yang sesungguhnya disebut sebagai epistimologi dalam perspektif

Islam, yang tidak mengkiblatkan diri ke Yunani apalagi ke Barat, karena perspektif

epistimologis dalam Islam harus benar-benar menunjukkan bahwa itu memang

bersumber dari al-Qur‟ân yang mempunyai pondasi perspektif tersendiri.

B. Paradigma Pengembangan Keilmuan Integrasi Islam dan Sains

Tantangan di era globalisasi menuntut respon cepat dan tepat dari sistem

pendidikan Islam secara keseluruhan. Jika kaum muslimin tidak hanya ingin

sekedar survive di tengah persaingan global yang semakin tajam dan ketat, tetapi

juga berharap mampu tampil di depan, maka re-orientasi pemikiran mengenai

pendidikan Islam dan rekonstruksi sistem dan kelembagaan merupakan

9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Kemenag RI, 1998).

Page 6: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

6

keniscayaan. Umat Islam tidak boleh menonton dari luar seluruh perkembangan

yang terjadi tanpa melakukan apa-apa.10

Sejarah mencatat perkembangan paradigma keilmuan integrasi Islam dan

sains yang dicetuskan oleh Ismail Raji al-Faruqi dengan karya populernya yaitu

Islamization of Knowledge bersama Naquib al-Attas.11

Ide tersebut merupakan

reaksi atas krisis sistem pendidikan yang dihadapi umat Islam yakni adanya

dualisme sistem pendidikan Islam dan pendidikan modern (sekuler) yang menurut

masyarakat membingungkan. Gagasan islamisasi tersebut muncul sebagai respon

terhadap efek negatif yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan modern-barat. Bai

al-Faruqi maupun al-Attas melihat adanya krisis dalam basis ilmu pengetahuan

modern mengenai realitas atau pandangan dunia-nya (world view), yang kemudian

berkembang pada persoalan epistimologi.

Gagasan awal islamisasi ilmu pengetahuan dilontarkan secara gamblang

pada saat konferensi dunia pertama (al-Mu’tamar al-Dauly al-Awwal) tentang

pendidikan muslim di Mekkah, pada tahun 1977 yang diprakarsai oleh King Abdul

Aziz University. Ide tersebut yang dilontarkan oleh Ismail Raji al-Faruqi dalam

makalahnya Islamizing Social Science dan Syekh Muhammad Naquib al-Attas

dalam makalahnya Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the

Aims od Education.12

Bagi al-Faruqi pendekatan yang dipakai untuk mengintegrasikan Islam dan

sains adalah dengan jalan menuangkan kembali seluruh khazanah sains Barat

dalam kerangka Islam yang dalam prakteknya “tidak lebih” dari usaha penulisan

kembali buku-buku teks dan berbaga disiplin ilmu dengan wawasan ajaran Islam,

atau dalam kata lain hanya sebagai penyalinan kembali buku-buku sains Barat yang

kemudian disadur dan dikait-kaitkan dengan perspektif Islam. Sedangkan menurut

al-Attas adalah dengan jalan pertama membersihkan sains Barat dari unsur-unsur

yang bertentangan dengan ajaran Islam, kemudian merumuskan kembali dan

memadukan unsur-unsur Islam yamh esensial dan konsep-konsep kunci sehingga

menghasilkan komposisi yang merangkum pengetahuan inti.

10 Amin Abdullah, et.al, Integrasi Islam-Sains: Mempertemukan Epistimologi Islam dan Sains, hlm. 8. 11 Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyudin, (Bandung: Pustaka, 1995).

Lihat juga dalam Ismail SM (ed.), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 110.

12 Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, 11. Bandingkan dengan Syekh Muhammad Naquib a-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung: Pustaka, 1981), hlm. 95.

Page 7: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

7

Sejalan dengan kedua tokoh di atas, Sayyid Husen Nasr menganjurkan

tentang Islamisasi baru yang dijauhkan dai matrik sekuler dan dishumanisme. Ia

mengkritik sains Barat, karena menyebabkan kehancuran manusia dan alam. Oleh

karena itu Nasr menganjurkan agar semua aktivitas keilmuan harus tunduk kepada

norma agama dan hukum-hukum suci Islam.13

Dari tokoh-tokoh Islamisasi atau integrasi Islam dan sains di atas, al-Faruqi

lah tokoh yang gigih melandingkan gagasan integrasi ini. Ide dan gagasannya

secara tegas diformulasika dengan sistematis dalam bukunya The Islamization of

Knowledge. Kemudian untuk merealisasikan idenya itu pada tahun 1981 ia

mendirikan International Intitute of Islamic Thought (IIIT) di Washington D.C.

Amerika.14

IIIT inilah yang pada tahun 1982 menyelenggarakan konferensi yang

bekerja sama dengan International Islamic University di Islamabad Pakistan.

Adapun langkah kerja dari program Islamisasi atau pengintegrasian Islam

dan sains yang digagas oleh al-Faruqi adalah sebagai berikut:15

1. Penguasaan disiplin ilmu modern;

2. Penguasaan khazanah Islam;

3. Penentuan relevasi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern;

4. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern;

5. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan

pola rencana Allah SWT.

Kemudian rumusan tersebut dirinci menjadi 12 (dua belas) langkah:

1. Langkah 1: Penguasaan Disiplin Ilmu Modern (Penguraian Kategoris); dalam

disiplin ilmu modern harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori,

metodologi-metodologi, problem-problem, dan tema-tema, yang hasilnya

kemudian berupa kalimat-kalimat yang memperjelas istilah teknis.

2. Langkah 2: Survei Disiplin Ilmu; setiap disiplin ilmu harus disurvei dan harus

ditulis esai-esainya untuk menjamin bahwa para sarjana muslim telah

menguasainya.

13 Syekh Muhammad Naquib a-Attas, Islam dan Sekularisme, hlm. 195. 14 Dalam Ali Maksum, Tasawuf Sebagai Pembebas Manusia Modern: Tela’ah Konsep Tradisional Sayyid

Husen Nasr, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003), hlm. 170. 15 Wan Mohd Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam S.M.N. al-Attas, (Bandung: Mizan, 2003),

hlm. 392. Lihat juga dalam Ismail Raji Al Faruqi, An Expose of the Legacy of a Mujtahid in the Modern Age, Seminar Programe, 2010 in International Institute of Islamic Thought, UK and USA.

Page 8: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

8

3. Langkah 3: Penguasaan Khazanah Islam; penguasaan khazanah warisan Islam

ini perlu sebaga titik awal upaya Islamisasi ilmu pengetahuan modern, karena

proses islamisasi akan menjadi miskin jika tidak memperhatikan penguasaan

khazanah warisan Islam tersebut.

4. Langkah 4: Penguasaan Khazanah Islam Tahap Analisis; untuk dapat

memahami kristalisasi wawasan Islam maka karya-karya mereka perru

dianalisis dengan latar belakang sejarah dengan identifikasi yang jelas.

5. Langkah 5: Penentuan Relevansi Islam yang Khas terhadap Displin-Disiplin

Ilmu; dalam hal ini al-Faruqi membagi tiga kelompok, pertama; apakah yang

disumbangkan Islam mulai dari al-Qur‟an hingga penemuannya telah tercover

dalam disiplin-disiplin ilmu modern?, kedua; seberapa besar sumbangan itu ika

dibandingkan dengan penemuan dari ilmu modern dari Barat?, ketiga; jika ada

kekurangan di luar kahzanah Islam, kemanakah upaya umat Islam harus

mengisi kekurangan-kekurangan itu?

6. Langkah 6: Analisi Kritis terhadap Disiplin Ilmu Modern; setelah relevansi

Islam dengan masing-masing ilmu telah ditentukan, maka langkah selanjutnya

adalah dengan menganalisis dari sudut pandang Islam.

7. Langkah 7: Analisis Kritis terhadap Khazanah Islam; yang menjadi sasaran

kritis adalah pemahaman intelektual muslim mengenai nash (al-Qur‟an dan

Sunnah) dan semua karya-karyanya begitu pula harus dianalisis relevansinya

dengan masa kekinian.

8. Langkah 8: Survey Permasalahan yang Dihadapi Umat Islam; permasalah yang

harus dihadapi umat ini mencakup semua aspek, baik sosial, politik, ekonomi,

budaya, moral, dan seterusnya.

9. Langkah 9: Survey Permasalahan Kemanusiaan Secara Umum; yaitu

mendiagnosis apa yang menjadi permasalah dalam aspek kemanusiaan secara

umum di kalangan masyarakat.

10. Langkah 10: Analisis Sintesis Relatif; pada tahap ini para sarjana muslim sudah

siap untuk memadukan warisan Islam dengan disiplin ilmu modern dan

mendobrak semua kemandekan pembangunan selama berabad-abad. Dari hasil

ini warisan intelektual Islam harus berkesinambungan dan sepadan denga hasil-

hasil ilmu modern dan bahkan melebihinya.

Page 9: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

9

11. Langkah 11: Menyusun Kembali Disiplin Ilmu Modern ke dalam Kerangka

Islam: begitu proses kesinambungan dilakukan, maka daras (teks) harus ditulis

dan diabadikan dalam hak kekayaan intelektual Islam.

12. Langkah 12: Menyebarkan Ilmu-Ilmu yang Telah di Islamisasi (diintegrasikan);

karya-kary aintelektual teresebut kemudian disosialisakan dan diajarkan kepada

seluruh lapisan masyarakat agar memperoleh gambaran yang jelas mengenai

displin ilmu yang telah diintegrasikan tersebut.

Pengembangan Keilmuan Integrasi Islam dan Sains di Perguruan Tinggi

Keagamaan Islam Negeri (PTKIN)

A. UIN Maliki Malang

Merupakan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang mengalami proses

transformasi yang begitu cepat dan tak disangka oleh banyak orang. PTKIN

yang mampu membawa sivitas akademika maupun lulusannya menjadi umat

Islam yang berkualitas dan unggul. Banyak yang tidak menyangka UIN Maliki

Malang mengalami proses perubahan baik dari sisi kelembagaan maupun

keilmuan yang diajarkan secara cepat dan menakjubkan. Integrasi Islam dan

Sains yang diusung oleh kampus ini telah mampu menjawab kegelisahan yang

selama ini dihadapi oleh umat Islam, khususnya di Indonesia.

Ciri khusus lain Universitas ini sebagai implikasi dari model

pengembangan keilmuannya adalah keharusan seluruh bagi anggota sivitas

akademika menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris. Melalui bahasa Arab,

diharapkan mereka mampu melakukan kajian Islam melalui sumber aslinya

yaitu al-Qur‟an dan Hadis dan melalui bahasa Inggris mereka diharapkan

mampu mengkaji ilmu-ilmu umum dan modern, selain sebagai piranti

komunikasi global. Karena itu pula, Universitas ini disebut bilingual university.

Untuk mencapai maksud tersebut, dikembangkan ma‟had atau pesantren

kampus di mana seluruh mahasiswa tahun pertama harus tinggal di ma‟had.

Karena itu, pendidikan di Universitas ini merupakan sintesis antara tradisi

universitas dan ma‟had atau pesantren.

Melalui model pendidikan semacam itu, diharapkan akan lahir lulusan

yang berpredikat ulama yang intelek profesional dan atau intelek profesional

yang ulama. Ciri utama sosok lulusan demikian adalah tidak saja menguasai

Page 10: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

10

disiplin ilmu masing-masing sesuai pilihannya, tetapi juga menguasai al-Qur‟an

dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam.

Universitas Islam Negeri (UIN) Malang berdiri berdasarkan Surat

Keputusan Presiden No. 50 tanggal 21 Juni 2004. Bermula dari gagasan para

tokoh Jawa Timur untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam di bawah

Departemen Agama, dibentuklah Panitia Pendirian IAIN Cabang Surabaya

melalui Surat Keputusan Menteri Agama No. 17 Tahun 1961 yang bertugas

untuk mendirikan Fakultas Syariah yang berkedudukan di Surabaya dan

Fakultas Tarbiyah yang berkedudukan di Malang. Keduanya merupakan

fakultas cabang IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan diresmikan secara

bersamaan oleh Menteri Agama pada 28 Oktober 1961. Pada 1 Oktober 1964

didirikan juga Fakultas Ushuluddin yang berkedudukan di Kediri melalui Surat

Keputusan Menteri Agama No. 66/1964.

Dalam perkembangannya, ketiga fakultas cabang tersebut digabung dan

secara struktural berada di bawah naungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Sunan Ampel yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No.

20 tahun 1965. Sejak saat itu, Fakultas Tarbiyah Malang merupakan fakultas

cabang IAIN Sunan Ampel. Melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1997,

pada pertengahan 1997 Fakultas Tarbiyah Malang IAIN Sunan Ampel beralih

status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang

bersamaan dengan perubahan status kelembagaan semua fakultas cabang di

lingkungan IAIN se-Indonesia yang berjumlah 33 buah. Dengan demikian,

sejak saat itu pula STAIN Malang merupakan lembaga pendidikan tinggi

Islam otonom yang lepas dari IAIN Sunan Ampel.

Di dalam rencana strategis pengembangannya sebagaimana tertuang

dalam Rencana Strategis Pengembangan STAIN Malang Sepuluh Tahun ke

Depan (1998/1999-2008/2009), pada paruh kedua waktu periode

pengembangannya STAIN Malang mencanangkan mengubah status

kelembagaannya menjadi universitas. Melalui upaya yang sungguh-sungguh

dan bertanggungjawab usulan menjadi universitas disetujui Presiden melalui

Surat Keputusan Presiden RI No. 50, tanggal 21 Juni 2004 dan diresmikan oleh

Menko Kesra ad Interim Prof. H.A. Malik Fadjar, M.Sc bersama Menteri

Agama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, M.A. atas nama Presiden

Page 11: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

11

pada 8 Oktober 2004 dengan nama Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

dengan tugas utamanya adalah menyelenggarakan program pendidikan tinggi

bidang ilmu agama Islam dan bidang ilmu umum. Dengan demikian, 21 Juni

2004 merupakan hari jadi Universitas ini.

Sempat bernama Universitas Islam Indonesia-Sudan (UIIS) sebagai

implementasi kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Sudan dan

diresmikan oleh Wakil Presiden RI H. Hamzah Haz pada 21 Juli 2002 yang

juga dihadiri oleh Wakil Presiden Republik Sudan serta para pejabat tinggi

pemerintah Sudan, secara spesifik akademik, Universitas ini mengembangkan

ilmu pengetahuan tidak saja bersumber dari metode-metode ilmiah melalui

penalaran logis seperti observasi dan eksperimentasi, tetapi juga bersumber dari

al-Qur‟an dan Hadits yang selanjutnya disebut paradigma integrasi. Oleh

karena itu, posisi al-Qur‟an, Hadits menjadi sangat sentral dalam kerangka

integrasi keilmuan tersebut.

Secara kelembagaan, sampai saat ini Universitas ini memiliki 6 (enam)

fakultas dan Sekolah Pascasarjana, yaitu: (1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, menyelenggarakan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Jurusan Pendidikan Guru

Madrasah Ibtidaiyah (PGMI); (2) Fakultas Syariah, Jurusan Al-Ahwal al-

Syakhshiyah, dan Hukum Bisnis Syariah (3) Fakultas Humaniora dan Budaya,

Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, dan

Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (4) Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen,

(5) Fakultas Psikologi, dan (6) Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan

Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Teknik Informatika, dan Teknik

Arsitektur, dan Program Pascasarjana mengembangkan 4 (empat) program

studi magister, yaitu: (1) Program Magister Manajemen Pendidikan Islam, (2)

Program Magister Pendidikan Bahasa Arab, (3) Program Magister Studi Ilmu

Agama Islam, dan (4) Program Magister Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

(PGMI). Sedangkan untuk program doktor, Program Pascasarjana

mengembangkan 3 (tiga) program yaitu (1) Program Doktor Manajemen

Pendidikan Islam (2) Program Doktor Pendidikan Bahasa Arab, dan (3)

Program Doktor Pendidikan Agama Islam Berbasis Studi Interdisipliner.

Page 12: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

12

Terletak di Jalan Gajayana 50, Dinoyo Malang dengan lahan seluas 14

hektar, Universitas ini memordernisasi diri secara fisik sejak September 2005

dengan membangun gedung rektorat, fakultas, kantor administrasi, perkuliahan,

perpustakaan, laboratorium, kemahasiswaan, pelatihan, olah raga, bussiness

center, poliklinik dan tentu masjid dan ma‟had yang sudah lebih dulu ada,

dengan pendanaan dari Islamic Development Bank (IDB) melalui Surat

Persetujuan IDB No. 41/IND/1287 tanggal 17 Agustus 2004.

Pada tanggal 27 Januari 2009, Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo

Bambang Yudhoyono berkenan memberikan nama Universitas ini dengan

nama Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Mengingat

nama tersebut cukup panjang diucapkan, maka pidato pada dies natalis ke-4,

Rektor menyampaikan singakatan nama Universitas ini menjadi UIN Maliki

Malang.16

Dalam perkembangan selanjutnya, UIN Maliki telah memiliki kampus II

di Dadaprejo Kota Batu yang digunakan sebagai kampus Pascasarjana (untuk

S2 dan S3) yang terletak di Jalan Ir. Soekarno No.1. Dadaprejo Kota Batu

Malang.17

Sampai saat ini, UIN Maliki berencana akan membangun kampus III

di daerah Junrejo seluas 100 Hektar yang digunakan untuk Fakultas Kedokteran

dan Fakultas Teknik serta sarana laboraturium lengkap dan Rumah Sakit

Pendidikan. UIN Maliki juga telah membuat rencana pembangunan kampus

selanjutnya yang digunakan untuk Fakultas Peternakan, Pertanian, dan

Kelautan di Malang Selatan.18

Pengembangan keilmuan yang dilakukan oleh UIN Maliki adalah adalah

pengembangan keilmuan secara integrasi Islam dan Sains. Filsafat keilmuan

dan pondasi keilmuannya adalah digambarkan dengan “Pohon Ilmu”.

16 Diambil dari Arsip Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang ke 3943 dalam Situs Resmi

Presiden RI, www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2009/01/27/3943.html, diakses pada tanggal 05 Maret 2015.

17 Kantor Berita Resmi RI ANTARA, Wapres Boediono meresmikan gedung Pascasarjana UIN Malang, (Jakarta: Antara, 2013), redaktur Widodo S Jusuf, Berita dimuat pada tanggal 25 Maret 2013, dalam http://www.antaranews.com/berita/365235/wapres-resmikan-gedung-pasca-sarjana-uin-malang, diakses pada tanggal 05 Maret 2015..

18 Bambang Supriyanto, IDB danai pembangunan UIN Malang Rp. 1,5 Trilyun, Artikel dimuat pada tanggal Selasa 17 Mei 2011, dalam http://finansial.bisnis.com/read/20110517/9/30015/idb-danai-pembangunan-uin-malang-rp1-5-triliun, diakses pada tanggal 05 Maret 2015..

Page 13: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

13

Bangunan struktur keilmuan Universitas didasarkan pada universalitas

ajaran Islam. Metafora yang digunakan adalah sebuah pohon yang kokoh,

bercabang rindang, berdaun subur, dan berbuah lebat karena ditopang oleh akar

yang kuat. Akar yang kuat tidak hanya berfungsi menyangga pokok pohon,

tetapi juga menyerap kandungan tanah bagi pertumbuhan dan perkembangan

pohon.

Akar pohon menggambarkan landasan keilmuan universitas. Ini

mencakup: (1) Bahasa Arab dan Inggris, (2) Filsafat, (3) Ilmu-ilmu Alam, (4)

Ilmu-ilmu Sosial, dan (5) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Penguasaan landasan keilmuan ini menjadi modal dasar bagi mahasiswa untuk

memahami keseluruhan aspek keilmuan Islam, yang digambarkan sebagai

pokok pohon yang menjadi jati-diri mahasiswa universitas ini, yaitu: (1) Al-

Qur‟an dan as-Sunnah, (2) Sirah Nabawiyah, (3) Pemikiran Islam, dan (4)

Wawasan Kemasyarakatan Islam.

Gambar 1.1.

Filsafat/Struktur Keilmuan UIN Maliki

“Pohon Ilmu”.

Dahan dan ranting mewakili bidang-bidang keilmuan universitas ini

yang senantiasa tumbuh dan berkembang, yaitu: (1) Tarbiyah, (2) Syariah,

(3) Humaniora dan Budaya, (4) Psikologi, (5) Ekonomi, dan (6) Sains dan

Page 14: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

14

Teknologi. Bunga dan buah menggambarkan keluaran dan manfaat upaya

pendidikan universitas ini, yaitu: keberimanan, kesalehan, dan keberilmuan.

Seperti keniscayaan bagi setiap pohon untuk memiliki akar dan pokok

pohon yang kuat, maka merupakan kewajiban bagi setiap individu

mahasiswa untuk menguasai landasan dan bidang keilmuan. Digambarkan

sebagai dahan dan ranting, maka penguasaan bidang studi baik akademik

maupun profesional, merupakan pilihan mandiri dari masing-masing

mahasiswa.

Gambar 1.2.

Pola Pengembangan Keilmuan UIN Maliki

Gambar 1.3.

Paradigma Keilmuan Yang Terjadi Sekarang

Page 15: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

15

Gambar 1.4.

Hasil Integrasi Islam dan Sains di UIN Maliki Malang

B. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Merupakan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang mengalami proses

transformasi yang cepat bersama-sama dengan UIN Maliki Malang.

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2004

tentang Perubahan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga

Yogyakarta menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dan

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Malang menjadi Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang yang tertanggal pada 21 Juni

2004 yang ditandatangi oleh Presiden RI kelima Megawati Soekarno Putri.

Page 16: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

16

Sejarah munculnya UIN Suka dimulai dengan Penegerian Fakultas

Agama Universitas Islam Indonesia (UII) menjadi Perguruan Tinggi Agama

Islam (PTAIN) yang diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950

Tanggal 14 Agustus 1950 dan Peresmian PTAIN pada tanggal 26 September

1951. Pada Periode ini, terjadi pula peleburan PTAIN (didirikan berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 1950) dan ADIA (didirikan berdasarkan

Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957) dengan diterbitkannya

Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960 Tanggal 9 Mei 1960 tentang

Pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan nama Al-Jami'ah al-

Islamiyah al-Hukumiyah. pada periode ini, PTAIN berada di bawah

kepemimpinan KHR Moh Adnan (1951-1959) dan Prof. Dr. H. Mukhtar Yahya

(1959-1960).

Proses yang terjadi berdirinya UIN Suka setelah periode perintisan

dilanjutkan dengan periode peletakan landasan (1960-1972), periode peletakan

landasan akademik (1972-1996), periode pemantapan akademik dan

manajemen (1996-2001), periode pengembangan kelembagaan (2001-2010),

dan periode kebersamaan dan kesejahteraan (2010-2014).19

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (yang disingkat dengan UIN Suka)

adalah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang visi misi universitasnya adala

untuk mengintegrasikan Islam dan Sains. Terkenal dengan pondasi

keilmuannya yang mengusung “Integratif-Interkonektif”20

, “Dedikatif-

Inovatif”21

, dan “Inklusif-Continuous Improvement”.22

Tetapi yang terkenal

adalah dengan pengembangan keilmuan yang Integratif-Interkonektif.

Paradigma keilmuan yang ditekankan di UIN Suka adalah

mengintegrasikan ilmu Islam dengan Sains bukan hanya sekedar hanya

menempel-nempelka begitu saja, melainkan sudah mempunyai disiplin ilmu

tersendiri. Filsafat keilmuan UIN Suka yang terkenal adalah konsep “jaring

laba-laba keilmuan”.

19 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sejarah Universitas, http://uin-

suka.ac.id/index.php/page/universitas/1-sejarah, diakses pada tanggal 05 April 2015. 20 Sistem keterpaduan dalam pengembangan akademik, manajemen, kemahasiswaan, kerjasama,

dan entrepreneurship 21 Bersikap dedikatif, amanah, pro mutu, berpikir dan bergerak aktif, kreatif, cerdas, dan inovatif;

tidak sekadar bekerja rutin dan rajin 22 Bersifat terbuka, akuntabel, dan komit terhadap perubahan dan keberlanjutan.

Page 17: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

17

Gambar 1.2.

Filsafat/Struktur Keilmuan UIN Maliki

“Jaring Laba-Laba”.

Gambar tersebut mengilustrasikan hubungan jaring laba-laba yang

bercorak teoantroposentris-integralistik yang mengusung misi bahwa untuk

mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan, sains, dan agama diperlukan

paradigma ini. Al-Qur‟an dan Hadis merupakan sumber ilmu pengetahuan,

sains, dan segala apa yang ada di alam semesta ini, mempunyai kajian keilmuan

yang sangat meluas. Ketika berbicara Al-Qur‟an dan Hadis dengan berbagai

pendekatan dan pendekatan, maka akan muncul ilmu kalam, ilmu tafsir, ilmu

falsafah, ilmu tasawuf, ilmu tarikh, ilmu fiqih, dan ilmu lughah. Lingkar ke-

empat dari hasil pembahasan ilmu-ilmu tersebut muncul diferensiasi ilmu lebih

khusus, seperti ilmu psikologi, ilmu filogi, ilmu arkeologi, ilmu sosiologi, ilmu

Page 18: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

18

hermeneutik, dan lain-lain. Dari hasil pemahaman yang mendalam diferensiasi

ilmu pada lingkar keempat, pada lingkar kelima muncullah ilmu yang lebih

spesifik lagi yang berupa pembahasan mengenai isu-isu lingkungan, gender,

pluralisme, saintek, ekonomi, politik/civic society, humaniora, dan lain-lain.

Dari paradigma keilmuan yang dikembangkan oleh UIN Maliki dan

UIN Suka ini rupanya telah menjadi inspirasi dan rujukan bagi PTKI di seluruh

Indonesia untuk mengembangkan perguruan tinggi Islam yang mempunyai misi

mengintegrasikan Islam dan Sains dalam berbagai displin ilmu serta penelitian,

diharapkan nanti dengan pengembangan perguruan tinggi Islam dapat

menjawab kegelisahan dan kegalauan umat yang selama ini telah mengkristal

sehingga umat Islam terbelenggu dan stagnan di tempat.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Amin et.al. 2004. Integrasi Islam-Sains: Mempertemukan Epistimologi Islam

dan Sains. Yogyakarta: SUKA Press.

Ahsan, Muhammad Amimul et.al., 2013. Islamization of Knowledge: An Agenda for

Muslim Intellectuals, Global Journal of Management and Business Research

Administration and Management, Volume 13 Issue 10 Version 1.0 Year 2013,

Global Journals Inc. (USA).

al-Faruqi, Ismail Raji. 1995. Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyudin. Bandung:

Pustaka.

________________. 2010. An Expose of the Legacy of a Mujtahid in the Modern Age,

Seminar Programe, 2010 in International Institute of Islamic Thought, UK and

USA.

Arsip Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang ke 3943 dalam Situs Resmi Presiden

RI, www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2009/01/27/3943.html, diakses pada

tanggal 05 Maret 2015.

Barbour, Ian G. 1996. Issues in Science and Religion. New York: Harper Tourchbooks.

Daud, Wan Mohd. 2003. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam S.M.N. al-Attas. Bandung:

Mizan.

Departemen Agama RI. 1998. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Kemenag RI.

Hasan, M. Kamal. 2001. “The Expanding Spiritual-Moral Role of World Religions in the

New Millinium”, American Journal of Islamic School Science, Volume 18, Winter

2001, Number 1, pp.43-58.

Kantor Berita Resmi RI ANTARA. 2013. Wapres Boediono meresmikan gedung

Pascasarjana UIN Malang, (Jakarta: Antara, 2013), redaktur Widodo S Jusuf,

Berita dimuat pada tanggal 25 Maret 2013, dalam

http://www.antaranews.com/berita/365235/wapres-resmikan-gedung-pasca-sarjana-

uin-malang, diakses pada tanggal 05 Maret 2015.

Maksum, Ali. 2003. Tasawuf Sebagai Pembebas Manusia Modern: Tela’ah Konsep

Tradisional Sayyid Husen Nasr. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Page 19: MODEL PENGEMBANGAN KEILMUAN UIN MALANG & UIN …

19

Mohamed, Sumaya and Shadiya Baqutayan. 2011. Toward Social Change in Islam,

University Technology Malaysia (UTM). International Journal of Basic & Applied

Sciences IJBAS-IJENS Vol: 11 No: 02.

Muhaimin, 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nicholson, R.A. 1979. The Mytic of Islam. London: Routledge and Kegen Paul.

Polkinghorne, John. 1988. Belief in God in an Age of Science. London: Yale University

Press.

SM, Ismail (ed.), Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suprayogo, Imam dan Rasmianto. 2008. Perubahan Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi

Perubahan IAIN/STAIN menjadi UIN. Malang: UIN-Malang Press.

Supriyanto, Bambang. 2011. IDB danai pembangunan UIN Malang Rp. 1,5 Trilyun,

Artikel dimuat pada hari Selasa 17 Mei 2011, dalam

http://finansial.bisnis.com/read/20110517/9/30015/idb-danai-pembangunan-uin-

malang-rp1-5-triliun, diakses pada tanggal 05 Maret 2015.

Syekh Muhammad Naquib a-Attas. 1981. Islam dan Sekularisme, terj. Bandung: Pustaka.

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2015. Sejarah Universitas, http://uin-

suka.ac.id/index.php/page/universitas/1-sejarah, diakses pada tanggal 05 April

2015.