14
47 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011 MODEL DESA BERKETAHANAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Ahmad Suhendi ABSTRACT Social problems in Indonesia are varies and complexts. The Ministry of Social affairs have conducted varies programs. One among those programs is social empowerment that conducted by The Agency for Education and Social Welfare Research. The program so called by Model Desa/Kelurahan Berketahanan Sosial (Village with Social Resilience Model). It means the village has already penetrated four dimensions of social resilience, so called as Village with Social Resilience. The model has appreciated by Local Government. The project has been done in social empowerment principle, since need assessment, action plan, actualizing of model, monitoring and evaluation. Keywords: Model, Village with social resilience, Social Welfare Development ABSTRAK Permasalahan sosial di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih relatif banyak jumlahnya dan kompleks permasalahannya. Selama ini Kementerian Sosial Republik Indonesia telah berbuat banyak, melalui Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial telah melakukan pemberdayaan sosial di beberapa provinsi. Kegiatan yang dilakukan yaitu Model Desa/ Kelurahan Berketahanan Sosial. Artinya terdapat satu desa atau kelurahan yang telah menerapkan empat dimensi ketahanan sosial masyarakat, sehingga disebut sebagai Desa/Kelurahan Berketahanan Sosial. Desa/ Kelurahan Berketahanan Sosial ada yang telah memberi manfaat secara langsung sebagai bagian dari pembangunan masyarakat desa/kelurahan setempat. Kegiatan tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah kabupaten, karena dilaksanakan berdasarkan prinsip pemberdayaan sosial yang dilakukan secara bertahap seperti identifikasi kebutuhan, penyusunan rencana aksi, pelaksanaan rencana aksi, monitoring dan evaluasi. Kata kunci: Model, Desa Berketahanan Sosial, Pembangunan Kesejahteraan Sosial.

MODEL DESA BERKETAHANAN SOSIAL DALAM …

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

47Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

MODEL DESA BERKETAHANAN SOSIAL DALAMPEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Ahmad Suhendi

ABSTRACT

Social problems in Indonesia are varies and complexts. The Ministry of Social affairs haveconducted varies programs. One among those programs is social empowerment that conductedby The Agency for Education and Social Welfare Research. The program so called by ModelDesa/Kelurahan Berketahanan Sosial (Village with Social Resilience Model). It means the villagehas already penetrated four dimensions of social resilience, so called as Village with SocialResilience.

The model has appreciated by Local Government. The project has been done in socialempowerment principle, since need assessment, action plan, actualizing of model, monitoring andevaluation.

Keywords: Model, Village with social resilience, Social Welfare Development

ABSTRAK

Permasalahan sosial di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih relatif banyakjumlahnya dan kompleks permasalahannya. Selama ini Kementerian Sosial Republik Indonesiatelah berbuat banyak, melalui Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial telahmelakukan pemberdayaan sosial di beberapa provinsi. Kegiatan yang dilakukan yaitu Model Desa/Kelurahan Berketahanan Sosial. Artinya terdapat satu desa atau kelurahan yang telah menerapkanempat dimensi ketahanan sosial masyarakat, sehingga disebut sebagai Desa/KelurahanBerketahanan Sosial. Desa/ Kelurahan Berketahanan Sosial ada yang telah memberi manfaatsecara langsung sebagai bagian dari pembangunan masyarakat desa/kelurahan setempat.

Kegiatan tersebut telah mendapat apresiasi dari pemerintah kabupaten, karena dilaksanakanberdasarkan prinsip pemberdayaan sosial yang dilakukan secara bertahap seperti identifikasikebutuhan, penyusunan rencana aksi, pelaksanaan rencana aksi, monitoring dan evaluasi.

Kata kunci: Model, Desa Berketahanan Sosial, Pembangunan Kesejahteraan Sosial.

48 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

I. PENDAHULUANNegara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) merupakan negara yang diibaratkansebagai zamrud khatulistiwa di nusantarakarena keberadaan pulau-pulaunya yangterbentang luas dari Sabang di bagian baratsampai Merauke di bagian timur, dan dari PulauMiangas di bagian utara sampai Pulau Rote dibagian selatan. Menurut pakar di bidanglingkungan hidup, Emil Salim (2007)mengatakan bahwa, “saat ini Indonesiamemiliki 17.560 pulau, sebagian dari pulau itutidak berpenghuni”. Belasan ribu pulau tersebutmempunyai ukuran dan bentuknya masing-masing, mulai dari yang berskala kecil sampaidengan yang berskala besar.

Kondisi geografis yang demikian itulah,maka penduduk NKRI-pun tersebar hampir keseluruh kepulauan nusantara yang ada. Olehkarena itu pula penduduknya terdiri dariberbagai etnis yang mempunyai beraneka ragammacam bahasa dan kebudayaannya. Di satusisi keberagaman etnis, bahasa, dan kebudayaandaerah tersebut merupakan sebuah kekayaankhasanah bangsa yang tidak terhingga nilainya,dan di sisi lainnya merupakan tanggung jawabkita bersama untuk menjaga, melindungi,mengembangkan, dan melestarikannya. Tidakjarang dengan kondisi keberagaman etnis,bahasa, dan kebudayaan daerah tersebut dapatmenjadi masalah tersendiri, sehinggamemunculkan kerikil atau gesekan-gesekan diantara individunya. Bahkan jika tidak dapatdisikapi secara arif dan bijaksana, maka timbulkerikil atau gesekan yang besar sehinggamemunculkan konflik atau kekerasan di antaraindividu ataupun kelompok bahkan sampaikepada komunitas.

Konflik atau kekerasan yang berkaitandengan hal tersebut pernah terjadi dan mungkinsewaktu-waktu bisa terjadi lagi jika komponenmasyarakat tidak dapat meredam danmenyikapi dengan sebaik-baiknya, sepertikejadian di Poso (Sulawesi), Sambas(Kalimantan), Ambon (Maluku), Jakarta (DKIJakarta) dan di belahan NKRI lainnya. Apalagisejak krisis moneter melanda Bangsa Indonesiapada medio tahun 1997 dan era reformasibergulir yang kemudian menjadi titik masuk(entry point) dibukanya “kran” berpolitik di eraotonomi daerah. Dengan demikian, makaalangkah derasnya bermunculan partai-partaibaru untuk menyemarakan peta kehidupanberdemokrasi bangsa. Pemilihan pimpinansecara langsung telah diberlakukan mulai dariDewan Perwakilan Rakyat, Presiden,Gubernur, Walikota, Bupati, sampai denganKepala Desa. Pemilihan tersebut dilakukansecara demokrasi dengan berazaskan LangsungUmum Bebas dan Rahasia (LUBER). Namundi tengah jalan atau di akhir jalan tidak jarangpula timbul gesekan di antara para pendukungmasing-masing calon yang dijagokannya,bahkan sampai kepada terjadi konflik yangberkepanjangan apabila “jagonya” tidak dapatmengungguli lawan-lawannya. Selain daripadakonflik ataupun kerusuhan yang pernahmelanda Bangsa Indonesia, dalam lingkunganhiduppun Bangsa Indonesia menjadi sorotandunia internasional karena adanya penebanganatau pembalakan hutan secara illegal (illegallogging). Walaupun pemerintah bekerjasamadengan masyarakat telah berusaha untukmenanggulangi masalah tersebut, namunhasilnya belum dirasakan secara maksimal.

Di sisi lain sebagaimana diketahui terdapatjuga Penyandang Masalah Kesejahteraan

49Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

Sosial (PMKS) di negara tercinta ini yang masihrelatif banyak jumlahnya dan komplekspermasalahannya. Pusat Data dan Informasi(Pusdatin, 2008) Kementerian Sosial RepublikIndonesia telah mengklasifikasikan mengenaiPMKS menjadi 22 (dua puluh dua) jenis, antaralain Keluarga Fakir Miskin, Anak Terlantar,Penyandang Cacat, Komunitas Adat Terpencil,Lanjut Usia Terlantar, dan yang lainnya. Selamaini Kementerian Sosial Republik Indonesia telahberbuat banyak dan maksimal dalampenanganan dan pelayanan terhadap PMKStersebut. Penanganan dan pelayanan terhadapPMKS telah, sedang, dan akan terusdilaksanakan, baik secara sektoral maupunmelalui kerjasama berbagai pihak antara laindengan instansi terkait (baik pusat maupundaerah), Dunia Usaha, Organisasi Sosial/Lembaga Swadaya Masyarakat, TokohMasyarakat, dan kalangan masyarakat yangpeduli terhadap permasalahan sosial yang ada.Hal itu dilakukan mulai dari tingkat pusat,provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, bahkansampai ke tingkat desa/kelurahan.

Demikian halnya dalam pelaksanaanpenanganan dan pelayanan terhadap PMKStelah dilakukan dengan berbagai cara ataumetode dan berbagai model, dengan tujuan agarsecara kuantitas dan kualitas PMKS dapatdientaskan dan dikurangi. KementerianPertanian Republik Indonesia mempunyai“Model Desa Berketahanan Pangan” dalammenanggulangi masalah perpanganan;Kementerian Kesehatan Republik Indonesiamempunyai “Desa Siaga” dalammenanggulangi masalah kesehatan; dan BankIndonesia mempunyai “Model Desa Kita”dalam merevitalisasi potensi desa agarberkembang (Rakyat Merdeka, 2008 : h. 20).

Kementerian Sosial Republik Indonesia punmelalui Badan Pendidikan dan PenelitianKesejahteraan Sosial mempunyai suatu modelyang dinamakan “Model DesaBerketahanan Sosial”. Model ini yang telahdilakukan di puluhan desa maupun kelurahandi beberapa provinsi sebagai bagian dalampembangunan kesejahteraan sosial.

II. PENGERTIAN

Beberapa pengertian yang terkait denganmodel desa berketahanan sosial. Pengertian-pengertian tersebut antara lain :

1. Model Desa Berketahanan Sosial, adalahsebuah model yang terdapat rangkaianprosedur atau langkah-langkah baku untukmelakukan suatu kegiatan pemberdayaanterhadap pranata sosial. Output yangdihasilkan dalam model ini adalah dapatmeningkatkan atau mengembangkan sistemketahanan sosial masyarakat yang bertitiktolak pada kemampuan pranata sosial dalammengelola modal sosial (social capital),mampu menggerakkan dan memobilisasianggota komunitas lokal dalam memberikanserta meningkatkan; 1) Perlindungan sosialterhadap kelompok rentan, miskin, danpenyandang masalah kesejahteraan sosiallainnya; 2) Kesempatan dan mendorongpartisipasi masyarakat dalam kegiatanorganisasi sosial lokal; 3) Pengendalianterhadap konflik sosial atau tindak kekerasan;dan 4) Pemeliharaan kearifan lokal dalammengelola sumber daya alam dan sumberdaya sosial (Suhendi, dkk. 2007:h.25).

2. Pranata Sosial, adalah suatu sistem nilai dannorma yang mengatur tata hubungan sosialdalam kehidupan masyarakat. Pranata

50 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

sosial meliputi lembaga atau institusi yangbersifat formal dan informal, nilai dannorma sebagai pedoman bersikap danbertingkah laku serta jaringan sosial diantara anggotanya (Kepmensos RI Nomor12/HUK/2006 : h. 3).

3. Pemberdayaan, sebagai upaya penyediaankepada orang-orang atas sumber,kesempatan, pengetahuan, dan keterampilanuntuk meningkatkan kemampuan merekamenentukan masa depannya dan untukberpartisipasi di dalam dan mempengaruhikehidupan komunitas mereka (Ife, 1995).Sedangkan Hikmat (2001) mengatakan,bahwa dalam konsep pemberdayaan perluadanya pergeseran peran pemerintah yangsignifikan dari peran sebagai penyelenggarapelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator,pemungkin, koordinator, pendidik, mobilisator,dan peran-peran lainnya yang lebih mengarahpada pelayanan tidak langsung. Adapunperan LSM, Organisasi lokal, dan kelompokmasyarakat lainnya lebih dipacu sebagaiagen perubahan dan pelayanan sosial kepadakelompok rentan atau masyarakat padaumumnya. Dalam kondisi yang demikian,permasalahan sosial dapat ditangani olehmasyarakat atas fasilitas dari pemerintah.

4. Focused Group Discussion (FGD) atauDiskusi Kelompok Terarah/Terpadu,merupakan salah satu teknik pengumpulandata yang dapat digunakan dalam prosespenelitian. FGD berarti suatu prosespengumpulan informasi mengenai suatupermasalahan tertentu yang sangat spesifikmelalui diskusi kelompok (Santoso, dkk.2003: h. 7). Hal senada juga dinyatakanIrwanto (2006 : h. 1-2), bahwa FGD

adalah suatu proses pengumpulan data daninformasi yang sistematis mengenai suatupermasalahan tertentu yang sangat spesifikmelalui diskusi kelompok. Sebagaimanamakna dari FGD, maka di dalamnyaterdapat tiga kata kunci, yaitu; 1)Diskusi=bukan wawancara atau obrolan;2) Kelompok=bukan individual; dan 3)Terfokus=bukan bebas.

Keempat pengertian yang dikemukakandi atas merupakan satu paket di dalampelaksanaan kegiatan Model DesaBerketahanan Sosial. Namun demikian agardalam pelaksanaannya lebih baik dan sesuaidengan tujuan yang diharapkan, maka dilengkapidengan metode Participation Rural Apraisal(PRA), Praktek melalui Simulasi, dan diselingidengan ice breacking melalui Games atau RolePlaying.

III. MODEL DESA BERKETAHANANSOSIAL

1. Nama ModelModel Desa Berketahanan Sosial

merupakan salah satu produk dari banyakmodel yang telah dihasilkan dan diluncurkan olehBadan Pendidikan dan PenelitianKesejahteraan Sosial, Kementerian SosialRepublik Indonesia. Kerangka pikir Model DesaBerketahanan Sosial mengacu padaKepmensos RI No. 12/HUK/2006 TentangModel Pemberdayaan Pranata Sosial DalamMewujudkan Masyarakat Berketahanan Sosial.Model tersebut telah diimplementasikan dandireplikasikan sejak tahun 2006 di berbagai desadan kelurahan di Indonesia yang hasilnya sangatdirespon oleh pemerintah daerah sebagai salahsatu penggunanya (user).

51Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

2. Tujuan Pelaksanaan ModelTujuan dilaksanakan Model Desa

Berketahanan Sosial adalah; 1)Memberdayakan pranata sosial lokal untukmeningkatkan ketahanan sosial suatukomunitas lokal (desa/kelurahan); dan 2)Membangun mobilisasi pranata sosial untukmeningkatkan ketahanan sosial komunitas lokalyang dilihat dari keempat dimensinya.

3. Sasaran Pelaksanaan ModelSasaran pelaksanaan Model Desa

Berketahanan Sosial terdiri dari 1)Kelembagaan, seperti: a) lembaga sosial lokalyang tumbuh secara tradisional di lingkunganmasyarakat; b) lembaga sosial lokal yangtumbuh dan difasilitasi pemerintah, baik yangbergerak di bidang keagamaan,kemasyarakatan, kesehatan (Posyandu),pendidikan, kepemudaan (Karang Taruna),kewanitaan (PKK); c) nilai dan norma yakniaturan-aturan lokal, baik yang tertulis maupuntidak tertulis yang berlaku sebagai penuntunperilaku sosial pada kehidupan masyarakatlokal; dan d) jaringan pranata sosial lokal yaknihubungan antara kepranataan yang tumbuh danberkembang di lingkungan masyarakat lokalyang disediakan sebagai sumber dukungandalam kehidupan sosial masyarakat lokal; dan2) Pemangku Kepentingan (Stakeholder),seperti tokoh masyarakat, baik yang bergerakdalam bidang keagamaan, adat,kemasyarakatan, kepemudaan, kewanitaan;pemerintah lokal; dunia usaha; dan perguruantinggi. Sasaran tersebut diambil maksimal 30(tiga puluh) orang atau sesuai dengan kebutuhansetempat sebagai peserta yang nantinyadiberikan bimbingan sosial dan pemberdayaanselama 4 (empat) hari kegiatan atau sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Setelahpembimbingan sosial selesai, maka dibentukKelompok Kerja Ketahanan Sosial Masyarakat(Pokja Tansosmas) dengan kepengurusannyayang disusun secara demokratis ketiga puluhpeserta pembimbingan.

Di dalam kegiatan pembimbingan ataupemberdayaan terdapat salah satu tugas yangsangat penting bagi pokja tansosmas yakni“penyusunan rencana aksi” yang disusunpeserta bersama-sama secara partisipatifdengan dibimbing oleh fasilitator pusat dandaerah. Rencana aksi yang telah disusuntersebut nantinya dilaksanakan selama 6(enam) bulan berjalan yang dimonitor, dandilaporkan hasilnya secara tertulis oleh penguruspokja tansosmas dan 2 (dua) orang pendamping.Pada rencana aksi inilah “proses pelaksanaanpembangunan kesejahteraan sosial padakhususnya dan pembangunan bidang lain padaumumnya” dilaksanakan pada lingkup desa ataukelurahan yang mengacu kepada empat dimensiketahanan sosial masyarakat. Hasil laporantersebut disampaikan kepada Badiklit Kessosdi Jakarta dan tembusannya disampaikankepada Dinas Sosial Kabupaten/Kota, sertaDinas Sosial Provinsi. Setelah tiga bulan,petugas dari pusat mengadakan monitoring danmemasuki bulan kelima dilakukan evaluasi kelokasi kegiatan pelaksanaan rencana aksi sertamengadakan FGD dengan perangkat kelompokkerja tansosmas yang bersangkutan untukmengetahui perkembangannya.

4. Prinsip-prinsip Dalam PelaksanaanModelPrinsip-prinsip yang dianut dalam

pelaksanaan Model Desa Berketahanan Sosial,terdiri dari prinsip kesadaran komunitas;

52 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

kebersam aan;kemandir ian/ swadaya;kemitraan; kesetaraan; dan keberlanjutan.

5. Langkah-langkah PelaksanaanModelLangkah-langkah yang ditempuh dalam

pelaksanaan Model Desa Berketahanan Sosialterdiri dari; 1) Persiapan, yakni rangkaiankegiatan yang dilakukan dalam rangkamenyiapkan petugas seperti fasilitator daerah,pendamping, dan calon peserta, dan lokasi/lapangan; 2) Pelaksanaan Pengembangan,yakni segala kegiatan yang dilakukan dalamrangka pemetaan kondisi lokasi dan komunitaslokal; pembekalan atau penguatan kepadafasilitator daerah, pendamping, dan peserta;pengungkapan masalah (assessment);perencanaan alternatif program atau kegiatan;formulasi atau penyusunan rencana aksi; danpembentukan jejaring (kelompok kerja) untukmelaksanakan rencana aksi; 3) Monitoring,Evaluasi, dan Pelaporan. Monitoring danEvaluasi dilakukan oleh tim fasilitator pusat dandaerah pada bulan ketiga dan kelimapelaksanaan rencana aksi dengan tujuan untukmemantau dan membantu memecahkanmasalah yang dihadapi kelompok kerja selamapelaksanaan rencana aksinya. Metode yangdigunakan dalam monitoring dan evaluasi iniadalah Focused Group Discussion.Sedangkan Pelaporan, adalah rangkaiankegiatan yang dilakukan oleh pengurus pokjatansosmas dan pendamping yang dibuat dalambentuk tertulis. Laporan tersebut disampaikankepada tim peneliti atau Badiklit Kessos, dengantembusan kepada Dinas Sosial Kabupaten/Kota,dan Dinas Sosial Provinsi; 4) Terminasi, yaknipemutusan hubungan secara formal antarapemberi program dengan komunitas lokal

sebagai sasaran kegiatan, namun demikiansecara formal pula pembinaan selanjutnyadiserahkan kepada instansi terkait yang beradadi daerah setempat mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, sampaitingkat provinsi; dan 5) Refleksi, yang dilakukanoleh kelompok kerja tansosmas untukmengevaluasi, melaporkan, dan memberikanumpan balik (feed back) dalam rangkamenyusun rencana aksi lebih lanjut.

Pola Pikir dalam pelaksanaanpemberdayaan terhadap Pranata Sosial sebagaiperwujudan dari tokoh masyarakat yangterdapat di komunitas lokal (desa/kelurahan)dapat digambarkan pada bagan di bawah ini.

Pola pikir di atas, menggambarkanpelaksanaan Model Desa Berketahanan Sosialmelalui Pemberdayaan Pranata Sosial yangditinjau mulai dari Kondisi Awal Pranata SosialMasyarakat sampai dengan Kondisi AkhirMasyarakat Berketahanan Sosial.

6. Indikator Keberhasilan YangTerdapat Dalam ModelIndikator keberhasilan pelaksanaan model

ini dilihat berdasarkan menguatnya ketahanansosial masyarakat atau komunitas lokuskegiatan. Indikator yang digunakan model initetap mengacu pada dimensi ketahanan sosialmasyarakat yang terdapat dalam KepmensosRI Nomor 12/HUK/2006. Secara terinciindikator keberhasilan yang dimaksud dapatdiuraikan pada tabel berikut ini.

53Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

No. Dimensi Kriteria Parameter 1. Tingkat

Perlindungan sosial terhadap kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.

1. Kesesuaian jenis pelayanan sosial dasar;

2. Kemampuan

jangkauan pelayanan sosial dasar;

3. Keberlangsungan

pelayanan sosial dasar;

4. Perkembangan

kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.

1. Tersedianya jenis-jenis pelayanan sosial dasar (pendidikan, kesehatan, sarana ekonomi, agama, dan sosial) yang sesuai dengan kebutuhan kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.

2. Pelayanan sosial dapat diakses dengan mudah, dekat dengan lingkungan, dan cukup tersedia sesuai dengan kebutuhan kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.

3. Kapasitas kemampuan pelayanan sosial dasar meningkat dan terus menerus tersedia seiring dengan peningkatan kebutuhan dasar.

4. Menurunnya jumlah kelompok rentan, miskin, dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.

2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam organisasi sosial lokal.

Keikutsertaan warga dalam organisasi sosial lokal dan berbasis institusi tradisi.

1. Jumlah warga yang terlibat dalam kegiatan organisasi sosial lokal.

2. Jumlah warga yang terlibat dalam kegiatan pelayanan sosial.

3. Terpeliharanya relasi sosial.

Tabel 1: Dimensi, Kriteria, dan Parameter Ketahanan Sosial Masyarakat

54 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

7. Metode Yang Digunakan DalamPelaksanaan ModelPendekatan yang digunakan dalam proses

pemberdayaan pranata sosial adalah denganpendekatan partisipatif. Metode pemahamanmasalah dan kebutuhan yang digunakan adalahMetoda Partisipative Assesment (MPA).Sedangkan metode yang digunakan dalampenyusunan rencana aksi adalah Technic OfPartisipation (TOP) atau Partisipatory RuralApraisal (PRA). Selain itu teknik pemberdayaandan pengumpulan data atau informasi yangdigunakan adalah Focused Group Discussion(FGD), ceramah, tanya jawab, dan praktekmelalui simulasi. Pada pelaksanaan rencanaaksi yang disusun pranata sosial, dilakukansecara berkoordinasi dan bersinergi denganmitra kerja yang dianggap peduli dan dapatbersama-sama melaksanakan pembangunanbidang kesejahteraan sosial dan bidang lainnyayang sekaligus membangun desa ataukelurahannya.

IV. RESPONS PEMERINTAHDAERAH TERHADAP MODEL

Implementasi Model Desa BerketahananSosial pada dasarnya ikut ambil bagian dalampembangunan kesejahteraan sosial padakhususnya dan bidang lain pada umumnya.Model ini telah dilaksanakan di puluhan desaatau kelurahan yang berada di berbagai provinsidi Indonesia. Provinsi dan desa/kelurahantersebut yang telah dilakukan implementasimodel ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

3. Tingkat pengendalian terhadap konflik sosial atau tindak kekerasan.

Peran aktif tokoh dan warga masyarakat dalam mencegah, menanggapi, mengatasi konflik sosial atau tindak kekerasan.

1. Cepatnya respon dalam menghadapi situasi konflik sosial atau tindak kekerasan.

2. Dapat mencegah meluasnya masalah konflik sosial atau tindak kekerasan.

3. Dapat mencegah dampaknya.4. Tingkat

pemeliharan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya sosial.

Kemampuan masyarakat dalam memelihara sumber daya alam dan sumber daya sosial.

1. Penurunan jumlah warga yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan.

2. Tersedianya aturan lokal yang terkait dengan pelestarian lingkungan budaya dan nilai sosial.

3. Adanya pranata sosial yang mendukung upaya pemeliharaan lingkungan.

4. Adanya wahana untuk mendukung upaya pemeliharaan sumber daya alam.

55Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan ModelDesa Berketahanan Sosial di berbagai lokasitersebut, pada kenyataannya para peserta yangikut mulai dari generasi muda (17 tahun/Karang

Taruna/IRMA) sampai dengan yang sudahtermasuk kategori lanjut usia (60 tahun keatas/Tokoh Masyarakat) dapat mengikuti kegiatanyang dilakukan. Pelaksanaan kegiatan ada yang

Tabel 2: Provinsi dan Desa sebagai Lokasi Pelaksanaan Model

Sumber: Hasil Penelitian, 2006-2009.

No. Provinsi Kabupaten/Kota Kecamatan Desa/

Kelurahan Tahun

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Sumatera

BaratKab. Lima Puluh Kota

Lima Puluh Kota Nagari Pauah Sangik

2006

Kabupaten Pesisir Selatan

Sembilan Koto Nagari Siguntur 2006

2. Kalimantan Tengah

Kabupaten Pulang Pisau

Kahayan Hilir Gohong 2006 Anjir 2006

Kahayan Tengah Sigi 2007 Maliku Purwodadi 2007 Pandih Batu Kantan Dalam 2007 Kalawa Kalawa 2007

3. Jambi Kab. Kerinci Gunung Raya Lempur Mudik 2007 4. Sulawesi Barat Kabupaten

MajeneUlumanda Ulumanda 2007

Tandeallo 2007 Kabiraan 2007 Sambabo 2007

5. Bengkulu Kab. Bengkulu Selatan

Air Nipis Suka Rami 2008

Ulumanna Bandar Agung 2008 6. Kalimantan

TimurKab. Kutai Kartanegara

Tenggarong Seberang

Bhuana Jaya 2008 Bukit Pariaman 2008

7. Sulawesi Utara Kota Manado Singkil Kelurahan Ternate Baru

2008

Tuminting Kelurahan Islam 2008 Kab. Kepulauan Talaud

Miangas Poi Laten 2008 Wui Batu 2008

8. Jawa Barat Kabupaten Sukabumi

Cisolok Cikahuripan 2008 Cikidang Cicareuh 2008

Kabupaten Garut

Peundeuy Sukanegara 2009 Pangrumasan 2009

9. Lampung Kab. Lampung Selatan

Kecamatan Sragi Mandala Sari 2009 Way Panji Sido Makmur 2009

10. Nusa Tenggara Barat

Kabupaten Lombok Barat

Sekotong Kedaro 2009 Batu Putih 2009

56 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

dimulai dari pukul 08.30 sampai dengan pukul21.30 atau sesuai dengan kesepatan ketikakontrak belajar/kegiatan. Pelaksanaan kegiatantersebut diselingi dengan waktu istirahat, shalat,dan makan (isoma) sesuai dengan keinginanmereka ketika kontrak belajar yang dibuatbersama. Mereka dapat mengikuti kegiatanyang dipandu oleh fasilitator, baik dari pusatmaupun daerah. Bahkan pada saat penyusunanrencana aksi sampai pembuatan komitmenuntuk melaksanakan rencana aksi yang dibuatbersama, mereka saling bahu membahu, salingtolong menolong, dan saling bekerjasama untukmerampungkannya. Untuk mendukungpelaksanaan rencana aksi yang mereka susunbersama setelah, maka setiap pesertadiharuskan membuat komitmen denganmemberikan kontribusi nyata berupa barangataupun dana sebagai modal awal mereka.Selain itu, dari Pemerintah dalam hal inilingkungan Badiklit Kessos memberikan bantuandana sosial atau dana stimulan yang ditransferke nomor rekening Pokja Tansosmas sebagaipancingan agar mereka bisa menggali lebihbesar lagi dari potensi dan sumber yang terdapatdi dalam dan di luar lingkungan kerja merekaberada.

Setelah selama kurang lebih 6 (enam)bulan berjalan mereka beraktivitasmelaksanakan rencana aksinya, makamanfaatnya dapat dirasakan baik olehkomunitas setempat maupun oleh pihakkecamatan sampai kepada pihak kabupten/kotaatau provinsi sekalipun. Salah satu PemerintahDaerah (Bupati) merespon dengan baikpelaksanaan kegiatan tersebut, karena menurutBupati kegiatan Model Desa BerketahananSosial yang dilaksanakan di daerahnya “sangat

bermanfaat dan berdampak positif”terutama dalam pembangunan kesejahteraansosial, baik untuk Pemerintah Kabupaten padaumumnya maupun masyarakat desa setempatpada khususnya. Oleh karena itu, ada bupatiyang mengirim “Surat Ucapan Terima Kasihdan sekaligus mengharapkan di tiap tahun,diadakan kegiatan serupa di setiapkecamatannya”.

Surat dimaksud berasal dari BupatiKerinci Provinsi Jambi terkait denganpelaksanaan kegiatan Model DesaBerketahanan Sosial di wilayahnya sepertiterlihat di bawah ini.

57Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

Keberhasilan Model Desa BerketahananSosial di daerah sebagai lokus pelaksanaankegiatan juga dikemukakan Kepala BadanPendidikan dan Penelitian Kesejahteraan SosialKementerian Sosial Republik Indonesia

(DR.Mardjuki, M.Sc. ketika diwawancaraiWartawan Koran Tempo, Selasa: 12 Juni 2008di halaman A7) yang menyatakan, bahwa“Hingga kini, cukup banyak program-programLitbang Kessos yang berhasil dilakukan, salah

58 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

satunya adalah Model Desa BerketahananSosial melalui Pemberdayaan PranataSosial. Lebih lanjut dikatakan: “DesaPurwodadi di Kabupaten Pulang Pisau, ProvinsiKalimantan Tengah adalah desa ekstransmigrasi asal Jawa. Dengan penduduk2.248 jiwa, desa itu mampu menggerakkanmasyarakat melalui Pranata-pranata Sosial danberhasil memetakan berbagai kebutuhannya,bahkan mampu menggalang dana untukmelaksanakan program-program yang telahdirancang untuk kesejahteraan anggotamasyarakatnya”. Sementara itu denganWartawan Harian Terbit, Senin: 1 Desember2008, Kabadiklit Kessos mengatakan, bahwa“Kementerian Sosial saat ini tengahmengembangkan pola konsentrasipemberdayaan masyarakat yang disesuaikandengan potensi dan sumber daya yang dimilikimasyarakat setempat. Kebijakan ini diambiluntuk membangun sinergi antara masyarakat,pemerintah, dan industri. Tujuan akhir darikebijakan ini untuk membentuk DesaBerketahanan Sosial, dimana masyarakat dapatmandiri dengan cara mengoptimalkan potensiyang dimilikinya”. Hal itu terjadi setelah TimPeneliti atau Fasilitator Pusat dan Daerahbersinergi mengadakan bimbingan sosial danpemberdayaan terhadap pranata sosial yangterdapat di desa/kelurahan untuk membangundesanya terutama dalam bidang sosial danbidang lainnya.

Berkaitan dengan adanya respon positifdari Pemerintah Daerah (Bupati maupunGubernur) merupakan keberhasilan danprestasi yang patut diapresiasi, namun demikianhal itu juga merupakan suatu penghormatan,tantangan, dan sekaligus peluang untukmengembangkan sayap ke jangkauan wilayah

yang lebih luas lagi bagi peneliti di lingkunganBadiklit Kessos. Pada tataran ini pula harusdisusun dan dibangun komitmen bersamasecara profesional antara Badiklit Kessosdengan Pemerintah Daerah dalam mendukungsuksesnya pelaksanaan Model DesaBerketahanan Sosial sekaligus MembangunKesejahteraan Sosial tersebut.

V. PENUTUP

Sebagaimana telah dikemukakan dalambahasan di atas, maka pada tataran ini dapatdisimpulkan bahwa setiap instansi pemerintahataupun swasta bahkan organisasi sosial/lembaga swadaya masyarakat mempunyaikonsep atau model dalam pelaksanaan danpelayanan terhadap penyandang masalahkesejahteraan sosial. Salah satu model dariberbagai model yang dimiliki Kementerian SosialRepublik Indonesia yang telah ditelurkan,diluncurkan, dan diimplementasikan kalanganpeneliti di lingkungan Badiklit Kessos adalahModel Desa Berketahanan Sosial melaluiPemberdayaan Pranata Sosial. Model ini dalampelaksanaannya menggunakan sasaran PranataSosial sebagai penggerak atau agenpembangunan bidang kesejahteraan sosial ditingkat komunitas lokal (desa/ kelurahan).Pranata Sosial inilah sebagai perwujudan dariberbagai unsur perwakilan tokoh masyarakatyang berada di komunitas lokal (desa/kelurahan) dan juga sebagai agen yangberusaha untuk melayani dan menanggulangipermasalahan kesejahteraan sosial setelahmendapatkan sentuhan perlakuan bimbingansosial atau pemberdayaan dari Fasilitator Pusatdan Daerah. Dengan penyusunan rencana aksiyang mengacu kepada 4 (empat) dimensi

59Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

ketahanan sosial masyarakat, maka mereka(pranata sosial) berusaha mengadakanpelayanan dan penanggulangan terhadappenyandang masalah kesejahteraan sosial;meningkatkan peran serta warga untuk ikutberpartisipasi dalam kegiatan organisasi lokal;berusaha mencegah dan menanggulangi konfliksosial atau tindak kekerasan di komunitas; sertaberusaha untuk memelihara, melindungi,menjaga, meningkatkan, bahkan melestarikankearifan lokal dalam mengelola sumber dayaalam dan sumber daya sosial untuk mencapaitingkat kesejahteraan sosial pada levelkomunitas lokal. Pada pelaksanaan rencanaaksipun, mereka (pranata sosial) selaluberkoordinasi dan bersinergi dengan mitrakerjanya yang dianggap dapat bersama-samadalam membangun desa atau kelurahannya.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, makarekomendasi yang dimunculkan antara lain : 1)Bagi Badilit Kessos, dengan adanya responyang baik dari Pemerintah Daerah (Bupatimaupun Gubernur) terkait dengan pelaksanaanModel Desa Berketahanan Sosial, maka perluditindaklanjuti dalam bentuk “membangunkomitmen bersama” antara Badiklit Kessosdengan Pemerintah Daerah baik dalam bentuksharing dana maupun SDM (fasilitator) untukmewujudkan respon tersebut; dan 2) Demikianhalnya dengan Unit-unit Terkait di lingkunganKementerian Sosial Republik Indonesia sertaInstansi Terkait perlu dibangun kerjasamadalam pembangunan kesejahteraan sosialdengan cara melalui Pola KonsentrasiPembangunan Bidang Kesejahteraan Sosialyang bersinergi dalam melayani danmengentaskan penyandang masalahkesejahteraan sosial di NKRI ini. Denganadanya pembangunan secara sinergi tersebut,

merupakan pintu masuk dapat mewujudkantujuan bersama sesuai dengan harapan yangdiinginkan.

***

DAFTAR PUSTAKA

Anonim; 2008, Data Penyandang MasalahKesejahteraan Sosial Tahun 2008.Jakarta, Pusdatin Kessos.

2008. “BSR, Setitik Karya Nyata KepedulianBI”, dalam Rakyat Merdeka, hal. 20.

2008.“Depsos Kembangkan DesaKetahanan Sosial”, dalam HarianTerbit, hal. 8.

2008. “Menilik Garda Depan PembangunanKesejahteraan Sosial”, dalam KoranTempo, hal. A7.

Hikmat, Harry, 2001. Strategi PemberdayaanMasyarakat. Bandung, HumanioraUtama.

Ife, Jim; 1995, Community Development:Creating Community AlterbativesVision, Analysis, and Practice.Australia, Longman Pty Ltd.

Irwanto; 2006, Focused Group Discussion(FGD) Sebuah Pengantar Praktis.Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Salim, Emil; 2007, “Dua puluh tiga (23) Pulaudi Indonesia Hilang”, dalam MediaIndonesia, hal. 7.

60 Informasi, Vol. 16 No. 01 Tahun 2011

Santoso, Umi Ratih dkk; 2003. PedomanPengumpulan Data Focused GroupDiscussion (FGD) dan Technologyof Participation (TOP). Jakarta;Pusbangtansosmas

Suhendi, Ahmad dkk, 2007 ModulPemberdayaan Pranata SosialDalam Mewujudkan DesaBerketahanan Sosial. Jakarta,Pusbangtansosmas

Suhendi, Ahmad; Ani Wuryandari; dan EndahTriyati, 2007 Replikasi Model DesaBerketahanan Sosial MelaluiPemberdayaan Pranata Sosial.Jakarta; Pusbangtansosmas

BIODATA PENULIS

Drs. Ahmad Suhendi, M.Si. adalah PenelitiPuslitbang Kessos pada BadanPendidikan dan PenelitianKesejahteraan Sosial, KementerianSosial Republik Indonesia, Jakarta.