Mistisisme dalam gereja masa kini

Embed Size (px)

DESCRIPTION

http://gnibot.blogspot.com

Citation preview

BAB I PENDAHULUANMistisisme merupakan gagasan filsafat Timur utama yang menjadi dasar pembentuk pikiran Gerakan aman Baru. Perkawinan dua filsafat Timur-Barat telah juga mempengaruhi iman Kristen. Ada beberapa hal yang menjadikan Kekristenan rentan terhadap pengaruh filsafat Gerakan Zaman Baru. Pertama, karena adanya ayat-ayat dalam Alkitab yang sepertinya bisa ditunggangi oleh Gerakan Zaman Baru (Yoh 15:1-8; 1 Yoh 2:6 dll.). Kedua, adanya sifat mistik juga di dalam kehidupan iman Kristen. Bahkan adanya pencetus pemikiran mistik di tengah-tengah tokoh-tokoh Kristen. Oleh karena itu, Kekristenan perlu secara khusus mempertimbangkan keberadaan Mistisisme di dalam sejarah dan pemikiran teologi Kristen sendiri. Di abad modernisme, manusia lebih menekankan fungsi rasio, sehingga apa pun yang tidak sesuai dengan rasio dianggap bukan kebenaran sejati. Matinya modernisme ditandai dengan Perang Dunia 1 dan 2. Namun sayangnya, matinya modernisme tidak menyadarkan manusia kembali kepada Tuhan, malahan justru tambah parah. Setelah meninggalkan modernisme, manusia sekarang masuk ke dalam zaman postmodern. Di satu sisi, ide postmodernisme ini mengandung sisi positif yaitu menyadarkan manusia bahwa rasio bukan segala-galanya dan mengembangkan kemampuan manusia yang bukan hanya sisi kognitif saja (selain IQ, saat ini kita mengenal istilah EQ dan SQ). Namun, ide ini juga mengandung sisi negatif, yaitu kaburnya batasan yang jelas (Pdt. Joshua Lie, Ph.D. {Cand.} menyebutnya: borderless). Postmodernisme kemudian saat ini disisipi dengan sebuah gerakan yang kerap kali disebut Gerakan Zaman Baru (New Age Movement) yang merupakan sebuah perkawinan antara filsafat Barat (rasionalisme dan empirisisme) dan filsafat Timur ditambah Monisme (percaya bahwa segala sesuatu itu satu atau dengan bahasa agama, segala sesuatu menuju tuhan yang sama) dan Pantheisme (percaya bahwa segala sesuatu itu adalah allah & ridho. Kalau kita telusuri, ide Gerakan Zaman Baru (GZB) sebenarnya mirip dengan ide dalam Buddhisme dan Taoisme yang menekankan pentingnya persatuan dengan alam.

1

BAB II PEMBAHASANMistisisme di dalam konteks Kristen adalah suatu pikiran yang percaya bahwa pengenalan akan Allah atau bersekutu dengan Allah bukan melalui sarana-sarana tidak langsung (seperti melalui Alkitab), tetapi melalui relasi atau pengalaman langsung dengan Allah. Mistisisme seringkali dikaitkan dengan istilah Misteri dalam iman Kristen, karena misteri dikaitkan dengan pengalaman mistis yang dihubungkan dengan hal-hal konkrit dan faktual. Kekristenan tercemar oleh Mistisisme sejak dari awal timbulnya Kekristenan. Mistisisme masuk melalui pengaruh dari Neo-Platonisme. Dalam pengembangannya, sifat mistik ini dikaitkan sampai penyatuan ekstasis dengan Realita Tertinggi. Struktur yang paling mendasar dari Misteri-Mistisisme Kristen ini dapat ditemukan dari sejak bapa-bapa Gereja sampai ke pemikiran Lady Julian dari Norwich, yang oleh Paul Tillich dikategorikan sebagai proses pewahyuan. Paul Tillich melihat ada dua elemen dasar dalam pengertian mistis ini, yaitu: (1) pertama-tama adanya peristiwa tanda-tanda yang betul-betul terjadi di dalam sejarah (suatu situasi yang konkrit, khususnya berkaitan dengan manusia dengan obyek di luar); dan (2) persepsi dari hal-hal khusus yang konkrit ini sebagai suatu tanda yang merupakan hasil dari ekstasis. Ekstasis ini bukan sekedar suatu pengalaman, realisasi antisipasi yang kuat untuk kebenaran tertentu, atau suatu analisa ilmiah. Tetapi suatu perubahan pikiran yang khusus dan memiliki cirinya sendiri yang kokoh. Sebagai sebuah gerakan yang muncul kira-kira 40-50 tahun yang lalu, GZB telah merembes ke dalam segala bidang kehidupan manusia, mulai dari kesehatan, pendidikan, sains, bahkan agama, khususnya Kekristenan. Reiki, Kundalini, Yoga, dll digemari oleh banyak orang, bahkan tidak terkecuali orang Kristen. Bahkan menurut pengakuan salah seorang Kristen yang pernah mencoba Reiki dan Kundalini, pemimpin gereja baik dari Protestan maupun Katolik mencoba Reiki dan Kundalini. Meskipun GZB merupakan perkawinan antara filsafat Barat dan Timur, namun kalau kita memperhatikan dengan teliti, unsur filsafat Timur yang lebih menonjol. Oleh karena itu, dapat dikatakan zaman ini adalah zaman mistik. Bahkan Kekristenan pun secara sadar atau tidak sadar telah diracuni oleh mistisisme ala GZB, ciri-cirinya adalah seperti berikut ini: Pertama, mengaburkan antara Allah dan manusia. Kekristenan sejati sesuai dengan Alkitab mengajarkan bahwa meskipun menyandang gambar dan rupa-Nya, manusia dan2

Allah tetap berbeda secara kualitatif. Namun karena diracuni oleh GZB, maka beberapa Kristen mulai menganut konsep bahwa Allah dan manusia itu satu adanya. Misalnya, ada yang mengatakan bahwa karena kita ada di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita, maka apa yang kita katakan itu yang Kristus katakan. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, ada seorang pendeta yang berani mengatakan bahwa kita adalah allah-allah kecil (little gods). Sebuah kekonyolan terjadi, jika Allah dan manusia itu sama, mengapa di gereja si pendeta tersebut, si pendeta dan jemaatnya masih berdoa kepada Allah. Kedua, mementingkan kuasa kata-kata. Karena manusia dianggap sebagai allah-allah kecil, maka tidak heran, banyak Kristen bahkan pemimpin gereja berani mengajarkan bahwa kata-kata orang Kristen memiliki kuasa untuk mendatangkan berkat atau kutuk, oleh karena itu, selalu katakan kata-kata positif. Jadi, ketika ada orang yang sakit kanker, para penganut berpikir positif ini menyuruh orang yang sakit tersebut berkata, Saya tidak pernah dan tidak boleh sakit. Namun apakah setelah mengatakan hal tersebut, pengidap kanker tersebut menjadi sembuh? Dalam beberapa hal, sebagai orang Kristen, memang adalah bijak jika kita lebih banyak berkata-kata positif untuk menegur dan membangun orang dan mengurangi kata-kata negatif, karena kata-kata negatif kebanyakan melemahkan semangat orang (namun tidak berarti tidak boleh berkata-kata negatif), namun ketika kita terlalu menekankan mutlaknya kata-kata positif dan menghilangkan sama sekali kata-kata negatif, agaknya itu terlalu naif. Misalnya saja jika seseorang pergi ke dokter untuk berobat, kemudian dokter mengatakan bahwa pasiennya sakit malaria atau TBC, tentu tidak mungkin pasien tersebut berkata, Jangan dokter, dokter gak boleh bilang gitu. Bilang dong, saya sehat! Setelah pasien tersebut berkata demikian, bisa jadi si dokter akan menelpon petugas rumah sakit jiwa untuk membawa pasiennya itu untuk segera direhabilitasi. Ketiga, menjadi terkenalnya roh-roh lain. Karena berfokus pada persatuan dengan alam, maka beberapa (banyak) orang Kristen dan pemimpin gereja mengalihkan perhatiannya pada dunia roh. Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya Pengantar Theologi Sistematik mengatakan bahwa sebuah khotbah yang berpusat pada Allah menghindarkan jemaatnya dari: keduniawian (worldliness) dan kedunia-lainan (other-worldliness). Namun karena banyak khotbah hari ini tidak berpusat pada Allah, maka tidak heran, terciptalah suatu generasi Kristen yang maniak dengan dunia roh. Hari-hari ini, buku yang bertemakan dunia roh, dunia santet, dll laris di kalangan Kristen dan penulis bukunya ramai diundang di gereja. Bahkan banyak orang Kristen dengan beberapa orang Kristen yang berasal dari gereja yang suka dengan dunia roh mengatakan bahwa beberapa orang Kristen diberi karunia untuk melihat setan. Padahal di Alkitab tidak ada satu orang pun yang diberi karunia dari Tuhan3

untuk melihat setan. Tugas orang Kristen dan pemimpin gereja itu seharusnya memberitakan Injil dan mengajar iman Kristen, sekarang berubah menjadi mengusir setan. Namun bukan berarti orang Kristen harus anti dengan pengusiran setan, namun ada baiknya untuk tidak mengatakan segala sesuatu sebagai setan. Guci tua yang ada gambar naganya dianggap setan, tetapi salah satu mata uang negara tertentu yang ada gambar naganya, ternyata tidak dibakar. Di Alkitab, ada tulisan naga di kitab Wahyu, apakah kitab Wahyu perlu dibakar juga? Garagara sibuk dengan urusan setan dan kroni-kroninya, kekristenan mulai dialihkan oleh setan sendiri dari mimbar yang seharusnya memberitakan firman menjadi mimbar yang suka membuka kedok setan, sehingga jemaat bukan makin mengerti firman, tetapi makin mengerti dan mendalami setan. Keempat, menjadi terkenalnya para pelayan roh-roh lain. Karena roh-roh lain juga laris, maka tidak heran para pelayan roh-roh tersebut juga laris. Beberapa orang Kristen merasa tidak bersalah apa-apa tatkala mereka mendatangi peramal nasib atau dukun untuk meminta petunjuk. Bagaimana tidak, seseorang yang melayani dalam tim pembesukan jemaat di salah satu gereja Injili di Surabaya malah mendatangi seorang peramal. Mereka tidak menyadari bahwa peramal lebih tidak bisa diandalkan ketimbang Allah. Peramal tetap adalah manusia yang terbatas dan berdosa, belum tentu ia bisa meramal sampai 10 bahkan 100 tahun ke depan. Selain itu biasanya isi ramalan itu pun merupakan isi yang umum. Pdt. Ir. Amin Tjung, M.Th. pernah mengatakan bahwa ada seorang yang mau buka perusahaan datang ke peramal, si peramal menasihati bahwa ia harus hati-hati. Tanpa pergi ke peramal pun, orang lain juga bisa menasehati hal yang sama. Lagipula yang perlu menjadi pertanyaan adalah, apakah si peramal itu sendiri bisa meramal kehidupannya yang akan datang? Jika tidak bisa, untuk apa meramal orang lain? Kelima, menjadi terkenalnya sarana yang dipakai oleh roh-roh lain. Selain para pelayan roh-roh lain, roh-roh lain juga menggunakan sarana-sarana tertentu yang disakralkan. Banyak orang Kristen hari-hari ini mensakralkan barang-barang tertentu atau tempat tertentu, misalnya: berdoa lebih terasa kalau di bukit doa, mutlaknya minyak urapan sebagai sarana kesembuhan, dll. Berdoa di bukit doa tidaklah salah, namun jika sudah memutlakkannya lalu mengajar bahwa jika berdoa di bukit doa maka pasti dikabulkan Tuhan itu sudah memberhalakan tempat dan jangan salahkan jika iblis gemar tinggal di sana. Di Alkitab Perjanjian Baru, tidak ada satu ayat pun yang mengajar minyak urapan sebagai media kesembuhan. Ada pendeta yang menafsirkan kata minyak di Yakobus 5:14 sebagai minyak urapan. Minyak di situ artinya minyak sebagai obat dan di seluruh Injil, Kristus tidak pernah satu kali pun menggunakan minyak sebagai sarana menyembuhkan orang sakit.4

Sarana lain yang dipakai roh-roh lain adalah tradisi mistik Timur. Kalau kita melihat di Tiongkok, orang-orang Tionghoa percaya dengan shio. Shio ini sebenarnya merupakan tanda supaya orang bisa mengetahui dia lahir pada tahun apa dan usianya sekarang berapa. Namun dalam perkembangannya, shio disisipi muatan mistik dengan mengatakan bahwa orang yang shionya babi itu penidur, perempuan yang shionya macan itu tidak laku (karena keras). Tetapi begitu ditunjukkan fakta bahwa ada seorang pendeta yang bershio babi namun bukan penidur, orang yang memuja shio ini mengatakan bahwa itu mungkin babi air atau babi tanah. Yang lebih ekstrem, seorang pendeta supaya kelihatan rohani mengatakan bahwa shionya shio Yesus (bukan rohani, tetapi justru menghina Yesus dengan menyamakan-Nya dengan binatang). Di dalam tradisi Indonesia juga kita sering mendengar bahwa jangan berdiri di depan pintu saat maghrib, jangan buang air kecil di bawah pohon besar), dll. Semuanya ini juga masih dipercaya dan dilakukan oleh beberapa orang Kristen.

Iman kristen yang mistik

Di dalam iman Kristen tentu terdapat iman yang mistik, akan tetapi iman dalam kekristenan itu bukanlah iman mistik yang buta, seperti mistisme ala Gerakan Zaman Baru yang anti hal-hal rasional dan cenderung subyektif. Iman mistik dalam Kristen adalah iman mistik yang obyektif dan ada dasarnya. Di dalam ajaran Alkitab yang dikembangkan oleh seorang theolog, kita mengenal doktrin persatuan mistis orang percaya dengan Kristus (mystical union with Christ). Kita juga mengenal beberapa tokoh mistik Kristen, misalnya: Bernard of Clairvaux dan Thomas Kempis yang terkenal dengan bukunya The Imitation of Christ. Mereka berdua mengajarkan iman Kristen secara mistis, namun mistik versi mereka berdasarkan Alkitab, karena mengajarkan doa, kontemplasi/meditasi (merenungkan firman Tuhan, bukan mengosongkan pikiran), dll. Mistisisme Kristen yang Alkitabiah ini seharusnya menyadarkan kita pentingnya kesalehan (pietas) hidup kita. Dunia yang dipenuhi oleh semangat mistisisme ala GZB tidak seharusnya membuat orang Kristen menjadi ikut-ikutan. Sebagai pengikut Kristus, kita diperintahkan untuk mengubah pola pikir kita untuk mengerti kehendak Allah (Rm. 12:2) dengan cara berfokus kepada Kristus (Kol. 2). Hidup Kristen yang berfokus kepada Kristus berarti hidup yang men-Tuhan-kan Kristus dan tunduk di bawah otoritas Alkitab. Tunduk di bawah otoritas Alkitab berarti diawali dengan belajar Alkitab baik-baik dan bertanggung jawab, lalu menguji segala sesuatu di dunia ini dengan dasar Alkitab (1Tes. 5:21).5

Bernard dari Clairvaux (1090-1153) dapat dianggap sebagai representasi Mistisisme Kristen. Dengan melawan Abelaard, Bernard menggeser Kekristenan dari sifat obyektif menjadi subyektif. Jika Abelaard menekankan akan peranan rasio, maka ia menekankan pengalaman mistis. Pengalaman ini didasarkan pada iman, dan iman dimengerti sebagai antisipasi kehendak. Iman diciptakan oleh Roh ilahi, dan pengalaman yang mengikuti mengkukuhkannya. Bagi Bernard, ada tiga tahapan bagi seseorang melangkah masuk ke dunia Mistik, yaitu: (1) mempertimbangkan, dimana seseorang mulai melihat hal itu dari luar; hal-hal itu masih tetap menjadi obyek dari subyektivitas orang itu; (2) merenungkan, yaitu turut mengambil bagian di dalam kuil, masuk ke dalam kekudusan dari yang kudus; dan (3) excessus, yaitu keluar dari diri sendiri, suatu sikap melampaui keberadaan yang normal, sesuatu di mana manusia didorong melampaui dirinya sendiri tanpa kehilangan dirinya sendiri. Ini juga disebut sebagai raptus, yang artinya: telah tergapai. Pada tingkat ketiga ini manusia telah melompat masuk ke dalam keilahian, bagaikan setitik anggur yang jatuh ke dalam segelas anggur. Substansinya masih ada, tetapi bentuk dari tetesan pribadi itu telah menyatu ke dalam rangkulan bentuk ilahi. Ia tidak kehilangan identitas pribadinya, tetapi ia telah menjadi bagian dari realita ilahi. Gagasan Bernard ini sangat mirip, kalau tidak mau dikatakan sama, dengan pandangan filsuf Yunani Heraklitos (meninggal 480 BC) di dalam konsep Logos dan logikosnya. Logikos adalah cipratan Logos yang akan menyatu kembali dengan Logos utama. Ide sejenis juga kemudian muncul di dalam pandangan Gotthold Wilhelm Leipniz (1646-1716) di dalam teori Monadologinya. Paul Tillich menganggap bahwa Mistisisme Konkrit dari Bernard masih berada di dalam batasan tradisi Kristen, karena ia melihat bahwa Paulus juga berasumsi sedemikian, yaitu bahwa Allah akan menjadi semua di dalam semua. Pikiran Bernard Clairvaux ini sedikit banyak mempengaruhi pikiran Martin Luther.

Perlawanan Terhadap Mistik Kristen

Selanjutnya, Tillich melihat adanya salah mengerti dari Ritschl tentang Mistisisme abad pertengahan. Mistisisme dalam teologi Kristen tidak bisa disamakan dengan Mistisisme Asia atau Mistisisme Neo-Platonis. Bagi tokoh-tokoh Skolastik, Mistisisme berarti pengalaman pribadi. Dogma dasarnya adalah kesatuan dengan yang ilahi melalui praktek-praktek ibadah, doa, perenungan dan asketisme. Dan ini merupakan ciri dari Skolastiksisme.

Sekalipun bagi Paul Tillich, Mistisisme Skolastik berbeda dari Mistisisme Asia dan Neo6

Platonis, namun ciri-ciri Mistisisme Skolastik memiliki banyak kemiripan dengan keduanya, bahkan beberapa tokoh Kristen abad pertengahan juga dipengaruhi oleh Neo-Platonis. Oleh karena itu, banyak tokoh Kristen yang juga melawan masuknya Mistisisme di dalam iman Kristen. Permusuhan terhadap Mistisisme ditimbulkan oleh beberapa alasan. Argumen-argumen bisa ditelusur mundur sampai pada pandangan Luther yang banyak dipengaruhi oleh Bernard dari Clairvaux, seperti yang telah diungkapkan di atas. Alasan-alasan utama menentang Mistiksime antara lain: (1) Terlalu bersifat doktrin karya, yaitu keselamatan seseorang merupakan kerjasama antara Allah dan manusia. Dalam gagasan ini seseorang bisa turut mempengaruhi keselamatan dan pencerahan dirinya; (2) Gagasan ini tidak melihat dosa sebagai kejahatan moral, tetapi sekedar hanyalah suatu kelemahan atau kekurangan-mengertian, sehingga penebusan tidak bergantung pada tindakan pendamaian Allah, tetapi pada suatu proses iluminasi atau pencerahan progresif; (3) Pikiran ini sangat jauh dari keterikatan dengan prinsip inkarnasi secara historis dan perkembangannya, Gereja dan sakramen-sakramen; (4) Ia bersikap terbuka terhadap etika dan memegang sejenis asketisme, yang pada dasarnya merupakan penyangkalan terhadap doktrin penciptaan Kristen; (5) Ajaran Mistisisme Kristen ini juga tidak sesuai dengan eskatologi Kristen, karena sifat mistik berhubungan erat dengan sifat beatifik, yaitu penglihatan akan hal-hal yang akan datang di dalam pengalaman mistik seseorang secara pribadi. Berdasarkan pertimbanganpertimbangan di atas, maka iman Kristen harus membedakan antara Mistisisme di dalam Kekristenan dengan sifat Misteri di dalam iman Kristen yang dimengerti oleh bapa-bapa Gereja.

7

BAB III KESIMPULANIman Kristen harus sangat berhati-hati menghadapi perkembangan Mistisisme yang tidak sesuai dengan Firman Allah. Ungkapan Misteri dari Bapa Gereja, beberapa ayat-ayat di dalam Alkitab yang mengungkapkan imanensi Allah dan kesatuan mistis antara umat Allah dan Allah sendiri, tidak dapat dipersamakan dengan gagasan Mistisisme, baik Mistisisme Asia, Mistisisme Neo-Platonis, maupun Mistisisme Konkrit. Alkitab mengajarkan bahwa Allah (dalam hal ini Roh Kudus) memang tinggal di dalam diri orang percaya, sehingga terdapat kesatuan antara Allah dan manusia (Yoh 15:1-8; Rom 8:9-17). Tetapi sekaligus ayat-ayat itu juga membedakan Allah dan manusia. Ketika terjadi persekutuan antara Allah dan manusia, manusia tidak pernah mendapatkan natur Ilahi. Tidak pernah terjadi peleburan secara mistis antara Allah dan manusia. Alkitab tidak pernah memberikan gagasan bahwa manusia akan melebur dengan Allah, bagaikan setetes anggur menyatu dengan anggur di dalam gelas. Peter Angeles di dalam kamusnya membedakan terminologi Mistisisme ke dalam dua bagian, yaitu: penyerapan total dan penyerapan bagian. Di dalam penyerapan total, maka saya terserap seluruhnya ke dalam Yang Semua (Yang Esa) itu, sehingga tidak lagi terdapat perbedaan subyek-obyek lagi. Di sini tidak lagi dibedakan antara pribadi yang mengalami dengan pengalaman itu sendiri. Sedangkan pada penyerapan bagian, maka saya ini harus berhadapan dengan Yang Semua (Yang Esa) itu. Pada keadaan ini, maka pribadi itu berdiri dengan jarak tertentu di hadapan Yang Semua. Ada kesadaran perbedaan antara diri yang mengalami dengan pengalaman itu sendiri. Dalam kasus ini, pengertian Mistisisme bisa sangat dekat atau sama dengan pengertian Misteri kesatuan antara Allah dan manusia yang ada di dalam Kekristenan. Karena itulah terminologi dua pengertian seperti ini perlu diperjelas lagi.

8

DAFTAR PUSTAKAAngeles, Peter A. 1981. Dictionary of Philosophy, New York, New York: Harper & Row. Dowley, Tim. 1990. The History of Christianity, Oxford: Lion Publ. Flew, Anthony. 1979. A Dictionary of Philosophy, London: Pan Books. Geisler, Norman dan Feinberg, Paul D. Introduction to Philosophy: A Christian Perspective. George A. Mather dan Larry A. Nichols. 1993. "Mysticism". Dalam: "Dictionary of Cults, Sects, Religions and the Occult," Grand Rapids, Michigan: Baker. Tinsley, E.J. 1969. Mystery in The Westminster Dictionary of Christian Theology, ed. Alan Richardson dan John Bowden, Philadelphia, Pennsylvania: Westminster Press. Tinsley, E.J. 1969. Mysticism The Westminster Dictionary of Christian Theology, ed. Alan Richardson dan John Bowden, Philadelphia, Pennsylvania: Westminster Press. Tillich, Paul. 1968. A History of Christian Thought, New York, New York: Simon & Schuster.

9