MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

Embed Size (px)

Citation preview

OUTLINE PERKULIAHAN

I. PENDAHULUAN

Mikrobiologi pengolahan pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan terhadap sel mikroorganisme termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap pengolahan. Disamping itu ilmu ini juga mempelajari perubahan-perubahan mikrobiologi pada makanan selama dan setelah proses pengolahan, baik perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang yang menguntungkan seperti fermentasi makanan. Proses pengolahan dan pengawetan makanan tidak selalu dapat mencegah semua perubahan-perubahan yang merugikan. Sebagai contoh, pada makanan yang telah diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan , enzim-enzim yang terdapat dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan warna, tekstur maupun cita rasa produk. Oleh karena itu baik proses pembekuan maupun pengeringan sebaiknya didahului dengan proses pemanasan, yaitu proses blansir, untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.Mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel mikroorganisme mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadap berbagai proses pengolahan dan pengawetan. Sebagai contoh, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat psikrofilik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan. Demikian juga penambahan garampada umumnya menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang pertumbuhan bakteri halofilik yang sering mengakibatkan perubahan warna.

Setiap produk olahan pangan mempunyai karakteristik yang berbeda, dimana sifat-sifat tersebut terutama dipengaruhi oleh komposisi bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi penyimpanannya. Oleh karena itu sifat mikrobiologi dari masimg-masing produk tersebut juga sangat spesifik.Cara-cara analisis dan deteksi mikroorganisme pada bahan pangan perlu dikembangkan menggunakan metode baru yang lebih cepat dan sensitif, karena metode konvensional yang umum digunakan sampai sekarang selaim memerlukan alat-alat gelas dalam jumlah cukup banyak. Metode-metode baru yang banyak dikembangkan sekarang termasuk metode-metode untuk mendeteksi berbagai bakteri patogen dan toksin mikroorganisme secara lebih cepat dan sensitif.

Dalam mikrobiologi pengolahan pangan, perkembangan dalam bidang rekayasa genetik di negara-negara yang sudah maju perlu diikuti supaya kita tidak ketinggalan dalam pengembangan teknologi. Rekayasa genetik yang banyak dikembangkan sampai sekarang adalah dalam bidang fermentasi industrial, misalnya pengembangan galur-galur mikroorganisme yang berpotensi untuk memproduksi suatu komponen makan atan bahan tambahan makanan. II. EKOLOGI MIKROORGANISME PADA MAKANAN

Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme pada makanan yang terdapat dalam berbagai makanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan karena pengaruh selektif yang terjadi terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme pada makanan, sehingga satu atau beberapa jenis mikroorganisme menjadi dominan daripada yang lainnya dan merupakan mikroorganisme yang spesifik pada makanan tertentu.

Mikroorganisme yang terdapat pada makanan dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanah, debu, air permukaan, saluran pencernaan manusia dan hewan, saluran pernafasan manusia dan hewan, dan lingkungan pemeliharaan, persiapan, penyimpanan dan pengolahan. Beberapa parameter yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada makanan menentukan apakah suatu mikroorganisme dapat tetap dorman ,mati atau tetap hidup subur sehingga tetap dominan pada makanan, tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme pada makanan dapat dibedakan atas 4 faktor utama, yaitu faktor intrinsik, faktor ekstrinsik, faktor pengolahan, dan faktor implisit.

FAKTOR INTRINSIK Sifat-sifat fisik, kimia dan struktur makanan yang mmempengaruhi populasi dan pertumbuhan mikroorganisme disebut faktor intrinsik. Faktor-faktor tersebut terdiri dari :1. pH

2. Aktivitas air (aw )

3. Potensi oksidasi reduksi (Eh)

4. Kandungan nutrisi

5. Senyawa antimikroba

6. Struktur biologi

Nilai pH

Kebanyakan mikroorganisme tumbuh baik pada pH 6,6 7.5 dan hanya beberapa yang dapat tumbuh pada pH di gawah pH 4.0. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang lebih sempit dibandingkan dengan kapang atau kamir, sebagai contoh kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh di bawah pH 4 dan di atas pH 8.0, sedangkan kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1.5 sampai 8.0 8.5. Oleh karena itu makanan yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh.

Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat pada makanan tersebut. Asam di dalam makanan mungkin terdapat secara alamiah, seperti pada buah-buahan asam, atau terbentuk secara fermentasi, misalnya pada yougurt, pikel sayur asin,dan sebagainya. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan mikroorganisme kadang-kadang dipengaruhi oleh jenis asam yang terdapat di dalam makanan tersebut. Sebagai contoh, beberapa laktobasili dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah jika asam yang terdapat pada makanan tersebut berupa asam asetat atau asam laktat.Aktivitas air (aw)

Nilai aw kebanyakan makanan segar adalah di atas 0.99. Kebanyakan bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh pada aw dibawah 0.91, sedangkan kebanyakan kamir pembusuk tidak dapat tumbuh pada aw di bawah 0.88, dan kebanyakan kapang pembusuk tidak dapat tumbuh pada aw dibawah 0.88. Bakteri patogen yang tidak dapat tumbuh pada aw relatif rendah adalah Staphylococcus aureus, yang dapat tumbuh sampai aw di bawah 0.86, sedangkan Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh pada aw paling rendah adalah bakteri halofilik, yaitu sampai aw 0.75, sedangkan kapang xerofilik dapat tumbuh sampai aw 0.65, dan kamir osmofilik dapat tumbuh sampai aw 0.60.

Potensi oksidasi reduksi (O/R, Eh)

Mikroorganisme berbeda dalam sensitivitasnya terhadap potensi oksidasi reduksi dari medium pertumbuhannya. Potensi O/R dari substrat menunjukkan kemampuan substrat untuk melepaskan elektron (teroksidasi) atau menerima elektron (tereduksi). Potensi O/R dari suatu sistim diberi simbol Eh. Mikroorganisme aerobik memerlikan nilai Eh positif (teroksidasi), sedangkan mikroorganisme anaerobik memerlukan nilai Eh negatif (terduksi). Komponen-komponen yang menyebabkan konduksi reduksi (anaerobik) pada makanan adalah grup sulhidril (-SH) di dalam daging dan asam askorbat serta gula-gula pereduksi di dalam buah-buahan dan sayur-sayuran. Selain itu tekanan oksigen di atmosfir yang terdapat disekitar makanan juga mempengsruhi potensi O/R.

Beberapa bakteri aerobik tumbuh lebih baik pada kondisi tereduksi, dan bakteri tersebut disubut bakteri mikroaerofilik. Beberapa contoh bakteri mikroaerofilik adalah laktobasili dan srteptokoki. Beberapa bakteri mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada keadaan aerobik ataupun anaerobik dan disebut anaerob fakultatif. Kebanyakan kapang dan kamir yang tumbuh pada makanan bersifat aerobik, dan hanya beberapa yang bersifat fakultatif anaerobik.

Kandungan nutrisi

Untuk dapat tumbuh dan berfungsi secara normal mikroorganisme membutuhkan komponen-komponen sebagai berikut :

1. Air

2. Sumber energi

3. Sumber Nitogen

4. Vitamin dan faktor pertumbuhan lainnya

5. Mineral

Dari kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan kapang mempunyai kebutuhan nutien yang paling minimal, diikuti dengan kamir, kemudian bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positif mempunyai kebutuhan nutrien yang paling tinggi.Sebagai sumber energi, mikroorganisme pangan dapat menggunakan berbagai gula ,alkohol, dan asam amino. Beberapa mikroorganisme dapat menggunakan sumber karbohidrat yang lebih kompleks seperti pati, sellulose, dengan terlebih dahulu memecahkannya menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Lemak dapat juga digunakan oleh beberapa mikroorganisme tertentu sebagai sumber energi.

Sumber nitrogen utama bagi mikroorganisme heterofilik adalah asam amino, Berbagai senyawa sumber nitrogen juga dapat digunakan sebagai mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme dapat menggunakan nukleotida dan asam amino bebas, sedangkan mikroorganisme lainnya dapat menggunakan peptida dan protein. Pada umumnya mikroorganisme akan menggunakan senyawa yang paling sederhanan dulu, yaitu asam amino sebelum menggunakan senyawa yang lebih kompleks seperti protein.Mikrorganisme mungkin membutuhkan vitamin B dalam jumlah kecil. Pada umumnya bakteri gram positif mempunyai kemampuan paling rendah dalam mensintesa semua faktor pertumbuhan yang dibutuhkan, oleh karena itu kedua grup mikroorganisme tersebut sering ditemukan tumbuh pada makanan-makanan yang mempunyai vitamin B rendah.

Senyawa Antimikroba

Ketahanan makanan terhadap serangan mikroorganisme juga dipengaruhi oleh adanya senyawa-senyawa antimikroba yang disebut laktenin dan suatu senyawa antikoliform. Selain itu susu mentah mengandung laktoperoksidase yang efektif terhadap streptokoki.Senyawa antimikroba lainnya yaitu lisozim di dalam putih telur dan asam benzoat di dalam beberapa buah-buahan. Lipid dan minyak esensial, misalnya eugenol di dalam cengkeh dan aldehida sinamat di dalam kayu manis, juga mempunyai sifat anti mikroba.

Struktur Biologi

Beberapa bahan pangan mempunyai stuktur spesifik yang melindungi terhadap masuknya organisme pembusuk dan proses pembusukan selanjutnya, Contoh struktu tersebut misalnya kesat pada biji-bijian, kulit buah-buahan, kulit telur, kulit kacang, kulit pada ikan dan hewan, dan sebagainya. Selain itu tekstur bahan pangan juga mempengaruhi kecepatan pembusukan oleh mikroorganisme pembusuk. Sebagai contoh ikan dan daging ayam lebih cepat mengalami kerusakan dan kebusukan dibandingkan dengan daging sapi karena ikan dan daging ayam mempunyai struktur yang lebih lembut dan lunak dibandingkan dengan daging sapi.FAKTOR EKSTRINSIK

Faktor ekstrinsik adalah kondisi lingkungan penyimpanan yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme pada makanan terutama adalah suhu penyimpanan, kelembaban relatif lingkungan, dan susunan gas dilingkungan tempat penyimpanan.

Suhu

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga grup yaitu:

1. psikrofil yang mempunyai suhu optimum 5-150C dengan kisaran suhu

pertumbuhan 5-200C2. mesofil yang mempunyai suhu optimum 20-400C dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-450C

3. termofil yang mempunyai suhu optimun pertumbuhan 45-600C dengan kisaran suhu pertumbuhan 25- 800CMeskipun makanan akan lebih awet jika sisimpana pada suhu yang lebih rendah,tetapi beberapa makanan akan menurub mutunya jika disimpan pada suhu 13-170C dibandingkan dengan suhu 5-70C. Kebanyakan sayuran mempunyai suhu penyimpanan terbaik pada suhu sekitar 100C, termasuk kentang ,kubis, seledri dan sebagainya.Kelembaban relatif

Kelembaban relatif (RH) lingkungan tempat penyimpanan mempengaruhi aw dalam makanan. Makananan dengan aw rendah akan menyerap air jika disimpan dalam lingkungan dengan RH tinggi. Demikian juga sebaliknya makanan dengan aw tinggi akan kehilangan air jika disimpan di dalam ruang dengan RH rendah.

Penyimpanan makanan di dalam ruangan dengan RH rendah dapat mencegah kebusukan mikroorganisme, akan tetapi pada RH yang rendah makanan juga akan kehilangan sebahagian airnya sehingga mengerut dan menurunkan mutu makanan. Dalam memilih RH lingkungan yang tepat, perlu diperhatikan kemungkinan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan tetap mempertahankan mutu makan yang disimpan.Susunan Gas Atmosfir

Penyimpanan buah-buahan di dalam ruang dengan konsentrasi yang CO2 dinaikkan sampai 10 % ternyata dapat mencegah pertumbuhan kapang yang biasanya menyerang buah-buahan. Cara penyimpanan ini disebut controlled atmosphere storage ( CA storage), dimana CO2 ditambahkan ke dalam ruangan dari sumber mekanis atau menggunakan es kering (CO2padat). Dengan CA storage kematangan buah-buahan dapat juga diperlambat, dan hal ini diduga disebabkan karena CO2 bersifat sebagai inhibitor kompetitif bagi etilen yang berperan dalam kematangan buah-buahan.

Selain CO2, Ozon (O3) juga mempunyai effek mengawet terhadap beberapa makanan, dengan konsentrasi beberapa ppm, ozon terbukti dapat mencegah pertumbuhan beberapa mikroorganisme pembusuk. Karena ozon termasuk senyawa pengoksidasi kuat, maka ozon tidak dapat digunakan untuk mengawet makan dengan kadar lipid yang tinggi karena akan menyebabkan ketengikan pada makanan tersebut. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada makanan sangat dipengaruhi ada tidaknya oksigen disekelilingnya. Daging yang disimpan pada suhu rendah kebanyakan terkontaminasi oleh bakteri gram negatif yang bersifat psikrofil. Pada kondisi penyimpanan aerobik bakteri dominan pada karkas daging yang disimpana pada suhu rendah (lemari es) adalah bakteri gram negatif berbentuk batang dan pembentuk lendir, sedangkan persentase bakteri gram positip menurun selama beberapa jam penyimpanan. Sebaliknya padadaging yang dipak secara vakum (kondisi aerobik) dan disimpan pada penyimpanan yang sama, bakteri yang dominan adalah bakteri gram positifp yang bersifat anaerobik fakultatif dan menyebabkan keasaman atau penurunan pH daging. Selama penyimpanan vakum, jumlah bakteri gram negatip pada daging menurun.FAKTOR IMPLISIT

Faktor implisit adalah parameter biotik yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam makanan yang meliputi antagonisme, sinergisme dan sintrofisme. Sinergisme dan antagonisme terjadi terutama melalui pembentukan senyawa perangsang ( untuk sinergisme ) atau penghambat untuk ( antagonisme ). Contoh senyawa penghambat yang terbentuk oleh mikroorganisme misalnya adalah bakteriosin. Sintrofisme adalah pertumbuhan antara dua mikroorganisme sehingga membentuk kondisi nutrisi yang memungkinkan mikroba lainnnya untuk tumbuh. Meskipun mikroorganisme patogen dan pembusuk terdapat dalam makanan , tetapi kadang-kadang tidak terjadi keracunan atau kebusukan makanan karena pertumbuhan dan metabolisme dari mikroorganisme patogen atau pembusuk tersebut dihambat melalui reaksi antagonistik oleh mikroorganisme lainnya. Tabel berikut menunjukkan mikroorganisme yang umum terdapat dalam bahan pangan dan bersifat antagonis terhadap mikroorganisme lainnya.

Tabel 1. Beberapa contoh interaksi antagonistik diantara mikroorganisme pada bahan pangan

Mikroorganisme

Mikroorganisme yang mempunyai pengaruh antagonistik

Clostridium botulinumBacillus sppBrevibacterium linen

Clostridium perfringens

Clostridium sporogenes

Enterobacriaceae

Lactobacillsceae

Pseudomonan aeroginosa

Streptococcus lactis

Clostridium perfringensClostridium sporogenesLactobacillaceae

Escherichia coliLactobacillaceae

SalmonellaEschericia coliLactobacillaceae

Staphylococcus aureusAeromonasBacillus spp

Enterobacteriaceae

Lactobacillaceceae

Pseudomonas

Khamir

Aeromonas spp Alcaligenes spp

Pseudomonas spp

Vibrio spp

FAKTOR PENGOLAHAN

Setelah seleksi faktor intrinsik dan ekstrinsik , jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam makanan juga dipengaruhi oleh proses pengolahan yang dilakukan terhadap makanan tersebut. Perlakuan panas, irradiasi dan penggunaan senyawa pensteril seperti etilen oksida pada umumnya dapat membunuh semua mikrorganisme pembusuk. Disamping itu beberapa tahap dalam proses pengolahan kadang-kadang menambah jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam makanan, misalnya proses pencucian bahan menggunakan air yang kurang bersih, kontaminasi dari alat- alat pengolahan yang digunakan, penyimpanan yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan sebagainya.

PENGARUH TOTAL

Semua faktor-faktor yang disebut diatas mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam makanan. Tetapi dari faktor-faktor tersebut, terutama pH, aw ,dan adanya senyawa antimikroba, membedakan makanan ke dalam tiga kelompok berdasarkan ketahanannya terhadap serangan mikroorganisme. Berdasarkan daya awetnya , makananan dibedakan atas tiga kelompok yaitu:1. Bahan pangan yang mudah rusak misalnya daging, ikan, susu dan sebagainya

2. Bahan pangan yang agak awet karena telah mengalami proses pengolahan, misalnya jem, susu kental manis, sosis dan sebagainya

3. Bahan pangan yang tahan (awet), misalnya makanan-makanan kering.

Pada bahan segar seperti daging, susu, telur, daging ayam dan ikan segar,

mikroorganisme yang dominan adalah terutama adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang bersifat psikrofilik. Pada bahan pangan yang telah mengalami proses pasteurisasi, bakteri gram negatif pada umumnya akan mati dan masih tahan terhadap pasturisasi adalah streptokoki grup D.

Penurunan aw makanan akan mengubah mikroflora pada makanan tersebut. Bahan makanan yang diturunkan awnya sampai 0.96 dan dikombinasi dengan penurunan pH, penambahan bahan pengawet, serta pengemasan yang baik mempunyai daya tahan simpan sampai beberapa minggu pada suhu dibawah 10oC. Mikroorganisme yang dominan pada makanan semacam ini terutama adalah laktobacilli, streptokoki, kapang dan kamir. Makanan yang awnya diturunkan sampai 0.85 pada umumnya tidak ditumbuhi oleh bakteri tetapi yang dominan adalah kapang dan kamir. Jika aw makanan diturnkan lagi sampai 0.80, hanya kapang yang dapat tumbuh pada aw tersebut Pada makanan yang disterelisasi dengan cara pengalengan, hanya bakteri pembentuk spora yan masih dapat tumbuh dan menyebabkan kebusukan.III. MIKROORGANISME INDIKATOR PADA PRODUK PANGAN OLAHPenggolongan Mikroorganisme Indikator

Mikroorganisme indikator pada produk pangan olah merupakan mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai batasan penetapan mutu suatu produk pangan olah. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator mutu suatu produk pangan olah dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu :

1. Mikroorganisme indikator keamanan

2. Mikroorganisme indikator sanitasi pengolahan

3. Mikroorganisme indikator kebusukan

Mikroorganisme indikator keamanan pangan terdiri dari mikroorganisme patogen

yang sering ditemukan pada produk pangan tertentu. Mikroorganisme patogen tersebut dapat dibedakan atas mikroorganisme penyebab infeksi dan penyebab keracunan makanan. Contoh Salmonella merupakan bakteri patogen yang sering ditemukan sebagai indikator keamanan produk-produk daging, udang beku dan telur, sedangkan Staphylococus aureus digunakan sebagai indikator keamanan produk-produk daging olah beragam seperti sosis, daging asap dan ikan.

Mikroorganisme indikator sanitasi pengolahan pangan terdiri dari mikroorganisme yang mungkin mencemari makanan selama pengolahan. Pengujian terhadap mikroorganisme sanitasi pengolahan dilakukan segera setelah pengolahan, tidak Setelah penyimpanan atau transpor. Mikroorganisme tersebut dapat berasal dari berbagai sumber misalnya dari alat-alat pengolahan yang digunakan, baik untuk pencucian bahan makanan, maupun yang langsung yang digunakan pada pengolahan, dari pekerja pengolah makanan, atau dari hewan-hewan yang mencemari tempat pengolahan .

Mikroorganisme indikator kebusukan makanan dapat digunakan sebagai penetapan daya tahan simpan suatu produk pangan olah, sehingga dapat diketahui masa kadaluwarsa produk-produk tersebut. Semakin tinggi jumlah mikroorganisme pembusuk, semakin rendah daya tahan simpannya.

Jenis mikroorganisme indikator, baik indikator keamanan, sanitasi maupun kebusukan, berbeda-beda untuk setiap jenis produk pangan olah, yaitu tergantung dari jenis dan komposisi produk pangan dan proses pengolahan yang diterapkan. Berikut ini akan dibahas mikroorganisme indikator dikelompokkan berdasarkan kelompok komoditi pangan olah, yaitu produk sayuran, produk daging dan unggas, produk susu, dan produk hasil perairan seperti ikan, udang dan kerang.

PRODUK SAYURAN

Produk sayuran yang akan dibahas adalah terutama sayuran beku dan sayuran kaleng karena kedua produk tersebut dianggap produk sayuran yang populer. Produk sayuran kering tidak dibahas karena dianggap sebagai produk yang kurang populer, dan karena bentuknya kering maka relatif aman dan tahan lama disimpan.

Sayuran beku

Sayuran pada umumnya terkontaminasi oleh bakteri yang tergolong koliform, dan bakteri tersebut mungkin masih ada pada setiap tahap pengolahan. Dari survey yang dilakukan oleh Splittstoesser dan Wettergreen (1981) terhadap sayuran yang dibekukan melaporkan bahwa Enterobacter dan Klebsiella merupakan mikroflora normal yang terdapat pada sayuran sejak di kebun oleh karena itu keberadaannya di dalam produk sayuran tidak dapat digunakan sebagai indikator sanitasi. Sebaliknya sayuran pada umumnya jarang terkontaminasi oleh koliform fekal yaitu Escherichia coli, oleh karena itu keberadaannya di dalam sayur-sayuran dapat digunakan sebagai indikator sanitasi.

Mengapa sayuran beku jarang terkontaminasi oleh Escherichia coli ? beberapa kemungkinan yang dapat diterangkan adalah sebagai berikut :

1. Sayuran jarang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan sayuran kemudian dicuci dengan air yang terkontaminasi oleh kotoran.

2. Sayuran bukan merupakan habitat normal E. coli

3. Kemungkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayur-sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada sayuran bekuSayuran kaleng

Sayuran kaleng adalah sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah bebas dari mikroorganisme patogen dan pembusuk yang dapaqt tumbuh selama penyimpanan pada suhu penyimpanan yang normal (suhu kamar). Makanan kaleng tidak diharapkan steril jika disimpan pada suhu yang relatif tinggi, misalnya suhu 50 - 550C, karena bakteri termofilik yang mungkin tumbuh pada suhu tersebut dan mengakibatkan kebusukan.

Karena sifatnya yang steril komersial, maka mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator terutama adalah mikroorganisme yang bersifat mesofilik, meskipun pengujian terhadap bakteri termofilik juga diperlukan untuk mengetahui mutu mikrobiologi makanan kalengan tersebut. Jadi sebagai indikator kebusukan dapat ditetapkan jumlah bakteri yang secara anaerobik maupun aerobik dengan suhu inkubasi 320C untuk bakteri mesofilik dan 550C untuk bateri termofilik.

Beberapa pengujian mikrobiologi yang lebih spesifik juga dapat dilakukan untuk mengetahui indikator kebusukan suatu sayuran dalam kaleng terdapat jumlah bakteri pembentuk asam tanpa gas misalnya Bacillus stearothermophilus pada sayuran atau makanan lain berasam rendah, dan B. coagulans (B. thermoacidurans) pada sayuran atau makanan lain yang bersifat asam. Beberapa bakteri perusak makanan kaleng bersifat proteolitik dan membentuk hidrogen sulfida sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan bewarna hitam karena terjadinya kerusakan reaksi antara sulfida dengan besi. Bakteri yang menyebabkan kerusakan tersebut misalnya Clostridium nigrificans yang bersifat anaerobik dan B. betanigrificans yang bersifat anaerobik fakultatif, keduanya bersifat termofilik. Pengujian terhadap mutu keamanan makanan kaleng terutama dilakukan terhadap adanya spora bakteri Clostridium botulinun. Bakteri ini tergolong bakteri anaerobik berbentuk spora dan bersifat mesofilik, dan merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat fatal.

Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi biasanya dilakukan terhadap makanan kaleng , karena pemanasan yang tinggi selama proses sterilisasi akan membentuk semua sel vegetatif mikroorganisme. Kontaminasi kembali mungkin terjadi selama penyimpanan, misalnya pada kaleng yang bocor.

Produk daging unggas

Pengujian terhadap mikroorganisme indikator pada produk daging dan unggas dilakukan untuk beberapa tujuan tertentu yaitu untuk menjamin keamanannya secara mikroorgannisme biologis, mengetahui kondisi sanitasi selama pengolahan, dan mengetahui daya tahan simpan produk. Alasan menggunakan mikroorganisme indikator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan, kodisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi.

Tabel 2. Mikroorganisme indikator untuk produk-produk daging dan unggasIndikatorMikroorganisme

KemananSalmonellaStaphylococcus aureus

Clostridium perfringens

Clostridia mesofilik

SanitasiKoliformEscherichia coli

Enterokoki

Daya tahan simpanKapang dan Kamir

Bakteri asam laktat

Pseudomonas

Indikator keamanan pangan

Produk-produk daging dan unggas sering merupakan sumber keracunan makanan. Bakteri patogen yang sering mencemari produk-produk tersebut terutama adalah Staphylococcus aureus, Salmonella dan Clostridium perfringens. Staphylococcus aureus sering mencemari produk-produk daging yang diolah dengan kadar garam relatif tinggi, seperti sosis dan ham, sedangkan Salmonella sering ditemukan pada produk-produk dan unggas yang masih mentah atau telah diolah setengah matang, dan C. perfringens sering ditemukan pada produk-produk daging dan unggas yang dipanggang atau dibakar. Bakteri patogen lain yang mungkin ditemukan pada produk-produk daging tetapi relatif jarang dibandingkan dengan ketiga bakteri patogen diatas adalah Clostridium botulinum dan Bacillus cereus. Di Indonesia, kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh produk-produk daging dan unggas belum banyak dilaporkan dan dicatat dengan baik, karena gejalanya pada umumnya bukan merupakan penyakit menular tetapi suatu gejala keracunan.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk-produk daging dan unggas antara lain :

1. Penetapan proses terkontrol. Dalam proses terkontrol Analysis. Sistim ini terdiri dari tahap evaluasi proses dalam industri dan identifikasi titik kritis yang harus dikontrol, kemudian mengembangkan program monitoring untuk memastikan bahwa titik kritis tersebut telah berhasil dikontrol. Dalam proses pengolahan produk-produk daging terdapat dua titik kontrol kritis yang harus dimonitor untuk meningkatkan keamanan produk yaitu,a) Penggunaan suhu dan waktu yang tepat untuk pemanasan dan pendinginan produk.

b) Mencegah kontaminasi silang daging mentah ke daging yang telah masak2. Formulasi produk. Berbagai bahan mentah dapat ditambahkan ke dalam produk-produk daging olah untuk mencegah pertumbuhan mikroba patogen, misalnya karbohidrat yang dapat difermentasi menjadi asam , asap kayu, asidulan, garam dan natrium nitrit.3. Penggunaan wadah pengemas dan label yang tepat. Sebagai contoh, pengemasan vakum dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus jika dikombinasikan dengan penambahan garam. Label pada wadah pengemas dapat digunakan sebagaimedia instruksi kepada konsumen mengenai cara yang tepat untuk penyimpanan dan konsumsi produk.

4. Kombinasi dua atau tiga cara di atas.Produk akan aman untuk dikonsumsi jika diproduksi melalui suatu proses pengolahan yang terkontrol dimana mikroba patogen dapat dimusnahkan, dikombinasi dengan penambahan bahan-bahan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang masih hidup, dan dikemas sedemikian rupa sehingga pertumbuhan bakteri patogen dapat dihambat dengan label yang memberikan informasi mengenai cara penanganan dan penyimpanan produk.Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keamanan produk-produk daging dan unggas olahan dapat dilihat pada tabel Indikator sanitasi

Mutu sanitasi produk-produk daging dan unggas biasanya ditentukan berdasarkan jumlah hitungan cawan aerobik pada suhu 35 370C, jumlah koliform, dan ada tidaknya E. coli. Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi dilakukan segera setelah pengolahan, dan untuk mengetahui sumber pencemaran pada produk akhir sebaiknya juga dilakukan pengujian terhadap peralatan dan bahan bahan yang digunakan

Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keamanan produk-produk daging dan unggasFaktorPenentu

Ekstrinsik Suhu pengolahan

Kondisi penyimpanan

Mikroba kompetitif

Pengemasan

Intrinsik pH

Garam Residu nitrit

Askorbat, iso askorbat

Besi

Fosfat

Bahan lain (asap)

Suhu dan waktu pemanasan dan pendinginan

Suhu dan waktu penyimpanan

Jenis dan jumlah mikroba nonpatogen yang ada setelah pengolahan atau karena kontaminasi setelah prosesJenis pengemas

Jumlah oksigen setelah penutupan dan selama penyimpanan

Keterangan untuk penangaan/penyimpanan produk

Jenis dan jumlah karbohidrat

Pertumbuhan bakteri asam laktat

Penggunaan asidulan atau fosfat

Konsentrasi garamJumlah nitrit

Nilai pH produk

Suhu dan waktu pengolahan dan penyimpanan

Kandungan besi

Pertumbuhan mikroba penurun nitrat

Suhu dan waktu pengolahan dan penyimpanan

Jenis daging dan bahan tambahan

Jenis dan jumlah yang ditambahkan

Jenis dan jumlah yang ditambahkan

.

Pengujian hitungan cawan aerobik yang dilakukan pada suhu 35 370C selama dua hari bertujuan untuk mendeteksi bakteri yang berasal dari pekerja pengolah makanan dan hewan yang diolah, baik dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit, maupun sumber lainnya dan mendeteksi bakteri yang berasal dari alat-alat pengolahan yang tercemar oleh kedua sumber tersebut. Penggunaan suhu dan waktu inkubasi tersebut juga dapat mendeteksi mikroflora normal yang terdapat pada alat-alat pengolahan. Jumlah hitungan cawan pada suhu 35 370C selama dua hari menunjukkan tingkat sanitasi makanan. Penggunaan suhu inkubasi yang lebih rendah, yaitu 4.4 300C dapat juga dilaksanakan tetapi lebih tepat digunakan untuk mendeteksi mikroorganisme indikator kebusukan daripada indikator sanitasi, meskipun beberapa koliform dilaporkan dapat berkembang biak pada suhu rendah.

Informasi yang diperoleh dari pengujian mikroorganisme indikator sanitasi bergantung kepada apakah produk tersebut dalam keadaan mentah atau siap untuk dimakan. Untuk bahan pangan mentah, jumlah koliform dan E. coli menunjukkan tingkat kontaminasi pada proses penyembelihan/pemotongan hewan . Pada daging unggas, pencemaran oleh mikroorganisme indikator dan Salmonella seringkali terjadi ketika hewan berada dalam peternakan sebelum pemotongan. Selama pemotongan misalnya dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk untuk menurunkan tingkat pencemaran yang terjadi. Salah satu contoh misalnya dengan cara membuang isi perut tanpa memotong atau melukai usus.

Selama pengolahan daging, jumlah mikroorganisme mungkin dapat meningkat pada beberapa tahap pengolahan, misalnya waktu pemisahan tulang dari daging, baik dengan menggunakan mesin maupun dengan tangan, pada waktu pencucian, penggilingan, dan sebagainya. Perendaman daging di dalam larutan garam dapat merangsang pertumbuhan bakteri yang tahan garam seperti S. aureus.

Indikator kebusukan

Daya tahan simpan produk-produk daging dan unggas dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Jenis kebusukan yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan, dan suhu serta waktu penyimpanan.

Pemilihan mikrorganisme indikator kebusukan bervariasi tergantung dari jenis produk. Untuk daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif berbentuk batang seperti Pseudomonas, biasanya ditetapkan jumlah hitungan cawan pada suhu 200C selama 3 hari menggunakan Plate Count Agar (PCA). Jika produk-produk daging dipak di dalam plastik yang tidak tembus oksigen, misalnya pada sosis yang dipak secara vakum di dalam plastik, kebusukan disebabkan bakteri asam laktat.

Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk-produk daging oleh yang dipak secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan produk yang ditandai antara lain dengan terjadinya perybahan cita rasa menjadi asam dan perubahan warna cairan daging yang keluray yaitu menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobik pada produk-produk yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi dari peralatan dan sumber lainnya. Akan tetapi daya tahan simpan produk-produk daging yang dipak vakum tidak diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobik, karena sebagian besar bakteri yang terhitung dalam uji jumlah mikroorganisme aerobik tidak dapat tumbuh selama penyimpanan dalam keadaan vakum.Produk susu

Susu mentah dari sapi sehat pada umumnya mengndung mikrorganisme sebanyak 100 10.000 sel/mil dengan rata-rata 500 1.000 sel/ml. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator sanitasi pada susu mentah adalah koliform yang tidak boleh melebihi 100 sel/ml. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator dan sekaligus juga menunjukkan bahwa susu tersebut berasal dari sapi yang sakit diantaranya adalah streptokoki, stapilokoki, mikrobakteria, dan brucella.

Mikroorganisme indikator pada produk-produk susu olah tidak hanya terdiri dari mikroorganisme yang menunjukkan terjadinya kontaminasi kotoran tetapi juga mikroorganisme yang menunjukkan cara penanganan sebelumnya termasuk sanitasi selama pemerahan, suhu penyimpanan, sanitasi alat dan proses pengolahan, dan kemungkinan transfer dari produk-produk lainnya. Mikroorganisme yang biasa diuji pada produk susu oleh terdiri dari koliform, termofil, termodurik, psikotrofik, pembentukan gas, pembentukan spora aerobik dan anaerobik, enterokoki, kapang dan kamir serta kelompok lainnya termasuk beberapa bakteri patogen tertentu. Pemilihan mikroorganisme indikator tersebut tergantung kepada jenis produk dan proses yang diterapkan.

Pemilihan mikroorganisme indikator pada produk-produk susu olah sangat bervariasi karena sifat-sifat fisik dan kimia berbagai prodik susu bervariasi. Produk produk susu dapat dibedakan menjadi lima kelompok besar yaitu:

1. Susu cair, baik yang masih mentah, telah mengalami pasteurisasi, maupun susu steril

2. Susu kental dan susu bubuk,termasuk bubul whey dan kasein

3. Mentega

4. Keju dan produk fementasi lainnya

5. Es krim dan produk beku lainnya

Perbedaan sifat-sifat dan mutu mikrobiologi diantar produk-produk susu olah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

1. Cara konsumsi , yaitu mentah, dipanaskan atau disterilkan.

2. Proses pemanasan yang diterapkan , misalnya 650C selama 30 menit atau 720C selama 15 detik untuk susu pasteurisasi , 1180C untuk susu evaporasi atau lebih tinggi lagi.

3. Kondisi pengolahan misalnya alamiah seperti dadih atau terkontrol seperti pada keju

4. Cara penyimpanan selama penjualan, misalnya lemari es atau dibekukan

5. Penambahan bahan pengawet atau senyawa antimikroba

6. Keadaan dispersi air dalam produk, misalnya lemak dalam air seperti pada susu, es krim, keju, atau air dalam lemak seperti pada mentega.

7. Umur simpan produk yang bervariasi mulai dari beberapa hari untuk susu pasteurisasi, sampai beberapa bulan untuk keju.8. Perbedaan pH dari mulai 3,5 sampai mendekatai netral

9. Penambahan kultur mikroorganisme dengan kemungkinan produksi antibiotik

10. Perbedaan aktivitas air karena perbedaan dalam penambahan garan, yaitu dari 0,3 sampai 40 % dan perbedaan kadar air dari 2 sampai 90%

Produk Hasil Perairan

Produk hasil perairan seperti ikan , udang , kerang dan sebagainya mempunyai potensi yang besar sebagai penyebab keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan hasil laut segera setelah ditangkap pada umumnya bebas dari pencemaran air yang terpolusi, tetapi kontaminasi oleh bakteri patogen dapat terjadi selama pebgolahan dan penanganan. Ikan segar yang baru ditangkap pada umumnya mengandung mikroorganisme sebanyak 102 103 sel per cm2 permukaan kulit atau per gram daging. Jumlah ini mungkin dapat mencapai 10 100 kali lebih tinggi, tergantung dari mutu air tempat ikan tersebut di tangkap. Jumlah bakteri di dalam rongga perut ikan tergantung dari jumlah makanan yang terdapat di dalamnya, bervariasi dari beberapa ratus sampai 107 sel per gram isi perut ikan.

Bakteri patogen yang mencemari hasil perairan terutama adalah Clostridum botulinum , Sterptococcus aureus, Sterptococcus pyogenes, Salmonella, Shigella dan Clostridium perfringens. Produk-produk hasil laut juga sering tercemar oleh Vibrio parahaemolyticus . Kerang merupakan salah satu hasil perairan yang sering menyebabkan keracunan makanan. Hal ini disebabkan oleh sistem penyaringan makanan yang terdapat pada kerang, mengakibatkan bakteri mudah mengumpul di dalam rumah kerang.

Beberapa bakteri tertentu yang digunakan sebagai indikator pencemaran kotoran pada hasil perairan, antara lain koliform, koliform fekal termasuk Escherichia coli, Sterptokoki fekal , Clostridum perfringens, dan Clostridia lainnya, Bakteri-bakteri tersebut dapat digunakan sebagai indikator karena biasanya ditemukan di dalam air yang tercemar oleh bakteri patogen yang berasal dari kotoran.

Daya tahan simpan produk perairan di tentukan oleh jumlah mikroba pembusuk yang terdapat di dalamnya. Pengujian terhadap indikator pada produk-produk pangan hasil perairan, baik untuk bahan yang masih segar maupun yang telah di olah pada prinsipnya sama dengan pengujian indikator kebusukan terhadap produk-produk daging dan unggas. Untuk produk-produk yang dibekukan dilakukan perhititungan jumlah hitungan cawan menggunakan Plate Count Agar ( PCA ) pada suhu 200C selama tiga hari untuk menghitung jumlah mikroba pembusuk baik yang bersifat psikrofilik ataupu mesofilik.IV. DEKOMPOSISI MAKANAN OLEH MIKROORGANISMEDalam pertumbuhannya mikroorganisme membutuhkan zat-zat nutrisi untuk sintesis komponen sel dan menghasilkan energi. Sebagai sumber energai untuk menghasilkan ATP terutama, diperoleh dari karbohidrat dan protein. Selain itu mikroorganisme juga membutuhkan beberapa faktor pertumbuhan seperti asam amino sebagai bahan dari protein, purin dan pirimidin sebagai bagian dari asam nukleat, mineral dan vitamin sebagai bagian dari prostetik enzim di dalam sel. Komposisi kimia sel mikroorganisme menunjukkan bahwa unsur-unsur C, H, O, N, P dan S menyusun 96% dari berat kering sel dan unsur-unsur mikro seperti K, Ca, Mg, Cl, Fe,Mn, Co, Cu, dan Mo diperlukan oleh hampir semua mikroorganisme.

Mikroorganisme mempunyai berbagai macam enzim yang dapat memecah komponen-komponen makanan menjadi senyawa yang senyawa yang lebih sederhana yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam sifat makanan seperti warna , rasa, bau, dan tekstur. Tidak semua mikroorganisme dapt memecah berbagai karbohidrat, misalnya pati susah dipecah oleh kebanyakan mikroorganisme kecuali oleh beberapa yang bersifat amilolitik. Monosakarida dan disakarida mudah dipecah oleh berbagai mikroorganisme. Kebanyakan buah-buahan mengandung monosakarida dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu sering mengalami fermentasi secara spontan dengan menghasilkan asam dan gas. Susu mengandung disakarida yaitu laktosa, sehingga fermentasi asam laktat mudah terjadi pada susu. Produksi asam laktat oleh mikroorganisme pembentuk asam umum terjadi pada makanan yang kaya akan karbohidrat, tetapi pada umumnya kapang dan kamir tidak aktif dalam memproduksi asam pada makanan.

Makanan yang kaya akan protein juga mengalami perubahan biokimia tetapi molekul protein lebih kompleks dibandingkan dengan karbohidrat. Bakteri dan kapang tertentu yang memecah protein disebut mikroorganisme proteolitik.. Mikroorganisme semacam ini mempunyai semacam enzim yang kompleks sehingga dapat memecah protein menjadi asam asam amino yang dapat digunakan sebagai sumber energi oleh sel. Disamping itu selama pemecahan protein akan terbentuk berbagai asam, gas, dan produk-produk lainnya yang beberapa di antaranya mungkin tidak diinginkan karena menimbulkan bau busuk, tetapi beberapa produk pemecah protein mungkin diinginkan seperti dalam proses pematangan keju.

Kebanyakan makanan mengandung lemak dengan komposisi yang bervariasi tergantung dari jenis makanannnya. Lemak yang mengandung gliserol dan asam-asam lemak, dan minyak nabati umumnya mengandung asam lemak berantai panjang seperti asam sitrat dan sebagainya. Asam lemak berantai panjang lebih sukar dipecah dibanding asam lemak berantai pendek yang banyak ditemukan di dalam lemak hewani. Sebagai contoh mentega sangat mudah menjadi tengik karena terbentuknya asam butirat yang merupakan asam lemak berantai pendek. Pada umumnya lemak tidak mudah dipecah oleh mikroorganisme dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Pemecahan lemak di samping merugikan karena dapat menimbulkan bau tengik pada makanan, juga merupakan salah satu proses yang diinginkan dala pematangan keju.Karbohidrat

Karbohidrat merupakan komponen makanan yang tersusun dari atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Gula yang terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan umumnya tidak cukup pekat untuk mempengaruhi aktifitas mikroorganisme, Gula kadang kadang ditambahkan ke dalam produk makanan yang untuk merangsang pertumbuhan mikroba yang diharapkan tumbuh dan berperan dalam proses fermentasi, misalnya penambahan sukrosa atau laktosa ke dalam potongan sayur dan kubis dalam pembuatan pikel dapat membantu pembentukan asam asam lemak laktat dan asam asetat selama fermentasi. Kedua asam ini dapat mempengaruhi pembentukan cita rasa produk akhir. Penambahan gula sebanyak 1% ( satu persen ) sampai 10% ( sepuluh persen ) ke dalam makanan pada kondisi tertentu akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi gula sebanyak 50% ( lima puluh persen ) untuk menghambat pertumbuhannya. Beberapa bakteri, kapang dan kamir mungkin tahan terhadap konsentrasi gula yang lebih tinggi, dan organisme semacam ini disebut organisme osmofilik. Organisme semacam ini biasanya dapat memecah gula menjadi senyawa- senyawa yang lebih sederhana atau sebagai sumber energi, sehingga disebut organisme sakarolitik.

Mikroorganisme yang kaya akan karbohidrat mudah diserang oleh mikroorganisme tertentu karena karbohidrat lebih mudah dipecah dan digunakan mikroorganisme ketimbang protein dan lemak. Produk utama pemecahan karbohiodrat adalah asam dan gas, meskipun produk produk intermediate lainnya mungkin terbentuk dalam jumlah tertentu. Contohnya Staphylococcus aureus akan memecah glukosa, laktosa dan sukrosa menjadi asam. Enterobacter aerogenes memecah gula gula tersebut menjadi asam dan gas, sedangkan Alkaligenes faecalis tidak membentuk asam ataupun gas.

Beberapa bakteri tertentu dapat menggunakan pati sebagai sumber energi, dan membentuk komponen yang menyerupai gum. Keadaan ini merupakan salah satu cara untuk melindungi sel, terhadap terbentuknya asam yang berlebihan, salah satu contoh misalnya pada kerusakan roti yang disebut roti berlendir. Sebagian pati di dalam roti tersebut akan dihidrolisa oleh bekteri yaitu Bacillus mesentricus menjadi gum, yang membentuk struktur kapsul pada bakteri tersebut. Dalam hal ini gula tidak dihidrolisa menjadi asam sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk roti. Protein maupun pati pada roti akan dipecah oleh mikroorganisme menghasilkan bau dan penampakan yang berbeda dari roti yang masih baik mutunya.

Asam laktat merupakan asam utama yang terbentuk dalam berbagai produk fermentasi makanan, misalnya dalam fermentasi susu dan sayur asinan. Jumlah asam yang terbentuk mungkin sedemikian tingginya, sehingga menghambat mikroorganisme yang memproduksinya. Konsentrasi asam yang tinggi pada produk-produk fermentasi tersebut bahkan mungkin dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tahan asam. Produksi asam selama fermentasi dipengaruhi oleh jenis mikroorganismne yang berperan, jenis makananan dan kandungan gulanya. Pembentukan asam sampai mencapai pH 3.0 4.3 pada umumnya dapat menhambat pertumbuhan bakteri.

Produk-produk hasil pemecahan gula oleh mikroorganisme bervariasi tergentung dari jenis mikroorganismenya. Disakarida, trisakarida dan polimer-polimer yang tinggi mula-mula dipecah menjadi monosakarida oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam sel mikroorganisme sebagai berikut; maltaseMaltosa _______________ 2 glukosa

-galaktosidaseLaktosa ________________ galaktosa + glukosa

invertaseSukrosa _________________ glukosa + fruktosa

Pati yang merupakan salah satu karbohidrat kompleks, juga dapat dipecah oleh mikroorganisme tertentu. Akan tetapi pembentukan asam dari pati lebih lambat, sehingga pati harus dipecah dulu menjadi gula yaitu glukosa, oleh enzim amylase yang hanya diproduksi oleh beberapa mikroorganisme tertentu. Jumlah gula dan asam yang terbentuk dari pati tergantung dari aktifitas enzim amylase.Protein

Protein tersusun dari asam-asam amino, dan rata-rata mengandung 50 persen karbon, 25 persen oksigen, 16 persen Nitrogen dan 7 persen Hidrogen. Protein dapat dibedakan atas beberapa kelompok yaitu;1. Protein sederhana seperti albumin, globulin, glutelin, prolamin dan albuminoid, 2. Protein terkonjugasi, misalnya kromoprotein, glikoprotein, fosfoprotein dan nukleoprotein, 3. Protein turunan, misalnya protein terkoagulasi, metaprotein, proteosa, pepton, dan peptida.

Makanan-makanan yang kaya akan protein, diantaranya telur, daging , susu, ikan kacang-kacangan dan serealia mempunyai kandungan protein berkisar 10 sampai 35 persen. Berbagai jenis serealia mempunyai kandungan protein yang bervariasi antara 5 sampai 15 persen. Buah-buahan dan sayuran segar rendah dalam kandungan proteinnya, dan bervariasi antara satu sampai lima persen.

Dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih kompleks daripada pemecahan karbohidrat, dan produk akhir yang terbentuk juga lebih bervariasi. Hal ini disebabkan struktur protein yang lebih kompleks, seperti terlihat pada struktur salah satu protein yaitu gelatin dengan rumus C49H42N105. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzimatik yang kompleks, memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dengan pola sebagai berikut :Protein -- proteosa-- pepton--polipeptida -- peptida -- asam amino--- NH3 dan elemen N.

Senyawa-senyawa intermediet dan dan produk akhir hasil pemecahan asam amino sangat bervariasi. Selain itu juga di bebaskan alkohol dan berbagai gas seperti karbon dioksida, metana, hidrogen dan amonia. Amonia dilepaskan dalam jumlah tinggi pada pemecahan protein lebih lanjut. Pemecahan protein juga melepaskan senyawa-senyawa berbau busuk seperti merkaptan, hidrogen sulfida, indol, skatol, putresi dan kadaverin.

Protein susu

Protein susu diambil sebagai salah satu contoh reaksi yang terjadi jika protein hewan tanaman dipecah oleh mikroorganisme pada kondisi tertentu. Protein utama susu adalah kasein, dan susu mengandung fraksi-fraksi protein sebagai berikut, kasein 3 persen, laktalbumin 0.5 pesen, dan laktoglobulin 0.05 persen. Protein dalam susu mempunyai komposisi kimia yang sangat kompleks dengan rumusC162H258N41SPO52. Protein akan dipecah oleh mikroorganisme, dan kemudian digunakan oleh sel untuk metabolismenya dan membentuk struktur sel.

Kasein merupakan protein ampoterik yang mempunyai sifat asam maupun basa, tetapi biasanya mempunyai sifat asam. Molekul kasein akan dipecah menjadi 18 macam atau lebih asam amino yang ditemukan dalam susu. Salah satu asam amino yang ditemukan dalam susu adalah triptofan yang terdapat dalam laktalbumin dalam jumlah 2 sampai 8 persen. Triptofan yang merupakan asam amino esensial untuk tubuh manusia, juga dibutuhkan oleh bakteri tertentu. Escherichia coli dan beberapa bakteri lainnya dapat memecah triptopan menjadi menghasilkan indol. Dengan adanya air, enzim triptofanase akan memecah triptofan menjadi indol, asam piruvat dan amonia. Reaksi ini disebut juga dengan uji indol, dapat digunakan untuk mengindentifikasi beberapa spesies bakteri tertentu terutama yang tergolong koliform. Dalam uji tersebut bakteri ditumbuhkan di dalam tryptofan broth selama beberapa hari, kemudian ditetesi dengan asam nitrit 0.1 persen. Jika terbentuk indol di dalam medium maka warna medium akan berubah menjadi merah karena ternbentuknya senyawa nitrosa indol. Tryptofan juga berperan dalam menimbulkan bau yang menyengat pada makanan-makanan busuk, terutama karena terbentuknya indol dan metil indol sebagai pemecahan triptofan oleh mikroorganisme yang memproduksi enzim triptofanase.

Ptomain

Ptomain adalah senyawa hasil pemecahan protein tertentu oleh mikroorganisme. Sebagai contoh misalnya dekarboksilasi lysin oleh mikroorganisme membentuk ptomain.

Bakteri memecah protein dengan menghasilkan energi dalam jumlah kecil, tetapi Nitrogen dari hasil pemecahan tersebut digunakan untuk membangun protoplasma di dalam sel, sedangkan energi yang dibutuhkan untuk sintesis tersebut terutama diperoleh dari hasil pemecahan karbohidrat.

Pemecahan protein oleh karbohidrat sering disebut dengan putrefaksi, dimana terjadi dekomposisi asam amino, enzim-enzim intraseluler akan memecah protein di dalam sel menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana yang menimbulkan bau busuk. Sebagai contoh bakteri pembentuk spora yang bersifat anaerobik yaitu Clostridium akan memecah protein secara anaerobik menghasilkan senyawa-senyawa sulfur yang berbau busuk seperti merkaptan dan hidrogen sulfida, disamping itu juga terbentuk indol, hidrogen, amonia, fenol, dan karbondioksida. Protein yang mengandung sulfur misalnya sistin, dan metionin dapat dipecah oleh mikroorganisme aerobik tanpa menghasilkan bau busuk karena produk-produk akhir yang terbentuk telah dioksidasi dan distabilisasi secara sempurna. Dalam hal pemecahan secara anaerobik, produk akhir yang terbentuk dalam keadaan tidak stabil sehingga menimbulkan bau busuk yang menyengat.

Tetapi meskipun menimbulkan bau busuk tetapi pada beberapa pengolahan pemecahan protein oleh mikroorganisme merupakan tahap yang penting dan diinginkan, misalnya pengolahan keju dan pengembangan daging. Dalam proses tersebut protein akan mengalami denaturasi dan hidrolisis yang merupakan tahap penting dala pengumpulan protein susu atau pengempukan protein daging.

Lemak

Lemak merupakan bagian penting dari bahan pangan yang banyak ditemukan dalam daging hewan dan tanaman. Lemak merupakan ester gliserol dan asam lemak. Sifat-sifat lemak ditentukan oleh komponen asam lemak yang menyusunnnya.

Asam-asam lemak berantai pendek yang terdapat di dalam lemak susu yaitu asam butirat, mempunyai bau yang menyengat setelah dihidrolisis. Minyak-minyak nabati yang mengandung asam lemak berantai panjang misalnya asam oleat dan palmitat, tidak mempunyai bau yang menyengat setelah hidrolisis. Asam lemak berantai pendek dan tidak jenuh mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh berantai panjang.

Bahan pangan yang mengandung lemak dalam jumlah bervariasi sebagai contoh minyak nabati dan lard mengandung hampir 100 persen lemak, sedangkan sayuran dan dan buah-buahan segar hanya mengandung kurang 1 persen lemak, kecuali beberapa buah-buahan yang mengandung lemak yang tinggi misalnya apokat dengan kadar lemak sekitar 19 persen. Biji-bijian pada umumnya mengandung lemak dala jumlah tinggi, misalnya kacang-kacangan, kelapa dan sebagainya. Kandungan lemak di dalam daging bervariasi tergantung dari jenis hewannya dan bagiannya di dalam tubuh.

Fosfolipid dan sterol merupakan bagian dari lemak, dimana sebagain dari asam lemak diganti dengan asam pospat dan Nitrogen. Salah satu contoh dari pospolipid adalah lesitin yang ditemukan dalam kuning telur, lemak susu, kedelai dan hampir semua sayur-sayuran. Komponen nitrogen dalam lesitin adalah kolin yang merupakan bagian dari vitamin B kompleks dan mempunyai peranan dalam metabolisme lemak . Lesitin dari kuning telur dan kedelai sering digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan mayonaise, cokelat dan oleomargarine. Salah satu contoh komponen sterol adalah cholestrerol yang terdapat dalam susu.

Hidrolisis lemak

Lemak lebih sukar dipecah oleh mikroorganisme dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, meskipun beberapa mikroorganisme ada yang memproduksi emzim lipase yang dapat menghidrolisa lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak bebas. Glierol kemudian dipecah oleh mikroorganisme seperti halnya pemecahan karbohidrat. Kapang pada umumnya memproduksi lipase dalam jumlah tinggi dan menyerang makanan- makanan dengan kandungan lemak tinggi sehingga menimbulkan bau tengik. Sifat kapang semacam ini sering digunakan dalam pemeraman beberapa jenis keju.

Oksidasi Lemak

Perubahan yang terjadi pada makanan yang berlemak seperti mentega , ikan , daging, mungkin juga disebabkan oleh reaksi oksidasi akibat aktivitas mikroorganisme yang mempunyai enzim-enzim oksidase. Oksidasi asam asam lemak tidak jenuh oleh enzim-enzim tersebut akan menghasilkan seyawa-senyawa dengan berat molekul lebih kecil seperti asam, aldehida, keton, peroksidase.

Suatu mikroorganisme seperti bakteri mungkin mempunyai enzim-enzim yang dapat menghidrolisa lemak maupun mengoksidasi lemak. Bakteri yang mempunyai enzim oksidase kuat pada umumnya adalah bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram positip biasanya mempunyai aktifitas oksidase yang sangant lemah. Beberapa bakteri yang mempunyai sifat oksidase kuat antara lain adalah, Pseudomonas, Achromobacter, dan Alcaligenes, sedangkan yang bersifat oksidase lemah misalnya, Enterobacter, Escherichia, dan Proteus. Pseudomonas dan Achromobacter dapat tumbuh pada suhu pendinginan yang menimbulkan ketengikan pada produk-produk yang disimpan pada suhu rendah seperti mentega, loard, daging dan makanan berlemak lainnya. Bakteri yang bersifat oksidase positip banyak ditemukan di dalam susu dan produk-produk susu, molase dan silase jagung.Pernan enzim dalam dekomposisi makanan

Enzim dalam sel hidup dapat dibedakan atas dua macam berdasarkan tempat aktivitasnya, yaitu enzim ekstraseluler dan enzim intraseluler. Enzim intraseluler bekerja di dalam sel dan memegang peranan penting dalam memecahkan makanan yang diabsorbsi ke dalam sel untuk metabolisme . Enzim ini biasanya melakukan reaksi oksidasi-reduksi dan membebaskan energi dalam jumlah tinggi yang langsung dapat digunakan oleh sel. Enzim ekstraseluler diproduksi oleh sel, dan dikeluarkan oleh dinding sel ke medium sekelilingnya dan bekerja di luar sel, yaitu memecah komponen2 di dalam medium seperti protrein, pati dan lemak. Hasil-hasil pemecahan komponen-komponen tersebut kemudian dapat diabsorsi melalui dinding sel dan membran semipermiabel ke dalam sel dan digunakan oleh sel.

Tabel 4. Beberapa contoh enzim hidrolitik ekstraselluler pada mikroorganisme

EnzimSubstratProduk

Esterase

Lipase

Pektinase

KarbohidraseInvertase

Maltase

Selobiase

Galaktosidase

Amilase

Amilase

AmiloglukosidaseGliserida ( lemak )

Pektin

Sukrose

Maltosa

Selobiosa

Laktosa

Pati

Pati

PatiGleserol dan asam lemak

Metanol+asam poligalakturonat, Kholin + H3PO4 + Lemak

Glukosa + fruktosa

Glukosa

Glukosa

Galaktosa + glukosa

Dekstrin + maltosa

Maltosa

Glukosa

Karena sifat pemecahannya terhadap komponen makanan sangat spesifik, maka enzim banyak digunakan dalam industri pangan untuk berbagai tujuan.Tabel 5. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme, sumber dan aplikasinya

Amilase

Sellulase

Dekstransukrase

Glukosa oksidae

Invertase

Laktase

Lipase

Pektinase

Protase(proteinase)

Rennin mikrobialAspergillus niger

Aspergillus oryzae

Bacillus subtilis

Rhizopus sp

Mucor rouxii

Aspergillus niger

Trichoderma viride

Leuconostoc mesentroides

Aspergillus niger

Saccharomyces cerevisiae

Streptococcus fragilis

Aspergillus niger

Mucor sp

Rhizopus sp

Aspergillus niger

Penicillium sp

Rhizopus sp

Aspergillus oryzae

Bacillus subtilis

Mucor sp

Rhizopus sp

Mucor miehei

Mucor pusilus

Industri roti, bir, sirup, dan makanan2 lainnya

Industri konsentrat roti

Berbagai kegunaan dekstran dalam industry pangan

Penghilangan glukosa dari telur dalam industry telur bubuk

Madu tiruan, mencegah pengkristalan pada permen

Hidrolisis laktosa dalam industry susu

Pembentukan cita rasa pada keju

Penjernihan pada anggur dan sari buah

Mencegah pengendapan protein pada industry bir

Industri roti, pengempukan daging

Penggumpalan susu dalam industry keju

V. PERANAN KULTUR MIKROORGANISME DALAM PENGOLAHAN PANGAN

Penggunaan kultur mikroorganisme dalam pengolahan pangan misalnya dalam pembuatan makananan fermentasi, terutama ditujukanan untuk mengubah bahan pangan asalnya menjadi produk baru yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari bahan asalnya. Selain tujuan utama tersebut, penggunaan kultur mikroorganisme ternyata mempunyai keuntungan lain diantaranya:

1. Penggunaan kultur mikroorganisme dapat mengawetkan dan meningkatkan keamanan makanan karena beberapa diantaranya dapat memecah substrat menjadi asam dan menurunkan pH makananan sehingga mikroorganisme pembusuk dan patogen tidak dapat tumbuh . Selain itu beberapa mikroorganisme yang digunakan sebagai kultur dalam pengolahan makanan dapat membentuk senyawa antimikroba lainnya.

2. Penggunaan kultur mikrorganisme dapat meningkatkan nilai gizi makanan karena mikroorganisme dapat memecah komponen makanan menjadi senyawa lain yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna atau diabsorsi oleh tubuh.

3. Kultur mikroorganisme yang digunakan dalam pengolahan pangan dapat memecah substrat menjadi senyawa senyawa yang berpengaruh pada cita rasa produk.

Produk susu

Kultur mikroorganisme yang digunakan dalam pengolahan produk-produk susu terutama terdiri dari bakteri asam laktat yang dapat meproduksi asam laktat menjadi bagian utama dari produk akhir. Selain itu bakteri asam laktat juga dapat memproduksi asam asetat dalam jumlah kecil, tetapi meskipun jumlahnya kecil , asam asetat bersifat toksik terhadap mikroorganisme. Penurunanan pH karena pembentukan asam asetat tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, terutama tipe putrefaktif (Pseudomonas) dan patogen (Salmonella, dan Stapilokoko) . Keberhasilan kultur bakteri asam laktat dalam pengolahan pangan dipengaruhi oleh kecepatan pembentukan asam untuk menjamin bahwa mikroorganisme yang tidak diinginkan tidak sempat tumbuh.

Selain pemecahan karbohidrat perubahan lain yang terjadi sebagai akibat bakteri asam laktat adalah perubahan protein. Kultur laktat akan menghidrolisa protein untuk memperoleh nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya di dalam susu. Pemecahan protein terutama kasein menyebabkan pembentukan kurd yang diinginkan dan mengakibatkan protein menjadi lebih mudah dicerna. Hasil pemecahan proteinbersama-sama dengan hasil pemecahan laktosa dan lipid menyebabkan pembentukan cita rasa spesifik pada produk.

Senyawa antimikroba pada Kultur Laktat

Berbagai kultur bakteri asam laktat dapat memproduksi hidrogen peroksida (H2O2) sebagai salah satu metabolit. Walaupun Hidrogen peroksida konsentrasinya dalam susu sangat rendah, tetapi keberadaannya dalam susu dapat membantu menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Hidrogen peroksida yang diproduksi dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri gram negatif (Pseudomionas, Salmonella ) dan gram positip ( Staphylococcus).

Sterptokoki laktat tertentu dapat memproduksi nisin dan diplokokin. Produksi nisin oleh beberapa kultur laktat tertentu telah digunakan untuk mengawetkan keju swiss terhadap kebusukan oleh clostridia. Lactobacillus plantarum memproduksi laktolin sedangkan laktobasilin kemudian diindentifikasi sebagai Hidrogen peroksida. Lactobacillus brevis memproduksi laktobrevin, Lactobacillus bulgaricus memproduksi senyawa penghambat yang disebut dengan bulgarikan, sedangkan Lactobacillus asidofilus membentuk senyawa penghambat yaitu asidofilin. Berbagai senyawa antimikroba yang diproduksi bakteri asam laktat tersebut dapat meningkatkan keamanan dan mengawetkan produk susu.

Ketidakmampuan Mencerna Laktosa (Laktosa Intoleran)

Penderita lactose intolerance adalah orang yang tidak dapat mengkonsumsi susu karena tidak mempunyai enzim pemecah laktosa di dala sisitem pencenaannya. Akan tetapi pengamatan menunjukkan bahwa penderita lactase intoleran dapat mengkonsumsi susu yang difermentasi tanpa mengalami rasa sakit. Hal ini disebabkan kultur laktat yang digunakan dalam fermentasi susu yang mempunyai sistem enzim pemecah laktosa, menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Kultur tersebut mempunyai enzim pemecah laktosa yaitu beta-galaktosidase, untuk memperoleh energi untuk pertumbuhan di dalam susu.

Pencegahan pembentukan Nitrosamin

Beberapa tahun yang lalu ramai dibicarakan mengenai nitrat dan nitrit dalam makanan dan pembentukan nitrosamin pada berbagai bahan pangan dan pembentukan nitrosamin oleh mikroorganisme usus. Akan tetapi Goodhead et al (1976) melaporkan bahwa nitrat yang ditambahkan dalam susu untuk diolah menjadi produk yang disebut keju Gouda dan Edam tidak menghasilkan nitrosamin pada produk akhir.

Beberapa mikroorganisme saluran usus misalnya laktobasilli dapat melakukan degradasi nitosamin. Produksi dan ekskresi amin lebih rendah terjadi pada hewan yang diberi makan diet susu yang mengandung Lactobacillus acidophilus, sedangkan hewan yang diberi diet susu tanpa bakteri tersebut melakukan ekskresi amin dalam jumlah yang lebih tinggi dan hewan tersebut mengalami diare terus menerus.

Penurunan kadar kolesterol

Laktobasilli saluran usus dilaporkan berperan dalam metabolisme garam bile. Asam bile yang tidak terkonjugasi lebih bersifat menghambat terhadap mikroorganisme dibandingkan dengan asam bile yang terkonyugasi. Diduga bahwa dekonyugasi asam bile oleh laktobasilli saluran usus dapat mengontrol flora mikroorganisme di dalam usus. Menurut penelitian Mann dan Spoery (1974) bahwa kolesterol dalam serum akan menurun selama konsumsi susu fermentasi dalam jumlah tinggi meskipun konsumsi kalori cukup besar sehingga menyebabkan pertambahan berat badan. Di suga youghurt mengandung suatu faktor yang dapat menghambat sintesis kholesterol dari asetat mengakibatkan kholesteremia menurun meskipun mengkonsumsi sejumlah besar kholesterol. Pemberian diet formula susu diberi suplemen L. acidophilus kepada bayi akan lebih banyak menurunkan kandungan khlolesterol darah dibandingkan dengan pemberian formula susu tanpa bakteri tersebut.

Mengurangi resiko kanker

Goldin dan Gorbach (1980), meneliti kemungkinan hubungan antara laktobasilli dengan kanker kolon (usus), dan melaporkan bahwa pemberian L. acidophilus kepada tikus secara nyata menurunkan aktivitas enzim-enzim bakteri fekal yaitu glukuronidase, nitroreduktase dan azoreduktase jika hewan tersebut diberi makan diet daging. Masyarakat di negara-negara barat yang banyak mengkonsumsi daging mengandung enzim-enzim tersebut dalam jumlah tinggi dibandingkan dengan masyarakat pemakan sayur, dan enzim ini di duga berperan dalam mengubah prokarsinogen menjadi karsinogen proksimal. Pengaruh L. acidophilus terhadap enzim-enzim tersebut juga terjadi pada manusia.PRODUK DAGING

Daging dan produk olahan daging lainnya merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pemotongan dan pemisahan tenunan-tenunan daging akan menghilangkan mekanisme ketahanan tenunan terhadap serangan mikroorganisme. Penanganan dan pengolahan selanjutnya dapat menambah kontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk dan patogen. Oleh karena itu daya daya simpan produk-produk daging sangat dipengaruhi oleh cara penenganan dan pengawetan yang dilakukan.

Dari sejak dulu orang sudah melakukan pengawetan daging dengan cara tradisional, yaitu dengan menambahkan garam dan gula ke dalam daging , dan mendiamkannya selama beberapa waktu tertentu sampai garam dan gula tersebut meresap ke dalam tenunan daging. Setelah itu daging diolah lebih lanjut dengan cara mengeringkan, mengasap, atau cara pengolahan lainnya. Pada saat ini telah dikembangkan berbagai produk olahan daging yang masing-masing mungkin berbeda dalam konsentrasi garam, gula, bumbu-bumbu, formulasinya dan cara pengolahannya. Kan tetapi stabilitas produk-produk tersebut maupun konsistensinya sebenarnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam laktat yang menubah gula manjadi asam laktat.

Bakteri asam laktat merupakan mikroflora normal dalam daging. Selain itu bakteri asam laktat mungkin juga masuk ke` dalam daging selama proses pengolahan. Penambahan garam gula dan nitrit, dan asap serta penyimpanan dan pemeraman produk pada suhu rendah dengan potensi oksidasi reduksi yang menurun ( misalnya dalam wadah pembungkus ) merangsang pertumbuhan bakteri ini mengalahkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya yang tidak diinginkan. Selain pertumbuhan, bakteri asam laktat juga memecah gula terutama menjadi asam laktat, sehingga menurunkan pH daging. Akibatnya bakteri patogen dan pembuasuk terhambat pertumbuhannya.

Kultur starter untuk Produk Daging

Kultur starter untuk produk-produk daging yang pertama kali diproduksi secara komersial adalah Pediococcus cerevisiae. Karena bakteri ini tahan terhadap proses liofilisasi yang dilakukan yang dilakukan untuk mengawetkan kultur. Penggunaan laktobasilli sebagai kultur starter untuk produk-produk daging pernah di coba sebelumnya, tetapi mengalami kesulitan dalam produk secara komersial karena bakteri ini tidak tahan terhadap proses liofilisasi.

Pada saat ini telah banyak digunakan kultur starter untuk produk-produk daging seperti Pediococcus, Micrococcus, dan Lactobacillus. Penggunaan laktobocilli sebagai starter adalah dalam bentuk konsentrat beku atau dengan mengeringkan beku dengan menggunakan teknik liofilisasi modern yang tidak banyak merusak sel laktobasilli. Mikrokoki di tambahkan ke dalam daging karena sifatnya yang dapat mereduksi nitrat dan mempunyai aktifitas katalase, tetapi beberapa galur bakteri ini ternyata sekarang telah diindentifikasi sebagai stapilokoki koagulase negatif . Di Eropa telah digunakan kultur starter untuk daging yang terdiri dari campuran kapang, khamir untuk membentuk cita rasa yang unik dan memperpanjang masa simpan produk. Pada saat ini sebagai kultur starter unutuk berbagai produk olahan daging telah dijual dalam bentik konsentrat beku atau kering beku.

Kultur mikroorganisme ditambahkan ke dalam produk-produk daging dengan tujuan yaitu :

1. Mendapatkan produk dengan mutu , konsistensi dan masa simpan yang diharapkan

2. Meningkatkan keamanan produk

3. Mempersingkat waktu fermentasiVI. MEKANISME KETAHANAN MIKROORGANISME TERHADAP PROSES PENGOLAHAN

Berbagai proses pengolahan terhadap bahan pangan telah dilakukan dengan tujuan misalnya memperpanjang masa simpan atau mengawetkan, membuat produk lain baik yang setengah jadi maupun yang siap untuk dikonsumsi, meningkatkan daya cerna dan penerimaan dan tujuan lainnya. Proses pengawetan yang dilakukan terhadap bahan pangan mempunyai tujuan untuk mencegah kerusakan fisik , kimia atau kerusakan biologis termasuk kerusakam mikrobiologis. Berbagai pengawetan antimikrobial terhadap bahan pangan pada dasarnya dapat dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu : Faktor pengawetan yang paling banyak digunakan dengan tujuan membunuh mikroorganisme adalah pemanasan, sedangkan radiasi masih terhitung lambat perkembangannya selain memerlukan peralatan khusus sehingga biaya relatif mahal, juga karena faktor keamanannya terhadap konsumen di duga masih belum terjamin dengan baik.Sebaliknya proses pengawetan yang diterapkan dengan tujuan menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme sangat bervariasi, termasuk proses yang melalui mekanisme fisik seperti pendinginan, pembekuan, pengurangan aktivitas air melalui pengeringan atau penambahan bahan terlarut. Pengepakan pada oksigen rendah atau penggunaan gasi lain. Proses kimia seperti penambahan asam, alkohol, antibiotik, bahan pengawt lainnya , atau melalui proses fermentasi. Pencegahan masuknya mikroorganisme ke dalam bahan pangan yang paling umum di lakukan adalah dengan cara pengepakan, yang biasanya dikombinasi dengan cara pengawetan lainnya.

1. Proses pengawetan yang bersifat membunuh mikroorganisme

2. Proses pengawetan yang bersifat menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme tanpa membunuhnya secara langsung, meskipun sel yang terhambat pertumbuhannya tersebut pada proses pengawetan yang lama mungkin akan menjadi mati.

3. Proses pengawetan yang mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam bahan pangan.Tabel 6. Proses pengawetan berdasarkan mekanisme dan faktor pengawetannya

Mekanisme pengawetanFaktor pengawetanCara pengawetan

Membunuh mikroorganisme

Menghambat/memperlambat pertumbuhan mikroorganisme

Pencegahan masuknya mikroorganismePanas

Radiasi

Pendinginan

Penurunan Aw

Pengurangan O2

Peningkatan CO2Penurunan pH

Alkohol

Bahan pengawet

Kontrol mikro struktur

Dekontaminasi

Penanganan bersih/aseptik

PengepakanPasteurisasi

Sterilisasi

Radurizasi

Radapetizasi

Pendinginan

Pembekuan

Pengeringan

Penambahan garam, gula, gliserol, bahan terlarut lainnya atau kobinasi

Pengepakan vakum

Pengepakan Nitrogen

Pengepakan CO2Penambahan asam

Fermentasi laktat/asetat

Fermentasi alkohol

Fortifikasi

Anorganik (sulfit, nitrit)

Organik ( sorbat, benzoat, paraben, dll)

Antibiotik ( nisin , dll )

Pengasapan

Emulsi (w/o)

Bahan pengepak (H2O2, radiasi, panas, dll )

Pembersihan/pencucian

Pengolahan aseptikPengepakan aseptik

Penggunaan botol, kaleng, karton, plastik, dll.

Ketahanan mikroorganisme terhadap panas

Penggunaan suhu tinggi dalam pengawetan makanan dipengaruhi oleh tujuan pengawetan, yaitu pengaruhnya terhadap mikroorganisme yang ada dalam pangan, dan mutu makanan yang diawetkan. Dua cara pengawetan dengan pemanasan yang umu dilakukan yaitu pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi dengan panas bertujuan membunuh semua organisme patogen, misalnya pasteurisasi susu, atau mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab kebusukan makanan, misalnya pada pasteurisasi sari buah dan minuman lainnya. Pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 62,80C selama 30 menit yang dikenal dengan metode LTLT (low temperature long time), atau pada suhu 71,70C selama 15 detik yang disebut metode HTST ( high temperature short time). Pemanasan tersebut cukup untuk membunuh bakteri patogen yang paling tahan panas dan tidak membentuk spora, yaitu Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella burneti. Suhu pasteurisasi susu juga cukup untuk membunuh semua khamir, kapang, bakteri gram negatif, dan kebanyakan sel vegetatif bakteri gram positip.

Kelompok bakteri yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu bakteri termodurik dan termofilik. Bakteri termodurik adalah bakteri yang tahan terhadap pemanasan pada suhu relatif tinggi , misalnya pasteurusasi, tetapi tidak harus tumbuh pada suhu yang tinggi. Bakteri yang tergolong termodurik dan tahan suhu pasteurisasi susu misalnya adalah bakteri yang tidak hanya tahan terhadap pemanasan pada suhu suhu relatif tinggi, tetapi juga membutuhkan suhu tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tergolong termofilik misalnya beberapa spesies dari Bacillus dan Clostridium.

Proses sterilisasi adalah salah satu pengawetan dengan suhu tinggi untuk membunuh semua mikroorganisme yang ada. Dalam pengawetan dikenal dengan istilah sterilisasi komersial yaitu sterilisasi untuk membunuh semua mikroorganisme pembusuk yang dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal. Sebagai contoh makanan kaleng bukan merupakan makanan yang steril absolute tetapi makanan yang steril absolute , dimana di dalamnya mungkin masih mengandung sejumlah mikroorganisme tetapi tidak dapat tumbuh dan menyebabkan kebusukan karena kondisi pH, Eh atau suhu penyimpanan yang tidak memungkinkan. Tetapi jika selama penyimpanan kemudian pH makanan berubah dan , suhu penyimpanan juga berubah mikroorganisme yang ada di dalamnya juga mungkin dapat tumbuh dan menyebabkan kebusukan makanan kaleng. Suhu dan waktu sterilisasi yang diterapkan pada bahan pangan dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan pangan terutama pH nya, Semakin rendah pH makanan atau semakin tinggi keasamannya, diperlukan suhu dan waktu sterilisasi yang semakin rendah. Seperti halnya proses pasteurisasi proses sterilisasi dapat dilakukan menggunakan suhu relatif rendah dengan waktu relatif lama, misalnya 1210C selama 15 menit atau lebih tergantung dari jenis makanannya, atau menggunakanan suhu tinggi dengan relatif singkat, misalnya pada suhu 135 1500C dalam waktu 2 6 detik misalnya pada sterilisasi susu menggunakanan sistem UHT ( Ultra High Temperature ).Ketahanan panas diantara spesies mikroorganisme

Pada umumnya ketahanan panas diantara spesies mikroorganisme dipengaruhi oleh suhu optimum untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme yang bersifat psikrofilik merupakan organisme yang paling sensitif terhadap pemanasan, diikuti oleh mikroorganisme mesofilik dan paling tahan panas adalah mikroorganisme termofilik. Bakteri pembentuk spora pada umumnya lebih tahan panas dibandingkan dengan yang tidak membentuk spora, dan bakteri pembentuk spora yang termofilik lebih tahan panas dibandingkan dengan yang mesofilik. Jika dilihat dari pewarnaan gramnya, bakteri gram positip umumnya lebih tahan panas dibandingkan dengan gram negatif, dan bakteri bentuk bulat (kokus) lebih tahan panas dibandingkan dengan bakteri bentuk batang yang tidak membentuk spora. Kapang dan kamir termasuk mikroorganisme yang sensitif terhadap panas dimana askospora kamir sedikit lebih tahan dibandingkan dengan sel vegetatif kamir. Spora aseksual kapang sedikit lebih tahan panas dibandingkan dengan miselium kapang kecuali skerotia, yaitu miselium kapang yang paling tahan panas dan sering menimbulkan masalah dalam pengalengan buah-buahan . Ketahanan panas endospora bakteri sangat penting dalam perhitungan proses termal yang diterapkan pada makanan. Bakteri yang sering ditemukan dalam makanan dan memporoduksi endospora terutama Bacillus dan Clostridium . Endospora bakteri biasanya diproduksi pada saat kondisi pertumbuhan untuk sel vegetatif tidak optimum, misalnya pada saat nutrien kurang, keadaan kering dll. Setiap sel hanya memproduksi satu endospora dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung dari spesies mikroorganismenya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan panas mikroorganisme

Selain ketahanan panas yang berbeda diantara spesien mikroorganisme, ketahanan panas juga dipengaruhi oleh berbagai parameter yang terdapat pada mikroorganisme maupun parameter lingkungan. Sebagai contoh bakteri dalam jumlah yang sama jika dipanaskan dalam larutan garam fisiologis dan di dalam nutrien broth tidak akan mengalami dekstruksi panas dengan kecepatan yang sama.

Faktor-faktor mikroorganisme maupun lingkungan yang berpengaruh terhadap ketahanan panas suatu mikrorganisme;

1. Jumlah sel mikroorganisme, semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme semakin tinggi tingkat ketahanannya terhadap panas

2. Umur sel, sel mikroorganisme akan lebih tahan panas pada saat pertumbuhan mencapai fase statis, dimana sel-selnya merupakan sel yang tua dan paling sensitif pada saat mengalami fase logaritmik.

3. Suhu pertumbuhan, biasanya ketahanan panas mikroorganisme biasanya meningkat dengan semakin tingginya suhu inkubasi.

4. Air. Ketahanan panas suatu sel mikroorganisme meningkat dengan menurunnya kelembaban atau kandungan air

5. Lemak. Adanya lemak di dalam medium pemanasan pada umumnya akan meningkatkan ketahanan panas mikroorganisme

6. Garam. Pengaruh garam terhadap ketahanan panas sel mikroorganisme sangat bervariasi tergantung dari jenis garam, konsentrasi, spesies mikroorganisme, dan faktor-faktor klainnya.

7. Karbohidrat . Medium pemanasan yang mengandung gula akan meningkatkan ketahanan terhadap panas mikroorganisme yang terdapat di dalamnya. Pengaruh ini disebabkan karena gula bersifat mengikat air yang terdapat di dala medium maupun sel sehingga menurunkan aktivitas airnya, akibatnya sel menjadi lebih tahan terhadap panas seperti mekanisme yang terjadi pada pengeringan.8. Nilai pH,. Mikroorganisme mempunyai ketahanan panas tertinggi pada pH optimum untuk pertumbuhannya yaitu biasanya sekitar pH 7.0

9. Protein, protein yang terdapat di dalam medium pemanasan dapat bersifat melindungi mikroorganisme terhadap panas. Oleh karena itu makanan yang mempunyai protein tinggi memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk mengawetkan daging dibandingkan dengan makanan yang kandungan proteinnya rendah.

10. Senyaw antimikroba, adanya senyawa antimikroba di dalam medium pemanasan dapat menurunkan ketahanan panas mikroorganisme . Sebagai contoh pernambahan antibiotik yang tahan panas , SO2 atau nitrit di dalam makanan sebelum pemanasan akan mengurangi pemanasan yang dibutuhkan untuk mengawetkan makanan tersebut dibandingkan dengan pemanasan saja tanpa bahan pengawet.

11. Suhu dan waktu pemanasan, pada suhu yang sama, maka waktu pemanasan yang lebih besar pengaruhnya terhadap kematian sel mikroorganisme, tetapi yang lebih besar pengaruhnya sebenarnya adalah adalah suhu pemanasan, dimana semakin tinggi suhu pemanasan lebih besar pengaruhnya terhadap kematian sel mikroorganisme. Pada suhu yang lebih tinggi, waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk membunuh sel mikroorganisme semakini singkat.

Ketahanan Mikroorganisme terhadap aktivitas air yang rendah

Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan sel mikroorganisme adalah dengan menurunkan a,ktivita air, yaitu dengan cara pengeringan, penambahan garam, gula, atau bahan-bahan lainnya, meskipun sebagian besar mikroorganisme akan mati selama proses pengeringan, tetapi proses ini tidak bersifat letal terhadap mikroorganisme , sehingga beberapa jenis mikroorganisme yang tahan keadaan kering dapat hidup dan tumbuh kembali jika keadaan memungkinkan.

Bakteri memerlukan aw yang tinggi untuk pertumbuhannya, sedangkan khamit memerlukan aw minimal lebih rendah dari bakteri dan kapang memerlukan aw minimal paling rendah. Bakteri memerlukan aw lebih dari 0.90 untuk pertumbuhannya, oleh karena itu pada bahan pangan dengan aw sekitar 0.90 jasad renik sering tumbuh terutama adalah kapang dan kamir. Khamir pada umumnya tidak dapat tumbuh pada aw di bawah 0.88 kecuali beberapa khamir yang osmofilik misalnya Saccaharomyces cerevisiae yang dapat tumbuh pada aw sekitar 0.65, pada aw 0.88 0.85 mikroorganisme yang dapat tumbuh terutama adalah kapang. Kebusukan makanan dapat dicegah dengan pengaturan aw di bawah 0.70 0.75.

Mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap aw rendah diduga disebabkan oleh sel miroorganisme dapat mengimbangi tekanan osmotik diluar sel dengan cara memproduksi senyawa-senyawa tertentu yang dapat meningkatkan tekanan osmotik di dalam sel. Sebagai contoh Bacillus subti;is akan memproduksi asam amino prolin jika aw pertumbuhannya diturunkan misalnya dengan penambahan NaCl.

Komponen pengikat air yang dapat menembus sel, misalnya gliserol yang dapat menembus membran sel bakteri tidak terlalu berpengaruh terhadap sintesis komponen-komponen pengatur tekanan osmotik di dalam sel. Oleh karena itu bakteri dapat mengatur aliran air ke atau dari sel jika ditempatkan di dalam larutan gliserol.

Meskipun sel mikroorganisme dapat mengimbangi perubahan aw disekelilingnya, tetapi kemampuan sel terbatas sehingga pada aw yang sangat rendah atau tekanan osmotik yang sangat tinggi pertumbuhan sel akan terhenti. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengawetan makanan dengan aw rwndah adalah karena sel mikroorganisme yang kehilangan air atau mengalami pengeringan tersebut menjadi lebih tahan terhadap panas.

Pada makanan yang mempunyai kadar garam yang tinggi, misalnya ikan asin kecap, tauco, sering ditemukan bakteri yang tahan terhadap garam. Bakteri semacam ini dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu bakteri halodurik dan halofilik. Bakteri halofilik adalah bakteri yang tahan terhadap konsentrasi tinggi, dan untuk pertumbuhannnya juga memerlukan garan dengan konsentrasi tertentu sedangkan bakteri halodurik juga tahan terhadap konsentrasi garam tinggi tetapi untuk pertumbuhannnya tidak memerlukan garam konsentrasi tinggi.

Pada beberapa makanan yang kadar gulanya tinggi sering ditemukan khamir yang terhadap konsentrasi yang gula tinggi. Seperti halnya bakteri khamir juga dapatb dibedakan atas khamir osmofilik dan asmodurik. Kamir osmofilik adalah kamir yang selain tahan terhadap osmotik yang tinggi juga memerlukan kadar gula yang tinggi untuk pertumbuhannya, sedangkan khamir osmodurik meskipun tahan terhadap tekanan osmotik tinggi tetapi tidak memerlukan tekanan osmotik tinggi untuk pertumbuhannya. Salah satu contoh khamir yang bersifat osmofilik misalnya Saccharomyces rouxii yang sering ditemukan pada sirup atau madu, dimana khamir ini masih tahan sampai konsentrasi gula mencapai 60%.

Ketahanan Mikroorganisme terhadap Keasaman Tinggi dan senyawa Lipofilat

Proses pengasaman atau penurunan pH makanan dapat dilakukan dengan cara penambahan asam atau melalui cara fermentasi asam. Asam yang umum ditambahkan ke dalam makanan terutama adalah asam cuka ( asam asetat ) sedangkan asam yang terbentuk selama fermentasi misalnya asam laktat pada produk-produk pikel dan susu, serta asam asetat pada produk-produk lainnya.

Apakah yang terjadi selama sel tumbuh dalam medium dengan pH yang tidak optimal tersebut? Dalam hal ini sel umumnya akan bereaksi untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel. Pada waktu pH diturunkan proton yang terdapat dalam jumlah tinggi di dalam medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel. Dan proton ini harus dihilangkan dari dalam sel untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel. Untuk menghilangkan proton ke luar sel dimana terjadi gradien konsentrasi dari konsentrasi rendah ke konsntrasi tinggi yang besarnya beberapa ratus atau ribu kali diperlukan energi. Jadi semakin rendah pH semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan pH konstan di dalam sel, akibatnya energi yang tersedia untuk sintesis komponen-komponen sel berkurang. Oleh karena itu pertumbuhan sel terganggu dan sangat lambat, dan bahkan terhenti sama sekali pada pH yang sanagt rendah. Pada kecepatan pertumbuhan sel yang sangat lambat maka persediaan energi untuk mempertahankan hidup dan mengeluarkan proton ke luar sel sangat terbatas, akibatnya sel sel menjadi mati karena reaksi pengasaman di dalam sel.

Karena mekanisme adaptasi sel terhadap pH rendah merupakan proses homeostatik yang memerlukan energi, maka pembatasan suplai energi akan menyebabkan pengawetan makanan dengan pH rendah menjadi lebih efektif. Sebagai contoh kombinasi pengasaman dengan penurunana aw atau dengan pengepakan vakum yang lebih efektif untuk pengawetan makanan karena kedua proses ini membatasi produksi energi oleh mikroorganisme.

Mekanisme pH homeostatik juga terjadi dalam pengawetan pangan menggunakan asam lipofilat lemah seperti asam sorbat, benzoat dan propionat. Asam-asam lipofilat tersebut dapat mencegah kerusakan mikrobiologis karena beberapa sifatnya yang unik yaitu kelarutannya dalam bentuk tidak terdissosiasi di dalam larutan membran sel dan aktivitasnya sebagai ionofor proton. Senyawa-senyawa semacam ini menyebabkan proton lebih mudah masuk ke dalam sel sehingga meningkatkan kebutuhan energi untuk mempertahankan pH alkali di dalam sel. Asam lipofilat meningkatkan aliran proton ke dalam sel ekuivalen dengan terjadinya pH rendah. Gangguan aliran proton menembus membran sel mengganggu fungsi kimostatik sel misalnya transform asam amino. Semakin rendah pH semakin tinggi persentase asam lipofilat yang terdapat dalam bentuk tidak terdissisiasi, sehingga semakin banyak proton yang menembus membran sel. Oleh sebab itu penggunaan asam lipofilat sebagai bahan pengawet makanan lebih efektif pada pH rendah dibandingkan dengan pH tinggi.Ketahanan Mikroorganisme terhadap suhu rendah

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan didasarkan pada kenyataan bahwa aktivitas mikroorganisme dapat diperlambat atau dihentikan pada suhu di atas suhu pembekuan dan biasanya aktivitasnya berhenti sama sekali pada suhu pembekuan. Hal ini disebabkan reaksi-reaksi metabolisme di dalam sel mikroorganisme di dalam sel dikatalisis oleh enzim, dan kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh suhu sangat dipengaruhi oleh suhu.

Proses pembekuan dapat menyebabkan kematian atau kerusakan subletal pada sebagiam sel. Kematian sebagian sel terjadi segera setelah pembekuan sel dan jumlah sel yang mati tergantung dari ketahanan mikroorganisme terhadap pembekuan . Sebagai contoh bakteri gram positip berbentuk bulat ( kokus ) pada umumnya lebih tahan terhadap proses pembekuan dibandingkan dengan bakteri gram negatif berbentuk batang. Sel-sel yang masih hidup selama pembekuan mungkin akan mengalami kematian secara lambat selama penyimpanan beku. Suhu pembekuan paling letal, dimana jumlah sel yang mati paling tinggi adalah di antara suhu -2 sampai -200C.

Selain dipengaruhi oleh spesies mikroorganisme ketahanan mikroorganisme terhadap proses pembekuan juga dipengaruhi oleh komposisi medium pembekuan. Beberapa komponen makanan seperti putih telur, sukrosa, sirup, gliserol dan ekstrak daging mempunyai pengaruh sel melindungi terhadap pembekuan. Sebaliknya adanya asam di dalam medium pembekuan melindungi viabilitas sel

Pengaruh proses pembekuan terhadap sel mikroorganisme dapat diterangkan sebagai berikut:1. Selama pembekuan air bebasa akan membeku dan membentuk kristal es, sedangkan air terikat tetap tidak membeku. Pada kecepatan pembekuan yang lambat, kristal es yang terbentuk umumnya terdapat di luar sel (ekstraseluler), sedangkan pada kecepatan pembekuan cepat terbentuk kristal es di dalam sel (intraseluler). Karena air bebas membeku, maka selama pembekuan sel mengalami dehidrasi.

2. Pembekuan air menyebabkan peningkatan viskositas komponen-komponen sel.

3. Pembekuan menyebabkan lepasnya gas-gas yang terdapat di dalam sitoplasma seperti O2 dan CO2 karena kelarutannya di dalam air menurun. Kehilangan O2 pada sel-sel aerobik mengakibatkan reaksi respirasi menurun.

4. Pembekuan menyebabkan perubahan pH dari komponen-komponen sel. Beberapa peneliti melaporkan perubahan pH selama pembekuan.

5. Pembekuan meningkatkan konsentrasi elektrolit di dalam sel karena air bebas membeku membentuk kristal es.

6. Pembekuan merusak sistem koloid dari protoplasma misalnya sistem koloid protein

7. Pembekuan menyebabkan denaturasi protein di dalam sel. Hal ini di duga beberapa hal, diantaranya hilangnya gugus sulfhidril ( -SH ) selama pembekuan pecahnya lipoprotein dan meningkatnya konsentrasi elektrolit selama pembekuan.

8. Pembekuan tiba-tiba menyebabkan shok terhadap mikroorganisme dan pengaruh terbesar shok ini terjadi pada organisme termofilik kemudian mesofilik dan yang paling tahan adalah organisme psikrofilik.DAFTAR PUSTAKA

1. Frazier. W.C., 1967. Food Mikrobiology, Mc Graw Hill Book Co, New York2. Srikandi Fardiaz, 1989, Mikrobiologi Pengolahan Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB Bogor.3. Srikandi Fardiaz, Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut, 1992, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB Bogor

OUTLINE PERKULIAHANNama Perkuliahan : Mikrobiologi Pengolahan PanganBobot

: 3 SKS

1. Pendahuluan : Defenisi

Penjelasan secara umum mengenai Mikrobiologi Pengolahan

Pangan

2. Ekologi Mikroorganisme pada Makanan

Faktor Intrinsik

Faktor Ekstrinsik

Faktor Implisit

Faktor Pengolahan

3. Dekomposisi makanan oleh mikroorganisme

Karbohidrat

Protein

Lemak

Peranan enzim oleh dekomposisi makanan

4. Peranan kultur mikroorganisme dalam pengolahan pangan

Produk susu

Produk daging

Produk Kacang-kacangan dan serealia

Produk buah dan sayur

Penggunaan kultur kamir

5. Mikroorganisme indikator pada produk pangan olah

Penggolongan mikroorganisme indikator

Produk sayur

Produk daging dan unggas

Produk susu