298
BUKU DARAS METODE PENELITIAN DAKWAH Dr. Nurhidyat Muh. Said, M.Ag Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2013

METODE PENELITIAN DAKWAHrepositori.uin-alauddin.ac.id/405/1/Nurhidyat Muh. Said.pdf · para tokoh pendidikan muslim pasca Konferensi Pendidikan Mekkah dan pada konferensi-konferensi

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BUKU DARAS

METODEPENELITIAN

DAKWAH

Dr. Nurhidyat Muh. Said, M.Ag

Universitas Islam Negeri AlauddinMakassar2013

BUKU DARAS

METODE PENELITIAN DAKWAH

Penulis : Dr. Nurhidayat Muh. Said, M.Ag

Editor : Dr. Hamiruddin, M.AgDesain Cover :Lay-Out : Meidy Hadi SusantoPercetakan : Alauddin Press

Penerbit : Alauddin PressJl. Sultan Alauddin No 63 Makassar 90221Telp. (0411) 864924 – Fax. (0411) 864923

Hak Cipta@2013, pada Alauddin PressAll rights reserved

ISBN :

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | iii

SAMBUTAN REKTORUIN ALAUDDIN MAKASSAR

Prof. Dr. H.A. Qadir Gassing, H.T.,M.S.

Salah satu langkah yang dilakukan oleh UIN Alauddin Makassarpasca diresmikannya pada tanggal 4 Desember 2005 adalahmelakukan aktivitas konkret dan nyata untuk mewujudkan obsesiUIN sebagai pusat peradaban Islam di Indonesia Bagian Timur.Upaya yang dilakukan untuk mencapai cita-cita ini adalah denganmengaktifkan sinerjitas antara ilmu pengetahuan umum dan agamaagar supaya tidak terjadi dikotomi antara keduanya.

Langkah konkret yang dilakukan untuk tujuan di atas dimulaidengan menggagas sistem pengajaran pendampingan. Pendampingandilakukan dengan cara mempertemukan silabi umum dan agama,memadukan dan mensenyawakan literatur umum dan agama, sertapendampingan dan persenyawaan yang dilakukan dalam diskusi-diskusi langsung di ruang kelas yang dihadiri oleh pengajar dandosen bidang umum dan agama.

Buku ini adalah salah satu bentuk nyata dari realisasi danpengejawantahan ide sinerjitas ilmu. Buku ini diharapkan untukmemberi kontribusi penting yang dapat melahirkan inspirasi-inspirasiserta kesadaran baru dalam rangka pengembangan keberilmuan kitasebagai bagian dari civitas akademika UIN Alauddin yang muaranyadiharapkan untuk pencapaian cita-cita UIN Alauddin seperti yangdisebutkan di atas. Hal ini sesuai dengan apa yang dikehendaki olehpara tokoh pendidikan muslim pasca Konferensi Pendidikan Mekkahdan pada konferensi-konferensi pendidikan setelahnya di beberapanegara.

Semoga buku ini yang juga merupakan buku daras di UINAlauddin dapat memperoleh ridha Allah. Yang tak kalah pentingnya,buku ini juga dapat menjadi rujukan mahasiswa untuk memandumereka memperoleh gambaran konkret dari ide sinerjitaspengetahuan agama dan umum yang marak diperbincangkan dewasaini.

Amin Ya Rabbal-Alamin.

Makassar, Oktober 2013

iv | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

KATA PENGANTAR

Bismillahir- Rahmani-Rahim

Alhamdulillahi Rabbil alamin, puji syukur penulis panjatkankehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga penulisan buku daras ini bisa diselesaikan. Salawat dansalam juga penulis kirimkan kepada junjungan Nabi besarMuhammad saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, semogaketeladanannya dalam mengembangkan dakwahnya, termasukdalam hal ini masalah perekonomian dapat teraktualisasi di kalanganumat Islam dewasa ini.

Buku yang sederhana ini disusun dalam rangkamereaktualisasikan ajaran Islam, khususnya yang berkaitan denganMetode Penelitian Dakwah.

Dakwah sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki sejumlahlapangan penelitian, sebetulnya belum lama lahir dan dirumuskan.Padahal dakwah sebagai aktivitas dan instrumen penyebaran Islamtelah dikenal dalam usia yang cukup lama. Hal demikiandimungkinkan karena pada masa itu, para ahli lebih terfokus padakonsepsi dan sistematisasi ilmu-ilmu induk keislaman. Kesadaranakan perlunya suatu ilmu yang independen dan memiliki ruang danmetode tersendiri mengenai dakwah dan seluk beluknya,mengantarkan kepada lahirnya suatu disiplin keilmuan dakwah.Sebagai disiplin ilmu yang baru lahir, tentunya ilmu dakwah tetapterikat dengan disiplin-disiplin keilmuan lain yang lebih dulu lahir.Dalam hal metodologis misalnya, ilmu dakwah menilai perlunyamengadopsi konsep dan teori keilmuan yang telah mapan. Haldemikian dimaksudkan agar dakwah sebagai ilmu dapat tetap eksisditengah pesatnya perkembangan keilmuan modern.

Dalam kaitan penelitian, ilmu dakwah melakukan pendekatanpada sejumlah disiplin keilmuan yang telah mapan, dan pendekatantersebut difokuskan kepada sejumlah ilmu-ilmu bantu dakwah.Sosiologi sebagai disiplin keilmuan yang lebih dahulu mapan, dipilihsebagai salah satu pendekatan atau metodologi dalam melakukanpenelitian dakwah. Dalam kaitan ini, berarti gejala-gejala danfenomena dakwah ditangkap, diperspektifkan serta diperlakukandengan analisa sebagaimana menganalisa masalah-masalah yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | v

terdapat dalam disiplin ilmu sosiologi. Atas dasar pernyataantersebut, berarti semua teori dan metodologi yang terdapat dalamsosiologi digunakan sebagai pisau analisis dalam menelaah gejala danfenomena dakwah.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan bukuini,oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, penulismenyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan tersebutdan mengharapkan kritikan yang konstruktif demi perbaikanselanjutnya.

Demikian dan hanya kepada Allah kita berserah diri dan DialahYang Maha Benar dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

Makassar, Oktober 2013

Penulis

vi | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

DAFTAR ISI

SAMBUTAN REKTOR ...................................................................... iiiKATA PENGANTAR ........................................................................ ivDAFTAR ISI ......................................................................................... vi

BAB I METODE PENELITIAN DAKWAH DANKOMUNIKASI .............................................................. 1

A. Pengantar .......................................................................... 1B. Latar Belakang Masalah/Konteks Penelitian .............. 4C. Catatan Seputar Metodologi Riset ................................ 6D. Tinjauan Pustaka ............................................................. 7E. Kerangka Pikiran ............................................................. 8F. Hipotesis ............................................................................ 12G. Menentukan Masalah, Konsep, Variabel dan

Hubungannya .............................................................. 13H. Menentukan Wilayah Penelitian ............................... 13I. Sistematika Metodologi Penelitian ........................... 14

BAB II PENELITIAN KUALITATIF DANKUANTITATIF ............................................................. 24

A. Warna-Warni Penelitian Kualitatif ................................ 25B. Metode Penelitian Kualitiatif ......................................... 39C. Penelitian Kuantitatif ...................................................... 42D. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................... 55

BAB III TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISISDATA ............................................................................... 60

A. Penyusunan Alat Pengumpul Data ............................... 60B. Wawancara Sebagai Seni Bertanya ................................ 64C. Kuesioner Atau Interview .............................................. 67D. Kelebihan dan Kelemahan Wawancara ........................ 67E. Pertanyaan Terbuka dan Tertutup ................................ 69F. Aspek Komunikasi Dalam Wawancara ........................ 72G. Wawancara Sebagai Proses Tukar Informasi .............. 73H. Merencanakan Wawancara ............................................. 74I. Melakukan Wawancara ................................................... 77J. Hal-Hal Penting Sesudah Wawancara .......................... 79

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | vii

K. Mengapa Teknik Wawancara Digunakan .................... 80L. Angket ............................................................................... 86M. Studi Dokumentasi .......................................................... 88N. Pengamatan ...................................................................... 88O. Metode Pengumpulan Data ........................................... 91P. Data Statistik Sebagai Data Tambahan ........................ 98Q. Teknik Analisis Data Penelitian Kualitatif ................... 101

BAB IV TEKNIK SAMPLING UNTUK PENELITIANDAKWAH ....................................................................... 102

A. Pengertian Populasi Dan Sampel .................................. 102B. Populasi Dan Sampel ...................................................... 103C. Jenis Populasi Dan Sampling ......................................... 109D. Cara Menentukan Besarnya Jumlah Anggota Sampel . 110E. Teknik Pemilihan Anggota Sampel ............................... 112F. Strattifies Random Sampling ................................................ 114G. Alokasi Unit Ke Dalam Stratum ................................... 115H. Ratio Method of Estimation .......................................... 117I. Single Stage Cluster Sampling ....................................... 118J. Sampling untuk Populasi Bergerak ............................... 118

BAB V METODE ANALISIS PENELITIAN DAKWAHDAN KOMUNIKASI ................................................... 127

A. Analisis Wacana ............................................................... 127B. Etnografi Komunikasi .................................................... 143C. Analisis Framing - Analisis Bingkai .............................. 144

BAB VI PENDEKATAN DALAM PENELITIANDAKWAH KOMUNIKASI ......................................... 151

A. Pendekatan Sosiologi ...................................................... 151B. Wilayah Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan

Sosiologi ............................................................................ 155C. Teori-Teori Sosiologi Untuk Penelitian Dakwah ....... 158D. Kritik Mengenai Pendekatan Sosiologi Dalam

Penelitian Dakwah ........................................................... 160E. Pendekatan Historis ........................................................ 161F. Pendekatan Fenomenologis ........................................... 169G. Aplikasi Teori Dalam Perspektif Islam ........................ 189H. Perspektif Teori Konflik ................................................ 193I. Perspektif Teori Struktur Fungsional ........................... 205

viii | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

J. Pendekatan Teologis ....................................................... 219BAB VII JENIS PENELITIAN DAKWAH DAN

KOMUNIKASI .............................................................. 266A. Metode Deskriptif ........................................................... 266B. Metode Eksperimen ........................................................ 267C. Metode Survei .................................................................. 269D. Jenis-jenis Metode Penelitian ......................................... 269E. Metode Deskriptif ........................................................... 271F. Metode Developmental .................................................. 273G. Metode Studi Kasus ........................................................ 274H. Metode kausal-komparatif atau ‘ex post facto’ ............... 278I. Metode (true) eksperimental ........................................... 281

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 284

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 1

A. Pengantar.Dakwah sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki sejumlah

lapangan penelitian, sebetulnya belum lama lahir dan dirumuskan.Padahal dakwah sebagai aktivitas dan instrumen penyebaran Islamtelah dikenal dalam usia yang cukup lama. Hal demikiandimungkinkan karena pada masa itu, para ahli lebih terfokus padakonsepsi dan sistematisasi ilmu-ilmu induk keislaman. Kesadaranakan perlunya suatu ilmu yang independen dan memiliki ruang danmetode tersendiri mengenai dakwah dan seluk beluknya,mengantarkan kepada lahirnya suatu disiplin keilmuan dakwah.Sebagai disiplin ilmu yang baru lahir, tentunya ilmu dakwah tetapterikat dengan disiplin-disiplin keilmuan lain yang lebih dulu lahir.Dalam hal metodologis misalnya, ilmu dakwah menilai perlunyamengadopsi konsep dan teori keilmuan yang telah mapan. Haldemikian dimaksudkan agar dakwah sebagai ilmu dapat tetap eksisditengah pesatnya perkembangan keilmuan modern. Dakwah sebagaiilmu, terbangun dari beberapa bidang keilmuan di antaranyapertama, ilmu sumber seperti ulum al Qur'an dan ulum al hadist sertaragam keilmuan lain yang terkait dengan keduanya, kedua, ilmudasar teoritik seperti pengantar ilmu dakwah, dasar-dasar ilmutabligh (KPI), dasar-dasar ilmu bimbingan penyuluhan, manajemendakwah, dan ilmu pengembangan masyarakat. Ketiga, ilmu teknikyang terdiri dari teknologi tabligh, irsyad (bimbingan), tadbir(manajemen) dan tathwir (pengembangan masyarakat). Keempat,ilmu bantu yang terdiri dari psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah,manajemen dan komunikasi. Dalam kaitan penelitian, ilmu dakwahmelakukan pendekatan pada sejumlah disiplin keilmuan yang telahmapan, dan pendekatan tersebut difokuskan kepada sejumlah ilmu-ilmu bantu dakwah. Sosiologi sebagai disiplin keilmuan yang lebihdahulu mapan, dipilih sebagai salah satu pendekatan atau metodologidalam melakukan penelitian dakwah. Dalam kaitan ini, berarti gejala-gejala dan fenomena dakwah ditangkap, diperspektifkan sertadiperlakukan dengan analisa sebagaimana menganalisa masalah-

BABI

METODOLOGI PENELITIANDAKWAH DAN KOMUNIKASI

2 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

masalah yang terdapat dalam disiplin ilmu sosiologi. Atas dasarpernyataan tersebut, berarti semua teori dan metodologi yangterdapat dalam sosiologi digunakan sebagai pisau analisis dalammenelaah gejala dan fenomena dakwah.

Sebelumnya, sudah dibicarakan tentang bagaimanamenentukan topik dan judul penelitian, selanjutnya adalahbagaimana melakukan penelitian. Sebelumnya melakukan penelitian,maka langkah awal harus menyusun terlebih dahulu proposalpenelitian. Ini akan menjadi panduan dan acuan tindakan-tindakanyang akan dilakukan baik dalam proses pengumpulan data, analisadata, hingga penulisan laporan.

Proposal pada dasarnya adalah rencana kerja. Ini harusdipahami dulu, bahwa proposal adalah rencana, yang tentunya berisilangkah-langkah apa yang akan dilakukan ketika rencanadilaksanakan. Sebuah kegiatan akan bisa memberikan hasil yangmemuaskan, apabila sudah diawali dengan rencana yang baik. Tanpaperencanaan, aktifitas selanjutnya akan kacau dan tidak jelas ujungpangkalnya. Karena itu, proposal sebagai sebuah rencana kerja dalammelakukan penelitian, harus disusun sebaik mungkin.

Marczyk, Demateo dan Festinger (2005;41-46) mengatakanbahwa penelitian adalah kegiatan yang terstruktur. Oleh karenanyaperlu direncanakan sejak awal secara baik dan runtut. Hal ininantinya akan memudahkan si peneliti itu sendiri, bisa mengetahuitahapan-tahapan yang mesti dilaluinya. Sebenarnya, penentuan topikpenelitian, termasuk dalam katagori rencana penelitian. Namun,dalam struktur proposal, topik sudah termasuk dan tampak dalambagian-bagian proposal yang dibuat.

Dalam hal ini, proposal penelitian, dalam arti katasistematikanya, dibuat setelah topik dan judul penelitian ditentukan.Berangkat dari hal inilah kemudian diuraikan satu per satu menurutbagian-bagian yang sudah ditetapkan. Perlu ditegaskan disini,sistematika sebuah proposal penelitian bisa berbeda-beda antarainstitusi atau antar perguruan tinggi (bagi mahasiswa). Hanya sajaperbedaan ini lebih banyak pada redaksional dan pemahamanterhadap nama-nama sub bagian dalam proposal, sementarasubstansi umumnya memiliki kesamaan. Perbedaan substansi jugaditentukan oleh metodologi yang digunakan (kuantitatif ataukualitatif). Dengan kata lain, ada sub bagian yang perlu ada dalampenelitian kuantitatif, namun tidak diperlukan dalam penelitian

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 3

kualitatif, begitu juga sebaliknya. Terhadap perbedaan yang keduaini, harus diperhatikan dengan baik agar tidak keliru dalammenggunakannya.

Unsur-unsur dalam proposal adalah sebuah kesatuan, dimanamasing-masing memiliki fungsinya sendiri. Untuk itu, mahasiswa(peneliti) harus paham betul apa fungsi tersebut, sehingga bisamenuliskannya/menyusunnya. Agar memudahkan, sayamemberikan ilustrasi singkat. Coba anda bayangkan sebuah rumah.Di dalam rumah ada bagian-bagian tertentu, seperti ada ruang tamu,ruang tidur, ruang keluarga, kamar mandi, dapur dan sebagainya.Masing-masing ruangan punya fungsi dan kegunaannya sendiri.Kesatuan dari fungsi-fungsi ruangan tersebut menciptakan sebuahrumah dalam artian lengkap. Menghilangkan salah satu ruangan(misal, ruang tamu), berarti menghilangkan salah satu unsur dalamrumah sehingga ia tidak lagi disebut rumah yang lengkap. Ataukesalahan dalam menempatkan perabot, misalnya menempatkankasur di ruang tamu, juga merusak susunan rumah.

Sistematika proposal penelitian, pada dasarnya mirip sepertiilustrasi di atas. Setiap bagian dalam proposal punya fungsi dankegunaan. Agar bisa menyusun dan menuliskan pada setiap bagian,kita harus paham terlebih dulu fungsi dan guna bagian tersebut. Inipenting, sehingga tidak keliru dalam menempatkan isi dari masing-masing bagian dalam proposal.

Berikut ini saya akan gambarkan sistematika dalam sebuahproposal penelitian, yang dipakai di lingkungan Fakultas Dakwahdan Komunikasi UIN Alauddin Makassar. Sekali lagi, ini bisa sajaberbeda dengan institusi/perguruan tinggi lain, terutama dalampenyebutan dan posisi. Sistematikanya adalah sebagai berikut :I. Latar Belakang Masalah/Konteks PenelitianII. Rumusan MasalahIII. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitianb. Manfaat Penelitian

IV. Tinjauan PustakaV. Kerangka Teori/Kerangka PikirVI. Hipotesis Penelitian (khusus penelitian Kuantitatif)VII. Metode Penelitian

a. Pendekatan Penelitianb. Data dan Sumber Data

4 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

c. Teknik Pengumpulan Datad. Lokasi/Fokus Penelitiane. Definisi Konseptual (khusus penelitian Kuantitatif)f. Variabel Penelitian (khusus penelitian Kuantitatif)g. Operasionalisasi Variabel Penelitian (khusus penelitian

Kuantitatif)h. Populasi dan Sampel Penelitian (khusus penelitian

Kuantitatif)i. Teknik Analisis Dataj. Perkiraan Jadwal Penelitian

VIII. Rencana Sistematika Penulisan Laporan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, masing-masing unsurdalam proposal tersebut di atas, adalah satu kesatuan yang tidakterpisahkan. Beberapa unsur hanya digunakan dalam penelitiankuantitatif, selebihnya dipakai dalam penelitian kualitatif. Disarankansekali, bagi mahasiswa yang baru akan melakukan penelitian(termasuk baru mengenal penelitian ilmiah), memahami satu persatufungsinya. Untuk melengkapi pemahaman, anda bisa membacaberbagai referensi mengenai penelitian (cukup banyak buku yangmembahas metode penelitian).

Melalui proposal penelitian seperti di atas, tampak jelas pulabagaimana prosedur ilmiah yang dilakukan. Hal ini juga yangmenjadi ciri khas penelitian ilmiah, sekaligus pembeda denganaktifitas lain yang memiliki kemiripan, seperti kegiatan wartawaninvestigatif dalam meliput berita. Ada prosedur tertentu yang harusdijalani, yang menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui, danterpenting memiliki landasan teori tertentu.

Susunan proposal di atas juga bisa anda gunakan untukpenelitian teks, tentu saja dengan menghilangkan bagian-bagian yangtidak diperlukan untuk penelitian teks. Sementara untuk penelitianlapangan, semua unsur di atas bisa digunakan.

Berikutnya, kita akan bahas satu persatu masing-masingbagian tersebut, sehingga akan ada pemahaman yang komprehensiftentang proposal penelitian dan proses lanjutannya.

B. Latar Belakang Masalah/Konteks PenelitianLangkah awal yang harus dilakukan adalah menjelaskan

latar belakang penelitian. Istilah latar belakang lazim digunakandalam penelitian kuantitatif, sementara konteks penelitian lazim

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 5

dikenal dalam penelitian kualitatif, kendati ada juga yangmenyamakannya.

Latar belakang penelitian akan menjawab pertanyaanpenting yaitu : (a) mengapa topik ini penting untuk diteliti, ataualasan apa yang membuat kita merasa perlu meneliti hal tersebut,termasuk penjelasan masalah-masalah awal yang mendatangkanpertanyaan bagi si peneliti. Untuk mendapatkan hal ini, peneliti harusmelakukan studi awal, bisa dengan menelusuri berbagai literaturataupun melakukan pengamatan awal (Ardianto, 2010;9). Hasilpenelitian orang lain bisa jadi sumber utama dalam menentukan halini, karena ada kemungkinan penelitian orang lain masih menyisakanpertanyaan yang belum terjawab, si penelitilah yang kemudianmelanjutkannya. Karena itu, memperbanyak kajian literatur danpengamatan sangat penting sekali, sehingga alasan utama melakukanpenelitian tersebut bisa sangat kuat. (b) Fakta-fakta awal apa saja yangmendukung kita untuk melakukan penelitian terhadap masalahtersebut. Berkaitan dengan yang pertama, semua yang menjadi alasantersebut harus didukung dengan fakta-fakta awal. Untuk itu, penelitiharus bisa menjelaskannya sehingga kelihatan aspek pentingnya topikitu untuk diteliti. Hal ini juga menunjukkan bahwa penelitianbukanlah pekerjaan “mengarang”, tapi didasarkan atas fakta yangkuat.

Kedua alasan tersebut selanjutnya dijelaskan oleh penelitisecara naratif atau dengan penjelasan yang terstruktur. Bagi penelitipemula, sering timbul kesulitan dalam menuliskan ini, dikarenakanbelum terbiasa dalam menulis secara sistematis. Sering terjadi,penjelasan dalam latar belakang penelitian melebar kemana-mana,terkadang sudah keluar dari konteks yang ingin disampaikan.

Guna memudahkan cara dalam menulis latar belakang ini,disarankan untuk terlebih dulu menuliskan point-point yang akandituliskan. Semua point tersebut kemudian disusun secara berurutansehingga kelihatan pola penjelasannya. Ada sebagian pihak yangmenuliskan dengan cara piramida terbalik, yaitu memulai dulu darihal-hal yang bersifat umum, secara perlahan menukik hingga sampaipada fokus penelitiannya. Cara piramida terbalik, bisa digunakan,kendati tidak mesti seperti itu. Yang terpenting adalah kelihatan poladan struktur yang ingin disampaikan. Hubungan antar paragraf,pilihan kata dan kalimat, cara pengutipan, harus diperhatikan denganseksama. Inilah gunanya membuat kerangka terlebih dahulu,sehingga bisa kelihatan alur penulisannya.

6 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Patut pula ditekankan disini, semua kutipan yang diambil,harus mencantumkan sumbernya dengan pola running notes/intrateks. Contohnya, …(Ahmad, 2012;13). Penulisan itu menjelaskanbahwa kata-kata yang diambil dari buku Ahmad, terbitan tahun 2012pada halaman 13. Apapun dan darimanapun sumber yang diambil,harus mencantumkan identitas kutipan tersebut. Pengutipan tersebuttidak hanya berlaku untuk penulisan latar belakang, tapi juga berlakuuntuk semua naskah yang ada dalam penelitian tersebut.Demikianlah penjelasan singkat mengenai sistematika proposalpenelitian dan cara menyusun latar belakang masalah dalampenelitian. Penjelasan berikutnya adalah pembuatan rumusanmasalah.

C. Catatan Seputar Metodologi Riset :Seputar “Konsep” :

- “Konsep” adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yangdirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristikkejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.

- Ada dua jenis konsep: 1) konsep yang “jelas” hubungannyadengan realitas atau fakta sosial yang mereka wakili, contoh:konsep tentang kursi, pisau, buku, dsb. 2) konsep yang kaburatau lebih abstrak hubungannya dengan fakta sosial yang mrwakili, contoh: konsep tentang kekerabatan, messianisme,kecerdasan, birokrasi, dsb. Konsep yang abstrak ini seringdisebut “konstruk” (construct).

- Konsep bisa disebut sebagai mediator antara dunia teori dandunia observasi, antara abstraksi dan realitas.

Proposisi, Aksioma/Postulas, dan Teorem :- Proposisi sering didefinisikan sebagai hubungan yang logis

antara dua konsep.- Biasanya, proposisi tidak memiliki format tertentu, melainkan

disajikan dalam bentuk kalimat pernyataan yangmenunjukkan hubungan antara dua konsep. Contoh: “niatmenggunakan kontrasepsi modern bervariasi menurut statussosial-ekonomi”, “di antara faktor timbulnya pandanganradikalistik terhadap agama adalah pemahaman literalistik(skripturalistik) terhadap ajaran-ajaran agama, dsb.

- Ada dua tipe proposisi: 1) “aksioma atau postulat”, yaituproposisi yang kebenarannya tidak dipertanyakan lagi oleh

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 7

peneliti sehingga tidak perlu diuji dalam suatu penelitian; 2)“teorem”, yaitu proposisi yang dideduksikan atau diderivasidari aksioma. Yang menjadi perhatian penelitian sosial adalahteorem, bukan postulat atau aksioma.

Seputar Teori :- Teori adalah serangkaian asumsi, konsep (termasuk konstruk),

dan proposisi (terutama teorem) untuk menerangkan suatufenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskanhubungan antar konsep.

Hipotesa :- Hipotesa adalah hasil kerja dari teori atau proposisi. Atau

berarti hasil deduksi dari teori atau proposisi. Sifatnya lebihspesifik, sehingga lebih siap untuk diuji secara empiris.Misalnya kita ingin menerangkan mengapa perilaku agresiflebih menonjol pada suatu lingkungan masyarakat tertentudaripada lingkungan masyarakat lainnya. Untuk itu, kitabutuh “teori agresi” yang salah satu proposisinya menyatakanbahwa frustasi menyebabkan tindakan agresif. Dalampenelitian, proposisi ini harus dijabarkan menjadi hipotesayang lebih terinci, misalnya: tindakan agresif lebih tinggi padakelompok masyarakat yang memiliki tingkat kepadatanpenduduk yang tinggi daripada yang memiliki tingkatkepadatan rendah”. Bila dibandingkan, hipotesa ini lebihoperasional dan siap diuji daripada proposisi sebelumnya.

- Hipotesa selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yangmenghubungkan antara dua variabel atau lebih. Hubungan itubisa dinyatakan secara eksplisit maupun implisit.

Variabel :- Variabel adalah sesuatu yang memiliki variasi nilai yang

diperoleh dari konsep, misalnya konsep “penduduk”,memiliki beberapa variabel: jenis kelamin, suku bangsa, umur,dll.

D. Tinjauan PustakaDalam sub bab Tinjauan Pustaka ini dimuat esensi-esensi hasil

penelitian literatur, yaitu teori-teori. Uraian teori yang disusun bisadengan kata-kata penulis secara bebas dengan tidak mengurangimakna teori tersebut; dapat juga dalam bentuk kutipan dari tulisanorang lain, yaitu kutipan langsung tanpa mengubah kata-kata atau

8 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tanda bacaan, kemudian analisis, dibandingkan dan dikonstruksikan.Teori-teori, dan temuan-temuan itu harus relevan denganpermasalahan penelitian yang akan dilakukan. Kegunaannya adalahuntuk bahan acuan penelitian. Kebenaran yang diperoleh daripenelitian tersebut karena ada acuan, disebut kebenaran koherensi,artinya terdapat relevansi dengan teori-teori yang telah ditemukanpara ahli terdahulu.

Dari teori-teori itu terdapat konsep-konsep atau variabel-variabel yang kemudian dijadikan operasional. Peneliti selanjutnyamenyusun konsep-konsep yang akan digunakan dalam penelitian.Hal demikian mempunyai hubungan erat sekali dengan kerangkapikir dan hipotesis dalam rancangan penelitian tersebut.

Bab Tinjauan Pustaka dirinci menjadi sub bab-sub bab.Kalimat judul bab atau sub bab melukiskan inti dan merupakanabstraksi dari uraian-uraian.

Kutipan-kutipan atau pertanyaan-pertanyaan yang dikutipdari literatur sangat perlu memperoleh perhatian, jangan sampaiditulis tanpa diterangkan sumber, penulis, serta tahun danhalamannya.

Sutrisno Hadi (1977: 93) menjelaskan teknik melakukanpenulis kutipan. Ia membaginya menjadi kutipan langsung (directquotation) dan kutipan tidak langsung (indirect quotstion). Kutipanlangsung adalah kutipan yang persis seperti kata-kata vangdigunakan dalam literatur tersebut. Kutipan tidak langsung. yangdisebut paraphrase, merupakan kutipan tidak menurut kata-kata,melainkan menurut pokok pikiran atau semangatnya, ditulis dalamkata-kata dan kalimat penulis, bukan kalimat yang terdapat dalamliteratur yang dikutip. Bagaimana teknik memberi penghargaankepada sumber yang dikutip dapat diperhatikan petunjuk penulisansuperskrip dan foot note.misalnya yang diuraikan dalam buku yangberjudul "Bimbingan Menulis Skripsi- Thesis", karangan Prof. Drs.Soetrisno Hadi, A.M. Di -sini bukan tempatnya untuk menjelaskansecara rinci tentang hal tersebut.

E. Kerangka PikiranDalam kerangka pikiran diuraikan jalan pikiran menurut

kerangka yang logis atau menurut logical construct. Inti pembicaraandalam kerangka pikiran adalah upaya mendudukkan perkarapermasalahan penelitian yang telah diidentifikasikan dalam kerangka

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 9

teoritis yang relevan dengan masalah itu, yang mampu menangkap,menerangkan, dan menunjuk perspektif terhadap masalah itu.

Jalan pikiran yang digunakan adalah jalan pikiran deduktif,yaitu bermula dari hal-hal yang bersifat umum, dalam hal ini teori,dalil, hukum, kaidah, meluncur kepada hal-hal yang bersifat khususatau spesifik, dalam hal ini adalah masalah-masalah penelitian yangtelah diidentifikasi. Dalam uraian kerangka pikiran ini harusditerangkan dengan jelas apakah hal-hal yang khusus itu merupakanbagian atau kelas dari hal-hal yang bersifat umum di atas? Caranya,kita mencari karakteristik pada hal-hal yang bersifat umum atau padahal-hal yang bersifat khusus tersebut penjelasan sesuai denganhukum logika. Bila dalam hal-hal yang bersifat khusus itu terdapatatau terbukti karakternya sama, berarti ia merupakan bagian dariyang bersifat umum itu. Atau sesuatu yang berlaku dalam hal-halyang bersifat umum akan berlaku pula dalam hal-hal yang bersifatkhusus, yang merupakan bagian atau kelas dari hal-hal yang bersifatumum itu.

Sesuai dengan jalan logika deduktif tersebut tahap berpikirdalam menyusun kerangka pikir ada tiga tahapan yaitu tahapberpikir judgement. conception dan reasoning. Tahap judgement adalahtahap menyusun teori-teori, dalil-dalil, hukum-hukum, dan kaidah-kaidah, yang diperoleh dari literatur-literatur (Rusidi, 994: 13-14).

Lukisan uraian teori-teori yang berkenaan dengan masalah itumerupakan ‘peta’ tingkat perkembangan ilmu sampai yang terakhirdalam disiplin ilmu yang bersangkutan. Teknik penyusunan uraianteori-teori itu, sebaiknya disusun dalam sebuah kerangka, mencakupruang lingkup dan aksentuasi penelitian, dengan menetapkankomponen-komponen berupa aspek-aspek sesuai dengan identifikasimasalah yang tercantum dalam rancangan penelitian, hipotesis-hipotesis dan tujuan penelitian. Masing-masing aspek disediakanliteratur acuannya, mana penulis atau pakarnya, tahun pernyataandan esensi pernyataan. Kemudian dilakukan analisis dan kritik daripenulis sebagai sikap dan pandangannya yang dituangkan dalamtulisan itu dengan menggunakan bahasa ilmiah. Dijelaskan pula,perbedaan antar pakar, bila ada, dan mengapa penulis berpihakkepada salah satu dari mereka. Bila tinjauan kritis analitis itu tidakdilakukan oleh penulis, dikhawatirkan peneliti akan dikategorikansebagai "gudang ilmu" atau sebagai "pengecer ilmu", yang selalumenurut pandangan orang lain saja, bukan menurut sikap danpendangan pribadinya.

10 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Teknik kutipan pendapat atau gagasan orang lain secaralangsung atau tidak, perlu mencantumkan rujukannya, mungkindengan memberi nomor numerik 1 sampai dengan n, versi pertamanumerik itu merujuk kepada nomor yang sama dalam daftar pustaka,versi kedua numerik merujuk kepada catatan kaki di hagian bawahhalaman, versi ketiga dibagian belakang esensi kutipan itu ditulisnama pakar/penulis, tahun dan esensi pernyataan yang terpadudalam ulasan (Atmadilaga, 1989: 47-48).

Teori-teori, hukum-hukum, dalil-dalil, dan kaidah-kaidah itudijadikan landasan berpikir deduktif, di dalam ilmu logika disebutsebagai premis mayor.

Tahap conception, yaitu tahap menyusun konsep-konsep yangdiperoleh dari kenyataan atau masalah-rnasalah yang telahdiidentifikasi di atas. Pada setiap masalah terdapat konsep atauvariabel (perubah) yaitu dependent variabel (perubah terikat) danpada setiap faktor terdapat pula variabel yang disebut independentvariabel (perubah bebas). Konsep-konsep atau variabel dari masalah-masalah itu disusun sedemikian rupa hingga menjadi kerangkakonsep atau conceptional framework, ini sebagai premis minor.

Tahap reasoning, yaitu tahap membuat pertimbangan-pertimbangan atau membuat argumentasi-argumetasi sebagai alasanduduk perkara premis minor dalam premis mayor di atas. Apabilapertimbangan telah matang atau argumentasi telah mantap, berartimasalah telah duduk di dalam teori, dalil, hukum atau kaidah,kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion sebagai konsekuensidari logika itu. Kesimpulan itu bersifat sementara, sebagai teori kecilatau teori adhok atau liypotetical conclusion dan disebut hipotesis yangmemerlukan pengujian dengan data hasil proses penghimpunan datadari lapangan.

Kerangka pikiran adalah dukungan dasar teoritis sebagaidasar pemikiran dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapipeneliti. Di atas juga telah diuraikan bahwa teori yang dimaksudadalah yang relevan, sehingga dengan demikian temuan baru itumerupakan lanjutan kesinambungan kegiatan yang telah dirintis olehpara pakar ilmiah (ilmuwan) sebelumnya. Untuk tiap disiplin ilmutelah tersedia teori yang banyak. Kerangka pikiran yang kita buatadalah dalam bentuk esei-argumentasi dukungan dasar teroitissebagai rangkuman dari evidensi-evidensi, yaitu risalah singkat yanglebih menonjolkan sikap dan pandangan pribadi mengenai suatufenomena yang disoroti secara kritis-analitis.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 11

Dalam proses membuat kerangka pikiran, teori-teori yangmemiliki tingkat abstraksi tertentu diturunkan hingga tidak abstrakdan menjadi transparan, berupa penjelasan-penjelasan evidensi-evidensi yang jumlahnya sesuai dengan jumlah teori yangdikemukakan dalam kerangka ini. Evidensi-evidensi ini disusunmenjadi premis-premis yang berbentuk esensi dari tiap evidensi.Umpama, evidensinya 5 buah maka premis yang harus diajukan pun5 buah pula. Agar memperoleh perhatian kita, evidensi-evidensi itutidak dituangkan kedalam tulisan melainkan tersimpan pada catatankita diluar tulisan itu. Bila pekerjaan itu telah selesai, penelitikemudian menyusun hipotesis berupa logika berpikir deduktif dalamrangka men|gambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umumberupa premis-premis. Logika deduktif di atas menganut asaskoherensi mengingat premis-premis itu merupakan informasi yangbersumber dari pernyataan yang telah teruji kebenarannya; dandengan demikian hipotesis yang dikemukakan akan mempunyaiderajat kebenaran yang tidak jauh berbeda dengan premis-premis.Jumlah hipotesis tersebut tidak perlu sama dengan jumlah premis.Setelah tersusun kerangka pikiran, premis dan hipotesis, langkahselanjutnya adalah membuat persiapan penelitian, yaitu menyusundisain penelitian (Atmadilaga, 1989: 42-44).

Disain penelitian terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:1. Metode2. Teknik pengumpulan data3. Populasi4. Teknik sampling dan jumlah anggota sampel5. Lokasi6. Operasionalisasi variabel dan pengukurannya7. Teknik dan rumus analisis. .

Langkah-langkah tersebut merupakan implikasi konsekuensiuntuk menguji hipotesis-hipotesis, melalui proses logika berpikirinduktif yang menganut asas korespondensi. Artinya walaupunhipotesis itu mempunyai kepastian kebenaran, namun dalam hal inistatusnya dipandang berupa hasil pemikiran rasional-abstrak, danuntuk memperoleh kesahihan atau validitas ilmiah diperlukanpengujian lebih lanjut secara empirik. Itu berarti bahwa kebenaranhipotesis tadi harus didukung oleh data. Apabila data yang diperolehtidak sesuai maka hipotesis tadi tidak bisa diterima atau ditolak ataudifalsifikasi, dan bila hipotetis sesuai dengan data maka hipotesis ituditerima.

12 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Kerangka pikiran, premis, dan hipotesis yang mantap adalahibarat jantung dan jiwa pada diri manusia, yang mengarahkan ruanglingkup dan aksentasi karya, ilmiah yang bersangkutan Cibid: 45).

Proses seleksi evidensi-evidensi ilmiah yang kemudiandiangkat menjadi premis-premis, merupakan manifestasikemampuan penguasaan the state of affairs atau the state of the art.Sedangkan hipotesis-hipotesis yang dikembangkan dari premis-premis itu, merupakan tingkat orisinalitas penelitian yangmenunjukkan adanya perbedaan antara penelitian-penelitian yangdilakukan para pakar terdahulu dengan penelitian yang ia lakukan.Perbedaan itu merupakan sumbangannya terhadap perkembangandisiplin ilmu yang bersangkutan

F. HipotesisProses penyusunan hipotesis merupakan logika berpikir

deduktif, yaitu mengarnbil kesimpulan dari hal yang bersifat umum,dalam hal ini premis-premis kepada kesimpulan khusus yang berupahipotesis, yang harus diuji agar kebenaran yang terdapat di dalamhipotesis itu sahih atau valid, sebagaimana telah diungkapkan di atas.

Hipotesis itu memberi jawaban sementara dari masalah yangakan diteliti. Oleh karena masih merupakan jawaban sementara, makaperlu dibuktikan kebenarannya, yaitu dibuktikan dengan data,Bentuk hipotesis menurut Rusidi (1984: 15) terdapat empat macam,yaitu:

1. Hipotesis argumentasi2. Hipotesis deskriptif3. Hipotesis kerja4. Hipotesis nol

Hipotesis argumentatif menunjukkan dugaan sementaratentang mengapa sesuatu peristiwa, benda-benda atau variabel-variabel itu terjadi. Pernyataan tersebut ditata secara sistematissehingga tampak satu pernyataan merupakan konsekuensi ataukesimpulan dari pernyataan sebelumnya (antesedent).

Hipotesis deskriptif menunjukkan prediksi sementaratentang bagaimana (how) sesuatu peristiwa, benda-benda, danvariabel-variabel terjadi.

Hipotesis kerja adalah dugaan sementara tentang akibatsuatu variabel terjadi terhadap variabel tertentu yang lain; bilasuatu variabel berubah akan mengakibatkan variabel lain berubahpula.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 13

Hipotesis nol disebut juga hipotesis matematik atauhipotesis statistik yaitu hipotesis yang memeriksa ketidakbenaransuatu teori. Karena pemeriksaannya menggunakan matematikaatau statistik maka disebut juga hipotesis matematik atau hipotesisstatistik.

G. Menentukan Masalah, Konsep, Variabel dan HubungannyaMasalah mempunyai pengertian "kesenjangan atau

kelainan dari yang semestinya". Yang dimaksud dengan "yangsemestinya" adalah aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis,teori atau ajaran Islam. Masalah juga dapat berupa pertanyaanyang memerlukan jawaban ilmiah. Yang dimaksud denganjawaban ilmiah adalah jawaban yang diperoleh dengan langkah-langkah ilmiah. Langkah-langkah ilmiah adalah langkah-langkahyang dijelaskan oleh metode ilrniah, yang dalamoperasionalisasinya dilakukan dengan metodologi riset.

Sebelum melakukan kegiatan penelitian, terlebih dahulupeneliti harus menentukan secara tegas gambaran masalah yangakan diteliti, yang diikuti dengan pertanyaan penelitian atauresearch question. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untukmemecahkan masa1ah, untuk menemukan penyelesaian masalah,untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut. Sebelummemperoleh jalan keluar, terlebih dahulu kita mencari faktor-faktor yang menyebabkan munculnya masalah. Setelah diketahuifaktor-faktornya, kita menentukan pemecahan masalah tersebut.

Pada setiap masalah terdapat konsep atau variabel. Konsepadalah istilah atau pengertian atau lukisan tentang hasil sentuhanatau interaksi antara panca indra dengan kenyataan

H. Menentukan Wilayah PenelitianDi atas telah diutarakan wilayah-wilayah penelitian serta

pendekatannya. Penentuan wilayah penelitian erat kaitannyadengan penentuan teori-teori yang akan menjadi dasar koherensihasil penelitian. Penentuan pendekatan yang digunakan dalampenelitian itu juga penting sekali, sebab dengan demikian akanlebih mernperjelas karakter data yang akan dihimpun sebagailandasan koherensi hasil penelitian tersebut. Bila teori-teoridakwah tiap wilayah telah ditemukan, kita akan memiliki body ofknowledge dari Ilmu Dakwah yang sampai hari ini masihmernerlukan pengorganisasian yang lebih akurat lagi.

14 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

I. SISTEMATIKA METODOLOGI PENELITIANA. Jenis penelitianB. Lokasi penelitianC. Waktu penelitianD. Sumber dataE. Metode pengumpulan dataF. Populasi dan penentuan sampelG. Instrumen penelitianH. Metode analisis dataA. JENIS-JENIS PENELITIAN

Dari berbagai literatur yang ada jenis penelitian sangatbanyak sekali. Menurut Sugiyono (2002:2) jenis penelitian dapatdikelompokkan menurut tujuan, pendekatan, tingkat eksplanasidan jenis data. Berikut ini pembagian jenis penelitian menurutSugiyono (2002: 2-10):

Tabel 3Tujuan Pendekatan Tingkat

EksplanasiJenis Data

1. Murni2. Terapan

1. Survey2. Ex Post Facto3. Eksperimen4. Naturalistik5. Policy Research6. Action Research7. Evaluasi8. Sejarah

1. Deskriptif2.Komparatif3. Assosiatif

1.Kuantitatif2. Kualitatif3. GabunganKeduanya

Sedangkan Nazir (1999:54) membagi penelitian menjadi5 kelompok yaitu:

Tabel 4Sejarah Deskripsi Eksperimental Grounded

TheoryPenelitianTindakan

1. Sejarahkomparatif

2. Yuridislegal

3. Biografis4. Bibliografis

1. Survey2. Deskriptif

berkesinambungan

3. Studi kasus4. analisis

1. Absolut2. Komparatif3. True

experimental4. Quasi

experimental

GroudedTheory

ActionResearch

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 15

pekerjaan5. Studi

komparatif6. Studi waktu

Sedangkan Lexy Moleong (2000) salah seorang diantaratokoh peneliti kualitatif membagi penelitian menjadi 4 macamyaitu:

1. Pendekatan fenomenologis2. Interaksi simbolik3. Kebudayaan4. Etnometodologi

Menurut Slamet (2003:3), jenis penelitian dapat dibagi menjadi:Jenis penggolongan Macam penelitian

Menurut tujuan 1. Penelitian eksplorasi2. penelitian pengembangan3. penelitian verifikasi

Menurut pendekatan 1. Penelitian cross sectional2. Penelitian longitudinal /timeseries3. Penelitian studi kasus4. Penelitian Grounded5. Penelitian survey6. Penelitian assessment7. Penelitian evaluasi8. Penelitian aksi

Menurut tempat 1. Penelitian perpustakaan2. Penelitian laboratorium3. Penelitian kancah

Menurut pemakaian 1. Penelitian murni2. Penelitian terapan

Menurut bidang ilmu 1. Penelitian pendidikan2. Penelitian ekonomi3. Penelitian hukum4. dll

Menurut taraf penelitian 1. Penelitian deskriptif2. penelitian eksplanasi

Menurut saat terjadivariabel

1. Penelitian histories2. Penelitian ekspos facto3. Penelitian eksperimen

16 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Jenis penelitian menurut Newman, LW (1997)diklasifikan berdasarkan empat dimensi: 1. Berdasarkan tujuanpenelitian. 2. Berdasarkan manfaat penelitian. 3. Berdasarkandimensi. 4. Berdasarkan teknik pengumpulan data.

Berikut ini pembagian jenis penelitian:

No Dimensi Penelitian Jenis penelitian1 Tujuan penelitian 1. Penelitian eksploratori

2. Penelitian deskriptif3. Penelitian eksplanatory

2 Manfaat penelitian 1. Penelitian dasar/ murni2. Penelitian terapan

a. Penelitian action researchb. Penelitian evaluatif

- Penelitian formatif- Penelitian sumatif

3 Waktu penelitian 1. Penelitian cross sectional2. Penelitian longitudinal/time series

a. Panel studyb. Time seriesc. Cohort studi

3. Penelitian studi kasus4 Teknik pengumpulan

data1. Data kuantitatif

a. Penelitian eksperimenb. Penelitian surveyc. Penelitian content analisis (analisis

isi)d. Penelitian existing statistic

2. Data kualitatifa. Penelitian lapangan (field

research)b. Penelitian sejarah (comparative

historical)

Penjelasan1. Penelitian Eksploratory

Penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi topikbaru, menggambarkan fenomena sosial dan menjelaskanbagaimana terjadinya suatu fenomena sosial.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 17

Tujuan penelitian eksplorasi adalah:a. Menjadikan sebuah topik yang baru dikenal oleh

masyarakat luas.b. Mengembangkan gambaran dasar mengenai topik yang

sedang dibahas.c. Menggeneralisasi beberapa gagasan dan

mengembangkan teori yang bersifat tentatif.d. Membuka kemungkinan diadakanya penelitian lanjutan

mengenai topik yang sedang dibahas.e. Memformulasikan pertanyaan dan menjelaskan kembali

sebuah topik sehingga menjadi lebih sistematik untukdimengerti.

f. Mengembangkan teknik dan arah untuk penelitianselanjutnya.

2. Penelitian DeskriptifTujuan penelitian deskriptif adalah menyajikan gambaran

yang lengkap mengenai setting sosial dan hubungan-hubunganyang terdapat dalam penelitian.

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah:a. Menghasilkan gambaran yang akurat tentang sebuah

kelompok.b. Menggambarkan mekanisme sebuah proses atau

hubungan.c. Memberikan gambaran, baik yang berbetnuk verbal

maupun numerikal.d. Menyajikan informasi dasar.e. Menciptakan seperangkat kategori atau

pengklasifikasian.f. Menjelaskan tahapan-tahapan atau seperangkat tatanan.g. Menyimpan informasi yang tadinya bersifat kontradiktif

mengenai subyek penelitian.

3. Penelitian EksplanatoryPenelitian yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana

sebuah fenomena sosial terjadi. Tujuan dari penelitian ekplanasiyaitu:

a. Menjelaskan secara akurat sebuah teori.b. Mencari penjelasan yang lebih baik mengenai sebuah

topik.c. Mengembangkan pengetahuan yang lebih jauh

mengenai sebuah proses.

18 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

d. Menghubungkan topik-topik yang berbeda namunmemiliki kesamaan dalam pernyataan.

e. Membangun dan memodifikasi sebuah teori sehinggamenjadi lebih lengkap.

f. Mempertahankan sebuah teori dalam topik baru.g. Menghasilkan bukti untuk mendukung sebuah

penjelasan atau prediksi.

4. Penelitian MurniPenelitian murni menjelaskan pengetahuan yang amat

mendasar mengenai dunia sosial. Penelitian ini mendukung teoriyang menjelaskan bagaimana sosial, apa yang menyebabkansebuah peristiwa terjadi.

5. Penelitian TerapanPenelitian yang bersifat pragmatis serta berorientasi pada

perubahan serta mencoba untuk menyelesaikan masalah tertentusecara spesifik. Penelitian ini menghasilkan rekomendasi-rekomendasi bagi masalah-masalah tertentu, dan bukan semata-mata untuk mengembangkan teori.

Beda Penelitian Murni dan TerapanPenelitian murni Penelitian terapan

1. Penelitian diadakanuntuk kepuasan peneliti.

2. Peneliti secara bebasmemilih permasalahandan subyek penelitian.

3. Penelitian diadakanberdasarkan normaabsolut penelitian yangdibuat oleh peneliti.

4. Fokus penelitian padalogika dan rancanganpenelitian yang dibuatoleh peneliti.

5. Tujuan utamanya adalahuntuk menyumbangkanpengetahuan teoritisdasar.

6. Keberhasilan dinilai

1. Penelitian adalah pekerjaanyang diatur oleh sponsor yangkedudukannya ada di luardisiplin ilmu.

2. Penelitian diadakanberdasarkan tuntutan pemberisponsor.

3. Sponsor diberikanberdasarkan manfaat yangdiperoleh setelah hasilpenelitian.

4. Fokus penelitian adalahkemampuan untukmenggeneralisasikan hasilpenelitian sehingga dapatdigunakan untuk kepentinganpemberi sponsor.

5. Tujuan utamanya adalah

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 19

ketika hasil penelitiandimuat dalam jurnal danmemiliki pengaruh padakomunitas ilmuan lain.

tujuan praktis dari hasilpenelitian.

6. Keberhasilan dinilai ketikahasil penelitian dapatdigunakan oleh pihak pemberisponsor dalam membuatkeputusan.

Ada beberapa macam penelitian terapan yaitu:a. Action research

Merupakan penelitian terapan yang berfokus padatindakan sosial seperti masalah genderb. Evaluative

Penelitian terapan yang mengukur keberhasilansuatu program, penelitian evaluative ini meliputi:- Formatif, yaitu penelitian yang dilakukan selama

program berjalan.- Sumatif, berupa penelitian yang dilakukan ketika

program sudah selesai.

6. Penelitian Cross SectionalPenelitian yang mengambil satu bagian dari gejala

(populasi) pada satu waktu tertentu. Penelitian ini biasanyamerupakan penelitian yang mudah dan berbiaya murah

7. Penelitian LongitudinalPenelitian yang dilakukan pengamatan-pengamatan yang

berkaitan dengan satu fenomena sosial –informasi-informasimengenai masyarakat atau unit penelitian lain dalam durasiwaktu tertentu yang dilakukan lebih dari sekali. Penelitian inilebih kompleks dan memerlukan biaya lebih banyakdibandingkan dengan cross sectional.

Penelitian ini terdiri dari:a. Panel studi, yaitu peneliti mengamati kelompok orang-

orang yang sama dalam kurun waktu yang berbeda.b. Time series, yaitu peneliti mengumpulkan tipe informasi

yang sama mengenai perubahan gejala dari sekelompokorang dalam waktu yang berbeda.

c. Cohort studi, yaitu peneliti mengamati perubahan gejalapada pada sejumlah responden dengan karakteristik yangsama – bisa dilihat dari pengalaman hidup yangdimilikinya.

20 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

8. Penelitian Case StudyPenelitian ini bersifat mendalam dengan penekanan pada

kasus-kasus yang spesifik yang terjadi pada satu rentang waktuyang ketat.

9. Penelitian EksperimenPenelitian yang dilakukan dalam lingkungan

laboratorium maupun dalam kehidupan yang sebenarnya.Peneliti biasanya menciptakan kondisi yang dimanipulasi bagisalah satu kelompok subyek penelitiannya.

10. Penelitian SurveyPeneliti mengajukan pertanyaan tertulis, baik yang telah

tersusun dalam kuisioner maupun dalam wawancara.

11. Penelitian Content AnalisisTeknik pengumpulan data untuk menjelaskan formasi

yang terdapat dalam material yang bersifat simbolik sepertigambar, film dan lirik lagu.

12. Penelitian Excisting VariabelPenelitian yang dilakukan dengan menggunakan data

statistik yang dikumpulkan pada penelitian terdahulu maupunlaporan yang diberikan oleh pemerintah.

13. Penelitian LapanganPenelitian yang dilakukan dalam bentuk studi kasus pada

kelompok kecil orang dalam durasi waktu tertentu.

14. Penelitian historical comparativeMenjelaskan aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi di

masa lalu atau yang terjadi pada kebudayaan yangberbeda.Penelitian historis bertujuan untuk merekonstruksi masalampau secara sistematis dan obyektif, dengan caramengumpulkan, mengevaluasi dan memverifikasikan, sertamensistematiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta danmemperoleh kesimpulan yang kuat, dihubungkan dengan faktayang ada pada masa sekarang dan proyeksi masa depan.

15. Penelitian PerkembanganPenelitian perkembangan bertujuan untuk menyelidiki

pola dan perurutan pertumbuhan atau perubahan sebagai fungsiwaktu. Contoh studi mengenai pertumbuhan anak secara

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 21

langsung dengan mengukur pertumbuhan dan perkembangananak (individu) yang diteliti.

16. Penelitian KorelasionalTujuan penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki

sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan denganvariasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan padakoefisien korelasi.

17. Penelitian Kausal KomparatifPenelitian ini bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan

hubungan sebab akibat yang ada, mencari kembali fakta yangmungkun menjadi penyebab melalui daa tertentu.

18. Penelitian Eksperimental SungguhanPenelitian eksperimental sungguhan bertujuan untuk

menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengancara mengenakan kepada satu atau lebih kelompokeksperimental, satu atau lebih kondisi perlakuan darimembandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompokkontrol yang tidak dikenai perlakuan.

19. Penelitian Eksperimental SemuPenelitian Eksperimental semu bertujuan untuk

memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasiyang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnyadalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrolatau memanipulasikan semua variabel yang relevan.

20. Penelitian EksplorasiPenelitian yang mencari sebab akibat permasalahan dan

maslah tersebut belum pernah terjadi, sehingga peneliti bertindakdalam suasana kegelapan, namun berusaha untuk menemukanpermaslahan yang sedang atau akan diteliti.21. Penelitian Pengembangan

Bertujuan untuk mengembangkan hasil penelitian yangpernah dilakukan sebelumnya, baik pengembangan ilmu murnimaupun untuk terapan

22. Penelitian VerifikasiPenelitian yang bermaksud mengulangi penelitian dengan

maslah dan obyek yang sama, dengan tujuan mengoreksipenelitian sebelumnya.

22 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

23. Penelitian GroundedSuatu metode penelitian yang mendasarkan diri kepada

fakta dan menggunakan analisa perbandingan bertujuan untukmengadakan generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep,membuktikan teori dan mengembangkan teori dimanapengumpulan data dan analisa data berjalan pada waktu yangbersamaan.

24. Penelitian AsessmentPenelitian ini dalam kasus-kasus management atau

ekonomi digunakan untuk penilaian suatu proyek dimulaisampai akhir proyek, sehingga kredibilitas peneliti sangatdiutamakan.

25. Penelitian PerpustakaanPenelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan dengan

berbagai literatur atau yang disebut dengan penelitian literatur

26. Penelitian LaboratoriumPenelitian yang dilakukan di laboratorium dengan

menggunakan eksperimen-eksperimen biasa sering digunakanoleh orang-orang eksakta

27. Penelitian KancahPenelitian yang berhubungan dengan masyarakat tentang

manusia dimana persoalan atau permaslahan tidak kunjungselesai.

28. Penelitian Ekspos FaktoPenelitian untuk mengekspos kejadian-kejadian yang

sedang berlangsung

B. Paradigma PenelitianParadigma penelitian secara ekstrim dipisahkan menjadi

dua macam yaitu paradigma kuantitatif, dan paradigmakualitatif.

1. Paradigma KuantitatifParadigma ini menekankan pada pengujian teori-teori

melalui pengukuran variabel-variabel penelitian denganangka dan melakukan analisis data dengan prosedurstatistik.2. Paradigma Kualitatif

Penelitian ini menekankan pada pemahamanmengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 23

berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yangholistik, komplek dan rinci.

Tabel 1: Perbedaan Asumsi Paradigma Kuantitatif dan KualitatifParadigma Kuantitatif Paradigma Kualitatif

Realitas bersifat objektif danberdimensi tunggal.

Realitas bersifat subjektif danberdimensi banyak.

Peneliti independen terhadapfakta yang diteliti.

Peneliti berinteraksi denganfakta yang diteliti.

Bebas nilai dan tidak bias. Tidak bebas nilai dan bias.Pendekatan deduktif. Pendekatan induktif.Pengujian teori dengan analisiskuantitatif.

Penyusunan teori dengananalisis kualitatif.

C. Lokasi PenelitianLokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik

lokasi dan alasan memilih lokasi serta bagaimana penelitimemasuki lokasi tersebut. Lokasi hendaknya diuraikan denganjelas, jika perlu disertakan peta lokasi, struktur organisasi, dansuasana kerja sehari-hari. Pemilihan lokasi harus didasarkanpada kemenarikan dan keunikannya

D. Waktu PenelitianPeriode penelitian disebutkan dengan jelas, diawali

dengan kapan dimulainya penelitian sampai dengan targetselesainya penelitian yang akan dilakukan.

E. Sumber DataData yang dikumpulkan secara garis besar dapat dibagi

menjadi:1. Data primer. Yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan

disajikan oleh peneliti dari sumber pertama.2. Data sekunder. Yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan

disajikan oleh pihak lain yang biasanya dalam bentukpublikasi ilmiah atau jurnal.

24 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Metode penelitian kuantitatif memiliki cakupan yang sangatluas. Secara umum, metode penelitian kuantitatif dibedakan atas duadikotomi besar, yaitu eksperimental dan non eksperimental.Eksperimental dapat dipilah lagi menjadi eksperimen kuasi, subjektunggal dan sebagainya. Sedangkan non eksperimental berupadeskriptif, komparatif, korelasional, survey, ex postfacto, histories dansebagainya. Dalam buku ini penulis membatasi pembahasan metodepenelitian kuantitatif pada tiga aspek. Ketiga aspek tersebut adalahbagian dari non eksperimental, yaitu deskriptif, historis, dan expostfacto.

Ada beberapa istilah yang sering dirancukan di dalampenelitian. Istilah tersebut adalah pendekatan, ancangan, rencana,desain, metode, dan teknik. Pada tulisan ini juga disinggungmengenai perbedaan istilah tersebut untuk didiskusikan dandicarikan simpulan bersama-sama.Secara umum, jenis penelitianberdasarkan pendekatan analisisnya dibedakan menjadi dua, yaitukuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini lazim juga disebut sebagaipendekatan, ancangan, rencana atau desain. Rancangan atau desainpenelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu prosespengumpulan dan analisis penelitian. Dalam arti luas rancanganpenelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penlitian.Dalam rancangan perencanaan dimulai dengan megadakan observasidan evaluasi rerhadap penelitian yang sudah dikerjakan dandiketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesispenelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut. Rancanganpelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupunpengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan tekniksampling, instrumen, pengumpulan data, analisis data yangterkumpul, dan pelaporan hasil penelitian. Metode penelitian lebihdekat dengan teknik. Misalnya, penelitian dengan pendekatankuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Dengan katalain, metode deskriptif tersebut dapat dikatakan juga sebagai teknikdeskriptif.

BABII

PENELITIAN KUALITATIF DANKUANTITATIF

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 25

A. Warna-warni Penelitian Kualitatif: Konsep, Komponen, Fokus,Pertanyaan, Hipotesis, dan Penelitian Konflik Sosial1. Konsep Dasar Penelitian Kualitatif

Konsepsi tentang realitas sosial dipandang berbeda secaraontologis oleh para peneliti kuantitatif dan kualitatif. Jika penelitikuantitatif memandang realitas sosial sebagai wujud statis yangtelah terjadi dan bisa diamati pada waktu tertentu, maka penelitikualitatif justru berasumsi bahwa realitas sosial selalu berubah.Realitas sosial dalam pandangan peneliti kualitatif merupakanhasil konstruksi sosial antara pelaku dan institusi sosial (SitiAminah, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah, 2006: 230). Realitassosial tidak dapat tergambar secara menyeluruh, utuh, dan rincidalam penelitian kuantitatif. Kehidupan sosial meliputi hal-halyang sangat kompleks sehingga masih banyak yang tidak dapatdijelaskan melalui penelitian kuantitatif yang cenderungmereduksi kompleksitas sosial. Hasil penelitian kuantitatif relatiflebih bersifat makro dan kesulitan dalam memberi penjelasansecara rinci.

Taylor dan Bogdan (1984) mendefinisikan penelitiankualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptifmengenai kata-kata lisan dan tulisan dan tingkah laku yangdapat diamati dari orang-orang yang diamati. Penelitiankualitatif berakar pada paradigma interpretif dalam ilmu-ilmusosial. Munculya paradigma interpretif adalah reaksiketidakpuasan dan kritik terhadap paradigma positivistis sebagaiakar dari penelitian kuantitatif. Paradigma positivistis dikritikantara lain karena meggunakan pendekata kuantitatif denganmengambil model penelitian ilmu alam untuk penelitian sosial.Metode-metode penelitian ilmu alam yang positivistis dianggaptidak mampu memahami kehidupan sosial sepenuhnya.Paradigma interpretif berkembang dalam tiga pendekatan utama,yakni fenomenologi, interaksi simbolis, dan etnometodologi.(Hendrarso, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah. 2006: 165-166)2. Komponen dan Karakteristik Penelitian Kualitatif

Komponen penelitian merupakan bagian atau rangkaianyang saling terkait dalam suatu penelitian. Rangkaian tersebutsecara konsisten mewarnai penelitian.

Konsep Dasar Penelitian (A.Chaedar Alwasilah. 2008: 128)Konsep Makna RelevansiTeori Sperangkat konsep untuk Kegunaan

26 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

menjelaskanHipotesis Proposisi yang dapat dites

(divalidasi)Validitas

Metodologi Pendektan umum terhadaptopik penelitian

Keguanaan

Metode Teknik penelitian tertentu Sesuai dengan teori,hipotesis, danmetodologi

Penelitian kualitatif dilakukan dalam paradigma yangberbeda dengan penelitian konvensional. Penelitian kualitatif,meskipun dirujuk pada paradigma subjektif-interpretif,hendaknya dilakukan dalam kaidah-kaidah ilmiah yang bakudan standar agar dapat dipertanggungjawabkan secara akademikdan praksis. Para ilmuwan dan peneliti sosial telah merumusanseperangkat karakter yang tercermin dalam penelitian kualitatif.

Komponen Penelitian(Diadaptasi dari A.Chaedar Alwasilah. 2008: 84-85)

Komponen Makna Ket.Paradigmapenelitian

Seperangkat pranatakepercayaan bersamametode-metode yangmenyertainya

1. Naturalistik(kualitatif)

2. Konvensional(eksperimen)

Masalahpenelitian

Masalah ataupertentangan yangmuncul akibatinteraksi antarakonsep, data empirik,pengalaman, atau yanglainnya.

1. Konsep2. Pengalaman3. Dat empirik

Pertanyaanpenelitian

Apa yang dicarijawabannya daripenelitian

1. Pertanyaan varian2. Pertanyaan proses

Tujuanpenelitian

Apa yang akan dicapaidalam penelitian

Kerangkateoritiskonseptual

Interaksi berbagai teoriyang berkaitan dengantopik yang akan diteliti

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 27

Metode Cara mencapai tujuanpenelitian

Validitas Menjaga kesalahandalam: arah,pengumpulan data,analisis data,interpretasi data,implikasi penelitian.

3. Karakteristik penelitian kualitatif dapat diuraikan sebagaiberikut:1. Menggunakan analisis induktif2. Menelaah proses-proses yang terjdi3. Berusaha menelaah makna di balik tingkah laku manusia4. Peneliti aktif di lapangan (banyak melibatkan diri dalam

aktivitas di lapangan)5. Orang yang diteliti dianggap sebagai partisipan, kolega dan

bukan dianggap sebagai subjek ataupun objek penelitian.6. Temuan belum dianggap final sejauh belum ada bukti kuat

atau bukti penyanggah (Siti Aminah, dalam BagongSuyanto dan Sutinah, 2006: 231).

Penelitian kuantitatif menggunakan pendekatan nomotheticdalam mengevalusi hasil temuan. Pendekatan nomothetic berupayamemperoleh temuan-temuan yang berlaku umum dalam berbagaikonteks, sementara penelitian kualitatif menggunakanpendekatan ideographic. Pendekatan ideographic bersifat lebihspesifik dalam suatu konteks tertentu (sosial budaya, waktu,historis).

Asas- asas Penelitian Kualitatif (Lincoln dan Guba, 1985)(Diadaptasi dari A.Chaedar Alwasilah. 2008: 84-85)

Asas Penelitian PenjelasanNatural settings Latar tempat dam waktu penelitian

yang alamiahHuman as primary data-gathering instruments

Manusia atau peneliti sendiri sebagaiinstrumen pengumpul data primer

Use of tacit knowledge Penggunaan pengetahuan yang tidakeksplisit

Qualitative methods Metode kualitatif

28 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Purposive sampling Pemilihan sampel penelitian secarapurposif

Inductive data analysis Analisis data secara induktif danbotttom up

Grounded theory Teori dari-dasar yang dilandaskandari data secara terus-menerus

Emergent design Cetak biru penelitian yang mencuatdengan sendirinya

Negotiated outcome Hasil penelitian yang disepakati olehpeneliti dan responden

Case-study reporting modes Cara pelaporan gaya studi kasusIdeographic interpretation Tafsir ideografik atau kontekstualTentative application offindings

Penerapan tentatif dari hasilpenelitian

Focus-determinedboundaries

Batas dan cakupan penelitianditentukan oleh fokus penelitian

Special criteria fortrustworthiness

Mengikuti kriteria khusus untukmenentukan keterpercayaan danmutu penelitian.

4. Fokus Penelitian KualitatifUntuk membatasi cakupan penelitian diperlukan fokus

penelitian. Fokus penelitian biasanya dirumuskan peneliti setelahmenelusuri berbagai literatur, seperti buku, artikel, jurnal, tesis,disertasi, dan karya-karya ilmiah lainnya. Fokus penelitian jugabisa dirujuk pada pengalaman sendiri atau dalam berhubungandengan orang lain. Fokus penelitian menentukan aspek-aspek apayang belum disentuh atau kurang mendapat perhatian daripenelitian-penelitian serupa sebelumnya. Fokus penelitiandicantumkan secara eksplisit di bagian proposal dan laporan akhirpenelitian. (Alwasilah, 2008: 87-89)

Fokus penelitian adalah pertanyaan tentang hal-hal yangingin dicari jawabannya melalui penelitian. Fokus penelitiandalam penelitian kualitatif dapat ditulis dalam berbagai bentuk,tidak harus dalam bentuk pertanyaan penelitian. Di samping itu,fokus penelitian kualitatif bersifat fleksibel dan tidak dirumuskansecara ketat seperti dalam penelitian kuantitatif. Hal ini karenafokus penelitian dapat saja mengalami perubahan selama prosespenelitian. Fokus penelitian sangat penting karena berfungsi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 29

untuk membatasi hal-hal yang akan diteliti serta memberi arahpada saat penelitian dilakukan. Fokus penelitian peru ditetapkanpada awal penelitian. Fokus penelitian terutama bermanfaat padaproses pengumpulan data, yakni membedakan data yang relevandengan tujuan penelitian. Fokus penelitian dapat disempurnakanselama proses penelitian dan memungkinkan untuk diubah padasaat berada di lapangan. (Hendrarso, dalam Bagong Suyanto danSutinah, 2006: 170-171).

Kerangka Kerja Disain Penelitian Kualitatif(A.Chaedar Alwasilah. 2008: 86)

Anselm Strauss & Juliet Corbin (2003: 22-24) menguraikankesulitan yang sering dihadapi peneliti menangani masalahpenelitian. Mereka mengkategorikan dua kesulitan utama dalammasalah penelitian, yakni cara mendapatkan masalah yang layakuntuk diteliti dan cara mempersempit masalah bersangkutan.Mereka mengidentifikasi beberapa sumber masalah yang layakditelusuri dalam penelitian kualitatif, yakni:

1. ProblemPenelitian

2. PertanyanPenelitian

3. TujuanPenelitian

4. KerangkaKonseptual

5. MetodePenelitian

6. ValidasiPenelitian

30 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

(1) Saran dari dosen, peneliti senior, lembaga pemberi dana;(2) Literatur teknis; dan(3) Pengalaman pribadi dan profesi.

Fokus penelitian akan memandu dan mengarahkanpeneliti dalam pengamatan, setting peristiwa atau tingkah laku,dokumen, dan informan wawancara. Hal ini akan membimingpeneliti untuk memulai penelitian membantu peneliti untuk tetapfokus pada objek isu yang akan diteliti. (Anselm Strauss & JulietCorbin (2003: 29)

5. Pertanyaan Penelitian KualitatifTujuan penelitian sangat berpengaruh dan menentukan

kualitas suatu penelitian. Tujuan penelitian menggambarkan hal-hal apa yang diinginkan peneliti dalam studinya. Penjelasantentang tujuan penelitian mempengaruhi bagian-bagian penelitianlainnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian perlu dijelaskan secaraeksplisit dalam proposal penelitian.

Pertanyaan penelitian berfungsi untuk menjelaskan apayang akan diupayakan dalam penelitian. Pertanyaan penelitianberfungsi1. Mengidentifikasi fokus penelitian (menghubungkan

pertanyaan dengan tujuan penelitian dan kerangkakonseptual)

2. Melakukan penelitian (keterkaitan pertanyaan penelitiandengan metode dan validitas) (128-131).

Sebelum pertanyaan penelitian disusun, penelitihendaknya menyadari dan dapat menjelaskan alasan dan dasarpemilihan pertanyaan tertentu, dan bukan yang lainnya.Pertanyaan penelitian dituntut untuk jelas, terfokus, dapatmemuat konsep atau terminologi bidang ilmu yang diteliti.Peneliti seharusnya sejak awal sudah bisa membayangkanimplikasi pertanyaan yang dirumuskannya bagi proses penelitianberikutnya yang akan ditempuh (Bagong Suyanto, 2006: 27-31.)

Gary D. Bouma (2001) mensyaratkan dua sifat dasarpermasalahan dan pertanyaan yang layak diteliti, yakni:1. Permasalahan yang dibatasi dalam skop waktu, tempat, dan

kondisi tertentu

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 31

2. Permasalahan yang menunjukkan bahwa fakta yang akandicari jawabannya tersebut benar-benar dapat diobservasi dannyata.

Formulasi pertanyaan penelitian kualitatif tidakdimaksudkan untuk generalisasi, tetapi menghasilkan deskripsi,interpretasi, dan teori menyangkut isu penelitian bersangkutan.Pertanyaan penelitian kualitatif terfokus pada proses, yaknibagaimana suatu fenomena terjadi. Pertanyaan dalam penelitiankuantitatif terfokus pada varians, yakni pada perbedaan ataukorelasi antara dua variabel. Pertanyaan penelitian kuantitatifberusaha mencari penjelasan mengenai perbedaan atau hubunganpada variabel tertentu (dependent variable) relatif terhadp variabellain (independent variable). Pertanyaan-pertanyaan varian akanmengarahkan peneliti untuk cenderung menjelaskan suatufenomena melalui suatu variabel tertentu. (135-136).

Contoh pertanyaan varian:1. Apakah ……2. Berapa banyak ………3. Sejauh mana ………………..4. Adakah ……………

Penelitian kualitatif menggunakan jenis pertanyaan yangterfokus pada proses. Hal ini dipengaruhi oleh paradigmapenelitian kualitatif, yakni memahami proses terjadinya suatufenomena. Peneliti pada penelitian kualitatif tertarik padakejadian atau kegiatan beserta konteks fisik dan sosialnya,sehingga orientasi proses dalam penelitian kualitatifmenggunakan pendektan terbuka (open-ended) dan induktif.Menurut Maxwell (1996) dalam Alwasilah (2008: 136), padaumumya penelitian kualitatif tertarik pada dua jenis pertanyaan,yakni:1. Makna suatu fenomena (kejadian atau kegiatan) bagi orang-

orang yang terlibat dalam fenomena bersangkutan.2. Pengaruh konteks fisik dan sosial terhadap fenomena.

Contoh pertanyaan proses:1. Bagaimanakah …. Mengembangkan ……2. Bagaimanakah …… menilai ………3. Kesulitan-kesulitan apa ………………..

32 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Maxwell (1996) membagi lima tingkatan pemahamandalam penelitian yang berpengaruh bagi formulasi pertanyaanpenelitian, yakni:1. Deskripsi. Mempertanyakan apa yang terjadi: tingkah laku atau

kejadian sebagaimana terobservasi (potensial terobservasi)oleh peneliti. Sesuai untuk penelitian kualitatif.

2. Interpretasi. Mempertanyakan makna (meaning) tingkah lakuatau kejadian bagi pelakunya: pendapatnya perasaannya,maksud dan tujuannya. Sesuai untuk penelitian kualitatif.

3. Teori. Mempertanyakan aspek mengapa dari semua tingkahlaku dan kejadian serta bagaimana menjelaskannya. Sesuaiuntuk penelitian kualitatif.

4. Generalisasi. Pendekatan kualitatif menggunakan istilahtranferabilitas, yakni sejauh mana temuan atau kebenaran darisuatu penelitian pada setting tertentu dapat ditransfer kesetting lain sehingga secara teoritis akan diperoleh kesimpulaNatau kebenaran serupa yang muncul di berbagai setting. Sesuai untuk penelitian kuantitatif.

5. Evalusi. Peneliti dalam penelitian kuantitatif menggunakandeskripsi etik, yakni evaluasi deskripsi sebagaimana yangdipersepsi peneliti. Sementara dalam penelitian kualitatifmenggunakan deskripsi emik yakni deskripsi sebagaimanayang dipersepsi responden mengenai suatu fenomena. Sesuai untuk penelitian kuantitatif.

6. Hipotesis PenelitianHipotesis sering digunakan dalam penelitian baik

penelitian kuantitatif maupun kualitatif. Namun, terdapatperbedaan yang mendasar dalam pendefinisian, fungsi, danpenggunaan hipotesis dalam dua tradisi penelitian tersebut.

a) Hipotesis Penelitian KuantitatifDalam penelitian kuantitatif hipotesis merupakan

unsur informasi ilmiah yang spesifik, dan didefenisikansebagai kesimpulan yang sifatnya sementara atau proposisitentatif tentang hubungan antara dua atau lebih variabel.Hipotesis juga merupakan jawaban sementara terhadapmasalah penelitian yang masih perlu diuji secara empiris.Fungsinya untuk memberikan arah bagi penelitian. Hipotesisberisi rumusan formal dari hipotesis atau pemecahan masalah.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 33

Isinya harus konsisten dengan rumusan masalah, sebab padahakikatnya hipotesis merupakan jawaban sementara(deduktif) atas masalah (yang dipertanyakan) penelitian.

Fungsi hipotesis dalam penelitian kuantitatif:1. Menjelaskan masalah penelitian dan pemecahannya.2. Menyatakan variabel-variabel yang perlu diuji secara

empiris3. Digunakan sebagai pedoman untuk memilih metode-

metode pengujian data.4. Menjadi dasar untuk membuat kesimpulan penelitian.

Kriteria hipotesis yang baik dalam penelitiankuantitatif adalah:1. Berupa pernyataan yang mengarah pada tujuan penelitian.2. Berupa pernyataan yang dirumuskan dengan maksud

untuk diuji secara empiris.3. Berupa pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teori-

teori yang lebih kuat dibandingkan dengan hipotesisrivalnya.

b) Hipotesis Penelitian KualitatifTerdapat perbedaan antara pertanyaan penelitian dan

hipotesis. Jika pertanyaan penelitian berkenaan dengan apayang ingin dipelajari dan diketahui, maka hipotesis penelitianadalah sejumlah jawaban tentatif terhadap pertanyaanpenelitian. Dalam penelitian kualitatif, hipotesis seringdiistilahkan dengan proposisi. Dalam penelitian kualitatif,hipotesis diformulasikan setelah peneliti memulai studinya.Hipotesis penelitian kualitatif dilandaskan pada data dandikembangkan melalui interaksi dengan data. Hipotesis dalampenelitian kuantitatif merupakan gagasan atau jawabanpendahuluan yang akan diuji lewat data (Maxwell, 1996,dalam Alwasilah, 2008: 132). Hipotesis penelitian kuantitatifmenyatakan hubungan yang diduga antara dua atau lebihvariabel dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secaraempiris. Hipotesis dapat diturunkan dari telaah teori maupunriset terdahulu/empiris.

Hipotesis dalam penelitin kualitatif dilandaskan padatemuan lapangan (grounded) dan dikembangkan melaluitahapan penghalusan secara sinambung dan dimodifikasi jika

34 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tidak sejalan dengan rumusan terdahulu (A. ChaedarAlwasilah, 2008:101).

Kajian Ulang Hipotesis(A.Chaedar Alwasilah. 2008: 39)

Hipotesis dalam penelitian kualitatif berevolusi melaluitahapan yang sinambung dan selalu dilandaskan pada datalapangan. Hipotesis dielaborasi dengan mengguakan temuanlapangan dan membandingkannya dengan teori yang dirujuksebagai kerangka konseptual. Dengan demikian elaborasihipotesis dan temuan lapangan diharapkan akanmemformulasi teori baru yang akan memunculkan alternatif-alternatif berikut:1. Memperkuat teori yang ada2. Memodifikasi teori yang ada3. Membatalkan teori yang ada (Alwasilah, 2008: 138-139).

7. Penelitian Konflik SosialElizabeth F. Collins (2001) mengidentifikasi sejumlah

langkah prosedur dalam penelitian kualitatif yang bertemakonflik etnik dan agama serta resolusinya, yakni:1. Susunlah sebuah rencana penelitian yang tidak hanya

mengacu pada satu teori yang ada. Hal-hal baru yangsekarang terjadi tidak bisa diidentifikasi dengan teori yangdiambil dari pengalaman masa lalu.

2. Mulailah dengan pengumpulan data:a. Berikan gambaran yang jelas tentang sebuah konflik

dengan jelas dan sistematis.b. Buat daftar pelaku (stakeholders) yang terlibat dalam

konflik, seperti: elit-elit lokal tradisional, elit-elit lokal baru,

Hipotesis-hipotesis

Teori yangada

Formulsiteori baru

DataLapangan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 35

pemerintah daerah, elit-elit nasional, aktivis-aktivis lokaldan nasional, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lain-lainnya.

c. Jelaskan tujuan-tujuan dan strategi-strategi para pelaku diatas.

d. Identifikasi isu-isu yang harus dicari jalan keluarnya, yakni:kontrol terhadap sumber daya alam, akses (kedekatan)kepada bantuan dan dukungan pemerintah, pengakuanterhadap hak-hak lokal, pengadilan terhadap pelanggaranHAM, dan lain-lainnya.

3. Analisis strategi-strategi apa dan kelompok-kelompok manayang sudah berhasil dalam menyelesaikan konflik-konfliketnik dan agama dengan damai dalam skala lokal, nasional,dan internasional.

4. Gunakan teori Anda sendiri dalam menjelaskan hal tersebutdan mengapa.

5. Buatlah kerangka kerja berkaitan dengan langkah-langkahyang mungkin bisa menjadi alternatif dalam mencari jalankeluar menyelesaiakan konflik-konflik, melalui negosiasi dankompromi (Siti Aminah, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah,2006: 231-232).

8. Penelitian DeskriptifMetode deskripsi adalah suatu metode dalam penelitian

status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatusistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masasekarang.Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalahpencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitiandeskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, sertatata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasitertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedangberlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalammetode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif.Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi, serta penelitianterhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standaratau suatu norma tertentu, sehingga banyak ahli menamakan

36 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

metode ini dengan nama survei normatif (normatif survei).Dengan metode ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomenaatau faktor dan memilih hubungan antara satu faktor denganfaktor yang lain. Karenanya metode ini juga dinamakan studikasus (case study). Metode deskriptif juga ingin mempelajarinorma-norma atau standar-standar sehingga penelitian ini disebutjuga survei normatif. Dalam metode ini juga dapat diteliti masalahnormatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligusmembuat perbandingan-perbandingan antar fenomena. Studidemikian dinamakan secara umum sebagai studi atau penelitiandeskriptif. Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktusekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masihterjangkau dalam ingatan responden.

a. Tujuan Metode DeskriptifPenelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akuratmengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomenayang diselidiki.

b. Ciri-ciri Metode DeskriptifUntuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,

sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi datadasar belaka.(secara harafiah) Mencakup penelitian yang lebihluas di luar metode sejarah dan eksperimental.

Secara umum dinamakan metode survei. Kerja penelitibukan saja memberi gambaran terhadap fenomena-fenomena,tetapi :

a) menerangkan hubungan,b) menguji hipotesis-hipotesisc) membuat prediksi, mendapatkan makna, dan implikasi dari

suatu masalah yang ingin dipecahkan.d) Mengumpulkan data dengan teknik wawancara dan

menggunakan Schedule questionair/interview guide.

c. Jenis-jenis Penelitian DeskriptifDitinjau dari segi masalah yang diselidiki, teknik dan alat

yang digunakan dalam meneliti,serta tempat dan waktu,penelitian ini dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

a) Metode survei,b) Metode deskriptif berkesinambungan (continuity

descriptive),

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 37

c) Penelitian studi kasus,d) Penelitian analisis pekerjaan dan aktivitas,e) Penelitian tindakan (action research),f) Peneltian perpustakaan dan dokumenter.

d. Kriteria Pokok Metode DeskriptifMetode deskriptif mempunyai beberapa kriteria pokok,

yang dapat dibagi atas kriteria umum dan khusus. Kriteriatersebut sebagai berikut:

a) Permasalahan yang baik:1. Bermanfaat2. Dapat dilaksanakan3. Kemampuan teori dari peneliti4. Waktu yang tersedia5. Tenaga yang tersedia6. Dana yang tersedia7. Adanya faktor pendukung8. Tersedianya data9. Tersedianya ijin dari pihak yang berwenang

b) Judul PenelitianSetelah permasalahan diidentifikasikan dengan tepat

langkah berikutnya adalah memberikan nama penelitian“Judul Penelitian”.

Dua orientasi dalam memberikan judul penelitian:1. Orientasi Singkat

Contoh:Analisis Kualitas Pelayanan Jasa Perbankan

2. Berorientasi Jelasa. Jenis Penelitianb. Obyek yang ditelitic. Subyek penelitiand. Lokasi Penelitiane. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Contoh:Analisis Pengaruh Pelayanan Terhadap KepuasanNasabah pada Bank-Bank Pemerintah di Purwokertotahun 2005

38 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

c) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskanmasalah:

1. Masalah harus dirumuskan dengan jelas dan tidakmenimbulkan penafsiran yang berbeda.

2. Rumusan masalah hendaknya dapat mengungkapkanhubungan antara dua variabel atau lebih.

3. Rumusan masalah hendaknya dinyatakan dalamkalimat tanya

Beberapa kesalahan dalam memilih permasalahanpenelitian:

a. Permasalahan penelitian tidak diambil dari akarmasalah yang sesungguhnya.

b. Permasalahan yang akan dipecahkan tidak sesuaidengan kemampuan peneliti baik dalam penguasaanteori, waktu, tenaga dan dana.

c. Permasalahan yang akan dipecahkan tidak sesuaidengan faktor-faktor pendukung yang ada.

d) Pembatasan Masalah:Agar penelitian dapat mengarah ke inti masalah

yang sesungguhnya maka diperlukan pembatasanpenelitian sehingga penelitian yang dihasilkan menjadilebih fokus dan tajam.

e) Studi Pendahuluan:Cara melakukan studi pendahuluan

A. Kajian teoritisB. Penelitian empirisC. Penilitian awalD. Konsultasi

f) Kajian teoritis:1. Hubungan Teori dan Riset2. Proses terbentuknya teori3. Fungsi teori dalam penelitian

g) Contoh Telaah TeoriAnalisis Pengaruh Pemberian Insentif, Lingkungan

Kerja, Kepemimpinan, Hubungan antar Teman SejawatTerhadap Semangat Kerja Karyawan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 39

1. Tetapkan nama variabel yang diteliti2. Cari sumber bacaan yang relevan3. Lihat daftar isi buku4. Baca seluruh isi topik5. Deskripsikan teori

h) Teknik Angket (Kuesioner)Merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan untuk mengumpulkan data dengan caramembagi daftar pertanyaan kepada responden agarresponden tersebut memberikan jawabannya.

i) Kuesioner terbukaDalam kuesioner ini responden diberi kesempatan

untuk menjawab sesuai dengan kalimatnya sendiri.Contoh:Bagaimanakah pendapat anda tentang harga barang disupermarket ini ?..........................

j) Kuesioner tertutupDalam kuesioner ini jawaban sudah disediakan oleh

peneliti, sehingga responden tinggal memilih saja.Bagaimanakah pendapat anda tentang harga barang disupermarket ini ?a. Sangat mahalb. Murahc. Mahald. Sangat murahe. Cukup

B. METODE PENELITIAN KUALITATIFTerdapat kesalahan pemahaman di dalam masyarakat bahwa

yang dinamakan sebagai kegiatan penelitian adalah penelitian yangbercorak survei. Ditambah lagi ada pemahaman lain bahwa penelitianyang benar jika menggunakan sebuah daftar pertanyaan dan datanyadianalisa dengan menggunakan teknik statistik. Pemahaman iniberkembang karena kuatnya pengaruh aliran positivistik denganmetode penelitian kuantitatif.

Ada dua kelompok metode penelitian dalam ilmu sosial, yaknimetode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Di

40 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

antara kedua metode itu sering timbul perdebatan di seputar masalahmetodologi penelitian. Masing-masing aliran berusahamempertahankan kekuatan metodenya.

Salah satu argumen yang dikedepankan oleh metodepenelitian kualitatif adalah keunikan manusia atau gejala sosial yangtidak dapat dianalisa dengan metode yang dipinjam dari ilmueksakta

Metode penelitian kualitatif menekankan pada metodepenelitian observasi dilapangan dan datanya dianalisa dengan caranonstatistik meskipun tidak selalu harus menabukan penggunaanangka.

Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan dirisi peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejalasosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya.Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden danlingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyimelalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.

1. Paradigma Metode PenelitianAda dua metode berfikir dalam perkembangan

pengetahuan, yaitu metode deduktif yang dikembangkan olehAristoteles dan metode induktif yang dikembangkan oleh FrancisBacon. Metode deduktif adalah metode berfikir yang berpangkaldari hal-hal yang umum atau teori menuju pada hal-hal yangkhusus atau kenyataan. Sedangkan metode induktif adalahsebaliknya. Dalam pelaksanaan, kedua metode tersebutdiperlukan dalam penelitian.

Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas.Dalam hal ini ada dua metode penelitian yakni metode kualitatifdan metode kuantitatif. Pada mulanya metode kuantitatifdianggap memenuhi syarat sebagai metode penilaian yang baik,karena menggunakan alat-alat atau instrumen untuk mengukurgejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik. Tetapi dalamperkembangannya, data yang berupa angka dan pengolahanmatematis tidak dapat menerangkan kebenaran secarameyakinkan. Oleh sebab itu digunakan metode kualitatif yangdianggap mampu menerangkan gejala atau fenomena secaralengkap dan menyeluruh.Tiap penelitian berpegang pada

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 41

paradigma tertentu. Paradigma menjadi tidak dominan lagidengan timbulnya paradigma baru. Pada mulanya orangmemandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah. Penelitibersifat pasif sehingga tinggal memberi makna dari apa yangterjadi dan tanpa ingin berusaha untuk merubah. Masa inidisebut masa prapositivisme. Setelah itu timbul pandangan baru,yakni bahwa peneliti dapat dengan sengaja mengadakanperubahan dalam dunia sekitar dengan melakukan berbagaieksperimen, maka timbullah metode ilmiah. Masa ini disebutmasa positivisme. Pandangan positivisme dalamperkembangannya dibantah oleh pendirian baru yang disebutpost-positivisme. Pendirian post-positivisme ini bertolakbelakang degan positivisme. Dapat dikatakan bahwa post-positivisme sebagai reaksi terhadap positivisme. Menurutpandangan post-positivisme, kebenaran tidak hanya satu tetapilebih kompleks, sehingga tidak dapat diikat oleh satu teoritertentu saja. Dalam penelitian, dikenal tiga metode yang secarakronologis berurutan yakni metode pra-positivisme, positivisme,dan post-positivisme.

2. Ciri-ciri Penelitian KualitatifPenelitian kualitatif berbeda dengan penelitian lain. Untuk

mengetahui perbedaan tersebut ada 15 ciri penelitian kualitatifyaitu:

1) Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalamkondisi yang asli atau alamiah (natural setting)

2) Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti sebagaialat utama pengumpul data yaitu dengan metodepengumpulan data berdasarkan pengamatan danwawancara

3) Dalam penelitian kualitatif diusahakan pengumpulan datasecara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan.Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa kata-kata,gambar, dan bukan angka.

4) Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripadahasil, artinya dalam pengumpulan data seringmemperhatikan hasil dan akibat dari berbagai variabelyang saling mempengaruhi.

5) Latar belakang tingkah laku atau perbuatan dicarimaknanya. Dengan demikian maka apa yang ada di balik

42 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tingkah laku manusia merupakan hal yang pokok bagipenelitian kualitatif. Mengutamakan data langsung ataufirst hand. Penelitian kualitatif menuntut sebanyakmungkin kepada penelitinya untuk melakukan sendirikegiatan penelitian di lapangan.

6) Dalam penelitian kualitatif digunakan metode triangulasiyang dilakukan secara ekstensif baik tringulasi metodemaupun triangulasi sumber data.

7) Mementingkan rincian kontekstual. Penelitimengumpulkan dan mencatat data yangsangat rincimengenai hal-hal yang dianggap bertalian denganmasalah yang diteliti.

8) Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti,jadi tidak sebagai objek atau yang lebih rendahkedudukannya.

9) Mengutamakan perspektif emik, artinya mementingkanpandangan responden, yakni bagaimana ia memandangdan menafsirkan dunia dan segi pendiriannya.

10) Verifikasi. Penerapan metode ini antara lain melalui kasusyang bertentangan atau negatif.

11) Pengambilan sampel secara purposif. Metode kualitatifmenggunakan sampel yang sedikit dan dipilih menuruttujuan penelitian.

12) Menggunakan audit trailMetode yang dimaksud adalah dengan mencantumkanmetode pengumpulan dan analisa data.

13) Mengadakan analisis sejak awal penelitian. Data yangdiperoleh langsung dianalisa,dilanjutkan denganpencarian data lagi dan dianalisis, demikian seterusnyasampaidianggap mencapai hasil yang memadai.

14) Teori bersifat dari dasar. Dengan data yang diperoleh daripenelitian di lapangan dapatdirumuskan kesimpulan atauteori.

C. Penelitian KuantitatifPenelitian kuantitatif, menurut Robert Donmoyer (dalam

Given, 2008: 713), adalah pendekatan-pendekatan terhadap kajianempiris untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan datadalam bentuk numerik daripada naratif.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 43

Menurut Cooper & Schindler (2006: 229), riset kuantitatifmencoba melakukan pengukuran yang akurat terhadap sesuatu.

Penelitian kuantitatif sering dipandang sebagai antitesis ataulawan dari penelitian kualitatif, walau sebenarnya pembedaankualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan. Donmoyerberalasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasigradasi kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkananalisis statistik.

Pelabelan kuantitatif dan kualitataif juga menyesatkankarena para peneliti kualitatif tidak bisa sama sekali menghindarikuantifikasi. Misalnya ketika mereka menggunakan istilah kadang-kadang, sering, jarang, atau tidak pernah, sebenarnya mereka telahmelakukan semacam kuantifikasi dalam bentuk yang kurang tepat.

Lebih jauh lagi, ada peneliti kualitatif yang bergerakmelampaui bentuk kuantifikasi primitif dengan menyebarkankuesioner dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk statistikdeskriptif. Data numerik ini dipakai dalam penelitian kualitatifsebagai bagian dari triangulasi atas temuan-temuan kualitatifdan/atau untuk menentukan apakah hasil wawancara mendalamkonsisten dengan pandangan mereka yang tidak diwawancaraikarena alasan lamanya waktu dan banyaknya tenaga yangdikeluarkan.

Kualitatif KuantitatifFokus riset Pemahaman dan

penjelasan· Penjabaran, penjelasan

dan perkiraanKeterlibatanperiset

· Tinggi – periset adalahpeserta atau katalisator

· Terbatas; dikontroluntuk mencegah bias

Tujuan riset Pemahaman mendalam:pengembangan teori

Jelaskan atau perkirakan;mengembangkan danmenguji teori

Desainsampel

Nonprobabilitas,bertujuan

· Probabilitas

Ukuransampel

Kecil · Besar

Desain riset - Dapat berkembang dandiubah saat proyekberjalan

- Ditentukan sebelumpelaksanaan proyek

- Menggunakan metode

44 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

- Sering menggunakanbeberapa metodesecara bersamaan atauberurutan

- Konsistensi tidakbegitu diharapkan

- Melibatkan pendekatanlongitudinal

tunggal atau campuran- Konsistensi sangat

penting- Menggunakan

pendekatan lintasbagian (cross-sectional)atau longitudinal

Persiapanpeserta

- Adanya pra-penugasan - Tidak ada persiapanyang dibutuhkan untukmenghindari biaspeserta

Jenis danpersiapandata

- Deskripsi secara verbalatau gambar

- Diciutkan menjadikode verbal(kadangkala denganbantuan komputer)

- Penjabaran verbal- Diciutkan menjadi

kode numerik untukanalisis komputer

Analisisdata

- Analisis manusiasetelah pengkodeanoleh komputer ataumanual; terutamanonkuantitatif

- Memaksa periset untukmelihat kerangkakontekstual darifenomena yang sedangdiamati – perbedaanantara fakta dankebijakan kurangbegitu jelas

- Selalu dilakukanbersamaan denganpelaksanaan proyek

- Analisis dengankomputer – metodestatistik dan matematikdominan

- Analsis dapatdilaksanakan pada saatproyek berjalan

- Mempertahankanperbedaan yang jelasantara fakta dankebijakan

Gambarandan makna

- Tingkat pemahamanyang lebih dalamadalah normanya;ditentukan oleh jenisdan kuantitas dari

- Dibatasi oleh peluanguntuk menggaliresponden dan kualitasperangkat pengumpuldata orisinal

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 45

pertanyaan respon-bebas

- Partisipasi perisetdalam pengumpulandata memungkinkanterbentuknyapemahaman yangdapat langsung diujiselama proses berjalan

- Pemahaman diperolehsetelah terkumpulnyadan dimasukkannyadata, dengankemampuan untukmewawancara ulangpeserta yang terbatas

Keterlibatansponsorriset

- Dapat berpartisipasidengan mengobservasiriset pada saatdilakukan atau melaluirekaman wawancara

- Jarang sekali memilikihubungan langsungatau tidak langsungdengan peserta

Perputaranumpanbalik

- Ukuran sampel yanglebih kecil membuatpengumpulan datalebih cepat sehinggaperputarannya lebihcepat

- Wawasan berkembangsaat riset berjalansehingga analisa datalebih pendek

- Sampel yang lebihbesar memperpanjangproses pengumpulandata; metodologiInternetmemperpendek prosestetapi tidak cocok bagisebagian studi

- Perkembanganpemahaman diperolehsetelah terkumpulnyadan dimasukkannyadata, sehinggamemperpanjang prosesriset; perangkat lunakpewawancaramemungkinkanperhitungan responsementarapengumpulan datasedang berjalan

Keamanandata

· Lebih absolut karenamenggunakan fasilitasyang aksesnya dibatasidan ukuran sampel yang

· Riset yang sedangberjalan sering sekalidiketahui oleh pesaing;pesaing bisa memperoleh

46 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

lebih kecil pemahaman daribeberapa studi lapanganyang dapat dilihatlangsung

Sebagian peneliti kualitatif berkeberatan dengan landasanfilosofis konsep reliabilitas dan validitas. Misalnya konsep triangulasiyang sering dianggap analog dengan konsep reliabilitas karenatriangulasi berupaya menggali sumber data berbeda, ternyata seringberbeda makna dengan konsep reliabilitas.

Peneliti kualitatif yang berasumsi masing-masing orangberbeda konstruksi maknanya atas kejadian yang sama, mustahilmengharapkan hasil wawancara yang konsisten antarindividu atauantarkelompok walau mereka berasal dari organisasi yang sama.

Konsep validitas eksternal atau generalisabilitas(generalizability = keberlakuan secara umum) dalam pendekatankuantitatif tidak mungkin berlaku untuk studi satu kasus atausekelompok kecil kasus. Peneliti kalitataif yang menolak landasanfilosofis konsep validitas eksternal, mendasarkan penolakannya padaasumsi bahwa konteks itu idiosin-kratik (tidak biasa, unik) dan selaluberubah.

Berdasarkan asumsi ini, tidak ada alasan untuk menerapkankonsep generalisabilitas karena temuan-temuan penelitian tidak akanberlaku pada individu atau konteks berbeda. Para peneliti kualitatifmemilih istilah transferabilitas yang lebih psikologis daripadavaliditas eksternal atau generalisabilitas.

Tranferablitas berasumsi(a) semua temuan penelitian hanyalah sekumpulan hipotesis kerja

tentang apa yang mungkin terjadi ketika hal-hal serupa terjadidalam konteks serupa dan

(b) hanya para pengguna hasil penelitian yang dapat menentukanapakah sebuah temuan transferabel untuk situasi-situasi mereka.

Ciri khas pendekatan kuantitatif lainnya dalah validitasinternal, maksudnya apakah instrumen penelitian betul-betulmengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas internal dapatdikaji dengan beberapa cara:(a) dengan mengorelasikan hasil pengukuran instrumen dengan hasil

pengukuran instrumen lain yang telah mantap mengukurfenomena yang sama (concurrent validity),

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 47

(b) dengan menentukan apakah hasil-hasil pengukuran memberikanprediksi tepat sebagaimana diharapkan (predictive validity),atau

(c) dengan menentukan apakah kajian-kajian empiris mendukungatau gagal mendukung hipotesis-hipotesis tentang konstrukteoritis yang dapat dioperasikan dan diukur oleh instrumen(construct validity).

Sekali lagi, tidaklah masuk akal memaksakan analisis statistikdalam studi satu kasus atau studi dengan kasus terbatas yangmenjadikan peneliti sebagai instrumen utama. Para peneliti kualitatifterpaksa menemukan prosedur seperti member checking yang analogdengan prosedur statistik untuk mengkaji validitas konkuren,prediktif, dan konstruk.

Konsep validitas internal juga mendapat tantangan darisebagian peneliti kualitatif. Para peneliti kuantitatif dan kualitatifmemang berbeda secara fundamental dalam memandang hakikatfenomena sosial. Para pendukung pendekatan kuantitatif meyakinikausalitas variabel-variabel fenomena sosial, sedangkan parapendukung pendekatan kualitatif tidak selalu demikian.

Para peneliti kuantitatif menjanjikan pengetahuan valid untukmemprediksikan dan mengontrol kejadian-kejadian. Tidaklahmeherankan apabila pendekatan kuantitatif sangat mengandalkandesain (metode) penelitian ekperimental dan kuasi-eksperimental.

Eksperimentasi yang menerapkan kontrol ketat atasserangkaian variabel sangat sulit atau mustahil dilakukan di dunianyata, karena itu eksperimen sering dilakukan dalam settinglaboratorium.

Sayangnya hasil-hasil penelitian dalam laboratorium tidakselalu berlaku dalam konteks dunia nyata. Kondisi ini mendorongUrie Bronfenbrenner, psikolog perkembangan, mengagas konsepvaliditas ekologis.

Banyak peneliti kuantitatif mengoreksi kurangnya validitasekologis dengan memilih desain atau metode penelitian kuasi-eksperimental. Namun mereka harus menerima trade-off berupakurangnya kontrol atas variabel-variabel dan standardisasi treatmentsdaripada setting laboratorium (Donmoyer dalam Given, 2008: 715).

Lebih jauh Donmoyer menulis, salah seorang raksasametodologi kuantitatif, Lee Cronbach yang selama beberapa dekadememraktekkan desain eksperimental dan kuasi- eksperimental dan

48 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

meyakini kausalitas kehidupan sosial, pada tahun 1980anberpendapat lain.

Menurutnya, tindakan dalam dunia sosial itu terkonstruksi,bukan terakibatkan. Dia mengindikasikan, mereka yangmengharapkan ilmu sosial dapat menghasilkan generalisasi sebab-akibat secara definitif, bagai menunggu Godot, karakter yangditunggu-tunggu tetapi tidak pernah muncul dalam naskah dramaciptaan Samuel Beckett.

Pandangan Cronbach itu juga diadopsi oleh banyak penelitikualitatif, termasuk pengusung tradisi interaksionisme simbolik danetnometodologi dalam sosiologi. Mereka yang terkena sosialisasitradisi-tradisi ini juga menolak penjelasan kausalitas (sebab-akibat).

Mereka berasumsi:(a) manusia bertindak berdasarkan makna yang

diatribusikan pada kejadian-kejadian,(b) makna itu dikonstruksi dan selalu dikonstruksi ulang

selama manusia berinteraksi.

Mengingat proses rekonstruksi konstan ini, para pengusunginter-aksionalisme simbolik dan etnometodologi berargumen,tidaklah masuk akal untuk mem-perlakukan makna-makna yangterkonstruksi secara sosial sebagai intervening variabel (variabel antara)dalam sebuah kerangka penjelasan sebab-akibat.

Paparan di atas tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkanpendekatan kuantitatif.

Pembandingan riset kualitatif dan kuantitatif yang lebih‘netral’, walau dalam konteks riset bisnis, disajikan oleh Cooper &Schindler (2006: 230).

Pembandingan pendekatan kuantitatif dan kualitatif jugadapat dilihat dari teori-teori yang mereka hasilkan. Griffin (2011: 22)misalnya, memilah teori-teori komunikasi pada rentang ‘objective’(kuantitatif) dan ‘interpretive’ (kualitatif) worldview (pandangandunia atau paradigma).

Teori-teori yang diarsir di atas tergolong berparadigma‘objektif’ hasil metode-metode kuantitatif. Salah satu contohnyaadalah teori disonansi kognitif. Kognisi adalah cara mengetahui,mempercayai, menilai, dan berpikir. Disonansi kognitif adalahperasaan tidak nyaman akibat inkonsistensi sikap, pikiran, danperilaku.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 49

West & Turner (2010: 112-28) menjelaskan teori ini secararingkas, pengalaman disonansi – ketidakselarasan kepercayaan-kepercayaan dan tindakan-tindakan atau dua kepercayaan yang tidakkompatibel – tentu tidak nyaman, dan orang sangat termotivasi untukmenghindarinya.

Ketika berusaha menghindari perasaan-perasaan disonansi,orang-orang akan mengabaikan pandangan-pandangan yangberlawanan dengan pandangan mere-ka sendiri, mengubahkepercayaan-kepercayaan supaya selaras dengan tindakan-tindakanmereka (atau sebaliknya), dan/atau mencari dukungan setelahmembuat sebuah keputusan yang sulit.

Cognitive dissonance theory (CDT) mempunyai empat asumsi yangmendasari-nya, yaitu(1) manusia mendambakan konsistensi dalam kepercayaan, sikap,

dan perilaku mereka;(2) disonansi tercipta oleh inkonsistensi psikologis;(3) disonansi adalah aversive state (penolakan psikologis) yang

mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengandampak-dampak yang terukur;

(4) disonansi memotivasi upaya-upaya untuk mencapaikonsonansi/keselarasan dan mengurangi disonansi. Gambar dibawah ini menun-jukkan proses disonansi kognitif (ibid: 114).

Model CDT meliputi konsep-konsep dengan kausalitas yangjelas. Peneliti yang berminat dapat menguji signifikansi hubunganantarkonsep itu. Hasil penelitiannya mungkin menguatkan ataumelemahkan teori ini.

Para teoritisi yang mengembangkan teori mereka denganpendekatan kuantitatif, harus siap menjalani proses falsifikasi danberharap teorinya menjadi ‘hukum’ sekokoh ‘hukum kekekalanenergi,’ misalnya, pengetahuan, metode ilmiah, dan teori.

Manusia di mana pun dan kapan pun memiliki rasa ingintahu. Perbedaan habitat, ras, jenis kelamin, juga perkembangankebudayaan – sedikit atau banyak – mempengaruhi jenis, kuantitas,dan kualitas pengetahuan manusia, baik sebagai individu maupunsebagai komunitas.

Beragam pendapat menjelaskan jenis pengetahuan dan caramanusia mengembangkannya. Tafsir (1990: 15) misalnya, menyajikanklasifikasi macam pengetahuan.

50 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Charles Peirce yang pendapatnya dikutip oleh Fred N.Kerlinger dalam buku “Foundation of Behavioral Research” (Avery, 2006:168-69), menyebutkan empat cara mendasar untuk tahu.

Pertama, method of tenacity, yaitu ketika kita memegangteguh kepercayaan yang kita yakini sebagai kebenaran takterbantahkan.

Kedua, method of authority. Cara tahu semacam ini biasa danbanyak orang menerimanya, misalnya kita percaya kepada profesorfisika untuk menghitung kecepatan dalam beragam kondisi; kitasandarkan kebenaran pada sumber yang bereputasi baik di luar kita.

Ketiga, metode intuitif atau a priori method. Metode inimenggunakan fakta atau prinsip yang biasa diterima sebagaipenyebab sesuatu. Contoh, “Mereka belum makan seharian, merekapasti lapar” (Wehmeier, 2008: 64).

Metode ini merupakan perspektif filosofis yang percayabahwa warga negara yang rasional dan bebas, ketika boleh berdebatsecara terbuka, secara alamiah akan menghasilkan kesimpulan yangbenar dan self-efident (terbukti dengan sendirinya). Konsep demokrasipartisipatoris dan “pasar gagasan” (marketplace of ideas) adalahpandangan yang selaras dengan perspektif ini.

Keempat, metode ilmiah. Menurut Kerlinger, pendekatanilmiah memiliki sifat yang tidak dimiliki ketiga metode lainnya dalammendapatkan pengetahuan, yaitu self-correction. Kerlinger palingmenghargai metode ilmiah karena sifat self-correction itu. Metodeilmiah memiliki perangkat pemeriksaan untuk pengendalian danverifikasi kegiatan ilmuwan, serta memungkinkan verifikasiindependen oleh ilmuwan lain.

Metode-metode (penelitian) ilmiah dengan pendekatankuantitatif, sebagaimana ilmu/sains mempunyai tujuan dasar:menemukan/mengembangkan teori. Kerlinger (dalam Avery, 2006:170) mendefinisikan teori sebagai

“...a set of interrelated constructs (concepts), definitions, andpropositions that present a systematic view of phenomena by specifyingrelations among variables, with the purpose of explaining and predicting thephenomena.”

West & Turner (2007: 48) mengartikan teori sebagai sebuahsistem abstrak dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan merekayang membantu kita memahami fenomena. Kedua rumusan iniberbeda dengan konsep teori dari pendekatan kualitatif.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 51

Denzin & Lincoln (2009: 355) menyatakan, teori terdiri dariberbagai keterkaitan ‘masuk akal’ yang terjadi di antara ‘konsep-konsep’ dan ‘serangkaian konsep.’ Masuk akalnya sebuah teoridiperkuat melalui penelitian yang berkelanjutan.

Lantas Denzin & Lincoln mengutip pendapat Stein & Urdang(1981) tentang teori, “Sederet proposisi umum yang padu yangdigunakan (untuk sementara) sebagai prinsip untuk menjelaskansekelompok fenomena.”

Perbedaan definisi teori dari dua pendekatan yang berbeda ituberimplikasi pada perbedaan proses penelitian dalam masing-masingpendekatan. Skema berikut ini mewakili pendekatan kuantitatifdalam menjelaskan proses penelitian yang berpangkal atau berujungpada teori.

Grounded theory sebagai salah satu metode dalam pendekatankualitatif, tidak mengikuti siklus penelitian seperti skema di bawahini.

Istilah “metodologi” sering dipertukarkan dengan istilah“metode” atau “desain” penelitian. Para peneliti atau penulis yangmenggunakan kata “desain penelitian” biasa menggunakan kata“metode” yang dikhususkan untuk metode pengumpulan data.

Menurut de Vaus (2009: 9), desain riset adalah struktur logikapenelitian, fungsinya menjamin bukti-bukti yang terkumpul dapat

52 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

menjawab pertanyaan penelitian se-meyakinkan mungkin. Apabilamengacu pada Oxford Advanced Learner’s Dictionary, edisi-7(Wehmeier, 2008: 963), “method” dimaknai: a particular way of doingsomething, sedangkan “methodology” : a set of methods and principlesused to perform a particular activity.

Penulis menggunakan istilah “metode” penelitian yang samaatau mirip artinya dengan “metodologi/desain” penelitian.

Metode-metode penelitian (ilmiah), selain berbeda karenalandasan filosofisnya masing-masing, mereka juga berbeda karenatujuan penggunaannya. Metode-metode penelitian dapatdimanfaatkan untuk beragam keperluan atau orientasi.

Tujuan dasar penelitian adalah pengembangan teori, baikgrand, mid-range, maupun narrow theory. Grand theory berupayamenjelaskan segala hal dari satu fenomena. Mid-range theorybermaksud menjelaskan aspek tertentu dari satu fenomena,sedangkan narrow theory berusaha menjelaskan aspek yang sangatterbatas dari sebuah fenomena. Selain itu, teori dengan tiga tingkatabstraksi tadi mempunyai komponen dan tujuan (West & Turner,2007: 49-51).

Komponen teori adalah konsep-konsep dan hubungan-hubungan. Konsep-konsep adalah kata-kata atau istilah-istilah yangmenandai bagian-bagian terpenting dari suatu teori. Contohnyakonsep cohesiveness (Groupthink), dissonance (Cognitive DissonanceTheory), self (Symbolic Interaction Theory), dan scene (Dramatism).

Ada dua jenis konsep, yaitu konsep nominal (tidak langsungteramati) dan konsep ril (teramati). Sementara hubungan-hubunganadalah cara-cara konsep-konsep dalam suatu teori terkombinasikan.Misalnya model proses komunikasi ada yang menampilkanhubungan linear, ada juga yang menunjukkan hubungan interaktifatau dua arah.

Teori mempunyai empat tujuan. Menurut West & Turner(2007: 51), teori mencakup tujuan eksplanasi, pemahaman, prediksi,dan perubahan sosial. Namun tidak semua teori berhasil ataubermaksud mencapai keempat tujuan tersebut.

Wood (2004: 32-38) memberi penjelasan yang agak berbeda.Menurut Wood, pondasi sebuah teori adalah deskripsi, yaitu sebuahproses penggunaan simbol-simbol untuk merepresentasikanfenomena.

Sebelum kita mengetahui bagaimana sesuatu bekerja, pertama-tama kita harus mendeskripsikannya. Jadi, tugas pertama dalam

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 53

pengembangan sebuah teori adalah mengidentifikasi fitur-fitur daribeberapa fenomena dan mendeskripsikan aneka variasi dalam fitur-fitur itu.

Tujuan kedua dari teori menurut Wood adalah eksplanasi,yaitu suatu upaya mengklarifikasi bagaimana dan mengapa sesuatubekerja. Setelah mendeskripsikan fitur-fitur atau bagian-bagianfenomena, seorang teoris bertanya bagaimana komponen-komponenitu berinteraksi dan bekerjasama. Contohnya, seorang ahli ekologimungkin menjelaskan bagaimana pembangunan komersialmenyebabkan kerusakan pada rawa.

Ahli genetika boleh jadi menjelaskan efek obat tertentuterhadap struktur kromosom dalam fetus yang sedang tumbuh. Ahlikomunikasi dapat menjelaskan bagaimana komunikasi bekerja:mengapa para juri (di pengadilan Amerika Serikat) terpengaruh olehcerita bagus? Mengapa ajakan si fulan kepada saya untuk ikutbermain Farm Field dalam FaceBook berhasil atau gagal?

Tujuan ketiga dari teori adalah memungkinkan kita untukmemahami dan/atau memprediksi dan mengendalikan apa yangakan terjadi. Prediksi melibatkan proyeksi tentang apa yang akanterjadi pada suatu fenomena dalam kondisi-kondisi tertentu atauakibat terpaan stimuli tertentu.

Kontrol adalalah penggunaan serangkaian eksplanasi danprediksi untuk mengatur dinamika suatu fenomena. Para humaniskurang tertarik pada prediksi dan kontrol, mereka mementingkanpemahaman atas fenomena.

Tujuan keempat dari teori adalah reformasi atau upaya aktifdemi perubahan sosial yang positif. Tujuan ini terutama mengemukadi lingkungan para pendukung teori-teori kritis seperti eksponenMazhab Frankfurt atau kaum feminis. Para ilmuwan lainnya merasatidak bertanggung jawab atau tidak berhak mengubah perilaku sosial.

Persepsi tentang dan sikap terhadap tujuan-tujuan teori, selainorientasi penelitian dasar-terapan-evaluasi, menentukan pilihanmetode/desain penelitian. Berikut penulis sajikan beberapa jenismetode penelitian berpendekatan kuantitatif.

1. Statistika dalam penelitian kuantitatifStatistika (statistics) berbeda dengan statistik. Statistik

adalah ringkasan data berbentuk angka, sedangkan statistikaadalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan,pengolahan/pengelompokan, penyajian, dan analisis data serta

54 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

cara pengambilan kesimpulan dengan memperhitungkan unsurketidakpastian berdasarkan konsep probabilitas (Supranto, 2008:12).

Supranto juga mengutip definisi dari buku “StatisticalTheory in Research“ karya Anderson & Bancrof, “Statistika adalahilmu dan seni pengembangan dan penerapan metode yang palingefektif sehingga kemungkinan kesalahan dalam kesimpulan danestimasi dapat diperkirakan dengan menggunakan penalaraninduktif berdasarkan matematika probabilitas.”

Wikipedia memberikan definisi yang lebih sederhana:statistika adalah ilmu tentang pengumpulan, pengorganisasian,analisis, dan penafsiran data.

Wikipedia (2012a) menjelaskan sejarah statistika denganmengutip Simon Singh dalam buku “The code book: the science ofsecrecy from ancient Egypt to quantum cryptography” (New York:Anchor Books, 2000) dan tulisan Ibrahim A. Al-Kadi, “The originsof cryptology: The Arab contributions” dalam Cryptologia edisi 16(2)hlm. 97-126.

Menurut Ibrahim Al-Kadi, tulisan tertua tentang statistikaterdapat dalam buku abad ke-9 karya Al-Kindi (801-873 M)berjudul “Manuscript on Deciphering Cryptographic Messages.” Al-Kindi dalam bukunya itu menjelaskan bagaimana menggunakanstatistika dan analisis frekuensi untuk membongkar kode pesan-pesan terenkripsi. Ibrahim Al-Kadi menandai kelahiran statistikadan analisis kriptografis (cryptanalysis) dengan terbitnya buku Al-Kindi ini.

Selain Al-Kadi, sebagaimana dijelaskan oleh WalterWillcox (1938) dengan artikel "The Founder of Statistics" dalamReview of the International Statistical Institute edisi 5(4):321–328 (JSTOR 1400906), sebagian sarjana menandai kelahiranstatistika pada tahun 1663 dengan terbitnya “Natural and PoliticalObservations upon the Bills of Mortality” karya John Graunt.

Penerapan awal pemikiran statistik berlangsung seputarkebutuhan negara-negara (bagian) untuk melandaskan kebijakanmereka pada data demografis dan ekonomis. Cakupan disiplinilmu statistika melebar pada awal abad ke-19 meliputipengumpulan dan analisis data secara umum. Kini statistikadipakai secara luas dalam pemerintahan, bisnis, serta ilmu alamdan sosial.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 55

Metode-metode statistik dapat digunakan untukmerangkum/meringkas atau mendeskripsikan sekumpulan data;inilah yang disebut statistik deskriptif. Statistik deskriptifberguna dalam riset, ketika mengkomunikasikan hasil-hasileksperimen.

Selain itu, pola-pola dalam data dapat dimodelkansedemikian rupa sehingga dapat menjelaskan keacakan(randomness) dan ketidakpastian (uncertainty) dalam observasi, dankemudian digunakan untuk menggambarkan inferensi-inferensitentang proses atau populasi yang diteliti; inilah yang disebutstatistik inferensial.

Inferensi adalah salah satu bagian penting dalampengembangan ilmu karena inferensi menyediakan rata-rata(mean) untuk menggambarkan kesimpulan-kesimpulan dari datayang dipengaruhi oleh variasi acak.

Kesimpulan-kesimpulan juga diuji untuk membuktikanlebih lanjut proposisi-proposisi yang sedang diteliti; inimerupakan bagian dari metode ilmiah. Statistik deskriptif dananalisis data baru bermaksud menyediakan lebih banyakinformasi dan kebenaran proposisi.

Masih berkaitan dengan hubungan antara statistikadengan metode ilmiah, Supranto (2008: 13) menyatakan, statistikamenyediakan metode pengumpulan, pengolahan, penyajian data,metode analisis, dan pengujian hipotesis, serta metodeperkiraan/ramalan interval untuk keperluan riset. KemudianSupranto mengutip Encyclopedia Americana, jilid ke-25 (1971)yang membahas statistik sebagai berikut:

... penggunaan statistik deskriptif secara murni sangatterbatas; statistik analitis pada umumnya lebih menantang parapeneliti, dan sedang berkembang dengan cepat. Lebih jauh lagi,masalah-masalah modern dalam pembuatan kebijakan di banyakbidang dan riset ilmiah memerlukan informasi dan prosedur yangditurunkan dari statistik analitis. ... metode statistik merupakanpranata peralatan dan teknik yang tersedia untuk pengembanganriset, atau kerja operasional dalam ilmu fisika, biologi, dan sosialserta penerapannya. Metode statistik ini memberikan saranauntuk mendapatkan pengetahuan baru dalam bidang masalahsubstantif dan metode itu sendiri bukan berfungsi sebagai pranatapengetahuan substantif. Karena fungsi ini, metode statistikmerupakan bagian dari metode ilmiah yang umum ... .

56 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Memilih metode analisis statistik yang tepat padadasarnya melibatkan serangkaian pertanyaan sebagai berikut (deVaus, ibid.: 109):1) Apa jenis sampelnya: probabilitas atau non-probabilitas?2) Tingkat pengukuran mana yang dipakai untuk variabel

outcome (terikat)-nya: nominal, ordinal, atau interval?3) Berapa kelompok yang dibandingkan: satu (dibandingkan

dengan standar yang diketahui), dua, atau ≥ 3?4) Bagaimana orang-orang dipilih untuk tiap kelompok: apakah

sampel-sampel (kelompok-kelompok) independen ataukahmereka dipasangkan dengan cara tertentu?

5) Bagaimana outcome variable (terikat) terdistribusi dalampopulasi: normal, tidak normal, atau tidak dapatmengasumsikan normalitas?

6) Apakah kelompok-kelompok memiliki kemiripan keragaman(variance) pada variabel terikatnya: equal variance atau unequalvariance?

7) Perbandingan kelompok mana yang diperlukan: centraltendency, variability / shape, proporsi, atau asosiasi?

8) Bagaimana perbandingan antarkelompok akan ditampilkan:tabular, grafis, menggunakan statistik ringkasan, ataugabungan?

9) Berapa banyak variabel bebasnya: satu atau ≥ 2?10) Mana yang diutamakan, deskripsi atau inferensi:

menggambarkan pola-pola dalam sampel, generalisasi darisampel, atau keduanya?

Tidak semua pertanyaan ini cocok untuk segala situasi.Kecocokannya tergantung pada bagaimana pertanyaan lebih awaldijawab. Misalnya, jika Anda tidak mempunyai sampelprobabilitas, maka Anda tidak dapat menggunakan inferensistatistik dan terbatas pada deskripsi. Barangkali pilihan-pilihan ituakan menjadi jelas melalui contoh penggunaan statistik dalameksperimen di bawah ini.

2. Contoh penelitian kuantitatifEksperimen berikut ini dilakukan oleh Dewi (2005)

sebagai bagian dari tesis pada Program Pasca Sarjana DepartemenIlmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia. Judul tesisnya,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 57

Efek imbauan takut dan kecemasan terhadap peran sertakaryawan dalam program pasca strategic partner (kasus JASairport services).

Eksperimen ini bertujuan mengetahui hubungan sebabakibat dari imbauan takut (fear appeal) dan kecemasan (anxiety)serta efek interaksi di antara keduanya. Penelitian ini dilakukandengan memanipulasi variabel eksperimen yaitu kelompokimbauan takut yang kuat (strong fear appeal) dan imbauan takutyang lemah (weak fear appeal) dan membandingkannya dengankelompok kontrol yang tidak dimanipulasi.

Dewi menggabungkan tiga teori untuk landasanhipotesisnya. Pertama, teori Rogers tentang penyusunankomponen-komponen pesan (Protection Motivation Theory, PMT).Kedua, teori Leventhal (Cognitive Processing Theory) tentangtahapan-tahapan proses pengolahan pesan (Elaboration LikelihoodModel, ELM). Ketiga, teori Fishben dan Ajzen (Theory of ReasonedAction, TRA) tentang teknik pengembangan pesan.

Dewi mengajukan tiga hipotesis:(1) imbauan takut akan berpengaruh terhadap peran serta

karyawan dalam program strategic partner,(2) kecemasan akan berpengaruh terhadap peran serta

karyawan dalam program strategic partner,(3) terdapat perbedaan peran serta antara kelompok yang

terkena perlakuan imbauan takut yang kuat dan imbauantakut yang lemah antara responden yang memilikikecemasan tinggi dan kecemasan rendah.

Berdasarkan hasil uji varians (two-way ANOVA), ketigahipotesis nol ditolak. Artinya, imbauan takut yang kuat danimbauan takut yang lemah, serta kecemasan rendah dankecemasan tinggi berpengaruh dalam peningkatan peran sertakaryawan dalam program pasca strategic partner.

Tingkat perubahan terbesar ada pada responden yangmendapat perlakuan imbauan takut yang kuat untuk respondendengan tingkat kecemasan rendah.

Data penelitian menunjukkan, responden dengankecemasan rendah memiliki pengetahuan awal lebih tinggisehingga secara kognitif mereka lebih mudah terkena pesanpersuasi. Kesimpulan ini dihasilkan dari rangkaian kegiatanpenelitian dengan rancangan eksperimen (Dewi, 2005: 52).*

58 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

D. Pendekatan dan Jenis Penelitian1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalahpendekatan kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor (1975: 5)mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai penelitian yangmenghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisandari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatanini diarahkan pada latar dan individu tersebut secaraholistik(utuh).

Pendekatan kualitatif ini dilakukan dengan caramengumpulkan data-data yang diperoleh baik berupa gambar,ucapan maupun tulisan yang dapat diamati dari subyek itusendiri. Pendekatan ini lebih peka serta dapatmenyesuaikandengan metode penelitian kualitatif.

2. Jenis PenelitianJenis penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis

penelitian deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanyapenerapan metode kualitatif.

Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinanmenjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Alasan peneliti menggunakan metode penelitiandeskriptif kualitatif sebagai berikut:- Karena penelitian deskriptif kualitatif bersifat integral, artinya

bisa menangkap gejala-gejala utuh sehingga metode ini tepatuntuk menggali data yang diharapkan oleh peneliti.

- Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatifini kevaliditasan data dapat diperoleh. Hal ini dikarenakandalam metode tersebut ada teknik pemeriksaan keabsahandata.

3. Jenis dan Sumber DataMenurut Lofland dan Lofland (1984: 47) sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan.Selebihnya adalah data tambahan, seperti dokumen dan lain-lainnya.

Secara umum sumber data penelitian kualitatif ialahtindakan dan pendekatan manusia dalam suatu latar yangbersifat alamiah. Sumber data lain ialah bahan-bahan pustaka,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 59

seperti dokumen, arsip, koran, majalah, buku, laporan tahunandan lain sebagainya.

Jenis data, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dataprimer dan data sekunder.

a) Data PrimerData dalam penelitian ini diperoleh secara langsung

dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara,observasi dan alat lainnya.

Dari data primer, peneliti mengetahui bagaimanakegiatan dakwah yang dilakukan, materi apa saja, danmetode apa yang digunakan. Dalam teknik pengumpulandata di lapangan, peneliti menggunakan sumber data yangdiperoleh langsung dari pihak-pihak yang dapat memberikanketerangan atau informan. Untuk mempermudah proses dilapangan, maka peneliti akan memilih informan yangrepresentatif yang akan mewakili dari keseluruhan informanterkait. Sebelumnya peneliti memilih key informan, yaituinforman pertama yang memberikan petunjuk dan menunjukinforman lain sehingga dapat diketahui jumlah informan yangdikehendaki. Sedangkan teknik pengambilan data (informasi)dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan jenis snowball atau snowballing, yaitu teknik pengambilan sampel denganbantuan key informan, dan dari key informan inilah akanberkembang sesuai petunjuknya. Snowballing dilakukandengan maksud agar informasi yang terkumpul memilikivariasi yang lengkap dengan melibatkan pihak luar yangdianggap memahami fenomena yang ada.

60 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

A. Penyusunan Alat Pengumpul DataAlat pengumpul data disingkat APD, biasa juga disebut

Instrumen Pengumpul Data, disingkat IPD peranannya sangatpenting dalam menentukan kualitas hasil penelitian. Apabila alatini tidak akurat, hasilnyapun tidak akan akurat. Penyusun alat,pengumpul data perlu memperhatikan berbagai segi. Pertama,bentuk pertanyaan menggunakan kata-kata yang mudahdimengerti oleh responden. Kedua, tidak menimbulkan penafsiranyang berbeda-beda. Ketiga, harus sesuai dengan maksud yangdiperlukan oleh penyusun.

Pertanyaan-pertanyaan tidak keluar dari ruang lingkuppermasalahan, melainkan mencakup variabel-variabel ataukonsep-konsep atau mendukung variabel-vriabel atau konsep-konsep yang tercakup dalam permasalahan. Mungkin akan lebihlancar membuat pertanyaan-pertanyaan apabila sebelumnyadibuat terlebih dahulu kisi-kisi. Setiap nomor dari identifikasimasalah, mempunyai variabel, variabel itu kemudian dirincimenjadi sub variabel; tiap sub variabel dirinci lagi menjadiindikator-indikator; dari indikator-indikator itu dibuatpertanyaan-pertanyaan, misalnya seperti Tabel 2 berikut

Tabel 2. Contoh Uraian Variabel dan IndikatorVariabel Sub-Variabel Indikator Pertanyaan

1 2 3 4

EtosKerjaMuslim

1. Aqidah 1. keyakinanakan taqdir

1 keyakinanbahwabekerja itukewajibanyang

4. Apakah anda pernahmemperoleh penjelasan dariustadz tentang keyakinan akantaqdir

5. Bila anda masih ingat bisakahanda menjelaskan inti dariajaran tersebut ?

6. Dsb.

1. Tolong pilih mana yang benardari tiga pertanyaan berikut :

BABIII

TEKNIK PENGUMPULAN DANANALISIS DATA

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 61

2. Moral Kerja

3. Budaya kerja

4. Efisiensi

datangnyadari Allah

1. kejujuran

2. Amanah

3. Menghindaridosa

1. Bekerja keras

2. Ulet

3. Dansebagainya

1. Penghematan

a. Bekerja itu semata-matahanya untuk memenuhituntutan hidup belaka

b. Bekerja itu semata-matauntuk memenuhiperintah Allah

c. Bekerja untuk mengikutikebiasaan saja

1. Tolong pilih salah satu jawabanyang tersedia, atas pertanyaanberikut . Dikala Anda bekerjadilakukan dengan :A. Jujur sekaliB. JujurC. Seimbang antara jujur

dengan tidakD. Tidak jujurE. Tidak jujur sama sekali

1. Apakah bila Anda memperolehamanah dari sesama teman,dilakukan semestinya? Pilihdiantara jawaban-jawabanberikut :a. Yab. Tidak

1. Bila Anda bekerja, apakah selalumenghindari dosa? Pilih jawabanyang paling cocok!a. Yab. Tidak

1. Apakah dalam mencari nafkahAnda lakukan dengan bekerjakeras? Pilih salah satu yangpaling cocok dari alternatifjawaban berikut :a. Keras sekalib. Kerasc. Seimbang antara keras

dengan tidakd. Tidak kerja kerase. Tidak kerja keras sama

serkali1. Apakah dalam bekerja Anda

lakukan dengan tekun? Pilihsalah satu jawaban yang palingcocok dan alternatif jawabanberikut :

a. Ulet sekalib. Uletc. Seimbang antara ulet

dengan tidakd. Tidak ulete. Tidak ulet sama sekali

1. Bila Anda memperolehkeuntungan, apakah Anda selaluhemat dalam penggunaannya?

62 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

2. Kesukaanmenabung

Dan sebagainya

Pilih satu dari alternatif jawabanberikut :a. Yab. Tidak

1. Apakah Anda suka menabung ?pilih satu dari alternatif jawabanberikut :a. Yab. Tidak

Dan sebagainya

Untuk lebih jelasnya ikutilah diagram berikut :1. Keyakinan akan takdir

Aqidah 2.Keyakinan bahwabekerja adalah kewajibandari Allah

1. Disiplin waktu2. Bekerja keras3. Kesederhanaan4. Rasionalitas5. Ketekunan

Etos Kerja Budaya Kerja 6. Keuletan7. Keberanian8. Keikhlasan9. Kemandirian10. Keterampilan11. Semangat kerja

1. KejujuranMoral Kerja 2. Amanah

3. Menghidari dosa

1. PenghematanEfisiensi

2. Kesukaan menabung

Setelah diketahui indikator-indikator variabel seperti terlihatpada diagram di atas, kemudian dibuat pertanyaan-pertanyaanbeserta alternatif jawabannya sesuai dengan pengukuran tiap-tiapindikator tersebut secara bertingkat dari positif ke negatif, sepertipengukuran yang diberikan oleh Likert. Setiap jawaban yangdiberikan oleh responden diberi skor yang diambil dari angka-angka5, 4, 3, 2, 1 (Oppenheim, 1978: 133). Bila akan memanipulasi frekuensi,maka peneliti tinggal menghitung jumlah responden yang menjawabtiap-tiap alternatif jawaban tersebut.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 63

Misal kedua, variabel tingkat kesejahteraan ekonomiterbagi kepada sub variabel tingkat ekonomi lemah, menengahdan tingkat tinggi, masing-masing mempunyai alat ukur sesuaidengan kenyataan lapangan. Tingkat kesejahteraan ruhani terbagikepada tingkat penguasaan hidayah yang terbagi kepada imandan ilmu, tingkat pemilikan kebebasan (hurriyah) terbagi kepadakebebasan berpikir, berbicara dan bertindak, tingkat kualitashidup jasamani terbagi kepada nafsu positif dan negatif. Haltersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

ImamRukun Iman

HidayahIlmu al-Qur'aniyah,Kauniyah

Nikmat BerpikirPositif, Negatif

Pemberian Kebebasan BerbicaraPositif, Negatif

Allah berbuatPositif, Negatif

Nafs PositifMentaati peraturan

HidupNafs NegatifMembangkang

Peraturan

Itulah contoh kisi-kisi dua variabel yang belum dikaitkandengan variabel lain. Bila kita kaitkan variabel Etos Kerja (EK) danStatus Sosial Ekonomi (SSE) secara linier antara X dan Y, dapat kitalihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Indikator Etos Kerja dan Status Sosial Ekonomi

Indikator Etos Kerja Indikator Status SosialEkonomi

Pada gambar 2 di atas, indikator Indikator SSE terdapat pada

64 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

EK buah dikemukakan 18 (X1 –X18 )

uraian di atas sebanyak 3 buah(Y1, Y2, Y3)

Itu sebuah percontohan hubungan linier anatara dua variabel EK (X)Y (SSE). Dan kita ingat kembali bahwa di dalam kehidupan

sosial terdapat banyak sekali variabel yang hubungannya rumit danberkait, bila dibuat diagramnya akan sulit dibaca karena rumitnya.

B. WAWANCARA SEBAGAI SENI BERTANYADilihat dari proses pengumpulan datanya, wawancara dapat

disebut ”(the art of asking the right question). Bagaimana merumuskanpertanyaan ? Siapa yang harus ditanya ? Siapa yang bertanya ? Dimana tempat bertanya? Kapan pertanyaan itu diungkapkan ?Bagaimana cara mencatat setiap jawaban yang muncul? Semua itumerupakan bagian dari “seni bertanya”.

Wawancara dalam penelitian merupakan salah satu darisejumlah metode pengumpulan data yang dapat digunakan untukmemperoleh informasi yang diperlukan. Selain wawancara, masihbanyak metode lain yang telah umum digunakan oleh para peneliti,seperti observasi, dokumentasi, angket, dan sebagainya. Seorangpeneliti boleh saja memilih salah satunya atau beberapa jenis darimetode-metode tersebut sesuai dengan kebutuhan. Tidak ada aturanyang mengharuskan atau melarang untuk menggunakan seluruhmetode tersebut untuk kepentingan suatu penelitian.

Penulisan sering menemukan seorang mahasiswa yangmengajukan proposal penelitian dengan mencantumkan seluruhmetode pengumpulan data. Ketika ditanya alasan merekamenggunakan seluruh metode dalam pengumpulan datanya, merekaberalasan kaena metode-metode itulah yang ditemukan dalam buku-buku penelitian. Jadi, mereka beranggapan bahwa metode-metodetersebut ‘harus’ digunakan dalam penelitian. Atau, jika tidakseluruhnya, salah satunya, seperti angket atau wawancara untukpengumpulan datanya.

Metode wawancara dan juga metode-metode lainnya, dipilihuntuk digunakan dalam penelitian hanya jika dipandang sesuaidengan jenis dan sumber data yang telah ditetapkannya. Jika sumberdatanya adalah seluruh anggota jamaah pengajian yang jumlahnyamencapai ratusan, agak sulit untuk memastikan bahwa wawancaramerupakan metode yang tepat digunakan. Sebaliknya, jika sumber itusangat terbatas hanya pada orang-orang tertentu yang memiliki

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 65

kompetensi di bidang yang diteliti, wawancara merupakan metodeyang tepat untuk digunakan.

Selain digunakan oleh peneliti, wawancara biasa digunakanoleh profesi lain, seperti wartawan, hakim, dan polisi. Selektivitassumbernya juga sama, yaitu orang-orang tertentu yang dianggapmengetahui atau mungkin terlibat langsung dalam kasus-kasus yangditeliti. Misalnya, jika seseorang ingin mengetahui apakah di UINBandung telah terjadi perubahan orientasi akademik berkenaandengan rencana perubahan status dari institut menjadi universitas,tidak semua Pembantu Rektor layak ditanya. Sebab, belum tentusemua pejabat rektorat menguasai masalah tersebut.

Persoalannya sekarang adalah mengapa seorang penelitimemilih wawancara sebagai metode dalam pengumpulan datanya ?Siapa saja yang akan dijadikan seumber informasi dalam wawancaratersebut ? Jika telah ditentukan sumber datanya, mengapa merekaterpilih untuk dijadikan sebagai sumber data ? Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, tidak sedikit peneliti yang menjelaskan secara rinci.Mereka hanya mencantumkan wawancara sebagai metodepengumpulan data tanpa menjelaskan mengapa ia menggunakanwawancara, dan bukan yang lain. Bahkan, tidak sedikit pula diantaranya yang hanya menjelaskan ‘apa itu wawancara’ dan bukan‘mengapa dilakukan wawancara’.

Jadi, pemilihan metode wawancara dalam penelitian selaludidasarkan pada pertimbangan tertentu sesuai dengan masalah dantujuan penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, biaya yangdiperlukan, dan sebagainya. Secara teknis, wawancara dilakukandengan terlebih dahulu mempersiapkan bahan-bahan atau pedomansebagai pegangan pokok peneliti. Bahan atau pedoman tersebutdisusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan meskipun dalampelaksanaannya, daftar pertanyaan itu masih sangat mungkin untukberubah atau bahkan berkembang.

Wawancara dapa dilakukan untuk memperoleh inforasitentang berbagai hal. Oleh karena itu, wawancara dimaksudkan,antara lain untuk mengonstruksikan mengenai orang, kejadian,kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dansebagainya, baik yang berkenaan dengan peristiwa sekarang, masalalu ataupun suatu prediksi masa datang. Itulah sebabnya. Allportmenyarankan untuk bertanya agar mengetahui apa saja tentangmanusia. Menurutnya, “If we want to know how people feel; what they

66 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

experience and they remember, what their emotions and motives are like, andthe reasons for acting as they do-why not ask them-.

Karena banyaknya persoalan yang melekat pada kehidupanmanusia, seorang peneliti perlu mengidentifikasi masalah-masalahyang akan ditanyakan. Hal apa saja yang akan ditanyakan?Bagaimana menyusun pertanyaan-pertanyaan? Sejauh manapertanyaan itu memiliki kekhususan? Berapa lama pertanyaan ituakan membutuhkan waktu? Serta bagaimana memfokuskanpertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan tujuan penelitian?Berkenaan dengan hal tersebut, Moleong (1998) mencatat sekurang-kurangnya ada enam jenis pertanyaan yang satu sama lain salingberhubungan, yaitu:1. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman dan perilaku.2. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai.3. Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan atau emosi.4. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan tentang suatu

objek.5. Pertanyaan yang berkaitan dengan indra, seperti dilihat, diraba,

didengar.6. Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau

demografi.

Dibandingkan dengan metode observasi, secara sederhana adaperbedaan khusus yang dimiliki metode wawancara ini. Misalnya,responden relatif menentu dan dapat dipercaya sebagai representasidari sampel yang dipilih, dan pertanyaan pun, meskipun dapatberkembang ketika wawancara dilakukan, telah terlebih dahuludirumuskan sesuai dengan tujuan penelitian.

Karena ciri-ciri tersebut, metode bertanya untuk selanjutnyadisebut wawancara memiliki kaitan yang erat dengan metodekuisioner. Bahkan pada kondisi responden tertentu, kedua metode inidapat berhimpit menjadi satu. Misalnya, diantara responden yangakan diminta untuk mengisi daftar pertanyan yang telah ditulisdalam bentuk angket, ternyata tidak dapat baca-tulis. Jalan keluarnyaadalah seorang peneliti dapat mewakili pesan-pesan tulisan melaluilisan dengan cara bertanya langsung. Selain itu, metode kuisionerjuga digunakan dengan pertimbangan besarnya jumlah respondenyang akan ditanya sehingga tidak mungkin seorang penelitimenanyai satu persatu responden.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 67

C. KUESIONER ATAU INTERVIEWSegera setelah memastikan diri untuk mengumpulkan data

dari sejumlah responden, seorang peneliti selanjutnya menentukanmetode yang akan digunakan yaitu kuisioner atau interview.Penentuan ini penting sebab tidak seluruh bentuk penelitianmemerlukan keduanya secara bersamaan. Bahkan, mungkin tidakkedua-duanya. Jika akan menggunakan salah satu dari keduanya,bentuk mana yang akan digunakan tentu saja banyak dipengaruhioleh berbagai faktor.

Misalnya, Anda akan meneliti lapangan pekerjaan yangdigeluti para alumni UIN Sunan Gunung Djati. Secara geografis, paraalumni tersebar di seluruh pelosok Jawa Barat. Dari segi bentukpekerjaan yang digarapnya pun, merek tersebar di berbgai instansiatau lembaga. Sekalipun alamatnya secara lengkap masih dapatdiperoleh dari kantor kemahasiswaan dan kantor Ikatan Alumni (IKA),anda akan mengalami kesulitan untuk mewawancarai setiap anggotasampel yang telah dipilih. Pilihan yang relatif sulit dihindari adalahdengan cara mengumpulkan data melalui kuisionr tertulis (mailedquetionaire). Di sini, wawancara hampir tidak dapat dilakukan samasekali. Untuk mendukung keputusan sikap memilih metode tersebutadalah adanya kenyataan bahwa dalam beberapa hal responden jugarelatif homogen dan dapat baca tulis.

Contoh lain, sebuh penelitian yang dilakukan terhadap kasuskonversi agama. Dari kantor kelurahan, diperoleh data daftar namaorang yang berpindah agama, dari satu agama ke agam yang lain.Data tersebut juga menunjukkan beberapa alasan formal mengapamereka berpindah agama, mengapa meninggalkan agama “Y” danmemilih agama “X” sebagai agama barunya, serta apakahperpindahan juga melibatkan semua anggota keluarga yangberpindah agama atau tidak.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa konversi agama tidakpernah terjadi begitu saja. Akan tetapi, selalu ada sesuatu yangmelatarbelakanginya. Untuk mengetahui data lebih jauh, seorangpeneliti dapat melakukan wawancara mendalam (in-depth interview)terhadap responden yang dipilih, yang dalam kasus tersebut adalahpara pelaku konversi.

D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN WAWANCARADibandingkan dengan metode pengumpulan data –khususnya

kuesioner- metode wawancara personal interview atau disebut juga

68 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

person to person interview) memiliki beberapa kelebihan sekaligusbeberapa kelemahan. Metode wawancara dipilih, antara lain karenatidak memungkinkannya menghimpun data, baik melalui angketmaupun observasi. Beberapa daktor yang mempengaruhipertimbangan untuk meninggalkan metode angket dan observasiseperti disebutkan di atas akan dibahas pada sesi khusus.

Secara praktis, wawancara membuka peluang bagi terjadinyainteraksi verbal antara responden (interviewee) dan pewawancara(interviewer). Oleh karena itu, metode ini memiliki kelebihan kekuaandalam mengungkapkan informasi yang relative lebih kompleks dansensitif, yang sering kali menjadi lapangan penelitian yang menarikbagi para peneliti sosial.

Kedalaman informasi dapat diperoleh melalui pendekatanpersonal dengan pertimbangan situasional saat wawancaradilakukan. Sebab, dengan wawancara (terbuka), seorangpewawancara dapat mengembangkan pertanyaan (probing) sesuaidengan tantangan yang muncul serta alur respons yang muncul.Pengalaman-pengalaman responden yang tidak pernah didugasebelumnya, padahal dianggap relevan dengan masalah yang sedangditeliti, dapat pula muncul mengikuti alur komunikasi antarpribadiyang sedang berlangsung.

Kelebihan lain yang dimiliki metode wawancara adalah dapatdigunakan untuk memperoleh data dari responden yang masihkanak-kanak dan orang yang tidak dapat baca tulis sekalipun, sertamereka yang memiliki kapasitas terbatas. Pada situasi komunikasiperson-to-person, respon nonverbal dapat sekaligus menyatu dalamalur penyampaian pesan-pesan verbal sehingga isyarat tersebut dapatdicatat sebagai bahan informasi tambahan yang mungkin bergunabagi kepentingan penelitian.

Meskipun merupakan metode penghimpunan data melaluikomunikasi antarpribadi, wawancara dapat pula dilakukan terhadapsuatu keluarga atau kelompok. Seorang interviewer melakukanpengumpulan data melalui sekelompok atau kumpulan orang sebagairesponden yang telah ditentukan (assembled set of selected respondents).Dalam peristiwa seperti ini, responden dapat saja saling memberikankontribusi, saling mendukung, atau saling membantah dengansesama anggota responden lain sehingga informasi yang terkumpullebih dari target sebelumnya.

Apabila pada situasi tertentu, kuesioner dapat dikirim danditerima melalui pos, wawancara dapat juga dilakukan melalui

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 69

telepon. Meskipun secara ekonomis, wawancara melalui telepondapat saja menjadi lebih mahal, respons jauh lebih memungkinkanuntuk diterima. Sebab, peluang responden untuk tidak memberikanjawaban pada percakapan melalui telepon menjadi lebih kecildibandingkan dengan peluang responden untuk tidak memberikanjawaban pada percakapan melalui telepon menjadi lebih kecildibandingkan dengan peluang responden untuk tidakmengembalikan kembali jawaban kuesioner dengan pos.

Dengan demikian, pada kasus tertentu, pengumpulan datadengan wawancara dapat memakan biaya amat besar. Ditambah lagidengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendatangi setiapanggota sampel. Jenkins sendiri dalam “Social Work Research”menyimpulkan, “The interview is time-consuming and expensive, andrequires training and skill for field application.” Sebab, keterampilanseseorang-khususnya apabila melibatkan orang lain untuk membantumengumpulkan data-lebih mudah dilakukan dengan penyebaranangket dibandingkan wawancara. Atas pertimbangan tersebut,pemilihan metode kuesioner atau wawancara ditentukan pula olehbesar kecilnya ukuran populasi dan atau sampel yang dijadikansumber informasi.

E. PERTANYAAN TERBUKA DAN TERTUTUPSeperti hanya pada metode kuesioner, wawancara juga

memerlukan daftar pertanyaan yang disusun sesuai dengan bentukdata yang diperlukan. Bedanya, kalu dalam kuesioner, pertanyaandapat berkembang atau terbatas hanya pada daftar pertanyaan yangsudah disusun, sedangkan pada wawancara, meskipun pertanyaansudah dipersiapkan sebelumnya masih ada kemungkinan untukdikembangkan pada saat wawancara dilaksanakan.

Dilihat dari sisi bentuk dan kesempatan memberikan jawaban,biasanya pertanyaan-pertanyaan disusun dan dibedakn dalam duabentuk pertanyaan, yaitu terbuka atau tertutup, terstruktur atau takterstruktur. Pada pertanyaan terstruktur, semua respon memilikipilihan yang sama. Seluruh pertanyaan disajikan dalam cara dan gayayang sama serta disusun dalam urutan yang sama juga. Oleh karenaitu, diperlukan kehati-hatian peneliti dalam mencatat setiap jawabanyang diberikan responden. Misalnya, dalam penelitian yang bertujuanmenghimpun data tentang sikap alumni UIN terhadap lapanganpekerjaan yang tersedia, dapat dirumuskan pertanyaan tertutup,

70 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

seperti “Sejauh yang Anda ketahui, Anda dapat mengatakan bahwa(cek salah satunya):1. Lebih banyak lapangan pekerjaan yang tersedia dibandingkan

dengan jumlah alumni tiap tahunnya.2. Sebanding antara jumlah alumni UIN dengan banyaknya

lapangan pekerjaan yang tersedia.3. Lebih sedikit lapangan pekerjaan yang tersedia dibandingkan

dengan jumlah alumni UIN tiap tahunnya.4. Tidak tahu.

Terhadap bentuk pertanyaan di atas, seorang responden hanyamempunyai kesempatan untuk memilih alternatif-alternatif yangtersedia dan seorang peneliti menuliskannya atau menandainyadengan jawaban yang diberikan responden.

Sebaliknya, pada bentuk pertanyaan di atas, seorangresponden sepenuhnya dapat mengembangkan jawabannya sendiri.Misalnya, bentuk pertanyaannya dapat dirumuskan, apa yang dapatAnda rasakan tentang pekerjaan Anda sekarang? Pertanyaan berikutnyadapat dirumuskan seketika mengikuti alur jawaban yang diberikanresponden, atau dapat juga berdasarkan pertanyaan yang telahdirumuskan terlebih dahulu.

Keseluruhan isi wawancara dapat mengikuti “kepalamasalah” yang pertama kali diajukan dengan memberikankeleluasaan kepada responden untuk mengungkapkan apa saja yangdianggapnya berhubungan dengan masalah yang ditanyakan peneliti.Oleh karena itu, terhadap data yang dikumpulkan melalui bentukpertanyaan seperti itu, seorang peneliti dapat memilihnya sekaligussesuai dengan kebutuhan. Bahkan, boleh jadi, setelah melakukanwawancara seperti itu, terjadi pergeseran arah peneliti atauperubahan pokok masalah yang diteliti.

Bentuk wawancara yang memberikan kesempatan lebih aktifkepada responden, biasanya sangat berguna untuk penelitianeksplorasi dan tujuan penelitiannya lebih difokuskan pada usahamempertajam masalah penelitian untuk lebih terstruktur lagimerumuskan kegiatan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.Selain itu, metode wawancara seperti ini biasa juga digunakan dalamwawancara terpusat (focused interview), yaitu responden yangdiwawancarai telah terlebih dahulu terlibat dalam situasi tertentuyang telah dianalisis untuk suatu kepentingan penelitian. Wawancarabiasanya difokuskan pada pengalaman subjektif responden untuk

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 71

diminta keterangannya secara lengkap tentang situasi yangdialaminya.

Dalam beberapa penelitian social, kedua bentuk wawancara diatas –terbuka dan tertutup- sering kali digunakan secara terpadu.Sebagian pertanyaan dilengkapi dengan alternatif jawaban yang telahditentukan berdasarkan topik tertentu, dan sebagian lainnyadirancang secara terbuka dengan memberikan kebebasan kepadaresponden untuk menjawabnya. Penggunaan kedua bentuk tersebutsecara terpadu dimaksudkan untuk saling melengkapi data sesuaidengan sumber data yang dipilihnya.

Kedua bentuk di atas, pada praktiknya memang memilikikelebihan dan kelemahan. Wawancara terbuka, pada umumnya,memberikan kemudahan kepada responden untuk menjawabnyasecara objektif, tetapi relatif lebih sulit dalam proses analisis. Adapunwawancara tertutup adalah sebaliknya, kadang-kadang dapatmenyulitkan responden, tetapi memudahkan penelitian dalam prosesanalisis.

Berkenaan dengan validitas kedua bentuk alat tersebut,Dohrenwend (1965) pernah melakukan pengujian terhadap keduanya.Hasilnya, ternyata menolak hipotesis yang menyatakan bahwa hal-halyang bersifat personal –termasuk di dalamnya perasaan- hanya dapatdiungkapkan melalui bentuk wawancara terbuka. Bahkan,temuannya yang diperoleh melalui studi eksperimen tentangpenggunaan kedua bentuk alat tersebut menyatakanbahwawawancara tertutup justru memiliki tingkat efektivitas yang lebihtinggi dibandingkan dengan wawancara terbuka.

Untuk keperluan efektivitas pengumpulan data, seorangpeneliti (dalam hal ini pewawancara) perlu terlebih dahulumempertimbangkan aspek keselarasan (matching) antarapewawancara dan yang diwawancara. Beberapa faktor seperti etnik,seks, usia, dan pengalaman ikut pula mempengaruhi efektivitastersebut. Hyman (1954) pernah membuktikan hal tersebut, melaluipenelitiannya tentang hubungan faktor-faktor di atas dan hasilinformasi yang diperoleh melalui wawancara.

Sebuah contoh sederhana, misalnya penelitian tentangpengaruh kehamilan terhadap efektivitas kerja ibu-ibu DharmaWanita UIN Sunan Gunung Djati yang menggunakan wawancarasebagai salah satu metode pengumpulan datanya, dengan melibatkanpara peneliti pria setengah tua. Para peneliti disebarkan untukmewawancarai sejumlah ibu dosen dan karyawan yang sedang hamil.

72 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Diduga kuat bahwa informasi yang didapat tidak akan selengkapyang diharapkan. Alasannya sederhana, karena responden tidak akanlebih terbuka mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dan‘rahasia ibu-ibu’. Padahal, hal-hal yang disembunyikan itulah yangdibutuhkan oleh penelitian.

Selain faktor-faktor di atas, bahasa juga merupakan faktoryang cukup penting. Bahasa digunakan bukan saja sebagai alat untukmengungkapka pesan-pesan, tetapi juga sebagai alat untukmempererat hubungan antara peneliti dan responden. Kesamaanbahasa yang digunakan, umpamanya, ikut mempengaruhi kedekatanhubungan antara pewawancara dan yang diwawancara.

Untuk beberapa kasus masyarakat Desa-Sunda, misalnyabahasa Indonesia tidak asing lagi di telinga dan perasaannya,wawancara dengan menggunakan bahasa Sunda pada umumnyaakan berlangsung lebih baik. Sebab, ada beberapa kosakata bahasaIndonesia yan apabila digunakan dalam masyarakat Desa-Sundamenjadi kurang pas.

Selama wawancara berlangsung, seorang peneliti hendaknyamencatat setiap informasi yang diperolehnya. Dalam wawancaratertutup, tentu saja pewawancara tinggal menandai alternatif jawabanyang cocok dengan yang disampaikan responden. Akan tetapi,berbeda masalahnya dengan wawancara terbuka. Karena untukmenjaga kesinambungan alur komunikasi, pewawancara biasanyalebih suka mengingat-ingat apa yang didengarnya ketimbangmencatatnya. Hal ini mengandung risiko yang tidak kecil, misalnyaterlalu bertumpuknya informasi sehingga sulit diorganisasi, bahkandapat saja hilang dari ingatan alias lupa.

Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti biasanya dilengkapidengan tape recorder. Keuntungan cara ini adalah akurasi informasirelatif lebih dapat dipertanggungjawabkan sebab semua isipembicaraan terekam secara utuh. Hanya saja perlu juga dicatatbahwa terkadang masih ditemukan adanya responden yang tidakakrab dengan peralatan elektronik masih ditemukan adanyaresponden yang tidak akrab dengan peralatan elektronik seperti itu,alias keberatan. Di samping itu, mentranskrip data yang terekamuntuk kepentingan pengolahan biasanya memakan waktu yangcukup lama.

F. ASPEK KOMUNIKASI DALAM WAWANCARAEfektivitas wawancara banyak bergantung pada proses

komunikasi yang dibangun oleh seorang pewawancara

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 73

(komunikator) dengan orang yang diwawancarai (komunikan). Darisisi bentuknya, komunikasi yang berlangsung dalam kegiatanwawancara adalah komunikasi interpersonal atau komunikasiantarpribadi. Oleh karena itu, untuk memelihara suasana wawancaraagar tetap hangat dan terbuka, berlaku norma-norma komunikasiinterpersonal.

Sekurang-kurangnya ada tiga faktor yang mempengaruhiefektivitas komunikasi antarpribadi, seperti yang banyak dilakukandalam kegiatan wawancara, yaitu lingkungan fisik komunikasi itudilakukan, situasi sosio-kultural, dan hubungan sosial antara pelakukomunikasi. Suasana wawancara juga termasuk yang dipengaruhifaktor ini.

G. WAWANCARA SEBAGAI PROSES TUKAR INFORMASIWawancara merupakan kegiatan komunikasi melalui proses

pertukaran informasi antara peneliti dan sumber informasi. Apabilaseorang peneliti mengajukan pertanyaan dalam bentuk dan cara yangtepat, baik dalam rumusannya maupun dalam cara-carapenyampaiannya, jendela tersebut akan tertutup rapat.

Oleh karena itu, seorang peneliti harus mampu merumuskanpertanyaan-pertanyaan yang akan dijadikan alat bantu dalammengungkap informasi secara benar dan memadai, sekaligusmenguasai cara dan etika menyampaikannya. Daftar pertanyaan itutidak selalu harus tertulis. Mungkin, ada daftar pertanyaan sudahdikuasainya tanpa harus membuka-buka catatan, sehinggawawancara dapat berlangsung secara lebih terbuka dan komunikatif.

Pada praktiknya, wawancara membutuhkan kesabaran,percaya diri, dan ketekunan dalam mendengarkan seluruh responyang diberikan sumber informasi. Bersamaan dengan itu, seorangpeneliti juga dituntut untuk mampu melibatkan perangkat mentalnyadalam situasi pembicaraan secara aktif, melakukan observasisederhana, dan menyerap setiap informasi yang diberikan olehresponden.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah seorang penelitidituntut memiliki seni dan keterampilan bertanya yang memadaisekaligus mencatat setiap informasi yang didengarnya. Lebih-lebihketika wawancara dilakukan melalui telepon, seni, dan keterampilanbertanya, mencatat, dan mengingat menjadi faktor yang sangatmempengaruhi keberhasilan pekerjaan peneliti.

74 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Oleh karena itu, khusus untuk kegiatan wawancara melaluitelepon, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, sebelum menelpon responden, pahami terlebihdahulu masalah-masalah yang akan ditanyakan. Kemudian buatlahdaftar pertanyaan dan berbicara dengan mengacu pada catatantersebut selama catatan itu dipandang dapat membantu.

Kedua, perlu diingat kembali bahwa Anda adalah seorangpeneliti. Kemukakan kepada responden bahwa apa yang ditanyakanmerupakan bahan yang akan ditulis dalam laporan hasil penelitian.

Ketiga, sering kali sumber yang akan diwawancarai adalahseorang yang memiliki sekretaris yang mengetahui dan mengaturjadwal kegiatannya. Dalam kasus seperti ini, kemukakan maksud dantujuan Anda dengan singkat dan jelas. Setelah itu, mulailah berbicaradengan terlebih dahulu memperkenalkan diri Anda. Bicaralah secaraspesifik. Siapa pun yang menerima telepon, kemukakan siapa Andayang sesungguhnya, apa status atau posisi Anda, dan informasimodel apa yng diinginkan.

H. MERENCANAKAN WAWANCARABerkenaan dengan kegiatan wawancara, khususnya untuk

mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan. Bruce D. Itule (1991)menunjukkan tiga langkah yang biasa dilakukan oleh para peneliti,yaitu :1. penyusunan dan perencanaan wawancara2. pelaksanaan kegiatan wawancara3. hal-hal penting sesudah wawancara

Setelah memastikan siapa yang akan diwawancarai, rumuskanmasalah-masalah yang akan ditanyakan. Kalau rumusan yang akandijadian pedoman selesai disusun, segera membuat perencanaanuntuk mengadakan wawancara agar wawancara tersebut berjalansecara efektif dan efisien Untuk kelancaran wawancara, seorangpeneliti biasanya menempuh cara-cara tertentu, berdasarkanpengalamannya atau dapat pula mengikuti langkah-langkah yangdisarankan Itule, seperti berikut ini.

Pertama, membuat janji. Jika deadline tidak terlalu dekat,buatlah janji terlebih dahulu dengan responden yang akandiwawancarai. Untuk kepentingan penelitian, deadline biasanya relatiflebih fleksibel sehingga seorang peneliti dapat menyusun jadwal lebihdahulu untuk mengadakan wawancara. Berbeda dengan peneliti,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 75

untuk keperluan penulisan berita pada media masaa, para reporterbiasanya jarang sekali mempunyai cukup waktu untuk melakukanwawancara lebih jauh. Dalam keadaan seperti itu, wawancara cukupdilakukan saat suatu peristiwa terjadi. Misalnya, ketika kebakaran.

Perencanaan wawancara juga dapat menolong memperlancarhubungan antara peneliti dan responden. Selain membuat penelitilebih siap, perencanaan juga sekaligus member kesempatan kepadanarasumber untuk mempersiapkan bahan dan jawaban yang lebihlengkap dan dibutuhkan. Perencanaan dapat dilakukan melaluitelepon atau melalui surat. Bahkan, jika perlu, seorang peneliti dapatterus membuntuti sumber informasi sampai kesepakatan waktu dantempat wawancara dapat diperoleh. Ia dapat terus melakukan kontakdengan sekretarisnya atau public relation officer (PRO) yang selaluhadir di tempat kerja responden. Cara-cara seperti ini juga dapatmemberikan peluang untuk menemukan sumber informasi yangmasih ‘tersembunyi’, yang tidak tampak karena terhalang olehsumber lainnya.

Kedua, mengidentifikasi diri sendiri sebagai seorang penelitidan lembaga tempat peneliti bekerja. Kepada responden yangdihubungi untuk diwawancarai, kemukakan kepadanya bahwa diasedang berbicara dengan seorang peneliti dari lembaga tertentu.

Setelah mempublikasikan hasil wawancaranya, iabertanggungjawab untuk mengontrol apa yang mereka bicarakan.Hindari adanya kesan dibohongi agar tidak ada tuntutan atau salingmenyalahkan jika ada yang menanggapi pernyataan-pernyataan yangdiperoleh dari hasil wawancaranya secara berseberangan.

Ketiga, mempertimbangkan kesiapan sumber berita, kapan dandi mana wawancara dianggap cocok olehnya. Kesempatan berbicarapada situasi wawancara pada umumnya lebih banyak diberikankepada responden. Peneliti hanya menyampaikan beberappertanyaan, baik yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yangsecara spontan terumuskan sebagai respons balik atas jawaban yangdiberikan sumber.

Oleh karena itu, berikan kesempatan kepadanya untukmemilih dan menentukan waktu dan tempat sendiri. Akan tetapi, jikaresponden tersebut menyerahkannya kembali kepada peneliti, segerapertimbangkan waktu yang dimiliki dan kesempatan pengejaransumber informasi lainnya. Mungkin untuk menghimpun informasiatau komentar yang diperlukan dalam suatu penelitian, peneliti harusmewawancarai sumber-sumber lainnya. Jangan berasumsi bahwa

76 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

kebanyakan sumber akan menyerahkan masalah waktu dan tempatwawancara kepada peneliti.

Keempat, menjelaskan permasalahan yang akan ditanyakan.Untuk memberikan kejelasan kepada responden, sampaikankepadanya alur cerita serta permasalahannya. Tentu saja, tidak perlupenjelasan yang terlalu rinci, tetapi paling tidak sumber informasimengetahui masalah yang sedang dikerjakan oleh peneliti dan ia akanmeminta keterangan atau komentar yang berkaitan dengan masalahtersebut. Dengan demikian, sumber akan menyadari apakah iamerasa memiliki kompetensi yang memadai untuk membicarakanmasalah tersebut atau tidak. Sebab, sumber juga memiliki hak untukmenolak untuk diwawancarai jika topik yang akan dibicarakannya diluar kompetensi yang dimilikinya. Hal ini sekaligus akan menolongsumber untuk tetap rileks sebelum peneliti memulai bertanya.

Selain itu, penting juga untuk disampaikan kepadanarasumber tentang waktu yang dibutuhkan untuk wawancaratersebut. Mereka pada umumnya adalah orang-orang sibuk, denganagenda kegiatan kegiatan yang sangat ketat, sehingga perlu mengaturdan memanfaatkan waktu selamat mungkin. Jika sumbermenyediakan waktu hanya beberapa menit saja, segera terima dangunakan. Hal tersebut lebih baik daripada tidak sama sekali, that isbetter than nothing. Yang paling penting dalam hal ini adalahwawancara sekalipun sangat singkat. Sebab, biasanya sekali orangmulai bicara, ia akan terus berbicara tanpa mengingat limit waktuyang telah ditetapkannya sendiri. Di sinilah seorang peneliti haruspandai-pandai memanfaatkan kesempatan yang ada dibalik watakmanusia pada umumnya yang memang menguntungkan.

Kelima, berpindahan baik dan sopan. Untuk kalangan tertentu,ada sumber yang hanya akan merasa dihargai jika peneliti yangmenemuinya berpenampilan meyakinkan, misalnya berpakaianserasi, bersepatu, dan rambut disisir rapi. Akan tetapi, tidak berartibahwa peneliti harus berpakaian lengkap, berjas, dan berdasi. Adapula sumber yang tidak pernah mempertimbangkan hal-hal di luaresensi, termasuk soal penampilan. Jadi, karena secara psikologispenampilan juga termasuk salah satu faktor yang memperlancarkomunikasi, yang dimaksud baik dan sopan di sini lebihdititikberatkan pada usaha membangun kesan yang cocok, serasi,comfortable dengan selera sumber yang diwawancarai, atau dengansituasi kapan dan di mana wawancara dilakukan.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 77

Keenam, tepat waktu. Datang tepat waktunya, sesuai denganjanji yang sudah disepakati. Datang lebih awal akan menunjukkaninisiasi dan apresiasi yang tinggi. Sebab, penghargaan peneliti yangtinggi terhadap waktu akan menambah kepercayaan sumber kepadaAnda, mungkin lebih dari yang ia duga sebelumnya.

Jika datang terlambat, jangan terlau berharap bahwa penelitiakan dilayani secara maksimal. Satu hal yang lebih jelek daripadadatang untuk wawancara tanpa persiapan adalah datang terlambat,jauh di luar waktu yang telah dijanjikan. Karena itulah, Itulememberikan nasihat agar tidak membuat jadwal untuk respondensesudah yang lain-lainnya. Sebab, dalam hal ini sumber adalah satusesudah yang lain-lainnya. Sebab, dalam hal ini sumber adalah satusatunya orang yang memiliki waktu, bukan peneliti.

I. MELAKUKAN WAWANCARAPada saat wawancara dilakukan, seorang peneliti harus

memperhatikan beberapa hal penting, seperti tipe pertanyaan dancara menanyakannya. Demikian pula struktur dan tema pokokmasalah atau tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Penelitiharus mencatat setiap jawaban dengan tepat dan cepat. Jikamenggunakan media telepon, ia harus memahami etika berbicaramelalui telepon. Ia harus mampu mengatasi gaya atau cara berbicarasumber yang kurang atau bahkan tidak komunikatif. Pada saat yangsama, seorang peneliti juga harus memahami tipe-tipe wawancarayang akan dilakukannya, seperti wawancara untuk bahan primer ataubahan sekunder.

Dilihat dari pokok persoalan (subject matter) dan tipe orangyang diwawancarai, menurut Bruce D. Itule, ada dua pola wawancara.

Pertama, funnel interview, yaitu pola wawancara yang disusunseperti bentuk corong atau cerobong (funnel). Funnel interviewmerupakan pola yang paling baik digunakan dan paling rileksdirasakan, baik oleh sumber maupun leh peneliti sendiri. Sebab,dalam pola ini, pertanyaan-pertanyaan yang berat dan serius sedapatmungkin dikemas dan diubah sebaliknya. Pola wawancara seperti inibiasanya diawali dengan perbincangan sekitar latar belakang, sepertiini biasanya diawali dengan perbincangan sekitar latar belakang,seperti sudah berapa lama Bapak (atau Ibu) bekerja di perusahaan ini?Di mana Bapak (atau Ibu) dilahirkan? Dan seterusnya.

Pola wawancara ini sangat berguna, terutama dalam halberikut ini .

78 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

1. Sumber berita tidak termasuk orang yang biasa diwawancara,sehingga masih dipandang perlu mencairkan suasanapsikologisnya yang mungkin dapat menghambat jalannyakomunikasi.

2. Lamanya wawancara tidak menjadi masalah karena mungkinpenelitinya tidak sedag dikejar-kejar deadline atau karenasumbernya sendiri menyediakan cukup banyak waktu untukwawancara.

3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan latar belakang seperti diatas memang perlu dinyatakan.

Kedua, inverted-funnel interview, yaitu pola wawancara yangdisusun seperti cerobong terbalik. Disini, seorang peneliti langsungmenanyakan masalah pokok tanpa harus memulainya denganpertanyaan-pertanyaan umum dan ringan. Pola wawancara seperti inibanyak digunakan, terutama bagi sumber informasi yang terbiasadiwawancarai. Pendapat dan kata-katanya hampir selalu dapatdijadikan bahan rujukan para peneliti. Dalam keadaan sepertiitu,seorang peneliti dapat langsung bertanya kepada sumber tentangmasalah pokok yang berkenaan dengan tema yang sedang ramaidibicarakan.

Dalam wawancara, sering muncul masalah-masalah yanglebih bersifat pribadi. Akan tetapi, semua orang merasa bebas untukmengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya pribadi (personalquistion). Banyak di antara peneliti yang merasa berat untukmemasuki masalah-masalah seperti itu, bahkan, bagi seorang penelitiyang sudah berpengalaman pun, ia masih membutuhkan waktu agaklama ketika akan bertanya kepada seorang ibu yang tengah berdukakarena anaknya meninggal dalam suatu tragedi beberapa harimenjelang pernikahannya.

Menghadapi situasi seperti itu, seorang wartawan “The PhoenixGazette”, Maren Bingham, menyarankan untuk duduk lebih rileks, lalumulailah bertanya tentang masalah yang lebih umum, berperilakusimpatik, serta membangun hubungan yang lebih personal, tanpaharus memperlihatkan book-notes ataupun tape recorder.

Berkenaan dengan kekhususan dalam mengungkap masalahyang bersifat pribadi, Binham dan Dilon lebih jauh memberikanbeberapa petunjuk praktis seperti berikut.

Pertama, buatlah persiapan sebelum wawancara. Usahakanmengetahui lebih dulu masalah-masalah umum lainnya yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 79

berkenaan dengan sumber sebelum memasuki masalah-masalahkehidupannya yang lebih pribadi.

Kedua, usahakan wawancara secara face-to-face. Cara ini lebihmempermudah sumber untuk mengungkapkan masalah-masalahpribadinya daripada berbicara melalui telepon.

Ketiga, wawancara dilakukan dalam cara yang rileks (in acasual setting). Hal ini membuat sumber ikut rileks sehingga ia dapatmemberikan informasi secara lebih terbuka dan lebih terus terang.

Keempat, bukalah suasana yang masih tampak dingin dan kakudengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih bersifat umum. Adabaiknya wawancara dapat berlangsung tanpa catatan atau taperecorder.

Kelima, jika wawancara tetap menggunakan tape recorder,cobalah untuk tidak langsung menghidupkan alat bantu tersebut, berikesempatan kepada sumber untuk menemukan suasana nyaman bagidirinya.

Keenam, kadang-kadang ada baiknya bagi peneliti untukmembiarkan sumber berbicara sendiri tanpa harus dumulai denganpertanyaan. Kalaupun bertanya, buatlah pertanyaan yang dapatmembuka jawaban lebih luas. Misalnya, lebih baik bertanya, bisakahibu menceritakan sedikit tentang anak ibu? Daripada bertanya,bagaimana anak ibu meninggal dalam peristiwa itu?

Ketujuh, beri kata-kata pengantar sebelum bertanya langsung.Dalam keadaan seperti ini, terkadang sumber lebih mudah menjawabpertanyaan pengantar daripada pertanyaan pokok. Misalnya, denganlebih dulu meminta maaf apabila kedengarannya menganggu ataubahkan menambah masalah baru.

Kedepan, bujuklah dengan sopan sumber berita yang tidak maumemberikan komnetar. Jawaban no comment yang diberikanresponden mungkin disebabkan ia belum mengerti pentingnyakomentar dalam penelitian yang sedang dilakukan.

Selama wawancara dilakukan, seorang peneliti tidak cukuphanya bertanya dan mendengarkan jawaban. Masih ada beberapa halyang harus diperhatikan agar semua informasi yang telah diberikansumber informasi tidak ada yang hilang karena lupa atau terlewatkan.

J. HAL-HAL PENTING SESUDAH WAWANCARAKelengkapan informasi seperti disebutkan di atas, terutama

dimaksudkan untuk memperlancar proses penulisan laporanpenelitian. Oleh karena itu, ciptakan suasana wawancara yang

80 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

mampu memelihara pembicaraan lebih panjang. Ajukan pertanyaan-pertanyaan sampai sumber berita berhenti sendiri menutuppembicaraan. Hindari keadaan sebaliknya. Biasanya, penelitikehabisan pertanyaan pada saat sumber masih ingin lebih lamaberbicara. Kata-kata kunci sering kali muncul diujung wawancaraketika responden merasa betul-betul rileks dalam berbicara.

Di akhir wawancara, sampaikan penghargaan dan ucapanterima kasih kepada sumber dan tidak lupa untuk menanyakan, “Kemana saya dapat menghubungi Bapak secara langsung atau melaluitelepon jika sewaktu-waktu saya membutuhkan konfirmasi atautambahan informasi pada saat penulisan laporan penelitian?“Pertanyaan seperti ini sangat bermanfaat bukan saja untukmempermudah peneliti ketika membutuhkan tambahan informasi,tetapi sekaligus memberikan keyakinan kepada sumber bahwapeneliti selalu berusaha mendapatkan informasi fakta yang akurat.Dengan demikian, kekhawatiran sumber tentang kemungkinanadanya penulisan hasil penelitian yang tidak akurat ataumerugikannya dapat berkurang atau bahkan hilang sama sekali.

K. MENGAPA TEKNIK WAWANCARA DIGUNAKANBerikut adalah contoh sederhana tentang penjelasan

penggunaan metode wawancara dalam suatu penelitian tentang“Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama”.

1. Sumber DataSejumlah informasi yang diperlukan untuk kepentingan

penelitian sekurang-kurangnya berasal dari dua sumber, yaitusumber dokumenter termasuk bahan kepustakaan dan sumberlapangan. Sumber dokumenter dan bahan kepustakaan diperlukanuntuk mengungkap fakta-fakta terdahulu (historis), sedangkanbahan lapangan merupakan sumber informasi saat penelitiandilakukan.

Meskipun demikian, kedua sumber tersebut tidakberdiri sendiri, tetapi satu sama lain saling melengkapi. Disamping itu, sejumlah hasil penelitian terdahulu yang relevandengan objek pokok yang sedang diteliti juga menjadi bagian darisumber informasi yang penting dan tidak terpisahkan. Berbagaitelaah mengenai NU dengan perspektif yang bervariasi telahbanyak dilakukan sebelumnya.

Hampir semua kajian mengenai NU dilakukan dengancara menelusuri perjalanan sejarah yang dilaluinya sejak masa

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 81

kelahirannya hingga saat-saat kajian dilakukan. Misalnya, Feillard(1999), Karim (1995), Bruinessen (1994), Haidar (1994), Fatoni danZen (1992). Sitompul (1989), dan Anam (1985). Hasil-hasil kajian inidigunakan sebagai sumber informasi untuk memahami petaperjalanan sejarah yang melatarbelakangi perilaku politik NUpada kurun 1970-1990. Hal ini didasarkan pada satu asumsibahwa sejarah berjalan secara kontinu dan secara dialektismelahirkan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan tuntutanzamannya. Selain digunakan sebagai sumber informasi, kajianterdahulu juga diperlukan untuk mempertimbangkan posisiorisinalitas penelitian, terutama untuk menghindari duplikasi.

Dengan mempertimbangkan rumusan masalah yangditeliti, sumber-sumber informasi tersebut digunakan secarafleksibel, sesuai dengan kepentingan masing-masing bahasan.Ketika menelaah perilaku politik NU pada momentum fusi 1973,misalnya, penelitian akan memusatkan perhatian utamanya padabahan kepustakaan, termasuk di dalamnya dokumentasi,sedangkan sumber-sumber lapangan ditempatkan sebagai bahaninformasi pelengkap yang akan diperoleh melalui wawancaradengan narasumber yang dianggap memiliki kapasitas dalambidang yang diteliti. Sebaliknya, ketika mengungkap partisipasipolitik NU pada akhir tahun 1990-an, telaah lapangan melaluiobservasi dan wawancara merupakan rujukan utamanya denganmenempatkan kajian kepustakaan, seperti buku-buku tulisantentang NU, sebagai rujukan sekundernya.

2. Penelitian KepustakaanAda banyak sumber data untuk kepentingan penelitian

kepustakaan yang dapat dipakai, baik sumber primer, sepertidokumen organisasi NU sendiri maupun sumber sekunder, sepertibuku-buku mengenai NU yang ditulis oleh para pengamat danpeneliti luar NU sesuai dengan latar belakang akademiknyamasing-masing.

Berkenaan dengan hal tersebut, telah banyak tulisanyang bernilai akademik mengenai NU, khususnya penelitianyang diangkat untuk tujuan penelitian disertasi. Fenomena NUdalam berbagai nuansa sosial politik juga secara mencolok telahmenghiasi berita-berita media cetak selama lebih dari satudasawarsa. Oleh karena itu, berbagai tulisan tersebar di mediamassa, baik dalam bentuk artikel, tajuk, berita investigasi daninterpretasi, berita langsung dan sebagainya, juga merupakan

82 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

bagian yang akan diteliti. Sumber-sumber tersebut dipilih dandipilah sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti. Olehkarena itu, alat utama penelitian yang digunakan untuk bahankepustakaan ini adalah dokumentasi dan literatur.

Untuk kepentingan analisis, sesuai dengan tema pokokpenelitian, yakni komunikasi politik, penelaahan bahan-bahanliterer mengenai komunikasi politik juga merupakan salah satukegiatan penelitian yang akan diambil. Meskipun demikian,hingga penelitian dilakukan, bahan kepustakaan yangmembicarakan NU dalam perspektif komunikasi politik atausebaliknya, pembicaraan mengenai komunikasi plitik denganmengangkat kasus NU atau ormas Islam pada umumnya, diakuimasih sangat terbatas kalaupun tidak dapat dikatakan tidak adasama sekali.

3. Penelitian LapanganUntuk menunjang data kepustakaan, selanjutnya

dilakukan penelitian lapangan dalam bentuk wawancaraterhadap sejumlah narasumber yang menurut pertimbanganpeneliti, memiliki kompetensi masalah-masalah yang sedangditeliti. Sejumlah narasumber yang akan dijadikan sumberinformasi, antara lain pemmpin NU dam sejumlah praktisikomunikasi politik, baik dilingkungan NU sendiri maupun dariluar organisasi NU.

Beberapa tokoh yang akan diwawancarai, di antaranyaAbdurrahman Wahid atau Abu Hasan, dua tokoh yang beberapawaktu terakhir cukup menjadi pusat perhatian dunia politikIndonesia, karena posisi pemikiran dan organisatorisnya yangsatu dan lainnya saling berseberangan, serta para pimpinan danaktivis partai politik, seperti Matori Abdul Jalil, Jusuf Hasyim,Syukron Makmun, Alwi Shihab, Agil Siradj, dan Hamzah Haz.

Wawancara lainnya juga akan dilakukan terhadapbeberapa pakar dan pengamat komunikasi dan politik, sepertiJalaluddin Rakhmat (seorang ahli dalam bidang komunikasipolitik), A.S Hikam (seorang pakar dan pengamat ilmu politiksekaligus praktisi NU), dan Affan Gafar (seorang pakar yangpernah mengkaji secara khusus fenomena NU). Adapun pakardan tokoh lainnya akan ditentukan kemudian berdasarkan teknik‘bola salju’. Alat yang digunakan adalah wawancara secaralangsung dan mendalam (in-depth interview) melalaui

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 83

penyampaian pertanyaan yang sifatnya terbuka. Penelitianlapangan juga dilakukan melalui pengamatan langsung didaerah-daerah tertentu yang diasumsikan sebagai basiskomunitas NU, seperti Jawa Timur, sebagian Yogyakarta, danCirebon. Pesantren-pesantren, khususnya di Jawa, sepertiterungkap dalam penelitian Dhofier (1982), Horikoshi (1987), danDirdjosantoso (1999) juga pada umumnya merupakan komunitaspenyangga tradisi NU.

4. Membuat Suasana DatarSebelum membicarakan hal-hal yang bersangkut paut

dengan wawancara terlebih dahulu peneliti mernbicarakan hal-hal yang bertalian dengan upaya membuat suasana datar,maksudnya ialah situasi fisik dan non-fisik pewawancara denganresponden yang diwawancarai (interviewer dengan interviewee)dalam keadaan tidak saling mencurigai, saling percaya atau tidaksu'udzoti (lihat Lincoln dan Guba, 1985: 268).

Kita maklumi bahwa bila seseorang termasuk seoranginterviewer atau banyak interviewer datang ke sebuah tempat atausebuah kelompok atau seorang individu, secara sekaligus akanmengubah situasi fisik atau non-fisik, walaupun interviewer itubelum mulai berbicara. Oleh karea itu peneliti memerlukan,perhitungan dalam berbagai segi. Di kala kita hendak pergi kelapangan (field), kita merencanakan busana yang harus kita pakai,bahasa apa yang harus kita pergunakan, sikap dan perilaku yangperlu kita tampilkan? Di kala kita hendak masuk ke rumahresponden, ucapan atau tingkah apa yang harus kita ucapkan danperbuat. Misalnya kita pergi ke sebuah desa santri, busana yangsebaiknya kita pakai tentu sesuai dengan pakaian mereka,walaupun berbeda tetapi tidak terlalu mencolok, ucapan apayang pertama kali sebaiknya kita pakai, tentu ucapan yang biasamereka gunakan, misalnya ucapan 'assalamu'alaikum'.Prinsipnya berpakaian dan berbahasa yang sederhana,maksudnya yang sesuai dengan budaya di lapangan. Tentunyaakan berbeda budaya yang kita gunakan bila responden yang kitadatangi berlokasi di kota, misalnya kota yang tergolongmetropolitan atau masyarakat elit, sibuk dan sebagainya.Demikian pula kita harus memperhatikan waktu, bila akandatang ke daerah atau responden yang pegawai negeri, pedagangdan sebagainya; jam berapa kita harus datang kepada mereka, inipatut dipertimbangkan.

84 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Membuat suasana datar itu tergantung kemampuaninterviewer. Kemampuan ini termasuk seni dan human relatinship,serta pengendalian emosi. Hal itu dapat diketahui dari hasileksplorasi, atau memang jauh sebelumnya interviewer telahmengetahuinya. Banyak hal yang diperlukan sebagai informasibagi interviewer. Umpamanya bila interviewer perlu menginap,maka perlu mengetahui terlebih dahulu ada atau tidaknyatempat menginap, berapa tarif pembayarannya, biaya makanberapa, alat transportasi apa yang ada di lapangan dansebagainya.

5. Pengertian InterviewInterview atau wawancara yang dimaksud dalam tulisan

adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang akurat untukkeperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu,yang sesuai dengan data. Data yang diperoleh dengan teknis iniadalah dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap mukalangsung antara seorang atau beberapa orang interviewer(pewawancara) dengan seorang atau beberapa orang interviewer(yang diwawancarai).

6. Proses InterviewKegiatan Interview merupakan sebuah proses yang

terdiri dari beberapa langkah. Pertama, sebelum pergi kelapangan, peneliti terlebih dahulu mernpersiapkan:a. Menetapkan sejumlah anggota sampel beserta karakteristik

dari alamatnya. Hal ini bisa dilakukan berdasarkari hasil studieksplorasi, dengan melakukan sampling dan menentukananggota yang terpilih sebagai anggota sampel. Dalam halmenetapkan anggota sampel ini perlu dipertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan dalammemberikan jawaban dan penguasaan data yang diperlukan

b. Menetapkan interviewer; jumlah dan karakteristiknyadiharapkan seimbang dengan jumlah interviewee dandipandang dapat menyesuaikan dengan budaya dankebudayaannya. Untuk menetapkan jumlah interviewer perlupertimbangan waktu, biaya dan karakter lokasi.

c. Menyusun pedoman interview. Yang dimuat dalam pedomaninterviu adalah karakteristik interviewee. Bila tidak diperlukannama interviewee tidak perlu dicantumkan. Kemudianmenyusun sejumlah pertanyaan berurutan sesuai dengan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 85

urutan permasalahan. Kalimat pertanyaan dalam pedomaninterview dan yang disampaikan kepada interviewee secaralisan harus mempunyai makna tunggal, sehingga tidakmenimbulkan tafsiran yang berrnacam-macam danjawabannya tegas tidak bermakna ganda.

Kalimat-kalimat pertanyaan tidak mengandung maknayang membuat interviewee merasa khawatir, takut, atau tertekan.Demikian pula tekanan suara interviewer diatur sedemikian rupasehingga merangsang minat dan semangat interviewee menjawabdengan sejujur-jujurnya. Perlu diingat bahwa pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan masih berada dalam kerangkapermasalahan, karena itu interviewer harus selalu ingat akankerangka perencanaan dan permasalahannya, sehinggapertanyaan tidak meluas kepada hal-hal lain yang tidak berkaitandengannya.a. Di antara persiapan yang sangat penting ialah menyiapkan

surat izin penelitian dari pihak yang berwenang, biasanya daripemerintah setempat, sesuai peraturan yang berlaku. Di antaramaksudnya, pertama menjelaskan bahwa penelitian itudilakukan secara transparan, diketahui oleh yang berwajib dantelah memperoleh izin; kedua untuk menjaga keamananinterviewer bila ada halangan, surat ketrangan izin itu sebagaibukti diri, di samping surat tugas dari instansi atau badanpenelitian yang legal.

b. Setelah semua dipersiapkan, peneliti kemudian menghubungiinterviewee untuk rnenjelaskan maksud dan tujuan penelitian,menentukan waktu yang senggang dan tempat yang terhindardari gangguan kebisingan, misalnya bising suara lalu-lalangkendaraan, suara gemuruh pabrik dan sebagainya.

c. Perlu pula menyiapkan alat perekam, pemotret biladiperlukan sebagai alat bantu dan alat tulis menulissecukupnya. Alat-alat itu semua bila akan dipergunakan didepan interviewee, perlu diberitahukan terlebih dahulu dandijelaskan bahwa hal-hal tersebut tidak membahayakaninterviewee dan masyarakat luas. Juga harus dijelaskan bahwabila ada hal-hal yang rahasia akan dijamin tidak akan sampaikepada pihak-pihak lain.

d. Pelaksanaan interview, pada waktu dan tempat yang telahdirencanakan. Bila interviewnya bersifat individual, usahakan

86 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tidak ada orang lain (selain interviewer dan interviewee) yangmungkin mengganggu kemurnian atau keobjektifan jawaban-jawabannya. Jangan lupa sebelum memulai interview,ciptakan terlebih dahulu suasana lancar, datar, saling percayamernpercayai, dan akrab. Dalam bercakap-cakap singkat harusmenyenangkan kedua belah pihak, jangan menonjolkan ambisipribadi interviewer. Mulailah dengan pertanyaan-pertanyaanyang ringan, terus berkembang hingga pertanyaan-pertanyaanyang pelik. Di tengah-tengah jalannya interviu jangari lupauntuk mengontrol interviewee, mungkin merasa gelisah,bosan atau lelah. Bila kondisinya demikian, mungkin harusistirahat dulu atau mungkin interviu ditunda hingga hari yangditentukan bersama. Bila dipaksakan akan mengakibatkanjawaban-jawabannya tidak murni lagi. Bila interviewer telahmenyampaikan pertanyaan, biarkanlah dijawab sendiri olehinterviewee, tidak diperkenankan interviewermernpengaruhinya. Bila perlu berikan penjelasan tentangmaksud pertanyaan tersebut, mungkin ada kata-kata yangkurang atau tidak dimengerti interviewee. Bila telah dijawab,segera dicatat, jangan sampai interviewer lupa kecuali biladirekam dengan alat perekam seperti tape recorder, tidakperlu mencatatnya pada saat itu.

L. AngketAngket adalah alat pengumpul data dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan. Diharapkan dengan menyebarkan daftarpertanyaan kepada setiap responden, peneliti dapat menghimpundata yang relevan dengan tujuan penelitian dan memiliki tingkatreliabilitas serta vaaliditasnya yang tinggi. Proses penyusunan angketsama dengan proses pedoman wawancara yang diutarakan dimuka,tetapi pedoman wawancara dibuat hanya sebagai peganganinterviewer dan tidak disebarkan kepada responden Angketsebaliknya dari interview, daftar angket disebarkan dan dibagikankepada semua anggota sampel, bukan kepada semua anggotapopulasi.

Semakin banyak variabel yang akan diuji, semakin banyakpertanyaan yang mesti dibuat, minimal jumlahnya sama denganjumlah variabel yang dimaksud. Sebaliknya bila variabel penelitianitu tidak tampak dan tidak jelas, maka pertanyaan-pertanyaan punakan kabur dan penelitian itu pun tidak akan menghasilkan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 87

kesimpulan yang jelas, alias hasil penelitian itu pun tidak akanmemberikan kejelasan, tidak bisa memberikan prediksi dan tidakakan dapat menyelesaikan masalah. Variabel dalam setiap penelitianmerupakan inti yang harus terlukiskan secara gamblang; demikianpula gambaran hubungan-hubungan dengan variable lainnya perlujelas. Sebuah pertanyaan dalam angket mestinya memerlukanjawaban hanya satu gagasan, hal ini berhubungan dengan teknikpengolahan data hasil dari jawaban pertanyaan dalam angkettersebut.

Dalam penelitian sosial, pertanyaan-pertanyaan dalam angketbisa mengenai hal-hal yang terkandung dalam sistem budaya dansistem sosial; bisa juga hal-hal yang menyangkut sistem kepribadianatau sistem organiknya, sesuai dengan tujuan penelitian yang telahdiungkapkan di bagian depan.

Dikala responden mengisi atau menjawab pertanyaan-pertanyaan, tidak diperkenankan memasukkan pendapat intervieweratau pendapat orang lain. Jawabannya diharapkan murni pendapatresponden tersebut, terutama bila data yang diperlukan data yangdimiliki oleh responden atau interviewee sebagai anggota sampelyang telah diperhitungkan mewakili populasinya. Jenis pertanyaanyang lazim dipergunakan dalam penelitian, meliputi pertanyaantertutup, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya telahdisediakan dan responden tidak diperkenankan memberikan jawabanyang lain. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang jawabannyatidak ditentukan oleh peneliti, melainkan diserahkan secara bebaskepada responden. Pertanyaan kombinasi adalah pertanyaan yangalternatif jawabannya disediakan peneliti, tetapi responden jugadiberi kesempatan menjawab dengan jawaban yang lain di luaralternatif jawaban yang telah disediakan.

Pernbuatan pertanyaan-pertanyaan atau kuisioner perlumemperhatikan hal-hal berikut:

1. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh responden.2. Bahasa yang digunakan hendaknya tidak bermakna ganda,

dan dengan kata-kata yang sederhana.3. Pertanyaan diusahakan tidak panjang, agar mudah ditangkap

maksudnya.4. Pertanyaan-pertanyaan dikelompok-kelompokkan sesuai

dengan kelompok tujuan penelitin. Bila tujuan penelitian adalima macam, maka pertanyaan dikelompokkan menjadi limakelompok.

88 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Setelah pertanyaan-pertanyaan dibuat dan telah dikoreksisecermat-cermatnya, untuk lebih menyempurnakan, kuisioner itukemudian diuji coba (try out) di lapangan, bukan kepada anggotasampel melainkan kepada orang di luar sampel, dengan harapandapat menambah atau mengurangi pertanyaan-pertanyaan, dapatdiketahui apakah kalimat-kalimat itu dipahami atau tidak, dapatdiketahui lamanya waktu yang diperlukan untuk menjawab kuisioneritu, dapat diketahui berapa orang responden dapat mengisi ataumenjawab dalam waktu satu hari (khusus untuk wawancara). Setelahtry out dilakukan dan daftar pertanyaan telah terkumpul kembali,kemudian dilakukan pemeriksaan kepada setiap item pertanyaan.Disinilah saat mengoreksi yang bila perIu dilakukan revisi terhadapdaftar pertanyaan tersebut. Selanjutnya dilakukan penggandaan dandistribusi angket kepada responden.

M. Studi DokumentasiDalam uraian tentang metode historis telah disitir mengenai

jenis historis dokumenter, yaitu berupa:1. Peninggalan material meliputi: fosil, piramida, senjata, alat atau

perkakas, hiasan, bangunan, dan benda-benda lainnya.2. Peninggalan tertulis meliputi: papyrus, daun lontar bertulis,

kronik, relief candi, catatan khusus, buku harian, arsip negaradan lain-lain.

3. Peninggalan tak tertulis seperti: adat, bahasa, dongeng, dankepercayaan (Surachmad, 1975: 124-125).

Kita dapat menyimpulkan bahwa studi dokumentasi bukanberarti hanya studi historis, melainkan studi dokumen berupa datatertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikirantentang fenomena yang masih aktual. Studi dokumentasi berprosesdan berawal dari menghimpun dokumen, memilih-milih dokumensesuai dengan tujuan penelitian, menerangkan dan mencatat sertamenafsirkannya serta menghuhung-hubungkannya dengan fenomenalain.

N. PengamatanPengamatan merupakan salah satu cara penelitian ilmiah pada

ilmu-ilmu sosial. Cara ini bisa hemat biaya dan dapat dilakukan olehseorang individu dengan menggunakan mata sebagai alat melihat

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 89

data serta menilai keadaan lingkungan yang dilihat. Untukmemperoleh kebenaran hasil penelitian ini, peneliti harus melakukanpengamatan tidak hanya satu kali, melainkan berulang kali hinggahasilnya menyakinkan, atau melakukan perbandingan antara hasilyang ia peroleh dengan hasil yang diperoleh orang lain.

Kita pahami bahwa realita itu sangat luas, demikian pulamasalahnya sangat banyak. Bila tidak membatasi sasaranpenelitiannya, peneliti akan mengalami kesulitan dalam melakukanpengamatan. Karena itu; ia harus menentukan objek atau sasaran apasaja yang harus diabaikannya. Menentukan sasaran yang akan ditelitierat hubungannya dengan teori-teori yang harus dipersiapkannyasebelum pengamatan itu dilakukan. Teori akan membantumenerangkan objek atau sasaran tersebut. Teori yang digunakanberperan sebagai rangka pemikiran yang memberikan batasan padaapa yang dianggap penting untuk diperhatikan (Kutipan Harsja W.Bachtiar dari Parsons 1949 dalam Koentjaraningrat, 1977: 140).

Pengamatan bermaksud mengumpulkan fakta, yaitumengumpulkan pernyataan-pernyataan yang merupakan deskripsi,penggambaran dari kenyataan yang menjadi perhatiannya. Suatufakta hanya mencakup aspek-aspek tertentu saja dari apa yangdilihat, yaitu hal-hal yang dianggap penting bagi rangka pikiran atauteori yang bersangkutan. Suatu kenyataan dapat ditafsirkan menjadifakta yang berbeda sesuai kerangka pikir tertentu. Suatu gejala atausuatu kenyataan bukan merupakan fakta sebelum digambarkandengan suatu pernyataan, rumusan atau istilah (Ibid : 143).

Tafsiran terhadap fakta tergantung kepada kerangka pikiranpenafsiran yang berakar pada pola-pola kebudayaan yang telahmenjadi bagian dari akal pikirannya. Pola-pola kebudayaanmembiasakan para penganutnya untuk memberi arti tertentu padakebanyakan kenyataan yang dihadapinya dan yang sebenarnya dapatdiberikan bermacam-macam arti, serta bermacam-macam penafsiran.Bagi peneliti, yang sebenarnya harus diketahui adalah arti yangdiberikan oleh kumpulan orang yang menjadi sasaran penelitian itusendiri pada gejala (Oscar Lewis, 1959, dalam (oentjaraningrat, 1977:143). Perlu diketahui bagaimana mereka menafsirkan dan apa artiyang diberikan oleh orang-orang yang terlibat di dalam kenyataanatau fenomena itu menurut kebudayaan atau nilai-nilai mereka?Dalam menafsirkan suatu fakta, seorang peneliti perlu menyadaridirinya, mungkin ia sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ilmiah atauteori-teori yang terlebih dahulu telah ia miliki sebelum menafsirkan

90 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

kenyataan itu yang bersumber dari dunia lain. Teori yang berbedaakan berbeda pula dalam menafsirkan sebuah fenomena yang sama.

Pencatatan hasil penelitian dengan Metode pengamatan perlusegera dilakukan; bila tidak, dikhawatirkan akan lupa. Catatantentang segala sesuatu yang diperlukan harus dilakukan secara rincidan lengkap dari sasaran yang diamati. Catatan sebaiknya dilakukanpada lembaran-lembaran kertas kecil, setiap lembar diberi judul dantanggal serta tempat pencatatan. Bila informasi diterima dari oranglain, hendaknya dicatat pula nama orang tersebut besertapendapatnya selengkapnya. Hasil catatan di atas kemudian disusundan dibuat paparan-paparan sesuai judul masing-masing judul-judulitu kernudian diintegrasikan ke dalam sebuah judul yang lebihabstrak. Demikian pula paparan-paparan dikelompok-kelompokkandan tiap kelompok dibuat sedemikian rupa sehingga terintegrasidalam sebuah abstraksi.

Apabila akan mengamati sebuah masyarakat, sebelummelakukan pengamatan, peneliti terlebh dahulu perlumempersiapkan pendekatan yang hendak dipergunakan. Misalnyamempergunakan pendekatan sosiologi, apa masyarakat itu? Sosiologimembagi masyarakat sebagai sebuah struktur yang terdiri darihubungan-hubungan antara kelornpok, lapisan, nilai, norma,kebudayaan, dan institusi. Individu merupakan bagian terkecil darimasyarakat, dan di dalam masyarakat terjadi interaksi sertaperubahan-perubahan. Dikala kita mengamati masyarakat, makapengelompokan hasil pengamatan itu sesuai dengan pembagianseperti itu. Dan di kala mengamati, serta di kala menangkap gejala,langsung kita kategorikan dan kita masukkan ke dalam kerangkasosiologis tersebut. Selanjutnya bila telah selesai melakukanpengamatan, kita membuat uraian yang isinya menjelaskan danmenafsirkan data, serta mencari hubungan-hubungan antara gejaladan menarik kesimpulan.

Seorang pengamat terlebih dahulu harus memiliki ilmu atauteori-teori secara mendalam yang berkenaan dengan-sasaranpengamatannya. Pengamat juga harus memiliki kesadaran bahwakehadirannya ke tengah-tengah masyarakat akan mengakibatkanperubahan tertentu didalam masyarakat itu, baik perubahan fisikmaupun non fisik. Perubahan fisiknya, minimal jumlah anggotamasyarakat atau manusia yang ada di tempat itu bertambah. Begitujuga non-fisik pun berubah, karena kehadirannya akan menimbulkan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 91

pertanyaan siapakah pengamat itu? apakah ia orang baik atau orangtidak baik? Apa maksud kehadirannya? Apakah maksudnya positifatau negatif? Apakah ia bakal merugikan atau memberikankeuntungan kepada masyarakat? dan sebagainya. Oleh karena itupengamat perlu berhati-hati, misalnya dalam hal warna, jenis ataucorak pakaian yang dikenakan, mode rambut, gaya bicara dan tuturkatanya, terutama pada waktu pertama hadir di masyarakat, jangansampai menimbulkan kesan negatif. Bila masyarakat sudah aprioridengan memberikan penilaian negatif, maka dengan sendirinyapengamat akan mengalami kesulitan untuk memperoleh data yangmurni, dan perilaku masyarakat yang diamati akan dibuat-buat dansebagainya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan ketepatan laporan hasilpengamatan, dilakukan pengamatan yang disebut ‘pengamatanterkendali’ (controlled observation), yaitu pengamatan dilakukan padasebuah tempat yang disebut laboratorium, misalnya mengamatiinteraksi antara seorang individu dengan individu lain. Hal itumemberi penjelasan yang lebih dekat pada kenyataan dan yang dapatdiukur. Pengamatan terkendali ini biasanya dilakukan padakelompok kacil, dan dilakukan pula oleh metode eksperimen.

Untuk menghimpun data yang lebih dalam, termasuk hal-halyang menyangkut nilai-nilai, norma-norma, perasaan-perasaan, atausentimen-sentimen, pendapat-pendapat dan pemikiran hubunganantara individu dengan yang lainnya dan sebagainya, peneliti tidakdapat hanya sekedar menggunakan pengamatan selintas, melainkanmemerlukan teknik pengamatan lebih dalarn yaitu teknikpengamatan terlibat. Maksudnya, pengamat tinggal bersamamasyarakat setempat, bekerja dan bergaul bersama, sehingga suasanadatar semakin baik dan sampai responden atau objek pengamatantidak merasa ada sesuatu ganjalan lagi untuk berbicara dan berbuatsesuatu, kehadiran pengamat tidak di rasakan mengganggu,melainkan sudah dirasakannyasebagai sahabat dekat sebagai temansekelompok dan sebagainya. Dengan demikian data pun akan munculsecara rnurni di hadapan pengamat.

O. Metode Pengumpulan DataAda beberapa metode pngumpulan data. Yaitu: metode

observasi (pengamatan), metode kuisioner (angket), metode interviw(wawancara), dan metode dokumentasi.

92 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

1. Metode Observasi (Pengamatan)a. Pengertian dan ciri-ciri

Pengamatan adalah alat pengumpulan data yangdilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secarasistematik gejala-gejala yang diselidiki.

Ciri-ciri metode observasi adalah:1) Mempunyai arah yang khusus, sistematik, bersifat

kuantitatif.2) Diikuti pencatatan segera (pada waktu observasi

berlangsung), hasilnya dapat dicek dan dibuktikan.b. Petunjuk untuk mengadakan pengamatan:

1) Memiliki pengetahuan terhadap apa yang akandiobservasi dan berlaku sangat cermat dan kritis.

2) Menyelidiki tujuan penelitian (baik umum maupunkhusus). Kejelasan tujuan penelitian akan menuntunmempermudah apa yang harus diobservasi.

2. Observasi Partisipan dalam EtnografiKerangka petunjuk observasi Tentang person : Siapa? Tentang tempa : Di mana? Tentang sesuatu : Apa:

Kerangka Observasi Goetz dan LeCompte (1984): Siapa terlibat? Apa peran mereka? Apa yang terjadi? Kapan aktivitas terjadi? Di mana terjadinya?Mengapa terjadi? Bagaimana aktivitas itu terorganisasi?

Kerangka Robinson (1993) Tempat : secara fisik tempat seperti apa? Aktor : siapa yang terlibat? Aktivitas : apa yang mereka lakukan? Obyek : obyek apa yang ada? Tindakan : apa yang dilakukan para individu? Kejadian : kejadian seperti apa? Tujuan : apakah mereka selesaikan (kerjakan?)

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 93

Perasaan : bagaimana suasana hati bagi kelompok danindividu?

Observasi berperan-serta dan etnografiMemperdebatkan perbedaan Observasi partisipan adalah komponen kunci dari etnorafi Harus dapat bekerja sama dari orang-orang yang diobservasi Para informan signifikan Analisis data dilanjutkan Teknik interpretasiMenanyakan kembali jawaban sebagai pengembangan

pemahamanMelaporkan dengan menyertakan contoh-contoh

Interpretasi analisis dataMencari bukti kunci yang mendorong aktivitas kelompokMencari pola perilaku analisis krisis insiden analisis isi analisis wacana analisis kuantitatif; statistik

Menguji masing-masing sumber data – triangulasiMelaporkan temuan dengan cara yang meyakinkan dan jujurMenghasilkan deskripsi yang kaya dan padat.Meliputi kutipan, gambar, dan anekdot

Observasi dilakukan baik untuk perilaku verbal, maupunnonverbal. Dalam observasi partisipan mengumpulkan komentar,insiden, dan artefak-artefak yang dibuat. Etnografi adalah suatufilsafat di dalam mana seperangkat teknik-teknik yang meliputiobservasi partisipan dan wawancara. Para etografer meleburkan dirimereka sendiri ke dalam budaya yang mereka kaji.

Observasi dilakukan untuk mengungkapkan kondisilingkungan alamiah pada peristiwa sosial, termasuk pada lembaga-lembaga sosial tertentu yang berada di lingkungan masyarakat,

Dalam mencatat data lapangan, Lofland mengidentifikasibeberapa hal, yakni:1. Deskripsikan hal-hal atau peristiwa yang sedang berlangsung2. Deskripsikan dan catat peristiwa yang telah berlangsung, namun

lupa, dan begitu ingat, catat kembali

94 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

3. Analisis ide-ide dan inferensi4. Catat kesan-kesan dan perasaan perorangan5. Buat catatan untuk informasi lebih lanjut.

Observasi partisipan adalah suatu tipe dari strategi penelitian.Observasi partisipan merupakan suatu metodologi yang digunakansecara luas dalam banyak disiplin, tidak hanya dalam antropologibudaya, tetapi juga pada sosiologi, kajian komunikasi, dan psikologisosial. Tujuannya untuk memperoleh familiaritas yang akrab danintim dengan suatu yang diberikan kelompok individu (seperti suatupengannut agama, pekerjaan, atau kelompok subbudaya, ataukomunitas tertentu) dan praktek mereka melalui suatu keterlibatanyag intensif dengan orang-orang dalam lingkungan alamiah mereka,biasanya dalam periode waktu yang lebih panjang (lama). Awalnyametode ini adalah karya lapangan para antropolog sosial, khususnyaBronislaw malinowski dan para mahasiswanya di Inggris.

Dalam antropologi, observsi partisipan menghasilkan suatujenis penulisan yang disebut etnografi. Hal ini dapat dilakukan untukkepentingan aplikasi atau untuk kepentingan akademik. Prinsip kuncidari metode ini adalah bahwa para peneliti mengobservasi objekkajiannya dengan masuk ke dalam lingkungan mereka, tidak hanyasebagai partisipan yang melihat dari luar. Karena itu, observasipartisipan dibatasi oleh konteks komunitas yang mengkajipemahaman dan yang dibolehkan.

Penelitian biasanya dilakukan dengan menggunakan sejumlahmetode, seperti wawancara informal, observasi langsung, partisipasidalam kehidupan kelompok, diskusi kolektif, analissi dokumenpersonal yang dihasilkan dalam kelompok, analisis-diri, dan sejarah-kehidupan. Meskipun metode-metode tersebut secara umum adalahkarakter dalam penelitian kualitatif, namun dapat pula atau bahkansering juga digunakan dalam dimensi-dimensi kuantitatif.

Observasi partisipan biasanya dilakukan dalam suatu periodewaktu yang lebih panjang, merentang dari beberapa bulan sampaibertahun-tahun. Suatu periode waktu penelitian yang lebih panjangberarti bahwa peneliti akan mampu menciptakan (menyusun)informasi yang lebih mendetail dan akurat tentang orang-orang yangdipelajari (dikaji). Hal-hal mendetail yang dapat dibservasi (sepertiwaktu keseharian) dan detail-detail yang lebih tersembunyi (sepertiperilaku yang tabu) lebih mudah diamati dan lebih dapat dipahamipada periode waktu yang lebih panjang.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 95

Kekuatan observasi dan interaksi yang dilakukan dalamwaktu yang lebih lama adalah bahwa para peneliti dapat menemukankesenjangan antara apa yang partisipan katakan – dan sering percayai– seharusnya terjadi (sistem formal) dan apa yang secara aktualterjadi, atau perbedaan antara aspek-aspek yang berbeda dari sistemformal; sebaliknya, suatu survei pada suatu waktu tertentu tentangjawaban orang-orang atas sejumlah pertanyaan mungkin akankonsisten, tetapi tampak lemah untuk menunjukkan konflik antaraaspek-aspek yang berbeda dari sistem sosial atau antara representasikesadaran dan perilkau.

Dalam etnografi, peneliti melakukan:Memperhatikan dan mengobservasi apa yang terjadi setiap hariMendengar pendapat orang-orangMengumpulkan segala hal yang diperlukan untuk keperluan

penelitian.

3. Metode Kuisioner (Angket)a. Pengertian dan tujuan

Metode kuisioner adalah suatu daftar yang berisikanrangkaian pertanyaan mengenai sesuatu maslaah atau bidangyang akan diteliti untuk memperoleh data, angket disebarkankepada responden (orang-orang yang menjawab jadi yangdiselidiki), terutama pada penelitian survei.

Tujuan dilakukan angket atau kuisioner ialah: 1)Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. 2)Memperoleh informasi mengenai suatu maslaah secara serentak.

b. Macam-macam angket1) Menurut prosedurnya, angket terbagi menjadi:

a) Angket langsung, yaitu angket yang dikirimkankepada dan dijawab oleh responden.

b) Angket tidak langsung, yaitu angket yang dikirimkepada seseorang untuk mencari informasi(keterangan) tentang orang lain.

2) Menurut jenis penyusun itemnya dapat dibedakan menjadi:a) Angket tipe isian, yang terbagi menjadi dua:

i. Angket terbuka, yaitu apabila responnya tentangmasalah yang dipertanyakanContoh: Bagaimana pendapat anda jika seseorangyang berkelainan (tuna) baik fisik maupun mentaltidak dididik?Jawab: ….

96 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

ii. Angket tertutup, yaitu angket yang diwajibkan olehresponden secara oleh faktor-faktor tertentumisalnya faktor subyektivitas seseorangContoh: Siapa nama anda? Jawab …Apa hobi anda? Jawab …

b) Angket tipe pilihan.Yaitu angket yang harus dijawb oleh responden

dengan cara tinggal memilih salah satu jawaban yangsudah tersedia jumlah alternatif jawab minimal dua danmaksimal sebaiknya lima alternatif, dengan maksud supayaresponden tidak bosan.

Contoh: Sudah berapa lama anda tinggal di kota ini?Jawab:( …. ) 1 tahun atau kurang dari 2 tahun( …. ) 2 tahun atau hampir 2 tahun( …. ) 3 tahun atau hampir 3 tahun( …. ) 4 tahun atau hampir 4 tahun

c. Menyusun petunjukDalam menyusun petunjuk-petunjuk untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan perlu diperhatikan petunjuk-petunjukberikut ini:

1) Petunjuk harus singkat, lengkap, jelas namun tepat.2) Petunjuk harus jelas. Hindarkan kata-kata asing, sulit

bahkan kabur.3) Tiap-tiap jawaban yang berbeda dengan jawaban

berikutnya, hendaknya diberi petunjuk baru.4) Bila perlu gunakanlan contoh. Berilah satu atau dua

contoh tentang cara menjawabnya, namun janganmenimbulkan kesan menyarankan atau memberi sugestikepada respon (orang yang diberi kuisioner)

d. Menyusun items (pertanyaan-pertanyaan)1) Mempergunakan kata.

Dalam membuat kuisoner, hendaknya diperhatikanbeberapa hal berikut ini:

a. Tegas dan jelas, biasa dipakai sehari-hari yang sudahdimengerti oleh responden.

b. Hindari kata-kata yang sifatnya sentimentil. Gantilahkata-kata itu dengan yang lebih sopan.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 97

2) Urutan-urutan pertanyaan.Pada umumnya daftar pertanyaan mengandung tiga

unsur, yaitu:a. Informasi yang akan dikumpulkan.b. Identitas responden. Seperti nama, umur, kelamin,

dan lain sebagainya.c. Bagian yang memuat mengenai tenaga lapangan (field

worker).3) Susunan pertanyaan.

a. Pertanyaan sebaiknya dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan perhatian dan minat,serta gampang dijawab.

b. Pertanyaan yang kurang menarik perhatian, apalagimengenai soal-soal pribadi, sebaiknya diletakkan dibagian tengah angket.

c. Sebaiknya diajukan pertanyaan-pertanyaan pancinganuntuk mengecek jawaban dari pertanyaan lain.

d. Pertanyaan-pertanyaan harus disusun secarasistematis.

e. Menganalisis dataSetelah semua jawaban diterima kembali dan dicek

kelengkapan jawabannya, lalu dilanjutkan denganmenabulasikan hasil-hasil jawaban yang ada ke dalam daftartabulasi, untuk sementara jawaban yang kurang lengkapdipisahkan terlebih dahulu.

Bila data yang masuk sudah cukup lengkap danpersiapan analisis (tabulasi) telah cukup baik dan benar, makaanalisis dapat segera dilaksanakan. Untuk lebih menperdalamdan mengongkretkan analisis, gunakanlah analisis kuantitatif(statistik). Namun jika permasalahannya dipandang cukupsimpel, analisisnya dapat menggunakan kualitatif (pernyataan-pernyataan/statemen saja).

4. Metode Interview (Wawancara)Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan. Dilakukan dalam tatap muka dua orangatau lebih, lalau mendengarkan secara langsung informasi atauketerangan-keterangan yang dibutuhkan.

Tujuan wawancara ialah untuk mengumpulkan informasi, danbukannya untuk mengubah atau memengaruhi pendapat responden.

98 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

5. Metode DokumentasiMetode ini berasal dari:

a. Sumber tertulis. Seperti buku, majalah ilmiah, arsip, ataudokumen pribadi maupun resmi.

b. Foto-foto.

P. Data Statistik Sebagai Data Tambahan.1. Pengumpulan dan Analisis Data

a. Pengumpulan DataDua hal yang sangat berpengaruh dalam

menentukan kualitas data pada penelitian kualitatif, yakniteknik pengumpulan data dan alat (instrumen) yangdigunakan (Pawito, 2007: 96). Teknik pengumpulan datadalam penelitian kualtatif biasanya dilakukan denganobservasi, wawancara medalam, focus group interview, dsb.Alat atau instrumen utama dalam penelitian kalitatif adalahpeneliti sendiri. Karena itu peneliti perlu memahami seluk-beluk penelitian kualitatif dan bidang kajian yang diamati.Semua yang tersaji dalam disain penelitian dalam penelitiankualitatif tidak bersifat permanen dan baku, semuanya bisaberubah ketika peneliti melakukan tuga-tugas penelitian dilapangan.

Di samping teknik dan instrumen, hal lain yangperlu diperhatikan dalam pengumpulan data kualitatifadalah triangulasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agardata yang dikumpulkan bersifat valid dan reliabel. Validitasmerujuk pada tingkat keakuratan data dalammerepresentasikan realitas atau gejala yang diteliti.Reliabilitas menyangkut konsistensi hasil dari penggunaancara pengumpulan data. Upaya triangulasi dalam penelitiankualiatif tidak dimaksudkan untuk membedakan kebenaran,kesalahan, dan kontradiksi data, tetapi lebih merupakanupaya menunjukkan bukti empirik untuk meningkatkanpemahaman terhadap realitas atau gejala yang diteliti.Biasanya suatu data dalam penelitia kualitatif ketika diujidengan data lain bersifat sejalan (consistent), tidak sejalan(inconsistent), atau bertolak belakang (contradictory). Karenatujuan penelitian kualitatif adalah menemukan makna darihal-hal yang bersifat tersembunyi (laten), maka penelitidituntut untuk dapat memutuskan data mana yang akan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 99

disajikan dan dianalisis, tanpa harus membedakan sifat datayang diperoleh tersebut. (Pawito, 2007: 98)

Triangulasi juga diperlukan dalam tahap analisisdata, terutama ketika akan mengemukakan konsep(construct) atau proposisi-proposisi ilmiah (thesis) yangmengarah pada kesimpulan (Pawito, 2007: 98)

Dikenal beberapa teknik triangulasi, yakni:1. Triangulasi data: Upaya peneliti mengakses sumber-

sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh databerkenaan dengan persoalan yang sama. Hal inidimaksudkan agar peneliti memiliki gambaran yanglebih memadai tentang gejala yang diteliti dalamberbagai perspektif.

2. Triangulasi metode: Upaya membandingkan temuandata yang diperoeh dengan menggunakan suatumetode tertentu (misalnya catatan lapangan ketikamelakukan observasi) dengan data yang diperolehketika wawancara (misalnya transkrip dari in-depth-interview) mengenai suatu persoalan dari sumberyang sama. Tringulasi metode sangat perludilakukan, terutama jika dalam penelitian yangmenggunakan lebih dari stau jenis metode (multiple-methods) (Pawito, 2007: 100).

3. Triangulasi teori: Triangulasi berkenaan denganpenggunaan perspektif teori yang bervariasi dalammenginterpretasi data yang sama.

4. Triangulasi peneliti: dilakuakn pada saat dua ataulebih peneliti bekerja sama dalam satu tim yangmeneliti persoalan yang sama. Membandingkanantara temuan data dari peneliti yang stau denganlainnya dan bersama-sama melakukan analisis data.

b. Analisis DataAgar dapat menarik kesimpulan atas persoalan yang

diteliti, maka peneliti perlu melakukan analisis data. Teknikanalisis data dalam penelitian kualitatif sangat bergantungpada tujuan penelitian. Analisis data dalam penelitiankomunikasi kualitatif dimaksudkan untuk: memberikanmakna (making sense of meaning) terhadap data, menafsirkan(interpretaing), dan mentransformasikan (transforming) data

100 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

ke dalam narasi yang mengarah pada proposisi ilmiahmenuju kesimpulan-kesimpulan akhir. Tujuan penelitiankualitatif adalah mengemukakan gambaran ataumemberikan pemahaman mengenai bagaimana danmengapa sehubungan dnegan realitas atau gejala komunikasiyang diteliti. (Pawito, 2007: 101)

Analisis data dalam penelitian kualitatif menurutPunch (1998) bertumpu pada bagaimana peneliti sampaipada kesimpulan-kesimpulan dengan bertolak pada datayang ada (how did the researcher get to these conclusions fromthese data?) (Pawito, 2007: 101)

Kesimpulan yang ditarik dalam penelitian kualitatifmerupakan gambaran interpretif mengenai realitas atau gejalayang diteliti secara holistik dalam setting tertentu, bukanuntuk digeneralisasi. Dalam penarikan kesimpulan, penelitikualitatif lebih menonjolkan prinsip penalaran induktif.Deskripsi dari hasil penelitian komunikasi kualitatiftereksplisitkan dalam analisis data. Deskripsi hasil penelitianterangkum dalam rumusan-rumusan kesimpulan yangdikemukakan pada bagian akhir laporan penelitian dalampola narasi yang mengalir dari suatu persoalan ke persolanberikutnya (one point ti the next) (Pawito, 2007: 103).

Untuk mengantisipasi subjektivitas yang menonjolpada penelitian kualitatif, peneliti perlu memperhatikanrentetan rangkaian aktivitas berikut:

1. Menangkap gejala (mengumpulkan data)2. Mengupayakan validitas dan reliabilitas3. Menganalisis data dengan memilah-milah dan

membuat kategori-kategori atau tema-tema tertentu4. Melakukan reduksi data5. Memberi makna-makna atau mengemukakan

interpretasi-interpretasi tertentu dengan mengacupada pandangan teoritik tertentu

6. Menarik kesimpulan-kesimpulan.

Peneliti perlu membandingkan, menghubung-hubungkan, memertentangkan kesan subjektif yangdiperoleh dari data yang dikumpulkan di satu pihak dengantemuan dan pandangan teoritik dari peneliti lain yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 101

dimunculkan dalam telaah pustaka dengan tetapmempertimbangkan konteks (setting dan akar sejarah) daritemuan atau teori yang dirujuk (Pawito, 2007: 103).

Q. Teknik Analisis Data Penelitian Kualitatif1. Model Miles dan Huberman

Miles dan Huberman memperkenalkan teknik analisisdata yang disebutnya interactive model. Teknik interaktif ini terdiriatas tiga komponen yakni reduksi data (data reduction), penyajiandata (data display), dan penarikan serta penarikan kesimpulan(drawing and verifying conclution).

Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994)

1. Reduksi DataData yang ditemukan tidak relevan dengan tujuan penelitiansebaiknya disimpan atau dibuang saja. Namun reduksi data tidaksekedar membuang data, tetapi merupakan rangkaian analisis datayang tak terpisahkan dari rangkaian lainnya. Reduksi datamelibatkan beberapa tahap, yakni:a. Editing, pengelompokkan, dan meringkas data.b. Menyusun kode-kode dan catatan-catatan (memo) mengenai

berbagai hal, termasuk aktivitas dan proses-proses sehinggadapat menemukan tema-tema kelompok-kelompok, dan pola-pola data.

Penarikan/pengujiankesimpulan

Pengumpulandata

Penyajiandata

Reduksidata

102 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

c. Menyusun rancangan konseptualisasi serta penjelasanberkenaan dengan tema, pola, atau kelompok-kelompok datayang bersangkutan.

2. Penyajian DataLangkah penyajian data adalah mengorganisasikan data, yaknimenjalin kelompok data yang satu dengan yang lain agar kesatuandata dapat terpelihara. Data yang disajikan adalah kelompok-kelompok data yang saling terkait sesuai dengan kerangka teoriyang digunakan. Penggunaan gambar, diagram, grafik, dsb. akansangat membantu untuk memberikan gambaran keterkaitankelompok data.

3. Penarikan dan Pengujian KesimpulanDengan mempertimbangkan pola-pola data yang disajikan,kesimpulan sudah mulai tergambar. Untuk menarik kesimpulanakhir yang memadai diperlukan penyelesaian analisis seluruhdata. Karena itu peneliti perlu mengkonfirmasi, mempertajam, danmerevisi kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat. Hal ini sangatbermanfaat untuk penarikan kesimpulan akhir berupa proposisi-proposisi ilmiah mengenai gejala atau realitas yang diteliti.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 103

A. PENGERTIAN POPULASI DAN SAMPELPopulasi disebut juga univers, tidak lain daripada daerah

generalisasi yang diwakili oleh sampel Sudjana (1992),menjelaskan bahwa totalitas semua nilai yang mungkin, hasilmenghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatifdari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yanglengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakanpopulasi. Pendapat lain dengan singkat menyatakan bn hybahwapopulasi adalah keseluruhan unit sampling secara fisik yangdibatasi secara ketat oleh kriterium tertentu. Atau keseluruhandari hasil pengukuran (data) yang dibatasi secara ketat olehkriterium tertentu.

Sampel adalah percontohan yang diambil dari populasi.Percontohan mempunyai karakteristik yang mencerminkankarakteristik populasi. Karena itu sampel merupakan perwakilandari populasi. Istilah lain menyatakan bahwa sampel harusrepresentatif.

Pelaksanaan penelitian, kecuali teknis sensus padapopulasi, dilakukan pada sampel. Keputusan hasil penelitianpada sampel merupakan keputusan populasi; artinya, karenasampel sifatnya representatif atau mewakili populasi, makakeputusan yang ditentukan dari sampel menipakan keputusanpopulasi. Generalisasi berlaku pada seluruh populasi tersebut.

B. POPULASI DAN SAMPELSebagian dari kualitas hasil suatu penelitian bergantung pada

teknik pengumpulan data yang digunakan. Pengumpulan data dalampenelitian ilmiah dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yangrelevan, akurat, dan reliable. Untuk memperoleh data seperti itu,penelitian dapat menggunakan metode, teknik, prosedur dan alat-alatyang dapat diandalkan. Ketidaktepatan dalam penggunaaninstrumen penelitian tersebut dapat menyebabkan rendahnya kualitashasil penelitian.

BABIV

TEKNIK SAMPLING UNTUKPENELITIAN DAKWAH

104 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Di antara langkah yang penting dalam penelitian ilmiahadalah penetapan dan penarikan sampel. Dalam penelitian, seorangpeneliti dapat mengidentifikasi sifat-sifat suatu kumpulan ataukomunitas yang menjadi objek penelitian hanya dengan mengamatidan mempelajari sebagian dari kumpulan tersebut. Bagian yangdiamati disebut sampel, sedangkan kumpulan objek penelitiandisebut populasi (Rakhmat, 1986: 106). Dalam rumusan Glay L.R(1981 : 85), sampling didefinisikan sebagai “The process of selecting anumber of individuals for a study in such a way that the individualsrepresent the larger group from which they were selected.”

Dalam penelitian dakwah, objek penelitian dapat berupaorganisasi atau lembaga-lembaga dakwah, masyarakat, individu,materi atau isi media, metode atau strategi dan sebagainya.

Sampling bertujuan, antara lain mendapatkan informasitentang suatu populasi. Jarang sekali penelitian dilakukan terhadaptotalitas anggota populasi. Sebab, hal itu bukan saja tidak efisien,tetapi juga karena teknik-teknik tertentu menjadi tidak penting. Sebutsaja suatu populasi itu merupakan grup yang besar atau secarageografik tersebar di berbagai tempat. Jika secara keseluruhanpopulasi tersebut diteliti, penelitian akan memakan waktu yangcukup lama, biaya besar, serta usaha yang tidak efisien. Padahalseorang peneliti dapat menyeleksi sebagian kecil dari populasi untukditeliti secara mendalam. Dengan menggunakan teknik, metode, sertaprosedur yang dapat digeneralisasi untuk menggambarkankeseluruhan anggota populasi yang menjadi objek penelitian.

Memang tidak salah jika seorang peneliti hendak menelitiseluruh unsur populasi. Kegiatan semacam ini disebut sensus. Akantetapi, sensus akan mudah dilakukan terhadap populasi dalamjumlah yang kecil. Penelitian untuk mengetahui sikap para dai disuatu kelurahan terhadap peraturan pmerintah tentang penyebaranagama, misalnya, dapat dilakukan dengan mewawancarai seluruh daidi kelurahan itu, tanpa kecuali. Akan tetapi, apabila yang menjadipopulasinya adalah seluruh masyarakat di kelurahan tersebut, usahamewawancarai setiap anggota populasi tanpa kecuali menjadi sulitdilakukan. Oleh karena itu, seorang peneliti dapat mengambil sampeluntuk diteliti.

Teknik pengambilan sampel atau biasa juga disebut rancangansampling (sampling design), merupakan langkah yang sangat pentingdalam penelitian. Teknik ini akan menentukan kualitas generalisasi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 105

yang dihasilkan dari penelitian tersebut. Teknik pengambilan sampelberbeda-beda, bergantung pada karakteristik populasi yang dihadapi.MEskipun demikian, pada esensinya, teknik tersebut memilikilangkah sampling yang sama, yaitu identifikasi populasi, menentukanukuran sampel yang diperlukan, dan menyeleksi anggota sampel.

Menurut Gay L.R. (1981 : 88 – 97), ada empat teknik atauprosedur sampling, yakni random sampling, stratified sampling, clustersampling dan systematic sampling. Paparan berikut ini menjelaskanserba singkat dari keempat teknik atau prosedur sampling tersebut.

1. SAMPLING ACAK (RANDOM SAMPLING)Sampling acak merupakan proses penarikan sampel yang

seluruh individu pada suatu populasi memiliki kesempatan samauntuk diseleksi menjadi anggota sampel. Setiap individumemiliki probabilitas yang sama untuk menjadi anggota sampel.Sampel random banya digunakan dalam penelitian karenadianggap teknik yang paling baik untuk mendapatkan anggotasampel yang representatif.

Untuk menarik sampel seperti ini, banyak cara yang dapatdilakukan. Salah satunya adalah dengan menuliskan semuaunsur populasi dalam secarik kertas, kemudian mengundinyahingga diperoleh jumlah yang dikehendaki. Dan unsur-unsuryang jatuh itulah yang menjadi anggota sampel. Dengan caraseperti ini, seorang peneliti agak sulit untuk menghendaki jumlahyang sama, misalnya pria dan wanita. Di samping cara ini, adacara lain, yakni dengan menggunakan tabel random. Cara inibaik digunakan, terutama apabila populasinya besar. Pada tabelrandom telah ditetapkan cara penarikan sampel secara randomdari suatu populasi.

Tabel random mudah ditemukan, misal pada buku-bukustatistik. Tabel itu biasanya terdiri atas kolom-kolom yangmemuat daftar angka, yang masing-masingnya terdiri atas limadigit. Kelima digit angka tersebut tidak selalu digunakan,bergantung pada angka yang menunjukkan jumlah populasi dansampel yang diharapkan. Misalnya, jika populasinya berjumlah800 orang, angka dalam daftar tadi hanya digunakan tiga digitterakhir saja.

Secara sederhana, langkah-langkah yang perlu ditempuhdalam penarikan sampling random adalah :1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan populasi

106 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

2. Mengidentifikasi setiap anggota populasi3. Menentukan ukuran sampel yang diharapkan4. Membuat daftar anggota populasi5. Menyeleksi anggota sampel dengan mengundi atau

menggunakan tabel.

2. SAMPLING BERSTRATA (STRATIFIED SAMPLING)Pada sampling berstrata ini, peneliti melibatkan

pembagian populasi dalam subgroup, kelas, kelompok, ataukategori. Karakteristik pembagian dapat saja merupakan daerah,kampung, desa, suku, status, usia, dan lain sebagainya.Kemudian dari tiap-tiap subgroup (strata) diambil sampel yangsebanding dengan besarnya setiap subgroup tersebut.

Ada dua jenis sampling berstrata, yaitu proporsional dandisproporsional (equal). Pada sampling berstrata proporsional,anggota sampel diambil dari setiap subgroup yang sebandingdengan besarnya masing-masng subgroup. Misalnya,pengambilan 10 % dari setiap subgroup yang beranggotakanperempuan 20 orang dan 50 orang laki-laki menghasilkananggota sampel perempuan 2 orang dan laki-laki 5 orang. Jikaperbandingan antara subgroup yang diseleksi terlalu tidakseimbang, dapat digunakan sampling berstrata disproporsional. Disini, dari setiap subgroup diambil jumlah sampel yang sama.Misalnya, dari contoh di atas dapat diambil 5 orang perempuandan 5 orang laki-laki.

Beberapa langkah yang perlu ditempuh dalam tekniksampling berstrata adalah :1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan populasi2. Menentukan ukuran sampel yang diharapkan3. Mengidentifikasi vaiabel dan subgroup (strata) untuk

mengambil anggota sampel (proporsional maupun equal).4. Mengklasifikasi seluruh anggota populasi sebagai anggota

dari tiap-tiap subgroup.5. Secara random, menyeleksi anggota sampel dari tiap-tiap

subgroup, baik secara proporsional maupun equal.

3. SAMPLING KLASTER (CLUSTER SAMPLING)Sampling klaster, yaitu proses pengambilan sampel dengan

memilih kelompok, bukan inividu secara acak. Seluruh grup ataukelompok pada suatu populasi memiliki kesempatan dan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 107

kemungkinan yang sama untuk diseleksi menjadi sampel. Bentuksampling ini dilakukan, terutama apabila tidak ada kerangkasampling. Misalnya, kita hendak meneliti jamaah pengajianmajelis taklim di Kota Bandung. Apabila kita akan menghimpundalam daftar seluruh anggota pengajian, selain daftar tersebutakan sangat panjang, data pun akan sulit diperoleh. Sebaliknya,apabila kita akan mendata anggota pengajian berdasarkankelompok masing-masing majelis taklim, daftar tersebut akanmudah diperoleh. Kelompok pengajian ini yang disebut klaster.

Dalam penelitian klaster dapat berupa RT, RW, desa,kelurahan, organisasi, kelompok pengajian, jamaah masjid, dansebagainya. Sampling klaster dapat dilakukan hanya dengan satutahap atau beberapa tahap. Misalnya, Anda akan menelitiaktivitas keagamaan masyarakat Desa cipadung yang memiliki 10RW. Lalu Anda memilih 4 RW secara random, dan seluruhaktivitas keagamaan yang terdapat pada keempat RW itu Andajadikan sampel. Sampai di sini Anda telah memilih sampel untukditeliti hanya melalui satu tahap. Akan tetapi, apabila dari setiapRW itu Anda pilih lagi 3 RT saja secara random, Anda melakukansampel klaster banyak tahap.

Meskipun tidak jauh berbeda dengan dua bentuksampling sebenarnya, sampling klaster ini dilakukan melaluilangkah-langkah sebagai berikut.1. Identifikasi dan definisi populasi. Misalnya, 5.000 orang

jamaah pengajian yang terhimpun dalam berbagai majelistaklim.

2. Menetapkan ukuran sampel yang diharapkan. Misalnya 500orang.

3. Mengidentifikasi secara logis bentuk klaster. Misalnya, dalamhal ini, majelis taklim.

4. Mendaftarkan seluruh klaster yang ada pada suatu populasi.Dalam contoh ini, misalnya ada 75 majelis taklim.

5. Memperkirakan rata-rata jumlah anggota populasi per klasterumpamanya, meskipun jumlahnya berbeda-beda, setiapmajelis taklim memiliki rata-rata 50 orang per majelis taklim.

6. Menentukan jumah klaster yang dibutuhkan dengan caramembagi ukuran sampel yang diharapkan oleh estimasijumlah rata-rata tiap klaster. Dari contoh di atas, diperoleh 500: 50 = 10 klaster.

108 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

7. Menyeleksi secara random sejumlah klaster yang diperlukan.Dari contoh di atas, diambil 10 dari 75 majelis taklim.

8. Menyertakan seluruh anggota populasi pada tiap-tiap klaster.Dari contoh di atas, seluruh anggota kelompok dengan jumlahrata-rata 50 orang dari 10 majelis taklim dijadikan anggotasampel.

4. SAMPLING SISTEMATIK (SYSTEMATIC SAMPLING)Sampling sistematis merupakan proses pengambilan

anggota sampel dari sejumlah anggota populasi, yangindividunya diseleksi dari suatu daftar dengan mengambil setiapanggota pada nomor ke-X. Penentuan nomor ke-X dihitungberdasarkan perbandingan ukuran populasi dan ukuran sampel,yaitu jika X = 5, anggota sampel diambil dari setiap nomor yangke-5, dari nomor-nomor sebelumnya yang telah ditentukan; X =10, berarti nomor ke-10 yang diambil, demikian seterusnya.

Misalnya, sebut saja populasi sebanyak 2.000 orang. Daripopulasi itu, diambil 200 orang sebagai anggota sampel Xdihitung dengan membagi 2.000 olh 200 (2.000 : 200 = 10). Dengandemikian, anggota sampel diambil dari daftar pada setiapbilangan ke-10. Pengambilan sampel tersebut ditentukan secaraacak oleh peneliti. Umpamanya, dari daftar 2.000 orang anggotapopulasi, dipilih nomor 8 untuk pengambilan pertama. Nomor-nomor berikutnya yang menjadi sampel adalah 18, 28, 38, 48, . . .,1.088, 1.098.

Perbedaan yang paling menonjol antara sampel sistematisdan bentuk-bentuk sistem lainnya adalah setiap anggota populasitidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untukterpilih menjadi anggota sampel. Meskipun begitu, untuk terpilihmenjadi anggota sampel. Meskipun begitu, untuk pemilihanpertama, seorang peneliti dapat dengan bebas memilih satunomor dari daftar populasi yang tersedia. Dengan kata lain,peluang tersebut hanya terjadi satu kali pada pemilihan awal.

Meskipun pemilihan tersebut tidak terjadi secara bebas,masih terdapat juga peluang bebas jika pembuatan daftaranggota populasi disusun secara random. Hanya saja, suatudaftar populasi jarang sekali tersusun secara random karenakebanyakan dibuat secara alfabetis.

Pada praktiknya, sampel sistematis ini melibatkanlangkah-langkah sebagai berikut.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 109

1. Mengidentifikasikan dan mendefinisikan suatu populasi.2. Menentukan ukuran sampel yang diharapkan.3. Mendapatkan daftar nama dari anggota populasi.4. Menentukan besarnya X dengan cara membagi populasi dan

besarnya ukuran sampel yang diharapkan.5. Mulai dengan pengambilan pertama secara bebas dari daftar

populasi yang tersedia.6. Selanjunya mulai dari poin pertama tersebut, ambil setiap

nomor ke-X dari daftar, hingga diperoleh sebanyak ukuransampel yang diharapkan.

7. Jika sampai pada nomor akhir dari daftar populasi belumdiperoleh jumlah sampel yang diharapkan, pengambilan itudilanjutkan ke nomor awal dari daftar populasi.

Demikianlah beberapa bentuk sampel yang dapat digunakandalam penelitian dakwah. Dari keempat bentuk sampel tersebut,dapat dipilih sampel yang sesuai dengan bentuk, tujuan, metode, danmasalah penelitian yang hendak dilakukan.

C. Jenis Populasi dan Sampling1. Jenis-jenis Populasi

Populasi terdapat dua yaitu populasi tak terhinggadan populasi terhingga. Populasi dikatakan tak terhingga bilajumlah anggotanya tidak mungkin dapat dihitung, misalnyajumlah mahasiswa di Indonesia, jumlah kendaraan berodaempat di Indonesia.

2. Jenis-jenis SamplingBila populasi homogen, tidak perlu sulit-sulit mencari

teknik sampling, teknik manapun bisa digunakan, cari sajateknik sampling atau gunakan saja teknik sampling yang palingkita senangi, yang paling gamblang, hasilnya akan samarepresentatif. Bila unit-unit populasi kondisinya heterogen,barulah diperlukan Metode statistik, yaitu cara-cara melakukansampling, menentukan besarnya jumlah anggota atau unitsampel dan pemilihan anggota sampel.

Sehubungan dengan hal itu, Mendenhall, Ott danScheaffer (1971),menunjukkan berbagai Metode sampling dalambukunya yang berjudul Elementary Survey Sampling, yang akandijelaskan dalam sub bab berikut.

110 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

D. Cara Menentukan Besarnya Jumlah Anggota Sampel

1. Ukuran Besarnya jumlah anggota sampel, bila menaksirrata-rata populasi

Bila akan menaksir rata-rata dari populasi yang jumlahnyatelah diketahui. Lalu kita menghitung besarnya error dan kita telahperoleh sebesar B dan kita pun memastikan resiko kekeliruan sebesar5%, kita dapat memperoleh ukuran besarnya jumlah anggota sampeldengan menggunakan rumus berikut:

Menurut Harun Al Rasjid (1984), dengan rumus tersebut akanmengalami kesulitan, maka ia menyarankan agar menggunakanrumus berikut

= 21 + 1 2 , = 2 , : = 1 +

Untuk menggunakan rumus itu dilakukan dua tahap, yaitu :

Pertama menghitung =Jika no ≤ 0,05 N, maka sampel yang diambil adalah no (samplingfraction = 1).Jika n > 0,05 N, dilakukan perhitungan tahap kedua yaitu :

no

no =1+ no

nKeterangan :

Sampling fraction atau pecahan sampling, memperlihatkan ukuranjumlah anggota sampel dari populasi, yaitu perbandingan antaraukuran besar sampel dengan ukuran besar populasi S2, adalah rumusvarians.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 111

S2 N - nVar (ȳ) =

n N2. Rumus menentukan besarnya jumlah anggota sampel, bila

yang akan ditaksir adalah total

Untuk menentukan ukuran sampel (n), bila yang akan ditaksiradalah total, maka menggunakan rumus sebagai berikut :

= ( − 1) += 4

(Mendenhall dkk, 1971 : 42)

Harun Al Rasjid (1984), menyarankan rumus berikut :

= 21 + 12

Jika n0 = maka =3. Rumus menentukan besarnya jumlah anggota sampel, bila

akan menaksir prosentaseBila akan manaksir prosentase, minimalnya berapa porsen penduduksebuah desa yang memiliki kitab suci al-Qur’an ? untuk menelitinyakita menentukan jumlah anggota sampel dengan rumus yang ditulisoleh Mandenhall dkk (1997) Sebagai berikut :

= ( − 1) + , = 1 − ; = 4

112 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Harun Al Rasjid (1984), menyarankan rumus berikut :

=2 2 2 22

1 + 12 22 − 1Maka rumusnya menjadi : = 1 + − 1Hitunglah n0 dengan menggunakan rumus= 2 22

=2 24 21 + 12 24 2 − 1

Sampel sejenis ini disebut sebagai sampel maximin, yaitu keluarterbesar dari terkecil.

E. Teknik Pemilihan Anggota SampelHarun Al Rasjid (1984), rnenerangkan bahwa Simple Random

Sampling (SRS) yaitu "sampling acak sederhana" adalah teknikpengambilan atau penentuan ukuran jumlah anggota sampel danteknik pemilihan anggota yang masuk ke dalam sampel tersebut.Yang termasuk kedalam teknik pemilihan sampel secara acak ialah,cara sederhana, cara melalui pernbagian dan dengan menggunakantabel angka random. Sutrisno Hadi (977), menjelaskan proseduryang digunakan untuk random sampling dengan cara undian, caraordinal dan randomisasi dari tabel bilangan random.

Cara "undian' dilakukan seperti mengundi kesempatanmemungut uang pada arisan. Pertama dibuat daftar nama-nama

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 113

anggota populasi, kemudian dibuat potongan-potongan kertas 'dancantumkan nama atau nomor urut anggota populasi itu masing-masing pada tiap potongan kertas tersebut. Lalu kertas itu digulung,masukkan ke dalam tabung, lalu dikocok dan dikeluarkan satu demisatu sebanyak atau sejumlah anggota sampel yang diperlukan.

Cara "ordinal" ialah dengan menyusun anggota populasi padasebuah daftar dan diberi nomor urut. Pemilihan anggota sampeldengan cara mengambil anggota yang bernomor tertentu, misalnyayang bernomor urut ganjil atau bernomor urut geriap atau menurutkelipatan tiga, lima dan seterusnya. Pengambilan dilakukan sebanyakjumlah sampel yang telah ditentukan.

Cara "randomisasi" yaitu cara menggunakan tabel angkarandom. Mula-mula membuat daftar anggota populasi dan diberinomor urut. Kemudian sediakan daftar atau tabel angka random;pada setiap buku statistik terdapattabel angka random. Setelah itulakukan pemilihan angka pada baris dan lajur. Jatuhkan ujung pensilkepada tabel angka random tersebut. Perhatikan pada angka berapaujung pensil itu jatuh, catat dua angka yang terdekat dengan tempatjatuhnya ujung pensil itu. Angka-angka tersebut menunjukkan barisdari atas. Ulangi langkah tersebut, ambil dua angka lagi; angka itumenunjukkan lajur dari tabel angka tersebut, Perpotongan ataupersilangan antara baris dan lajur tersebut menunjukkan nomor dananggota sampel pertama yang harus diambil. Untuk pengambilananggota sampel lainnya, ambillah nomor terdekat denganpersilangan tadi ke atas, ke bawah, hingga jumlah anggota sampelterpenuhi. Bila angka-angka itu tidak mencukupi ulangi lagi langkah-langkah tadi, mulai menjatuhkan ulang ujung pensil dan seterusnya.

Dijelaskan pula bahwa sampling itu adalah sampling dasardan menjadi dasar yang efesien bagi rumus-rumus lain artinyadengan sampel yang lebih kecil, keterangan yang diperoleh sama.Sampling ini jarang digunakan karena ia hanya akan baik hasilnyabila memenuhi persyaratan, yaitu karateristik atau anggota sampeltersebar diseluruh populasi secara merata dan karateristik relatifhomogen, sampling frame yang lengkap, peluang setiap unitsampling mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih kedalam sampel dan oleh karena demikian semua rumus statistikberlaku.

Bila tidak dapat menggunakan rumus-rumus tersebut di ataskarena sulit menebtukan varians atau presisi dan standar error, kitadapat menggunakan rumus untuk menentukan ukuran sampel

114 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

berdasarkan biaya dan waktu, sebagai berikut :

C = c0 + c1 n ; C = dana yang tersediac0 = fixed cost (tak tergantung besarnya sampel)c1 = biaya tiap unit sampling

Biaya tiap unit sampling dihitung berdasarkan biaya kuisioner tiapunit, biaya interviu tiap unit, biaya transportasi interviewer tiap unitdan sebagainya.

T = t0 + t1 n ; T = waktu yang tersediat0 = fixed time (tak tergantung besarnya sampel)t1 = waktu yang digunakan untuk tiap unit

sampling

Waktu tiap unit sampling dihitung berdasarkan waktukuisioner tiap unit, waktu interviu tiap unit sampling, waktu untukperjalanan yang diperlukan dan sebagainya.

F. Stratifies Random Sampling (STRATA = Sampling Acak denganStratifikasi)

Sampling Acak dengan stratifikasi, ialah cara-cara membagisampel menjadi lapisan-lapisan sampel karena terdapat lapisan-lapisan populasi.1. Pertama, membagi populasi ke dalam sub-sub populasi di masa

karakteristiknya homogen. Sedangkan keseluruhan populasidilihat dari sudut stratanya adalah homogen.

2. Kedua, dari setiap stratum disusun sampling frame (kerangkasampling atau sampling list), yaitu daftar yang berisi unit-unitsampling.

3. Ketiga, dari setiap stratum diambil sampel dengan ukuran dengancara simpel random sampling (sampling acak sederhana). Karenasampel diambil dari setiap stratum, maka disebut ‘StratifiedRandom Sampling’.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 115

Gambar 3. Gambar Populasi Berlapis

Sumber: Harun Al Rasjid, 1984: 133-134N = Ukuran populasi keseluruhanRumus : N = Ni

Ni = 1,2,.... L yaitu ukuran strata yang kei

(populasi)ni = 1,2,.... L adalah ukuran sampel yangdiambil dari stratum ke i

n = n1 + n2.... nL (seluruh sampel = overall sampling size)

G. Alokasi Unit ke dalam StratumTerdapat beberapa jenis alokasi unit sampel ke dalam

stratum yaitu lokasi sembarang, alokasi sama besar, alokasiproporsional, alokasi optimum dan alokasi Neymann.

Alokasi sembarang yaitu mengambil jumlah anggota sampeluntuk tiap stratum secara sembarang, beberapa saja yangdikehendaki, tetapi jangan lupa jangan sampai termasuk kategoriunmeasurable, artinya variansnya tidak bisa dihitung. Peluang tidaksama, harus ada pembobotannya.

Alokasi sama besar yaitu dimana tiap stratum mempunyaijumlah anggota sampel sama besarnya dengan stratum lainnya.Sekurang-kurangnya mempunyai presisi sama dengan sampel sampelacak sederhana, bila antara stratum tidak sama besar, harus adapembobotannya.

Alokasi proporsional dilakukan dengan menggunakanrumus :

Nini = n (Mendenhall, 1971 : 71)

N

116 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Dimana peluang tiap unit ke dalam sampel adalah sama,segala rumus statistik boleh digunakan tanpa bobot lagi, presisinyapaling tidak sama dengan sampel acak sederhana.

Alokasi optimum maksudnya adalah dengan biaya tertentuakan diperoleh presisi yang maksimum atau dengan presisi tertentu,biaya maksimum. Tiap stratum akan memperoleh biaya yang berbedadan alokasinya sesuai dengan rumus berikut :

NiSi √ci

ni = L n (Mendenhall, 1971 : 65)∑ NiSi √ci

I=1

Yang paling baik dari alokasi ini adalah alokasi optimum,oleh karena itu S dan C harus diketahui untuk setiap stratum. Hal-halyang perlu ialah, makin besar ukuran stratum, makin banyaksampel:makin tidak homogen makin tidak banyak anggota sampel yangdiambil, makin murah makin banyak diambil.

Alokasi Neymann, bila biaya untuk tiap unit tiap stratumsama, maka alokasinya sesuai dengan rumus berikut :

NiSi

ni = n (Mendenhall, 1971 : 69)∑ NiSi

Apabila menggunakan rumus alokasi proporsional, akanmuncul self-weighting sampel.

Ni ni nni = n =

N Ni N1

yst = (Ni ȳi)N

1(Ni ȳst) = self – weighting

N

Rumus Ukuran Sampel Keseluruhan (Overall Sampel Size), jikayang akan ditaksir adalah rata-rata (Mendenhall, 1971 : 61)

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 117

= ∑+∑= −= 4= 2 ( )

4 = −− 1Rumus di atas dapat digunakan bila Ni – 1 – Ni ; bila Ni – 1 = Ni,

maka harus kembali menghitungnya dengan rumus berikut := ∑ ∑ dimana

Langkah kerja menentukan ukuran sampel (n), jika yang akan ditaksiradalah rata-rata1. Menentukan parameter yang akan ditaksir, misalnya u.2. Menentukan jenis alakosi yang akan digunakan dan alasan-alasan,

misalnya Neymann atau optimum.3. Mencari harga wi, setelah wi diketahui harganya dimasukkan ke

dalam rumus. Jika menggunakan alokasi yang proporsional, maka

Ni Ni L

ni = n, wi = ; ∑ w i = 1N N i=1

H. Ratio Method of Estimation1. Menentukan Ukuran sampel jika yang akan ditaksir R, Maka

digunakan rumus berikut :

Nσ2 B2.μ2.χn = , D =

118 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

ND+ σ2 4Untuk mencari bilangan S2, gunakanlah rumus berikut :

n∑

S2 = i=1

2. Menentukan Ukuran Sampel, jika yang ditaksir adalah Total (Ty)B2

Rumusnya sama dengan di atas, tetapi D = dan untuk4N2

menghitung 2 Menggunakan rumus S2 seperti di atas.

3. Menentukan Ukuran Sampel jika akan ditaksir Ty, rumusnyasama juga, tetapi :

B2

D =4N2

I. Single Stage Cluster SamplingMenentukan Ukuran Sampel (n), jika yang akan ditaksir

adalah melalui

Cara-cara memilih Unit Sampling:

1. Cara memilih Unit Sampling secara sistematik, jika N diketahuiadalah sebagai berikut:a. Cara biasab. Cara Kishc. Cara lahiri

2. Cara memilih Unit Sampling, jika N tidak diketahui.3. Cara memilih repeated systematic sampling.

J. Sampling untuk Populasi Bergerak1. Menentukan ukuran populasi melalui direct sampling

Direct sampling adalah Metode sampling denganukuran sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu. Bilaterdapat N, sebuah populasi di mana kita tidak mungkinmengambil sebagian anggotanya untuk membuat sampling framedan bermaksud akan menaksir populasi N tersebut, kita bisamembuat taksiran terhadap N melalui sampling dengan ukuran

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 119

sampling yang telah ditentukan, artinya sampel tersebut telahfixed yang disebut direct sampling.

Prosedurnya mula-mula mengumpulkan sebuah sampeldengan urutan t. Bila kita berkeinginan mengukur burung nurimerah di IrianJaya, tangkaplah nuri merah dengan jalaperangkap. Semua burung nuri merah yang tertangkap diberitanda, kemudian dilepaskan lagi, dengan asumsi burung-burungyang diberi tanda itu akan bercampur lagi dengan burung nurilainnya dan akan bergerak beterbangan. Kemudian setelahburung-burung yang bertanda itu bercarnpur dan bergerak, kitamengambil lagi dengan cara tadi, sebanyak n burung Cdalamdirect sampling n < t, namun bisa juga sebaliknya). Selanjutnyaperhatikan berapa burung nuri yang telah diberi tanda dantertangkap kembali, misalnya terdapat sejumlah burungdimaksud, kita beri lambang 's'. Kemudian kita membuat taksirantentang N.

Menaksir N dari kasus seperti di atas dapat menggunakanestimator sebagai berikut: =

Rumus tersebut dikenal sebagai rumus 'Loncoln-PetersonIndex of Dispersion Ekologi'. Sebelum melanjutkan operasi, kitaingat akan asumsi bahwa benar-beriar ada N maka N adalahestimator tak bias, tetapi sebenarnya tak ada N sehingga Nmenjadi estimator bisa dari N, rumusnya sebagai berikut:= + ( ) (Mandenhall, 1971 : 189)

Varians adalah : = ( )Untuk menjaga agar tidak terjadi kekeliruan dalam memilih t

dan n, agar biasnya tidak terlalu besar, maka peneliti terlebih dahulumenentukan harga t dan n berdasarkan tabel berikut:

Tabel4. Tabel Untuk Menentukan t dan npi tt

NP2 = n

N .001 .01 .1 .25 .50 1.0

120 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

.001 999000 99000 9000 3000 1000 0.01 99000 9900 900 300 100 0.1 9990 990 90 30 10 0-.25 3996 396 36 12 4 0.50 1998 198 18 6 2 '01.0 999 99 9 3 1 0Sumber: Mendenhall, 1971: 193.

Langkah-langkahnya sebagai herikut:1. Buatlah estimasi ukuran populasi berdasarkan sebuah range, atau

tidak kita huat tetapi telah ada estimasi ukuran range berdasarrange, misalnya 40 - 1000, maka amhillah yang terbesar, dalamhal ini 1000. Jadi kita telah memiliki estimasi N sama dengan1000.

2. Tentukanlah sampling fraction untuk tiap-tiap sampel.t n

Dalam Tabel4 di atas P = --; P = --, misalnya ditemukan PI = 0,25 danP2 = 0,25, maka dalam

N Ntabel di atas diperoleh bilangan 12, ini tidak lain adalah :

Var ( 'N)N

Jadi Var ( N) = (1000) (2) = 12.000Bond of error = 2 Var ( N) = 2 V12.000·= 219,089Jadi populasi yang dicari adalah kurang lebih 219 ekor burung nurimerah.

t tKemudian sampel t : = 0,25 = , t = 250 (sampel 1)

N 1000t t

Sampel n : = 0,25 = , t = 250 (sampelII)

N 1000Kalau errornya 150, bilangan itu sama dengan2 Var (N), maka var ('N) =150/2 = 75, jadi var ( N) = 752 = 5625.Var (‘N) Var (‘N) 5625

= = kemudian cari hasil dalam tabel diatas,dan temukan angka 6

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 121

N 1000 1000Jadi P1 = t/N = 0,25, t = 250 ; P2 = t/N = 0,50, t = 500.(Mandenhall dkk, dalam Harun Al Rasjid, 1984: 193, 194)CARA LAIN MENENTUKAN UKURAN SAMPEL

A. Penentuan Ukuran Sampel apabila yang akan ditaksir adalahParameter Populasi

Bila kita berkeinginan mengambil kesimpulan populasidengan penyimpangan sekecil mungkin bila dibandingkan denganyang sebenarnya, ukuran sampel tersebut dapat ditentukan denganmemperhatikan hal-hal sebagai berikut:1. Besar kekeliruan menaksir atau perbedaan antara parameter yang

ditaksir dengan parameter penaksir,2. Angka kepercayaan yang wajar untuk penaksiran.

Rumus untuk menentukan ukuran sampel dimaksud adalah:n ≥ p Cl - p) Cz/b)2

Harga p dapat ditentukan dengan mernilih salah satu caraberikut:1. Perigalaman atau hasil penelitian yang lalu,2. Perkiraan manajemen,3. Cara konservatif, ialah diambil maksimum p (p - 1) = 0,25,

apabila keadaan a dan b tidak ada (Sudjana, 1990: 51-52).

Keterangan:n = ukuran sampel< = lebih ked≤ = lebih kecil atau sama dengan> = lebih besar≥ = lebih besar atau sama denganp = parameterz = sebuah harga/diambil dari daftar normal baku.

contoh: peluang 90%, harga z-nya adalah 1,645peluang 95%, harga z-nya adalah 1,960

b = perkiraan kekeliruan menaksir

B. Sampel PurposivePurposive sampling atau sampel purposif ialah pengarnbilan

sekelompok anggota sampel yang mempunyai karakteristik yangsesuai dengan karakteristik populasi yang terlebih dahuIu telah

122 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

diketahui. Karakteristik ini diperoleh dari informasi yang dapatdipercaya sebenarannya, misalnya karena ada hasil penelitianterdahuIu atau hasil sensus.C. Sampel Quota (Quota Sample)

Sampel quota ialah sampel yang terlebih dahulu ditetapkanjumlah anggotanya atau ukuran sampel, kemudian dilakukanpengambilan anggotanya berdasarkan quotum. Setelah quotum ituditetapkan, barulah peneliti melakukan penelitian. Pemilihan anggotaquota sampel ini diserahkan kepada petugas pengumpul data,dengan catatan anggota sampel ini memenuhi kriteria yang telahditetapkan dan jumlahnya sesuai dengan jumlah yang telahditetapkan pula. Teknik ini banyak dikritik para pakar disebabkanbertentangan dengan harapan probabilitas.

D. Sampel Kembar (Double Sample)Sampel kembar ialah dua buah kelompok sampel. Sampel

pertama diteliti dengan menggunakan teknik interviu. Maksudnyaialah bila sampel kedua ini tidak bisa diteliti dengan angket karenahalangan tertentu, misalnya karena tidak mengembalikan daftarangket yang telah dikirim kepadanya. Atau dapat juga digunakanuntuk mengecek kesahihan informasi, ditetapkan dua kelompoksampel: sampel pertama diteliti, hasilnya dicek dengan hasilpenelitian sampel kedua.

E. Are Probability SampleSampel jenis ini membicarakan wilayah atau daerah geografi,

yang menjadi lokasi tempat penelitian berlangsung. Teknik inimenjelaskan bahwa daerah penelitian dibagi-bagi menjadi beberapadaerah yang lebih kecil, sebuah Negara dibagi menjadi beberapaPropinsi; tiap Propinsi dibagi-bagi menjadi beberapa Kebupaten atauKotamadya; tiap Kabupaten atau Kotamadya dibagi-bagi lagi menjadibeberapa Kecamatan; tiap Kecamatan dibagi-bagi lagi menjadibeberapa Desa dan tiap-tiap Desa dibagi-bagi lagi menjadi beberapaRukun Warga dan Rukun Tetangga. Pengambilan jumIah atau ukuransampel ditetapkan berdasarkan situasi tertentu yang diperhitungkanoleh perencana penelitian. Sedangkanteknik pengambilan anggotasampel dilakukan menurut teknik-reknik yang telah diuraikan dimuka, terutama teknik random sampling.

Populasi seperti dikatakan Suharsimi (1993), adalahkeseluruhan subyek penelitan. Apabila seseorang ingin meneliti

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 123

semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, makapenelitiannya merupakan penelitian populasi. Scarvia B. Anderson(1975) mengatakan, “A population is a set (or collection) of elementspossessing one or more attributes of interest.” Sedangkan Husein (2002)mengartikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dariobyek atau subyek yang memunyai karakteristik tertentu dankesempatan sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. SedangkanSingarimbun (1989), berpendapat populasi ialah jumlah keseluruhandari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga.

Menurut Suharsimi (1993), sampel adalah sebagian atau wakilpopulasi yang diteliti. Sedangkan Husein (2002), berpendapat bahwasampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi. Sekaran (2003)menilai, hampir seluruh populasi diambil sebagai sampel. Danmenurut Roscoe (dalam Sekaran, 2003) ukuran sampel lebih besardari 30, dan kurang dari 500 adalah jumlah yang cocok untuk hampirsemua jenis penelitian.

Pada umumnya masalah sampling timbul apabila penelitibermaksud untuk:

1. Mereduksi obyek penyelidikannya dengan mengambilsebagian obyek gejala atau kejadian yang dimaksudkan saja.

2. Peneliti ingin mengadakan generalisasi dari hasilpenyelidikannya. Mengadakan generalisasi berartimengesahkan kesimpulan-kesimpulan kepada obyek-obyekgejala atau kejadian-kejadian yang lebih luas daripadaobyek-obyek gejala maupun kejadian-kejadian yangdiselidiki.

1. Petunjuk mengambil sampela. Daerah generalisasi

Yang terpenting di sini adalah menentukan terlebihdahulu luas populasi sebagai daerah generalisasi. Selanjutnyabarulah menentukan sampel dari daerah penelitian itu. Contohyang penting untuk diperhatikan, jika kita ingin menyelidikhanya satu kelas dalam sebuah sekolah, jangan perluaspengambilan sampelnya hingga ke kelas-kelas lain. Apalagimeluaskannya hingga menyimpulkan sekolah-sekolah lain.

2. Penegasan sifat-sifat dan batas-batas populasi

124 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Bila luas daerah generalisasinya telah ditetapkan, haruslahsegera diikuti dengan penegasan tentang sifat-sifat populasinya.Penegasan ini sangat penting bila menginginkan adanya validitas danreliabilitas penelitian.3. Sumber-sumber informasi tentang populasi

Untuk mengetahui ciri-ciri populasi secara rinci, dapatdiperoleh melalui bermacam-macam sumber informasi seputarpopulasi yang dituju. Misalnya menelisik sensus penduduk, ataudokumen yang disusun oleh instansi dan organisasi.

4. Menetapkan besar kecilnya sampelDalam konteks ini, penelitian pada dasar tidak membatasi

besar atau kecilnya sampel yang harus diambil.

5. Teknik-teknik Samplinga. Teknik random sampling (probability sampling).

Yaitu pengambilan sampling secara acak. Atau teknikpengambilan sampel semua individu dalam populasi, baiksecara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Semua sampel diberikesempatan sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Pelaksanaan teknik ini dapat berupa:1) Undian2) Ordinal. Yaitu dengan memilih nomor-nomor genap

atau gasal atau kelipatan tertentu melalui pembuatandaftar yang berisi semua subyek, obyek peristiwa ataukelompok yang akan diselidiki, lengkap dengan nomorurutnya.

3) Randomisasi dari tabel bilangan random. Cara inimenuntun para peneliti untuk memilih anggota sampeldengan langkah menjatuhkan pensil secara sembarangpada petak-petak tabel yang berisi nomor-nomor, hinggadiperoleh sebanyak anggota yang dibutuhkan.

b. Teknik non random sampling (non probability sampling).Yaitu cara pengambilan sampel yang tidak memberi

semua anggota populasi kesempatan untuk dipilih menjadisampel. Penelitian-penelitian pendidikan maupun psikologi,adakalanya menggunakan teknik ini, karenamempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Misalnya: faktorumur, tingkat kedewasaan, tingkat kecerdasan dan lain-lain.

6. Cara menentukan jumlah sampel

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 125

Untuk menentukan besarnya sampel dari populasi yang ada,peneliti dapat menggunakan rumus Slovin (Husein Umar,SE,MM,2002:146):

21NeNn+=n = Ukuran sampelN = Ukuran populasie= Prosen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahanpengambilan sampel yang masih dapat ditolerir ataudiinginkan.

Contoh:Jika jumlah populasinya 245, lalu berapakah jumlah populasi

minimal yang harus diambil dengan taraf sign 10 % ?Jawabannya adalah sebagai berikut:2)1,0(2451245+=nn = 71

Sedangkan menurut Naresh K. Malhotra (1993), untukmenentukan ukuran sampel dari populasi, ditetapkan sesuai denganvariabel atau butir pertanyaan yang digunakan dalam penelitian.Menurutnya, jumlah sampel (responden) paling sedikit 4 atau 5 kalijumlah variabel yang digunakan dalam penelitian.

Misalnya, dalam sebuah penelitian menggunakan 15 variabel,maka besar sampelnya minimal 60 orang (15×4). Dengan demikian,jumlah 60 sampel responden dianggap sudah memenuhi syarat.

Cara menghitung sampel yang paling mudah adalah denganmenggunakan formulasinya Sekaran (2003). Dalam tabel simulasinyasekarang telah menentukan jumlah sampel minimal yang harusdiambil jika seseorang mengadakan penelitian.

Berikut ini tabel simulasi Sekaran:Tabel: 3 Table for Ditermining Sample Size from a Given

PopulationN s N s N s10 10 220 140 1200 29115 14 230 144 1300 29720 19 240 148 1400 30225 24 250 152 1500 30630 28 260 155 1600 31040 32 270 159 1700 31345 36 280 162 1800 31750 40 290 165 1900 32055 44 300 169 2000 32260 48 320 175 2200 327

126 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

65 52 340 181 2400 33170 56 360 186 2600 33575 59 380 191 2800 33880 63 400 196 3000 34185 66 420 201 3500 34690 70 440 205 4000 35195 73 460 210 4500 354100 76 480 214 5000 357105 80 500 217 6000 361110 86 550 226 7000 364120 92 600 234 8000 367130 97 650 242 9000 368140 103 700 248 10000 370150 108 750 254 15000 375160 113 800 260 20000 377170 118 850 265 30000 379180 123 900 269 40000 380190 127 950 274 50000 381200 132 1000 278 75000 382210 136 1100 285 1000000 384N: Population sizes.S: Sample size.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 127

A. Analisis WacanaAnalisis isi dan struktur media yang melahirkan media

discourse analysis (MDA). Pusat perhatian analisis wacana adalah isimedia.

Analisis wacana kritis (MDA) merupakan pengembangan darianalisis isi yang berciri sistematis, objektif, dan kuantitatif (Kerlinger,1973). Analisis isi menurut Kerlinger tersebut digunakan oleh BernardBerelson dalam berbagai proyek penelitiannya dan juga digunakanKlaus Kriffendorf. Analisis isi bersifat kuantitatif deductif-nomotetic.

Analisis isi memiliki kelemahan:1. terlalu mengacu pada pesan yang tampak (manifest content)2. kurang memperhatikan konteks3. mengabaikan makna simbolik pesan (tidak ditemukan pesan yang

sesunguhnya dari teks).Berger mengembangkan analisis isi dalam bentuk teknik

ananalisis media (media analysis technique) yang dibagi atas:- semiological analysis- marxist analysis- psychoanalitycal criticsm- Sociological analysis

Pada dekade 1980-an, analisis isi sangat berkembang danbanyak digunakan para peneliti. Tahun 1990-an di Indonesiaberkembang penelitian dengan metode analisis wacana yangkemudian mengembangakan media discourse analysis (MDA) yangbiasa disebut ”analisis teks”.Analisis teks memusatkan padabagaimana bahasa digunakan untuk memerankan kegiatan,pandangan, dan identitas.

BABV

METODE ANALISIS PENELITIANDAKWAH DAN KOMUNIKASI

128 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Analisis wacana memiliki banyak pendekatan dan metode.Salah satunya adalah pendekatan kritis.Norman Fairclough mengemukakan CDA memperlihatkanketerpaduan antara:- analisis teks- analisis proses produksi, konsumsi, dan distribusi teks- analisis sosiokultural di sekitar wacana.

Analisis wacana ingin mengungkapkan apa yang ada di balikrealitas (virtual reality) dari informasi dakwah Islam, denganmempertanyakan:- adakah realitas kesejarahan dan pengaruh kekuatan sosial,

budaya, dan ekonomi-politik di balik teks dan ionformasi dakwahIslam yang dikonstruksi oleh media yang diteliti?

- Adakah kesamaan “realitas” dari penggambaran (konstruksi)realitas dakwah Islam di media yang dianalisis?

- Kekuatan manakah (idealis, ideologis, politis, atau ekonomis)yang lebih berpengaruh terhadap suatu media dalammengkonstruksi informasi dakwah Islam?

1. Langkah-langkah Penelitian:1. Mengidentifikasi tipologi pengkonstruksian informasi

dakwah Islam oleh sebuah media. Untuk keperluan itudilakukan analisis framing.

2. Melakukan wawancara mendalam dengan pengelolamedia. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkaninformasi mengenai adanya nilai-nilai ideologis, idealis,politis, dan ekonomis yang dianut oleh masing-masingmedia tatkala mengkonstruksi sebuah informasi dakwahIslam.

Paradigma kritis selalu menempatkan aspek perubahan(emansipasi) atau penyadaran (advokasi) sebagai tujuan akhirnya.Paradigma krisitis dalam analisis wacana berupaya membongkaraspek-aspek tersembunyi di balik sebuah kenyataan yang tampakguna dilakukannya kritik dan perubahan (critique andtransformation) terhadap struktur sosial.

Ada kerangka teori yang digunakan untuk memahamirealitas sosial, sehingga cara pikirnya bersifat deduktif. Hal inidilakukan untuk menjelaskan fenomena atau fakta yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 129

ditemukan, bukan menguji. Hasil analisis dihubungkan dengankerangka teori sehingga diperoleh pemahaman baru tentangfenomena. Pada tahap ini digunakan penalaran induktif yangmenggunakan fakta sebagai dasar bagi pembentukan konsep-konsep yang lebih abstrak dan general.

Kegiatan penelitian utama dari analisis wacana kritisadalah mencari makna dari tanda-tanda yang dianggap significantdalam sebuah teks.

Teori semiotika dapat digunakan sebagai metode analisis(metode analisis teks) dengan memperhatikan kata, istilah, frase,gambar, cara penulisan, penyembunyian fakta, dsb. dalamkeseluruhan teks, mulai dari judul sampai kata terakhir.Pertanyaan-pertanyaan semiotiknya adalah:

1. Bagaimana media membicarakan kelompok tertentu?2. Bagaimana media membentuk citra kelompok tertentu?3. Bagaimana perlakuan (pembahasan) media terhadap masalah

tertentu?

Dalam menganalisisnya berkaitan dengan arti atau artitambahan dari istilah yang digunakan media.

KERANGKA KERJA PENELITIAN

Faktoreksternal:

Pasar,politik

FaktorInternal :ideology

LiputanInformasi

Dakwah Islam

CDA:- analisis social- analisis praktis- analisis teks

Multi-LevelMethod

- Studiliteratur

- Depthinterviewdenganpengelolamedia

- Analisistekseklektif

Hasil :realitasdi balikteks-teks

130 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

CDA merupakan jenis discourse analytical research yangterutama mempelajari social power abuse, dominasi, danketidaksetaraan (inequality) yang terbentuk, diproduksi, danditentang oleh teks dan pembicaraan (talks) dalam konteks sosial danpolitik. Prinsip-prinsip (tenets) CDA sudah ditemukan dalam criticaltheory dari Frankfurt School sebelum Perang Dunia II (Rasmussen,1996). Aliran ini fokus pada bahasa dan discourse yang diinisiasikandengan ‘critical linguistics’ yang muncul (terutama di Inggris danAustralia) pada akhir tahun 1970-an (Fowler Hodge, Kress & Treww,1979; lihat juga Mey, 1985). CDA meliputi seperti pragmatics,conversation analysis, narative analysis, rhetorics, sociolinguistics,ethnography, dan media analysis.

2. Analisa Wacana dan MasyarakatFungsi analis wacana kritis bagi masyarakat yaitu

memberikan kesadaran nyata (explicit awareness) atas peranmereka. Pemikiran ini bersumber dari bahwa ilmu itu ‘value-free’.

Critical Discourse Research (CDR) harus memenuhiprasyarat sebagai berikut, agar efektif dalam mencapaitujuannya, yaitu: Karena termasuk riset yang marginal, CDR harus menjadi

lebih baik daripada riset lainnya agar dapat diterima. Fokus utamanya pada permasalahan sosial dan isu-isu politik,

daripada paradigma dan fashions (kebiasaan) saat ini. Secara empiris, analisa kritis masalah sosial biasa

multidisciplinary. Bukan hanya menjelaskan struktur wacana, tetapi ini mencoba

menjelaskan pengertian interaksi sosial dan khususnyastruktur sosial.

Lebih khusus lagi, CDA memfokuskan pada struktur wacanayang membuat, mengkonfirmasikan, melegitimasi,mereproduksi, atau menentang hubungan power (kekuasaan)dan dominasi dalam masyarakat.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 131

Fairclough dan Wodak (1997:271-280) menyimpulkanprinsip utama CDA sebagai berikut:1. CDA tertuju pada masalah sosial2. Hubungan power itu diskursif3. Wacana membentuk masyarakat dan budaya4. Wacana mengkaji (melakukan kerja) ideologi5. Wacana itu historis6. Keterkaitan antara teks dan masyarakat itu termediasi7. Analisa wacana itu interpretif dan eksplanatori8. Wacana adalah sebuah bentuk social action

Untuk memahami tema ini dengan lebih sistematis lihatCaldas-Coulthard & Coulthard, 1996; Faircloug, 1995; Fairclough& Wodak, 1997; Fowler, Hodge, Kress & Trew, 1979; van Dijk,1993 b.

3. Kerangka Konseptual dan TeoritisKarena banyak jenis CDA, sehingga ini menjadi sangat

beragam secara teoritis dan analitis. AnalisaKonversasi/percakapan (conversation) kritis sangat berbedaanalisa berita atau belajar/mengajar. Tetapi sebenarnya adaperspektif dan tujuan CDA yang sama yaitu tentang strukturwacana yang berkaitan dengan reproduksi dominasi sosial,apakah itu berbentuk konversasi atau berita atau genre dankonteks lainnya. Dan untuk kata-kata yang sering menjadipembahasan CDA yaitu power (kekuasaan), dominasi, hegemoni,ideologi, kelas, gender, ras, diskriminasi, kepentingan,reproduksi, institusi, struktur sosial atau tatanan sosial. Boleh jadijika riset CDA sering merujuk pada ilmuan dan filosof sosialkritis ternama –seperti Frankfurt School, Habermas, Foucault dsb.atau aliran neo-marxist- ketika ingin menteorikan danmemahaminya. Lalu untuk menemukan kerangka teoritissebaiknya fokus pada konsep dasar yang berkaitan dengandiscourse, cognition, dan society.

4. Makro versus MikroPenggunaan bahasa, wacana, interaksi verbal, dan

komunikasi termasuk pada analisa micro-level dari tatanan sosial(social order). Power, dominasi dan ketidaksetaraan antara

132 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

kelompok sosial termasuk pada analisa macro-level. CDA(sebagai meso-level) secara teoritis bertugas menutup ‘gap’ antarapendekatan makro dan mikro tersebut atau untuk mencapaikeutuhan analisa (unified whole) (Alexander, et al, 1987; Knorr-Cetina & Cicourel, 1981).

Dalam mencapai unified critical analysis, ada tiga hal yangsangat penting untuk dianalisa,yaitu:

a. Members-Groups; penguna bahasa (language user) yangmenggunakan wacana dianggap sebagai anggota socialgroup, organisasi, atau institusi; dan sebaliknya kelompoktersebut bertindak berdasarkan anggotanya.

b. Action-Process; social act seorang individu menjadi bagiankonstituen tindakan kelompok dan proses sosial, sepertilegislasi, pemberitaan atau reproduksi rasisme.

c. Context-Social Structure; situasi interaksi diskursif samahalnya dengan struktur sosial, seperti press confrence, initermasuk konteks ‘lokal’ dan untuk konteks ‘global’ sepertipembatasan wacana.

d. Personal and Social Cognition; pengguna bahasa memilikipersonal and social cognition: personal memory,pengetahuan, dan opini. Kognisi ini mempengaruhiinteraksi dan wacana seseorang.

5. Power sebagai KontrolPower (kekuasaan), atau lebih khusus lagi social power,

adalah kajian sentral dari critical discourse. Social power dapatdidefiniskan dengan istilah control. Power digunakan untukmengkontrol tindakan (act) dan pikiran (mind) anggota kelompoktersebut, sehingga ini juga membutuhkan power base dalambentuk seperti uang, force, status, popularitas (fame),pengetahuan, informasi, budaya, atau yang terpenting ‘publicdiscourse’ dan komunikasi (lihat Lukes, 1986; Wrong, 1978).

Power dibedakan berdasarkan pada sumberdaya yangmenggunakannya seperti orang kaya selalu memiliki powerkarena uangnya yang banyak, profesor memiliki power karenapengetahuannya, dsb. power pada dasarnya tidak bersifat mutlak(seldom absolute). Dan untuk power yang dimiliki oleh dominantgroup (kelompok dominan) biasanya terintegrasi dalam bentukhukum, peraturan, norma, kebiasaan, dan juga konsensus atau

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 133

disebut oleh Gramsci yaitu ‘hegemony’ (Gramsci, 1971).Dominasi kelas, sexisme, dan rasisme adalah contoh hegemoni. Disisi lain juga, sebenarnya bahwa power tidak selalu digunakanuntuk kegiatan abusif (penyalahgunaan), karena dalamkehidupan sehari-hari sering ditemukan taken-for-granted action(tidakan yang dianggap benar). Demikian pula, tidak semuaanggota powerful group (kelompok yang berkuasa) lebih powerfuldaripada anggota dominated group (kelompok terdominasi); powerdisini dimiliki oleh semua kelompok.

Untuk analisa hubungan antara wacana dan power,pertama, harus dilihat pada power resource (sumber kekuasaan)seperti politik, media, atau ilmu. Kedua, proses mempengaruhipikiran seseorang dan secara tidak langsung mengkontroltindakannya. Dan ketiga, ketika pikiran seseorang terpengaruholeh teks dan pembicaraan, ini sebenarnya didapati bahwawacana setidak-tidaknya secara tidak langsung mengkontroltindakan orang tesebut –melalui persuasi dan manipulasi.

CDA memfokuskan pada abuse of power, dan khususnyapada dominasi, yaitu bahwa adanya discourse control yangdigunakan untuk mengkontrol keyakinan dan tindakanseseorang. ‘Abuse’ ini disebut juga norm-violation (pelanggarannorma) dan untuk dominasi didefinisikan sebagai illegitimateexercise of power (penggunaan power yang tak sah/benar).

Ada tiga pertanyaan tentang hal ini dalam riset CDAyaitu:

1. Apakah powerful group mengkontrol public discourse?2. Bagaimana wacana tersebut mengkontrol pikiran dan

tindakan powerful group, dan apa konsekuensi sosialdari kontrol tersebut, misalnya social inequality ?

3. Bagaimana dominated group secara diskursif menentangpower tersebut?

6. Akses dan Kontrol WacanaKebanyakan orang melakukan active control atas

pembicaraan keluarga, teman atau kolega dan untuk passivecontrol dalam hal penggunaan media. Dan untuk public discourse,biasanya yang memiliki akses dan yang melakukan kontroltersebut adalah kaum elit dari social group. Misalnya seorangprofesor mengkontrol scholarly discourse (wacana ilmiah),

134 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

jurnalist media discourse (wacana media jurnalis), politician policy(kebijakan politikus), dsb.

Pengertian discourse access (akses wacana) dan discoursecontrol (kontrol wacana) adalah sangat general, dan ini menjadisalah tugas CDA untuk mengartikan bentuk power itu sendiri.Jadi, jika wacana didefinisikan dalam istilah complexcommunicative events (peristiwa komunikatif yang kompleks),maka akses dan kontrol dapat didefinisikan baik sebagai konteksdan/atau struktur teks dan pembicaraan.

7. Kontrol KonteksKonteks didefinisikan sebagai struktur (terrepresentasikan

secara mental) dari sifat situasi sosial yang relevan untukproduksi atau komprehensi wacana (Duranti & Goodwin, 1992;van Dijk, 1998). Ini terdiri dari kategori seperti situasi, setting(waktu atau tempat), tindakan yang terjadi (meliputi wacana dangenre wacana), peserta dalam berbagai peran komunikatif, sosial,atau institusional, serta mental representation: tujuan,pengetahuan, opini, sikap, dan ideologi.

8. Kontrol Teks dan PembicaraanGroup power (kekuasaan kelompok) digunakan untuk

mengkontrol struktur teks dan pembicaraan dan ini dapatmenentukan genre wacana atau speech act atas suatu kejadian.Misalnya seorang guru meminta jawaban langsung dari siswa(Wodak, 1984a, 1996). Tetapi seringkali terjadi bahwa powerfulspeaker melakukan abuse of power.

Dalam kontrol wacana terdapat hal yang kontekstual atauglobal, kejelasan makna, pilihan lexical items atau jargon dalamsuatu kondisi atau tempat tertentu (Martin Rojo, 1994). Misalnya,dalam suatu budaya menginginkan agar wanita menjadi silenced(pendiam) dan ini dianggap baik (Houston & Kramare, 1991).Tapi di sisi lain juga, ada budaya yang mengharuskan agar orang‘mumble’ (cerewet) sebagai bentuk respek (Albert, 1992).

Jadi mengkontrol wacana adalah kegiatan utama powerdan ini merupakan bentuk reproduksi dominasi dan hegemoni –dimana penerima sepenuhnya termanipulasi. Tetapi dalam risetpsikologi dan komunikasi massa dinyatakan bahwa penerimasangat otonom (memiliki alternatif atau freedom) dalammenginterpretasikan dan menggunakan teks dan pembicaraan,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 135

ini merupakan fungsi gender, kelas, atau budaya (Liebes & Katz,1990). Dan yang jelas bahwa keyakinan atau pengetahuan kitatentang dunia diperoleh melalui discourse dan komunikasi.

9. Menganalisa PikiranAgar dapat menganalisa bagaimana wacana mengkontrol

pikiran seseorang, maka harus dipisahkan antara mentalrepresentation dan cognitive operation (yang dipelajari dalamcognitive science). (untuk lebih jelasnya lihat, seperti, Graeser &Brower, 1990; van Dijk & Kinstch, 1983; van Oostendorp &Zwaan, 1994; dan Weaver, Mannes & Fletcher, 1995).

Pemisahan tersebut menghasilkan dua hal yaitu pertamamemori pribadi dan memori sosial yang merupakan tempatpengalaman atau subjective representations, ini disebut mentalmodel, yang terdiri dari pengetahuan dan opini yangterakumulasi selama hidupnya atau ini juga disebut contextmodel (van Dijk, 1998b). dan, kedua, social representation sepertipengetahuan sosio-budaya, sikap atau ideologi, atau inimerupakan pengalaman kolektif atau specific historical event.

Kontrol tersebut akan menjadi sebuah bentuk dominasi(power abuse) jika ini merupakan kepentingan dari powerful groupdan mengabaikan kepentingan yang lainnya (terjadinyamanipulasi). Dalam riset CDA dinyatakan bahwa kontrol tersebutmempengaruhi pengetahuan (factual beliefs) dan socially sharedopinions (evaluative beliefs) seperti sikap dan ideologi kelompok.

10. Strategi Wacana dalam Mengkontrol PikiranWacana dalam mengkontrol pikiran seseorang, dilakukan

melalui struktur teks dan pembicaraan serta bersifat kontekstual.Ini dikarenakan bahwa orang tidak hanya memahami danmerepresentasikan teks dan pembicaraan saja, tetapi jugamenciptakan communicative situation/event (Giles & Coupland,1991). Communicative event juga ternyata dapat mengkontrolpikiran seseorang (Martin Rojo & van Dijk, 1997).

Struktur wacana mempengaruhi mental representationdapat dilihat pada dua level yaitu global dan lokal. Contoh levelglobal seperti tema headline berita mempengaruhi pikiran orangdengan lebih powerful, karena ini dianggap sebagai informasiyang sangat penting. Peristiwa ini dinamakan preferred mentalmodel (Duin, et al., 1998; van Dijk, 1991). Dan untuk level lokal,

136 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

dimana dinyatakan bahwa wacana secara implisit memberikankeyakinan (belief) atau ini dikategorikan sebagai jenis manipulasi.

Struktur wacana dapat berbentuk leksikal dan sintaksis(Gile & Coupland, 1991; Scherer & Gile, 1979). Contoh kataleksikal yang sangat terkenal dalam politik seperti ‘freedomfighter’ vs ‘terorist’. Untuk sintaksis biasanya menggunakan‘critical linguistics’ yang memfokuskan pada pengunaan katayang terbiaskan (biased), yang sangat mempangaruhi opinipenerima seperti metapora, kiasan, hiperbola, atau eufemisme.

11. KompilasiSeperti dijelaskan di atas, dominant group, khususnya

kaum elit, sangat powerful dalam mengkontrol wacana publikdan strukturnya (melalui dominasi atau abuse of power), tetapiyang sebenarnya terjadi bahwa tidak selalu setiap orang dapatterpengaruh oleh teks atau apa yang dibicarakan. Ini menunjukanternyata struktur wacana tidak dapat sepenuhnya mempengaruhiformasi dan merubah mental model serta social representation.Inilah yang disebut kompilasi.

Jadi yang menghubungkan wacana dan masyarakat ituialah kognisi (cognition), dan ini memiliki tingkat kompleksitasyang tinggi. Karena dalam masyarakat ada banyak kolusi,konsensus, legitimasi, dan bahkan joint production dalamketidaksetraan (inequality). Kompleksitas ini menjadi menarikdalam analisa wacana –dalam mencapai keutuhan gambaransosial.

12. Riset dalam CDATeori hubungan antara wacana dan ketidaksetaraan sosial

yang dituliskan di atas memperbolehkan kita untuk menguji danmengevaluasinya dalam bentuk sebuah riset yang berkerangkaCDA (lihat Caldas-Coulthard & Coulthard, 1996; Fairclough,1995; Fairclough & Wodak, 1997; van Dijk, 1993).

Dalam persepektif CDA, selain power, dominasi, danketidaksetaraan, gender (feminist) juga menjadi satu kajian yangmenarik, bahkan feminist ini menjadi satu paradigma dalamCDA –ketika ada dominasi dan ketidaksetaraan sosial (lihatCameron, 1990, 1992; Kotthoff & Wodak, 1997; Seidel, 1988;Thorne, Kramae & Henley, 1983; dan Wodak, 1997).

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 137

Dalam studi feminist ada beberapa isu-isu yang menarikseperti:- Power membedakan interaksi konvensasional dalam

kehidupan sehari-hari antara lelaki dan perempuan.- Rangsangan seksual verbal pada perempuan.- Ketidaksetaraan gender dalam teks dan pembicaraan

birokratis dan profesional.- Akses terbatas dan kontrol pada berbagai bentuk wacana

media.- Diskriminasi pada promosi (perempuan seringkali menjadi

bintang sebagai daya tarik audiens) yang dilakukan olehorganisasi yang memproduksi wacana seperti industri mediadan percetakan.

- Representasi sexis dan stereotip perempuan dalam wacanayang terdominasi lelaki pada umumnya, dan media massapada khususnya.

13. Etnosentrisme, Antisemitisme, Nasionalisme, dan RasismePada tahun 1960-an ada gerakan oposisi menetang

ketidaksetaraan etnis dan rasial, ini menjadi bahasan (materi)CDA yaitu fokus pada representasi etnosentris dan rasis dalammedia massa, literatur, dan film (Unisco, 1977; Wilson &Gutierrez, 1985; Hartman & Husband, 1974; van Dijk, 1991). Inidiakibatkan pada adanya keterbatasan sosio-ekonomi dan sosio-budaya. Dominant group mencitrakan bangsa Afrika danAmerika-Afrika (orang negro) diadaptasikan pada sosio-ekonomiperbudakan, pengasingan, perlawan, penurut (affirmative action),dianggap pemalas, suka pamer, suka memberontak, keras, jahat,dan sekarang ini terkait narkoba dan hidup sejahtera.Keterbatasan sosio-budaya seperti ini akan merubah (melanggar)norma dan nilai tentang hubungan etnis. Selain kedua haltersebut, ada juga keterbatasan lain yaitu keterbatasan sosio-politik, seperti perang terorisme.

Ini menunjukan bagaimana wacana menggambarkan danmereproduksi representasi sosial dalam konteks sosial danpolitik. Ter Wal 1997), misalnya, telah melakukan studi tentangwacana media politik Italia yang secara bertahap berubah darianti-racist commitment dan representasi extra-communitary(Non-Eropa) menjadi gambaran yang lebih stereotip dan negatif

138 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tentang imigran dengan istilah kejahatan, penyimpangan, danancaman.

Selain Ter Wal, ada banyak para ahli yang melakukanpenelitian seperti:- Siegfreid Jager mengkaji struktur wacana dalam pembicaran

sehari-hari, serta wacana politik dan media tentang orangTurki dan imigran lainnya di Jerman.

- Ruth Wodak (1990), di Austria, meneliti wacana antisemitikmasa lalu dan sekarang terhadap masalah Waldheim.Analisanya menilai banyak genre, obrolan warung kopi(street talk) yang spontan, hingga berita TV dan wacanapolitik. Selain itu juga ia dengan paradigma wacana historismemfokuskan pada representasi imigran dari Rumania dantentang nasionalisme.

- Wetherell & Potter (1992), dengan kerangka psikologidiskursif, merekonstruksi representasi tersangka Pakeha(orang kulit putih Selandia Baru) tentang Moaris. Merekamemfokuskan pada praktek diskursif dan tindakaninterpretatif (interpretative repertoires), dan mengujibagaimana ketidaksetaraan dan eksploitasi minoritasaborigin terlegitimasi dalam obrolan sehari-hari.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa:- adanya perbedaan sosio-budaya- deviasi (penyelewengan) norma dan nilai dominan- adanya kekerasan dan ancaman

Sehingga permasalahan seperti teritorial, nasionalitas,lingkungan, ruang (space), pendapatan, perumahan (housing),pekerjaan, bahasa, agama, kesejahteraan, dsb. menjadi sangatperlu diperhatikan dalam CDA (lihat Whillock & Slayden, 1995).

14. Dari Dominasi Kelompok ke Power Profesional danInstitusional

Selain mengkaji dominasi kelompok dalam kehidupanmasyarakat, ada banyak studi kritis yang memfokuskan padaberbagai genre wacana institusional dan profesional seperti teksdan pembicaraan dalam ruang pengadilan, wacana politik,wacana ilmiah, wacana korporat, wacana media, dsb. Semua halitu, dimana power dan dominasi diasosiasikan pada sosial

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 139

domain tertentu (yaitu politik, media, hukum, pendidikan, ilmupengetahuan, dsb.) –yang berbasis profesionalisme daninstitusional. Untuk memahami konteks ini dengan benar, makaharus dilihat bahwa sebenarnya elit profesional dan institusionalserta peraturan dan kebiasaannya yang melatarbelakangireproduksi diskursif power seperti domain dan institusi tersebut.Kondisi menyatakan akan pentingnya ‘critical studies’ padabahasa, wacana, dan komunikasi.

15. Wacana MediaMedia memiliki power yang nyata (pengaruh) pada

masyarakat dan ini juga telah menginspirasikan banyak ‘criticalstudies’ dalam berbagai disiplin ilmu, setidak-tidaknya untukbidang komunikasi massa, dan selain itu juga, untuk studilinguistik, semiotika, pragmatika (pragmatics) dan wacana ataspemberitaan atau program TV. Mengenai representasiperempuan dan kaum minoritas di media, dalam ‘critical mediastudies’ ada pendekatan tradisional (content-analytical) yangmenganalisa citra terbiaskan (biased image), stereotip-sexis ataurasis di media, baik dalam teks serta ilustrasi dan photo (gambar).Critical media studies ini adalah studi yang paling menarik danbanyak dilakukan di Negara Inggris.

Meskipun riset media termasuk dalam discourse studiestetapi Stuart Hall menggkaji media dengan cultural studiesparadigm (untuk referensi studi wacana lihat Hal, et al., 1980; dancritical cultural studies lihat Angger, 1992). Studi media inisebenarnya didasari pada kombinasi Neo-Marxis Eropa (Gramsci,Althusser, Pecheux) dengan pendekatan sosio-budaya Inggris(Richard Hoggart, E.P. Thompson, Raymond Williams) dananalisa film (Screen). Mereka mengabungkan analisa teks dengananalisa citra (images) dalam pendekatan budaya yang luas padamedia. Analisa kritis wacana media di sini berkaitan denganperspektif budaya lebih luas seperti dialektika antara kesadaransosial dan mahluk sosial (social being) (Hall), seperti praktek sosial–termasuk signifying practices yang memproduksi budaya danideologi- terkait dengan yang praktek yang lainnya, danbagaimana orang mengalami (merasakan) kondisi sosialnya.

Banyak ahli yang melakukan studi media dengan criticalparadigm seperti:

140 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

- Studi linguistik dan wacana, pertama kali, dilakukan olehRoger Fowler (lihat Fowler, Hodge, Kress & Trew, 1997). Iajuga fokus pada media. Di Inggris dan Australia, ada studiyang menggunakan paradigma ini seperti studi ‘transitivity’pola kalimat sintaksis yang menggunakan kerangka teoritisgrammar fungsional-sistemik Halliday (Fowler, 1991; Hodge &Kress, 1993; van Dijk, 1991).

- Fowler (1991) dengan menggunakan paradigma ‘culturalstudies’ Inggris mendefinisikan bahwa berita bukan sepertirefleksi realitas, tetapi sebuah produk yang terbentuk olehkekuatan politik, ekonomi, dan budaya. Selain itu, dia jugafokus pada alat (tool) linguistik untuk studi kritis tersebutseperti analisa transivititas dalam sintaksis, struktur leksikal,modalitas, dan speech act.

- Van Dijk (1988) juga mengaplikasikan teori wacana beritadalam ‘critical stides’ tentang berita internasional, rasismedalam pers dan cara pemberitaan gelandangan (squatters) diAmsterdam.

Selain riset media tersebut di atas, di Amerika Serikat,Chomsky dan Herman mengkaji struktur wacana seperti dalampropaganda model yang sangat mengkritik media AS yangberkolusi dengan Pejabat AS dalam kebijakan luar negeri, danjelas mereka merujuk pada penggunaan kata persuasif danterbiaskan (seperti eufemisme atas kekejaman yang dilakukan ASdan negara sekutunya) yang tidak mengemukakan analisawacana media yang sebenarnya (lihat Herman & Chomsky, 1988).

16. Wacana PolitikWacana politik memiliki peran dalam membentuk,

mereproduksi, dan melegitimasi power dan dominasi. Initernyata telah memunculkan banyak harapan atas kehadiran‘critical discourse studies’ pada teks dan pembicaraan politik.Studi tersebut dapat dilakukan melalui analisa linguistik sebabilmu politik hampir mirip dengan disiplin ilmu sosial, dimanailmu sosial sangat memungkinkan untuk penggunaanpendekataan postmodernisme atas wacananya (Derian & Shepiro,1989; Fox & Miller, 1995). Ini tidak bermaksud menyatakanbahwa ilmu politik tidak mengenal ‘citical studies’ atas wacanapolitik, tetapi biasanya ilmu politik sering dibatasi pada studi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 141

kata dan konsep terisolasi (isolated), dan jarang studi teks politikyang sistematis (lihat Edelman, 1977, 1985). Dan untuk studi ilmukomunikasi, tentunya ada juga banyak studi komunikasi politikdan retorika politik, ini sering terjadi overlap (antara ilmu politikdan ilmu komunikasi) dalam discourse analytical approach-nya(Nemmo & Sanders, 1981).

Ada satu hal yang dapat lebih mendekatkan pada analisawacana teks dan pembicaraan politik yaitu frames approach (satupengertian yang dipinjam dari ilmu kognitif) (Gramson, 1992).‘Frames’ tersebut adalah struktur konseptual atau sekumpulankeyakinan yang mengorganisir pemikiran, kebijakan, dan wacanapolitik, dan sama hal dengan pengertian (super) strukturskematik yaitu ketegori standard dalam persepsi dan analisatentang sebuah isu. Contoh gerakan sosial dianalisa dalamterminologi collective action, ini terbentuk karena adanyaketidakadilan (injustice), agency, dan identitas.

Selain studi wacana politik dengan pendekatan frames,ada juga pendekatan lainnya seperti linguistik, pragmatika(pragmatics), sosioliguistik, dsb. Yang digunakan para ahli, yaitu:o Geis (1987) melakukan studi linguistik antara media dan

politik, yaitu bagaimana politik diliput atau diberitakan olehmedia Amerika Serikat. Ia terpengaruh pada pemikiranMurray Edelman (yaitu Mythic Themes [tema-tema dongeng]seperti ‘The Conspirational Enemy’). Dalam studinya ini, iafokus pada bahasa politik yang secara tidak langsungberpengaruh (indirect impact) lebih kuat pada pemikiranpolitik seseorang daripada pikiran yang lainnya.

o Wilson (1990) dengan, pendekatan pragmatika, melakukanstudi pada sejumlah fenomena dalam wacana politik sepertipenggunaan metafora; pertanyaan, jawaban, danpengingkaran (evasion); implikasi dan perkiraan(presupposition); dan referensi, inklusi (inclusion), eksklusi(exclusion), dan kesetiaan (allegiances) kelompok.

o Ruth Wodak (1988), di Austria, meneliti antisemitisme dannasionalisme dalam wacana politik. Ia mengintegrasikanberbagai disiplin ilmu dan analisa dalam bentuk discourse-historical approach, meliputi psikologi (sosial dan kognitif),sosio-linguistik dan sejarah (history).

o Di Jerman, banyak studi wacana politik yang telah dilakukanseperti di Jerman Barat Zimmerman (1969) meneliti politikus

142 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Bonn dan di Jerman Timur, yang pertama kali, Klaus (1971)meneliti wacana politik sehingga menciptakan semiotic-materialist theory (lihat Bachem, 1979). Kemudian, Pasierbsk(1983) melakukan studi bahasa perang dan damai, dan Holly(1990) mengkaji speech act dalam wacana politik. Selain itujuga ada tradisi yang kuat untuk mempelajari bahasa danwacana fasis (facist) seperti dalam bentuk lexicon (kosakata),propaganda, media, dan politik bahasa (Ehlich, 1989).

o Di spanyol dan khususnya di Amerika Latin telah banyakdilakukan studi wacana politik kritis, seperti yang sangatterkenal yaitu, studi Donald Duck dengan semiotika kritis(anticolonialist) oleh Dorfman & Mattelart (1972) di Chili.Lavandera, et al. (1986, 1987), di Argentina, denganmenggunakan sociolinguistics approach dalam tipologiwacana otoriter (authoriterian discourse). Ini kemudiandikembangkan oleh Pardo (1996) dalam wacana hukum (legaldiscourse). Kemudian Sierra (1992), di Mexico, denganmenggunakan wacana ethnogarfi dalam mengkaji prosespembuatan keputusan dan otoritas lokal. Diantara banyakcritical studies dalam bidang politik di Amerika Latin, adayang perlu diperhatikan yaitu Teresa Carbo (1995), diMexico, dengan menggunakan parliementary discourse(wacana parlemen).

17. Wacana dan RasismeSistem rasisme terdiri dari dua dimensi utama yaitu

kognitif dan sosial. Dimensi kognitif dari representasi sosialprejudiced (tersangka) yang dibuat oleh kelompok atau orangdominan (orang kulit putih, bangsa Eropa, dan terkadang yanglainnya), berdasarkan pada ideologi superioritas dan perbedaan.Dan pengertian dimensi sosial memiliki dua level yaitu levellokal dan level global. Untuk level lokal (mikro), ini didefinisikandalam istilah everyday racism (rasisme sehari-hari) (Essed, 1991)yaitu adanya banyak ketidaksetaraan interaksional sehari-haridan bentuk discriminatory exclusion, marginalization, danproblematization terhadap minoritas etnis atau orang asing(foreigners). Sedangkan untuk level global (makro) rasisme, kitadihadapkan pada organisasi ketidaksetaraan etnis, seperti sistemApartheid dan Segregation (pengasinngan), dan sekarang melaluuikebijakan imigrasi, liputan media terbiaskan, teksbook dan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 143

pendidikan yang monokultural dan stereotip (lihat Davido &Gaertner, 1986; Katz & Taylor, 1988; Miles, 1989; Solomos &Wrench, 1993; Wellman, 1993).

Sedangkan D’Souza mendefinisikan rasisme sebagaiideologi rasional dan ilmiah untuk menjelaskan perbedaan besardalam pengembangan peradaban (civilization development) yangtidak dijelaskan oleh lingkungan (environment). Tetapi jika dilihatdalam konsep rasisme bernilai negatif, adalah apa yangdijelaskan dalam istilah ilmu dan rasionalitas positif, yaitusebagai bentuk (hallmarks) dari peradaban Barat (westerncivilization) –yang diagung-agungkan.

B. Etnografi KomunikasiEtnografi komunikasi adalah aplikasi etnografi sederhana

dalam pola komunikasi sebuah kelompok. Etnografi komunikasimelihat:1) Pola komunikasi yang digunakan oleh sebuah kelompok2) Mengartikan semua kegiatan komunikasi ini ada untuk kelompok3) Kapan dan di mana anggota kelompok menggunakan semua

kegiatan ini4) Bagaimana praktik komunikasi menciptakan sebuah komunitas5) Keragaman kode yang digunakan oleh sebuah kelompok

Donal Carbaugh mengidentifikasi tiga jenis masalah dalametnografi, yakni:1. Untuk menemukan jenis identitas bersama (shared identity) yang

diciptakan oleh komunikasi dalam komunitas budaya.2. Untuk menguak makna bersama dari performa publik (shared

meanings of public performance) dilihat dalam kelompok. Apa yangmendasari komunikasi dalam budaya dan apa makna yangmuncul dari berbagai tampilan ini?

3. Untuk menggali kontradiksi atau paradoks dari kelompok.Bagaimana semua ini ditangani melalui komunikasi? Misalnya,suatu budaya memperlakukan anggotanya sebagai individubersamaan dengan memberikan kesan mengenai komunitas?

Tiga jenis pertanyaan diajukan dihubungkan dengan masalah-masalah etnografis, yakni:1. Pertanyaan tentang norma (questions of norms) yang mencari cara

komunikasi yang digunakan untu mendirikan standar dan gagasantentang baik dan buruk yang mempengaruhi pola komunikasi.

144 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

2. Pertanyaan tentang pola (question of forms) melihat pada jeniskomunikasi yang digunakan dalam masyarakat. Perilaku sepertiapa yang dinilai sebagai komunikasi dan bagaimana merekadiatur?

3. Pertanyaan tentang kode budaya (question of cultural codes) menarikperhatian tentang makna dari simbol dan perilaku yang digunakanseperti budaya komunikasi dala komunitas.

Meskipun etnografi mempelajari aspek-aspek kehidupankelompok, tetapi juga dapat melihat individu sesbagi seseorang.Kajian etnografi komunikasi menawarkan pengetahuan yangmendalam tentang pengalaman individu dan kelompok

Performa etnografi signifikan karena memperluas area lebihdari patokan tradisional pada bahasa dan teks supaya mencakupperwujudan kegiatan. Teori etnografi memprioritaskan kondisibudaya dan kecenderungan individu. Komunikasi dilihat bukanlahalat sederhana untuk menyebarkan informasi dan berpengaruh darisatu orang kepada yang lainnya, namun cara budaya itu diproduksidan direproduksi. Etnografi memusatkan pola budaya, menunjukkanbagaimana budaya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh polakomunikasi.

C. Analisis Framing - Analisis BingkaiAnalisis Framing atau Analisis bingkai (frame analysis)

berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks danmenunjukkan bahwa latar belakang budaya membentuk pemahamankita terhadap sebuah peristiwa. Dalam mempelajarai media, analisisbingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek struktur dan bahasaberita mempengaruhi aspek-aspek yang lain. (Anonimous, 2004:–).Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandupersepsi dan representasi realitas. (King, 2004:–). Menurut Panuju(2003:1), frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi dibalaik penulisan informasi.

Disiplin ilmu Analisis Framing bekerja dengan didasarkanpada fakta bahwa konsep ini bisa ditemui di berbagai literatur lintasilmu sosial dan ilmu perilaku. Secara sederhana, analisis bingkaimencoba untuk membangun sebuah komunikasi-bahasa, visual, danpelaku-dan menyampaikannya kepada pihak lain ataumenginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melaluianalisa bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 145

sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannyadengan ide penulis. Beberapa model analisa bingkai telahdikembangkan:

1. Model Zhongdang Pan dan Gerald M. KosickiModel ini membagi struktur analisis menjadi empat

bagian:a. Sintaksis adalah cara wartwan menyusun berita. Struktur

sintaksis memiliki perangkat:1. Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama

oleh media2. Lead (teras berita) merupakan paragraf pembuka dari

sebuah berita yang biasanya mengandung kepentinganlebih tinggi. Struktur ini sangat tergantung pada ideologipenulis terhadap peristiwa.

3. Latar informasi4. Kutipan5. Sumber6. Pernyataan7. Pentup

b. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta. Strukturskrip memfokuskan perangkat framing pada kelengkapanberita:1. What (apa)2. When (kapan)3. Who (siapa)4. Where (di mana)5. Why (mengapa6. How (bagaimana)

c. Tematik adalah cara wartawan menulis fakta. Strukturtematik mempunyai perangkat framing:1. Detail2. Maksud dan hubungan kalimat3. Nominalisasi antar kalimat4. Koherensi5. Bentuk kalimat6. Kata ganti.7. Unit yang diamati adalah paragraf atau proposisi

d. Retoris adalah cara wartawan menekankan fakta. Strukturretoris mempunyai perangkat framing:

146 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

1. Leksikon/pilihan kata. Perangkat ini merupakanpenekanan terhadap sesuatu yang penting.

2. Grafis3. Metafor4. Pengandaian5. Unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar/foto, dan

grafis

2. Model William A. Gamson dan Andre ModiglianiModel ini membagi struktur analisis menjadi tiga bagian:

a. Media package merupakan asumsi bahwa berita memilikikonstruksi makna tertentu.

b. Core frame merupakan gagasan sentral.c. Condensing symbol merupakan hasil pencermatan terhadap

perangkat simbolik (framing device/perangkat framing danreasoning device/perangkat penalaran).

Perangkat framing terbagi menjadi lima bagian:a. Methaphors adalah perumpamaan dan pengandaianb. Catcphrase adalah perangkat berupa jargon-jargon atau

slogan.c. Exemplaar adalah uraian untuk membenarkan perspektif.d. Depiction adalah leksikon untuk melebeli sesuatu.e. Visual image adalah perangkat dalam bentuk gambar, grafis

dan sebagainya.

Perangkat penalaran terbagi menjadi tiga bagian:a. Root merupakan analisis kausal atau sebab akibat.b. Appeals to principle merupakan premis dasar, klaim-klaim

moral.c. Consequence merupakan efek atau konsekuensi.

3. Media Frames dan Individual FramesMedia frames (framing media) telah didefinisikan oleh

Tuchman dalam Scheufele (1999:106) bahwa framing beritamengorganisasikan realitas berita setiap hari. Framing media jugamencirikan sebagai kerja jurnalis untuk mengidentifikasi danmengklasifikasikan informasi secara cepat dan menyampaikansecara capat kepada para pembaca. Kegiatan framing merupakan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 147

kegiatan penyeleksian beberapa aspek dari realita danmembuatnya lebih penting dalam sebuah teks. Selain itu lebihberperan dalam penyelesaian dan pemehaman definisi daripermasalahan, interpretasi sebab akibat (kausal), evaluasi moral,dan rekomendasi metode-metode selanjutnya. Kegiatan framing,penyajian peristiwa dan berita mampu memberikan pengaruhyang sistematis tentang metode agar penerima berita mengerti.

Individual frames (framing individu) didefinisikansebagai kegiatan penyimpanan ide yang membimbing prosesinformasi secara individu. (Entman dalam Scheufele, 1999:107).Framing jenis ini maupun sebelumnya dapat digunakan sebagaikegiatan interpretasi dan proses informasi.4. Analisa Framing sebagai Variabel Bebas dan Terikat

Studi tentang analisa framing sebagai variabel terikat telahmencoba peran dan beberapa faktor dalam mempengaruhi kreasidan modifikasi framing. Pada tingkat media, seorang wartawanmelakukan analiasa framing dari sebuah isu yang dapatdipengaruhi beberapa variabel organisasi atau sosio-kultur, sertasifat individu dan variabel ideologis. Pada tingkat audien(penerima berita), framing sebagai variabel terikat lebih banyakditerapkan sebagai hasil langsung dari media massa membingkaisaebuah isu.

Studi tentang analisa framing sebagai variabel tak terikatlebih banyak ditarik ke dalam efek framing. Dalam kasus mediaframes, hasil logisnya adalah sebuah penghubung terhadapframing audien. Dalam kasus individual frames, apakah analisaframing yang dilakukan seseorang akan mempengaruhi evaluasiisu atau aktor politik? Apakah analisa framing itu juga memilikidampak terhadap kemauan mereka untuk berperan aktif dalamaksi dan partisipasi politik?

5. Tipologi FramingTipologi ini dapat diarahkan ke dalam tiga orientasi.

Pertama, orientasi terhadap konsep framing itu sendiri danhubungan antara framing dan variabel lainnya. Kedua, tipologiharus menyediakan informasi tentang jawaban-jawaban daripertanyaan dalam penelitian framing.

1. Apabila dipakai orientasi media frames sebagai variabelterikat, kita seharusnya menanyakan:

148 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jalanseorang wartawan atau kelompok sosial lainnyamenulis/menganalisis sebuah isu?

Bagaimana proses ini bekerja dan sebagai hasilnya,kemasan seperti apakah (bingkai) yang digunakan olehwartawan?

2. Apabila digunakan orientasi media frames sebagai variabelbebas, kita seharusnya menanyakan: Media frames jenis apa yang mempengaruhi persepsi

para audien terhadap isu-isu tertentu dan bagaimanaproses itu bekerja?

3. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagaivariabel bebas, kita seharusnya menanyakan: Seberapa jauh audien mampu memainkan peran aktif

dalam membangun pemahaman/persepsi danpenolakan terhadap media?

4. Apabila digunakan orientasi individual frames sebagaivariabel terikat, kita seharusnya menanyakan: Sejauh mana analisis framing seseorang mempengruhi

persepsinya terhadap suatu isu?Ketiga, tipologi ini masih terus dikaji untuk mendapatkan

pemahaman bersama mengenai konsep framing.

6. Model Proses FramingProses analisis ini dibagi menjadi empat bagian.

A. Frame Bulding (Bangunan Bingkai/Frame)Studi-studi ini mencakup tentang dampak faktor-faktor

seperti pengendalian diri terhadap organisasi, nila-nilaiprofesional dari wartawan, atau harapan terhadap audienterhadap bentuk dan isi berita. Meskipun demikian, studitersebut belum mampu menjawab bagaimanakah mediadibentuk atau tipe pandangan/analisis yang dibentuk dariproses ini. Oleh karena itu, diperlukan sebuah proses yangmampu memberikan pengaruhnya terhadap kreasi atauperubahan analisa dan penulisan yang diterapkan olehwartawan.

Frame bulding meliputi kunci pertanyaan: faktorstruktur dan organisasi seperti apa yang mempengaruhisistem media, atau karakteristik individu wartawan seperti

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 149

apa yang mampu mempengaruhi penulisan sebuah beritaterhadap peristiwa.

Gans, Shoemaker, dan Reeses menyaranan minimalharus ada tiga sumber-sumber pengaruh yang potensial.Pengaruh pertama adalah pengaruh wartawan. Wartawanakan lebih sering membuat konstruksi analisis untuk membuatperasaan memiliki akan kedatangan informasi. Bentuk analisawartawan dalam menulis sebuah fenomena sangatdipengaruhi oleh varibel-variabel, seperti ideologi, perilaku,norma-norma profesional, dan akhirnya lebih mencirikan jalanwartawan dalam mengulas berita.

Faktor kedua yang mempengaruhi penulisan beritaadalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartwan dalampenulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasipolitik, atau yang disebut sebagai “rutinitas organisasi”.Faktor ketiga adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal,misalnya aktor politik dan otoritas.

B. Frame setting (Pengkondisian Framing)Proses kedua yang perlu diperhatikan dalam framing

sebagai teori efek media adalah frame setting. Para ahliberargumen bahwa frame setting didasarkan pada prosesidentivikasi yang sangat penting. Frame setting ini termasuksalah satu aspek pengkondisian agenda (agenda setting).Agenda setting lebih menitikberatkan pada isu-isu yangmenonjol/penting, frame setting, agenda setting tingkatkedua, yang menitikberatkan pada atribut isu-isu penting.Level pertama dari agenda setting adalah tarnsmisi objek yangpenting, sedangkan tingkat kedua adalah transmisi atributyang penting.

Namun, Nelson dalam Scheufele (1999:116)menyatakan bahwa analisa penulisan berita mempengaruhiopini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, danpertimbangan lainnya, kemudian diikuti dengan isu-isu yanglebih besar, nyata, dan relevan dari pada memunculkananalisa baru.

C. Individual-Level Effect of Farming (Tingkat EfekFraming terhadap Individu)

150 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Tingkat pengaruh individual terhadap seseorang akanmembentuk beberapa variabel perilaku, kebiasaan, danvariabel kognitif lainnya telah dilakukan denganmanggunakan model kota hitam (black-box model). Dengan katalain, studi ini terfokus pada input dan output, dan dalamkebanyakan kasus, proses yang menghubungkan variabel-variabel kunci diabaikan. Kebanyakan penelitian melakukanpercobaan pada nilai keluaran framing tingkat individu.Meskipun telah memberikan kontribusi yang penting dalammenjelaskan efek penulisan berita di media dalamhubungannya dengan perilaku, kebiasaan, dan variabelkognitif lainnya, studi ini tidak mampu menjelaskanbagaimana dan mengapa dua variabel dihubungkan satu samalain.D. Journalist as Audience (Wartawan sebagai Pendengar)

Pengaruh dari tata mengulas berita pada isi yangsama dalam media lain adalah fungsi beragam faktor.Wartawan akan lebih cenderung untuk melakukan pemilihankonteks. Di sini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagaiorang yang mendengarkan analisa pembaca sehingga adatimbal balik ide. Akibatnya, analisa wartawan tidak sertamerta dianggap paling benar dan tidak terdapat kelemahan.

Questioning Answers or Answering Questioning (MenjawabPertanyaan atau Mempertanyakan Jawaban)?

Perkembangan efek media, konsep pengulasansebuah peristiwa masih jauh dari apa yang sedangdiintegrasikan dalam sebuah model teoritis. Hasilnya,sejumlah pendekatan framing dikembangkan tahun-tahunterakhir, namun hasil perbandingan empiris masih jauh dariapa yang diaharapkan. Oleh karena itu, penelitian masa depanharus mampu menggabungkan penemuan-penemuan masalalu ke dalam sebuah model dan mampu mengisi kekuranganyang ada sehingga diperoleh model framing yang sempurna.

Framing sebagai teori efek media membutuhkankonsep proses model dari pada terfokus pada input danoutput. Oleh karena itu, penilitian masa depan harusmengakomodasi empat kunci di atas. Model proses

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 151

diharapakan menjadi acuan kerja masa depan yang secarasistematis mampu memberikan pemecahan terhadap isu-isuframing dan melakukan pendekatan detail dalam teori yangkoheren.

RINGKASANAnalisis framing diterapkan dengan analisa aksplanasi analitik.Pendekatan yang digunaan adalah konstruktivisme. Analisis framingternyata masih memiliki kelemahan yang masih memerlukanpenyempurnaan, misalnya permasalahan model proses analisisframing.

Analisis Bingkai ini berangkat dari data manifest dan latent denganakhir analisis latent dan simpulan latent. Objek yang dianalisiskhusus tentang berita. Unit analisisnya berupa skema, produksi, danreproduksi berita.

A. Pendekatan Sosiologi.Pertanyaan yang paling mendasar pada topik pembahasan ini

adalah "mengapa ilmu dakwah menggunakan sosiologi sebagaidasar/pisau analisis dalam melakukan penelitian? Apa hubunganantara ilmu dakwah dan sosiologi?" Ilmu dakwah merupakan suatudisiplin ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk peyampaianajaran Islam kepada pihak lain mengenai bagaimana seharusnyamenarik perhatian manusia agar mereka menerima danmengamalkan ajaran secara kaffah. Dalam pengertian ini, Ilmudakwah secara korelasional langsung dapat dipahami memilikiketerlibatan dengan disiplin ilmu pengetahuan lain. Pertama,dipandang dari segi penyampaian maka ilmu dakwah akanbersimpangan dengan ilmu komunikasi yang juga memiliki wilayahpenyampaian informasi dari satu pihak kepihak lain. Kedua,dipandang dari segi hubungan antara ajaran Islam dengan pranatasosial, maka ilmu dakwah akan berpapasan dengan ilmu antropologiyang menekankan pada aspek pengaruh atau hubungan antara

BABVI

PENDEKATAN DALAMPENELITIAN DAKWAHKOMUNIKASI

152 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

dogma dan pranata sosial. Ketiga, dilihat dari aspek subyek danobyek dakwah yang terikat dalam hubungan kemasyarakatan, makadalam hal ini ilmu dakwah akan berpapasan dengan ilmu sosiologiyang memiliki wilayah garapan kehidupan manusia yang terikatdalam satu kesatuan yang stabil dan teratur melalui bingkaikemasyarakatan. Dengan berpijak atas dasar pandangan poin terakhirini, maka ilmu dakwah dan pengembangannya melalui penelitandakwah akan banyak memiliki keterlibatan dengan metodologi danteori-teori disiplin ilmu sosiologi. Hubungan antara dakwah sebagaiilmu dan sosiologi, hemat penulis dapat lebih jelas dipahami melaluideskripsi mengenai terminologi sosiologi berikut ini:

a. Jika sosiologi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajarimengenai kehidupan bersama dalam masyarakat, makadalam hal ranah ilmu dakwah yang mempelajari aturan-aturan hukum pergaulan (al syarî'ât al mu'âmaliât) dan etikapergaulan (al adab al Ijtimâ'i) dapat ditelusuri melaluipendekatan sosiologi. Jika dalam ilmu dakwah aturan hukumdan etika tersebut berdiri dalam tataran yang seharusnya (dassollen), maka dapat dianalisis melalui pendekatan sosiologiyang berdiri dalam tataran empiris-faktual (das sein). Dalamkasus penelitian dakwah, berbagai fenomena kesenjangansosial yang nampak dengan ajaran agama ideal dapatdijadikan obyek penelitian dakwah.

b. Jika sosiologi dimaknai sebagai ilmu yang menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia berikut permasalahan yangmengitarinya, maka dalam hal ini, ranah ilmu dakwah yangmembahas masalah kejahatan sosial (al jinâyât), persoalankeluarga (nizâm al usrah), perputaran ekonomi (fiqh al mâliat),hingga masalah integritas atau disintegritas masyarakat(ittihâd al ummat wa ikhtilâfuhum) dapat didekati melalui pisauanalisis sosiologi. Dalam kasus penelitan dakwah, hubunganketaatan menjalankan shalat dengan tingkat kriminalitasmasyarakat misalnya, dapat dijadikan obyek penelitandakwah. Contoh lain, tingginya tingkat perceraian artisdengan pemahaman ajaran agamanya, atau persoalan KDRTdalam keluarga muslim dapat dianalisis melalui pendekatansosiologi dan seterusnya.

c. Jika sosiologi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajaristruktur dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 153

yang terjadi di dalamnya, maka dalam ranah tujuan normatifdakwah yang menekankan aspek perubahan sosial(yukrijuhum min al zulumâti ila al nûr), berbagai fenomena dangejala perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat islamdapat ditelaah dan dianalisis melalui kacamata sosiologi.Dalam kasus penelitian dakwah, perubahan sosial yang terjadipada masyarakat arab dari bentuk masyarakat nomadenkepada sentralistik di abad 6 M dapat dianalisis melaluipendekatan sosiologi di samping pendekatan sejarah.Pada dasarnya alasan pemilihan sosiologi sebagai salah satupisau analisis dalam pendekatan penelitian dakwah adalahsisi kesamaan antara obyek sosiologi yang menekankan padaaspek masyarakat dipandang dari sudut hubunganantarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan manusiadi dalam masyarakat, dengan obyek ilmu dakwah itu sendiri.Obyek ilmu dakwah sendiri terdiri dari dua bagian, obyekmateri dan obyek forma . kalau obyek materi ilmu dakwahadalah proses penyampaian ajaran Islam kepada umatmanusia, maka obyek forma ilmu dakwah terdiri dari prosespenyampaian agama (ranah kultural atau formal), hubunganantar unsur-unsur dakwah, dan proses keagamaan pada dirimanusia. Pada tataran obyek materi, ilmu dakwah dansosiologi sama-sama menelusuri aspek proses padamasyarakat. Kalau dalam sosiologi yang ditelusuri adalahproses yang timbul dalam masyarakat, maka proses yangtimbul itu disepesifikasikan dalam ilmu dakwah sebagaiproses penyampaian ajaran islam. Sedangkan dalam tataranobyek forma, ilmu dakwah dan sosiologi memiliki titikkesamaan pada hubungan antarmanusia. Atas kesamaansudut pandang terebut maka tidak diherankan jika sosiologimemiliki urgensi pada proyek penelitian dakwah.Pertama, dengan sosiologi, fenomena-fenomena dakwah yangmuncul dalam kehidupan masyarakat dapat dianalisis denganfaktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitassosial, serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinyaproses tersebut (how and why it happened). Misalnya faktor-faktor yang mendorong terjadinya kebangkitan Islam diTimur tengah serta mobilitas sosial yang ditandai denganpergerakan-pergerakan dakwah serta keyakinan yangmendasarinya baru dapat dipahami melalui pendekatan

154 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

sosiologi.Kedua, fenomena dakwah tanpa jasa sosiologi, tidak akandapat dipahami secara tepat dan proporsional. Contoh dalamhal ini misalnya hubungan antara keragaman keyakinanmasyarakat indonesia dan lahirnya pemikiran pluralismeIslam baru dapat dipahami jika menggunakan pisau analisissosiologi. Sedangkan dalam contoh masalah klasik misalnyapertanyaan mengenai mengapa nabi Yusuf dari bukan siapa-siapa (zero) menjadi tokoh negara yang memiliki peran dalammenentukan kebijakan (Hero), atau mengapa dalamberdakwah nabi Musa dibantu oleh nabi Harun, semuapertanyaan di atas baru dapat dipahami hanya melaluikacamata sosio-historis pada saat teks itu diturunkan .Ketiga, banyaknya materi dakwah yang berkaitan denganmasalah-masalah sosial . Dalam kaitan ini, Jalaludin Rakhmatseperti dikutip Abudin Nata, menyebutkan lima perhatianIslam terhadap persoalan sosial . Pertama, teks (al Qur'anHadist) yang membicarakan persoalan sosial memilikiproporsi 100:1 dengan teks mengenai ibadah. Kedua, Islammembolehkan penangguhan ibadah individual jika bersamaanwaktunya dengan ibadah sosial. Ketiga, imbalan (baca:pahala) yang diberikan untuk ibadah sosial lebih banyakketimbang ibadah individual. Keempat, dalam hal kifarat,ibadah yang tidak sempurna atau batal karena melanggarpantangan tertentu, maka tebusannya adalah melakukansesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Kelima,amal sosial dalam islam dipandang lebih berbobot ketimbangibadah sunnah. Keluasan wilayah sosial dakwah tersebut,akhirnya menjadikan sosiologi memiliki peran yang sangatpenting dalam penelitian dakwah.Keempat, Islam didakwahkan untuk kepentingankemasyarakatan. Atas dasar pernyataan tersebut, sosiologisebagai ilmu yang menelaah beragam aspek kehidupanmasyarakat menjadi kelihatan urgensinya ketika dihadapkanpada penelitian dakwah .Dari sudut pandang sosiologi, dakwah yang merupakanbagian dari fenomena keagamaan memiliki peran besar dalamproses sosial. Karena peran besar tersebut, maka tidak heranjika dalam penelitian dakwah, sosiologi dijadikan satupendekatan sebagai metodenya. Bagi para sosiolog,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 155

setidaknya ada enam fungsi agama dalam kaitannya dengankehidupan sosial. Pertama, agama dapat memenuhikebutuhan-kebutuhan tertentu dalam aspek kehidupan sosialmanusia yang tidak didapat dari lainnya. kedua, agama dapatmemaksa orang untuk melaksanakan kewajiban-kewajibanyang berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Ketiga,agama memotivasi tumbuh dan terciptanya sistem-sistemnilai sosial yang terpadu dan utuh. Keempat, agama dapatmenyatukan pandangan masyarakat mengenai nilai-nilailuhur kemanusiaan. Kelima, agama memiliki peran dalammembentuk hierarki nilai kemasyarakatan beserta seluruhimplikasinya. Keenam, agama berperan dalam memberikanstandar mengenai tingkah laku bermasyarakat yangselanjutnya terwujud dalam norma-norma sosial.Atas pertimbangan hubungan-hubungan tersebut, baik yangberangkat dari sudut pandang dakwah sebagai ilmu maupunyang berangkat dari sudut pandang sosiologi, maka sosiologimemiliki tempat khusus dalam penelitian dakwah. Dalamkaitan ini, tentunya disediakan wilayah tersendiri bagipendekatan sosiologi dalam menganalisa permasalahandakwah seperti dijelaskan berikut ini.

B. Wilayah Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Sosiologi.Penelitan dakwah sebetulnya adalah bagian dari penelitian

agama, hal demikian karena pada dasarnya perilaku dakwah dapatdisebut sebagai bagian dari perilaku keagamaan (religiousity), yakniperilaku yang langsung atau tidak langsung bersumber dari nashagama. Dalam kaitan dakwah bersumber dari teks agama Islam,maka peneltian dakwah dapat diartikan sebagai penelitian agamaIslam. Sebagaimana penelitian agama pada umumnya, penelitiandakwah memiliki lima dimensi kajian .

Pertama, dimensi ideologis. Penelitian dalam dimensi inidifokuskan pada bidang yang terkait dengan perangkat kepercayaanIslam (beliefs). Ini berarti penelitian ditujukan untuk mencaripengetahuan tentang Allah, alam dan manusia serta hubungandiantara mereka. Penelitian ini juga meliputi permasalahan tentangtujuan manusia dan pengetahuan tentang perangkat tingkah lakuyang dikehendaki oleh agama.

Kedua, dimensi intelektual. Penelitan dalam dimensi inidiarahkan untuk mengetahui tingkat kesadaran intelektual Islam dan

156 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tingkat ketertarikan mereka dalam mengikuti ajakan dakwah.Ketiga, dimensi eksperiensial. Dalam dimensi ini, penelitian

dakwah mengacu kepada keterlibatan emosional dan sentimentalmasyarakat sebagai respon dari kegiatan dakwah. Misalnyapenelitian mengenai perasaan keagamaan dalam tingkat konfirmatif(merasakan kehadiran Allah), responsif (perasaan bahwa Allahmenjawab kehendak dan keluhannya), eskatik (merasa punyahubungan dekat dengan Allah) maupun partisipatif (merasa menjadikekasih Allah).

Keempat, dimensi ritualistik. Yaitu dimensi penelitian dalamtataran masalah-masalah mengenai kegiatan ritual islam baik padatataran pedoman pokok dan pelaksanaan ritual tersebut sehari-hari.

Kelima, dimensi konsekuensional. Yaitu dimensi penelitianyang difokuskan pada tataran sosio-faktual mengenai apa saja yangmenjadi implikasi dari materi ajaran islam yang didakwahkan.Misalnya penelitian mengenai efek dakwah terhadap etos kerja,hubungan interpersonal, kepedulian sosial dan lain-lain.

Dari kelima dimensi tersebut, secara garis besar wilayahpenelitian dakwah meliputi dua bidang saja, yakni dimensi teoritisyang mengkaji dakwah sebagai ilmu dan dimensi praktis yangmengkaji dakwah sebagai kegiatan praktis. Dalam dimensi teoritis,wilayah penelitian dakwah yang dapat dianalisa melalui pendekatansosiologi misalnya problem mengenai sasaran dakwah baik secaraindividual maupun kelompok dalam bidang interaksi da'i dengandoktrin Islam, problem pemahaman atas realitas empirik mad'udalam struktur kemasyarakatan dalam interaksi da'i dan mad'u,problem pemahaman kondisi sosial dalam lingkungan masyarakatyang diajak menyatu dengan tujuan dakwah dalam interaksi mad'udan tujuan dakwah, dan sebagainya . Sedangkan dalam dimensipraktis, wilayah penelitan dakwah yang dapat dianalisa melaluipendekatan sosiologi misalnya masalah penerimaan pesan dakwahdalam interaksi da'i dan mad'u, masalah pengembangan masyarakatislam dalam interaksi mad'u dan tujuan dakwah, masalah bimbinganpenyuluhan dan manajerial sosial dakwah .

Sedangkan dipandang dari sudut aspek normatifitas, wilayahpenelitian dakwah memiliki tiga lingkup. Pertama lingkup normatiftentang Islam, yang meliputi studi-studi seperti tafsir, hadist, fikihdan kalam. Kedua lingkup non normatif tentang Islam, yang meliputipenelitian tentang ekpresi religius kaum muslim yang faktual. Ketiga

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 157

lingkup non normatif mengenai aspek kebudayaan dan masyarakatmuslim. Penelitan dakwah dengan pendekatan sosiologi dalam halini dapat diterapkan dalam kategori yang tersebut terakhir.Di antara ahli juga ada yang membedakan antara penelitan agamadan penelitian keagamaan. Kategori pertama memiliki sasaranpenelitian agama sebagai doktrin, sedangkan kategori keduamemiliki sasaran penelitian agama sebagai gejala sosial. Dalam kaitanpenelitian dakwah, kategori kedua adalah wilayah penelitian dakwahyang dapat dianalisa dengan pendekatan sosiologi .

Ada lagi yang memandang agama sebagai obyek penelitianharus dijadikan sebagai fenomena riil betapapun dirasakan abstrak.Dari sudut pandang ini, maka dapat dibedakan fenomena keagamaanuntuk diteliti, yaitu agama sebagai doktrin, dinamika dan strukturmasyarakat yang dibentuk oleh agama, dan sikap masyarakat terhaapdoktrin. Agama sebagai doktrin berusaha memahami esensi ajaranagama secara mendalam dan mempersoalkan mengenai subtansiajaran dengan segala refleksinya. Pendekatan yang dilakukan dalampenelitian ini bercorak sejarah dan kefilsafatan . Sedangkan agamasebagai pembentuk dinamika dan struktur masyarakat meneliti suatukomunitas masyarakat beserta dinamikanya yang dibentuk agama(baca:Islam) melalui dakwah. Dalam hal ini, penelitian ditujukanuntuk meninjau agama dalam kehidupan sosial dan dinamikasejarah. Disini pendekatan sosiologi dengan metode kualitatifmemiliki peran dalam penelitian dakwah. Adapun sikap masyarakatterhadap dakwah, berusaha mengungkap sikap anggota masyarakatterhadap dakwah sehingga berimplikasi pada pemahamanmasyarakat terhadap simbol dan ajaran agama serta corak dantingkat keberagamaan. Karena yang diteliti dalam hal ini sudahmerupakan fenomena empiris yang memiliki data akuntable, makapenelitian dakwah dengan memiliki peran dalam penelitian ini .pendekatan sosiologi dengan metode kuantitatif. Dalam wilayahpenelitian dakwah dengan pendektan sosiologi, metode yangdigunakan pada dasarnya hanya dua cara kerja, kualitatif dankuantitaf. Metode kualitatif dalam pendekatan sosiologi untukpenelitian dakwah memfokuskan pada data-data yang tidakakuntable (tidak bisa dihitung) atau di ukur dengan ukuran-ukuranyang bersifat eksak walaupun data tersebut nyata ditemukan dalammasyarakat. Metode kualitatif dalam pendekatan sosiologi berkisarantara metode sosio-historis, komparatif, dan studi kasus. Metode

158 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

sosio-historis menggunakan analisis atas peristiwa masa silam untukmerumuskan prinsip-prinsip umum. Sebagai contoh seorang penelitidakwah yang hendak meneliti mengenai revolusi masyarakat Islammisalnya, akan menggunakan data-data sejarah untuk menelitirevolusi-revolusi masyarakat yang pernah terjadi dalam masa yangsilam. Sedangkan metode komparatif digunakan untukmembandingkan antara bermacam-macam masyarakat besertabidang-bidangnya untuk selanjutnya menuturkan kekhasan ataukarakteristik masyarakat Islam. Studi kasus dalam pendekatansosiologi dipergunakan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salahsatu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat dalam kaitannyadengan dakwah. Dalam hal ini instrumen riset yang digunakan bisaberupa interview, kuesioner, hingga sekejul .Adapun ranah metodekuantitatif dalam pendekatan sosiologi mengutamakan bahan-bahanketerangan dengan angka-angka sehingga gejala-gejalakemasyarakatan dalam kaitannya dengan dakwah yang diteliti dapatdiukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel, danformula yang semuanya menggunakan ilmu pasti atau matematika.Pada tataran umum, penelitian dakwah kuantitatif denganpendekatan sosiologi banyak mempergunakan statistika dansociometry, yakni alat yang menggunakan skala dan angka untukmempelajari hubungan antar manusia dalam masyarakat secarakuantitatif

C. Teori-Teori Sosiologi Untuk Penelitian Dakwah.Di atas telah penulis paparkan, bahwa yang dimaksud dengan

pendekatan sosiologi dalam penelitian dakwah berarti bahwa dalammelakukan penelitian dakwah, peneliti meminjam teori-teori yangtelah mapan dalam bidang disiplin ilmu terkait (sosiologi) untukmengungkapkan dan menjelaskan mengenai suatu fenomena ataugejala tertentu dalam masyarakat dalam kaitannya dengan dakwah.Karena teori-teori sosiologi berbasis dari ilmuwan barat yang notabene belum memiliki pemaham kaffah mengenai unsur-unsurmasyarakat islam, maka dalam hal ini para peneliti dakwahdianjurkan agar bersikap kritis disamping tetap berusaha obyektifdalam menggunakan teori-teori sosiologi yang relevan. Dengansegala kelebihan dan kekurangannya teori sosiologi yang dimaksuddapat dirinci sebagai berikut

Pertama teori fungsionalisme. Teori ini berbicara mengenai

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 159

masyarakat yang dipandang sebagai suatu jaringan kerja samakelompok yang saling membutuhkan satu sama lain dalam sebuahsistem yang harmonis. Teori ini dikembangkan dari teori-teori klasikseperti Emile Durkheim, Max Weber, Talcot Parson dan Robert K.Merton. Fungsionalisme dalam pandangan Durkheim, berarti bahwakenyataan atau fakta sosial memiliki pengaruh dalam membentukperilaku individu. Karena itu, Durkheim memandang bahwa realitasatau fakta sosial memiliki kegunaan tertentu (fungsi) dalammembentuk struktur masyarakat. Sedangkan Max Weber sebagaipeletak dasar sosiologi agama, menekankan bahwa agama memilikifungsi terkait dalam hubungannya dengan perilaku ekonomimasyarakat. Sedangkan fungsionalisme Parson, menilai perlunyaagar tiap individu bekerjasama untuk memelihara nilai-nilai yangdijadikan rujukan bersama dalam hidup bermasyarakat. Tujuannyaadalah agar tidak terjadi disintegrasi dan putusnya kerjasama (fungsi)antara satu kelompok sosial dengan lainnya. Perubahan sosial dalampandangan Parson dalam hal ini disebabkan karena nilai-nilaimasyarakat yang dijadikan pedoman bersama telah berubah pula.Senada dengan Parson, Merton juga menekankan perlunya nilai dannorma dan perubahan sosial yang terjadi akibat berubahnya keduahal tersebut. Hanya saja Merton berangkat lebih jauh, yaitu denganpendapat bahwa nilai dan norma yang tidak memiliki nilaikredibilitas dalam masyarakat bisa diusahakan untuk dirubahmelalui rekayasa sosial.

Kedua, teori pertukaran. Teori sosiologi yang satu inimengedapankan pendapat bahwa dalam hubungan masyarakat tidakterlepas dari unsur pertukaran yang saling menguntungkan antarasatu pihak dengan pihak yang lainnya, baik dalam bentuk pertukaranmateri maupun non materi. Teori ini dikembangkan oleh pemikirsosiologi di antaranya George C. Homans. Melalui pandangan teoriini, perubahan sosial dinilai sebagai ketidakpuasan pertukaran antarasatu komunitas dengan komunitas lain dalam masyarakat. Perubahantersebut akan terus berlanjut hingga titik dimana terjadikeseimbangan (equilibrium) di mana masing-masing komunitasmendapatkan kepuasan baru. Keadaan tersebut akan berulang terusmenerus dalam sebuah perkembangan masyarakat .

Ketiga, teori interaksionisme simbolik. Teori ini berbicarabahwa masyarakat berhubungan antara satu sama lain denganperantaraan simbol-simbol yang mereka ciptakan, baik dalam bentukverbal, seperti bahasa, maupun non verbal seperti kebudayaan

160 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

lainnya. Menurut teori ini, sikap suatu masyarakat terhadapmasyarakat lainnya dibentuk atas dasar simbol yang diberikan olehkomunitas lain sebagai respon dari interaksi antar simbol. Teorilooking glass self dalam interaksionisme simbolik menjelaskan bahwasebuah masyarakat melakukan evaluasi diri atas dasar sikap danprilaku masyarakat lain kepada mereka. Tokoh pemikir dalam teoriini adalah Peter L. Berger yang mengungkapkan bahwa masyarakatmengalami proses dialektis mendasar yang terdiri dari eksternalisasi,objektivasi dan internalisasi. Melalui teori ini, perbedaan realitaskehidupan beragama masyarakat muslim di berbagai tempat yangberbeda dapat dijelaskan .

Keempat, teori konflik. Menurut teori sosiologi ini, tiap-tiapkomunitas masyarakat memiliki kepentingan satu sama lain yanguntuk mewujudkannya mereka harus bersaing. Karena persaingantersebut, maka tidak jarang terjadi konflik antara komunitasmasyarakat tersebut. Salah satu tokoh teori ini Lewis Coserberpendapat bahwa ketika terjadi konflik antar komunitas, hubungandi antara anggota komunitas cenderung integratif sekalipunsebelumnya terjadi konflik. Sebaliknya jika konflik antar komunitastidak terjadi, hubungan dalam suatu komuitas cenderung mengalamidisintegrasi. Tidak adanya rasa senasib sepenanggungan dalam suatukomunitas memicu terjadinya konflik dalam komunitas.

Kelima, teori penyadaran. Teori ini menekankan perlunyasikap kritis terhadap pemikiran dan konsep-konsep yang telahmenyebar dan umum dimasyarakat. Tujuannya adalah agar anggotamasyarakat menyadari unsur dan tujuan lain dalam pemikiran dankonsep tersebut yang tidak terkait bahkan merugikan masyarakatyang bersangkutan. Dalam hal penelitian dakwah, teori inibermanfaat untuk menumbuhkan sikap kritis terhadap berbagaifenomena dakwah .

Keenam, teori ketergantungan. Menurut teori ini, terdapat duajenis masyarakat dilihat dari kekuasan yang satu atas yang lain.Masyarakat yang memiliki dominasi atas kelompok yang lain disebutmasyarakat "center", sedangkan yang dikuasai disebut masyarakat"feri-feri". Komunitas masyarakat feri-feri tidak bisa menunjukaneksistensinya karena memiliki ketergantungan yang besar terhadapkomunitas center. Dalam kaitan ini, komunitas masyarakat centeradalah pihak yang menghegemoni komunitas feri-feri. Atas dasardisparitas komunitas masyarakat ini, peneliti dakwah dapat

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 161

mengkritisi berbagai fenomena sosial dalam masyarakat .Ketujuh, teori evolusi. Pendekatan dengan teori ini bermaksud

untuk mencari pola perubahan dan perkembangan yang munculdalam maasyarakat yang berbeda. Melalui pendekatan ini, penelitiberusaha mencari pola umum perubahan yang terjadi di masyarakat,persamaan dan perbedaan pengaruh dari suatu proses terhadap satumasyarakat dengan masyarakat lainnya, serta proses memudarnyasuatu bentuk intsitusional masyarakat dengan masyarakat lainnya.

D. Kritik Mengenai Pendekatan Sosiologi Dalam PenelitianDakwah.

Di luar kelebihan dan kesanggupan disiplin ilmu sosiologidalam menganalisa berbagai fenomena keagamaan, termasukfenomena dakwah, pendekatan dengan metode ini juga memilikikelemahan yang mesti disingkapi secara kritis oleh para penelitidakwah. Terutama karena disiplin ilmu sosiologi yangdikembangkan oleh para pakar barat yang nota bene tidakmemahami keunikan dan karakteristik khusus masyarakat Islam. Disisi lain, teori-teori yang diungkapkan di atas, terkadang tidak cocokuntuk menganalisis masyarakat Islam. Kritik terhadap pendekatansosiologi untuk penelitian dakwah dapat diungkap melalui contoh-contoh berikut.

Pertama, dalam menganalisa fenomena keagamaan dalammasyarakat Islam, pendekatan sosiologi terkadang sulit membedakanantara hal-hal yang Islamic dan indegenous. Sebagai contoh, penelitianbesar Clifford Gertz tentang kelompok santri, priyayi dan abanganmengenai msyarakat muslim di Jawa memiliki kekeliruan dalammenggolongkan hal-hal yang sebetulnya Islami tapi digolongkansebagai indegenous.

Kedua, para peneliti barat tidak memahami perbedaan antaramasyarakat Islam dan masyarakat muslim. Masyarakat Islam adalahmasyarakat yang dibentuk dengan ideologi Islam, sedangkanmasyarakat muslim adalah masyarakat yang dibentuk olehsekelompok orang-orang yang beragama Islam. Kalau yang pertamamemiliki pengertian konseptual, maka pada yang kedua berartiempirik faktual. Kesalahan dalam memahami kedua istilah inimenyebabkan biasnya analisa penelitian tentang masyarakat .

Ketiga, teori sosiologi yang dibangun di atas kerangkaempirisme-positivistik terkadang tidak tepat untuk menganalisafenomena yang terjadi dalam masyarakat muslim. Sebagai contoh

162 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

teori fungsionalisme sosiologi yang dibangun atas dasar fenomenaempirik positif tidak akan bisa diterapkan untuk menganalisafenomena kemunduran keilmuan yang terjadi pada masyarakatmuslim. Menurut teori tersebut, secara empirik ada hubunganfungsional antara keyakinan agama dan perilaku penganut agamatersebut seperti hubungan kapitalisme yang dipengaruhi oleh etikaprotestan. Dalam hal ini, kemudian disimpulkan bahwa ajaran Islammemiliki andil dalam kemunduran masyarakat muslim. Sepertikemudian diketahui, kesimpulan tersebut tidak benar dan telahbanyak mendapat kritik dari pakar barat sendiri maupun muslim.

E. Pendekatan HistorisMetode historis disebut juga metode dokumenter, karena

penelitian yang dilakukan adalah pada dokumen yang telah silam.Dokumen, selain dokumen masa silam juga terdapat dokumen masasekarang, dan yang terakhir ini tidak masuk ke dalam data historis.Data terdiri dari data primer dan data sekunder.

Metode historis, sebagaimana juga metode lainnya bermuladari menemukan masalah dan berakhir dengan generalisasi. Olehkarena itu pula pendekatan historis memerlukan hipotesis denganteknik analisis dokumenter dan teknik analisis statistik,memerlukan bermacam-macam rumus statistik dan analisis(Rakhmat, 1984: 33).

Pola pengolahan data setelah terhimpun ialah penilaian,penafsiran, penyusunan data dan penyimpulan. Data primeradalah data yang diperoleh dari sumber pertama sebagai pelakuatau saksi mata yang langsung memberikan data atau sumber asli,sedangkan yang tergolong data sekunder adalah data yangdiperoleh dari tangan kedua.

Pada penilaian data berlaku konsep kritik historis yaitukritik ekstern dan kritik intern Kritik ekstern adalah penelitiankeaslian data, meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang keaslianatau kepalsuan sumber data. Kritik intern meliputi kebenaran isidan kritik itu dapat dilakukan setelah melakukan kritik ekstern.Apabila kedua kritik itu telah dilakukan dan ternyata data itu asliserta benar maka kemudian dilakukan proses selanjutnya, yaituanalisis dan sintesis data.

Penelitian historis memiliki ragam jenis, yaitu komperatifhistoris menunjukkan persamaan dan perbedaan sesuatu data,misalnya data di dua daerah yang berbeda. Penelitian legal atau

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 163

yuridis, yaitu penelitian yang bersangkut paut dengan keputusan-keputusan hukum, misalnya pengaruh hukum terhadap suatufenomena, pelembagaan suatu cara produksi; studi bibliografi,meneliti gagasan-gagasan seseorang di dalam literatur yangkemudian dilengkapi dengan pandangan-pandangan atau ulasan-ulasan dari penulis, penelitian biografis meneliti seorang subjekmeliputi riwayat hidup dengan segala perilakunya, sifat dankarakteristik, pengaruh dari luar subjek dan pengaruh subjekterhadap masyarakat (Surakhrnad, 1975: 126-129)

Dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah yang berkaitandengan objek kajian, peneliti melakukan pengumpulan data yangdiperoleh melalui berbagai buku, artikel dari internet yang sesuaidengan masalah yang dikaji. Menurut Ismaun (1992: 125), metodehistoris biasanya dibagi atas empat kelompok kegiatan, yakni:

1. HeuristikHeuristik yaitu suatu usaha mencari dan menemukan

sumber sejarah. Secara sederhana, sumber-sumber sejarah itudapat berupa: sumber benda, sumber tertulis dan sumber lisan.Secara lebih luas lagi, sumber sejarah juga dapat dibeda-bedakanke dalam sumber resmi formal dan informal. Selain itu, dapatdiklasifikasikan dalam sumber primer dan sumber sekunder.Pada tahap ini peneliti mengumpulkan fakta dan data tentangtema yang ditulis. Sumber diperoleh dengan studi literatur danwawancara.

2. Kritik atau analisisKritik atau analisis yaitu usaha menilai sumber-sumber

sejarah. Semua sumber dipilih melalui kritik eksternal daninternal sehingga diperoleh fakta-fakta yang sesuai denganpermasalahan penelitian. Fungsi dari proses ini adalah untukmengetahui apakah sumber-sumber yang diperoleh itu relevanatau tidak dengan permasalahan yang peneliti kaji.

Ismaun berpendapat (2005: 48), untuk membuatrekonstruksi imajinatif masa lampau para sejarawan harusmencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah untukkemudian menggunakan sumber-sumber sejarah itu denganmeneliti isinya. Setelah mengumpulkan sumber-sumber sejarah(heuristik), maka langkah selanjutnya adalah melakukan kritik

164 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

terhadap sumber-sumber tersebut. Kritik seringkali disebut jugaverifikasi sumber, yaitu menguji kebenaran atau pembuktianbahwa informasi yang diberikan atau yang dapat dibaca ituadalah benar. Kritik sumber itu dilakukan dengan caramembandingkan antara sumber yang satu dengan sumberlainnya. Sehingga, dengan langkah itu dapat diperoleh data danfakta yang akurat karena sumber-sumber yang diperoleh tidakdapat diterima begitu saja oleh peneliti dan tidak semua sumbermemiliki tingkat kebenaran yang sama. Fungsi kritik bagisejarawan erat kaitannya dengan tujuan sejarawan untuk mencarikebenaran. Sejarawan selalu dihadapkan dengan kebutuhanuntuk membedakan apa yang benar dan apa yang tidak benar(palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan ataumustahil (Sjamsuddin, 1996:118).

Menurut Ismaun (2005:49), setelah menemukan sumbersejarah yang diperlukan, maka yang harus dilakukan ialah: (1)apakah sumber sejarah itu otentik atau jika otentik hanya untuksebagian, berapa bagiankah yang otentik; dan (2) berapa banyakbagian yang otentik itu dan sejauh mana dapat dipercaya.

Dengan demikian diadakan seleksi atau penyaringan datauntuk menyingkirkan bagian-bagian bahan sejarah yang tidakdapat dipercaya.

a. Kritik EksternalKritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau

pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah.Sebagaimana yang dijelaskan oleh Helius Sjamsuddin (1996:105), bahwa: Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan ataupeninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasiyang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatuwaktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.

Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis berupa buku, peneliti tidak menyeleksinyadengan terlalu ketat, hanya mengklasifikasi dari aspek latarbelakang peneliti buku tersebut untuk melihatkeotensitasannya. Tahun terbit juga menjadi klasifikasi sumbereksternal karena semakin kekinian angka tahun penerbitan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 165

buku maka akan semakin baik karena setiap saat terjadiperubahan dari penerbit.

Popularitas peneliti buku juga akan meningkatkantingkat kepercayaan terhadap isi buku. Selain itu, dalam kritikekstern dipersoalkan bahan dan bentuk sumber, umur danasal dokumen, kapan dibuat (sudah lama atau belum lamasesudah peristiwa yang diberitakan), dibuat oleh siapa,instansi apa, atau atas nama siapa. Sumber itu asli atau salinandan masih seutuhnya atau sudah berubah.

Kategori peneliti sumber dimaksudkan untukmengetahui darimana asal si peneliti. Adapun kritik dalamkarakteristik sumber yaitu dengan membedakan danmengelompokkan dalam bentuk buku atau yang lainnya.

Kritik terhadap sumber dilakukan dengan tujuanmengetahui asal-usul peneliti dan latar belakang peneliti.Maksudnya apakah ia beragama Islam ataukah non-Muslim,apakah ia memang asli ataukah pendatang yang telah lamatinggal di daerah itu apakah ia seorang sejarawan ataukanbukan dan lain sebagainya. Kritik sumber tersebut diharapkandapat meminimalisir tingkat subjektifitas peneliti.

b. Kritik InternalBerbanding terbalik dengan kritik eksternal, kritik

internal lebih menekankan aspek dalam. Kritik internaldilakukan peneliti dengan melihat layak tidaknya isi darisumber-sumber yang telah diperoleh tersebut untukselanjutnya dilakukan penelitian dalam penelitian tesis dandisertasi.

Kritik internal terhadap sumber tertulis, penelitilakukan dengan membandingkan antara sumber tulisan satudengan yang lainnya. Kritik intern atau krtitik dalamdilakukan untuk menilai kredibilitas sumber denganmempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggungjawab dan moralnya. Berbagai tulisan tersebut kemudiandikelompokkan, Setelah dikelompokkan, peneliti lalumelakukan kritik terhadap sumber-sumber tersebut sehinggadidapatkan informasi atau fakta yang benar dan akurat.

3. Interpretasi atau Penafsiran

166 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Interpretasi atau penafsiran, yaitu sebagai usahamemahami dan mencari hubungan antar fakta sejarah sehinggamenjadi kesatuan yang utuh dan rasional. Penafsiran tidak dapatdipisahkan dari analisis.

Setelah sumber-sumber tersebut dikritik secara eksternalmaupun internal, maka langkah selanjutnya ialah penyusunanfakta. Dalam penyusunan fakta, peneliti menyesuaikan fakta-fakta yang telah diterima dengan pokok permasalahan yang akandibahas kemudian disimpulkan berdasarkan data-data yangterkumpul.

Fakta yang telah disusun kemudian ditafsirkan. Satu faktadihubungkan dengan fakta yang lain sehingga dapat ditariksuatu kesimpulan yang memuat penjelasan terhadap pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas. Setelah itu, penelitimemberikan penafsiran terhadap data-data yang diperoleh danmengungkapkan maksud di balik fakta-fakta tersebut.

Interpretasi yang peneliti lakukan yaitu terhadap berbagaisumber, baik sumber primer maupun sumber sekunder.4. Historiografi atau penelitian sejarah,

Historiografi atau penelitian sejarah yaitu prosespenyusunan hasil penelitian yang telah diperoleh sehinggamenjadi satu kesatuan yang utuh dalam bentuk tesis dan disertasisehingga dihasilkan suatu tulisan yang logis dan sistematis,dengan demikian akan diperoleh suatu karya ilmiah yang dapatdipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam hal ini penelitiberusaha mengajukan sebuah bentuk laporan penelitianpenelitian sejarah. Laporan Penelitian (Historiografi)

Seluruh hasil penelitian dituangkan dalam bentukpenulisan sejarah atau disebut historiografi. Historiografimerupakan tahap terakhir dalam metode sejarah, yaitu carapenelitian, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarahyang telah dilakukan. Helius Sjamsuddin (1996:153) menjelaskanbahwa ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka iamengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilanteknik penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapiyang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnyakarena pada akhirnya ia harus menghasilkan suatu sintesis dariseluruh hasil penelitiannya atau penemuannya itu dalam satupenelitian yang utuh yang disebut historiografi.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 167

Sementara itu, Kuntowijoyo (2005:90) menambah satulangkah lagi sebelun heuristik yaitu pemilihan topik. Pelaksanaanpenelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu persiapanpenelitian, pelakanaan penelitian dan laporan penelitian. Untukpersiapan penelitian ada beberpa hal yang perlu diperhatikan.

Tahap ini merupakan langkah awal peneliti dalammelakukan penelitian. Tahap ini dimulai dengan menetukanmetode dan teknik penelitian yang akan digunakan penelitiselama penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ialahmetode historis dengan studi literatur sebagai teknik penelitian.

Pada tahapan itu peneliti melakukan beberapalangkahsebelum melakukan penelitian lebih lanjut. Langkah-langkah tersebut ialah:

1. Penentuan atau Pengajuan Tema PenelitianKuntowijoyo (2005:91) berpendapat bahwa pemilihan

topik sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dankedekatan intelektual. Dua alasan itu dapat dipahami bahwatopik itu bisa ditemukan atas kegemaran tertentu ataupengenalan yang lebih dekat tentang hal yang terjadi disekitarnya atau pengalaman penelitian serta keterkaitanpeneliti dengan disiplin ilmu atau aktifitasnya dalammasyarakat.2. Penyusunan Rancangan Penelitian

Rancangan merupakan salah satu syarat yang harusdisusun oleh peneliti sebelum melakukan penelitian.Rancangan ini dibuat dalam bentuk proposal yang kemudiandiajukan kepada Tim Pertimbangan proposal penelitian.

Isi perencanaan penelitian memuat langkah-langkahyang akan dilakukan dalam meneliti sebuah tema yang telahditentukan.

3. Menyiapkan Perlengkapan PenelitianPerlengkapan penelitian merupakan salah satu aspek

yang penting untuk kelancaran proses penelitian. Agarmendapatkan hasil penelitian yang maksimal, perlengkapanpenelitian ini harus dipersiapkan dengan baik.

Metode historikal bertujuan merekonstruksi masa lalusecara akurat dan objektif, sering dalam kaitannya dengantenability (daya tahan)

168 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Contohnya, studi rekonstruksi pengajaran ejaan diAmerika Serikat selama lima puluh tahun terakhir; mengujihipotesis bahwa Francis Bacon adalah penulis sesungguhnyadari karya-karya William Shakespeare (Isacc & Michael, 1982:42-43).

Wikipedia (2012b) mengacu karya Torsten Thurén“Källkritik” (Stockholm: Almqvist & Wiksell, 1997), menyajikanprinsip-prinsip utama (core principles) kritisisme sumber (sourcecriticism) yang diformulasikan oleh dua sejarawanSkandinavia, yaitu Olden-Jørgensen (1998) dan Thurén (1997)sebagai berikut:

1) Sumber-sumber manusia dapat berupa relik seperti sidikjari, bisa juga narasi seperti pernyataan atau selembarsurat. Relik adalah sumber yang lebih kredibel daripadanarasi.

2) Sumber apapun mungkin dipalsukan ataudiselewengkan. Semakin kuat indikasi-indikasi keasliansumber, semakin andal sumber itu.

3) Semakin dekat seorang sumber ke kejadian yang hendakdideskripsikan, semakin dipercaya orang itu untukmemberikan deskripsi historis akurat tentang apa yangsebenarnya terjadi.

4) Sumber primer lebih andal daripada sumber sekunderyang lebih andal daripada sumber tersier, danseterusnya.

5) Apabila sejumlah sumber independen mengandungpesan yang sama, kredibilitas pesannya makin tinggi.

6) Kecenderungan suatu sumber adalah motivasinya untukmenyediakan sejenis bias. Kecenderungan-kecenderungan ini harus ditekan atau dilengkapi denganmotivasi-motivasi yang berlawanan.

7) Jika terbukti saksi atau sumber tidak berkepentinganlangsung dalam pembiasan maka kredibilitas pesanmeningkat.

Prinsip-prinsip kritisisme sumber itu dapat melandasi tujuhlangkah prosedur untuk kritisisme sumber dalam sejarah di bawahini.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 169

Rangkaian prosedur berikut ditawarkan oleh Bernheim (1889)dan Langlois & Seignobos (1898) yang dikutip oleh Martha Howell &Walter Prevenier dalam “An Introduction to historical method,”Ithaca: Cornel University Press, 2001 (Wikipedia, 2012b):1. If the sources all agree about an event, historians can consider the event

proved.2. However, majority does not rule; even if most sources relate events in

one way, that version will not prevail unless it passes the test ofcritical textual analysis.

3. The source whose account can be confirmed by reference to outsideauthorities in some of its parts can be trusted in its entirety if it isimpossible similarly to confirm the entire text.

4. When two sources disagree on a particular point, the historian willprefer the source with most "authority"—that is the source created bythe expert or by the eyewitness.

5. Eyewitnesses are, in general, to be preferred especially in circumstanceswhere the ordinary observer could have accurately reported whattranspired and, more specifically, when they deal with facts known bymost contemporaries.

6. If two independently created sources agree on a matter, the reliability ofeach is measurably enhanced.

7. When two sources disagree and there is no other means of evaluation,then historians take the source which seems to accord best with common sense.

Barangkali metode historikal, sebagaimana ilmu sejarah dinilaipaling ‘soft’ dibandingkan dengan metode atau sains lainnya karenamelibatkan banyak kesaksian dan penafsiran untuk merekonstruksifenomena masa lalu. Penilaian miring semacam ini tidak akandiberikan oleh para peneliti yang menghargai verstehen dalammengungkap fakta sejarah atau fenomena sosial.

Verstehen diasosiasikan dengan Max Weber yang anti-positivisme. Istilah ini dipakai sejak akhir abad ke-19 di Inggris danJerman dengan pengertian: kajian interpretif atau partisipatif atasfenomena sosial. Kemudian maknanya berkembang menjadi sebuahproses interpretif sistematis dari seorang pengamat luar untukmemahami orang-arang dalam kebudayaan mereka.

Langkah-langkah penelitian historikal dijelaskan oleh Isaac &Michael (1982: 45) menjadi lima langkah sebagai berikut:

1) Tentukan masalah, lalu putuskan apakah metode historikalcocok untuk masalah yang telah ditetntukan, apakah dataterkait (pertinent) tersedia?

170 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

2) Nyatakan tujuan penelitian, dan jika mungkin, nyatakan jugahipotesis yang akan mengarahkan dan menentukan fokuspenelitian.

3) Kumpulkan data; jangan lupa membedakan sumber-sumberprimer dan sekunder. Salah satu keterampilan penting dalampenelitian historikal adalah mencatat. Alat bantu berupa kartukecil berukuran 3x4 atau 4x6 cm2 berisi satu informasi danditandai per topik akan mudah ditata dan disimpan.

4) Evaluasi data, terapkan kritisisme internal dan eksternal.5) Laporkan temuan-temuan, termasuk satu pernyataan tentang

masalah, sebuah review atas material (artefak) sumber data,sebuah pernyataan tentang asumsi-asumsi yang melandasipenelitian, hipotesis-hipotesis dasar, dan metode-metode ujihipotesis, temuan-temuan yang didapat, tafsiran-tafsiran dankesimpulan, dan sebuah daftar pustaka (bibliografi).

Metode historikal dalam perspektif penelitian kuantitatif dapattergolong penelitian deskriptif jika hanya menjelaskan satu variabel.Namun apabila metode historikal ini dipakai untuk mencarihubungan kausal dua variabel atau lebih maka penelitiannyatergolong eksplanatoris.

F. Pendekatan FenomenologisMakna isitilah fenomenologi, tidak pernah secara jelas ada

dalam hubungannya dengan studi agama. Namun demikian, kitaakan mendahului pembahasan ini dengan mencoba membedakanapakah sebuah pendekatan fenomenologis pada agama diperlukan.Meskipun ia beroperasi pada satu cara distingtif dalam hubungannyadengan disiplin lain dan mengklaim sebagai pendekatan yangmemberikan pemahaman kepada kita terhadap subyek ini.Barangkali, cara terbaik untuk mengklarifikasi mengapa harus adadisiplin seperti fenomenologi agama, yang mengklaim memilikiwilayah studi dan metode investigasinya sendiri, adalah denganmempertentangkannya dengan pendekatan lain dan menggali alasan-alasan historis dan epistemologis mengapa ia harus membangunkepercayaannya sendiri. Hal ini akan melibatkan kita dalammemahami mengapa agama sebagai salah satu subyek studi harusdiidentifikasi sebagai suatu entitas tersendiri, dan mengapa berbagaidisiplin ilmu yang berbeda mengklaim dapat menjelaskannyaberdasarkan kriteria yang dilibatkan dalam pendekatannya. Hal ini

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 171

yang akan membimbing kita untuk memahami karakteristikfenomenologi ini.

Secara tradisional, teologi adalah sarana untuk memperjelasmakna agama, yang pada mulanya terbatas pada masyarakat Baratdan konteks tradisi Kristen. Kebenaran wahyu melekat pada corpusteks kanonik yang dikenal dengan nama Bibel, mendorong lahirnyadan membatasi hakikat pengetahuan. Revolusi berfikir yang dikenalsebagai enlightenment mengubah epistemologi dan utamanyadicontohkan dalam karya Rosseau, Kant dan Hume. Satu hasil daridebat ini adalah penciptaan disiplin akademik baru: sosiologi danpsikologi. Bersamaan dengan lahirnya bidang studi ‘ilmiah’ ini dandipengaruhi oleh gerakan baru dalam pemikiran filsafat,fenomenologi lahir dan diterapkan pada studi agama sebagai metodeinvestigasi ilmiah yang dipertentangkan dengan pendekatan teologis.Berikut ini, kita akan mengungkap sejarah perkembanganfenomenologi agama, konteks yang akan menjadi penuntut dalamstudi ini.

1. Sejarah Perkembangan Pendekatan FenomenologisBerkaitan dengan perkembangan fenomenologi agama,

buku yang ditulis oleh Jacques Waardenburg, Classical Approachesto the Study of Religion (1973), menyediakan satu teks yang cukupsubstantif. Dia menulis:

Menjadikan ‘agama’ sebagai subyek penelitian empiris danmenelitinya sebagai realitas manusia, membutuhkan tidakhanya usaha keras, tetapi juga keberanian yang besar… Salahsatu bidang utama, secara tradisional, bisa jadi ‘irasional’,terbuka, tidak hanya bagi penelitian filosofis, tetapi jugapenelitian ilmiah.

Kata kunci yang digunakan oleh Waardenburg adalah‘empiris’ dan ‘rasional’. Empiris merujuk kepada pengetahuanyang diperoleh melalui penelitian ilmiah, sebagai sebuah metodedari ilmu-ilmu sosial dan merupakan satu bentuk pengujianterhadap struktur sosial dan tingkah laku manusia. Rasionalmerujuk kepada penelitian perilaku manusia berdasarkan kepadapremis dan penemuan pengetahuan ilmiah. Irasionalmengidentifikasi agama sebagai sebuah fenomena yang tidakberlaku berdasarkan kepada parameter-parameter tersebut.Sebuah pertanyaan kemudian muncul: apakah agama merupakan

172 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

aktivitas rasional dan apakah ia seharusnya dipahami sebagaisesuatu yang prescientifict. Inilah substansi kritik Freud dantendensi analisa-analisa lain, khususnya Feurbach dan Marx(lihat h.146-51, 177-80, 198-9). Tugas fenomenologi adalahmenunjukkan bahwa agama harus dianggap secara serius danmenyumbang pemahaman kita tentang humanitas dalam satucara yang positif. Ini adalah sebuah usaha kompleks di mana parailmuwan melakukan berbagai cara pendekatan. Kita perlumengilustrasikan bagaimana hal ini dilakukan. Jadi, kembalikepada Waardenburg;

Sebagai pengkaji agama, seharusnya kita tetap sadarterhadap kenyataan bahwa konsep ‘agama’ adalah bagian darikita. Melalui karya-karyanya, para ilmuwan sampai kepada satuhal atau ide atau imajinasi yang pasti tentang agama yangdikajinya, dan sebagian melalui pemaksaan generalisasi dansebagian mereka dapatkan melalui pengalaman hidup merekasendiri, mereka sampai kepada suatu pemikiran tentang agamayang umum.

Hal ini mengarahkan kita pada satu fakta bahwa studiagama tidak dapat dijadikan obyek yang benar-benar murni,tetapi harus melibatkan peneliti dalam subyek itu sendiri.Kemudian muncul problem metodologis bagi studi agamasebagai suatu wilayah penelitian ilmiah. Waardenburg meringkassituasi ini sebagai berikut:

…problem metodologis yang sesungguhnya akan munculketika cara-cara memperlajari dan meneliti yang telah mapanmulai kehilangan kepercayaan dirinya, yakni statusnyasebagai kebenaran yang tidak boleh dipertentangkan…dalam banyak kasus terdapat pertentangan yang cukuppenting antara kecenderungan pemikiran yang berbeda ataupertentangan antara perbedaan pendekatan untuk obyekyang sama.

Tetapi di luar perdebatan ini bahwa fenomenologi agamalahir, mengevaluasi peristiwa-peristiwa historis yang telah adasebelumnya dan berusaha untuk mendefinisikan kerangkametodologisnya sendiri bagi studi agama dalam hubungannyadengan pendekatan-pendekatan alternatif pada subyek yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 173

tengah dikaji. Kita harus berhati-hati terhadap kecenderunganuntuk mengakui fenomenologi sebagai disiplin yang sama sekaliberbeda dengan disiplin lain. Situasinya lebih cair dan lebihkompleks. Ilmuwan-ilmuwan periode awal sangat senangmenggunakan pemikiran para pemikir lintas-disiplin yangberbeda untuk sampai kepada kesimpulannya sendiri.

Konstuk atau kerangka acuan suatu kebudayaan tertentumemankan perannya dalam hal bahwa interpretasi telah dicapai.Contohnya, dalam karya Levi Bruhl, kita menemukanpembedaan antara pemikiran rasional dan primitif yang diambildari kajiannya tentang manusia sebelum mengenal baca tulis(preliterate man). Hal ini sejalan dengan pemikiran yang berlakudalam pemikiran rasional filsafat Barat, tetapi tidakmempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Akibatnya,studi yang dilakukan cenderung menunjukkan suatu cara yanghasilnya berhubungan dengan kriteria yang ditetapkanberdasarkan hipotesis kultural yang tidak mengindahkankoherensi internal dengan fenomena yang tengah dikaji.Sederhananya, dia mengarahkan pandangannya melaluipemahaman terhadap pandangan orang lain. Isu ini memilikiimplikasi penting sepanjang sejarah pendekatan fenomenologispada studi agama dan disiplin ilmu lain yang berhubungandengannya diberlakukan. Untuk menggambarkan persoalan ini,saya akan mengambil contoh dari Levi-Bruhl sendiri:

Orang primitif hidup dan bertindak dalam satulingkungan… yang dilengkapi dengan atribut-atribut mistik…Fenomena ini terdapat di mana saja, di kalangan masyarakatyang sama sekali belum tersentuh perkembangan… Karena itu,kita merasa punya otoritas untuk mengatakan bahwa mentalitasini berbeda dengan mentalitas kita sekarang. Pendek kata,pemikiran logis berimplikasi, sadar atau tidak, pada kesatuansistem yang diwujudkan dengan sangat baik dalam sains danfilsafat… Sekarang pemikiran semacam ini tidak lagi berada dibawah kendali pemikiran primitif.

Studi Levi-Bruhl dibangun di atas pemikiran antropologlain, terutama Tylor dan Maus. Ia juga diengaruhi oleh suatumodel perkembangan evolusioner manusia, puncak yang telahdirepresentasikan oleh peradaban Barat kontemporer. Jadi, istilah‘primitif’ menjadi suatu istilah yang memiliki konotasi pejoratif.

174 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Studi antropologis berjalan seiring dengan usaha sarjana lainuntuk sampai kepada tipologi agama yang didasarkan padapraktek, mitos dan kepercayaan yang diperlihatkan oleh berbagaiagama. Studi ini menjadi bagian dari kontribusi distingtif padastudi atas subyek yang difahami sebagai sejarah agama atausejarah perbandingan agama. Seorang penulis yang prolifik daneksponen pendekatan ini adalah Mircea Eliade yang menulisPattern in Comparative Religion (1958) dan The Sacred and theProfane (1959) yang berfungsi sebagai contoh berikutnya dariperkembangan ini. Persoalan terpenting dalam usaha untukmengkonstruk suatu pendekatan ilmiah pada studi agama yangdilukiskan pada banyak disiplin –sejarah, psikologi, sosiologi danantropologi—adalah metode. Perselisihan dan perdebatanadalah apakah disiplin baru ini disebut berpusat pada pertanyaanyang menjengkelkan ini

…dalam karya seorang sarjana, statemen metodologisnyasepenuhnya penting untuk memahami tidak hanya konsepyang digunakannya, tetapi juga perspektif dari mana diabekerja dan apakah tujuan dari penelitiannya. Singkatnya,kita tidak akan memahami karya seorang sarjana, kecuali jikakita memahami metodologinya; dan kita tidak akan bekerjadalam satu disiplin ilmu, kecuali jika kita dapatmempraktekkan metodologinya.

Jadi, pendekatan fenomenologis pada dasarnyamerupakan usaha untuk mengkonstruk suatu metodologi yangkoheren bagi studi agama. Kita akan mengarahkanperkembangan ini lebih detail.

Filsafat Hegel menyediakan suatu dasar untukmembangun konstruk ini. Dalam karyanya ynag berpengaruhThe Fenomenologi of Spirit ((1806), Hegel mengembangkan tesisbahwa esensi (wasen) dapat difahami melalui penelitian pada hal-hal yang nampak dan manifes (erscheinungen). Tujuan Hegeladalah untuk menunjukkan bagaimana teori ini mengarahkankepada suatu pemahaman bahwa seluruh fenomena, dengansegala perbedaannya berasal dari satu esensi atau kesatuanpokok (Geist dan Spirit). Hal ini terjadi dalam hubungan antaraesensi dan manifestasi yang menyediakan satu dasar untukmemahami bagaimana agama, dengan segala perbedaannya,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 175

dapat, dalam esensinya, difahami sebaga entitas yang berbeda. Iajuga dengan penekanannya pada realitas transenden yang tidakterpisah dari dunia, tetapi dapat dilihat secara nyata,menanamkan keyakinan akan pentingnya agama sebagai subyekstudi, karena ia akan memberikan kontribusi kepada kita dalammembentuk pengetahuan yang ‘ilmiah’. Pengaruh Hegel nampakjelas, dalam publikasi pertamanya yang signifikan sebagai sebuahpenjelasan yang menggariskan pendekatan fenomenologis padastudi agama yang koheren. Gerardus van der Leeuw dalamPhenomenologie der Religion (1933) yang diterjemahkan menjadiReligion in Essence and Manifestation (1939), meskipun van derLeeuw menggariskan bahwa pendekatan fenomenologis jelasdalam karya para penulis pendahulunya.

Teori fenomenologi ini muncul dari sebuah aliran filsafat,yang mana perpaduan antara aliran filsafat yang lain sepertiKant, Martin Heidegger. Dari hasil kombinasi pemikiranbeberapa tokoh aliran filsafat ini, Edmund Husserl mempunyaiasumsi tersendiri, karena dengan menangkap sebuah maknadalam kehidupan maka ia mengambil dari fenomena seseorang.Berangkat dari sinilah Edmund Husserl mengangkat sebuahdefinisi yang khusus tentang fenomenologi.

Aliran filsafat ini kemudian ditindak lanjuti oleh AlfredSchutz menjadi sebuah teori sosiologi, karena ternyata dalammengamati masyarakat atau manusia kita harus mengamatinyasecara intensif atau dapat diartikan kita masuk ke dalam dunia sipelaku tersebut. Dalam hal ini Schutz bernaung dalam grandtheorynya Max Weber. Diantara temuan yang ditelurkan olehWeber yaitu analisanya tentang tindakan sosial dimana si pelakutidak lepas dengan struktur sosial yang ada hanya saja dalampengkajiannya tidak hanya melalui jalur eksternal saja tetapiinternal dari si pelaku tersebut.

Disini Weber tidak menafikan antara struktur sosialdan pranata sosial karena dengan dua sistem tersebut akanmembantu atau membentuk tindakan manusia yang penuhmakna. Menurut Weber, jika hanya melihat dari dua sistemtersebut tanpa memperhatikan tindakan manusianya itu berartimengabaikan segi-segi prinsipil dari kehidupan sosial.Perkembangan hubungan sosial itu tumbuh dimana iamengambil manfaat dari tindakannya, dan memberikan

176 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

perbedaan makna kepada makan itu sendiri dalam perjalananwaktu (Ritzer, 2002 : 37)

Yang dimaksud dengan tindakan sosial menurut Weberini adalah tindakan individu, selama tindakannya itu mempunyaimakna/arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakanorang lain. Tetapi jika tindakan itu diarahkan kepada benda matimaka tidak akan bermakna seperti orang melempar batu kesungai itu adalah hal yang biasa tetapi akan bermakna jika tujuanmelempar batu tersebut mengganggu orang yang sedangmemancing.

Lebih lanjut lagi Weber merumuskan sosiologi sebagaiilmu yang menafsirkan dan memahami (interpretativeunderstanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuksampai kepada penjelasan kausal. Dari sini ada dua konsep yangmendasari yaitu tindakan sosial dan kedua adalah penafsiranatau pemahaman sebagai tindak lanjut dari konsep pertama(Ritzer, 2002 : 37-38)

Didalam kajian teori konsep fenomenologi ini, maka akandijelaskan beberapa poin diantaranya tokoh-tokoh yangmemprakarsainya dan sekilas tentang biografi tokoh-tokohtersebut. Juga memaparkan tentang teori fenomenologi ini baikdalam kajiannya tentang manusia, masyarakat ataupunfenomenologi agama itu sendiri. Hal yang lain juga dipaparkanadanya tindak lanjut dari teori ini berupa aplikasinya dalammetode penelitian yang dilakukan jika menggunakan teorifenomenologi itu.

2. Perkembangan dan Konsep FenomenologiKata fenomenologi diambil dari bahasa Yunani yang

berarti nampak (yang bisa dilihat oleh panca indera). Sedangkandi dalam ensiklopedi sosiologi bermakna suatu metode atau carafilosofis yang mana lebih memprioritaskan hasil dari pengalamanindividu itu sendiri dengan menggunakan asumsi-asumsi,prediksi ataupun norma-norma yang ada (Wallace, Wolf, 1998 :253)

Kata fenomenologi lahir karena berdampingan denganteologi agama yang diidentikkan dengan kebenaran wahyu danterealisasi pada kitab-kitab misalnya Bibel dan itu menjadi dasardan watak pengetahuan. Tetapi setelah mengalami revolusi baiksecara epistemologi yang nampak pada tulisan-tulisan Rousseau,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 177

Kant dan Hume. Tentu saja adanya perdebatan-perdebatan danmenghasilkan beberapa disiplin ilmu baru dalam filsafat.

J. Waardenberg mengatakan bahwa, agama dijadikansebagai subjek penelitian empiris dan meneliti realitas manusia,itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan hati-hati karenaagama dianggap sebagai sesuatu yang irrasional kemudiandibedah baik itu terhadap penelitian filosofis tetapi juga rasional(Connolly, 2002:106)

Kata kunci dari J.Waardenberg adalah “empiris” dan“rasional”. Kata empiris mengacu pada pengetahuan yangdiproses melalui penelitian ilmiah dan diterapkan pada ilmu-ilmu sosial sebagai suatu pengujian terhdap struktur sosial danperilaku sosial manusia. Sedangkan rasional mengarah kepadapenelitian prilaku manusia dan tentu saja didukung oleh premis-premis di atas. Yang menjadi pertanyaan apakah agama sesuatuhal yang bersifat irasional yang mana tidak sejalan denganparameter-parameter di atas, apakah agama suatu aktifitasrasional atau dipahami sebagai sesuatu yang kuno atau bentuktakhayul dari kegiatan manusia.

Maka disini tugas fenomenologi adalah mengkaji secaraserius dan memberikan kontribusi pemahaman pada kita tentanghumanitas dengan cara yang positif. Waardenberg mengatakankembali bahwa memang konsep agama merupakan bagian darikita. Sehingga tentang agama yang mereka kaji tidak lepas daripengalaman hidupnya sendiri sampai pada pandangan tentangagama pada umumnya (Connolly, 2002:107-108)

Natason (1970), mengatakan bahwa fenomenologi adalahsebuah gerakan yang mana diadopsi oleh beberapa sosiologuntuk dikembangkan menjadi pemahaman yang berhubungandengan kesadaran indivdu dan kehidupan sosial. Fenomenologiadalah salah satu pendekatan dari sosiologi yang mana mencaridan menampakkan bagaimana kesadaran manusia setelah itudiimplikasikan melalui tindakan sosial, keadaan sosial dankehidupan sosial pada umumnya. Dalam fenomenologidigunakan dua cara yang mendasar yang pertama, teori inimengarah pada dunia makna (subtantif) dalam sosiologi. Yangkedua, menambah khasanah di bidang metode tentunya dalamkajian sosiologi (Borgatta:2099)

178 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Pencetus pertama dalam teori ini adalah Edmund Husserl(1859-1938). Dia mengatakan bahwa fenomenologi dapatdiartikan suatu keinginan terhadap sesuatu hal yang dapatmemahami langsung dari individu itu sendiri. Inti dari statementdi atas adalah bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu haldengan menggunakan seperangkat alat pengetahuan yang diapunyai dan tentu saja melalui proses kesadaran dan fenomenayang ia hadapi (Wallace., 1998 : 254)

Penulis seperti Scheiler, Heidegger, Schutz, Sartre danMerlean-Ponty yang mana mereka ini adalah mengembangkanteori ini dan memberikan sebuah kontribusi tentang teori ini.Dapat dikatakan fenomenologi ini dapat dibagi 2 yaitu yangpertama kita akan membagi perhatian kita pada transendentalatau murni di dalam fenomenologi dan ini ditindaklanjuti olehHusserl yang kedua ditinjau dari segi eksistensi fenomenologitersebut yang mana ini akan ditiangani oleh Schutz.

Husserl mengamati sesuatu itu dilihat dari intensionalnya,dapat dikatakan pandangan Husserl ini adalah diluar dari alamnyata karena menganalisa sebuah alam kesadaran. Berbedadengan Schutz, dia berusaha untuk menarik aliran ini kedalammasalah sosial. Dengan menggabungkan teorinya Weber, Schutzyakin bahwa kita tidak hanya cukup pada mengetahui masalahsosial itu secara eksternal saja tetapi faktor internal dari individuitu juga patut diperhatikan (Burrell, Morgan, 1979: 240-244).

Dalam teori ini, Husserl mengembangkan karakterlainnya seperti kesadaran, secara konsepsi kesadaran adalahsuatu kesadaran terhadap atau tentang sesuatu, dandihubungkan secara langsung dengan objeknya. WalaupunHusserl tidak secara langsung membahas studi agama, ada duakonsep yang mendasari yang terkait dengan metodologis bagistudi fenomenologi terhadap agama : epoche dan pandangan eidetik.Epoche terdiri dari pengendalian atau kecurigaan dalammengambil keputusan. Tetapi hal ini tidak mempengaruhi hasilpemahaman. Sedangkan yang kedua, Eidetik terkait dengankemampuan melihat apa yang ada sesungguhnya. Eidetikmemberikan kemampuan untuk mencapai pemahaman secaraintuitif tentang fenomena yang mana dapat dipertahankansebagai pengetahuan objektif (Connoly, 2002 : 111).

Jelasnya metode yang digunakan Husserl ini adalahmemeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu, yaitu

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 179

berupa pengalaman-pengalamannya mengenai fenomena danterjadi dalam apa yang disebut dengan kesadaran (Campbell,1994: 233).

Dalam kajian fenomenologi ini, Kant membedakan antara“phenomenon” dengan “noumenon”. Phenomenon yaitupenampakan realitas kepada kesadaran, sedangkan noumenonwujud dari realitas itu sendiri.

Dari perbedaan baik yang dilakukan oleh Kant danpendapat lainnya, yang dimaksud fenomenologi disini adalahsuatu studi tentang cara dimana fenomena hal-hal yang kitasadari muncul di hadapan kita, pemunculan yang sangatmendasar melalui pengalaman-pengalaman inderawi yangberkesinambungan (Pelly, Menanti., 1994 : 147)

Fenomenologi merupakan aliran filsafat yang munculpada abad ke dua puluh Peletak dasar aliran ini adalah EdmundHusserl (1859-1938). Husserl bertolak dari epistemologi, ia adalahseorang ahli matematika dan psikologi yang menolakpsikologisme. Ia terpengaruh oleh Brentano berkenaan denganintensionalitas jiwa. Husserl berpendapat bahwa “semuakegiatan berdasarkan kesadaran bersifat intensional” (Dimyati,2000: 68). Sehingga ia adalah seorang filosof yang berusahamemahami manusia dari dalam. Konsep fenomenologi yangdiberikan oleh Husserl berpusat pada persoalan tentangkebenaran, sedangkan tokoh lainnya seperti Max Scheler bergulatdengan filsafat nilai, baginya “perasaan nilai” sebagaipemahaman non-rasional akan nilai menggantikan ideasi teoritis(Dagun, 1990: 39). Sehingga filsafat fenomenologi ini berkembangmenjadi sebuah metode atau cara yang digunakan untukmengetahui makna keberagamaan seseorang apakah ituditerimanya dengan sebuah kesadaran atau menolaknya karenatidak sesuai dengan ide-ide atau buah pikiran yang menurutnyaideal untuk dilakukan. Fenomenologi ini juga terinspirasi olehpemikiran Immanuel Kant (seorang tokoh Idealisme) yangmembedakan antara phenomenon dan nomenon. Selain itu juga adatokoh lain yang mempengaruhi teori fenomenologi menjadisebuah epistemologi dalam pengkajian tentang manusia itusendiri yaitu Martin Heidegger (salah seorang tokohEksistensialisme) yang mengatakan bahwa manusia itu adalahsubjek bukan objek dalam artian bahwa di dalam diri manusia itusendiri mempunyai potensi-potensi sehingga dunia luar itu

180 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

hanyalah sebagai alat saja sebagai pencapaian dalam diri manusiaitu sendiri, sehingga dapat dikatakan Heidegger lebihmengarahkan fenomenologi ke dalam filsafat eksistensialisme.

Teori fenomenologi tidak bermaksud mempelajari faktasosial secara langsung hanya saja teori ini memusatkan padaproses terbentuknya fakta sosial dalam artian di sinikeikutsertaan individu dalam proses pembentukan fakta sosial.Jika berbicara seperti ini maka tentu saja melibatkan dunia batin(subjektif) manusia. Teori ini memandang bahwa dunia eksternaldapat dipahami melalui kesadaran manusia dimana sesuatu halitu berarti apabila ia bermakna bagi seseorang (subjektif meaning).

Selain Husserl, Merleu-Ponty merupakan salah satu filsuffenomenologi, karena setiap pembicaraan mengenaifenomenologi maka pemikirannya mau tidak mau termuatdidalamnya alasannya karena setiap karyanya baik itu tentangpsikologi filsafat, filsuf ini menggunakan fenomenologis. Pontymerasa yakin bahwa seorang filsuf itu memulai kegiatannyameneliti pengalaman-pengalaman tentang realitas. Setelahseseorang itu mengalami realitas kemudian ia melangkah padadimensi-dimensi yang jauh, setidaknya ini adalah cara yangterbaik karena adanya pro dan kontra seperti penekanan idedisatu pihak dipihak lain mementingkan materi. Jadi dapatdikatakan bahwa pemahaman manusia tentang dunia itutergantung pada akal manusia yang terus menggali sampai padahal-hal yang rasional dan non-rasional. Pandangan-pandanganyang absurd ini bagi Ponty sangat penting. Karena dalam posisiabsurd, kita harus terpancing akan berusaha terus sampai padatitik yang tidak ada batasnya (Capps, 1995: 114-116).

Tokoh selanjutnya dari teori ini adalah Alfred Schultz(1899-1959), tidak begitu dikenal selama hidupnya, hanyabeberapa tahun dia tertarik pada sejumlah masalah-masalahsosial. Walaupun ia tidak dikenal tetapi ia tertarik denganfenomenologi karena ia sangat peduli sebagai seorang sosiolog.Lahir di Venna, Austria pada tahun 1899. Schutz diterima diUniversity of Venna (Wagner, 1983). Setelah selesai ia melanjutkandi dunia perbankan walaupun ia mendapatkan penghargaan,tetapi ia tidak merasa puas dia ingin mencari makna dalamhidupnya. Schutz menemukan makna di dalam pekerjaannyamelalui pengamatannya pada sosiologi tepatnya fenomenologi,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 181

dia banyak berpartisipasi dengan sejumlah dosen-dosen yangada kemudian mendiskusikan tentang keilmuan (Prendergast,1986). Schutz bernaung pada teorinya Weber, khususnya tentangtindakan sosial dan tipe-tipe yang ideal. Walaupun begitu Schutzmencari bagaimana mengatasi kelemahan dari idenya filosofHusserl dan Henri Bergson, menurut Cristopher Prender gast(1986) Schutz termotivasi penghargaan yang diberikan olehAustrian School of Economics dengan keilmuwannya. Dengandipublikasikannya karyanya yang berjudul The Phenomenology ofthe Social World pada tahun 1932 (Ritzer, 1988: 210-211) Iamerupakan tokoh kunci dalam menjembatani fenomenologisosial dengan fenomenologi filsafat dari Husserl. Schutz adalahseorang pengacara, ahli ekonomi, orang bisnis dan filsuf. Ketikatahun 1900-an dia meninggalkan kota kelahirannya yang ketikaitu menjadi kota Kekaisaran Austria-Hungaria pada usia tigapuluh delapan pada saat aneksasi Nazi.

Secara intelektual Schutz tertarik akan pemikirannyaWeber dan menjernihkan dan mengembangkan secara gamblangfilsafat fenomenologinya Husserl kemudian memaparkannyamengenai gagasan-gagasan filosofis yang biasanya mengalamikekaburan makna dengan usaha-usahanya terus menerus untukmenyebarkan apa yang ia sebut dengan “dunia sosial”(Campbell, 1994 : 231-232)

Karena bertolak dari pandangan Weber, menurut Schultztindakan manusia itu menjadi hubungan sosial apabila tindakanitu mempunyai arti atau makna tertentu dalam tindakannya danmanusia lain dapat memahami tindakannya itu. Secara subjektifini akan menentukan kelangsungan proses interaksi sosial baikitu dari si aktor sendiri ataupun pihak lain yang dapatmenginterprestasikan tindakan apa yang memang diinginkan sepelaku tersebut (Ritzer, 2002 : 59)

Schultz memfokuskan perhatiannya kepada satu bentukdari subjektivitas yang disebutnya antar subjektivitas.Intersubjektivitas dapat terjadi pergaulan sosial tergantung padapengetahuan peranan masing-masing yang tentu saja diperolehdari pengalaman yang bersifat privacy.

Konsep subjektivitas dalam suatu kenyataan bahwakelompok-kelompok sosial saling memahami tindakannyamasing-masing dan melalui proses pengalaman yang dihasilkan

182 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

dari interaksi sosial. Hal yang terpenting dalam hal ini adalahsaling memahami satu sama lain sehingga terciptalah kerjasamadihampir semua organisasi sosial. Sehingga Schultz memusatkanperhatiannya pada kesadaran yang diperlukan untuk terjadinyainteraksi dan saling memahami antara sesama manusia (Ritzer,2002 : 60)

Ada empat unsur pokok dalam teori ini :1) Perhatian terhadap aktor, dipersoalkan adalah bagaimana

mendapatkan data tindakan sosial itu seobjektif mungkin.Pendekatan objektif tidak dapat digunakan dalamsosiologi, karena manusia itu bukan benda mati tetapi iamerupakan pencipta dari dunianya sendiri.

2) Memfokuskan perhatian kepada kenyataan yang pentingatau yang pokok dengan sikap yang wajar atau alamiah(natural attitude). Yang diamati adalah gejala-gejala yangpenting dari tindakan manusia sehari-hari dan sikap-sikapyang wajar. Di sini memang terlihat adanya kesamaandengan fakta sosial tetapi jelas nampak beda sekali dalamteori ini karena fakta sosial bersifat memaksa individuuntuk melakukan ikatan-ikatan struktur atau pranatasosial yang ada, sedangkan fenomenologi mengkajibagaimana individu ikutserta dalam pembentukan ataupemeliharaan fakta sosial yang memaksa mereka itu.

3) Memusatkan perhatian pada masalah mikro, yaitumempelajari pembentukan atau pemeliharaan hubungansosial pada tingkat interaksi tatap muka.

4) Memperhatikan pertumbuhan, perubahan dan prosestindakan didalam masyarakat. Baik itu berupa norma-norma dan aturan-aturan yang membatasi tindakanindividu itu sendiri dan memantapkan struktur sosialdinilai sebagai hasil interpretasi aktro terhadap peristiwa-peristiwa yang dialaminya (Ritzer, 2002 : 61-62)

Schultz menempatkan dirinya pada taraf psikologis,menganalisis pengalaman sosial, pengalaman kita akan orang-orang lain. Bertujuan untuk menemukan unsur-unsur kehidupansosial. Metode yang digunakan Schultz adalah merefleksikanpengalaman sosial dimana kesadaran kita sendiri berinteraksi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 183

dengan orang lain. Dalam hal ini kita menanggalkan prasangkamengenai apa masyarakat itu karena hal itu adalah di luarpengalaman kita secara nyata (Campbell, 1994 : 234)

a) Teori Schultz tentang manusiaMenurut Schultz bahwa hakekat kondisi manusia di

dalam pengalaman subjektif dalam bertindak danmengambil sikap terhadap dunia kehidupan disebutdengan kegiatan praktis. Tindakan yang bermakna dapatdiartikan dalam melakukan sesuatu dengan sadar, dengankata lain selalu terarah menuju penyelesaian sebuahtindakan yang diproyeksikan si pelaku dalam pikirannya.Secara jelas dapat dikatakan bahwa kita hanya bisa mulaimemahami makna tindakan kita ketika kita melihatkembali padanya saat refleksi. Kemudian kita dapatmenyeleksi unsur-unsur pengalaman itu untuk tindakankita sebagai suatu hal yang bermakna (Campbell, 1994 : 236)

Melalui kesadaran si pelaku harus berusaha untukmencapai tujuan-tujuan dan keinginan-keinginannya. Parapelaku adalah makhluk-makhluk praktis yang sikapnaturalnya dapat mengandaikan hal-hal tertentu danberusaha mengubah orang-orang lain dengan cara yangdiinginkannya. Sehingga kehidupan sehari-hari adalahsebuah pragmatis ke depan, maksudnya adanya interestertentu yang dimiliki manusia untuk mengubah duniayang mereka tangkap. Agar individu itu bisa selamat darisituasinya ia harus bisa menetapkan, memutuskan dalamsituasi macam apakah ia berada, apa masalah-masalahnya,dan bagaimana ia bisa meraih tujuan-tujuannya.

b) Teori Schultz tentang MasyarakatMenurut Schultz manusia adalah makhluk sosial

karena sebuah kesadaran akan kehidupan sehari-hariadalah sebuah kesadaran sosial. Kesadaran terjadi dengandua cara yaitu pertama, kesadaran mengandaikan begitusaja adanya dan aktivitas-aktivitas orang lain sebagaipenghuni dunia yang dialami bersama. Yang kedua,kesadaran memakai tipifikasi-tipifikasi yang diciptakan dandikomunikasikan oleh kelompok-kelompok individu dalamkehidupan ini secara bersama. Masyarakat adalah sebuah

184 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

komunitas linguistik karena masyarakat berada melaluiinteraksi timbal balik. Oleh sebab itu sebagai makhlukhidup yang sama-sama dalam dunia ini maka kitasetidaknya saling memahami satu sama lain dan bertindakdi dalam kenyataan yang sama.

Schultz tidak menyatakan bahwa individu itumemiliki pengalaman secara spontanitas terhadappengalaman-pengalaman orang lain melainkan masing-masing individu sadar secara fisik bahwa ada manusia lainyang mengalami dunia yang sama seperti dirinya sendiri.Eksistensi pengalaman dibawa oleh arus kesadaran oranglain yang dikatakan Schultz sebagai tesis eksistensi alter-ego, pemahaman akan aku-yang-lain, merupakanpengungkapan langsung motif-motif orang lain yangdengan begitu memungkinkan kita untuk memahamisesama anggota komunitas ini yang disebutnya denganconsociaties.

3. Fenomenologi AgamaDengan berkembangnya kajian agama sebagai realitas

sosial atau agama sebagai sistem budaya (cultural system),fenomenologi juga digunakan secara luas sebagai salah satuancaman teoritik yang bercorak mikroskopik dalam memahamiesensi gejala keagamaan. Dalam menangkap esensi fenomenakeagamaan, alur epistimologi dan metodologi yang digunakanoleh beberapa pengkaji mengikuti seperti yang pernahdikembangkan oleh Husserl. Salah satu kajian terhadapfenomena keagamaan yang menggunakan fenomenologi Husserlyang dapat dikemukakan misalnya yang dilakukan olehMarisusan Dhavamony, dosen sejarah agamaa di UniversitasGregoriana, Roma Italia.

Beberapa poin yang terpenting dalam pemikiranDhavamony mengenai kajian keagamaan dalam perspektiffenomenologi, pertama, fakta keagamaan merupakan dialektikaantara subjektivisme dan objektivisme. Dikatakan subjektivismekarena mencerminkan keadaan mental dari manusia relegius.Fakta ini sekaligus bersifat objektif karena kebenarannya dapardibuktikan oleh para pengamat independen. Kedua, untukmengungkap fakta keagamaan yang bersifat subjektif ini,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 185

objektivitas kajian diperlukan dengan cara menyingkirkan segalajenis subjektivitas pengkaji dan membiarkan fakta keagamaanberbicara untuk dirinya. Menurut Dhavamony, sebagai ilmuwanseorang fenomenologi harus membedakan antara tugas untukmenerangkan makna fenomena keagamaan tersebut sebagaibagian dari suatu kepercayaan tertentu. Ketiga, langkahberikutnya seorang fenomenologi mencari makna hakiki darifenomena keagamaan melalui ungkapan-ungkapan (kata-katadan tanda-tanda) dan tingkah laku yang ekspresif.

Berbicara mengenai fenomenologi agama maka kitaakan lepas dengan definisi agama itu sendiri. Karena denganberangkat dari definisi ini merupakan dasar dari kegiatan akalbudi untuk memahami dan menjelaskan inti sesuatu. Tapipengertian dalam pemahaman seperti itu bukanlah hal yangmudah dilakukan dalam kajian keagamaan karena begituberagamnya fenomena keagamaan yang bagi orang tertentudipandang tidak masuk akal sehingga terjadinya inklusi daneksklusi dalam pemberian pengertian agama mudah terjadi.Menurut Roland K. Sanderson ada dua jenis utama yangditawarkan para sosiolog, yaitu definisi inklusif maksudnyaadalah merumuskan (batas-batas agama) dalam arti yang seluasmungkin. Mereka menyukai pandangan inklusif, karena dalammelihat agama sebagai bukan saja sistem-sistem yang teistik yangdiorganisasi sekitar konsep-konsep tentang kekuatansupernatural, melainkan juga berbagai sistem kepercyaan non-teistik seperti komunisme, nasionalisme, atau humanisme.Sedangkan definisi eksklusif dibatasi istilah agama pada sistem-sistem kepercayaan yang mempostulatkan eksistensi makhluk,kekuasaan atau kekuatan supernatural. Memang terlihat agaksulit membedakan antara dua definisi tersebut, Cannonmengatakan bahwa pada semua tradisi agama menekankan padasuatu praktik keagamaan yang menuntut keterlibatan parapelakunya secara mendalam sehingga dapat mengembangkankedekatan dengan apa yang diyakini sebagai realitas Mutlak. Halinilah yang dikatakan oleh Joachim Wach disebut sebagaipengalaman keagamaan, yang mana manusia merasa segan dansekaligus menarik perhatian pada Realitas Mutlak.

Di pihak lain fenomenologi agama muncul karena adanyapenggunaan fenomenologi dalam kajian agama yang terinspirasioleh bukunya Schleiermacher yang berjudul Speeches on Religion

186 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

(1799), karena pada saat itu merajalelanya rasionalisme dalampemikiran agama dan dia mengajak dengan tokoh-tokohsemasanya untuk kembali kepada pengertian peran kesadaranmanusia dalam pemahaman agama.

Di dalam fenomenologi agama terdapat ciri khusus(distinctives) yaitu descriptively oriented. Para fenomenologi tidakmengevaluasi penilaian, tetapi mereka mencari deskripsi daninterpretasi fenomena agama yang akurat dan sesuai. Fenomenatersebut seperti ritual, simbol, do’a, upacara, teolog, orang suci,seni, kepercayaan, dan orang-orang yang melaksanakankeagamaan baik individu maupun kelompok.Tugas fenomenologadalah mengumpulkan, menyelidiki, membandingkan, danmenganalisa data sebagai tujuan mereka lebih jelas lagi bahwauntuk menggambarkan fenomena yang tengah dipelajariseakurat mungkin, bukan hanya peristiwa-peristiwa yang tengahterjadi tetapi mengetahui motif di belakang peristiwa tersebut.

Jadi pendekatan fenomenologi adalah bukandiorientasikan kepada pemecahan masalah (problem solving)melainkan pada deskripsi empatik. Maksudnya ia memeliharaperistiwa-peristiwa itu sendiri sebagai sentral. Metodefenomenologi berusaha untuk menggambarkan fenomena danperspektif pelaku (practitioner) yang dalam lingkunganantropologi adalah sebagai insider (Pye, Moreau dkk., 2002 : 26-27)

Fenomenologi agama bersifat comparative, walau itu hanyapengertian yang terbatas. Yang difokuskan dalam teori ini adalahpada data, karena banyak menggunakan data maka lebih banyakberhubungan dengan signifikansi studi yang lebih potensial.Maka akan ditemukan makna yang baik di dalam data denganmenggunakan metode komparatif, tetapi disini para fenomenologtidak menampilkan data-data atau menggambarkan praktek-praktek tradisi agama untuk tujuan membuat manakah yangpaling terbaik atau terburuk.

Adapun tekhnik fenomenologi ini, menurut Bogdan danTaylor (1975), Denzin dan Lincoln (1994, 1998) seringkalipendekatan fenomenologi melakukan analisis penelitiankomunitas kecil, keadaan sosial, dan organisasi yang digunakanoleh masing-masing personal dan menggunakan teknikparticipant observation. Teori fenomenologi dapat dikatakan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 187

berawal dari sikap yang natural. Dapat dipahami bahwa sebagaimanusia yang mempunyai peranan dalam dunianya, secara tidaklangsung membicarakan eksistensinya, dan asumsi-asumsi yangbersifat objektif dan menampakkan tindakan mereka. Bahasa,budaya, dan asumsi-asumsi umum lainnya itu menjadi penopangatau menjadikan pengalaman dari diri individu itu sendiri dankemudian berimplikasi pada sikapnya yang natural dan tentusaja itu menjadi jalan hidup mereka (Borgotta : 2101)

Menurut Ritzer, dalam memahami realitas intrasubjectivedan intersubjective dari tindakan sosial interaksi sosial. Maka yanglebih ditekankan adalah tindakan manusia yang spontan dansikap yang wajar. Untuk ini metode kuisoner, eksperimen kurangrelevan. Sedangkan melalui metode observasi maka tindakanaktor dapat diamati. Adapun teknik observasi menurutnya adabeberapa macam diantaranya, 1) participant observation, dalam halini sipeneliti tidak memberitahukan kehadirannya ditengahkelompok-kelompok tersebut. 2) participant as observer, dalamkenyataannya sipeneliti memberitahukan maksudnya kepadakelompok tersebut sebagai peneliti. 3) observe as participant,penelitian ini dilakukan dalam waktu yang singkat, danmemerlukan perencanaan yang matang. 4) complete observer,peneliti tidak berpartisipasi langsung hanya saja ia sebagaioutsider dan subjek yang diteliti tidak menyadarinya (Ritzer,2002: 62-63)

Di dalam fenomenologi filosofis, teori ini menghindariadanya reduksionisme. Sangatlah signifikan bahwa kritik padakecenderungan reduksionis dalam studi agama merupakan salahsatu pemikiran yang signifikan dalam berbagai literaturfenomenologi. Para fenomenolog berusahan untuk mengurangidan pada akhirnya akan mengalami kesalahan yang sangatmendasar karena reduksi semacam ini mengabaikan konpleksitaspengalaman manusia, memaksakan nilai sosial dan pada isu-isutransendental, dan mengabaikan intentionality yang unik daripara partisipan religius (Pye, Moreau, 2002 : 28-29)

Secata metodis pengguna metode fenomenologimelakukan langkah-langkah reduksi tiga tahap yaitu :

Reduksi fenomenologis bertujuan untuk memurnikanfenomena. Dijelaskan bahwa si peneliti harusmenanggalkan pakaian-pakaiannya berupa adat istiadatagama, jabatan dan pandangan ilmu pengetahuan, dalam

188 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

melakukan kajian fenomenologi di dalam ruang lingkupmasyarakat sehingga terciptalah sebuah fenomena yangmurni bebas dari sifat prasangka-prasangka ketikaberhadapan dengan sebuah objek.

Reduksi Eidetis, Suatu tahap memperoleh hakekatfenomen.

Reduksi Transedental menimbulkan perolehan subjekyang murni. Maksudnya adalah semua hal yang tidakberhubungan dengan kesadaran murni harus diberikurung, dan melakukan pemurnian. Si penelitimenemukan kesadaran yang murni atau fenomen murniyang bersifat intensional yang mana pada akhirnya akanmenemukan hakekat fenomen tersebut (Dimyati, 2000: 71-72)

Para fenomenolog juga menangguhkan pertanyaantentang kebenaran untuk kepentingan pengembanganpemikiran ke dalam esensi pengalaman keagamaan. Parafenomenolog memprioritaskan pengembangan pada suatupemahaman empatik yang genuine terhadap pengalaman yangdiuji dan dalam waktu yang bersamaan melibatkan partisipasidengan pengalaman yang tengah dipertimbangkan untukmendapatkan informasi dari tangan pertama (firsthandinformation). Dengan kata lain fenomenolog agar berbedadengan pengamat ilmiah yang sifatnya tidak memihak justrudisini mereka harus memberikan rasa empatik agar dapatmenghasilkan produksi yang baik.

Tujuan akhir dari fenomenologi agama adalah adanyaperkembangan pemikiran kepada struktur dan makna esensialyang terinspirasi dari pengalaman agama. Ketika berbicaraesensial maka akan membicarakan pula tentang sesuatukebenaran (ontologi) yang tidak dapat diabaikan. Sebagaicontoh ketika Eliade mengatakan bahwa manusia modern lebihmiskin dari pada generasi terdahulu karena mereka tidakmelakukan desakrisasi pandangan kosmos kita, dia tidak hanyamenjelaskan itu melainkan bergeser pada perdebatan antologisyang ditangguh oleh fenomenolog (Baird, Category Formation,1971). Pada akhirnya para fenomenolog hanya bisa sebagaiseorang penerjemah karena mereka percaya atau berpartisipasi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 189

guna mempresentasikan pengalaman para penganut keyakinantersebut (Pye, Moreau, 2002 : 29-30)

Setelah berbicara banyak tentang fenomenologi agamadan teknik penggunaannya dalam mencermati dunia si pelaku.Walaupun dalam teori ini banyak sekali kelebihan-kelebihanyang didapat maka disini juga perlu dilihat adanya kekurangan-kekurangan yang didapat diantaranya : Dalam melakukan penelitian memakan waktu yang lama

karena harus teliti, sensitif terhadap fenomena yang adadan harus banyak melibatkan dengan dunia si pelaku.

Harus bersikap netral tidak ada tendensi apapun karenauntuk mencapai hasil yang seakurat mungkin si penelitiharus benar-benar bersikap netral tanpa adanya tendensiapapun. Hal ini sangat sulit dilacak karena berhubugandengan dunia abstrak yang tahu hanya si peneliti saja.

Teori ini juga diterapkan dalam penelitian, secara tidaklangsung akan mengganggu aktivitas si pelaku karenamereka merasa diinterogasi. Mengapa demikian, karenateori ini menggunakan metode observasi yang dapatdisimpulkan hal-hal yang bersifat intrasubjektive danintersubjektive yang timbul dari tindakan si aktor yangdiamati. Lagi pula tidak semua tingkah laku tersebutdapat diamati dengan teknik ini, seperti tingkah lakuseksual misalnya.

G. Aplikasi Teori dalam perspektif IslamDalam teori ini jika dikaitkan dengan agama maka disini akan

kami ambil tentang konsep Yang Kudus pada Islam. Tuhansebagaimana agama Islam (Allah) dalam pengalaman religius seorangMuslim dilukiskan sebagai yang paling Berkuasa dari antar ilah,Allah Yang Maha Esa dari mana manusia menerima seluruhkeberadaanya dan kepada siapa manusia tergantung sepenuhnya.Gambaran Allah sebagai Penguasa Tertinggi, Maha Kuasa dan MahaTahu. Allah juga pengampun dan berbelas kasih, pemaaf dan sabar.Ia menunjukkan perhatian-Nya pada dunia. Rencana bijaksana dariAllah yang nyata dalam penciptaan adalah pendorong utama bagimanusia untuk mengagumi dan bersyukur kepada Tuhan. Manusiahendaknya hidup senantiasa dalam tunduk dan hormat kepada Allah,dan selalu siap sedia. Namun manusia harus menyembah Dia

190 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

memuliakan dan memuji Dia pula, serta selalu mengingat nama-Nya.Disamping segi-segi yang menakutkan dan Agung dari Allah, Al-Qur’an juga menekankan karunia dan kebaikkan-Nya yang penuhkasih. Allah bukan hanya Yang berbelas kasih, tetapi juga Pelindung,Penyelenggara, Pemaaf, Pengampun, selalu siap untuk mengampunipendosa yang bertaubat. Maka pengalaman hormat akan Allahmeliputi pula kesalehan, ketertarikan dan ketergantungan totalkepada-Nya. Sementara cinta Allah jangan disebut, kerendahan hati,syukur dan ketaatan kepada-Nya lebih sering dikemukakan sebagaicita-cita pengalaman religius seorang Muslim. Hukum moral tidakdapat dirubah, karena merupakan perintah Allah. Manusia tidakdapat menghapus dan membuat Hukum Moral tetapi harus tundukkepadanya. Ketaatan kepada Perintah Allah itu sendiri disebut Islamdan penerapannya dalam hidup disebut ibadah, ‘kebaktian kepadaTuhan’. Pengalaman akan hukum Moral ini erat terjalin denganpengalaman suci Tuhan. Semakin besar pengalaman akan Allahsebagai pencipta alam semesta, semakin utuhlah pengalaman akansifat-sifat kreatif, teratur dan belas kasih-Nya. Sifat-sifat ini tidaksekedar ada bersama tetapi saling mendukung. Jadi, perintah moralbagi manusia menjadi pusat perhatian ilahi di dalam keteraturankosmis. Pusat ini menjadi penting karena keterkaitannya dengankepekaan relegius yang tinggi yang memperlihatkan koherensi(Rahman, 1968: 27-30). Hanya Allahlah yang kreatif dan berhak‘mengatur’ atau ‘memerintah’.

Iman adalah pusat pengalaman Islam dan bentuknya berupasuatu keyakinan yang kuat terhadap kebenaran pewartaan Nabi.Rasa pengabdian merupakan unsur hakiki dari pengalaman relegiusseorang muslim, karena mengisyaratkan suatu hubungan erat denganAllah yang bijaksana dan maha kuasa, tunduk kepada kehendak-Nya(Islam) adalah arti dan tujuan hidup manusia. Pengabdian seringditemukan dalam Qur’an sebagai suatu bentuk hubungan manusiadengan Allah: hubungan hamba-Tuan. Banyak nama orangmenggunakan kata ‘abd dan satu dari antara nama-nama yang sangatindah seperti ‘Abdulkarim, ‘Abdulmalik, dll. Nama-nama inimemperlihatkan gagasan pokok dari pengalaman religius Islam.Pengabdian yang sejati berarti bahwa seseorang menganggap pentingtuannya, menaruh kepercayaan kepadanya. Maka dapat dikatakanbahwa Muslim sejati pastilah orang yang beriman kepada Allah, nabi-

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 191

Nya dan kitab-Nya yang diturunkan oleh rasul-Nya, sebagaimanadalam surat An-Nisa, 136:

...

Artinya;”Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepadaAllah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkankepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkansebelumnya…”

Selain itu juga gambaran tentang orang-orang muslim sejatisebagaimana dalam firman Allah dalam surat al-Ma’arij, 23-27:

Artinya: “yang mereka itu tetap mengerjakan shalat. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagiorang (miskin) yang meminta dan orang yang tidakmempunyai apa (yang tidak mau meminta). Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya” (Dhavamony,2002: 98-102)

Maka dapat dikatakan bahwa seorang muslim yang baikadalah mentaati apa yang diperintahkan Tuhannya dan menjauhkanperbuatan yang dilarang. Disini agama Islam menawarkan kepadamasing-masing individu diberikan kebebasan untuk memilih apayang seharusnya ia lakukan sebagai khalifah di muka bumi ini. Jikaia melakukan tindakan yang baik maka akan diberi ganjaran yangsesuai tetapi jika sebaliknya akan mendapatkan ganjaran yang sesuaipula sehingga semua amal kebaikan yang dilakukan itu bukan untuk

192 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Tuhan tetapi untuk individu itu sendiri sehingga pada akhirnya akanterjadi keharmonisan dalam hubungan sosial baik itu terhadapsesama manusia dan hubungan dengan Tuhan khususnya. Sehinggamakna keberagaman yang diyakini oleh masing-masing individu itusecara konsepsi sangat baik sekali hanya saja dalampengaplikasiannya banyak terjadi pergeseran karena dipengaruhibaik itu oleh kemajuan zaman yang mana mengejar pada materi,inilah yang membuat pola pikir manusia bisa berubah karenapengalaman-pengalaman hidupnya sehingga ia mempunyai maknatersendiri dalam kehidupannya.

Makna keberagaman itu dapat bermakna jika dihubungkandengan pengalaman manusia itu sendiri dengan Realitas Mutlak danini bersifat alamiah bagi manusia, karena manusia selalu berhadapandengan apa yang disebut Weber dengan problem makna. Jika dilihatdari perspektif teori fungsional, persoalan makna merupakan puncakmasalah manusia sebagai implikasi dari adanya keterkaitan yangtidak terpisahkan antara manusia dengan persoalan eksistensial,yaitu manusia hidup dalam ketidakpastian yang oleh Geertz disebutmasalah yang sulit dimengerti seperti masalah kematian, bencanaalam, akhir kehidupan dan sebagainya. Hal yang lain adanyaketerbatasan manusia dalam mengendalikan dan mempengaruhikondisi-kondisi hidupnya. Yang terakhir manusia dihadapkan padaancaman kelangkaan sebagai akibat tidak seimbangnya antarakebutuhan dan penyediaan sumber kebutuhan manusia (O’dea,1992:9)

Ilmu sosiologi dianggap oleh para pakarnya adalah ilmu yangberparadigma ganda yang mana memandang objeknya dengan latarbelakang yang berbeda. Teori fenomenologi adalah salah satunya dania termasuk dalam definisi sosial (tindakan) yang dipelopori oleh MaxWeber, mengatakan bahwa sasaran teori ini adalah hubungan antararealitas susunan sosial dengan tindakan aktor, yang perlu digarisbawahi disini adalah tindakan sosial ini ditekankan pada subjectivemeaning. Karena hal ini berkaitan langsung timbul dari dalamindividu melalui hasil pengalamannya kemudianmenginterprestasikannya pada tindakan dan hal itu dirasakan ataubermakna kepada orang lain.

Adapun fenomenologi itu dapat diartikan yaitu sebuah caradimana fenomenolog yang kita sadari muncul dihadapan kita dan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 193

permunculan itu sangat mendasar melalui pengalaman-pengalamaninderawi yang berkesinambungan. Tokoh dari teori ini adalahHusserl yang pemikirannya masih bersifat filosofis sehinggadilanjutkan oleh tokoh yang lain yang mengembangkan kembali apasebenarnya teori fenomenologi tersebut yaitu Schultz.

Pemaknaan fenomenologi dalam agama adalah sebagaifenomenolog yang mana dia bisa menjadi penerjemah atau sebagaipartisipan saja dan tidak memberikan sebuah penilaian karenatindakan masyarakat agama tersebut adalah suatu hal yang sangatsentral untuk dikaji bukan memberikan suatu statement apakah itubenar atau salah.

H. PERSPEKTIF TEORI KONFLIKKonflik merupakan bagian dari dinamika sosial yang lumrah

terjadi di setiap interaksi sosial dalam tatanan pergaulan keseharianmasyarakat. Konflik dapat berperan sebagai pemicu proses menujupada penciptaan keseimbangan sosial. Mengutip pandangan Veegerbahwa melalui proses tawar-menawar konflik dapat membantuterciptanya tatanan baru dalam interaksi sosial sesuai dengankesepakatan bersama atau secara demokrasi. Bahkan apabila konflikdapat dikelola dengan baik sampai batas tertentu dapat juga dipakaisebagai alat perekat kehidupan masyarakat.(Agus Surata: 2001)

Menurut Dahrendrof, dengan adanya konflik setidaknyamempunyai fungsi pokok, yakni dimungkinkannya timbul perubahanstruktur sosial, khususnya yang berhubungan dengan strukturotoritas. Dahrendrof membedakan tiga tipe perubahan struktural,yaitu: perubahan keseluruhan personel di dalam posisi dominasi,perubahan sebagian personel dalam posisi dominasi, dandigabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinat masukke dalam kelas yang berkuasa.(Johnson: 1990).

Dalam perspektif sosiologi, lebih jauh tentang teori konfliksebenarnya didasari atas keberadaan struktur masyarakat yang dikajimelalui pendekatan fungsionalisme, atau juga dikenal dengan teorikonsensus. Antara fungsionalisme dan konflik, dalam pandanganDahrendorf pada dasarnya bertentangan namun pertentangan itubukan bersifat menolak, melainkan saling melengkapi.

Namun menurut sebagian orang, konflik sosial menjadi tidaklumrah dan menjadi sumber biang malapetaka dan kehancurankehidupan berbangsa ketika disertai dengan tindakan anarkhis dankebrutalan seperti yang terjadi di penghujung kebangkrutan Orde

194 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Baru dan di awal masa reformasi. Apalagi akhir-akhir ini konfliksosial yang terjadi diwarnai agresivitas membabi buta yang ditandaidengan tindakan melampaui batas-batas kemanusiaan diikuti dengankekerasan. Saling bunuh, saling bakar, saling rusak dengan cara-carayang sangat sadis sering mewarnai konflik di masyarakat. Konfliksosial semakin terasa sangat tidak patut karena sudah menuju kebentuk kekerasan sosial di hampir seluruh lapisan masyarakatsehingga mengancam keutuhan hidup berbangsa.

1. Latar Belakang Munculnya Teori KonflikMasyarakat di manapun mereka berada akan senatiasa

menghadapi kemungkinan terjadinya konflik. Sepanjang sejarahperadaban manusia di muka bumi, konflik merupakan warnalain kehidupan yang tidak bisa dihapuskan. Konflik ataupertentangan umumnya dianggap sebagai sesuatu yang tidakfungsional. Suatu sistem, pranata, dan insitusi lain yang relatifjarang mempunyai konflik. Pemahaman seperti ini lebihdisebabkan oleh adanya kecenderungan dari kebanyakan oranguntuk memilih strategi hidup yang akomodatif dari pada harusmemakai jalan yang sering menempatkan orang dalam posisiyang saling kontadiktif.

Seharusnya konflik disikapi sebagai cara untuk merekrutwarna kehidupan yang lebih memberdayakan masyarakatmanusia. Selama ini, konflik paling sering disikapi sebagai suatuperingatan, cobaan, dan laknat dari Sang Penguasa alam. Dengandemikian dapat dipahami bahwa konflik merupakan sesuatuyang terpaksa diterima oleh manusia. Konflik tidak ditempatkandalam agenda kehidupan sebagai strategi, cara atau jalan untukmencapai tujuan kehidupan. Meskipun demikian masyarakatmasih tetap mencoba mengidentifikasi berbagai hikmah konflikyang biasanya dikaitkan dengan serangkaian keberuntunganyang terdapat setelah terjadinya konflik.

Masyarakat intelektual dapat mempergunakan strategikonflik dalam rangka mencapai target kekuasaan danwewenangnya. Berbagai cara dalam strategi konflik sepertipenghembusan isu sosial-politik, statemen atau diplomasi politik,pembuatan produk perundangan atau kebijakan, persainganpasar, penonjolan ideologi lain, rekayasa aksi atau gerak sosialadalah merupakan sesuatu yang tidak terlalu sulit untuk

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 195

dijadikan contohnya, meski secara hukum agak berat ditemukanpembuktiannya.(Agus Surata: 2001).

Konflik, dalam sosiologi, dapat dipahami melaui TeoriKonflik yang merupakan salah satu teori dalam paradigma fakta.Pengertian fakta sosial, menurut Ritzer ialah pandangan yangmendasar daaari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokokpersoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmupengetahuan. Sementara itu, dalam sosiologi, paradigma faktasosial merupakan salah satu paradigma dalam sosiologi yangmemahami bahwa manusia pada prinsipnya tunduk ataumengikuti fakta sosialnya. Dalam hal in Teori Konflik merupakananitesis dari Teori Fungsionalisme Struktural. Oleh sebab itumaka proposisi yang dibangun bertentangan dengan proposisidalam Teori Fungsionalisme Struktural.

Teori konflik sebenarnya berada dalam satu naunganparadigma dengan Teori Fungsionalisme Struktural. Tetapi diantara keduanya memiliki sudut pandang yang berbeda. TeoriFungsionalis Struktural menilai bahwa fakta atau realita sosialadalah fungsional. Sementara Teori konflik menyoroti bahwafakta sosial berupa wewenang dan posisi justru merupakansumber pertentangan sosial.

Wewenang dan posisi merupakan konsep sentral dariTeori Konflik. Menurut teori ini, ketidak-merataan distribusikekuasaan dan wewenang otomatis akan menempatkanmasyarakat pada posisi yang saling berbeda. Perbedaan posisi itupada gilirannya dapat memicu timbulnya konflik dalammasyarakat.

Ide pokok dari teori konflik dapat dirinci menjadi tiga,yaitu : Pertama, masyarakat senantiasa berada dalam proseseperubahan yang ditandai dengan adanya pertentangan terus-menerus di antara unsur-unsurnya. Kedua, setiap elemenmemberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial lain. Ketiga,keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalahdisebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dariatas oleh golongan yang berkuasa. Sementara, lawannya, TeoriStruktural yang ditentang oleh Teori Konflik, mengandung pulatiga pemikiran pokok, yaitu: pertama, masyarakat berada dalamkondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisikeseimbangan. Kedua, setiap elemen atau anggota masyarakat

196 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai danmoralitas umum.

Berkaitan dengan pandangan Ritzer tentang faktor-faktorpenyebab timbulnya konflik dalam masyarakat, terutamaperbedaan posisi dan wewenang, membuat analisis dari TeoriKonflik, sebagai berikut:

Konflik sosial bersumber dari adanya distribusi kekuasaanyang tidak merata. Rasional pun menyebutkan bahwa tidaklahmemungkinkan untuk dilakukan distribusi kekuasaan secaramerata kepada seluruh anggota masyarakat. Oleh karena itumaka konflik akhirnya menjadi suatu keniscayaan dalammasyarakat.

Konflik juga dapat berasal dari tidak tunduknya individusebagai yang dikuasai terhadap sanksi yang diberikan oleh pihakyang sedang berada pada posisi menguasai.

Konflik merupakan fungsi dari adanya pertentanganantara penguasa dengan yang dikuasai, di mana penguasasenantiasa ingin memperebutkan “set of properties” yang melekatpada kekuasaannya, sementara yang dikuasai selalu terobsesiuntuk mewujudkan perubahan yang dianggapnya merupakansatu-satunya jalan untuk menggapai perbaikan posisi dirinya.

2. Tokoh-Tokoh dan Pandangan Teori yang Dikembangkan1) Pandangan Karl Marx dalam Analisis Konflik

Dalam teori Marx terdapat beberapa segi kenyataansosial yang tidak dapat diabaikan oleh teori apa pun, antaralain adalah pengakuan akan adanya struktur kelas dalammasyarakat, kepentingan ekonomi yang saling bertentangandi antara orang-orang yang berada dalam kelas berbeda,pengaruh yang besar dari posisi kelas ekonomi terhadapgaya hidup seseorang serta bentuk kesadaraannya, sertapelbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkanperubahan struktur sosial.

Marx memberi tekanan pada dasar ekonomi untukkelas sosial, khususnya pemilikan alat produksi. Ia jugamempunyai ide yang kontroversial mengenai sistem dua-kelas yang digunakan dalam analisisnya, khususnya tentangramalannya mengenai pertumbuhan yang semakin melebarantara kelas borjuis dan proletar. Marx mengajukan ramalanmengenai revolusi proletariat di waktu yang akan datang, di

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 197

mana menurutnya tidak akan terjadi perubahan struktursosial yang utama, kecuali dengan revolusi.

Berdasarkan paparan di atas dapat barangkalipemikiran Marx setidaknya dapat dijadikan pisau analisisuntuk membantu menelisik kasus kekerasan di Ambon-Maluku dan Aceh. Secara teoritik, tindak kekerasan dalamkonflik yang terjadi di kedua wilayah itu Indonesia tersebutdisebabkan oleh:1. Adanya ketidakadilan distribusi sumber-sumber langka.2. Tumbuhnya kesadaran kelompok subordinat-rakyat-

tentang kepentingan kolektifnya.3. Hilangnya legitimasi elit di mata rakyat.4. Adanya polarisasi di antara kelompok dominan dan

subordinat. Dengan demikian apabila keempat haltersebut tidak diselesaikan dengan tepat dapat didugabahwa tindak kekerasan yang terjadi juga akan sulitberhenti.

2) Pandangan George Simmel Tentang KonflikSerupa dengan Marx, Simmel juga memandang

bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapatterhindarkan dalam suatu masyarakat. Meskipunmempunyai kesamaan pandangan semacam itu, namunSimmel tidak sependapat untuk melihat struktur sosialsebagai sistem yang hanya terbagi menjadi dua strata---kelasdominan dan subordinat---, tetapi lebih sebagai suatu prosesasosiatif dan disasosiatif yang saling bercampur dan tidaksaling dipisahkan. Pemisahan hanya dapat dilakukan dalamtingkat analisa, bukan pada level realita.

Terkait dengan kekerasan yang terjadi di dalamkonflik, Simmel mengakukan proposisi tentang intensitaskonflik-konflik sebagai berikut.1. Semakin besar keterlibatan emosi dalam konflik, semakin

cenderung konflik akan menjadi keras. Semakin suatukonflik dirasakan oleh para anggota yang terlibat konfliksebagai sesuatu yang memperjuangkan kepentinganindividu, semakin cenderung konflik akan berlangsungsecara keras.

198 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

2. Semakin konflik dapat dipahami sebagai sesuatu yangakan berakhir, semakin kurang kecenderungan akanmenjadi keras.

Berdasarkan proposisi Simmel di atas, dapatdiketahui bahwa kekerasan di dalam konflik itu dapat terjadikarena: pertama, keterlibatan emosional dari para anggota, dimana keterlibatan tersebut dipengaruhi oleh solidaritas danharmonitas yang tercipta sebelumnya; kedua, bahwa konflikdiasumsikan sebagai suatu media untuk memperjuangkankepentingan pribadi dari masing-masing anggota.

Selain hal tersebut diatas, konflik akan berlangsungbrutal jika kekerasan tersebut dipersepsi oleh pelaku sebagaialat atau media untuk memperjuangkan kepentingan dariindividu dari masing-masing kelompok. Dalam posisisemacam ini, pelaku pertiakian sama-sama meyakini bahwahanya dengan cara mengalahkan musuhlah makakehidupannya akan lebih terjamin. Model semacam inibanyak terjadi dalam peristiwa kekerasan di Indonesia.

3) Pandangan Weber Tentang KonflikWeber mempunyai perhatian pada sisi historis

transisi masyarakat tradisional menuju masyarakat kapitalismodern. Menurutnya masyarakat akan lebih diarahkan olehrasionalitasnya dari pada oleh nilai-nilai tradisional.Meluasnya birokrasi dalam wilayah ekonomi dan pasarmenjadikan individu harus mempergunakan rasionalitasnya.Hal ini juga berarti semakin menghilangnya moraltradisional sebagai pedoman kehidupan. Rasionalisasikehidupan dapat membawa kebebasan baru bagi individu-individu dari dominasi dogma religius, komunitas, kelas,dan kekuatan tradisional lain menuju bentuk dominasi baruyang berupa kekuatan ekonomi yang bersifat impersonal,seperti pasar, birokrasi yang berbadan hukum, dan olehluasnya alat administrasi yang dikembangkan oleh negara.

Weber melihat adanya korelasi yang tinggi antarakekuasaan (power), kekayaan (wealth), dan martabat (prestige).Dalam istilah Weber, jabatan atau wewenang dalamkekuasaan politik (party), pemilikan posisi ekonomi yangmenguntungkan (class), dan keanggotaan di dalam

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 199

kedudukan sosial yang tinggi (status group). Ketegangan dankemarahan yang termanifestasikan dalam tindak kekerasanterkait pada diskontinuitas ketiga hal tersebut. Puncaknyaadalah jika pergerakan atau mobilitas sosial secara vertikalpeluangnya sangat kecil, maka konflik atau kemarahan akansemakin terakumulasi dalam ledakan kekerasan.

Sehubungan dengan analisanya mengenaiketidakmerataaan (inequality) dan konflik, Webermengajukan serial proposisi sebagai berikut :1. Semakin besar tingkat kemunduran legitimasi dari

kewenangan politik, semakin cenderung terjadi konflikantara superordinat dan subordinat.

2. Semakin pemimpin kharismatik dapat muncul untukmemobilisasi kemarahan subordinat di dalam sistem,semakin besar akan terjadi konflik antara superordinatdan subordinat.

3. Semakin efektif pemimpin kharismatik di dalammemobilisasi subordinat dalam mensukseskan konflik,semakin besar tekanan untuk meneruskankewenangannya dalam penciptaan sistem aturan dankewenangan administratif.

4. Semakin sistem aturan dan kewenangan administratifdapat meningkatkan kondisi; tingginya korelasikeanggotan, tingginya diskontinuitas hierarki sosial, danrendahnya mobilitas sosial ke atas, semakin besar akanterjadi kemunduran legitimasi dan kewenangan politikdan semakin cenderung akan terjadi konflik antarasuperordinat dan subordinat.

Dalam analisa Weber di atas dapat diketahui bahwakekerasan dalam konflik itu dapat terjadi karena kemarahankelompok subordinat yang tidak puas dengan akses-aksesmereka pada; kekuasaan, kekayaan, dan prestise yang ada.Lemahnya akses mereka pada aspek strategi kehidupantersebut diperkirakan akan menutup peluangnya dalamupaya menaikkan level hirarki sosialnya. Anggapansemacam itu juga akan mendorong semakin kerasnya konflikantar pihak atas dan bawah.

4) Pandangan Ralf Dahrendorf tantang Konflik

200 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Menurut Dahrendorf juga mempunyai anggapanbahwa jika suatu kelompok terbentuk secara kebetulansangat mungkin akan terhindar dari konflik. Sebaliknyaapabila kelompok semu yang pembentukannya ditentukansecara struktur, maka akan memungkinkan untuk terbentukmenjadi kelompok kepentingan yang dapat menjadi sumberkonflik atau pertentangan.

Menurut Dahrendort, sebagaimana ditulis Surata dantaufiq, terdapat hubungan yang sangat erat antar konflikdengan perubahan sosial. Konflik akan menyebabkanterciptanya perubahan sosial. Dalam pandangannya,masyarakat memiliki dua muka, yaitu konsensus dankonflik. Teori dialektik ini dianggap masih terdapatpengaruh dari Marx, setiap organisasi sosial akanmenunjukkan realita:1. Setiap sistem sosial akan menampilkan konflik yang

berkesinambungan2. Konflik dimunculkan oleh oposisi yang tak terhindarkan3. Kepentingan akan selalu membuat polarisasi ke dala dua

kelompok yang berkonflik4. Konflik selalu bersifat dialektik, karena resolusi terhadap

suatu konflik akan mencipatakan serangakiankepentingan oposisi baru, dan adalam kondisi tertentuakan melahirkan konflik berikutnya.

5. Perubahan sosial selalu ada pada setiapa sistem sosial,dan hal ini merupakan hasil yang tidak terhindarkandari konflik dialektik, dan aneka tipe pola institusional.

Meminjam pemikiran Dahrendorf di atas, dapatdimaknai bahwa tindakan-tindakan improvement yangdilakukan oleh kelompok superordinat akan menghasilkandua kosekuensi sekaligus. Pertama, terberdayakannyakelompok subordinat sehingga kesadarannya tumbuh, danini juga berarti ancaman bagi keberadaan kelompoksuperordinat. Kedua, semakin terjauhkannya kelompoksubordinat dengan akses-akses strategis yang ada dalamsistem, dan ini dapat menumbuhkan kekecewaan yangmuaranya juga konflik antarsegmen. Berdasarkanpemahaman semacam ini, dapat diduga bahwa konflik

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 201

memang merupakan keniscayaan kehidupan yang tidakterhindarkan.

Berbeda dengan pandangan Marx, Dahrendorf tidakmerasa bahwa lumpen proletariat akan menjadi kelompokkonflik kalau orang yang menjadi anggotanya terbentuksecara kebetulan. Malah sebaliknya kelompok semu yangpembentukannya ditentukan secara strukturalmemungkinkan untuk terbentuk menjadi kelompokkepentingan yang merupakan sumber pertentangan itu.

Aspek terakhir Teori Konflik Dahrendorf adalah matarantai konflik dan perubahan sosial. Konflik menurutnyamemimpin ke arah perubahan dan pembangunan. Dalamsituasi konflik kelompok-kelompok yang terlibat dalamkonflik mengadakan perubahan yang timbul akan bersifatradikal. Begitu pula apabila konflik itu disertai dengankekerasan maka perubahan struktural akan efektif.

Uraian di atas memperlihatkan kontras yangmencolok dengan teori yang diungkapkan sebelumnya.Pierre Van den Berghe mencoba mempertemukan keduateori itu. Dia menunjukkan beberapa persamaan analisaantara kedua pendekatan itu yaitu sama-sama bersifatholistik dalam arti sama-sama melihat masyarakat sebagaibagian yang saling berkaitan satu sama lain. Kedua teoritersebut cenderung memusatkan perhatiannya terhadapvariabel-variabel mereka sendiri dan pada saat yang samamengabaikan variabel yang menjadi perhatian teori yanglain. Teori-teori ini mengakuai bahwa konflik dapatmemberikan sumbangan terhadap integrasi dan sebaliknyadapat pula melahirkan konflik.

Kemudian Berghe mengemukakan empat fungsi darikonflik :1. Sebagai alat untuk memelihar solidaritas.2. Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan

kelompok lain3. Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi4. Berfungsi komunikatif sebelum konflik kelompok

tertentu mungkin tidak mengetahui posisi lawan. Tapidengan adanya konflik, posisi dan batas antarakelompok menjadi lebih jelas.

202 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

5) Pandangan Lewis a. Coser tentang Konflik.Menurut Coser, konflik disebabkan oleh adanya

kelompok lapisan bawah yang semakin mempertanyakanlegitimasi tersebut diakibatkan oleh kecilnya saluran untukmenyampaikan keluhan-keluhan yang ada, dan perubahandeprivasi absolut yang relatif.

Coser menyampaikan proposisi tentang kekerasankonflik sebgai berikut :

1. Semakin suatu kelompok berada pada konflik yangterjadi karena isu-isu yang realistik atau tujuan yangdapat dicapai, semakin cenderung mereka melihatkompromi seagai alat untuk merealisasikankepentingannya, oleh karenanya maka kekerasankonflik akan semakin berkurang.

2. Semakin suatu kelompok berada pada konflik yangterjadi karena isu-isu yang tidak realistik atau tujuanyang tidak dapat dicapai, semakin besar tingkatemosional akan dapat membangunkan dan terlibatdalam konflik akan semakin keras.

3. Semakin kurang fungsi hubungan interdepensi diantara unit-unit sosial dalam sistem, semakin kurangtersedianya alat-alat institusi untuk menahan konflikdan ketegangan, semakin keras suatu konflik.

Berdasarkan pemikiran Coser di atas, secara teoritisdapat dianggap bahwa kekerasan yang terjadi di sebabkanoleh adanya isu-isu yang non realistik didalamnya. Isu yangtidak realistik adalah isu yang tujuan-tujuannya tidak dapatdirealisir. Coser mencontohkan: Isu agama, etnis, dan sukumerupakan sesuatu yang tidak realistik. Konflik yang terjadikarena isu tersebut terkonsepsikan akan berlangsung secarakeras. Taruhlah konflik di Ambon atau di Poso belum lamaini. Dalam kaca mata Coser, lama tidaknya suatu konflikdipengaruhi oleh tiga hal: yaitu luas sempitnya tujuankonflik, pengetahuan sang pemimpin tentang simbol-simbolkemenangan dan kekalahan dalam konflik, serta peranpemimpin dalam memahami biaya konflik dan dalammempersuasi pengikutnya dalam pemikiran semacam ininampak jelas, bahwa peran pemimpin begitu besar. Dengan

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 203

demikian, untuk beberapa kasus di Indonesia solusinyamenunggu keterlibatan sang pemimpin secara total.

3. Hasil-hasil Studi dalam Teori KonflikDalam telaah filsafat dan sosiologis, konflik sebenarnya

merupakan hal yang wajar sejalan dengan dinamika kehidupanmanusia. Lewis A. Coser, penulis buku The Functions of SocialConflict (Lewis: 1974) mengatakan, konflik merupakan kewajaranbagi setiap masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosialdan kebudayaan. Thomas Hobbes berpendapat bahwa konflikyang mengarah kepada tindak kekerasan merupakan keadaanalami manusia. Namun, konflik tidak selamanya bersifatdestruktif, sebab sebagaimana dinyatakan oleh George Simmel,salah seorang tokoh sosiolog terkemuka, jika menghendakiperdamaian, hendaklah berperang untuk perang.(Syamsul Arifin:2000).

P. Wehr dalam bukunya Conflict Resolution mengatakanbahwa konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yangburuk, salah pengertian, salah perhitungan, dan proses-proseslain yang tidak disadari, dan konflik merupakan hal yang takterhindarkan dalam tiap kelompok sosial (Robby Chandra: 1978).Sementara Lewis A. Coser mengatakan bahwa konflik adalahperselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutanberkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaanyang persediaannya tidak mencukupi, di mana pihak-pihak yangberselisih tidak hanya beramksud untuk memperoleh barangmelainkan juga menonjolkan, merugikan, atau menghancurkanlawan mereka. (Uday Pareek 1996) mengidentifikasikan tujuansebab terjadinya konflik, yaitu pertama, konflik bisa terjadi jikaperhatian utama individu atau kelompok diarahkan kepada dirisendiri. Perspektif mereka sempit dan orientasi mereka jangkapendek.

Kedua, tujuan yang tidak sama atau bertentangan agaranggota kelompok bisa juga menjadi sumber konflik. Apalagi jikamempunyai orientasi individualistis.

Ketiga, konflik atau perselisihan dalam kelompok bisaterjadi karena kesukaran membagi sumber daya yang tersedia.Para anggota merasakan keterbatasan sumber daya dancenderung untuk memperjuangkan siapa yang harus

204 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

mendapatkan apa. Sebenarnya jika orang-orang itu sadar bahwasumber daya dapat diperluas, setidaknya sumber daya itu dapatdinikmati bersama.

Keempat, adalah kekuasaan, yang secara konsepsionalberhubungan erat dengan masalah pengaruh, persuasi,manipulasi, kekuatan dan kewenangan. Kekuasaan juga bisadiartikan sebagai kemauan seseorang atau kelompok untukmempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lainsedemikian rupa sehingga tingkah laku orang atau kelompok laintersebut sesuai dengan keinginan atau tujuan dari orang yangmempunyai kekuasaan itu. Oleh sebab itu anti-kekerasan hanyabisa dicapai jika manusai mampu menciptakan bentuk kekuasaananti-kekerasan untuk mencegah seluruh individu dan negara darisituasi yang mendorong timbulnya kekerasan, atau melaluipenyebaran kekuasaan yang membuat setiap individu berbagikekuasaan.

Kelima, adalah perbedaan ideologi di mana merekamembuat stereotip dari mereka yang ideologinya berbeda.Keenam, keinginan untuk menseragamkan ide untuk mencapainorma-norma atau standar perilaku yang sama, dengan kata lainmenolak bersikap toleran terhadap bermacam norma yang ada.Ketujuh, adanya usaha menguasai kelompok.

Secara psikologis sebenarnya kita enggan untuk mengakuikonflik-konflik yang terjadi di sekitar kita dan lebih sukamemendamnya karena menyadari akibat-akibat potensial yangnegatif dari sebuah konflik. Padahal mekanisme psikologis yangdemikian justru dapat membawa kita lebih jauh ke dalamlingakran-lingkaran konflik yang mendalam, sulit diatasi, dansemakin mematangkan situasi konflik.

Pada konteks keindonesiaan, kita mendapati kekuatan-kekuatan tertentu yang sengaja berusaha menghilangkan akibatyang lebih buruk. Orde Baru mengeluarkan tuduhan subversibagi setiap orang ataupun kekuatan tertentu yang dianggap telahberani berhadap-hadapan dengan kepentingan penguasa masaitu. Kekuatan rezim Orde Baru telah mampu dengan efektifmenyembunyikan setiap konflik yang berkembang dimasyarakat. Akibatnya hampir tidak ada kekuatan yang beraniterang-terangan melakukan konflik kritik terhadap pemerintah

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 205

karena takut akan berujung pada tuduhan subversi padamereka.(K.J. Veeger: 1993).

Memang harus diakui, selama kekuatan yang di atasmampu menekan konflik sedemikian rupa sehingga tampaktidak ada konflik yang terjadi, meski harus dikatakan di sinibahwa keadaan demikian ibarat memendam bara api dalamsekam. Dan setelah kekuatan penekan tersebut runtuh, makayang terjadi adalah keadaan chaos yang sulit dihentikan.Belakangan ini kita terperangah dan terkejut melihat konflik yangterjadi di mana-mana. Kerusuhan dan tindak kekerasan akibatadanya konflik berkepanjangan seolah-olah menjamur hampir diseluruh wilayah Indonesia.4. Kritik-Analisa Teori Konflik

Dalam uraian yang serba singkat di atas, jelaslah kiranyabahwa teori konflik Marx yang didasarkan pada pemilikan alatproduksi, hanya dapat diterima untuk masyarakat pra-kapitalis,di mana kekuasaan politik dan hegemoni ekonomi belum begitukompleks dalam ikut mengatur tata hubungan manusia. Dalamperkembangan selanjutnya, tesis Marx semacam ini menjadikehilangan atas kekuasaannya. Pemilik ladang atau sawahkehilangan kekuasaan atas ladang atau sawahnya. Pemilik sapi,kerbau, dan traktor kehilangan kekuasaan atas yang dimilikinya.Bahkan pemilik negara, atau pemilik kedaulatan bangsa dapatdengan mudah kehilangan kekuasaan atas negara dankedaulatan bangsanya.

Selain itu, pernyataan George Simmel bahwa jikamenghendaki perdamaian hendaklah bersikap untuk perang,akan lebih berakibat destruktif sebab konflik yang disertaidengan tindak anarkhis dan pemusnahan akan menjadi sumberbiang petaka kehilangan harta benda, kematian sanak saudara,dan musnahnya sarana umum. Kredo homo homini lupus, yangoleh Hobbes dianggap suatu kewajaran, akan menyebabkanpeperangan dan kehancuran dunia.

I. Perspektif Teori Struktur FungsionalKajian sosiologi menempati peran yang sangat vital dalam

melihat suatu fenomena atau relitas sosial. Sebagai disiplin ilmupengetahuan sosial, sosiologi menempatkan obyek analisisnya padafenomena interaksi individu, kelompok atau masyarakat. Wujudanalisa sosiologi tersebut kemudian melahirkan berbagai macam teori

206 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

yang sangat fundamental, karena bisa membantu menyelesaikanpersoalan-persoalan sosial yang dihadapi suatu masyarakat.

Pusat perhatian sosiologi dalam melihat eksistensi realitassecara operasional senantiasa diarahkan kenyataan-kenyataan yangtimbul pada manusia dalam masyarakat. Sehinggga pengakuan ataupengabsahan terahadap sosiologi muncul karena adanyapertimbangan atas kondisi riil (fakta) dalam masyarakat tersebut.

Untuk melihat lebih jauh arus sosiologi, tentunya kita tidakbisa menafikan peran monumental seorang August Comte, seorangpelopor utama kajian sosiologi beserta konstruksi teoritik yangdikembangkannya. Tentang sosiologi, menurut Comte adalahsebagai studi tentang statika sosial (struktur) dan dinamika sosial(proses/ fungsi). Terhadap struktur masyarakat, Comte percayabahwa ia (struktur masyarakat) laksana “organisme hidup”,(Margaret M. Poloma: 1992) yang secara kodrati mempunyai peran(fungsional) dalam dinamika kehidupannya. Berkaitan dengan tulisanini, penulis akan mengangkat salah satu dari teori sosiologi tersebut,yaitu struktur fungsional. Dalam mengulas kajian ini selanjutnyaakan dititikberatkan pada; latar belakang munculnya teori, tokohyang membidani teori tersebut beserta isi dan aplikasi teori dalamkhazanah sosiologi. Kemudian, disamping kajian teori strukturfungsional tersebut akan diulas oleh penulis, pada saat yang samajuga akan dilakukan kritik atas teori tersebut.

Selanjutnya, dari kajian teori tersebut akan digunakan dalamusaha memahami fenomena sosial masyarakat Islam untuk melihatkemungkinan-kemungkinan terjadinya titik singgung teori yangdikaji dengan kondisi riil masyarakat Islam Indonesia. Oleh sebab itu,kajian sosiologi agama sedikit banyak juga akan ikut mewarnai dalamtulisan ini, agar bisa secara signifikan membantu dalam usahamemahami fenomena sosial masyarakat Islam Indonesia.

1. Latar Belakang dam Tinjauan Umum Teori Struktur-Fungsional

Dalam kajian sosiologi, struktur-fungsional dikenalsebagai suatu kerangka pendekatan sosial untuk melihat secaramendalam hubungan timbal balik manusia atau individu dalammasyarakat. Dengan kata lain, pendekatan tersebut dimaksuduntuk memberikan pengertian secara dinamis-sinergis antaraposisi-posisi sosial dan peran-perannya. Sehingga strukturmasyarakat terjalin hubungan sosial yang teratur pada batasruang dan waktu tertentu yang merupakan keadaan statis dari

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 207

suatu sistem sosial. Pada mulanya, munculnya teori strukturfungsional ini tidak lepas dari suatu kenyataan sejarah mengenaiakar-akar modernisme Barat pada abad ke-15-19, yaitu yangditandai dengan terjadinya gerakan renaissans, gerakan reformasi(protestantisme), masa pencerahan (aufklarung, enlightenment),revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial-politik di Prancis,dan pada saat yang sama sampai pada revolusi ilmupengetahuan.

Kemudian, dari fase sejarah kemajuan Barat tersebut,terutama revolusi di Prancis, berdampak pada sosok AugustComte terhadap usaha-usaha untuk menjelaskan seluruh sejarahmenurut model teoritisnya mengenai perubahan sosial dankemajuan, termasuk dalam bidang ekonomi dan stratifikasisosial. (Doyle Paul Johnson: 1990).

Di samping itu munculnya teori struktur fungsional,secara umum dan riil juga tidak lepas dari pandangan dasarmengenai interaksi yang ada dalam masyarakat. Dalam bentukinteraksi tersebut ternyata menampakkan peran atau fungsi dariindividu masyarakat. Penampakan peran tersebut, dikarenakanfaktor struktur yang ada dan terbangun dalam proses sosial. Olehsebab itu benar kiranya bila dalam pandangan Comte bahwastruktur masyarakat seperti “organisme hidup” dimana masing-masing komoponen yang terdapat dalam angota tubuh yangterstruktur mempunyai peran-peran tersendiri sebagaimanafungsinya.

Pandangan dasar dari teori fungsional ini, setidaknyauntuk memberikan postulasi seputar persoalan-persoalan; apayang membuat masyarakat itu bersatu, bagaimana landasanketeraturan sosial (sosial order) itu dipertahankan, bagaimanatindakan-tindakan individu itu mampu memberikan konstribusibagi kehidupan bersama (masyarakat) dan seterusnya.Keniscayaan memecahkan persoalan tersebutlah yang kemudiansecara teoritik pendekatan fungsional menempati peran sentraldalam memahami masyarakat.

Mengenai struktur, dalam pandangan Poloma menunjukpada “seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil danberpola”. Sementara fungsi sendiri mempunyai pengertiansebagai “konsekwensi-konsekwensi dari setiap kegiatan sosialyang tertuju pada adaptasi atau penyesuaian suatu strukturtertentu dari bagian-bagian komponennya”. Struktur masyarakat

208 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

juga bisa dipahami sebagai kontruksi sosial yang memberikanbentuk dasar pada masyarakat, yang memberikan batasan padapola sikap bagi individu-individu yang terlibat didalamnyauntuk sedapat mungkin berperan secara organisatoris.

Struktur-struktur sosial sangat dominan dalammenentukan peranan-peranan dan pola prilaku yang tetap.Keberadaan struktur sosial ini menjadikan individu menyatu dibalik peranan-peranan yang telah dilembagakan olehmasyarakat. Pelembagaaan itu dalam pandangan Veegerdiwujudkan karena demi suatu keterpaduan (integrasi)masyarakat. Peranan itu dipakai sebagai mekanisme yangmengintegrasikan orang (individu) ke dalam kesatuan sosial.

Perkembangan paradigma Comte tentang organismehidup tersebut, kemudian dilanjutkan oleh Herbert Spencermelalui maklumatnya yang meliputi: (1) masyarakat maupunorganisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan, (2)disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka strukturtubuh sosial (social body) maupun tubuh organisme hidup (livingbody) itu mengalami pertambahan pula, (3) tiap-tiap bagian yangtumbuh di dalam tubuh organisasi biologis maupun organismesosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu: mereka tumbuhmenjadi organ yang berbeda dengan tugas yang berbeda pula, (4)baik di dalam sistem organisme maupun sosial, perubahan padasuatu bagian mengakibatkan perubahan pada bagian lain danpada akhirnya di dalam sistem secara keseluruhan, dan (5)bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatustruktur mikro yang dapat dipelajari secara terpisah.

Analisis Spencer di atas, semakin memantapkan arah ataucorak sosiologi, bahwa ia memang terkait dengan dua kata kunci:struktur dan peran (fungsi). Kedua kata itu kemudianbersinambung dalam usaha membangun kerangka pendekatansosiologi terhadap masyarakat. Oleh sebab itu wujud nyatadalam struktur sosial, adalah sebagai kelanjutan adanya peranindividu atau masyarakat yang terbangun di dalamnya, begitupula sebaliknya. Atas dasar ini pendekatan penelitian terhadapmasyarakat atau realitas sosial lebih include dengan model teoristruktur fungsional atau fungsionalisme struktural.

Masih mengenai struktur sosial, dalam perspektif Weberdidefinisikan dalam istilah-istilah yang bersifat probabilistik danbukan sebagai suatu kenyataan empirik yang ada terlepas dari

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 209

individu-individu. Ini menunjukkan bahwa: hubungan sosialseluruhnya dan secara eksklusif terjadi karena adanya probabilitasdimana akan ada suatu arah tindakan sosial dalam suatupengertian yang dapat dimengerti secara berarti.

Karena itu fungsi dari struktur masyarakat, secarapsikologis memberikan perlakuan terhadap anggota masyarakatpada batas-batas kewenangan dalam setiap aktifitasnya. Anggotamasyarakat (individu-individu) senantiasa menyesuaikan diri(adaptasi) dengan ketertiban dan keteraturan masyarakat yangada. Jadi, nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatanmempunyai peran yang besar, yaitu membatasi hak dankepentingan- kepentingan anggota yang lain.

Pemahaman tentang struktur sosial sebenarnya parareldengan sistem sosial. Hal ini dipertegas dengan pernyataanPoloma bahwa dalam kajian terhadap struktur atau lembagasosial, konsep sistem include didalamnya. Menurutnya, sistemialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang salingtergantung. Hal ini mempertegas pengertian tentang sistem sosialitu sendiri, yang ia nyatakan sebagai struktur atau bagian yangsaling berhubungan, atau dihubungkan oleh peranan timbal balikyang diharapkan.

Perkembangan teori struktur fungsional ini pada tahapselanjutnya dikembangkan juga oleh Durkheim dengan faktasosial untuk diarahkan pada solidaritas dan tipe struktur sosial.Mengenai fakta sosial, menurut durkheim sebagaimana dalamthe Rules Of Sosiological Method-nya, ia (fakta sosial) harusdihubungkan dengan fakta sosial lainnya. Fakta sosial alaDurkheim ini, pada gilirannya kemudian ditarik dalam kerangkasolidaritas sosial, dimana dalam solidaritas ini diawali darisolidaritas mekanik menuju solidaritas organik untukmengidentifikasi tipe struktur sosial. (Alica Wolf: 1999).

Prototipe solidaritas mekanik dan organik yangdikembangkan Durkheim yang berkunjung pada tipe struktursosial, akan lebih jelas dipahami melalui skema di bawah ini:

Solidaritas Mekanik Solidaritas Organik

210 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Pembagian kerja rendah Kesadaran kolektif kuat Hukum represif dominan Individualitas itu rendah Konsensus terhadap pola-

pola normatif itu penting Keterlibatan komunitas

dalam menghukum orangyang menyimpang

Tingkat ketergantungannyarendah

Bersifat Primitif danpedesaan

Pembagian kerja tinggi Kesadaran kolektif lemah Hukum restitutif dominan Individualitas Tinggi Konsensus pada nilai-nilai

abstrak dan umum itupenting

Badan-badan sosial yangmenghukum orang yangmenyimpang

Tingkat ketergantungannyatinggi

Bersifat industrial danperkotaan

Perkembangan teori struktur fungsional pada tahapselanjutnya semakin menampakkan paradigma teoritisnya padasosok Parsons, ia mengemukakan pandangan lebih spesifik lagidalam teori ini mengenai struktur atau sistem sosial yangmempunyai pola prilaku yang khas, yaitu ciri-ciri pokok relasidalam proses interaksi. Lebih jauh untuk mengetahui ciri-ciristruktural dalam sistem sosial tersebut, akan nampak nyata bilaberkiblat pada pandangan persons, dimana relasi dalam prosesinteraksi tersebut meliputi:

Pertama: perasaan (affectivity) atau netral perasaan(affectivity neutrality). Yaitu tiap-tiap pelaku dalam prosesinteraksi harus menentukan apakah ia harus bertindak atas caraimpulsif yang langsung menyenangkan, atau cara menahan diridan menurut prinsip dengan tidak mengindahkan soal senangtidaknya, gampang tidaknya dan seterusnya.

Kedua: arah diri (self orientation) atau arah kolektif(collectivity orientation). Pada ciri ini dimaksudkan bahwa sipelaku harus memilih antara bertindak demi kepentingan pribadiatau demi kepentingan umum. Dalam konteks sosiologi situasisosial menentukan apakah seseorang dapat diandaikan dapatbertindak sesuai dengan kepentingannya sendiri atau demikepentingan orang lain.

Ketiga: partikularisme atau universalisme. Masalah inimenyangkut apakah seseorang harus bertindak atas dasar

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 211

prinsip-prinsip umum yang selalu berlaku tanpa pilih kasih, atauatas dasar relasi-relasi khusus (partikular) dengan beberapaorang tertentu. Kedua variabel ini sebenarnya mempertaruhkannilai moralitas, yaitu kesusilaan yang berpegang pada prinsipdan kesusilaan yang berpegang pada kesetiakawanan.

Keempat: status bawaan (ascriiption) dan status perolehansendiri (achievement) yang perlu di perhitungkan. Kedua variabelini –ascription dan achievement- mempengaruhi pilihan-pilihan;apakah sikap seseorang harus ditentukan oleh kualitas-kualitasbawaan yang dimilikinya dan diakui oleh masyarakat, atau justrusebaliknya yaitu pengakuan karena jasa, prestasi, pelayanan dansebagainya. Kelima: campur baur (diffuseness) atau tertentu(specificity). Dalam konteks ini proses interaksi yang bersifatcampur baur memberikan pengertian bahwa seseorangmelibatkan dirinya tidak hanya satu segi saja, tetapi bisamemasuki dari berbagai segi meskipun tidak relevan dengankonteksnya. Ini diasumsikan karena seseorang tersebut semata-mata sebagai manusia, sebagaimana orang lain. Sebaliknyapilihan kedua (spesifik) menempatkan seseorang hanya terbataspada peran atau fungsi jabatan yang dimilikinya secara khusus.

Jadi, tentang struktural fungsional, atau juga disebutdengan fungsionalisme struktural, pada dasarnya ia tidakberlandaskan pada asumsi tertentu tentang keteraturanmasyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi tertentu tentanghakikat manusia. Lebih lanjut mengenai fungsionalismestruktural ini secara implisit memperlakukan manusia sebagaiyang memainkan ketentuan-ketentuan yang telah didesainsebelumnya, include dengan norma-norma atau aturan-aturandalam masyarakat.

Fungsionalisme struktural ini mencoba untuk memahamiaspek-aspek terdalam yang manifest dalam masyarakat besertanorma atau pranata-pranata yang dimilikinya, kemudiandikontruksi pada tingkat peranannya sejalan dengan pranata ataustruktur masyarakat yang ada. Bangunan teori untuk melihat,terlebih mempertahankan pola masyarakat, dibutuhkan suatuperangkat analisis yang memungkinkan teori ini (fungsionalismestruktural) bisa bertahan, terlebih memberikan andil terhadapkelangsungan hidup masyarakat.

212 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Menurut Parsons, agar masyarkat bisa mempertahankandirinya sesuai dengan pola sikap yang dimiliki dan norma yangberlaku didalamnya, maka harus ada syarat fungsionalnya.Syarat-syarat fungsional Parsons adalah:

Pertama: adaptasi (adaptation), yaitu dimaksudkan agarpara anggota masyarakat mempunyai atau menghasilkan sarana-sarana yang dibutuhkan mereka supaya dapat hidup danbergerak. Pada fungsi adaptasi ini, setiap sistem harusmenyesuaikan diri dengan lingkungannya karena menyangkuthubungan masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub-sistemorganisasi prilaku.

Kedua: fungsi pencapaian tujuan (goal attaiinment), yaituhubungan antara masyarakat sebagai sistem sosia; dengan sub-sistem kepribadian. Pada fungsi ini terkait dengan penentuan-penentuan tujuan yang dianggap penting bagi masyarakat,sebagai wujud memobilisir mereka dalam rangka mencapaitujuan.

Ketiga: fungsi integrasi (integration), yaitu adanyakesanggupan untuk mengkoordinasi unit-unit sistem sosial agarterjamin atau mampu mempertahankan kesatuannya.

Keempat: fungsi mempertahankan pola tanpa interaksiatau bersifat laten (latent pattern mainenance). Fungsi ini berkaitandengan upaya mempertahankan dirinya (sistem sosial) sedapatmungkin karena prinsip-prinsip tertinggi yang ada dalammasyarakat terjamin keberlangsungaannya, dus diorientasikanpada realitas yang terakhir.(Ian Craib: 1994).

Syarat fugsionalisme yang dikemukakan Parsons di mukamerupakan permasalahan fundamental dari struktur masyarakat.Secara keseluruhan, prinsip dasar yang ada dalam teori Parsonstersebut menyatakan keseluruhan tindakan sosial yang diarahkanpada tujuannya dan diatur secara normatif. Masalah ini jugamelegitimasi teori Parsons, terutama dalam hubungannyamengidentifikasi berbagai persyaratan fungsional yang dihadapisistem sosial, khususnya masyarakat. Atas dasar tersebut bisadianalisis, bahwa pendekatan yang digunakan Parsons adalahfungsional-struktural, dimana strategi dasar yang kemukakanadalah (1) mengidentifikasi persyaratan-persyaratan fungsionalyang pokok dalam sistem yang sedang dipelajari, dan (2)

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 213

menganalisis struktur-struktur tertentu bilamana persyaratan-persyaratan fungsional terpenuhi.

Sementara itu, terhadap fungsionalisme, Dahrendrof jugamenawarkan kerangka konseptualnya dengan teori integrasi atauteori sistem, dalam pengertiannya sebagai berikut: (a) Tiap-tiapmasyarakat merupakan struktur yang terdiri dari unsur-unsuryang relatif kuat dan mantap (b) Tiap-tiap masyarakatmerupakan struktur yang unsur-unsurnya berintegrasi satu samalain dengan baik. (c) Tiap-tiap unsur masyarakat mempunyaifungsinya dalam arti bahwa menyumbang pada ketahanan dankelestarian sistem. (d) Tiap-tiap struktur sosial yang fungsionalberlandaskan kesesuaian paham (consensus) antara anggotanyamengenai nilai-nilai tertentu.

2. Kritik TeoriSerangkaian ilustrasi teori struktural fungsional di atas,

dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa teori tersebutmerupakan cikal bakal perkembangan teori sosiologi dalampengkajiannya secara ilmiah. Ini juga yang kemudian membidani“teori lanjutan “, seperti interaksionisme simbolik,etnometodologi dan lain sebagainya. Sebagai yang membidanipeletakan teori sosiologi, teori struktur fungsional ini mempunyaiperan yang sangat penting dalam usaha memahami pola interaksimasyarakat dan berbagai motifasi kehidupan mereka, dalampencapaiannya untuk menciptakan solidaritas sosial, sistemsosial, keteraturan sosial dan lain-lain.

Sesungguhnya demikian, dalam teori struktur fungsionalini dalam hal tertentu dan dalam perjalanan sejarah teori-teorisosial modern masih belum cukup untuk menjadi satu-satunyakerangka dasar teoritik atas realitas sosial. Hal ini dikarenakantidak semua individu-individu yang terikat dalam satukomunitas masyarakat mempunyai peran yang sama denganindividu atau kelompok lain.

Oleh sebab itu, maka bisa dilihat bahwa sisi kelemahanteori ini adalah ketiadasanggupan untuk mengintegrasikankepentingan-kepentingan yang berbeda dalam masyarakat yangluas dan jangka panjang, dus berpotensi menimbulkan konflik.Munculnya konflik tersebut, tidak lain karena dalam teori ini“menafikan” peran-peran individu atau suatu kelompok

214 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

masyarakat yang mengaktualisasikan dalam bentukpertentangan-pertentangan yang bersifat inovatif, kreatif dandinamis. Metode menyelesaikan persoalan ini, maka menurutteori fungsionalisme Dahrendorf hendaknya ditempatkan secaraberhadap-hadapan dengan teori konflik atau teori koreksi(paksaan), yang terdiri dari pengertian sebagai berikut (a) Tiap-tiap masyarakat di segala bidangnya mengalami proses-prosesperubahan; perubahan terjadi dimana-mana (b) Tiap-tiapmasyarakat memperlihatkan perbantahan (dissensus) dan konflikdi segala bidangnya; konflik sosial ada di mana-mana (c) Tiap-tiap unsur di dalam masyarakat menyumbang kepadadisintegrasi dan perubahannya (d) Tiap-tiap masyarakat berdiriatas dasar paksaan yang dikenakan oleh segelintir anggota atasanggota lain.

Meskipun demikian, dalam teori konflik bukan berartimenunjuk pada satu kelemahan teoritik dalam melihat ataumelakukan perubahan realitas sosial. Akan tetapi, didapatidisana bahwa dengan adanya konflik, sisi positifnya adalahsemakin kuatnya integritas anggota masyarakat, apabilakontruksi konflik tersebut dihadapkan dengan pihak luar (outgroup). Pada konteks ini, sehingga konflik semata-mata sebagaiinstrumen dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaanstruktur sosial. Begitu pula hal ini dimaksud agar nilai-nilai sosialdapat menjadi dasar perasaan bersama (in-group feeling) yangdapat berfungsi sebagai petunjuk arah dalam mencapai tujuanbersama dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Aplikasi Teori Sosiologi (Struktur Fungsional) dalamKajian Islam

Aplikasi teori struktur fungsional atau fungsionalismestruktural dalam hubungannya dengan usaha memahamifenomena sosial umat Islam sangat penting sekali, karena ia(Islam) sendiri disamping sebagai sebuah simbol keagamaan, punsebagai perangkat sistem kepercayaan. Oleh sebab itu, padadasarnya teori tersebut ada titik singgung.

Alasan ini tidak berlebihan, mengingat pesan spiritualitasIslam sendiri meniscayakan pemeluknya untuk secara apresiatifmenjalankan segi-segi terpenting ajarannya. Ini memberikanpenjelasan yang sangat mendasar, sebab ajaran tersebut bersifat

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 215

universal, dalam pengertian bahwa Islam di dalamnya tidakhanya menyoal aspek-aspek yang berdimensi historis-sosiologis.

Internalisasi aplikasi teori struktural fungsional terhadapfenomena sosial umat Islam dewasa ini, baik secara implisitmaupun eksplisit mengilustrasikan pentingnya sebuah perspektifsosiologi agama. Kajian sosiologi agama dianggap penting karenadalam pandangan O’dea sendiri: “Penjelasan yangbagaimanapun adanya tentang agama, tak akan pernah tuntastanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologinya”(O’dea: 1995).

Bisa dipahami, bahwa dalam agama Islam, bahkan semuaagama didunia memiliki dua unsur pokok, yaitu doktrin danmetode. Sebagai doktrin agama membedakan Yang Mutlakdengan nisbi, dan sebagai metode agama dimaksud agarpemeluknya mendekatkan diri kepada Yang Mutlak. Sehinggaagama menurut S.H. Nasr memuat idealitas dan realitas sekaligus.Persoalan agama (Islam) ini, sehingga aspek yang perludiperhatikan secara khusus adalah, pertama; mengenai unsur-unsur teoritisnya, yaitu bahwa agama merupakan seperangkatsistem kepercayaan. Kedua, unsur praktis, yaitu bahwa agamamemang mempunyai sistem kaidah yang mengikat penganutnya.Ketiga, unsur sosiologis, yaitu agama dipahami sebagai yangmempunyai sistem perhubungan dan interaksi sosial.(Nashr:1996).

Maka, sangat penting kiranya melihat fungsi agama bagimanusia dan masyarakat .Terhadap fungsi agama ini, yangdimaksud adalah bagaimana manusia percaya dengan penuhkeyakinan bahwa agama memiliki kesanggupan secara definitifuntuk menolong manusia dan kehidupan sosial. Lebih jauhmengenai fungsi agama ini, adalah sebagai (a) fungsi edukatif (b)fungsi penyelamatan (c) fungsi pengawasan sosial (d) fungsimemupuk persaudaraan dan (e) fungsi transformatif.(Hendropuspito: 1997).

Dalam konteks Indonesia, manifestasi keagamaan untukbisa menyejarah dan berjalan secara fungsional, selama ini masihmenampakkan kecenderungan pemiskinan makna. Persoalan-persoalan teologis tidak berjalam secara harmonis, kontekstualdan up to date dengan semangat zaman. Sehingga dalam tataranberikutnya sulit menerjemahkannya dalam tataran real. Hal initidak luput agama (Islam) sendiri seringkali dipahami secara

216 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

doktrinal (struktural), jauh bersentuhan dari kondisi riil umatIslam. Kenyataan ini tidak berlebihan, karena masyarakat muslimIndonesia sendiri secara nominal penduduknya mayoritasmenganut agama Islam, bahkan terbesar di dunia, akan tetapisecara kualitatif masih sangat meresahkan, dengan ditandai krisispenghayatan nilai agama yang diakui berdimensi universal.Kenyataan ini, setidaknya menunjukkan bahwa tingkatpemahaman dan apresiasi yang muncul ke permukaan masihberjalan secara diametral.

Hal ini akan menjadi agenda tersendiri diskursus agama,apakah memang ia (agama) dalam berbagai konteks kehidupanmanusia masih sanggup secara fungsional menyelamatkanproblem-problem kemanusiaan tersebut. Gambaran umum danfaktual tentang kondisi sosial umat Islam tersebut, dalamperspektif teori sosial (struktur fungsional) misalnya, tidakberjalan seiring, bahkan menampakkan wajah antagonis.

Oleh sebab itu, bagi masyarakat Islam Indonesia perlupenegasan pemahaman kembali mengenai ajaran agama, karenabisa jadi keyakinan agama dipengaruhi oleh motif-motif tertentuyang mempunyai implikasi negatif terhadap kehidupansosialnya. Maka penting untuk melihat lebih jauh carakebergaman seseorang dalam hubungannya dengan kehidupansosial.

Adalah Alport, sebagaimana di sitir oleh JalaludinRakhmat: 1995, berpandangan bahwa secara psikologis di dapatiada dua cara seseorang itu beragama. Pertama, cara beragamaekstrinsik, yang memandang agama sebagai sesuatu yangdimanfaatkan, bukan untuk pedoman kehidupan (samw thing touse but not to life). Cara beragama seperti ini meletakkan motif-motif luar ajaran agama, seperti untuk memantapkan status, rasaaman atau harga diri..

Kedua, cara beragama intrinsik, yaitu memandang agamasebagai comperehensive commitment, dan driving intregating motive,yang mengatur seluruh hidup seseorang. Dalam konteks ini,sehingga agama menjadi faktor pemadu (uniflying factor) bagipemeluknya, dan akan menciptakan kehidupan sosial yangdamai.

Penyataan Alport diatas, mempertegas makna fungsionalagama, bila memang pemeluknya benar-benar menjalankan nilai-

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 217

nilai agama itu sendiri. Hal semacam ini karena dalampandangan O’dea dicirikan sebagai pemersatu yang palingsublim; sarat nilai moral, sumber tatanan masyarakat danperdamaian (batin) individu, ke arah pembentukkan manusiayang beradab. Sebaliknya, bila keberagaman lebih dominan padakepentingan-kepentingan instan, maka penganut setia agama bisadipahami mengalami problem fungsional, karena agamadiperalat dengan cara yang tidak benar.

Meskipun demikian, bukan berarti kehidupan sosial umatIslam jauh dari usaha fungsionalisasi ajaran agama. Munculnyagerakan Muhammadiyah misalnya, menurut hemat penulis diawal-awal dakwah Islamnya telah melakukan dekontruksipemahaman agama yang dimuarakan -dalam term sosiologi-pada pendekatan struktural fungsional. Bahkan sampai sekarang,meskipun format transforamsi pemahaman keagamaanmengalami pembaruan-pembaruan signifikan, sejalan denganvisi organisatoris. Hal sama juga dilakukan NU, meskipun carapendekatan transformasi keagamaan ada perbedaan denganMuhammadiyah, bahkan tidak jarang juga sampai perdebatanteologis.

Pentingnya aktualisasi ajaran agama Islam dalam wilayahempiris tersebut, memberikan inspirasi kalangan intelektualmuslim Indonesia untuk mengangkat tema-tema pembaharuanpemikiran Islam, mulai dekade 70-an hingga sekarang, denganisu-isu keagamaan yang terus berkembang dan dengan berbagaipendekatan yang ada dan sesuai dengan tuntutan zaman.(BahtiarEfendy: 2001).

Hal semacam itu karena bagaimanapun juga normatifitasIslam pada kelanjutannya berimplikasi pada integritas sosial. Danuntuk lebih memantapkan menifestasi keagamaan tersebut,dalam pandangan Robertson harus mengkaji unsur-unsur yangdapat menyatukan budaya dan menumbuhkan kesadaran untukmembangun kesatuan budaya.(Robertson: 1988).

Sebagaimana dalam teori feungsionalisme, dimana adakeharusan untuk dilakukan suatu analisa fungsional terhadapmasyarakat, maka dalam konteks kehidupan sosial umat IslamIndonesia sendiri juga demikian. Tentang masalah ini banyakterminologi yang digunakan, misalnya transformasi Islam,pribumisasi Islam, reaktualisasi Islam dan seterusnya.

218 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Mengenai reaktualisasi Islam misalnya, Kuntowijoyo: 1991memberikan rekomendasi, yaitu; Pertama; pemahaman(penafsiran) terhadap teks suci lebih di kembangkan padapenafsiran sosial struktural dari pada bersifat individual. Kedua,mengubah cara berpikir subyektif ke obyektif. Cara ini misalnyadikaitkan dengan zakat, secara subyektif ia di arahkan untuk“pembersian” harta dan jiwa, tetapi secara obyektif mempunyaimakna yang lebih luas, yaitu untuk kesejahteraan sosial.

Ketiga, mengubah Islam dari normatif ke arah teoritis,agar dimungkinkan berkembang dalam kerangka teori ilmu.Keempat, mengubah pemahaman dari a-historis ke historis. Inidimaksud agar proses reaktualisasi dapat di tarik dalam wilayahempiris, up to date dengan semangat zaman. Kelima, melakukanformulasi atas teks Suci yang bersifat umum menjadi formulasiyang spesifik dan empiris. Ini dimaksud agar Islam lebihmengakar pada suasana psikologis pemeluknya, terlebihbersamaan dengan problem-problem sosial yang masih belumterselesaikan.

Berkaitan dengan reaktualisasi Islam tersebut, tidakberlebihan jika Nurcholish Madjid melihat begitu penting artisebuah aktualisasi diri yang berdimensi sosial atau kerja-kerjakemanusiaan (antroposentris) sebagai wujud keinsyafan hidupmanusia yang bermula dari teosentris. Ini akan memberikan nilaipenting pada usaha membangun asas egalitarian yangbermartabat. (Nurcholish: 1992). Dalam terminologi lain, juga dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmad, yaitu bagaimanamenjadikan tauhid al-ibadah bisa merasuk dalam tauhid al-ummah.

Pandangan bahwa fungsionalisasi agama dalammanifestasinya untuk membentuk interaksi sosial ini, juga bisa dilihat secara historis-sosiologis tentang agama Islam sendiri,dimana ia (Islam) telah mampu menciptakan kohesi sosial dariberbagai macam suku melalui konsep tauhid (dalam pengertiangeneriknya), dan keterbukaan Islam sendiri terhadap simbol-simbol dan elemen kultural sebagai media dan penyanggaeksistensi Islam. Sehingga Islam meletakkan dasar-dasarmultikulturalisme dalam pembentukkan masyarakat Islam.

Mengenai multikulturalisme, dalam pandangan Arifin,dipahami sebagai kesediaan menerima kelompok (kultur) lain

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 219

sebagai kesatuan tanpa mempedulikan keragaman budaya yangdimilikinya. Sejalan dengan multikulturalisme ini, sesungguhnyajuga sebagai kelanjutan pluralisme yang ada dalam Islam.Dimana mengenai arti pluralisme sendiri tidak dipahami sebagai“kebaikan negatif”, yaitu hanya dilihat untuk mengeliminirfanatisme, akan tetapi pluralisme harus dipahami sebagai “pertalian sejati kebinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban”.

Pentingnya memahami “kognisi” agama, dan usahainternalisasi dalam perwujudannya, akan memberikan arti bahwauniversalitas ajaran agama (Islam) memuat sebuah konstruksiepistemoligi. Lebih-lebih, bila usaha tersebut menyertakan prosesevaluatif terhadap pemeluknya dalam keterlibatannya untukmemenuhi kecakapan operetif yang bermuara pada nilai-nilaikemanusiaan universal.

Masalah tersebut, pararel dengan format restorasi yangdikemukakan Kuntowijoyo yaitu sebagai usaha pendekatan yanglebih komperehensif dari pada sekadar pendekatan legal. Lebihlanjut format restorasi ini adalah: teologi-filsafat sosial-teori sosial-perubahan sosial.

Pandangan Kuntowijoyo diatas sebenarnya tidak lepasdari hubungan dialektika dan dinamika sosial yang berlangsungdalam masyarakat muslim Indonesia. Memperkuat tesis ini,dalam pandangan Berger, hubungan dialektika agama dandinamika sosial tersebut berlangsung dalam tiga faseperkembangan, (1) ekternalisasi, yaitu ketika agama sebagaiekspresi duniawi, profan, (2) objektivasi, ketika agama menjadifakta atas referensi tindakan bagi penganutnya, dan (3)internalisasi, ketika agama di beri makna oleh penganutnya.

Memahami arti penting fenomena sosial umat IslamIndonesia perspektif struktural fungsional diatas disamping amatpenting juga mempermudah dalam melakukan formulasidakwah Islam dalam konteks keindonesiaan. Dianggap pentingkarena secara teoritik akan bisa mencandra realitas sosial dan“suasana psikologis” umat Islam Indonesia, dan pada gilirannyaakan memantapkan langkah-langkah konkret ke arahinternalisasi (fungsionalisasi) ajaran agama Islam.

Meskipun membutuhkan waktu yang sangat panjang kearah fungsionalisasi ajaran agama, setidaknya untuk saatsekarang intensitas studi agama (Islam) dalam berbagaipendekatan sudah menunjukkan apresiasi yang baik, terutama di

220 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

kalangan akademisi, meskipun pada saat yang sama jugaberpotensi munculnya konflik inter dan antar agama.

Antara harapan dan kecemasan ini sehingga sangatlahpenting teori-teori sosial ikut terlibat dalam memahamikenyataan tersebut. Tidak hanya fungsional, akan tetapi jugateori-teori lain yang memnugkinkan mampu mewujudkansimbiosis idealita dan realitas Islam, atau antara Islam yangdiwahyukan dan Islam yang ditafsirkan.

Oleh sebab itu, tuntutan dakwah Islam sebagai usahafungsionalisai ajaran agama, hendaknya diarahkan transformasisosial Islam yang bersifat obyektif dan positif dengan upayapeneguhan secara substantif dan kualitatif keberagaman umatIslam, karena bagaimanapun juga agama diwahyukan untukmanusia, bukan manusia untuk agama.

J. Pendekatan TeologisHubungan antara teologi dan studi agama sangatlah

kompleks, dan sulit untuk diuraikan secara memadai, dalam saturuang di mana masing-masing topik berdiri sendiri. Demikian juga,pemikiran tentang ‘’pendekatan teologis pada studi agama’’, dalambeberapa hal masih menjadi bahan perdebatan. Meskipun begitu, diluar itu semua, nampaknya cukup penting untuk menunjukkanhakikat perkembangan diskusi kita ini.

Pertama, kita akan menganalisa apakah yang dimaksuddengan ‘teologi’ dan ‘studi agama’. Kemudian kita akanmengeksplorasi hubungan antara keduanya. Kedua, kita akanmengkaji secara lebih mendalam, hakikat dan keterkaitan antarateologi dan studi agama, dengan melihat dua isu yang lebih luas yangmenjelaskan makna dan tujuannya. Secara mendasar, kita akanmelihat pada model pengetahuan yang telah disusun di Baratberdasarkan pada tiga archaetype, yaitu humanitas (humanity), realitastransenden, (transcendent reality) dan alam (nature) yang telahmenyebabkan munculnya model-model pengetahuan yang sekarangdikenal sebagai humanitas (ilmu kemanusiaan, pen), teologi danilmu-ilmu alam. Kemudian kita akan melihat model agama, yangmemiliki implikasi bagi alam dan tujuan dari teologi dan studi agama.

Ketiga, kita akan melakukan penelusuran secara langsung atasberagam pendekatan teologis terhadap studi agama: teologi-teologiagama-agama (bagian dari teologi yang muncul bersama dengan tradisipemisahan agama); teologi-teologi agama (perilaku teologis yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 221

beragam, khususnya tradisi yang diadopsi oleh ‘agama’ dan berbedadari dirinya sendiri); teologi agama (upaya untuk membangun suatuteologi agama yang lebih universal, yang pada titik inidikonsentrasikan pada kategori-kategori transenden); dan teologiagama global (yang dimulai dengan situasi global dengan segalakompleksitas moral, kemanusiaan dan alam, dan darinya, dimulaisuatu kerja untuk mengkonseptualisasikan kategori-kategori teologisyang muncul dari tradisi agama partikular yang dapat melepaskandiri dari susunan situasi global yang dapat mempengaruhi semuaorang). Dalam hal pembacaan terhadap teologi agama yang terpisah,kita akan mengeksplorasi sejumlah konvergensi teologi dan teologiperbandingan yang memikat yang muncul di bawah apa yangmungkin disebut dengan teologi agama perbandingan.

Dari gambaran di atas, jelas bahwa posisi teologi sangatpenting dalam berbagai pembahasan tentang studi dan pengajaranagama. Pendekatan teologis melahirkan seperangkat pemikiran yang,khususnya didasarkan pada pemikiran theos-logos; studi ataupengetahuan tentang Tuhan atau tuhan-tuhan. Perkiraan ini berbedadengan ilmu-ilmu humaniora atau ilmu-ilmu sosial. Lebih jauh, studiagama dalam bentuknya yang modern, lahir dari tradisi teologiKristen dan memisahkan dirinya secara perlahan-lahan, ataurevolusioner darinya. Jadi, bagi sejumlah sarjana, studi agama danteologi terlihat saling melengkapi, sementara yang lain menyatakanbertentangan. Dengan ekstrem lain, terdapat kelompok ahli bahasayang seringkali menolak agama sebagai usaha manusia atau menolakteologi sebagai konsep yang berharga seperti halnya transendensiyang menjadi rintangan bagi studi agama ‘’yang sebenarnya’’.

Tidak ada makna yang sederhana dan tunggal yang dapatdiberikan kepada teologi maupun studi agama. Untuk mempertajampenelusuran ini, kita akan melihat sejenak makna inti yang dapatdiberikan kepada keduanya.

Meskipun teologi sendiri telah ada sepanjang sejarah bangsaSumeria, tetapi ia menjadi satu kata dalam bahasa Yunani, theologia.Kata ini, diartikan sebagai sejumlah tuhan atau Tuhan. Liddell danScott dalam Greek-English Lexicon mendapatkan 233 kata yangdiderivasi dari kata theos, 222 di antaranya berkaitan dengan Tuhanatau tuhan-tuhan. Jadi, pada tingkat yang lebih besar atau kecil,teologi telah difokuskan pada Tuhan atau tuhan-tuhan. Walaupunbegitu, kata ini bukan merupakan prerogatif dari kelompok tertentu,ia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan secara umum. Sejauh ini,

222 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tuhan selalu dihubungkan, utamanya, dengan pantheon tuhan Yunaniatau Romawi; di Aeschylus terdapat suatu gerakan, khususnya dikalangan filosof, untuk mengidentifikasi tuhan dengan cara yangkonvergen, di bawah tema ‘World Reason’, ‘Being’, ‘The Divine’, atausecara sederhana Tuhan. Cara ini berkembang di bawah satusandaran yang akan kita sebut sebagai filsafat teologi, yang dirancangoleh Aristoteles, salah satu ilmuwan yang lazim dikenal. Theologiakemudian lahir sebagai sebuah kata di kalangan bangsa Yunani.

Teologi diwarisi oleh Kristen dari Yunani dan diterapkandengan cara yang khusus. Kata ini tidak terdapat dalam PerjanjianLama, Septuagiant, ataupun Perjanjian Baru, --meskipun pandangantentang theos dalam kitab suci ini merupakan benih utama lahirnyateologi Kristen di kemudian hari. Teologi muncul ke permukaan dikalangan apologis Kristen dan generasi awal gereja Kristen,sebagaimana tumbuhnya tradisi Kristen dalam kebudayaan Graeco-Roma dan setelah tahun 313 SM. Dengan ‘konversi’ kekaisaranRomawi, ia berkembang menjadi monopoli tradisi Kristen danmenjadi milik umat Kristiani. Bagi Arthanasius, teologi berartiseluruh makna teknis tentang pengetahuan terhadap Tuhan danTrinitas, sementara oikonomia menjadi nama dari doktrin gereja yanglain. Sesudah itu, teologi kemudian diperluas maknanya meliputiseluruh doktrin, dan pengertian teologi ini sebagai doktrin sistematisyang cukup penting. Pada masa Aquinas, makna teologi diperluasmeliputi doktrin, etika, spiritualitas, filsafat, kaum gereja danmistisisme. Teologi menjadi ratu ilmu pengetahuan, meskipun terjalinsecara ketat dengan humanitas dan sains. Meskipun begitu, teologiberpusat pada tradisi Kristen dan mengeksklusifkan diri padanya.Dalam perjalanan panjangnya, jalan mulai terbuka bagi munculnyateologi dalam tradisi agama-agama lain. Sehingga muncullah teologiYahudi, teologi Islam, teologi Hindu, teologi Sikh dan lain-lain yangdapat dilihat sebagai otentisitas dari agama masing-masing. TeologiKristen tidak lagi menjadi satu-satunya teologi (totalitas) tetapi hanyasatu jenis di antara teologi lainnya.

Saat ini telah lahir pandangan baru yang menempatkan teologipada pandangan dunia dari dunia global kontemporer kita saat inidan berusaha untuk mengkonseptualisasikan kategori-kategoriteologi universal untuk memenuhi kebutuhan dunia yang bisa jadiuntuk umat Kristen, tetapi lebih dari sekedar Kristen, Hindu tapi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 223

lebih dari sekedar Hindu dan seterusnya. Sebuah teologi agama danteologi agama yang global telah lahir.

Tiga kesimpulan dapat ditarik dari studi singkat atas tigapandangan tentang teologi di atas. Pertama, teologi harus berbicaratentang persoalan Tuhan atau transendensi, apakah secara mitologis,filosofis, atau dogmatis. Kedua, meskipun teologi memiliki banyaknuansa, teologi merupakan aktivitas pesan kedua yang esensial danlahir dari keimanan dan penafsiran atas keimanan.

1. Apakah Studi Agama Itu?Bertentangan dengan teologi, yang umumnya mempunyai

konotasi khusus, studi agama memiliki jangkauan yang lebihluas. Pada dasarnya, studi agama membingkai seluruh tradisiagama yang ada di dunia. Studi agama terbagi ke dalam limakategori yang tumpang tindih satu sama lain. Pertama, studiagama meliputi tradisi-tradisi besar seperti Budha, Kristen,Hindu, Yahudi dan Islam. Ia juga meliputi tradisi-tradisi yanglebih kecil, seperti Jain, Sikh, Tao, Zoroasther (Parsi). Ketiga, studiagama juga mencakup prinsip-prinsip tradisi yang telah matiyang pernah menjadi media transendensi bagi jutaan orang,tetapi sekarang tidak lagi, seperti tradisi Timur Dekat Kuno,Gnostik, Graeco-Romawi, Mayas, Incas dan Aztces. Agama-agama dengan record lisan dan bukan dengan record tulisan dankegemaran yang luar biasa terhadap mitos, ritual dan simboldalam latar belakang kesukuan yang membentuk satu kategori keempat dari tradisi agama. Kelima, ditunjukkan dengan adanyagerakan agama baru yang berlebihan yang muncul, khususnyapada era modern ini, yang terbentang dari Baha’is dan Penyatuangereja sampai gereja-gereja pribumi dan gerakan agama baru diwilayah seperti Jepang dan Korea (h.211-14). Ilmuwan sepertiNinian Smart menyatakan bahwa ‘agama sekular’ sepertinasionalisme, humanisme sekular, dan Marxisme mewakili‘tradisi agama’ jenis ke enam. Meskipun hampir seluruh ilmuwanagama cenderung mengkhususkan kelompok ini, merekamengakui, bahwa seluruh jenis ini, kecuali jenis ke enammerupakan bagian dari studi agama dan bukan bagian dariteologi.

Sama halnya dengan sesuatu yang secara inhenrenmelekat pada semua agama, studi agama juga menggunakan

224 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

banyak pendekatan dan metode yang berbeda. Jadi filsafat,sosiologi, antropologi, sejarah, fenomenologi, psikologi, linguistikdan lain-lain adalah elemen-elemen yang menyusunnya. Teologidengan parameter-parameter inilah yang akan kita bahas padabab ini. Sebaliknya, teologi lebih dari sekedar disiplin ilmudengan kebenarannya sendiri dan meskipun ia menggunakansejumlah metode yang digariskan di atas, mereka adalahsubordinat dari concern teologi dan sering juga gereja, ataukomunitas religius.

Teologi seringkali dipusatkan pada hal-hal baru yangberkaitan dengan doktrin. Ortodoksi Kristen seringkali dibatasidalam terma-terma keyakinan doktrin agama tertentu. Pemikiranteologi pada tradisi agama lain juga cenderung menekankanelemen-elemen konseptual dalam agama sebagai sesuatu yanglebih sentral dari pada hal-hal yang harus dikerjakan dalampraktek, spiritualitas atau perilaku. Studi agama tidakmemberikan penekanan yang sama terhadap elemen-elemen laindalam agama, seperti praktek ritual, estetika, spiritualitas, mitos,simbol, etika dan lain-lain. Ia sama sekali tidak membanggakandoktrin dan konsep.

Seperti yang kita tulis di awal, teologi mempunyaiketertarikan khusus terhadap transendensi yang ‘selalu dibaca’sepanjang teologi diperhatikan. Bagi studi agama, fokus lebihdiarahkan pada penganut kepercayaan dan pengalamannya ataukeimanannya, dan bukan pada obyek keimanan. Dengan katalain, teologi memiliki vested interest dalam transendensi per seyang tidak dibenarkan dalam lingkungan studi agama. Ada pulabeberapa perbedaan, tetapi perbedaan yang utama telahmengalami keintiman. Singkatnya, studi agama pada umumnyalebih luas, lebih komprehensif, dan kurang difokuskan dari padateologi.

Kita telah melihat dalam kesimpulan tentang perbedaanantara teologi dan studi agama. Sekarang kita akan menganalisakeduanya lebih dalam lagi dengan menggunakan dua model.Pertama kita akan melihat peran teologi dan implikasi studiagama, dengan tiga kerangka yang menyusun ilmu pengetahuan,seperti di dunia Barat. Kerangka ini terletak pada kunci archaetypehumanitas, Tuhan (atau transendensi) dan alam. Disiplin yangberkaitan dengan humaniora, teologi dan ilmu-ilmu alam.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 225

Pada sejarah intelektual Barat, terdapat tiga model yangdominan. Pertama adalah model humanitas Graeco-Romawi, apayang sekarang dikenal dengan humanitas dan apa yang olehorang Yunani disebut dengan paideia. Penekanan utama dalamhumanitas adalah pada literatur dan manusia –filsafat, etika,sejarah. Geografi, bahasa, dan kebudayaan. Inti dari model iniadalah humanitas. Studi agama dan sains telah ada pada masaGraeco-Romawi, tetapi tidak begitu signifikan, dan keduanyamelekat dengan studi humanitas yang lebih luas. Humanitasadalah kunci, dan agama serta sains memperoleh tempat, dalamkerangka pengetahuan yang lebih luas yang dipusatkan padamanusia dan humanitas.

Humanitas diwarisi pada periode Kristen pertengahan,tetapi belum sepenuhnya diabaikan. Namun, St. Augustine danThomas Aquinas, akhirnya menjadi representasi dari kelompokilmuwan Eropa baru yang mendasarkan kajiannya pada teologidan bukan humanitas. Augustine menggunakan unsur-unsurpendukung model humanitas yang telah diwarisinya, seperti tatabahasa, bahasa, sejarah, geografi, astronomi, dialek, matematika,dan retorika, sebagai salah satu jenis penunjang teologi. Tetapikesalahan apakah yang sekarang ini membuat sendi itu berubah,tidak jelas diketahui –sendi itu adalah Tuhan bukan manusia—dan keunggulan teologi. Sains juga telah memperoleh posisinyasendiri pada abad pertengahan, seperti yang ditunjukkan olehDuhem dan sejumlah ilmuwanlain, tetapi hanya menempatitempat kedua. Meskipun begitu, seni dan sains liberal merupakanbagian total body ilmu yang berbasis pada theologia. Seperti yangditegaskan oleh Aquinas, teologi adalah ratu ilmu pengetahuan.

Pada masa modern sekarang ini, model dominan itukembali bergeser. Eksperimentasi terhadap alam danperkembangan ilmu alam yang bersumber dari eksperimentasiitu, telah menjadi landasan dasar ilmu pengetahuan. Jika padaabad pertengahan sendi ilmu adalah Tuhan dan manusia, makakini sendi itu bergeser kepada ilmu alam, dan dengan begitu ilmualam menempati posisi sebagai kunci ilmu pengetahuan. Ketikapenelitian ilmiah menghasilkan spesialisasi dan membagi ilmupengetahuan ke dalam wilayah-wilayah yang spesifik, ilmupengetahuan sebagai sebuah totalitas telah mengalamikeruntuhan. Meskipun teologi dan studi agama sebagai anak

226 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

turunannya masih ada, sepanjang menyangkut humanitas --dancenderung mengadopsi pandangan ilmiah dalam pendekatannyaterhadap ilmu pengetahuan-- tidak dapat disembunyikan bahwakeseluruhan ilmu pengetahuan telah mengalami perpecahan.Ilmu pengetahuan ditemukan dalam bagian-bagian konstituensi,sebagai sebuah disiplin dan bukan lagi sebagai satu kesatuanyang utuh.

Sekarang ini, dengan perspektif globalnya, munculperhatian yang besar untuk melakukan reintegrasi ilmupengetahuan yang dibarengi dengan kewaspadaan yang tinggiakan bahaya dan keuntungannya, juga dengan hal serupa yangbisa saja terjadi pada pandangan dunia ilmiah. Gerakan Era Baru(New Age) dan postmodernisme, meskipun mengandung vestedinterest, telah mengabdikan dirinya pada wilayah ini, dankeinginan kuat untuk menyatukan ilmu pengetahuan danmenjadikan sains sebagai pelayan dunia itu juga muncul dariposisi ini. Dengan kata lain, kewaspadaan yang tinggi terhadapupaya melengkapi model-model sains dan kebutuhan untukmenekankan saling keterkaitan antara disiplin-disiplin ilmu itukini telah muncul. Teologi/studi agama, humanitas dan ilmualam saling membutuhkan satu sama lain.

Walaupun begitu, situasi baru ini tidak lagi murnimenjadi hak Barat segaris dengan model ilmu pengetahuan yangmurni Barat. Ini merpakan fenomena global dan upayapencaraian model baru integrasi ilmu pengetahuan yangseharusnya menjadi isu global. tiga konsekwensi utama akanmenimpa teologi dan studi agama.1. Jelas bahwa teologi Kristen sendiri, tidak bisa menjadi satu-

satunya kunci untuk melakukan rethinking ini. Teologi lain --Islam, Yahudi, Hindu, Budah, Konfusian, dan lain-lain--masing-masing punya peran untuk dimainkan. Lebih dariitu, karena 60 persen dunia Kristen berada di dunia non-Barat, maka teologi Kristen non-Barat merupakan faktor barudan penting dalam melakukan proses rethinking ini. Peranyang sama signifikannya juga dimainkan oleh studi agama,karena secara inheren perannya lebih luas dari pada teologiKristen. Dari lingkaran studi agama dan teologis inilah yangkemudian sekarang ini melahirkan upaya pencarian suatuteologi yang global.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 227

2. Studi agama telah memperoleh tempat dalam dua modelsains yang digambarkan di atas. Jadi perdebatan panjang ituberkaitan dengan apakah studi agama akan ditempatkandalam bagian teologi ataukah bagian humanitas (atau bagianilmu-ilmu sosial). Hampir di seluruh wilayah studi, studiagama melintasi beragam metode dan pendekatan danmemiliki wilayah pengetahuan yang luas. Teologi jugamencari kemungkinan untuk memperluas kepentingan-kepentingan intelektualnya ke dalam wilayah sains yanglebih luas lagi dan membantu terhadinya proses rethinking,meskipun kerangka tradisi partikularnya menjadikan teologilebih jelas dibandingkan dengan kasus yang menimpa studiagama.

3. Studi agama dan teologi hadir untuk merealisasikan bahwakeduanya mempunyai andil penting dalam tiga sendi sainsdan dalam tiga model pengetahuan seperti disinggung diatas, dan bukan hanya pada segmennya sendiri.Transendensi (merupakan istilah yang lebih dari padaTuhan, jika didiskusikan lebih luas), manusia dan alam harusdilihat sebagai concern yang sesuai, baik dengan studi agamamaupun teologi. Teologi tidak lagi dapat difokuskan hanyapada Tuhan; studi agama tidak lagi dapat difokuskan hanyapada keberagamaan manusia; juga tidak memfokuskan padadunia alam dan krisis ekologi yang saat ini tengahmengancam dunia. Bukanlah sebuah kebetulan bahwa adasuatu usaha untuk mempercepat interest pada transendensi,baik dalam wilayah kemanusiaan maupun dalam wilayahakhirat, antara yang sekuler dengan agama. Di beberapalingkaran, terdapat kewaspadaan yang tumbuh lambatterhadap upaya menjadikan teologi dan studi agama didunia global ini saling melengkapi satu sama lain.

Keterkaitan antara teologi dan studi agama akan lebihjelas dengan satu analisa dari berbagai model agama. Paraintelektual terbaik dalam bidang ini yang dikenal adalah NinianSmart, Michael Pye, Freiderick Streng dan saya sendiri. Di sinisaya akan menganalisa model saya sendiri untuk memperjelashubungan antara studi agama dan teologi.

Model ini menuntut suatu pengetahuan tentang latarbelakang historis dari suatu tradisi agama partikular, dan dapat

228 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

diterapkan pada prinsip seluruh tradisi. Model ini dimulaidengan transendensi yang memiliki bentuk yang berbeda dalamtiap-tiap tradisi: Tuhan dalam arti Tuhan Trinitas, Allah, Yahweh,bagi Kristen, Islam dan Yahudi; Brahmana sebagai realitasabsolut Hindu, dan Nirwana, tujuan transendental bagi Budha.Dalam tiap-tiap tradisi terdapat fokus antara, di manatransendensi menjadi pemenuhan seluruh kebutuhan manusia:Tuhan melalui Injil bagi Kristen, Allah melalui al-Qur’an bagiIslam, Yahweh melalui taurat bagi Yahudi, Brahmana melaluiDewa atau Atman bagi Hindu dan Nirwana melalui Budha atauDharma bagi Budha. Jadi, Injil, al-Qur’an, Taurat, sama perannyasebagai fokus antara bagi Kristen, Islam, dan Yahudi.

Pada tingkat yang lebih jelas, model ini mempunyaidelapan elemen yang dapat dipisahkan untuk tujuan analisa,tetapi berbentuk satu continum dalam pengalaman orang yangmeyakini suatu tradisi tertentu. Elemen-elemen ini bukanlahprioritas, karena prioritas itu tentu saja berbeda antara masing-masing tradisi. Masing-masing tradisi memiliki delapan elemen,tetapi bobot yang diberikan oleh masing-masing tradisi tidakahsama.1. Komunitas: tiap-tiap tradisi memiliki komunitas religius

(gereja, umat, sangha, dll) yang memiliki cabangnya sendiri-sendiri dan yang membawa para penganut kepercayaandalam satu konteks sosial.

2. Ritual, yang dapat dilihat dalam tiga pokok: rangkaianperibadatan, sakramen dan upacara. Sakramen biasanyadilakukan berkaitan dengan persitiwa-peristiwa besar dalamhidup: kelahiran, inisisi, perkawinan dan kematian. Upacaraseringkali dirayakan berhubungan dengan tanggal kelahiranatau peristiwa besar dalam hidup tokoh besar seperti Kristus,Musa, Muhammad, Krishna dan Budha. Frekwensi dansignifikansi peribadatan pun sangat beragam –tetapi semuaagama mempunyainya.

3. Etika: seluruh tradisi memiliki keinginan untukmengkonseptualisasikan dan membimbing kepada suatukehidupan yang lebih baik dan seluruh agama sepakat padahal-hal mendasar seperti menghindari kebohongan,pencurian, pembunuhan, merusak kehormatan keluarga danmenyia-nyiakan kasih sayang. Tradisi monoteistik

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 229

menerapkan cinta kasih pada manusia dan Tuhan. Sementaratradisi Timur lebih banyak diarahkan kepada etika dan alam.

4. Keterlibatan sosial dan politik; di samping merupakanconterminus, agama dan masyarakat, seperti ada dalamagama-agama besar, komunitas-komunitas religiusmerasakan kebutuhan untuk terlibat dalam masyarakat yanglebih luas, untuk menyebarkan pengaruh, melakukanperbaikan atau menyesuaikan diri dengan masyarakat itu.Keterlibatan sosial dan politik sangat tergnatung kepadakonteks dan pandangan tradisi yang diyakini. Dalam Islam,keterlibatan itu begitu ketat, dalam Hindu, melalui sistemksta, secara sosial sangat tertutup, ketegangan yang tajamdalam sejarah Yahudi, dan dalam Kristen dari penolakanmasyarakat kepada pendeta atau kepada Tolstoi sampaiketerlibatan yang cukup jauh dari negara dan gereje dalamKristianitas Bizantium.

5. Kitab suci, termasuk mitos atau cerita-cerita sakral dalamkitab suci atau tradisi lisan tentang kehidupan manusia:terpisah dari agama-agama besar hampir di seluruh tradisielah disusun suatu buku yang diperlakukan sebagai sebuah‘kanon’. Bibel Kristen, al-Qur'an, Bibel Hebrew (PerjanjianLama Kristen), Weda Hindu dan kitab suci Pali yangdipegang teguh di antara Budha Mahayana melaluiMahayana Sutra, adalah beberapa contoh kitab suci itu.

6. Konsep atau doktrin: tradisi Kristen, dengan doktrinortodoksnya, telah menekankan konsep dan teologi lebihkuat dari pada tradisi-tradisi yang lain, tetapis leuruh tradisimemiliki konsepd an doktrin yang penting bagi mereka.Meskipun berbeda, agama-agama monotheis tetapmenkankan tentang konsep Tuhan. Perbedaan itu adalahseperti: Apakah Tuhan itu Trinitas atau bukan. Tradisi agamaIndia semuanya menerima konsep kelahiran kembali sebagaisebuah perkiraan, tetapi tradisi agama monoteis tidak. Tetapitidak jelas, apakah semuanya itu merupakan pesan pertamaataukah pesan kedua, dari konsep dan doktrin-doktrintersebut.

7. Estetika. Hal ini sangat signifikan di kalangan grass rootsepanjang sejarah, di mana banyak di antara mereka yangtidak bisa membaca. Musik, tarian, memahat, ikonografi,

230 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

melukis, jendela kaca berwarna-warni, literatur yang luas,sangatlah penting bagi banyak orang, apakah bisa membacaatau tidak. Beberapa tradisi, seperti Islam, Yahudi atauKristen Protestan, terdapat sekelompok orang yangmenentang pemujaan berhala dan mempertanyakanpentingnya imajinasi. Ikonografi di Taj Mahal dan Karpet diPersia, adalah cara yang digunakan Islam untukmenyesuaikan diri dengan seni dan atau pemahatan. LukisanSt. Francis milik Giotto, Candi Hindu di Banaras, MasjidRaya Islam, Keagungan Candi Budah Borobudur,a dalahcontoh-contoh estetika yang membangkitkan.

8. Spiritualitas yang menekankan sisi dalam agama: beberapaorang berpendapat bahwa semua spiritualitas pada dasarnyasama, yang membedakan hanyalah tradisi atau strktur dasaryang tidak dapat dipungkiri ada dalam seluruh agama.Mistisisme Kristen, sufi Islam, orang suci dalam Yahudi,yoga Hindu dan Zen adalah contoh-contoh spiritual itu.Selain itu, orang yang dianggap luar biasa juga penting.Mereka terlibat dalam karya-karya bijak, mereka telah begitusetia kepada Tuhan, menyau dengan alam, atau bagian batinterdalam mereka adalah sebagai cara alamiah untukmengungkapkan spiritualitas mereka.

Saya berpendirian bahwa seluruh tradisi agama memilikidelapan elemen ini --dan mereka memilikinya dengan bobot yangberbeda, berdasarkan pada wilayah yang berbeda, manakah yanglebih penting bagi masing-masing tradisi itu.

Elemen terakhir dalam model ini sulit diungkapkan dalamkata-kata. Ia ada dan signifikan dalam tradisi semua agama. Adadua kata yang tidak begitu ideal tetapi mampu menyampaikannuansa yang ingin dicapai oleh seseorang, yaitu: iman dankesengajaan. Mereka menyatakan bahwa dalam kehidupanseorang pemeluk keyakinan, yang meyakini segala hal, termasukdelapan elemen di atas, bersama-sama dan membuat hidup lebihbermakna. ‘Keimanan’ atau ‘kesengajaan’ ini ada dalam seluruhtradisi agama dan bagi pemeluk kepercayaan adalah kepercayaankepada transendensi melalui fokus antara yang menggerakkandan menumbuhkan semangat kehidupan mereka.

Pada kedua tingkat, teologi maupun studi agama, modelini sangat penting dengan tiga alasan. Konsep pertama, yang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 231

sangat dipentingkan dalam teologi hanya satu dari delapanelemen yang disusun dalam odel ini. Studi agama memuatseluruh elemen itu, yaitu: komunitas religius, ritual, etika,keterlibatan sosial dan politik, kitab suci dan mitos, konsep,estetika dan spiritualitas, tanpa menekankan manakah yangpaling utama dari delapan elemen tersebut. Lebih dari itu, konsepini melintasi batas-batas tradisi dan tidak mengandung vestedinterest dalam menampilkan berbagai tradisi tersebut.

Kedua, konsep ini membawa kita kepada suatu pemikirantentang transendensi, fokus antara dan kepercayaan ataupengakuan yang ada dalam teologi. Bagi tradisi agama tertentu,yang memiliki arti penting adalah iman dalam transendensimereka melalui fokus antara, dan inilah yang akan mengarahkankepada suatu bentuk teologi yang partikular. Meskipun begitu,sebagai tambahan, model ini dapat mengarahkan kepada strukturdan makna general dari tradisi agama yang partikular, hal yanginilah yang mendasari munculnya asumsi tentang adanya interestgeneral. Merek dapat menunjukkan bahwa secara radikal agamaakan berbeda ketika secara ketat kita menggunakan kerangkamodel ini untuk membandingkannya. Di sisi lain, model inidapat juga dilihat dalam arah keimanan dan transendensi sebagaikategori teologi universal dan untuk itu juga dalam wilayahteologi agama yang umum. Kita akan kembali kepada topik ini,nanti.

Ketiga, meskipun teologi mempunyai kecenderunganterhadap formulasi doktrinal, model ini menunjukkan bahwaformulasi semacam ini bisa jadi sangat luas dan beragam. Teologimempunyai kepentingan dalam delapan elemen di atas dankepentingan itu pada saat ini telah tumbuh dalam tradisi yangberbeda. Kita menyaksikan meningkatnya interest teologiterhadap komunitas religius dalam teologi ritual dan liturgi,dalam etika teologis, teologi doktrinal, teologi seni, dan teologispiritual. Ringkasnya, meskipun batasan-batasan dan interestteologi dan studi agama itu berbeda, perbedaan ini tidakmenyebabkan terjadinya ketegangan di antara keduanya.Keduanya mempunyai keterkaitan dalam berbagai hal yang telahkita jelaskan dalam hubungannya dengan model pengetahuanBarat dan dalam kaitannya dengan satu model studi agama.

232 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Krusial untuk melihat hubungan antara teologi dan studiagama lebih dalam lagi, untuk memperoleh suatu gambaran,sebelum melihat lebih jauh, contoh-contoh khusus pendekatanteologis terhadap studi agama. Contoh-contoh ini akan diulasdalam empat pokok: teologi-teologi agama-agama, teologi-teologiagama, teologi agama dan teologi agama global. diharapkankerangka ini akan memperjelas isu utama yang tengahdiperbincangkan.

2. Teologi-teologi Agama-agamaBagian ini merupakan pekerjaan dalam studi agama yang

harus diwaspadai dan difahami, teologi-teologi yang berbedadari agama-agama yang berbeda. Teologi semacam ini seringkalimenjadi teologi pengakuan (confessional). Para ilmuwan studiagama saat ini, menekankan hal ini, tetapi dalam pendekatannyaterhadap teologi-teologi ini akan memahami dan bukanmengadopsi sisi pengakuan dari tradisi-tradisi tertentu yangdiyakini. Pendekatan ini sebenarnya lebih banyak menekankansisi fenomenologis. Yang dimaksud dengan epoche adalahmeletakkan posisi subyektif seseorang dalam kerangka tertentuuntuk melihat dunia melalui pandangan orang lain, danmenggunakan einfuhlung untuk menaruh empati padapandangan orang lain, dan memperhatikannya kita akanmemahami sisi keimanan orang lain, tanpa kita mengadopsinyauntuk diri sendiri (cf, h. 77-78).

Seperti yang telah kita lihat bersama, sistem konseptualtradisi agama hanya merupakan satu bagian saja dari strukturyang ada padanya (delapan elemen menurut model saya, jikaditerima). Seluruhnya adalah bagian yang teramat penting, secarakonseptual apa yang diyakini oleh tradisi-tradisi tentang dirimereka sendiri mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komunitashidup mereka, religius, ritual, etika, keterlibatan sosial danpolitik, kitab suci dan mitos, konsep, estetika dan spiritualitasmereka. Bagi beberapa konsep tradisi agama satu elemen bisa jadimemiliki nilai yang tinggi sementara bagi yang lain kurangbegitu bernilai –tetapi tidak ada satu tradisi pun yang tidakmenaruh nilai pada elemen-elemen ini. Di kalangan agama-agama tradisional perhatian yang ketat sudah diberikan kepadapenafsiran dan pernyataan teologis. Secara tradisional, Budha

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 233

menaruh perhatian yang tidak begitu besar kepada karya-karyaintelektual. Tetapi jelas bahwa konsep yang disebut sebagai TheFour Noble Truth, yaitu hakikat Dharma, Nirwana, Budhahooddan Budhistavahood sangatlah penting tidaks aja bagi teoriBudha, tetapi juga praktek Budha. Jadi, bagian pendekatanteologis pada studi agama memberikan kemungkinan kepadapara ilmuwan untuk mendapatkan kerangka konseptual yangakurat dan jelas dari berbagai tradisi yang berbeda, sehinggamuncul kesan bahwa perand an tujuan konsep dan teologiberbeda dari satu tradisi ke tradisi lainnya.

Sistem teologi dan bentuk konseptual tersusun. Danberubah sesuai dengan konteks budaya dan kajian kontemporerdari sejarah yang teramat panjang. Sistem dan konsep itu jugaberkembang sesuai dengan kepentingan dan prioritas-prioritasyang berbeda dari cabang-cabang yang berlainan dari masing-masing tradisi. Jadi, Katholik Romawi, Ortodeoks Protestan danPantekosta menafsirkan teologi Kristen dengan cara yangberagam. Therovada dan Mahayana dalam Budha berbedaberdasarkan kepada kitab suci dan konteks sejarah mereka.Ortodoks, Reformis dan Konservatif Yahudi juga memiliki dialoginternal teologi mereka.

Tradisi cenderung berbeda berdasarkan kepada basisdoktrin inti yang kurang atau lebih bersifat ‘’given’’. Pada tahun1148-115 Peter Lombard menawarkan Sentence (Sententiorum LibriQuattior)-nya yang berdasarkan kepada empat pokok. Pertama,difokuskan kepada Trinitas, kebaikan dan keburukan; keduapada penciptaan dunia, dosa dan ganjaran perbuatan manusia;ketiga inkarnasi Kristus dan penebusan dosa olehnya, bersamadengan kebajikan yang dengannya manusia akan hidup, danfirman yang akan menolong manusia; dan keempat berkaitandengan sakramen dan ‘hari akhir’ (yang disebut denganeskatologi oleh para penulis modern). Banyak hal yang telahberubah selama delapan abad terakhir ini. Bahkan munculnyaReformasi Protestan yang berkeinginan kuat untuk kembali kemasa skolastik seperti Peter Lombard kepada Bibel sebagaisumber teologi paling otoritatif, telah berubah secara detail danbukans truktur doktrinnya. Teolog sistematik paling besar abadini, seperti Karl Barth, Karl Rahner dan Paul Tillich dapatdianggap sebagai kontinuias daris truktur masa lalu.

234 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Hal sama juga benar adanya dalam tradisi agama lain.Dalam Islam penekanan kepada Allah sebagai hal yangtransendental dan satu-satunya Tuhan dengan saran al-Qur'anmelalui Muhammad, dan penekanan terhadap lima rukun Islamdan syari’ah (hukum Islam) sebagai kunci menempuh kehidupanyang benar, selalu konstan.

Sepanjang tradisi Yahudi, ajaran Maimonides tentangkeimanan yang muncul sejak abad ke-12 sampai dengan hari inimasih tetap ada, meskipun debat konstan menjadi batu ujian bagiformasi konseptual Yahudi. Ajaran tersebut terbagi ke dalam 13bagian: (1) keberadaan Tuhan; (2) keesaan Tuhan; (3)interporealitas Tuhan (ada dalam Kristen); (4) keabadian Tuhan;(5) kebutuhan menyembah Tuhan; (6) pentingnya kenabian; (7)sentralitas kenabian Musa; (8) Taurat sebagai kitab suci yangbersumber dari Tuhan; (9) kebenaran Taurat abadi; (10) Tuhanmengetahui perbuatan manusia; (11) ide bahwa Tuhanmemberikan hukuman kepada kejahatan dan memberikanganjaran kepada kebaikan; (12) peranan Messiah; dan (13)kebangkitan dari kematian.

Bagi Hindu, dari zaman klasik hingga dengan hari ini,konsep-konsep kunci yang bersifat pasti telah ada dan menjadiparameter bagi cara hidup umat Hindu. Pusatnya adalah padapemikiran bahwa Brahman merupakan realitas puncak di balikalam semesta; Atman sebagai sisi batin manusia yangsesungguhnya; umat manusia merupakan lingkaran kelahirankembali yang tiada putusnya; penyelamatan sebagai pembebasandari lingkaran kematian kembali; jalur realisasi batin (jnana),kesetiaan (bhakti), dan keterlibatan aktif di dunia (di bawahbimbingan Tuhan) sebagai jalan menuju keselamatan’ dan perandewa, seperti Syiwa, Wisnu, Dewi dan dua ‘inkarnasi’ (avatras)utama Dewa Wisnu; Rama dan Krishna ada dalam proses ini.

Cukup bijaksana untuk ditulis di sini bahwa kata ‘Teologi’adalah kata yang berbau Kristen dan Barat, dan kata ini sangattajam berkaitan dengan tradisi Budha yang menanggalkanpemikiran pemikiran tentang ketuhanan (dalam pengertianBrahman) dan bahkan ‘diri’ yang nyata (dalam pengertianAtman). Meskipun tidak ada cukup ruang untukmemperbincangkan lebih lengkap tentang hal ini, terdapat satu

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 235

kasus penggunaan kata seperti ‘transendentologi’ sebagai gantiteologi untuk mengakomodasi pemikiran Nirwana dan Dharmadalam Hindu yang juga memiliki nilai transendental.

Dalam menganalisa teologi-teologi agama-agama,ilmuwan agama akan menaruh perhatian pada daya tariksejumlah perbedaan teologis dalam tradisi agama. Hal ini berlakubagi perbedaan substansi dan perbedaan cara dalammelaksanakan teologi itu. Perbedaan-perbedaan dalam tradisi inibisa jadi bertepatan dengan perbedaan di luar tradisi. Hanya adasedikti ruang dalam penelitian ini untuk menyinggung empatcabang serupa.

Pertama, seperti telah ditulis di awal, teologi tidak hanyaterbatas pada formulasi-formulasi doktrinal. Pada model yangtelah dianalisa di awal, ada delapan elemen dari bentuk konsepyang satu. Makin berkembangnya tradisi agama, khususnya padasaat ini telah menyebabkan diterapkannya refleksi konseptualpada ketujuh elemen dari model di atas, yaitu: komunitas agama,ritual, etika, keterlibatan sosial dan politik, kitab suci dan mitos,estetika dan spiritualitas. ‘Teologi-teologi’ yang melibatkanelemen-elemen ini semakin signifikan tidak hanya di lingkunganKristen tetapi juga dalam berbagai diskusi tentang tradisi-tradisilain. Tidak jarang hal ini cenderung memperlihatkan konvergensiseperti pada kasus spiritualitas. Pada saat berlainan, cenderungberlawanan arah, seperti yang ditunjukkan dalam kasus ritualdan kitab suci. Tentu saja, aliran filsafat perennial (philosphiaperennis), termasuk beberapa elemen dari komunitas keimananyang berbeda seperti Sayyed Hossein Nasr, Huston Smith, A.K.Comaraswany, R. Guenono, T. Barckhardt, M. Lings dan FritjofSchuon, telah memperdalam tesis bahwa agama-agama ituberbeda secara eksternal (dalam cara formal, tetapi tidakd alamjudgemental), tetapi secara internal agama-agama itu pada levelspiritual bisa bersatu.

Kedua, terdapat tipe-tipe teologi yang berbeda dalammasing-masing tradisi. Dalam terminologi yang mendasarterdapat empat tipe.1. Tipe teologi yang deskriptif, historis dan positivistik yang

amat disukai oleh kalangan sejarawan dari masing-masingtradisi yang berusaha untuk menggambarkan secaradoktrinal hal-hal apakah yang memainkan fungsi, tanpa

236 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

melintasi batas-batas ketetapan nilai. Karena ketetapan nilaiitu tidak dapat dihindari seluruhnya bagi konteksnya sendiriyang mengandung persangkaan yang tidak bebas nilai.Inilah hal yang paling dekat dengan fenomenologis danmemusatkan diri pada gambaran iman dan bukanpengakuan.

2. Tipe teologi yang berusaha untuk meringkas doktrinkomunitas iman dalam wujud pengakuan. Usaha ini tidakuntuk membebaskan diri dari nilai, tetapi bertujuan untukmembentuk suatu posisi doktrinal dan pengakuan keimananalam satu cara yang akan memperkokoh tradisi. Seluruhtradisi memiliki tipe teologi ini.

3. Tipe teologi filosofis yang berusaha untuk menyatukan diridengan dengan posisi tradisi lain pada satu level filosofisdengan mengambil secara serius posisi-posisi itu danbereaksi terhadapnya. Tipe ini memungkinkan debat danpertukaran pendapat yang lebih luas dari pada sekedar tipepengakuan. Juga berusaha memasuki seluruh wilayahbudaya dan posisi agama serta filosofis yang lain. Salahs atutujuannya mungkin masih terkesan apaologetik,mempertahankan dan menampilkan posisi seseorang denganargumen rasional. Jadi sebuah titik yang hadir kemudianadalah suatu tradisi partikular membuka diri terhadaptradisi lain dan berusaha untuk menyamakan posisinyadalam konteks dunia yang lebih luas. Ada ruang untukberpendapat bahwa perpecahan bisa juga terjadi. Contohnya,para pemikir abad pertengahan dari tradisi monoteistiksaling bahu membahu pada level filosofis dalam upayamereka untuk membuktikan keberadaan Tuhan, sementarapada level pengakuan dalam kitab suci, dan kepercayaanmasing-masing, akomodasi itu jauh lebih kecil di antaraposisi para pemikir seperti Maimonides dalam Yahudi,Aquinas dalam Kristen, Ibnu Shina dan Ibnu Rusyd dalamIslam.

4. Tipe teologi yang disebut dengan teologi dialogis. Tipe inilahyang paling umum di era saat ini, tetapi bukan berarti tidakada sama sekali pada tradisi masa lalu. Teologi dialogismelibatkan keinginan bebas untuk mengetahui tradisi lainuntuk kepentingan mereka sendiri, bukan semata-mata

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 237

untuk alasan-alasan apologetik. Juga melibatkan pengertianbahwa hal-hal yang tengah menjadi bahan kajian bisa sajadiketahui dari orang lain,d an dengan melintas ke tradisi lainmelalui dialog seseorang dapat kembali dari pengalamanyang berharga bagi tradisi itu dan menghargai partnerdialognya.

Seluruh tipe teologi di atas, diambil dari tradisi partikulardan dari titik pandangnya masing-masing. Dan hal inidibenarkan dalam hubungannya dengan posisi sejajar dalamdialog.

Jenis ketiga dari perbedaan dalam teologi itu lahir daricabang-cabang yang terpisah dari sebuah komunitas religiusyang partikular. Ketika terjadi perpecahan yang radikal, makaperbedaan itu semakin nyata. Tradisi Budha secara radikalmemisahkan diri dari tradisi Hindu dengan isu dasar apakahrealitas puncak (Brahman) itu, apakah ‘diri’ nyata yangmenggembleng manusia (Atman) dan apakah sistem kasta itubenar. Pada titik yang lain, tradisi Budha adalah kelanjutan daritradisi Hindu, yang darinya kemudian muncul tradisi itu. TradisiKristen bereaksi melawan tatanan Yahudi dan pada saat yangsama berusaha memperbaiki tatanan itu, seperti halnya tradisiIslam yang memandang dirinya sebagai penyempurnaan tradisiYahudi dan Kristen dan pada saat yang sama mengabograsielemen-elemen yang melekat pada dua agama itu. Dalam semuakasus ini menunjukkan bahwa terdapat perpecahan radikaldalam tradisi dan munculnya agama baru.

Bahkan yang lebih sering terjadi adalah gerakan-gerakanreformasi atau perpecahan yang terjadi dalam berbagai tradisidengan jalan munculnya cabang baru dalam satu agamaberhubungan dengan pandangan teologinya masing-masing.Masyarakat Eropa abad pertengahan melihat perpecahan antaraKatolik Barat dan Ortodoks di Timur; Eropa abad ke-16 melihatperpecahan antara gereja Katolik Romawi dengan gerejaProtestan; dan pada abad ini telah muncul Kristen Pantekostayang memiliki keyakinan tentang petingnya peran spiritualitassuci. Dalam Islam, perpecahan dalam wilayah teologi ini,utamanya terjadi antara Sunni dan Syi’i. Dalam Hindu,Sampradayas untuk taat kepada orang-orang suci yang berbeda,seperti Syiwa, Wisnu, dan Dewi telah menyebabkan munculnya

238 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

teologi-teologi yang berbeda-beda. Dalam Budha, Therodava,Mahayana, dan komunitas Budha Tibet telah terpecah karenaperbedaan geografis dan cara-cara konseptualnya.

Jenis keempat, dan dalam banyak hal perbedaan yanglebih penting –baik dalam satu tradisi maupun lintas tradisi-adalah pandangan-pandangan teologi yang saling bertentangan.Disharmoni antara pandangan-padangan teologi ini kadang-kadang lebih nyata dari pada perpecahan antara agama-agamaitu sendiri. Empat pandangan utama yang berbeda itu adalahtradisionalisme positif, pencarian terhadap pemulihan kreatif atassatu tradisi, jalan yang harus ditempuh untuk reformasi danpenyesuaian, dan restatement dan reinterpretasi yang radikal.

Tradisionlaisme positif melibatkan pandangan teologiseseorang yang teramat oekat, sehingga menutup diri terhadapsegala kemungkinan angin perubahan yang menimpa suatutradisi. Dengan begitu, mereka berharap bahwa badai akanberlalu dengan sendirinya, jika keyakinan seseorang diperkuat.Di samping itu, keengganan untuk melakukan perubahan berartiatau keyakinan bahwa simbol-simbol mulia dan ritual telahkehilangan efektivitasnya. Mencemaskan hal-hal yang ada padamasa lalu tanpa membuat proyeksi masa depan. Dalam beberapahal, hal ini ada pada beberapa agama besar saat ini; sebelumVatican II gereja Katolik Roma; sebelum terbangnya Dalai Lamake India, hal serupa juga tradisi Budha Tibet. Semua kelompokagama memilikis ayap teologi yang berusaha untukmempertahankan tradisi dengan harapan bahwa resistensiterhadap perubahan itu akan terus berlanjut untuk jangka waktuyang tidak terbatas.

Restorasi kreatif dari tradisi bersaha untuk memugatradisi, tetapi dengan cara yang proaktif dan dinamis. Aliranteologi ini kadang agak konservatif dan cenderung ke sayapkanan. Bahkan terkesan fundamentalis. Padahal sangat kreatifdan bertujuan untuk melakukan revitalisasi rangkaian tradisi.Juga berusaha untuk memperkuat akar tradisi dan memugar apayang dianggap penting dan berguna. Hal inilah yang kadang-kadang menyebabkan hilangnya identitas dan kebutuhan akandinamisme dalam memugar apa yang dianggap sebagai tradisiyang benar –menjadi faktor potensial dalam memunculkan posisiteologi yang kreatif dalam seluruh tradisi agama di dunia

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 239

modern. Restorasi semacam ini pernah dilakukan oleh duniaYishviah, Hasidhic dan sayap ortodoks modern dalam tradisiYahudi; dalam tradisi Kristen juga pernah muncul usaha untukmembangkitkan kembali konservativisme evangelis; dalam Islampernah muncul kepercayaan yang tinggi (pada akhir 1972,banyak kalangan dari umat Islam yang mengingatkan lemahnyatradisi mereka) berkaitan dengan gerakan konservatif; demikiandalam Hindu dan Budha, usaha semacam ini juga dilakukanuntuk merestorasi dan revitalisasi ruang tradisinya.

Meskipun pusat perhatian kini tertuju kepada kelompok-kelompok fundamentalis, seperti Ikhwanul Muslimin dalamdunia Islam, Rabbi Kahanes dalam dunia Yahudi, BJP, HinduMahasabha dan RSS dalam tradisi Hindu serta elemen-elemenBudha tertentu di Sri Lanka, mereka tidak memiliki seluruhspektrum teologi yang terlibat dalam pemugaran tradisi secarakreatif yang menyisakan pilihan teologi yang penuh dengansemangta di berbagai komunitas.

Tiga pandangan teologi paling utama dalam komunitas-komunitas keimanan, hanya yang liberal yang menekankanreformasi, penyesuaian dan penyelarasan dengan tuntutanperkembangan modernitas. Gerakan mengambil bentuk yangberagam tergantung kepada konteks dan kondisi kebudayaan,tetapi tetap melibatkan pengakuan untuk mengikutsertakanteologi dalam melakukan perubahan di dunia. Perubahan itutermasuk lahir (dan runtuhnya) Marxisme, tumbuhnyahumanisme sekular, munculnya negara bagian baru, doronganmodernisasi, concern pada reformasi sosial, munculnya peranwanita, perubahan status sains, perhatian pada bumi danlahirnya masyarakat flobal. Posisi reformasi ini telah membukakebutuhan teologi untuk melakukan interpretasi padangan duniakonseptual tradisi agar dapat berbicara di tengah tuntutanperubahan dunia.

Reformasi bisa jadi diarahkan kepada wilayah internalkomunitas agama, seperti penggantian bahasa lokal menjadibahasa latin dalam Katolik Roma atau adaptasi ritual di candiHindu terhadap tuntutan yang lebih kontemporer. Reformasi itujuga bisa mengambil ekspresi dan gerakan yang spesifik sepertiJudaisme Konservatif dan Reformis, Protestanisme Liberal, neo-Hinduisme, neo-Konfusianisme, karya Maulana Abul KalamAzad, dan orang-orang seperti Dalai Lama. Seluruh model ini

240 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

seringkali muncul secara spontan dalam hidup dan teologi parapemeluk kepercayaan lokal dalam situasi lokal pula.

Reformasi juga bisa berbentuk elemen-elemen (dari satutradisi) yang sesuai dengan tradisi lain yang dapat diadopsi olehsatu komunitas tertentu di zaman modern ini. Contohnya adalahpemikiran dan inspirasi mahatma Gandhi telah diselaraskan olehLuther king dalam tradisi Kristen; Ariyaratna di Sri Lanka,Vinoba Bhave di India, serta banyak lagi contoh yang terlalubanyak untuk disebutkan di sini. Teologi Kristen non-Barat telahdipengaruhi oleh pandangan penduduk Amerika tentangekologi, pandangan spiritualitas Hindu, pandangan tentangpentingnya visi di Afrika, pandangan post-denominasionalismeChina, dan lain-lain. Hal yang sama juga benar adanya dalamtradisi-tradisi lain.

Reformasi dapat juga dilakukan dengan menyesuaikanelemen-elemen tradisi yang pernah dibuang atau ditolak, untukdigunakan pada konteks kekinian. Contohnya adalah parapendeta modern dapat membangkitkan semangat responsa abadpertengahan dalam refleksi mereka terhadap peperangan yangfair, hak untuk memberontak, bio-etika, ibadah pada hari Sabath,kompromi religius, dan lain-lain. Umat Kristen dapatmenemukan kembali sensitivitas ekologi yang dulu pernah adapada Yesus atau St. Francis, atau spiritualisme yang telah adapada masa spiritualitas Barat klasik. Hindu dapat menemukankembali perhatian yang luar biasa besar kepada banyakpersoalan, kemajuan, sejarah, isu-isu keduniaan dan peran wanitadalam Kitab Rig Weda dan Trantas.

Pandangan teologi yang paling utama dalam berbagaitradisi agama adalah restatement dan reinterpretasi radikal.Termasuk kemampuan untuk menerima, bahwa beberapapersoalan yang pada era global ini, secara radikal adalah hal yangbaru. Dan bahwa mereka tidak dapat dipersandingkan denganrestorasi tradisi yang kraetif atau penyesuaian dengan reformasi.Hal yang secara teologis amat penting dan baru, sangatdibutuhkan untuk berbicara menghadapi situasi baru teknologidunia, etika medis, tantangan ekologi, perkembangan genetika,revolusi elektronik dan perspektif. Beberapa tradisi denganmudah bisa menerimadan memperluas interdependensi radikaldari pada tradisi yang lain. Dua agama agaknya cukup sulit

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 241

untuk menerima kenyataan ini, yakni: karena concern merekapada pembentukan identitas baru setelah pembakaran, dan Islamkarena keinginannya yang kuat untuk membangun kembaliidentitasnya, setelah mengalami trauma atas pendudukan Baratterhadap sebagian besar wilayahnya. Dalam agama Kristen danHindu, Budha dan tradisi Jepang, proses reinterpretasi radikalitu dilalui dengan munculnya benih-benih penciptaan yangkreatif. Hal semacam inilah yang tidak dalam tradisi Islam danYahudi, bahkan dalam sebagian tradisi-tradisi besar.

Untuk menyingkat diskusi panjang tentang teologi-teologiagama-agama ini, para ilmuwan tertarik untuk mengeksplorasiteologi dari agama yang berbeda untuk memahami konsep-konsep intinya, tipe teologi masing-masing yang berbeda danperbedaan pandangan teologi pada masing-masing tradisi.Meskipun, teologi dalam pengertian doktrin dan konsep –danformulasi konseptual tentang persoalan tradisi lain hanyamerupakan bagian kecil dari masing-masing tradisi (dan dalambeberapa tradisi bahkan tidak mendapatka tempat sama sekali)—tetapi sulit untuk membayangkan seseorang akan memperolehpemahaman yang mendalam terhadap hampir seluruh tradisiagama tanpa secara serius mengambil teologi –atautransendentologi—mereka.

3. Teologi Agama PerbandinganSebelum langsung membahas teologi agama, sejenak kita

akan melihat perkembangan mutakhir pada apa yang mungkindisebut teologi agama perbandingan. Dua inovasi utama dalamwilayah ini adalah, pertama menelusuri perkembangankonvergensi teologis pada sejarah agama di masa lalu, dankedua, usaha-usaha kontemporer untuk membandingkan teologi,seperti yang dicontohkan oleh Keith Ward.

Baru-baru ini, saya dibuat terpesona oleh berlangsungnyasuatu konvergensi teologis, ketika agama-agama tertentuterisolasi dari agama lain, pada masa-masa tertentu dalamsejarah. Contohnya, saat ini adalah waktu yang tepat bagi kitauntuk memperbincangkan apa yang disebut sebagai Axial Agesepanjag abad ke-6 SM, ketika para pemimpin agama besarmengisolasi diri dari belahan dunia yang berbeda: filosof-filosofYunani, Hebrew dan Zoroasther di Timur Tengah, Budha dan

242 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Jain Mahavira dan penulis Hindu Upanishad di India, Konfusiusdan Taois di generasi awal di China. Contoh lainnya adalah abadke-14 Masehi yang dianggap sebagai lahirnya bentuk-bentukmistisisme di Timur dan Barat Kristen, Yahudi, Islam, Budha,Hindu, dan abad ke-16 Masehi yang menyaksikan munculnyateologi kebaktian secara serentak antara Kristen Protestan,kebaktian hd, Syiah dalam Islam, Sikh baru dan Pure LandBudhist.

Lebih spesifik lagi adalah daya tarik lahirnya konvergensiteologi dan pemikiran besar di bidang teologi, seperti al-Ghazalidalam Islam, Maimonides dalam tradisi Yahudi, Aquinas (1225-1274) dan Bnaventura (1135-1204) dalam tradisi Kristen,Ramanuja (1017-1137) dalam tradisi Hindu, Chu His (1130-1200)dalam tradisi Konfusianis dan Dogen (1200-1255) dalam tradisiHindu Jepang yang mengikuti aliran-aliran teologi serupa.

Jelas, mereka berteologi dalam tradisi masing-masingdalam kaitannya dengan sistem doktrinnya, tetapi arah, tujuandan hakikat sistematika pemikiran mereka (kecuali Dogen)hampir sama. Jadi, al-Ghazali membawa Islam kepada suatutatanan syari’ah (hukum), mistisisme sufi, dan unsur filsafatrasional ke dalam suatu sistem total secara serentak, yang selamabeberapa abad masih memiliki vitalitasnya di dunia Islam.Maimonides juga menampilkan hal yang kurang lebih sama didunia Yahudi dengan tafsir besarnya terhadap Taurat, tiga belasunsur keimanannya, dan karya filsafatnya, seperti Guide to ThePerplexed yang mengintegrasikan pemikiran Aristoteles ke dalamkerangka dunia Yahudi. Maimonindes mempengaruhi Aquinas,pemimpin intelektual dan spiritual pada era Dominic yang jugamengintegrasikan Aristoteles ke dalam teologi Kristen, misalnyadengan jalan sintesis Thomist yang masih menunjukkan getarnyadi gereja Katolik Roma sampai Vatican II pada tahun 1965.Semasa dengan Aquinas aalah Bonaventura, pemimpin PerancisBaru setelah St. Francis yang mengintegrasikan unsur-unsurpemikiran Plato ke dalam teologi Kristen dalam satu sintesis yangdidasarkan pada iluminasi dan bukan pada intelektualismeseperti pemikiran Aquinas.

Di India, Ramanuja mengintegrasikan dan mengadopsielemen dalam tradisi Hindu sendiri yang didasarkan padaVedanta dan mengintegrasikan ke dalam sintesis filsafat/teologibaru Kebaktian Tamil India Selatan yang sampai dengan hari ini

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 243

masih menjadi dasar filosofis bagi kebaktian Hindu. Di China,Chu His yang membawa tradisi Konfusian masa lalu ke dalamsintesis neo-Konfusian yang lebih sophisticated, danmengintegrasikan unsur-unsur dari Budha dan tao ke dalamsintesis neo-Konfusian. Sistem ini masih utuh tahun 1905, ketikaDinasti Man Chu runtuh, sejalan dengan pengujian sistem bagipelyanan sipil yang mendukungnya. Dogen di Jepang tidaksesistematis yang lain. Tetapi pasca kunjungannya ke China, diamenyesuaikan unsur-unsur Budhis Zen yang beragam ke dalampola Jepang yang memasukkan spiritualitas dan pemerintahandan pengetahuan.

Mengapa konvergensi sintesis teologi ini muncul padaabad ke-12 dan 13,a dalah pertanyaan yang menarik yang dapatmengundang jawaban dari sisi sosiologis, budaya, transendensi,bahkan filsafat. Konvergensi teologi ini penting untuk ditemukankembali dalam pendekatan teologis terhadap studi agama.

Teologi agama perbandingan diupayakan oleh ilmuwandalam tradisi agama yang berbeda. Salah satu usaha untukmengembangkan bidang ini adalah apa yang dilakukan olehKeith Ward, dan yang sekarang ini kita pakai. Dalam bukunyaReligion and Relativism, yang diakui sebagai yang pertama dalamrangkaian eksplorasi terhadap teologi agama perbandingan,Ward membuka gagasan tentang wahyu pada level komparatif.Dia menggariskan bahwa wahyu telah memainkan peran yangvital dalam sejarah agama. Dia menunjukkan betapa pentingnyakonsep dan investigasi terhadap hakikat dan sumbernya, yangdibatasi pada lima agama besar: Kristen, Yahudi, Islam, Budha,dan Hindu.

Sub judul bukunya A Theology of Revelaion menjadi sangatpenting. Meskipun dia adalah seorang Kristen, secara tegas Wardmengakui bahwa dalam sebuah dunia yang global, teologi tidakdialihkan begitu saja pada tradisi-tradisi tertentu, komunitasreligius, sekalipun. Meskipun komunitas-komunitas religius itumembuka ‘jalan’ bagi mereka kepada tradisi partikular, doktrin-doktrin itu tidak dipandang sebagai terisolasi lagi. Teologimerupakan sebuah jalan yang universal sekaligus partikular.Ward mempertentangkan teologi pengakuan ‘yang menjelaskandan mempertahankan seperangkat klaim pewahyuan’ denganteologi perbandingan ‘yang menghendaki pengembangan kedalam seluruh tingkat klaim itu dalam sejarah manusia, tanpa

244 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

ada komitmen metodologis kepada kebenarannya.’ Jadi metodedalam teologi perbandingan menjadi plural, dialektikal, dan self-critical; menerima kehadiran wahyu lain yang tidak memilikijalan masuk yang unik dan berarti kepada kebenaran.

Jenis teologi perbandingan ini menjungkirbalikkan apayang saya sebut universalisasi teologi pada seksi berikutnya, danini merupakan perkembangan yang bermanfaat bagi teologiagama. Dalam kasus Ward, perkembangan itu dimulai dengandan dalam kasus universaliasi teologi Raimundo Pannikar, darisatu tradisi –tetapi tujuan eksplisitnya adalah masuk ke dalambidang-bidang salah satu agama menuju bidang yang lebih luasdari tradisi agama secara umum.

Salah satu contoh varian pada pendekatan ini adalahkarya kreatif Wilfred Cantwell Smith dalam bukunya What’sScripture?, di sini Smith tidak memulai dari satu tradisi danmelihat tradisi lain secara komparatif, seperti yang dilakukanoleh Ward dan Pannikar. Meskipun keimanan Kristen yangdianutnya tidak seluruhnya hadir dalam analisanya, usaha inidilakukannya untuk membuka seluruh teologi dari seluruhtradisi dalam satu cara baru dalam memberlakukan kitab suci.Dia mengajukan apa yang nanti kita sebut teologi agama.Sebelum sampai ke sana, kita harus mengkaji teologi-teologidalam pengertian sikap teologis yang diadopsi oleh tradisi-tradisiagama ke dalam dunia agama yang lebih luas, dengan jalanmenciptakan penegrtian teologi dari kenyataan agama lain. Kitaakan melihat tujuh macam teologi agama.

John telah menciptakan satu pemikiran yang terkenal,bahwa ada tiga sikap teologis utama yang dapat diadopsi olehtradisi-tradisi ke dalam bidang agama yang lebih luas:eksklusivisme, pemikiran bahwa posisi agama orang lain,seluruhnya salah, dan agamanya sendiri seluruhnya benar;inklusivisme, pemikiran bahwa agama lain mengandungkebenaran religius, tetapi pada akhirnya nanti akan includeddalam satu posisi; dan pluralisme, pemikiran bahwa tradisiagama mewujudkan dirinya dalam konsepsi yang berbeda danrespon yang berbeda pula terhadap yang Nyata ‘dari varianutama calon kultural manusia’. Tiga sikap teologis ini, dan tujuhsikap yang akan kita ulas secara singkat berikut, menunjukkanbahwa seseorang yang dilihat dari sistem teologi partikular darisistem yang lahir sebagai entitas-entitas yang terpisah. Mereka

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 245

mengasumsikan bahwa teologi berarti teologi partikular daritradisi agama yang partikulaistik. Tujuh sikap teologis menurutsaya, secara esensial sebenarnya merupakan perluasan dari tigapoin Hick di atas, kita akan melihatnya sekarang.

a) EksklusivismePoin ini adalah kemungkinan logis yang pertama,

yang seringkali dilakukan tetapi jarang mencapaikeberhasilan. Istilah ini menunjukkan arti bahwa posisiseseorang sepenuhnya benar dan posisi yang lain salah.Tidak ada kompromi yang mungkin diberikan terhadapposisi benar dari tradisi-tradisi lain. Tradisi-tradisi lain itutidak transenden, tidak benar dan tidak mengandungdimensi spiritualitas. Pengikutnya berada di luar lingkarankeselamatan dan tak satu harapan pun yang ada padamereka.

Eksklusivisme bisa mengambil beragam wujud. Bisajadi, wujudnya adalah penekanan akan pentingnyakepercayaan fundamental yang berbentuk inti keselamatandan tanpa itu manusia akan sesat; atau juga penekananpemusatan otoritas lembaga keagamaan, yang denganmenjadi bagian darinya, manusia akan memperolehkeselamatan; pada level sosiologis yang lebih jauh, bisa jugaberbentuk penekanan signifikansi suatu kelompok etnistertentu sebagai yang memiliki kebenaran agama. Varietaspertama, fundamentalisme keimanan, dapat ditemukan padaekspansi partikular Kristen yaitu fundamentalisme padatahun 1912-1914 dan kemudian muncul menjadi istilahfundamentalisme; ke dua dapat ditemukan dalam ungkapanbahwa di luar gereja tidak ada keselematan (extra ecclesiamnulla salus); dan ketiga muncul dalam bentuk pembatasanksta dalam Hindu klasik dan pembatasan etnik dalamYahudi klasik. Sangat jarang, eksklusivisme mengambilbentuk yang absolut. Kepercayaan, lembaga, dan perubahanorganisasi sosial atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dalamsatu era, tidak akan sama pada masa berikutnya. Sehinggapilihan (bentuk) bagi kaum eksklusivis, selalu ada.

b) DiskontinuitasSikap teologis kedua adalah diskontinuitas antara

posisi satu agama dengan agama lain. Hal ini dapat

246 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

ditemukan pada ungkapan teologi Kristen dalam karya KarlBarth, yang mengatakan bahwa wahyu adalah Tuhan yangturun kepada manusia dalam diri Yesus Kristus, sementaraagama adalah upaya manusia mencapai Tuhan denganharapan akan dapat menemui-Nya. Menurut Barth, adadiskontinuitas antara usaha Tuhan kepada manusia melaluiwahyu dan pencarian manusia kepada Tuhan melaluiagama. Meskipun muridnya, Henrik Kriemer, dalam banyakhal telah memperbaiki teori ini, secara mendasar, Barthmenegaskan bahwa agama dan wahyu saling bersimpangansatu sama lain, seperti kapal yang berjalan pada malam haridan tidak ada kontinuitas antara keduanya.

Selain itu, Hindu klasik juga menegaskan bahwa adadiskontinuitas antara tradisi Weda Hindu dan penolakanWeda oleh umat Hindu yang tidaka da persambungan dalamtradisi Hindu. Islam agak berbeda dengan yang lain, dalamhal diskontinuitas ini, dengan menyatakan bahwa meskipunYahudi dan Kristen adalah agama Kitab, sejauh ini merekatelah mengabograsi kitab sucinya sendiri dari tradisiawalnya, sehingga terjadi diskontinuitas dengan Islam.Diskontinuitas ini tidak sepekat posisi kalangan eksklusivis,tetapi tidak jauh berbeda darinya.

c) Sekularisme dan SpiritualismePilihan ketiga ini adalah hal yang berbau sosiologis

sekaligus teologis, danmungkin menghasilkan respon padalevel spiritualitas. Ini merupakan sikap teologis yang,utamanya, lahir sebagai refleksi Barat dan Judeo-Kristian atasmunculnya dunia modern yang sekular, dan responkepadanya dari beberapa kalangan yang melihatketerbatasan sains modern dan pandangan sekular.Kenyataan semacam ini dapat ditemukan pada ungkapanteologi Kristen klasik dalam buku Arend van Leeuw,Christianity in the World History, yang di dalamnya iamenyatakan bahwa pandangan dunia sains modern dansekularisasi yang dihasilkan darinya, secara mendasarmerupakan produk perkembangan Eropa Barat yang munculseolah-olah dari pandangan Bibel dan Kristen. Jadi, sainsmodern dan sekularisasi tidak akan muncul di China atauIslam, sebagai akibat ilmu pengetahuan yang telah

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 247

dicapainya. Ilmu dan teknologi telah memiliki benih-benihnya dalam pandangan dunia Judeo-Kristen lewatpenekanannya terhadap penciptaan alam oleh Tuhan,perwujudan Tuhan dalam diri Kristus, pentingnya dunia ini,zat, sejarah, tubuh, dan hidup di dunia ini serta proseshistorisnya yang unik. Ada unsur kebenaran yang teramatterang di sini. Meskipun van Leeuw dan koleganyacenderung menafikan peran Yunani dalam perkembangansains yang potensial ini. Meskipun mereka tetap menegaskanbahwa sepanjang tradisi Kristen ada, ia telah menjadi motorpenggerak munculnya sains, teknologi dan sekularisasi dapatmenangani dan menguasai proses ini, sementara tradisi lainditakdirkan lemah, sebelum datangnya gelombangsekularisasi.

Respon dari kalangan Timur dan dari beberapaelemen di Barat dan budaya Kristen yang tidak dipengaruhioleh supremasi sains dan pandangan dunia sekularisasi,telah menggariskan kebutuhan ‘spiritualisasi’ yang lebihbanyak sebagai pencegah terhadap sekularisasi yang taktertolong. Reformis neo-Hindu menggariskan bahwa sainsdan sekularisasi harus diimbangi dengan spiritual. GerakanNew Age pada saat ini menunjukkan tesis yang serupa (cf.h.214-220).

d) FulfilmentSikap teologi dalam bentuk pengabulan telah menjadi

satu hal yang cukup kuat dalam seluruh tradisi. Berdasarkanpada hal ini, seluruh tradisi agama mempunyai aksesterhadap transendensi, kebenaran, dan sisi spiritual. Masing-masing agama memiliki kekuatan dan validitasnyatersendiri. Walaupun begitu, pengertian itu parsial, genuine,dan akhirnya tradisi lain dan sisi wawasan merekaditakdirkan untuk disimpulkan oleh wawasan yang lebihlengkap dan kekuatan yang lebih luas dari tradisi lainnya.J.N. Farquhar dalam buku Crown of Hinduism yang ditulispada tahun 1913 merupakan contoh yang cukup baik darikalangan Kristen dari titik pandang ini. Dia menggariskanbahwa tradisi Hindu memiliki banyak keistimewaan danbanyak wawasan yang memadai yang bisa difahami dan

248 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

dihargai, tetapi sayang, ia ditakdirkan dilengkapidisempurnakan oleh Kristus yang merupakan puncakHinduisme. ‘Kami mengatakan ini, bukan dengan arogansi,bukan dengan semangat kekelompokan, tetapi kami katakandengan mata terbuka dan dengan penuh kesadaran ataskarakter menakjubkan yang kita ciptakan.’ Tradisi lain punmemiliki pendapat yang sama. Islam mengklaim telahmelengkapi aspirasi spiritual tradisi Hindu, filsafat Yunanidan hukum Yahudi adalah guru yang membawa manusiakepada Kristus.

Theilhard de Chardin melengkah lebih jauh danmengaskan bahwa seluruh proses kosmis, termasuk tradisiagama dan segala sesuatu yang lain, ditakdirkan untukdisempurnakan oleh Kristus kosmis yang menghasilkanomega point. Sri Aurobindo mengikuti garis pemikiran yangsama sekali bahwa saling melengkapi itu ditemukan dalamSacidananda, tradisi Hindu tertinggi; dan bagi SirMuhammad Iqbal, sumber fulfilment itu ditakdirkan untukdapat ditemukan dalams atu model Islam yang ideal. Jadispiritualitas dan unsur ideal seluruh tradisi agama tidak akanhilang, tetapi akan menemukan resolusi, tidak dalam tradisimasing-masing, melainkan dalam satu matriks fulfilmrentyang lebih luas.

e) UniversalisasiTeologi universalisasi melangkah selangkah lebih

jauh dari teologi fulfilment. Para pendukung teori inimenegaskan bahwa tidaklah cukup bagi satu tradisi untukmelengkapi yang lain, apa yang dibutuhkan adalah bahwatradisi lain, secara otentik seharusnya dimasukkan ke dalamsatu proses universalisasi. Starting point-nya bisa jadikategorisasi teologis terhadap suatu tradisi, tetapi tujuannyaadalah bahwa kategori teologis dari tradisi lain, secaragenuine, seharusnya diikuti dengan kerangka yang lebihuniversal.

Tradisi Hindu, secara tidak langsung, memunculkansatu jenis universalisasi teologi implisit pada jalannyasendiri. Tradisi Katolik Romawi dalam perspektif Kristentelah menggunakan pendekatan ini lebih dari pada yang lain.Dalam diri Hans Kung, Karl Rahmer (dengan pemikirannya

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 249

tentang Kristianitas tanpa nama), dan Raimundo Pannikar,perspektif yang digunakan telah lebih jauh dan diketahuisecara lebih luas. Pemikiran Pannikar adalah instruktif.Pemikiran pertamanya adalah bahwa Tuhan datang dalamdiri Kristus untuk menyelamatkan manusia, konsep teologiKristen yang teramat terang. Bagaimanapun juga, diabertanya apakah hal ini telah dipraktekkan ketika manusia,sebelum dan sesudah masa hidup Kristus tidak pernahmendengar tentang dia? Jawabannya adalah bahwa Tuhanmenyediakan sarana untuk menyelamatkan seluruh umatmanusia lewat Kristus dengan menjadikan tradisi agama lainsebagai sarana, dan dengan demikian dia bisa berbicaratentang Unknown Christ of Hinduism. Startting pointteologisnya yang kedua adalah suara nyaringreformasibahwa keselamatan itu diperoleh melaluikeimanan. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah yang kitamaksud dengan keimanan itu? Jika yang kita maksud adalahpenelitian otentik dan bukan jawaban yang benar padapertanyaan teologis, maka seluruh tradisi terbuka untukkategori keselamatan melalui keimanan. Konsep teologi yangketiga cenderung eksklusivistik, yaitu bahwa ada satu Tuandan Perantara, Kristus. Dengan begitu dia telah melakukanuniversalisai pemikiran tentang Kristus. Keselamatan,klaimnya, berpusat pada Kristus, tetapi ‘perannya sebagaiperantara adalah independen dari agama yang diakui olehseseorang, dan dari tempat atau waktu keberadaannya dibumi, apakah di luar atau di dalam Kristiani, atau denganmaupun tanpa eksistensi historis gereja. Kristusmenyelamatkan manusia secara universal, tetapi melaluisakramennya sendiri-sendiri.

Pendekatan ini menimbulkan banyak pertanyaan, takkurang dari apakah manusia dari tradisi lain menaruhperhatian pada Kristus, meskipun ia adalah universal.Meskipun begitu, terdapat usaha-usaha teologis lain untukuniversalisasi hakikat Budha atau rama, kebenaran, wujud,kehampaan, Tao dan lain-lain yang menegaskan bahwauniversalisasi teologi itu memang benar-benar ada.

f) Dialog

250 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Bagi beberapa kalangan, teori dialog bukanlahmerupakan pendekatan teologis kepada tradisi agama lainsebagai usaha untuk berhubungan dan bergandengandengan mereka. Bagi mereka, dialog lebih tepat dianggapsebagai metode dan bukan pendekatan teologis itu. Adaunsur kebenaran di sini. Walaupun begitu, dialog menjadisatu pendekatan teologis dengan kebenarannya sendiri.Artinya, dialog adalah gerakan antariman yang secara globalpengaruh dan akibatnya tumbuh aktif. Hal ini ada dan aktifdi antara seluruh tradisi agama dan pada tingkat yangberbeda-beda.

Pada satu tingkat, dialog adalah gerakan grass-root diantara orang-orang biasa; pada tingkat yang lain, sepertiyang berlangsung di China baru-baru ini, dialog bisadilakukan oleh pemerintah (karena motivasinya sendiritetapi dengan konsekuensi-konsekuensi yang tak terduga).Dialog mengambil bentuk akademik dan dipusatkan padapertemuan para ilmuwan; atau pertemuan lokal yangmelibatkan pemeluk keyakinan yang committed untukmenumbuhkan dialog secara eksistensial maupun teologis.Pada tingkat yang lain lagi, bisa juga berupa dialog terencanaantara perwakilan tradisi yang berbeda atau antara parapemimpin agama, seperti Pertemuan Asisi dan Follow Up-nya.

Teori dan tujuan dialog sangat beragam. Bagisebagian kalangan, ia bisa jadi mempunyai tujuan sekulermenggali lubang atau membangun bangsa; bagi yang lainbisa jadi menambah penguatan teologis dan pengertiankemanusiaan; bagi sebagian yang lain bisa menjadi kesaksianyang saling menguntungkan bagi keimanan masing-masing;bisa juga menjadi arena berbagi dalam tatarans piritual yangmendalam dengan melintasi tradisi lain dan kembali (kepadatradisi sendiri) dengan kekayaan spiritual baru. Nampaknya,belum pernah terjadi, para biarawan (dengan sumberspiritualnya) begitu menonjol dalam dialog.

Melalui proses dialog antariman yang luas, sebuahdialog teologi akan muncul dan dialog membuktikanmanfaatnya bagi sistem teologi partikular. Contohnya,orang-orang Hindu terkemuka, seperti Ram Mohan Roy,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 251

Keshub Chander Sen, Vivekananda, Radhakrisnan danAurobindo, banyak belajar dari teologi Kristen. UmatKristiani telah memperdalam teologinya melalui dialogdengan tradisi lain. Benar bahwa dialog umat Kristiani dinegara-negara non Barat di mana partner dialognya secarakultural mungkin signifikan. Tidak hanya Aquinas danBonaventura saja yang belajar dari Aroistoteles dan Plato,tetapi juga, untuk menyebut dialog umat Kristen dengantradisi Hindu, de Nabilli belajar dari filsafat Nyaya,Appasamy belajar dari Ramanuja, Chenchiah bisa belajardari Aurobindo, dan Sadhu Sudhar Singh belajar dariketaatan Hinduisme. Potensi teologi dialogis adalahmembarui sistem teologi partikular dan membina sertamengarahkan pada teologi global yang luas dan kaya dimasa mendatang.

g) RelativismeSikap teologi ke tujuh dan yang terakhir yang dapat

diadopsi oleh agama untuk menuju dunia agama yang lebihluas adalah relativisme. Kaum Jain menekankan bahwapandangan ini lebih dari yang lain –relativisme kebenaranagama yang radikal. Analogi orang India tentang orang butayang memegang seekor gajah dan merasakan ekor, belalai,kaki, pinggul dan lain-lain sebagai gajah secara keseluruhan,padahal jelas yang mereka pegang adalah hanya bagian daribinatang itu, relevan dengan pemikiran bahwa kebenaranagama yang partikular adalah parsial dan tidak total. UmatBaha’i mengambil relativisme dengan tujuan yang lain,dengan konsep mereka tentang datangnya manifestasi Tuhanyang sama pada masanya masing-masing (Ibrahim, Krishna,Musa, Budha, Yesus, Muhammad, Bab dan Baha’ullah).

Orang yang telah berhasil melakukan sistematisasiposisi ini secara teologis, barangkali teolog besar Jerman,Ernst Troeltch. Dia berbicara dalam terma relativsimebudaya, agama relatif di hadapan kebudayaan, seperti Islamdi Arab; relativisme epistemologis; menjadikan agama relatifbagi orang yang mengakuinya (Kristus bagi Mr. Brown diLondon, Krishna bagi Mrs. Gupta di Bombay, dan Budhabagi Mr. Rahya di Sri Langka); dan relativisme teologis,

252 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

agama adalah sama tetapi berbeda jalan untuk mencapaitujuan puncak yang sama (cf. H. 209-11).

Pandangan paling toleran ini diamalkan dalam tradisipartikular. Hal yang juga benar pada tujuh sikap yang telahkita perbincangkan. Mereka adalah pendekatan teologisterhadap agama lain yang dilakukan dari satu tradisi. Inimerupakan tipikal pendekatan teologis partikular yangmengambil posisi dari satu tradisi yang menyelediki dunialain dengan mempertentangkan dengan studi agama yangtidak memiliki tempat dalam studi agama aktual.

Jadi studi agama memandang tujuh pendekatanteologis ini pada bidang agama yang tidak berpihak dantidak memiliki vested interest terhadap salah satu di antaraagama-agama ini. Meskipun dalam praktek preferensipersonal para sarjana studi agama nampaknya cenderungmenjadi bagian yang terakhir dari pada permulaan suatuspektrum. Hal tersebut mungkin diakui dan ada bagi teolog,tetapi bisa jadi fenomenologis bagi ilmuwan agama. Visipendekatan yang sama tidak sama perhatiannya pada teologiagama, hal yang akan segera kita perbincangkan.

Pemikiran teologi yang berlangsung selama ini, telahberhenti pada asumsi bahwa teologi itu bersifat partikulardalam setiap tradisi agama. Mereka lahir dari satu tradisiuntuk mengkonseptualisasikan dan mengungkapkanpandangan dunia dan keimanan yang ditunjukkan olehtradisi itu. Pandangan lain yang lebih baru adalah bahwateologi agama dapat dilihat sebagai persoalan yang lebihuniversal. Bisa melibatkan penelusuran teologi agama yangtidak didahului dengan sifat-sifat partikular, tidaks epertiteologi Kristen, Yahudi, Islam, Budha, dan Hindu. Iaberusaha untuk mengungkapkan realitas atas apa yangdikatakan bahwa ini merupakan suatu teologi agama, danbukan merupakan suatu teologi agama yang partikular.

Pencarian ini telah mengambil tiga bentuk dasar.Dalam studi agama telah ada pencarian suatu undergirdingfenomenologi transendensi yang tidak bersifat ontologis(berkaitan dengan realitas) tapi diakui bahwa studi agamatidak berkaitan dengan transendensi dalam pengertianfenomenologis (sesuatu yang alami). Kedua, baik dalam

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 253

studi agama maupun di beberapa lingkaran teologis,terdapat upaya untuk lebih memberikan substansi kepadapemikiran transendensi sebagai sebuah fenomena universal.Dan ketiga, dalam lingkaran agama maupun teologis telahterdapat upaya untuk menelusuri teologi global yang akanberbicara pada persoalan global yang dihadapi dunia saat ini.meskipun setiap tradisi agama partikular berupaya untukmengarah pada situasi global dengan caranya masing-masing, tetapi ada kesan yang tidak bisa dihilangkan bahwapersoalan global dan kesempatan terlalu banyak untukdipecahkan oleh agama, pemikiran dan budaya. Sebuahteologi agama yang global diperlukan untuk berbuat secaraadil pada wilayah yang akan dipersoalkan.

Sejumlah teori yang signifikan dalam studi agamatelah memberikan tempat yang serius kepada pemikirantransenden, dan berusaha untuk memberikan ungkapanpada pemikiran ini. dua orang yang barangkali dikenalsebagai yang terbaik dalam bidang ini adalah Rudolph Ottodan Mercia Eliade. Dalam bukunya, The Idea of the Holy, Ottomemperluas dengan gagasan bahwa kitab suci mengandungpemikiran yang cukup padat tentang studi agama. Iamenggariskan, ‘tidak ada agama yang di dalam (kitab suci)-nya tidak hidup sebagai pikiran-pikiran inti yang nyata, dantanpa itu tidak akan ada satu agamapun yang memilikinama.’ Akibatnya, muncul pandangan agama yangmelihatnya sebagai pencarian dan respon manusia padayang mereka alami sebagai sebuah kesucian.

Dalam karyanya, Eliade lebih suka menggunakankata ‘the sacred’ sebagai satu jenis sinonim bagi transendensi.Agama adalah sesuatu yang secara unik dan satu elemenyang tidak dapat direduksi di dalamnya adalah –elemen thesacred. Tetapi Eliade tidak melakukan penelusuran terhadapapakah yang dimaksudkannya dengan the sacred itu sendiri.Perhatiannya adalah pada bagaimana manusia mengalamiatau memahami the sacred dalam kehidupannya.Keterkaitannya adalah pada fenomenologi dan bukan padawilayah ontologi kesakralan itu.

Dan di sisi lain, terletak benih-benih satis atus ekatyang paling dalam pada studi agama. Pandangan kaum

254 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

fungsionalis agama melakukan peran manusia dalam agama,kemampuannya untuk memberikan makna, kemampuannyauntuk menciptakan rasa kemanusiaan dalam komunitas dankemampuannya untuk membantu menegakkan moralitas.Menurut pandangan ini, ide tentang kesucian, unsurkesakralan dan pemikiran tentang transendensi merupakanisu yang berlebih-lebihan yang menggeser bidang ‘teologi’.Mereka membawa kepada suatu kerangka ontologi yangterasing dari studi agama. Perdebatan tidak akan tertolongdengan menggunakan kata Tuhan oleh ilmuwan yangsensitif, seperti W.C. Smith yang , untuk menjawab persoalandalam tradisi Budha, kelihatannya menyatakan secara tidaklangsung ontologi transendensi. Menurut pandanganfungsionalis murni, usaha untuk membawa ke dalamkategori studi agama seperti yang suci, yang sakral atautransendensi adalah untuk menyesatkan bidang teologi danterkutuk.

Untuk mendiskusikan terma-terma seperti yang suci,yang sakral, dan transendensi –dan melihat agama sebagaipencarian dan respon manusia terhadap apa yang merekaalami sebagai suci, sakral dan transendental—bukan untukmenegaskan bahwa pandangan partikular tentang yang suci,sakral dan transenden, secara ontologis benar. Tetapimenegaskan bahwa agama bukan semata-mata saran untukmemenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga satu responspengalaman suci manusia. Mencari kata atau istilah untukmengkonseptualisasikan transendensi dalam penegrtianyang umum dan bukan yang partikular adalah salah satupekerjaan yang cukup penting dalam studi agam

Pencarian pandangan transendensi yang umumdalamstudi agama adalah usaha untuk mencari suatu teologiagama yang lebih universal yang dapat memberikansubstansi yang lebih dalam pada pemikiran tentangtransendensi. Banyak ilmuwan dari kedua wilayah studi iniyang berkeinginan untuk memunculkan pertanyaan tentangkeampuhan upaya pencarian ini. Para dalam tradisipartikular mungkin hendak mempertanyakan apakahmungkin melintasi konteks khusus dari agama-agama aktualke dalam usaha pencarian teologi agama yang lebih

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 255

universal. Beberapa ilmuwan studi agama mungkin jugamempertanyakan validitas memperkenalkan sejumlah isuteologis dalam studi agama.

Saya akan menjelaskan kepada para ilmuwan inibahwa sudah waktunya untuk mempertimbangkan kembalihubungan antara studi agama dengan teologi. Saya akanmencoba merangkum secara singkat alasan perlunyamempertimbangkan kembali hubungan tersebut:1. Studi agama lahir di luar matriks teologi Kristen,

dan dalam beberapa hal merupakan reaksi kerasterhadapnya. Luka yang ditimbulkan daripemisahan ini adalah masa lalu dan kini tidak lagirelevan.

2. Keinginan besar pada akhir abad ke-19 dan awalabad ke-20 –kadang-kadang atheisme militan atauagnostisime melawan selurih agama pada satu sisi,dan menghilangkan prasangka seluruh agama disisi lain—tidak lagi ada dalam bentuknya yangberbahaya.

3. Sejarah dan fenomenologi agama telah menyediaknjembatan antara kedua wilayah ini.

4. Seluruh teologi berkeinginan untuk mengakuibahwa ilmuwan dari berbagai disiplin –antropologi,sosiologi, psikologi, sejarah, fenomenologi, filsafat,estetika, lingusitik dan lain-lain—memiliki peranpenuh dalam studi agama.

5. Para ilmuwan agama bermaksud mengakui bahwatradisi agama tidak memiliki sebuah pemikirantentang transendensi dalah hatinya dan bahwa parapemeluk kepercayaan dari tradisi yang berbedamempunyai satu pengertian bahwa merekamerespon transendensi, bagaimanapun bisadifahami. Meski kelihatan tidak begitu tertarikmembandingkan nilai dari berbagai tradisi tentangtransendensi, ilmuwan agama menerima faktabahwa hal-hal yang bersifat transenden ada dalam

256 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

tradisi agama dan diyakini para pemeluk tradisi itudengan jenis yang berbeda-beda.

6. Seperti yang telah kita ketahui, teolog lebihcenderung mengambil tradisi lain secara serius danberfikir dalam kerangka teologi yang terbuka dankomparatif, begitu juga dengan teologi pengakuan.

7. Dalam kerangka model ilmu pengetahuan, terdapatkeinginan yang lebih besar untuk mengakui bahwadi tengah lingkungan yang global seperti saat ini,tiga model penegtahuan yaitu humanitas (Yunani,Romawi), studi agama/teologi (Eropa abadpertengahan), dan ilmu-ilmu alam (Barat modern)memiliki relevansi yang sama pada totalknowledge. Juga, tiga archaetype utama; humanitas,transendensi dan alam masih tetap ada sampaidengan hari ini.

8. Jelas bahwa dalam sebuah dunia yang global,padangan transendensi suatu tradisi agama, yangdiwujudkan dalam theologia Kristen, tidak dpaatditerima secara universal. Transendensi tetapmerupakan sebuah archaetype global yang penting.Disiplin akademik lain tidak menaruh penghargaansama sekali kepada transendensi sebagai salah satufaktor dalam kehidupan dan pengalaman manusia.Jika studi agama dan teologi tidak menghargainya,tidak ada lagi ilmu yang menaruh perhatianpadanya.

9. Meskipun para penganut yang mempraktekkanagama bukan sebagai hal yang paling penting—mereka terlibat dalam kutukan sekaligus dalamkeberkahan, dalam kekejaman sekaligus dalamkebaikan. Akankah kita belajar musik tanpamemperhatikan pandangan-pandangan paramusisi?

10. Problem potensial studi agama direduksi kepadateologi, seperti halnya problem potensial studiagama yang diresuduksi pada psikologi (Freud),

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 257

ekonomi (Marx), sosiologi (Durkheim), sejarah(Religiongenschicte), dan lain-lain. Problem inimuncul ketika metode disatupadukan dengansistem metafisika. Hal yang sama bisa saja terjadipada teologi, tetapi ada pihak lain dalamtransendensi dan keimanan yang diatur olehdisiplin lain untuk alasan metafisika dan bukanalasan metodologis. Maka sudah saatnya bagiuniversitas-universitas –dan penelusuran kebenarandalam bidang agama dan bidang lain—untukmemiliki komitmen membangun pemikiranakademik yang bebas. Termasuk dalam hal iniadalah komitmen pada pemikiran akademik yangbebas terhadap kehadiran dan validitastransendensi dan iman pada kehidupan manusiadan tradisi agama manusia.

11. Perkembangan situasi global, dengan persoalan dantantangannya di bidang kologi kemanusiaan danmoral/transendental, mengehndaki masukan yangutuh dari studi agama dan teologi, dan tidak bisadipisah-pisahkan.

12. Refleksi yang menguntungkan itu terletak di antaradua wilayah, teologi agama, dan teologi agamaglobal. Kita akan beralih pada dua persoalan ini.

h) Teologi Agama –Peran Transendensi ManusiaSebelum mengkaji lebih dalam tentang transendensi,

sejenak kita akan mengkaji transendensi kemanusiaan danperan yang dapat dimainkan oleh teologi agama dalammembawa transendensi yang dibangun untuk mencapaihakikat manusia dan kebenaran manusia. Pertimbangan initidak banyak diperhatikan baik studi agama ortodoksmaupun teologi ortodoks, tetapi bisa jadi dan mungkinmenjadi elemen penting dalam keduanya, secara terpisahatau bersama-sama.

Kita mulai dengan kecenderungan manusia, yangdpaat dilihat secara lebih jelas pada masa lalu, dan saatinipun masih terlihat, untuk merasakan dan mengalami

258 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

transendensi. Realitas kemanusiaan yang merujuk kepadakemampuan kita untuk menghargai transendensi. Ia tidakdapat ditekan. Karena ia bukan merupakan gagasan matiatau tidak dapat digeser. Merasakan atau mengalaminyamembutuhkan keimanan yang keras untuk menelusurinya,tidak hanya di alam masa lalu, tetapi juga di masa sekarangdan jalan masa depan yang memikat.

Transendensi kemanusiaan tidaklah bertentangandengan imanensi. Seperti Ying dan Yang, mereka dalah duabagian yang saling menyusun menjadi satu kesatuan. Tradisihistoris yang kita warisi sebagai komunitas peradaban,keluarga manusia di muka bumi mentransendensikan kita,dan kini hal-hal itu menjadi sesuatu yang melekat padanya.Keindahan, keadilan, dan kebenaran mentransendensikancontoh partikular dari keyakinan ini, tetapi imanendengannya. Alam itu sendiri mentransendensikan jangkauankita, tetapi tidak seluruhnya. Alam, diri, kita dantransendensi berhubungan dengan continuum manusia yangdinamis. Dengan menyelidiki lebih dalam prinsip-prinsiptransendensi manusia di masa depan, kita bisamemahaminya dan dia akan memahami kita dalam ukuranyang lebih jauh.

Marilah kita mencoba untuk memberikan sejumlahmuatan pada pengertian tentang transendensi kemanusiaanini. Akan kita mulai dengan mengkaji pemikiran tentangkebenaran dan peran universitas. Ide tentang kebenaran,secara tradisional adalah transendensi itu. Ide itu telah adapada masa pra-sejarah di ‘Universitas’ Hindu Upanishad,Akademi Plato, Akademi Konfusian China, universitas-universitas Monastik Hindu di India Utara (seperti Nalanda),al-Azhar Kairo dan universitas-universitas Barat periodeawal. Yang paling menonjol dari semuanya ini adalah upayapencarian kebenaran. Harvard, sampai dengan hari ini masihbertahan dengan motto ‘varietas’-nya. Universitas adalahinstitusi yang berusaha mencari kebenaran dan menyediakansejumlah alasan sebagai kategori transenden yang berada diluar jangkauan mereka dan menjadikannya sebagai motivasi.

Pemikiran yang seringkali muncul adalah bahwa jikakehilangan visi transendensi kemanusiaan, dan visikebenaran yang membimbing kita untuk maju, maka mau

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 259

tidak mau, kita akan terjerumus kepada fungsionalisme,spesialisasi, positivisme, kompetisi dan instrumentalisme;kita kemudian meninggalkan universitas sebagai penghasilpengetahuan, bangunan finansial, sebagai sarana dan bukantujuan? Sebuah komposisi musik piano yang dimainkan olehSaint-Saens imanen ketika kita dengar dalam satu instrumenkhusus dengan yang kita dengar dalam rekaman khusus. Jikainstrumen itu mengalami kesalahan, kita dapatmembetulkannya; jika kita tidak suka dengan kaset rekaman,kita dapat menggantinya dengan yang lain; jika kita tidaksuka Saint Saens atau Mozart, kita dapat menggantinyadengan Beethoven atau musik Jepang. Melampaui dansepanjang semua ini, adalah poin bahwa fungsi tidak hanyafungsional –musik menyimpan visi transenden di baliknya,dan bisa jadi mempunyai kekuatan transendental dantransformatif. Hal yang sama persis juga bisa terjadi padabidang keindahan yang lain, misalnya Taj Mahal, GrandCayon, Opera Verdi, Landscape Jagabaya, jendela berlapiskaca, seni ukir Budha; seperti juga flower-petal, senyum anakkecil, tawa teman, dan ketakjuban serta imajinasi yangditimbulkan oleh langit, nyanyi burung bahkan JembatanFourth!

Sebuah lukisan besar adalah imanen tetapi tidakdibatasi oleh kanvas. Lukisan, catatan-catatandeskriptif,kisah hidup pelukis yang melukisnya –adalah jendelamenuju transendensi. Hal yang sama juga dibenarkan padakesehatan. Inilah kategori transendensi yang paling tinggi. Iaadalah bagian dari sebuah tubuh, tapi bukan seluruhnyayang –menyembuhkan satu bagian dari tubuh tidak harusmenciptakan kesembuhan pada keseluruhan tubuh; ia bagiandari pemikiran, tetapi bukan semata-mata pemikiran itu,yang –menyembuhkan persoalan mental tidak harusmenyembuhkan seluruh pemikiran; ia adalah bagian daripsikosomatik, tetapi bukan semata-mata atau secarakeseluruhan. Bukan kuantitas tetapi kualitas hidup, bukankuantitas, tetapu kualitas kesehatan, adalah kuncinya.Kesehatan yang sesungguhnya adalah puncak transendensikehidupan manusia yang hidup di sini dan sekarang(bandungkan, hh. 183-7).

260 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Begitu pula dengan ilmu-ilmu alam, pada mulanyamerupakan penelusuran transenden yang baru terhadaprealitas alam semesta. Veritas dan sat, kebenaran dan realitassangat berhubungan. Pada saat revolusi ilmiah abad ke-17berlangsung, Newton dan ilmuwan lain melihat metodeilmiah yang baru sebagai jalan yang dinamis untukmemahami realitas dunia natural. Secara perlahan, Veritasdan sat terpecah, dan kebenaran ilmiah telah kehilanganhubungannya dengan nilai dan transendensi. Filsfata ilmupengetahuan saat ini tengah memulai rethinking atas hal ini.

Teologi transendensi kemanusiaan akan mendorongbahwa benar jika dikatakan pada saat situasi kita saat ini kitaperlu mengangkap kembali hubungan berantai antara alam,humanitas dan transendensi; antara tubuh, pikiran dan jiwa;antara ilmu-ilmu alam, humanitas dan studi agama.

i) Teologi Agama: Realitas TransendentalDalam memperbincangkan tentang transendensi,

dapatkah kita meninggalkannya pada level transendensikemanusiaan? Apakah hal ini merupakan satu visi yangmerefleksikan, utamanya, kemanusiaan yang kreatif, ataukahada sesuatu yang melebihi hal itu? Pada masa klasik, tradisiagama-agam besar telah berbicara tentang realitastransenden yang tidak dibatasi dengan parameterhumanisme murni.

Tradisi-tradisi besar, menekankan supreme beings.Agaknya instruktif untuk menguji empat tahap yang telahdilalui oleh ilmuwan modern dalam menelusuri jejak-jejakpemikiran transendensi dalam agama-agama besar. Pertama,ilmuwan Indo-Eropa generasi awal seperti Muller danSehroeder, yang menyatakan bahwa supreme beings adalahpersonifikasi fenomena alam. Kedua, bagi Tylor, supremebeings diambil dari animisme dan politeisme searah denganmonoteisme. Ketiga, bagi Laus dan Salunidt, telah adamonoteisme orisinal, atau Ur-monotheismus, yang darinyasupreme being; kemudian digeser ke dalam pluralitas. Tahapkeempat dari refleksi atas transendensi agama-agama besardapat dilihat dalam karya Pettazzoni, Eliade dan penerusmereka yang menggariskan bahwa terdapat banyakperbedaan pandang tentang supreme beings dalam tradisi

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 261

yang berbeda, tetapi mereka tidak dapat dikenakan labeldengan kategori humanisme, politeisme, monoteisme danlain-lain. Karena masing-masing memiliki morfologi danstruktur –pendek kata, mereka transenden dalam kebenarandan caranya masing-masing.

Tidak hanya agama-agama besar, tetapi tradisi agamayang lain (dengan kemungkinan mengecualikan agamasekular, jika dianggap sebagai agama) juga memilikiperhatian tentang realitas transenden. Seperti yang telah kitalihat dalam menganalisa model saya, Kristen berbicaratentang Tuhan, Yahudi berbicara tentang Yahweh, Islamberbicara tentang Allah, Hindu tentang Brahman, Budhatentang Nirwana. Mereka juga mengkonseptualisasikanpemikiran tentang fokus antara yang menjadikantransendensi ada dalam kehidupan manusia: Tuhan melaluiKristus, Yahweh melalui Taurat, Allah melalui al-Qur’an,Brahman melalui Atman atau kesucian diri dan Nirwanamelalui Budha atau Dharma.

Problem teologis yang paling utama adalah apakahada transendensi di belakang realitas-realitas transenden.Apakah realitas transenden, difahami oleh manusia, terlaluketat dengan transendensinya atau manusia terlalu ketatdalam memahami transendensi, sehingga misteri itu dan apayang tersembunyi tidak pernah terungkap? Dapatkahtransendensi difahami secara menyeluruh dalam satupemikiran tentang transendensi? Agama adalah manusia,respon kita terhadap transendensi adalah manusia, tetapiadakah realitas sebagai transendensi yang paling tinggi?

Tentu saja kita tidak boleh tahu. Tetapi jika pluralismeagama dan pencarian global adalah tuntutan kita pada hariini dan bukan persoalan ontologi di kemudian hari, maka halini dapat dilihat sebagai prestasi dan bukan ancaman. Jikakita hanya dapat memperkirakan transendensi melalui alam,maka setiap posisi yang diperkirakan pada sesuatu yanglebih tinggi, ultim, transenden, batu ujian bagi dialog,pencarian kerja sama, mencari kolaborasi, kepada suatuteologi agama. Realitas transenden berada di luarkemampuan pengetahuan kita. Ia tidak dapat dilukiskan.Setiap tradisi agama menegaskan suatu realitas transenden di

262 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

luar atau berada dalam diri kita. Ia betul-betul ada danberharga –dan difahami olehnya, dan memberikan diri kitasendiri kepadanya, merupakan pembebasan ataupenyelamatan bagi pemeluk kepercayaan. Berada di luarjangkauan konsep manusia. Abadi, kaya, tak terbatas dantransenden. Ya, realitas transenden, an sich.

Walaupun begitu, ada satu perbedaan antara realitastransenden dan realitas transenden sebagai sesuatu yangdialami dan difikirkan oleh manusia. Sebagai manusia kitahanya dapat menaruh kewaspadaan terhadap realitastransenden. Pendek kata, sangat terbuka kemungkinan untukberfikir dalam kerangka perbedaan pengalaman realitastransenden yang pada akhirnya bermuara menjadi satu.Adalah bagian dari pekerjaan teologi agama untukmengeksplorasi antara transendensi kemanusiaan denganrealitas transenden sebagai kategori teologi universal yangmemiliki makna yang dalam pada satu dunia yang global.

Jika teologi-teologi partikular berharap untukmenekankan suatu pandangan transendensi yang partikular,atau jika sekularisme berharap untuk menolak transendensisecara keseluruhan, teologi agama berharap untukmenggariskan bahwa dalam suatu konteks global yangholistik dan integral, pandangan partikular hanyalah –partikular dan parsial. Teologi agama juga bermaksudmenekankan bahwa ada sebuah kehancuran yang bisa diakuidalam kewaspadaan terhadap transendensi di dunia Baratsekular, di mana fundamnetalisme dengan segala bentuknyamerupakan reaksi alami atas hilangnya transendensi dalamekseluruhan budaya, dan bahwa di Barat sendiri tengahberkembang pemiskinan, nihilisme, kedangkalan, bahkankesuraman material kehidupan dalam satu dunia yangmenggundulkan transendensi.

Teologi agama memandang urgensi untukmengkonseptualisasikan dan memahami transendensi dalamkonteks global, bukan hanya dalam pengertian kebangkitantransendensi realitas, tetapi juga dalam pengertiankebangkitan transendensi di dalam dan di antara alam danmanusia. Transendensi telah melakukan kewaspadaanmanusia terhadap alam, kesadaran manusia terhadap

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 263

kemanusiaan, dan kesadaran manusia terhadap realitastransenden.

Kita bisa mengatakan bahwa terma transendensimenjadikategori teologi universal. Kita telah menegaskanbahwa kita tidak dapat dan tidak aka pernah tahu apakahtransendensi itu, an sich, secara menyeluruh. Dengan buktiyang sama, teologi agama menegaskan bahwa melalui apayang telah kita akses –dalam tradisi agama, dan melaluikebangkitan kembali kebenaran, keindahan, kesehatan,masyarakat, sains, sejarah, dan melalui dialog dunia, --kitacukup tahu dan kita akan lebih banyak, sementara kita dapathidup secara transenden dan menolong orang lain untukhidup secara transenden menuju milenium yang akandatang.

j) Sketsa Teologi AgamaLalu, apakah sketsa bagi teologi agama di masa

mendatang? Dengan saran apa hal ini mungkindikonseptualisasian kategori teologis yang universal yangmungkin membentuk satu kerangka keberanian global ini?Kita akan melihat hal ini dari dua pokok: general dandoktrinal.

Garis besar tentang teologi agama yang general sudahdipersatukan. Tradisi agama adalah sama yangmemungkinkan manusia untuk memahami dan difahamioleh transendensi. Tradisi agama adalah kategori teologiuniversal yang tidak berhenti pada tujuan akhir, tetapi jugamenyusun sarana. Tujuan di mana tradisi agamamengerahkan perhatiannya adalah bahwa manusia melaluimereka akan meraih keimanan dalam transendensi. Jadikeimanan dan transendensi adalah kategori teologis yanguniversal.

Dalam sebuah tradisi agama terdapat delapan elemenyang telah kita lihat di awal. Delapan elemen ini universal,dalam arti semuanya ada dalam seluruh tradisi agama,meskipun dengan bobot dan keseimbangan yang berbeda.Meskipun dengan nuansa yang berbeda, kedelapan elemenini juga ada secara universal dan pada tingkat ini menjadikategori teologis universal. Seperti halnya tradisi agama itu

264 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

sendiri, delapan elemen itu juga berubah, mereka tersusun,saluran, sarana untuk tujuan mencapai keimanan dalamtransendensi. Jadi, pemikiran (atau aktualitas) komunitasreligius dan delapan elemen –spiritualitas merupakan nexusteologi universal kategori dalam seluruh tradisi agama yanglebih luas.

Dalam teologi agama yang general ini –manusia,melalui keimanan sebagai kategori teologi universal,menggunakan tradisi agama dan nexus-nya dari delapanelemen ini sebagai sarana memahami atau difahami olehtransendensi, --kategori teologi universal yang lain--- kitadapat melihat garis besar doktrin yang lebih detail bahwamemiliki signifikansi universal. Transendensi yang telah kita lihat di awal, tetap penting. Menuliskan tentang manusia merupakan tanda sifat

manusia yang terlalu mementingkan diri sendiri dankarena itu harus dihindari. Kelemahan dalam hakikatmanusia ini, terbentuk dalam berbagai cara yangberbeda oleh seluruh tradisi, mengarahkan kepadakesulitan dalam hubungan manusia dengan manusialain, dengan transendensi dan dengan alam.

Peran iman sangat penting, seperti yang telah kitabuktikan. Hal ini merupakan kemampuan yangtersembunyi dalam hakikat manusia yang, jika didorongtentang dengan suatu pemahaman tentang transendensi,dapat membantu manusia untuk bergerak danmementingkan diri sendiri menjadi peduli pada alam,manusia lain dan realitas transendental.

Hakikat manusia, bukanlah sekedar hal yang bersifatindividual. Individu bukanlah monad yang terpisah.Mereka hidup dan tumbuh sebagai pribadi dalam suatukomunitas. Apakah dipandang dalam terma pribadidalam image Tuhan, dalam terma pemikiran Atman ataudalam trema hakikat Budha, manusia menjadi manusiadan hidup sebagai manusia dalam satu komunitas.

Tradisi agama adalah bagian dari masyarakat yang lebihluas dan mereka memiliki sumbernya masing-masingsebagai saluran yang tersusun yang dengannya manusiadifahami oleh transendensi.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 265

Etika individu tetap penting; tradisi agama menyetujuibahwa manusia tidak boleh dibunuh kecuali dalamkondisi ekstremitas, manusia harus menghormatikeluarganya, dan manusia tidak boleh mencuri,berbohong dan mementingkan diri sendiri.

Etika sosial juga penting dalam sebuah dunia global:penelusuran hak asasi manusia, diskusi tentang peranwanita, hakikat keadilan sosial, upaya perdamaian,kebutuhan mencintai dan dicintai, dan perasaan untukkesederhanaan kreatif dalam hidup.

Etika ekologi adalah bagian yang lebih luas lagi darietika: perasaan bahwa manusia adalah khalifah di mukabumi, bahwa kebijakan ekonomi harus menghargailingkungan yang berkesinambungan, bahwa ekonomiadalah untuk mempertahankan individu danlingkungan juga mencari keuntungan, dan bahwasumber energi harus dilestarikan untuk kemanfaatanjangka panjang.

Untuk mempertahankan concern dunia luar; sisi dalamspiritualitas tetap penting.

Dalam kerangka ini, penting bagi teologi agama untukmempertimbangkan hubungan antara manusia, bumidan transendensi.

Jelasnya, munculnya teologi agama yang membingkaikategori teologi universal adalah sebuah proyek baru. Bidangyang masih perawan. Cenderung dikerjakan oleh ilmuwanpada level abstraksi tertentu. Ia menjadi suatu fakta yanglebih memaksa untuk hidup bidang religius dan teologi yanglebih luas.

Dorongan final dalam pendekatan teologis terhadapstudi agama berpusat pada pencarian sebuah etika teologiglobal. Ide ini secara parsial dihubungkan dengan karyaHans Kung, tetapi spirit dan instinknya menjadi bertambahluas.

Etika global adalah teologi agama yang menegaskanbahwa tradisi agama yang berbeda diarahkan pada suatuanggapan bahwa semua agama (kebudayaan dan bangsa)berada dalam satu etika. Untuk menciptakan dunia yang

266 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

berkesinambungan dan harmonis bagi anak cucu kita, makaperlu untuk saling bekerja sama. Meninggalkan bagianteologi yang lama dan berbagi pemikiran, ide dan harapanmenjadi penting untuk mewujudkan suatu dunia baru milikbersama yang tidak dapat menjadikan masing-masing tradisiberjalan secara terpisah atau saling bertentangan.

Pada tingkat ini ia cenderung lebih konkrit danpragmatis dari pada penelusuran teologi agama dan kategoriteologi yang universal, yang kadang-kadang dapatdioperasikan pada level yang lebih jauh. Dalam batas-batastertentu, tidak hanya melibatkan persoalan akademik, tetapijuga lembaga dan pemimpin agama. Bagian pertanyaan yangmelekat di sini adalah apakah lembaga seperti parlemenagama-agama dunia akan diarahkan untuk mendiskusikanpersoalan-persoalan global secara reguler. Tetapi concernlembaga semacam ini justru cenderung pragmatis:kedamaian, ekologi, hak asasi manusia, dan lain-lain, danbukan konsep teologis yang lebih abstrak.

BABVII

JENIS PENELITIAN DAKWAHDAN KOMUNIKASI

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 267

A. Metode DeskriptifMetode deskriptif digunakan untuk menghimpun data

aktual. Terdapat dua pengertian, yang pertama mengartikannyasebagai kegiatan pengumpulan data dengan melukiskannyasebagaimana adanya, tidak diiringi dengan ulasan ataupandangan atau analisis dari penulis. Deskripsi semacam iniberguna untuk mencari masalah sebagaimana halnya hasilpenelitian pendahuluan atau eksplorasi.

Pengertian kedua menyatakan bahwa Metode deskriptifdilakukan oleh peneliti yang menggunakan Metode kualitatif.Setelah menyusun perencanaan penelitian, peneliti lalu kelapangan (field) tidak membawa alat pengumpul data, melainkanlangsung melakukan observasi atau pengamatan evidensi-evidensi, sambil mengumpulkan data dan melakukan analisisdengan langkah-langkah berikut:

1. Memilih dan meringkas dokumen,2. Pengkodean,3. Pembuatan catatan objektif,4. Membuat catatan marginal,5 Membuat catatan reflektif,6. Penyimpanan data,7. Analisis selama pengumpulan data,8. Analisis antar lokasi,9. Membuat ringkasan sementara antar lokasi.

Miles dan Huberman membantu para peneliti kualitatifpositivistik dengan model-model penyajian data penelitiankuantitatif statistis, dengan penggunaan tabel, grafik, matrik dansemacamnya, bukan diisi dengan angka-angka tetapi dengan kataatau phrase verbal (dalam Muhadjir, 1992: 50-53).

Miles dan Huberman (dalam Muhajir, 1992: 54-57)menunjukkan model penyajian data, yaitu:

1. Model untuk mendeskripsikan konteks penelitian.2. Model yang perlu dipakai untuk memantau komponen

268 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

atau dimensi penelitian yang disebut dengan check-listmatrix.

3. Model untuk mendeskripsikan perkembangan waktu.4. Matrik tata-peran yang mendeskripsikan pendapat, sikap,

kemampuan atau yang lainnya dari berbagai pemeran.5. Matrik konsep terklaster.6. Matrik tentang efek atau pengaruh.7. Matrik dinamika lokasi.8. Menyusun daftar kejadian.9. Jaringan kausal.10. Konsekuensi prediksi.11. Tabel kontingensi.

Selanjutnya, Miles dan Huberman (dalam Muhadjir, 1992:57-6), menyajikan 12 siasat untuk menarik kesimpulan denganmenelaah sajian hasil analisis sebagai berikut:

1. Menghitung responden yang memberi jawaban.2. Menentukan pola atau tema.3. Mengemukakan alasan bagi sesuatu yang logis

konvensional.4. Mengklasterkan.5. Membuat metapor.6. Memecah variabel.7. Dari yang spesifik mencari ide generalisasinya.8. Memfaktorkan.9. Mencari relasi antar variabel.10. Mencari intervening variabel.11. Mengkonstruksikan mata rantai logis antara berbagai

intervensi.12. Menyusun konsep atau teori koheren.

B. Moteda EksperimenMetode eksperimen adalah cara melakukan penelitian

dengan percobaan, yaitu melakukan manipulasi variabel-variabeleksperimental; mencari hubungan antara beberapa variabeldengan satu variabel, atau satu variabel dengan satu variabel lain.Berapa banyak variabel yang dimanipulasi? Hal itu tergantungkepada kemampuan peneliti. Berapa faktor variabel yangmempengaruhi variabel yang diteliti? Hal ini perlu dipertegas,terlebih lagi di dalam ilmu sosial. Sangat sulit mencari hubunganlinier atau variabel langsung mempengaruhi satu variabel lainnya.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 269

Biasanya sangat banyak variabel yang mempengaruhi satuvariabel tersebut. Perlu memagari variabel yang akan dipelajaridalam penelitian dengan Metode eksperimen ini. Surachman(1973), menjelaskan tiga pola utama dalam melakukaneksperimen, yaitu

1. Teknik unit tunggal2. Teknik unit paralel3. Teknik unit rotasi.

Teknik unit tunggal dijelaskannya bahwa kepada sebuahunit percobaan itu dikeluarkan variabel tertentu, kemudiandilakukan pengukuran akibat dari masing-masing tindakan itu.

Pada teknik unit paralel disediakan dua unit objekpercobaan, kepada unit pertama diberikan atau dimasukkanvariabel tertentu dan kepada unit yang kedua tidak dimasukkanvariabel tertentu itu. Kedua unit percobaan itu adalah sejodoh.Unit objek percobaan yang mendapat masukan variabel tertentuitu adalah unit eksperimen dan unit objek yang lainnya menjadiunit kontrol.

Pada teknik unit rotasi ditentukan terlebih dahulu unitobjek eksperimen dan setiap unit tersebut berkedudukan sebagaiobjek eksperimen juga sebagai objek kontrol. Prosesnya sebagaiberikut, fase pertama dilakukan percobaan kepada unit A, fasekedua dilakukan percobaan kepada unit B, fase ketiga dilakukankepada unit A lagi. Fase kedua menjadi kontrol fase kesatu dansebaliknya. Fase kedua menjadi kontrol fase ketiga dan sebaliknya.

Eksperimen di sebuah laboratorium atau rungan tertentuakan lebih memudahkan. Proses eksperimen dilakukan secaralebih intensif karena variabel-variabel yang tidak diperlukandengan lebih mudah dihindari daripada eksperimen yangdilakukan di dalam kehidupan masyarakat tertentu di manavariabel-variabel luar yang tidak diperlukan bisa menggangguproses tersebut.

Pada kegiatan dakwah, eksperimen dapat dilakukan disehuah desa atau kampung. Misalnya peneliti melakukanpercobaan mengenai beberapa media dakwah: mana di antaramedia-media yang dicobakan itu yang lebih efektif. Ataumencobakan teknik dakwah mana yang lebih efektif antara teknikceramah yang materinya umum kepada kelompok pengajiantertentu, atau teknik penyajian materi terstruktur yangdisampaikan tersebut.

270 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Langkah-langkah eksperimen sosial atau eksperimendakwah adalah sebagai berikut:

1. Menentukan konsep yang akan dieksperimenkan.2. Menentukan objek eksperimen, individu atau kelompok.3. Menentukan hipotesis.4. Menyiapkan angket dan pedoman wawaneara.5. Memasukkan konsep dan mengevaluasi.

Sebelum proses eksperimen dilakukan tentu harusdiketahui terlebih dahulu situasi dan kondisi konsep yang telahada di dalam objek eksperimen itu. Untuk tindakan generalisasi,maka objek ditentukan melalui teknik sampling.

C. Metode SurveiMetode survei bertujuan mengumpulkan data sederhana

dalam rangka menguji hubungan-hubungan variabel yang terlebihdahulu dihipotesiskan. Oleh karena itu survai juga bisa melangkahlebih jauh, yaitu mempelajari fenomena, menerangkan danmenjelaskannya, baik untuk keperluan praktis maupun untukkeperluan teoritis. Dari sudut ruang lingkup, survei mencakupa. ciri demografis dari masyarakat, b. lingkungan sosialnya,c. aktivitas, d. pendapat dan sikapnya (Moser, dalam Singarirnbundan Effendi, 19R2: 7-R). Dari sudut proses, penelitian survei mulaidari menentukan masalah, kemudian menentukan hipotesis,mengumpulkan data, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.

D. Jenis-jenis Metode PenelitianBanyak penulis buku metode penelitian (kuantitatif) berbeda

pandangan dalam menjelaskan jenis-jenis metode penelitian.Misalnya de Vaus tidak menyertakan metode historikal, deskriptif,dan korelasional sebagaimana disepakati oleh Isaac & Michael danRakhmat.

Boleh jadi de Vaus menganggap analisis korelasional hanyasebagai alat statistik dalam metode atau desain penelitian.

Rakhmat tidak menyertakan metode longitudinal dan cross-sectional yang oleh Isaac & Michael digolongkan sebagai contoh dalammetode developmental. Analisis isi (seperti ducumentary analyses,

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 271

anecdotal records, critical incident reports) digolongkan kedalam metodedeskriptif oleh Isaac & Michael.

Sebelum agak merinci penjelasan beberapa metode/desainpenelitian, penulis merasa perlu mengangkat pandangan de Vaus(2009: 1-3) tentang dua tipe fundamental pertanyaan penelitian paraperiset sosial. Pertama, “apa yang terjadi?” (riset deskriptif) dankedua, “mengapa sesuatu terjadi?” (riset eksplanatoris).

Riset deskriptif dianggap sepele oleh sebagian orang karenadinilai hanya memberi ‘mere description’ (gambaran sepele) tentangobjek penelitian.

Menurut de Vaus, deskripsi yang baik sangat bermanfaatdalam segenap upaya riset yang mendasari pengetahuan kita tentangbentuk dan sifat masyarakat. Riset deskriptif mencakup banyak risetyang disponsori pemerintah termasuk sensus penduduk,pengumpulan indikator-indikator sosial dan informasi ekonomiseperti pola-pola belanja rumah tangga, kajian-kajian pemanfaatanwaktu, statistik kejahatan dan ketenagakerjaan/pengangguran.

Deskripsi bisa abstrak atau konkret. Deskripsi konkretmisalnya perubahan profil umur dari populasi, bauran gender ditempat kerja, atau bauran etnik suatu komunitas. Deskripsi abstrakcontohnya peningkatan/penurunan tingkat ketidakadilan sosial,tingkat sekularitas masyarakat, atau berapa banyak kemiskinandalam komunitas tertentu.

Deskripsi yang tepat sangat bermanfaat dalam menetapkankebijakan perubahan sosial atau pembangunan. Deskripsi yang baikjuga dapat memprovokasi pertanyaan ‘mengapa’ dalam penelitianeksplanatoris, misalnya deskripsi tentang makin lebarnyakesenjangan sosial merangsang pertanyaan mengapa hal ini terjadi.

Namun de Vaus mengingatkan, deskripsi dapat tergelincirmenjadi pengumpulan fakta yang kurang bermakna. C.W. Mills(1959) seperti dikutip oleh de Vaus, menyebut kesalahan itu sebagai‘abstracted empirism’ (empirisisme terabstaksi).

Banyak contoh survey dan studi kasus yang tidak fokus dankarenanya hanya menyajikan informasi trivial (biasa-biasa saja, ‘ecek-ecek’). Kegagalan penelitian deskriptif macam ini tidak mampumemprovokasi pertanyaan ‘mengapa’ atau menyediakan dasar bagigeneralisasi. Tentu kesalahan penelitian deskriptif seperti ini harusdipandang sebagai kesalahan peneliti, bukan keburukan intrinsikpenelitian deskriptif.

272 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Riset eksplanatoris berfokus pada pertanyaan ‘mengapa’,misalnya mengapa di Kabupaten Indramayu sering dan banyakterjadi perceraian. Deskripsi tingkat perceraian di satu kabupaten danperbandingan kecenderungan perceraian antarkabupaten adalah satuhal, sedangkan pengembangan penjelasan tentang mengapa tingkatperceraian begitu tinggi atau tingkat perceraian di satu kabupatenlebih tinggi daripada kabupaten lain adalah hal lain. Menjawabpertanyaan ‘mengapa’ melibatkan pengembangan penjelasan kausal.

Penjelasan kausal beranggapan bahwa fenomena Y (sepertitingkat pendapatan) dipengaruhi oleh faktor X (seperti gender).Kompleksitas hubungan kausalnya ada tiga macam sebagaimanadigambarkan oleh de Vaus:

a) hubungan kausal langsungb) hubungan kausal tidak langsung: sebuah rantai kausalc) sebuah model lebih rumit dari hubungan-hubungan

kausal langsung dan tidak langsung

Kausalitas (hubungan sebab-akibat) tidak selalu ditemukandalam penelitian. Dua variabel, dua faktor, atau dua kejadian bolehjadi berlangsung secara kebetulan, bukan yang satu menyebabkanyang lainnya.

Contoh, tingkat percereraian cenderung naik sebagaimanatingkat kriminalitas. Tetapi, bukan berarti kecenderunganpeningkatan perceraian mengakibatkan peningkatan kriminalitas.Kedua hal itu lebih mungkin sama-sama disebabkan oleh gejala sosiallain, yaitu pemerataan kemiskinan.

Setelah membahas dua sifat penelitian, deskriptif daneksplanatoris, sekarang mari kita bahas jenis-jenis metodepenelitian.

E. Metode DeskriptifTujuan penelitian deskriptif adalah mendeskripsikan secara

sistematis fakta dan sifat-sifat dari populasi atau area of interesttertentu, secara faktual dan akurat.

Contoh penelitian deskriptif antara lain sebuah survei opinipublik tentang sikap pemilih sebelum pemilu/pilkada berlangsung,survei kepada masyarakat untuk mengetahui kebutuhan pendidikanvokasional, kajian tentang uraian kerja semua jabatan dalamorganisasi tertentu atau laporan tentang nilai ebtanas/ujian disekolah-sekolah sewilayah.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 273

Isaac & Michael menjelaskan dua karakteristik penelitiandeskriptif. Pertama, penelitian ini digunakan dalam pengertian literal,yaitu mendeskripsikan situasi-situasi atau kejadian-kejadian.

Penelitian ini merupakan akumulasi basis data yang hanyabersifat deskriptif; tidak bermaksud menjelaskan hubungan, mengujihipotesis, membuat prediksi, atau mengungkap makna-makna danimplikasi-implikasi, walau penelitian-penelitian bertujuan semacamini dapat dapat mencakup (incorporate) metode deskriptif.

Namun demikian para peneliti tidak sepakat tentang“penelitian deskriptif” dan mereka sering memperluas makna istilahini sehingga meliputi segenap bentuk penelitian kecuali penelitianhistorikal dan eksperimental. Survey studies atau metode survey seringdipakai dalam konteks yang lebih luas ini.

Kedua, metode deskriptif dalam pengertian survey studiesmempunyai beberapa tujuan, yaitu:1) mengumpulkan informasi faktual yang rinci untuk

mendeskripsikan fenomena,2) mengidentifikasi masalah-masalah atau menjelaskan (justify)

kondisi-kondisi dan praktek-praktek yang sedang terjadi,3) melakukan perbandingan dan evaluasi,4) mengetahui apa yang dilakukan orang lain terhadap masalah dan

situasi serupa, lalu belajar dari pengalaman mereka untukmembuat keputusan dan perencanaan masa depan.

Memperhatikan tujuan-tujuan metode deskriptif sebagaimanadipaparkan oleh Isaac & Michael di atas, sekilas tidak ada perbedaansubstantif dengan penelitian yang bersifat deskriptif seperti yangdimaksudkan oleh de Vaus.

Namun cara mereka mengklasifikasikan konsep jenis metodedan sifat penelitian menunjukkan perbedaan paradigmatis. Perbedaanini dipertegas dengan penjelasan penelitian korelasional oleh Isaac &Michael yang oleh de Vaus (ibid.: 95-96) hanya dipandang sebagai caraatau alat statistik untuk mengetahui derajat asosiasi antarvariabel.Asosiasi macam ini dapat ditampilkan dengan memakai ringkasanstatistik seperti koefisien korelasi, atau dengan tabulasi silang dangrafik.

Berdasarkan kesadaran tentang perbedaan paradigmatis itu,penjelasan tentang jenis-jenis metode penelitian tetap mengacu padapendapat Isaac & Michael. Perspektif de Vaus sengaja disandingkanuntuk memberi contoh perbedaan pendapat.

274 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Sebelum melangkah ke penjelasan tentang metode penelitiandevelopmental, berikut ini adalah langkah-langkah penelitian deskriptifmenurut Isaac & Michael:1) Menentukan tujuan-tujuan penelitian dengan istilah-istilah yang

spesifik dan jelas. Fakta dan sifat apa saja yang ingin diungkap?2) Merancang pendekatan. Bagaimana data akan dikumpulkan?

Bagaimana para subjek dipilih untuk menjamin keterwakilanpopulasi yang akan dideskripsikan? Instrumen dan teknikobservasi apa saja yang tersedia atau perlu dikembangkan?Apakah Metode pengumpulan data perlu diuji di lapangan danpara pengumpul data perlu dilatih?

3) Mengumpulkan data.4) Melaporkan hasil penelitian.

F. Metode developmentalMetode penelitian ini bertujuan menyelidiki pola-pola dan

urut-urutan (sequences) pertumbuhan dan/atau perubahan sebagaifungsi dari waktu.

Contoh penelitiannya antara lain studi-studi pertumbuhanlongitudinal yang secara langsung mengukur sifat (nature) dantingkat (rate) perubahan-perubahan dalam satu sampel dari anak-anak yang sama pada tingkatan (stages) perkembangan yang berbeda;studi-studi pertumbuhan cross-sectional yang secara tidak langsungmengukur sifat dan tingkat perubahan-perubahan yang sama denganmengambil sampel anak-anak yang berbeda dari tingkatan (levels)umur yang representatif; atau studi-studi kecenderungan (trend) yangdirancang untuk menentukan pola-pola perubahan masa lalu dalamrangka meramalkan pola-pola kondisi masa depan.

Perbedaan utama antara penelitian longitudinal dan cross-sectional adalah dimensi waktu. Menurut de Vaus (2009: 170), desainpenelitian cross-sectional memiliki tiga ciri distingtif, yaitu tidakberdimensi waktu; bergantung pada perbedaan-perbedaan yang adadaripada perubahan akibat intervensi (dalam eksperimen); dankelompok-kelompok didasarkan pada perbedaan-perbedaan yangada daripada pengelompokan acak. Ciri ketiga ini diilustrasikan olehde Vaus (ibid.: 173) dengan gambar di bawah ini.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 275

Isaac & Michael (ibid.: 46) menjelaskan karakteristik penelitiandevelopmental yang mencakup Metode lingitudinal, cross-sectional, danstudi trend sebagai berikut:1) Penelitian developmental berfokus pada studi variabel-variabel dan

perkembangan mereka selama bulanan atau tahunan. Penelitian inimenanyakan pola pertumbuhan apa saja yang terjadi, bagaimanatingkat (rate) pertumbuhannya, arahnya, urutannya, dan faktor-faktor saling terkait yang mempengaruhi sifat-sifat ini.

2) Masalah sampling dalam metode longitudinal menjadi rumitkarena sedikitnya subjek yang berperanserta bertahun-tahun.

3) Penelitian cross-sectional biasanya melibatkan lebih banyak subjek,namun memberi deskripsi lebih sedikit faktor-faktor pertumbuhandaripada penelitian longitudinal.

Langkah-langkah penelitian developmental menurut Isaac &Michael sebagai berikut:1) Tetapkan masalah atau nyatakan tujuan-tujuannya.2) Kaji ulang literatur untuk mendapatkan acuan dari informasi

yang tersedia dan untuk membandingkan metode-metodepenelitian termasuk instrumen-instrumen dan teknik-teknikpengumpulan data yang tersedia.

3) Rancang pendekatannya.4) Kumpulkan data.5) Evaluasi data dan laporkan hasilnya.

G. Metode Studi KasusPenelitian ilmiah, di samping memperhatikan dengan

sungguh-sungguh derajat “keilmiahan” dan “objektivitas”, jugamempertimbangkan dengan serius aspek-aspek yang berkaitandengan nilai-nilai moral, agama, dan estetika. Objek ilmupengetahuan dalam berbagai jenis dan paradigmanya selalu terikatoleh nilai-nilai yang melingkupinya. Pertimbangan nilai-nilai dapatterlihat pada saat seorang peneliti memperhitungkan dengan seksamaaspek-aspek manfaat dan konsekuensi yang mungkin ditimbulkanoleh suatu hasil penelitian. Demikian pula tujuan pragmatis ataupunakademik yang mendorong penelitian itu dilakukan, dengansendirinya ikut mewarnai dan menentukan bagaimana penelitian itudilakukan dan seperti apa hasil yang diperoleh darinya. Aspek-aspektersebut berlanjut pada saat publikasi hasil penelitian dilakukan.Seperti apa reaksi para pembaca dan bagaimana kelanjutan dari objekpenelitian yang dilakukan.

276 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Metode studi kasus dikenal dalam barisan penelitian-penelitian kulitatif. Metode ini dipilih lebih karena pertimbanganobjek penelitian daripada konsekuensi metodologis (Stake, 2009: 300-311). Dengan demikian, kasus yang dimaksud adalah aktivitaspemilihan yang dilakukan peneliti terhadap satu objek di antaraobjek-objek lainnya. Penelitian studi kasus biasanya memilih kasusdari “tempat” tertentu secara terbatas. Stake (2009, 300-311),mengidentifikasi tiga jenis studi kasus, yakni:1. Studi kasus intrinsik; pemilihan objek yang tidak disertai dengan

tujuan perkembangan teori, melainkan terbatas memahami sebuahkasus tertentu sebab dianggap menarik minat,

2. Studi kasus instrumental; dengan mencermati secara mendalam danmenyeluruh, dengan tujuan untuk memperbaiki teori, dan

3. Studi kasus kolektif; sebagai pengembangan studi kasusinstrumental, dengan meneliti sejumlah kasus secara bersamanuntuk mengetahui kondisi secara umum.[191]

Penelitian studi kasus selalu melihat sesuatu yang unik atauyang berbeda di lapangan. Keunikan dan perbedaan pada objek itulahyang menentukan pemilihan metode studi kasus sebagai metodekajian. Studi kasus hendaknya tetap memperhatikan konteks sosialdari fokus yang menjadi pusat perhatiannya. Studi kasus dilakukandengan menganalisis dan mengkaji berbagai hal dari subjek yangrelatif kecil.

Sebelum studi kasus dilakukan, hendaknya seorang penelitimelakukan studi pendahuluan untuk menentukan dan memastikan“kelayakan” objek yang akan dikajinya. Kasus yang memiliki aspekheterogenitas dan kompleksitas akan lebih menarik dan bersyaratuntuk dikaji daripada kasus-kasus yang terlalu sederhana.Vredenbreght, (1983: 40-41) menyarankan empat cara melakukanstudi kasus, yakni:1. Teknik tematis; dengan mendeskripsikan aktivitas keluarga

menurut tema-tema tertentu2. Teknik otobiografi; deskripsi pendapat secara bebas masing-masing

anggota3. Teknik kejadian khas; baik yang menyedihkan maupun yang

menyenangkan yang pernah dialami, dan4. Teknik kejadian satu hari yang ditentukan secara mana suka.

Studi Kasus dinilai sangat sesuai dengan penelitian-penelitiancultural studies, karena:

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 277

1. Studi kasus sesuai dengan hakekat cultural studies yakni segalasesuatu yang diperbuat oleh kebudayaan seperti masalah-masalahaktual yang muncul di permukaan.

2. Studi kasus memberikan hak bersuara, baik pada orang yang tidakmempunyai kekuasaan (powerless) maupun yang tidak bersuara(voiceless) [192]

Pengumpulan data studi kasus (Daymon & Holloway, 2008:162) seperti halnya penelitian pada umumnya, melakukan beberapaproses seperti berikut:1. Analisis mendetail dan mendalam kasus yang telah dipilih,2. Berusaha memahaminya dari sudut pandang komunitas

penelitian, secara emik,3. Membangkitkan perhatian satu dengan yang lain sehingga terjadi

komunikasi dengan harmonis,4. Memahami aspek komunikasi dan pengalaman-pengalaman yang

terjadi, dan5. Menjaga keharmonisan antara peneliti dan objek sekaligus

melakukan pencatatan.

Studi kasus dibedakan atas dua jenis, yakni studi kasustunggal dan studi kasus kolektif atau majemuk.1. Studi kasus tunggal memungkinkan untuk melakukan penelitian

secara mendalam. Umumnya bersifat eksploratif, terfokus padasejumlah kecil kejadian.

2. Studi kasus kolektif memberikan kemungkinan untukmenganalisis perbedaan dan persaman antarkasus.

Studi kasus yang memilih terlalu banyak kasus akanmenyulitkan peneliti dalam menganalisis objeknya. Olehnya itu,jumlah kasus yang dikaji hendaknya tidak terlalu banyak. Daymondan Holloway menyarankan agar kasus yang dipilih sebagai objekkajian hendaknya tidak lebih dari empat kasus. Hal ini dimaksudkanagar analisis kasus dapat lebih dalam dan berisi. Dalam memilihkasus, hendaknya mempertimbangkan alasan-alasan yang ilmiah danlogis, serta menunjukkan batas-batas yang jelas.

Tujuan studi kasus adalah mengkaji secara intensif latarbelakang, status terkini, dan interaksi unit-unit sosial (individu,kelompok, lembaga, atau komunitas) dengan lingkungannya.

278 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Menurut Isaac & Michael (ibid.: 48), studi karus merupakaninvestigasi mendalam atas unit sosial tertentu yang menghasilkansebuah gambaran lengkap dan tertata baik dari unit sosial tersebut.Cakupan gambaran itu tergantung pada tujuan-tujuan penelitiannya.

Studi kasus dapat mengkaji keseluruhan siklus kehidupanatau hanya satu segmen terpilih; bisa berkonsentrasi pada faktor-faktor spesifik atau mengkaji totalitas elemen-elemen atau kejadian-kejadian.

Berbeda dengan survei yang bermaksud mengkaji sedikitvariabel pada sejumlah besar sampel dari populasi unit-unit, studikasus bermaksud mengkaji sedikit unit dengan cakupan variabel dankondisi dalam jumlah besar.

Sifat eksploratif studi kasus itu berguna memberi latarbelakang informatif dalam rencana investigasi utama ilmu-ilmusosial. Berkat sifat intensifnya, studi kasus dapat mengungkapvariabel-variabel, proses-proses, dan interaksi-interaksi penting yangpatut mendapat perhatian ekstensif.

Studi kasus bisa menemukan landasan baru dan seringmenjadi sumber hipotesis-hipotesis yang berguna untuk studilanjutan. Data studi kasus menyediakan anekdot-anekdot bermanfaatdan contoh-contoh untuk mengilustrasikan temuan-temuan statistikyang lebih umum.

Selain manfaat atau kekuatan di atas, studi kasus jugamemiliki kelemahan. Fokusnya yang sempit pada sedikit unit,membatasi keterwakilan (reperesentativeness) studi kasus.

Generalisasi yang valid untuk populasi asal unit-unit ini hanyabisa diperoleh setelah penelitian lanjutan selesai. Penelitian lanjutanini berfokus pada hipotesis-hipotesis spesifik dan menggunakanMetode sampling yang tepat. Kelemahan lainnya adalah kerentananterhadap bias-bias subjektif.

Kasus dipilih mungkin karena dramatis, bukannya bersifatkhas; atau karena kasusnya cocok dengan prakonsepsi peneliti.Tafsiran subjektif mempengaruhi hasil penelitian; hal ini terjadikarena penilaian-penilaian selektif peneliti menentukan aliran data,atau menentukan tinggi rendahnya signifikansi data, ataupenempatan data pada satu konteks daripada konteks lainnya.

Belum ada inventarisasi beragam tipe studi kasus, begitumenurut Yin (1989) dalam “Case Study Research: Design and Methods”sebagaimana dikutip oleh de Vaus (ibid: 228).

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 279

Namun menurut de Vaus, elemen-elemen studi kasus dibawah ini dapat membantu mengkerangkakan ragam studi kasus:a) deskriptif atau eksplanatorisb) menguji atau mengembangkan teoric) kasus tunggal atau jamakd) unit analisis yang – meminjam istilah Yin – ‘holistik’ (cases as a

whole) atau ‘embedded’ (cases that consist of various levels ofcomponents)

e) studi kasus paralel atau sekuensialf) retrospektif (memerlukan rekonstruksi sejarah kasus) atau

prospektif (melacak perubahan mulai saat ini ke depan).

Langkah-langkah studi kasus menurut Isaac & Michael (ibid.:48-49) adalah sebagai berikut:a) Nyatakan tujuan-tujuannya. Apa unit studinya? Sifat-sifat,

hubungan-hubungan, dan proses-proses apa saja yang akanmengarahkan penelitian?

b) Rancang pendekatannya. Bagaimana unit-unit akan dipilih?Sumber data apa saja yang tersedia? Metode pengumpulan datamana yang akan dipakai?

c) Kumpulkan data.d) Susun informasi untuk merekonstruksi unit studi secara koheren

dan terintegrasi dengan baik.e) Laporkan hasilnya dan diskusikan signifikansinya.

H. Metode kausal-komparatif atau ‘ex post facto’Metode kausal-komparatif bertujuan menginvestigasi

kemungkinan hubungan sebab dan akibat dengan cara mengamatiakibat-akibat yang ada, lalu melacak faktor-faktor kausal yangmemungkinkannya.

Metode ini kontras dengan metode eksperimental yangmengumpulkan data saat ini dalam kondisi-kondisi terkendali.Contoh tujuan penelitian kausal-komparatif antara lainmengidentifikasi faktor-faktor yang menandai orang-orang dengantingkat kecelakaan tinggi atau rendah, dengan menggunakan datadari arsip perusahaan asuransi.

Contoh lainnya, menentukan atribut-atribut guru-guru efektif,misalkan berdasarkan evaluasi-evalusai kinerja mereka dan data laindalam arsip personal masing-masing; lantas arsip-arsip guru selama10 tahun terakhir dikaji untuk dibandingkan datanya dengan jumlah

280 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

kehadiran sekolah musim panas atau dengan tiap faktor lainnya(Isaac & Michael, ibid.: 50).

Isaac & Michael menjelaskan karakteristik utama penelitiankausal-komparatif adalah sifatnya yang “ex post facto.” Artinya, datadikumpulkan setelah seluruh kejadian (yang diteliti) berlangsung.Kemudian peneliti memilih satu atau lebih dampak (variabel terikat)dan mengkaji data masa lalu untuk mencari sebab-sebab, hubungan-hubungan, dan makna-makna mereka.

Metode eksperimental melibatkan satu kelompokeksperimental dan satu kelompok kontrol. Beberapa perlakuan(treatment) “A” diberikan kepada kelompok eksperimental, dan hasilpengamatan “B” diamati. Kelompok kontrol tidak dikenai “A” dankondisi mereka dibandingkan dengan kelompok eksperimen untukmengetahui dampak “A” mungkin menghasilkan “B.” Proses inidibalik oleh peneliti yang menggunakan metode kausal-komparatif.Peneliti mengamati “B” sebagai hasil yang telah ada dan mencari kebelakang beberapa sebab yang mungkin (kejadian-kejadian bertipe“A”) yang terkait dengan “B.”

Metode penelitian ini setidaknya mempunyai tiga kekuatan.Pertama, metode ini cocok dalam banyak keadaan yang tidakmemungkinkan eksperimentasi karena:

(a) tidak mungkin memilih, mengendalikan, danmemanipulasi faktor-faktor yang diperlukan untuk mengkaji secaralangsung hubungan-hubungan sebab-akibat,

(b) kendali atas semua variasi kecuali satu variabel terikatsangat tidak realistis dan artifisial sehingga mencegah interaksinormal dengan variabel-variabel berpengaruh lainnya,

(c) kendali-kendali laboratoris menjadi tidak praktis, mahal,atau mengandung kontroversi etika. Kedua, metode kausal-komparatif menghasilkan informasi bermanfaat tentang sifat (nature)fenomena: apa yang terjadi dengan sesuatu, dalam kondisi apa saja,dalam urutan dan pola mana saja, dsb.

Ketiga, perbaikan-perbaikan teknik, metode-metode statistik,dan desain-desain dengan fitur-fitur kendali parsial pada tahun-tahunterakhir, menjadikan metode ini lebih dapat dipertahankan.

Namun demikian, metode kausal-komparatif memilikibeberapa kelemahan sebagai berikut:a) Kelemahan utama desain ex post facto mana pun adalah

kurangnya kontrol terhadap variabel-variabel bebas.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 281

b) Sulitnya memastikan faktor kausatif yang relevan betul-betultermasuk dalam banyak faktor dalam studi ini.

c) Komplikasi berupa tiadanya satu faktor penyebab satu hasil(outcome). Satu outcome yang dikaji merupakan akibat darikombinasi dan interaksi faktor-faktor secara bersama dalamkondisi-kondisi tertentu.

d) Satu fenomena mungkin bukan hanya merupakan hasil beragamsebab, melainkan juga dapat mempunyai satu sebab dari satubagian fenomena itu dan bagian lainnya mempunyai sebabberbeda.

e) Ketika ditemukan suatu hubungan antara dua variabel, mungkinsulit menentukan mana penyebab dan mana akibat.

f) Kenyataan bahwa dua atau lebih faktor saling terkait tidakotomatis menunjukkan hubungan sebab-akibat. Mungkin semuafaktor itu terkait dengan faktor tambahan yang tidak dikenaliatau teramati.

g) Menggolongkan subjek kedalam kelompok-kelompok dikotomis(misal “Achievers” dan “Nonachievers”) untuk tujuanpembandingan, menimbulkan ketidaknyamanan ataukekhawatiran dan masalah lainnya. Kategori-kategori seperti itutidak jelas, berubah-ubah, dan sementara. Penelitian-penelitiansemacam ini sering gagal menghasilkan temuan-temuan yangberguna.

h) Studi-studi komparatif dalam situasi-situasi alamiah tidakmemungkinkan seleksi terkendali terhadap subjek-subjek. Sangatsulit menempatkan kelompok-kelompok subjek yang miripdalam segala hal kecuali terpaan satu variabel terhadap mereka.

Tanpa mengabaikan kelemahan-kelemahan di atas, Isaac &Michael (ibid.: 51) menjelaskan langkah-langkah penelitian kausal-komparatif sebagai berikut:a) Rumuskan masalah penelitian.b) Surveilah literatur terkait.c) Tetapkan hipotesis-hiposis.d) Daftarlah asumsi-asumsi yang mendasari hipotesis-hipotesis dan

prosedur-prosedur.e) Rancanglah pendekatannya: (a) pilihlah subjek-subjek dan bahan-

bahan sumber sepatutnya, (b) pilih atau kembangkan teknik-teknik pengumpulan data, (c) tetapkan kategori-kategori untukmengklasifikasikan data; kategori-kategori ini tidak boleh

282 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

ambigu, cocok untuk tujuan studi, dan mampu mengungkapkemiripan-kemiripan atau hubungan-hubungan yang signifikan.

f) Validasi teknik-teknik pengumpulan data.g) Deskripsikan, analisis, dan tafsirkan temuan-temuan kedalam

istilah-istilah yang jelas dan tepat.

I. Metode (true) eksperimentalMetode eksperimental bertujuan menginvestigasi

kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan menerapkan satu ataulebih perlakuan terhadap satu atau lebih kelompok eksperimental danmembandingkan hasilnya dengan keadaan satu atau lebih kelompokkontrol yang tidak dikenai perlakuan (Isaac & Michael, ibid.: 52).

Metode ini menuntut manajemen ketat atas variabel-variabeldan kondisi-kondisi eksperimental, baik melalui manipulasiterkendali langsung atau melalui pengacakan/randomisasi.

Metode ini berkonsentrasi pada pengendalian keragaman(variance). Tujuannya adalah(a) memaksimalkan keragaman variabel yang berasosiasi dengan

hipotesis-hipotesis penelitian,(b) meminimalkan keragaman variabel yang tidak dikehendaki dan

bukan merupakan objek studi, namun dapat mempengaruhi hasilpenelitian,

(c) meminimalkan kesalahan (error) atau variasi acak, termasukkesalahan pengukuran. Solusi terbaiknya adalah seleksi acaksubjek-subjek, penempatan acak subjek kedalam kelompok, danpenerapan acak perlakuan-perlakuan eksperimental kepadakelompok-kelompok.

Validitas internal adalah prasyarat (sine qua non) desainpenelitian dan tujuan pertama metodologi eksperimental. Apakahmanipulasi eksperimental dalam penelitian ini betul-betul membuatsebuah perbedaan?

Tujuan kedua metodologi ekperimental adalah validitaseksternal. Seberapa representatif temuan-temuannya dan dapatkahhasil-hasilnya digeneralisasikan untuk keadaan-keadaan dan subjek-subjek yang mirip.

Desain eksperimental klasik menjaga semua variabel tetapkonstan kecuali satu variabel dengan perlakuan tunggal yang sengajadimanipulasi atau dibiarkan berubah.

Kemajuan-kemajuan dalam metodologi ini seperti desain-desain faktorial dan analisis keragaman memungkinkan peneliti

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 283

memanipulasi lebih dari satu variabel atau bervariasi secarabersamaan dalam lebih dari satu kelompok eksperimental. Hal inimemungkinkan determinasi simultan dari(a) efek-efek variabel-variabel terikat,(b) variasi berasosiasi dengan variabel-variabel classificatory (control,

background, organismic; disebut begitu karena variabel-variabel iniperlu dikendalikan, dibuat konstan, atau diacak agar efek-efekmereka ternetralkan, dibatalkan, atau disepadankan untuk semuakondisi),

(c) interaksi kombinasi-kombinasi terpilih dari variabel-variabelterikat dan/atau classificatory.

Pendekatan eksperimental memang paling kuat karenakendalinya terhadap variabel-variabel yang relevan, tetapi jugapaling restriktif dan artifisial. Inilah kelemahan utama dalampenerapannya yang melibatkan subjek-subjek manusia dalam situasi-situasi dunia nyata.

Manusia sering bertindak berbeda apabila perilaku merekadibatasi secara artifisial, dimanipulasi, atau diterpa observasi danevaluasi sistematis.

Langkah-langkah penelitian eksperimental menurut Isaac &Michael (ibid.: 53) adalah sebagai berikut:1) Survei literatur terkait masalah penelitian.2) Identifikasi dan rumuskan masalah.3) Formulasikan satu hipotesis masalah, deduksikan konsekuensi-

konsekuensinya, dan definisikan istilah-istilah dan variabel-variabel dasar.

4) Buatlah rencana eksperimental:(a) kenali semua variabel noneksperimental yang dapat

mengkontaminasi eksperimen, dan tentukan bagaimanamengendalikan mereka,

(b) pilih satu desain penelitian,(c) pilih sampel untuk mewakili populasi, tempatkan subjek-

subjek kedalam kelompok-kelompok, dan kenakan/arahkan(assign) perlakuan-perlakuan eksperimnetal kepadakelompok-kelompok,

(d) pilih atau buat dan validasi instrumen-instrumen untukmengukur hasil ekperimen,

(e) rencanakan (outline) prosedur-prosedur pengumpulan data,dan kalau mungkin mencoba instrumen untuk

284 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

menyempurnakan instrumen-instrumen atau desainpenelitian,

(f) nyatakan hipotesis statistik atau nol.5) Lakukan eksperimen-eksperimen.6) Kurangi/saring data kasar sehingga menghasilkan penilaian

terbaik atas efek yang dianggap terjadi.7) Terapkan test signifikansi sepatutnya untuk meyakinkan orang

tentang hasil-hasil penelitian.

Sebetulnya Isaac & Michael juga menjelaskan metodepenelitian korelasional, kuasi eksperimental, dan riset aksi. Metodeanalisis isi juga telah banyak dikupas oleh penulis lain. Namuntulisan ini hanya bermaksud memberi gambaran sekilas tentangperspektif kuantitaif dalam sebagian metode penelitian. Mari kitalanjutkan pembahasan ke komponen penting dalam desain penelitiankuantitatif, yaitu statistika.

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 285

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syaini, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, (Jakarta: PustakaJaya, 1995)

Afwar Bajari dan Sahala TuaSaragih, Teori dan Praktik KomunikasiKontemporer, Rosda, 2011).

Agus Surata& Tuhana Taufiq, Atasi Konflik Etnis, Yogyakarta: GlobalPustaka Utama, 2001

Ardianto, Elvinaro, 2010, Metodologi Penelitian untuk Public Relations,Kuantitatif dan Kualitatif, Penerbit Simbiosa Rekatama Media,Bandung.

Bahdin Nur Tanjung dan Ardial, Pedoman penulisan karya Ilmiah(Prenada media Group, 2009)

Bahtiar, Wardi. Metodolgi Penelitian Ilmu Dakwah, Cet. 1; Jakarta:Logos, 1997.

Bahtiyar Effendy, Teologi Baru Politik Islam. Pertautan Agama, Negaradan Demokrasi, (Yogyakarta: Galang Press, 2001)

Branston Gill and Roy Stafford, The Media Student’s Book, New York:Routge, 2003.

Bryman, A. Quantity and Quality in Social Recearch, London: UnwinHyman, 1988.

Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan DiskursusTeknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2006.

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Prenada MediaGroup, 2009).

Cassandra L.Book (ed.), Human Cummunication: Principles, Contexts,and Skills, New York: St. Martin’s Press, 1984.

Creswell, John W. Resarch Design Qualitative and QuantitativeApproaches, London: Sage Publications, 1994

Denzin K Norman, Yvonna Lincoln, Handbook of Qualitative Research,Sage Publication, London, 2005

286 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Denzin, Norman K dan Yonna S. ed. Lincoln Handbook of QualitativeReasearch, London: Sage Publications, 1994

Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: GemaInsani Press, 1996.

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern,1990

Fearing, Franklin. Human Communication dalam Lewis A. Dexter danDavid White, People Society and Mass Communications, NewYork-London, 1964

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda,

Hamidi, Metode Penelitian dan Teori Komunikasi PendekatanPraktis Penulisan Proposal dan Laporan Penelitian (UMM Press,2007.

Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1993)

Hsun, Lu. On Equal terms an Analysis of a Television Programme, dalamJohn Caughie et.al, Television Monograph, Television Ideologyand Exchange, London: The British Film Institute EducationalAdvisory Service, 1978.

Ian Craib, Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas, terj.,(Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1994)

Jalaludin Rakhmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1995)

John R. Bittner, Mass Communication: An Intoduction, New Jersey USA:Prentice Hall-Englewood Cliefs, 1986

K.J. Veeger, Realitas Sosial, Jakarta: PT Gramedia, 1993

Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi, (Bandung:Mizan, 1991)

Lewis Coser, The Functions of Social Conflict, New York: The Free Press,1974

Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Prenada media Group,2009).

Littlejohn, Stephen W. and Karen A. Foss. 2008. Theories of HumanCommunication. Belmont: Thomson Wadsworth.

Macionis, John J., Sociology, New Jersey: Prentice-Hall Inc, 1999

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 287

Marczyk, Geofrey dkk, 2005, Essentials of Research Design andMethodology, John Wiley and Sons Inc., Hoboken, New Jersey.

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer,terj.,(Jakarta: Rajawali Pers,1992)

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei(Pustaka LP3ES).

McQuail, Denis. McQuail’s Reader in Mass Communication TheoryLondon : SAGE Publications, Ltd. 2002

McQuail, Denis., Towards a Sociology of Mass Communication London:Collier McMillan, 1969.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 23; Bandung:Rosda, 2007.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: RakeSarasin, 1996.

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial PendekatanKualitatif dan Kuantitatif (UII Press, 2007).

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina,1992)

O’Brien, Martin, et al (ed), Theorozing Modernity, New York: AddisonWeslwy Longman Inc., 1999

Patton, Michael Quinn. Qualitative Evaluation Methods, Beverly Hills:Sage Publications, 1987.

Pawito. 2007. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta:LkiS.

Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian (alfabeta,2009).

Riza Sihbudi & Moch Nurhasim (ed), Kerusuhan Sosial di Indonesia,Studi Kasus Kupang, dataram dan Sambas, Jakarta: Grasendo,2002

Robby I Chandra, Konflik dalam Kehidupan Sehari-hari, Yogyakarta:Kanisius, 1998

Robert C. Bogdan, Qualitative Research for Education: An Introduction toTheory and Methods, USA: Sari Knopp Biklen, 1982, h. 84.

288 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah

Robert N.Bellah, Beyond Belief., terj.,(Jakarta: Paramadina,2000)

Roland Robetson, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj.,(Jakarta: Rajawali Press, 1988)

Ruth A. Wallace dan Alisa Wolf, Contemporary Sosiological Theory:Expanding the Classical Tradition, (New Jersey: PrenticeHall, 1999)

Seyyed Hossen Nasr, Ideal and Reality of Islam, (London: gerge Allen &Unwin, 1966)

Singarimbun, Masri. dan Sofian Effendi (ed.), Metode Penelitian Survai,Jakarta: LP3ES, 1989.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya,2006.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (alfabeta, 2009)Supranto, Proposal Penelitian dengan Contoh (UI Press, 2004)

Syamsul Arifin, Merambah Jalan Baru dalam Beragama, Yogyakarta:Ittaqa Press, 2000.

Tehranian, Majid. Global Communication and World Politics, Domination,Development, and Discourse, USA: Lynne Rienner Publisher,1999.

Tester, Keith. Media, Cultureand Morality diterjemahkan MuhammadSyukri, Media, Budaya dan Moral Yogyakarta: Juxtapose, 2003

Thoma F. O’dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, terj., (JakartaPT Grafindo Persada, 1995)

Uday Pareek, Prilaku Organisasi, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo,1996

Wallace, Ruth & Alison Wolf, Contemporary Sociological Theory, NerJersey: Prentice-Hall Inc., 1999

Nyoman Kutha Ratna: Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan IlmuSosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar:2010

Daymon, Christine dan Immy Holloway. 2008. Metode-metode RisetKualitatif. Yogyakarta: Bentang

Buku Daras Metode Penelitian Dakwah | 289

Stake, Robert E. 2009. “Studi Kasus” (dalam Handbook of QualitativeResearch, Norman K. Denzin dan Yvonne S. Lincoln, eds.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Vredenbreght, J. 1983. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta:Gramedia

Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasarMerancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PustakaJaya.

Aminah, Siti. 2006. Metodologi Penelitian Ilmu Politik, dalamSuyanto, Bagong & Sutinah (ed). Metode Penelitian Sosial:Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.

Hendrarso, Emy Susanti. 2006. Penelitian Kualitatif: SebuahPengantar, dalam Suyanto, Bagong & Sutinah (ed). MetodePenelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:Kencana.

Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:Tatalangkah dan Teknik-teknik Teoritisasi Data (TerjemahanMuhammad Shodiq & Imam Muttaqin). Yogyakarta: PustakaPelajar.

Suyanto, Bagong. 2006. Menetapkan Fokus dan Merumuskan Masalahyang Layak Diteliti, dalam Suyanto, Bagong & Sutinah (ed).Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:Kencana.

290 | Buku Daras Metode Penelitian Dakwah