18
Metode Penelitian Kualitatif Dalam Metodologi Penelitian Ilmu Hukum 155 METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN ILMU HUKUM 1 Sulistyowati Irianto This article aims to portray the role of the empiric legal research methodology, specifically qualitative in a typology framework of the legal research methodology. This explanation answers the uncertainties amongst the legal academia regarding the correlation between the doctrinal legal research methodology and the empiric legal research methodology, as to the context where both these approaches can be practiced. By understanding these approaches within the legal research methodology, the legal academia is expected to conduct researches on the legal phenomenon in a more general bur contextual manner. While conducting a research with a contextual approach, the methodological approach is greatly influenced by which legal characteristic that the legal academia tends to chose in accordance to the context of the problem ro be researched. Pendahuluan Pertanyaan yang sering muncul sampat saat mi, khususnya di kalangan sarjana hukum adalah, seperti apakah penelitian hukum yang sesungguhnya. Dalam pertanyaan itu tersirat maksud yang hendak mengatakan bahwa penelirian hukum bukanlah yang selal11a ini sudah "dicemari" oleh penelitian ill11u so sial. Kel11udian berkembanglah has rat terpendal11 untuk mencari bentuk dari penelitian hukum yang dirasa paling tepat, sangat spesifik, mel11punyai ciri khas sendiri, dan berbeda dengan penelitian ilmu sosial. 1 Disampaikan dalam Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif, yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta, 18 21 Maret 2001 Nomor 2 Tahun XXXII

METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian Kualitatif Dalam Metodologi Penelitian Ilmu Hukum 155

METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN ILMU HUKUM 1

Sulistyowati Irianto

This article aims to portray the role of the empiric legal research methodology, specifically qualitative in a typology framework of the legal research methodology. This explanation answers the uncertainties amongst the legal academia regarding the correlation between the doctrinal legal research methodology and the empiric legal research methodology, as to the context where both these approaches can be practiced. By understanding these approaches within the legal research methodology, the legal academia is expected to conduct researches on the legal phenomenon in a more general bur contextual manner. While conducting a research with a contextual approach, the methodological approach is greatly influenced by which legal characteristic that the legal academia tends to chose in accordance to the context of the problem ro be researched.

Pendahuluan

Pertanyaan yang sering muncul sampat saat mi, khususnya di kalangan sarjana hukum adalah, seperti apakah penelitian hukum yang sesungguhnya. Dalam pertanyaan itu tersirat maksud yang hendak mengatakan bahwa penelirian hukum bukanlah yang selal11a ini sudah "dicemari" oleh penelitian ill11u so sial. Kel11udian berkembanglah has rat terpendal11 untuk mencari bentuk dari penelitian hukum yang dirasa paling tepat, sangat spesifik, mel11punyai ciri khas sendiri, dan berbeda dengan penelitian ilmu sosial.

1 Disampaikan dalam Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif, yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta, 18 ~ 21 Maret 2001

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 2: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

156 Hukum dan Pembangunan

Makalah ini bempaya untuk menjawab permasalahan di atas, dari perspektif pendekatan ilmu-ilmu sosial terhadap hukum, khususnya antropologi hukum, dengan pendekatannya yang khas, yaitu pendekatan kualitatif. Oalam hal ini akan ditunjukkan bahwa pendekatan ilmu-ilmu sosial telah memberikan sumbangan metodologis yang berarti dalam pengkajian masalah-masalah hukum. Beberapa contoh dari metode yang biasa digunakan dalam penelitian antropologi hukum akan diberikan. Kemudian akan dikemukakan bagaimanakah penerapan metode tersebut dalam penelitian hukum empirik yang kualitatif. Namun sebelum sampai pada inti diskusi tersebut, akan diuraikan terlebih dahulu persoalan­persoalan mendasar yang membingungkan sebagian sarjana hukum dalam hal memposisikan dirinya dalam suatu meta metodologi pada umumnya.

Kekhawatiran sebagian sarjana hukum terhadap tercermarnya bidang ilmu hukum oleh pendekatan ilmu sosial nampaknya hams diluruskan terlebih dahulu'- Kekhawatiran tersebut terjadi karena adanya kesalah pahaman. Sebagian kalangan sarjana hukum memandang bahwa pendekatan ilmu sosial 'semata-mata' adalah pendekatan kuantitatif yang ciri khasnya adalah melakukan pengukuran, terikat pada prinsip obyektifitas, pengujian hipotesa, keterwakilan dan universalitas secara ketal. Bila demikian halnya, kekhawatiran kalangan sarjana hukum tersebut sangat dapat dipahami. Kekhawatiran di atas semakin dapat dimengerti karena dalam beberapa hal telah menimbulkan dampak yang menyesatkan. Misalnya, pernah terjadi proposal penelitian seorang sarjana hukum ditolak untuk diberi dana 'hanya' karena metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan atau penelitian dokumen perundang­undangan (Ibrahim, 1995: vi).

Oapat dibayangkan bahwa dalam pandangan orang yang menilai proposal tersebut, proposal penelitian ilmiah haruslah yang disusun berdasarkan komponen-komponen tertentu yang pad a umumnya sudah dipandang sebagai standar baku di Indonesia . Oi dunia akademik dalam konteks Indonesia pada umumnya yang dianggap standar baku dalam penelitian adalah karakteristik tertentu yang dianggap seyogyanya melekat pad a penelitian kuantitatif, yaitu ada pengukuran, ada output berupa angka, dan label-label yang seragam terhadap komponen-komponen dalam penulisan proposal atau laporan. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahamam mengenai metodologi secara mendalam, yang nampaknya

2 Kekhawatiran tersebut dapat dibaca misalnya dalam buku yang ditulis oleh Sunaryati Hartono, Kembali ke Metode Pellelilian Hukum . Fakultas Hukum Unpad, 1985.

April - Juni 2002

Page 3: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian Kualitatij Dalam Metodologi Penelitian Ilmu Hukum 157

menjadi problem yang umum di Indonesia, bahkan di kalangan akademik. Mengenai bagaimanakah esensi dari proposal penelitian yang sesungguhnya menurut kaidah-kaidah ilmu pengetahuan atau metodologi kiranya harus ditampung dalam diskusi tersendiri.

Saya sendiri termasuk orang yang setuju seratus persen bahwa masalah-masalah dan gejala-gejala hukum, tidak dapat direduksi ke dalam variael-variabel yang dapat diukur. Mengapa? Masalah-masalah dan gejala hukum demikian kompleksnya, dan sangat berkaitan dengan manusia. Hukum tidaklah bekerja atau beroperasi dalam ruang hal11pa yang terisolasi, tetapi berada dalam masyarakat. Hukum dalam proses pembuatannya adalah hasil dari bargaining politik dari para pembuat undang-undang, kemudian dalam implementasinya akan melalui interpretasi para hakim, pengacara, polisi, pejabat, dan warga l11asyarakat sendiri. Dalam melakukan interpretasi tersebut orang sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik, ekonomi, sosia l, perhitungan untung-rugi, pendeknya vested interest. Seorang sosiolog hukul11. Lawrence Friedman, l11enyebut kepentingan-kepentingan tersebut sebagai sub legal culture (Friedman, 1975). Oleh karena itu mengkaji hukum tidak bisa dilakukan secara terisolasi, memisahkannya dari l11asyarakat di mana hukum itu berada. Oleh karena berbicara mengenai manusia. perilaku hukum manusia, dan bagaimana manusia menginterpretasikan hukum, maka konsekuensinya adalah sulit untuk mengadakan pengukuran kuantitatif mengenai gejala-gejala atau permasalahan hukum. Untuk mengatasai persoalan di atas, kiranya metode penelitian kualitatif yang biasa digunakan oleh para antropolog hukum dapat diketengahkan.

Sejauh ini sebagian dari sarjana hukum yang berpendapat bahwa gejala-gejala hukum dapat diukur, telah melahirkan metode pendekatan yang mereka beri nama jurimetri' (Soemitro, 1994). Pemikiran ini sekarang dikembangkan dengan menggunakan penghitungan statistik yang semakin diakomodasi oleh program-program tertentu dalam komputer (Soemitro, 1984: 3). Melihat cara kerja dari pendekatan ini, kiranya dapat diduga bahwa pendekatan ini mendapat pengaruh yang kuat dari pendekatan positivisme dalam ilmu-ilmu sosial.

Dengan demikian menjadi jelas, bahwa terdapat dua kubu pemikiran dalam pendekatan ilmu-ilmu sosial terhadap studi hukum, yaitu pendekatan kuantitatif yang antara lain berkembang menjadi jurimetri di satu sisi, dan pendekatan kualitatif di sisi yang lain. Menjadi jelas pula bahwa ketidaksetujuan kalangan sarjana hukum terhadap pendekatan kuantitatif dalam ilmu hukum, seharusnya dialamatkan kepada pendekatan

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 4: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

158 Hukum dan Pembangunan

jurimetri ini, bukan kepada pendekatan ilmu sosial terhadap hukum pada umumnya.

Menurut hemat saya, perdebatan mengenai pendekatan mana yang paling tepat untuk dapat menjelaskan permasalahan hukum yang dikaji, tidaklah dapat dijawab secara sederhana. Pendekatan manapun yang akan digunakan adalah sangat tergantung pada apa yang menjadi permasalahan penelitian. Penggunaan suatu pendekatan ditentukan oleh penjelasan apa yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mendapatkan jawaban dari apa yang hendak diketahuinya. Bila peneliti misalnya hendak mengetahui hubungan pengaruh dan hubungan sebab akibat antara kesadaran hukum dan tingkat pendidikan seseorang, maka ia dapat menggunakan jurimetri. Namun bila seorang peneliti meragukan apakah kesadaran hukum seseorang dapat diukur, dan ia ingin mengetahui secara mendasar bagaimanakah kesadaran hukum seseorang dapat dijelaskan secara luas dan mendalam, maka sudah barang tentu lebih baik ia berpihak kepada pendekatan kualitatif.

Kiranya persoalan yang harus diuraikan dalam wacana pendekatan metodologi dalam ilmu hukum, bukan saja perdebatan antara pendekatan jurimeteri dan pendekatan kualitatif saja seperti yang sudah diuraikan di atas. Persoalan lain yang tidak kalah besarnya adalah adanya beberapa kubu pemikiran metodologis sebagai konsekuensi dari penafsiran mengenai konsep hukum, seperti yang akan diuraikan di bawah ini.

Tipologi Penelitian limn Hnkum

Untuk dapat mengurai permasalahan yang muneul pada awal tulisan ini, upaya pertama yang harus dilakukan adalah , membentangkan kembali suatu peta mengenai apakah hukum illl , dan bagaimanakah konsekuensi metodologisnya. Seperti diketahui tidaklah mungkin akan didapat konsep dan pengenian yang tunggal mengenai hukum. Keragaman pandangan dan konsep mengenai hukum, khususnya dalam kegiatan i1miah, lahir sesuai dengan tunllltan kebutuhan dan kepentingan pada jamannya. Dengan demikian perbedaan dalam menanggapi, memberi makna dan interpretasi terhadap hukum, yang kemudian berdampak pad a munculnya beberapa variasi dalam metode penelitian hukum adalah sesuatu yang wajar. Pandangan-pandangan yang berbeda tersebut tidak hanya saling mengkoreksi satu sarna lain, tetapi juga saling melengkapi. Dengan demikian sesungguhnya kehadiran metode penelitian yang bervariasi membuat ilmu hukum justru menjadi kaya .

April - Juni 2002

Page 5: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian KualitatiJ Dalam Metodologi Penelitian I1mu Hukum 159

Upaya untuk memetakan pandangan-pandangan yang berbeda mengenai hukum telah dilakukan, misalnya oleh Soetandyo Wignjosoebroto (1974). Berdasarkan perbedaan mengenai konsep-konsep dan penafsiran terhadap gejala hukum, bahan-bah an kajian dan konsekuensi metodologisnya, beliau membuat tipologi penelitian hukum dengan membaginya ke dalam dua golongan, yaitu penelitian hukum normatif atau doktrinal, dan penelitian hukum empirik atau non-doktrinal. Termasuk ke dalam penelitian hukum normatif atau doktrinal, adalah pandangan yang mengkonsepkan hukum sebagai: (I) asas-asas moralitas atau keadilan secara universal, (2) kaidah-kaidah positip yang berlaku umum di wilayah tertentu in abstracto (hukum nasionallhukum negara), dan (3) putusan-putusan hakim yang diciptakan in concreto. Selanjutnya penelitian yang digolongkan sebagai penelitian hukum empirik atau non­doktrinal adalah, pendekatan yang memandang hukum sebagai (\) institusi sosial riil yang hidup dalam masyarakat, dan (2) makna-makna simbolik yang dapat ditemukan dalam interaksi antar individu dalam masyarakat.

Dalam berbagai kesempatan Tapi Omas IhromiJ membagi penelitian hukum tersebut dengan menerangkan konsep mengenai hukum sebagai (1) kaidah atau norma, yang berisi perintah untuk berlaku tertentu atau mengelakkan cara berlaku tertentu, (2) sebagai perilaku manusia yang ditentukan oleh hukum. Dalam pandangan pertama hukum mengandung suatu pemikiran, oleh karenanya berada dalam dunia idee, yang terdapat dalam kesadaran manusia (das Sollen). Metode kajian untuk mempelajari hukum dalam pengertian pertama ini, adalah dengan anal isis logika (menguraikan dan menganalisis). Selanjutnya, hukum dalam pandangan kedua, berada dalam dunia empirik, sehingga dapat diamati melalui perilaku dan ditangkap sebagai fakta yang obyektif (das Sein), dengan metode kajiannya yang bersifat menerangkan sebab akibat.

Dengan demikian hendaknya dipahami bahwa penelitian hukum doktrinal maupun non-doktrinal adalah sama-sama merupakan upaya untuk menemukan hukum yang hidup, meskipun dengan pendekatan yang berbeda-beda. Upaya menemukan hukum (law in the books) dalam penelitian hukum doktrinal, dilakukan dengan cara mempelajari bahan­bahan utamanya berupa peraturan perundang-undangan, putusan lembaga pengadilan (jurisprudensi), kasus-kasus hukum, dan pendapat para ahli

3 Disampaikan dalam berhagai perkuliahan Metode Penelitian Hukul1l dan penataran, seperti Penataran Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh FHUI, 20 - 31 Juli 1997.

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 6: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

160 Hukum dan Pembangunan

hukum. Dengan mengurai dokumen-dokumen hukum tersebut diharapkan dapat dicapai hasil untuk tujuan praktis, berupa pemecahan masalah hukum tertentu. Dalam hal ini juga dapat dicapai tujuan teoretik seperti ditemukannya falsafah, asas-asas hukum, dan kerangka berpikir tentang hukum yang mengatur suatu permasalahan tertentu. Sementara itu upaya penelitian hukum empirik atau non-doktrinal dilakukan dengan cara mengamati hukum yang sesungguhnya dianut oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari atau sering dikenal s'ebagai law in action.

Kedudukan Pendekatan Socio-Legal dalam Penelitian IImu Hukum

Pentingnya penelitian non-doktrinal, atau pendekatan socio-Iegal dalam studi hukum, berangkat dari adanya ketidakpuasan para ahli yang menggunakan pendekatan doktrinal dalam kajiannya. Mereka merasa bahwa banyak hal yang tidak terungkap dan tidak terjelaskan bila masalah hukum hanya didekati secara juridis saja, terlebih lebih mengenai masalah beroperasinya hukum dalam masyarakat.

Inti dari permasalahan di atas, antara lain, dapat diikuti dari pembelaan socio-Iegal approach dalam perdebatannya dengan pandangan legal positivism, seperti yang akan dikutipkan dari tulisan Roger Cotterrell di bawah ini. Esensi dari pandangan legal positivism adalah tidak terlepas dari pandangan dalam paradigma positivistik pada umumnya, yairu: "is a philosophical position which asserts that scientific knowledge derives from observation of the data of experience and not from speculation which seeks to 'look behind' observed facts for ultimate causes, meanings or essences" (Cotterrell , 1984: 10)

Pandangan positivistik dalam ilmu hukum berpendapat bahwa hukum juga dapat diobse rvasi , karena hukum mengandung data, yaitu yang terutama berupa aturan-aruran (rules). Selanjutnya pandangan tersebut seperti yang diinterpretasi oleh Cotterrell mengatakan bahwa: "These rules of law -possibly with some subsidiary legal phenomena -constitute the law, the data which it is the lawyer's task to analyse and "drder. In this sense law is a 'g iven' , -- part of the data of experience" (Cotterrell, 1984" 10)

Namun karena adanya keterbatasan dari pendekatan legal positivism dalam upayanya mengungkapkan hukum yang hidup, muncullah ketidakpuasan terhadap pendekatan tersebut. Ketidakpuasan itu terletak pada tidak dapat diungkapkannya dinamika dari gejala hukum:

April - Juni 2002

Page 7: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Melode Penelilian Kuali(Qli{ Dalam MelOdologi Penelilian lllllu Huklllll 161

To treat the data of law merely as legal rules may be a static (and therefore inadequate) representation of a dynamic phenomenon: the reality of regulation as the continually changing outcome of a complex interaction of individuals and groups in society (Cotterrell. 1984: II)

Selanjutnya seperti dikatakan oleh Cotterrell, kelemahan lersebUl disebabkan, pendekalan hukum positiv mengidentifikasi data hukum sejauh mungkin tanpa meJihat ada apa di baJik aturan-aturan tersebul. Sebagaimana diketahui aturan-aturan tersebut adalah produk tawar menawar politik di lembaga legislatif, atau produk yang dihasilkan oleh eksekutif, dan proses-proses mengenai bagaimana aturan-aluran lersebul diciptakan. Pendekatan tersebut juga tidak memperhatikan bagaimana perilaku-perilaku hukum dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakal. Apa yang dianggap sebagai adil dan tidak adil. bijak dan lidak bijak. efisien atau tidak efisien. signifikansi moral atau polilik dari suatu hukum tidak dipandang sebagai esensial untuk dipahami. Hanya bila 'data hukum' lidak jelas atau penerapannya dalam suatu kasus meragukan , maka barulah unsur 'non-hukum' diperhatikan. Akhirnya bahkan dikatakan bahwa pandangan positivistik seperti ini "cannot cope with the cnmplex relationship between rules and discretionary powers of officials in legal regulation in complex contemporary societies" (Cotterrell, 1984: II )

Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh metode penuekatan yang biasa digunakan dalam penelitian ilmu antropologi hukum. sumu spesiaJisasi yang berkembang dari kebutuhan para antropolog maupun sarjana hukum. Sebagaimana diketahui berdasarkan tradisinya para antropolog dikenal sebagai peneJiti yang terutama bekerja dengan melOde peneJitian kuaJitatif. Pendekatan metodologi dalam antropologi hukum tersebut adalah metode kasus sengketa, dan metode kasus non-sengketa. beserta suatu metode yang dapat digunakan untuk dapat menggambarkan setting sosial dari masyarakat yang diteJiti.

Metode Kasus Sengketa (trouble case method)

Salah seorang tokoh antropologi hukum Amerika, yailu Adamson Hoebel berdasarkan identifikasi yang dilakukannya terhadap pemikiran para ahli, mengemukakan adanya 'liga jalan raya' untuk dapat menemukan hukum yang hidup, atau 'cara berhukum' pad a masyarakat (bersahaja). Pemikiran para ahli lersebut dikategorikan oleh Hoebel sebagai: ideological approach, descriptive approach dan trouble case

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 8: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

162 Hukum dan Pembangunan

method. Oi antara ketiga pendekatan tersebut menurut Hoebel, metode kasus sengketa adalah metode yang paling tepat untuk dapat mengungkapkan hukum yang hidup, atau hukum yang sesungguhnya dianut oleh masyarakat. Pandangan yang demikian ternyata banyak diikuti bahkan sampai hari ini. Penjelasan mengenai ketiga pendekatan ini disarikan dari apa yang telah dituliskan oleh Tapi Omas Ihromi (J 993) :

Ideological approach digunakan untuk mencari aturan-aturan yang memuat pedoman mengenai cara berlaku dan yang mengawasi cara berlaku itu. Pendekatan ini pada umumnya hampir sarna dengan yang dilakukan oleh para ahIi hukum. Mereka menerima saja secara pas if norma-norma ideal (tertuIis, Iisan) itu dan menganggapnya sebagai benar-benar mencerminkan hukum. Padahal dalam interaksi sosial tidak begitu kenyataannya. Ada 'hukum' yang dirumuskan secara agak lain, atau bahkan benar-benar berbeda dengan standar umum itu. Kelemahan pendekatan ini secara metodologis adalah peneliti tidak mengadakan uj i coba melalui acuan terhadap kasus-kasus. apakah norma ideal itu memang bertahan dalam situasi hidup yang nyata. Apakah norma-norma ideal itu bekerja dalam kenyataan sehari-hari. Memang merekam norma ideal itu penting, tetapi dalam kenyataan ada saja tingkah laku yang jauh berbeda yagn menuruti norma-norma yang berbeda dari yang sudah terumus.

Singkatnya, pendekatan ini hanya akan menghasilkan abstraksi saja, kurang mempunyai makna, sehingga ibarat 'kerangka tanpa daging'. Memang mudah mendapatkannya, tetapi hasil yang didapatkan adalah cara yang terlalu menggampangkan, artinya, hukum yang terungkap memang kelihatan baik, dan kita lancar memperolehnya, tetapi terlalu banyak hal pentig untuk pemahaman hukum yang tidak terungkap olehnya.

Pendekatan kedua, descriptive approach, banyak dipakai oleh para antropolog pad a jamannya, seperti Ratray, Barton, dan Malinowski , dalam melakukan penel itian. Mereka berpendapat bahwa hukum bukan hanya me lulu rumusan normatip , tetapi juga harus merekam bagaimana sesungguhnya orang bertingkahlaku, atau menterjemahkan hukum dalam perilakunya. Manusia dilukiskan secara bulat oleh Malinowski dengan menggambarkan juga emosi dan rasionya , kepentingan ekonomi , sosial dan politiknya. Ia tidak memusatkan perhatian kepada orang-orang yang mengikuti hukum saja, tetapi juga bagaimana manusia menyesuaikan hukum dengan perilakunya. Penyimpangan sama pentingnya dengan kepatuhan dalam mengungkapkan pemahaman tentang hukum.

April - Juni 2002

Page 9: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelilian Kuolitalif Dalam Metodologi Penelilian IImu Huklllll 163

Malinowski mengadakan penelitian pada masyarakat Trohiand tentang perdagangan kula, dan yang ia lakukan adalah mendeskripsikan secara detail pola-pola sosial, ekonomi, politik (holistik). Kelemahan pendekatan deskriptif ini adalah, ia terlalu umum, masih belum dapa! memberi pengertian tentang bagaimana hukum bekerja dalam real ita. Kasus-kasus mengenai apa yang terjadi dan apa yang menjadi masalah (sengketa) tidak diungkap secara detail.

Kelemahan dari kedua pendekatan di atas, dapat diatasi dengan metode kasus sengketa, yang digunakan dengan cara mengkaji kasus-kasus konflik , sengketa, sehingga diperoleh keterangan mengenai hukum apa yang senyatanya berlaku. Kasus-kasus harus dianalisis untuk mengetahui apa saja yang tersirat di dalamnya dan kemudian harus diperbandingkan dengan kasus lain untuk l11endapatkan pola-pola umUI11. Bila ideological approach bertitiktolak dari 'apakah hukul11 yang berlaku' saja. maka metode kasus sengketa bertolak pada ' norma yang berlaku sebagai hasil kajian'. Metode sengketa menu rut Hoebel merupakan metode yang paling tepat untuk dapat mengungkapkan hukum yang hidup, karena hukum berfokus pad a kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Hukum bersemai di atas perselisihan dan berkembang sejalan dengan prospek tentang adanya perselisihan.

Cara menggunakan metode kasus sengketa adalah dengan cara mencari sebab-sebab perselisihan, siapa saja yang terlibat, kemudian ditelusuri sejarahnya, bagaimana proses penyelesaiannya. dan baga imana dampak dari hasil penyelesaian tersebut bagi masyarakat.

Metode Kasus Non-Sengketa (trobule-less case method)

Bila penganut metode kasus sengketa berpendapa! bahwa cara yang paling tepat untuk menemukan hukum hanyalah melalui kasus-kasus sengketa. maka penggagas metode kasus non-sengketa berpendapat bahwa hukum juga dapat ditemukan dalam kasus-kasus biasa tanpa sengketa. Kasus non-sengketa menawarkan data yang berlimpah-limpah, satuan­satuan analisis yang tidak ternilai, yang dapat mengungkapkan prinsip­prinsip dan keteraturan-keteraturan. Kasus non sengketa juga dapat menghadirkan kekhususan-kekhususan yang nantinya dapat dibuat generalisasi seperti kasus sengketa.

Menurut Holleman ada dua alasan mengapa metode kasus non­sengketa harus mendapat perhatian yang sama dengan metode kasus

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 10: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

164 Hukum dan Pembangunan

sengketa secara analitis. Pertama, orang cenderung menghindari kontlik, sehingga sulit untuk menemukan kasus sengketa dalam masyarakat. Dalam hal tidak ditemukannya kasus sengketa di lapangan, orang dapat saja menggunakan kasus hipotetik. Namun bila informan tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hukum yang mengatur suatu permasalahan yang diteliti, maka kasus hipotetik tidak ada gunanya.

Kedua, banyak transaksi hukum dilakukan dengan menghadirkan pemegang otoritas loka!. Adapun tujuannya adalah sebagai peristiwa penyaksian, dan indikasi adanya ketaatan secara sukarela terhadap hukum karena terdukung secara otoritatif (gesteunde naleving) dan pemeliharaan hukum preventif (preventieve rechtszorg) (Holleman, 1986)

Hal yang menjadi permasalahan adalah, bila kita berada dalam lapangan non-sengketa, apakah dengan demikian dapat diungkap suatu mata rantai interaksi sosial? Apakah substansi hukum yang hidup di belakang perilaku masyarakat dapat diungkap? Aturan-aturan yang ada dalam kegiatan sehari-hari, yang mendasari perilaku orang dalam berinteraksi dengan orang lain, juga dapat mengungkapkan hukum yang hidup. Dalam hal ini pengungkapan hukum yang hidup tidak hanya dari keteraturan, tetapi juga dati kasus-kasus penyimpangan tethadapnya.

Seting Sosial Penelitian

Selanjutnya untuk kepetluan analisis, tetmasuk untuk dapat menggambatkan seting sosial dati suatu penelitian, yaitu masyatakat atau komunitas, maka masyatakat atau komunitas tetsebut dapat dipandang sebagai tetsusun atas hetbagai semi-autonomous social field (selanjutnya disingkat SASF), yang pengertiannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

The semi-autonomolls social field is defined and its boundaries identified not by its organization (it may be a corporate group, may be not), but by a processual characteristic, the fact that it can generate rules and coerce or induce compliance to them. Thus an arena in which a !lumber of corporate groups deal with each other //lay be a semi-autonomous social field (Moore, 1983: 57)'

4 Sebagai seorang penganut pem.lekatan prosesual. dikatakan oleh Moore hahwa haws SASF wrsehut tidak ditentukan secara jelas sepeni sualu organisasi. mdainkan Ichih ditentukan olch karakter prost:!sualnya.

April - luni 2002

Page 11: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

MelOde Penelilian Kualitali{ Dalam Melodologi Peneliliall /ln1ll HlIklllll 165

Masing-masing SASF mempunyai kapasitas untuk menc iptakan aturan dan menerapkan sanksinya sendiri. Sanksi dalam pengertian ini biasanya berupa sanksi sosial, seperti d ikueilkan dari pergaulan atau dikueilkan dari akses kepada sumberdaya. Dengan demikian seorang individu di dalam SASF tersebut menjadi bagian dari beberapa SASF yang lain sekaligus. Sebagai eontoh: sebagai individu, kita adalah anggota atau bagian dari suatu kelompok kekerabatan, perkumpulan organisasi keagamaan, anggota dari organisasi sehubungan dengan pekerjaan, organisasi profesi, organisasi politik, dan banyak lagi.

Aturan-aturan dari masing-masing SASF ini akan mempengaruhi perilaku orang. Perilaku orang akan berubah-ubah tergantung dengan siapa dia sedang berinteraksi. Perilaku seseorang terhadap sesamanya yang berasal dari emis yang sama akan berbeda dengan orang lain dari etnis yang lain, misalnya. Selanjutnya perilaku orang terseblll terhadap reman seprofesinya akan berbeda dengan perilakunya terhadap orang lain yang tidak sama profesinya, misalnya. Kemudian akan teljadi interaksi yang intens antara SASF yang satu dengan SASF yang ain Illelalui para individu yang menjadi bagian dari masing-masing SASF tersebut. Dengan demikian akan terjadi saling pengaruh di antara berbagai SASF tersebllt melalui para individunya. Perilaku para individu yang ditentukan ()Ieh berbagai SASF. di mana ia berada itu selanjurnya akan Illenentukan perkelllbangan SASF nya sendiri, dan seterusnya Illasyarakalilya. Dengan demikian terjadi hubungan dua arah antara ind ividu dan kebudayannya. Bukan hanya kebudayaan yang menentukan perilaku individu. tClapi individu seeara berangsur-angsur juga dapat Illerubah kebudayaan.

Suatu SASF rentan terhadap pengaruh hllkulll dari luar. artinya, aturan-aturan yang ada dalam suatu SASF tertentu sangat Illudah dipengaruhi atau dimasuki oleh aturan dari SASF yang lain. terlllJllla negara. Sistem hukum dari luar (dari SASF yang lain). yang masuk kc dalam suatu SASF tertentu --yang masing- masing sudah mempunyai sistem hukumnya sendiri - bisa l11enimbulkan berbaga i il11plikasi baik secara budaya, sosial. ekonomi, l11aupun politik.

Seeara l11etodologis, SASF memberi eara (l11etode) yang lajam untuk dapat menggambarkan seting sosial penelitian, di mana dalam arena-arena tersebut seke lol11pok orang saling berinteraksi, dan dari proses interaksi tersebut muneul aturan-aturan yang mereka eiptakan sendiri. dan akan dimodifikasi. diubah, atau ditinggalkan sesuai dengan tunturan kepentingan. Selanjutnya juga dapat dikenali bagailllana aturan-aturan dari

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 12: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

166 HukulIl dan Pembangunan

luar batas SASF yang lebih luas (negara), masuk dan memberi pengaruh terhadap interaksi mereka.

Metode-metode yang biasa digunakan dalam lapangan antropologi hukum ini sungguh memberikan sumbangan yang berharga dalam penelitian ilmu hukum. Melalui metode-metode tersebut dapat ditemukan hukum yang sesungguhnya beroperasi d i dalam kehidupan masyarakat sehari-hari berdasarkan hasil kajian kita. Sedangkan hukum yang ditemukan berdasarkan peraturan perundangan, vonis hakim, dan sistem normatif lainnya , karena baru sebatas pada das Sollen, belum bisa menjawab hukum apa yang sesungguhnya dianut dalam masyarakat.

Contoh Penerapan Metode Penelitian Kualitatip dalam Studi Hllkllm

Berikut ini akan diuraikan suatu deskripsi yang memuat pengalaman penelitian mengenai 'Strategi perempuan Batak Toba Untuk Mendapatkan Akses Kepada Harta Waris Melalui Proses Penyelesaian Sengketa"'- Oeskripsi ini berisi informasi mengenai subyek penelitian. unit analisis. lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Oi samping data lapangan, data yang saya butuhkan untuk dapat menjawab berbagai pertanyaan penelitian yang sudah dirumuskan terdahulu. adalah dokumen pengadilan, berupa vonis-vonis hakim dalam masalah waris yang me libatkan janda dan anak perempuan Batak.

Saya membutuhkan dua jenis data lapangan. Pertama, kasus-kasus sengketa waris yang berisi pengalaman perempuan (janda dan anak perempuan). Kedua, pengetahuan atau data yang bisa memberikan gambaran umum (seting) tentang orang Batak Toba di Jakarta , termasuk juga bagaimana mereka memberi makna kepada kedudukan perempuan, waris, nilai-nilai yang mereka hargai dalam hidup, dan sebagainya.

Untuk jenis data pertama, saya membutuhkan perempuan sebagai subyek penelitian. Oalam mencari subyek penelitian, kriteria yang say a gunakan adalah perempuan, baik yang berkedudukan sebagai janda maupun anak perempuan, yang pernah atau sedang mengalami sengketa

'''waris, dan dalam hal ini saya tidak mempedulikan umur maupun golongan sosial para perempuan itu.

Untuk jenis data kedua, kriteria subyek penelitian saya adalah orang yang mempunyai cukup pengetahuan dan pengalaman karena

5 Diambil dari disertasi say.!.

April - JUlli 2002

Page 13: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelilian Kualilali( Dalall! MelOdologi Peneiilianllll/ll Hllkllll/ 167

kedudukannya di masyarakat Batak atau masyarakat luas pad a umumnya, seperti: orang yang dianggap sebagai Raja dalal11 komunitas ad at di kota, atau orang Batak Toba yang pernah l11enduduki berbagai jabatan tinggi atau profesi, Kebanyakan subyek penelitian untuk jenis data kedua ini adalah laki-Iaki , atau kadang-kadang didampingi istrinya, Pengalaman yang saya lihat. menunjukkan bahwa laki-Iaki Batak dalam mcmberikan keterangan-keterangan pada umumnya tidak mau ditimpali oleh istrinya, Istri pada ul11ul11nya dianggap tidak mempunyai pengetahuan yang sama dengan dirinya, Atau istri dianggap mel11bocorkan hal-hal yang tabu untuk diketahui orang lain, misa lnya rahasia keluarga, Padahal justru keterangan yang diberikan secara sembunyi oleh istri-istri ini, menjadi data yang berharga buat saya. Berdasarkan dua jenis data yang say" hutuhkan itu, maka unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dan peristiwa.

Data lapangan jenis pertama yang berhasil saya dapatkan adalah 3 kasus sengketa waris berisi pengalaman perel11puan janda, dan 2 kasus sengketa waris tentang pengalaman anak perempuan, Sementara itu saya mendapatkan 10 lebih kasus dari suhyek penelitian untuk jenis data kedua (gambaran umum), Selanjutnya dari penelusuran dokumen pengadilan say a mendapatkan 2 kasus sengketa waris mengenai perempuan janda. dan 8 kasus sengketa waris mengenai anak perempuan. Dengan c1em ikian saya mendapatkan 5 sengketa waris dari perempuan janda dan 10 seng keta waris dari anak perempuan , dan berbagai informasi (Iehih dari 1 () kaSUS)

mengenai gambaran umum orang Batak Toba di Jakarta.

Data Lapangan

Tidak sulit untuk menemukan orang Batak Toba di Jakarta. karena mereka dapat dijumpai di mana saja, Nal11un menel11ukan perel11puan Batak Toba yang pernah atau sedang mengalami sengketa waris, bukanlah pekerjaan mudah. Kalaupun sudah bertel11u orang dengan kriteria yang saya tentukan sebelumnya, belum tentu ia l11au bercerita karena se ngketa biasanya melibatkan kerabat sendiri, dan dianggap l11alu l11enceritakan "sengketa dengan saudara sendiri ", Namun pad a ul11umnya orang Batak bersifat sangat terbuka kepada orang yang sudah dipercayainya. Bila rapor sudah berkembang secara baik, tidak sukar untuk menanyakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman subyek penelitian. Upaya yang paling sukar pertama kali memang membangun rapor. Untuk mengatasi hal tersebut, kadang-kadang saya menemui mereka dengan

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 14: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

168 Hukum dan Pembangunan

diantar oleh seorang ternan yang juga orang Batak Toba. Atau say a pergi ke rumah subyek penelitian bersama seorang Pendeta dari gereja HKBP di mana subyek menjadi anggota jemaat di situ. Kedatangan seseorang yang sudah mereka kenaI menyebabkan munculnya kepercayaan, dan melicinkan jalan untuk membangun rapor.

Karena sulitnya mencari kasus sengketa waris, maka saya tidak membatasi diri pad a wilayah-wilayah tertentu di Jakarta. Subyek penelitian saya tinggal berserakan di berbagai tempat di Jakarta, seperti di Rawamangun, Utan Kayu , Pulo Mas, Grogol, Tebet, Kali Malang, Ciputat , Narogong, Menteng, Matraman, Kayumanis, dan sekitarnya.

Bila rapor sudah tercapai , berkaitan dengan kasus-kasus sengketa, maka biasanya perempuan-perempuan itu mulai menceritakan kronologi sengketa, siapa-siapa yang terlibat dalam sengketa, bagaimana ll1ereka mell1persepsikan dirinya sebagai perempuan dan kaitannya dengan dengan orang-orang yang terlibat dalam sengketa itu, bagaimana para pihak yang dihadapi bersikap terhadapnya , bagaill1ana dia sendiri bereaksi terhadap sikap-sikap yang tidak bersahabat itu, upaya-upaya apa saja yang dilakukannya guna untuk mendapatkan bagian dari harta yang diperjuangkannya. darimana idee-idee untuk ll1elakukan upaya upaya itu . siapa-siapa saja pihak yang membantunya, dan banyak lagi.

Mereka biasanya ll1enceritakan pengalall1an pahitnya dengan penuh emosi, kadang-kadang menangis menyesali nasib, atau bahkan tertawa mengingat kecerdikannya melawan pihak-pihak kerabat suamlllya. Kadang-kadang mereka juga bertanya, apa yang harus dilakukan? Sebagai seorang ternan, saya kadang-kadang juga memberi informasi bahwa bila mereka mau, rnereka bisa mendapatkan bantu an atau nasihat hukum dari lembaga-Iembaga bantuan hukum perempuan. Namun biasanya mereka enggan berurusan dengan "orang lain" dalam berperkara, karena tidak punya pengetahuan dan kenalan. Untuk membawa sengketa ke hadapan komunitasnya secara terbukapun kadang-kadang mereka tidak mau, karena lakut perselisihannya diketahui orang banyak, dan rnalu bila orang akan mentertawakan sebagai perselisihan yang memperebutkan harta yang tidak seberapa. Biasanya mereka sungguh-sungguh mengandalkan dirinya sendiri , mengadakan resistensi berdasarkan kekuatannya sendiri. Padahal yang ll1ereka hadapi biasanya adalah kerabat laki-Iaki , dan tak jarang yang dihadapinya adalah seorang sarjana hukum, dan berada pada stratifikasi sosial ekonomi yang lebih tinggi.

Saya ll1endatangi ll1ereka sebagai kenalan, teman, dan lidak sebagai seorang peneliti yang dilengkapi dengan peralatan yang serba

April - funi 2002

Page 15: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

MelOde Pelleliliall Kualitalif Dalam MelOdologi Pellelilian IImu Huklllll 169

eanggih. Beberapa di antara mereka tidak mau bila pereakapannya direkam, bahkan untuk menulis di depan merekapun say a sangat berhati­hati meminta ijin, karena itu akan mengganggu rapor yang sudah dibangun. Dalam kondisi seperti itu saya meneatat hanya point-point penting saja , pereakapan selebihnya saya ingat-ingat betu l di kepala. begitu sampai di rumah saya segera meneatat di komputer. Untuk meneatat diperlukan waktu yang sangat lama, bahkan jauh lebih lama daripada pertemuan dengan subyek penelitian. Namun ada juga subyek penelitian yang membolehkan saya meneatat dan merekam. dan bila hal ini terjadi saya sungguh meneatat semua yang dikatakannya , dan ini !l1emudahkan saya membuat eatatan di komputer.

Prim out dari komputer tidak dengan sendirinya membuat data terklasifikasi seeara baik. meskipun eara saya menuliskan data tersebut temu sudah melalui proses klasifikasi di kepala saya. Print out itu saya edit dengan eara menggunting dan menempelkan di buku berdasarkan klasifikasi tertentu. Setelah itu saya masih membutuhkan klasifikasi sekali lagi, yaitu dengan eara mengambil kertas yang sangat lebar. dan meneatat klasifikasi baru yang memudahkan say a menu lis kembali di komputer. Dengan demikian barulah saya mendapatkan data sesuai dengan klasifikasi yang say a butuhkan berdasarkan panduan teoretik.

Data Dokumen

Saya beruntung mendapatkan eukup banyak vonis pengadilan yang berisi perkara waris di mana pihak yang berperkara adalah orang Batak. Mula-mula yang ada di hadapan say a adalah begitu banyak bundel kumpulan vonis mengenai berbagai hal. Dari situ saya mulai "menyisir" mengidentifikasi vonis perkara adat, kemudian "memperkeeil " Iingkup mengidentifikasi masalah waris yang melibatkan anak perempuan atan janda. Pekerjaan selanjutnya adalah mengklasifikasi data berdasarkan perkara waris anak perempuan dan janda.

Setelah saya dapatkan bahan-bahan yang saya butuhkan itu. kesulitan baru mulai muneul, yaitu bagaimana membaeanya. Tidak jarang vonis-vonis tersebut ditulis dengan kalimat - kalimat yang sukar diartikan. Bahkan tidak jarang nama-nama pihak yang bersengketa ditulis secara berlainan di vonis - vonis pengadilan yang berbeda. Atau jalannya peristiwa sengketa ditulis tidak seeara sistematik sehingga sukar diketahui hubungan antara para pihak yang bersengketa. Padahal say a harus

Nomar 2 Tahun XXXII

Page 16: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

170 Hukum dan PembangUlwn

mengerti betul bahan terse but supaya dapat membuat rekonstruksi jalannya sengketa, siapa-siapa saja pihak yang terlibat, bagaimana jalannya perbantahan di persidangan, mengenai apa, dan sebagainya. Untuk itu saya harus membaca suatu vonis berulangkali, bosan dan meninggalkannya bila terlalu sukar untuk kemudian mengulangnya setelah beberapa waktu. Bagaimanapun bersentuhan dengan bahan dokumen pengadilan merupakan suatu pengalaman tersendiri bagi saya.

Setelah rekonstruksi perkara itu dapat dilakukan, hal selanjutnya adalah mengidentifikasi pola-pola apa saja yang dapat dijumpai dari kasus­kasus tersebut. Kadang-kadang ada data yang membuat saya tertegun. penyelesaian perkara terse but memakan waktu yang sangat lama, ada yang lebih dari 30 tahun , 25 tahun bahkan perempuan yang berperkara itu sampai meninggal, sehingga suami atau keturunannya meneruskannya. Saya membayangkan betapa beratnya penderitaan psikologis dan beban keuangan yang harus dipikul oleh para pihak selama puluhan tahun berperkara, dan menunggu keputusan dari sengketa yang tak kunjung datang.

Keuntungan mendapatkan bahan dokumen dari perkara-perkara yang sudah puluhan tahun yang lalu terjadi itu, adalah pertama, dapat menghubungkannya dengan kasus-kasus di lapangan yang hari ini terjadi. Kedua, dapat melihat bagaimana perkembangan dan perubahan apa saja yang terjadi dari suatu permasalahan (kedudukan perempuan Batak Toba dalam hal waris). Menggabungkan antara data sejarah (arsip) dan etnografi masa kini juga merupakan pengalaman tersendiri buat saya.

Kesimpulan

Tipologi penelitian hukum dapat dibuat berdasarkan penafsiran terhadap konsep-konsep hukum, dan akan menghasilkan penelitian hukum doktrinal (pendekatan juridis normatif) dan non-doktrinal (pendekatan hukum empiris atau socio-legal approach) . Selanjutnya dalam penelitian hukum empirik, dapat ditunjukkan adanya dua kubu pemikiran, yaitu (ienelitian hukum positivistik (kuantitatif) , yang di antaranya diberi nama sebagai jurimetri , dan di sisi yang lain adalah pendekatan kualitatif yang tidak percaya bahwa gejala hukum dapat disimplifikasi ke dalalll variabel dan pengukuran. Wacana perdebatan terjadi di antara para pendukung masing-masing aliran dalam tipologi tersebut. Namun perdebatan tersebut juga berimplikasi terhadap terjadinya kesalahpahaman yang dalalll tulisan ini berusaha diluruskan. Pendekatan hukum empirik kuantitatif (terlllasuk

April - Juni 2002

Page 17: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelilian Kualitali{ Dalam Metodologi Penelilian IImu Hukllll1 171

jurimetri) yang berkembang dalam ilmu hukum, dengan disertai dampaknya itu , menyebabkan sebagian kalangan ilmu hukum terperangah dan menyatakan secara salah alamat bahwa sarjana ilmu sosial telah mencemari bidang hukum terlalu jauh. Padahal di kalangan ilmuwan sosial pemerhati masalah hukum, juga dikembangkan pendekatan kualitatif yang berbeda dengan pendekatan jurimetri. Mereka tidak percaya pada pengukuran dan direduksinya gejala dan permasalahan hukum ke dalam variabel-variabel. Dalam kondisi inilah para antropolog hukum khususnya, telah mengembangkan berbagai metode dalam ranah kualitatif, seperti yang dikemukakan di 'Has, yang dapat memberi solusi alternatif yang lebih baik bagi penelitian hukum .

Daftar Pustaka

Cotterrell, Roger. 1984, The Sociology of Law. An Introduction. London : Butterworths.

Friedman, Lawrence, 1975, The Legal System: A Social Science Perspective. New York: Russel Sage Foundation

Hartono, Sunaryati 1985, Kembali ke Metode Penelitian Hukum. Bandung: FH Unpad.

Hoebel, Adamson, 1983, The Law of Primitive Man. A Study ill Comparative Legal Dynamics. Cambridge: Harvard university Press. Cetakan ke 8, cetakan pertama 1954.

Holleman, JF, 1985, Trouble cases and trouble-less cases in the study of customary law and legal reform, dalam Keebet von Benda­Beckmann dan Fans Strijbosch (eds), Anthropology of Law in the Netherlands. Dordrecht: Foris Publications

Ibrahim, R, 1995, Pengantar Penyadur dalam Moris L Cohen, Sinopsis Penelitian lImu Hukum (terjemahan), Jakarta: PT Raja Gratindo Persada

Ihromi, Tapi Omas, 1993, Beberapa catatan mengenai metode kasus sengketa yang digunakan dalam antropologi hukum, dalam Ihromi (ed), Antropologi Hukllm Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Obor.

Irianto, Sulistyowati, 2000, Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum (Studi Mengenai Strategi Perempuan Batak Toba Untuk Mendapatkan

Nomor 2 Tahun XXXII

Page 18: METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM METODOLOGI PENELITIAN

172 Hukum dan Pembangunan

Akses Kepada Harta Waris Melalui Proses Penyelesaian Sengketa). Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

Moore, Sally Falk, 1983 , Law and Social Change: The Autonomous Social Field as an Appropriate Subject of Study dalam Sally Falk Moore , Law as Proces: An Anthropological Approach. London: Routledge & Kegan Paul.

Soemitro, Ronny Hanitijo 1994, Metode Penelitian Hukum dan lurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soetandyo Wignyosoebroto, 1974, "Penelitian Hukum Sebuah Tipologi" . Majalah Mayarakat Indonesia, Tahun ke I No.2 I 974.

April - funi 2002