Upload
lamthien
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
METODE BIMBINGAN AGAMA BAGI ANAK TUNARUNGU
DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI
BAMBU APUS
JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Ilmu Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh
Ida Nurfarida
NIM: 104052001978
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
ii
METODE BIMBINGAN AGAMA BAGI ANAK
TUNARUNGU DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU
WICARA MELATI
BAMBU APUS - JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh
Ida Nurfarida
104052001978
Di Bawah Bimbingan:
Drs. Mahmud Jalal, M.A
NIP. 19520422 198103 1 002
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (SI) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN (Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah) Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah) Jakarta.
Jakarta, 01 September 2009
Ida Nurfarida
iv
ABSTRAK
Ida Nurfarida
Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Tunarungu di Panti Sosial Bina Rungu
Wicara Melati Bambu Apus, Jakarta Timur
Tunarungu adalah penyandang cacat yang paling mengalami kesulitan
dalam memahami agama. Karena pendengaran yang merupakan alat penerima
transformasi ilmu agama tidak bekerja semestinya. Maka itu, metode bimbingan
agama sangat urgen diteliti, hal ini untuk mengetahui metode apa yang tepat untuk
digunakan bagi tunarungu, dan sejauhmana keberhasilan metode tersebut dalam
bimbingan Agama. Hal inilah yang diteliti dalam skripsi ini, dengan mengambil
sekolah tunarungu yang dikelola Departeman Sosial sebagai objek dalam
penelitian ini.
Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” adalah sekolah khusus bagi
siswa yang mengalami kelainan/kekurangan dalam hal pendengaran. Oleh karena
itu siswa tunarungu dalam menerima bimbingan agama harus dibedakan
penanganannya agar tercapai maksud dari pemberian bimbingan agama tersebut.
Untuk memberikan bimbingan agama pada siswa tunarungu diperlukan metode
khusus karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi dan menerima
rangsangan agar mudah difahami.
Tujuan atau metode penelitian ini untuk dapat memberikan bimbingan
agama pada siswa tunarungu yang diperlukan metode yang mudah mereka
tangkap dan dengan bahasa yang mudah mereka fahami. Rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah bagaimana metode bimbingan agama bagi anak tunarungu di
Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”. Tujuannya adalah untuk mengetahui
metode yang digunakan oleh sekolah dalam memberikan bimbingan ibadah
maghdhah untuk siswa tunarungu. Teori yang ada di dalamnya adalah bimbingan
agama, metode bibingan agama dalam setiap aspek, bentuk bimbingan ibadah.
Juga ada teori tentang tunarungu, karakteristik tunarungu, media komunikasi
tunarungu, dan perkembangan anak tunarungu.
Metode yang digunakan dalam pemberian bimbingan agama di Panti
Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” adalah: (1) syahadat ; metode meniru,
mengenal ciptaan Allah dan ceramah, (2) shalat ; metode ceramah, praktek, shalat
jamaah, nonton dan gambar, (3) Iqra; metode meniru dan demonstrasi, (4) puasa ;
metode ceramah, buka bersama, bertanya dan simulasi, (5) akhlak; metode
ceramah, metode meniru.
v
KATA PENGANTAR
Pujian Yang Luhur hanya milik Dzat Yang Maha Agung, Allah SWT. Dia
Maha Mendengar dan Maha Melihat, Dia mengaruniakan penglihatan dan
pendengaran pada hamba-hambaNya, agar hamba-hamba tersebut bersyukur, dan
Dia menguji hamba-hambanNya, agar mereka bersabar.
Penelitian ini bertujuan mengungkap dan mendeskripsikan metode
bimbingan Agama bagi tunarungu di salah satu tempat sosial di Jakarta.
Dipilihnya tempat tersebut, karena ia merupakan tempat sosial yang dikelola oleh
pemerintah, di bawah naungan departemen sosial. Harapannya, dengan
mengadakan penelitian di tempat tersebut, dapat mempresentasikan tempat sejenis
yang ada di indonesia.
Dalam proses penelitian ini, pastinya tidak sedikit rintangan dan hambatan
yang penulis temukan, akan tetapi tantangan dan hambatan yang ada dapat penulis
lalui dengan dengan tidak sukar. Ini karena bantuan dan dorongan dari dosen,
kawan dan keluarga penulis yang selalu mendorong dan memotivasi penulis untuk
segera menyelesaikan penelitian ini. Maka itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapan terima kasih kepada
1. Dr.Arief, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Drs.
Mahmud Jalal, M.A selaku Pembantu Dekan II (PUDEK II) sekaligus sebagai
pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. Dan juga
Drs.Study Rizal, M.Ag. selaku Pembantu Dekan III (PUDEK III)
2. Drs.M.Lutfi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
(BPI) besarta Dra.Nasichah, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan BPI.
3. Segenap pimpinan karyawan dan staf-staf serta bapak/ibu dosen Fakultas
Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak memberikan bantuan, ilmu, dan
pengalaman. Dan juga Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan
vi
Perpustakaan Utama UIN Syarief Hidayatullah Jakarta yang telah fasilitas
memadai atas buku-bukunya.
4. Pimpinan dan Pembimbing Panti Sosial Bina Rungu Wicara MELATI Jakarta
Timur Ibu Sri Wuwuh P.Msi, ibu Sri Mulyati yang memberikan kesempatan
pada penulis, untuk ikut serta mengabdi dan berdiskusi dengan siswa-siswi
tunarungu.
5. Orang tua penulis Bpk. H. Drs Kusnadi, dan Ibu tercinta Hj. Rusydah, mereka
berdua adalah pendorong kuat bagi penulis untuk selalu bersemangat
menyelesaikan penelitian ini.
6. Kakak-kakak penulis khususnya Kak Aang Saeful Milah, M.A, Hj. Nendah
Nurjanah S.Sos, M. Alwi Fachrurazi ST, Sari Rahmayanti.S.Pd.I, yang
senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan kepada penulis hingga
selesainya skripsi ini.
7. Suamiku Fuad Hasan S.Ip atas pengertian yang diberikan kepada penulis,
penulis haturkan terima kasih.
8. Kawan-kawan penulis Ade, Ciah, Dika, Amira, Luthfi, dan Saqy yang selalu
bersedia menjadi kawan diskusi di setiap saat. Jazakumullah khairal jaza’[]
Jakarta, 01 Agustus 2009
Penulis
Ida Nurfarida
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………… v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................... 10
D. Metodologi Penelitian................................................... 11 E. Tinjauan Pustaka........................................................... 14
F. Sistematika Penulisan..................................................... 15
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Metode........................................................... 16
B. Bimbingan Agama……………………………............. 17 C. Metode Bimbingan AgamaTunarungu.......................... 20
D. Tunarungu..................................................................... 22
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU
WICARA
A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya………………. 30
B. Visi, Misi, dan Tujuan……………………………... ... 31
C. Program Panti………………………………………… 33
D. Sarana dan Prasarana ……………………………...... 36 E. Organisasi Pengurus………………………………… 41
BAB IV METODE BIMBINGAN AGAMA ANAK TUNARUNGU
DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI
A. Identifikasi Informasi………………………………… 40 B. Pelaksanaan Bimbingan Agama ………………….. 43
C. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Klasifikasi
Siswa ……………………………………………… 48
D. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Materi……... 54
E. Faktor Pendukung dan Penghambat………………. … 62
viii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………….. 64
B. Saran………………………………………………… 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Jakob Sumardjo, manusia adalah satu (mankeind is one), artinya
kemanusiaan itu satu, dari dulu sampai sekarang. Karena pada dasarnya setiap
manusia memiliki potensi atau daya-daya yang sama. Manusia itu memiliki
perasaan, pikiran, insting dan kemauan. Tetapi meskipun demikian, dalam
perkembangannya tidaklah sama, dan inilah yang menyebabkan manusia
berkembang menjadi dirinya sendiri yang unik, yang beda dengan manusia
lainnya. Namun perbedaan-perbedaan itu masih memiliki dasar yang sama,
misalnya, manusia tidak menyukai kebohongan, pembunuhan, keserakahan dan
kemunafikan.1
Manusia adalah makhluk mulia dan unik, yang diciptakan Allah SWT
untuk beribadah pada-Nya. Dalam perjalanan hidup di dunia, manusia tidak akan
terlepas dari berbagai ujian, baik itu yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Apapun bentuk ujiannya, manusia diharapakan oleh Allah SWT
untuk bersabar dalam menghadapinya. Dalam pandangan agama Islam,
keberadaan ujian adalah hal yang pasti bagi seluruh manusia, Allah SWT
menyebutkan bentuk-bentuk ujian-Nya dalam firman-Nya; �� ء��� ��� و��
� �� ا���ال وا��� وا����ات و��� ا������� � ا�"�ف وا� �ع و
1 Jakob Sumardjo, Menjadi Manusia, (Bandung; Rosda, 2001), h.74.
x
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar. (QS al-Baqarah [2] : 155)
Di antara ujian yang kerap dialami oleh sebagian manusia adalah
kekurangan pada fungsi bagian organ tubuh, seperti kurang dalam pendengaran,
penglihatan dan penciuman.
Tidak sedikit masyarakat khususnya di Indonesia yang diuji dengan
kurangnya fungsi pendengaran pada organ tubuhnya. Menurut data tahun 2000 M,
populasi penduduk Indonesia lebih kurang 220.000.000, enam juta diantaranya
adalah penyandang tunarungu (bisu-tuli dan kurang mendengar) dari usia balita
hingga lansia. Data ini menunjukkan presentasi populasi penyandang cacat cukup
besar seiring pertambahan penduduk setiap tahun.
Jika bayi sejak lahir menyandang tunanetra, ia akan belajar melalui
pendengarannya, disebabkan kesulitannya memahami gerak suatu benda dan
mengenal warna. Karenanya dalam mengenal sesuatu ia menggunakan
pendengarannya, tentu saja hasilnya sangat terbatas. Dari sisi proses belajar,
terdapat perbedaan yang mencolok antara tunanetra dan tunarungu. Bagi
penyandang Tunanetra, setelah besar ia akan mengetahui nama-nama benda,
meski ia sendiri tidak melihatnya. Lain halnya dengan orang yang sejak lahir
menyandang tunarungu, ia amat kesulitan menyebut nama-nama benda.
xi
Karenanya pendengaran adalah anugerah teragung yang diberikan Allah
SWT kepada manusia. Ini sesuai dengan Firman Allah SWT;
وا����ر ا�1�2 �� وج,0 ش.-� (,���ن + أ�*�(� �)�ن �� أخ�ج� وا#
(��ون �,�� وا�6-5ة
"Dan Allâh mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". (QS: An-Nahl: 78)
Setiap bayi yang lahir dari rahim ibunya, belum memiliki pengetahuan
apa-apa tentang alam yang baru ditempatinya. Allâh SWT dengan kuasa dan kasih
sayang-Nya membekalinya pendengaran, penglihatan dan hati. Kemudian
dilengkapi dengan akal, agar ia mengenal dan memahami hakikat kehidupan.
Dengan mendengar, seseorang dapat belajar bahasa, khususnya bahasa
lisan. Sehingga dengan kemampuan itu manusia dapat berkomunikasi,
bersosialisasi, dan belajar dengan baik, yang akhirnya dapat digunakan untuk
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ini sangat urgen karena pelaku
utama atau pembuat sejarah di atas hamparan bumi ini adalah manusia. Tanpa
diciptakannya manusia oleh Allah SWT tidak akan ada bahasa, pakaian, komputer
dan lainnya, dengan kata lain jika tidak ada manusia tidak akan ada peradaban.2
Komunikasi adalah suatu bagian penting dalam hidup. Dengan
berkomunikasi, kita berbagi informasi dengan orang lain, berbicara dan
mendengarkan. Anak-anak belajar berkomunikasi sejak saat mereka dilahirkan.
2 Nurcolis Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta; Paramadina 2000), h. 8-22
xii
Mereka mendengarkan dan mereka dapat mengenali suara orang tua mereka.
Mereka juga belajar berbicara dengan meniru, bunyi-bunyi yang mereka, dengar.
Anak-anak dengan gangguan pendengaran akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi, karena mereka tidak bisa mendengar semua atau sebagian dari
bunyi-bunyi di sekitarnya, termasuk suara mereka sendiri. Untuk lebih memahami
pentingnya komunikasi dalam masyarakat,
Keterbatasan dalam pendengaran yang dialami oleh para penyandang
tunarungu, adalah salah satu masalah besar yang dialami mereka dalam menjalani
kehidupan yang penuh dengan informasi dan teknologi. Karena akibat
ketunarunguannya, mereka sulit mengembangkan kemampuan berbahasa untuk
berkomunikasi secara efektif dan kreatif, salah satu faktornya adalah indera
pendengarannya tidak dapat dimanfaatkan secara penuh. Sehingga ini merupakan
kendala berarti dalam mengembangkan kepribadian, kecerdasan, dan
penampilannya sebagai makhluk sosial.
Kehidupan anak-anak tunarungu tidak bisa terlepas dari kehidupan anak-
anak pada umumnya. Mereka pada intinya memiliki perasaan dan kebiasaan yang
sebetulnya sangatlah menarik untuk diperhatikan. Disamping mereka memiliki
rasa temperamental yang sangat tinggi, mereka juga memiliki rasa kepedulian
yang luhur terhadap teman-teman mereka, karena mereka mengetahui dan
merasakan masalah yang sama.
Jika diamati lebih mendalam, penyandang tunarungu mengalami
permasalahan-permasalahan yang tidak terlepas manusia normal yang hidup
xiii
berdampingan dengan mereka. Pada umumnya anak tunarungu banyak mengalami
masalah yang kompleks, yang berlatar belakang pada ketunaan yang
disandangnya, disamping itu masih banyaknya pandangan orang tua terhadap
anaknya yang menyandang ketunarunguannya itu sebagai beban yang berat, atau
mereka yang bersikap apatis bahkan over protective. Sesungguhnya sikap-sikap
yang demikian akan menghambat proses sosialisasi anak tunarungu untuk
berinteraksi aktif di masyarakat, sehingga mereka akan merasa terasing di
lingkungannya.
Masalah lain yang muncul akibat ketunarunguannya, yakni yang berkaitan
dengan masalah kejiwaan. Dimana pada anak tunarungu seringkali dihinggapi
perasaan kegoncangan akibat keterbatasan yang dimilikinya. Mereka beranggapan
bahwa dirinya tidak berguna lagi, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.
Dalam dunia sunyi, para tunarungu berjuang melawan kebodohan,
keterbelakangan, kemiskinan dalam persaingan keras di tengah masyarakat umum
yang majemuk berlapis-lapis status sosialnya, ruang geraknya sangat terbatas dan
sempit sehingga para tunarungu "terpinggir". Dengan susah payah bertatih-tatih
menggeluti pendidikan hingga berhasil menggapai gelar kesarjanaan. Sejak itu
hingga saat ini telah berkembang pesat alumni SLB-B di Indonesia telah mampu
mengenyam pendidikan terpadu di sekolah menengah umum dan perguruan
tinggi. Namun itu belum cukup karena mereka itu pada umumnya berasal dari
keluarga golongan menengah ke atas sementara masih meluas golongan miskin
tidak mampu bersaing. Untuk berprestasi apapun mesti melalui persaingan keras
padahal di negeri ini aksesibilitas sarana komunikasi kurang memadai.
xiv
Kegoncangan pada diri seseorang merupakan hambatan dan gangguan di
dalam beraktivitas bagi penyandangnya. Tentu saja hal tersebut dapat
menghambat perluasan pengalaman, gangguan emosi, dan perkembangan
inteligensinya. Karena itu, anak tunarungu membutuhkan bantuan yang lebih
dibandingkan dengan anak normal. Salah satu bentuk dari bantuan tersebut adalah
berupa pemberian bantuan bimbingan agama.
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus-menerus
dan sistematis kepada individu dalam masalah yang dihadapinya. Agar tercapai
kemampuan untuk memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya
sesuai dengan potensi dan kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat .3
Bimbingan juga merupakan media yang memegang peranan penting dalam
proses pendidikan terutama dalam rangka menumbuhkan rasa percaya diri.
Menerima keadaan diri sebagai modal untuk menggali potensi serta
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
Salah satu hak hidup yang dimiliki oleh setiap manusia tidak terkecuali
oleh anak yang mempunyai kebutuhan khusus adalah hak untuk mendapatkan
pengajaran dan bimbingan. Hak untuk mendapatkan pengajaran dapat diperoleh di
sekolah. Selain itu sekolah juga merupakan tempat pembentukan karakter serta
sarana bersosialisasi untuk mempersiapkan diri menuju jenjang yang lebih tinggi.
3 M.Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), Cet
Ke 1, h.12
xv
Untuk memfasilitasi sekolah bagi anak berkebutuhan khusus termasuk
tunarungu untuk mendapatkan pendidikan yang layak, maka pemerintah dibantu
oleh pihak swasta membentuk sekolah luar biasa yang biasa disingkat SLB.
Sekolah ini mempunyai cara serta kurikulum yang disesuaikan bagi anak
berkebutuhan khusus agar dapat mandiri serta mensejajarkan diri dengan anak
normal.
Pendidikan luar biasa bertujuan membantu anak didik yang menyandang
kelainan fisik atau mental atau kelainan perilaku agar mampu mengembangkan
sikap pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir dan batin yang baik.
Dari pihak pemerintah, terlihat ada upaya untuk mensejahterakan para
penyandang cacat dan menempatkan mereka dalam posisi yang sama dengan
orang normal lainnya, salah satunya dengan adanya hari internasional penyandang
cacat atau yang disingkat dengan HIPENCA yang diperingati setiap tanggal 3
Desember yang ditetapkan melalui resolusi Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa
nomor 4713 1992.
Tujuan diselenggarakanya HIPENCA adalah mengoptimalkan kerjasama
yang sinergis dalam rangka upaya mengukuhkan konsistensi dan kesadaran
bersama untuk mewujudkan kesetaraan hak kedudukan dan peranan serta peluang
yang lebih bermakna bagi penyandang cacat sebagai subjek di tengah
masyarakat4.
4 Majalah Peduli Umat, Mewujudkan Kesetaraan Penyandang Cacat dan Masyarakat,
Edisi 8/tahun 2003, h. 5.
xvi
Namun tidak cukup di situ saja, karena para penyandang cacat
membutuhkan perhatian yang kongkrit dalam bentuk bimbingan yang intensif
bagi mereka, karena bimbingan agama bertujuan untuk membantu pemecahan
problem perseorangan dengan melalui keimanan menurut agamanya5.
Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, maka diperlukan adanya
bimbingan agama yang dilakukan dengan kesabaran dan metode khusus dengan
menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana, agar dapat mudah dimengerti oleh
anak tunarungu tesebut. Salah satu sarana dan prasarana untuk menunjang
keberhasilan bimbingan agama tersebut, dapat berbentuk suatu lembaga formal
maupun nonformal, seperti Pusat Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI” Jakarta
Timur ( selanjutnya dalam skripsi ini disebut PSBRW MELATI )
PSBRW MELATI merupakan suatu media bimbingan rehabilitasis anak
penyandang cacat yang bukan hanya dalam bimbingan umum, namun juga pada
bimbingan agama, mental dan spriritual. Dengan demikian anak tersebut selain
memiliki pengetahuan umum yang luas juga memiliki agama yang kuat.
Bimbingan agama yang dimaksud dalam skripsi ini adalah upaya yang dilakukan
dalam kegiatan bimbingan agama melalui proses belajar mengajar, dimana
bimbingannya dilakukan oleh Pembimbing Agama.
Wacana ini sungguh sangat menarik untuk diteliti, disamping karena
berkenaan dengan penyandang tunarungu, juga karena berkaitan dengan
bimbingan agama, sesuai dengan studi yang penulis tempuh. Untuk itu penulis
tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode bimbingan agama
5 H. M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, (Jakarta: Golden Trayon Press,
1994), Cet Ke-1, h.19.
xvii
melalui kegiatan mengajar yang dilakukan oleh Pembimbing Agama di PSBRW
MELATI Cipayung Jakarta Timur.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, banyak hal
yang patut dikaji dan ditemukan jawabannya, kemudian dideskripsikan dalam
skripsi ini baik dari sisi bimbingan agama dan metodenya, juga berkaitan dengan
PSBRW MELATI.
Dalam penelitian awal penulis, diketahui bahwa di dalam PSBRW
MELATI terdapat ragam bimbingan, diantaranya bimbingan agama, bimbingan
sosial, dan bimbingan keterampilan. Tentunya tidak semua bimbingan tersebut
diteliti oleh penulis, karenanya penulis perlu membatasi masalah ini, yaitu sekitar
bimbingan agama. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti metode
bimbingan agama yang dilakukan pembimbing Agama di PSBRW MELATI.
Pembimbing Agama yang di maksud adalah pembimbing yang melakukan
bimbingan pada tingkat SMA. Dalam istilah objek tempat penelitian penulis
disebut dengan kelompok kelas A.
Dilihat dari kelompok bimbingan agama, ada tiga tingkat dalam
pendidikan, yaitu; tingkat SMA, SMP, SD atau yang belum pernah sekolah
sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis tidak akan meneliti seluruh tingkatan di
atas, melainkan penulis hanya akan meneliti kelompok anak tunarurungu pada
tingkat SMA saja, yaitu kelompok A yang berjumlah 20 orang.
xviii
2. Perumusan Masalah
Mengacu pada pembatasan masalah di atas, penulis membuat rumusan
masalah yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah; Bagaimanakah
pelaksanaan metode bimbingan agama anak tunarungu di PSBRW MELATI
Cipayung, Jakarta Timur?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari sisi bidang ilmu pengetahuan yang penulis tempuh, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui metode apa yang digunakan pembimbing
dalam pelaksanaan bimbingan agama pada anak asuh tunarungu, tentunya di
PSBRW MELATI cipayung jakarta timur. Penelitian ini pastinya memiliki
manfaat yang banyak, baik bagi penulis maupun masyarakat secara umum.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:
a. Teoritis
Secara teoritis penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi
acuan bagi para peneliti selanjutnya, khususnya penelitian yang
berkaitan dengan ilmu bimbingan anak tunarungu
b. Praktis
Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat menambah ilmu
dan wawasan masyarakat tentang metode bimbingan agama anak
xix
tunarungu. Sehingga dalam penelitian ini menjadi bahan rujukan dan
pertimbangan bagi para pembimbing agama.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Penulis beralasan karena data dan informasi yang di
teliti adalah sekitar metode bimbingan agama pada anak tunarungu, penulis hanya
mendeskripsikan metode-metode bimbingan agama yang dilaksanakan, kemudian
menganalisanya secara kualitatif.
Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.6
2. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah orang atau sekelompok orang yang
dapat memberikan informasi. Didalam penelitian ini penulis mengambil subjek
penelitian, mereka terdiri dari 1 orang Kepala Panti Sosial Bina Rungu Wicara
yaitu Dra. Ign. Sri Wuwuh, P. Msi, 1 orang Pembimbing Agama Ibu Sri Mulyati,
dan 2 Anak Tunarungu kelas A Yaitu Yogi, dan Norma.
b. Obyek Penelitian
6 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 1998)ect, Ke-
21, h. 4.
xx
Obyek dari penelitian ini adalah pelaksanaan metode bimbingan agama
PSBRW MELATI, Cipayung Jakarta Timur. Jl. Gebangsari No.38 Bambu Apus
Cipayung Jakarta Timur 13890. Telepon.021-8444274 Fax. 021-8454320.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian
ini meliputi:
Pertama; Observasi7, dalam penelitian ini penulis mendatangi langsung yang
menjadi tempat penelitian, kemudian memilih, dan melakukan pengamatan
langsung di PSBRW MELATI, guna menyelami dan memperoleh gambaran yang
jelas tentang pelaksanaan metode bimbingan agama dalam proses bimbingan di
PSBRW MELATI, dalam penelitian ini penulis melakukan observasi selama 4
bulan untuk mengikuti proses bimbingan agama anak tunarungu.
Kedua; Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara dialaog
dan tanya jawab kepada orang-orang yang berkompeten dan mempunyai kaitan
dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara langsung secara mendalam
dengan pembimbing yang ada di PSBRW MELATI, untuk mendapat data yang
dibutuhkan. Penulis mewawancarai 1 kepala panti yaitu ibu Ign Sri Wuwuh, 1
Pembimbing Agama, yaitu ibu Sri Mulyati, dan 20 orang anak asuh.
7 Karl Weick seperti di kutip Jalaluddin Rakhmat mendefinisikan observasi sebagai
pemilihan, pengubahan, pencatatan, dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang
berkenaan dengan organisme in situ, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. Lihat Jalaluddin
rakhmat, M.Sc, Metode Penelitian komunikasi, Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2004), h. 83
xxi
Ketiga; Dokumentasi, yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang
dibutuhkan mengenai masalah terkait, melalui sumber-sumber yang ada, juga
menelaah dokumen dan arsip yang dimilki PSBRW MELATI cipayung jakarta
timur.
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data hasil observasi dan wawancara, penulis
menginterpretasikan catatan yang ada, kemudian menyimpulkannya, setelah itu
menganalisa kategori-kategori yang tampak pada data tersebut. Dimana seluruh
data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dulu
penulis kelompokkan sesuai dengan pesoalan yang telah ditetapkan lalu
menganalisanya secara otomatis. Sedangkan teknis penulisan skripsi ini, penulis
berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan
disertasi) yang dikeluarkan oleh CeQDA tahun 2007.
E. Tinjauan Pustaka
Ada berbagai hasil penelitian yang mempunyai hubungan dengan judul
penulis, dan tidak terdapat judul yang sama dengan yang penulis ambil, yaitu
Bimbingan Agama Anak Tunarungu Di PSBRW Melati Jakarta Timur . Adapun
hasil penelitian yang mempunyai hubungan dengan judul penulis itu adalah:
Pertama: oleh Nining yuningsih, dengan judul skripsi “Metode
Bimbingan Agama Dalam Upaya Pembinaan Akhlak Siswa Tunarungu Di SLB
Islam As-syafi’iyah Jati Waringin”, hasil penelitian ini dari Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam UIN Jakarta Tahun 2006 bahwa kesimpulan di dalam
xxii
skripsi ini ialah menggunakan metode individual, demonstrasi, oral, isyarat, dan
dari hasil metode ini telah memberikan kontribusi dalam pembinaan akhlak siswa
tunarungu;
Kedua: oleh Fitriyani dengan judul skripsi: “Metode Bimbingan Islam
Dalam Pembinaan Akhlak Anak Yatim Di Panti Asuhan YAKIIN Larangan
Tangerang”, hasil penelitian ini dari Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Tahun 2008, bahwa di dalam skripsi ini melakukan dengan dua metode yaitu
inidividual dan kelompok. Pengguanaan metode individual dilakukan dengan
menggunakan teknik wawancara dan observasi kegiatan, sedangkan penggunaan
metode kelompok dilakukan dengan menggunakan teknik ceramah, dialog atau
tanya jawab dan pembagian kelompok; Ketiga: oleh Badriah dengan judul skripsi,
“Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Dengan Kesehatan Mental Siswa MAN
12 Duri Kosambi Cengkareng jakarta Barat” hasil penelitian ini dari Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta
Tahun 2008, bahwa di dalam skripsi ini tidak terdapat hubungan antara layanan
bimbingan dan konseling dengan kesehatan mental siswa MAN 12
F. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian dalam skripsi ini akan disusun dalam
beberapa bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang sesuai dengan
keperluan kajian yang akan dilakukan.
xxiii
BAB I. Pendahuluan. Berisi tentang kerangka umum penulisan skripsi,
yaitu latar belakang masalah, Identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan
Signifikansi penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. Landasan Teoritis. Dalam bab ini akan dikaji mengenai metode
bimbingan agama (Pengertian metode, pengertian bimbingan, dan pengertian
agama), metode bimbingan agama, Tunarungu, (pengertian tunarungu dan ciri-ciri
tunarungu).
BAB III. Gambaran Umum Panti Sosial Binarungu Wicara, Jakarta Timur.
Dalam bab ini akan dideskripsikan sejarah berdiri dan perkembangan panti sosial
Melati, visi dan misi dan tujuan panti sosial bina rungu wicara “Melati” jakarta
timur.
BAB IV Berisi tentang gambaran umum informan yang menjadi objek
penelitian, kemudian dalam bab ini penulis mendeskripsikan metode bimbingan
agama panti sosial bina rungu wicara “Melati” Jakarta Timur.
BAB V Penutup: berisi kesimpulan dan saran
xxiv
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Metode
Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan apa yang dikehendaki, dan juga merupakan
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang direncanakan.8Sehubungan dengan upaya untuk dapat
memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.9
Kata ‘metode’ berasal dari bahasa latin, methodus yang bermakna, cara
atau jalan.10
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani yang
bermakna jalan11
. Kata ini terdiri dari dua suku kata; metha dan hodas yang
berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.12
Menurut Arif Burhan,
“Metode menunjukkan pada proses, prinsip serta prosedur yang kita gunakan
untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas masalah tersebut”.13
Senada
dengan Arif Burhan, M. Arifin mengatakan bahwa metode secara harfiyah adalah
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan Dari
definisi di atas dapat difahami bahwa metode dapat
8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet.Ke-1, Edisi ke Tiga, h. 740. 9 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta:PT.Gramedia,
1983),h 81. 10
Asman Ralby, Kamus Internasional, (Jakarta: Bulan Bintang: 1956), h. 318. 11
Mulia Tsg, Dkk, Ensiklopedia Indonesia jilid II, (Bandung: Van hoeve), h. 928. 12
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), Cet. Ke-1, h. 50 13 Arif Burhan, Pengantar Metode Kualitatif, (Surabaya: Usaha nasional, 1992), h. 17.
xxv
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan14
B. Bimbingan Agama
1. Definisi Bimbingan Agama
Bimbinngan agama terdiri dari dua kata yaitu Bimbingan dan Agama.
bimbinngan memiliki arti menuntun atau menjadi petunjuk jalan,15 merupakan hal
yang urgen bagi manusia. Karena sebaik dan sepintar apapun manusia itu, tidak
akan terlepas dari bimbingan, untuk itu setiap manusia dipastikan membutuhkan
pembimbing. Hal senada juga diungkapkan Sukardi bahwa;
“Bimbingan adalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada seseorang
agar mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri,
mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan
hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain”.16
Tidak sampai di situ, untuk menemukan makna bimbingan, Prayitno
memaknai bimbingan sebagai pemberian bantuan yang dilakukan orang yang ahli
kepada seseorang atau beberapa orang individu baik anak-anak, remaja, maupun
dewasa, agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan kemampuannya
14 Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani: Teori dan Aplikasi, (Jakarta:Misaka Galiza,
1999), Cet. Ke-1, h. 39
15
Khairul Umam dan A.Achyar Aminudin, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung:
CV.Pustaka setia, 1998), Cet-1, h. 9
16
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Surabaya: Usaha
nasional, 1983), h. 65
xxvi
sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang
ada, dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.17
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil beberapa definisi bimbingan
agama sebagai berikut: Pertama, bimbingan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan sehingga bantuan ini diberikan secara sistematis, berencana,
terus-menerus, dan terarah kepada tujuan. Dengan demikian kegiatan bimbingan
bukanlah kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, insidental, sewaktu-waktu,
tidak sengaja atau kegiatan yang asal-asalan. Kedua, bimbingan merupakan proses
membantu individu. Dengan kata “membantu” berarti dalam kegiatan bimbingan
tidak terdapat adanya unsur paksaan. Dalam kagiatan bimbingan pembimbing
tidak tidak memaksa individu untuk menuju ke suatu tujuan yang ditetapkan oleh
pembimbing, melainkan pembimbing membantu mengarahkan anak bimbing ke
arah suatu tujuan yang ditetapkan bersama-sama, sehingga anak bimbing dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Ketiga, bahwa bantuan
diberikan kepada setiap individu yang memerlukannya di dalam proses
perkembangannya. Hal ini mengandung arti bahwa bimbingan memberikan
bantuannya kepada setiap individu, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun
orangtua.18
Dengan demikian dari beberapa definisi bimbingan agama di atas, maka
penulis simpulkan bahwa bimbingan adalah proses membantu seorang individu
17 Prayitno, dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimibingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka
Cipta), Cet. Ke-1, hal. 28. 18 Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press), Cet. Ke-1, h. 6.
xxvii
yang mengalami permasalahan yang berhubungan dengan psikis, dimana
dilakukan secara terus-menerus dan memiliki tujuan untuk membantu individu
agar individu menemukan potensinya sehingga individu itu dapat hidup secara
optimal dan mengatasi masalah-masalahnya secara mandiri serta mampu
beradaptasi dengan baik bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Adapun agama memiliki dua pengertian, yaitu secara subyektif (pribadi
manusia) dan secara obyektif: (a) Aspek Subyektif atau pribadi manusia. agama
mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilia-nilai
keagamaan berupa getaran batin, yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah
laku tersebut pada pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitar. Dari
aspek inilah manusia dapat tingkah lakunya itu merupakan perwujudan
(manifestasi) dari “pola hidup” yang telah membudaya dalam batinnya. Dimana
nilai-nilai keagamaan telah membentuknya menjadi rujukan (referensi) dari sikap,
dan orientasi hidup sehari-hari (b) Aspek Obyektif, agama dalam pengertian ini
mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun manusia kearah
tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut19
. Agama dalam pengertian
ini belum masuk ke dalam batin manusia atau belum membudaya dalam tingkah
laku manusia, karena masih berupa dokrin (ajaran) yang obyektif yang berada di
luar manusia. Oleh karena itu, secara formal, agama dilihat dari aspek obyektif
dapat diartikan sebagai peraturan yang bersifat ilahi (dari Tuhan) yang menuntun
19 H.M Arifin, Pedoman Bimbingan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT. Golden Trayon
Press, 1994), Cet. Ke-5, h.1.
xxviii
orang-orang berakal budi ke arah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan hidup di
dunia, dan memperoleh kebahagiaan di akhirat20
.
Dengan demikian, bimbingan agama adalah pemberian bantuan secara sistematis
kepada individu yang mengalami permasalahan menyangkut masa kini dan masa
depan dimana bantuan ini dalam bentuk pembinaan mental spiritual dengan
pendekatan keagamaan melalui kekuatan iman dan taqwa pada Tuhan YME.
Sehingga sasarannya adalah untuk membangkitkan daya rohaniahnya.
C. Metode Bimbingan Agama
Dalam bimbingan agama Islam banyak metode yang dapat dipergunakan:
a. Metode Ceramah
Metode caramah adalah suatu metode didalam bimbingan dengan
cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh pembimbing terhadap anak bimbing. Dalam
mempelajari peraturan-peraturannya pembimbing dapat menggunakan
alat-alat bantu, seperti: gambar, sket, peta, dan alat lainnya. Metode ini
banyak sekali dipakai, karena metode ini mudah dilaksanakan.
b. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang
guru atau pembimbing mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak
bimbing tentang bahan pelajaran yang telah mereka baca sambil
memperhatikan proses-proses berfikir diantara anak-anak bimbing.
20 Ibid. h. 2.
xxix
Dengan metode tanya jawab diharapkan agar anak bimbing menjawab
pertanyaan dengan jawaban tepat, berdasarkan fakta.
c. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana
seorang pembimbing memberikan tugas-tugas tertentu kepada anak
bimbing, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh pembimbing dan anak
bimbing mempertanggungjawabkannya. Dalam pelaksanaan metode ini
anak bimbing dapat mengerjakannya di rumah, perpustakaan, laboratorium
atau di tempat lain untuk dipertanggungjawabkan pada pembimbing di
kelas
d. Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama adalah suatu cara penyajian bahan dengan cara
memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun
kenyataan. Metode ini digunakan dalam bimbingan agama islam,
terutama tentang akhlak dan ilmu sejarah. Dengan metode ini anak
bimbing kebih bisa menghayati tentang pelajaran yang diberikan,
misalnya dalam menerangkan sikap seorang muslim terhadap fakir
miskin atau dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah islam,
umpamanya tentang peristiwa di zaman nabi.
e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar yang pada umumnya
penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan
xxx
barang atau benda. Didalam bimbingan agama metode ini banyak
digunakan terutama dalam menerangkan tentang cara mengerjakan
suatu ibadah, misalnya shalat, haji, tayamum dan sebagainya.21
Pemakaian metode-metode di atas, seorang pembimbing dapat memilih
metode yang sesuai dengan bahan atau materi yang akan disampaikan.
D. Tunarungu
1. Pengertian Tunarungu
Tunarungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak
yang mengalami kehilangan atau gangguan pendengaran, sehingga ia mengalami
gangguan dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari.
Kata Tunarungu menunjukkan kesulitan pendengaran dari yang ringan
sampai yang berat, yang digolongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar.
Orang tuli bisa bisu tetapi orang bisu belum tentu tuli, sedangkan orang tuli
disebut tuna rungu. Tuna rungu terdiri dari dua kata, yaitu tuna dan rungu. Tuna
artinya luka, rusak, kurang, dan tiada memiliki. Sedangkan rungu berarti tidak
dapat mendengar atau tuli.22
Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua
kelompok. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan
mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti
pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat
21 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulis, 2001), Cet.
Ke-3, h.108
22
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet, Ke-2,
h. 971
xxxi
bantu mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing)
bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan
untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa
maupun dengan alat bantu mendengar.23
Menurut Subarto, anak tunarungu adalah anak yang mengalami
kekurangan atau kehilangan pendengarannya, yang terjadi pada anak sebelum atau
sesudah ia dapat berbahasa (pralingual atau pun postlingual), sehingga akibatnya
ia tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Karenanya dalam proses pendidikan,
meskipun tuna rungu telah dibantu alat bantu dengar, anak tersebut tetap
membutuhkan pelayanan pendidikan khusus oleh orang yang ahli dibidangnya24.
Anak tuna rungu terdiri dari jenis, tuli dan yang mendapat kekurangan
pendengaran. Menurut Suheri HN dan Edi Purwanto, yang dimaksud dengan tuli
adalah orang yang mengalami kesulitan dalam pendengaran, sehingga anak tidak
mampu mengolah isi percakapan yang masuk melalui pendengaran sekalipun
menggunakan alat bantu dengar. Adapun yang dimaksud kurang pendengaran
adalah anak yang memerlukan alat bantu dengar, tetapi ia masih mampu
mengolah isi percakapan yang masuk melalui pendengaran.25
Kauffman
menjelaskan lebih lanjut bahwa tuli adalah seseorang yang kehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
pendengaran baik memakai alat maupun tidak memakai alat. Kurang mendengar
23 Akhmad Sudrajad, Model Pembelajaran Tunarungu, (Jakarta: 2004), h. 2
24 BR. Anton Subarto, Penanganan anak Tunarungu pada Usia Sekolah: Makalah
Simposium Sehari Lustrum IV SLB/B Santi Rama, (Jakarta: 29 September 1990), h.1 25
Suheri HN dan Edi Purwanta, Bimbingan Konseling Anak Luar Biasa, (Depdikbud:
1996), h, 10
xxxii
adalah seseorang menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya yang
cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui alat
pendengaran26.
Secara medis, menurut Sastrawinata ketunarunguan berarti kekurangan
atau kehilangan pendengaran atau kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
perasaan dari sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran. Sedangkan secara
pedagogis tuna rungu adalah kekurangan atau kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan hambatan dalam perkembangan sehingga memerlukan bimbingan
dan pendidikan khusus.27
Dari definisi yang dikemukakan para ahli di atas, penulis memahami
bahwa anak tunarungu adalah mereka yang kurang mampu atau tidak mampu
mendengar suara atau bunyi pada batas tertentu, ini disebabkan dari tidak
berfungsinya indera pendengarannya, yang didapat sejak lahir atau didapat dalam
kehidupannya kemudian (setelah dewasa), dengan atau tanpa alat bantu dengar.
2. Faktor-faktor Penyebab Tunarungu
Menurut Abdoerahman, ketunarunguan bisa disebabkan oleh dua hal.
Pertama, tuli akibat adanya gangguan atau kelainan pada telinga luar dan tengah.
Kedua, akibat adanya gangguan pada telinga bagian dalam yang berhubungan
dengan otak. Jelas tuli yang pertama bisa terjadi karena adanya kelainan bawaan,
kecelakaaan, ada benda-benda asing di telinga. Sedang jenis tuli yang kedua bisa
26 Sri Sunny Sundari, Orped Umum II, Diktat, (Jakarta: Milik Pribadi, 2006), h. 6.
27 Emon Sastrawinata, Pendidikan Anak Tunarungu, (Jakarta: P dan K, 1997), h. 10.
xxxiii
terjadi karena anak dilahirkan oleh ibu yang menderita Syphilis, ketidakserasian
golongan darah ibu dan anak, faktor rhesus, dan kekurangan enzim dalam sel
darah merah anak28.
Sedangkan menurut Mugiarsih CH.Widodo faktor-faktor penyebab
tunarungu diantaranya: Pertama, Sebelum anak dilahirkan: Kelainan pendengaran
karena faktor keturunan, terserang penyakit campak dan cacar air, waktu ibu
mengandung mengalami infeksi atau keracunan darahnya. Kedua, Saat dilahirkan:
rhesus ibu dan anak tidak sama, sel-sel darah ibu akan membentuk antibodi yang
justru merusak sel darah anak, yang dapat mengakibatkan kelainan pendengaran,
bayi pada waktu lahir dapat pertolongan dengan menggunakan alat tang, jepitan
tang yang keras pada bagian penting dapat menyebabkan kerusakan susunan
syaraf pendengaran, bayi yang prematur. Ketiga, Sesudah anak dilahirkan: infeksi
atau luka-luka pada alat pendengaran, terserang penyakit panas yang tinggi yang
dapat mempengaruhi fungsi pendengaran, misalnya malaria tropika, tyhpus,
influenza, dan lain-lain29
.
3. Ciri-ciri Khusus Tunarungu
Meskipun secara fisik anak tunarungu hampir sama dengan anak normal
pada umumnya, namun anak tunarungu mempunyai ciri-ciri yang sering terjadi
pada mereka. Dalam hal ini, Nur’aeni menyebutkan ciri-ciri tersebut di antaranya,
Sering tampak bingung atau melamun, sering bersikap tak acuh, kadang bersikap
28 M. Hartono Abdoerahman, Penyebab Tuli Pada Anak, dalam Majalah Ayah Bunda,
(Mei, 1986), h. 30 29
Mugiarsih CH. Widodo, Perbedaan Media Komunikasi Total dan Oral Terhadap
Keterampilan Membaca dan Menulis Siswa di Kelas I SLB Bagian Tunarungu, Tesis Sarjana
Psikologi, (Jakarta: Perpustakaan UI, 1995), h.4
xxxiv
agresif, perkembangan sosialnya terbelakang, sering meminta agar mau
mengulangi kalimatnya dan jika bersuara sering membuat suara-suara tertentu30
.
Anak tunarungu juga mempunyai karakteristik yang khas dan sukar untuk
diuraikan satu persatu secara mendetail. Walaupun demikian ada beberapa ciri
khusus pada anak tunarungu yang dapat dilihat melalui aktivitasnya sehari-hari di
antaranya: Pertama, dilihat dari segi Fisik: Cara berjalannya kaku dan agak
membungkuk, Gerakan kaki dan tangannya cepat atau lincah, Gerakan mata cepat
dan agak beringas, Pernafasannya pendek dan agak terganggu31
. Kedua, segi
Emosi dan sosial: karena kecacatan yang dimilkinya, seringkali anak tunarungu
menafsirkan sesuatu secara negatif, sehingga hal tersebut sering mengakibatkan
tekanan pada emosinya, yang membuat mereka menampilkan sikap menutup diri,
Menunjukkan sikap kebimbangan dan keragu-raguan. Dalam segi sosial, anak
tunarungu mempunyai karakteristik kurang bergaul, mempunyai perasaan rendah
diri, merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat, serta mempunyai perasaan
curiga terhadap orang lain32.
Ketiga; kepribadian: Mereka kurang mempergunakan bahasa verbal
sehingga mereka mengalami hambatan dalam mengekspresikan dirinya dalam
kehidupan di masyarakat. Keempat, Perkembangan bahasa: Kemampuan bahasa
terutama bahasa verbal amat erat dengan kemampuan mendengar, melalui bahasa
verbal anak belajar mengekspresikan diri menemukan kejadian, tukar pikiran
30 Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak-anak Tunarungu Untuk SGPLB, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1997), Cet. Ke-1, h. 119. 31
Depdikbud, Pendidikan Anak-anak Tunarungu Untuk SGPLB, (Bandung: Masa Baru,
1977), h. 14. 32
Jaenuddin, Terapi Bicara Pada Anak Tunarungu: Seminar dan Lokakarya Pendidikan
Tunarungu Se-Jawa Barat, (Bandung: 17 Januari, 1991), h. 4.
xxxv
serta menerima nilai sosial lainnya. Kelima, Perkembangan Intelegensi:
Perkembangan intelek sejalan dengan perkembangan bahasa. Terhambatnya
perkembangan bahasa mengakibatkan keterbatasan informasi dan menghambat
pencapaian pengetahuan secara teratur. 33
Dalam bentuk yang singkat Sastrawinata menyebutkan beberapa
karakteristik anak tunarungu, diantaranya: Cara berjalannya agak kaku dan
bungkuk, gerakan matanya cepat, agak beringas, gerakan kaki, tangannya sangat
cepat dan lincah, pernafasannya pendek dan sangat terganggu, emosinya selalu
bergejolak, kurang dapat bergaul, mudah marah dan berlaku agresif.34
4. Klasifikasi Tunarungu
Klasifikasi tunarungu ini sangat penting bagi orangtua, guru, atau lembaga
lainnya yang mempersiapkan atau memberikan bimbingan tentang sesuatu hal
pada anak tunarungu, dalam menentukan langlah-langkah, untuk membantu
mengurangi masalah-masalah yang dihadapi anak tunarungu, sesuai dengan taraf
ketunarunguannya. Adapun klasifikasi tunarungu menurut para ahli, yaitu:
Klasifikasi tunarungu menurut Sastrawinata adalah sebagai berikut, A.
Ketunarunguan pada taraf 14-25 db (desibel), yaitu ketunarunguan taraf ringan/
anak tunarungu pada taraf ini dapat belajar bersama anak-anak umumnya dengan
pemakain alat bantu dengar, penempatan yang benar dan pemberian-pemberian
33 Usup Ahlim Madyasukmana, Himpunan Tentang Disaudia, (Jakarta: Akademi Terapi
Wicara, Yayasan Institut Rehabilitasi Medis, 1991), h. 33. 34
Emon Sastrawinata, Pendidikan Anak Tunarungu , (Jakarta: P dan K, 1997), h. 15.
xxxvi
bantuan lainnya. B. Ketunarunguan pada taraf 26-50 db, yaitu ketunarunguan
pada taraf sedang, anak tunarungu pada taraf ini sudah memerlukan pendidikan
khusus dengan latihan bicara, membaca ujaran, latihan mendengar dengan
menggunakan alat bantu dengar. C. Ketunarunguan pada taraf 51-75 db, yaitu
ketunarunguan taraf berat. Anak tunarungu pada taraf ini sudah harus mengikuti
program pendidikan di Sekolah Luar Biasa, dengan mengutamakan pelajaran
bahasa, bicara, dan membaca ujaran. Alat bantu dengar tidak dapat digunakan
untuk bunyi klakson dan suara bising lainnya. D. Ketunarunguan pada taraf 76 db
ke atas, yaitu ketunarunguan taraf sangat berat. Anak tunarungu pada taraf ini
lebih memerlukan program pendidikan kejuruan, meskipun pelajaran bahasa dan
bicara masih dapat diberikan kepadanya. Penggunaan alat bantu dengar sudah
tidak bermanfaat lagi baginya.35
Menurut Moores, definisi ketunarunguan ada dua
kelompok. Pertama, seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan
mendengar pada tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti
pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat
bantu mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing)
bila kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan
untuk memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa
maupun dengan alat bantu mendengar.
Adapun Klasifikasi Tunarungu menurut LC de Vreede dalam bukunya
Speech Terapi Jilid I menguraikan sebagai berikut:
35 Mardiati Busono, Pendidikan Anak Tunarungu, ( Ikip Yogyakarta: 1993), h. 29
xxxvii
Derajat Kehilangan Intensitas bunyi Inplikasi Pendidikan
Ringan 27 – 40 dB Mempunyai kesulitan
dengan bunyi dari
kejauhan dan butuh
tempat duduk yang baik
serta terapi bicara.
Sedang 41 – 55 dB Mengerti percakapan,
tetapi tidak dapat diskusi
kelas. Membutuhkan alat
bantu dengar dan terapi
bicara
Berat 71 – 90 dB Hanya mendengar bunyi
yang sangat dekat.
Kadang-kadang dianggap
tunarungu. Membutuhkan
pendidikan luar biasa
yang intensif, alat bantu
dengar dan latihan bahasa
xxxviii
bicara.
Mendalam 91 dB Sadar akan adanya bunyi
dan getaran dianggap
tunarungu.36
36 Madyasukmana, Himpunan Tentang Disaudia, h. 14
xxxix
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI
BAMBU APUS JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Berdiri dan Perkembangannya
Tidak diragukan lagi, penyandang cacat rungu wicara adalah merupakan
bagian dari anggota masyarakat, karenanya mereka juga mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dalam berkarya di masyarakat, untuk itu tidak dibenarkan,
jika hak dan kesempatan tersebut dibatasi atau tidak dihiraukan oleh siapa pun.
Dewasa ini sejatinya masyarakat lebih menerima dan memperhatikan keberadaan
mereka, tentunya dengan meningkatkan kepeduliannya serta ikut mendukung dan
memfasilitasi kebutuhan penyandang cacat rungu wicara, agar mereka lebih
merasa berarti dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sehingga bakat dan
kreativitas mereka dapat disalurkan pada tempatnya. Terlebih ini juga merupakan
amanat UU No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, sebagaimana tertuang
dalam Bab III Pasal 5 dan 6 yang berbunyi : ‘Setiap penyandang cacat memiliki
hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan’.
Untuk itu, penyandang cacat memiliki hak kemandirian yang sama dengan
yang lainnya, khususnya dalam mencapai taraf hidup kesejahteraan sosial yang
layak, normatif, dan manusiawi. Tentunya dengan cara mengembalikan dan
meningkatkan kemampuan penyandang cacat dalam masalah kesejahteraan sosial,
sehingga mereka memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mengarungi
kehidupan ini. Itu sebabnya, permasalahan di atas, patut untuk dipikirkan lebih
xl
lanjut, yaitu harus adanya lembaga yang khusus memperjuangkan hak-hak
mereka, dan mengelolanya secara profesional, sehingga harapan-harapan para
penyandang cacat dapat dipenuhi dengan baik.
Di antara lembaga-lembaga yang konsen dalam menangani penyandang
cacat, adalah lembaga rehabilitasi sosial penyandang cacat rungu wicara, PSBRW
(Panti Sosial Bina Rungu Wicara) MELATI, ini merupakan unit Pelaksanaan
Tekhnis (UPT) Departemen Sosial, yang berdiri pada bulan Juni tahun 1994,
berdasarkan surat Keputusan Menteri Sosial No:6/HUK/199437, dengan tugas
pokok; memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi Sosial yang bersifat
kuratif, Rehabilitasi, Promotif dalam bentuk pelayanan dan bimbingan fisik,
mental, sosial, latihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut. Di
samping itu juga, lembaga ini merupakan pelaksana proses pengkajian dan
penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi dan rujukan. Sehingga setelah
anak asuh mengikuti program di PSBRW MELATI, diharapkan mereka dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sesuai dengan kemampuan yang
mereka miliki38
.
B. Visi, Misi, dan Tujuan
Layaknya sebuah lembaga profesional, lembaga ini juga memiliki Visi dan
Misi yang jelas dan profesional.
37 TIM Melati, Buku Pedoman Panti Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI”( Jakarta:
2003), h. 2. 38 Ibid. h.4.
xli
a. Visi
Visinya adalah PSBRW (Panti Sosial Bina Rungu wicara) MELATI siap
memfasilitasi penyandang cacat rungu wicara, sehingga menjadi manusia yang
mandiri, mampu bersaing dan berkompetisi dalam sagala aspek kehidupan dan
penghidupan pada tahun 2017.
b. Misi
Ini dapat tercapai, tentunya dengan misi yang berkualitas, di antara
misinya adalah lembaga ini merupakan gerbang langkah pertama menuju dunia
kerja yang syarat dengan persaingan kompetitif. Ini dibuktikan dengan tersedianya
aksesibilitas fisik maupun nonfisik, peningkatan pelayanan yang prima dan tepat
sasaran, pemerataan jangkauan pelayanan, terciptanya penerima manfaat yang
mampu bersaing dalam dunia usaha/kerja, dan tersedianya SDM yang
profesional.
c. Tujuan
Sebagai sebuah lembaga unit pelaksanaan tekhnis Departemen Sosial,
yang merupakan salah satu program pemerintah, maka tujuan didirikannya
lembaga ini adalah agar terlaksananya proses rehabilitasi sosial vokasional dengan
maksimal dan pelayananan prima secara maksimal, Sehingga kemampuan dan
kemandirian anak asuh terlaksana dengan baik. Di sisi lain, lembaga ini juga
berupaya keras agar masyarakat ikut berperan aktif dalam pelayanan rehabilitasi
xlii
sosial penyandang cacat rungu wicara, sehingga pelayanan yang diberikan akan
terasa lebih bermanfaar dan berkualitas39
.
C. Program Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati” Cipayung Jakarta
Timur.
Sebuah lembaga profesional, tentunya memiliki program-program
kegiatan yang sesuai dengan visi dan misinya. Dan program-program tersebut
sepatutnya termanaje dengan baik, dengan memanaje urusan yang terkait, maka
mengukur sebuah keberhasilan akan mudah dilakukan. Hal inilah mungkin yang
mendorong lembaga penyandang cacat ini, membuat program-program bimbingan
bagi mereka.
Di lembaga PSBRW MELATI ini terdapat beberapa bimbingan bagi anak
asuh, ada bimbingan fisik dan agama, ada juga bimbingan sosial dan terakhir
bimbingan keterampilan atau kerja. Untuk bimbingan pertama, yaitu fisik dan
agama, lembaga ini menggunakan cara-cara jitu agar tujuan yang telah ditetapkan
mudah tercapai, antara lain
1. Kegiatan bimbingan fisik dan mental meliputi: Belajar Agama, budi
pekerti, kecerdasan, bahasa isyarat, pancasila dan kewiraan, bimbingan
disiplin, bimbingan kebersihan diri dan lingkungan, speech therapy/bina
wicara, bimbingan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
2. Melaksanakan pengelompokkan anak asuh untuk kegiatan bimbingan
berdasarkan : Tingkat pendidikan, tingkat kecacatan anak asuh, hasil
39 Ibid, h. 3
xliii
assesment. Pengelompokkan ini di maksudkan agar pembimbing tepat
dalam memberikan bimbingan fisik dan mental sesuai dengan
kemampuan si anak asuh. 40
3. Membuat rencana kegiatan setiap bulan. Rencana kegiatan tiap bulan ini
agar para pembimbing dapat mengevaluasi tiap kegiatan yang terjadi
sebelumnya.
4. Melaksanakan monitoring kegiatan bimbingan. Monitoring ini bertujuan
untuk melihat kemajuan dan keberhasilan anak asuh dalam kegiatan
bimbingan fisik dan mental yang diberikan oleh pembimbing.
5. Melaksanakan rapat/pertemuan setiap bulan untuk bahan evaluasi dan
perencanaan bimbingan.
6. Mengadakan test setiap tiga bulan untuk mengetahui data perkembangan
anak asuh dalam menerima bimbingan. Ketujuh, menyelenggarakan sidang
kasus anak asuh yang sedang mengalami penyimpangan perilaku dalam
bimbingan fisik dan agama, sebagai penanggung jawab kegiatan Kepala
Seksi Rehabilitasi sosial.
7. Mengadakan absensi anak asuh setiap bimbingan, sehingga apa yang
terjadi pada anak asuh, akan mudah terpantau.
Bimbingan selanjutnya yang dilakukan dalam lembaga ini adalah
bimbingan sosial, bimbingan sosial ini meliputi bimbingan kepramukaan,
bimbingan kesenian, bimbingan perkoperasian, bimbingan karya wisata. Dalam
40 Wawancara Pribadi dengan Sri Mulyati, Pembimbing Agama Tunarungu PSBRW
melati, Jakarta, 14 Juli 2008.
xliv
bimbingan tersebut, digunakan langkah-langkah komprehensif dalam mengasuh
anak didik, langkah-langkah ini meliputi pengelompokkan anak asuh untuk
kegiatan bimbingan berdasarkan: tingkat pendidikan, tingkat kecacatan, hasil
assesment. Pengelompokkan ini bertujuan sama dengan bimbingan fisik dan
mental. Untuk itu maka diperlukan perencanaan kegiatan bulanan dan memonitor
kegiatan bimbingan tersebut secara intensif. Setelah itu para pengasuh
melaksanakan rapat/pertemuan setiap bulan sebagai bahan evaluasi dan
perencanaan program bimbingan. Dan bagi anak asuh diadakan tes tiap tiga bulan
untuk mengetahui data dan perkembangan anak asuh dalam menerima bimbingan.
Dan apabila dalam proses pembinaan terdapat kasus penyimpangan perilaku
dalam bimbingan sosial, maka penanggung jawab kegiatan, Kepala Seksi Program
dan Advokasi Sosial patut kerjasama dalam mengatasinya.
Bimbingan yang tidak kalah pentinganya adalah bimbingan keterampilan
atau kerja, keterampilan yang dilaksanakan dalam lembaga ini adalah berupa
keterampilan menjahit putra/putri, keterampilan kerajinan tangan, keterampilan
pertukangan kayu, keterampilan salon kecantikan/tata rias wajah, keterampilan
komputer, dan keterampilan Las. Dalam pelaksanaannya dilakukan
pengelompokkan anak asuh untuk kegiatan bimbingan ini, yang berdasarkan pada:
Hasil assesment atau vokasional, tingkat pendidikan anak asuh, tingkat kecacatan
yang di sandang anak asuh.
Dalam bimbingan ini, para pengasuh membuat perencanaan kegiatan
bimbingan setiap bulan dan melaksanakan monitoring pada kegiatan bimbingan
tersebut, agar lebih terkontrol, para pengasuh membuat catatan perkembangan
xlv
kemampuan anak asuh dalam menerima materi keterampilan. Dan selanjutnya
mereka mengadakan rapat pertemuan setiap bulan untuk bahan evaluasi dan
perencanaan program bimbingan. Dan bagi anak asuh diadakan test setiap tiga
bulan untuk mengetahui data dan perkembangan anak asuh dalam menerima
bimbingan. Jika dalam proses bimbingan terdapat penyimpangan perilaku dalam
bidang sosial, maka para penanggungjawab akan bermusyawarah untuk mencari
solusi yang terbaik. Di samping membuat perencanaan setiap bulan, secara umum
bimbingan sosial dan keterampilan ini telah dijadwalkan selama satu tahun.41
D. Sarana, Prasarana, dan Organisasi
1. Sarana Prasarana
Agar semua kegiatan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien,
maka disediakan sarana dan prasarana sebagai penunjang, antara lain: Pertama;
Fasilitas Ruangan yang ada di panti sosial bina rungu wicara “MELATI” meliputi:
Ruangan Kantor, Asrama Pria 4 Lokal, Asrama putri 3 lokal, Aula/ ruang
serbaguna, Ruang Keterampilan 8 lokal, Ruang Belajar 3 lokal, Ruang makan,
Ruang pamer, Work shop, Poliklinik, Guest house, Musholla, Pos satpam, Rumah
dinas 7 lokal, Rumah pimpinan, Peralatan Speach Therapy, Peralatan tes
pendengaran, Peralatan assesment, Sarana olah raga, MCK, Fasilitas listrik dan
air. Sejumlah peralatan seperti: peralatan asrama, kantor, dapur, peralatan
pelatihan keterampilan, peralatan kesenian, olah raga, ibadah, belajar, dan lain-
41 Buku Pedoman Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati, Jakarta: 2003
xlvi
lain42
. Selain fasilitas di atas, ada fasilitas yang tidak kalah pentingnya bagi anak
asuh, yaitu: Tempat tinggal atau asrama, pakaian seragam, permakanan anak asuh,
pelayanan kesehatan.Dalam proses kegiatan dalam lembaga ini, tentunya lembaga
ini memerlukan SDM yang berkualitas dan dana yang cukup bagi proses
bimbingan. Itu semua diperoleh dari APBN dan bantuan masyarakat yang peduli
akan keberlangsungan penyandang cacat, agar mereka mendapatkan hak yang
sama dengan yang lainnya.
E. Organisasi Panti Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI”
1. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Instalasi Produksi Panti Sosial Bina Rungu
42 Buku Pedoman Panti Sosial Bina Rungu Wicara “Melati”, Jakarta: 2003
Kepala
Dra. Ign Sri Wuwuh P.Msi
Nip.1959911081989032001
Kasub. Bagian Tata Usaha
Drs. Bambang Achmad
Yoganata
Nip. 196610301997021001
Kasi. Program dan Advokasi
Sosial
Bambang Wibowo, SH
Nip. 170028655
Kelompok Jabatan Fungsional
1. Dra. Istiqomah
Nip. 1700132213
2. Sri Mulyati
Nip. 170024991
3. Suminah
Nip. 170029079
Kasi. Seksi Rehabilitasi Sosial
Rustaman.SSt.M.Si
Nip. 196801201990031002
xlvii
Setiap lembaga sudah tentu memiliki orang-orang yang bertugas dalam
bidangnya masing-masing, adapun orang-orang yang memiliki tugas dalam
lembaga PSBRW MELATI Jakarta Timur ini, meliputi: Pertama, Kepala Panti.
Kepala panti ini bertugas melaksanakan tugas-tugas manajerial dan teknis
operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kedua, Kepala Sub bagian Tata Usaha bertugas
melakukan urusan surat-menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan rumah
tangga serta kehumasan. Ketiga, Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial
bertugas penyusunan dan program, pemberian informasi dan advokasi, pengkajian
dan penyiapan standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial.
Keempat, kepala seksi Rehabilitasi Sosial bertugas melakukan registrasi,
observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan,
bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, keterampilan,
resosialisasi, penyaluran, dan bimbingan lanjut.43 Kelima, kepala Instalasi
Produksi. Kepala instalasi produksi ini kedudukannya di bawah perintah kepala
43 Buku Pedoman Panti Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI”, (Jakarta: 2003), h. 16
xlviii
seksi rehabilitasi sosial. Keenam, Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok
jabatan fungsional adalah orang-orang yang terjun langsung dalam mengurus
pelayanan anak, yang bisa di sebut juga sebagai pembimbing dari bimbingan yang
ada di PSBRW MELATI.44
44 Wawancara Pribadi dengan Sigit. jakarta, 30 Desember 2008
xlix
BAB IV
METODE PEMBIMBING DALAM MEMBIMBING ANAK TUNARUNGU
DI PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MELATI
A. Identifikasi Informan
Dalam meneliti pelaksanaan metode bimbingan agama bagi tunarungu di
sekolah Melati, penulis menggali informasi dari beberapa informan, antara lain;
1. Kepala Panti PSBRW MELATI.
Nama : Dra. Ign. Sri Wuwuh P. M.Si
T.tgl. lahir : Denpasar 8 November 1959
Pendidikan : S2 STIP Widuri
Di tahun 2009 ini, Ibu Sri ini baru satu tahun menjabat sebagai kepala
panti di PSBRW MELATI, meskipun demikian beliau telah mengajar bertahun-
tahun di PSBRW MELATI. Sehingga beliau sudah banyak mengenal dan
mengetahui bagaimana karakter anak-anak tunarungu di PSBRW MELATI.
Dilihat dari latar belakang pendidikannya pun beliau memang pantas menjabat
sebagai kepala panti di PSBRW MELATI, terlebih beliau memiliki pengalaman
dan ilmu yang mumpuni di bidangnya. Ibu Sri Wuwuh bertempat tinggal di
komplek perumahan dekat dengan PSBRW MELATI. Kedekatan tempat tinggal
ini, akan lebih memudahkannya dalam berkomunikasi dan memonitoring
perkembangan anak tunarungu yang merupakan anak didiknya.
l
2. Pembimbing Agama
Nama : Sri Mulyati
T.tgl. Lahir : Cirebon, 24 September 1962
Pendidikan : D3 bidang studi Tarbiyah, IAIN Cirebon.
Panggilan akrabnya adalah bu Mul, nama itulah yang biasa digunakan di
lingkungan sekolah Melati, untuk memudahkan orang lain berkomunikasi
dengannya. Enam belas tahun beliau sudah menjadi pekerja sosial sebagai
pembimbing Agama di PSBRW MELATI, karenanya secara umum beliau sudah
menguasai, dan memahami bagaimana harus bersikap kepada anak didiknya.
Sehingga anak didik pun lebih mudah mamahami apa yang diajarkan bu Mul, dan
hasil dari bimbingan agama yang bu Mul ajarkan selama ini kepada para anak
didiknya, hasilnya antara lain; anak didik dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan. Dilihat dari pengalamannya dalam mengajar yang mencapai belasan
tahun lamanya sebagai pembimbing agama dan juga berdasarkan latar belakang
pendidikan agama yang beliau ambil, dapat disimpulkan bahwa bu Mul adalah
seorang guru yang berkompeten dalam mengajar, mendidik, membimbing dan
mentransformasi ilmu pengetahuan pada anak tunarungu.45
3. Anak didik atau siswa dari laki-laki dan perempuan, yang dari segi
umur,
45 Wawancara Pribadi dengan Ria, Orang Tua Anak Tunarungu PSBRW Melati . Jakarta,
14 Agustus 2008
li
pekerjaan orang tua dan status sosialnya berbeda. Mereka adalah;
a. Siswa dari laki-laki bernama Yogi, Yogi adalah anak pertama dari dua
bersaudara. Orang tuanya yang meminta Yogi untuk masuk PSBRW MELATI.46
Saat ini usia yogi adalah dua puluh dua [22] tahun. Ketulian Yogi terdeteksi
ketika memasuki usia lima tahun, dimana Yogi mengalami panas tinggi dan
kejang-kejang. Dari sisi klasifikasi sebab ketunarunguan, Yogi ini tergolong pada
penyebab sesudah melahirkan, karena terserang penyakit panas yang tinggi yang
dapat mempengaruhi fungsi pendengaran Yogi.47
Secara medis tingkat ketulian
Yogi berkisar 40 db, ini tergolong tunarungu sedang, dimana pada taraf ini
memerlukan pendidikan khusus dengan latihan bicara, membaca ujaran, dan
latihan mendengar dengan menggunakan alat bantu dengar.48
Yogi sudah
menamatkan sekolah di SMU umum, dari pendidikan tersebut Yogi mampu
menangkap materi-materi yang disampaikan oleh pembimbing agama dengan
mudah, selain cerdas Yogi juga mempunyai jiwa kepemimpinan dan rasa toleransi
yang tinggi, sehingga Yogi dijadikan sebagai ketua kelas. Dalam pergaulan
dengan guru dan teman-temannya Yogi cukup baik.49 Ayah Yogi bekerja sebagai
seorang PNS di Jakarta, dari segi ekonomi keluarga Yogi termasuk keluarga yang
mampu.
46 Wawancara Pribadi dengan Sri Mulyati, Pembimbing Agama Anak Tunarungu
PSBRW Melati, 14 Agustus 2008 47
Mugiarsih CH.Widodo, Perbedaan Media Komunikasi Total dan Oral Terhadap
Keterampilan Mmbaca dan Menulis Siswa di Kelas 1 SLB Bagian Tunarungu, Tesis sarajan
Psikologi, (Jakarta: Perpustakaan UI, 1995), h.4 48
Emon Sastrawinata. Pendidikan Anak Tunarungu. (Jakarta: P dan K, 1997), h.10 49
Wawancara pribadi dengan Sri Muyati, Pembimbing Agama Anak Tunarungu PSBRW
Melati, 4 September 2008
lii
b. Informan dari siswi adalah Norma, tempat tanggal lahir di Bekasi, pada
14
Desember, usia Norma sekarang 19 tahun. Norma mengalami ketulian sejak lahir.
Konon ini disebabkan sejak dalam kandungan, ibunya sering jatuh dan hipertensi,
dengan penyebab tersebut telinga bagian dalam yang behubungan dengan otak
Norma mengalami gangguan.50
Akibat ia mengalami cacat rungu total, sehingga
penggunaan alat bantu dengarpun sudah tidak bermanfaat lagi baginya.51
Meskipun demikian ia mampu mengikuti pelajaran bahasa, bicara, dan membaca
ujaran, karena sebelumnya Norma adalah tamatan SMP LB. Dalam hal pemberian
materi agama Norma agak sulit menangkap dengan cepat dan mudah, sehingga
pembimbing harus memberikan materi yang berulang-ulang hingga Norma
mampu memahami materi tersebut.52
Orang tua Norma termasuk kurang mampu,
ayah Norma bekerja sebagai Petani, dan ibu Norma bekerja sebagai pedagang nasi
uduk. Dalam pergaulan dengan guru dan teman-temannya Norma sedikit pemalu
dan kurang percaya diri (PD).
B. Pelaksanaan Bimbingan Agama Pada Anak Tunarungu
1. Subyek; subyek dari bimbingan Agama di PSBRW MELATI ini
adalah
50 M. Hartono Abdoerahman, Penyebab Tuli Pada Anak, dalam Majalah Ayah Bunda,
(Mei, 1986), h. 30 51
Murdiati Busono, Pendidikan Anak Tunarungu, (Ikip Yogyakarta, 1993), h. 29 52
Wawancara pribadi dengan Sri Muyati, Pembimbing Agama Anak Tunarungu PSBRW
Melati, 4 September 2008
liii
pembimbing atau guru Agama. Secara profesionalitas, idealnya pembimbing
agama adalah orang yang memilik kemampuan, keahlian di bidang agama. Ini
dimaksudkan agar apa yang diajarkan tidak menyimpang dari ajaran yang benar.
Selain menguasai di bidang agama, ia juga mesti menguasai metode komunikasi
yang tepat bagi siswa tunarungu. Karena pastinya, akan sangat berbeda cara
komunikasi antara tunarungu dan bukan tunarungu. Dalam hal ini, sebagai mana
yang penulis jelaskan di awal, bahwa pembimbing agama di PSBRW Melati
adalah Ibu Mul, sejauh pengamatan penulis beliau adalah sosok yang mumpuni
dalam tugas mulia ini.
2. Obyek bimbingan; obyek dari bimbingan Agama di PSBRW Melati ini
adalah
pelaksana metode bimbingan agama di PSBRW MELATI bagi anak tunarungu.
3. Materi bimbingan
Materi dari bimbingan agama ini adalah Tauhid, Fiqih; yang meliputi
shalat,
zakat dan puasa, Akhlak dan Iqra (baca al-Qur’an).
4. Metode bimbingan
a. Metode individu
Metode individual ini adalah metode bimbingan yang dilakukan
pembimbing dengan peserta bimbingan yang hanya seorang. Metode individual
ini dilakukan, jika materi yang akan disampaikan memerlukan konsentrasi dan
liv
ketelitian, seperti pada bimbingan baca al-Qur’an atau Iqra’. Dan juga jika
didapati siswa yang membutuhkan penanganan khusus.
Metode ini digunakan ketika pembimbing agama yaitu bu Mul sedang
mengajarkan bacaan Iqra. Pelaksanaannya dilakukan dengan perorangan karena
bacaan iqra itu sulit apabila dilakukan secara berkelompok. Contohnya pada saat
anak tunarungu menulis materi fiqih, bu Mul memanggil satu-persatu anak
tunarungu untuk membaca iqra.
Dengan menggunakan metode individual, anak didik akan melihat bibir bu
Mul, dan juga sebaliknya bu Mul melihat apa yang digerakkan mimik anak
tunarungu. Apakah sudah benar atau belum. Jika belum, maka diulang pada hari
berikutnya, dan jika anak tunarungu sudah mampu membaca iqra dengan benar,
maka bu Mul memberikan materi iqra selanjutnya. Jadi metode ini sangat efektif
dilakukan walaupun membutuhkan waktu yang lama. Karena sesuai dengan
kemampuan mereka, sebagaimana diketahui bahwa kemampuan mereka berbeda-
beda ada yang cepat, sedang dan lambat.53
b. Metode kelompok
Metode kelompok ini dilakukan oleh pembimbing agama yaitu Ibu Mul,
jika materi yang akan diajarkan dapat dilakukan secara bersama-sama, metode ini
banyak dilakukan oleh Ibu Mul. Di antara kelebihannya, ketika proses
pelaksanaan bimbingan, antara satu siswa dengan siswa lain dapat saling
53 Wawancara pribadi dengan Sri Mulyati, Pembimbing Agama, 2008
lv
memperhatikan dan membetulkan, jika ditemukan kesalahan pada kawannya,
seperti dalam praktek shalat.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan,
PSBRW MELATI secara organisasi dan personal memiliki kualitas yang kreatif.
Dalam proses pelaksanaan bimbingan agama, PSBRW MELATI berusaha
bertindak sebagai orangtua. Pertama yang pembimbing lakukan adalah
mendekatkan diri secara personal dengan melakukan metode individual agar anak
tunarungu mendapatkan bimbingan agama secara jelas dan dapat di fahami oleh
anak tunarungu.
Para pembimbingpun melakukan bimbingan dengan metode kelompok
inipun bisa dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan, seperti yang
ada dalam program kegiatan, misalnya program bimbingan agama yang mulai dari
pagi sampai siang hari. Program keterampilan dan kursus-kursus, demonstrasi,
ceramah dan tanya jawab yaitu penyampaian materi oleh pembimbing dengan
cara memotivasi para anak tunarungu sehingga mereka mampu mencurahkan dan
menanyakan masalah yang dirasakan belum mengerti, baik masalah kehidupan
maupun masalah belajar.
Dengan metode personal, diharapkan pembimbing dapat memberikan
bimbingan dan penanganan yang tepat bagi anak tunarungu. Seperti memberikan
teori yang sesuai dengan kemampuan anak tunarungu.
Mengenai materi bimbingan agama yang diberikan pembimbing cukup
bervariasi dan disesuaikan dengan keadaan anak tunarungu. Seperti, membaca
lvi
iqra, kegiatan berjemaah seperti sholat berjemaah, aqidah, fiqih, akhlak, dan
pengetahuan umum. Sedangkan materi pokok yang diberikan pembimbing
bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.
Dengan metode personal dan kelompok ini, PSBRW MELATI
menggunakan dua pendekatan yaitu berupa kekeluargaan dan pemahaman
terhadap agama. Kekeluargaan dalam arti agar lebih intens dalam mendengar,
mengarahkan dan membimbing anak tunarungu dalam belajar agama.
Pemahaman agama dimaksudkan agar pemahaman tentang agama dan
sikap anak tunarungu dapat dikontrol dan didisiplinkan dengan nilai-nilai agama
sehingga perilakunya dapat lebih santun dan bermartabat54
.
5. Waktu Bimbingan Agama
Pelaksanaan bimbingan agama dilakukan pada tiap hari selasa pukul 08.00
WIB. Bimbingan hanya dibimbing oleh satu orang pembimbing yaitu ibu Mul, ibu
Mul bertugas memberikan materi bimbingan agama selama dua jam.
6. Tempat Bimbingan Agama
Tempat merupakan komponen yang paling mendasar dari suatu aktivitas
atau kegiatan bimbingan dan pembinaan. Adapun tempat yang digunakan untuk
melaksanakan program bimbingan agama di PSBRW MELATI berpusat di dua
tempat, yaitu aula dan ruang belajar. Aula digunakan sebagai pusat bimbingan
54 Wawancara pribadi dengan Sri Mulyati, Pembimbing Agama, 14 Desember
2008
lvii
agama dalam aspek ceramah, sedangkan ruang belajar digunakan untuk kegiatan
pemberian materi dalam bentuk iqra, fiqih, dan lain sebagainya.
C. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Klasifikasi Siswa
Klasifikasi ini penting untuk diteliti, sebagai gambaran awal tentang kondisi
siswa- siswi tunarungu di PSBRW MELATI. Sehingga dengan mengetahui
kondisi sesungguhnya, pola bimbingan agama pun dapat disesuaikan dan
dibedakan antara satu kondisi dengan kondisi siswa lainnya.
1. Anak Asuh Kelas A Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 15 Orang
2 Perempuan 5 Orang55
Dari data di atas, diketahui bahwa anak asuh Kelas A PSBRW MELATI di
tahun 2007/2008 lebih banyak laki-laki daripada siswi perempuan. Keseluruhan
anak asuh di PSBRW MELATI tahun 2007/2008 berjumlah 100 orang, dari 100
anak asuh itu anak laki-laki berjumlah 65 orang, dan anak asuh perempuan
berjumlah 35 orang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Menurut informasi yang penulis dapati, hal ini terjadi
karena orangtua yang memiliki anak tunarungu lebih banyak mendaftarkan anak
laki-lakinya dari pada anak perempuan. Ini dikarenakan kebanyakan dari orang
55 Buku Absensi Anak Tunarungu Kelas A, tahun 2008
lviii
tua merasa anak perempuan lebih pantas berada di rumah, untuk membantu ibu
mereka, dari pada berada di Panti.
Di PSBRW MELATI, dalam proses bimbingan Agama, anak laki-laki dan
anak perempuan disatukan dalam satu kelas, proses bimbingannya pun tidak
dibedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam proses bimbingan agama bagi anak tunarungu tidak dibatasi oleh
gender. Hal ini berbeda dengan proses bimbingan keterampilan, dalam bimbingan
ini anak laki-laki dan anak perempuan tidak disamakan, karena keterampilan yang
harus dimiliki oleh mereka memiliki perbedaan-perbedaan.
Dari sisi peraturan, setiap siswa memiliki pandangan beragam tentang
peraturan yang ditetapkan oleh pembimbing di PSBRW MELATI. Menurut
sebagian anak laki-laki aturan yang ada di PSBRW adakalanya menyenangkan
dan adakalanya juga tidak menyenangkan. Menurut mereka, di antara peraturan
yang tidak menyenangkan adalah dilarangnya setiap siswa dari PSBRW
MELATI. Adapun peraturan yang mereka anggap menyenangkan adalah bolehnya
siswa melakukan pacaran dengan anak asuh perempuan PSBRW MELATI.
Pandangan laki-laki tersebut, sedikit berbeda dengan pandangan para siswi,
sebagian anak perempuan lebih pasrah menerima segala peraturan dan mereka
siap mengikuti semua peraturan yang ada. Dari sisi kebijakan dan peraturan yang
ditetapkan panti terhadap anak asuh laki-laki dan perempuan sama, misalnya
dalam hal kedisiplinan waktu, anak laki-laki dan perempuan semuanya wajib tepat
waktu dalam semua kegiatan yang mereka ikuti. Oleh karena itu dari keseluruhan
lix
kebijakan yang ada di panti memang tidak dibedakan, agar tidak adanya
kesenjangan sosial antara anak laki-laki dan perempuan.56
2. Anak Asuh Berdasarkan usia
No Usia Jumlah
1 18 7
2 19 3
3 20 3
4 21 2
5 22 1
6 23 2
7 24 1
8 25 157
Dari data di atas, diketahui bahwa anak tunarungu di PSBRW Melati
berusia antara 18 sampai 25 tahun. Sebagian besar berusia 18 tahun, tentu saja
secara normal usia antara 16-18 tahun adalah setingkat SMA. Namun tidaklah
demikian dengan siswa yang penulis teliti, karena mereka adalah anak abnormal
yang usianya berkisar antara 18 tahun sampai dengan 25 tahun.
Secara umum, usia antara 18 tahun hingga 25 tahun seharusnya telah
duduk di Perguruan Tinggi. Karena mereka anak abnormal maka siswa PSBRW
cipayung jakarta timur ini perlu dibimbing, karena meskipun usia mereka sesuai
56 Wawancara pribadi dengan Ign Sri Wuwuh. Jakarta, 4 september 2008
57 Data pribadi anak asuh kelas A, tahun 2008
lx
dengan anak yang duduk di SMA dan Perguruan Tinggi namun kemampuannya
tidak sesuai dengan anak tingkat SMA secara umum. Meskipun usia mereka
termasuk usia dewasa dini58 (dimana dewasa dini 17-22 tahun) secara fisik, dan
bentuk tubuhnya tampak seperti orang dewasa. Akan tetapi, secara mental mereka
belum memiliki tanggung jawab penuh, terlebih secara ekonomi mereka masih
sangat tergantung dari orangtuanya.
Sedangkan mereka yang berusia 22-28 tahun, umumnya sudah
menyelesaikan pendidikan formal, kemudian berkarir sesuai dengan minat bakat
dan kemampuannya.59
Secara keseluruhan usia anak asuh di PSBRW MELATI
dibatasi, yaitu mulai usia 15 tahun hingga usia 35 tahun. Dalam hal ini, kepala
panti beralasan bahwa usia 15-35 tahun adalah usia yang masih bisa berproduksi
dan berkarir.60
Memang pada prinsipnya alam membatasi usia reproduksi wanita
hingga sekitar 40 tahun,61 sedangkan untuk laki-laki tidak terbatas. Secara umum,
sesungguhnya usia mereka sudah termasuk dalam kategori usia berkarir. Pada usia
30 keatas seharusnya mereka bisa membangun karirnya dan membentuk rumah
tangga.62
Maka itu dalam metode bimbingan Agama pun, tentunya disesuaikan
dengan usia dan kemampuannya. Akan tetapi meskipun usianya sudah dewasa,
58 Hurlock membagi masa dewasa menjadi 3 fase, yaitu; (1). masa dewasa dini, dimulai
umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, (2). masa dewasa madya, dimulai umur 40 tahun sampai 60
tahun, (3). masa dewasa lanjut usia (lansia), dimulai pasa umur 60 tahun sampai kematian. Lihat
Kartini Kartono, Pengantar Psikologi Perkembangan, h. 39 59
Dariyo.A, Psikologi perkembangan dewasa muda, (jakarta: Grasindo), 2003 60
Wawancara Pribadi dengan Ign Sri Wuwuh, Kepala Panti PSBRW Melati, pada tanggal
4 September 2008 61
Kristiono. “Manipulasi Jam Biologis.” Artikel diakses pada 20 maret 2009 dari
http://www.kabarindonesia.com/2008/04/23 62 Dariyo, 2003
lxi
jika kemampuan dalam bidang agamanya masih rendah, maka yang diajarkan pun
adalah materi yang sesuai dengan kemampuannya.
3. Klien berdasarkan kelompok
No Kelompok Jumlah
1 A 20
2 B 20
3 C 6063
Dari data di atas, diketahui bahwa Anak Asuh PSBRW Cipayung Jakarta
Timur adalah kelas A sampai dengan kelas C, dan sebagian besar kelas C. Kelas C
ini hampir setingkat dengan SD. Kelas C lebih banyak dibandingkan dengan kelas
lain, karena memang kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD atau tidak pernah
sekolah sebelumnya. Pembagian kelompok ini memang diperlukan agar anak asuh
mampu menerima materi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
Karena tingkat pendidikan menunjang kemampuan inteligensi mereka, sehingga
pembimbing pun membedakan dalam hal materi yang disampaikan.
Dari sisi tingkat kesulitan dalam proses bimbingan, dari ketiga kelompok
ini, kelas C adalah kelas yang memiliki penanganan yang lebih berat, karena
mayoritas mereka belum mengetahui apa-apa, sehingga pembimbing
membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mengajari mereka. Kegiatan diskusi
dan tanya jawab antara pembimbing dengan anak asuh biasanya terjadi pada saat
63 Observasi Penulis Anak Tunarungu di PSBRW Melati, 12 Juli 2008
lxii
bimbingan mental berlangsung. Dan biasanya waktu ini juga digunakan oleh
pembimbing untuk mengajarkan nilai-nilai Agama kepada siswa tunarungu.
4. Pekerjaan orang tua klien
No Pekerjaan
Orang Tua
Jumlah
1 PNS 8
2 Pensiun 3
3 Wiraswasta 5
4 Petani 464
Sesungguhnya data di atas, tidak ada kaitannya secara langsung dengan
proses bimbingan Agama, namun ada pepatah mengatakan bahwa; ‘buah tidak
jauh dari pohonnya’. Maka itu, penulis menganggap penting untuk menganalisa
sejauh mana pengaruh latar belakang orang tua terhadap bimbingan agama bagi
anak-anaknya, khususnya sebelum mereka memasukkanya ke Panti. Dari data di
atas, dapat diketahui bahwa mayoritas orang tua dari anak tunarungu PSBRW
adalah PNS (pegawai negeri sipil), artinya dari sisi ekonomi orang tua siswa
PSBRW termasuk dari kalangan orang yang mampu, dengan kata lain termasuk
pada golongan menengah ke atas.
Dari beberapa pekerjaan orangtua di atas, intensitas kunjungan orangtua
berbeda-beda. Anak asuh yang orang tuanya bekerja sebagai PNS intensitas
kunjungannya lebih terkontrol dan lebih sering dibandingkan dengan orangtua
64 Data Pribadi Anak Tunarungu PSBRW MELATi, Th 2008
lxiii
yang pekerjaannya pensiunan, wiraswasta, dan petani. Data ini penulis dapatkan
dari buku kunjungan keluarga anak asuh. Orangtua yang menjalani pekerjaannya
sebagai PNS memang terlihat lebih sering intensitas kunjungannya di PSBRW
MELATI, karena mereka memiliki waktu luang yang luas dan materi yang cukup
untuk mengunjungi anaknya di PSBRW MELATI.65
D. Metode Bimbingan Agama
Bentuk materi yang disampaikan oleh bu Mul dalam bimbingan agama
bermacam-macam mulai dari membaca Iqra, ilmu Tauhid, dan Fiqih. Materi akan
berganti jika anak tunarungu sudah memahami materi tersebut. Jika belum, maka
materi terus berlanjut sampai anak tunarungu memahami materi yang
disampaikan oleh bu Mul.66
1. Bimbingan Tauhid
Ajaran tauhid adalah ajaran inti dalam agama, ia mestilah dijadikan materi
pokok dalam setiap bimbingan agama. Karena iman adalah syarat diterima dan
sahnya ibadah.67
Karenanya para utusan Allah SWT baik itu Nabi dan Rasul, di
antara tugas pokoknya adalah menyampaikan tauhid, bahwa Allah SWT adalah
Esa, dan Ia satu-satunya yang wajib disembah, tidak ada tuhan selain Allah SWT;
ini berdasarkan firmannya;
65 Hasil penelitian Bulan Juni-Oktober 2008
66 Wawancara pribadi dengan Sri Mulyati.
67 Untuk mengetahui lebih mendalam tentang materi tauhid, lihat Abdullah dan al-
Mushlih dan Shalah al-Shawi, Prinsip-prinsip Islam untuk kehidupan, (Jakarta: Yayasan al-
Haramin 1998), Cet. Ke-1, h. 10
lxiv
5�ا�)�>�ت واج;� �ا ا# ا: 5وا أن رس�+ أ�8 آ0 �6 �,��� و�
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thagut’
(syaithan)”
[QS An-Nahl: 36]
Dalam membimbing siswa memahami materi tauhid ini, pembimbing di
PSBRW MELATI menggunakan beberapa metode, antara lain;
a. Metode meniru
Metode meniru di sini adalah dengan melalui ucapan, misalnya latihan
pengucapan lafal syahadat, tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah. Metode ini dilakukan dengan menirukan lafal syahadat yang diucapkan
pembimbing. Latihan ini adalah dengan menggunakan bahasa bibir. Metode ini
dilakukan di ruang artikulasi. Artikulasi adalah ruang di mana di situ terdapat
cermin besar yang digunakan untuk bercermin (melihat pengucapan atau bahasa
bibir/gerakan bibir) metode ini dilakukan Karena yang dibimbing adalah anak
tunarungu yang mempunyai kekurangan pada pendengarannya. Sehingga
menjadikan mereka kesulitan dalam mengucapkan sesuatu yang benar.
Metode ini dilakukan dengan panduan tulisan, yaitu pada saat latihan itu
pembimbing dan anak melihat tulisan lafal syahadat. Kemudian di situ
pembimbing membacakan lafal syahadat dengan intonasi dan gerakan bibir yang
benar, kemudian siswa menirukan bacaan syahadat tersebut, dengan bahasa bibir.
Yang dilakukan di depan cermin pada ruang artikulasi. Latihan pengucapan lafal
syahadat ini dilakukan berulang-ulang, agar anak benar-benar dapat mengucapkan
lafal syahadat dengan cepat walaupun dengan bahasa bibir.
lxv
b. Metode mengenal ciptaan Allah
Untuk memahami kekuasaan Allah SWT dan keesaannya, pembimbing
terkadang menggunakan metode mengenal ciptaan Allah. Dalam metode ini,
pembimbing menyebutkan dan membawa salah satu contoh ciptaan Allah SWT,
kemudian menjelaskannya dengan sederhana. Misalnya pembimbing
menunjukkan sebuah pohon, kemudian mengatakan;
“pohon ini tidak muncul begitu saja”
Kemudian dengan media pohon tersebut, pembimbing menjelaskan
tentang sesuatu itu ada, karena ada yang menciptakan. Dengan kata lain, tidak
mungkinpohon muncul begitu saja tanpa ada yang mencitakannya. Kelebihan
metode ini adalah mudahnya siswa melihat objek pembahasan, sehingga siswa
dapat lebih mudah dalam memahami apa yang disampikan oleh pembimbing.
c. Metode ceramah
Bimbingan syahadat dengan melaui cermah ini, masih juga menjelaskan
bahwa tidak ada tuhan yang wajib disembah kecuali Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT.
“Tujuan dari pemberi materi tentang syhaadat ini tidak ke
ucapan, namun untuk membawa anak pada pemahaman
tentang syahadat”68
Di sini pembimbing berhadapan langsung dengan anak. Metode ini
dilakukan dengan bahasa bibir, dan bila diperlukan juga bahasa isyarat untuk
membantu penjelasan dengan bahasa bibir. Karena yang digunakan adalah bahasa
bibir, jadi dalam pengucapan setiap kata harus jelas dan mudah ditangkap oleh
para anak tunarungu. Inti dari pemberian materi tentang syhadat ini tidak pada
68 Wawancara Penulis dengan Sri Mulyati. 04 September 2008
lxvi
ucapan atau lafal syahadat itu sendiri, namun dengan praktek akan membawa
siswa pada pemahaman tentang syahadat, yaitu pengakuan tidak ada tuhan selian
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Dalam metode ceramah ini, secara spontanitas anak akan dijelaskan bahwa
walaupun kita sebagai manusia dihidupkan oleh Allah dan dapat tumbuh dengan
makan, yang mana makanan itu pada awalnya berasal dari yang menciptakan,
yaitu Allah SWT.
2. Bimbingan Shalat
Shalat adalah bagian penting dalam agama, dalam materi ini, yang
diajarkan adalah gerakan shalat dan bacaan-bacaan yang dibaca ketika
menunaikan shalat. Untuk mentransformasi pengetahuan tentang shalat tersebut,
pembimbing menggunakan beberapa metode, antara lain;
a. Metode ceramah
Selain bimbingan agama yang dilaksanakan tiap hari selasa, penulis
melihat ada bimbingan agama yang dilaksanakan pada tiap rabu malam.
Pembimbing lebih banyak dibandingkan bimbingan agama pada hari selasa pagi,
yakni berjumlah 6 orang tiap malamnya, dan beraganti tiap minggunya.
Kebanyakan pembimbing berasal dari luar panti, yakni ustad atau ustadzah yang
berkompeten dalam bidang agama. Bimbingan agama malam ini lebih banyak
menggunakan metode ceramah.
Metode ini diberikan kepada seluruh anak tunarungu di PSBRW MELATI
tanpa terkecuali anak tunarungu yang non muslim. Materi yang disampaikan lebih
bersifat umum tidak memihak kepada satu agama saja, contohnya larangan
lxvii
mencuri, larangan membunuh, dan lain sebagainya.69
Dalam metode ini,
penceramah dibantu oleh berbgai pembimbing untuk menymapaikan dengan
isyarat.
b. Metode praktek/demonstasi
Metode demonstrasi digunakan untuk penyampaian materi bagi anak yang
susah menerima materi tersebut. Contohnya seperti gerakan dan bacaan sholat
mereka (anak tunarungu) tidak tahu apa-apa yang sedang dikerjakan oleh bu Mul
akan tetapi dengan mendemonstrasikan si anak tahu bahwa itu gerakan sholat dan
bacaan sholat.70
“salah stu siswa disuruh praktek shalah dari satu pada satu gerakan
dikatakan baru satu rakaat. Kalau du arakaat berarti harus dua kali dari ini.”71
c. Metode shalat jamaah
Metode shalat jamaah ini dilakukan dengan beberapa cara, antara lain;
1. Praktek shalat jamaah
Praktek sholat jamaah ini untuk seluruh murid yang sesuai dengan materi
pelajarannya, para siswa diminta untuk menunaikan shalat secara berjamaah, dan
pembimbing melihat dan mengontrol setiap gerakan dan bacaan yang dilakukan
69 Wawancara Pribadi dengan Muhidin, Pembimbing Agama Anak Tunarungu PSBRW
Melati, 10 November 2008 70
Wawancara pribadi dena Sri Mulyati, Pembimbing Agama, 14
Desember 20 71
Wawancara pribadi dengan bu Mul, Pembimbing Agama PSBRW Melati,14 Desember
2008
lxviii
oleh para siswa, jika ditemukan kesalahan, maka pembimbing langsung
meluruskannya.
2. Sholat jamaah
Setelah siswa dilatih untuk praktek shalat jamaah, maka mereka langsung
mempraktekkannya ketika menunaikan shalat wajib. Sehingga ketika hendak
menunaikan shalat, mereka diwajibkan untuk menunaikan secara berjamaah.
d. Metode Media Visual
Media visual adalah media yang terbaik dalam megajarkan praktek
gerakan shalat, karena siswa dapat melihat langsung gerakan yang benar. Metode
ini digunakan oleh pembimbing sesekali waktu, dengan cara memutarkan film,
atau video yang berkenaan dengan praktek shalat.
e. Metode gambar
Metode ini pun tidak jauh berbeda dengan metode menonton, hanya saja
metode ini lebih mudah didapatkan, karena dewasa ini banyak ditemukan gambar-
gambar gerakan shalat. Siswa hanya melihat gambar dan menirukannya. Biasanya
gambar-gambar ini diletakkan di dinding-dinding, agar siswa dapat lebih mudah
melihatnya, dan kemudian mempraktekkannya sehari-hari.
3. Bimbingan puasa
a. Metode ceramah
lxix
Sesungguhnya materi puasa adalah materi aplikasi, namun sebelum siswa
menjalankan ibadah puasa, pembimbing memberitahukan apa-apa yag boleh dan
tidak dilakukan selama menjalankan ibadah puasa. Dalam menyampaikannya,
pembimbing menggunakan metode ceramah.
b. Metode buka bersama
Metode ini sangat mudah, pembimbing hanya mengajak para siswa untuk
melaksankan buka bersama, selama menunggu buka puasa, pembimbing
melakukan kegiatan Tanya jawab yang berkenaan dengan ibadah puasa.
c. Metode Tanya jawab
Untuk menghindari terjadinya pasif ketika pelaksanaan bimbingan agama
berlangsung, metode ini digunakan oleh bu Mul atau pembimbing agama lainnya
ketika menunggu waktu berbuka puasa. Bu Mul atau pembimbing agama yang
lain memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk bertanya sekitar
materi yang telah dibahas, kemudian bu Mul atau pembimbing memberikan
jawabannya. Sebaliknya, bu Mul bertanya untuk kemudian anak tunarungu
menjawab. Metode tanya jawab ini mampu membuat anak tunarungu memahami
materi yang sedang dibahas. Metode Tanya jawab ini dilakukan setelah metodae
ceramah, untuk mengetahui daya serap siswa.
d. Metode simulasi
lxx
Simulasi adalah metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam
bentuk tiruan. Maksud metode simulasi disini adalah siswa disuruh membaca atau
mempraktekkan apa yang dia dapatkan.
“Niat puasa seperti apa, ruku puasa seperti apa, terus diacak
dan anak mengambil dan dan disuruh membaca. Disitu untuk
menanamkan tentang rukun puasa, syarat puasa. Disampaikan
seperti ini agar menarik, agar mudah ditangkap dan
mengesankan. Agar ada sesuatu yang tertinggal di benak
mereka”72
Penyampaian dengan metode simulasi ini adalah: pembimbing membuat
Tulsan yang jumlahnya menunjukkan rukun puasa, syarat puasa, hal-hal yang
membatalkan puasa. Setelah itu kemudian anak mengambil kertas tulisan yang di
acak itu kemudian disuruh maju k depan dan membaca kertas tulisan yang ia
dapatkan tadi. Metode ini menarik dan mudah.
4. Bimbingan Akhlak
Akhlak adalah sebuah sitem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-
karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa.
Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi seseorang dan
membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai-nilai yang cocok dengan
dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda73
.
72 Wawancara pribadi dengan bu Mul, Pembimbing Aagama 5
september 2008 73 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia (Jakarta: Gema Insani, 2004) Cet.ke-1, h.26
lxxi
Adapaun metode bimbingan yang digunakan dalam materi akhlak adalah
metode meniru, ceramah, dan Tanya jawab. Bukankah Rasulullah pun ketika
mengajarkan sahabat tentang akhlak, ia mempraktekkannya terlebih dahulu.
E. Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam pengamatan penulis, faktor pendukung dan penghambat dalam
proses bimbingan agama ini perlu dimunculkan, agar pembaca dan peneliti
lainnya dapat mengetahui kendala-kendala yang mesti diselesaikan, guna
terlaksananya bimbingan agama yang baik bagi siswa tunarungu di kemudian
harinya
1. Faktor Pedukung
a. Pada umumnya anak yang datang ke panti tersebut sudah megetahui
tentang agama, sehingga pembimbing tinggal memperjelas, dan
menambahi saja.
b. Anak penurut, sehingga lebih mudah diarahkan.
c. Adanya ruang artikulasi untuk melatih anak bahasa bibir.
d. Adanya sarana, prasarana, seperti ruang artikulasi, musholla,
TV(VCD) dan alat peraga seperti timbangan.
2. Faktor Penghambat
a. Seringkali pembimbing memberikan bimbingannnya secara
individual, meskipun sudah dijelaskan secara berkelompok. Hal ini
disebabkan karena tingkat pemahaman dan daya tangkap anak
berbeda-beda, tergantung pada ukuran sisa pendengarannya.
lxxii
b. Kesulitan pembimbing dalam memberikan materi karena tingkat sisa
ukuran pendengaran siswa berbeda-beda.
c. Pembimbig hanya mengembangkan potensi yang dimilIki anak, bukan
untuk mengubahnya. Hanya bisa mengembangkan potensi yang ada
yaitu sisa pendengaran dan pengucapan yang dimiliki anak.
d. Keterbatasan waktu, karena bimbingan tersebut hanya diberikan pada
saat pelajaran agama islam, itupun apabila ada materi dalam buku.
e. Meskipun ada waktu khusus (waktu tersendiri) dalam memberikan
bimbingan agama, namun hal itu dirasa belum cukup, karena hanya
terjadi pada seminggu sekali74
.
74 Wawancara pribadi dengan bu Mul, Pembimbing Agama PSBRW Melati,14 Desember 2008
lxxiii
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mengadakan penelitian di Panti Sosial Bina Rungu Wicara
“MELATI”. Pada dasarnya metode yang digunakan pembimbing dalam
melaksanakan bimbingan agama, tidak jauh berbeda dengan metode yang
dilakukan dengan anak normal lainnya (secara teori). Hanya saja metode
penyampaian komunikasinya yang membedakan, yaitu metode isyarat, oral dan
komunikasi total (penggabungan isyarat dan oral).
Komunikasi yang digunakan oleh pembimbing dan juga anak asuh dalam
pelaksanaan bimbingan agama menggunakan oral, isyarat, dan komtal
(komunikasi total). Dimana isyarat ialah melambangkan huruf atau kalimat yang
ingin disampaikan kepada lawan bicara, isyarat ini biasa dilakukan bagi anak yang
tidak menguasai bahasa oral. Oral melatih anak asuh untuk berbicara normal, juga
melatih pendengaran agar sampai pada penguasaan bahasa. Komtal (komunikasi
total) ialah komunikasi yang berusaha menggabungkan berbagai bentuk
komunikasi untuk mengembangkan konsep dan bahasa pada anak tunarungu.
Tercakup didalamnya gerakan-gerakan, suara yang diperkeras, ejaan jari, bahasa
isyarat, membaca dan menulis. Semua komunikasi di atas digunakan oleh
pembimbing agama, dan diberikan sesuai dengan kemampuan anak asuh dalam
berkomunikasi.
Dari penelitian itulah penulis menyimpulkan beberapa hal:
lxxiv
1. Subyek: subyek dari bimbingan agama di PSBRW MELATI ini adalah
pembimbing atau guru agama.
2. Obyek; obyek dari bimbingan agama di PSBRW MELATI ini adalah
pelaksanaan metode bimbingan agama anak tunarungu yang dilakukan
di PSBRW MELATI
3. Materi: materi dari bimbingan agama ini adalah bimbingan Tauhid,
Fiqih; yang meliputi bimbingan sholat, bimbingan zakat, bimbingan
puasa dan Akhlak serta Iqra’ (baca al-Qur’an).
4. Metode bimbingan agama yang digunakan oleh pembimbing meliputi
metode meniru, metode mengenal ciptaan Allah, metode ceramah,
metode praktek atau demonstrasi, metode sholat jamaah, metode
nonton (visual), metode gambar, metode buka bersama, metode
bertanya, dan metode simulasi.
Adapun dalam pandangan penulis, metode yang dianggap lebih efektif dan
efisien yang dapat digunakan pada anak tunarungu adalah metode demonstrasi
(karena anak akan lebih mudah menerimanya) dan metode ceramah (karena yang
digunakan adalah komunikasi yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa bibir dan
bahasa isyarat.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini tidak sedikit kekurangan-
kekurangan yang akan ditemukan dalam skripsi ini, baik dari sisi objek penelitian
maupun hasil dari penelitian ini. Maka itu, penulis menyarankan kepada para
lxxv
peneliti untuk memperdalam dan meneliti hal-hal yang belum diteliti dalam
penelitian ini. Misalnya tempat-tempat tunarungu yang dikelola oleh swasta,
artinya individu masyarakat, tanpa campur tangan pemerintah. Ini penting, karena
tempat-tempat hasil swadaya masyarakat akan mengalami problematika yang
tidak ringan.
Dari sisi pendekatan, peneliti dapat mengkaji penelitian ini lebih
mendalam, sehingga pondasi penelitian yang berkenaan dengan motede
bimbingan agama bagi tunarungu lebih kuat.
Untuk memhami metode yang efektif bagi anak tunarungu, langkah yang
pertama adalah pembimbing memahami segala karakteristik anak tunarungu
terutama dalam segi bahasa dan langkah yang kedua adalah ciri khas anak
tunarungu adalah visual dan pemata. Dalam pembelajaran pembimbing tidak perlu
menggunakan kata-kata yang sulit untul difahami anak tuanrungu, apalagi
menggunakan kata yang abstrak, akan tetapi pembimbing menggunakan kata-kata
yang singkat, jalas dan nyata. Dalam proses bimbingan segala sesuatu yang
diucapkan pembimbing atau diisyaratkan harus berada di jangkauan mata anak
asuh tunarungu. Karena jika tidak dapat dilihat oleh anak asuh maka bimbingan
agama tidak ada manfaatnya. Secara umum penulis menyarankan;
1. Diharapkan pembimbing bersama staf yang lain membuat pedoman
tentang pemberian bimbingan agama tersebut yang berguna untuk mempermudah
dalam memberikan materi bimbingan agama dan mempermudah megukur tingkat
keberhasilan atau ketidakberhasilan dalam memberikan bimbingan agama.
lxxvi
2. Perlunya pembimbing lebih focus ketika memberikan bimbingan agama
karena agama yang baik sangat diperlukan dalam kehidupan sekarang yang telah
global.
3. Perlunya perhatian pembimbing yang lebih luas terhadap
pengembangan bimbingan agama tersebut. Serta perlunya kerjasama yang baik
antara pembimbing dan guru lainnya.
lxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan islam. Jakarta: Ciputat
press, 2002
Arifin, H.M. Pedoman penyuluhan Agama. Jakarta: PT.Golden Trayon Press,
1994
--------------.Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta:
Bulan Bintang, 1997
--------------. Teori-teori konseling Agama dan Umum. Jakarta: Golden Trayon
Press, 1994
--------------. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama. Jakarta:
Golden Trayon Press, 1998
A, Dariyo. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grafindo, 2003
Abdoerahman, M,Hartono. “Penyebab Tuli Pada Anak Luar Biasa.” Dalam
Majalah Ayah Bunda. Mei, 1986
A. Hallen. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Jakarta: Ciputat Press, 2002
------------, Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Press, 2002
Amti, Erman, dan Prayitno. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta
lxxviii
Aminudin, A.Achyar, dan Umam, Khairul. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung:
CV.Pustaka Setia, 1998
Burhan, Arif. Pengantar Metode Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional, 1992
Busono, Murdiati. Pendidikan Anak Tunarungu. IKIP: Yogyakarta, 1993
Bintoro, Totok, Pengaruh Tingkat Ketunarunguan Terhadap Kemampuan
Komunikasi Siswa Tunarungu Kelas D-5 di SLB di DKI. Jakarta:
Lembaga Penelitian UNJ, 2001
Buku Pedoman Panti Sosial Bina Rungu Wicara “MELATI”. Jakarta, 2003
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Bani Pustaka, 1988
--------------. Pendidikan Anak-anak Tunarungu Untuk SGLB. Bandung: Masa
baru, 1977
Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UI
Press, 2001
Jaenudin. “Terapi Bicara Pada Anak Tunarungu.” Dalam seminar dan Lokakarya
Pendidikan Tunarungu Se-Jawa barat. Bandung: 15-17 januari 1991
Koentjoroningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia,
1983
Lismidar. “Tuntutan Rohani Islam Dalam Memenuhi Kebutuhan Spiritual
Pasien.” Dalam Makalah Penataran Dakwah Ke RS. Jakarta, 1993
lxxix
Madjid, Nurcholis. Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina, 2000
Majalah Peduli Umat. “Mewujudkan Kesetaraan Penyandang Cacar dan
Masyarakat. Edisi 8 tahun, 2005
Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Segi Aspeknya. Jakarta: UI Press
Nurihsan, A.Juntika, dan Yusuf Syamsu. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT.Rosda Karya, 2006
Nasrulloh. “Penyuluh Agama.” artikel di akses pada 14 Mei 2009. Dari nasrulloh-
one-blog-spot.com/2009/03/-metode-penyuluhan-agama-29.html-119k-
Nur’aeni. Intervensi Dini Bagi Anak-anak Tunarungu Untuk SGPLB. Jakarta:
PT.Rineka Cipta, 1997
Purwanta, Edi, dan Suheri.HN. Bimbingan Konseling Anak Luar Biasa.
Depdikbud, 1996
Rahmad, Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997
-------------------------. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004
Ralby, Asman. Kamus Internasional. Jakarta: Bulan Bintang, 1956
Roberston, Roland. Agama Dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologis. Jakarta:
Rajawali Press, 1999
Sumardjo, Jakob, Menjadi Manusia. Bandung: Rosda, 2001
lxxx
Shihab, M.Quraish. Mukjizat Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2003
Sundari, Sri Sunny. Orped Umum II, Diktat. Jakarta: Milik pribadi, 2006
Sudrajat, Akhmad. Model Pembelajaran Tunarungu. Jakarta, 2004
Sartono, dan M.Umar. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: Pustaka Setia, 1998
Subarto, BR.Anton. “Penanganan Anak Tunarungu Pada Usia Sekolah” dalam
Makalah Simposium Sehari Lustrum IV SLB/B Santi Rama. Jakarta, 1990
Sastrawinata, Emon. Pendidikan Anak Tunarungu. Jakarta: P dan K, 1997
Syahidin. Metode Pendidikan Qur’ani: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Misaka
Galiza, 1999
Sukardi, Dewa Ketut. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Surabaya: Usaha
Nasional, 1983
Tumanggo, Rusmin. Sosiologi Dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2004
Tim Penyusun. Kamus Pusar Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Tsg, Mulia, DKK. Ensiklopedia Indonesia Jilid II. Bandung: Van Hoeve
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Madrasah. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2007
lxxxi
LAMPIRAN
Pemberian materi bimbingan agama
lxxxii
Anak bimbing sedang mengikuti proses bimbingan agama
Anak bimbing sedang mengikuti proses bimbingan agama
Anak bimbing sedang mengikuti proses bimbingan agama
lxxxiii
PENGGUNAAN ABJAD JARI SISTIM ISYARAT BAHASA INDONESIA
Pembimbing sedang mengajarkan iqra
Anak bimbing sedang mengikuti proses bimbingan agama
lxxxiv
lxxxv
WAWANCARA DENGAN ANAK ASUH PANTI SOSIAL BINA RUNGU
WICARA “MELATI” CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Nama : Yogi
Jabatan : Anak asuh
Waktu : Kamis, 4 September 2008/ Jam 11.15
1. T : Materi apakah yang diberikan oleh ibu pembimbing Agama dalam
bimbingan agama?
J : Baca Iqra, Fiqih, Tauhid, terus apa lagi yah..banyak....
2. T : Berapa jam materi bimbingan agama yang kamu terima setiap hari selasa?
J : Hanya 2 Jam, selanjutnya bimbingan keterampilan
3. T : Perlu atau tidak jam bimbingan agama di tambah?
J : Saya rasa cukup karena habis itu ada lagi bimbingan-bimbingan yang lain,
jadi cape kalau banyak-banyak...he....he...
4. T : Metode bimbingan agama yang kamu ketahui apa?
J : Wawancara sama ceramah aja....
5. T : Di antara metode tersebut, mana yang kamu sukai?
J : Wawancara....karena saya jadi lebih fokus sama apa yang disampaikan
oleh pembimbing
Interview Interver
Yogi Ida Nur Farida
lxxxvi