34
290 SINDROM METABOLIK Sidartawan Soegondo, Dyah Purnamasari

metabolik sindrome

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah metabolik syn

Citation preview

290SINDROM METABOLIK

Sidartawan Soegondo, Dyah Purnamasari

1866METABOLIK ENDOKRIN

PENDAHULUANffada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor :o pada pasien-pasien dengan resistensi insulin yang iffltobungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular 'jmag disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindrom metabolik.Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin leijadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut. Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa keadaan seperti hiperurisemia, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkoholik.Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). Laporan

PenelitiTahunDaerahN (usia)Prevalensi (%) (ATP III Asia)Komponen sindrom metabolic Terbanyak (%)Budhiarta2004Bali88820,3i Kolesterol HDL (39,1)Denpasar35424,8D. Sangsit44319,2D. Sembiran90 (30-60)7,8Arifi n2003Bandung49722,94Medical check up(-)(bukan modifikasi)Suhartono2005Semarang1190 (> 50)16,6Hipertensi (89,7)(poli RS)Pekajangan1230 (> 30)20,3Pranoto2005Surabaya10034Obesitas sentral(general check up)(-)Hipertrigliseridemia (85,29)Adam2002 - 2004Makasar121933,4Obesitas sentral (58,2)(general check up)(21-82)Tabel 1. Prevalensi Sindrom Metabolik di Beberapa Daerah di IndonesiaDikutip dari Purnamasari. Gambaran Resistensi Insulin Subyek dengan Saudara Kandung DM tipe 2. Tesis. 2006.1865

1866METABOLIK ENDOKRIN

\1866METABOLIK ENDOKRIN

prevalensi sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.Meski mendapat sebutan sindrom, namun secara umum penatalaksanaan sindrom metabolik sejauh ini masih merupakan penatalaksanaan masing-masing komponennya. Masih menjadi perdebatan apakah sebutan sindrom ini masih memiliki arti klinis mengingat tidak ada perbedaan penatalaksanaan pada tiap komponennya.Pada akhirnya tampilan klinis sindrom metabolik ini sangat dipengaruhi oleh faktor etnik dan herediter, sehingga pola klinis di setiap populasi berbeda.

KRITERIASejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. Secara umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health Organiza-tion (WHO) merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun 1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandangi DM mengingat penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian pada tahun 1999, the European Group for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria WHO. EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National Cholesterol Education Program (NCEP) Aduh Treatment Panel III (ATP III) mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan adanya komponen resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya komponen obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut-offlingkar perut diambil dari National Instilute of Health Ohesity Clinical Guidelines; > 102 cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah berisiko terkena sindrom metabolik. Pada tahun 2003, American Association of Clinical Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi dari ATP III. Sama seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian, pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP III. IDF menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-ojf lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada Tabel 2.Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATPIII lebih banyak digunakan, karena lebih memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.

PATOFISIOLOGIPengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medikamentosa dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.

Obesitas sentralObesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan vis-ceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosisfactor a (TNF-a), Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini diprcaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian

73016091790159

sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein trans-port, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.

Peran sistem imunitas pada resistensi insulinInflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reac-tive protein (CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek wanita sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.

HipertensiResistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Study melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2

TERAPI

Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang telah memiliki sindrom metabolik, diperlukan pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi komponen sindrom metabolik yang ada. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih merupakan penatalaksanaan dari masing-masing komponennya (Tabel 3)Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang belum diabetes. Penatalaksanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab (berat badan lebih/obesitas dan inaktifitas fisik) serta tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid.

Obesitas dan Obesitas SentralPemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom metabolik. Mempertahankan berat badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas utama pada penyandang sindrom metabolik. Target penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan, dapat dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan aktifitas fisik yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk subyek dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis olah raga yang sesuai.Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat. Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin dapat menjadi pertimbangan walaupun tanpa mengesampingkan kemungkinan efek samping yang mungkin timbul. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun dapat memberikan efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktifitas fisik, memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang berisiko serius akibat obesitasnya.

HipertensiHipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga mengakibatkan mikroalbuminuria yang1868METABOLIK ENDOKRIN

99999999

"abel 2. Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik1867SBPDROM METABOLIK

Kriteria Klinis

WHO (1998)

EGIR

ATP III (2001)

AACE (2003)

IDF (2005)

TGT, GDPT, DMT2, atau sensitivitas insulin menurun* Ditambah 2 dari kriteria berikutBera* badanPria: rasio pinggang panggul > 0,90 Wanita: rasio pinggang panggul > 0,85dan/atau IMT> 30 kg/m2TG> 150 mg/d L dan/atau HDL-C < 35 mg/dL pada pria atau < 39 mg/dL pada wanita

Manan darah > 140/90 mm Hg'-air-ya

TGT, GDPT atau DMT2

Mikroalbuminuria

Insulin plasma > persentil ke-75 Ditambah dua dari kriteria berikut

LP > 94 cm pada pria atau > 80 cm pada wanita

TG> 150 mg/dL dan/atau HDL-C < 39 mg/dL pada pria atau wanita

> 140/90 mmHg atau dalam pengobatan hipertensi

TGT atau GDPT (tetapi bukan diabetes)Tidak ada, tetapi mempunyai 3 dari 5 kriteria berikut

LP > 102 cm pada pria atau > 88 cm pada wanitaf

TG > 150 mg/dL

HDL-C < 40 mg/dL pada pria atau < 50 mg/dL pada wanita

> 130/85 mmHg

> 110 mg/dL (termasuk penderita diabetes)iTGT atau GDPT Ditambah salah satu dari kriteria berikut berdasarkan penilaian klinis IMT > 25 kg/m2

TG > 150 mg/dL dan HDL-C < 40 mg/dL pada pria atau < 50 mg/dL pada wanita

> 130/85 mmHg

TGT atau GDPT (tetapi bukan diabetes)Kriteria resistensi insulin lainnyaTidak ada

LP yangmeningkat(spesifiktergantungpopulasi) ditambahdua dari kriteriaberikutTG> 150 mg/dL atau dalam pengobatan TG HDL-C < 40 mg/dL pada pria atau < 50 mg/dL pada wanita atau dalam pengobatan HDL-C 130 mm Hg sistolik atau > 85 mm Hg diastolik atau dalam pengobatan hipertensi 100 mg/dL (termasuk diabetes)

i~2 ~enunjukkan diabetes melitus tipe 2; LP, lingkar pinggang; IMT, indeks massa tubuh; dan TG, trigliserida, semua singkatan lainnya terdapat liailarn teks.Sensitivitas insulin diukur pada kondisi euglikemia hiperinsulinemia, ambilan glukosa di bawah kuartil terendah sebagai latar belakang populasi yangfBtaoerapa pasien pria dapat akan mempunyai faktor-faktor risiko metabolik saat lingkar pinggang meningkat meskipun hanya sampai nilai ambang i|pfcm 94 hingga 102 cm [37 sampai 39 inci]). Pasien seperti itu mungkin mempunyai kontribusi genetik yang cukup kuat terhadap resistensi insulin, tei'iata akan mendapatkan manfaat dari perubahan kebiasaan dan gaya hidup, seperti halnya pria dengan peningkatan lingkar pinggang kategorik." =*-iisi tahun 2001 menilai kadar glukosa puasa 110 mg/dL (6,1 mmol/L) sebagai kadar yang meningkat. Nilai ini dimodifikasi pada tahun 2004 immanjadi > 100 mg/dL (5,6 mmol/L), sesuai dengan definisi terkini dari American Diabetes Association mengenai definisi GDPT.46,47,77 Meliputi riwayat penyakit keluarga berupa diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik, gaya hidup yang kurang banyak gerak, usia lanjut dane-tentu yang rentan terhadap diabetes melitus tipe 2. lltejp dari Grundy et al. Diagnosis and management of metabolic syndrome. Circulation 2005

nrdiovaskular tidak tergantung dari faktor risiko isional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP. Tih ini belum diketahui apakah pengukuran pengukuran er hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada gukuran secara anatomi dala memprediksi risiko ian kardiovaskular dan kelainan metabolik yang terkait.

Resistensi Insulin;istensi insulin mendasari kelompok kelainan pada m metabolik. Sejauh ini belum disepakati pengukuran ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp ipakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plaama puasa juga ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa iya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran ^meostasis Model Asessment (HOMA) dan Quantita-Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikanberkorelasi erat dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin. Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOMA dan QUICK!) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.

DislipidemiaDislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati

Tabel 3. Penatalaksanaan Sindrom Metaboliki1869

SINDROM METABOLIK

Target dan tujuan terapi

Rekomendasi terapii1869

SINDROM METABOLIK

Faktor risiko gaya hidupObesitas abdomenMengurangi berat badan sebanyak 7% hingga 10% selama satu tahun pertama terapi. Sesudah itu, teruskan penurunan berat badan sebisa mungkin dengan tujuan akhir mencapai berat badan yang diinginkan (IMT 60 menit), 5 hari/minggu, tetapi lebih baik lagi bila setiap hari.

*et aterogenik Mengurangi asupan lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol

Faktor risiko metabolikItesipidemia aterogenik Target primer:LDL-C meningkat (lihat Tabel 4 untuk - "ciannya)Target sekunder: non-HDL-C meningkatPasien risiko tinggi: < 130 mg/dL (3,4 mmol/L) {pilihan: < 100 mg/dL) [2,6 mmol/L] untuk pasien yang berisiko sangat tinggif}

Pasien berisiko tinggi-sedangj: