50
TUGAS KHUSUS “MENURUNKAN NILAI COD LIMBAH CAIR PT POLYPET KARYA PERSADA SESUAI BAKU MUTU YANG BERLAKU” BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dianggap sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan karena pencemaran yang ditimbulkannya. Limbah industri dapat berwujud gas, padat, cair dan lumpur. Di antara beberapa wujud limbah industri tersebut, limbah cair merupakan jenis limbah yang lebih perlu mendapatkan perhatian karena berpengaruh penting terhadap kerusakan lingkungan. Untuk menjaga keseimbangan lingkungan, pemerintah menetapkan baku mutu. Baku mutu diberlakukan untuk menetapkan kadar – kadar pencemar yang diizinkan untuk dibuang ke badan air sehingga lingkungan akan tetap terjaga. Untuk memenuhi ketentuan pemerintah, PT Polypet Karya Persada telah mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat limbah industrinya dengan membangun Waste Water Treatment Plant (WWTP). Walaupun telah memiliki unit WWTP, namun hasil pengolahan limbah cairnya belum dapat memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 tahun 2007 mengenai Baku Mutu Air Limbah

Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Meningkatkan Efisiensi Penurunan COD Waste Water Treatment Plat di PT Polypet Karya Persada

Citation preview

Page 1: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

TUGAS KHUSUS

“MENURUNKAN NILAI COD LIMBAH CAIR PT POLYPET

KARYA PERSADA SESUAI BAKU MUTU YANG BERLAKU”

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri dianggap sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan karena

pencemaran yang ditimbulkannya. Limbah industri dapat berwujud gas, padat, cair

dan lumpur. Di antara beberapa wujud limbah industri tersebut, limbah cair

merupakan jenis limbah yang lebih perlu mendapatkan perhatian karena

berpengaruh penting terhadap kerusakan lingkungan. Untuk menjaga keseimbangan

lingkungan, pemerintah menetapkan baku mutu. Baku mutu diberlakukan untuk

menetapkan kadar – kadar pencemar yang diizinkan untuk dibuang ke badan air

sehingga lingkungan akan tetap terjaga.

Untuk memenuhi ketentuan pemerintah, PT Polypet Karya Persada telah

mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat limbah industrinya dengan

membangun Waste Water Treatment Plant (WWTP). Walaupun telah memiliki unit

WWTP, namun hasil pengolahan limbah cairnya belum dapat memenuhi baku mutu

yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 tahun 2007

mengenai Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Industri Poly

Ethylene Terephtalat (PET). Sebagai industri yang bertanggung jawab dan

melaksanakan pengolahan limbah yang berwawasan lingkungan, maka PT Polypet

Karya Persada berupaya memperbaiki kinerja dari unit WWTP yang dimilikinya

sehingga dampak yang mungkin terjadi dari limbah cairnya dapat diantisipasi.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk menurunkan nilai COD limbah cair sesuai baku mutu dapat dilakukan

dengan mengkaji efisiensi unit pengolahan limbah dan mengoptimalkan efisiensi

unit pengolahan limbah cair yang sudah ada.

Page 2: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

1.3 Tujuan

Pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh

industri dengan mengoptimalkan efisiensi unit WWTP sehingga kualitas limbah

cair memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sebelum dibuang ke badan air.

1.4 Manfaat

Dari tugas khusus ini, diharapkan dapat memberi gambaran bagi mahasiswa

kerja praktek mengenai pengolahan limbah cair yang dilakukan pada skala industri

dan dapat mengetahui masalah – masalah yang terjadi serta memberikan solusi

pada masalah yang ada.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan Limbah yaitu upaya pengurangan volume, konsentrasi, dan tingkat

bahaya limbah dengan jalan pengolahan secara fisik, kimia, biologi atau gabungan dari

ketiga cara tersebut.

a. Pengolahan Fisik

Unit pengolahan fisik merupakan jenis pengolahan limbah yang didalam

prosesnya menggunakan mekanisme fisik seperti sedimentasi dan filtrasi.

Sedimentasi merupakan proses pemisahan partikel dari cairannya, baik partikel yang

memang telah berada dalam air baku, yang terbentuk sebagai akibat penambahan

kimia, maupun partikel yang dihasilkan dari flokulasi fisis yang digabungkan dengan

pengolahan biologis dengan memanfaatkan gaya grafitasi. Unit sedimentasi dapat

mengurangi nilai COD sebesar 30 – 40 % (www.chem-is-try.org). Waktu tinggal

sedimentasi optimum pada waktu berkisar 3 jam.

Operasi filtrasi dengan alat filter media butiran secara luas digunakan untuk

memindahkan padatan tersuspensi dari dalam air. Bentuk padatan tersuspensi dapat

berasal dari sumber air ataupun sebagai hasil dari proses kimia seperti koagulasi dan

Page 3: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

flokulasi, presipitasi kimia dan lainnya. Unit filtrasi mempunyai efisiensi penurunan

COD sebesar 30 – 60 %

b. Pengolahan Kimia

Pengolahan air limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan

partikel – partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam – logam berat,

senyawa phosphor, dan zat organic beracun. Prinsip dari pengolahan kimia adalah

dengan menggunakan metode dimana bahan pencemar dipisahkan atau dikonversi

dengan cara menambahkan bahan kimia contohnya dalam proses koagulasi dan

flokulasi.

Proses koagulasi adalah proses destabilisasi muatan partikel sehingga menjadi

bermuatan netral, proses ini dilakukan dengan pengadukan cepat dengan

ditambahkan bahan kimia koagulan. Setelah proses koagulasi biasanya dilanjutkan

dengan proses flokulasi yang dimaksudkan untuk menggabungkan flok – flok yang

berukuran besar dan berat sehingga lebih mudah dan cepat mengendap pada bak

sedimentasi. pH optimum untuk proses koagulasi ialah 6,5 – 8,5. Jenis koagulan yang

biasa digunakan ialah tawas, Poli Alumunium Chloride (PAC), TOPAC, Ferro Sulfat

(FeSO4), Ferri Sulfat (FeCl3), dan jenis flokulan yang biasa digunakan ialah Poli

Akrilamida. Pengolahan limbah secara koagulasi dan flokulasi dapat memberikan

efisiensi penghilangan COD sebesar 30 – 60 % sedangkan BOD sebesar 40 – 70%

(Ema H, 2007).

c. Pengolahan Biologis

Pengolahan limbah cair secara biologis merupakan pengolahan limbah dengan

menggunakan kemampuan mikroorganisme untuk menstabilkan zat organik dan zat

anorganik yang terlarut didalam air limbah dengan cara mengkonversikannya

menjadi gas dan partikel tersuspensi yang dapat dipisahkan dengan cara pengendapan

pengolahan limbah secara biologis dibagi menjadi dua jenis yaitu pengolahan secara

anaerobik dan aerobik.

Page 4: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

1. Anaerobik

Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan pengolahan limbah dengan

mikroorganisme pendekomposisi bahan – bahan organic dalam air limbah yang

akan terganggu pertumbuhannya atau bahkan mati jika terdapat oksigen bebas

dalam system pengolahannya. Beberapa parameter yang perlu dijaga dalam

pengolahan anaerob ialah pH, suhu, dan nutrisi.

Nilai pH yang harus dijaga dalam pengolahan anaerob ialah berkisar 6,5 – 7,5

karena mikroba dapat mati jika lingkungan terlalu asam atau pun basa. Mikroba di

anaerob tidak dapat hidup pada tempratur yang terlalu tinggi ataupun terlalu

rendah, mikroba anaerob dapat melakukan penguraian dengan baik dalam range

suhu 35oC – 37oC, jika suhu melebihi 40oC akan menyebabkan mikroba mati .

Nutrisi yang dibutuhkan bagi pengolahan secara biologis yaitu nitrogen dan

phosphor, nitrogen biasanya didapatkan dari kandungan pada urea sedangkan

phosphor biasanya didapatkan dari kandungan asam phospat, perbandingan nutrisi

yang dibutuhkan bagi pengolahan secara anaerob ialah melalui perbandingan

COD : N : P = 350 : 5 : 1.

Metode pengolahan secara anaerobik biasanya digunakan untuk pengolahan

air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi (>2000 ppm). Efisiensi

penyisihan COD pengolahan limbah secara anaerob dapat mencapai 75 – 80%

dengan beban limbah organik 4000 mg/l.hari (Balslev-Olesen et al, 1990),

(Mendez et al, 1992). Mekanisme proses anaerob ialah sebagai berikut :

a. Tahap Hidrolisis dan Fermentasi

Tahap hidrolisis adalah tahap penguraian polimer – polimer organic tak larut

seperti protein, karbohidrat, lemak menjadi senyawa organic terlarut.

Lemak hidrolisis Asam Lemak Asam Propionat

Protein hidrolisis Asam Amino Asam Keto

Karbohidrat hidrolisis Asam Keto + Alkohol

Page 5: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Asam Keto Asam Piruvat Asam laktat Asam Propionat Asam Butirat

b. Tahap Asetogenesis

Tahap asetogenesis merupakan tahap pembentukan asam asetat. Asam asetat

yang terbentuk sebagian besar berasal dari asam propionate dan asam butirat.

Asam propionate menjadi asam asetat

CH3CH2COOH + 2 H2O Bakteri CH3COOH + CO2 + 3H2

Asam butirat menjadi asam asetat

CH3CH2CH2COOH + 2 H2O Bakteri 2CH3COOH + 2 H2

c. Tahap Metanogenesis

Pada tahap ini terbentuk tahap pembentukan gas metana, baik yang berasal dari

asam asetat atau pun dari hydrogen.

Pembentukan gas metana dari asam asetat

CH3COOH bakteri CH4 + CO2

Pembentukan gas metana dari hidrogen

4H2 + CO2 bakteri CH4 + H2O

2. Aerobik

Pengolahan limbah secara aerobik merupakan pengolahan limbah yang

memanfaatkan mikroorganisme pendekomposisi bahan – bahan organic dalam air

limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerator. Reaksi

dekomposisi/degradasi bahan organik secara aerobic dan reaksi pertumbuhan

mikroorganisme yang terjadi dalam system pengolahan air limbah ditunjukan

sebagai berikut :

a. Katabolisme

[bahan organic] + O2 + nutrisi mikroba O2 + NH3 + produk akhir lain (NO3,

PO4, H2O, SO4) + Energi

Page 6: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

b. Anabolisme

[mikroba] + O2 + Nutrien + Energi mikroba C5H7NO2 (sel bakteri baru)

c. Respirasi Endogen (Auto Oksidasi)

C5H7NO2 + 5O2 5 CO2 + NH3 + 2 H2O + Energi

Proses degradasi bahan – bahan organik dan proses pertumbuhan mikroba

dapat berlangsung dengan baik jika terdapat kondisi lingkungan yang mendukung.

Derajat keasaman (pH) yang relatif netral, yaitu pH 6,5 – 8,0; suhu normal yaitu

dalam rentang 25 – 35oC dan tidak terdapat senyawa toksik yang merugikan.

Penyuntikan udara ke dalam tangki aerasi dilakukan secara difusi (penyemprotan)

atau secara mekanis atau gabungan keduanya. Di depan tangki aerasi terdapat

tangki pengendap/sedimentasi sekunder, tangki sedimentasi ini berfungsi untuk

mengembalikan sebagian lumpur aktif yang terbawa oleh aliran efluen. Sekitar 2

– 30% lumpur yang masuk clarifier dikirim kembali ke tangki aerasi sedangkan

lumpur yang lainnya diendapkan selama 2 – 3 jam dalam tangki sedimentasi akhir

untuk diendapkan (Herawati, 2007).

Nutrisi/makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah

dalam lumpur aktif diberikan berdasarkan perbandingan BOD:N:P = 100 : 5 : 1.

Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk system lumpur aktif berkisar

antara 0,05 – 0,5 kg BOD/hari/kg MLSS (Ridwan, 2008). Jika rasio F/M terlalu

besar maka akan terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filament sedangkan jika

terlalu rendah akan terbentuk busa yang berasal dari pertumbuhan bakteri

pembentuk busa. Metode pengolahan limbah dengan system aerobic ini

merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengolahan air limbah industri.

Terdapat beberapa alasan yang mendasari hal tersebut yakni efisiensi pengolahan

cukup tinggi yaitu sekitar 80 – 85% (Metcalf & Eddy, 2003), desain reaktornya

sederhana, dan rentang dari jenis limbah cair yang dapat diolah cukup luas.

Page 7: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

BAB IIIMETODOLOGI

3.1 Pengumpulan Data

PT Polypet Karyapersada mempunyai unit Waste Water Treatment Plant

dengan kapasitas 100 m3/hari, namun karena kadar COD limbah terhitung tinggi

maka debit limbah dijaga agar beban pengolahan tidak terlalu besar, nilai maksimal

beban pengolahan sebesar 800 ppm COD/hari, sehingga debit yang diatur fluktuatif

setiap hari, rata – rata debit limbah yang diatur sebesar 75 m3/hari.

a. Karakteristik Limbah Cair

Setiap industri selalu mempunyai karakteristik limbah yang berbeda – beda,

tidak semua jenis industri yang sama mempunyai karakteristik limbah yang

sama, hal ini tergantung dari bahan baku yang digunakan maupun dari proses

yang dilakukan. Berikut data karakteristik limbah cair PT. Polypet Karyapersada

yang diambil dari rata – rata karakteristik limbah cair selama kurun waktu 3

bulan (Desember 2010 – Februari 2011)

Tabel.1 Karakteristik Limbah Cair PT. Polypet Karya Persada

Parameter Inffluent Effluent Baku Mutu

pH + 2 6 – 7,2 6 – 9

BOD5 (ppm) 3381 193,51 75

COD (ppm) 10144,15 580,54 150

TSS (ppm) 80 40,95 100

Suhu (oC) 40oC 25oC -

b. Data Operasional

DO (Dissolved Oksigen) masuk unit WWTP berkisar 3,0 ppm, sedangkan

setelah melalui unit WWTP naik menjadi 3,1 ppm

Rata – rata nilai MLSS pada unit aerasi yaitu 4687,97 ppm

Rata – rata nilai MLVSS pada unit aerasi yaitu 3281,58 ppm

Page 8: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Rata – rata nilai SV30 yaitu 689,56 ppm

Besar nilai RAS (return active sludge) pada unit settlement tidak menentu

tergantung dari jumlah MLSS pada unit aerasi.

BAB IVPENGOLAHAN DATA

Unit – unit pengolahan limbah di Waste Water Treatment di PT. Polypet Karya

Persada sudah dapat mengolah nilai TSS, pH, BOD sesuai baku mutu namun nilai COD

masih dalam proses untuk menuju baku mutu. Berdasarkan pengkajian data nilai COD

selama tiga bulan (Desember 2010 – Februari 2011) dapat terlihat kenaikan dan

penurunan COD pada grafik.

Equalisasi Out EGSB Tank

Out CSTR Tank

Aeration Settlement Post Treatment

Filtrasi Flow Chamber

250

2250

4250

6250

8250

10250

12250

14250

16250

Grafik COD Januari 2011

COD

(ppm

)

Page 9: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Ekualisasi EGSB Aeration Settlement Post Treatment

Filtrasi Flow Chamber

150

2150

4150

6150

8150

10150

12150

14150

Grafik COD Februari 2011CO

D (p

pm)

Terlihat dari hasil grafik selama tiga bulan pada unit aeration penurunan COD

cenderung rendah dan pada unit settlement, post treatment (koagulasi & flokulasi) dan

filtrasi grafik yang dihasilkan cenderung konstan dan bahkan sering terjadi kenaikan

COD pada unit tersebut.

Sedangkan untuk nilai % efisiensi dari unit pengolahan tersebut dapat dilihat pada

lampiran 6. Dilihat dari nilai efisiensi unit – unit pengolahan tersebut efisiensi unit

aerasi, settlement, filtrasi, koagulasi dan flokulasi memang terhitung rendah melihat dari

unit – unit tersebut dapat mencapai efisiensi yang cukup besar menurut literatur. Untuk

menangani masalah tersebut dapat dilakukan dengan mengkaji proses yang dilakukan

pada setiap unit WWTP sehingga dapat mengoptimalkan efisiensi pengolahan di unit –

unit pengolahan yang sudah ada.

1. Unit Aeration

Permasalahan

Unit aeration di PT. Polypet Karyapersada sudah mencapai efisiensi sebesar 66%,

dari nilai efisiensi ini sebenarnya pengolahan limbah secara aerob dapat ditingkatkan

Page 10: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

hingga mencapai efisiensi sebesar 80 - 85% (Metcalf & Eddy, 2003) sehingga

penurunan COD akan semakin maksimal dan baku mutu pemerintah dapat tercapai.

Penyelesaian

Menaikan efisiensi suatu unit di Waste Water Treatment dapat dengan mengkaji

parameter - parameter yang penting pada unit tersebut. Parameter – parameter yang

berpengaruh pada unit aeration (lumpur aktif) yaitu :

MLSS (Mix Liquor Suspended Solid)

MLSS (Mix Liquor Suspended Solid) merupakan nilai yang menunjukan jumlah

total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik, mineral, dan termasuk

mikroorganisme didalamnya. Nilai MLSS rata – rata unit aeration di WWTP PT.

Polypet Karya Persada sebesar 4687,97 ppm, sudah sesuai dengan range yang

sebaiknya terkandung didalam lumpur aktif yaitu 4000 – 5000 ppm.

MLVSS (Mix Liquor Volatile Suspended Solid)

MLVSS (Mix Liquor Volatile Sospended Solid) merupakan nilai yang

menunjukan porsi material organik pada MLSS, berisi material organik bukan

mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980).

Nilai MLVSS rata – rata unit aeration di WWTP PT. Polypet Karyapersada

sebesar 3281,58 ppm, sudah sesuai dengan range yang sebaiknya terkandung

dalam lumpur aktif yaitu 3000 – 4000 ppm.

Umur Lumpur

Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata

mikroorganisme dalam system. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju

pertumbuhan mikroba. Berikut perhitungan umur lumpur pada tangki aerasi unit

WWTP PT.Polypet Karya Persada.

Umur Lumpur = MLSS x V

(SSeff aerasi x Qeff aerasi ) + (SSwaste aerasi x Qwaste aerasi)

Page 11: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

= 4687,97 mg/L x 1200.000 L

(170,85 g/m3 x 75 m3/hari) + (7032 g/m3 x 15 m3/hari)

= 5,63 x 106 g

(1,28 x 104 gr/hari) + (1,06 x 105 gr/hari)

= 47,39 hari

Berdasarkan perhitungan umur lumpur diatas, umur lumpur di unit aerasi PT.

Polypet Karyapersada sebesar 47,39 hari, idealnya umur lumpur di suatu unit

aerasi berkisar 10 – 40 hari (Ridwan, 2008) oleh karena itu dapat dikatakan

lumpur sudah sedikit tua, dengan lumpur yang tua akan menimbulkan beberapa

permasalahan yaitu :

1. Penguraian zat organic yang tidak maksimal jika lumpur terus digunakan

karena lumpur akan semakin tua dan akhirnya mati.

2. Pengendapan di settlement sulit, hal ini terlihat pula pada nilai efisiensi unit

settlement yang sebesar -17,39 % yang dapat diartikan COD bertambah di

unit settlement.

3. Nilai MLVSS sesuai dengan range semestinya namun banyak mengandung

dengan mikroorganisme yang sudah mati.

Permasalahan – permasalahan ini dapat ditanggulangi dengan cara

a. Nutrisi diperbanyak

Di unit aerasi mikroorgnisme akan melakukan reaksi sebagai berikut

Zat organic + Nutrisi + O2 CO2 + mikroorganisme baru + NH3 +

energi + Produk Lain (NO3, PO4)

Sehingga dengan memperbanyak nutrisi maka akan banyak pula

menghasilkan mikroorganisme yang baru.

b. RAS (return aktif sludge) diperkecil

Nilai RAS yang diperkecil akan menjaga regenarasi lumpur baru yang

semakin baik, dengan RAS yang diperkecil maka akan membuat semakin

banyak lumpur tua yang terbuang dan akan tergantikan dengan lumpur –

Page 12: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

lumpur muda yang dihasilkan dari penambahan nutrisi. Nilai RAS dapat

diperkecil hingga 2%.

c. Seeding Bakteri

Seeding bakteri merupakan pembenihan bakteri baru, dengan penambahan

bakteri tentunya umur lumpur akan semakin muda, namun dengan seeding

bakteri tidak akan efisien karena dibutuhkan waktu yang lama untuk

mencapai fase mikroorganisme optimum sebagai pengurai zat organik,

sedangkan debit limbah akan semakin bertambah tiap hari.

F/M ( food – to – microorganism ratio)

Ratio F/M merupakan rasio yang menunjukan perbandingan antara jumlah

makanan dengan jumlah mikrorganisme yang terkandung dalam tangki aerasi.

Ratio yang baik dalam tangki aerasi sebaiknya berkisar sekitar 0,05 – 0,5 kg

BOD/kg MLSS/hari (Ridwan, 2008), namun ratio F/M di unit aerasi WWTP PT.

Polypet Karyapersada terhitung rendah. Berikut perhitungan rata – rata dari nilai

F/M di tangki aerasi unit WWTP PT Polypet Karya Persada.

F/M = Qlimbah masuk x BOD5 rata – rata masuk aerasi

V x MLSS

= 75 x 813,61

1200 x 4687,97

= 0,01 kg BOD/kg MLSS/hari

Dengan ratio F/M yang rendah ini menunjukan jika mikrorganisme dalam keadaan

lapar karena jumlah makanan tidak sebanding dengan jumlah mikroorganisme

yang terdapat dalam tangki aerasi hal ini yang menyebabkan timbulnya banyak

busa pada permukaan tangki aerasi. Dengan timbulnya banyak busa ini akan

menganggu distribusi oksigen pada tangki aerasi sehingga mikrorganisme akan

kekurangan oksigen.

Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan beberapa cara yaitu penambahan

nutrisi sehingga jumlah makanan akan bertambah banyak dan nilai F/M akan naik

Page 13: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

dan memperkecil aliran RAS (Return Active Sludge) , dengan memperkecil aliran

RAS maka jumlah mikrorganisme akan berkurang dan tergantikan oleh

mikroorganisme baru dari penambahan nutrisi.

Dosis Nutrisi

Berikut perhitungan dosis makanan yang seharusnya diberikan berdasarkan

teoritis dengan diketahui debit limbah dari sumpit sebesar 50 m3 dan debit limbah

dari reject reverse osmosis sebesar 25 m3

BOD5 rata – rata masuk aerasi = 813,614 mg/l

Volumetangki aerasi = 1200 m3 = 1200.000 L

BOD : N : P = 100 : 5 : 1

BOD = 813,614 ppm

N = 5 x 813,614 = 40,68 ppm

100

P = 1 x 813,614 = 8,14 ppm

100

Kebutuhan N

Kebutuhan N per hari = 40,68 gr/m3 x 75 m3/day

= 3051 gr/hari

Kebutuhan N dalam Urea = Mr Urea x kebutuhan N per hari

Ar N

= 60 x 3051 gr/hari

14

= 13076 gr/hari

= 13,076 kg/hari

Kebutuhan Urea per m3 limbah = 13,076 kg/hari

75 m3/hari

= 0,17 kg/m3

Page 14: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Kebutuhan P

Kebutuhan P per hari = 8,14 gr/m3 x 75 m3/hari

= 610 gr/hari

Kebutuhan P dalam H3PO4 = Mr H3PO4 x kebutuhan P per hari

Ar P

= 98 x 610 gr/hari

31

= 1928 gr/hari

= 1,928 kg/hari

Kebutuhan H3PO4 per m3 limbah = 1,928 kg/hari

75 m3/hari

= 0,025 kg/m3

Dari perhitungan dosis nutrisi secara teoritis, didapat kebutuhan nitrogen dalam

urea sebanyak 13,076 kg/hari dan kebutuhan phosphor dalam H3PO4 sebanyak 1,928

kg/hari sedangkan di aktual pemberian urea dan H3PO4 dengan jumlah debit yang

sama sebanyak + 9 kg/hari dan 1,05 kg/hari. Dari data tersebut dapat dikatakan

bahwa pemberian nutrisi bagi mikroorganisme di tangki aerasi masih kurang

sehingga menyebabkan nilai F/M rendah, namun dalam pemberian nutrisi harus

selalu dijaga kadar NO3 dan PO4 dalam keluaran tangki aerasi karena jika kadar NO3

dan PO4 berlebih akan menyebabkan pertumbuhan alga yang subur dan

mengakibatkan eutrofikasi sehingga distribusi oksigen yang dihasilkan oleh aerator

akan terhalang oleh pertumbuhan alga. Kadar NO3 ideal di keluaran tangki aerasi

sebesar 5 - 10 ppm sedangkan untuk PO4 sebesar 0,5 – 1 ppm (Ridwan, 2008).

2. Unit Settlement

Permasalahan

Pada unit Settlement nilai COD cendrung mangalami kenaikan hal ini pun dapat

dilihat pada nilai efisiensi unit settlement yaitu -17,39%. Padahal pada kondisi ideal

Page 15: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

unit settlement dapat menurukan COD sebesar 30 – 40% (www.chem-is-try.org) ,

dapat dikatakan bahwa pengendapan di unit settlement kurang maksimal hal ini dapat

dilihat dari nilai SV30 yang rendah, yaitu :

Desember 2010 = 12,6 – 20,78% MLSS, rata – rata berkisar 16,57% MLSS

Januari 2011 = 9,33 – 28,28 % MLSS, rata – rata berkisar 20,41% MLSS

Februari 2011 = 7,04 – 9,38% MLSS, rata – rata berkisar 8,09%

Dilihat dari data tersebut, nilai SV30 cenderung rendah karena idealnya nilai SV30

berkisar 80 – 120 % MLSS dan dilihat dari nilai SVI pun terhitung terlalu besar

karena idealnya nilai SVI sebesar 80 – 120 mg/l (Ridwan, 2008). Berikut perhitungan

SVI (sludge volume index) :

SVI (mg/l) = 1000 x SV30

MLVSS

= 1000 x 689,56

4687,97

= 147,09 mg/l

Nilai SVI mendekati 150 mg/l menandakan lumpur itu cenderung bulky, lumpur

bulky merupakan lumpur yang menggumpal dan mengapung dipermukaan settlement

sehingga sulit untuk diendapkan. Hal ini sesuai dengan keadaan di unit settlement

PT. Polypet Karyapersada saat ini, banyak lumpur – lumpur seperti cake, berwarna

cokelat kehitaman yang mengapung diatas unit settlement, untuk menghilangkan

lumpur – lumpur tersebut di kondisi aktual dilakukan dengan menyaring lumpur

tersebut secara berkala.

Nilai COD pada settlement mengalami kenaikan dapat disebabkan karena waktu

tinggal yang terlalu lama sehingga gas CO2 (dihasilkan dari reaksi di aerasi) yang

terperangkap dibawah lumpur seiring waktu tinggal yang semakin lama akan naik ke

atas permukaan tangki dan membawa serta lumpur, oleh karena itu lumpur – lumpur

tersebut yang tidak lain zat organic akan menyebabkan kenaikan nilai COD.

Page 16: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Penyelesaian

Penyelesaian yang dapat dilakukan yaitu dengan memperkecil waktu tinggal.

Waktu tinggal yang optimal dari unit settlement tank yaitu berkisar + 3 jam, dan

waktu tinggal akan semakin dapat di atur lebih cepat jika industri dalam daerah panas

karena kerapatan antar lumpur lebih tinggi. Sedangkan dari perhitungan waktu

tinggal unit settlement tank di PT.Polypet Karyapersada berkisar lebih dari 6 jam.

Berikut perthitungan waktu tinggal unit settlement WWTP PT. Polypet

Karyapersada,

Waktu Tinggal = V/Q

= 20 m3 / 75 m3/hari

= 0,267 hari x 24

= 6,4 jam

Untuk memperkecil waktu tinggal dapat dengan memperkecil atau memperbesar

aliran RAS, namun kondisi lumpur di unit aerasi terhitung tua sehingga jika lumpur

tersebut lebih banyak yang dikembalikan (aliran RAS diperbesar) maka akan

membuat umur lumpur semakin tua, oleh karena itu akan lebih baik jika nilai RAS

yang diperkecil sehingga waktu tinggal akan semakin cepat tetapi umur lumpur tidak

semakin tua.

Untuk mendapatkan waktu tinggal berkisar 3 jam , bukaan pompa aliran buangan

dapat diatur sebagai berikut :

Debit per hari = 75 m3 /hari waktu tinggal 6,4 jam

Debit per hari = 150 m3 /hari Waktu tinggal 3,2 jam

Kapasitas Pompa (bukaan 100%) = 240 m3 /hari

150 m3 /hari = 240 m3 /hari

X 100%

X = 62,5 %

Page 17: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

3. Unit Koagulasi dan Flokulasi

Permasalahan

Efisiensi unit koagulasi dan flokulasi PT. Polypet Karyapersada yaitu berkisar

9,26% sedangkan idealnya efisiensi koagulasi dan flokulasi dapat menghilangkan

COD mencapai 30 - 60% (Ema H, 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi

proses koagulasi dan flokulasi ialah kecepatan pengadukan, jenis koagulan/flokulan,

dan dosis koagulan/flokulan yang diberikan pada air limbah.

Kecepatan pengadukan pada proses koagulasi dan flokulasi di unit post treatment

WWTP PT. Polypet Karyapersada sudah ideal yaitu 136 rpm untuk proses koagulasi

dan 90 rpm untuk proses flokulasi. Koagulan yang digunakan yaitu tawas (Al2SO4)

dan flokulan jenis polimer anionik. Dengan penggunaan tawas walau harga di

pasaran terhitung murah namun memerlukan dosis yang besar dan efisiensi

penurunan COD yang tidak begitu besar. Di unit koagulasi dan flokulasi PT. Polypet

Karyapersada dosis tawas yang digunakan berkisar 100 – 200 ppm sedangkan untuk

flokulan polimer anionik sebesar 12,5 ppm, selain bahan kimia tersebut ditambahkan

pul bahan kimia penunjang yaitu NaOCl sebesar 70 ppm sebagai oxidator.

Penggunan dosis koagulan dan flokulan berbeda pada tiap jenis koagulan dan

flokulan untuk itu diperlukan penentuan dosis optimum dengan melakukan jartest

untuk mengetahui dosis yang tepat dan pemilhan koagulan yang tepat sehingga

didapatkan kinerja unit koagulasi dan flokulasi yang maksimal.

Penyelesaian

Mengganti chemical koagulan dari tawas dengan PAC. Keuntungan menggunakan

PAC jika dibandingkan dengan tawas ialah :

PAC dapat membentuk gumpalan/flok lebih cepat dan lebih besar sehingga

waktu pengendapan menjadi lebih singkat.

Daya ikatnya terhadap zat pengotor lebih besar

Sifat kelarutannya lebih baik di dalam air

Daya koagulasinya tetap efektif pada skala pH yang luas sehingga dapat

mengurangi pemakaian alkali (soda ash, caustic soda, kapur)

Page 18: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Jika dilihat dari segi ekonomis, dosis pemakaian PAC lebih rendah dari pada

tawas (Al2SO4).

Untuk mengetahui perbandingan antara PAC dan tawas dalam melakukan

koagulasi pada limbah cair yang dihasilkan PT. Polypet Karyapersada maka

dilakukan jartest pada tanggal 23 Maret 2011. Jartest yang dilakukan menggunakan

variasi koagulan dan dosis koagulan. Koagulan yang digunakan ialah PAC dan tawas,

sedangkan dosis yang diatur ialah dosis 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm

untuk masing – masing koagulan. Flokulan yang digunakan ialah polimer anionic

dengan dosis sama yaitu 12,5 ppm untuk setiap variasi yang dilakukan.

Langkah kerja dari tiap masing – masing variasi sama yaitu denga langkah

pertama mengukur nilai COD dan pH awal dari limbah cair, nilai COD awal yaitu

sebesar 156 mg/l sedangkan nilai pH sebesar 8,3, kemudian selanjutnya

menambahkan koagulan (PAC/tawas) berdasarkan variasi dosis (50/100/150/200

ppm) ke dalam 300 ml air limbah, selanjutnya dilakukan pengadukan selama 10

menit dengan kecepatan pengadukan 100 rpm, kemudian ditambahkan flokulan

polimer anionic sebanyak 12,5 ppm dan diaduk kembali selama 10 menit dengan

kecepatan pengadukan 60 rpm. Kemudian tahap terakhir di endapkan selama 30

menit.

Pada jartest yang dilakukan ingin diketahui pula pengaruh oxidator dalam proses

koagulasi dan flokulasi, maka dari dosis optimum yang didapat dari percobaan

sebelumnya selain penambahan koagulan dilakukan pula penambahan NaOCl

sebanyak 70 ppm saat proses koagulasi dan kemudian dilakukan langkah yang sama

dengan perlakuan variasi yang lain.

COD awal = 156 mg/lpH awal = 8,3

Page 19: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Tabel 3. Data Pengamatan Jartest dengan Menggunakan Tawas

Kadar Tawas pH COD (mg/l) Efisiensi Penurunan COD (%)

50 ppm 8,92 114 26,92

100 ppm 8,61 71 54,49

150 ppm 7,96 69 55,77

200 ppm 7,56 58 62,82

200 ppm + NaOCl 70 ppm 8,65 83 46,80

COD awal = 156 mg/lpH awal = 8,3

Tabel 4. Data Pengamatan Jartest dengan Menggunakan PAC

Kadar PAC pH COD (mg/l) Efisiensi Penurunan COD (%)

50 ppm 8,77 67 57,05

100 ppm 8,80 48 69,23

150 ppm 8,75 52 66,67

200 ppm 8,93 54 65,39

100 ppm + NaOCl 85 ppm 8,72 85 45,51

Page 20: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

50 ppm 100 ppm 150 ppm 200 ppm 200 ppm + NaOCl 70 ppm

0

10

20

30

40

50

60

70

Grafik Dosis Tawas Vs Efisiensi Penurunan COD

Dosis Tawas (ppm)

Efisie

nsi P

enur

unan

CO

D (%

)

50 ppm 100 ppm 150 ppm 200 ppm 100 ppm + NaOCl

01020304050607080

Grafik Dosis PAC Vs Efisiensi Penurunan COD

Dosis PAC (ppm)

Efisie

nsi P

enur

unan

CO

D (%

)

Dari data pengamatan terlihat bahwa efisiensi penurunan COD dengan dosis yang

sama selalu lebih besar koagulan PAC dibanding tawas, dosis optimum dari tawas

yaitu 200 ppm dengan efisiensi penurunan COD sebesar 62,82 % sedangkan dosis

optimum dari PAC yaitu 100 ppm dengan efisiensi penurunan COD sebsar 69,23%,

hal ini membuktikan bahwa PAC dapat melakukan koagulasi dengan dosis yang lebih

Page 21: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

sedikit dibanding tawas namun menghasilkan efisiensi penurunan COD yang lebih

besar. Pada percobaan penambahan NaOCl dengan koagulan didapat hasil penurunan

COD yang lebih kecil dibandingkan dengan koagulasi tanpa penambahan NaOCl hal

ini dapat disebabkan karena NaOCl dalam air akan bereaksi menjadi asam hipoklorit,

asam hipoklorit akan bereaksi dengan NH yang dihasilkan dari sisa proses penguraian

mikroba, menjadi monokloramin sedangkan monokloramin merupakan salah satu

dari kelompok zat organik (Wikipedia, 2010) sehingga dapat memperbesar nilai

COD.

NaOCl + H2O HOClNatrium hipoklorit Air Asam Hipoklorit

HOCl + NH3 NH2Cl + H2OAsam hipoklorit Amoniak Monokloramin Air

( Wikipedia, 2010)

Gambar 1. Limbah Cair Awal

Page 22: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

(a) (b)Gambar 2. Jartest (a) Dosis Tawas 50 ppm, (b) Dosis PAC 50 ppm

(a) (b)Gambar 3. Jartest (a) Dosis Tawas 100 ppm, (b) Dosis PAC 100 ppm

(a) (b)Gambar 4. Jartest (a) Dosis Tawas 150 ppm, (b) Dosis PAC 150 ppm

Page 23: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

(a) (b)Gambar 5. Jartest (a) Dosis Tawas 200 ppm, (b) Dosis PAC 200 ppm

(a) (b)

Gambar 6. Jartest (a) Dosis Tawas 200 ppm + NaOCl 70ppm, (b)Dosis PAC 100 ppm + NaOCl

Dari gambar 1 hingga gambar 5 terlihat bahwa kejernihan air yang dihasilkan

antara penggunaan tawas dan PAC tidak berbeda jauh namun flok yang dihasilkan

oleh PAC lebih banyak dibandingkan tawas, hal ini membuktikan bahwa PAC

mempunyai daya ikat terhadap zat pengotor lebih besar dibanding tawas.

4. Unit Sand Filter & Karbon Filter

Permasalahan

Nilai efisiensi yang terhitung rendah hanya 10,73 %, padahal idealnya proses

filtrasi dapat mencapai efisiensi sebesar 30 – 60%. Efisiensi yang terhitung rendah

dapat dikarenakan beberapa factor yaitu proses operasional yang tidak tepat,

Page 24: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

pemilihan media filter yang tidak tepat dan dapat disebabkan karena saat proses

pembentukan flok yang tidak sempurna diproses koagulasi dan flokulasi sehingga

mengakibatkan banyak flok kecil yang terbawa ke unit filtrasi sehingga

meningkatkan beban penyaringan.

Penyelesaian

Pada unit filtrasi, backwash merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh bagi

efektivitas proses filtrasi. Backwash dilakukan untuk mengambil material yang

terakumulasi di media filter. Pada unit filtrasi di WWTP PT Polypet Karyapersada

proses backwash sudah cukup sering dilakukan yaitu sebanyak tiga kali sehari,

namun pada prosedur backwash yang dilakukan, air yang digunakan backwash

berasal dari break tank dua yang merupakan air kotor yang akan di filtrasi padahal

idealnya air yang digunakan backwash ialah air yang bersih hasil proses filtrasi

(Iwan, 2007), hal ini dikarenakan air backwash dengan konsentrasi yang lebih rendah

nilai kelarutannya akan lebih besar untuk melarutkan pengotor – pengotor yang

menumpuk di atas media filter selain itu proses backwash tidak efektif jika

menggunakan air kotor yang akan difiltrasi karena saat proses backwash berlangsung

akan menghasilkan pengotor – pengotor lagi hasil air backwash di bawah media

filter.

Pada proses backwash di unit filtrasi WWTP PT Polypet Karyapersada saat awal

proses backwash pembukaan valve dilakukan langsung pada titik full-scale sebaiknya

saat awal proses backwash pembukaan valve secara perlahan-lahan hingga tinggi air

menutupi seluruh permukaan lapisan filter, baru kemudian flow rate backwash

diperbesar hingga titik full-scale, jika bukaan katup backwash dilakukan secara

mendadak maka dapat terjadi pengangkatan media filter yang mengakibatkan

susunan media penyaring menjadi tidak terkontrol, hal ini akan menyebabkan proses

filtrasi tidak maksimal.

Untuk memperbesar efisiensi dari unit karbon filter dapat dilihat mengenai

prosedur penyimpanan karbon aktif pada storage material dan jenis karbon aktif itu

sendiri. Penyimpanan karbon aktif di storage material berada dalam kantong plastik

Page 25: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

namun dalam keadaan terbuka, hal ini tentunya dapat membuat karbon aktif jenuh

karena karbon aktif salah satu material yang bersifat higroskopis yaitu sangat sensitif

untuk menghisap zat – zat yang ada di udara, sehingga sebelum digunakan untuk

pengolahan limbah, karbon aktif sudah terlebih dahulu jenuh, oleh karena itu lebih

baik jika karbon aktif ditempatkan dalam keadaan yang kedap udara seperti drum,

container dan plastik rapat.

Jenis karbon aktif yang digunakan di unit carbon filter PT. Polypet Karya Persada

yaitu karbon aktif dengan iodine number 1000. Iodine number 1000 diartikan sebagai

1gr karbon aktif dapat mengabsorb 1000 mg iodine, sehingga dapat dikatakan

semakin besar nilai iodine number semakin besar pula kemampuan karbon active

untuk mengabsorb zat – zat pencemar. Karbon aktif dengan iodine number 1000

mempunyai kandungan ash content sebanyak 0,25% dari berat karbon aktif, ash

content ini dihasilkan dari proses karbonisasi dan aktivasi saat proses pembuatan

karbon aktif. Karbon aktif yang mempunyai kandungan ash besar akan mempunyai

efisiensi lebih kecil dibandingkan dengan karbon aktif yang tidak mempunyai

kandungan ash, oleh karena itu lebih baik jika memakai karbon aktif dengan iodine

number diatas 1000 dan nilai ash content yang rendah.

Tabel 5. Jenis - Jenis Karbon Aktif

6. Pengelolaan Limbah Cair

Selain pengolahan limbah ada beberapa cara lain untk menjaga lingkungan dari

masalah limbah industri. Urutan tahapan - tahapan dalam pengelolaan limbah ialah

sebagai berikut :

Page 26: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Gambar 7. Hirarki Pengelolaan Limbah

Tahap pertama ialah minimasi limbah baik itu dari proses maupun non proses, jika

sudah melakukan minimasi limbah ternyata limbah masih terbentuk kemudian dilakukan

3R (reuse, recycle dan recovery), setelah melakukan 3R dan limbah masih juga

terbentuk maka dilakukan pengolahan limbah, kemudian jika telah meakukan

pengolahan limbah secara maksimal dan limbah masih tetap terbentuk tahap terakhir

yaitu pembuangan limbah. PT. Polypet Karyapersada telah melakukan 3R seperti

Nitrogen Purification Unit dan unit MEG Recovery, kemudian pengolahan limbah serta

pembuangan limbah, namun minimasi limbah belum dilakukan.

Minimasi limbah merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

preventif atau pencegahan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada

proses poduksi dan daur hidup produk. Pengelolaan limbah yang dilakukan pada industri

– industri saat ini cenderung pengelolaan limbah yang didasarkan pada pendekatan

pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of-pipe treatment), yang terkonsentrasi pada

upaya pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan

lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena kegiatan yang dilakukan sifatnya

reaktif, yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah (at the end of pipe); bukan berupa

pencegahan atau preventif, tetapi kuratif yaitu perbaikan setelah terjadi kerusakan atau

Page 27: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

pencemaran. Akibatnya diperlukan biaya tinggi untuk perbaikan kerusakan lingkungan,

dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Minimasi limbah dapat dilakukan dengan

beberapa cara diantarnya yaitu substitusi bahan baku yang berbahaya dan mencemari

lingkungan.

Substitusi bahan baku yang berpotensi mencemari lingkungan dengan bahan baku

yang ramah lingkungan dapat dilakukan oleh PT. Polypet Karyapersada yaitu dengan

mengganti Mono Ethylene Glycol yang digunakan dengan Bio – Mono Ethylene Glycol

(bio – MEG). Bio-MEG terbuat dari bio-ethanol yaitu ethanol yang terbuat dari gula

tebu yang difermentasi.

Reaksi pembuatan bio – MEG ialah sebagai berikut :

C6H12O6 fermentasi

2 C2H5OH + CO2

Glukosa Bio – Etanol Karbon Dioksida

2 C2H5OH dehidrasi C2H4 + H2O

Bio – Etanol Bio - Etilen Air

C2H4 Oksidasi C2H4O

Bio – Etilen Bio – Etilen Oksida

C2H4O + H2O HOCH2CH2OH

Bio - Etilene oksida Air Bio - MEG

Toyota Tsusho bekerja sama dengan China Chemical Fiber Corp. membuat plant

baru yaitu Green Taiwan Corp. yang memproduksi bio-MEG dengan bahan baku gula

tebu.

Page 28: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Gambar 8. Bio – PET

Proses pembuatan bio-ethanol dari bahan baku hingga menjadi bio-ethanol

diproduksi oeh Petrobas dari Brazil dengan kapasitas produksi bio-ethanol sebesar

143.000 m3/tahun, bio–ethanol yang telah diproduksi kemudian dikirim ke Taiwan

untuk diproses menjadi bio-ethylene kemudian menjadi bio-MEG oleh Green Taiwan

Corp. dengan kapasitas produksi sebesar 100.000 ton/tahun kemudian bio-MEG dikirim

ke industri – industri PET di kawasan asia untuk diolah menjadi bio – PET dengan

bahan baku 70% PTA dan 30% bio - MEG. Bio – PET kemudian dijual ke berbagai

wilayah Jepang, Eropa, dam US. Untuk digunakan sebagai bahan baku produksi tekstil,

interior mobil dam botol PET. Toyota Tsusho memprediksi kebutuhan bio-PET akan

mencapai tiga juta ton per tahun pada tahun 2015.

BAB VDAFTAR PUSTAKA

Fitriani, Niza. 1999. Optimasi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Fisika – Kimia – Biologi. Jakarta : Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana.

Greenfield, Richard. 2000. Activated Carbon/Charcoals – The Rundown. Aquarticles.com

Page 29: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Hadiwidodo, Muchtar dan Nur Fajri Arifani. 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Klaten. Semarang : Program Studi Teknik Lingkungan Semarang

Herlambang, Arie. 2010. Teknologi Pengolahan Limbah Tekstil dengan Sistem Lumpur Aktif. Jakarta : Direktorat Teknologi Lingkungan.

Jurnal Praktikum Pengolahan Limbah Cair Politeknik Negeri Bandung. 2007. Bandung : Program Studi Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Industri Poly Ethylene Terephtalat.

Subrata, Ridwan. 2008. Training Pengolahan Air Limbah PT. Polypet Karyapersada. Cilegon : Dokumen PT. Polypet Karyapersada.

Page 30: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

BulanAnaerobik Digester Tank Aerobik Digester Tank Settlement Koagulasi & Flokulasi Sand & Carbon Filter

Range Rata - Rata RangeRata - Rata

Range Rata - Rata Range Rata - Rata RangeRata - Rata

Januari 2010 68,13 s/d 86,46 76.56 50,92 s/d 84,3 70,81-44,29 s/d 90,07 -5,85

- - - -

Februari 2010 67,25 s/d 92,5 81.48 -6,44 s/d 94,82 65,24-199,62 s/d 38,5 -30,67

- - - -

Maret 2010 72,08 s/d 91,33 81.09-17,53 s/d

83,8163,28

-245,92 s/d 9,3 -67,89- - - -

April 2010 - - -87,27 s/d 79,36 42-191,2 s/d 2,65 -65,93

- - - -

Mei 2010 72,4 s/d 95 86.93 -67,89 s/d 69,85 41,37-263 s/d 64,57 -11,29

- - - -

Juni 2010 63,45 s/d 86,41 79.65-762,65 s/d

86,4846,92

-34,48 s/d 15,91 -6,96- - - -

Juli 2010 63,63 s/d 82,03 73.55 51,51 s/d 84,29 73,73-214,69 s/d 21,93 -18,38

- - - -

Agustus 2010 59,72 s/d 76,60 69.78 68,76 s/d 82,34 74,47-54,09 s/d 86,83 0,28

- - - -

September 2010 60,8 s/d 81,87 72.06 -223 s/d 94,6 72,03-177,3 s/d 84,06 -5,34

- - - -

Oktober 2010 55,42 s/d 86,38 69.77 44,78 s/d 90,11 79,29-54,52 s/d 70,46 0,84

- - - -

November 2010 64,45 s/d 83,92 73.18 46,67 s/d 87,82 77,2-65,98 s/d 13,89 -8,97

- - - -

Desember 2010 31,29 s/d 88,78 73.95-159,02 s/d

92,7867,18

-52,73 s/d 63,18 0,73-143,14 s/d 35,31 -12,47 -4,38 s/d 48,47 11,33

Januari 2011 56,31 s/d 94,5 75.2 52,91 s/d 85,95 70,15-65,55 s/d 28,72 -6,07

-4,41 s/d 34,47 12,25 -16,33 s/d 43,78 10,17

Februari 2011 60,89 s/d 88,73 77.89 54,71 s/d 96,99 88,82-172,34 s/d 94,17 -18

-15,39 s/d 70,13 28,01 -24,88 s/d 58,55 10,69

Rata - Rata 14 Bulan

  76.23 66,61- -17,39

  9,26   10,73

Lampiran 6. Efisiensi Penurunan COD Setiap Unit Pengolahan

Page 31: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Lampiran 7. Rincian Biaya Bahan Kimia yang Digunakan Unit Waste Water Treatment Plant

Debit sebesar 100m3/hari

No Bahan Kimia

Kebutuhan

(Kg/m3)

Kebutuhan

(Kg/hari)

Harga bahan

kimia (Rp/Kg)

Biaya

pengolahan

(Rp/m3)

Rata – rata

biaya per m3

limbah

Biaya

pengolahan

(Rp/hari)

Rata – rata

biaya per

hari

1 NaOH 1,07 – 1,28 107 – 128 2750 2942,5 - 3520 Rp.3231,3 294250 - 352000 Rp.323130

2 FeCl3 0,005 – 0,01 0,5 – 1 5750 28,75 – 57,5 Rp.43,125 2875 – 5750 Rp.4312,5

3 H3PO4 0,0028 0,282 10500 29,4 Rp.29,4 2940 Rp.2940

4 Urea 0,94 94 5000 4700 Rp.4700 470000 Rp.470000

5 Tawas (Al2SO4) 0,100 – 0,200 10 – 20 1900 190 – 380 Rp.285 19000 – 38000 Rp.28500

6 Polimer Anionik 0,01 – 0,015 1 – 1,5 56000 560 - 840 Rp.700 56000 - 84000 Rp.70000

7 NaOCl 0,01 – 0,015 1 – 1,5 2500 25 – 37,5 Rp.31,25 2500 – 3750 Rp.3125

8 Kapur 0,1 10 1800 180 Rp.180 18000 Rp.18000

9 Karbon Aktif 0,12 12 14000 1680 Rp.1680 168000 Rp.168000

10 Cobalt 0,006 0,6 130500 783 Rp.783 78300 Rp.78300

11 Nikel 0,0045 0,45 78300 352,35 Rp.352,35 35235 Rp.35235

12 Bakteri Guard 0,05 5 14000 700 Rp.700 70000 Rp.70000

13 Polymer Kationik 0,01 - 0,015 1 – 1,5 67500 675 - 1012 Rp.844 67500 - 101200 Rp.84400

Jumlah Biaya Pengolahan Rp13.559,43 - Rp1.355.943

Page 32: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Lampiran 8. Rincian Biaya Kebutuhan Listrik Unit Waste Water Treatment Plant

No Unit Nama Alat Daya (Watt)

1

Ekualisasi 2

Pompa Dosing 5741 A 736

Pompa Dosing 5741 B 736

Pompa Sirkulasi P5742 A 3000

Agitator Ekualisasi M 5740 A 2300

Agitator Ekualisasi M 5740 B 2300

pH Control 1150

LS 5740 1250

LC 5704 1250

2 Ekualisasi 1

Pompa Dosing 5760 70

Pompa Dosing 5720 3700

pHC 5720 100

LC 5720 1250

3 Neutralization Chemical Dossing

Pompa Dosing 5762 130

Pompa Dosing 5763 70

Agitator 5705 370

Agitator 5706 370

Agitator 5707 370

Pompa Dosing 5761 130

Pompa Dosing 5764 70

4 Netralisasi

Pompa Netralisasi 5721 5500

pHC 5721 100

LC 5721 1250

5 Anaerobik DigestingPompa sludge 5722 3000

Pompa sludge 5737 3000

6 Aerobik Digesting

Agitator Anoxic (M-5725) 2200

Aertion aerator (5726 A/B/C/D/E) 1850

Sludge Scrapper 750

Pompa RAS (P-5727) 370

LC 5728 1250

Page 33: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

7 Post Treatment

Agitator Koagulasi & flokulasi

(M729/30) 740

Sludge Scrapper 370

Pompa Transfer (P-5728) 370

Pompa Sludge (P-5731) 370

Kompressor (K-5700) 3700

Pompa Dosing Koagulan (P-5765) 130

Pompa Dosing Flokulan (P-5767) 130

Pompa Dosing Oxidator (DP-5766) 70

8 Sludge Treatment

Pompa Transfer Sludge (P-5734) 370

Agitator CSTR (M-5735) 5500

Pompa Dossing Kaustik (DP –

5706) 130

Chemical Agitator (M-5736) 370

Sludge Decanter (S-5703) 7000

Pompa Dosiing Polymer (P-5769) 115

Pompa Transfer Sludge (P-5737) 3000

9 Filtration SistemPompa Transfer (P-5732) 5500

Pompa Effluent (P-5733) 7500

10 ADT SedimentationLevel Switch (LS-5738) 1250

Level Switch (LS – 5739) 1250

11 Flow Chamber Level Switch (LS – 5733) 1250

Jumlah Daya 77.737 watt

Jumlah Daya per hari 1865,7 Kwh

Total biaya kebutuhan listrik (1 Kwh = Rp 500) Rp 932.844

Page 34: Menurunkan COD Limbah PT. Polypet Karya Persada

Dari perincian biaya diatas didapat cost production keseluruhan ialah :

Kebutuhan Kimia + Kebutuhan Listrik = Rp 1.355.943 + Rp 932.844

= Rp 2.288.787