Menjauhi Pelaku Bid'ah

  • Upload
    soelfan

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    1/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 1

    MENJAUHI PELAKU BIDAH

    KATA PENGANTAR

    Ciri paling menonjol dari keistimewaan aqidah Islam adalah dipegang teguhnya Al-

    Qur'an dan sunah serta dijaganya kemurnian Islam darl hal-hal yang mengotorinya.

    Salah satu racun yang merasuki aqidahini adalah bid'ah. Pengaruh dan penyesatan

    bid'ah terhadap aqidah akan terus berjalan dengan berbagai bentuk sesuai dengan

    perkembangan zaman, sesuai dengan penerapan syari'at Islam.

    Agar tidak timbul kerusakan di muka bumi dan tindak kesesatan aqidah, agar sunah

    Allah dan rasul-Nya tetap bersih dari kotoran, suci dari pengaruh syahwat dan hawa nafsu,

    maka kita harus selalu waspada terhadap setiap bentuk ajaran baru (bid'ah) dari manapun.

    Sejak awal, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah mengingatkan: "Barangsiapa

    mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama ini, maka ia tertolak." (HR. BukhariMuslim).

    Wajiblah kita menjauhi bid'ah dan para pelakunya agar selamat hidup kita, di dunia

    maupun akhtrat. Untuk itu, kita harus memperkokoh dinding pembatas dengan mereka

    serta mengkaji Islam secara total.

    Bagaimanakah syari'at Islam mencegah berbagai pengaruh dari pelaku dan pembuat

    bid'ah? Buku ini siap memberikan jawabnya. Selamat menyimak.

    Penerbit

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    2/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 2

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    PENDAHULUAN

    TUJUAN MENJAUHI BID'AH

    MACAM-MACAM HIJRAH

    KAIDAH-KAIDAH DALAM HIJRAH

    A. Syarat Hijrah Syar'i

    B. Sifat-sifat Hijrah

    C. Kedudukan Hijrah dalam Aqidah

    DALIL-DALIL DARI AL-QUR'AN SUNAH, DAN IJMA'

    A. Penjelasan dari Al-Qur'an

    B. Penjelasan dalam Hadits

    C. Penjelasan dalam Ijma

    HIJRAH PARA SAHABAT DARI PELAKU BID'AH

    KETENTUAN HIJRAH DALAM SYARI'AT

    HUKUMAN ORANG YANG BERKAWAN DENGAN PELAKU DAN PENCINTA BID'AH

    KEWASPADAAN DARI TERSEBARNYA BID'AH

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    3/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 3

    PENDAHULUAN

    Segala puji bagi Allah, Tuhan sernesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan

    selain Allah, Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah. Shalawat dan

    salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu'Alaihi wa Sallam, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.

    Orang-orang yang mengikuti beliau akan terbebas dari apa yang beliau khawatirkan

    atas umatnya, dalam haditsnya:

    Bergembiralah dan optimislah dengan apa yang menyenangkan kalian. Demi

    Allah, aku tidak mengkhawatirkan kalian dengan kemiskinan dunia, akan tetapi

    aku justru khawatir dengan kelapangannya sebagaimana yang diberikan

    kepada orang-orang sebelum kalian. Mereka bersaing untuk mempe-

    rebutkannya hingga binasa karenanya dan kalian pun binasa sebagaimanamereka."

    1)

    1) Fathul Bari, 6/263.

    Globalisasi membuat banyak tetjadi kerancuan dan percampuran di kalangan kaum

    muslimin, baik dalam bidang budaya, agama, dan sebagainya. Orang-orang asing banyak

    terlibat dalam pengaburan faham yang dianut orang-orang Islam. Para penganut aliran sesat

    juga membawa penyakit perilaku bagi manusia dan akidahnya. Di sisi lain, banyak bangsa

    yang memusuhi umat Islam. Mereka berdatangan untuk menjarah, kemudian melumpuhkan

    umat Islam. Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

    Aku tidak ragu, bahwa intervensi bangsa-bangsa terhadap kalian dari segala

    penjuru. Hampir saja bangsa-bangsa rnengeroyok kalian dari segala arah. 2)

    2) Silsilah Shahihah, 956. Shahihul Jami' Shaghir. 8035

    Menghilangnya pemuka-pemuka yang menguasai ilmu pengetahuan untuk beberapa

    waktu atau diamnya mereka dalam usaha menyadarkan umat akan akidahnya, kadang-

    kadang disebabkan oleh kealpaan mereka. Mereka pergi belajar dalam keadaan lemah

    akidahnya untuk memantapkan aqidah para pemuda. Timbullah penghalang dan kendaladalam penanaman aqidah salaf dan pengikatnya dalam alam pikiran umat. Sebab-sebab

    bergejolaknya umat Islam dengan gejolak yang keras terangkum dalam dua hal:

    1. Hancurnya dinding pembatas (al-wala' wa al-bara) antara orang Islam dengan orang

    kafir, antara ahlus sunah dengan ahlul bid'ah. Dinding pembatas tersebut dinamakan

    alhaajizun nafsi (pertahanan jiwa). Dinding pelindung dan pemisah tadi rusak, hancur

    oleh slogan menyesatkan yang dikemas dengan istilah-istilah toleransi, kasih sayang,

    perdamaian mengenyah, penyimpangan dan fanatisme, demi hak asasi manusia, dan

    masih banyak lagi kata mentereng yang membuai manusia sehingga lalai akan bahaya

    yang mengancam dirinya. Itulah bentuk-bentuk lobi tendensius yang merusakkanpemuda Islam.

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    4/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 4

    2. Ketidaktahuan atau kebutaan umat Islam terhadap Islam. Umat Islam lepas dari

    ikatannya, terpecah-belah, dan jatuh tanpa nilai karena gangguan mereka. Rongrongan

    orang-orang kafir menjadikan kaum muslimin menyimpang dan dangkal pemikirannya.

    Mereka kehilangan keseimbangan hidup, sandaran kemasyarakatan kegotongroyongan,

    kemaslahatan, dan dalam aqidah Islamiyah. Semua itu membawa nilai yang menjadikancacat atau aib serta keraguan. Selanjutnya, muncullah pandangan yang rusak dan

    kesadaran yang lemah. Pengagum dan pengumbar hawa nafsu mendapatkan lapangan

    yang luas untuk menyebarkan bid'ah dengan berbagai bentuknya, hingga bid'ah itu

    berada di tangan orang yang memungutnya. Itu merupakan peribadatan baru yang tidak

    ada dasar hukumnya. Ia keluar dari ketetapan ibadat menurut Al-Qur'an dan hadits.

    Bid'ah merupakan penjerat leher, sumber kesesatan, dan penyebar kerusakan di muka

    bumi. Karenanya nafsu berlarian, berkejar-kejaran, dan berlomba-lomba dari generasi ke

    generasi, kaum demi kaum. Ribuan kaum muslimin di kota-kota, rumah-rumah, dan

    perkampungan-perkampungan, semuanya yakin adanya taktik menipu, seperti sesuatu diluar Islam dikatakan dari Islam padahal Islam menghapusnya. Pada sisi lain, ada api bahaya

    tempat orang-orang Islam bergulir dalam panasnya dan meneguk kepahitannya.

    Pengumbaran hawa nafsu itu berkisar di wilayah Islam atau di sebagian negara Islam.

    Kehinaan mereka tertimbun, bid'ah mereka tertutup, namun ada di antara mereka yang

    kembali kepada hidayah dan petunjuk Allah.

    Di balik itu ada aliran yang berusaha menghancurkan pertahanan jiwa dan

    mempersubur kebutaan umat akan pengetahuan agama, baik secara nampak maupun

    tersembunyi. Misi mereka itu saat ini tidak lagi tertutup dari mata yang memandang. Dalam

    keadaan yang demikian, atau setiap terjadinya peristiwa ini, biasanya ada sebagian orangIslam yang memperingatkan, bahkan meyelamatkan mereka dengan berbagai cara dan

    metode syar'iyah yang mampu mencegah berlanjutnya bid'ah. Mereka itu biasa disebut

    mujadid atau kaum pembaharu yang berdiri tegak melaksanakan kewajiban dakwah kepada

    Allah, mengajak manusia bersama Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta'ala, atas dasar

    kesadaran, pengamatan, dan penelitian tentang agama. Mereka juga berusaha

    membebaskan daerah Islam dari pengaruh-pengaruh bid'ah dan khurafat serta hawa nafsu

    yang menimbulkan kesesatan dengan memperkuat aqidah salaf, aqidah orang-orang

    terdahulu, yaitu aqidah istimewa di bawah sinar Al-Qur'an dan sunah dalam jiwa umat Islam.

    Ciri paling menonjol dari keistimewaan aqidah Islamiyah adalah dipegang teguhnya Al-Qur'an dan sunah serta dijaganya kemurnian Islam dari hal-hal yang mengotorinya. Dalam

    kenegaraan, hal tersebut dapat kita tempuh dengan jalan memegang kekuasaan, kemudian

    menerapkan kaidah syar'i sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kita

    akan dapat menghalau pelaku bid'ah dengan memberi peringatan. Apabila tidak

    mengindahkan peringatan itu, mereka dihukum sesuai dengan tingkat kejahatannya.

    Perbuatan ini, selain bermanfaat bagi si pelaku bid'ah, juga mengamankan orang lain dari

    pengaruh mereka. Perlakuan ini dapat memperbaiki mereka, menunjukkan mereka ke jalan

    yang benar dalam hidayah Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta mengembalikan mereka dari

    jurang bid'ah, tempat mereka hilang dalam memperkuat ketahanan dinding pemisah antara

    sunah dan bid'ah dan pertahanan antara kelompok suni dan bid'i. Mereka juga mencegahorang-orang yang melakukan bid'ah dan bid'ah mereka.

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    5/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 5

    Agar tidak timbul kerusakan di bumi dan tidak tersebar kesesatan akidah, agar sunah

    Allah dan Rasul-Nya tetap bersih dari kotoran, suci dari pengaruh syahwat, dan hawa nafsu,

    maka kita harus selalu waspada dari setiap bentuk ajaran baru dari mana pun. Kalau

    kelihatan tidak cocok dengan Al-Qur'an dan sunah, harus segera kita halau. Pengaruh-

    pengaruh bid'ah dan penyesatan aqidah inl akan terus berjalan dengan berbagai bentuksesuai dengan perkembangan zaman, sesuai dengan penerapan syariat Islam. Untuk itu kita

    harus tetap menampakkan kebenaran sunah dengan melakukan dakwah kepadanya,

    memberikan petunjuk, nasihat, dan sebagainya sebagai tanggungjawab umat terhadap

    sesamanya atas dasar tawaashau bil haqqi wa tawaashau bishshabr.

    Menyadarkan pelaku bid'ah untuk menjalankan syariat Islam sesuai dengan ilmu fiqih

    merupakan perkara besar. Ia merupakan pokok dari kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar

    dan pokok dari aqidah yang berdasarkan Al-Qur'an dan sunah serta ijma' ulama. Kami telah

    melihat tanda-tanda dalam kitab aqidah salaf, dialah aqidah ahlus sunah wal jama'ah. Semua

    ini di bawah kekuasaan aqidah yang besar seperti al wala' wal bara' yang menuntut cinta danbenci hanya karena Allah. Dialah pokok ajaran agama yang dengannya muncul ruh

    peribadatan.

    Hukum syara' ini digunakan oleh kaum salaf untuk bermuamalah dengan ahli bid'ah dan

    pengumbar nafsu. Banyak majalah yang berkaitan dengan itu, antara lain Ar-Riwayah dan

    Asy-Shahadah. Shalat mereka, pengangkatan wali yang memegang keadilan seperti imam

    dan hakim, dan kewaspadaan mereka dari bid'ah mereka tiada pegangannya. Cara

    menghukum mereka adalah dengan menyingkirkan mereka dari yang lain seperti yang kami

    lihat dalam kitab sunah dan aqidah yang terhimpun dalam Ushulul Islam bid-Dar'il Bida' anil

    Ahkaam (Pokok-pokok Ajaran Islam untuk Menghindarkan Bid'ah dari Hukum).

    Uraian dalam risalah ini khusus tentang pencegahan terhadap pelaku bid'ah dan

    pembuat bid'ah dalam agama karena pentingnya pembedaan dan pencegahan serta adanya

    permintaan untuk membahasnya. Pada umumnya ia menjadi sunanul mahjurah atau cara-

    cara yang dijauhkan dalam isi pokok mukadimah ini. Oleh karena itu, saya berpendapat

    bahwa mengistimewakan risalah ini sangat tepat untuk menghidupkan sunah dan

    menyebarkannya secara syar'i dalam situasi dan kondisi yang tepat. Juga untuk menjaga

    pelaku dan pencipta bid'ah atas kehormatannya sebagai orang Islam. Bid'ahnya diungkap

    dengan mensifatkan ia sebagai pencipta bid'ah sebelum ia mengkafirkan dengan kata-kata

    bid'ah takdir, dan baha'. Risalah ini dimaksudkan pula untuk melindungi Ahlus Sunah walJama'ah, bagaimana bid'ahnya, cara masuknya ke dalarn barisan mereka, dan lain-lainnya

    yang harus disetujui oleh kaum muslimin.

    Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam penjelasannya tentang wajibnya

    memberi nasihat demi kebaikan Islam dan muslimin:

    "Seperti halnya para pemimpin bid'ah mengeluarkan pendapat yang bertentangan

    dengan Al-Qur'an dan sunah, maka penjelasan tentang perkara mereka dan kewaspadaan

    umat terhadap mereka (ahli bid'ah) adalah wajib menurut kesepakatan orang-orang Islam.

    Dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hambal bahwa orang yang berpuasa, shalat, dan beriktikaflebih Anda senangi daripada orang yang membicarakan ahli bid'ah. Selanjutnya Imam

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    6/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 6

    Ahmad berkata, kalau orang itu shalat dan beriktikaf hanya untuk dirinya sendiri, lalu

    berbicara tentang ahli bid'ah, maka tidak lain ia membicarakan kepentingan umat. Ini lebih

    utama. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa perbuatan tersebut bermanfaat untuk umum atau

    untuk umat Islam. Dalam ajaran Islam digolongkan sebagai jihad fi sabilillah. Pelanggaran

    atau perbuatan yang berlawanan dengannya merupakan musuh, yang melawannya adalah

    fardhu kifayah menurut persetujuan umat Islam. Kalau Allah tidak berkehendak mengangkatbahaya itu, tentulah agama akan rusak. Kerusakannya lebih besar daripada kerusakan yang

    ditimbulkan oleh musuh dalam peperangan. Dalam peperangan, orang yang menang tidak

    merusak hati orang yang kalah. Tidak pula merusak agama kecuali menurut kehendaknya.

    Adapun ahli bid'ah merusak hati sejak awal."

    Hal tersebut akan Anda lihat dalam risalah ini. Ia terkumpul dalam sejumlah hukum

    hijrah syar'i (menjauhi orang-orang kafir, para pencipta bid'ah yang sesat, dan pelanggar

    larangan yang berbuat maksiat secara terang-terangan berdasarkan hukum Islam).

    Semuanya akan menjadi rangkaian pembicaraan yang nuqul tentang hijratul mubtadi'

    (menjauhi pelaku bid'ah karena bahayanya sangat besar). Sedikit banyak sudah di terangkanoleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Berikutnya akan muncul berbagai pandangan dan

    pendapat yang berkaitan dengan judul buku ini.

    Garis besar permasalahan yang akan di uraikan dalam risalah ini adalah:

    1. Tujuan Islam menjauhi bid'ah

    2. Macam-macam hijrah

    3. Syarat-syarat hijrah

    4. Sitat-sifat hijrah

    5. Kedudukan hijrah dalam aqidah6. Dalil-dalil Al-Qur'an, sunah, dan ijma'

    7. Perlakuan para sahabat dan orang-orang sesudah mereka terhadap pencipta dan pelaku

    bid'ah.

    8. Ketentuan hijrah dalam hukum syara'

    9. Hukuman orang yang berkawan dengan pelaku dan pencipta bid'ah.

    IO. Kewaspadaan dari tersebarnya bid'ah.

    Ya Allah, berikanlah kepada kami rezeki dan hidayah yang bertujuan serta

    jauhkanlah kami dari kemungkaran akhlak, hawa nafsu, dan berbagai penyakit.

    TUJUAN MENJAUHI BIDAH

    Keuntungan menjauhkan diri dari pelaku bid'ah atau pembuat bid'ah amatlah

    banyak. Ada pemegang syari'at yang berkaitan dengan aqidah kembali kepada orang yang

    dijauhkan atau dikucilkan dari umat Islam. Menurut Al-Qur'an dan sunah Rasul hukuman

    bagi pelaku bid'ah dan orang yang mengikuti hawa nafsu adalah dikucilkan dari khalayak

    ramai. Tujuannya bermacammacam, antara lain:

    1. Hukuman zajer, adalah hukuman syar'i untuk orang yang dikucilkan (mahjur).Hukuman tersebut digolongkan jenis jihad di jalan Allah karena bertujuan agar namaAllah serta ajaran-Nya tetap dijunjung tinggi, dan amar ma'ruf nahi mungkar

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    7/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 7

    dilaksanakan sebagai jalan untuk bertaqarub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala

    dengan keharusan mencintai-Nya.

    2. Mernbangkitkan jiwa umat Islam dari jatuhnya mereka dalam bid'ah ataumembukakan tabir bagi mereka bahwa ajaran yang tidak sesuai dengan Al-Quran

    dan sunah adalah bid'ah dan sesat. Untuk itu umat Islam diajak kembali kepadatuntunan Al-Qur'an dan sunah.

    3. Mencegah dan menghalangi meluasnya ajaran bid'ah tersebut.4. Merendahkan pelaku bid'ah dan menghukumnya agar ajaran bid'ahnya melemah. Ia

    boleh disingkirkan karena akan tetap seperti serigala dalam guanya.

    Apabila kita tetap bergaul dan berkumpul dengan pelaku dan pembuat bid'ah, tetapi

    meninggalkan gagasan dan ajarannya, maka ini merupakan pelenyapan secara umum, harus

    kita lihat situasi para jamaah dengan menetapkan pencegahan secara sehat yang bertujuandemi kebaikan. Imam Syatibi menukilkan beberapa hadits tentang penghargaan atau

    pemuliaan pelaku bid'ah, ia berkata:

    "Sesungguhnya memberi kedudukan, dalam arti memuliakan, sudah jelas

    merupakan pengagungan atas bid'ahnya. Kita telah mengetahui bahwa agama

    telah memerintahkan agar umat Islam membendung dan menghalangi,

    merendahkan dan menghinakannya dengan sesuatu yang lebih keras dari ini,

    seperti memukul atau membunuh. Mengharagai pelaku bid'ah merupakan

    penghalang amalan dalam ajaran Islam, terutama dalam segi aqidah. Menerima

    yang bertentangan merupakan pengingkaran hukum Islam."

    Memuliakan ahli bid'ah mempunyai dua arti kerusakan yang membawa kehancuran

    terhadap umat Islam:

    a. Perhatian masyarakat dan orang-orang jahil terhadap pengagungan itu. Mereka yakinbahwa pelaku bid'ah itu adalah orang yang paling utama. Apa yang ada padanya lebih

    baik daripada apa yang ada pada orang lain. Ini menyebabkan pengikut bid'ah selalu

    setia dan jauh dari ahlu sunah wal jama'ah.

    b. Bila ahlul bid'ah diagungkan karena bid'ahnya, ia menjadi seorang perayu yanglembut untuk pengembangan bid'ahnya pada setiap hal. Bila demikian, hiduplahbid'ah dan matilah sunah; dan itulah bukti hancurnya Islam secara nyata.

    5. Menjamin sunah dari keburukan bidah. Wahai Saudaraku, saya telah memikirkansebab yang mengeluarkan umat dari sunah dan jamaah, menjerumuskan mereka

    kedalam bidah, merusakkan hati mereka, serta menghilangkan sinar kebenaran dari

    pandangan mereka. Saya mendapatkan dua masalah. Pertama, adanya masalah yang

    monoton, tidak variatif dan banyaknya pertanyaan tentang sesuatu yang tidak

    bermakna. Kejahilannya tidak membahayakan bagi orang yang berakal. Fahamnya

    tidak akan bermanfaat bagi orang mukmin. Kedua, pergaulan dengan orang yangtidak memberi keamanan, bahkan hatinya rusak karena berkawan dengannya.

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    8/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 8

    MACAM-MACAM HIJRAH

    Hijrah menghindarkan diri dari perbuatan bid'ah, dapat dikategorikan ke dalam tiga

    macam:

    1. Hijrah diyanah atau hijrah keagamaan, yakni hijrah untuk hak Allah Subhanahu wa

    Ta'ala merupakan perbuatan orang yang bertakwa. Ia adalah hijrah dari perbuatan jelek

    kepada perbuatan baik, hijrah dari pelaku bid'ah atau pelaku maksiat. Jenis hijrah ini ada

    dua:

    a. Hijrah tark, yang berarti hijrah dari perbuatan jelek dan hijrah dari pelaku

    kejelekan yang membahayakan bila berkawan dengan mereka, kecuali ada

    keperluan penting atau ada kemashlahatan yang insidentil. Allah Subhanahu wa

    Ta'ala berfirman:

    "Dan perbuatan dosa tinggalkanlah." (QS al-Mudatsir 74:5)

    "Hindarilah mereka dengan baik."

    "Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami,

    maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang

    lain. Dan jika syaitan meryadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah

    kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan

    larangan itu)." (QS al-An'am 6:68)

    "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwaapabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh

    orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga

    mereka memasuki pernbicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu

    berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah

    akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam

    jahanam. (QS an-Nisa' 4:140)

    Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

    "Orang yang hijrah ialah yang menghindari apa yang dilarang Allah atasnya."

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    9/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 9

    b. Hijrah ta'zir, yaitu usaha untuk mengucilkan atau menghindari suatu hal yang

    dilarang oleh syara'. Bentuk kedua ini merupakan salah satu hukuman syara' bagi

    seorang muslim yang melakukan kejahatan dan melakukan bid'ah. Berdasarkan

    pandangan yang telah diadakan dalam ilmu syari'at, hijrah merupakan langkah

    yang tepat bagi pelaku kejahatan dan bid'ah. Dengan hijrah tersebut diharapkan

    mereka bertaubat dan kembali kepada Al-Qur'an dan hadits secara benar dantepat.

    Bagian ini merupakan bahasan yang penuh berkah karena dalam risalah ini

    dijelaskan pokok-pokok dan hakikat aqidah Islamiyah yang menuntun umat Islam

    ke arah jalan yang benar sesuai dengan kehendak al-Qur'an dan hadits. Perintah

    dan ajakan dari risalah ini merupakan perintah untuk dilaksanakan dalam pokok

    pendidikan agama. Telah diadakan pula penyelidikan dalam al-Qur'an dan sunah

    mengenai aqidahdan tauhid.

    Peringatan tentang Orang Kafir

    Berkatalah Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah bahwa Thabari berkata, "Ka'ab bin

    Malik berasal dari Hajran. Ia menghindari orang-orang yang bermaksiat. Kepergiannya

    merupakan keharusan karena Hajran penuh dengan orang fasik dan pelaku bid'ah. Hajran

    tidak ditetapkan bagi orang kafir, sedang ia paling berat menghukum keduanya karena

    keduanya adalah ahli tauhid."

    Ibnu Bathal mengatakan: "Sesungguhnya Allah mempunyai hukum, di dalamnya

    terdapat kemaslahatan untuk hamba-Nya. Ia inengetahui hukum tersebut, maka wajib atas

    mereka patuh dan tunduk kepada perintah-Nya. Hal itu cenderung dikatakan sebagai ibadatwalau maknanya tidak begitu jelas."

    Sebagian yang lain mengatakan: "Hajran memiliki dua martabat, yaitu Hajran dengan

    hati dan Hajran dengan lisan. Hajran berhati kafir; meninggalkan sifat persahabatan (kasih

    sayang), tolong menolong, bantu-membantu, terlebih lagi kepada lawan perangnya. Akan

    tetapi, tidak ada ketentuan untuk membicarakan Hajran karena tidak ada kekafiran yang

    menghalanginya. Berbeda dengan pelaku maksiat muslim, sungguh dia terhalang untuk

    membicarakannya. Oleh karena itu, bersekutulah orang kafr dan pelaku maksiat dalam

    ketentuan berbicara dengannya. Mereka patuh terhadap perintah untuk mengajak amar

    ma'ruf nahi munkar. Ketentuannya, antara lain meninggalkan pembicaraan yang tiada guna,berkawanlah dengan orang yang berbudi, dan sebagainya.

    Dikatakan pula oleh Nawawi bahwa orang Islam wajib menghindari orang kafir. Tanpa

    adanya ikatan terhadap apa yang telah dimaklumi dari pokok ajaran Islam secara umum,

    mereka dilarang berkawan dengan orang-orang kafir dan diperingatkan terhadap bahaya

    yang timbul akibat dari persahabatan dengan mereka. Orang Islam harus menyadari hal-hal

    kaum muslimin atas orang-orang kafir. Dalam hadits dari Abu Hurairah ra Rasulullah

    Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    10/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 10

    Jangan kalian memulai salam kepada orang Yahudi atau Nashrani; jika kalian

    menjumpai salah seorang dari mereka di jalan, maka desaklah mereka kepada yang

    paling sempit," (HR. Ahmad dan Muslim)

    Masih banyak lagi nash, sunah, atau atsar salaf yang menerangkan larangan bagi

    orang Islam untuk berkawan dengan orang-orang kafir.

    2. Hijrah untuk mencari kebaikan dalam perkara dunia, yaitu hijrah untuk hamba.

    Bahwa hijrah itu kurang dari tiga malam, dijelaskan dalam hadits yang

    diriwayatkan oleh jamaah dari kelompok tertentu dari sahabat ra dengan sanad

    dalam kitab Shahihain dan lainnya.

    Syariat Islam tidak memberi rukshah (keringanan) terhadap jenis ini, yaitu

    memperkenankan hijrah lebih dari tiga hari seperti rukshah dalam memberi had(batas) pada

    selain istri yang lebih dari tiga kali (hari)." Ini adalah hijrah yang dilakukan oleh ayah

    terhadap anaknya, suami terhadap istrinya. Nabi pernah hijrah dari istri beliau selama satubulan.

    Dalam hadits dari Anas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

    "Janganlah kalian saling menaikkan harga (menyuruh orang lain menawar

    lebih tinggi) di muka pembeli, dan jangan saling membenci, jangan saling iri

    hati (dengki) dan jangan saling membelakangi, dan jadilah hamba Allah

    sebagai bersaudara. Tidak dihalalkan bagi orang Islam memutuskan hijrah

    dari saudararnya lebih dari tiga malam."

    Hadits ini menjelaskan apa yang terdapat di balik pembatasan tiga hari atas larangan;

    Ia berkata: "Adapun hijrahnya terhadap anaknya dan suami terhadap istrinya, dan siapa ada

    dalam makna keduanya, maka tidak lebih tiga hari. Rasulullati Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

    telah hijrah dari istri-istrinya satu bulan penuh. Pembahasan ini termasuk pembahasan yang

    halus dan memerlukan bahasa sastra.

    3. Hijrah yang merupakan ketentuan hukum ta'zir bagt pelanggar hukum. Dalam

    ilmu flqih dibahas dalam bab Ta'zir (hukuman yang tidak ada ketentuannya dalam

    nash).

    KAIDAH-KAIDAH DALAM HIJRAH

    A. Syarat Hijrah Syar'i

    Hijrah syar'iatau hijrah menurut pengertian agama berarti melakukan hijrah untuk

    meninggalkan pelaku maksiat, bid'ah, dan fasik. Hijrah ini dihitung sebagat ibadah. Ibadah

    sendiri harus memenuhi dua rukunnya:

    1. Ikhlas; ia adalah timbangan batin suatu amal.

    2. Ittiba',mengikuti apa yang diketahui dan yang diajarkan. Ini adalah timbangan lahir.Pelaksanaan hijrah itu harus murni, tiada unsur yang membebani hati. Hijrah dari hawa

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    11/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 11

    nafsu dapat menghilangkan keikhlasan. Hijrah atas perlawanan perintah akan

    membatalkan ittiba'.

    H. Sifat-sifat Hijrah

    Hal mendasar dalam hijrah adalah menghindari pelaku bid'ah secara total,membebaskan diri darinya dan dari mufradat-nya (kosa katanya). Kita harus menghindari

    mereka dalam berbagat hal:

    Tidak duduk bersama mereka

    Tidak bertetangga dengan mereka

    Tidak memulyakan atau mengagungkan mereka

    Tidak mengajak berbicara dengan mereka

    Tidak memberi salam kepada mereka

    Tidak mengucapkan bismillah untuk mereka

    Tidak bermanis muka kepada mereka dan tidak membaca buku-buku mereka Tidak mengajak mereka bermusyawarah

    Itulah sifat-sifat yang digunakan untuk membendung, menghindari, dan menjauhkan

    pelaku dan pembuat bid'ah, untuk mencapai maksud agama.

    C. Kedudukan Hijrah dalam Akidah.

    Para ulama menempatkan hijrah dari pelaku bid'ah dalam agama di bawah kaidah

    ikatan terbesar, yakni wala' wal bara'.

    Kaidah yang mulia ini dipahami oleh Ahlus Sunah wal Jama'ah sebagai cinta dan benci

    karena Allah. Oleh karena itu, mereka berkawan dengan wali-wali Allah dan memusuhi

    syaitan. Semua yang ada padanya, kebaikan atau kejelekan, didasarkan pada kaidah itu.

    Dalam hadits Anas ra Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

    "Ada tiga perkara, barangsiapa mendapatkan tiga perkara itu ia akan

    mendapatkan kemanisan iman yaitu agar Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai

    olehnya daripada yang lain. Agar ia mencintai manusia dan tidak mencintainya

    hanya karena Allah. Dan ia benci untuk kembali kepada kekafiran seperti

    mereka enggan untuk dilempar ke neraka."

    Dari Abi Umamah ra, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

    "Barangsiapa cinta karena Allah, benci karena Allah, memberi karena Allah,

    dan mencegah karena Allah, maka telah sempurnalah imannya." (HR. Abu

    Dawud)

    Yahya bin Mu'adz berkata, "Hakekat cinta karena Allah, ia tidak bertambah dengan

    kebaikan dan tidak berkurang dengan penyingkiran." Kaidah ini merupakan bentuk

    penyerahan keyakinan dalam Islam. Banyak nash yang mengatur masalah ini, baik sunah,atsar, serta kitab-kitab lain.

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    12/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 12

    Orang yang paling bersih dari ahli bid'ah dan hawa nafsu, memusuhi dan

    membendung atau menghalangi mereka dengan melakukan hijrah dari mereka dengan

    menghindari atau menjauhkan mereka selamanya sehingga mereka kembali ke jalan Allah

    akan diberi pahala. Orang yang meninggalkan kewajiban itu akan disiksa. Hal ini tertulis

    dalam kitab ahlu sunah wal jama'ah pada umumnya. Cukup jelaslah apa yang di katakan oleh

    Imam Abu Ismail Ashabuni (meninggal tahun 449 H), "Mereka membenci ahli bid'ah (pelakubid'ah) yang membuat hal-hal baru dalam agama. Mereka tidak menyukai ahli bid'ah serta

    tidak mau berkawan dengan mereka, tidak mendengar pembicaraan mereka, tidak bergaul

    dengan mereka, tidak berdebat tentang agama dengan mereka, tidak mau bertukar

    pandangan dan melihat, tidak mendengarkan ajaran kebatilannya bila melintas di telinganya

    dan menempati hati, dan menarik keraguan dan kekhawatiran yang rusak. Allah Subhanahu

    wa Ta'ala berfurman:

    "Dan apabila kamu melihat orang-orang menperolok-olokkan ayat-ayat Kami,

    maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan

    yang lain ... (QS al-An'am 6:68).

    Selanjutnya ia menyebut ciri-ciri ahli bid'ah dan ciri-ciri ahli sunah, ia berkata:

    "Mereka bersepakat atas suatu pendapat untuk mengalahkan pelaku bid'ah, merendahkan,

    menghinakan, serta menjauhkan mereka; tidak bergaul dengan mereka untuk taqarrub

    kepada Allah. Hijrah merupakan salah satu hukuman syari yang diturunkan ahlu sunah bagi

    ahli bid'ah, sesuai dengan kadar bid'ah dan nafsunya.

    DALIL-DALIL DALAM AL-QUR'AN, SUNAH, DAN IJMA

    Upaya menjauhkan pelaku bid'ah dalam agama didasarkan pada dalil-dalil Al-Qur'an,

    hadits, dan jima'.

    A. Penjelasan dari Al-Qur'an

    Banyak ayat Al-Qur'an yang menetapkan perwalian (persahabatan yang istimewa)

    karena Allah dan permusuhan karena Allah, antara lain surat Al-Baqarah, Ali-Imran, Al-An'am

    An-Nisa', dan Al-Mujadalah. Di sini hanya akan kami sebutkan empat ayat, yaitu dari surat AI-

    An'am, An-Nisa', Hud, dan Al-Mujadalah.

    Telah ditegaskan oleh ulama dalam tafsirnya bahwa dalil tentang hukuman bagi

    pelaku bid'ah dengan hijrah dijelaskan dengan kata-kata yang umum. Ada dalil untuk

    berhijrah, menjauhkan diri, berpaling, dan meninggalkannya, dan ada larangan bergaul

    dengan orang-orang yang mengada-ada atau menambah dalam syaiat itu, sehingga mereka

    kembali kepada jalan yang benar.

    Itulah kalimat yang Anda lihat dari para mufasirin dan lainnya. Demi keuntungannya,

    tafsir Al-Qur'an maupun hadits meliputi dua hal:

    a. Apakah nash menjelaskan hal itu.

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    13/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 13

    b. Apakah yang diambil dari nash tersebut adalah hukum baginya. Kalau tidak, maka

    diambillah penafsirannya yang umum, tetapi tetap memakai kaidah-kaidah yang ada

    dalam Al-Qur'an dan hadits. Sebuah hadits yang masyhur mengatakan:

    "Atau kepahaman yang diberikan Allah kepada seseorang dalam kitabnya."

    Kaidah di atas merupakan ketentuan yang mulia, maka jangan sampai Anda meninggalkan

    kaidah-kaidah tersebut. Imam Syatibi menerangkan masalah-masalah tersebut panjang lebar

    dalam kitabnya, Haddul Islami wa Haqiqatul Iman.

    Adapun penjelasan dalarn Al-Qur'an yang dirnaksud, antara lain:

    1. Firman Allah dalam surat Al-An'am ayat 68:

    "Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat

    Kami, maka tinggalkanlah mereka sehinggga mereka membicarakan

    pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan

    larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim

    itu sesudah teringat (akan larangan itu)." (QS al-Anam 6:68)

    Imam Qurtubi berkata, "Ayat ini mempunyai maksud bahwa ada suatu peristtwa,

    orang-orang meyangka bahwa imam mereka itu para haji. Demikian juga pengikutnya.

    Mereka punya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang fasik dan mengarahkan

    pikiran mereka sebagat taqiyah (penyamaran)."

    Ath-Thabari dari Abi Ja'far Muhammad bin Ali berkata: "Barangsiapa duduk-duduk

    dengan orang yang suka bertengkar, maka mereka itu telah memperolok ayat-ayat Allah."

    Berkatalah Ibnu "Arabi, "Inilah dalil bahwa duduk-duduk dengan pelaku dosa besar tidak

    halal." Ibnu Khuwaiz Mundad berkata, "Barangsiapa melecehkan ayat Allah tidak boleh

    digauli; janganlah duduk bersama mereka." Ia melarang kawan-kawannya masuk ke bumi

    musuh dan ke gereja-gereja mereka. Mereka dilarang jual beli. Dilarang juga bergaul dengan

    orang-orang kafir pelaku bid'ah. Jangan mengikat persahabatan dengan mereka, jangan

    didengar pembicaraan dan pendapat mereka. Lalu ia menyebut beberapa orang salaf yang

    menyingkiri pelaku bid'ah.

    Imam Syaukani berkata, "Dalam ayat itu ada nasihat yang amat penting bagi orang

    yang suka bergaul dengan pelaku bid'ah, yaitu mereka yang memutarbalikkan arti

    perkataan-perkataan Allah, mempermainkan sunah Rasulullah, dan mengembalikan semua

    itu pada hawa nafsu mereka yang menyesatkan dan bid'ah mereka yang rusak. Kalau tidak

    dapat menghindari mereka, mengubah mereka, atau mengubah apa yang ada pada mereka,

    maka sedikitnya jangan sampai duduk bersama mereka atau bergaul dengan mereka. Kalau

    serius dalam menjaga diri, melakukan hal tersebut tidaklah sulit. Kehadiran mereka

    menimbulkan campur aduk antara yang benar dengan yang salah, antara yang haq dengan

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    14/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 14

    yang batil, dan antara yang halal dengan yang haram yang dapat dinilai sebagai barang yang

    syubhat. Dengan demikian, kehadirannya membawa semakin parahnya kerusakan.

    Kami menyaksikan pergaulan terkutuk yang tidak ada pembatasan ini, maka kami

    bangkit untuk membela kebenaran dan menolak kebatilan dengan sekuat kami. Dengan

    mengenal syariat Islam ini, kita wajib mengetahui bahwa pelaku bid'ah itu menyesatkan.Mereka adalah unsur perusak yang berlipat ganda, sebesar maksiat kepada Allah karena

    melakukan hal-hal yang diharamkan. Apalagi mereka yang tidak mendalami Al-Qur'an dan

    sunah. Amat jelaslah bahwa pada dirinya melekat kedustaan dan kerancuan dari kebatilan.

    Borok itu telah membekas dalam hatinya sehingga sulit diobati, sukar dicegah sepanjang

    umurnya. Ia merasa akan bertemu Allah dengan penuh keyakinan bahwa ia benar, dan Allah

    akan menghapus kebatilan dan kemungkaran.

    2. Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 140:

    "Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam AI-Qur'an bahwa

    apabila kamu rnendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh

    orangorang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka, sehingga

    mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu

    berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengari mereka. Sesungguhnya Allah

    akan mengumpulkan orang-orang muruafik dan orang-orang kafir di dalam

    jahanam." (QS an-Nisa 4:140)

    Imam Qurtubi berkata:

    "Dengan dalil ini, wajib bagi kita untuk meninggalkan maksiat bila nampak pada

    mereka ada suatu kemungkaran (pelanggaran hukum). Orang yang tidak menjauhi mereka

    berarti setuju dengan perbuatan mereka. Orang yang menyukai perbuatan orang kafir, ia

    telah kafir pula. Maka Allah berfirman, Jika demikian, persis seperti mereka. "Maka semua

    yang duduk di dalam majlis maksiat dan tidak menentang maksiat tersebut, maka ia akan

    memikul dosa seperti mereka. Karena itu ia harus menentang maksiat tersebut atau

    mengingkari mereka bila bermaksud membicarakan maksiat. Apabila tidak mampu berbuat

    demikian, bangunlah dan pergilah dari tempat mereka agar tidak serupa dengan mereka.

    Bila ajaran untuk menjauhi maksiat itu telah menjadi ketetapan, maka menjauhi pelaku-

    pelaku bid'ah dan maksiat lebih utama."

    Dikatakan oleh Juwaibir dari Dahhak, ia berkata: "Termasuk dalam ayat di atas,

    semua hal yang baru dalam agama, yang diada-adakan dan yang harus ditinggalkan. Ini

    menunjukkan bahwa bid'ah itu dilarang."

    Al-Qurubi juga mengatakan tentang firman Allah dalam surat Al-An'am ayat 153:

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    15/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 15

    "Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka

    ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena

    jalan jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu

    diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (QS al-Anam 6:153)

    Ayat ini melarang bergaul, duduk-duduk, dengan para pelaku bid'ah dan hawa nafsu.

    Barangsiapa duduk dengan mereka, hukumnya sama dengan mereka, serupa dengan

    mereka. Kemudian ayat tersebut melarang wanita karena perilaku itu telah membudaya

    pada mereka. Hukuman bagi orang yang melakukan hal itu dan bagi orang yang melanggar

    perintah Allah disebutkan dalam Al-Qur'an: Dan la telah menurunkan atas kalian dalam

    kitab..." Ayat ini menyusulkan orang yang duduk, bergaul, dengan mereka bahwa

    hukumannya seperti mereka.

    Ada sekelompok jamaah yang madzhab serupa dengan imam-imam umat ini; dia

    menghukum orang yang bergaul dengan ahli bid'ah berdasarkan ayat di atas. Merekaberaliran serupa Imam Ahmad bin Hambal, Imam Auza'i, serta Imam Ibnu Mubarak. Mereka

    melarang duduk-duduk dan bersama dengan ahli bid'ah dan mengharuskan menghindarinya,

    kalau tidak, maka akan kena hukuman seperti mereka.

    Imam Asy-Syaukani berkata, "Pada umumnya penafsiran di atas adalah penafsiran

    lafazhiyah. Penafsir membentangkan dalil tanpa kekhususan untuk menghindari pandangan

    para ahli yang mengurangi dan melecehkan petunjuk-petunjuk syar'i, seperti banyak yang

    terjerumus dalam taklid."

    3. Firrnan Allah dalam surat Hud ayat 113:

    "Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zalim yang menyebabkan

    kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang

    penolong pun selain Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS

    Hud 11:113)

    Al-Qurtubi berkata; "Ayat ini memuat petunjuk untuk meninggalkan dan menjauhi

    orang kafir, pelaku maksiat, dan ahli bid'ah lainnya. Bersahabat dengan mereka berarti kafir

    atau maksiat, padahal persahabatan itu tidak terjadi kecuali karena rasa sayang." Seorang

    bijak, yaitu Tharfan bin Al-Abdi, berkata:

    "Jangan engkau tanyakan tentang seseorang, tetapi tanyakanlah temannya."

    "Setiap orang dengan teman-temannya saling berkaitan (saling mengisi)."

    Persahabatan karena suatu kepentingan dan karena menjaga diri sesuai dengan apa

    yang disebutkan dalam surat Ali-Imran dan Al-Maidah, Bersahabat dengan orang yang zalim

    (kejam) untuk taqiyah (penyamaran) tidaklah dilarang karena dalam keadaan terpaksa.

    4. Firman Allah dalam surat AI-Mujadalah ayat 22:

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    16/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 16

    Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari

    akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan

    Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau

    saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (QS al-Mujadalah 58:22)

    Al-Qurtubi berkata: "Imam Malik mengambil dalil ini untuk memusuhi aliran Qadariyah

    dan menolak bergaul dengan mereka." Berkatalah Al Qurtubi serupa dengan Imam Malik,

    "Janganlah bergaul dan duduk-duduk dengan Qadariyah. Musuhilah mereka karena Allah

    atas dasar firmanNya yang berbunyi:

    "Engkau tidak akan menemui suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari

    kiamat menyayangi orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya."

    B. Penjelasan dalam Hadits

    Karena banyaknya pembicaraan timbulah penafsiran yang bennacam-macam.

    Adapun keterangan yang ditulis dalam hadits sebagai berikut:

    3. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda yang diriwayatkan oleh Bukhari:

    "Tidak dihalalkan seseorang menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari."

    Adapun diperbolehkannya menghindari adalah saat orang itu melakukan maksiat.

    Dilarang pula kita memberi salam kepada pelaku dosa. Tidak boleh juga menjawab salamnya

    hingga jelas taubatnya. Sampai kapankah pelaku maksiat bertaubat? Abdullah bin Amerberkata:

    Jangan memberi salam kepada peminum minuman keras.

    1. Dalamsunan Abu Dawud ra, bab "Menjauhi Pelaku dan Pengumbar Hawa Nafsu,"

    ditegaskan agar kita membenci mereka dan tidak memberi salam kepada mereka.

    2. Dalam kitab Riadhus Shalihin susunan Imam Nawawi ra ada bab haramnya

    memutus hubungan sesama muslim kecuali terhadap ahli bid'ah yang harus dijauhi

    atau terhadap orang yang nampak kefasikannya.

    3. Dalam Sharhus Sunah susunan Al-Baghawi ra ada bab tentang menjauhi pengumbar

    hawa nafsu.

    4. Dalam kitab At-Targhib wat Tarhib susunan Al-Mundziri ra, Pada bab Tarhib

    (ancarnan) dijelaskan tentang orang yang berbuat kejahatan dan pelaku bid'ah

    karena manusia melekat dengan kesukaannya.

    Keterangan-keterangan dalam sunah tentang hijrah:

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    17/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 17

    1. Dari Abu Hurairah ra dari Nabi Muharnmad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau

    bersabda:

    "Akan datang pada akhir umatku, orang yang berbicara dengan kalian dengan

    sesuatu yang belum pernah kalian dengar, dan belum pula ayah-ayah kalian. Maka

    berhati-hatilah terhadap mereka." (HR Muslim)

    Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menerangkan kelakuan umat ini

    serta timbulnya hawa nafsu dan bid'ah di kalangan mereka. Selamatlah bagi yang mengikuti

    sunah dan sunah para shahabat. Bila meliliat orang yang suka menurutkan hawa nafsunya

    atau melakukan bid'ah dengan penuh keyakinan atau meremehkan sunah, seorang mukmin

    wajib menjauhinya, menghindarinya, berlepas diri dengannya, dan meninggalkannya hidup-

    hidup. Jangan memberi salam kepadanya apabila berjumpa, jangan menjawabnya bila ia

    memulainya sampai ia meninggalkan bid'ahnya dan kembali kepada kebenaran. Larangan

    menjauhi lebih dari tiga hari, seperti yang terjadi antara dua orang, merupakan pengurangan

    hak persahabatan dan pergaulan, bukan hak keagamaan. Hijrah ahli bid'ah dan pengumbarnafsu adalah supaya mereka bertaubat.

    2. Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

    "Setiap umat ada Majusinya (penyembah api), dan Majusi umatku adalah

    mereka yang rnengatakan tidak ada takdir. Kalau mereka sakit, jangan

    menengok mereka dan kalau mati, jangan mendatangi mereka." (HR. Ahmad,

    Tabrani, dan Hakim.)

    Banyak hadits semakna dari Hudzaifah Abu Darda', Abdullah bin Amer, dan lainnya.Imam Ahmad melihat semuanya dalam Musnad-nya. Ikut andil meriwayatkan pula: Abu

    Dawud, Tinnidzi, Al-Hakim, Thabrani, dan lain-lainnya.

    3. Dari Aisyah ra, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah membaca ayat

    berikut:

    "Dialah yang menurunkan Al-Kilab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)-nya

    ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Qur'an dan yang lain

    (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong

    kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat

    daripadanya untuk rnenimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya,

    padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang

    yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang

    mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil

    pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (QS ali-Imran

    3:7)

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    18/30

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    19/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 19

    memberi kepada wanita Yahudi itu" (yang dimaksud adalah istri Nabi yang bernama

    Sofiah, ia seorang wanita Yahudi).

    Pernah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menghindari Amar bin Yasir dengan

    tidak menjawab salamnya karena ia memakai khaluq, hingga dicuci. Khaluq adalah

    wangi-wangian yang terdiri dari berbagai wangi-wangian, terutama zafaran. Pernahbeliau menghindari orang yang memakai khaluq.

    Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah menjauhi seorang laki-laki yang pada

    jarinya ada sebentuk cincin emas, sehingga cincin itu ditanggalkan. Hadits ini berasal

    dari Bukhari dari Abdullah bin Amer.

    Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjauh (hijrah) dari seorang lakilaki karena ia

    memakai dua pakaian berwarna merah dengan tidak menjawab salam. (HR Abu

    Dawud)

    Itulah hadits-hadits yang memuat hukum menjauh (hijrah) dari pelaku-pelaku

    maksiat yang demonstratif dengan maksiatnya hingga ia bertaubat. Mengambil dalil itu

    untuk menghindari maksiat merupakan hal yang utama dalam melakukan hijrah diyarah

    (karena agama) dari hal-hal baru dan kesesatan selain maksiat. Inilah yang menunjukkan

    bahwa sekelompok orang yang membicarakan hadits-hadits tersebut harus memakai sunah

    sebagai pedoman yang kuat.

    8. Penegasan para sahabat:

    Orang sesudah mereka hendaklah mengikuti sunah Nabi dan atsar para sahabatnya.Barangsiapa mengikuti mereka dalam menjauhi hal-hal yang bercampur dan rancu

    dengan maksiat, dialah orang yang kembali kepada kebenaran. Sekelompok sahabat,

    seperti Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Umar pernah berhijrah dari beberapa

    orang.

    Umar bin Khathab ra pernah melakukan hijrah dengan tidak membalas salam Ziyad

    bin Hadhir karena beliau melihatnya memakai baju hijau, baju kebesaran pejabat

    tinggi, dan kumisnya berlebihan, maka ia membuka baju itu dan menggunting

    kumisnya.

    Peringatan:

    Bagaimana kita sekarang, apakah bisa bertahlil dengan baik apabila jenggot dicukur,

    kumis diperpanjang, dan pakaian dibentuk bermacam-macam? Ubadah bin Shamid ra

    pernah hijrah, menjauhi Muawiyah ra karena pertentangan pendapat tetang

    rabawiyah (tanah atas). Ubadah berkata, "Saya berkata kepadamu tentang Rasulullah

    Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan engkau berkata kepadamu menurut pikiranrnu

    sendiri. Kalau Allah mengeluarkan saya, saya tidak akan bertempat tinggal denganmu

    di tempatmu; yang ada amir atasku di tanah tersebut." Setelah Ubadah keluar, ia

    melaporkan hal itu kepada Umar, Amirul Mukmini ra, maka Umar berkirim surat:

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    20/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 20

    "Tidak ada keamiran bagimu atasnya (Ubadah), bawalah orang-orang menurut apa

    yang ia katakan. Itu perintah." (HR Ibnu Majah).

    Abdullah bin Mas'ud hijrah dari seorang laki-laki yang tertawa-tawa pada jenazah,

    maka ia berkata: "Demi Allah, saya tidak berbicara lagi denganrnu." (HR. Ahmad).

    C. Penjelasan dalam Ijma'

    Di antara ulama yang telah berijma', antara lain, Al-Qadhi Abu Ya'la, Al-Baghawi, dan

    Al-Ghazali.

    Al-Qadhi Abu Ya'la ra berkata, "Para jamaah dan tabi'in sepakat untuk memutuskan

    hubungan dengan orang-orang yang mengada-ada hal-hal baru dalam Islam (bid'ah)."

    Al-Baghawi berkata, "Setelah hadits Ka'ab bin Malik ra yang memuat dalil tentang

    hajran (tidak mendekati) ahli bid'ah yang berkepanjangan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi waSallam mengkhawatirkan Ka'ab dan sahabat-sahabatnya, dan orang-orang munafik tidak ikut

    berperang dengan beliau, maka beliau rnenyuruh umat untuk menjauhi orang-orang

    munafik itu dan tidak bergaul dengan mereka, sehingga Allah menurunkan ayat taubat untuk

    mereka. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengetahui kebersihan mereka, sahabat,

    dan tabi'in. Ulama-ulama sudah sepakat akan sikap ini.

    Al-Ghazali berkata, "Cara orang salaf berbeda dalam menampakkan kebenciannya

    terhadap pelaku-pelaku maksiat. Semuanya sepakat untuk menampakkan rasa benci kepada

    orang-orang yang kejam (tidak adil), para pelaku dan pembuat bid'ah, dan lain-lainnya.

    Abdullah bin Abdulbar berkata, "Mereka sepakat bahwa tidak boleh memutuskan

    hubungan dengan saudara sesama muslim lebih dari tiga hari, kecuali terhadap orang yang

    dikhawatirkan membicarakan hal-hal yang merusak agama atau membahayakan dirinya.

    Hijrah yang demikian itulah yang baik. Inilah pokok yang diambil oleh para ulama untuk

    menjauhi dan meninggalkan orang yang melakukan dan membuat atau mengadakan bid'ah.

    Caranya: tidak berbicara, tidak bergaul, dan tidak duduk-duduk bersama mereka. Kalau

    mengikuti mereka, kita dinilai sama dengan mereka.

    HIJRAH PARA SAHABAT DARI PELAKU BID'AH

    Setelah tanduk fltnah merebak dan memecahkan kunci penutupnya, yaitu wafatnya

    Umar bin Khathab, Amirul Mukminin, mulailah orang-orang Mundis menampakkan apa yang

    mereka simpan dalam hati mereka untuk menipu Islam dan muslimin. Mereka mulai

    meniupkan api dari tungku fitnah, mengumbar hawa nafsu, menciptakan bid'ah, bid'ah

    takdir, pemberontakan, dan pembangkangan terhadap syariat. Begitulah, terhadap orang

    yang semakin jauh dari masa kenabian, bid'ah masuk dalam masalah peribadatan dan

    menjadikan ibadah itu bagaikan biji-bijian yang berantakan yang dipungut oleh setiap

    pemungutnya.

    Setelah keadaan demikian, para sahabat menghadapi halhal yang baru dalamaqidah dan amaliyah. Dengan keimanan yang sempurna, ilmu yang banyak, dan

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    21/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 21

    kesadaran yang mantap, mereka dapat menampakkan sinar mulia yang dapat

    melindungi kedzaliman dan kesesatan. Selanjutnya menyapu dan membersihkan

    hawa nafsu itu dengan memperlakukan hukum syara'. Mereka menghukum setiap

    pelaku bidah. Mereka juga mengadakan persetujuan dengan para pelaku bidah

    untuk membicarakan agama secara benar. Sanksi hukum bagi pelaku bidah

    berdasarkan kaidah agama diserahkan kepada Umar ra dan para sahabat berhijrahdari para pelaku bid'ah dalam kehidupan mereka. Mereka berpangkal pada kaidah al-

    wara wa al-bara. Wala'adalah menjadi wali atau kawan istimewa dan selalu dekat,

    sedangkan bara' adalah melepaskan diri dari segala maksiat dan bid'ah. Dapatdiartikan pula cinta dan benci hanya karena Allah Subhanahu wa Taala.

    Selama program lurus ini berlaku dalam kehidupan umat, mereka dapat

    menghadapi para pelaku bidah berdasarkan sanad yang benar dalam kitab sunah.

    Hal ini diriwayatkan oleh sejumlah sahabat dalam tugas menegakkan syariat dengan

    kekhususannya, kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya.

    Abdullah bin Umar ra, setelah diberi kabar oleh Yahya bin Ya'mar tentang

    aliran Qadariyah, berkata:

    Kalau engkau kembali kepada mereka, katakanlah kepada mereka

    bahwa Ibnu Umar berkata. kepada kalian: "Sesunggulmya ia lepas

    (bersih) darikalian, dan kalian Iepas (bebas) darinya."

    Keterangan:

    Qadariyah adalah suatu aliran yang menentang adanya takdir dan mengatakanbahwa manusia bisa melakukan sesuatu menurut kemauannya sendiri, suka atau

    tidak, tanpa mendapat pengaruh takdir.

    Mujahid berkata, "Telah dikatakan kepada Abdullah bin Umar bin Khathab:

    Sesungguhnya Najdah berkata begini dan begitu, maka Abdullah tidak

    mendengarkannya karena tidak ingin kemasukan sesuatu daIam hatinya."

    Abdullah bin Mas'ud berkata, "Waspadalah ka lian terhadap hal-hal baru yang

    dibuat-buat orang seperti bid'ah. Sesungguhnya agama tidak akan pergi dari hati

    karena pahitnya empedu. Akan tetapi, syaitan menciptakan haI-hal yang barusehingga iman keluar dari hati, dan hampir-hampir orang meninggalkan apa yang

    diperintahkan Allah dari kewajiban shalat, puasa, halal dan haram dan sebagainya.

    Barangsiapa bertemu dengan masa tersebut, haruslah melarikan diri. Dikatakan

    "Wahai Abu Abdurrahman, berlari kemanakah? la menjawab, "Tldak kemana-mana."

    Ia melanjutkan "Melarikan diri dengan hatinya dan agamanya, dan tidak bergaul

    sama sekali dengan pelaku bid'ah."

    Abi Umamah ra berkata. Tidak ada kesyirikan kecuali diawali dengan

    mendustakan takdir. Suatu umat tidak bersyirlk sama sekali kecuali pada awalnya

    mendustakan takdir: dan kalian akan dicoba dengannya. Wahai Umat, kalian

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    22/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 22

    berjumpa dengan mereka, janganlah kalian memperkuat mereka sebab mereka

    memasukkan syubhat atas kamu sekalian."

    Al-Fudhail bin 'Iyad berkata, "Barangsiapa duduk dengan ahli bid'ah, maka hati-

    hatilah kalian; la tidak memberi suatu ilmu atau hikmah. Saya Ingin adanya dinding

    pemisah dari besi antara saya dengan ahli bid'ah. Makan di rumah orang Yahudi dan

    Nashrani lebih saya sukai daripada makan di rumah pelaku bid'ah." Fudhail

    selanjutnya berkata, "Orang yang perbincangannya menunjukkan bahwa orang

    tersebut pelaku bid'ah, dialah penipu Islam. Berwaspadalah jika didatangi orang

    tersebut, jangan sampai engkau mengikutinya karena sesungguhnya mereka

    menghalangl kebenaran." Dalam hal ini Fudhail bin 'Iyad melarang duduk-duduk

    dengan ahli bld'ah, bermusyawarah dengan mereka, serta bergaul dengan mereka,

    karena bid'ah adalah tanda-tanda nifak.

    Sofyan Ats-Tsauri ra berkata, "Barangsiapa mendengarkan pelaku bid'ah

    dengan telinganya, ia keluar dari perlindungan Allah."

    Ibnu Thawus mengatakan bahwa la meletakkan kedua jarinya menutupi telinga

    ketika mendengar orang dari aliran Mu'tazilah berbicara.

    Abdurrazaq berkata, "Saya tidak suka mendengar Ibrahim bin Ali bin Yahya

    yang Mu'tazilah itu karena hatinya lemah, sedangkan agama bukan dari yang

    mengalahkannya."

    Ibrahim bin Maisarah berkata, "Barangsiapa menghormati dan mengagungkan

    pelaku bid'ah, maka ia telah membantu menghacurkan Islam."

    Prakata salam, berkatalah seorang Iaki-Iaki pengumbar nafsu kepada Ayub:

    "Saya akan bertanya kepadamu tentang suatu kalimat, maka Ayub berpaling dan

    berkata: "Tidak, tidak setengah kalimat pun," dua kali ia mengatakan begitu.

    Hasan Basri berkata, "Janganlah bergaul dengan pengumbar nafsu, jangan

    berdebat dengan mereka, dan jangan mendengarkan pembicaraan mereka."

    Muhammad bin Sirin berkata, "Jangan mendengarkan mereka," sedangkan

    Abu Qulabah berkata, "Jangan duduk dan bergaul dengan mereka karena tidakaman; mereka akan menyeret kalian ke dalam kesesatan dan merancukan

    pengetahuan kalian."

    Imam Ahmad meriwayatkan hal itu dari perbuatan, pembicaraan, dan

    fatwanya yang mencapai jumlah besar tentang larangan bergaul dengan pengumbar

    nafsu.

    Imam Malik berkata, "Para pengumbar nafsu tidak akan selamat."

    Sedangkan Imam Nawawi berkata, "Adapun pelaku bid'ah dan orang yang

    berbuat dosa besar, dan ia tidak bertaubat, maka jangan diberi salam dansalamnya jangan dijawab. Demikianlah pendapat sekelompok ahli ilmu." Dia

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    23/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 23

    berkata juga, "Adalah sunah bila melewati suatu majlis yang di situ ada orang

    Islam dan kafir memberi salam dengan lafal yang bersifat umum, namun

    dimaksudkan untuk orang-orang musllm." Ibnu Arabi berkata, "Serupa itu

    pula bila melewati sebuah majlis yang di situ ada orang Islam dan peIaku

    bid'ah, atau ada seorang penguasa zhalim dan penguasa adil, serta orang

    yang dicintai dan dibenci."

    Khathabi berkata, "Sesungguhnya hijrah atau menghindari ahli bid'ah

    dan hamba nafsu berlaku sepanjang waktu, selama pelaku-pelaku tidak

    bertaubat dan kembali kepada kebenaran."

    KETENTUAN HIJRAH DALAM SYARI'AT

    Hal yang dibicarakan pada bab ini merupakan penjelasan syariat

    tentang hijrah dari bid'ah dan kemaksiatan. la merupakan bahasan penting

    tentang kewajiban beragama, Telah kita ketahui bahwa pencegahan kepadapelaku bld'ah dengan hijrah hingga bertaubat kepada "Allah Subhanahu wa

    Taala telah dijelaskan dalam banyak dalil dengan kekhususannya. la

    merupakan kaidah syar'iyah yang paling utama dan tidak menyimpang, yaitu

    al-wala'wa al-bara', cinta dan benci karena Allah.

    Hijrah dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap orang yang dijauhi,

    dihindari, atau disingkirkan dengan tujuan mendidik mereka agar kembali ke

    pangkuan Islam yang sebenar-benarnya. Secara syar'i, hijrah untuk hak Allah

    merupakan ibadah sebagaimana jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar.

    Sedangkan ibadah itu harus memenuhi dua rukunnya yaitu ikhlas danmengikuti tuntunan. Dengan demikian, hijrah itu harus murni, diikhlaskan

    hanya untuk Allah, dan benar menurut sunah. Hawa nafsu bisa mengurangi

    keikhlasan dan membelokkan dari tuntunan, maka hijrah itu batal bila tidak

    sesuai dengan perintah.

    Kalau semuanya telah pasti, hendaklah diketahui bahwa agama yang

    mulia menimbang kejadian-kejadian dan situasi berdasarkan kaidah yang

    umum, al-wala' wa al-bara'. Dialah timbangan yang adil dan keadilan yang

    lurus (qistas mustaqim), tengah-tengah antara dua sisi: yang didahulukan dan

    yang diakhirkan. Kaidah itu tidak bertambah dan tidak berkurang daribatasnya. la menemukan hijrah sebagai hukuman terhadap pelaku bid'ah

    dengan penafsiran yang berbeda-beda. Kaidah yang berkumpul dengan situasi

    itu memperhatikan dan memperbanyak kemaslahatan serta mencegah dan

    mengurangi penyebab-penyebab kerusakan. Maka, kami berkata, "Demikian

    itu pokok hijrah dari pelaku dan pembuat bid'ah dalam syariat, akan tetapi

    tidak umum atas setiap hal dan setiap pelaku bid'ah. Meninggalkan

    dan menyingkirkan bid'ah secara keseluruhan pada setiap keadaan telah

    dimaklumi kewajibannya dalam nash dan ijma', Hukum hijrah itu diperlakukan

    secara tepat sesuai dengan syariat dengan mementingkan kemaslahatan dan

    mencegah terjadinya kerusakan. Inilah perbedaan bid'ah itu sendiri denganpelakunya, keadaan orang-orang yang menghindar, tempat dan kekuatan

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    24/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 24

    serta kelemahan, sedikit atau banyak. Begitulah perbedaan penafsiran yang

    dipelihara oleh agama. Hal itu berguna sebagai pertimmbangan umat Islam

    agar dapat mewujudkan maksud dan tujuan hijrah dalam agama untuk

    mendidik secara umum, mencegah diri terhadap pelaku bid'ah dan bid'ahnya,

    dan melindungi sunah dari kejelekan bid'ah.

    Ini hasil penerapan syariat yang tepat, seperangkat kaidah tentang

    hukuman bagi orang-orang yang berperang dengan beragam keadaan mereka.

    Dibedakan pula hukuman bagi pencuri dengan perampok, pezina muhshan

    dengan bukan muhshan. Begitulah, seluruh hukuman syar'iyah dijatuhkan

    sesuai dengan keadaannya. Akan tetapi, hendaklah diwaspadai setiap orang

    Islam yang mengendalikan hawa nafsu dan mementingkan untungnya sendiri.

    Dialah perusak kebenaran. Tindakannya itu merupakan akibat meninggalkan

    hijrah atas dasar pelanggaran. la melanggar Allah Subhanahu wa Taala

    dengan tidak hijrah. la meninggalkan hijrah syar'i dari para pelaku bid'ah

    dan memperlihatkan alasan syar'i dalam meninggalkannya, juga mengatakandemi kemaslahatan, padahal yang dimaksudkan adalah di balik itu semua.

    Mereka hanya bertujuan agar dapat memikat hati orang. Hijrah syar'i dari

    pelaku dan pencipta bid'ah sesuai dengan ketetapan hukum Islam, tanpa

    maksud lain, merupakan keharusan. Atas dasar itu, muncullah pendapat

    berbagal ulama dan Imam, seperti Imam Ahmad dan sebagainya.

    Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ra mengenai kebenaran hijrah,

    "Sesungguhnya ada kaum yang menjadikan hijrah itu sebagai perintah umum

    karena memakai kata hijer dan inkar terhadap apa-apa yang tidak

    diperintahkan, maka tidak wajib dan tidak pula sunah, dan mungkin bisameninggalkan yang wajib dan yang sunah, tetapi melakukan yang diharamkan.

    Ada pula yang menyingkir dari situ secara keseIuruhan. la tidak berhijrah dari

    kejelekan bid'ah yang diperintahkan untuk dijauhi. Mereka meninggalkannya

    seperti yang dilakukan orang yang berpaling bukan karena meninggalkan,

    seperti orang yang dilarang sedangkan dia tidak menyukai dan membenci.

    Mereka terjerumus ke dalamnya karena tidak melakukan hijrah dari kejelekan,

    bukan karena ada larangan, Akan tetapi, karena ia harus membenci apa yang

    disukai, ia bisa berbuat bisa tidak. Adakalanya ia meninggalkannya seperti orang

    yang dilarang. la juga berhenti serta benci. Kelompok yang lain tidak dilarang

    dan tidak dihukum dengan hukuman pengasingan, padahal ia patut mendapathukuman atas perbuatan itu. Mereka telah meninggalkan nahi mungkar seperti

    yang diperintahkan kepada mereka. Mereka berada di antara melakukan

    kemungkaran dan meninggalkan yang diperintahkan. Dalam kondisi demikian

    agama Allah terancam. Agama Allah berada di antara kesukaan yang amat dan

    ketidaksukaan manusia. Adanya perbedaan penafsiran terhadap tingkat dosa

    dari bid'ah, maka muncullah banyak arah dan pand angan. Perbedaan itu adalah

    kafir atau tidak kafir. Kelompok yang mengkafirkan, misalnya aliran Babiyah,

    Bahaiyah; dan Qadiyaniyah. Kelompok yang tidak mengkafirkan, pada

    umumnya pelaku bid'ah dan penambah dalam ibadat yang hakiki. Pada sisi lain

    karena pelakunya tertutup atau terang-terangan dengan bid'ah dan maksiat,maka perbedaan itu disebabkan oleh pendorongnya. Pelaku bid'ahnya patut

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    25/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 25

    mendapatkan hukuman. Berbeda dengan yang menyembunyikannya, ia tidak

    lebih berbahaya daripada orang-orang munaflk yang keterangan dan

    kerahasiaan mereka diserahkan oleh Nabi kepada Allah. Orang-orang munafik

    berada di tingkatkan paling bawah dalam api neraka.

    Keberadaan bid'ah dapat dipandang dari sudut haqiqiyah dan idhafiyah.Bid'ah haqiqiyah adalah bid'ah pada perbuatan ibadah baru yang bebas dari

    ajaran, seperti shalat raghib (karena hal-hal yang diinginkan, tapi di luar ajaran],

    hal-hal selain bid'ah idhafiyah seperti shalat qadar, shalat nishfu Sya'ban,

    syukuran kelahiran anak (seperti sepasaran], memperlakukan tembuni (ari-ari),

    dan sebagainya. Sedangkan bid'ah idhafiyah ialah bid'ah yang dilakukan oleh

    pembuat bid'ah dengan menambah atau mengurangi ketetapan. Contoh:

    Berdoa bersama setelah shalat dengan satu imam. Doa bersama ini disebut

    idhafiyah karena ditambahkan kepada yang ditetapkan atau disunahkan dan

    tidak ada nash yang menjelaskannya, Contoh lain adalah sujud syukur yang

    dilakukan bersama, menyerukan shalat rawatib di belakang imam, dansebagainya.

    Bid'ah yang jelas pengambilannya merupakan bid'ah khusus, misalnya

    yang berkaitan dengan anak yang dilahirkan atau sebelum dilahirkan oleh orang

    Islam, selamatan untuk kandungan yang berusia tujuh bulan dan sepasaran.

    Termasuk bid'ah khusus pula: tahlil kematian, tiga hari, tujuh hari, empat puluh

    hari, seratus hari, pendakan, seribu hari, dan sebagainya yang semuanya

    merupakan upacara yang dibuat-buat untuk orang mati.

    Ada pula bid'ah yang dipandang samar-samar hukumnya, seperti qunutpada shalat Isya' dan Shubuh yang asalnya ada laIu di-nasakh-kan

    (dihapuskan) dan qunut yang masyru' (ditetapkan) yang dilakukan kalau ada

    musibah, yang biasa disebut qunut nazilah. Kerancuan khilafiyahnya tidak

    menjadikannya masyru'.

    Pada hakikatnya bid'ah merupakan gambaran yang tidak jelas karena sulit

    diambil hakikatnya. Penyebaran dan kefanatikan terhadap bid'ah itulah yang

    menjadikannya jelas. Dipandang dari sudut ijtihad bid'ah termasuk takIid. Orang

    yang berijtihad berarti membuat berbagai bid'ah yang bercabang dan

    beranting. Penyimpangan atau kesesatan memungkinkan hatinya taklid.WaIaupun masing-masing dari keduanya palsu, dosa orang yang menciptakan

    suatu upacara yang jelek adalah lebih besar daripada orang yang mengikutinya.

    Apabila dilakukan berulang-ulang, bid'ah itu disamakan dengan bid'ah yang

    terang-terangan. Bila tidak mengulangi, pelakunya hanya tergelincir,

    tergelincirnya orang yang mengerti. Berbeda dengan keadaan pencipta atau

    pelaku bid'ah beserta kebaikan dan kej elekan yang ada padanya.

    Bila pada seseorang terkumpul kebaikan dan kejelekan, kejahatan dan

    ketaatan, maksiat dan sunah serta bid'ah, ia masih berhak diberi bantuan dan

    pahala sesuai dengan kebaikan yang ada padanya. Pantas puIa mendapatpermusuhan dan hukuman sesuai dengan keburukan yang ia lakukan. Maka

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    26/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 26

    berkumpullah satu orang dengan dua hak, yaitu kehormatan dan kehinaan. la

    mendapat ini dan itu. Seorang pencuri yang miskin, misalnya, tangannya

    dipotong karena mencuri, namun diberi bantuan harta dari baitul mal

    secukupnya berupa kebutuhan sehari-harinya.

    Perbedaan antara seorang yang mengerti, kemudian menceburkan

    dirinya dalam bid'ah, tetapi tidak berkumpul dengan ulama-ulama sunah dan

    tidak bertemu dengan mereka dengan seorang yang mengerti dan bertemu

    dengan pencipta bid'ah, dan dia menerirna suatu pendapat darinya,

    kemudian berkumpul dengan ahli sunah dan bergaul dengan mereka, dengan

    ulama-ulama mereka, dan bertetangga dalam beberapa waktu dengan

    sejenisnya dan memperoleh dinginnya keyakinan, bahkan bergaul dengan

    mereka puluhan tahun, kemudian ia tetap tinggal di tempat suburnya bid'ah

    yang ia lakukan, menyerukan bid'ah tersebut, dan berulang-ulang

    melakukannya, maka inilah hujjah (alasan) untuk memberikan hukuman

    atasnya lebih banyak. Semakin jelaslah alasan yang diajukan kepadanya, makaia tidak mau melihat. la termasuk makhluk Allah yang paling besar dosanya

    dan paling dibenci oleh ahli sunah. Kelompok yang pertama memiliki

    kemungkinan yang lebih luas untuk ditarik hati dan keinginannya untuk

    kembali kepada sunah. Adapun yang kedua tidak, demi Allah, bahkan menjadi

    jelas dan pasti untuk hijrah darinya menjauhinya, berpisah dengannya, serta

    menjatuhkan hukum syara' kepadanya. la disingkirkan saat mati seperti ia

    dijauhi ketika hidup, maka orang yang baik tidak akan shalat untuknya dan

    tidak mengantarkan jenazahnya.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang hak sebagian pelakumaksiat yang terang-terangan. Bila orang itu menampakkan kemungkaran, ia

    wajib ditentang dengan terang-terangan dengan mencegah perbuatannya,

    menghijrahkan, menjauhkan, mengucilkan, dan sebagainya. la tidak perlu

    diberi salam dan tidak perlu dijawab salamnya. Bila pelaku kejahatan itu

    berpegang kuat pada kejahatannya tanpa mendatangkan kerusakan tertentu,

    maka orang-orang yang baik harus menjauhi mereka, baik hidup maupun

    mati. Bila disitu ada sekelompok orang yang berbuat jahat, maka jangan antar

    jenazahnya sebagaimana Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam

    meninggalkan beberapa pelaku kejahatan. Dikatakan kepada Samrah bin

    Jundab, "Sesungguhnya anakmu telah mati tadi malam." Samrah menjawab,"Kalau ia mati, saya tidak akan bershalat atasnya." Samrah bersikap

    demikian karena anaknya yang mati itu telah membantu seseorang yang

    bunuh diri. Para sahabat Nabi juga dihijrahi dan dikucilkan karena mereka

    menyatakan dosa-dosa dan kesalahan mereka dengan meninggalkan

    peperangan atau jihad yang wajib. Pengucilan itu berlangsung hingga

    Allah memberi ampunan kepada mereka. Kalau mereka menyatakan

    bertaubat, maka kebaikan bisa diberikan kepada mereka.

    Keterangan:

    Pengucilan terhadap pelaku maksiat dan bid'ah selagi hidup merupakan

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    27/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 27

    hukuman bagi mereka. Setelah mereka meninggal dunia, apakah kita perlu menshalatkan

    dan mengantarkan jenazahnya? Menurut pandangan di atas termasuk Ibnu Taimiyah, kita

    dilarang menshalatkan dan mengantarkan jenazahnya, tetapi sebagian ulama modern

    berpendapat bahwa kita harus menolong saudara kita pada saat betul-betul ia

    membutuhkannya, yaitu saat sakaratul maut. Dia sangat memerlukan bantuan kita. Dia

    berhak menerima bantuan kita karena ia seorang Islam yang pernah mengucapkan syahadat.0leh karena itu, ia berhak dishalati, didoakan, dan diantarkan jenazahnya ke kubur. Nabi

    Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Doakanlah saudaramu." Adapun

    perbuatannya yang buruk itu terserah Allah, akan diampuni atau diberi siksa. Allah

    Mahatahu segalanya.

    Perbedaan yang ada pada orang yang dikucilkan itu adalah kuat ataukah lemah

    agamanya. Orang yang kuat agamanya dikenakan hukuman lebih keras daripada orang yang

    Iemah agamanya sebagairnana kisah Ka'ab bin Malik dan kedua temannya. Dibedakan pula

    tempat yang banyak dipakai untuk berbuat bid'ah dengan tempat yang jarang dipakai untuk

    berbuat bid'ah. Aliran Qadariyah di Basrah, ahli-ahli nujum di Nurasan, Syiah di Kufah, danIain-Iainnya memiliki perbedaan masalah tempat ini. lnilah yang pernah difatwakan oleh

    para imam, seperti Imam Ahmad dan lainnya berdasarkan hukum pokok, yaitu pemeliharaan

    kemaslahatan syariat. Berbeda sedikit atau banyak dengan orang yang menjauhi karena

    kekuatan dan kelemahannya.

    Keunggulan dan kemenangan berpihak pada Ahlus Sunah, maka ketetapan hukum

    hijrah (pengucilan) harus berlaku menurut aslinya. Kalau kekuatan dan jumlahnya berpihak

    pada pelaku bid'ah, maka tiada pelaku dan pencipta bid'ah yang dapat dicegah dan tujuan

    syariat tidak terlaksana. Hijrah tidak dapat dimasyrukkan (diundangkan). la dijadikan jalan

    penyatuan untuk mencegah bertambahnya keburukan. Hal ini seperti ketetapan undang-undang terhadap musuh dalam peperangan: kadang-kadang minta upeti dan kadang pula

    menempuh jalan damai. Semuanya itu melihat situasi demi kemaslahatan dan kebaikan

    kedua belah pihak. Hal yang amat penting di sini, bila ada kewajiban Ahlus Sunah, seperti

    belajar, mengajar, jihad, pengobatan, teknologi, dan sebagainya, maka penegakan sukar

    dilaksanakan kecuali dengan perantaraan mereka. Sesungguhnya mereka dapat digunakan

    demi kemaslahatan jihad dan kemaslahatan pelajaran. Dalam melaksanakannya haruslah

    waspada terhadap bid'ahnya, berjaga-jaga dari fitnah sedapat mungkin, dan disesuaikan

    dengan tingkat kepentingannya. Kalau kendala itu hilang, Ahlus Sunah harus kembali kepada

    aslinya untuk berhijrah dari ahli bid'ah dan maksiat atau menjauhkan mereka dari kita.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ra berkata dalam jawabannya tentang

    pengucilan yang ditetapkan dalam Islam. Bila ada udzur untuk menegakkan

    kewajiban tentang ilmu, jihad, dan sebagainya, kecuali terhadap pelaku bid'ah

    yang merugikan, kerugian di sini bukan karena meninggalkan kewajiban maka

    mengambil kemaslahatan lebih baik daripada menghindari kerusakan

    yang relatif bersamaan. Karena itulah pembicaran masalah ini perlu rincian.

    Orang yang melihat pembuat bid'ah dari sebuah sudut tempat ia berada dengan

    kedengkian dan tidak berdasarkan petunjuk, serta membantu tanpa dengan

    kebenaran, maka ia telah berbuat kerusakan terhadap Ahlus Sunah dan

    terhadap kemurnian agama Islam.

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    28/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 28

    Melihat keadaan mereka, patutlah apa yang dikatakan oleh Imam Syafi'i

    mengenai orang yang ahli berbicara: "Hukumku tentang ahli bicara agar mereka

    dipukul dengan tongkat dan sandal. Dia diarak di antara kabilah-kabilah dan

    dikatakan: Inilah balasan bagi orang yang berpaling dari kitab dan sunah dan

    mengamalkannya dengan kata-kata belaka."

    Bila engkau melihat pencipta atau pelaku bid'ah dengan seksama atau

    selayang pandang, engkau kebingungan dalam menguasai mereka, dan kasih

    sayang telah dikuasai syaitan untuk mengawasi mereka: mereka diberi

    kebersihan bukan kecerdasan dan diberi pengertian bukan ilmu. Mereka diberi

    pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi mereka tidak dapat

    mempergunakannya sama sekali saat mereka menentang ayat-ayat Allah. Maka

    apa yang mereka perolok-olokkan kepada Allah akan menutupi mereka.

    Pada akhir bab ini kami sampaikan: Awaslah terhadap para pencipta dan

    pelaku bid'ah!. Gunakanlah kaidah al-wala wa al-bara' terhadap mereka!Bertaqarrublah kepada Allah! Berhijrahlah dari mereka secara syar'i dengan

    berpegang atas kaidah syariat dan asal pokoknya dalam memelihara

    kemaslahatan dan kebaikan serta menolak dan mencegah kerusakan. Berhati-

    hatilah Anda terhadap penguasaan hawa nafsu terhadap Anda! Kaidah al-wala

    wa al-bara' berarti berhubungan dengan orang-orang yang baik, bertaqarrub

    kepada Allah, membersihkan diri, dan membebaskan diri dari orang-orang yang

    melakukan maksiat atau bid'ah.

    HUKUMAN ORANG YANG BERKAWAN DENGAN PELAKU DAN PENCIPTA BID'AH

    Orang yang suka berbicara dengan kebatilan adalah seperti syaitan yang

    bisa berbicara, sedang orang yang diam saja terhadap kebatilan

    adalah syaitan bisu. lni sebagaimana perkataan Abu Ali Ad-Daqaq ra (meniggal

    tahun 406 H) dan ketetapan sunah. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa

    Sallam bersabda:

    "Manusia itu bersama dengan orang yang ia cintai:"

    "Amat senangnya orang-orang Islam sesudah Islam dengan hadits ini."

    Para imam telah memperkuat penentangannya terhadap orang yang

    berlawanan dengan akidah. Mereka meninggalkan kegiatan pelaku atau

    pencipta bid'ah. Ibnu Taimiyah menolak aliran Ittihadiyah (menganggap Allah

    bisa menyatu atau manunggal dengan manusia sehingga ia beranggapan

    bahwa dirinya adalah Allah); dia berkata, "Wajib mendapat hukuman semua

    orang yang menisbahkan dirinya dengan mereka, membela mereka, memuji

    mereka, mengagungkan mereka atau kitab-kttab mereka membantu mereka,

    tidak suka pembicaraan tentang mereka, atau menunjukkan alasan bahwa

    pembicaraan itu tidak diketahui. Wajib dihukum pula orang yang berkata,

    "Sesungguhnya ia temasuk jenis kitab itu."

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    29/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    http://www.akhirzaman.info/ 29

    Alasan itu hanya dikatakan oleh seseorang yang jahil atau munafik.

    Hukuman itu bahkan wajib atas setiap orang yang mengenal keadaan mereka.

    Tidak membantu mereka merupakan keharusan karena mereka adalah ahli

    bid'ah yang merusak akal dan agama. Melalui kiai-kiai, ulama, raja-raja, serta

    penguasa-penguasa, mereka membuat kerusakan di atas bumi dan

    menghalangijalan Allah.

    Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah dan memberinya minum-

    minuman surga. Sungguh perkataan itu amat halus dan penting walaupun

    khusus menampakkan aliran Ittihadiyah Semua pelaku atau pencipta bid'ah

    sudah tercakup di dalamnya. Semua yang nampak sebagai pelaku bid'ah atau

    memunculkan penciptaannya atau mengagungkan kitab-kitabnya,

    menyebarkannya di kalangan umat Islam dan meniupkan atau

    mengembangkan sesuatu yang mengandung bid'ah dan kesesatan, tidak

    melepaskan kesesatan yang ada padanya, serta mengikis aqidah dan

    keyakinan, maka ia telah melampaui batas. la wajib diputus, dihentikan, agarbahaya tidak menimpa umat Islam.

    Di zaman ini kita telah diuji dengan adanya kaum atau bangsa yang

    berada dalam situasi demikian. Mereka mengagungkan para pencipta atau

    pelaku bid'ah dan menyebarkan pandangan-pandangan serta makalah-

    makalah mereka. Mereka tidak berhati-hati atas jatuhnya mereka dalam

    kesesatan. Maka waspadalah terhadap "Abu Jahal" pencipta bid'ah itu!

    Sepatutnya kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Taala karena Allah

    sajalah tempat kita berserah diri. Hanya kepada Allah kita mengharap

    kebaikan dan hanya kepada Allah kita mengharap keselamatan, baik di duniamaupun di akhirat.

    KEWASPADAAN DARI TERSEBARNYA BID'AH

    Nasihatku untuk setiap muslim yang selamat dari fitnah atau gangguan

    syubhat tentang aqidah, bila bid'ah itu direndahkan maka pecahlah hati

    penciptanya. Kalau bid'ahnya dipecah maka jiwa-jiwa pencipta bid'ah tidak

    bergerak. Bila gerak itu tumbuh dan tampak, maka jiwa akan terbawa

    kepadanya. Untuk itu, dalam khabar dikatakan: "Sesungguhnya jiwa itu

    bergerak ke haj bila syiar-syiarnya diceritakan. Kalau wanita yang disebut,maka jiwa bergerak kepada kekejian(perzinaan)."

    Uraian ini termasuk bab mujahadah dan jihad. la merupakan kebenaran

    dalam perkataan atau pembicaraan. Keberadaan dan rinciannya di sesuaikan

    dengan kedudukannya. Wallahu A'lam,

  • 8/9/2019 Menjauhi Pelaku Bid'ah

    30/30

    Menjauhi Pelaku Bidah Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    Judul Asli:

    Hajrul Mubtadi'u

    Karya: Bakr Ibnu Abdullah Abu Zaid

    Peneribt: Darush Shafa, Kairo, 160 .

    Jl. Malik Faishal

    Edisi Indonesia

    "MENJAUHI PELAHU BID'AH"

    Penerjemah: Salim Bazemool

    Editor: Purwanto

    Khathath: 'Atmin Abbas

    Cover: Ahmad Abidin

    Cetakan I: Nopember 1994

    Penerbit: PUSTAKA MANTIQ

    Jl. Kapten Mulyadi No. 253 Telp. 53017 Solo 57118Anggota IKAPI No. 032/JTE

    Hak Terjemahan Dilindungi Undang-undang

    All Rights Reserved

    "Bilamana pemilik Hak Cipta berkeberatan dengan digunakan bahan-bahan miliknya,

    silahkan menghubungi kami dan dalam kesempatan pertama, insya-Allah kami akan segera

    menariknya kembali.

    ([email protected] )

    mailto:[email protected]:[email protected]