Menjadikan Hukum Islam Sebagai Penunjang Pembangunan

Embed Size (px)

Citation preview

MENJADIKAN HUKUM ISLAM SEBAGAI PENUNJANG PEMBANGUNAN

Hukum Islam memiliki pengertian yang lebih dari sekadar luas lingkup hukum yang dikenal umumnya. Hukum Islam, selain mengandung pengertian hal-hal yang lazimnya dikenal sebagai bidang yuridis, juga meliputi soal-soal liturgi dan ritual keagamaan, soal-soal etika dari cara bersopan santun hingga kepada spekulasi estesis dari para mistikus (mutasawwifin) yang terhalus, soal-soal perdata dari urusan perseorangan (perkawinan dan bagi waris) hingga urusan perniagaan dan moneter, soalsoal pidana dari penetapan bukti dan saksi hingga kepada penetapan hukuman mati untuk suatu tindak pidana, soal-soal ketatanegaraan dari penunjukan kepala pemerintahan hingga pengaturan hubungan internasional antara bangsa-bangsa Muslim dan bangsa lain, dan seribu satu masalah lain yang meliputi keseluruhan aspek kehidupan. Hukum Islam, sebenarnya lebih tepat dinamai keseluruhan tata kehidupan dalam Islam. Atau seperti dikatakan oleh MacDonald, hukum Islam adalah the science of all things, human and divine (pengetahuan tentang semua hal, baik yang bersifat manisiawi maupun ketuhanan). Karena kedudukannya yang sedemikian memusat, hukum Islam tidak hanya turut menentukan pandangan hidup dan tingkah laku para pemeluk agama itu saja, tetapi ia justru menjadi penentu utama bagi pandangan hidup yang dimaksud. Soal-soal perdata telah banyak dipengaruhi, diubah, dan didesak oleh hukum perdata modern. Ketentuan-ketentuan pidananya hampir secara keseluruhan telah diganti oleh hukum pidana modern. Hukum ketatanegaraan dan internasionalnya hampir-hampir tidak diketahui orang lagi. Dalam hal demikian, masih dapatkah dipertahankan kebenaran claim hukum Islam sebagai penentu pandangan hidup dan tingkah laku para Muslimin, dan dengan demuikian merupakan salah satu faktor yang secara sadar harus dibina untuk menjadi

salah satu unsur pembinaan hukum nasional? Untuk memperoleh hak hidup dalam proses pembangunan bangsa dan negara dewasa ini, apakah yang dapat dilakukan jika tidak memikiki relevansi dalam kehidupan pada masa modern ini?. Walaupun dalam praktek tidak lagi berperan secara penuh dan menyeluruh, hukum Islam masih memiliki arti besar bagi kehidupan para pemeluknya. Pertama, sebagaimana dikemukana di atas, ia turut menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan mereka, minimal dengan menetapkan apa yang harus dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan, dan larangan agama. Keseluruhan pandangan hidup umat Islam ditentukan oleh tanggapan masing-masing atas tata nilai tersebut; hal itu pada gilirannya berarti pengaruh atas pilihan segi-segi kehidupan yang dianggap penting dan atas cara mereka memperlakukan masa depan kehidupan mereka sendiri. Kedua, dengan melalui proses yang berlangsung lama, banyak keputusan (bahkan unsur-unsur yurisprudensial) dari hukum Islam telah diserap dan menjadi bagian hukum positif yang berlaku. Manifestasi penyerapan ini antara lain dapat dilihat pada berlakunya hukum perkawinan dan hukum waris Islam di beberapa negara, termasuk di beberapa bagian dari negeri ini. Ketiga, dengan masih adanya golongan-golongan yang memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri, penerapan hukum Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan yang memiliki appeal cukup besar, dan dengan demikian ia menjadi bagian dari manifestasi kenegaraan Islam yang masih harus ditegakkan di masa depan, betapa jauhnya pun masa depan itu sendiri berada dalam perspektif sejarah. Karena sebab di atas, di samping sebab-sebab lainnya, hukum Islam masih memiliki peranan cukup besar dalam kehidupan bangsa kita. Peranan itu dewasa ini masih bersifat statis, dalam arti masih berbentuk pos pertahanan untuk mempertahankan identitas ke-Islaman dari pengaruh non-Islam, terutama yang bersifat sekuler. Justru watak statis inilah yang menjadikan hukum Islam hanya berperan negatif dalam kehidupan hukum di negeri kita dewasa ini. Sebagai alat penahan lajunya proses sekularisasi kehidupan yang berlangsung semakin merata, hukum Islam tidak

dapat berperan banyak, dibatasi dan diikat oleh sifat bertahannya itu sendiri. Peran itu pun coraknya sebagian besar hanyalah bersifat represif, melarang ini dan menentang itu. Corak pemikiran tentang hukum Islam di negeri ini pun dengan demikian masih banyak yang bersifat apologetis, hanya mampu mencanangkan suatu gambaran dunia terlalu idiel di mana hukum Islam ditandaskan dapat memberikan kebahagian hidup duniawi dan ukhrawi. Untuk memperoleh relevansi tersebut, hukum Islam harus mampu

mengembangkan watak dinamis bagi dirinya, di antaranya dengan mampu menjadikan dirinya penunjang perkembangan hukum nasional di alam pembangunan ini. Watak dinamis ini hanya dapat dimiliki jika hukum Islam meletakan titik berat perhatiannya pada soal-soal duniawi yang menggulati kehidupan bangsa kita dewasa ini, dan memberikan pemecahan bagi persoalan-persoalan hidup dituntut aktual yang dihadapi pada masa kini. Guna memungkinkan tercapainya prasyarat berupa upaya dinamisasi di atas, yang mungkin terdengar terlalu idiel perumusannya, kita harus memahami terlebih dahulu ciri-ciri utama yang dimiliki hukum Islam dewasa ini. Ciri utama berupa langkahnya prespektif kesejarahan inilah yang menerangkan mengapa tidak ada konflik tajam antara hukum Islam yang teoritis dan yang dipraktekkan oleh pemerintahan Islam di mana-mana selama ini. Misalnya pada penundaan pelaksanaan hukum waris Islam sepenuhnya di masyarakat yang masih memegang teguh adat pra Islamnya, seperti transaksi gono-gini di daerah SoloYogyakarta, di mana istri atau suami memperoleh separuh hak milik bersama pada waktu kawan hidupnya meninggal dunia. Ciri utama yang kedua adalah keterikatan hukum Islam kepada landasan penafsiran harfiah bahasa Arab atas kehendak Tuhan (khitab al-Syari yang dikenal juga sebagai nas, bentuk ganda nusus), baik yang berbentuk ayat Al-Quran maupun hadis.

Ciri utama ketiga dari hukum Islam adalah ketiadaan autoritas tunggal yang mampu meratakan keputusan-keputusan hukumnya di masyarakat. Setelah kita ketahui ciri-ciri utama keadaan hukum islam dewasa ini, tampak dengan nyata di mana letak hambatan yang tidak memungkinkannya mengambil peranan positif dan dinamis dalam pembinaan hukum nasional selama ini.