31
CASE MENINGOENSEFALITIS TUBERCULOSIS Disusun Oleh: Tri Novia Maulani NIM: 030.08.243 Pembimbing: dr. Kemala Dewi KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Meningoensefalitis TB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Meningoensefalitis TB

Citation preview

Page 1: Meningoensefalitis TB

CASE MENINGOENSEFALITIS TUBERCULOSIS

Disusun Oleh:

Tri Novia Maulani

NIM: 030.08.243

Pembimbing:

dr. Kemala Dewi

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI

RSUP FATMAWATI JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2013

Page 2: Meningoensefalitis TB

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian

Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian makalah ini:

1. dr.Kemala Dewi, selaku pembimbing dalam penyusunan makalah.

2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini.

Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, juni 2013

Penyusun

2

Page 3: Meningoensefalitis TB

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny. LM

Jenis kelamin : perempuan

Umur : 55 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

Pendidikan : SLTP

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Jl. Peninggaran

II. ANAMNESIS

Dilakukan auto-anamnesis pada tanggal 17 Juni 2013

Keluhan Utama :

Nyeri kepala sejak 1minggu SMRS

Keluhan Tambahan :

Batuk terus menerus sejak 3 bulan, demam sejak 3 hari SMRS

3

Page 4: Meningoensefalitis TB

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan sakit

kepala sejak 1 minggu SMRS. Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk terus

menerus, berdahak warna putih, tidak pernah batuk darah. Pasien mengaku sering

berkeringat saat malam. Semenjak 3 hari SMRS, pasien mengeluh badannya panas

hingga tidak bisa tidur. Sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, tidak berputar, atau

bergoyang. Sakit kepala dirasakan hilang timbul namun waktu nya tidak bisa

ditentukan. Sakit kepala tidak hilang dengan istirahat, namun sedikit berkurang

dengan meminum obat warung. Berat Badan pasien turun 4 Kg dalam waktu 1 bulan.

Pasien tidak pernah kejang. Tidak ada badan yang lebih lemah, tidak ada bagian

badan yang baal, tidak pernah pingsan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sudah mengetahui bahwa dirinya terinfeksi virus HIV sejak 5 tahun

yang lalu, setelah pasien menerima transfusi darah saat melahirkan. Pasien rutin

meminum obat anti virus dari dokter hingga sekarang. Riwayat minum OAT (-),

alergi obat (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien menyangkal ada anggota keluarga dengan keluhan seperti dirinya.

Tidak ada yang menderita batuk-batuk lama di keluarga.

Riwayat Sosial:

Pasien merokok kurang lebih 6 batang per hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Sikap : Berbaring

4

Page 5: Meningoensefalitis TB

Koperasi : kooperatif

Keadaan Gizi : Kurang

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Suhu : 36,70C

Pernafasan : 24x/mnt

Status Generalis

Trauma Stigmata : -

Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler

Perdarahan Perifer : Capillary refill < 2 detik

Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik(-)

Kepala : Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata,

tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia.

Mata : Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-,

pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung

+/+.

Telinga : Normotia +/+, perdarahan -/-

Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut : Bibir sianosis(-), lidah kotor (+)

Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.

Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba

pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 1 cm linea midklavikula sinistra.

5

Page 6: Meningoensefalitis TB

Perkusi : batas kanan jantung di ICS 6 linea midklavikula dekstra,

batas kiri jantung di 1 ICS 6 1 cm medial linea midklavikula sinistra,

pinggang jantung di ICS 3 linea para sternalis sinistra.

Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama, tidak teraba benjolan

Perkusi : Perkusi di seluruh lapang paru sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki +/+, wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas : akral hangat + / +, edema - / -

Bawah : akral hangat + / +, edema - / -

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : +

Laseque : >700 />700

Kernig : > 1350 / > 1350

Brudzinsky I : -

Brudzinsky II : - / -

6

Page 7: Meningoensefalitis TB

Saraf-saraf Kranialis:

N.I (olfaktorius) : baik / baik

N.II (optikus)

Acies visus : baik / baik

Visus campus : baik / baik

Lihat warna : baik / baik

Funduskopi : tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata : baik / baik

Exopthalmus : - / -

Nystagmus : - / -

Pupil:

o Bentuk : bulat, isokor, Ø 3mm/3mm

o Reflek cahaya langsung : +/+

o Reflek cahaya tidak langsung : +/+

N.V (Trigeminus)

Cabang Motorik : baik / baik

Cabang sensorik :

o Ophtalmikus : baik / baik

o Maksilaris : baik / baik

o Mandibularis : baik / baik

N.VII (Fasialis)

Motorik orbitofrontalis : baik / baik

Motorik orbikularis orbita : baik / baik

7

Page 8: Meningoensefalitis TB

Motorik orbikulari oris : baik/baik

Pengecapan lidah : tidak dilakukan

N.VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular : Vertigo : -

Nistagmus : - / -

Koklearis : Tuli Konduktif : - / -

Tuli Perseptif : - / -

Test berbisik : - /-

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Uvula : ditengah

N.XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : baik

Menoleh : baik

N.XII (Hypoglossus)

Pergerakkan lidah : baik

Atrofi : -

Fasikulasi : -

Tremor : -

Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal - distal : 5555/5555

Ekstremitas bawah proksimal - distal : 5555/5555

8

Page 9: Meningoensefalitis TB

Gerakkan Involunter

Tremor : - / -

Chorea : - / -

Miokloni : -/ -

Tonus : baik

Sistem Sensorik :

Propioseptif : baik

Eksteroseptif : baik

Fungsi Serebelar

Ataxia : tidak dilakukan

Tes Romberg : tidak dilakukan

Jari-jari : baik / baik

Jari-hidung : baik / baik

Tumit-lutut : baik baik

Rebound phenomenon : - / -

Hipotoni : - / -

Fungsi Luhur

Astereognosia : -

Apraxia : -

Afasia : -

Fungsi Otonom

Miksi : baik

Defekasi : baik

Sekresi keringat : baik

Refleks Fisiologis

9

Page 10: Meningoensefalitis TB

Biceps : +2/ +2

Triceps : +2 / +2

Radius : +2/ +2

Lutut : +2 / +2

Tumit : +2/ +2

Refleks Patologis

Hoffman Tromer : - / -

Babinsky : - / -

Chaddok : - / -

Gordon : - / -

Schaefer : - / -

Keadaan Psikis

Intelegensia : baik

Tanda regresi : baik

Demensia : baik

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 11,3 mg/dl 13,2 - 17,3 mg/dl

Hematokrit 33 % 33 – 45 %

Leukosit 8,5 ribu/ul 5,0 – 10,0

Trombosit 323 ribu/ul 150 – 440

Eritrosit 3,59 juta/uL 4,40 – 5,90

VER/HER/KHER/RDW

VER 87,9 fl 80,0 -100,0

10

Page 11: Meningoensefalitis TB

HER 33,1 pg 26,0 – 34,0

KHER 37,6 g/dl 32,0 – 36,0

RDW 23,1 % 11,5 – 14,5

KIMIA KLINIK

FUNGSI HATI

SGOT 25 U/l 0 – 34

SGPT 30 U/l 0 – 40

FUNGSI GINJAL

Ureum Darah 23 mg/dl 20 – 40

Kreatinin Darah 1,0 mg/dl 0,6 – 1,5

DIABETES

Glukosa Darah Sewaktu 96 mg/dl 70 – 140

ANALISIS GAS DARAH

pH 7,400 7370 – 7440

pCO2 36 mmHg 35 – 45

pO2 105,6 mmHg 83 - 108

BP 754,0 mmHg -

HCO3 21,7 mmol/L 21 – 28

O2 saturasi 97 % 95 – 99

Base Excess -1,6 mmol/L -2,5 – 2,5

ELEKTROLIT DARAH

Natrium 138 mmol/l 135 – 147

Kalium 3,80 mmol/l 3,10 – 5,10

Klorida 98 mmol/l 95-108

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Rontgen Thorax :11

Page 12: Meningoensefalitis TB

o Jantung : kesan tidak membesar, aorta baik.

o Paru : pneumonitis TB

CT Scan tanpa kontras :

o Tampak lesi hipodens cukup luas dengan finger like appearance di

lobus fronto-parieto-oksipital kanan dan fronto parietal kiri

o Sulci di regio atas menyempit. Sulci dan gyri di tempat lain baik

o Sistem ventrikel dan cysterna baik

o tak tampak pergeseran struktur midline

o tampak kalsifikasi fisiologis di bangsal ganglia bilateral dan falx

cerebri

o pons dan cerebellum tak tampak kelainan

o tulang-tulang intak

o tampak perselubungan sinus maxillaris kanan, ethmoidalis kiri dan

sphenoidalis kanan

Kesan : perifokal edema cukup luas di lobus fronto-parieto-oksipital kanan dan

fronto parietal kiri. DD: - encephalitis, lesi metastasis, sinusitis maxilaris kanan

VII. RESUME

Ny. LM, 55 Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RS Fatmawati dengan keluhan

sakit kepala sejak 1 minggu SMRS. Sejak 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk

terus menerus, berdahak warna putih, tidak pernah batuk darah. Pasien mengaku

sering berkeringat saat malam. Semenjak 3 hari SMRS, pasien mengeluh

badannya panas hingga tidak bisa tidur. Sakit kepala seperti ditusuk-tusuk, tidak

berputar, atau bergoyang. Sakit kepala dirasakan hilang timbul namun waktu nya

tidak bisa ditentukan. Sakit kepala tidak hilang dengan istirahat, namun sedikit

berkurang dengan meminum obat warung. Berat Badan pasien turun 4 Kg dalam

waktu 1 bulan.

12

Page 13: Meningoensefalitis TB

Hasil pemeriksaan fisik :

Auskultasi paru : rhonki di kedua lapang paru

Kaku kuduk +

Hasil laboratorium :

Hb : 11,3 g/dl

Ht : 33%

CD4 : 8

Pemeriksaan penunjang :

Rontgen thorax : pneumonitis TB

CT scan : perifokal edema cukup luas di lobus fronto-parieto-oksipital

kanan dan fronto parietal kiri. DD: - encephalitis, lesi metastasis,

sinusitis maxilaris kanan

VIII. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis Klinis : sakit kepala, demam, kaku kuduk (+), penurunan berat

badan, batuk terus menerus

Diagnosis Etiologi : Infeksi Intrakranial DD METB, B20 0n ARV,

pneumonitis TB

Diagnosis Topis : Meningen dan parenkim otak

IX. PENATALAKSANAAN

MEDIKAMENTOSA

- IVFD Nacl 0,9 % 500 cc/8jam - Dexamethason 4x 5 mg

13

Page 14: Meningoensefalitis TB

- Sucralfat 4x C I - Ranitidin 3x1 amp iv

- Brain act 2x1000mg iv - Ceftriaxon 2x2 gr

- Rifampisin 1x450 mg - Streptomicyn 1x 750 mg im

- Isoniazid 1x 300 mg - Hepa Q 3x1 tab po

- Pirazinamid 1x1000 mg - Ozid 2x40mg iv

- Ethambutol 1x 1000 mg

NON MEDIKAMENTOSA :

Elevasi kepala 30 0

Perbaikan gizi

X. RENCANA PEMERIKSAAN

Pemeriksaan sputum, lumbal pungsi.

XI. PROGNOSA

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

14

Page 15: Meningoensefalitis TB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat

terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.

Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang

disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan

meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.(1,2)

II.EPIDEMIOLOGI

Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering

ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota

New York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya

menderita meningitis TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada

negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003,

WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan

70.000 diantaranya meningitis TB.(2,3)

III.PATOLOGI

Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan

vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang

berisi eksudat gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi

pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari

sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit di antara

benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah

15

Page 16: Meningoensefalitis TB

sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan

mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel

sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan

menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal

(CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat

akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi

pada parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan

hidrosefalus merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh

TB. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang

sangat penting karena akan menekan angka kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun,

eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan lapisan intima akan mengalami

fibrosis.(4)

IV.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri

obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh

perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan

menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel

infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli

dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari

sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat

replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru,

hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk

respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung

basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh,

limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus

ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila

fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus

tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami

16

Page 17: Meningoensefalitis TB

reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin

membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita

dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan

menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang

meningen.(4,9)

V. MANIFESTASI KLINIS

Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu

banyak kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan

prognosis. Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang

tidak khas karena tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan

penderita dengan stadium kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi

meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf kranial namun tak ada defek kerusakan

lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada stadium tiga, penderita mengalami

kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma. Penyakit ini lebih samar pada

penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami penyakit TB

biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat klinis.

Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku

seperti apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal

penyakit, hanya pada 10% sampai 15% pasien. 9

17

Page 18: Meningoensefalitis TB

VI. DIAGNOSIS

Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala

yang hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam,

sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan

punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang

berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori

juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda

laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography

beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis

harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan perubahan status

mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi abnormal.

Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran

ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut.

Selanjutnya saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel

juga ikut meradang maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau

ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat inflamasi

subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan

18

Page 19: Meningoensefalitis TB

menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan

meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan

subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran

CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada sisterna basalis dan

fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada pemeriksaan

foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan bayangan

inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks sampai

adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena

jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis

TB tidak bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut

adalah karena adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum

karena penyakit sistemik.(5,6)

Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting

dalam menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu

dilakukan bila penderita dengan meningitis bakterialis berespons baik terhadap

pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan dengan cara menusukkan jarum ke dalam

kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena jarum memasuki daerah lumbal

(tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan serebrospinal. Dalam

pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan

meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan

protein akan terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan

pada meningitis TB yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang

disebut dengan “pelikel” , yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam

cairan disertai dengan sel sel proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu

memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada meningitis TB kadar glukosa

dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai glukosa mendekati

40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4

19

Page 20: Meningoensefalitis TB

VII.PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan

syarat obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup

untuk mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus

cairan serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran

molekul, kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya.

Keterlambatan dalam pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial

dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan

terhadap toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung jenis darah dan

fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT scan

kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS

dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat obat antituberkulosis

dapat diberikan selama 9 – 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE / 7-10 RH.

20

Page 21: Meningoensefalitis TB

Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 – 6 minggu untuk

menurunkan gejala sisa neurologis.(4,8)

Tabel 2. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS 9

Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml)

VIII.KOMPLIKASI

Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan

kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH

(syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis.

meningkatnya tekanan intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan

banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder

dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik

(pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan

neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4

Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus.

Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian,

kecacatan motorik. (5,7)

21

Page 22: Meningoensefalitis TB

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi

ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta :

2000. h.11

2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in :

http://www.emedicine.com

3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis.

Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia.

2004.

4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.

available in : http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.

5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,

Pennsylvania. 2006.

6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.

7. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : http://www.wikipedia.com

8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial

Meningitis.NEJM.2004.

9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot

William and Wilkins. 2004.h.443.

10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.

11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition.

IUATLD. MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.

12. Ravighone M, O’Brien R. Tuberculosis. Dalam : Harrison’s Principles of Internal

Medicine Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 – 1014.

22