22
1 Meningitis Tuberkulosis Rosalia Annamasbit Juliyanti P.K (102010312), Cristomi Thenager (102011449), Prizilia Saimima (102012061), Adnan Firdaus (102012105), Melisa Andriana (102012170), Ega Farhatu Jannah (102012277), Steven Leonardo (102012326), Nyimas Amelia Pebrina (102012406), Muhammad Zulhusni Ngali (102012495), Putri Primastuti Handayani (102013477) B7 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - Indonesia Email: adnan.2012FK105 @civitas.ukrida.ac.id/[email protected] Pendahuluan Penyakit infeksi sistem saraf pusat (SSP) mencangkup seluruh struktur yang terdapat di SSP, seperti ensefalitis, meningitis, abses otak, maupun vaskulitis. Tanda-tanda umum infeksi SSP ialah demam, nyeri kepala, penurunan kesadaran, atau terdapat gejala neurologi fokal yang bersifat progresif. 1 Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai selaput otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai meningens. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam Fakultas Kedokteran Ukrida

Meningitis Tuberkulosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

meningtis tb

Citation preview

Page 1: Meningitis Tuberkulosis

1

Meningitis Tuberkulosis

Rosalia Annamasbit Juliyanti P.K (102010312), Cristomi Thenager (102011449), Prizilia

Saimima (102012061), Adnan Firdaus (102012105), Melisa Andriana (102012170), Ega Farhatu

Jannah (102012277), Steven Leonardo (102012326), Nyimas Amelia Pebrina (102012406),

Muhammad Zulhusni Ngali (102012495), Putri Primastuti Handayani (102013477)

B7

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - Indonesia

Email: adnan.2012FK105 @civitas.ukrida.ac.id/[email protected]

Pendahuluan

Penyakit infeksi sistem saraf pusat (SSP) mencangkup seluruh struktur yang terdapat di

SSP, seperti ensefalitis, meningitis, abses otak, maupun vaskulitis. Tanda-tanda umum infeksi

SSP ialah demam, nyeri kepala, penurunan kesadaran, atau terdapat gejala neurologi fokal yang

bersifat progresif.1

Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai selaput

otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai meningens. Meningitis dapat

disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit.

Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu

Mycobacterium Tuberculosa. Bakteri tersebut menyebar ke otak dari bagian tubuh yang lain.

Meningitis Tuberkulosa adalah bentuk umum dari infeksi tuberkulosis pada sistem saraf pusat

dan memiliki tingkat kecacatan dan kematian yang tinggi.2

Diagnosis meningitis tuberkulosis (MTB) didasarkan pada isolasi Mycobacterium

tuberculosis dan cairan serebrospinal. Namun, pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lama

dan tidak sensitif. Pemeriksaan pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk basil tahan asam merupakan

pilihan pemeriksaan yang cepat namun tidak sensitif.3

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 2: Meningitis Tuberkulosis

2

Skenario Kasus

Seorang laki-laki usia 68 tahun datang ke rumah sakit diantar keluarganya dengan

keluhan sakit kepala yang semakin berat dan demam sejak 2 minggu yang lalu. Keluarga pasien

juga mengeluh pasien menjadi sering mengantuk dan tidak nafsu makan. Pasien mempunyai

riwayat batuk selama 3 bulan dan tidak rutin minum obat. Hasil pemeriksaan fisik adalah,

tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 37,4oC. GCS 12 (E3,

M6, V3), kaku kuduk positif, pemeriksaan penunjang tidak ada.

Anamnesis

1. Keluhan Utama3

a. Apakah pasien mengalami sakit kepala?? Jika ya, kapan mulai merasakannya?? Nyeri

seperti apa?? Apakah mulainya mendadak atau bertahap??

b. Adakah gejala penyerta seperti fotofobia, kaku leher, mual, muntah, demam, mengantuk,

atau bingung??

c. Pernakah pasien mengalami nyeri kepala sebelumnya??

d. Adakah tanda-tanda neurologis seperti diplopia, kelemahan fokal, atau gejala sensoris??

e. Gejala sistemik lain seperti mual, muntah, demam, atau menggigil??

2. Riwayat Penyakit Dahulu3

a. Adakah riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat yang baru

terjadi, infeksi telinga yang baru terjadi, atau sinusitis??

b. Apakah pasien mengalami imunosupresi??

c. Adakah riwayat vaksinasi??

3. Riwayat Keluarga dan Sosial3

a. Adakah riwayat meningitis dalam keluarga atau kontak dengan pasien yang diduga

meningitis??

b. Apakah baru-baru ini pasien berpergian ke luar negeri??

4. Riwayat Obat3

a. Apakah baru-baru ini pasien mendapat terapi antibiotika??

b. Apakah pasien memiliki alergi antibiotik??

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 3: Meningitis Tuberkulosis

3

Pemeriksaan Fisik3

1. Apakah pasien sakit ringan atau sakit berat?? Apakah pasien waspada, mengantuk, atau

tidak sadar??

2. Berapa suhu pasien??

3. Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan laju pernapasan??

4. Adakah ruam, khususnya akibat septikimia meningokokal, kaku leher, atau fotofobia??

5. Adakah tanda kernig??

6. Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis??

7. Periksa tenggorokan, hidung, telinga, atau mulut.

8. Lakukan pemeriksaan fisik umum secara lengkap terutama untuk mencari tanda fokus septik

lain.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal4,5

1. Pemeriksaan Kaku Kuduk. Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif

berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan

tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

2. Pemeriksaan Tanda Kernig. Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan

fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin

tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°

(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa

nyeri.

3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher). Pasien berbaring terlentang dan

pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien

kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda

Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai). Pasien

berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada

pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi

involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.1

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 4: Meningitis Tuberkulosis

4

Pemeriksaan Penunjang1,4

1. Pemeriksaan darah lengkap

Anemia ringan. Peningkatan laju endap darah.

2. Lumbal pungsi

Gambaran LCS pada meningitis TB :

• Warna jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang.

Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan

ada hambatan di medulla spinalis

• Jumlah Sel meningkat MN > PMN

Jumlah sel 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama

banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak

(pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat

mencapai 1000 / mm3.

• Limfositer

• Protein meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkan liquor

cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak

sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.

• Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah

Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai

hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah

±60% dari kadar glukosa darah. Kadar klorida normal pada stadium awal,

kemudian menurun.

Pemeriksaan tambahan lainnya :

• Tes Tuberkulin

• Ziehl-Neelsen ( ZN )

• PCR ( Polymerase Chain Reaction )

3. Rontgen thorax

• TB apex paru

• TB milier

4. CT scan otak

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 5: Meningitis Tuberkulosis

5

• Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis

• Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced

• Komplikasi : hidrosefalus

5. MRI

Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex.

Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun

pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif

hanya pada kira-kira setengah dari penderita.

Diagnosis

Working Diagnosis: Meningitis Tuberkulosis.

Diffrential Diagnosis: Meningitis Bakterilialis, Meningitis Virus, Meningitis Fungal.

Tabel 1. Diagnosa Banding1,8,9

Meningitis Bakteri Meningitis Virus Meningitis Fungal

Penyebab

Streptococcus pneumoniae,

Neisseria meningitidis,

Streptococcus grup B, Listeria

monocytogenes, H. Influenzae,

Treponema pallidum.

Enterovirus:

coxsackievirus, echovirus,

human anteroviruses. Virus

herpes simpleks 2,

Arthropod-borne viruses.

Cryptococcus

neoformans

Tanda & Gejala Demam, nyeri kepala, kaku

kuduk, penurunan kesadaran,

mual, muntah, fotofobia, kejang,

Nyeri kepala, demam, tanda

iritasi meningens, fotofobia,

lemas, mialgia, anoreksia,

mual muntah, nyeri perut,

diare.

Sakit kepala, vertigo,

diplopia, strabismus,

muntah.

TatalaksanaGol. Sefalosporin generasi 3,

antiemetik, antikonvulsan,

kortikosteroid.

Cairan IV, asiklovir,

gansiklovir, antiemetik,

istirahat.

Flukonazol 200-400 mg,

amfoterisin B 0,5-1

mg/KgBB, flusitosin

100 mg/hari.

Penunjang Lumbal punksi, CT-Scan, MRI,

kultur.

Usap hidung, CSS,

serologi, PCR.

Sputum, bilasan

bronkus, CSS, urin,

darah, serologi.

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 6: Meningitis Tuberkulosis

6

Epidemiologi

TB adalah penyebab utama kematian nomor tujuh dan kecacatan di seluruh dunia. Pada

tahun 1997, MTB adalah bentuk paling umum kelima TB paru. MTB menyumbang 5,2% (186)

dari semua kasus penyakit paru eksklusif dan 0,7% dari semua kasus yang dilaporkan TB.5

Menurut data statistik Amerika Serikat antara 1969 sampai 1973, MTB menyumbang

sekitar 4,5% dari total morbiditas TB paru di Amerika Serikat. Antara tahun 1975 sampai 1990,

3,083 kasus MTB dilaporkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), rata-rata

193 kasus per tahun, terhitung 4,7% dari total kasus TB paru selama 16 tahun. Pada tahun 1990,

284 kasus MTB, merupakan 6,2% dari morbiditas yang dikaitkan dengan TB paru. Peningkatan

MTB kemungkinan besar karena meningkatnya CNS TB di antara pasien dengan HIV/AIDS dan

meningkatnya insiden TB pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa muda pada populasi

minoritas.5

WHO (2003) memperkirakan bahwa sepertiga dari populasi dunia terinfeksi oleh M.

Tuberkulosis. Laporan menyatakan bahwa 8 juta kasus baru TB dilaporkan setiap tahun dan 2

juta kematian terjadi setiap tahun. Diperkirakan 8,8 juta kasus TB baru tercatat pada tahun 2005

di seluruh dunia, 7,4 juta di Asia dan sub Sahara Afrika. Sebanyak 1,6 juta orang meninggal

akibat TB, termasuk 195.000 pasien yang terinfeksi HIV. Pada tahun 2005, tingkat kejadian TB

stabil atau menurun di seluruh wilayah 6. Namun, jumlah kasus TB baru masih meningkat

perlahan, kasus-beban terus berkembang di Afrika, Mediterania timur, dan wilayah Asia

Tenggara. Di banyak daerah di Afrika dan Asia, kejadian tahunan infeksi TB untuk segala usia

sekitar 2%, yang akan menghasilkan sekitar 200 kasus TB per 10.000 penduduk per tahun.

Sekitar 15-20% dari kasus-kasus ini terjadi pada anak yang lebih muda dari 15 tahun.5

Di negara berkembang memiliki 1,3 juta kasus TB dan 40.000 kematian terkait TB

setiap tahun di antara anak muda dari usia 15 tahun. Di negara berkembang, 10-20% orang yang

meninggal karena TB adalah anak-anak. MTB mempersulit sekitar 1 dari setiap 300 infeksi TB

primer yang tidak diobati.5

Sebelum munculnya HIV, penentu paling penting bagi pengembangan MTB adalah usia.

Data yang diterbitkan pada tahun 2000 mengungkapkan bahwa risiko meningkat dengan usia di

kelompok ras dan etnis. Dalam populasi dengan prevalensi rendah TB, sebagian besar kasus

MTB terjadi pada orang dewasa. Di Amerika Serikat pada tahun 1996, tingkat kasus yang rendah

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 7: Meningitis Tuberkulosis

7

pada masa bayi dan menurun sedikit pada anak usia dini. Setelah usia pubertas, mereka

menunjukkan peningkatan yang stabil dengan usia.5

Secara umum, MTB lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada orang dewasa,

terutama dalam 5 tahun pertama kehidupan. Bahkan, anak-anak usia 0-5 tahun yang rentan lebih

sering terserang MTB daripada kelompok usia lainnya. TBM jarang pada anak pada usia 6 bulan

dan hampir tidak pernah terdengar pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, karena urutan patologis

penyebab memakan waktu setidaknya 3 bulan untuk berkembang.5

Pada orang yang lebih muda dari 20 tahun, tingkat infeksi TB yang sama untuk kedua

jenis kelamin; tingkat terendah yang diamati pada anak usia 5-14 tahun. Selama masa dewasa,

tingkat infeksi TB secara konsisten lebih tinggi untuk laki-laki daripada perempuan; pria-wanita

rasio adalah sekitar 2:1.5

Pada tahun 2000, sekitar 75% dari semua kasus TB yang dilaporkan terjadi di ras dan

etnis minoritas, termasuk 32% pada orang kulit hitam non-Hispanik, 23% di Hispanik, 21% di

Asia dan Kepulauan Pasifik, dan 1% di penduduk asli Amerika dan Alaska Pribumi. Sekitar 22%

dari semua kasus yang dilaporkan terjadi di kulit putih non-Hispanik.5

Meningitis tuberkulosis biasanya terjadi sekunder dari infeksi tuberkulosis di tempat lain

di dalam tubuh, terutama dari paru-paru. Menurut Dye (1999) Indonesia menduduki peringkat

ketiga dari 22 negara dengan insidensi kasus tuberkulosis tertinggi di dunia.6

Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung angka kejadian meningitis tuberkulosis dari

tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 1991 terdapat 40 pasien meningitis tuberkulosis dari

total 141 pasien infeksi SSP dan saraf tepi, tahun 1993 terdapat 45 pasien dari total 167 pasien.

Tampak bahwa meningitis tuberkulosis menduduki tempat utama dibandingkan dengan seluruh

infeksi SSP.6

Definisi

Meningitis ialah inflamasi pada selaput araknoid, piamater, maupun yang melibatkan

cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, atau

parasit) maupun proses non infeksi (penyakit sistemik, keganasan, atau reaksi hipersensitivitas).1

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan

otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Pada meningitis serosa cairan otak

berwarna jernih sampai xantokrom, sedangkan pada meningitis purulenta cairan otak berwarna

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 8: Meningitis Tuberkulosis

8

opalesen sampai keruh. Meningitis serosa dibagi menjadi 2 yaitu meningitis serosa viral yang

disebabkan oleh infeksi virus dan meningitis serosa tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis.

Meningitis serosa tuberkulosis atau meningitis tuberkulosis merupakan satu dari sekian

jenis meningitis yang paling sering dan paling berbahaya karena berbeda dengan meningitis

lainnya dari perjalanan penyakitnya yang lambat dan progresif. Meningitis tuberkulosis terjadi

sebagai akibat komplikasi dari penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.1

Etiologi

Tabel 1. Penyebab Lazim Bakteri

Sumber: Jawetz, Melnick & Adelberg. Medical Microbiology 23th Ed. 2008.7

Organisme Kelompok Usia Keterangan

Streptokokus serogrup B

(Streprococcus

agalactiae)

Neonatus sampai usia 3

bulan

Sebanyak 25% ibu pembawa (di vagina)

Streptokokus serogrup B. Profilaksis ampisilin

selama persalinan perempuan yang berisiko tinggi

(ruptur membran yang lama, demam, dll) atau

carrier yang diketahui, menurunkan insidens

infeksi pada bayi

Escherichia coli Neonatus Sering mempunyai antigen K1

Haemophilus influenzaeAnak-anak 6 bulan

sampai 3 tahun

Penggunaan vaksin yang luas sangat menurunkan

insiden meningitis H. influenzae pada anak-anak

Neisseria meningitidisBayi sampai 5 tahun dan

dewasa muda

Vaksin polisakarida terhadap serogrup A, C,Y,

dan W135 digunakan di daerah epidemi dan

berhubungan dengan wabah

Streptococcus

pneumoniae

Semua kelompok usia;

insiden paling tinggi

pada orang tua

Sering terjadi dengan pneumonia, juga dengan

mastoiditis, sinusitis, dan fraktur basis cranii

Cryptococcus

neoformansPasien AIDS

Sering menyebabkan meningitis pada penderita

AIDS

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 9: Meningitis Tuberkulosis

9

Tabel 2. Jenis Meningitis Infektif beserta Etiologi dan Faktor Risikonya

Sumber: Liwang F, Estiasari. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. 2014.1

Spesies Faktor Risiko

Meningitis Purulenta

Streptococcus pneumoniae (50%)

Infeksi pneumonia pneumokokus

Infeksi pneumokokus lainnya (sinusitis, otitis media

Alkoholisme

Diabetes

Splenektomi

Hipogammaglobulinemia

Trauma kepala dengan fraktur basis cranii dan rinorhea CSF

Neisseria meningitidis (25%) Tidak vaksinasi meningitis

Streptococcus grup B (15%) Otitis, mastoiditis, atau sinusitis akibat streptococcus sp.

Listeria monocytogenes (10%)

Usia neonatus (<1 bulan)

Perempuan hamil

Dewasa usia >60 tahun

Individu dengan imunokompromais

H. influenzae Usia anak-anak

Meningitis Subakut

Meningitis fungal: C. neoformansTerdapat infeksi jamur pada paru sebelumnya, penularan spora jamur

melalui udara

Mycobacterium tuberculosis Penyebaran hematogen dari infeksi TB primer

Treponema pallidum Terdapat infeksi menular seksual sifilis

Meningitis Viral

Enterovirus: coxsackievirus, echovirus, human anteroviruses

Virus herpes simpleks 2

Arthropod-borne viruses

Patofisiologi & Patogenesis

Invasi bakteri pada meningen, seperti S. pneumonia dan N. meningitidis , awalnya

bermula dari kolonisasi pada epitel nasofaringeal. Koloni bakteri kemudian masuk ke peredaran

darah hingga mencapai pleksus koroid intraventrikular dan cairan serebrospinal (CSS). Bakteri

dapat bermulitiplikasi pada CSS karena tidak adanya pertahanan imun yang efektif di CSS. CSS

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 10: Meningitis Tuberkulosis

10

normal hanya mengandung sedikit leukosit, serta relative sedikit protein komplemen dan

imunoglobulin.1

Secara garis besar, patofisologi meningitis bakteri merupakan akibat langsung dari

peningkatan sitokin dan kemokin pada CSS. Koloni bakteri akan melepaskan komponen dinding

sel (endotoksin, asam teikoat) yang memicu pelepasan berbagai sitokin inflamasi. Berbagai

mediator tersebut kemudian menyebabkan perubahan permeabilitas sawar darah otak, rekruitmen

dan migrasi leukosit ke kapiler endotel, mengubah aliran darah otak, serta memproduksi asam

amino dan radikal bebas. Mekanisme itulah yang mendasari terjadinya edema otak (vasogenik

atau sitotoksik), stroke, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, hingga koma pada pasien

meningitis bakterialis akut.1

Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran tuberkel miliar ke SSP sewaktu infeksi

primer. Tuberkel akan membesar dan membentuk sel kaseosa hingga mencapai ruang

subarachnoid dan menyebabkan meningitis. Infeksi meningitis bisa terjadi di sekitar basis otak

sehingga terjadi gangguan saraf kranial. Peningkatan tekanan intracranial dan hidrosefalus sering

terjadi pada meningitis TB. Proses inflamasi yang terjadi dapat melibatkan pembuluh darah otak

dan mengakibatkan vaskulitis dan berakhir dengan proses iskemik/infark.1

Manifestasi Klinis

Ditemukannya tanda-tanda meningitis subakut seperti demam, letargi, nyeri kepala, kaku

kuduk selama beberapa hari sampai minggu. Dapat pula ditemukan kelainan saraf kranial, gejala

keringat malam, serta syndrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone (SIADH).

Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH) terjadi pada kebanyakan

penderita meningitis, menimbulkan hiponatremia dan penurunan osmolalitas serum pada 30-

50%. Ini dapat memperburuk edema serebral atau secara tidak tergantung menimbulkan kejang-

kejang hiponatremia. Kemudian dalam perjalanan terapi, diabetes insipidus sentral dapat terjadi

sebagai akibat dari disfungsi hipotalamus dan pituitari.1

Namun yang lebih umum terjadi, gejala dan tanda berkembang perlahan selama beberapa

minggu dan dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:5-7

1. Stadium I (inisial/ prodromal). Stadium ini berlangsung selama 1-2 minggu, ditandai dengan

gejala-gejala non spesifik seperti demam, sakit kepala, iritabilitas, mengantuk (drowsiness),

dan malaise. Tidak terdapat kelainan neurologis fokal, tapi infants dapat mengalami stagnasi

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 11: Meningitis Tuberkulosis

11

pertumbuhan dan gangguan perkembangan. Predominan gejala gastrointestinal tanpa

manifestasi kelainan neurologis. Pasien tampak apatis dan iritabel, disertai nyeri kepala

intermitten.

2. Stadium II (transisi). Stadium kedua biasanya mulai dengan lebih mendadak. Tanda yang

paling umum adalah letargi, kaku kuduk, kejang, tanda Brudzinski atau Kerniq positif,

hipertoni, muntah, gangguan saraf kranial, dan tanda-tanda kelainan neurologis fokal yang

lain. Perburukan penyakit secara klinis biasanya sejalan dengan perkembangan hidrosefalus,

peningkatan tekanan intrakranial, dan vaskulitis. Pada beberapa anak tidak terdapat adanya

tanda rangsang meningeal namun bisa terdapat tanda-tanda ensefalitis, seperti hiperpireksia,

kejang, penurunan kesadaran atau disorientasi, defisit neurologis dan gerakan involunter.

Pasien tampak mengantuk, disorientasi disertai tanda rangsang meningeal. Refleks tendon

meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki.

3. Stadium III (terminal). Stadium ketiga ditandai dengan koma, hemiplegia atau paraplegia,

hipertensi, postur deserebrasi, deteriorasi tanda vital dan pada akhirnya kematian. Pasien

koma, pupil terfiksasi, spasme klonik, pernafasan ireguler disertai peningkatan suhu tubuh.

Hidrosefalus terdapat pada dua pertiga kasus dengan lama sakit 3 minggu.

Derajat

British Medical Research Council (1948) mengembangkan metode untuk pemetaan

tingkat keparahan penyakit, sebagai berikut:2

1. Derajat I, pasien sadar dan orientasinya baik tanpa adanya defisit neurologis fokal.

2. Derajat II, pasien dengan GCS 10-14, dengan atau tanpa defisit neurologis fokal.

3. Derajat III, GCS kurang dari 10 dengan atau tanpa defisit neurologis fokal.

Penatalaksaan

1. The British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan pengobatan MTB mengikuti model

kemoterapi TB paru fase intensif dengan pemberian 4 obat diikuti dengan 2 obat pada fase

lanjutan. Jika diagnosis MTB meragukan, dapat diberikan antibiotik spektrum luas misalnya

seftriakson 2x2 gram. Regimen obat antituberkulosis (OAT) 2RHZE/7-12RH. Dapat

ditambahkan piridoksin (Vitamin B6) 25-50 mg/Kg/hari untuk mencegah efek samping

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 12: Meningitis Tuberkulosis

12

neuritis primer. Untuk kasus putus obat bisa digunakan OAT kategori II (2RHZES/7-

12RH).1,2

2. Penggunaan steroid masih kontroversial namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan

peranan yang positif. Pemberian deksametason pada MTB derajat 2 dan 3 tanpa infeksi HIV

mengurangi risiko kematian namun tidak mengurangi disabilitas berat pada pasien yang

masih bertahan hidup. Cara pemberian deksametason adalah: Minggu I (0,4 mg/Kg/hari),

Minggu II (0,3 mg/Kg/hari), Minggu III (0,2 mg/Kg/hari), Minggu IV (0,1 mg/Kg/hari).

Dilanjutkan dengan terapi deksametason oral selama 4 minggu, dimulai dengan dosis 4

mg/hari dan kemudian diturunkan 1 mg/minggu.2

Tabel 3. Panduan Terapi Meningitis Tuberkulosa

Sumber: British Thoracic Society Guidelines. 1998.2

ObatDosis Harian

Lama PemberianAnak Dewasa

Isoniazid 5 mg/kg 300 mg 9-12 bulan

Rifampisin 20 mg/kg450 mg (<50 kg)

600 mg (>50 kg)9-12 bulan

Pirazinamid 35 mg/kg1500 mg (<50 kg)

2000 mg (>50 kg)2 bulan

Etambutol 15 mg/kg 15 mg/kg 2 bulan

Streptomisin 15 mg/kg15 mg/kg

(maksimal 1 gram)2 bulan

Komplikasi

Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.

Dapat terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat

sumbatan, resorbsi berkurang atau produk berlebihan dari cairan otak. Anak juga dapat menjadi

buta atau tuli dan kadang timbul retardasi mental.9

87% pasien disertai satu atau lebih komplikasi neurologis selama perawatan di rumah

sakit yaitu: gangguan mental, hemiplegi, paraplegi, gerakan involunter atau kelumpuhan saraf

otak. 32 % pasien yang bertahan hidup disertai gejala sisa gangguan neurologis.6

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 13: Meningitis Tuberkulosis

13

Pencegahan

Upaya pendidikan kesehatan harus diarahkan pada pasien untuk membuat mereka lebih

tepat dan menyadari semua aspek dari penyakit dan pengobatannya. Pasien harus diberitahu

tentang aturan dasar untuk mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain dalam keluarga atau

masyarakat. Sedangkan salah satu tujuannya agar pendidikan diarahkan pada perilaku yang

berhubungan dengan kesehatan masyarakat umum, yang lainnya harus diarahkan untuk

mendapatkan dukungan dari orang-orang yang mempunyai kebijakan kesehatan dan dana dari

pemerintah atau lembaga. Untuk mencapai hal ini, informasi, pendidikan, dan komunikasi (KIE)

kampanye harus dirancang sebagai bentuk pelaksanaan. Strategi ini mencakup pemasaran sosial,

promosi kesehatan, mobilisasi sosial, dan program advokasi.5,10

Prognosis

Prognosis pasien meningitis tuberkulosis yang disertai dengan penyakit penyerta adalah

tanpa penyakit penyerta 10% meninggal, dengan satu penyakit penyerta 12% meninggal, dengan

dua penyakit penyerta 26% meninggal dan dengan lebih dari dua penyerta meninggal 34%

meninggal.11

Kesimpulan

Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran tuberkel miliar ke SSP sewaktu infeksi

primer. PCR merupakan teknik yang cepat, spesifik, dan sensitif untuk mendeteksi meningitis

tuberkulosa. Prognosis pasien meningitis tuberkulosis bergantung disertai dengan penyakit

penyerta atau tidak.

Daftar Pustaka

1. Liwang F, Estiasari. Infeksi sistem saraf pusat. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati S,

Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. hal.

993-4.

2. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s

Principals of Internal Medicine 18th edition. USA: The McGraw-Hill Inc. 2008. hal. 5862-4.

3. Dewanto G dkk. Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC;

2009. Hal.65-9.

Fakultas Kedokteran Ukrida

Page 14: Meningitis Tuberkulosis

14

4. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 1-7.

5. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobilogi medis dan infeksi. Ed ke-3. Jakarta:

Penerbit Erlangga; 2009.h.362-4.

6. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Annisa R, penerjemah. Jakarta:

Penerbit Erlangga; 2007. hal. 78.

7. Ramachandran TS, Singh NN, Kark PR, Talavera F, Thomas FP, Vincent FM. Tuberculous

meningitis. 11 Desember 2014. Diunduh 15/01/2015 Pukul 10.18 WIB.

http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview#a0156.

8. Gamayani U. Pengaruh penyakit penyerta pada pasien meningitis tuberkulosis.

9. Brook GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, & adelberg. Edisi

23. Huriawati H, penerjemah. Jakarta: EGC; 2008. hal. 750.

10. Wahyuningsih R, Mulyati, Susilo J. Kriptokokois. Dalam: Susanto I, Ismid IS, Sjarifuddin

PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;

2013. hal. 363-4.

11. Mandal A. Meningitis diagnosis. 14 Oktober 2012. Diunduh 21/01/15 Pukul 15.53 WIB.

http://www.news-medical-net/health/Meningitis-Diagnosis-(indonesian).aspx.

Fakultas Kedokteran Ukrida