3
Home / Artikel / Menanamkan Pemikiran Menanamkan Pemikiran kalam 1 day ago Artikel, Opini dan Analisis Leave a comment 26 Views Oleh: Bilal Mubaraqi (Alumni Kalam UPI) BERKAITAN dengan pemberitaan media massa mengenai ISIS beberapa waktu lalu. Saya menemukan sebuah tulisan berjudul Waspada Ide Transnasionalisme (21/8/2014), yang ditulis oleh Prof. Azyumardi Azra. Di dalam tulisannya, beliau menyatakan bahaya gerakan transnasionalisme politikoreligius; yakni gerakan yang memiliki watak melintasi batasbatas negara. Beliau menyatakan gerakan ini selain akan mengacaukan kehidupan agama dan lanskap sosioreligius juga akan mengancam eksistensi negara bangsa. Ada hal yang kontradiktif dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Azyumardi itu. Yakni berkaitan dengan klaim bahwa paham transnasionalisme merupakan paham yang berbahaya. Benarkah demikian? Bukankah Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan agamaagama lain juga merupakan ideide yang lahir dari luar kebudayaan dan kebiasaan penduduk asli nusantara? Terlebih lagi bukankah demokrasi juga merupakan ide yang diambil dari luar kebudayaan nusantara? Apabila mengingat hal ini, dapatkah anda membayangkan apa jadinya Indonesia tanpa adanya pengaruh itu semua? Jika kita melihat sejarah kehidupan leluhur kita. Kita akan mendapati bahwasanya penduduk Nusantara Share

Menanamkan pemikiran

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Menanamkan pemikiran

2/4/2015 Menanamkan Pemikiran | Kajian Islam Mahasiswa UPI

data:text/html;charset=utf8,%3Cdiv%20xmlns%3Av%3D%22http%3A%2F%2Frdf.datavocabulary.org%2F%23%22%20id%3D%22crumbs%22%20style… 1/3

Home / Artikel / Menanamkan Pemikiran

Menanamkan Pemikirankalam 1 day ago Artikel, Opini dan Analisis Leave a comment 26 Views

Oleh: Bilal Mubaraqi (Alumni Kalam UPI)

BERKAITAN dengan pemberitaan media massa mengenai ISIS beberapa waktu lalu. Saya menemukansebuah tulisan berjudul Waspada Ide Transnasionalisme (21/8/2014), yang ditulis oleh Prof. AzyumardiAzra. Di dalam tulisannya, beliau menyatakan bahaya gerakan transnasionalisme politikoreligius; yaknigerakan yang memiliki watak melintasi batasbatas negara. Beliau menyatakan gerakan ini selain akanmengacaukan kehidupan agama dan lanskap sosioreligius juga akan mengancam eksistensi negarabangsa.

Ada hal yang kontradiktif dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Azyumardi itu. Yakni berkaitan denganklaim bahwa paham transnasionalisme merupakan paham yang berbahaya. Benarkah demikian?Bukankah Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan agamaagama lain juga merupakan ideide yang lahir dari luarkebudayaan dan kebiasaan penduduk asli nusantara? Terlebih lagi bukankah demokrasi juga merupakanide yang diambil dari luar kebudayaan nusantara? Apabila mengingat hal ini, dapatkah andamembayangkan apa jadinya Indonesia tanpa adanya pengaruh itu semua?

Jika kita melihat sejarah kehidupan leluhur kita. Kita akan mendapati bahwasanya penduduk Nusantara

Share

Page 2: Menanamkan pemikiran

2/4/2015 Menanamkan Pemikiran | Kajian Islam Mahasiswa UPI

data:text/html;charset=utf8,%3Cdiv%20xmlns%3Av%3D%22http%3A%2F%2Frdf.datavocabulary.org%2F%23%22%20id%3D%22crumbs%22%20style… 2/3

pada dasarnya adalah orangorang yang memiliki pemikiran terbuka. Bahkan berkat keterbukaan sikapmereka masuknya islam ke nusantara pun terjadi tanpa pertentangan yang berarti. Sapardi Djoko Damonoberkata, “Tidak akan mungkin suatu kebudayaan berkembang sendiri tanpa bersinggungan dengankebudayaan lain”. Oleh karena itu interaksi antar budaya yang saling mempengaruhi pada tabi’at nyaadalah wajar. Hanya saja bagaimana kita mempososikan diri menanggapi hal ini. Apakahmenjadi passive ataukah active receiver. Mereka yang bersikap pasif tentu akan takluk di bawahkebudayaan yang lebih dominan. Sebaliknya, tatkala masyarakat menjadi aktif merekalah yangmemegang kendali untuk memilah dan memilih apa yang baik untuk mengembangkan kebudayaanmereka[1].

Berkaitan dengan hal ini maka pemberitaan mengenai ISIS dalam menunjukan paham transnasionalismepolitikoreligius itu sangatlah berlebihan. Pasalnya media secara tidak proporsional mengulas fakta ISISdan menghubungkannya dengan konsep daulah islam yang disematkan dengan istilah Khilafah. Tindakanseperti ini sejatinya merupakan bentuk “strawman” fallacy; sebuah tindakan misinterpretasi argumentasilawan.

Kehidupan Politik dan Agama Indonesia

Indonesia adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sekitar 60% jumlah muslim duniamerupakan penduduk Indonesia. Oleh karena itu, kehidupan masyarat Indonesia sangat kental denganide, budaya dan sentimen keislaman. Hal ini sejatinya mempengaruhi kehidupan berpolitik Indonesia. Isupengangkatan pemimpin misalnya, masih sangat ketat dengan isu agama. Belakangan saya melihatbahwa sebagian kalangan menganggapnya sebagai politik aliran.

Timbulnya politik aliran sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengajaran demokrasi yang dogmatis.Dalam percaturan politik demokrasi, yang menjadi objektif utama parpol adalah kekuasaan yang didapatdengan memperoleh suara mayoritas. Oleh karena itu, masyarakat muslim sebagai pihak mayoritasmenjadi objek strategis dalam politik demokrasi. Kita tentu ingat pada musim kampanye berbagai slogankeislaman kerap kali menghiasi layar tv, baliho, poster, dan media lainnya. Sayangnya slogan hanyalahslogan, tak satupun dari para kandidat yang benarbenar mengusung ide dan politik islam. Apabila melihatfakta ini maka, kita dapat melihat sejauh mana perjalanan politik demokrasi saat ini. Meski Indonesiasering kali dipuji sebagai negara percontohan yang telah berhasil mengawinkan antara islam dandemokrasi, tapi secara kualitas realitas demokrasi masih jauh dari entitas masyarakat madani. Faktainilah yang sejatinya menimbulkan politik aliran, dimana sentimen agama dijadikan alat untuk memperolehsuara.

Apabila kondisi ini diteruskan, apa yang disampaikan oleh Aristoteles bahwa demokrasi akan berujungpada kediktatoran akan benarbenar terjadi. Pasalnya tandatanda yang mengarah pada hal itu kian harikian menampakan bukti. Doktrin demokrasi yang dogmatis menjadikan masyarakat pasif dan sangatresponsif terhadap berbagai opini yang digulirkan. Sehingga para demagog akan dengan mudahmenggiring massa dengan bermodal rayuan dan bujukan. Inilah yang sejatinya akan memunculkanpeluang totalitarianisme.

Oleh karena itu, yang terpenting bukanlah menjauhkan masyarakat dari berbagai paham dari luar. Namunbagaimana mendidik masyarakat, sehingga mereka tidak menjadi masyarakat pasif yang responsif. Jika

Page 3: Menanamkan pemikiran

2/4/2015 Menanamkan Pemikiran | Kajian Islam Mahasiswa UPI

data:text/html;charset=utf8,%3Cdiv%20xmlns%3Av%3D%22http%3A%2F%2Frdf.datavocabulary.org%2F%23%22%20id%3D%22crumbs%22%20style… 3/3

masyarakat dapat menimbang mana yang baik untuk nya tentu kebaikan untuk mereka. Jadi selamamasyarakat mampu berfikir, ide seperti apapun dan darimana pun tidak akan menjadi persoalan.Bukankah Islam datang kepada kita dengan cara yang sama dan kita mendapatkan kebaikan darinya? []

[1] Damono, S.D. (1997). Kebudayaan Massa Dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil.Mizan.

Tulisan ini pernah dimuat di Islampos.com