2
(Part I) “Menjadi Muttaqien atau kembali pada Komunitas Munafikin” Oleh : Faiz ibn Najmuddin* … Hai orang - orang yang beriman , diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa … (Al Baqoroh : 183) Tentunya ayat inilah yang paling laku dikumandangkan dimasjid, mimbar khutbah, majlis ilmu, ruang kuliah, atau tempat lainnya ketika ramadhan tiba. Namun sayang sekali, ayat ini hanya berbekas pada kata kutiba ‘alaikumus shiyam saja, beberapa kata yang lainnya kurang mendapatkan perhatian untuk dijelaskan, bahkan cenderung ditinggalkan yaitu kata yaa ayyuhal ladziina aamanu dan la’allakum tattaquun. Kata beriman (aamanu) merupakan syarat yang harus ada untuk memenuhi panggilan berpuasa, setidakya hanya orang yang beriman lah yang diwajibkan berpuasa, yang tidak beriman tidak “haibegitulah dikatakan. Setidaknya semua muslim di seantero jagat – entah beriman atau hanya sebatas muslim- melaksanakan ritual puasa yang diperuntukan untuk yang beriman. Berarti semua muslim mengakui – setidaknya menurut pribadi mereka sendiri - sudah beriman. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya perubahan sikap 180 o menjadi baik ketika menghadapi ramadhan, gampangnya semuanya tobat jama’ah dan titik inilah mereka berhasil menjadi beriman untuk syarat berpuasa. Peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah merekapun ditingkatkan 10X lipat selama ramadhan untuk mencapai tujuan “muttaqien” seperti disebutkan. Tujuan inilah yang kemudian bisa kita lihat setelah ramadhan hilang pergi meninggalkan kita, setelah ramadhan ini atau tepatnya setelah kita idhul fithri akan *Penulis adalah Kader HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Cirebon dan Ketua Kajian Lingkar Studi Insan Cita(LISTA) Mahasiswa Jurusan IPS Semester V Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon email : [email protected] // cp: 085224772274

Memaknai idhul fitri notes

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Memaknai idhul fitri notes

(Part I)

“Menjadi Muttaqien atau kembali pada Komunitas Munafikin”Oleh : Faiz ibn Najmuddin*

… Hai orang - orang yang beriman , diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

bertakwa … (Al Baqoroh : 183)

Tentunya ayat inilah yang paling laku dikumandangkan dimasjid,

mimbar khutbah, majlis ilmu, ruang kuliah, atau tempat lainnya ketika

ramadhan tiba. Namun sayang sekali, ayat ini hanya berbekas pada kata

kutiba ‘alaikumus shiyam saja, beberapa kata yang lainnya kurang

mendapatkan perhatian untuk dijelaskan, bahkan cenderung ditinggalkan

yaitu kata yaa ayyuhal ladziina aamanu dan la’allakum tattaquun.

Kata beriman (aamanu) merupakan syarat yang harus ada untuk

memenuhi panggilan berpuasa, setidakya hanya orang yang beriman lah

yang diwajibkan berpuasa, yang tidak beriman tidak “hai” begitulah

dikatakan. Setidaknya semua muslim di seantero jagat –entah beriman atau

hanya sebatas muslim- melaksanakan ritual puasa yang diperuntukan untuk

yang beriman. Berarti semua muslim mengakui –setidaknya menurut pribadi

mereka sendiri- sudah beriman. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya

perubahan sikap 180o menjadi baik ketika menghadapi ramadhan,

gampangnya semuanya tobat jama’ah dan titik inilah mereka berhasil

menjadi beriman untuk syarat berpuasa.

Peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah merekapun ditingkatkan 10X

lipat selama ramadhan untuk mencapai tujuan “muttaqien” seperti

disebutkan. Tujuan inilah yang kemudian bisa kita lihat setelah ramadhan

hilang pergi meninggalkan kita, setelah ramadhan ini atau tepatnya setelah

kita idhul fithri akan benar di uji, berhasilkan puasa kita atau hanya sebatas

ritual belaka. Hal ini hanya akan mampu dijawab dengan sikap dan perilaku

kita masing – masing setelah idhul fithri, apakah akan menjadi muttaqien

atau kita kembali pada kedok kita masing – masng sebagai komunitas

munafikien yang hanya beribadah ketika ramadhan tiba namun selanjutnya…

Yang perlu kita ketahui bahwa beribadah kepada Allah Subhanahu Wa

Ta’ala, berbuat kebaikan, meninggalkan maksiat, melawan syaithan dan

melawan hawa nafsu yang buruk memang harus dikerjakan setiap saat, tidak

perlu menunggu suatu musim atau sebulan saja. Semoga kita lebih *Penulis adalah Kader HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Cirebon dan Ketua Kajian Lingkar Studi Insan Cita(LISTA)

Mahasiswa Jurusan IPS Semester V Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebonemail : [email protected] // cp: 085224772274

Page 2: Memaknai idhul fitri notes

memahami makna Idul Fithri, kemudian mau menjalankan fithrah-fithrah

manusia dengan sebaik-baiknya, setiap tahun, setiap bulan, setiap hari,

setiap saat. Amiin.

Ada sebuah ungkapan Arab yang berbunyai: Laisal `id liman kana

tsaubuhu jadid walakinnal `id liman kana taqwahu yazid.  Bukanlah

`id itu bagi orang yang pakaiannya baru, tetapi `id itu bagi orang yang

taqwanya bertambah.  Ungkapan ini apabila dicermati dalam konteks

keindonesiaan, akan mengandung makna yang sangat dalam dan luas.

Setelah ramadhan berlalu anda sendiri yang akan menentukan diri anda

akankah menuju peningkatan ketaqwaan setelah ditinggal tamadhan atau

kembali pada komunitas dengan penuh kemunafikan.

*Penulis adalah Kader HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Cirebon dan Ketua Kajian Lingkar Studi Insan Cita(LISTA)Mahasiswa Jurusan IPS Semester V Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon

email : [email protected] // cp: 085224772274