Upload
iain-syekh-nurjati-cirebon
View
309
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
(Part I)
“Menjadi Muttaqien atau kembali pada Komunitas Munafikin”Oleh : Faiz ibn Najmuddin*
… Hai orang - orang yang beriman , diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa … (Al Baqoroh : 183)
Tentunya ayat inilah yang paling laku dikumandangkan dimasjid,
mimbar khutbah, majlis ilmu, ruang kuliah, atau tempat lainnya ketika
ramadhan tiba. Namun sayang sekali, ayat ini hanya berbekas pada kata
kutiba ‘alaikumus shiyam saja, beberapa kata yang lainnya kurang
mendapatkan perhatian untuk dijelaskan, bahkan cenderung ditinggalkan
yaitu kata yaa ayyuhal ladziina aamanu dan la’allakum tattaquun.
Kata beriman (aamanu) merupakan syarat yang harus ada untuk
memenuhi panggilan berpuasa, setidakya hanya orang yang beriman lah
yang diwajibkan berpuasa, yang tidak beriman tidak “hai” begitulah
dikatakan. Setidaknya semua muslim di seantero jagat –entah beriman atau
hanya sebatas muslim- melaksanakan ritual puasa yang diperuntukan untuk
yang beriman. Berarti semua muslim mengakui –setidaknya menurut pribadi
mereka sendiri- sudah beriman. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya
perubahan sikap 180o menjadi baik ketika menghadapi ramadhan,
gampangnya semuanya tobat jama’ah dan titik inilah mereka berhasil
menjadi beriman untuk syarat berpuasa.
Peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah merekapun ditingkatkan 10X
lipat selama ramadhan untuk mencapai tujuan “muttaqien” seperti
disebutkan. Tujuan inilah yang kemudian bisa kita lihat setelah ramadhan
hilang pergi meninggalkan kita, setelah ramadhan ini atau tepatnya setelah
kita idhul fithri akan benar di uji, berhasilkan puasa kita atau hanya sebatas
ritual belaka. Hal ini hanya akan mampu dijawab dengan sikap dan perilaku
kita masing – masing setelah idhul fithri, apakah akan menjadi muttaqien
atau kita kembali pada kedok kita masing – masng sebagai komunitas
munafikien yang hanya beribadah ketika ramadhan tiba namun selanjutnya…
Yang perlu kita ketahui bahwa beribadah kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, berbuat kebaikan, meninggalkan maksiat, melawan syaithan dan
melawan hawa nafsu yang buruk memang harus dikerjakan setiap saat, tidak
perlu menunggu suatu musim atau sebulan saja. Semoga kita lebih *Penulis adalah Kader HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Cirebon dan Ketua Kajian Lingkar Studi Insan Cita(LISTA)
Mahasiswa Jurusan IPS Semester V Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebonemail : [email protected] // cp: 085224772274
memahami makna Idul Fithri, kemudian mau menjalankan fithrah-fithrah
manusia dengan sebaik-baiknya, setiap tahun, setiap bulan, setiap hari,
setiap saat. Amiin.
Ada sebuah ungkapan Arab yang berbunyai: Laisal `id liman kana
tsaubuhu jadid walakinnal `id liman kana taqwahu yazid. Bukanlah
`id itu bagi orang yang pakaiannya baru, tetapi `id itu bagi orang yang
taqwanya bertambah. Ungkapan ini apabila dicermati dalam konteks
keindonesiaan, akan mengandung makna yang sangat dalam dan luas.
Setelah ramadhan berlalu anda sendiri yang akan menentukan diri anda
akankah menuju peningkatan ketaqwaan setelah ditinggal tamadhan atau
kembali pada komunitas dengan penuh kemunafikan.
*Penulis adalah Kader HMI Komisariat Tarbiyah Cabang Cirebon dan Ketua Kajian Lingkar Studi Insan Cita(LISTA)Mahasiswa Jurusan IPS Semester V Fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon
email : [email protected] // cp: 085224772274