40
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis didefinisikan sebagai suatu peradangan pada lapisan dalam usus buntu berbentuk ulat yang menyebar ke bagian lainnya. Kondisi ini adalah kondisi yang mendesak dengan manifestasi beragam, dan sering tumpang tindih dengan sindrom klinis lain, dan morbiditas yang signifikan, yang meningkat dengan penundaan diagnostik. Bahkan, meskipun kemajuan diagnostik dan terapeutik dalam pengobatan, usus buntu tetap darurat klinis dan merupakan salah satu penyebab yang lebih umum dari sakit perut akut. 1 Apendisitis merupakan salah satu keadaan darurat bedah, dan itu adalah salah satu penyebab paling umum dari nyeri pada perut. Di Amerika Serikat, 250.000 kasus apendisitis dilaporkan setiap tahun, mewakili 1 juta pasien-hari masuk. Insiden apendisitis akut telah menurun terus sejak akhir 1940-an, dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000 penduduk. Apendisitis terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun. 1 Massa appendiceal adalah hasil akhir dari perforasi appendiceal dan mewakili spektrum patologis mulai dari phlegmon ke abscess. Ini adalah entitas bedah umum, ditemui dalam 2%-6% dari pasien dengan appendicitis akut. manajemen dari massa 1

Mekong Appendiceal Mass Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

appendicial mass

Citation preview

Page 1: Mekong Appendiceal Mass Fix

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Apendisitis didefinisikan sebagai suatu peradangan pada lapisan dalam usus buntu

berbentuk ulat yang menyebar ke bagian lainnya. Kondisi ini adalah kondisi yang mendesak

dengan manifestasi beragam, dan sering tumpang tindih dengan sindrom klinis lain, dan

morbiditas yang signifikan, yang meningkat dengan penundaan diagnostik. Bahkan, meskipun

kemajuan diagnostik dan terapeutik dalam pengobatan, usus buntu tetap darurat klinis dan

merupakan salah satu penyebab yang lebih umum dari sakit perut akut.1

Apendisitis merupakan salah satu keadaan darurat bedah, dan itu adalah salah satu

penyebab paling umum dari nyeri pada perut. Di Amerika Serikat, 250.000 kasus apendisitis

dilaporkan setiap tahun, mewakili 1 juta pasien-hari masuk. Insiden apendisitis akut telah

menurun terus sejak akhir 1940-an, dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000

penduduk. Apendisitis terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000

orang per tahun.1

Massa appendiceal adalah hasil akhir dari perforasi appendiceal dan mewakili spektrum

patologis mulai dari phlegmon ke abscess. Ini adalah entitas bedah umum, ditemui dalam 2%-6%

dari pasien dengan appendicitis akut. manajemen dari massa appendiceal adalah kontroversial

dengan tiga pendekatan umum biasanya diterapkan. 'Manajemen Klasik' melibatkan manajemen

konservatif awal dengan antibiotik broadspectrum dan cairan intravena sampai pemulihan massa

inflamasi. Pasien disarankan melakukan interval apendektomi setelah penyembuhan gejala.

Baru-baru ini, kebutuhan untuk apendektomi interval telah dipertanyakan, dengan sejumlah

penulis mengadopsi pendekatan konservatif dengan setengah apendektomi langsung atau

pendekatan yang konservatif tanpa jeda apendektomi.2

1.2. Tujuan penulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis

khususnya mengenai penyakit appendiceal mass.

1

Page 2: Mekong Appendiceal Mass Fix

1.3. Manfaat Penulisan

Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca

khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umum agar dapat

mengetahui dan memahami lebih baik mengenai penyakit appendiceal mass.

2

Page 3: Mekong Appendiceal Mass Fix

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Apendiks

Apendiks vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai otot dan

mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari 3-5 inci (8-

13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan posteromedial caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) di

bawah junctura ileocaecalis. Bagian apendiks vermiformis lainnya bebas. Apendiks vermiformis

diliputi seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium intestinum

tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, yaitu mesoapendiks. Mesoapendiks berisi

arteri, vena apendikularis dan saraf-saraf. Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra,

dan pangkal diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang

menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik McBurney). Didalam

abdomen, dasar apendiks vermiformis mudah ditemukan dengan mencari taeniae coli caecum

dan mengikutinya sampai dasar apendiks vermiformis, tempat taeniae coli bersatu membentuk

tunica muscularis longitudinal yang lengkap.3

3

Page 4: Mekong Appendiceal Mass Fix

Apendiks vermiformis diperdarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang

arteri caecalis posterior. Arteri ini berjalan menuju ujung apendiks vermiformis didalam

mesoapendiks. Vena apendikularis mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior. Pembuluh

limfe mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua nodi yang terletak didalam mesoapendiks dan

dari sini dialirkan ke nodi mesenterica superior. Persarafan berasal dari cabang-cabang saraf

simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen

yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks vermiformis berjalan bersama saraf

simpatis dan masuk ke medulla spinalis stinggi vertebra torakalis X.3

2.2. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Pada keadaan normal lendir ini

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara

apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Pada keadaan normal tekanan dalam

lumen apendiks antara 15-25 cmH2O dan meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada waktu

kontraksi. Pada keadaan normal tekanan pada lumen sekum antara 3-4 cmH2O, sehingga terjadi

perbedaan tekanan berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke sekum.4

4

Page 5: Mekong Appendiceal Mass Fix

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid

Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin

ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlah yang ada di saluran cerna dan di seluruh tubuh.4

2.3. Definisi Appendiceal Mass

Appendiceal mass adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh

omentum, usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa yang disebut

massa apendiks (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari keempat

sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.

2.4. Epidemiologi

Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena

daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal

untuk membungkus proses radang.

2.5. Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan

penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid,

sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk

ascaris.Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada

apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis

fekal. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan

pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa

rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks

karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan

makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi

akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks

5

Page 6: Mekong Appendiceal Mass Fix

dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah

terjadinya apendisits akut.

2.6. Patogenesis

Sumbatan lumen appendix

Tekanan intraluminal meningkat

Sumbatan menetap Sumbatanlepas ke sekum

Gangguan vaskular Sembuh

Nekrotik dinding appendix

Invasi bakteri Appendicitis akut

Supurasi inflamasi Mikroperforasi

Makroperforasi Walling off

Peritonitis

Periappendiceal mass(periappendiceal infiltrate)

Sembuh Abses

Appendisitis kronis Perforasi

Peritonitis

( Perjalanan Appendicitis )

6

Page 7: Mekong Appendiceal Mass Fix

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau

neoplasma.

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan

berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi.Obstruksi tersebut

mneyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Makin lama mukus

tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml.

Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia

merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi

yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,

menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan

pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis

pembuluh darah intramural (dinding apendiks).Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi

waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri

didaerah kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.

Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan

terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut

infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan

melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan

usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan

7

Page 8: Mekong Appendiceal Mass Fix

omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk

abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk

selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Penyakit ini sering dijumpai pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks

lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.Sedangkan pada orang tua perforasi mudah

terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Patofisiologi4

Peradangan awal nyeri ulu hati/daerah umbilikal (kolik)

Apendisitis mukosa nyeri tekan kanan bawah

Radang di seluruh ketebalan dinding nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah

Apendisitis komplit dengan radang nyeri somatik, nyeri pada peritoneum parietal gerak aktif dan

pasif, defans muskuler

radang jaringan yang menempel pada genitalia interna, ureter, apendiks m.psoas mayor,

kantung kemih, rektum

apendisitis gangrenosa demam sedang, takikardia, toksik, leukositosis

perforasi nyeri dan defans muskuler seluruh perut

wall-off (pembungkusan)

8

Page 9: Mekong Appendiceal Mass Fix

tidak berhasil gejala di atas + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik

berhasil massa perut kanan bawah, keadaan umum

berangsur membaik (Appendicial mass)

abses demam remiten, toksik, keluhan dan tanda setempat

2.7. Diagnosis

AnamnesisRiwayat klasik apendisitis akut yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region

iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler.

Oleh karena itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui gejala klinis apendisitis akut.

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri

perut yang didahului anoreksia.5,6 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut. Awalnya,

nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang

timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini

umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap

lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ

menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri

suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 7,8,9,10,11

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu

naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.

Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang

umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.

Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan

muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah

yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.

9

Page 10: Mekong Appendiceal Mass Fix

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien

yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien

terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix.

Tabel 1. Gejala Appendicitis acuta 12

Gejala* Frekuensi (%)

Nyeri perut 100

Anorexia 100

Mual 90

Muntah 75

Nyeri berpindah 50

Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian

anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian

demam yang tidak terlalu tinggi)

50

*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan apakah akan dilakukan

Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix

dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.

Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.

Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

10

Page 11: Mekong Appendiceal Mass Fix

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah

sebaiknya dilakukan.

Gejala Appendicitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang menunjukkan

kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal pada perut kanan bawah,

bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus biasanya bernafas mengorok. Pada

beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita

Appendicitis biasanya menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat inflamasi

pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc Burney’s. Tetapi

pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang minimal. Adanya psoas

sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan

rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan

pelvis abscess karena ruptur Appendix.14

Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua. Pada

kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya telah

mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi,

irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.

Pemeriksaan Fisik

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan yang

minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis sebagai

Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada Appendicitis letak

retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik

renal.15

11

Page 12: Mekong Appendiceal Mass Fix

Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena

pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi

tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 15

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10)

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak

anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.

Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina

iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.

Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada

pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk Appendicitis.

Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal toucher tidak

diperlukan lagi.

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 16

Rovsing’s sign

Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.

Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.

Psoas sign

Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan tangan

kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam arah

anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan

12

Page 13: Mekong Appendiceal Mass Fix

akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini

tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 16

Obturator sign

Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien

sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut

pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi.

Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver

ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh

Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign10)

13

Page 14: Mekong Appendiceal Mass Fix

Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign10)

Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)

Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila

pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.

Wahl’s sign

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di

RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.

Baldwin’s test

Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya

ditekuk.

Defence musculare

Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.

Nyeri pada daerah cavum Douglasi

Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau

Appendicitis letak pelvis.

Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral

Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

Pemeriksaan Penunjang

14

Page 15: Mekong Appendiceal Mass Fix

1. Laboratorium

Jumlah leukosit > 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan apendisitis

akut. Jumlah leukosit pada penderita apendisitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3.

Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal

leukosit menunjang diagnosis klinis apendisitis. Jumlah leukosit yang normal jarang

ditemukan pada pasien dengan apendisitis.

Pemeriksaan urinalisis membantu membedakan apendisitis dengan pyelonephritis atau

batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika

inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

2. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dilakukan apabila hasil anamnesis atau pemeriksaan fisik

meragukan. Pada foto polos abdomen tampak gambaran perselubungan ileus atau caecal

ileus (gambaran garis permukaan air-udara di sekum atau ileum) dan patogmonik bila

terlihat gambaran fekalit.

3. Ultrasonografi

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang

diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala apendisitis. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifisitasnya lebih dari 90%.

4. CT scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

apendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas. Sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-

98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas dan curiga adanya abses,

maka CT scan dapat digunakan sebagai pilihan tes diagnostik.

2.8. Diagnosis Banding17

Neoplasma dari appendiks vermiformis

Tumor apendiks: carcinoid, tumor jinak (mucinous cystadenoma, vilous

adenoma), tumor ganas primer (adenocarcinoma, lymphoma), tumor ganas

sekunder (berasal dari traktus urogenitalis misalnya ovarium, usus besar, paru-

paru ataupun payudara).

Jarang: ganglioneuroma, pheochromocytoma, tumor mesenkim.

15

Page 16: Mekong Appendiceal Mass Fix

Mukokel apendiks

2.9. Penatalaksanaan18

Appendiceal mass bermula dari phlegmon ke abses dan berkembang pada 2% -6% dari

kasus berikut akut apendisitis. Untuk kasus yang jelas karena abses apendiks, tidak ada

kontroversi mengenai penanganan; tindakan pembedahan drainase segera (perkutan atau terbuka)

adalah penanganan yang banyak dipilih. Untuk phlegmon, sejumlah pilihan pengobatan mulai

dari pendekatan konservatif hingga agresif. Ada tiga pendekatan yang paling populer untuk

pengobatan appendiceal mass.

1. Pengobatan konservatif awal diikuti oleh apendektomi interval enam hingga delapan minggu

kemudian

Oschner pada tahun 1901 mengusulkan manajemen non – operatif untuk pengobatan

appendix mass. Pendekatan ini meliputi pemberian cairan infus dan antibiotik sementara pasien

dipuasakan. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mencapai perubahan yang sempurna dari

inflamasi massa dan hilangnya gejala pada pasien sebelum dilakukan intervensi pembedahan

( Gambar 1 ). Alasan untuk membenarkan apendektomi interval yang pertama adalah untuk

mencegah terulangnya apendisitis akut dan yang kedua untuk menghindari misdiagnosis dari

patologi seperti keganansan. Sebuah artikel yang mendukung pendekatan konservatif awal

diterbitkan pada tahun 1993 oleh Nitecki dan kawan-kawan melaporkan rata-rata kejadian

apendisitis akut berulang dalam meta-analisis dari 329 pasien dikelola secara konservatif adalah

13,7 % ( kisaran 0 % -20 % ) . Kebanyakan kekambuhan terjadi dalam dua tahun pertama . Ada

juga sedikit kesulitan operasi pada kelompok pasien ini dan terkadang diperlukan insisi yang luas

selama operasi . Secara signifikan waktu untuk operasi lebih pendek daripada metode

penanganan yang lain . Dan juga tidak ada komplikasi pasca operasi yang signifikan.

Appendiceal mass

16

Page 17: Mekong Appendiceal Mass Fix

Penanganan konservatif awal

Massa/nyeri yang terus menerus

Pembentukan abses

Ditangani Penilaian dan Investigasi lebih lanjut

Drainase abses

Ditangani Massa/nyeri yang Apendektomi Interval terus menerus

LaparotomiGambar. Algoritma dari manajemen appendiceal mass

2) Apendektomi segera diikuti resolusi massa inflamasiDengan munculnya antibiotik yang dibuat untuk mencegah pertumbuhan bakteri anaerob,

apendektomi awal dapat dilakukan tanpa komplikasi. Oleh karena itu apendektomi darurat

muncul sebagai alternatif untuk penanganan konservatif konvesional . Hal ini dikatakan layak,

aman, dan coss-effective, memungkinkan diagnosis awal dari patologis. Salah satu metode

melibatkan apendektomi segera setelah ada resolusi dari massa sebelum pasien dipulangkan.

Namun beberapa ahli bedah lebih agresif memulai hemikolektomi pada bagian kanan sesuai

dengan yang dikeluhkan pasien. Apendektomi segera memiliki kelebihan yaitu aman,

menghilangkan risiko apendisitis berulang dan menghilangkan kebutuhan untuk re–admission

untuk jarak apendektomi. Hal ini umumnya dilaporkan untuk mengurangi jumlah rawatan rumah

sakit. Namun, memiliki komplikasi tinggi sekitar 36 % , hampir sebanding dengan perforasi

apendisitis. Pembedahan segera menyebabkan penyebaran infeksi dan fistula usus .Hal ini

tampaknya jelas menyingkirkan manfaat yang disebutkan tadi. Inflamasi appendiceal mass

menjadi keliru pada pembedahan tumor ganas, kadang-kadang pada hemikolektomi sebelah

kanan. Sebuah massa ganas mungkin keliru dilakukan penanganan dengan apendektomi. Dilihat

dari komplikasi di atas disarankan untuk tidak mengadopsi metode ini di lingkungan kita , karena

17

Page 18: Mekong Appendiceal Mass Fix

kelompok ini memiliki komplikasi signifikan dan pengobatan yang berlebih dibandingkan

dengan metode tradisional konservatif awal.

3) Suatu pendekatan yang konservatif tanpa apendektomi pada pasien dengan appendiceal massa

Banyak ahli berpendapat bahwa setelah manajemen konservatif yang sukses,

apendektomi interval tidak diperlukan dan bisa secara aman dihilangkan, kecuali pada pasien

dengan gejala berulang. Pada pasien dengan usia di atas 40 tahun, kita harus memberi

pengecualian penyebab patologis lain dari penyebab massa fossa iliaka kanan dengan investigasi

yang lebih seperti barium enema, kolonoskopi dan CT-scan. Follow up yang ketat diperlukan

pada pasien ini. Sangat jelas pada metode nomor 1 dan 2 di atas memiliki waktu jauh lebih lama

dirawat di rumah sakit dan tidak bekerja. Dixon dan kawan-kawan meninjau karakteristik dari 32

pasien yang memiliki gejala berulang pada penanganan konservatif. Waktu rata-rata untuk

timbulnya gejala adalah lima bulan setelah episode awal. Mereka membandingkan karakteristik

klinis setiap pasien saat masuk awal dengan karakteristik yang sama pada gejala berulang.

Mereka menunjukkan bahwa ketika gejala berulang dari apendisitis diikuti klinis ringan. Gejala

berulang diobati secara berhasil dengan pendekatan operatif dan non-operatif dan tidak terkait

dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Mereka juga membandingkan gejala klinis

dan karakteristik demografi dari kelompok gejala berulang ke kelompok gejala yang tidak

berulang dan tidak menemukan faktor risiko yang signifikan untuk gejala yang berulang,

termasuk tingkat keparahan pada presentasi awal. Maka, yang pertama adalah resiko apendisitis

akut yang berulang diikuti manajemen konservatif adalah rendah, sekitar 5 % dan 14 %. Kedua,

minoritas pasien yang gejalanya berulang biasanya terjadi dalam waktu satu tahun.

Ketiga, Gejala berulang dari apendisitis berikut manajemen konservatif biasanya

berhubungan dengan perjalanan klinis ringan bisa digunakan untuk tindakan operatif dan

pendekatan non-operatif. Keempat, tidak ada metode yang akurat untuk memprediksi pasien

yang berisiko untuk timbulnya gejala yang berulang. Kelompok yang di tangani secara

konservatif juga memiliki waktu yang lebih sedikit untuk dirawat di Rumah Sakit meskipun

terjadi kekambuhan. Mereka menyimpulkan bahwa manajemen konservatif tanpa apendektomi

berjangka adalah manajemen yang paling tepat untuk appendix mass dan apendektomi yang

segera biasanya dilakukan pada manajemen konservatif yang gagal.

18

Page 19: Mekong Appendiceal Mass Fix

BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Bulatta Sinulingga

19

Page 20: Mekong Appendiceal Mass Fix

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Kuta Gamber Kec. Tanah Pinem

Tanggal masuk : 22 November 2013

Anamnesa Pasien

Anamnesis : Autoanamnesa

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah

Telaah : Hal ini sudah dialami pasien sejak 8 hari yang lalu. Nyeri bersifat

menetap, awalnya nyeri berasal dari ulu hati. Sebelumnya pasien sudah berobat ke bidan dan

diberi obat. Riwayat mual dijumpai , muntah tidak dijumpai, demam dijumpai.

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak jelas

Riwayat penyakit keluarga : Tidak jelas

Pemeriksaan Umum

• Kesadaran : Compos Mentis

• Frekuensi nafas : 20x/menit

• Tekanan Darah : 120/70 mmHg

• Temperatur : 37,8 C

• Nadi : 96x/menit

• Keadaan umum : sedang

• Keadaan gizi : baik

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Palpebra inferior pucat (-/-)

Leher : Trakea medial

Thoraks : Simetris, SP: Vesikuler, ST: (-/-)

Abdomen: 20

Page 21: Mekong Appendiceal Mass Fix

Inspeksi : simetris, distensi abdomen (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : soepel, teraba massa di kuadran kanan bawah,

ukuran 6x4 cm, nyeri tekan (+)

Genitalia : wanita, tidak ada kelainan

Ekstremitas : superior dan inferior tidak ada kelainan

DRE : Perineum biasa

Spinchter ani ketat

Mukosa licin, nyeri tekan di arah jam 9-11 tidak dijumpai, massa (-)

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

- Foto thoraks AP

- Foto polos abdomen supine/erect

Diagnosa sementara : Susp. Appenditial Mass

Diagnosa banding : Tumor caecum

Penatalaksanaan :

IVFD Ringer Lactat 20 gtt/menit

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Inj. Metronidazol 500 mg/8 jam

Inj. Ketorolac 80 mg/8 jam

Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam

Paracetamol 3x500mg

Laboratorium

Darah Lengkap Faal Hemostasis

• Hemoglobin : 12,7 gr% PT : 13,5

• Eritrosit : 4,710x106/mm 3 INR : 1,12

21

Page 22: Mekong Appendiceal Mass Fix

• Leukosit : 10,98x103/mm3 APTT : 31,5

• Hematokrit : 37,80% TT : 13,5

• Trombosit : 334x103/mm3

Kimia Klinik

Metabolisme Karbohidrat

KGD sewaktu : 138 mg/dL

Ginjal

Ureum : 18,30 mg/dL

Kreatinin : 0,76 mg/dL

Elektrolit

Na : 130 mEq/L

K : 3,9 mEq/L

Cl : 101 mEq/L

FOTO THORAX (22 November 2013)

22

Page 23: Mekong Appendiceal Mass Fix

KESAN : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo.

FOTO POLOS ABDOMEN (22 November 2013)

Kesan :

Psoas line jelas

Distribusi udara dalam usus dalam batas normal

Tidak tampak air fluid level

Kesimpulan : tidak tampak tanda-tanda ileus maupun tanda – tanda perforasi

23

Page 24: Mekong Appendiceal Mass Fix

FOLLOW UP PASIEN

23-24/11/2013

S : -

O : Sens : cm

TD : 110/70 mmHg RR : 20x/menit

HR : 96x/menit Temp : 37,6 C

Abdomen : Nyeri tekan : Mc Burney (+), teraba massa di perut kanan bawah,

peristaltic (+) normal

A: Susp. Appenditial Mass

P: - IVFD RL 20 gtt/i

- Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam

- Inj Metronidazol 500 mg/8 jam

- Inj Ketorolac 80 mg/8 jam

- Inj Ranitidin 50 mg/8 jam

- Paracetamol 3x500mg

Rencana: USG abdomen

25-26/11/2013

S : -

O : Sens : cm

TD : 110/70 mmHg RR : 20x/menit

HR : 96x/menit Temp : 37,5 C

Abdomen : Nyeri tekan : Mc Burney (+) menrun , teraba massa di perut kanan

bawah, peristaltic (+) normal

A: Susp. Appendiceal Mass

P: - IVFD RL 20 gtt/i

- Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam

- Inj Metronidazol 500 mg/8 jam

24

Page 25: Mekong Appendiceal Mass Fix

- Inj Ketorolac 80 mg/8 jam

- Inj Ranitidin 50 mg/8 jam

- Paracetamol 3x500mg

USG Abdomen (apendiks) (26 November 2013)

KESAN : Tampak dougnut appereance pada kuadran kanan atas dengan diameter

0,8 cm. Tidak tamak pelebaran usus maupun cairan bebas

Kesimpulan : Appendicitis acute

27/11/2013

S: -

O: TD : 110/70 mmHg RR : 20x/menit

HR : 96x/menit Temp : 37,1 C

Abdomen: Nyeri tekan: Mc Burney (-), teraba massa di perut kanan bawah,

peristaltic (+) normal

25

Page 26: Mekong Appendiceal Mass Fix

A: Susp. Appendiceal Mass

P: - Cefadroxil 2 x 500 mg

- Paracetamol 3x500 mg

- Ranitidin 2x1

- B complex 2x1

26

Page 27: Mekong Appendiceal Mass Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Craig, Sandy. 2012. Appendicitis. Emedicine.

http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0156

2. Garba, E.S. 2008. Management of Appendiceal Mass. Annals of African Medicine Vol. 7,

No.4; 2008: 200 – 204

3. Snell, RS. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC.

230-231

4. Sjamsuhidayat R, de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC. 755-756

5. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way

LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

6. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th

edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:

Elsevier Saunders. 2004: 1381-93

7. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2. 8th

edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.

New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34

8. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way

LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

9. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton

JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New

York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62

10. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery

Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams &

Wilkins. 2001: 1466-78

11. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family

Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2011.

From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

27

Page 28: Mekong Appendiceal Mass Fix

12. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado

score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:

http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1294889&blobtype=pdf

13. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal

Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,

McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222

14. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif

15. Wong, C.L., Dr. 2013. Management of an Appendicial Mass. Departement of Surgery Kwong Wah Hospital. Available from: http://jhsgr.com/presentation/p201304_8.pdf

28