Click here to load reader
Upload
muhammad-hasnul-fahmy
View
42
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sdsvsdvd
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah
L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.
Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi fungsi
motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan fungsi
motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338).
Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000
orang di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi setiap
tahun. Kejadian ini lebih dominan padea pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari
seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian rekam medik Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari
sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165
orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang
berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena
olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih
banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan
perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing, Charlene J.
Reeves,1999).
Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan
1
dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko
mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda,
gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling
buruk.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus
cidera medulla spinalis bone loss L2-3.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi data yang menunjang
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
c. Mampu menulis definisi diagnosa keperawatan
d. Mampu menjelaskan rasional diagnosa keperawatan
e. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
f. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnose keperawatan
g. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
h. Mampu melaksanakan evaluasi
i. Mampu mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan
asuhan keperawatan
j. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi).
2
C. Metode Penulisan
Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan metode studi kasus dengan
teknik pengumpulan data sebagai berikut : teknik wawancara, teknik observasi,
pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dengan mengambil literature yang berhubungan
dengan kasus cidera medulla spinalis.
D. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari pengertian, anatomi, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis,
komplikasi dan asuhan keperawatan yang terkait dengan kasus tersebut.
BAB III : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Daftar Pustaka
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR
1. ANATOMI FISIOLOGI
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi
medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke
lubang-lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus
intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas)
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya
berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip
dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai
prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5
buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar
ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi
d. Os. Sacrum
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana
ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
4
e. Os. Coccygis
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung
vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang,
daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung
yang menghadap pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka
mempertahankan lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu
bentuk (sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan
gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang
menghadap ke anterior adalah sekunder→ lengkung servikal berkembang ketika kanak-
kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan
lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta
mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan
sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan
membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang
terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga
untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk
tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada
iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablonata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-
lumbalis pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus
medularis, dna kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum
5
terminale, yang menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum
tulang belakang yang berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya
dibelah oleh figura anterior yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah
figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan
bawah: dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis. Fungsi
sumsum tulang belakang : a. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian
tubuh dan bergerak refleks.
Untuk terjadinya geraka refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut :
1. Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit
2. Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam
ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada karnu pasterior
mendula spinalis.
3. Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4. sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5. Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf
motorik.
6. Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada
daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.
6
2. PENGERTIAN
Cidera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)
Cidera medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah
servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila
saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan
mekanik dapat digunakan.
3. ETIOLOGI
Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :
- kecelakaan otomobil, industri
- terjatuh, olah-raga, menyelam
- luka tusuk, tembak
- tumor.
7
4. WOC PATOFISIOLOGI
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu
atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi
kontusio atau robekan pada cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur. Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja
tetapi proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medulla
spinalis akut.
8
Kerusakan medulla spinalis
Hemorangi terjadi pada daerah medulla spinalis
Darah dapat merembes ke ekstradul subtradul atau
daerah pada kanal spinal Sirkulasi darah ke medula spinalis menjadi terganggu
Menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera medula
spinalis akut Menimbulkan
iskemia, hipoksia, edema, dan lesi
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia,
edema, lesi, hemorargi.
Cidera medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi 11 – 15 : kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
dari bokong.
- Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
5. MANIFESTASI KLINIS
- nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
- paraplegia
- tingkat neurologic paralisis sensorik motorik total
- kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
- penurunan keringat dan tonus vasomoto
- penurunan fungsi pernafasan
- gagal nafas
6. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK
- Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
- Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
- MR I
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
- M ielo g r a f i.
9
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid
medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
- Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis) pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) :
mengukur volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat
bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
interkostal).
- GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
7. KOMPLIKASI
- Neurogenik shock.
- Hipoksia.
- Gangguan paru-paru
- Instabilitas spinal
- Orthostatic Hipotensi
- Ileus Paralitik
- Infeksi saluran kemih
- Kontraktur
- Dekubitus
- Inkontinensia blader
- Konstipasi
8. PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan
kestabilan kardiovaskuler.
Farmakoterapi
10
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medela.
Tindakan Respiratori
1. Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2. Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3. Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1. Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
2. Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3. Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1. Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2. Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3. Cedera terjadi pada region lumbar atau torakal
4. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau
dislokasi atau dekompres medulla.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Cedera Medulla Spinalis
1. Pengkajian
a. Aktifitas /Istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi.
Kelemahan umum /kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
b. Sirkulasi
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
11
c. Eliminasi
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti
kopi tanah /hematemesis.
d. Integritas Ego
e. Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
f. Makanan /cairan
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
g. Higiene
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
h. Neurosensori
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan
pada syok spinal).
Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok
spinal sembuh).
Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris
termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh
yang terkena karena pengaruh trauma spinal.
i. Nyeri /kenyamanan
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
j. Pernapasan
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki,
pucat, sianosis.
k. Keamanan
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
l. Seksualitas
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
12
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan kelemahan /paralisis
otot-otot abdomen dan intertiostal dan ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan fungsi motorik
dan sesorik.
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
penurunan immobilitas, penurunan sensorik.
4. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih
secara spontan.
5. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat gangguan
autonomik.
6. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas lama, cedera psikis dan
altraksi.
3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup perbaikan pola
pernapasan, perbaikan mobilitas, pemeliharaan integritas kulit, menghilangkan retensi
urine, perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak terdapatnya
komplikasi.
INTERVENSI
1. Tujuan : Meningkatkan pernapasan yang adekuat
2. Kriteria hasil : Batuk efektif, pasien mampu mengeluarkan seket, bunyi napas
normal, jalan napas bersih, respirasi normal, irama dan jumlah pernapasan,
pasien, mampu melakukan reposisi, nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 =
35-45 mmHg, PH = 7,35 – 7,45
13
Rencana Tindakan
a. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret
R/ Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen
berpengaruh terhadap kemampuan batuk.
b. Pertahankan jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)
R/ Menutup jalan nafas.
c. Monitor warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur
R/ Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.
d. Lakukan suction bila perlu
R/ Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.
e. Auskultasi bunyi napas
R/ Mendeteksi adanya sekret dalam paru-paru.
f. Lakukan latihan nafas
R/ mengembangkan alveolu dan menurunkan prosuksi sekret.
g. Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi
R/ Mengencerkan sekret
h. Berikan oksigen dan monitor analisa gas darah
R/ Meninghkatkan suplai oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah.
i. Monitor tanda vital setiap 2 jam dan status neurologi
R/ Mendeteksi adanya infeksi dan status respirasi.
3. Tujuan : Memperbaiki mobilitas
4. Kriteria Hasil : Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit
/kompensasi, mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan
melakukan kembali aktifitas.
Rencana Tindakan
a. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
R/ Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
14
R/ Mencegah terjadinya dekubitus.
c. Beri papan penahan pada kaki
R/ Mencegah terjadinya foodrop
d. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits
R/ Mencegah terjadinya kontraktur.
e. Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari
R/ Meningkatkan stimulasi dan mencehag kontraktur.
f. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
R/ Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan.
g. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti splints
R/ Memberikan pancingan yang sesuai.
3. Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit
Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari kemerahan, bebas dari
infeksi pada lokasi yang tertekan.
Rencana Tindakan
a. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
R/ Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia bladder bowel.
b. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
R/ Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
c. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
R/ Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas
d. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis
R/ Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
R/ Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya kerusakan kulit
f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang menonjol setiap 2 jam
dengan gerakan memutar.
R/ Meningkatkan sirkulasi darah
15
g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
R/Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan
h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari
R/ Mempercepat proses penyembuhan
5. Tujuan : Peningkatan eliminasi urine
6. Kriteria Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu
dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake dan output cairan
seimbang
Rencana tindakan
a. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
b. Kaji intake dan output cairan
R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
c. Lakukan pemasangan kateter sesuai program
R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih sehingga
perlu bantuan dalam pengeluaran urine
d. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya........
e. Cek bladder pasien setiap 2 jam
R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
f. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
R/ Mengetahui adanya infeksi
g. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
16
5. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek,
.Evaluasi
a. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
b. Klien dapat memperbaiki mobilitas
c. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
d.Klien mengalami peningkatan eliminasi urine
e. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi
f. Klien menyatakan rasa nyaman
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan sensasi
fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338).
Penyebab dari cidera medulla spinalis yaitu dapat karena kecelakaan otomobil,
industri, terjatuh, olah-raga, menyelam, luka tusuk, tembak, tumor.
Penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut dan
untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai
kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler. Yaitu dapat
berupa farmakoterapi dan reduksi dan fraksi skeletal.
B.Saran
Untuk para mahasiswa keperawatan seharusnya lebih aktif dalam berbagai
diskusi waktu penyajian makalah sehingga pengatahuan dan wawasannya dapat
berkembang terutama tentang asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medula
spinalis. Bagi para dosen, diharapkan dapat memberikan arahan dan pengetahuan baru
yang mungkin belum dibahas oleh mahasiswa dalam forum diskusinya sehingga ada
suatu kesinambungan dan kontribusi antara mahasiswa dengan dosen.
18
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 .
Jakarta : EGC.
Carpenito, L. T, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Jakarta ; EGC
Doengoes, M. E, 1999, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta ; EGC
Luckman, J. and Sorensens R.C. 1993. Medical Surgical Nursing a Psychophysiologic
approach, Ed : 4. Philadelphia ; WB, Souders Company.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI
Pearce Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia.
19