22
1 MATERIALITAS, RISIKO, dan STRATEGI AUDIT AWAL MATERIALITAS Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Adit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempeertimbangkan materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Konsep Materialitas Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai : “Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.” Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan

Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas audit

Citation preview

Page 1: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

1

MATERIALITAS, RISIKO, dan STRATEGI AUDIT AWAL

MATERIALITAS

Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan

lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang

mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit dan

Materialitas Adit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempeertimbangkan

materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan

secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Konsep Materialitas

Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :

“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan

memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang

mengandalkan pada informasi  tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau

salah saji tersebut.”

            Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang

berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka

yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung jawab

menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan

temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan

tindakan koreksi.

            Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau

keseluruha, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip

prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak

penting. Auditor mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan materialitas.

Page 2: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialistas

- Merencanakan luas pengujian

Langkah 1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas

Langkah 2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas segmen-segmen

-Mengevaluasi hasil-hasil

Langkah 3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen

Langkah 4 : Memperkirakan salah saji gabungan

Langkah 5 : Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang

direvisi  tetentang materialitas

Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut

mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan

sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal

yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat

terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan.

Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau

pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:

a. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia yang

berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.  

b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir

fakta     

c. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan

laporan keuangan atau pun penghilangan informasi yang seharusnya dibutuhkan

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan

(guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan

auditan adalah akurat.

Page 3: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan?

Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan

( guarantee ) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan

auditan adalah akurat. Jika auditor diharuskan untuk memberikan jaminan mengenai keakuratan

laporan keuangan auditan, hal ini tidak mungkin dilakukan, karena akan memerlukan waktu dan

biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan

keuangan, auditor memberikan keyakinan ( assurance ) berikut ini :

1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam

laporan keuangan beserta pengungkapannya telahkas, digolongkan, dan dikompilasi.

2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit

kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas

laporan keuangan auditan.

3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat ( atau memberikan

informasi, dalam hal terdapat perkecualian ), bahwa laporan keuangan sebagai

keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena

kekeliruan dan kecurangan.

Dengan demikian ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikanoleh auditor :

konsep materialitas dan konsep risiko audit. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar

salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh

salah saji tersebut. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk

mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.

Pertimbangan Awal tentang Materialitas

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan

auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut dengan materialitas perencanaan,

mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan

kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) kondisi yang melingkupi

berubah (2) informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan

dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan.

Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara

Page 4: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan

salah saji tersebut.

Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh

auditor dalam mempertimbangkan materialitas.

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:

a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan

b. Total aktiva dalam neraca

c. Total aktiva lancar dalam neraca

d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca

2. Faktor kualitatif seperti :

a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum

b. Kemungkinan terjadinya kecurangan

c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang

mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa ratiokeuangan pada tingkat

minimum tertentu.

d. Adanya gangguan dalam trend laba

e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan

Sebagai contoh, auditor dapat memutuskan bahwa kombinasi salah saji berjumlah 8 %

dari laba bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan

memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah

saji kurang dari 3 %, auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan

memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 % dan 8 %

memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba bersih

sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas materialitas

(materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :

Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000

Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x Rp 100.000.000. Auditor

dapat menerapkan cara yang sama dalam menentukan batas materialitas untuk total aktiva, aktiva

lancar, ekuitas pemegang saham dalam neraca. Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas

yang ditentukan oleh auditor :

1. Untuk total aktiva dalam neraca : Rp 41 juta s.d Rp 100 juta

Page 5: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

2. Untuk aktiva lancar : Rp 25 juta s.d Rp 60 juta

3. Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca : Rp 15 juta s.d Rp 45 juta

Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat

berikut :

a. Ting kat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan.

b.Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai

kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.

Materialitas pada tingkat Laporan Keuangan

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor

menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua, pada saat mengevaluasi bukti

audit dalam pelaksanan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi

materialitas karena terdapat hubungan terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang

dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk

menyatakan kewajaran laporan keuangan.

Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan

atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secaragabungan, sedemikian signifikan

sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip

akuntansi berterima umum.

Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip

akuntansi berterima umum di Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi

yang diperlukan.

Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat

materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan

dapat memiliki dari satu tingkat materialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitasnya dapat

dihubungkan dengan total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, atau laba

bersih setelah pajak. Untuk neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar,

modal kerja, atau modal saham.

Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai dengan

sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut dapat didasarkan

atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat

Page 6: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang disesuaikan dengan

perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri.

Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini diberikan contoh beberapa

panduan kuantitatif yang digunakan dalam praktik :

a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5

% sampai 10 % dari laba sebelum pajak.

b. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½

% sampai 1 % dari total aktiva.

c. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1

% dari total pasiva.

d. Laporan keuangan di pandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½

% sampai 1 % dari pendapatan bruto.

Materialitas pada Tingkat Saldo akun

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat

dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada timgkat

saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material

adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan

jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan.

Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji

( overstatement ) dalam akun tersebut. Oleh krena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil

dibandingkan materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji.

Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat

kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak

material, dapat berisi kurang saji ( understatement ) yang melampaui materialitasnya.

Alokasi Materialitas laporan Keuangan ke Akun

Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya

salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun

tersebut. Sebagai contoh, salah saji lebih (overstatement) kemungkinan lebih besar terdapat

Page 7: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

dalam sediaan dibandingkan dengan aktiva tetap, dan umumnya biaya untuk mengaudit sediaan

lebih mahal dibandingkan dengan biaya untuk mengaudit aktiva tetap.

Untuk menggambarkan alokasi materialitas tersebut, misalnya PT X memiliki komposisi

aktiva sebagai berikut :

Kas Rp 500.000

Piutang Usaha 1.500.000

Sediaan 3.000.000

Aktiva Tetap 5.000.000

Jumlah Aktiva Rp 10.000.000

Auditor memperkirakan salah saji dalam akun kas dan aktiva tetap kemungkinannya kecil

terjadi dan salah saji akun piutang usaha dan sediaan kemungkinan lebih banyak terjadi.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan klien, auditor memperkirakan akun dengan sedikit

salah saji akan sangat murah biayanya untuk mengaudit dibandingkan dengan akun lain.

Misalnya jika prakiraan awal materialitas laporan keuangan adalah 1 % dari total aktiva, atau Rp

100.00, auditor tersebut dapat mempertimbangkan dua alternatif dalammengalokasikan

materialitas laporan keuangan ke akun secara individual sebagai berikut :

Alokasi Materialitas

Akun Alternatif A % Alternatif B %

Kas Rp 5.000 5 Rp 2.000 2

Piutang Usaha 15.000 15 18.000 18

Sediaan 30.000 30 50.000 50

Aktiva Tetap 50.000 50 30.000 30

Total Rp 100.000 100 Rp 100.000 100

6 Dalam alternatif A, materialitas dialokasikan secara proporsional kedalam setiap akun,

tanpa memperhatikan taksiran salah saji moneter dan biaya audit untuk mendeteksi salah saji

tersebut. Dalam alternatif B, alokasi materialitas lebih besar dilakukan kedalam akun piutang

usaha dan sediaan, yang diperkirakan lebih banyak salah sajinya dibandingkan dengan akun lain

dan biaya untuk mendeteksinya diperkirakan lebih besar.

Oleh karena itu, jumlah bukti yang diperlukan untuk akun-akun piutang usaha dan

sediaan tersebut berkurang, dibandingkan dengan alternatif A, karena terdapt hubungan terbalik

antara materialitas saldo akun dan bukti audit. Sebagai akibatnya, auditor tersebut secara

Page 8: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

sederhana membiarkan proporsi yang lebih besar dari total salah saji, tetap berada dalam akun

yang memerlukan biaya yang mahal untuk mendeteksi salah saji

Alokasi taksiran awal materialitas dapat direvisi setelah dilaksanakannya pekerjaan

lapangan. Sebagai contoh, jika ditemukan hanya Rp 8.000 salah saji dalam verifikasi akun

piutang usaha, jumlah Rp 10.000 yang tidak terpakai dalam alternatif B dapat dialokasikan ke

akun sediaan.

Penggunaan Materialitas dalam Mengevaluasi Bukti Audit

Jika pada tahap perencanaan audit, auditor menaksir bahwa salah saji Rp 9.000.000

dipandang material untuk total aktiva, jumlah ini kemudian dipaka oleh auditor untuk

mengevaluasi bukti audit yang dikumpulkan dalam membuktikan berbagai asersi yang

terkandung dalam akun-akun aktiva dalam neraca. Misalnya, auditor kemudian menemukan

salah saji sebesar Rp 3.000.000 dalam akun sediaan. Auditor akan menjumlah berbagai

kekeliruan yang ditemukan dalam audit atas berbagai akun yang termasuk dalam kelompok

aktiva.

Misalnya, auditor mengumpulkan salah saji yang terdapat dalam akun-akun yang

termasuk dalam kelompok aktiva berikut ini :

Salah saji dalam akun Sediaan Rp 3.000.000

Salah saji dalam akun-akun aktiva lain 8.000.000

Jumlah salah saji Rp 11.000.000

Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh auditor tentang materialitas diatas :

1. Dengan berbagai alasan tertentu, auditor dapat menaikkan batas materialitas yang

ditentukan dari jumlah Rp 9.000.000 pada tahap perencanaan auditnya menjadi rp

11.000.000 untuk mengevaluasi bukti audit. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah

aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan materialitas pada tahap perencanaan

berbeda dengan jumlah aktiva yang terdapat dalam laporan keuangan akhir, sehingga

presentase materialitas diterapkan pda jumlah yang berbeda. Dalam contoh ini, auditor

memandang bahwa laporan keuangan tidak berisi salah saji material, karena adanya

gabungan salah saji sebesar Rp 11.000.000 tersebut, karena batas salah saji yang

digunakan untuk mengevaluasi bukti audit telah dinaikkan menjadi Rp 11.000.000.

2. Auditor berkesimpulan bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan tidak disajikan

secara wajar karena salah saji Rp 11.000.000 melebihi jumlah materialitas Rp

Page 9: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

9.000.000. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan materialitas ini, auditor dapat

meyakinkan kliennya untuk melakukan koreksi atas jumlah salah saji yang terdapat

dalam akun-akun yang bersangkutan atau jika klien menolak untuk melakukan

koreksi,auditor mengubah pendapatnya dari pendapat wajar tanpa pengecualian menjadi

wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.

HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI AUDIT

Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan

auditor tentang kecukupan ( kuantitas ) bukti audit. Dalam membuat generalisasi hubungan

antara materialitas dengan bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material

harus tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang

diperlukan ( hubungan terbalik ).

RISIKO AUDIT

Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA

Seksi 312 risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko yang

terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,

atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang

auditor bersedia menanggungnya. Jika diinginkan tingkat kepastian 99 %, risiko audit yang

auditor bersedia menanggungnya adalah 1 %, sedangkan jika 95 % kepastian dipandang

mencukupi, risiko audit yang auditor bersedia menanggungnya adalah 5 %. Dalam audit atas

laporan keuangan peusahaan yang go public, auditor biasanya menetapakan risiko audit pada

tingkat yang rendah, mengingat banyaknya pemakai laporan audit, dibandingkan dengan

pemakai laporan audit perusahaan perorangan. Begitu juga jika auditor menghadapi perusahaan

yang mengalami kesulitan keuangan, risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya

adalah rendah.

Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas

dasar bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara

individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah membatasi risiko audit pada tingkat saldo

akun sedemikan rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam menyatakan pendapat

atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat yang rendah.

Page 10: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

RISIKO AUDIT pada TINGKAT LAPORAN KEUANGAN dan TINGKAT

SALDO AKUN

Auditor tidak cukup hanya menentukan materialitas dengan pernyataan berikut ini :

Kami akan menerima bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dan

tidak berisi salah saji material jika :

1. Laba bersih sebelum pajak tidak berisi salah saji lebih dari Rp 4.000.000

2. Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari Rp 45.000.000

3. Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari Rp 25.000.000

4. Ekuitas pemegang saham tidak mengandung salah saji lebih dari Rp

15.000.000

Auditor harus membuat pernyataan lebih lanjut berikut ini :

Kami akan menerima, pada tingkat risiko tertentu, bahwa laporan keuangan disajikan

secara wajar dan tidak berisi salah saji material jika :

1. Laba bersih sebelum pajak tidak berisi salah saji lebih dari Rp 4.000.000

2. Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari Rp 45.000.000

3. Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari Rp 25.000.000

4. Ekuitas pemegang saham tidak mengandung salah saji lebih dari Rp

15.000.000

Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan

informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor

mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko auditrisiko yang terjadi dalam hal auditor,

tanpa disadari, tidak memodivikasi pendapatnya sebagimana mestinya, atas suatu laporan

keuangan yang

mengandung salah saji materil.

Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian :

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan

(sesuai dengan definisi risiko audit yang disajikan diatas).

2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang

dicantumkan dalam laporan keuangan.

Risiko Audit Keseluruhan ( Overall Audit Risk )

Page 11: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

Risiko audit dapat ditaksir secara kuantitatif atau kualitatif. Dalampenentuan risiko audit

keseluruhan, auditor juga menyatakan tingkat kepercayaan (level of confidence). Sebagai contoh,

jika auditor bersedia menanggung risiko audit 5 % bahwa ia akan menerima laporan keuangan

yang berisi salah saji material, hal ini akan berarti auditor juga 95 % yakin bahwa laporan

keuangan disajikan secara wajar sebagaimna pendapat wajar tanpa pengecualian yang diberikan

oleh auditor. Sepuluh persen risiko audit juga berarti juga 90 % tingkatkepercayaan. Risiko audit

merupakan pelengkap tingkat kepercayaan.

Risiko Audit Individual

Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara indivual, risiko audit

keseluruhan harus dialokasikan kepada akun-akun yang berkaitan.

Risiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali

sangat penting karena besar saldonya dan/atau frekuensi transaksinya berubah. Dari pengalaman

audit di tahun sebelumnya, auditor dapat menaksir risiko audit atas akun tertentu.

Unsur Risiko Audit

Terdapat tiga unsur risiko audit :

1. Risiko Bawaan. Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi

terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan

prosedur pengendalian intern yang terkait.

2. Risiko Pengendalian. Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam

suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian

intern entitas.

3. Risiko Deteksi. Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi

salah saji materialyang terdapat dalam suatu asersi.

Penggunaan Informasi Risiko Audit

Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk

menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran penyajian

saldo akun tertentu. Untuk itu, auditor menentukan risiko deteksi dari formula risiko deteksi dari

formula risiko audit berikut ini :

Risiko audit individual = risiko bawaan x risiko pengendalian x risiko deteksi

Page 12: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

Dari formula tersebut, risiko deteksi dapat dihitung dengan formula berikut ini :

Risiko deteksi = Risiko audit individual

Risiko bawaan x Risiko pengendalian

10 Dari formula tersebut, risiko deteksi dihitung melalui tahap-tahap berikut ini :

1. Menetapkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara individual

berdasarkan pertimbangan profesional auditor.

2. Melakukan penghitungan risiko deteksi sesuai dengan formula tersebutdiatas.

Contoh :

Dalam menaksir risiko deteksi dalam audit atas sediaan, auditor melakukan pertimbangan

berikut ini :

1. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditemukan risiko audit individual untu akun

Sediaan pada tingkat 5 % ( karena risiko audit secara keseluruhan juga diterapkan

sebesar 5 % )

2. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditemukan risiko bawaan pada tingkat 60 %,

karena akun Sediaan bersaldo besar, beberapa perhitungan rumit, frekuensi transaksi

yang berkaitan dengan akun Sediaan adalah tinggi.

3. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditemukan risiko pengendalian sebesar 30 %

karena pengendalian klien efektif berdasarkan hasil pengujian pengendalian yang

dilakukan dalam audit tahun yang lalu.

Berdasarkan berbagai pertimbangan auditor tersebut diatas, risiko deteksi ditentukan

sebesar :

0,05 = 0,28 atau 28 %

0,60 x 0,30

Hubungan antar Unsur Risiko

Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang

disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan,

sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan

auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan

risiko pengendalian.

Semakin kecil risiko bawaan danr isiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin

besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan

Page 13: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat

diterima.

Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit

Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit

digambarkan sebagai berikut :

1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor

harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.

2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit

yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.

3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu

dari tiga cara berikut ini :

a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang

dikumpulkan.

b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap

dipertahankan.

c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara

bersama-sama.

STRATEGI AUDIT AWAL

Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam :

1. Pendekatan Terutama Substantif.

Dalam strategi audit ini, auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti audit dengan

menggunakan pengujian substantif dan auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak

mempercayai pengendalian intern. Pada dasarnya ada tiga alasan mengapa auditor

menggunakan pendekatan ini :

a. Hanya terdapat sedikit ( jika ada ) kebijakan atau prosedur pengendalian intern yang

relevan dengan perikatan audit atas laporan keuangan.

Page 14: Materialitas Resiko Dan Strategi Kel I

b. Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi untuk akun dan

golongan transaksi signifikan tidak efektif.

c. Peletakkan kepercayaan besar terhadap pengujian substantive lebih efisien untuk asersi

tertentu.

2. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah.

Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan moderat atau pada tingkat

kepercayaan penuh terhadap pengendalian, dan sebagai akibatnya auditor hanya

melaksanakan sedikit pengujian substantif.

Unsur strategi Audit Awal

Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat

unsur berikut ini :

1. Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.

2. Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.

3. Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko

pengendalian.

4. Tingkat pengujian substantif yang direncanakan untuk mengurangi risiko

audit ke tingkat yang cukup rendah.