22
1 Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia Oleh Idat Muqodas[*] Abstract: Cognitive-Behavior Therapy (CBT) is a counseling approach, which emphasize on deviation of cognitive restructurization as a result of accident that has bad impact on their physical and psychological aspect. CBT approach aims for function modification of thinking, feeling, and acting which utilize brain as a analyzer, decision maker, asking questions, acting, and re-deciding. Though, approach about behavior aspect aim for building good relationship between problems with the problem reaction. CBT invite individuals to learn, changing behavior, relaxing mind and body to feel better, thinking clearer and helping for appropriate decision making. CBT help counseling in harmonizing thinking, feeling and acting. Keyword: Cognitive-Behavior Therapy (CBT), cognitive, behavior, thinking, feeling, and acting. A. Pendahuluan Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya dengan makhluk lain. Ciri inilah membuat manusia disebut sebagai anima intelectiva, berbeda dengan anima sensitive dan anima vegetativa. Melalui berfikir, manusia memutuskan tindakannya, karena berfikir merupakan fungsi kognitif manusia. Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang dilihatnya melalui pengindraanya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun mengolah informasi yang diperolehnya melalui pengalaman hidup serta fungsi kognitifnya. Hal ini membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima manusia di dalam benaknya dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui proses berfikir dan mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan secara matang. Inilah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Beberapa pengalaman para konselor dalam melakukan praktek konseling di Indonesia, khususnya di sekolah sebagai tempat para konselor atau guru BK berkerja, sering kali layanan konseling dilakukan dengan cara memberikan nasihat. Pemberian nasihat diharapkan adanya perubahan pemahaman terhadap perilaku

Materi Cbt

Embed Size (px)

DESCRIPTION

peta kognitif

Citation preview

Page 1: Materi Cbt

1

Cognitive-Behavior Therapy: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia

Oleh

Idat Muqodas[*]

Abstract: Cognitive-Behavior Therapy (CBT) is a counseling approach, which

emphasize on deviation of cognitive restructurization as a result of accident that has

bad impact on their physical and psychological aspect. CBT approach aims for

function modification of thinking, feeling, and acting which utilize brain as a

analyzer, decision maker, asking questions, acting, and re-deciding. Though,

approach about behavior aspect aim for building good relationship between

problems with the problem reaction. CBT invite individuals to learn, changing

behavior, relaxing mind and body to feel better, thinking clearer and helping for

appropriate decision making. CBT help counseling in harmonizing thinking, feeling

and acting.

Keyword: Cognitive-Behavior Therapy (CBT), cognitive, behavior, thinking,

feeling, and acting.

A. Pendahuluan

Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya dengan makhluk

lain. Ciri inilah membuat manusia disebut sebagai anima intelectiva, berbeda

dengan anima sensitive dan anima vegetativa. Melalui berfikir, manusia

memutuskan tindakannya, karena berfikir merupakan fungsi kognitif manusia.

Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang dilihatnya melalui

pengindraanya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan satu peristiwa dengan

peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun mengolah informasi

yang diperolehnya melalui pengalaman hidup serta fungsi kognitifnya. Hal ini

membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima manusia di dalam

benaknya dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui proses berfikir dan

mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan secara matang.

Inilah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Beberapa pengalaman para konselor dalam melakukan praktek konseling di

Indonesia, khususnya di sekolah sebagai tempat para konselor atau guru BK

berkerja, sering kali layanan konseling dilakukan dengan cara memberikan nasihat.

Pemberian nasihat diharapkan adanya perubahan pemahaman terhadap perilaku

Page 2: Materi Cbt

2

siswa yang menyimpang. Namun perubahan tersebut hanya beberapa kasus siswa

saja yang mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, sisanya masih banyak

siswa kembali melakukan kesalahannya karena tidak adanya sebuah bantuan untuk

melatih perilaku baru, dan siswa cenderung enggan untuk mendengarkan nasihat.

Monty P. Satiadarma (Oemarjoedi, 2003:x) mengatakan bahwa penyimpangan

prilaku manusia terjadi karena adanya penyimpangan fungsi kognitif. Untuk

memberbaiki perilaku manusia yang mengalami penyimpangan tersebut terlebih

dahulu harus dilakukan perbaikan terhadap fungsi kognitif manusia. Pernyataan ini

menunjukan pentingnya pengaruh aspek kognitif terhadap perilaku manusia. Peran

kognitif dalam mempertimbangkan keputusan untuk malakukan tindakan tertentu

menjadi fokus perhatian dalam pendekatan cognitive-behavior therapy.

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan konseling yang

didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu pada

keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses konseling dengan cara

memahami konseli didasarkan pada restrukturisasi kognitif yang menyimpang,

keyakinan konseli untuk membawa perubahan emosi dan strategi perilaku ke arah

yang lebih baik. Oleh sebab itu CBT merupakan salah satu pendekatan yang lebih

integratif dalam konseling. (Alford & Beck, 1997)

CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan

cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988:

44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam

psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah

yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam konseling

yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada

perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling pada

perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai pendekatan konseling yang tepat

untuk diterapkan di Indonesia.

B. Pembahasan

Untuk memahami lebih jelas mengenai CBT, berikut akan disajikan pembahasan

mengenai definisi CBT, tujuan konseling CBT, fokus konseling, prinsip-prinsip,

teknik, karakteristik CBT, serta fakta-fakta hypnosis dalam CBT.

1. Definisi Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling yang

dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara

Page 3: Materi Cbt

3

melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pedekatan CBT

didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang

mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman

konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu

munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk

membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik.

Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-behavior

therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik

menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu

persepsi, kepercayaan dan pikiran.

Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral

Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior

therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting

berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan. (NACBT, 2007)

Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua

pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi

kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif

memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif

tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy

thinking. Sedangkan Terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara

situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar

mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik,

berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.

Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa

individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma,

dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya

diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam

konseling, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga

dapat kembali berfungsi secara normal.

CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat

mempengaruhi emosi. Melalui CBT, konseli terlibat aktivitas dan berpartisipasi

dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan

strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44).

Teori Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya meyakini pola

pemikiran manusia terbentuk melalui proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR), yang

Page 4: Materi Cbt

4

saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di

mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana

manusia berpikir, merasa dan bertindak.

Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk

menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional

dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang menyimpang, maka

CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan

menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan

memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, konseli

diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.

Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan

konseling yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif

yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik

maupun psikis. CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan

merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi

berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa,

pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Sedangkan,

pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang baik

antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari

CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan

pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu

membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan

dapat membantu konseli dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak.

2. Tujuan Konseling CBT

Tujuan dari konseling Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu mengajak

konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-

bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.

Konselor diharapkan mampu menolong konseli untuk mencari keyakinan yang

sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat mencoba menguranginya.

Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003)

berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam konseling.

Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan konseling lebih menekankan kepada masa

kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan berarti mengabaikan masa lalu. CBT

tetap menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup konseli dan mencoba

Page 5: Materi Cbt

5

membuat konseli menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada

pola pikir masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh

sebab itu, CBT lebih banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari

status kognitif negatif menjadi status kognitif positif.

3. Fokus Konseling

CBT merupakan konseling yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau

pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya

baik secara fisik maupun psikis dan lebih melihat ke masa depan dibanding masa

lalu. Aspek kognitif dalam CBT antara lain mengubah cara berpikir, kepercayaan,

sikap, asumsi, imajinasi dan memfasilitasi konseli belajar mengenali dan mengubah

kesalahan dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek behavioral dalam CBT yaitu

mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan kebiasaan

mereaksi permasalahan, belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan

tubuh sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.

4. Prinsip – Prinsip Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

Walaupun konseling harus disesuaikan dengan karakteristik atau permasalahan

konseli, tentunya konselor harus memahami prinsip-prinsip yang mendasari CBT.

Pemahaman terhadap prinsip-prinsip ini diharapkan dapat mempermudah konselor

dalam memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap

sesi, serta penerapan teknik-teknik CBT.

Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT berdasarkan kajian yang diungkapkan

oleh Beck (2011):

Prinsip nomor 1: Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus

berkembang dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.

Formulasi konseling terus diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari

setiap sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor mengkoordinasikan

penemuan-penemuan konseptualisasi kognitif konseli yang menyimpang dan

meluruskannya sehingga dapat membantu konseli dalam penyesuaian antara

berfikir, merasa dan bertindak.

Prinsip nomor 2: Cognitive-Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang

sama antara konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.

Melalui situasi konseling yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan

orisinilitas respon terhadap permasalahan konseli akan membuat pemahaman yang

Page 6: Materi Cbt

6

sama terhadap permasalahan yang dihadapi konseli. Kondisi tersebut akan

menunjukan sebuah keberhasilan dari konseling.

Prinsip nomor 3: Cognitive-Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan

partisipasi aktif. Menempatkan konseli sebagai tim dalam konseling maka

keputusan konseling merupakan keputusan yang disepakati dengan konseli. Konseli

akan lebih aktif dalam mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli mengetahui

apa yang harus dilakukan dari setiap sesi konseling.

Prinsip nomor 4: Cognitive-Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan

berfokus pada permasalahan. Setiap sesi konseling selalu dilakukan evaluasi untuk

mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya

respon konseli terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan kata

lain tetap berfokus pada permasalahan konseli.

Prinsip nomor 5: Cognitive-Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.

Konseling dimulai dari menganalisis permasalahan konseli pada saat ini dan di sini

(here and now). Perhatian konseling beralih pada dua keadaan. Pertama, ketika

konseli mengungkapkan sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua,

ketika konseli terjebak pada proses berfikir yang menyimpang dan keyakinan

konseli dimasa lalunya yang berpotensi merubah kepercayaan dan tingkahlaku ke

arah yang lebih baik.

Prinsip nomor 6: Cognitive-Behavior Therapy merupakan edukasi, bertujuan

mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri, dan menekankan

pada pencegahan. Sesi pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat

dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling cognitive-behavior

serta model kognitifnya karena CBT meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi

dan perilaku. Konselor membantu menetapkan tujuan konseli, mengidentifikasi dan

mengevaluasi proses berfikir serta keyakinan konseli. Kemudian merencanakan

rancangan pelatihan untuk perubahan tingkah lakunya.

Prinsip nomor 7: Cognitive-Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang

terbatas. Pada kasus-kasus tertentu, konseling membutuhkan pertemuan antara 6

sampai 14 sesi. Agar proses konseling tidak membutuhkan waktu yang panjang,

diharapkan secara kontinyu konselor dapat membantu dan melatih konseli untuk

melakukan self-help.

Prinsip nomor 8: Sesi Cognitive-Behavior Therapy yang terstruktur. Struktur ini

terdiri dari tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis perasaan dan emosi

konseli, menganalisis kejadian yang terjadi dalam satu minggu kebelakang,

Page 7: Materi Cbt

7

kemudian menetapkan agenda untuk setiap sesi konseling. Bagian tengah, meninjau

pelaksanaan tugas rumah (homework asigment), membahas permasalahan yang

muncul dari setiap sesi yang telah berlangsung, serta merancang pekerjaan rumah

baru yang akan dilakukan. Bagian akhir, melakukan umpan balik terhadap

perkembangan dari setiap sesi konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini

membuat proses konseling lebih dipahami oleh konseli dan meningkatkan

kemungkinan mereka mampu melakukan self-help di akhir sesi konseling.

Prinsip nomor 9: Cognitive-Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk

mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi pemikiran disfungsional dan

keyakinan mereka. Setiap hari konseli memiliki kesempatan dalam pikiran-pikiran

otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi dan tingkah laku

mereka. Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi pikirannya serta

menyesuaikan dengan kondisi realita serta perspektif adaptif yang mengarahkan

konseli untuk merasa lebih baik secara emosional, tingkahlaku dan mengurangi

kondisi psikologis negatif. Konselor juga menciptakan pengalaman baru yang

disebut dengan eksperimen perilaku. Konseli dilatih untuk menciptakan

pengalaman barunya dengan cara menguji pemikiran mereka (misalnya: jika saya

melihat gambar laba-laba, maka akan saya merasa sangat cemas, namun saya pasti

bisa menghilangkan perasaan cemas tersebut dan dapat melaluinya dengan baik).

Dengan cara ini, konselor terlibat dalam eksperimen kolaboratif. Konselor dan

konseli bersama-sama menguji pemikiran konseli untuk mengembangkan respon

yang lebih bermanfaat dan akurat.

Prinsip nomor 10: Cognitive-Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik

untuk merubah pemikiran, perasaan, dan tingkah laku. Pertanyaan-pertanyaan yang

berbentuk sokratik memudahkan konselor dalam melakukan konseling cognitive-

behavior. Pertanyaan dalam bentuk sokratik merupakan inti atau kunci dari proses

evaluasi konseling. Dalam proses konseling, CBT tidak mempermasalahkan

konselor menggunakan teknik-teknik dalam konseling lain seperti kenik Gestalt,

Psikodinamik, Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu proses konseling

yang lebih saingkat dan memudahkan konelor dalam membantu konseli. Jenis

teknik yang dipilih akan dipengaruhi oleh konseptualisasi konselor tehadap konseli,

masalah yang sedang ditangani, dan tujuan konselor dalam sesi konseling tersebut.

5. Teknik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

Page 8: Materi Cbt

8

CBT adalah pendekatan psikoterapeutik yang digunakan oleh konselor untuk

membantu individu ke arah yang positif. Berbagai variasi teknik perubahan kognisi,

emosi dan tingkah laku menjadi bagian yang terpenting dalam Cognitive-Behavior

Therapy. Metode ini berkembang sesuai dengan kebutuhan konseli, di mana

konselor bersifat aktif, direktif, terbatas waktu, berstruktur, dan berpusat pada

konseli.

Konselor atau terapis cognitive-behavior biasanya menggunakan berbagai teknik

intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli. Teknik

yang biasa dipergunakan oleh para ahli dalam CBT (McLeod, 2006: 157-158) yaitu:

a. Manata keyakinan irasional.

b. Bibliotherapy, menerima kondisi emosional internal sebagai sesuatu yang

menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.

c. Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play

dengan konselor.

d. Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi ril.

e. Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami

pada saat ini dengan skala 0-100.

f. Menghentikan pikiran. Konseli belajar untuk menghentikan pikiran negatif

dan mengubahnya menjadi pikiran positif.

g. Desensitization systematic. Digantinya respons takut dan cemas dengan respon

relaksasi dengan cara mengemukakan permasalahan secara berulang-ulang dan

berurutan dari respon takut terberat sampai yang teringan untuk mengurangi

intensitas emosional konseli.

h. Pelatihan keterampilan sosial. Melatih konseli untuk dapat menyesuaikan

dirinya dengan lingkungan sosialnya.

i. Assertiveness skill training atau pelatihan keterampilan supaya bisa bertindak

tegas.

j. Penugasan rumah. Memperaktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara

sesi konseling.

k. In vivo exposure. Mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan

memasuki situasi tersebut.

l. Covert conditioning, upaya pengkondisian tersembunyi dengan menekankan

kepada proses psikologis yang terjadi di dalam diri individu. Peranannya di dalam

mengontrol perilaku berdasarkan kepada imajinasi, perasaan dan persepsi.

Page 9: Materi Cbt

9

6. Karakteristik Cognitive-Behavior Therapy (CBT)

CBT merupakan bentuk psikoterapi yang sangat memperhatikan aspek peran dalam

berpikir, merasa, dan bertindak. Terdapat beberapa pendekatan dalam psikoterapi

CBT termasuk didalamnya pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy,

Rational Behavior Therapy, Rational Living Therapy, Cognitive Therapy, dan

Dialectic Behavior Therapy. Akan tetapi CBT memiliki karakteristik tersendiri

yang membuat CBT lebih khas dari pendekatan lainnya.

Berikut akan disajikan mengenai karakteristik CBT (NACBT, 2007):

a. CBT didasarkan pada model kognitif dari respon emosional. CBT didasarkan

pada fakta ilmiah yang menyebabkan munculnya perasaan dan prilaku, situasi dan

peristiwa. Keuntungan dari fakta ini adalah seseorang dapat mengubah cara

berpikir, cara merasa, dan cara berprilaku dengan lebih baik walaupun situasi ridak

berubah.

b. CBT lebih cepat dan dibatasi waktu. CBT merupakan konseling yang

memberikan bantuan dalam waktu yang relative lebih singkat dibandingkan dengan

pendekatan lainnya. Rata-rata sesi terbanyak yang diberikan kepada konseli hanya

16 sesi. Berbeda dengan bentuk konseling lainnya, seperti psikoanalisa yang

membutuhkan waktu satu tahun. Sehingga CBT memungkinkan konseling yang

lebih singkat dalam penanganannya.

c. Hubungan antara konseli dengan terapis atau konselor terjalin dengan baik.

Hubungan ini bertujuan agar konseling dapat berjalan dengan baik. Konselor

meyakini bahwa sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan dari konseli.

Namun, hal ini tidak cukup bila tidak diiringi dengan keyakinan bahwa konseli

dapat belajar mengubah cara pandang atau berpikir sehingga akhirnya konseli dapat

memberikan konseling bagi dirinya sendiri.

d. CBT merupakan konseling kolaboratif yang dilakukan terapis atau konselor

dan konseli. Konselor harus mampu memahami maksud dan tujuan yang

diharapkan konseli serta membantu konseli dalam mewujudkannya. Peranan

konselor yaitu menjadi pendengar, pengajar, dan pemberi semangat.

e. CBT didasarkan pada filosofi stoic (orang yang pandai menahan hawa nafsu).

CBT tidak menginformasikan bagaimana seharusnya konseli merasakan sesuatu,

tapi menawarkan keuntungan perasaan yang tenang walaupun dalam keadaan sulit.

f. CBT mengunakan metode sokratik. Terapis atau konselor ingin memperoleh

pemahaman yang baik terhadap hal-hal yang dipikirkan oleh konseli. Hal ini

menyebabkan konselor sering mengajukan pertanyaan dan memotivasi konseli

Page 10: Materi Cbt

10

untuk bertanya dalam hati, seperti “Bagaimana saya tahu bahwa mereka sedang

menertawakan saya?” “Apakah mungkin mereka menertawakan hal lain”.

g. CBT memiliki program terstruktur dan terarah. Konselor CBT memiliki

agenda khusus untuk setiap sesi atau pertemuan. CBT memfokuskan pada

pemberian bantuan kepada konseli untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Konselor CBT tidak hanya mengajarkan apa yang harus dilakukan

oleh konseli, tetapi bagaimana cara konseli melakukannya.

h. CBT didasarkan pada model pendidikan. CBT didasarkan atas dukungan

secara ilmiah terhadap asumsi tingkah laku dan emosional yang dipelajari. Oleh

sebab itu, tujuan konseling yaitu untuk membantu konseli belajar meninggalkan

reaksi yang tidak dikehendaki dan untuk belajar sebuah reaksi yang baru.

Penekanan bidang pendidikan dalam CBT mempunyai nilai tambah yang

bermanfaat untuk hasil tujuan jangka panjang.

i. CBT merupakan teori dan teknik didasarkan atas metode induktif. Metode

induktif mendorong konseli untuk memperhatikan pemikirannya sebagai sebuah

jawaban sementara yang dapat dipertanyakan dan diuji kebenarannya. Jika jawaban

sementaranya salah (disebabkan oleh informasi baru), maka konseli dapat

mengubah pikirannya sesuai dengan situasi yang sesungguhnya.

j. Tugas rumah merupakan bagian terpenting dari teknik CBT, karena dengan

pemberian tugas, konselor memiliki informasi yang memadai tentang

perkembangan konseling yang akan dijalani konseli. Selain itu, dengan tugas rumah

konseli terus melakukan proses konselingnya walaupun tanpa dibantu konselor.

Penugasan rumah inilah yang membuat CBT lebih cepat dalam proses

konselingnya.

7. Merencanakan Proses dan Sesi Konseling

Tujuan utama dari konseling yaitu untuk membuat proses konseling mudah

dipahami oleh konselor dan konseli. Konselor akan mencoba melakukan proses

konseling seefisien mungkin, sehingga dapat meringankan atau menyelesaikan

permasalahan secepat mungkin. Dengan demikian perencanaan diperlukan untuk

memudahkan proses konseling, karena CBT bukan konseling yang didasarkan pada

hafalan langkah-langkah konseling namun berpusat pada permasalahan konseli.

Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa akan

didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan

dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika

Page 11: Materi Cbt

11

konseli memiliki ide-ide konkret mengenai proses konseling dan ketercapaian

konseling. Kondisi ini bila ditindaklanjuti oleh konselor melalui perencanaan sesi

konseling dengan matang membuat proses konseling berjalan dengan baik.

Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala

yang ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara

konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.

Menurut teori Cognitive-Behavior yang dikemukakan oleh Aaron T. Beck

(Oemarjoedi, 2003: 12), konseling cognitive-behavior memerlukan sedikitnya 12

sesi pertemuan. Setiap langkah disusun secara sistematis dan terencana. Berikut

akan disajikan proses konseling cognitive-behavior.

Tabel 1

Proses Konseling Berdasarkan Konsep Aaron T. Back

Melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi yang berjumlah 12 sesi

pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003: 12) mengungkapkan

beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:

a. Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera

dirasakan manfaatnya.

b. Terlalu rumit, di mana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang

dan berkonsultasi dalam kondisi pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak

mampu lagi mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas

intelegensi dan emosinya yang terbatas.

c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit

demi sedikit.

d. Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain

karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada

kegagalan konseling.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, penerapan konseling cognitive-behavior di

Indonesia sering kali mengalami hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian

Page 12: Materi Cbt

12

yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan

sedikitnya 12 sesi bisa saja diefisiensikan menjadi kurang dari 12 sesi.

Sebagai perbandingan berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi,

dengan harapan dapat memberikan bayangan yang lebih jelas dan mengundang

kreativitas yang lebih tinggi.

Tabel 2

Proses Konseling Cognitive-Behavior

yang Telah Disesuaikan Dengan Kultur di Indonesia

8. Fakta-Fakta Hypnosis dalam CBT

Fakta-fakta hypnosis dalam CBT yang disajikan berikut merupakan kajian analisis

Aladin (2008: ix) terhadap CBT setelah beliau belajar langsung kepada Aaton T.

Beck yang merupakan father of cognitive-behavior therapy. Beck (Aladin, 2008: ix)

mendorong individu/ konseli memahami dan merekonstruksi proses berfikir yang

menyimpang, kemudian merubah pikiran-pikiran otomatisnya serta merubah

tingkah laku yang menyimpang. Beck melatih konselinya untuk memahami ide-ide

dengan baik serta metode yang sedang dilatihkan untuk mengendalikan pikiran,

perasaan dan tingkah lakunya. Pada tahap restrukturisasi kognitif, Beck melakukan

sesuatu yang menarik yaitu dengan memerintahkan konseli menutup matanya dan

melatih konseli untuk berimajinasi (teknik ini disebut dengan teknik covert

conditioning). Konseli tersebut dilatih memvisualisasikan dirinya dalam berbagai

situasi baik situasi sebelum maupun setelah permasalahan muncul. Beck

menyarankan konseli membayangkan dirinya berada pada situasi yang berbeda,

bahkan pandangan dari sisi lain yang membantu konseli dalam menyelesaikan

masalahnya. Pada proses tersebut Beck juga menyarankan konseli fokus pada

bagaimana pikirannya menyimpang dikoreksi melalui pikiran-pkiran yang baru

melalui self-talk dan homework asigment. Konseli disugestikan untuk

mengasosiasikan pikiran-pikiran baru serta situasi emosi dan perasaan-perasaannya.

Page 13: Materi Cbt

13

Setelah itu konseli ditanya mengenai apa yang mereka rasakan setelah disugestikan

pikiran-pikiran positif. Respon positif akan terlihat dari raut muka yang ditunjukan

konseli.

Proses restrukturisasi kognitif yang dilakukan oleh Beck mirip dengan proses

hypnosis, yaitu dengan menutup mata dan memerintahkan konselinya untuk

membayangkan sesuatu yang diperintahkan oleh konselornya. Ketika konseli

berada dalam proses hypnosis, konseli sepenuhnya masih mendengar suara di

sekelilingnya, bahkan konseli masih dapat merasakan apa yang terjadi di

sekelilingnya. Kondisi hypnosis merupakan salah satu kondisi kesadaran (state of

consciousness) bukan kondisi tidak sadar. Para ahli hypnosis lebih senang

menyebutnya dengan alam bawah sadar. Kondisi tersebut diperoleh dengan cara

menurunkan gelombang otak dari betha menjadi alpha atau theta. Kondisi hypnosis

memudahkan konseli untuk menerima saran atau informasi. Mudahnya konseli

dalam menerima saran atau informasi dapat dimanfaatkan oleh konselor untuk

mengeksplorasi penyimpangan struktur kognitif konseli yang tersimpan pada alam

bawah sadarnya.

Prosedur intervensi yang disajkan pada dua paragraph di atas oleh Beck (Aladin,

2008: ix) merupakan prosedur visualisasi yang kemudian disebut sebagai “succsess

imagery”. Beck menyebut dirinya tidak melakukan hypnosis, namun proses

intervensi tersebut merupakan proses hypnosis. Berdasarkan dimamika

perkembangan hypnosis, “

succsess imagery” disebut sebagai keberhasilan perkembangan teknik intervensi,

sebuah pengalaman yang tidak hanya menekankan pada aspek kognitif, namun

berorientasi pada masa depan yang mendorong konseli untuk mengembangkan

hubungan antara pikiran, perasaan dan tingkah laku. Hypnosis dapat meningkatkan

sense of personal control seperti internal locus of control dan fleksibilitas kondisi-

kondisi yang muncul. Hypnosis memudahkan konselor dalam melatih konseli

memaknai kualitas respon dari setiap sesi konseling. Pada setiap sesi konseling,

konseli dilatih untuk melakukan self-help/ self-talk/ self-therapy agar perubahan

positif tersebut bersifat permanent.

Para konselor CBT memfokuskan pada “pikiran-pikiran otomatis” yang lebih

mudah terlihat bila konseli berada pada kondisi non-volitional dan non-conscious.

Dalam hypnosis pikiran-pikiran otomatis tersebut disebut sebagai ideo-cognitive

responses atau ideo-sensory. Baik pikiran-pikiran otomatis maupun ideo-cognitive

Page 14: Materi Cbt

14

responses, keduanya sama-sama bertujuan untuk mengurangi proses berfikir yang

menyimpang serta meningkatkan proses berfikir positif.

Salah satu teknik CBT ada yang disebut covert conditioning, sebuah teknik

pengkondisian tersembunyi dengan menekankan kepada proses psikologis yang

terjadi di dalam diri individu dengan mengontrol perilaku berdasarkan imajinasi

(kemudian disebut succsess imagery), perasaan dan persepsi. Proses teknik covert

conditioning ini mirip dengan proses hypnosis. Banyak literatur-literatur yang

menunjukan hypnosis dapat mempermudah proses konseling CBT. Salah satunya

yaitu buku Aladin (2008). Dengan demikian, tidak dipungkiri bahwa dalam

pendekatan CBT terdapat proses hypnosis, dan hypnosis dapat mempermudah

proses konseling CBT. Temuan ini menunjukan berlakunya prinsip CBT nomor 10,

yang bukan sebuah ketabuan adanya teknik lain muncul dalam CBT.

Beberapa teknik dalam hypnosis yang sesuai dengan teknik-teknik atau proses

konseling CBT diantaranya:

a. Desensitization systematic

Desensitization systematic merupakan teknik hypnotherapy untuk merubah respon

takut dan cemas dengan respon relaksasi. Langkah-langkah untuk merubah respon

tersebut dengan cara mengemukakan permasalahan secara berulang-ulang dan

berurutan dari respon takut terberat sampai yang teringan. Teknik ini digunakan

untuk mengurangi intensitas emosional konseli, agar konseli mampu berpikir,

merasa, dan bertindak dengan sehat.

b. Dissociation.

Teknik dissociation mengajak konseli membayangkan dirinya menjadi seorang

pengamat terhadap permasalahan yang sedang dihadapi dari sudut pandang lain.

Teknik ini membawa konseli menemukan proses kognitif yang menyimpang atau

permasalahannya serta membandingkan pandangan dari sudut pandang yang lain

sampai konseli menemukan solusinya sendiri.

c. Ideo Sensory

Konselor membimbing konseli untuk mengungkap keterangan tersembunyi dengan

menggunakan respon yang diinterpretasikan dalam bentuk rasa atau sensasi (ideo

sensory) dan gerakan fisik (ideo motoric). Teknik ini digunakan untuk menggali

informasi yang diperlukan sebagai alat bantu hypnotherapeutic lainnya.

d. Part Therapy

Part therapy merupakan teknk hypnotherapy dengan cara memisahkan dua bagian

permasalahan yang bertentangan dalam diri manusia. Kemudian

Page 15: Materi Cbt

15

mengintegrasikannya agar selaras dan dapat mendukung untuk mencapai target

yang telah ditetapkan.

C. Kesimpulan

Karakteristik konseli di Indonesia menginginkan proses konseling yang cepat dan

memiliki hasil yang baik. Konseli enggan untuk melakukan konseling yang

membutuhkan waktu cukup lama. Selain itu, ada baiknya konseling bukan bersifat

menceramahi atau hanya ngobrol antara konselor dan konseli. Oleh sebab itu,

konseling harus berorentasi pada efektivitas waktu dan tidak hanya bersifat wacana

saja.

Cognitive-Behavior Therapy (CBT) menawarkan alternatif konseling yang bukan

berbentuk ceramah, tapi melatih konseli untuk melakukan perubahan-perubahan

tingkah laku untuk membuktikan pikiran yang menyimpang. CBT menekankan

pada restrukturisasi kognitif yang menyimpang, kemudian perubahan-perubahan

kognitif tersebut diperkuat dengan pelatihan tingkah laku. Perubahan antara kognitif

yang diperkuat perubahan tingkah laku membuat permasalahan yang dihadapi oleh

konseli terselesaikan dengan segera sehingga konseli dapat berfikir, merasa, dan

bertindak dengan tepat. Setiap sesi konseling CBT, konseli diajarkan untuk terus

melakukan self-help atau self-therapy. Langkah self-help tersebut tentu memperkuat

konseli untuk terus memperbaiki dirinya.

CBT tidak melarang konselor untuk mempergunakan teknik lain yang lebih kreatif

agar konseling dapat berjalan dengan baik. Prinsip tersebut menunjukan CBT

dipengaruhi oleh teknik-teknik atau teori konseling yang sebelumnya telah ada.

Artinya munculnya teori CBT bukan berarti mematahkan teori atau teknik yang

telah ada bahkan CBT menganggap teknik yang terdahulu dapat dipergunakan

untuk melengkapi teknik CBT. Hal ini menunjukan bahwa dalam proses konseling

CBT terdapat proses hypnosis, walau Beck (Aladin, 2008: ix) menyebut dirinya

tidak melakukan hypnosis. Hypnosis dalam CBT dapat dipergunakan untuk

mengdiagnosis proses kognitif yang menyimpang. Selain itu, restrukturisasi

kognitif pun dapat mempergunakan teknik hypnotherapy desensitization systematic,

dissociation, ideo-sensory, parts therapy. Langkah terakhir yang selalu disebut-

sebut dalam CBT yaitu self-help, dapat menggunakan pendekatan self-hypnosis.

Inti dari self-help dan self-hypnosis tidaklah berbeda, yaitu untuk memprogram diri

konseli agar melakukan sesuatu tindakan yang mendukung proses konseling.

http://idatmuqodas.blogspot.co.id/2012/02/cognitive-behaviortherapy-solusi.html

Page 16: Materi Cbt

16

Konseling Kognitif Behavior

Cognitive Behavior Counseling

Pendahuluan Menurut Gerald Corey, konseling perilaku (konseling Behavior) adalah penerapan

aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai teori tentang belajar.

Penerapan prinsip-prinsip belajar ini berakar pada teori pengkondisian klasik dari

Ivan Pavlov maupun teori pengkondisian operan dari B.F. Skinner.

Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini ialah atas pertimbangan bahwa

konselor membantu konseli belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan

membantu proses belajar menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga

konseli dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.

Konseling Kognitif Perilaku, merupakan penggabungan teknik-teknik dari

perspektif perilaku dengan teknik-teknik dari perspektif kognitif, karena dalam

perkembangannya para praktisi teori konseling perilaku menyadari, adanya

keterbatasan dalam teori-teori belajar dan mengakui peran kognisi, dalam

mempengaruhi perilaku.

Definisi Menurut Aaron T Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan

konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku

yang menyimpang. Pendekatan ini didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan

dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada

konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku

konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturiasasi kognitif dan system

kepercayaan untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Matson & Ollendick (1988:44) mengungkapkan definsi Cognitive Behavior

Therapy yaitu, pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik

menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu

persepsi, kepercayaan dan pikiran.

Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT, merupakan perpaduan dari dua

pendekatan dalam psikoterapi, yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi

kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif

memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Tidak hanya

berkaitan dengan positive thingking, tetapi terapi kognitif berkaitan pula dengan

happy thinking.

Page 17: Materi Cbt

17

Terapi tingkah laku membantu hubungan antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi (merespon) permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku,

menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan

membantu membuat keputusan yang tepat.

Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka dapat disimpulkan bahwa CBT

adalah pendekatan konseling, yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau

pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya

baik secara fisik maupun psikis.

CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat

kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir,

merasa dan bertindak dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil

keputusan, bertanya, bertindak dan memutuskan kembali.

Sedangkan pendekatan pada aspek behavior (perilaku) diarahkan untuk membangun

hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan merespon

masalah.

Isi Konsep utama dari kognitif-perilaku adalah peleburan antara pendekatan perilaku

dan kognitif. Kognitif-perilaku merupakan pencampuran dari strategi perilaku dan

proses kognitif yang bertujuan untuk mencapai perubahan kognisi dan perilaku

manusia (Capuzzi, 2009).

Konseling kognitif perilaku (CBT) dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam

latar individu atau kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat

dilaksanakan dalam dua format kegiatan :

- kelompok homogeny, yaitu dimana semua anggota mempunyai masalah yang

sama dan

- format kelompok terbuka, dimana anggota kelompok bergiliran

mengungkapkan masalah mana yang ingin dibahas. (Vernon dalam Erford, 2004)

Metode konseling ini juga dapat digunakan untuk menangani berbagai macam

gangguan perilaku yang maladaptive dalam berbagai latar dan kelompok, baik

secara populasi maupun subjek (Darminto,2007).

Pendekatan

Pandangan tentang manusia Tokoh / pakar seperti Bandura, Kamfer dan Philips (1970), Cautela dan Baron

(1977) dan Ellis (1977), menekankan peranan dari persepsi, pikiran dan keyakinan,

yang semuanya bersifat kognitif, sebagai komponen yang sangat menentukan dalam

rangkaian Stimulus-Respon. Manusia dapat mengatur perilakunya sendiri dengan

Page 18: Materi Cbt

18

mengubah tanggapan kognitifnya dan menentukan sendiri Reinforcement yang

diberikan kepada dirinya sendiri.

Peran dan Fungsi Konselor Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi

pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli.

Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari informasi dari

konseli. Dengan menggunakan teori behavioral dan kognitif sebagai petunjuk,

konselor mencari secara detail informasi mengenai masalah yang dialami oleh

konseli, sehingga konselor dapat mengetahui bagaimana, kapan dan situasi ketika

masalah itu terjadi.

Pada saat konseling, seorang konselor menggunakan pendekatan kognitif behavioral

sangat jarang menggunakan kata “kenapa”, seperti “kenapa kamu cemas sebelum

ujian?” atau “kenapa kamu stress saat bekerja?”. Biasanya seorang konselor lebih

suka menggunakan kata “bagaimana”,”kapan”, “dimana”, dan “apa”, ketika

mereka memahami faktor yang menjadi inti dari masalah konseli.

Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak

seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan

membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana

yang diubah. Konselor kognitif-behavioral biasanya akan menggunakan berbagai

teknik intervensi untuk mendapatkan kesepakatan perilaku sasaran dengan konseli.

Teknik yang biasa digunakan adalah :

- Menantang keyakinan irasional

- Membingkai kembali isu, missal : menerima kondisi emosional internal sebagai

sesuatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan

- Mengulang kembali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play

dengan konselor

- Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasi riil

- Mengukur perasaan, missal : menempatkan perasaan cemas yang ada saat ini

dalam skala 0-100.

- Menghentikan pikiran. Ketimbang membiarkan pikiran cemas atau obsessional

“mengambil alih”, lebih baik konseli belajar untuk “menyadarkan diri” mereka.

Prinsip-prinsip Konseling Kognitif Behavior

Pemahaman terhadap prinsip-prinsip terapi ini akan mempermudah konselor dalam

memahami konsep, strategi dalam merencanakan proses konseling dari setiap sesi,

serta penerapan teknik-teknik Konseling kognitif behavior.

Berikut adalah prinsip-prinsip dasar dari CBT (Cognitive Behavior Therapy)

berdasarkan kajian yang diungkapkan Beck (2011),

1. Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada formulasi yang terus berkembang

dari permasalahan konseli dan konseptualisasi kognitif konseli.

Page 19: Materi Cbt

19

2. Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada pemahaman yang sama antara

konselor dan konseli terhadap permasalahan yang dihadapi konseli.

3. Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi dan partisipasi aktif.

4. Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada tujuan dan berfokus pada

permasalahan.

5. Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian saat ini.

6. Cognitive Behavior Therapy merupakan Edukasi, bertujuan untuk mengajarkan

konseli untuk menjadi terapis bagi dirinya sendiri dan menekankan pada

pencegahan

7. Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada waktu yang terbatas.

8. Sesi Cognitive Behavior yang terstruktur.

9. Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli untuk mengidentifikasi,

mengevaluasi dan menanggapi pemikiran disfungsional dan keyakinan mereka.

10. Cognitive Behavior Therapy menggunakan berbagai teknik untuk merubah

pemikiran, perasaan dan tingkah laku.

Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior a. Operant Conditioning

Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu

dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan

teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor

sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan

adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang

diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan

dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor

Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik

reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan

teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal.

b. Desensitization

Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode Systematic Desensitization,

yaitu :

1. Memberikan konseli rasionalisasi

2. Relaksasi training

3. Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki

dan kecemasan

4. Desensitization proper

Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis

ini memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki

kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam

penanganan hirarki kecemasan konseli.

c. Flooding

Page 20: Materi Cbt

20

Flooding adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan

kepada maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo

flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics.

Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang

tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan

menyebabkan seorang konseli merasa stress.

d. Assertivness dan Social Skill Training

Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-

kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi

diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-

kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral

rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara

bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang

berpengaruh terhadap konseli.

e. Participant Modeling

Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang

mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan

ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia).

Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant

Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik

relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien

berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir

konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas

konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku

konseli dengan cara pujian.

f. Self Control Procedures

Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri.

Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang

dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi

mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana

lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural.

Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:

1. Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya

2. Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai

3. Melaksanakan treatment

Page 21: Materi Cbt

21

g. Contigency Contracting

Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah

dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat

dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi

perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa

yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat

berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat

diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu

terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika

perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak

diinginkan muncul.

h. Cognitive Restructuring

Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini

menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika

adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan

cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive

structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan

tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka sadari dan

rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi. Struktur kognitif

berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan dunia yang

berhubungan dengan dirinya.

Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut :

1. Evaluating how valid and viable are the clients thought and beliefs

2. Assesing what clients expect, what they tend to predict about their behavior and

others responses to them.

3. Exploring what might be a range of causes for clients behavior and other

reactions

4. Training clients to make more effective attributions about these causes

5. Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum and

Deffenbacher dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)

Merencanakan Proses dan Sesi Konseling Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya

konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan

dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap

sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli

memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling.

Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala

yang ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara

konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.

Page 22: Materi Cbt

22

Menurut teori Cognitive Behavior, yang dikemukakan Aaron T Beck, konseling

cognitive behavior memerlukan sedikitnya 12 sesi pertemuan. Setiap langkah

disusun secara sistematis dan terencana. No. Proses Sesi

1. Assesmen dan Diagnosa 1-2

2. Pendekatan Kognitif 2-3

3. Formulasi Status 3-5

4. Fokus Konseling 4-10

5. Intervensi Tingkah Laku 5-7

6. Perubahan Core Beliefs 8-11

7. Pencegahan 11-12

Oemarjoedi (2003:12) Namun melihat kultur yang ada di Indonesia, penerapan sesi berjumlah 12 sesi

pertemuan dirasakan sulit untuk dilakukan. Oemarjoedi (2003:12) mengungkapkan

beberapa alasan tersebut berdasarkan pengalaman, diantaranya:

a. Terlalu lama, sementara konseli mengharapkan hasil yang dapat segera

dirasakan manfaatnya.

b. Terlalu rumit, dimana konseli yang mengalami gangguan umumnya datang dan

berkonsultasi dalam pikiran yang sudah begitu berat, sehingga tidak mampu lagi

mengikuti program konseling yang merepotkan, atau karena kapasitas intelegensi

dan emosinya yang terbatas.

c. Membosankan, karena kemajuan dan perkembangan konseling menjadi sedikit

demi sedikit.

d. Menurunnya keyakinan konseli akan kemampuan konselornya, antara lain

karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, yang dapat berakibat pada

kegagalan konseling.

Berdasarkan beberapa alasan tersebut, penerapan konseling kognitif behavior di

Indonesia sering kali mendapatkan hambatan, sehingga memerlukan penyesuaian

yang lebih fleksibel. Jumlah pertemuan konseling yang tadinya memerlukan

sedikitnya 12 sesi bisa saja menjadi kurang dari 12 sesi. Sebagai perbandingan

berikut akan disajikan efisiensi konseling menjadi 6 sesi, dengan harapan dapat

memberikan bayangan lebih jelas dan mengundang kreatifitas yang lebih tinggi.

Proses konseling kognitif behavior yang telah disesuaikan dengan kultur di

Indonesia No. Proses Sesi

1. Assesmen dan Diagnosa 1

2. Mencari akar permasalahan yang bersumber dari emosi negatif, penyimpangan proses

berfikir dan keyakinan utama yang berhubungan dengan gangguan

2

3. Konselor bersama konseli menyusun rencana intervensi dengan memberikan konsekuensi

positif-negatif kepada konseli

3

4. Menata kembali keyakinan yang menyimpang 4

5. Intervensi tingkah laku 5

6. Pencegahan dan Training Self Help 6