24
JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI MASA DEPAN ARSITEKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA: STUDI NEGARA BERKEMBANG DAN EMERGING MARKET Perdana Wahyu Santosa 1 Fakultas Ekonomi Universitas YARSI [email protected] Harry Yusuf A. Laksana [email protected] Direktorat Jenderal Pajak Depkeu RI Abstract In this article, we try to analize about the future outlook of financial integration and financial system architecture in Indonesia. The current trend is the distinction among the traditional banking, securities and insurance product are getting blurred as a result of deregulation, globalization and product innovation. Tadesse (2005) found the relationship as important link between institutional development with financial architecture. As institutions improve like stronger legal infrastructure, transparancy, good corparate governance etc, financial systems evolve from bank-based systems to market-based systems. The finacial system architecture of Indonesia is tends to bank-based systems because (a) institutional underdevelopment;(b) industrial structure growth in economies characterized by traditional, standardized and non complex industry (low technology) (c) the extent of moral hazard (agency problems) (d) economies dominated by small firms and (e) emerging economies with emerging capital market. However, Indonesia in transition from bank-based system to market-based systems with integrated institutional development program, law enforcement, good corporate governance and stabilized social-political environment. Keywords : financial system architecture and Emerging Market 1 Perdana Wahyu Santosa adalah mahasiswa Program Doktor Manajemen Bisnis , Univesitas Padjadjaran, Bandung ISSN 1411-0778 18

Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

The financial system architecture of Indonesia is tends to bank-based systems because (a) institutional underdevelopment; (b) industrial structure growth in economies characterized by traditional, standardized and non complex industry (low technology) (c) the extent of moral hazard (agency problems) (d) economies dominated by small firms and (e) emerging economies with emerging capital market.

Citation preview

Page 1: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

MASA DEPAN ARSITEKTUR SISTEM KEUANGAN

INDONESIA: STUDI NEGARA BERKEMBANG DAN EMERGING MARKET

Perdana Wahyu Santosa1

Fakultas Ekonomi Universitas YARSI [email protected]

Harry Yusuf A. Laksana

[email protected] Jenderal Pajak Depkeu RI

Abstract

In this article, we try to analize about the future outlook of financial integration and financial system architecture in Indonesia. The current trend is the distinction among the traditional banking, securities and insurance product are getting blurred as a result of deregulation, globalization and product innovation. Tadesse (2005) found the relationship as important link between institutional development with financial architecture. As institutions improve like stronger legal infrastructure, transparancy, good corparate governance etc, financial systems evolve from bank-based systems to market-based systems. The finacial system architecture of Indonesia is tends to bank-based systems because (a) institutional underdevelopment;(b) industrial structure growth in economies characterized by traditional, standardized and non complex industry (low technology) (c) the extent of moral hazard (agency problems) (d) economies dominated by small firms and (e) emerging economies with emerging capital market. However, Indonesia in transition from bank-based system to market-based systems with integrated institutional development program, law enforcement, good corporate governance and stabilized social-political environment. Keywords : financial system architecture and Emerging Market 1 Perdana Wahyu Santosa adalah mahasiswa Program Doktor Manajemen Bisnis , Univesitas Padjadjaran, Bandung

ISSN 1411-0778 18

Page 2: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem keuangan Indonesia sebagaimana yang kita kenal saat ini, berpola pada suatu sistem yang meliputi perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, multifinance dan infrastruktur lainnya yang saling terkait dan berinteraksi. Dalam usaha memobilisasi dana untuk investasi dan peningkatan jasa keuangan termasuk sistem pembayaran, maka elemen-eleman dalam sistem keuangan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap elemen dalam sistem finansial tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan bersinergi satu sama lain dalam usaha mendukung laju pertumbuhan ekonomi.

Di sektor keuangan Indonesia bila diamati terdapat 3 (tiga) pasar utama yang sangat berperan dalam mempertemukan pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Ketiga pasar itu adalah pasar uang (money market), pasar modal (capital market), dan pasar valuta asing (foreign exchange market). Pasar komoditi berjangka (future trading commodity) juga termasuk dalam pasar keuangan meskipun hingga

saat ini belum begitu berkembang dibandingkan dengan ketiga pasar utama tersebut. Pasar uang seringkali dianggap telah mencakup pasar valas mengingat ke dua pasar tersebut banyak mempergunakan instrumen surat berharga yang sama, namun perbedaannya hanya dalam denominasi valuta yang digunakan. Bagi pasar uang dan pasar valas ini, umumnya merupakan kegiatan antar bank dalam sektor perbankan.

Timbulnya fenomena globalisasi keuangan dimana liberalisasi pasar modal dan pergerakan modal secara bebas, kemajuan teknologi serta maraknya inovasi baik jasa maupun produk-produk keuangan, telah berkontribusi dalam menciptakan tingkatan globalisasi keuangan yang lebih sulit diprediksi, namun dapat memberikan keuntungan-keuntungan yang besar dengan risiko-risiko yang baru. Berdasarkan fenomena tersebut, kita perlu berusaha untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa depan dengan membuat cetak biru (blue print) arsitektur sistem keuangan Indonesia.

ISSN 1411-0778 19

Page 3: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

Dalam menganalisis prioritas arsitektur sistem keuangan Indonesia, perlu dikaji dua ekstrim sistem keuangan yang ada saat ini dalam skala global. Pada satu ekstrim, sistem keuangan memprioritaskan bank sebagai intermediasi sumber dana bagi perusahaan, sistem ini dikenal dengan istilah bank-based system. Dari ekstrim yang lain, pasar modal (capital market) merupakan sumber dana keuangan bagi perusahaan, sistem ini dikenal dengan istilah market-based system. Kedua sistem tersebut mempunyai peranan penting dalam dinamika tingkat leverage perusahaan. Bank based system akan meningkatkan debt-to-equity perusahaan, sedangkan market based system cenderung mengurangi tingkat leverage.

Perdebatan kontroversial mengenai sistem keuangan antara bank based system dengan market based system sudah berlangsung lebih dari satu abad. Fokus yang menjadi inti perdebatan berkisar pada struktur sistem keuangan yang menjadi panutan beberapa negara maju. Seperti kita ketahui, Amerika Serikat dan Inggris sangat mengandalkan market based system yang menyandarkan kekuatan ekonomi negara pada mekanisme pasar yang dinamik, sedangkan pada kelompok bank

based system, dimotori oleh Jepang, Perancis dan Jerman. Sejak 1980-an sampai saat ini (secara fluktuatif) kinerja ekonomi Jepang yang bank based system masih dinilai mengungguli AS yang menerapkan sistem keuangan yang mengandalkan market based system, bahkan Jerman berkemampuan meningkatkan kinerja yang lebih baik dibanding Inggris karena mejalankan struktur bank based system (Goldsmith, 1969). Jadi sistem keuangan bank based system atau market based system yang lebih baik? Bagaimana untuk Indonesia tergolong negara berkembang dengan sistem perbankannya masih labil, mekanisme pasarnya tergolong emerging market dan marak dengan moral hazard? Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis akan melakukan pembahasan terhadap beberapa identifikasi masalah yang ada, yaitu: 1. Apa dan bagaimana fungsi

dan peranan bank-based system dan market-based system, baik secara teori maupun pengalaman empirik ?

2. Apa yang merupakan keunggulan dari bank-based system dan market-based system?

ISSN 1411-0778 20

Page 4: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI 3. Sistem mana di antara

keduanya yang lebih cocok dikembangkan dalam sistem keuangan Indonesia masa depan?

PEMBAHASAN Dari pengalaman empirik, keberhasilan sistem keuangan pada negara negara maju ada yang bersandarkan pada bank-based system, namun ada juga yang menggunakan market-based system. Jerman, yang merupakan salah satu negara dengan sistem keuangan yang sukses, cenderung memilih bank-based system. Sementara itu, Amerika berhasil menjadi salah satu contoh sistem keuangan yang sukses dengan menerapkan market-based system pada pasar modal (stock echange). Begitu pula untuk Inggris maupun Jepang. Secara empiris, fakta membuktikan bahwa kedua system tersebut telah mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Lalu, pertanyaan timbul, bagaimanakah fokus arsitektur sistem keuangan yang cocok dengan kondisi di Indonesia? Bank-based system atau market-based system? Salomon Tadesse (2005), seorang ekonom Bank Dunia, dalam papernya Perspective on Financial Integration and Financial System Architecture in Emerging Market, menyimpulkan bahwa

penerapan kedua sistem tersebut akan berhasil namun tergantung pada kondisi masing-masing negara, yang dirangkum dalam tiga kondisi. Pertama, bank-based system sangat cocok untuk negara yang mempunyai lingkungan kelembagaan (institusi) yang lemah, dan market-based system cocok untuk negara yang mempunyai institusi yang kuat. Hal ini disebabkan proses peminjaman uang dan monitoring pinjaman dapat dikendalikan oleh bank, sehingga lemahnya institusi dapat digantikan posisinya oleh peran bank. Sementara itu, investor membutuhkan kuatnya institusi dalam upaya menaruh dananya di pasar modal (adanya kepastian hukum). Dengan demikian, lemahnya institusi membuat enggan pemodal untuk membeli saham atau obligasi di pasar modal. Kedua, bank-based system cocok untuk negara yang didominasi oleh perusahaan yang bergerak dalam bisnis kecil dan menengah (UKM), dan market-based system cocok untuk negara yang didominasi oleh perusahaaan yang bergerak dalam usaha skala besar (terutama multi national companies-MNC). Hal ini disebabkan perusahaan kecil akan berupaya mengakses dana dari

ISSN 1411-0778 21

Page 5: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI bank karena proses administrasinya relatif lebih mudah dibandingkan pasar modal. Sementara itu, pasar modal akan lebih mudah diakses oleh perusahaan besar dibandingkan perusahaan kecil karena proses administrasi pasar modal lebih rumit dibandingkan bank. Umumnya operasional pasar modal telah computerized secara online, dengan data real time. Ketiga, bank-based system dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk industri yang mempunyai karekteristik industri tradisional, dan market-based system dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkarateristik industri berbasis teknologi tinggi dan sistem yang lebih kompleks. Hal ini dikarenakan industri tradisional tidak mungkin untuk masuk dalam pasar modal karena keterbatasan dana dan kesenjangan institusi yang dimiliki. Sedangkan industri besar mempunyai prasyarat yang cukup untuk masuk di pasar modal.

Jadi secara umum, bank based system lebih cocok untuk negara yang secara institusi masih lemah, kapitalisasi modal yang relatif terbatas dan mempunyai karakteristik industri berteknologi rendah. Namun Jepang dan

Jerman sebagai penganut bank based system sama sekali bukan jenis negara dengan kategori seperti di atas, justru sebaliknya memerka mempunyai institusi yang kuat, kapitalisasi besar dan menerapkan hi-tech secara berkesinambungan. Bebagai penelitian seperti Rajan & Zingales (1998), Beck et al (2000) dan Levine et al (2000) menyatakan bahwa mereka tidak menemukan bukti (evidence) dan temuan yang signifikan bahwa salah satu sistem mengungguli sistem lainnya. Yang relevan dari kedua sistem tersebut adalah adanya perkembangan dari sistem keuangan itu sendiri (developed financial system).

Peninjauan tentang aspek resiko keuangan diteliti oleh Stulz (2000), yang menemukan bahwa pengembangan market based system akan memberikan peluang bagi bank untuk menjadi investor disamping kreditor. Sebagai investor, bank dapat melakukan manajemen resiko operasionalnya. Pengelolaan resiko merupakan faktor penting bagi dunia perbankan. Pengembangan market based system akan memberikan peluang bagi bank based system untuk lebih maju lagi. Maka dapat dilihat bahwa pengembangan salah satu sistem akan memberikan pengaruh signifikan

ISSN 1411-0778 22

Page 6: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI bagai sistem lainnya. Karena itu, penyelenggara sistem keuangan negara harus memperhatikan proses adaptasi dan evolusi sistem keuangannya agar selalu mampu memenuhi tuntutan perkembangan ekonomi (Theil,2001).

Integrasi Finansial

Sistem keuangan yang efisien menurut Tampubolon (2004) adalah sistem yang mampu menyalurkan sumber dana kepada unit usaha yang paling produktif. Untuk tujuan tersebut, sistem keuangan harus mampu berfungsi sebagai: (a) sistem pembayaran, (b) mekanisme yang mampu mengumpulkan sumber dana, terutama rumah tangga (c) mengelola ketidak pastian dan melakukan kontrol terhadap resiko; (d) mekanisme yang menyediakan informasi untuk keputusan alokasi sumber daya dan (e) mekanisme yang mengatasi masalah asymmetric information , dimana ada pihak yang mempunyai informasi sementara pihak lainnya tidak mengetahui informasi investasi. Baik tidaknya suatu sistem dapat berjalan, diukur melalui kelima fungsi sistem diatas secara individual maupun integratif dan komprehensif.

Pemahaman yang lebih maju dalam pembahasan ini dilakukan melalui financial integration (Tadesse, 2005). Konsepnya melakukan integrasi fungsional institusi dan produk-produknya yang meliputi: • Bancassurance • Universal Bank • Asset backed securities (ABS) • Mutual fund offering of banks • Unit links dsb Pembentukan integrasi institusi tersebut merefleksikan variasi tingkat integrasi yang telah dilakukan, misalnya bancassurance merupakan tingkat terendah dari konsep financial integration, kemudian Universal bank mempunyai derajat integrasi yang lebih baik, demikian seterusnya. Secara umum tingkat integrasi finansial dibagi menjadi empat jenis yaitu: • Tipe A : Full integration

(Universal bank) • Tipe B: Partial integration

(Universal bank-varian Jerman)

• Tipe C: Partial integration (Universal bank) dan

• Tipe D: Holding company structure

ISSN 1411-0778 23

Page 7: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

Gambar 1.

Tipe Integrasi Finansial

Bank Sekuritas

Asuransi Lainnya

Tipe A: Full Integration Universal Bank

Bank-Sekuritas

Asuransi Lainnya

Tipe B: Universal bank (Varian Jerman)

Bank

Securities Asuransi

lainnya

Tipe C: partial integrationUniversal bank

Holding company

Sekuritas Bank

Lainnya Asuransi

Tipe D: Holding company structure

Tren saat ini dalam integrasi finansial meliputi : • Integrasi finansial secara

nasional lebih signifikan dibandingkan dengan integrasi cross border dalam pengembangan sistem keuangan dunia

• Integrasi within-product category lebih sering (frequent) dan penting (important) dibanding dengan cross product

• Secara keseluruhan, integrasi jasa keuangan merupakan patokan pengambangan dan akan terus berlanjut sampai

ISSN 1411-0778 24

Page 8: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

terjadi perubahan fundamental dari lansekap industri itu sendiri.

• Perbedaan antara bank tradisional, sekuritas dan asuransi akan semakin tidak jelas sebagai akibat dari deregulasi, globalisasi dan inovasi produk keuangan

Sebagian besar negara, memperbolehkan penggabungan aktivitas perbankan, asuransi dan sekuritas yang berakibat integrasi finansial semakin marak baik dari segi kuantitas maupun kulaitasnya. Di Asia tenggara regulasi hampir disemua negara mengizinkan penggabungan aktivitas perbankan, asuransi dan sekuritas dalam kesatuan aktivitas integrasi finansial yang lebih sinergik. Pada tahap awal, sekitar 2003 integrasi finansial di Indonesia menghasilkan 10 bank menawarkan jasa bancassurance, 15 bank menawarkan produk mutual funds (reksadana), dan hampir 85% reksadana dijual melalui jasa perbankan (Siregar & James, 2004). Adapun tren masa depan dan faktor-faktor utama yang memberikan dorongan kepada proses integrasi finansial meliputi hal-hal: • Deregulasi dan liberaliasi

yang dilakukan disebagian besar negara, khususnya yang

masih berlandaskan emerging economies diprediksi akan semakin sering melakukan penghapusan regulatory barriers.

• Globalisasi dan peningkatan international capital flows, akan menjadikan dorongan kuat munculnya proses integrasi keuangan secara cross border.

• Inovasi produk dan perkembangan teknologi akan semakin penting peranannya dalam integrasi keuangan. Adanya proliferasi dari produk-produk baru yang mampu menggilas lini produk tradisional akan semakin mengaburkan perbedaan-perbedaan dalam kategori tradisional.

Sedangkan untuk melakukan pengukuran terhadap produk integratif dan kinerja ekonomi pada umumnya dilakukan melalui traditional yardsticks yang meliputi tiga tingkatan yaitu: (a) skala ekonomis; (b) skop ekonomis dan (c) X-efficiency. Namun litertur yang ada justru kurang memberikan kejelasan dari value of integration itu sendiri. Berger (2000) menjelaskan bahwa (1) bisa jadi ada potensi besar dari skala ekonomis, skop ekonomis dan X-efficieny tetapi (2) manfaat (gain) menjadi sangat kecil. Hal ini disebebkan oleh

ISSN 1411-0778 25

Page 9: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI masih adanya organzational diseconomies yang terkait dengan operasi dan monitoring organisasi itu sendiri. Namun, bisa saja hal tersebut disebabkan oleh ketidak mampuan alat ukur konvensional tersebut dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja dan benefits dari integrasi finansial (Tedesse, 2005). Arsitektur Sistem Keuangan: Market vs Bank Based System Sistem keuangan telah mengalami perkembangan dan integrasi finansial yang saat ini memasuki fase transisional dalam kerangka evolusi dari relational (bank-based) ke arms-length yang berlandaskan sistem keuangan market-based. Arsitektur sistem keuangan suatu negara lebih ditentukan oleh derajat/tingkat orientasi keuangannya lebih kepada bank atau market based system. Namun untuk negara yang masih tergolong emerging market economies akan cenderung dikendalikan oleh bank based system daripada mekanisme pasar, dengan berbagai alasan rasional. Namun debat berkepanjangan mengenai keunggulan masing-masing sistem tetap berlangsung hingga saat ini. Beberapa argumen yang memihak pada market-based system meliputi : • Pasar modal dinilai lebih

unggul untuk meraih dana

ekuitas berdasarkan mekanisme yang lebih sehat dan unggul dalam pengembangan inovasi pendanaan (funding innovation)

• Pasar dinilai sangat baik dalam mendiversifikasi resiko ekonomi dan dapat melakukan managing risk yang terkendali.

Sedangkan beberapa alasan dari pihak yang mendukung bank-based system adalah: • Perbankan memiliki kekuatan

monitoring yang kuat terhadap optimasi ekonomi dan mampu mengidentifikasi proyek-proyek yang berprospek baik

• Perbankan memahami stage-financing dengan baik dan mampu mengendalikan risky investment dengan efektif

Lalu sistem mana yang lebih baik? Tedesse (2005) menyatakan dalam presentasinya bahwa (a) salah sistem tidak dapat mengungguli (superior) sistem lainnya secara universal dan (b) adanya ketergantungan kepada beberapa faktor-faktor yang spesifik, yaitu: • Tingkat pengembangan

institusional/contractual environment in the country • Bank-based system akan

menungguli (outform) market-based system di negara-negara yang

ISSN 1411-0778 26

Page 10: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

memiliki lingkungan institusional lemah. Pada umumnya negara berkembang yang mengandalkan emerging economies.

• Market-based system dinilai lebih baik dinegara-negara

dengan strong contrctual environment dengan tingkat kepastian hukum yang baik

Tabel 1

Industrial Output Growth in 36 counties 1980-1995: Pengembangan dan Non Pengembangkan Institusional

Pengembangan Institusional

Bank-based Countries

Market-based

Countries

Perbedaan

Pengembangan Institusional

0,8% 3,7% -2,9%

Non Pengembangkan Institusional

6,3% 0,5% +5,8%

Sumber: Tadesse (2002) • Tingkat moral hazard

(kerusakan akhlakul karimah) yang menimbulkan banyak masalah agensi (agency problems) dalam ekonomi negara o Sistem perbankan dinilai

unggul terhadap market based system di dalam ekonomi negara yang didominasi oleh usaha kecil menengah (UKM): dominated by small firms

o Sebaliknya pada market-based systems mengungguli bank-based system di negara-negara yang didominasi dan dikendalikan oleh large

firms sampai konglomerasi.

• Struktur industri di negara yang bersangkutan o Bank-based system akan

mempromosikan pertumbuhan ekonomi dengan karakter tradisional, standarisasi dan non complex industries

o Market-based system akan lebih baik kinerjanya di negara-negara yang lebih kompleks, dan knowledge-based industries

Dengan demikian, berdasarkan argumen country factors seperti institudi yang lemah, maraknya

ISSN 1411-0778 27

Page 11: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI moral hazard (KKN) dan non-complex technologies di nilai sebagai karakteristik negara dengan emerging economies (Tadesse, 2005). Indonesia jelas mempunyai karakteristik di atas, terutama sebagai negara koruptor lima besar dunia. Oleh karena itu, ada anggapan kuat bahwa negara

emerging economies lebih cocok menerapkan arsitektur keuangan bank-based systems. Di sisi lain, terlihat jelas bahwa pengembangan ekonomi yang di landasi market-based systems mampu menungguli bank-based systems .

Tabel 2 Industrial Output Growth in 36 counties 1980-1995:

Developed vs Emerging economies Negara (Countries) Bank-based

Countries Market-based

Countries

Perbedaan

Developed countries 0,7% 2,2% -1,5% Emerging countries 5,48% 2,46% +3,02 Sumber: Tadesse (2002) Fungsi Sistem Arsitektur Finansial Pada konteks informasi non-simetrik, fungsi intermediari finansial baik bank-based systems maupun market-based systems akan mengalami disfungsi yang selanjutnya membuat pertumbuhan ekonomi menjadi tersendat. Secara umum, fungsi sistem finansial adalah intermediating between those who save and those in need of funds. Pada pendekatan yang lebih teknis, sistem keuangan mentargetkan turunnya biaya transaksi (transaction cost) dan biaya informasi (information cost). Biaya

transaksi adalah biaya yang muncul akibat aktivitas meeting, pembuataan kontrak ekonomi, dan penyusunan jadual pembayayaran (periodical payments). Sedangkan biaya informasi adalah biaya-biaya yang termasuk dalam analisis proyek-proyek, dan memonitor informasi selama penyusunan kontrak yang disepakati bersama. Sistem finansial bertujuan agar biaya informasi diminimalisasi tetapi bukan untuk mengeliminasi informatiom problems (Bebczuk, 2003)-adverse selection, moral hazard dan biaya monitoring.

ISSN 1411-0778 28

Page 12: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI Proses intermediasi finansial, salah satunya mengurangi dampak negatif dari informasi non-simetrik yang berpotensi merugikan pihak-pihak yang tidak mempunyai informasi akurat terhadap investment project. Dengan biaya informasi maka intermediasi finansial dapat melakukan verifikasi terhadap kebenaran (truthfulness) dan akurasi informasi yang diberikan oleh

debitor. Proses investasi melalui pinjaman (loans) menjadi lebih objektif-transparan dalam akumulasi modalnya, termasuk melakukan supervisi terhadap proyek-proyek yang dikelola debitor. Resiko investasi karena informasi non-simetrik akan berkurang melalui intermadiasi finansial, namun ketidak jujuran debitor sulit dieliminasi sepenuhnya.

Gambar 2. Proses Intermediasi Finansial dan Masalah Informasi Non-Simetrik

Tabungan(Saving)

Sistem ArsitekturFinansial

Investment

DEPOSITS PINJAMAN

Uninformed

Informed

Disamping itu, bank-based systems juga melakukan diversifikasi resiko terhadap pinjaman yang dikucurkan untuk proyek-proyek debitor, karena tipikal penabung (saver) adalah risk averse dan harus yakin aman tabungannya. Disamping membuat penabung

bebas resiko (risk free), bank juga harus mampu mengurangi cost of capital yang dibebankan pada debitor. Secara grafis, metoda diversifikasi resiko penabung dapat digambarkan sebagai berikut:

ISSN 1411-0778 29

Page 13: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

Gambar 3 Total Resiko

Resiko portfolio pinjaman

Resiko

Jumlah Pinjaman

UniqueRisk

SystematicRisk

Resiko sistematik (systematic risk) tidak dapat dihilangkan karena termasuk non-diversifiable, maka persamaan dasarnya menjadi:

Total Risk = Systematic risk + Unique risk Diversifikasi menjadi, Total Risk mendekati Systematic risk Pada jumlah pinjaman yang meningkat dan terdiversifikasi dengan benar

Transisional: Bank-based systems menuju Market-based systems Perkembangan antara dua arsitektur sistem keuangan berbasis perbankan dan market mengalami hubungan yang

menarik, dimana ada kecenderungan bank-based akan mengarah menuju market-based karena adanya perubahan positif dari faktor-faktor negara. Secara umum, menurut Kali & Tadesse (2005) perkembangan ke arah market-based system dipengaruhi oleh institutional development yang terstruktur dan sistematis di beberapa negara berkembang. Perbaikan kualitas institusi, seperti peningkatan kepastian hukum (legal infrastructure), transparansi dan penerapan konsep tata kelola negara yang baik (good corporate governance) sangat mempegaruhi pergeseran

ISSN 1411-0778 30

Page 14: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI sistem keuangan suatu negara. Semakin kuat institusinya, maka sistem keuangan akan beralih ke arms-length transaction. Namun ditemukan (findings) fenomena menarik, dimana pada tahap awal institusi menguat, maka justru

orientasi mengarah (deepen) pada bank-based dahulu sampai pada poin tertentu. Kemudian berbalik arah (reversal) dan secara bertahap akan berorientasi menuju (displace) ke market based systems

Gambar 4.

Sistem Arsitektur Finansial dan Pengembangan Institusi

Pengembangan Institusi

Financial Architecture

More Market based

INDONESIA

Sumber: Tadesse (2005) dimodifikasi perkiraan posisi Indonesia ARSITEKTUR SISTEM KEUANGAN INDONESIA

Berdasarkan ketiga kondisi tersebut, maka fokus yang harus diterapkan dalam sistem

keuangan Indonesia pada saat ini adalah bank-based system dengan alasan sebagai berikut. Pertama, Indonesia merupakan negara dengan sistem institusi yang buruk. Data yang diliris oleh publikasi World

ISSN 1411-0778 31

Page 15: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI Economic Forum (WEF) pada tahun 2005, Indonesia mempunyai institution index yang rendah, yaitu berada pada posisi 89 di tahun 2005. Posisi ini melorot dibanding tahun 2004 yang berada pada posisi 68. Sebagai pembanding, di tahun 2005 Malaysia berada pada posisi 24, dan Thailand berada pada posisi 36. Kedua, hanya segelintir perusahaan besar (kurang lebih hanya berkisar 320 emiten, berdasarkan data Jakarta Stock Exchange/BEJ di tahun 2005) yang mampu berkiprah pada pasar modal. Sementara itu, ribuan perusahaan kecil dan menengah (data BPS sampai dengan tahun 2005) belum terdaftar dalam pasar modal. Artinya Indonesia masih didominasi oleh UKM (small firms) yang mengandalkan modal dari pinjaman bank. Fungsi bank sebagailembaga keuangan perantara pemberi modal masih cukup kuat tidak hanya untuk UKM tapi juga bagi perusahaan besar sampai konglomerat sehingga kinerja ekonomi sangat tergantung tingkat bunga SBI. Ketiga, struktur industri Indonesia masih didominasi oleh sektor tradisional dibandingkan industri yang menggunakan teknologi tinggi dan kompleks dan bersandarkan pada teknologi

rendah-medium maupun padat karya. Struktur industri di Indonesia akan memperkuat dominasi bank-based systems. Struktur industri yang masih mengandalkan buruh kurang terampil (unskilled labor) dan penggunaan teknologi yang terbatas akan menyulitkan sistem arsitektur keuangan menuju market-based systems.

Keempat, peranan emiten perbankan di pasar modal Indonesia saat ini cukup signifikan. Karena keduanya mempunyai karakteristik yang sama, yaitu mudah panik dan rentan terhadap perubahan yang terjadi di bidang lainnya (non-economy factors), seperti bidang politik, sosial, dan keamanan baik yang terjadi di dalam maupun di luar negeri. Dalam konteks integrasi finansial, perbankan memetik dua keuntungan penting, (a) tetap mendominasi pemberian pinjaman kepada dunia usaha sebagai lembaga keuangan perantara dan (b) perbankan sangat memahami financing stage dunia usaha serta dapat mengendalikan risky investment dengan baik.

Kelima, peran perbankan di pasar modal juga dapat mendorong kegiatan di pasar modal tanpa merugikan kepentingan perbankan sendiri,

ISSN 1411-0778 32

Page 16: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI dengan melakukan integrasi finansial Tipe A, B, C atau D (Gambar 1), sehingga peranan bank mencakup penarikan dana masyarakat, pemberian pinjaman, sebagai broker sekuritas di pasar modal dan mengendalikan asuransi. Bank juga mampu memberikan melalui pemberian fasiltas margin trading, untuk perusahaan sekuritas sehingga dapat mendorong likuiditas saham di bursa.

Keenam, perbankan dapat bertindak sebagai pelaku pasar modal sebagaimana yang disyaratkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Beberapa aktivitas perbankan yang terbuka di pasar modal antara lain, melalui peran sebagai: (1) Bank sebagai emiten; (2) Bank sebagai wali amanat; (3) Bank sebagai agen pembayaran; (4) Bank sebagai Penanggung (guarantor); dan (5) Bank sebagai kustodian.

Di sisi lain terlihat adanya sinergi dari kedua belah pihak (perbankan dan pasar modal), melalui cara menghimpun dana dari masyarakat yang selanjutnya diinvestasikan dalam dunia usaha. Aliran dana yang masuk kedua sektor tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi ekonomi dan ekspektasi terhadap hasil (return) dan resiko (risk). Dan

fenomena terpenting adalah terjadinya peningkatan jumlah tabungan masyarakat di sektor keuangan, baik itu di perbankan maupun di pasar modal sehingga secara keseluruhan sektor keuangan mampu memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan untuk pembangunan. Upaya sekuritisasi dapat pula dijadikan media sinergi antara perbankan dan pasar modal yang berasal dari rekayasa instrumen di pasar modal dan perbankan, misalnya melalui pengembangan reksadana dan asset-backed securities (ABS). Dengan reksadana, perbankan tidak saja memperoleh peningkatan permintaan atas instrumen pasar dalam portofolio reksadana, namun dapat juga meningkatkan usaha melalui kegiatan jasa kustodian. Bila saat ini fokus arsitektur sistem keuangan Indonesia masih harus bersandarkan pada bank-based system, kita tentunya tidak boleh berfikir statis. Karena globalisasi sistem keuangan terus berubah cepat, dan tentunya menuntut Indonesia untuk terus berubah juga. Indonesia tidak bisa terus bertumpu pada bank dalam jangka panjang karena kita akan butuh sumber dana lainnya untuk mempercepat pembangunan.

ISSN 1411-0778 33

Page 17: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI Namun di sisi lain masih banyak permasalahan yang menghambat pertumbuhan pasar modal di Indonesia (Suta, 2000), antara lain: (1) masyarakat kita kadang-kadang sangat permisif terhadap pelanggaran yang terjadi di pasar modal, yang berakibat mengganggu pelaksanaan rule of the law di pasar modal; (2) penerapan prinsip disclosure dan transparency yang keliru dapat menimbulan kesan terjadinya perlakuan yang tidak adil kepada investor; (3) pelaksanaan bisnis yang tidak berorientasi pasar atau didasarkan atas pertemanan semata (friendship driven) telah melahirkan musibah di sektor keuangan; dan (4) lemahnya sistem hukum yang ada terutama terkait dengan pasar keuangan akan mengganggu penerapan sistem pasar dan menurunkan kredibilitas pasar modal Indonesia di dunia internasional. Dampak dari krisis moneter 1997 yang melanda perekonomian Indonesia sebagai dampak globalisasi turut pula menghancurkan keperca-yaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional yang berdampak negatif terhadap kehadiran pasar modal. Adanya 126 perusahaan publik (emiten) yang belum menyerahkan laporan keuangan (unaudited) per 31 Maret

1998, termasuk juga 37 emiten yang belum menyampaikan laporan keuangan tahunan (audited) per 31 Desember 1997 berakibat negatif terhadap prospek bursa efek di Indonesia (Syahrir, 1998). Kerusakan perbankan yang berakibat negative spread telah merusak permodalan semua bank nasional, yang berakibat fungsi intermediasi praktis terhenti. Bagi pasar modal mengalami kehancuran bukan saja dalam bentuk saham tidak dapat diperdagangkan, namun juga kematian bursa efek berarti kematian instrumen dana pemasukan bagi perusahaan melalui investasi portofolio. Apapun kejadian atas BEJ dalam bentuk kelambatan laporan keuangan (audited) jelas akan memukul kredibilitas yang ada di bursa efek. Untuk membangun agar pertumbuhan ekonomi makin tinggi, Indonesia harus berpindah secara bertahap (gradually) dari bank-based system ke market-based system. Lalu, mengapa hingga saat ini Indonesia masih mengandalkan bank sebagai sumber dana perusahaan dibanding-kan pasar modal, walaupun deregulasi sistem keuangan di Indonesia telah digulirkan sejak pertengahan 1980an? Data dari BI sampai

ISSN 1411-0778 34

Page 18: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI dengan tahun 2005, masih menunjukkan bahwa hampir dua pertiga sumber dana perusahaan masih bertumpu pada bank (banking oriented) dibandingkan pasar modal. Alasan utamanya adalah lemahnya institusi kita seperti data yang diliris oleh WEF dalam paragraf sebelumnya. Untuk itu kita harus bersabar untuk mengadakan peralihan dari bank-based system ke market-based system. Bersabar karena kita harus menunggu dulu hingga institusi kita dapat membaik, paling tidak, dapat mengejar nilai institution index kita mendekati atau setara dengan Malaysia atau Thailand.

Namun adanya kenaikan secara positif indeks harga saham gabungan (IHSG) di BEJ akhir ini yang sudah melampaui angka 1300, merupakan sinyal positif pergeseran peran tersebut. Bandingkan saat pemerintahan Megawati tahun 2002 dimana IHSG masih bertengger pada 800 poin, dan meloncat pada tahun 2006 ini diatas 1300 poin, apakah

dampak dari pemerintahan yang makin demokratis atau sebab lain, misalnya fundamental ekonomi kita sudah semakin kuat (Manurung, 2005).

Berdasarkan tabel 3, Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan kinerja indeks harga saham gabungannya (IHSG) dianggap salah satu yang terbaik dibandingkan dengan bursa lainnya, namun kenaikan ini dihitung dalam mata uang Rupiah. Apabila return tersebut di ukur dalam US$, maka secara riil kenaikan IHSG tersebut hanya mengalami kenaikan 9,65%. Dan dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, saham-saham di BEJ masih tergolong murah, pesaing terdekat hanya Thailand dan Filipina. Dengan PER (Price Earning Ratio) di BEJ sebesar 12,3% dibandingkan dengan bursa Singapura yang mencapai 15%, saham di BEJ masih menjanjikan return yang progresif, apalagi pasar obligasi di Indonesia masih menjanjikan keuntungan menawan (Trust, No. 25, 3-9 April 2006)

Tabel 3.

Kinerja Bursa tahun 2005 di beberapa negara

No. N e g a r a Nama Index Kenaikan Indeks

1. Korea Selatan Kospi 57,8% 2. Jepang Nikkei 21,85%

ISSN 1411-0778 35

Page 19: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

3. Filipina Manila Comp. Index (MCI) 21,57%

4. Indonesia Jakarta Comp. Index (JCI) 16,39%

5. Hongkong Hangseng 4,8% 6. Amerika Serikat Nasdag 1,37% 7. Malaysia KLSE - 0,3% 8. Inggris FTSE 100 - 0,61%

Sumber: Bisnis Indonesia, Januari 2006, direvisi Juga yang perlu dicermati

setiap awal tahun presiden selalu diminta untuk membuka perdagangan bursa sebagai tanda awal dimulainya perdagangan saham di Indonesia. Kehadiran ini dapat dianggap sebagai politisasi pasar modal, dan dapat juga dianggap sebagai pemberitahuan kepada investor bahwa masih ada kegiatan dan jenis investasi lain selain yang konvesional. Dampak lain dengan kehadiran pasar modal, khususnya dapat menciptakan kesempatan lapangan kerja baru. Dengan bermain di pasar modal menjadi investor yang di mulai dari modal minimal, kiranya dapat membuka peluang untuk memperoleh return yang cukup progresif. Para pelaku atau investor dituntut selalu meningkatkan pengetahuannya melalui formal dan informal training.

Keberhasilan sebuah bursa juga harus ditopang dengan banyaknya jumlah investor setiap

tahunnya. Menurut Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tahun 2005 ada 100.000 sub-account yang tercatat, namun yang aktif melakukan trading kurang lebih 30.000 per hari, dan sisanya merupakan investor yang akan bertransaksi bila ada tanda-tanda perbaikan di bursa saham, misalnya masuknya emiten baru (IPO), adanya right issue, dsbnya. Juga perlunya sosialisasi yang dilakukan secara tepat dan efektif, meliputi semua lapisan masyarakat yang mempunyai potensi untuk menggerakkan kegitan di pasar modal, juga bagi akademisi agar dapat menganalisis bursa secara kritis dan obyektif.

Transparansi diperlukan sebagai syarat utama bagi calon emiten sebelum melakukan IPO (Initial Public Offering), sehingga dapat tercipta efisiensi dan bagi investor lebih mudah untuk membeli saham yang dikenalnya dengan baik. Adanya transparansi

ISSN 1411-0778 36

Page 20: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI dan peningkatan pengetahuan investor dapat dikelola dengan membuat semacam investor launching program, yang dapat menjelaskan perusahaan yang dianalisis, dan di satu pihak emiten juga diberi kesempatan melakukan public expose.

Kebijakan moneter pemerintah yang kuat dan stabil sangat berperan dalam meningkatkan kinerja BEJ sebagai basis pasar modal. Dengan kehadiran Menko Perekonomian Dr.Budiono sebagai pemegang kendali kebijakan ekonomi, fiskal dan moneter dan bergabung kembali dalam kabinet “Indonesia Bersatu”, berdampak reaksi positif pasar dengan terjadinya penguatan nilai tukar rupiah dan IHSG di BEJ. Kondisi ekonomi Indonesia lebih dipengaruhi oleh kepercayaan dan ekspektasi pelaku pasar terhadap kepemimpinan Budiono yang cenderung market-based oriented. Hal ini tak berbeda dengan peran Alan Greenspan, chairman Dewan Gubernur Bank Sentral AS, yang oleh masyarakat

Amerika Serikat dan dunia diidentikkan dengan kepercayaan terhadap stabilitas moneter dunia (Suplemen “Bisnis Indonesia”, 9-01-2006). Ben Bernanke sebagai penggantinya juga masih cenderung mengikuti langkah-langkah strategis Greenspan.

Integrated Financial Market Product (IFMP) adalah produk pasar finansial yang terintegrasi di negara berkembang dan emerging countries seperti hal Indonesia berhadapan dengan beberapa indikasi negatif. Faktor-faktor negatif tersebut diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: • Tingginya biaya transaksi

(high transaction cost) • Informasi non-simetrik

(asymetric information) • Kebejatan akhlak (moral

hazard) seperti tingginya indikator korupsi

Situasi yang menghambat terbentuknya sistem finansial yang efektif dan efisien di negara berkembang (emerging countries) dapat disimak pada Tabel 4 :

Tabel 4. IFMP di Negara Berkembang dan Emerging Countries

Karakteristik Negara Berkembang Emerging Countries Tingginya biaya transaksi

X

Informasi Non-simetrik X Moral Hazard X X Sumber: Tampubolonb

ISSN 1411-0778 37

Page 21: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

Menunggu finalisasi RUU Pasar Modal menjadi undang-undang saat ini masih terkendala dengan sikap pemerintah yang masih belum tegas mengenai RUU Akuntan Publik dan RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). RUU Pasar Modal dapat difinalisasi apabila kedua RUU tersebut final disetujui oleh anggota DPR. RUU Tax Amnesty dianggap sebagai “barang panas”, karena adanya potensi dana yang selama ini di parkir (capital outflow) di Singapura sebesar US$80 miliar akan kembali ke Indonesia.

Pentingnya Tax Amnesty diterapkan karena diharapkan ada capital inflow yang signifikan sehingga memberikan kesempa-tan masuknya dana segar bagi para investor/traders untuk menginvestasikan dananya di BEJ. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas kiranya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: • Fungsi dan peranan dari bank-

based systems dan market-based systems pada dasarnya menjalankan roda ekonomi bagi negara yang menganutnya dengan efisien dan efektif. Jepang dan Jerman adalah bukti empirik keunggulan bank-based systems,

yang membuat kedua negara tersebut sangat sukses. Sedangkan penganut market-based systems adalah AS dan Inggris (UK) yang juga sukses bahkan menjadi adidaya ekonomi.

• Sampai saat ini belum dapat disimpulkan sistem mana yang lebih baik dari keduanya, bahkan salah satu sistem tidak dapat dinilai unggul dibanding sistem lainnya secara universal. Namun tren yang berkembang saat ini memberi peluang bagi bergesernya bank-based system menuju market based systems

• Ada beberapa faktor teoritis yang menyebabkan keunggulan bank-based systems antara lain (a) bank dapat melakukan monitor investasinya dengan baik (b) bank mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi proyek yang menguntungkan (c) bank melakukan stage-financing dengan cermat dan efektif dan (d) mampu encouraging risky investment.

• Bank-based systems dinilai efektif berkembang dinegara yang

mempuyai institusi lemah (weak institutional environment), maraknya moral hazard

ISSN 1411-0778 38

Page 22: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

(agency problems), ekonomi yang didominasi small firms, pertumbuhan ekonomi yang berkarakteristik tradisional, standardized dan non complex industries berteknologi rendah.

• Beberapa argumen yang memihak pada market-based system meliputi : o Pasar modal dinilai lebih

baik (outform) untuk meraih dana ekuitas berdasarkan mekanisme tanpa perantara lembaga keuangan yang lebih sehat dan tranparan

o Market telah menunjukan keunggulannya dalam pengembangan inovasi pendanaan (funding innovation) baik di pasar modal, pasar uang maupun futures market (komoditas).

o Pasar dinilai sangat baik dalam mendiversifikasi resiko ekonomi dan dapat melakukan managing risk dengan lebih terkendali.

• Sistem finansial arisitektur yang cocok dikembangkan di Indonesia saat ini adalah bank-based systems. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu (a) lemahnya institusi (b) rendahnya legal infrastructure yang menjamin kepastian hukum (c) ekonomi

didominasi oleh small firms/enterprise seperti UKM; (d) pertumbuhan ekonomi masih berkarakter tradisional, standardized dan non complex industries berteknologi rendah (e) maraknya moral hazard yang menimbulkan biaya agensi tinggi dan (f) banyaknya masalah informasi non-simetrik (g) pasar modal yang emerging

• Untuk masa depan sebagian kalangan optimis Indonesia saat ini sedang mengalami transisi dari bank-based menuju market-based systems karena beberapa faktor seperti (a) adanya motivasi kuat untuk deregulasi, liberalisasi dan globalisasi (b) muncul indikasi pengembangan institusi kenegaraan agar menjadi kuat;(c) adanya usaha pemberatasan KKN dan penegakan hukum;(d) sektor industri yang knowledge-based industries (e) munculnya good corporate governance (f) pasar modal BEJ yang semakin efisien dan (g) kebijakan ekonomi makro yang lebih market-based systems.

ISSN 1411-0778 39

Page 23: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

DAFTAR PUSTAKA Bebczuk, Ricardo N.,

(2003),”Asymmetric Information in Financial Markets: Introduction and Applications”,Cambridge University Press, UK

Beck, Thorsten., Demirguc-Kunt, A dan Levine R., (2000), “A New Database on Financial Development and Structure”, World Bank, Policy Research Working Paper 2146.

Bisnis Indonesia, 9 Januari 2006, Suplemen: Arah Bisnis & Politik 2006”. Chatterji, Subhrendu,”The

Domestic Architecture of Financial Sectors in Developing Countries”, paper adopted from one initially at the Overseas Development Institute, London, March, 2001.

Levine, Ross., (2000),”Market-based or Bank-based Financial Systems: Which is better?”, University of Minnessota, Mimeo, USA.

Manurung, Adler Haymans, (2005),”Pasar Modal Indonesia: Menjadi Bursa Kelas Dunia”, PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta, 2005

Goeltom, Miranda S., DR. (13 Juli 2005),“Workshop on Indonesia Financial System Architecture: The Future Challenges and Responses”, Pidato pembukaan seminar Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI):”Antisipasi Tantangan ke Depan”, Jakarta.

Rajan., R & Zingales., L (1998) ”Financial Dependence of Growth”, American Economic Review, 88(3), USA

Syahrir., (1998),”Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total”, Yayasan Obor indonesia, Jakarta.

Suta, I Putu Gede,(2000) ”Menuju Pasar Modal Modern”, Yayasan SAD SATRIA BHAKTI, Jakarta.

Stultz, R.M, (2000),”Does Financial Structure Matter for Economic Growth?” A Corporate Finance Perpective” Ohio State University, USA

Tadesse, Salomon, Prof., Dr (2005).,“Perspective on Financial Integration and Financial System Architecture in Emerging Market”, paper presented at International seminar “Toward Robust Financial System”, Graduate

ISSN 1411-0778 40

Page 24: Masa Depan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia

JURNAL DIKTA EKONOMI Vol 3 No. 1, April 2006 Universitas YARSI

Program in Economics-Faculty of Economics, University of Indonesia, Jakarta.

Tampubolon (a), Muslim (2004)., “Struktur Sistem Keuangan Indonesia: Berbasis pasar atau Bank” National Confrence on Business Management: Between Theory and Realty, Program Doktor Manajemen Bisnis, Universitas padjadjaran, di Jakarta.

Tampubolon (b), Gottfried, (2005), ”Integrated Financial Market Products and Economic Performance”, paper presented at International seminar “Toward Robust Financial System”, Graduate Program in Economics-Faculty of Economics, University of Indonesia, Jakarta.

Theil, Michael, (2001), “Finance and Growth-A Review of Theory and Available Evidence”, Economic Paper July Ed., USA

Pemerintah Republik Indonesia, (1995) “Undang Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995”, Jakarta.

ISSN 1411-0778 41