34
Analisis Umur Pakai SISTEM PEMIPAAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS Menggunakan Metode RBI Sistem pemipaan merupakan salah satu unit peralatan yang dipasang di era eksplorasi dan produksi minyak serta gas (Migas), yang dimanfaatkan sebagai sarana distribusi untuk mengalirkan minyak mentah dan gas alam. Salah satu contoh yang diambil sebagai case study, uji coba yang sebenarnya pada pemipaan didaerah yang beroperasi sekitar 4 tahun dan didesain sesuai umur teknisnya, mengalami kebocoran di daerah elbow, siku dan sambungan Te. Kebocoran itu menyebabkan distribusi minyak mentah terpaksa diberhentikan atau dialirkan ke pipa lain. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Umum Pada saat ini sektor minyak dan gas (Migas) masih menjadi andalan sebagai penghasil devisa Negara yang perlu ditingkatkan. Pada perusahaan produksi dan eksplorasi Migas, kebocoran yang sering terjadi pada instalasi pipa di lapangan produksi (area plant) umumnya terjadi pada pipa-pipa yang mengalami degradasi (kemunduran) bahan sebagaia akibat pengaruh lingkungan operasinya, seperti korosi, erosi dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan oleh pengaruh cacat material, seperti laminasi, goresan akibat pabrikasi, dan lain sebagainya. Salah satu usaha untuk menanggulangi kerugian dan menghindari kejadian serupa adalah melakukan terhadap jenis, dan factor penyebab terjadinya kerusakan, dan melakukan penilaian serta perhitungan secara kuantitatif terhadap peluang terjadinya kegagalan. Penilaian resiko dengan mengidentifikasikan kemungkinan terjadinya kemunduran mutu bahan, dan konsekuensinya pada system pemipaan dilapangan eksplorasi dan produksi minyak serta gas, dapat dilakukan dengan metode Risk Based inspection (RBI).

Manajemen resiko

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pipa

Citation preview

Page 1: Manajemen resiko

Analisis Umur Pakai

SISTEM PEMIPAAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS

Menggunakan Metode RBI

Sistem pemipaan merupakan salah satu unit peralatan yang dipasang di era eksplorasi dan produksi minyak serta gas (Migas), yang dimanfaatkan sebagai sarana distribusi untuk mengalirkan minyak mentah dan gas alam. Salah satu contoh yang diambil sebagai case study, uji coba yang sebenarnya pada pemipaan didaerah yang beroperasi sekitar 4 tahun dan didesain sesuai umur teknisnya, mengalami kebocoran di daerah elbow, siku dan sambungan Te. Kebocoran itu menyebabkan distribusi minyak mentah terpaksa diberhentikan atau dialirkan ke pipa lain.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. UmumPada saat ini sektor minyak dan gas (Migas) masih menjadi andalan sebagai penghasil devisa

Negara yang perlu ditingkatkan. Pada perusahaan produksi dan eksplorasi Migas, kebocoran yang sering terjadi pada instalasi pipa di lapangan produksi (area plant) umumnya terjadi pada pipa-pipa yang mengalami degradasi (kemunduran) bahan sebagaia akibat pengaruh lingkungan operasinya, seperti korosi, erosi dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan oleh pengaruh cacat material, seperti laminasi, goresan akibat pabrikasi, dan lain sebagainya.

Salah satu usaha untuk menanggulangi kerugian dan menghindari kejadian serupa adalah melakukan terhadap jenis, dan factor penyebab terjadinya kerusakan, dan melakukan penilaian serta perhitungan secara kuantitatif terhadap peluang terjadinya kegagalan. Penilaian resiko dengan mengidentifikasikan kemungkinan terjadinya kemunduran mutu bahan, dan konsekuensinya pada system pemipaan dilapangan eksplorasi dan produksi minyak serta gas, dapat dilakukan dengan metode Risk Based inspection (RBI).

1.2. Analisis Sisa Umur Pemipaan

Dari analisis umur tersebut diharapkan dapat diketahui beberapa hal, yaitu:

1. Penilaian resiko kemunduran bahan pipa2. Hasil penilaian sisa-sisa umur-pakai system pemipaan3. Efektivitas variable uji RBI4. Perubahan sifat yang terjadi secara mekanis5. Analisis kerusakan yang terjadi akibat erosi dan korosi.

Page 2: Manajemen resiko

6. Identifikasi kemunduran bahan pipa yang dilakukan melalui metode pengujian tidak merusak.7. Menentukan tindakan pencegahan yang dilakukan sesuai dengan tingkat resiko dan kondisi yang

ada serta dapat memonitor bagian daerah tertentu pipa sesuai dengan tingkat resikonya.

1.3. Ruang Lingkup Analisis Sisa Umur

Analisis ini dilakukan berdasarkan tahapan terhadap sampel pemipaan :

a. Pengujian dengan simulasi terhadap resiko kegagalan dan konsekuensinya.b. Penelitian dilakukan terhadap masing-masing sampel dengan bentuk-bentuk sampel untuk uji

tarik, uji distribusi kekerasan, dan terhadap pipa yang bocor dilakukan uji visual, uji metalografi, dan uji EDAX (Electron Dispersive Analyzer X-ray).

c. Pengamatan lapangan dilakukan dengan cara melakukan pengujian visual terhadap pipa yang dinyatakan tingkat kekritisannya tinggi.

1.4. Definisia. RBI (Risk Based Inspection) adalah perencanaan inspeksi dan strategi pemeliharaan dengan

menggunakan resiko sebagai dasar metodenya.b. Risk (resiko) adalah suatu perubahan mengenai kejadian yang tidak mengenakkan.c. Risk Assesment adalah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi nilai probabilitas dan

konsekuensinya pada resiko.d. Failure adalah kehilangan kemampuan fungsi disain.e. Hazard adalah suatu potensial ability sebuah kondisi atau situasi yang membuat celaka atau

rusak.

BAB 2

KONSEP DASAR ANALISIS UMUR PAKAI PEMIPAAN

DENGAN MENGGUNAKAN METODE RBI

2.1. Perencanaan Pemeriksaan dan Pengujian Pada Sistem Pemipaan dengan Metode Risk Based Inspektion (RBI)

RBI adalah suatu metode perencanaan atau program inspeksi dan pengujian serta strategi pemeliharaan dengan menggunakan reaiko sebagai metode dasarnya. Resiko yang didefinisikan sebagai fungsi peluang terjadinya kegagalan (probility of failure) dan fungsi konsekuensi akibat kegagalan (consequences of failure) diformulasikan sebagai berikut :

Page 3: Manajemen resiko

Risk = Consequences of Failure (CoF) x Probability of Failure (PoF)

kedua fungsi resiko tersebut perlu dilakukan identifikasi terhadap bobot kontribusi atau peranan masing-masing guna mengetahui batasan-batasan dan penilaiannya.

2.1.1. Pengertian Penilaian atas Resiko Menurut RBI

Penilaian resiko terhadap suatu proses system pemipaan adalah untuk menentukan peluang dan konsekuensi kegagalannya. Secara umum, resiko kegagalan dapat dinilai pada tiga tingkatan sebagai berikut:

a. Tingkatan ke 1 : Penilaian resiko terhadap proses system pemipaan atau pengelompokkan pemipaan yang lebih besar dengan cara mengelompokkan aliran fluida (stream) berdasarkan gambar proses flow diagram-nya.

b. Tingkatan ke 2 : peralatan individual dan bagian-bagian yang berhubungan dengan pipa (piping items)

c. Tingkatan ke 3 : hal-hal penting yang spesifik atau komponen-komponen peralatan (katup, lekukan pipa, dan sebagainya)

2.2. Latar Belakang Teknis dan Metodologi

System RBI merupakan metode semi-kuantitatif atas penilaian resiko yang menggunakan matriks resiko 3x3 untuk merepresentasikan tingkat-tingkat resikoyang berbeda-beda.

2.2.1. Pengembangan Rencana RBI

Secara ringkas pengembangan rencana RBI dapat terlihat bahwa pengembangan perencanaan RBI dimulai dari penyusunan inventarisasi daftar seluruh asset perusahaan dilapangan. Setelah menerima masukan data teknis dan data operasional, langkah selanjutnya adalah menverifikasi data dan dilanjutkan dengan review integritas plant (plant integrity review- PIR). Dilanjutkan dengan penentuan berbagai konsekuensi atas kegagalan serta penentuan tingkat kekritisan dan peringkat inspeksi

2.2.2. Metode-Metode Penilaian Atas Resiko

Secara umum, metode-metode penilaian atas resiko dilukiskan sebagai berikut:

1. Kuantitatif (Pemodelan Probability/peluang, statistic, dan matematik)2. Semi-Kuantitatif (analisis didasarkan atas aturan) dan3. Kualitatif (putusan para ahli)

Page 4: Manajemen resiko

2.2.3. Rencana Inspeksi yang Ditetapkan

Rencana inspeksi yang integrated dilakukan atas dasar pengolahan data melalui perangkat lunak T.OCA atas data masukan dari berbagai aspek, misalnya dengan mempertimbangkan konsekuensi tingkat kekritisan dan peluang terjadi kegagalan. Melalui analisis data tersebut dihasilkan rekomendasi action berupa perluasan inspeksi, frekuensi inspeksi, dan metode inspeksi yang akhirnya dapat ditetapkan rencana inspeksi.

2.2.4. Penanganan Sistemasi

Diagram menggambarkan bahwa sistematisasi dapat ditangani. Aturan-aturan penolakan (over-riding rules) meliputi:

Tidak ada catatan laporan (record) persiapan yang terbit dalam lebih dari satu system. Suhu merupakan penentuan kunci (key determinant) dalam hamper seluruh kejadian korosi, dan Tetapkan nomor-nomor aliran system dan factor-faktor konsekuensi dalam masalah

ketersediaan (standby) keuangan dan lokasi sebagai kemajuan-kemajuan pekerjaan.

2.2.5. Penilaian Atas Pemeringkatan RBI

Konsekuensi KegagalanPeluang Kegagalan Rendah Menengah TinggiTinggi 3 2 1Menengah 4 3 2Rendah 5 4 3

2.2.6 Penilaian Konsekuensi Kegagalan

Ada 8 kriteria untuk menghitung nilai rating konsekuensi kegagalan. Adapun ikhtisarnya sebagai berikut:

Impact KomersialImpact Keamanan

Impact Lingkungan

Kesiapan Lokasi LingkunganKeuangan Fluida Persediaan Tekanan Populasi

Page 5: Manajemen resiko

2.2.7. Penilaian Peluang Terjadinya Kegagalan

Rating peluang terjadinya kegagalan merupakan peluang tertinggi dihitung dari model dan aturan yang mengevaluasi peluang terjadinya kegagalan melalui mekanisme yang bersesuaian dengan tipe peralatan instalasi kerja pipa dan peralatan static-produksi minyak dan gas.

1. Korosi internal2. Korosi pengelasan3. Korosi eksternal termasuk korosi dibawah insulasi, dan4. Erosi

2.2.8. Review Integritas Plant (PIR)

Review integritas plant memberikan layanan untuk mengenalkan bagian-bagian (items) baru kedalam daftar catatan penilaian dan untuk me-review hasil-hasil aktivitas inspeksi dan pemantauan (monitoring). Tujan review adalah:

1. Mengidentifikasi adanyasetiap tambahan, perubahan atau pembatalan pada daftar catatan asset perusahaan.

2. Menetapkan kondisi actual items yang ada dan kecocokannya pada tujuan.3. Menetapkan mekanisme dan tingkat-tingkat deteriorasi/degradasi yang teramati, dan4. Menetapkan jenjang/tingkat keyakinan dalam hal kemampuan memprediksi tingkat

deteriosasi/degradasi.

2.2.8.1. Indeks Angka Keyakinan

Indeks angka keyakinan merupakan suatu ukuran keyakinan dalam kemampuan memprediksi hal yang semakin memburuk (deteriosasi). Selama dilakukan PIR, indeks angka berikut digunakan dan ditetapkan pada system atau peralatan.

Kode O – tidak ada keyakinan atau tidak tersedia riwayat kejadian Kode 1 – deteriorasi yang dapat diprediksi dengan riwayat kejadian yang terbatas Kode 2 – deteriorasi yang dapat diprediksi dengan riwayat kejadian yang amat bagus Kode 3 – Tidak ada mekanisme terjadinya kegagalan yang aktif dan lingkungan operasi yang

stabil.

2.2.9. Pengembangan Rencana Inspeksi

Proses RBI memberikan tiga kebebasan dalam mengembangkan rencana inspeksi, yaitu:

Rating kekritisan, dalam kombinasi dengan indeks keyakinan digunakan untuk menentukan interval mayoritas inspeksi:

Konsekuensi kegagalan digunakan untuk menurunkan ruang lingkup inspeksi, dan

Page 6: Manajemen resiko

Peluang terjadinya kegagalan mengidentifikasikan mekanisme kegagalan yang diharapkan dan dipakai untuk menyeleksi inspeksi yang amat bersesuaian untuk digunakan atau menggunakan metode NDT.

2.2.9.1. Penentuan Interval Inspeksi

Kekritisan C.I.0 C.I.1 C.I.2 C.I.31 1 2 6 NA2 2 4 6 NA3 2 4 8 84 3 8 10 105 3 8 10 10

Deteriorasi Tinggi Menengah Rendah Diabaikan

Keterangan :

NA: Not Aplicable

C.I: Confidence Index (Indeks Tingkat Keyakinan)

2.2.9.2. Penentuan Ruang Lingkup Inspeksi

Ruang lingkup inspeksi ditentukan melalui konsekuensi kegagalan. Ruang lingkup inspeksi detail ditetapkan pada item-item atau system-sistem dengan konsekuensi kegagalan tinggi. Ruang umum lingkup ditetapkan pada item-item atau system-sistem dengan konsekuensi kegagalan menengah, sedangkan ruang lingkup terbatas ditetapkan pada item-item dengan konsekuensi kegagalan rendah. Untuk keduanya, yaitu unit pemipaan dan peralatan static (misalnya bejana tekan, tanki, pemindah panas), ruang lingkup inspeksi seharunya termasuk inspeksi visual eksternal dan penilaian kondisi internal.

2.2.9.3. Penentuan Metode Inspeksi

Jenis Kegagalan Mekanisme Metode NDTPenipisan dinding sebelah dalam

Korosi internal UltrasonicErosi RadiographyKapitasi Korosi Pengelasan

Penipisan bagian dinding sebelah luar

Korosi eksternal Inspeksi visualKorosi dibawah isolasi Radiography Thermography

Retak (cracking) - Kelelahan (fatigue) Ultrasonic

- Retak akibat korosi tegangan (SCC)

Radiography magnetic

- Retak akibat Particle liquid

Page 7: Manajemen resiko

penggetasan hidrogen (wet hydrogen cracking)

Penetrant Yang lain Creep Ultrasonic

Hot hydrogen damage (Penggetasan suhu tinggi) Radiography

Magnetic Particle

2.2.9.4. Penggunaan Metode RBI Pada Produksi Minyak

Metode RBI telah diterapkan dibeberapa perusahaan minyak, petrokimia, dan industri diluar sector Migas di 18 Negara. Di Indonesia, perusahaan yang menerapkan metode RBI, misalnya vico Indonesia, Total Fina Elf EP Indonesia, PT Badak NGL Co, BP Indonesia dan unocal Balikpapan, Total Oil Marine (TOM) di st. Fergus menggunakan strategi dasar resiko yang integrative berdasarkan system OCA Tischuk untuk memperbaiki system pemeliharaan dan pelaksanaan inspeksi.

2.2.9.5. Hasil Riset Kerugian Terbesar Pengoperasian Plant

Dengan melihat hasil riset Tischuk bahwa penyebab terbesar terjadinya kecelakaan (accident) dalam industri pengilangan minyak dan petrokimia selama 30 tahun terakhir adalah kegagalan mekanis (mechanical failure). Hal ini merupakan penyebab hamper setengah dari seluruh kecelakaan besar. RBI mempunyai pengaruh significant dalam mengatasi persoalan mekanis, tetapi mempunyai pengaruh kecil pada tiga penyebab kerugian lainnya.

2.3. Sifat-Sifat Bahan Pipa untuk Minyak dan Gas

Pemilihan bahan untuk tujuan pemipaan, khususnya untuk pipa, proses yang memerlukan pertimbangan tepat untuk pelayanan yang diperlukan. Bahan yang dipilih harus benar-benar aman dan tahan terhadap sifat operasi, suhu dan tekanan selama umur perancangan yang diperlukan. Kekuatan mekanik harus memadai untuk pelayanan jangka panjang dan mampu menahan perubahan operasi yang diinginkan, seperti siklus panas atau mekanis. Selain itu perlu dipertimbangkan pula lingkungan sekitar system pemipaan dan komponen beroperasinya.

2.4. Standar Pemipaan

Semua komponen termasuk pipa-pipa pada system pemipaan di Migas, mengenai cara membuat dan memasangnya diatur oleh suatu standar. Standar yang terkait dengan system pemipaan dan komponen pipa dan dipublikasikan oleh ASME. ASME merupakan salah satu organisasi terkemukan

Page 8: Manajemen resiko

di dunia yang mengembangkan dan mempublikasikan standar. Standar tersebut biasa disebut ASME boiler and pressure vessel code, yang mengandung 11 (sebelas) buku standar, diantaranya:

Bagian ke I Standar tentang : Boiler Bagian ke II Standar tentang :Material Spesifications Bagian ke V Standar tentang : Nondestructive Examination Bagian ke VIII Standar tentang : Bejana Tekan Bagian ke IX Standar tentang : Welding and Brazing Qualifications.

2.5. Pertimbangan Tata Letak Pipa

Agar dapat memulai rancangan suatu tata letak system pemipaan, perancangan memerlukan beberapa acuan informasi sebagai berikut:

1. Diagram system pemipaan dan instrumentasi2. Spesifikasi pipa proyek3. Keterangan peralatan4. Pengaturan umum proyek atau gambar lokasi

2.6. Kemunduran Mutu Bahan Logam Pipa pada Minyak dan Gas

Analisa kegagalan (failure analysis) adalah suatu usaha untuk mengetahui kegagalan yang terjadi pada suatu bahan atau peralatan dengan tujuan mengetahui penyebab kegagalan sehingga tidak terulang lagi. Oleh karena itu, kegiatan ini dapat digolongkan sebagai suatu kegiatan perawatan yang disebut dengan corrective maintenance. Dengan demikian kegagalan menjadi sangat berarti bila dikaitkan dengan tidak tercapainya umur-pakai yang sering kali disebut sebagai kegagalan yang terjadi secara dini. Terdapat empat bentuk kegagalan, yaitu rusak, patah, terdeformasi, dan berbahaya. Semuanya mengharuskan agar mengganti, memperbaiki material atau peralatan agar fungsinya dapat kembali seperti semula.

2.6.1. Penyebab Terjadinya Kemunduran Mutu Bahan Pipa Minyak dan Gas

Kesalahan pemasangan suatu peralatan dapat menghasilkan kecacatan sehingga alat tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Waktu Penyebab Kegagalan Kesalahan disain Kesalahan pemilihan material Kesalahan proses pembuatan Kesalahan pemasangan/assembling Kesalahan pemakaian Kesalahan perawatan

Page 9: Manajemen resiko

2.6.2. Erosi yang Terjadi pada Pipa Minyak dan Gas

Agar terhindar dari masalah-masalah erosi yang potensial, kebanyakan perusahaan minyak telah membatasi tingkat produksinya dengan mengurangi kecepatan aliran dibawah satu tingkat yang dipercaya bahwa erosi tidak akan terjadi. Kecepatan aliran yang dibatasi ini dihitung dengan menggunakan persamaan empiris rekomendasi API RP 14E seperti berikut:

V* =C

√ ρ …………………….. (1)

Dimana:

V*= Kecepatan erosi maksimum yang di izinkan, ft/det.

ρ = Kerapatan fluida, lb/ft3 pada kondisi suhu dan tekanan aliran.

C = Suatu konstanta, pada umumnya dikenal sebagai factor C, yang range-nya 100 hingga 125

2.6.3. Mekanisme Erosi

Erosi didefinisikan sebagai perpindahan fisik material dari permukaan. Berpindahnya material oleh erosi disebabkan oleh satu atau lebih proses berikut:

1. Kavitasi (runtuhan bergelembung = buble collapse)2. Pengikisan Partikel Cairan3. Pengikisan Partikel Padatan

Kerusakan karena erosi terjadi sebagai hasil salah satu dari ketiga mekanisme berikut:1. Kelelahan akibat beban berulang-ulang2. Abrasi (penggerusan)3. Erosi yang dibantu korosi akibat pecahnya/rusaknya lapisan permukaan yang bersifat

melindungi ataupun akibat kelelahan.

2.6.4. Rasionalisasi yang Mungkin atas Persamaan Kecepatan Erosi

Pemeriksaan atas persamaan kecepatan erosi API menyarankan bahwa persamaan tersebut boleh jadi diturunkan dengan menggunakansatu diantara pendekatan-pendekatan berikut:

1. Pembatasan penurunan tekanan konstan dengan menggunakan hubungan persamaan Bernoulli2. Pembatasan pada laju erosi yang disebabkan pengikisan oleh cairan3. Pembatasan pada kecepatan untuk menghindari terlepasnya lapisan-lapisan pelindung korosi

Page 10: Manajemen resiko

Rumus Bernoulli

V=√2∆ P√ρ

= C√ ρ

…………………………………(2)

Dimana

V = kecepatan aliran maksimum

ρ = kerapatan fluida

ΔP = total penurunan tekanan sepanjang lintasan aliran

Untuk kasus erosi yang diakibatkanpengikisan oleh fluida atau cairan pada permukaan, hubungan antara kecepatan aliran, V(ft/det), dan laju erosi h(mils per year-mpy) dapat dituliskan sebagai berikut:

V=Bh16

√ ρ …………………………….(3)

Dimana;

ρ = kerapatan fluida (lbs/ft3)

B = suatu konstanta yang tergantung pada kekerasan material target dan regangan kritis kea rah kegagalan

Untuk kebanyakan kasus praktis dari mengenai erosi yang diizinkan sebesar 10 mpy, persamaan (3) akan direduksi atau disederhanakan menjadi:

V =300

√ ρ ……………………………….(4)

Harga C dibawah kondisi demikian, jauh lebih tinggi dari pada yang direkomendasikan oleh persamaan empiris API 14 E.

Jika menetapkan kasus yang kecepatan batas ditentukan oleh terjadinya proses pengelupasan lapisan tipis inhibitor pelindung permukaan, baja berbentuk pipa (steel tubular), kecepatan batasnya dapat dinyatakan oleh:

V = √8gτ / f√ ρ

…………………………………(5)

Dimana:

Page 11: Manajemen resiko

τ = kekuatan geser antar muka inhibitior

f = factor friksi atau gesekan

persamaan ini diturunkan dengan cara menyamakan tegangan geser yang digerakkan atau ditimbulkan aliran pada dinding pipa dengan kekuatan geser inhibitor. Untuk kebanyakan kasus praktis “τ ” sama dengan 8.000 psi dan “f” sama dengan 0,0015 persamaan (5) dapat dituliskan sebagai:

V = 35.000

√ ρ ……………………………………….(6)

2.6.5. Persamaan Kecepatan Erosi Selama Venkatesh (SV)

Kecepatan ini dianggap berasal dari tiga sumber, yaitu:

1. Fluktuasi turbulensi dalam aliran2. Aliran-aliran sekunder disekitar lekukan dan fittings dan3. Fluktuasi kecepatan radial dua fase

Rabinowicz telah memperlihatkan berbagai hasil eksperimental kerusakan karena erosi atas metal yang lentur (ductile) akibat dari pengikisan partikel-partikel padatan. Secara logika sesuai benar dengan persamaan laju erosi berikut ini:

U = K W V 2 βg .P

…………………………………………(7)

Dimana :

U = Volume dari metal yang tererosi

W = Berat total dari partikel-partikal padat/hasil pengikisan

V = Kecepatan Partikel

P = Kekerasan penetrasi dari material target

β = Suatu koefisien yang bergantung pada sudut penggerusan

K = Koefisien keausan erosi tidak berdimensi

g = Konstanta garvitasi (32,2 ft/det2)

Page 12: Manajemen resiko

Dengan menggunakan analisis dalam persamaan diatas, laju erosi yang diakibatkan oleh aliran dalam lekukan-lekukan dapat diberikan/dinyatakan sebagai:

h = K (0,65W )V 2(β )

gP( π4d2

) ………………………………..(8)

Dimana:

h = Laju erosi (mpy)

W = Laju aliran pasir (bbl/bulan;barel pasir 945lb)

V = Kecepatan aliran fluida (ft/det)

P = Kekerasan (psi)

d = Diameter pipa

g = Konstanta gravitasi (32,2 ft/det2)

A = Faktor koreksi untuk unit-unit/satuan-satuan yang sebenarnya.

Harga untuk A dalam satuan-satuan diatas dihitung menjadi:

A = 1,36 x 108 …………………………..(9)

Untuk β = 0,75 dan K = 0,071 persamaan diatas dapat direduksi menjadi :

h = 1,86 x 105 W V 2

P d2 …………………………………..(10)

Hasil proyek-proyek API-OSAPR proyek-proyek juga memperlihatkan bahwa untuk aliran dalam field ells and tees, laju erosi sekitar 50% dalam lekukan, persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:

h = 93.000 W V 2

P d2 ………………………………………..(11)

Dengan menstubstitusikan harga P untuk baja, steel (P=1,55 x 105 psi) dan dengan mengasumsikan bahwa kecepatan erosi didasarkan pada suatu laju erosi sebesar 10 mpy, persamaan diatas dapat dituliskan sebagai berikut:

V = 4d

√W ………………………………………(12)

Page 13: Manajemen resiko

Apabila W mendekati nol, harga V dibatasi oleh persamaan 4 yang diperuntukkan system yang bebas pasir. Untuk sebuah pipa dengan diameter 3 inci, kecepatan erosi V (ft/det) dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi laju produksi pasir W (barel/bulan) sebagai berikut:

V = 12

√W ………………………………………(13)

Persamaan (13) cukup konservatif dan dapat digunakan sebagai suatu criteria desain. Kecepatan yang diperbolehkan, sebagai fungsi dari produksi pasir sebagaimana dihitung dengan persamaan (13), terlihat dalam lampiran 1 untuk fluida-fluida yang mengandung pasir.

BAB 3

PENILAIAN RISIKO SISTEM PEMIPAAN

PRODUKSI MINYAK DAN GAS

3.1. Diagram Alir Evaluasi Mutu Bahan PemipaanDalam penelitian ini digunakan dua pendekatan, yaitu metode eksperimental di laboratorium

atau pengamatan langsung di lapangan dan metode penjelajahan literature, melalui buku-buku teks, makalah, jurnal ilmiah, bulletin, materi kuliah, dan sebagainya.

3.2. Uji RBI (Risk Based Inspection)3.2.1. Metode RBI

Berdasarkan identifikasi dan evaluasi degradasiinstalasi pipa pada system pemipaan Migas, dengan menggunakan pemodelan tentang konsekuensi dan peluang terjadinya kegagalan pada produksi dan eksplorasi Migas dilapangan. Bentuk degradasi yang terjadi dapat berupa misalnyabagian dalam maupun bagian luar metal yang hilang. Factor-faktor penting yang dipertimbangkan dalam metode RBI, antara lain mencakup kegagalan premature pada pipa, penyeleksian material, praktik disain system pemipaan dan data riwayat inspeksi serta kegagalan yang pernah terjadi.

Metode RBI bertujuan agar didapatkan biaya operasi system yang serendah-rendahnya dengan penekanan pada system inspeksi/pemeriksaan yang seefisien dan seefektif mungkin, agar kontuinitas produksi dan penyaluran Migas tetap berlangsung baik.

3.2.2. Analisis Identifikasi Penilaian Peluang Terjadinya KegagalanDimulai dengan pengujian material apakah digunakan jenis bahan carbon steel atau baja aloi

pada pipa dia. 24 inci dan 4 inci yang ada. Jika jawabannya ya, kemudian dikaitkan dengan exchanger tube (pipa perpindahan panas) dalam arti apakah penggunaannya dimaksudkan untuk agregat ini atau

Page 14: Manajemen resiko

tidak. Jika jawabannya tidak, kemudian berlanjut ke pertanyaan apakah pipa carbon steel diisolasi atau tidak dalam aplikasinya. Jika jawabannya tidak, maka dianjurkan untuk mencari tingkat korosi atmosfer luar (dalam arti yang dapat digambarkan oleh pengguna) versus suhu operasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan korosi luar, sisa-umur masa-pakai material yang diperhitungkan sejak tanggal saat plant dibangun dan usaha perpanjangan sisa umur masa pakai (remaining life) melalui pengecatan.3.2.3. Analisis Identifikasi Akibat Kegagalan (Consequences of failure)

Model konsekuensi standby availability berikut adalah pengolahan data RBI dengan menggunakan Software T-OCA 2000 atas identifikasi akibat kegagalan yang menurut referensi internasional.

Model Konsekuensi Finansial

Model konsekuensi financial adalah akibat dari biaya kegagalan disuatu jalur. Hal ini termasuk biaya perbaikan dan biaya akibat kehilangan produksi akibat kegagalan tersebut.

Model Konsekuensi Lokasi (location)

Model konsekuensi lokasi didalam plant merupakan penilaian kasar mengenai biaya bagi manusia dan peralatan di dalam area lokasi umum plant dapat dinilai/dievaluasi secara rutin.

Model Konsekuensi Biaya Fluida

Model inventarisasi Bahaya Fluida

Inventarisasi atas bahaya/petaka yang kemudian menimpa fluida didasarkan atas kapasitas system atau kapasitas 10M3 jika tidak ada variable volume system yang dimasukkan. Untuk peralatan atau agregat akan dipakai jika suatu perhitungan menyangkut nilai dimasukkan.

Model Tekanan pada Bahaya Fluida

Model Konsekuensi Lingkungan

Konsekuensi/akibat pengaruh lingkungan tempat plant berada (habitat) merupakan suatu ukuran tentang bahaya akibat polusi (pollution hazard) yang mungkin dihasilkan dari adanya suatu kegagalan. Rating/peringkat 1 ditetapkan jika kegagalan dapat mengakibatkan polusi atmosfer (udara) atau air tanah pada tingkatan yang harus diberikan laporannya ke otoritas setempat atau nasional. Peringkat 2 ditetapkan bila kegagalan dapat mengakibatkan polusi didalam batas-batas lingkungan plant dari bahaya polusi tersebut. Peringkat 3 ditetapkan pada fluida-fluida yang sifatnya tidak menimbulkan racun dan tidak berbahaya serta tidak mendatangkan bahaya lingkungan.

Model konsekuensi bagi penduduk

Bahaya bagi penduduk dimaksudkan suatu ukuran bahaya pada penduduk sekitar di luar plant. Tingkat bahaya bagi penduduk dalam kaitannya dengan plant dapat dibuat modelnya.

Page 15: Manajemen resiko

3.3. Uji Tidak Merusak UltrasonicPengujian yang tidak merusak ultrasonic bertujuan mendeteksi ada tidaknya cacat pada

specimen uji sebelum dilakukan serangkaian pengujian. Cacat ini bisa berbentuk retakan, porositas, laminasi (cacat bawaan dari pabrik yang diakibatkan oleh kegagalan pada saat pengecoran yang kemudian di-roll untuk pembuatan pipa) atau penetrasi yang tidak sempurna pada proses pengelasan pipa.

3.3.1. Inspeksi Ultrasonic Testing

Untuk mengetahui kemunduran bahan pipa dipergunakan metode inspeksi UT yang meliputi serangkaian aktivitas berikut ini.

Menganalisis laju korosi dan ketebalan dinding pipa actual menggunakan peralatan UT. Penentuan letak atau lokasi inspeksi Memanfaatkan metode inspeksi UT scanning tipe A/B yang akan dilakukan bila atau dalam hal

pengukuran ketebalan dinding pipa (pipa) tidak sesuai dengan spesifikasi yang ada. Memanfaatkan peralatan parametric UT EPOCH III bila ditemukan adanya cacat laminasi Melakukan perhitungan laju korosi Melakukan evaluasi atas data hasil inspeksi sebelumnya atas jaringan pemipaan dengan

menggunakan formula yang terdapat dalam ASME B 31,8 edisi 1995

3.4. Pengujian Sifat Mekanis dan Komposisi Kimia3.4.1. Uji Tarik

Uji tarik dilakukan untuk mengetahui batas-batas kekuatan, yaitu kekuatan tarik maksimum, kekuatan luluh maksimum dan elongasi sampel uji.

σ u=Pu

A0

………………………………..(3.1)

Dimana :

σ u = Kekuatan tarik maksimum

Pu = Beban maksimum

A0 = Luas penampang pelintang awal (mm2)

Kekuatan luluh merupakan ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis yang besarnya adalah hasil bagi antara gaya luluh dan luas penampang melintang dari sampel.

σ y=Py

A0

................................(3.2)

σ y = Kekuatan luluh

Page 16: Manajemen resiko

P y = Beban luluh

A0 = Luas penampang awal (mm2)

3.4.2. Uji KekerasanKekerasan merupakan kemampuan material untuk menahan indentasi. Dalam hal ini pengujian

kekerasan menggunakan metode Vickers. Lewat hasil pengukuran diagonal akan didapatkan nilai kekerasan dengan rumus Vickers sebagai berikut:

Hv = 1,854 xP

d2 ………………………………..(3.3)

Dimana :

Hv = Kekerasan Vickers

P = Beban (gram)

d = Panjang diagonal indentasi (0,001 mm)

4.3. Uji Impact

Uji impact dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan material dalam menerima beban benturan (impact). Impact ditentukan dengan cara menghitung banyaknya energy yang terserap dalam mematahkan specimen dengan menggunakan palu alus (Metode Charpy)

Rumus yang digunakan dalam pengujian impact adalah:

E = MGH - MGH1 (3.4)

E = MG(H - H1)

= MG . Dh

= W . dH

Dimana :

E = Energi yang diserap guna mematahkan sampel uji

M = Masa bandul pendulum

G = Gravitasi

Page 17: Manajemen resiko

H = Tinggi mula-mula jatuhnya bandul pendulum

H1 = Tinggi akhir bandul pendulum terhadap sumbu

A0 = Besar sudut sebelum bandul pendulum mengayun mematahkan sampel uji yang membentuk sudut pada referensi sumbu tegak

B0 = Besar sudut setelah bandul pendulum mengayun mematahkan sampel uji yang membentuk sudut pada referensi sumbu tegak

Ei = EA

(joule/cm2) (3.5)

Dimana :

E = Energi yang diserap guna mematahkan sampel uji

E1 = Nilai kekuatan impact yang merupakan perbandingan antara energy dari usaha yang dilakukan guna mematahkan sampel uji dengan luas penampang

3.5. Uji Metalorgi

Pemeriksaan struktur mikro dengan metalografi menggunakan mikroskop optic dilakukan pada permukaan bagian dalam pipa yang mengalami korosi erosi, terutama disekitar lekukan pipa yang terjadi penipisan ketebalan yang cukup signifikan. Permukaan yang dimaksud adalah permukaan bagian sisi tebal di sebelah dalam pipa.

3.6. Uji Korosi, Erosi

Penelitian laju korosi (erosi) dapat dilakukan melalui simulasi impingement (pengikisan) oleh fluida yang diambil dari lapangan. Hasil uji korosi dimaksudkan untuk dapat menentukan apakah sisa ketebalan pipa yang telah mengalami korosi masih dinyatakan layak untuk operasi atau tidak dengan menghitung sisa umur-pakai pipa.

Rumus untuk melakukan uji korosi

Penentuan kedalaman korosi “d”

d ≤ 10% t (3.6)

dimana

t = tebal dinding nominal

Page 18: Manajemen resiko

apabila d ≤ 10% t, maka material pipa masih dinyatakan layak operasi karena masih dibawah maximum allowable operating pressure (MAOP)

apabila d > 10% t, maka material pipa tidak layak operasi, dan karenanya harus diganti.

Penentuan panjang efektif “L” korosi sepanjang sumbu longitudinal dan penentuan factor A (nondimensi) digunakan rumus:

A = 0,893 L

√D t (3.7)

Dimana D adalah diameter luar nominal (inci)

Penentuan aman maksimum bagi luasan tertentu yang terkena korosi

1. Apabila A ≤ 4,0 (menurut ASME)

P = 1,1 P ( 1−2d /3t

1−23

.dt√A2+1 ) (3.8)

DimanaP’ = Tekanan aman maksimum untuk luasan yang terkorosi (psi)P = Tekanan maksimum (tanpa ada sambungan) atau MAOP yang sesungguhnya (psi)

2. Untuk harga A > 4.0P’ = 1.1P (1-d/t)

3. Jika MAOP sesungguhnya ≤ P’, maka daerah terkorosi masih dapat dipergunakan. Jika P’ > MAOP maka P’ harus dikurangi sehingga tidak melebihi MAOP atau daerah terkorosi harus diperbaiki dengan suatu metode yang dituliskan dalam ketentuan prosedur perbaikan jalur pipa.

3.6.1. Investigasi Korosi MenyeluruhInvestigasi korosi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

Ukur ketebalan dinding sisa minimum pipa pada daerah yang terkorosi Ukur ketebalan dinding pipa pada bagian/area yang masih utuh bebas dari korosi Hitung dan catat ketebalan maksimum korosi menggunakan rumus ASME B 31.4 edisi

2003 berikut ini Ketebalan pitting (kedalaman) korosi dapat dinyatakan sebagai persentase ketebalan

nominal dinding pipa melalui formula :

% ketebalan pitting = 100 d/t

Dimanad = Ketebalan maksimum terukur dari area yang terkorosi

Page 19: Manajemen resiko

t = ketebalan dinding pipa nominal

3.6.2. Perhitungan Sisa Umur Masa-Pakai (Remaining Life)Sisa umur masa-pakai system pemipaan harus dihitung dari rumus berikut ini:

Sisa masa-pakai (tahun) = taktual−tminimum

laju korosi [( incimilimeter ) per tahun]

Dimana

t actual = ketebalan minimum actual dalam inci (millimeter)t minimum = ketebalan minimum yang diizinkan, dalam inci (millimeter)

Laju korosi (jangka panjang) = tawal−takhir

waktu (tahun ) antarainspeksi−inspeksi terakhir danawal

Laju korosi jangka pendek dari jaringan pipa harus dihitung dari rumus berikut ini:

Laju korosi (jangka pendek) = t sebelumnya−t akhir

waktu ( tahun ) antarainspeksi−inspeksi terakhir danawal

BAB 4HASIL PENGUJIAN PIPA DAN

PEMBAHASANNYA

4.1. Hasil Uji Risk Based Inspection (RBI)

kemungkinan kegagalan

konsekuensi kegagalan

Tingkat kekritisan

pipa

Tingkat Inspeksi

Metode inspeksi

Frekuensi inspeksi

Luas area inspeksi

tinggi (1) tinggi (1) 1 0 U.T 12 bulan penuhtinggi (1) sedang (2) 2 0 U.T 12 bulan parsialtinggi (1) rendah (3) 3 0 U.T 12 bulan kecil

sedang (2) tinggi (1) 2 1 U.T 24 bulan penuhsedang (2) sedang (2) 3 1 U.T 30 bulan parsialsedang (2) rendah (3) 4 1 U.T 30 bulan kecil

Page 20: Manajemen resiko

sedang (2) tinggi (1) 2 2 U.T 30 bulan penuhsedang (2) sedang (2) 3 2 U.T 30 bulan parsialsedang (2) rendah (3) 4 2 U.T 48 bulan kecil

4.1.1. Hasil Uji Visual

kemungkinan kegagalan

konsekuensi kegagalan

Tingkat kekritisan

pipa

Tingkat Inspeksi

Metode inspeksi

Frekuensi inspeksi

Luas area inspeksi

tinggi (1) tinggi (1) 1 0 Visual 12 bulan penuhtinggi (1) sedang (2) 2 0 Visual 12 bulan parsialtinggi (1) rendah (3) 3 0 Visual 12 bulan kecil

sedang (2) tinggi (1) 2 1 Visual 24 bulan penuhsedang (2) sedang (2) 3 1 Visual 30 bulan parsialsedang (2) rendah (3) 4 1 Visual 30 bulan kecilsedang (2) tinggi (1) 2 2 Visual 30 bulan penuhsedang (2) sedang (2) 3 2 Visual 30 bulan parsialsedang (2) rendah (3) 4 2 Visual 48 bulan kecil

4.1.2. Uji Keakuratan Data

Proses verifikasi data ini dilakukan untuk mengetahui keakuratan data sebelum dilakukan proses pemograman inspeksi peralatan, metode inspeksi, dan interval inspeksi serta luang lingkup inspeksi.

4.2. Hasil Uji Sampel Pipa Dia. 24 Inci Cacat Laminasi dan Sampel Pipa Dia. 24 Inci UtuhBahan berupa potongan pipa Dia. 24 inci standar API 5L Grade B tebal 0,671 inci, pengujian

dilakukan pada bahan dasar (base metal) pipa dan hasil lasan pipa.

4.2.2. Hasil Uji Mekanis Bahan Utuh4.2.2.1. Hasil Uji Tarik

Unsur Base metal (persen berat)

Lasan pipa

(persen berat)

Keterangan

Fe Sisanya Sisanya C 0,154 0,1452 Mn 0,9657 0,9145 P 0 0 S 0.0034 0,0030 Cr 0 0

Page 21: Manajemen resiko

Mo 0 0 Ni 0,0199 0,0073 Cu 0,0349 0.033 V 0 0 Ti 0 0 Pb 0 0 W 0,0130 0.0128

4.2.2.2. Hasil Uji KekerasanPengujian kekarasan, dalam hal ini digunakan metode Vickhers.

Contoh Uji Ke Nilai Keras Vickers Hv Garis 1

Pipa No. D-4245 1 183Heat No. 916169 2 177Normal 3 172 4 169 5 178 6 175 7 201 8 168 9 171 10 169 11 180 12 172 13 167 14 175 15 172

4.2.3. Hasil Uji Ultrasonik Pipa Dia. 24 Inci Cacat LaminasiHasil uji ultrasonic dilakukan dengan menggunakan alat uji ultrsonik tipe USK-7S; 36 DL Plus, dan

EPOCH III

4.2.3.1. Peralatan Uji Ultrasonik Panametrik EPOCH III Flow DetectorFoto peralatan Ultrasonic Testing (UT) menggunakan alat tipe EPOCH III Flow Detector dengan

kalibratornya V2, V1 steel beserta probe sudut dan normal serta tranducer a log S frekuensi 5 MHZ beserta set up-nya.

4.2.3.2. Hasil Uji Ultrasonik Parametrik 36 DL Plus Thickness MeterHasil keluaran grafik pulsa Ultrasonic Testing (UT) Thickness Meter dengan kalibrator steel step

wedge beserta set up-nya.

4.2.3.3. Hasil Uji Utrasonik DME DL Thickness Meter

Page 22: Manajemen resiko

Hasil uji ketebalan menggunakan ultrasonic thickness meter dengan kalibrator steel step wedge. Metode pengujian dengan menggunakan alat ini hanya dapat dilihat dilayar monitor tanpa ada hasil keluaran (print out).

4.2.3.4. Hasil Uji USK-7S Flow DetectorHasil uji ketebalan menggunakan ultrasonic flow detector dengan kalibrator V1 dan V2 steel.

Metode dengan menggunakan alat ini sama halnya dengan alat, yaitu hanya ada hasil keluaran (print out) saja.4.3. Hasil Pengujian Pipa 4 Inci yang Bocor4.3.1. Hasil Uji Komposisi Bahan

Data sampel uji sampel, bahan potongan pipa (bocor) standar ASTM A-106 Grade B Dia – tebal 0,531 inci berupa komposisi kimia dalam persen berat akan dibandingkan dengan data yang ada dalam standar ASTM A-106 Grade B

4.3.2. Hasil Uji Mekanis Bahan yang Cacat4.3.2.1. Hasil Uji Tarik

Hasil uji tarik dari pipa dia. 4 inci elbowData Hasil Uji Tarik

4.3.2.2. Hasil Uji KekerasanPengujian kekerasan dilakukan menggunakan metode Vickers dengan beban 5kgf/mm2.

4.3.3. Hasil Uji Metalurgi4.3.3.1. Hasil Uji Metalurgi Permukaan Dalam Pipa yang Terdapat Produk Korosi4.3.3.2. Hasil Uji Metalurgi Bagian Permukaan Dalam Pipa yang Terkena Erosi4.3.3.3. Hasil Uji EDAX

Analisis dilakukan terhadap beberapa benda uji di tiga daerah lokasi: Daerah yang terdapat produk korosi Daerah yang terkena erosi Daerah yang tidak terkorosi (ketebalan yang utuh)

4.3.4. Hasil Uji Media Fluida4.3.4.1. Media Crude Oil

Fluida berupa crude oil yang mengalir pada pipa dia. 4inci yang mengakibatkan kebocoran.

4.3.4.2. Media GasFluida berupa gas yang mengalir pada pipa dia. 24 inci yang dapat menimbulkan produk korosi

dibagian dinding dalam pipa.

4.4. Pembahasan4.4.1. Analisis Hasil Uji Risk Based Inspection (RBI)

Page 23: Manajemen resiko

Terlihat bahwa system pemipaan dengan ranking tingkat kekritisan tinggi (1) diantaranya terdapat pipa yang berdiameter 24 inci dan 4 inci. Pipa yang berdiameter 4 inci termasuk dalam katagori system pemipaan dengan kelompok media berupa minyak mentah (crude oil). Kandungan pasir yang ada dalam fluida minyak mentah tersebut adalah (10-143) barel per bulan dengan erosional velocity (3,8-110) ft/detik. Kandungan pasir yang melebihi batas yang di izinkan dalam ketentuan API RP 14E (erosional velocity limitation) yang tingkat kecepatan alirannya 100ft/det, dan tingkat aliran pasir 120,15 barel/bulan akan mengakibatkan kehilangan berat logam sebanyak 0,2 lb. Dengan ditemukannya fakta bocornya pipa 4 inci yang diakibatkan oleh erosi didaerah lekukan dan sambungan tee membuktikan bahwa kandungan pasir dalam fluida dan kecepatan erosinya melebihi tingkat kandungan pasir maupun kecepatan erosi, seperti ditentukan API RP 14E.

4.4.2. Analisis Uji Komposisi Kimia4.4.2.1. Analisis Pipa Dia. 4 Inci yang Bocor

Hasil uji komposisi kimia pipa dia. 4 inci menunjukkan bahwa komposisi kimianya masih sesuai dengan standar yang diizinkan sebagai bahan pipa dia. 4 inci untuk fluida minyak mentah. Hal itu sesuai standar ASTM 106 dalam spesifikasi untuk seamless carbon steel yang tercantum dala ASME II PART A ferrous material specification, edisi tahun 1998 dengan kandungan karbon (C) maksimum = 0,3%, Mn = (0,29-1,06)% P maksimum = 0,035% Si minimum = 0,1%, Cr maksimum = 0,4%, Mo maksimum = 15%, Ni maksimum = 0,4%, V maksimum = 0,08%. Dengan demikian bahan pipa dengan komposisi tersebut masih sesuai dengan bahan pipa konstruksi yang dioperasikan berdasarkan kaidah system pemipaan yang ada dalam standar system transportasi cairan (minyak mentah), yaitu ASME B31.4 edisi tahun 1998 mengenai pipeline transportation systems for liquid and other liquids.

4.4.2.2. Analisis Pipa Dia.24 InciAnalisis hasil uji komposisi kimia bahan pipa berdiameter 24 inci seamless menunjukkan bahwa

komposisisi tersebut masih berada dalam range standar yang diujikan dalam API 5L grade B. Dengan demikian konposisi kimia bahan pipa yang direkomendasikan untuk dioperasikan berdasarkan kaidah system pemipaan trasmisi dan distribusi gas.

4.4. Analisis Hasil Uji Ultrasonik4.4.3.1. Pipa Dia. 4 Inci

Pengujian pipa berdiameter 4 inci dilakukan sekitar pipa dengan fluida minyak mentah dengan tingkat kekritisan tinggi (1) dengan hasil tidak ada tingkat kegagalan yang significan, maka dalam penulisan ini tidak dimasukkan sebagai data yang harus dievaluasi. Evaluasinya dikonsentrasikan kepada analisis kegagalan erosi dan korosi yang menyebabkan kebocoran.

4.4.3.2. Pipa Dia. 4 InciMelalui hasil uji keluaran RBI yang tersebut dalam sub-bab sebelumnya menunjukkan adanya

peluang terjaadinya korosi dengan tingkat (range) tertinggi (1). Dapat dikatakan salah satu keluaran RBI ini merupakan data uji ultrasonic. Metode ini digunakan untuk mendeteksi korosi internal dan eksternal. Kemudian metode ultrasonic ini dilakukan terhadap pipa dia. 4 inci dengan menggunakan standar

Page 24: Manajemen resiko

pengujian ASME-V edisi tahun 1998, mengenai nondestructive examination dan evaluasinya menggunakan ASME B31.3 mengenai chemical plant and petroleum refinery piping.

4.4.4. Analisis Hasil Uji Mekanis4.4.4.1. Analisis Hasil Uji Tarik Sampel Pipa Dia. 24 Inci Cacat Laminasi

Melalui pengujian pipa dia. 24 inci yang menemukan cacat laminasi diperoleh daya kuat tarik maksimum dan kuat luluh atau yield strength serta korelasinya dihubungkan dengan hasil uji kekerasan, struktur mikro, hasil uji visual, dan hasil uji SEM EDAX.

4.4.4.2. Analisis Hasil Uji Tarik Sampel Pipa Dia. 24 Inci UtuhAnalisis hasil uji tarik pipa dia. 24 inci yang utuh tersebut terdiri dari bagian di daerah bahan

base metal dan bahan pipa lasan. Analisis hasil uji tarik bahan lasan pipa diameter 24 inci menunjukkan bahwa kuat tarik maksimum rata-rata sebesar 51,92 kgf/mm2, sedangkan kuat luluh rata-rata sebesar 36 kgf/mm2. Sementara menurut standar API 5L grade B kuat tarik maksimum 44,27 kgf/mm2 dan kuat luluh 32,33 kgf/mm2. Melalului perbandingan data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil uji tarik bahan pipa lasan masih dalam range standar API 5L grade B sehingga bahan pipa lasan tersebut memenuhi kaidah system pemipaan gas ASME B31.8.

4.4.4.3. Analisis Hasil Uji KekerasanMelalui hasil uji kekerasan bahan didaerah lasan dan base metal yang dilakukan dengan metode

uji kekerasan Vickers mengenai lokasi uji kekerasan Vickers bahan pipa dia. 24 inci utuh masih dalam range standar API 5L grade B edisi tahun 2000, sehingga dianggap layak untuk dijadikan bahan pipa sesuai dengan kaidah system pemipaan yang tercantum dalam ASME B.31.8.

4.4.4.4. Analisis Hasil Uji VisualMelalui pengamatan visual disimpulkan adanya bentuk aliran yang mengikis pipa bagian dalam

dan tidak ditemukan adanya produk korosi ataupun bentuk degradasi lainnya yang menyebabkan kebocoran. Dengan demikian dapat disimpulkan kebocoran pipa dia. 4 inci tersebut akibat korosi oleh fluida yang mengandung butiran-butiran yang dapat bergesekan dengan dinding pipa, dan dapat menimbulkan keausan dinding pipa yang pada akhirnya mengikis sampai bocor.

4.4.4.5. Analisis Hasil Uji MetalografiHasil uji analisis metalografi dari permukaan dalam pipa khususnya pada tiga posisi yang terlihat

dalam sketsa: Aliran fluida yang erosive menunjukkan bahwa bentuk erosi sesuai dengan arah aliran fluida, dan Melalui gambar hasil metalorgi tersebut secara keseluruhan tidak ditemukan adanya degradasi

bahan yang significan, maka analisis metalografi ini hanya tertuju pada daerah yang terkena erosi pada bagian dinding pipa.

4.4.4.6. Analisis Hasil Uji EDAX

Page 25: Manajemen resiko

Hasil analisis semi kuantitatif EDAX didaerah C, sketsa lokasi menunjukkan bahwa kandungan Fe 57,14% dan oksigen 21,85%. Kedua unsure yang sinifikan tersebut menunjukkan adanya unsure Fe 2O3

yang merupakan produk korosi.

4.4.4.7. Analisis Hasil Laboratorium Media Fluida Crude OilAnalisis crude oil menunjukkan bahwa viskositas (kekentalan) crude oil tersebut adalah 1,92 dan

data itu secara umum menunjukkan bahwa crude oil tersebut mengandung unsure yang mengakibatkan terjadinya erosi.

4.4.4.8. Analisis Hasil Uji Laboratorium Media GasBahwa kandungan CO2 paling tinggi pada pipa dia. 24 inci adalah hanya 3,307% kandungan CO2

ini tentu sangat berpengaruh pada produk korosi pada dinding pipa. Hal ini dinetralisasikan oleh CO2

removal dan chemical injection sehingga tidak secara signifikan menimbulkan korosi yang terbentuk didalam pipa.

BAB 5

RANGKUMAN ANALISIS DAN SARAN

PENELITIAN LANJUTAN

Melalui hasil percobaan dan analisis data-data hasil penelitian yang dilakukan terhadap sistem pemipaan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pipa diameter 24 inci dan 4 inci termasuk dalam kelompok dengan ranking paling kritis dibandingkan dengan pipa lainnya. Pada pipa diameter 24 inci ditemukan adanya cacat atau kemunduran bahan pipa ukuran diameter 4 inci ditemukan adanya kebocoran.

2. Setelah dilakukan kalkulasi, pipa diameter 4 inci dengan fluida kerja crude oil sisa umur-pakai kurang dari 4 tahun. Bila dikaitkan dengan kemunduran bahan pipa karena korosi, nilai kekritisannya termasuk yang tinggi (1).

3. Pada pipa diameter 24 inci dengan fluida kerja gas alam, setelah dilakukan pengujian NDT ultrasonic ditemukan adanya kegagalan berupa cacat laminasi. Hal ini merupakan cacat bawaan dari pabrik.

4. Factor penyebab kerusakan pada pipa diameter 4 inci adalah karena adanya erosi fluida kerja, selain karena adanya korosi, sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran.

5. Analisis terhadap pengujian mekanis (uji tarik dan uji kekerasan) dan komposisi kimia bahan terhadap pipa diameter 4 inci yang bocor, pipa diameter 24 inci yang utuh dan cacat laminasi

Page 26: Manajemen resiko

menunjukkan bahwa tahan pipa tersebut memenuhi standar pemipaan untuk transmisi dan distribusi gas maupun minyak mentah.

6. Efektivitas variable uji RBI sesuai dengan aturan yang telah ditentukan dalam standard an techbical manual.

SARAN PENELITIAN LANJUTAN

Melalui kesimpulan diatas, saya menyarankan bahwa implementasi yang lebih mendalam terhadap simulasi erosi secara kuantitatif akan dapat menghindarkan adanya berbagai erosi pada daerah elbow. Usaha yang dapat dilakukan agar mendapatkan hasil yang memuaskan, antara lain adalah:

1. Perbesar radius elbow2. Kurangi kecepatan fluida3. Tambahkan inhibitor4. Melakukan monitoring dengan uji NDT5. Segera melakukan pemasangan pipa sisipan (casing) pada pipa yang mengalami penipisan yang

signifikan, dan6. Pada bahan pipa yang terdapat cacat laminasi harus segera dilakukan analisis kegagalan untuk

menghindari timbulnya cacat baru (crack) akibat adanya beban eksternal. Hal ini disebabkan laminasi merupakan cacat dari produsen, maka untuk menghindari cacat itu sampai kelapangan perlu diadakan pemeriksaan yang lebih ketat dengan melakukan uji NDT secara penuh saat dipabrikasi.