Upload
nailanikmah
View
162
Download
13
Embed Size (px)
MANAJEMEN MEMUPUK BAKAT DAN KREATIVITAS SISWA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Manajemen Kesiswaan
Dosen Pengampu : Fatkurroji, M. Ag
Disusun oleh :
Muhibatul Khusna (103311024)
Nailatun Nikmah (103311026)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
MANAJEMEN MEMUPUK BAKAT DAN KREATIVITAS SISWA
I. PENDAHULUAN
Menjadi orang kreatif akan membuat hidup jauh lebih baik ketimbang menjadi
orang yang tidak kreatif, monoton, tidak mempunyai keinginan untuk maju dan statis.
Dengan menjadi kreatif, hidup akan menjadi lebih berwarna. Kreativitas akan membuka
wacana dan wawasan baru dari episode kehidupan ke episode kehidupan berikutnya.
Kreativitas akan memberikan semangat dalam menjalani kehidupan baru yang terkadang
dihadapkan pada berbagai persoalan rumit dan membutuhkan penyelesaian dengan jalan
yang berbeda.
Hendaknya bakat dan potensi kreatif yang dimiliki siswa dipupuk sejak dini.
Sehingga anak memiliki potensi besar untuk menjadi pribadi yang kreatif dan inovatif.
Lebih lanjut, dalam makalah ini kami akan membahas tentang “Manajemen Memupuk
Bakat dan Kreativitas Siswa.”
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Belajar Kreatif?
B. Mengapa Harus Belajar Kreatif?
C. Bagaimana Mendorong Anak/ Siswa untuk Belajar Kreatif?
D. Bagaimana Memupuk Iklim Kreatif Anak/Siswa?
E. Bagaimana Metode dan Teknik Kreatif Tingkat 1, 2, 3?
F. Bagaimana Peran Guru dalam Siswa yang Berbakat?
G. Bagaimana Peran Orang tua dalam Anak yang Berbakat?
H. Apa Saja Persyaratan Guru dalam Mengajar Siswa Berbakat?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Belajar Kreatif
Belajar diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari
pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.1
Kemudian kreatif oleh Supriadi (1994) diartikan bahwa kreatif itu merupakan
1Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung. Pustaka Setia, 2010), hlm. 61
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan
maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Dengan
demikian, Belajar Kreatif adalah belajar secara konsisten dan terus menerus
menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan.
Haris (1998) dalam artikelnya tentang pengantar berpikir kreatif menyatakan
bahwa indikator orang berpikir kreatif itu meliputi: (1) Ingin tahu, (2) mencari
masalah, (3) menikmati tantangan, (4) optimis, (5) mampu membedakan penilaian, (6)
nyaman dengan imajinasi, (7) melihat masalah sebagai peluang, (8) melihat masalah
sebagai hal yang menarik, (8) masalah dapat diterima secara emosional, (9)
menantang anggapan/ praduga, dan (10) tidak mudah menyerah, berusaha keras.
menurutnya kreativitas dapat dilihat dari tiga aspek yakni sebuah kemampuan,
perilaku, dan proses.2
1. Sebuah Kemampuan
Kreativitas adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan
sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan baru baru dengan cara
mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide-ide yang telah ada.
2. Sebuah Perilaku
Kreativitas adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan,
kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai kemungkinan,
cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu.
3. Sebuah Proses
Kreativitas adalah proses kerja keras dan berkesimbungan dalam
menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu
berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik.
2Mustaji, Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran (Surabaya: Jurnal Teknologi Pendidikan Unesa) dapat diakses di http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran pada tanggal 20 April 2013 pukul 10:58 WIB
B. Pentingnya Belajar Kreatif
Dalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas merupakan
suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan manusia. Menurut
Treffinger, tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kreativitas. Lebih lanjut, Conny
R. Semiawan menyatakan, ada empat alasan penting mengapa seseorang perlu belajar
kreatif, antara lain:
1. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil guna jika kita (orang
tua/guru) tidak bersama mereka.
2. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan
masalah yang tidak mampu kita duga yang akan timbul di masa depan.
3. Belajar kreatif menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan seseorang, dapat
mempengaruhi, bahkan dapat mengubah karir pribadi serta dapat menunjang
kesehatan jiwa dan badan seseorang.
4. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar. Secara
lebih luas, belajar kreatif dapat menimbulkan terciptanya ide-ide baru, cara-cara
baru, dan hasil-hasil yang baru.3
C. Mendorong Belajar Kreatif
Setiap orang pada dasarnya memiliki bakat kreatif dan kemampuan untuk
mengungkapkan dirinya secara kreatif, meskipun masing-masing dalam bidang dan
kadar yang berbeda-beda. Yang terutama penting bagi dunia pendidikan adalah bakat
tersebut dapat dan perlu dikembangkan serta ditingkatkan.
Sehubungan dengan mendorong belajar keratif bagi siswa, sebagai pendidik
atau orang tua, kita perlu meninjau empat aspek dari kreativitas, yaitu: pribadi,
pendorong (press) proses dan produk. Yang kemudian lebih dikenal dengan Strategi
4P dalam Pengembangan Kreativitas.
1. Pribadi
3 Pentingnya Kreativitas dalam Kehidupan, diakses di http://pegawai.stainkudus.ac.id/?module=detilberita&kode=113 pada tanggal 20 April 2013 pukul 10:55 WIB.
Kreativitas adalah ungkapan atau ekspresi dari keunikan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya. Ungkapan krearif ialah yang mencerminkan
orisionalitas dari individu tersebut. Dari ungkapan pribadi yang unik inilah dapat
diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang inovatif. Oleh karena
itu, pendidik atau orang tua hendaknya dapat menghargai keunikan pribadi dan
bakat-bakat anak/siswanya.4 Hal ini dapat diartikan bahwa guru/ orang tua jangan
mengharapkan semua siswa/ anak melakukan atau menghasilkan hal-hal yang sama
atau mempunyai minat yang sama. Namun, guru atau orang tua hendaknya
membantu siswa/ anak menemukan bakat-bakatnya dan menghargainya.
2. Pendorong (Press)
Bakat kreatif siswa/ anak akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan
dari lingkungannya ataupun dorongan kuat dari dalam dirinya sendiri (motivasi
internal) untuk menghasilkan sesuatu5. Bakat kreatif dapat berkembang dalam
lingkungan yang mendukung, tetapi juga dapat pula terhambat dalam lingkungan
yang tidak menunjang. Sehingga di dalam keluarga, di sekolah, ataupun di
lingkungan masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap sikap dan
perilaku kreatif individu atau kelompok individu.
3. Proses
Untuk mengembangkan pola belajar kreatif, anak/ siswa perlu diberi
kesempatan untuk melakukan proses bersibuk diri secara kreatif. Pendidik
hendaknya dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan
kreatif. Dalam hal ini, yang terpenting adalah memberikan kebebasan kepada
siswa/ anak untuk mengekspresikan dirinya secara kreatif, tentu saja dengan syarat
tidak merugikan orang lain dan lingkungannya
4. Produk
Dengan dimilikinya bakat dan ciri-ciri pribadi yang kreatif, dan dengan dorongan
(internal/eksternal) untuk bersibuk diri secara kreatif, maka produk-produk kreatif
yang inovatif dan bermakna dengan sendirinya akan timbul.6 Dan hendaknya
seorang pendidik atau orang tua menghargai produk kreativitas siswa/ anaknya dan
4Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), Cet ke-3, hlm. 45
5Utami Munandar, hlm. 46
6Utami Munandar, hlm. 46
mengkomunikasikan kepada yang lain. Misalnya dengan memamerkan hasil karya
siswa/ anaknya. Sehingga minat siswa/ anak akan lebih tergugah untuk berkreasi.
D. Memupuk Iklim Kreatif
E. Metode dan Teknik Kreatif Tingkat I, II, III
Barbara Clark
Model Pendidikan Integratif (Clark)
Clark berdasarkan hasil berbagai penelitian tentang spesialisasi belahan otak,
mengemukakan:
“Kreativitas merupakan ekspresi tertinggi keterbakatan dan sifatnya terintegrasikan,
yaitu sintesa dari semua fungsi dasar manusia yaitu: berfikir, merasa, menginderakan
dan intuisi (basic function of thingking, feelings, sensing and intuiting)” (Jung 1961,
Clark 1986).
1. Model
Model Integrative Education dari Clark (1986) didasasari atas riset tentang
otak/pikiran dari dasawarsa terakhir. Titik pusatnya adalah pada fungsi alam
pikiran sepenuhnya dari individu dan bertujuan membantu siswa menggunakan
semua kemampuan mereka dalam belajar. Untuk itu model ini menggabungkan
penggunaan keterampilan pemikiran, perasaan, pengindraan, dan intuisi (firasat)
dalam pembelajaran akademis dan non-akademis.
Kekuatan dari model ini ialah pendekatannya yang terpadu dalam belajar, melihat
siswa sebagai individu yang berfungsi sepenuhnya dan mempunyai sistem interaksi
yang mempengaruhi kinerja. Cara seorang siswa mereka mempengaruhi cara
berpikirnya dan juga sebaliknya.model pendidikan integratif digambarkan sebagai
satuan lingkaran yang dibagi menjadi empat (Lihat Gambar 1.2). setiap bagian
menampilkan suatu fungsi dari otak yang berinteraksi dengan dan mendukung
fungsi-fungsi lain jika siswa belajar. Keempat fungsi ini ialah: fungsi berfikir
(kognitif), fungsi perasaan atau emosi (afektif), fungsi fisik (pengindraan) dan fungsi
firasat (mempunyai insight, kreatif). Garis-garis terputus memisahkan fungsi-fungsi
itu melambangkan cara fungsi-fungsi itu bekerjasama.
Clark (1986) menggambarkan keempat bagian tersebut sebagai berikut :
- Fungsi kognitif meliputi kekhususan dari belahan otak kiri yang analitis,
memecahkan masalah, sekuensial, evaluatif dan kekhususan dari belahan otak kanan
yang lebih berorientasi spasial (kekurangan) dan gestalt (keseluruhan).
- Fungsi afektif diungkapkan dalam perasaan dan emosi dan merupakan pintu
gerbang untuk meningkatkan atau membatasi fungsi kognitif yang lebih tinggi.
- Fungsi fisik meliputi gerakan, penglihatan, pendengaran, penciuman,
pencecapan dan perabaan yang menetukan bagaimana kita mengamati realitas.
- Fungsi firasat adalah pemahaman secara menyeluruh, secara langsung
memperoleh suatu konsep dalam keseluruhannya, dan sebagian merupakan hasil dari
tingkat sintesis yang tinggi dari semua fungsi otak.
Model integratif ini mempunyai tujuan komponen inti. Meskipun menurut Clark
tidak perlu semuanya dalam setiap hal, tetapi penggunaan ketujuh komponen
semuanya akan menghasilkan penggunaan yang paling efektif dar model ini.
Komponen itu ialah:
1. Lingkungan belajar yang responsif
2. Relaksasi dan mengurangi ketegangan
3. Gerakan dan physical encoding
4. Mengusai bahasa dan perilaku
5. Pilihan dan pengendalian yang diamati
6. Aktivitas kognitif yang majemuk dan menantang
7. Firasat dan integrasi
Dari tinjauan kurikulum, model integratif membangun pengalaman belajar untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam setiap dari tujuh kawasan komponen kunci.
Keterpaduan dari keterampilan dan fungsi otak inilah memungkinkan siswa berfungsi
sepenuhnya.
1. Modifikasi Konten, Proses, Produk dan Lingkungan
Model pendidikan integratif memungkinkan modifikasi kurikulum untuk anak
berbakat dalam keempat bagian tersebut dimuka. Konten belajar diperluas meliputi
bidang subjek dengan topik-topik seperti relaksasi, mengurangi ketergantungan dan
menggunakan firasat. Bidang-bidang seperti ini jarang diberikan di sekolah.
Proses belajar juga menekankan teknik-teknik untuk menggunakan pemikiran
sepenuhnya. Kebanyakan program sekolah terutama berkaitan dengan fungsi kognitif
dari otak, sedangkan model ini melihat pentingnya perasaan, pengindraan dan
kreativitas siswa dan cara bagaimana keempat fungsi otak mempengaruhi proses
belajar.
Dengan model ini produk belajar juga dapat dimodifikasi dalam kurikulum yang
berdiferensial untuk anak berbakat. Produk belajar bukan hanya karangan, laporan
atau proyek, tetapi juga pengelolaan diri, harga diri, belajar mandiri dan proses
mental yang lebih tinggi.
Akhirnya, lingkungan belajar merupakan bagian inti dari pengalaman belajar. Model
ini memadukan lingkunagan ke dalam keseluruhan rancangan pendidikan mengakui
dampaknya terhadap proses belajar siswa. Hal ini menumbuhkan suasana yang
mendorong keberhasilan dan rasa harga diri melalui pendekatan yang berpusat pada
siswa terhadap belajar.
2. Manfaat dari Model pendidikan terpadu Clark
Model pendidikan terpadu dari Clark dapat digunakaan untuk semua siswa
dalam kelas biasa, namun mempunyai manfaat khusus bagi siswa berbakat.
Pertama, model ini menyampaikan informasi dengan cara yang terpadu, sesuai
dengan cara berfikir anak berbakat. Dengan memungkinkan mereka
menggunakan semua kemampuan mereka, siswa berbakat diberi kesempatan
untuk mengembangkan lebih dari haya kemampuan kegiatan mereka, sehingga
menunjang pengembangan manusia seutuhnya. Kedua, dengan memasukkan
teknik relaksasi dan mengurangi keteganggan model ini memberi siswa berbakat
dengan strategi untuk menangani kecenderungan mereka untuk menjadi
perfeksionis dan mengalami stres. Anak belajar lebih baik dalam kondisi tanpa
stres; mereka juga cenderung lebih kreatif jika merasa rileks. Dengan
mengembangkan kemampuan ini, siswa berbakat diharapkan dapat mengelola
stres secara berhasil seterusnya.
Penggunaan ketiga dari model ini ialah dalam bidang pengelolaan diri.
Siswa lebih dapat mengendalikan pembelajaran mereka dan mengembangkan
ketrampilan dasar yang dibutuhkan untuk belajar seumur hidup. Betapapun
baiknya guru anak berbakat, siswa perlu memiliki kemampuan untuk menemukan
dan mencerna informasi sendiri. Model ini memungkinkan untuk bertanggung
jawab bagi belajar mereka sendiri.
Terakhir, model ini memenuhi kebutuhan siswa berbakat akan kegiatan
yang majemuk dan menantang. Ini yang sering merupakan masalah siswa
berbakat di kelas biasa. Model ini mengembangkan kemampuan anak secara utuh
sesuai dengan keterampilan pribadi mereka. Dengan demikian anak berbakat
diberi kesempatan untuk belajar dengan kesempatannya sendiri dengan cara yang
bermakna bagi mereka.
Menurut Clark (1983), kreativitas merupakan ungkapan tertinggi dari
keberbakatan. Keterpaduan dari empat fungsi (pikiran, perasaan, pengindraan,
dan filsafat) membebaskan kreativitas (lihat Gambar 8.8); sedangkan membatasi
salah satu fungsi akan mengurangi kreativitas. Kreativitas meliputi sintesis dan
semua fungsi, yaitu a) berfikir secara rasional; b) tingkatan tinggi dari
pengembangan perasaan atau emosi; c) talenta dan tingkatan tinggi ndan
perkembangan fisik dan mental; dan d) tingkatan tinggi dari kesadaran yang
menghasilkan penggunaaan tamsil (imagery), fantasi, dan penerobosan ke
keadaan pra-sadar atau tidak sadar.
(Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat
hal 183-186. Jakarta: Rineka Cipta)
Treffinger
Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif
Kreativitas merupakan suatu kemampuan yang hendak ditingkatkan dalam
kebanyakan program anak berbakat. Untuk itu perlu ditumbuhkan iklim di dalam
kelas yang menghargai dan memupuk kreativitas dalam semua segi. Tidak cukup
menyediakan waktu 30 menit sehari untuk kreativitas, hal ini tidak akan
meningkatkan kemampuan kreatif siswa. Diperlukan pendekatan yang lebih
komprehensif untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan ini.
1. Model
Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif (Lihat Gambar 1.1) merupakan
salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung
dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Denagan
melibatkan, baik keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat pada
model ini, Treffinger menunjukan saling hubungan dan ketergantungan antara
keduanya dalam mendorong belajar kreatif.
Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif (Treffinger, 1986)
menggambarkan susunan tiga tingkat yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan
menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Seperti dalam Model
Penggayaan Renzulli (Renzulli, 1977, dikutip oleh Parke), siswa terlibat dalam
kegitan membangun keterampilan pada dua tingkat pertama untuk kemudian
menangani masalah kehidupan nyata pada tingkat ketiga. Model Treffinger terdiri
dari langkah-langkah berikut: basic tools, practice with process, dan working with
real problems (Lihat Gambar 1.1).
Tingkat I, basic tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I (Munandar, dalam
Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) meliputi keterampilan divergen
(Guilford, 1967, dikutip Parke, 1989) dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan
teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berfikir serta kesediaan
mengungkapakan pemikiran kreatif kepada orang lain.
Tingkat II, practice with process atau teknik-teknik krativitas tingkat II (Munandar,
dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) memberi kesempatan kepada
siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari ada tingkat I dalam situasi
praktis. Untuk tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran, simulasi, dan studi
kasus. Keahiran dalam berfikir kreatif menuntuut siswa memiliki keterampilan untuk
melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, imajinasi, dan fantasi.
Tingkat III, working with real problems atau teknik kreatif tingkat III (Munandar,
dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) menerapkan keterampilan yang
dipelajari dua tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Seperti pada kegiatan
Tipe III pada Model Enrichment Triad dari Renzulli, siswa menggunakan
kemampuan mereka dengan cara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak
hanya belajar keterampilan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan
informasi ini dalam kehidupan mereka.
1. Modifikasi Konten, Proses, Produk dan Lingkungan
Model Mendorong Belajar Kreatif dari Trefffinger paling efektif jika diadaptasi
untuk penggunaan kerikulum secara menyeluruh, karena memungkinkan modifikasi
baik dari konten, proses, produk, maupun lingkungan. Namun, kekuatannya yang
terbesar adalah dalam modifikasi proses dan produk.
Dalam model ini baik proses kognitif maupun afektif dikembangkan dengan
rentangan dalam tingkat kompleksitas. Siswa yang lebih cepat mengusai
keterampilan tingkat I atau tingkat II dapat melanjutkan kegiatan tingkat III,
menerapkan apa yang telah mereka ketahui terhadap masalah atau keadaan baru yang
berbeda dalam hidup mereka. Dengan demikian siswa belajar keterampilan yang
beragam dan mampu menggunakannya jika diperlukan.
Produk belajar juga membuka dimensi baru. Produk belajar tidak hanya menyangkut
perkembangan keterampilan baru, tetapi menggunakan ketermpilan itu untuk
tantangan kehidupan nyata. Jadi, produk belajar adalah baik masalah yang
dipecahkan maupun belajar proses memecahkan masalah. Dengan menggunakan
ketiga tingkat dari model Treffinger, siswa membangun keterampilan menggunakan
kemampuan kreatif mereka dan menemukan penyaluran untuk mengungkapkan
kreativitas selama hidup.
2. Penggunaan Model Treffinger
Mungkin sumbangan terbesar dari model mendorong belajar kreatif adalah terhadap
pengembangan kurikulum siswa berbakat yang menunjukan peningkatan dari
keterampilan tidak terbatas pada keterampilan dasar. Model ini menunjukan secara
grafis bahwa belajar kreatif mempunyai tingkat dari yang relatif sederhana sampai
dengan yang majemuk. Anak berbakat kreatif dapat menguasai keterampilan tingkat I
dan tingkat II lebih cepat dari siswa lainnya. Bagi mereka proporsi waktu dan energi
untuk tingkatan yang rendah dapat dikurangi. Semua siswa didalam kelas dapat
dilibatkan dalam kegiatan tingkat I dan II, tatapi hanya beberapa yang dapat
melanjutkan ke tahap penerapan (tigkat III).
Disamping itu, model ini hendaknya digunakan secara menyeluruh dalam kurikulum.
Berfikir kreatif merupakan bagian dari semua subjek yang diajarkan di sekolah.
Kemajuan dalam profesi diperoleh melalui proses kreatif. Oleh karena itu model ini
dapat diterapkan pada semua segi dari kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan
konflik sampai dengan pengembangan teori ilmiah. Siswa akan melihat kemampuan
mereka untuk menggunakan kreativitas dalam hidup dan diberi kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendorong dan
memungkinkan penggunaannya.
(Munandar, Utami. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat hal 172-175.
Jakarta: Rineka Cipta)
Selain memiliki sintak-sintak pembelajaran, model pembelajaran inipun memiliki
karakteristik-karakteristik. Karakteristik pertama dari model pembelajaran Treffinger
ini adalah melibatkan siswa dalam suatu permasalahan dan menjadikan siswa sebagai
partisifan aktif dalam pemecahan masalah. Masalah yang dihadapkan pada siswa ini
diperoleh melalui data atau fakta-fakta yang disajikan pada siswa yang dapat
menunjukkan fenomena atau gejala fisis yang dapat disajikan secara konseptual.
Selanjutnya masalah tersebut dapat diselesaikan melalui kegiatan penyelidikan
(investigation) dan penemuan (inquiry). Karakteristik yang paling dominan dari
model pembelajaran Treffinger ini adalah mengintegrasikan dimensi kognitif dan
afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk
memecahkan permasalahan (Sarson, 2005:23). Artinya siswa diberikan keleluasaan
untuk berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang
ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh
oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan.
Ciri yang lain adalah siswa melakukan penyelidikan untuk memperkuat
gagasannya/hipotesisnya. Artinya siswa harus berperan aktif dalam menyelesaikan
masalah melalui penyelidikan yang didasarkan metode ilmiah. Kegiatan penyelidikan
merupakan suatu kebutuhan dalam memahami suatu konsep. Siswa diarahkan untuk
menemukan dan membangun sendiri konsepnya. Menemukan dalam hal ini bukanlah
menemukan dalam arti menemukan hal yang baru melainkan hanya reinvitation.
Diharapkan dari kegiatan ini siswa dapat mengumpulkan dan menganalisis informasi
serta menarik kesimpulan. Ciri berikutnya adalah siswa menggunakan pemahaman
yang telah diperoleh untuk memecahkan permasalahan lain yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari. Artinya setelah siswa memperoleh pemahaman dari
hasil penyelidikan, siswa selanjutnya mengaplikasikan konsep yang telah ia milki
pada persoalan yang lain. Satu lagi ciri lain yang membedakan model ini dengan
model pembelajaran yang lain adalah model pembelajaran yang sangat fleksibel,
dikarenakan tidak harus selalu menggunakan setiap tahapan yang ada pada model ini.
Kita bisa menggunakan tahapan-tahapan yang kita perlukan saja. Selain itu juga,
tahapannya tidak harus berurut, bisa maju ke tahap berikutnya dan kembali lagi ke
tahap sebelumnya, hal tersebut disesuaikan dengan tujuan yang kita inginkan.
Model pembelajaran Treffinger ini selain mempunyai karakteristik seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep- konsep
dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan
2. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran
3. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena disajikan masalah pada
awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-
arah penyelesaiannya sendiri.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah,
mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis dan percobaan untuk
memecahkan suatu permasalahan.
5. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke
dalam situasi baru.
(repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_chapter2.pdf hal 14-17)
F. Peran Guru dan Orang tua dalam Menangani Siswa/ Anak Berbakat
1. Peran Guru Menangani Siswa Berbakat
2. Peran Orang tua dalam Anak Berbakat
G. Kriteria Guru dalam Mengajar Siswa Berbakat
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan materi di atas dapat disimpulkan bahwa