35
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Laporan ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Disusun Oleh : Aprilika Tyantaka NIM P07120112007 Erman Suryana NIM P07120112015 Hardinar Dedi S NIM P07120112017 Reyka Vikendari A NIM P07120112033 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA JURUSAN DIII KEPERAWATAN 2015

Manajemen Bencana Kecamatan-cangkringan

  • Upload
    rika

  • View
    53

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

manajemen bencana

Citation preview

MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA KECAMATAN

CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

Laporan ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan

Gawat Darurat

Disusun Oleh :

Aprilika Tyantaka NIM P07120112007

Erman Suryana NIM P07120112015

Hardinar Dedi S NIM P07120112017

Reyka Vikendari A NIM P07120112033

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

2015

A. Peta Wilayah dan Gambaran Kecamatan Cangkringan

Gambar 1.1 Peta Kecamatan Cangkringan

Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu kecamatan yang berada

di Kabupaten Sleman, provinsi D.I. Yogyakarta. Bagian utara Kecamatan

Cangkringan berbatasan langsung dengan Gunung Merapi, kemudian di bagian

barat di batasi oleh Sungai Kuning, bagian timur berbatasan dengan Jawa

Tengah tepatanya Kecamatan Kmalang dan Manisrenggo, dan selatan

berbatasan dengan Kecamatan Ngemplak. Kecamatan Cangkringan terdisi dari

lima desa yaitu Kepuharjo, Umbulharjo, Glagahharjo, Wukirsari dan Argomulyo.

Gambar 1.2. Gunung Merapi

Secara umum, karakteristik ekosistem yang paling menonjol dari

kecamatan Cangkringan adalah ekosistem daerah pegunungan. Dominasi

pepohonan masih sangat terlihat dengan topografi yang kasar. Satwa liar masih

bisa ditemukan di berbagai tempat. Keberadaan gunung yang masih aktif

memberikan perngaruh besar terhadap ekosistem yang ada di wilayah ini. Erupsi

Gunung Api secara berkala seolah menjadi siklus daur ulang alam yang

mempengaruhi aktivitas berbagaai makhluk hidup termasuk manusia, baik dalam

hal mata pencaharian maupun dalam hal berinteraksi dengan alam. Gambaran

karakteristik Kecamatan Cangkringan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Bentang Alam

Kecamatan Cangkringan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Gunung Merapi di bagian

Utara. Oleh karena itu bentang alam di wilayah ini terdiri dari pegunungan,

topografi yang bergelombang/kasar, tebing-tebing terjal di bagian utara, hulu

sungai seperti Sungai Kuning, sungai Opak dan Sungai Gendol,serta sedikit

dataran rendah di bagian selatan Desa Wukirsari dan pusat kecamatan di

Argomulyo.

2. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam yang ada di kecamatan Cangkringan meliputi:

a. Bahan Galian Golongan C

Merapi memberikan sumbangan sumber daya alam yang melimpah

berupa material tambang golongan C seperti batu, pasir, dan kerikil. Siklus

erupsi 2-5 Gunung Merapi setiap tahun sekali membuat wilayah ini tidak

pernah kekurangan material galian ini. Terlebih lagi setelah erupsi tahun

2010 lalu yang membuat beberapa dusun di kecamatan ini tertutup material

dari Gunung Merapi berjuta-juta ton kubik.

Gambar 1.3 Kegiatan Penambangan di Sungai Gendol

Awalnya (sebelum tahun 2010), kegiatan penambangan ini dilakukan di

sungai Kuning, sungai Opak, Gendol dan di beberapa tanah warga yang

sengaja di gali untuk diambil pasirnya pada lapisan dibawah lapisan tanah.

Jika di sungai Kuning, sungai Opak dan Sungai Gendol eksploitasi galian ini

hanya di lakukan di permukaan sungai akan tetapi eksploitasi pada tanah-

tanah warga dilakukan secara besar-besaran tanpa upaya konservasi.

Setelah tahun 2010, besarnya material yang dikeluarkan Gunung Merapi

memenuhi sungai-sungai dan juga permukaan tanah warga. Eksploitasi lalu

dipusatkan di daerah bekas erupsi. Penggalian ini dilakukan oleh berbagai

pihak, baik pengusaha besar yang menggunakan alat berat atau dari warga

dengan menggunakan alat sederhana.

b. Air

Pemenuhan kebutuhan air di Kecamatan Cangkringan bersumber dari

mata air yang berasal dari sungai Kuning. Dua sumber mata air muncul di

daerah ini dan di jadikan sumber air bersih bagi warga sekitarnya. Selain dari

sumber mata air ini, pemenuhan air penduduk juga dari sumur-sumur

setempat. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk tingkat

penggunaan air di wilayah ini semakin bertambah.

c. Tanah

Tanah di bagian utara masih berupa tanah Regosol. Hal ini karena

sumbangan bahan induk dari Gunung Merapi yang terjadi secara berkala

yang menyebabkan tanah di wilayah ini berupa tanah muda. Bagian utara

wilayah kecamatan cangkringan yang meliputi Desa Umbulharjo dan Desa

Kepuhharjo pemanfaatan tanahnya hanya untuk perkebunan, jarang untuk

pertanian bahkan biasanya tanah di dua desa itu justu digali untuk di ambil

bahan tambangnya. Sedangkan bagian selatan yang meliputi Wukirsari,

Argomulyo dan Glagahharjo usia tanah semakin tua dan sudah bisa

ditemukan persawahan di daerah ini.

d. Kayu

Sekarang ini penebangan kayu di kecamatan Cangkringan hanya

dilakukan pada hutan produksi yang masih tersisa. Tingkat eksploitasi pada

hutan pun berkurang seiring dengan erupsi tahun 2010 yang meluluh

lantahkan hutan bagian selatan bersamaan permukiman penduduk di

sekitarnya.

3. Masalah Lingkungan

a. Faktor Alami, Erupsi Gunung Merapi

Gambar 1.4. Peta Rawan Bencana Gunung Merapi

Masalah lingkungan yang paling menjadi kekhawatiran bagi masyarakat

adalah bencana yang diakibatkan dari Erupsi Gunung Merapi. Kecamatan

Cangkringan masuk ke dalam kawasan Rawan Bencana baik I (KRB I)

sampai KRB III. Kejadian tahun 2010 menjadi trauma bagi penduduk

kecamatan cangkringan. Hampir seluruh penduduk mengungsi dari

Cangkringan. Bagian utara Desa Umbulharjo dan Kepuharjo luluh lantah di

terjang awan panas dan desa lainnya tertutup material dari Gunung Merapi.

Wilayah pinggiran dari sungai Kuning, Opak, dan Gendol juga hancur

diterjang awan panas dan juga banjir lahar hujan. Rumah dan berbagai

fasilitas umum lainnya hancur dan hanya meninggalkan puing-puing sisa dari

erupsi. Karena bencana erupsi ini alami dan menjadi resiko warga yang

tinggal di sekelilingnya, usaha yang kini dilakukan untuk penanganannya

adalah dengan membuat peta rawan bencana, jalur evakuasi dan juga

kantong-kantong pengungsian. Berbagai penyuluhan dan mitigasi bencana

juga dilakukan di desa-desa untuk memudahkan dalam proses evakuasi.

b. Faktor manusia

Masalah yang diakibatkan oleh manusia antara lain adalah lubang-lubang

bekas galian pasir dan batu. Tanah-tanah warga yang biasanya telah dijual

kepada pengusaha atau disewakan digali dan diambil materialnya lantas

ditinggalkan begitu saja. Akibatnya, banyak tanah yang terbengkalai dan

tidak di kembalikan ke fungsi awalnya. Biasanya lubang-lubang galian yang

ditinggalkan ini di biarkan saja hingga rumput dan gulma tumbuh di sana

kemudian di manfaatkan warga sebagai pakan ternak. Tapi, pada beberapa

tempat, bekas-bekas galian ini ditanami dengan pohon-pohon produksi

seperti sengon atau mahoni. Selama ini usaha penanganan khusus yang

dilakukan belum ada. Hanya kini beberapa tempat di bagian utara sudah

kembali tertutup lagi oleh material akibat dari proses alami Gunung Merapi

Masalah lingkungan selanjutnya adalah pencemaran udara dari kegiatan

peternakan. Bau tak sedap muncul di sekitar peternakan yang mengganggu

kenyamanan warga. Awalnya izin peternakan ini berlaku sementara, namun

akhir-akhir ini pencemaran terjadi lebih tinggi hingga menimbulkan keluhan

warga. Usaha yang di lakukan yaitu dengan pemagaran ternak oleh pemilik

usaha dan beberapa waktu lalu warga melakukan protes atas izin usaha

tersebut yang ternyata sudah kadaluarsa. Hal ini membuat beberapa warga

mengajukan tuntutan pada pemerintahan atas izin lingkungan dan AMDAL

pada setiap usaha peternakan yang akan dilakukan.

4. Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Lingkungan

a. Sikap dan perilaku positif masyarakat

Gambar 1.5 Upacara Adat “Labuhan” di Lereng Gunung Merapi

Pertama, tradisi “labuhan” masyarakat Merapi pada setiap bulan suro.

Tradisi ini berupa upacara untuk “penunggu” Gunung Merapi yaitu dengan

memberikan dan meletakkan hasil bumi di salah satu tempat yang dibuat

khusus di lereng mereapi. Walau dalam bentuk upacara adat yang terkesan

berbau mistis, tapi sejatinya tradisi ini memberikan pesan pada penduduk

untuk lebih menghargai apa saja yang lingkungan berikan pada masyarakat

dan apa yang bisa alam ambil jika kita melanggar kewajaran kita dengan

merusak dan mengganggu alam sebagai sesama makhluk hidup yang

diciptakan sang pencipta. Kedua, gotong royong secara berkala dalam

rangka membersihkan lingkungan, baik lingkungan tempat tinggal atau

sarana prasarana lainnya, misalnya gotong royong untuk memperbaiki pipa

air bersih. Ketiga, penduduk setempat masih memiliki lahan yang luas di

sekitar pekarangan mereka. Hal ini di manfaatkan bagi penduduk untuk

menanam berbagai pohon baik itu jenis tanaman buah atau tanaman yang

menghasilkan kayu produksi. Hal ini membuat daerah sekitar menjadi lebih

rindang dan sekaligus menghemat penggunaan kayu dari hutan alam. Selain

itu penduduk yang masih menggunakan kayu untuk memasak juga

memanfaatkan sisa atau ranting yang menua dari pohon-pohon tersebut.

b. Sikap dan perilaku negatif masyarakat

Pertama, sikap acuh tak acuh pada lingkungan. Hal ini ditunjukkan

dengan contoh bekas galian pasir yang terbengkalai. Penduduk sekitar yang

bukan pemilik tanah bekas galian itu cenderung membiarkan saja karena

merasa itu bukan tanggungjawabnya. Hal lain ditunjukkan pada kasus

pencemaran lingkungan akibat ternak. Warga yang jauh dari tempat tersebut

cenderung tidak mau berkerjasama untuk menuntaskan masalah yang terjadi

pada dusun mereka karena mereka merasa tidak terkena dampak

pencemaran tersebut. Kedua, walaupun sampah belum menjadi masalah di

perdesaan, tapi masyarakat cenderung kurang peduli pada kebersihan

lingkungan. Pembuangan sampah masih pada tempat-tempat yang tidak

seharusnya misalnya kebun atau jurang. Ketiga, masih rendahnya

kesadaran akan pendidikan dan sikap peduli lingkungan pada masyarakat

setempat. Keempat, adanya sikap keras kepala masyarakat sekitar lereng

merapi yang menolak upaya pemindahan pemukiman dari daerah rawan

bencana terkait dengan upaya relokasi dan konservasi sekitar lereng merapi.

5. Kondisi Geografis dan Penduduk

Kecamatan Cangkringan berada di dataran tinggi. Ibukota kecamatannya

berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Kecamatan

Cangkringan beriklim seperti layaknya daerah dataran tinggi di daerah tropis

dengan cuaca sejuk sebagai ciri khasnya. Suhu tertinggi yang tercatat di

Kecamatan Cangkringan adalah 32 °C dengan suhu terendah 18 °C. Bentangan

wilayah di Kecamatan Cangkringan berupa tanah yang berombak dan

perbukitan. Kecamatan Cangkringan dihuni oleh 7.992 KK. Jumlah keseluruhan

penduduk Kecamatan Cangkringan adalah 27.657 orang dengan jumlah

penduduk laki-laki 13.361 orang dan penduduk perempuan 14.296 orang dengan

kepadatan penduduk mencapai 524 jiwa/km2. Sebagian besar penduduk

Kecamatan Cangkringan adalah peternak. Dari data monografi kecamatan

tercatat 13.224 orang atau 47.81 % penduduk Kecamatan Cangkringan bekerja

di sektor peternakan.

6. Potensi Ekonomi, Wisata, Pertanian, Perikanan dan Peternakan

Sarana dan prasarana perekonomian di Kecamatan Cangkringan antara

lain koperasi berjumlah 3 buah, pasar 5 buah. Usaha industri kecil 4 unit, serta

industri RT berjumlah 425 unit. Rumah makan yang terdaftar ada 11 rumah

makan, usaha yang bergerak dalam usaha perdagangan ada 6 buah, sedang

angkutan ada 4. Di kecamatan ini terdapat 2 buah taman rekreasi, 1 buah hutan

lindung, tempat pertunjukan kesenian 1 buah, tempat rekreasi alam dan sejarah

2 buah, toko cenderamata 1 buah. Di kecamatan ini juga terdapat 1 buah

sanggar kesenian, 5 buah anggota kesenian dan 5 buah anggota seniman.

Terdapat wisata agro yang berada di Jambu, Kepuharjo serta wisata lereng

Merapi yang berada di Kinahrejo, Kepuharjo. The Cangkringan Jogja, Villa and

Spa menyediakan lokasi yang strategis didukung pemandangan alam yang asri.

Dari jendela kamar, tamu atau wisatawan dapat menyaksikan secara jelas

Gunung Merapi dan bisa mengabadikannya dari sudut pandang yang pas.

Produksi pertanian yang paling banyak di kecamatan ini adalah padi yang

mencapai 62.344,5 ton pertahun, kemudian disusul kacang tanah, jagung, buah-

buahan dan sayuran. Peternakan terbanyak adalah ternak sapi potong yaitu

2456 ekor, kemudian kambing dan domba. Unggas yang terbanyak ayam buras

ada sekitar 119.010 ekor, diikuti ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Hasil

produksi perikanan kecamatan ini mencapai 7.598 kg/tahun, yang terbanyak

adalah ikan mujahir/nila sebesar 3400.7 kg, disusul lele dan gurameh.

B. Potensi Bencana Yang Terjadi Di Cangkringan Sleman Yogyakarta

1. Erupsi gunung merapi

Gunungapi Merapi yang terletak di utara Yogyakarta menjadi pusat

perhatian setiap empat – lima tahun sekali. Gunung api ini termasuk paling sering

meletus. Ada 83 erupsi yang tercatat hingga bulan Juni 2006. Rata-rata, selang

waktu erupsi Merapi terjadi antara 2 – 5 tahun (periode pendek) atau 5 – 7 tahun

(periode menengah). Merapi pernah mengalami istirahat panjang lebih dari 30

tahun, terutama di masa awal keberadaannya sebagai gunungapi. Sejarah

letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun demikian

sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada

kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad

19. Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif

lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal

abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan

Merapi secara rata-rata lima tahun sekali.

Website Badan Geologi menerakan bahwa letusan terbesar Merapi pada

abad 19 dan 20 adalah letusan pada tahun 1872. Letusan berlangsung selama

lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai

Kerawang, Madura dan Bawean. Awan panas mengalir melalui hampir semua

hulu sungai yang ada di puncak Merapi, yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng,

Batang, Woro, dan Gendol. Awanpanas dan material produk letusan

menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas ketinggian 1000 meter

dari permukaan laut. Tipe letusan Gunungapi Merapi termasuk dalam tipe

Vulkanian lemah. Tipe Vulkanian kuat dicontohkan seperti letusan Gunungapi

Vesuvius pada tahun 79. Merapi tidak berkarakter eksplosif, tetapi aliran

piroklastik (yang umum disebut sebagai Awan Panas) hampir selalu terjadi pada

setiap erupsinya.

Peta Kota dan Kabupaten di Sekitar Gunungapi Merapi (Sumber: Badan

Nasional Penanggulangan Bencana – BNPB)

Tubuh gunungapi ini terbagi ke dalam empat wilayah kabupaten, yaitu

Kabupaten Sleman di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Kabupaten

Klaten, Boyolali, dan Magelang di Provinsi Jawa Tengah. Merapi yang menjadi

sumber kehidupan ini sekaligus menjadi ancaman bagi penduduk yang tinggal di

9 kecamatan, 42 desa, dan 118 dusun yang terletak di sekitar Merapi. Letusan

terakhir terjadi pada akhir Oktober – Desember 2010 lalu, yang dampaknya

masih berlangsung hingga awal tahun 2011. Erupsi yang berlangsung dari

tanggal 25 Oktober hingga awal Desember 2010 itu mengakibatkan jatuhnya

korban jiwa, 353 orang tewas akibat awan panas. Lebih dari 350.000 orang

diungsikan dari wilayah yang rawan di radius 20 Km dari puncak Merapi. Seach

(2010) mencatat bahwa erupsi tahun 2010 ini adalah yang terbesar dalam 100

tahun terakhir. Sebaran abu vulkanisnya menyebabkan bandara internasional

Adisucipto Yogyakarta ditutup. Hujan abu vulkanik menerpa wilayah di sekitar

Merapi, termasuk kota Yogyakarta yang berjarak sekitar 25 Km dari Merapi.

Peta sebaran endapan awan panas Gunungapi Merapi pada periode 1911 –

2006

(Sumber: http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/)

Erupsi besar sebelumnya terjadi pada tahun 2006. Erupsi berlangsung

dari bulan April hingga Juni 2006. Lebih dari 22.000 orang dievakuasi dari

wilayah rawan. Pada saat itu, aliran piroklastik menerjang ke arah selatan, ke

wilayah Dusun Kali Adem di Cangkringan, Sleman, D.I. Yogyakarta dan

menewaskan dua orang relawan. Letusan besar lainnya terjadi pada 22

November 1994 dan menghancurkan wilayah Dusun Turgo di Sleman, D.I.

Yogyakarta dan mengakibatkan tewasnya 66 orang warga akibat terjangan awan

panas yang dikenal dengan sebutan wedhus gembel (Nasir dan Wijoyono, 2009).

Pada tahun 1984, terjadi luncuran awan panas sejauh 7 Km, tetapi tidak

menimbulkan korban jiwa (Seach, 2010). Sari Bahagiarti (2010) menuliskan

bahwa pada tahun 1972 – 1973 terjadi erupsi di Merapi, menghasilkan semburan

asap hitam setinggi 3 Km dan hujan abu – kerikil. Pada tahun 1969 terjadi

letusan besar dengan luncuran awan panas yang menewaskan 3 orang.

Kejadian yang sama terjadi pada tahun 1961, disertai banjir lahar, yang

menewaskan 6 orang. Tahun 1954, Merapi meletus dan menghasilkan awan

panas, hujan abu, dan lapili, yang mengakibatkan 64 orang menjadi korban

meninggal. Kejadian besar di abad yang lalu berlangsung pada tahun 1930 –

1931. Merapi meletus dengan tipe Pilinian, menghasilkan aliran lava, piroklastik,

dan lahar. Sejumlah 1.369 orang meninggal dunia akibat letusan tersebut.

2. Banjir lahar dingin

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta meminta

masyarakat tetap mewaspadai potensi banjir lahar dingin menjelang puncak

musim hujan.

"Masyarakat diharapkan bisa melakukan mitigasi bencana secara mandiri,

apalagi sistem peringatan dini sudah banyak dipasang," kata Kepala Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, Gatot Saptadi di Yogyakarta.

Dia mengatakan selama musim hujan ini, pihak BPBD DIY telah melakukan

inventarisasi sejumlah titik yang akan dilalui banjir lahar dingin, disertai

pemasangan berbagai peralatan sistem peringan dini serta kamera pengawas

(CCTV) yang telah terpasang di sepanjang titik rawan bencana.

Menurut Gatot, terdapat dua sungai yang sangat berpotensi menjadi area

yang dilewati lahar dingin, yaitu Sungai Code dan Sungai Kuning. Kedua

sungai tersebut berhulu di Gunung Merapi sehingga akan menjadi jalur banjir

lahar dingin.

Meski tetap perlu diwaspadai, menurut Gatot, kemungkinan terjadi banjir lahar

dingin tidak terlalu signifikan jika dibanding tahun sebelumnya, meskipun

curah hujan tinggi saat puncak musim hujan.

Hal itu, menurut dia, mengingat karakteristik material vulkanik Gunung Merapi

sisa erupsi tahun 2010 sudah mengalami perubahan menjadi lebih padat

dibanding tahun sebelumnya. Apalagi, bangunan sabo dam juga telah banyak

di bangun di sepanjang sungai hulu Merapi untuk menghalau tekanan banjir

lahar dingin.

3. Gempa Bumi

Pulau Jawa bagian selatan diguncang gempa bumi yang merusak sebelas

wilayah kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah pada hari Sabtu,

27 Mei 2006 pukul 05.53 pagi. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG; saat

ini Badan Geologi, Klimatologi dan Geofisika – BMKG) mencatat kekuatan

gempa pada 5,9 Skala Richter. Badan Survei Geologi Amerika Serikat (U.S.

Geological Survey) mencatat kekuatan gempa sebesar 6,3 Skala Richter pada

kedalaman 10 Km.

Pusat gempa terletak di daratan selatan Yogyakarta (7.962° Lintang

Selatan, 110.458° Bujur Timur). Laporan Inter Agency Standing Committee –

IASC (2006) menyebutkan bahwa dua wilayah terparah adalah Kabupaten

Bantul di D.I. Yogyakarta dan Kabupaten Klaten di Jawa Tengah. Gempa

bumi tersebut mengakibatkan korban tewas seketika sebanyak 5.744 orang

dan melukai lebih dari 45.000 orang. Sebanyak 350.000 rumah hancur/rusak

berat dan 278.000 rumah rusak sedang/ringan. Dampak gempa ini

menyebabkan 1,5 juta orang tidak memiliki rumah karena rusak atau hancur.

Total penduduk terdampak gempa adalah 2,7 juta jiwa, tiga kali lebih besar

daripada jumlah yang tercatat pada petistiwa gempa-tsunami di Aceh pada 26

Desember 2004. Jumlah kerusakan dan kerugian total mencapai 3,1 milyar

USD, setara dengan kejadian gempa di Gujarat dan Kashmir.

Peta sebaran kerusakan bangunan akibat gempa bumi 27 Mei 2006 di

D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah (Sumber: Inter Agency Standing

Committee – IASC, 2006)

Skala kekuatan gempa bumi ini sebenarnya lebih kecil daripada beberapa

gempa bumi yang pernah melanda wilayah di Jawa Tengah selatan. Namun,

karena letak pusat gempa yang dangkal dan berada di daratan menyebabkan

kerusakan yang lebih besar daripada gempa berskala kekuatan besar tetapi

terjadi tidak di daratan. Situs Departemen Pekerjaan Umum mencatat pada

tanggal 19 Juli 2005 terjadi gempa berkekuatan 5,5 Skala Richter yang

mengguncang Yogyakarta pada pukul 19.21. Gempa ini berpusat di

Samudera Hindia pada kedalaman 33 Km pada jarak 220 Km di selatan Kota

Yogyakarta. Gempa ini disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik Indo-

Australia dan Eurasia yang berlangsung selama lima detik. Namun, tidak ada

kerusakan dan korban yang dilaporkan dalam kejadian ini.

Empat gempa bumi lainnya yang tercatat berpusat di Samudera Hindia dan

pernah mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya terjadi pada tahun tanggal 19

Agustus 2004, 25 Mei 2011, 9 Juni 1992, dan 14 Maret 1981. Semuanya

berskala di antara 6 – 6,5 Skala Richter. Namun, tidak terjadi kerusakan yang

menimbulkan kerugian besar dan korban jiwa. Pada tanggal 23 Juli 1943 tercatat

pernah terjadi gempa bumi yang berpusat di 8,6° Lintang Selatan dan 109,9°

Bujur Timur. Gempa ini berkekuatan besar (tidak tercatat Skala Richternya) dan

mengakibatkan 213 orang meninggal dunia, 2.096 orang luka-luka. Sekitar 2.800

rumah hancur. Getaran gempa ini dirasakan dari Surakarta hingga Garut, Jawa

Barat. Gempa bumi besar sebelumnya terjadi pada tanggal 10 Juni 1867.

Sejumlah 372 rumah hancur dan meewaskan 5 orang di Yogyakarta. Getaran

gempa ini terasa hingga Surakarta (Solo). Kejadian ini meruntuhkan sejumlah

bangunan di Taman Sari Kraton Yogyakarta, merusak Gedung Residen (Gedung

Agung saat ini), dan merobohkan Tugu Pal Putih Kraton Yogyakarta.

Peta wilayah rawan gempa bumi di Indonesia (Sumber: http://esdm.go.id).

Gempa bumi adalah konsekuensi logis dari fakta bahwa Pulau Jawa yang

merupakan bagian dari kepulauan Indonesia berada di wilayah rawan gempa.

Website Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Administrator, 2009)

menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu bagian wilayah di dunia

yang mempunyai sistem seismotonik yang tergolong rumit dengan frekuensi

kejadian gempabumi cukup tinggi. Fenomena tersebut disebabkan posisi

Indonesia terletak pada wilayah tumbukan (pertemuan) 3 (tiga) buah lempeng

besar berukuran benua yang secara terus menerus bergerak. Ketiga lempeng

aktif tersebut adalah Hindia-Australia, Pasifik, dan Eurasia. Karenanya, gempa

bumi berkekuatan lebih dari 6 Skala Richter berpeluang terjadi di wilayah

selatan Pulau Jawa. Selain dapat merusak sarana dan prasarana permukiman

penduduk, gempa bumi juga dapat mengubah kondisi geologi serta hidrologi

secara cepat. Rekahan pada batuan dapat menyebabkan penurunan debit

mata air dan intrusi air laut ke dalam air tanah. Selain akibat pergerakan

lempeng, gempa bumi juga dapat disebabkan oleh aktivitas vulkanik. Namun,

gempa vulkanik getarannya tidak besar dan sebarannya tidak seluas gempa

tektonik.

4. Kebakaran

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sleman meminta masyarakat

tetap mewaspadai potensi kebakaran di musim penghujan ini. Sampai hari ini,

Jum’at 17 Oktober 2014 UPT Pemadam Kebakaran BPBD Sleman telah

menangani 68 kejadian kebakaran. Dari jumlah tersebut 27 kejadian

kebakaran terjadi pada bulan September sampai hari ini sehingga terjadi

peningkatan kejadian kebakaran yang cukup signifikan . Dari 27 kejadian, 13

kejadian merupakan kebakaran lahan, 9 kejadian kebakaran tempat usaha

dan 5 kejadian kebakaran rumah tinggal dengan penyebab terbanyak akibat

rembetan api dari tempat sampah maupun tungku kayu.

Memasuki musim penghujan pada bulan Oktober ini , Drs. Ismu Achmad

Widodo selaku Kepala UPT Pemadam Kebakaran BPBD Sleman

menghimbau masarakat untuk lebih berhati-hati karena perubahan cuaca

yang ekstrim sering menyebabkan kejadian alam yang dapat menimbulkan

kejadian kebakaran. Bilamana terjadi pemadaman listrik, tempatkan lampu

penerangan darurat (lilin, petromak,lampu teplok) dengan aman, mewaspadai

hewan piaraan maupun hewan liar yang sewaktu-waktu dapat mengganggu

instalasi listrik maupun lampu penerangan darurat, menghindari penyimpanan

bahan mudah terbakar dengan cara sembarangan, perencanaan instalasi

listrik yang benar termasuk cara penyambungan maupun penggunaannya,

dan yang tidak kalah penting dengan menyiapkan alat pemadam api yang

tepat guna, tepat media, efisien dan ekonomis. Apabila terjadi kebakaran

segera hubungi Posko Pemadam Kebakaran Kabupaten Sleman Telp. (0274)

868-351, atau (0274) 8300-300 tanpa dipungut biaya.

C. Kegiatan Manajemen Bencana

1. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Merapi

Program yang disusun dalam kebijakan pencegahan dan mitigasi

bencana terdiri dari program pencegahan dan mitigasi struktural dan

mitigasi non-struktural. Sedangkan dalam kebijakan kesiapsiagaan

bencana disusun program peningkatan kapasitas dan kemandirian

masyarakat dalam mengahadapi risiko bencana serta pembangunan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana. Dalam tanggap darurat bencana

disusun program penyelenggaran operasi darurat bencana, sedangkan

dalam pemulihan bencana dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

A. Pra Bencana Erupsi Merapi

1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Erupsi Merapi

1. Pencegahan dan mitigasi non struktural

1. Penilaian risiko bencana, pemetaan daerah kawasan rawan bencana, pembuatan peta risiko dan membuat simulasi skenario bencana

2. Penyelenggaraan pendidikan kesehatan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern

2. Pencegahan dan mitigasi struktural

3. Pelaksanaan penataan ruang, pembangunan infrastruktur dan pengaturan pembangunan sehingga mempermudah evakuasi saat terjadi bencana

2. Kesiapsiagaan Bencana Erupsi Merapi

4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam membangun budaya aman bencana serta kemandirian

5. Menyusun pedoman standar penyelematan diri terhadap evakuasi

6. Pembuatan jalur evakuasi di daerah rawan bencana erupsi merapi menuju titik kumpul

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

dalam menghadapi risiko bencana

7. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesiapsiagaan bencana

8. Pembangunan jaringan informasi dan komunikasi kebencanaan terpusat dengan pemanfaatan fasilitas umum sebagai media perantara

B. Penanganan dan Pasca Bencana Erupsi Merapi

1. Tanggap Darurat Bencana

1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana

1. Kajian Cepat Bencana Erupsi Merapi

2. Pencarian, penyelamatan & evakuasi

3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi

4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis

2. Pemulihan Bencana

2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

5. Pengkajian kerusakan dan kerugian

6. Penyusunan rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi

7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana

8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis

2. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Banjir Lahar Dingin

Program yang bisa direncanakan dalam kebijakan pencegahan dan

mitigasi bencana banjir lahar dingin terdiri dari penegakan peraturan

pengurangan risiko bencana dan pembangunan infrastrukur penghalang

lahar dingin. Untuk program dalam kebijakan kesiapsiagaan darurat

bencana banjir terdiri dari program membangun budaya siaga lahar dingin

dan kemandirian masyarakat menghadapi banjir lahar dingin, serta

pembangunan kapasitas teknis aparat pemerintah dalam

penanggulangan bencana.

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

A. Pra Bencana Banjir Lahar Dingin

1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Banjir Lahar Dingin

1. Penegakan peraturan Pengurangan Risiko Bencana

1. Menyusun aturan daerah tentang standar pengelolaan Daerah Aliran Kali Opak, Kali Gendol dan Kali Kuning

2. Optimalisasi pengawasan dan evaluasi penerapan standar pengelolaan daerah aliran sungai

2. Pembangunan Infrastruktur Penghalang Bencana di tepi sungai

3. Membangun infrastruktur penghalang tepi sungai agar tidak meluap ke pemukiman warga

4. Melakukan reklamasi sungai pada daerah rawan banjir lahar dingin

2. Kesiapsiagaan Bencana Banjir

3. Pembangunan Budaya Siaga Bencana dan kemandirian Masyarakat dalam menghadapi risiko bencana banjir lahar dingin

5. Melakukan pembersihan sungai di daerah rawan bencana banjir lahar dingin

6. Melakukan sosialisasi penanganan bencana banjir lahar dingin kepada masyarakat

7. Melakukan latihan penanggulangan banjir lahar dingin secara rutin

4. Pembangunan Kapasitas Teknis

8. Pengadaan sarana dan prasarana

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

Aparat Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana

penanggulangan bencana banjir lahar dingin

9. Membangun sistem peringatan dini bencana banjir lahar dingin

10. Menyusun rencana evakuasi bencana banjir lahar dingin partisipatif

B. Penanganan Bencana dan Pasca Bencana Banjir Lahar Dingin

1. Tanggap Darurat Bencana

1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana

1. Kaji Cepat Bencana

2. Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi

3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi

4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis

2. Pemulihan Bencana

2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

5. Pengkajian Kerusakan dan Kerugian

6. Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi

7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana

8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis

3. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Gempa Bumi (Vulkanik)

Program yang disusun dalam kebijakan pencegahan dan mitigasi

bencana terdiri dari program pencegahan dan mitigasi struktural dan

mitigasi non-struktural. Sedangkan dalam kebijakan kesiapsiagaan

bencana disusun program peningkatan kapasitas dan kemandirian

masyarakat dalam mengahadapi risiko bencana serta pembangunan dan

pemeliharaan sarana dan prasarana. Dalam tanggap darurat bencana

disusun program penyelenggaran operasi darurat bencana, sedangkan

dalam pemulihan bencana dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

A. Pra Bencana Gempabumi

1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Gempabumi

1. Pencegahan dan mitigasi non struktural

1. Penerapan standar bangunan aman gempa hingga ke tingkat desa yang di adopsi dari Building Code provinsi

2. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi standar bangunan aman gempa dan aturan tataruang

2. Pencegahan dan mitigasi struktural

3. Peningkatan fungsi fasilitas publik di daerah rawan bencana gempabumi

2. Kesiapsiagaan Bencana Gempabumi

4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam membangun budaya aman bencana serta kemandirian dalam menghadapi risiko bencana

5. Menyusun pedoman standar penyelematan diri terhadap gempabumi

6. Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesiapsiagaan

7. Pembangunan jaringan informasi dan komunikasi kebencanaan terpusat dengan pemanfaatan fasilitas umum sebagai

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

bencana media perantara

C. Penanganan Bencana Gempabumi

3. Tanggap Darurat Bencana

1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana

1. Kajian Cepat Bencana Gempabumi

2. Pencarian, penyelamatan & evakuasi

3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi

4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis

4. Pemulihan Bencana

2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

5. Pengkajian kerusakan dan kerugian

6. Penyusunan rencana aksi rehabilitasi rekonstruksi

7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana

8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis

4. Kegiatan dalam Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

(Akibat Erupsi Merapi)

Program yang disusun dalam kebijakan tersebut diatas berturut-

turut adalah pengurangan risiko bencana kebakaran hutan dan lahan

melalui mitigasi structural dan non struktural, penyelenggaraan operasi

tanggap darurat bencana dan penyelenggaraan rehabilitasi dan

rekonstruksi.

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

A. Pra Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Pencegahan dan Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan dan

1. Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan melalui mitigasi

1. Membangun zonasi antara kawasan hutan dan kawasan pemukiman

2. Menerapkan kriteria dan

KEBIJAKAN PROGRAM FOKUS PRIORITAS

Lahan struktural dan non struktural

standar pengamanan dan penanggulangan bencana pada kawasan hutan

3. Pengawasan, pengendalian dan penyelenggaraan izin pemanfaatan hasil hutan produksi dan pariwisata alam

B. Penanganan dan Pasca Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan

1. Tanggap Darurat Bencana

1. Penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana

1. Kaji Cepat Bencana

2. Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi

3. Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, hunian sementara, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi

4. Pemulihan darurat fungsi prasarana dan sarana kritis.

2. Pemulihan Bencana

2. Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

5. Pengkajian Kerusakan dan Kerugian

6. Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi

7. Pemulihan prasarana sarana publik dan rekonstruksi rumah warga korban bencana

8. Pemulihan kesehatan dan kondisi psikologis

SATUAN ACARA PENYULUHAN

MITIGASI BENCANA GUNUNG MELETUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

Kelompok Kecamatan Cangkringan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN 2015

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

A. Topik : Mitigasi Bencana Gunung Meletus

B. Sasaran

1. Sasaran Penyuluhan : Warga Masyarakat Dusun X

2. Sasaran Program : Seluruh Pemuda di Dusun X

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah diberi penyuluhan selama 45 menit, diharapkan seluruh

pemuda di Dusun X dapat memulihkan pengetahuan mengenai Mitigasi

Bencana Gunung Meletus

2. Tujuan Khusus :

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan 45 menit diharapkan

keluarga Tn. M dapat :

a. Menjelaskan pengertian Mitigasi Bencana Gunung Meletus

b. Menyebutkan jbahaya dari gunung berapi

c. Menyebutkan hasil letusan gunung berapi

d. Menjelaskan mitigasi letusan gunung berapi : sebelum letusan

e. Menjelaskan mitigasi letusan gunung berapi : selama letusan

f. Menjelaskan mitigasi letusan gunung berapi : setelah letusan

g. Menjelaskan mengenai persiapan dini pada bencana gunung berapi

D. Materi

1. Pengertian mitigasi bencana gunung meletus

2. Bahaya gunung berapi

3. Hasil letusan gunung berapi

4. Mitigasi bencana gunung berapi : sebelum letusan

5. Mitigasi bencana gunung berapi : selama letusan

6. Mitigasi bencana gunung berapi : setelah letusan

7. Persiapan dini pada bencana gunung berapi

E. Metode

1. Diskusi

2. Tanya jawab

F. Media dan Alat

Media dan alat yang digunakan adalah presentasi power point dan hand out

tentang mitigasi bencana gunung berapi yang berisi:

1. Pengertian mitigasi bencana gunung berapi

2. Bahaya gunung berapi

3. Hasil letusan gunung berapi

4. Mitigasi bencana gunung berapi : sebelum letusan

5. Mitigasi bencana gunung berapi : selama letusan

6. Mitigasi bencana gunung berapi : setelah letusan

7. Persiapan dini pada bencana gunung berapi

G. Waktu

Hari, tanggal : Selasa, 17 April 2015

Waktu : 10.00 – 10.45 WIB

No. Kegiatan Waktu

1. Salam terapeutik 3 menit

2. Menyampaikan kontrak (tujuan, materi, waktu)

dan membagikan hand out

2 menit

4. Menyampaikan materi penyuluhan 15 menit

5. Diskusi tanya jawab tentang materi 15 menit

7. Merangkum materi 3 menit

8. Mengevaluasi penyuluhan 5 menit

9. Menyimpulkan hasil penyuluhan 2 menit

10. Penutup 1 menit

H. Tempat dan Setting Tempat

Tempat : ruang balai Dusun X

Setting Tempat : mahasiswa dan seluruh pemuda di Dusun X

I. Evaluasi

No. Aspek Waktu Metode Instrumen Evaluator

1. Kognitif

Selasa, 17

April 2015

jam 11.00

Tanya

jawab

Daftar

pertanyaan

Dedi dan

team

Aspek kognitif

Daftar pertanyaan :

a. Apakah pengertian mitigasi bencana gunung berapi?

A Keterangan : A : mahasiswa

B : para pemuda

dusun X

b. Apa saja bahaya dari gunung berapi?

c. Apa saja hasil letusan dari gunung berapi?

d. Bagaimana bentuk mitigasi bencana gunung berpai : sebelum letusan?

e. Bagaimana bentuk mitigasi bencana gunung berpai : selama letusan?

f. Bagaimana bentuk mitigasi bencana gunung berpai : setelah letusan?

g. Apa saja bentuk persiapan dini pada bencana gunung berapi?

Yogyakarta, April 2015

Dedi dan team

Lampiran

MATERI

A. Pengertian Mitigasi Bencana Gunung Meletus

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana

baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran, peningkatan

kemampuan menghadapi bencana dan meniadakan korban serta kerugian

yang timbul. Gunung meletus adalah peristiwa alam dimana endapan

magma yang berada di dalam perut bumi didorong keluar oleh gas yang

mempunyai tekanan tinggi. Mitigasi bencana Letusan gunung api adalah

proses pencegahan bencana letusan gunung api ataupun pengurangan

dampak bahaya letusan gunung api untuk meminimalkan :

1. Jatuhnya korban jiwa

2. Kerugian harta benda

3. Rusaknya lingkungan dan terganggunya roda perekonomian

masyarakat

B. Bahaya Gunung Berapi

1. Aliran Lava

Lava adalah magma yang meleleh keluar ke permukaan bumi

melalui lubang kepundan atau rekahan, dengan suhu mencapai >

1000°C, serta dapat merusak segala bentuk infrastruktur

2. Aliran Piroklastik (Awan Panas / Wedhus Gembel)

Aliran piroklastik/ awan panas/ wedhus gembel adalah aliran

material vulkanik panas yang terdiri atas batuan berat (padat), ringan

(berongga), lava massif dan butiran klastik yang pergerakannya

dipengaruhi gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah dengan

kecepatan 10-100 meter/detik padda suhu antara 100-1000°C.

3. Jatuhan Piroklastik

Jatuhan piroklastik adalah material yang disemburkan ke udara

oleh suatu letusan gunung berapi kemudian kembali jatuh ke permukaan

bumi, material ringan seperti abu padat tertiup angina sampai jauh

puluhan kilometer bahkan ribuan kilometer. Material ini dapat :

a. Menimbulkan hujan abu

b. Membahayakan penerbangan

c. Membahayakan saluran pernafasan

d. Merobohkan bangunan

4. Gas Beracun

Gas beracun adalah gas vulkanik yang dapat mematikan seketika

apabila terhirup ke dalam tubuh dalam konsentrasi diatas ambang batas

kemampuan manusia. Gas tersebut antara lain : CO2, SO2, Rn, H2S, HCl,

HF dan H2SO4. Gas tersebut umumnya tidak berwarna dan tidak berbau.

5. Longsor Gunung Berapi

Longsoran pada tubuh gunung berapi yang terjadi bukan akibat

gunung berapi, namun :

a. Lemahnya ikatan bebatuan pada tubuh gunung berapi

b. Akibat dorongan energiletusan yang menyamping

6. Lahar Letusan

Lahar letusan terjadi pada gunung berapi yang mempunyai danau

kawah, terjadi bersamaan saat letusan, air bercampur material lepas

gunung berapi mengalir dalam bentuk banjir lahar

7. Lahar Hujan

Lahar hujan terjadi akibat endapan material yang diletuskan diangkut oleh

hujan dan menyebabkan banjir, lumpur, panas atau dingin

C. Hasil Letusan Gunung Berapi

1. Gas Vulkanik

Gas vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saat terjadi letusan

gunung berapi yang dikeluarkan antara lain:

a. Carbon monoksida (CO)

b. Carbondioksida (CO2)

c. Hidrogen sifida (H2S)

d. Sulfurdioksida (SO2) dan nitrogen (NO2)

2. Lava

Lava adalah cairan magma yang bersuhu tinggi yang mengalir ke

permukaan melalui kawah gunung berapi. Lava encer mampu mengalir

jauh dari sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada,sedangkan

lava kental mengalir tidak jauh dari sumbernya.

3. Lahar

Lahar adalah merupakan salah satu bahaya bagi masyarakat

yang tinggal di lereng gunung berapi. Lahar adalah banjir bandang di

lereng gunung yang terdiri dari campuran bahan vukanik berukuran

lempung sampai bongkah.dikenal sebagai lahar letusan dan ahar hujan.

Lahar letusan terjadi apabila gunung berapi yang memiliki danau kawah

meletus, sehingga air danau yang pantas bercampur dengan material

letusan, sedangkan lahar hujan terjadi karena percampuran material

letusnya dengan air hujan disekitar puncaknya.

4. Abu letusan gunung berapi

Abu letusan gunung berapi adalah material yang sangat halus.

Karena hembusan angina dampaknya bisa dirasakan ratusan kilometer

jauhnya. Dampak abu letusan adalah permasalahan pernafasan,

kesulitan penglihatan, pencemaran sumber air bersih, menyebabkan

badai listrik, mengganggu kerja mesin dan kendaraan bermotor,

merusak atap, merusak lading serta merusak infrastruktur tubuh

5. Awan panas / Wedhus Gembel)

Awan panas bisa berupa awan panas aliran, awan panas

hembusan, dan awan panas jatuhan. Awan panas aliran adalah awan

dari material letusan besar yang panas, mengalir turun dan

mengendapnya didalam dan disekitar sungai dari lembah. Awan panas

hembusan adalah awan dari material letusan kecil yang panas,

dihembuskan angina dengan kecepatan 90 km/jam. Awan panas

jatuhan adalah awan dari material letusan panas besar dan kecil yang

dilontarkan keatas oleh kekuatan letusan yang besar. Material dengan

ukuran besar akan jatuh disekitar puncak, sedangkan yang halus akan

jatuh mencapai puluhan, ratusan, bahkan ribuan kilometer dari puncak

karena hembusan angin. Awan panas dapat menyebabkan luka bakar

pada bagian tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki

dan juga menyebabkan sesak hingga tidak bernafas.

D. Mitigasi Letusan Gunung Berapi : Sebelum Meletus

1. Cari tahu tentang system pengamanan di komunitas daerah masing-

masing serta bagan alur keadaan darurat

2. Waspada mengenai bahaya yang menyertai gunung api yaitu :

a. Lahar dan banjir bandang

b. Longsor dan hujan batu (material gunung api)

c. Gempa bumi

d. Hujan abu dan hujan asam

e. Tsunami

3. Lakukan rencana evakuasi :

a. Apabila anda tinggal di daerah rawan bencana gunung api, harus

ingat rute mana yang aman untuk dilalui

b. Bentuk komunitas bahaya bencana gunung api

c. Apabila anggota keluarga tidak berkumpul ketika terjadi letusan,

usahakan untuk berkumpul dalam keluarga dan jangan terpisah

d. Mintalah keluarga yang tinggal berjauhan untuk saling mengontak

sebagai hubungan keluarga, sebab sehabis terjadi bencana

biasanya lebih mudah untuk kontak jarak jauh. Tiap anggota

keluarga usahakan untuk mengetahui nama, alamat dan nomor

telepon anggota keluarga yang lain.

4. Buatlah persediaan perlengkapan darurat seperti :

a. Batere/senter dan ekstra baterey

b. Obat-obatan untuk pertolongan pertama

c. Makanan dan air minum untuk keadaan darurat

d. Pembuka kaleng

e. Masker debu

f. Sepatu

g. Pakailah kaca mata dan gunakan masker apabila terjadi hujan abu

5. Hubungi pihak-pihak yang berwenang mengenai penanggulangan

bencana seperti tim SAR atau PMI.

6. Walaupun tampaknya lebih aman untuk tinggal di dalam rumah

sampai gunung api berhenti meletus, tapi apabila anda tinggal di

daerah rawan bahaya gunung api, akan sangat berbahaya. Patuhi

intruksi dari badan yang berwenang dan segera lakukan secepatnya.

E. Mitigasi Bencana Gunung Berapi : Selama Letusan

1. Ikuti perintah pengungsian yang telah diperintahkan oleh badan yang

berwenang

2. Hindari melewati arah searah dengan arah angina dan sungai-sungai

yang berhulu dipuncak gunung yang sedang meletus

3. Apabila terjebak didalam ruangan/ rumah :

a. Tutup seluruh jendela, pintu-pintu masuk dan lubang /keran

b. Letakkan seluruh mesin kedaam garasi atau tempat yang tertutup

c. Bawa binatang peliharan lainnya kedalam ruang yang terlindungi

4. Apabila diruang terbuka :

a. Carilah ruangan perlindungan

b. Apabila terjadi hujan batu, lindungi kepala dengan posisi

melingkar seperti bola

c. Apabila terjebak dekat suatu aliran, hati-hati terhadap adanya

aliran lahar. Carilah tempat yang lebih tinggi

d. Lindungi diri anda dari hujan

e. Kenakan pakaian kemeja lengan panjang dan celana

f. Gunakan kacamata untuk melindungi mata

g. Gunakan masker debu atau gunakan kain/ sapu tangan untuk

melindungi saluran pernafasan

h. Matikan mesin mobil atau kendaraan lainnya kalau mendengar

adanya halilintar

5. Hindari daerah berbahaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah

atau lembaga yang berwenang/ lihat peta bahaya gunung api

6. Akibat letusan gunung api dapat dirasakan berkilometer jauhnya dari

gunung api yang sedang meletus. Aliran lahar dan banjir bandang,

kebakaran hutan bahkan aliran awan panasyang mematikan dapat

mengenai anda bahkan tidak melihat ketika gunung api meletus.

Hindari lembah-embah sungai dan daerah rendah. Mencoba

mendekati gunung berapi yang sedang meletus merupakan langkah

untuk menuju maut,

7. Apabila anda melihat permukaan aliran sungai naik, cepat-cepat cari

daerah yang lebih tinggi. Apabila aliran lahar melewati jembatan,

jauhi jembatan tersebut. Aliran lahar memiliki daya kekuatan yang

besar, membentuk aliran yang mengandung lumpur dan bahan

gunung api lainnya yang dapat bergerak dengan kecepatan 30-60

km/jam. Awan panas mengandung debu gunung api, dapat

membakar tumbuhan yang dilaluinya dengan cepat. Dengarkan berita

dari radio atau televise mengenai situasi terakhir bahaya letusan

gunung berapi.

F. Mitigasi Bencana Gunung Berapi : Setelah Letusan

1. Apabila mungkin, hindari zona-zona daerah hujan abu

2. Apabila berada di luar ruangan :

a. Tutup mulut dan hidung anda. Debu gunung api dapat

menyebabkan iritasi saluran pernafasan

b. Gunakan kacamata untuk melindungi mata anda

c. Lindungi kulit anda dari iritasi debu gunung api

d. Bersihkan atap dari hujan debu gunung api

e. Hujan debu yang menutupi atap sangat berat dan dapat

mengakibatkan runtuhnya atap bangunan. Hati-hati ketika bekerja

diatap bangunan rumah

3. Hindari mengendarai kendaraan didaerah hujan abu yang lebat

4. Mengendarai kendaraan mengakibatkan debu tersedot dan dapat

merusak kendaraan bermesin

5. Apabila anda memiliki penyakit pernafasan, hindari sedapat mungkin

untuk kontak dengan debu gunung api

6. Tinggallah di dalam rumah sampai keadaan dinyatakan aman diluar

rumah

7. Ingatlah untuk membantu tetangga yang membutuhkan

G. Persiapan Dini Pada Bencana Gunung Berapi

1. Mempelajar peta kawasan rawan bencana (KRB) dan peta zona

resiko bahaya gunung api yang didukung dengan peta geologi

gunung api

2. Memperhatikan arahan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi (PVMBG) terkait dengan perkembangan aktifitas gunung

berapi

3. Persiapkan masker dan kaca mata pelindung untuk mengantisipasi

debu vulkanik

4. Mengetahui jalur evakuasi dan shelter yang telah dipersiapkan oleh

pihak yang berwenang

5. Mempersiapkan scenario evakuasi lain apabila dampak letusan

meluas diluar prediksi para ahli

6. Persiapkan dokumen penting dan dukungan logistik

Daftar Pustaka

Diantoro, Wahyu. 2014. Mitigasi Bencana Gunung Meletus. Diunduh pada

tanggal 14 April 2015 dari http://when-they-

erupt.blogspot.in/2014/04/mitigasi-bencana-alam-gunung-

meletus_4689.html?m=1

ARBYT. 2014. Mitigasi dan Adaptasi Bencana Gunung Meletus. Diunduh pada

tanggal 14 April 2015 dari http://arbyt10.blogspot.in/2014/03/mitigasi-dan-

adaptasi-bencana-gunung.html?m=1

Grehastuti, Denada. 2014. Makalah Mitigasi Bencana Alam Gunung Meletus.

Makalah. Diunduh pada tanggal 14 April 2015 dari

http://denadagrehastuti.blogspot.in/2014/11/makalah-mitigasi-bencana-

alam-gunung.html?=1

http://en.wikipedia.org/wiki/2010_eruptions_of_Mount_Merapi

http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eqinthenews/2006/usneb6/

http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/

http://bpbd.slemankab.go.id/

Sumber data: web resmi Pemerintahan Kabupaten Sleman at

http://kecamatan.slemankab.go.id/cangkringan